You are on page 1of 39

BELAJAR BERMAKNA MELALUI PETA KONSEP SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKR DAN PENGUASAAN KONSEP IPA PADA

SISWA SDN 001 SANGATA UTARA

UMINAH 117855402

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA SURABAYA 2012

UMY-INSIGHCORNER.BLOGSPOT.COM

ii

BELAJAR BERMAKNA MELALUI PETA KONSEP SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKR DAN PENGUASAAN KONSEP IPA PADA SISWA SDN 001 SANGATA UTARA

PROPOSAL INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH RESEARCH OF METHODOLOGY YANG DIBIMBING OLEH Prof.Dr.MUSLIMIN IBRAHIM, M.Pd

UMINAH 117855402

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA SURABAYA 2012

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN HALAMAN JUDUL ................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................... DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ A. Latar Belakang .................................................................................. B. Rumusan Masalah ............................................................................. C. Tujuan Penelitian .............................................................................. D. Manfaat Penelitian............................................................................. E. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... F. Dedinisi Istilah .................................................................................. BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... A. Pembelajaran Bermakna .................................................................... 1. Pembelajaran Menurut David Ausubel ......................................... 2. Faktor yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna ......... 3. Penerapan Teori Ausubel Dalam Belajar...................................... B. Peta Konsep ...................................................................................... 1. Pengertian Peta Konsep ............................................................... 2. Menyusun Peta Konsep ............................................................... 3. Ciri-ciri Peta Konsep ................................................................... 4. Kegunaan Peta Konsep ................................................................ 5. Macam-macam Peta Konsep ........................................................ C. Kemampuan Berpikir ........................................................................ 1. Pengertian Kemampuan Berpikir ................................................. i ii iv v 1 1 3 4 4 4 4 6 6 6 9 10 11 11 12 13 14 15 16 16

iv

2. Tingkatan Berpikir Menurut Benyamin Bloom ............................ 3. Mengajar Berpikir ....................................................................... D. Penguasaan Konsep ........................................................................... E. Kerangka Berpikir ............................................................................. F. Hipotesis ........................................................................................... BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. A. Jenis Penelitian .................................................................................. B. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ C. Rancangan Penelitian ........................................................................ D. Variable Penelitian ............................................................................ E. Definisi Operasional Variabel............................................................ F. Instrument Penelitian ......................................................................... G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ H. Teknik Analisis Data ......................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

18 19 22 23 25 26 26 26 26 27 27 27 29 30 33

DAFTAR TABEL

1. Design kelas eksperimen dan kelas pembanding .....................................

26

vi

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan Bentuk-Bentuk Belajar Menurut Ausubel ....................................

vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs. Ketidak tercapaian tujuan pembelajaran IPA khususnya dalam kemampuan berpikir dan penguasaan konsep IPA ini bisa dilihat dari rendahnya kemampuan siswa dalam dua hal tersebut. Rendahnya kemampuan berpikir siswa akan berdampak pada penguasaan konsepnya. Jika kemampuan berpikirnya rendah, maka penguasaan konsepnya juga rendah. Siswa yang tidak memiliki kemampuan berpikir akan kesulitan dalam memahami dan menganalisis persoalan yang dihadapi. Untuk itu diperlukan sebuah pembelajaran bermakna yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir dan meningkatkan penguasaan konsep siswa. Namun dalam prakteknya kondisi belajar seperti itu masih jarang dilakukan. Ini didasarkan pada pengamatan bahwa selama ini proses

pembelajaran IPA di SD umumnya masih terbatas pada transfer informasi yang dimiliki guru kepada peserta didk. Siswa tak ubahnya sebuah gelas yang siap dituangi air. Sebuah pendekatan Teacher Centre dan Textbook Centre juga masih menjadi favorit sebagian besar guru. Kelas banyak didominasi oleh guru.sehingga kelas menjadi pasif. Guru menjadi satu-satunya sumber informasi. Selain itu, dalam pembelajaran IPA metode yang digunakan guru tidak bervariasi (monoton) dan guru kurang bahkan tidak menggunakan media atau alat peraga yang menunjang, Dalam pembelajaran, guru juga jarang mengaitkan pengalaman baru yang diajarkan dengan pengalaman awal yang dimiliki siswa, sehingga pengalaman siswa tentang apa yang dipelajari menjadi tidak komprehensif. Pembelajaran semacam ini jelas akan sangat membosankan dan tidak akan memberikan makna bagi siswa. Apa yang didapatkan siswa sebatas apa yang diberikan guru kepadanya. itupun kalau terserap semua Pengetahuan yang didapat siswapun akan bersifat abstrak, karena siswa tidak pernah mengalami pengalaman belajarnya. Dalam kondisi seperti itu siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengeksplor potensi yang ada dalam dirinya. padahal setiap siswa memiliki potensi itu, dan guru seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengembangkan potensi itu. Ada sebuah pepatah yang mengatakan I hear I forget, I see I remember, I do I understand. Untuk mendapatkan pengalaman belajar seharusnya siswa mengalami dan melakukan, bukan sekedar diberi informasi. Guru idealnya selalu mengaitkan konsep ataupun informasi dengan kehidupan nyata siswa, sehingga pembelajaran memberikan makna bagi kehidupan siswa dengan harapan pengetahuan yang diperoleh siswa akan dapat diaplikasikan dalam kehidupannya bukan sekedar informasi yang kemudian akan dilupakan begitu pelajaran selesai. Terkait dengan kondisi pembelajaran IPA seperti paparan di atas maka perlu diciptakan kondisi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, akan muncul motivasi dalam diri siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pemerolehan informasi Di sini peneliti

menawarkan sebuah pembelajaran melalui peta konsep sebagai salah satu alternatif pembelajaran bermakna yang bermuara pada pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menantang untuk berpikir. Jika selama ini gurulah yang menjadi subjek dan siswa menjadi objek maka dengan peta konsep ini siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Selain dapat mengaktifkan siswa, peta konsep ini juga dapat membantu guru untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswanya sebelum pembelajaran dimulai sehingga siswa bisa mengaitkan konsep yang ia miliki dengan informasi baru. Peta konsep juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami konsep yang dipelajari. Harapan akhirnya melalui peta konsep ini siswa akan termotivasi dalam belajar, dan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya sehingga penguasaan konsepnya menjadi lebih baik. Kemampuan berpikir dan

penguasaan konsep yang baik ini akan dapat diaplikasikannya dalam berinteraksi dengan manusia dan lingkungannya.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakng di atas maka dapat dirumuskan masalahnya yaitu apakah ada pengaruh belajar bermakna melalui peta konsep terhadap kemampuan berpikir dan penguasaan konsep IPA pada siswa SDN 001 Sangata Utara? Atas rumusan masalah tersebut, maka dapat disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana respon siswa terhadap proses pembelajaran IPA dengan menggunakan peta konsep? 2. Bagaimana kemampuan berpikir dan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan peta konsep? 3. Bagaimana perbedaan kemampuan berpikr dan penguasaan konsep siswa pada mata pelajaran IPA yang menggunakan peta konsep dan yang tidak?

C. Tujuan Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu: 1. Mendeskripsikan proses belajar menggunakan peta konsep berdasarkan respon siswa 2. Mendeskripsikan kemampuan berpikir dan penguasaan konsep siswa dalam belajar menggunakan peta konsep 3. Membandingkan kemampuan berpikir dan penguasaan konsep siswa pada mata pelajaran IPA yang menggunakan peta konsep dan yang tidak.

D. Manfaat Dengan berhasilnya penelitian ini maka akan disajikan sebuah perangkat pembelajaran dengan menggunakan peta konsep yang diharapkan dapat diterapkan guru sehingga pembelajaran khususnya IPA menjadi lebih bermakna, kemampuan berpikir dan penguasaan konsep menjadi lebih baik.

E. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada satu kelas yaitu kelas VI C SDN 001 Sangata Utara. Materi yang diambil dalam penelitian ini adalah pada Standar Kompetensi 2. Memahami cara perkembangbiakan makhluk hidup, dengan Kompetensi Dasar 2.3 Mengidentifikasi cara perkembangbiakan tumbuhan dan hewan. Penelitian ini dilakukan dalam 6 kali pertemuan pada semester I. F. Definisi Istilah. 1. Pembelajaran Bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang 2. Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk-bentuk proposisi (Yamin, 2011) 3. Berpikir kritis (critical thinking) adalah kemampuan untuk membuat keputusan rasional tentang apa yang dilakukan dan apa yang diyakini (Mohamad Nur, 2008)

4. Penguasaan konsep IPA merupakan kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep IPA setelah proses pembelajaran. Penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Dahar,2006)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Bermakna 1. Pembelajaran Menurut David Ausubel Dalam rangkaian proses pendidikan di sekolah, belajar merupakan kegiatan paling pokok. Belajar akan menjadi sesuatu yang berarti apabila belajar itu bermakna bagi siswa. Menurut Ausubel dalam (Slameto, 2010) ada dua dimensi dalam tipe-tipe belajar yaitu: a. Dimensi menerima (reception learning) dan menemukan (discovery learning). b. Dimensi menghafal (role learning) dan belajar bermakna (meaningful learning) Langkah pertama dalam belajar adalah menerima dan menemukan (reception and discovery). Dalam dimensi menerima semua bahan yang akan dipelajari diberikan dalam bentuk jadi dan disajikan dalam materi ceramah, sedangkan dalam belajar menemukan, ada beberapa informasi yang harus dicari dan diidentifikasi oleh siswa, kemudian diintegrasikan dalam struktur kognitif yang telah ada dalamdiri siswa, disusun kembali, diubah, sehingga menghasilkan struktur kognitif yang baru. Langkah kedua adalah upaya untuk mengingat atau menguasai apa yang dipelajari agar dapat dipergunakan dengan cara menghubungkan apa yang dipelajari dengan apa yang telah diketahui, di sini terjadilah belajar bermakna (meaningful learning). Namun jika siswa hanya berupaya mengingat informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan apa yang telah diketahui (konsep, fakta, dan generalisasi) maka hanya terjadi belajar menghafal (role learning). Belajar penerimaan dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep, sementara itu belajar penemuanpun bisa

rendah kebermaknaannya dan merupakan belajar hafalan bila memecahkan suatu masalah dilakukan hanya dengan coba-coba, seperti menebak suatu teka-teki. Belajar penemuan hanya bermakna jika terjadi penelitian yang bersifat ilmiah.

Belajar dapat

Hafalan

Penemuan

Materi disajikan dalam bentuk final

Materi disajikan dalam bentuk final

Secara penerimaan Siswa menghafal materi yang disajikan Siswa memasukkan materi ke dalam struktur kognitif

Siswa dapat mengasimilasi materi pelajaran

Materi ditemukan oleh siswa Secara penemuan

Siswa menemukan materi

Siswa menghafal materi

Siswa memasukkan materi ke dalam struktur kognitif

Gambar 1. Bentuk-bentuk belajar menurut Ausubel.

Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa ada empat tipe belajar yaitu: a. Belajar penemuan bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa dengan materi yang akan dipelajari

kemudian menemukan pengetahuan baru, dan pengetahuan baru itu dikaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah ada. b. Belajar penemuan yang tidak bermakna, yaitu siswa belajar secara mandiri dan tidak mengaitkan dengan pengetahuan dan

pengalamannya, dan pengetahuan barunya ia hafalkan. c. Belajar ekspositori bermakna, yaitu pengetahuan dan pengalaman yang disampaikan guru kepada siswa dalam bentuk ceramah yang sistematis, logis, dan factual, pengetahuan dan pengalaman baru itu dikaitkan dengan penetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa. d. Belajar ekspositori tidak bermakna, yaitu pengetahuan dan

pengalaman yang disampaikan guru dalam bentuk ceramah sistematis, logis, dan factual, tapi pengetahuan baru tersebut hanya dihafalkan dan tidak dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa. Sebagai pelopor aliran kognitif, David Ausable mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful learning). Menurut Ausubel dalam (Dahar, 2006) Belajar bermakna adalah proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar bermakna yang baru akan mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi konsep-konsep yang telah ada itu. Dengan belajar bermakna diharapkan akan menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami dengan baik dan tidak mudah dilupakan. Karena inti belajar bermakna di sini adalah dikaitkannya informasi baru dengan konsep-konsep relevan yang sudah ada, maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan mengenali konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Peran guru dalam pembelajaran adalah memfasilitasi siswa agar siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan memberikan ruang bagi siswa untuk mengekssplor potensi yang dimilikinya. Ausubel dalam

(Yamin, 2011) berpendapat bahwa guru harus mengembangkan potensi

kognitif peserta didk melalui proses pembelajaran bermakna. Pemahaman dan penalaran siswa akan lebih berarti jika siswa diajak beraktifitas dan dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran dan kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centre). Pembelajaran seperti ini akan menciptakan kebermaknaan bagi siswa. Setiap strategi, model, ataupun metode pembelajaran pasti ada kebaikan dan kelemahannya. Menurut Ausubel dan Novak dalam (Dahar,2006), ada tiga kebaikan belajar bermakna, yaitu: a. b. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip. c. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar halhal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna Terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna seperti yang dikemukakan oleh Ausubel dalam (Dahar, 2006) yaitu struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan bidang studi tertentu pada waktu tertentu. Jika struktur kognitif stabil, jelas, dan diatur dengan baik, arti yang shahih dan jelas akan timbul dan bertahan. Jika struktur kognitif tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, struktur kognitif akan menghambat belajar. Sedangkan menurut (Slameto, 2010) ada tiga variable penting yang mempengaruhi belajar dan retensi materi bermakna yaitu: a. Adanya gagasan khsusus yang relevan dalam struktur kognitif b. Tingkat perbedaan (jelas dan tidak jelas) antara materi belajar baru dengan system gagasan yang sudah ada c. Stabilitas dan kejelasan gagasan-gagasan yang berhubungan. Selajnutnya Dahar mengatakan bahwa pembelajaran bisa bermakna jika memenuhi prasyarat-prasyarat sebagai berikut: a. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial

10

Artinya materi memiliki kebermaknaa logis (materi nonarbitrer dan substantive) dan dalam struktur kognitif siswa terdapat gagasan yang releva. b. Siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna (mempunyai kesiapan dan niat). Agar terjadi belajar bermakna, materi pelajaran harus bermakna secara logis, siswa harus bertujuan untuk memaukkan materi itu ke dalam struktur kognitifnya, dan dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsur-unsur yang cocok untuk mengkaitkan atau menghubungkan materi baru secara non-arbitrer dan substantif. Jika salah satu komponen ini tidak ada, maka materi itu kalaupun, dipelajari, akan dipelajari secara hafalan (Rosser dalam Dahar, 2006).

3. Penerapan Teori Ausubel Dalam Mengajar Bedasarkan pandangannya tentang belajar bermakna tersebut, maka David Ausable mengajukan empat prinsip pembelajaran , yaitu: a. Pengatur awal (advance organizer) Pengatur awal mengarahkan siswa ke materi yang akan dipelajari dan membantu siswa mengingat kembali informasi yang berkaitan yang dapat digunakan dalam menanamkan pengetahuan baru. b. Diferensiasi progresif Adalah proses penyusunan konsep dengan cara mengajarkan konsep yang paling inklusif, ke konsep yang kurang inklusif, dan ke hal-hal yang paling khusus.(seperti contoh-contoh untuk suatu konsep). Artinya proses pembelajaran berlangsung dari umum ke khusus. c. Belajar superordinat Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Belajar superordinate terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari

11

sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur suatu konsep yang lebih luas dan lebih inklusif. Jadi konsep disusun secara hierarkhi. d. Penyesuaian Integratif Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausable mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hiierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.

e. Peta Konsep 1. Pengertian Peta Konsep Faktor terpenting yang mempengaruhi pembelajaran bermakna adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal) agar dapat mengaitkan konsep baru dengan konsep yang telah ada. Menurut Novak dalam (Dahar,2006) bahwa alat atau cara yang dapat digunakan guru untuuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh siswa yaitu dengan menggunakan peta konsep atau pemetaan konsep. Peta konsep dikembangkan untuk menggali ke dalam struktur kognitif siswa dan untuk mengetahui baik bagi siswa maupun guru, melihat apa yang telah diketahui siswa. Sebelum jauh berbicara tentang peta konsep kita harus memahami dulu apa yang di maksud dengan konsep. Konsep merupakan buah pikiran seseorang yang diperoleh dari fakta, peristiwa, dan pengalaman, melalui proses generalisasi dan berpikir abstrak. Menurut Rosser dalam (Dahar,1988) bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubunganhubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep merupakan dasar-dasar untuk berpikir, belajar aturan, dan memecahkan masalah.

12

Konsep

diperlukan

untuk

memperoleh

pengetahuan

dan

mengkomunikasikan pengetahuan, karena dengan menguasai konsep kemungkinan memperoleh pengetahuan baru tidak terbatas. Banyak ahli yang mendefinisikan tentang peta konsep. Berikut ini beberapa definisi peta konsep menurut para ahli: a. Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi (Dahar,1988) b. Martin dalam (Trianto, 2007) Peta Konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama. c. George Posner dan Alan Rudnitsky dalam (Nur, 2011) bahwa peta konsep mirip dengan peta jalan, namun peta konsep menaruh perhatian pada hubungan antar ide-ide, bukan hubungan antar tempat. 2. Menyusun Peta Konsep Dalam belajar bermakna peta konsep ini memegang peranan yang sangat penting, sehingga setiap siswa hendaknya mampu membuat peta konsep. Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram hirarki, kadang peta konsep itu fokus pada hubungan sebab akibat Untuk mengajarkan bagaimana cara menyusun peta konsep menurut (Dahar,2006) langkahlangkahnya sebagai berikut: a. Pilih suatu bacaan b. Tentukanlah konsep-konsep yang relevan c. Urutkan konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif atau contoh-contoh d. Susunlah konsep-konsep itu di atas kertas, mulai dari konsep yang paling inklusif di puncak ke konsep yang paling tidak inklusif e. Hubungkan konsep-konsep itu dengan kata atau kata-kata penghubung Sedangkan menurut (Nur,2011) langkah-langkah dalam menyusun suatu peta konsep adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep b. Mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekondair yang

menunjang ide utama

13

c. Menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta d. Mengelompokkan ide-ide seconder di sekeliling ide utama yang secara visual menunjukkan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama Jika seorang guru menyajikan satu konsep kemudian meminta siswa menyusunnya menjadi sebuah peta konsep, maka peta konsep yang dihasilkan siswa satu dengan yang lainnya belum tentu sama, karena struktur kognitif yang ada pada masing-masing siswa juga tidak sama. Ini menunjukkan adanya perbedaan individual pada diri siswa, yang artinya bahwa kebermaknaan konsep-konsep itu khas bagi setiap individu.

3. Ciri-ciri Peta Konsep Setiap sesuatu mempunyai karakteristik atau ciri-ciri. Begitu juga dengan peta konsep. Adapun ciri-ciri peta konsep adalah sebagai berikiut: a. Peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi. Mempelajari suatu bidang studi akan lebih jelas dan berakna dengan membuat peta konsep sendiri. b. Peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau bagian dari bidang studi. Peta konsep dapat menggambarkan konsep-konsep yang penting serta hubungan antar konsep-konsep tersebut. c. Tidak semua konsep mempunyai hubungan yang sama..artinya dalam peta konsep ada konsep yang lebih inklusif dan ada yang kurang insklusif. Contohnya konsep tata surya lebih inklusif dibandingkan dengan bumi. d. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut. Dengan melihat ciri-ciri di atas sangatlah tepat jika dikatakan bahwa peta konsep akan membuat suatu bidang studi akan lebih jelas dan bermakna, karena peta konsep menggambarkan konsep-konsep penting

14

serta hubungannya, dari yang paling inklusif ke yang kurang inklusif hingga ke contoh-contoh konsep sehingga tersusun secara hierarkhi yang logis.

4. Kegunaan Peta Konsep Kegunaan peta konsep dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut: a. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa Dengan menggunakan peta konsep guru dapat mengetahui konsep apa yang telah dimiliki siswa waktu pelajaran akan dimulai. Pendekatan yang dapat dilakukan guru adalah : 1) Guru memilih satu konsep utama (key concept) topik yang akan dibahas, dan siswa diminta menyusun peta konsep yang memperlihatkan semua konsep yang dapat dikaitkan dengan konsep utama, serta hubungan antar konsep. 2) Meminta siswa membuat peta konsep berdasarkan pengetahuan yang dimiliki siswa sesuai topik yang akan dibahas. Kemudian guru menelaah beberapa peta konsep yang dibuat siswa sebelum pelajaran dimulai untuk memperkirakan konsep-konsep yang banyak diketahui siswa. b. Mempelajari cara belajar Untuk membuat peta konsep, guru berarti meminta siswa untuk membaca dengan seksama dan berpikir, karena untuk dapat mengeluarkan konsep-konsep, kemudian menghubungkan konsepkonsep tersebut menjadi proposisi yang bermakna tidak bisa dilakukan sambil lalu. Siswa harus benar-benar belajar dan melatih diri untuk menghasilkan peta konsep yang bermakna baginya, yang menolong dirinya belajar bagaimana belajar c. Mengungkapkan Miskonsepsi Dalam pendidikan Sains miskonsepsi ditemukan sebagai penghambat sehingga perlu ditiadakan melalui perubahan konseptual. Peta konsep

15

dapat digunakan untuk mengungkap miskonsepsi. Dengan adanya peta konsep yang dibuat siswa konsep salah biasanya terlihat karena terdapat kaitan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya yeng memunculkan proposisi salah. d. Alat evaluasi Peta konsep dapat dipakai sebagai alat evaluasi yaitu dengan cara meminta siswa membaca peta konsep dan menjelaskan hubungan antara konsep satu dengan konsep yang lain dalam satu peta konsep. Sedangkan untuk menilai peta konsep yang dibuat siswa ada empat kriteria yang bisa digunakan yaitu: 1) Kesahihan proposisi 2) Adanya hierarkhi 3) Adanya ikatan silang 4) Adanya contoh-contoh Di samping kegunaan di atas, menurut (Yamin,2011) bahwa peta konsep dapat digunakan untuk hal-hal berikut: a. Membantu guru untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang topik sebelum pembelajaran dimulai. Guru dapat memberi kata kunci atau gagasan terkait dengan topic yang akan dipelajari. b. Menyediakan suatu titik tolak untuk diskusi siswa guna memperjelas pengertian siswa. c. Memberi umpan balik tentang sejauh mana siswa telah memahami topik yang dipelajari. d. Mengaitkan gagasan-gagasan dan pengertian yang dikembangkan dalam suatu kegiatan yang dipelajari siswa dengan kegiatan lain.

5. Macam-macam Peta Konsep Ada empat macam peta konsep menurut (Nur, 2011), yaitu: a. Pohon Jaringan (network tree) Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut:

16

1) Menunjukkan sebab akibat 2) Suaatu hierarkhi 3) Prosedur yang bercabang 4) Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan b. Rantai kejadian (events chain) Peta konsep ini dapat digunakan untuk memerikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. c. Peta konsep siklus (cycle concept map) Peta konsep siklus ini cocok diterapkan untuk menunjukkan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang d. Peta konsep laba-laba (spider concept map) Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut: 1) Tidak menurut hierarkhi 2) Kategori yang tidak parallel 3) Hasil curah pendapat

f. Kemampuan Berpikir 1. Pengertian Kemampuan Berpikir Berpikir merupakan aktivitas yang dilakukan oleh otak dan dikontrol oleh akal pada manusia umumnya. Setiap manusia melakukan aktivitas berpikir dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapinya. Berpikir seperti dikemukakan (Sagala,2011) merupakan proses dinamis yang terdiri atas tiga langkah yaitu pembentukan pengertian,

pembentukan pendapat, dan pembentukan keputusan. Berpikir memliki keterkaitan yang erat dengan istilah mengingat dan memahami. Kemampuan mengingat dan memahami ini merupakan

17

bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Seperti dikemukakan oleh Peter Reason dalam (Sanjaya, 2011) bahwa berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekadar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Hal ini berarti bahwa harapan dari proses pembelajaran siswa bukan sekadar mampu mengingat dan memahami fakta, konsep, atau apapun yang dipelajari tetapi lebih jauh lagi bahwa apapun yang dipelajari diharapkan dapat menjadi alat untuk melatih kemampuan siswa berpikir kritis dalam menghadapi segala macam persoalan hidup sekarang dan masa yang akan datang. Untuk dapat memecahkan berbagai masalah diperlukan

kemampuan berpikir yang baik. Demikian juga dalam dunia pendidikan hendaknya mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis dalam upaya memecahkan masalah, baik masalah pembelajaran maupun masalah yang terkait dengan kehidupanya sehari-hari. Berpikir kritis (critical thinking) adalah kemampuan untuk membuat keputusan rasional tentang apa yang dilakukan dan apa yang diyakini (Mohamad Nur, 2008). Sedangkan menurut (Yamin, 2011) berpikir kritis (critical thinking) adalah keterampilan yang dimiliki individu dalam proses berpikirnya untuk menganalisa argument dan memberikan penafsiran berdasarkan persepsi yang benar dan rasional, analisis asumsi dan bias dari argument, dan interpretasi logis. Pendapat lain tentang berpikir kritis dikemukakan oleh (Eric Jensen, 2011) bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses mental yang efektif dan handal yang akan dimanfaatkan dalam mengejar pengetahuan yang relevan dan benar tentang dunia. Dari apa yang telah disampaikan oleh Eric Jensen di atas dapat kita lihat adanya ciri-ciri dari seseorang memiliki kemampuan berpikir kritis, antara lain dapat mengajukan pertanyaan yang memadai, mengumpulkan informasi yang relevan, memilah-milah informasi secara efisien dan

18

kreatif, melakukan penalaran informasi secara logis, dan membuat konklusi yang handal dan dapat dipercaya tentang dunia.

2. Tingkatan Berpikir Menurut Bloom (Taksonomi Bloom) Ada beberapa tokoh yang mengemukakan adanya tingkatan dalam berpikir, satu di antaranya adalah Benyamin Bloom. Bloom membagi tingkatan berpikir menjadi enam tingkatan yang tersusun secara hierarkis yang dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom. Anderson dan Krathwol dalam (Muslimin Ibrahim, 2010) mengadakan revisi terhadap Taksonomi Bloom dengan merubah istilah dari kata benda ke dalam kata kerja. Berikut adalah penjelasan tentang Taksonomi Bloom dan hasil revisi a. Pengetahuan (Knowledge) Mengingat (Remembering)

Berupa kemampuan memanggil kembali pengetahuan yang relevan yang tersimpan dalam memori jangka panjang Terdiri atas dua kemampuan yaitu mengingat (Recalling) dan mengenali (recognizing) b. Pemahaman (Comprehention) Memahami (Understanding)

Adalah kemampuan membangun pengertian dari pesan pembelajaran dalam bentuk komunikasi lisan, tertulis, maupun gambar. Terdiri atas tujuh tingkatan kemampuan memahami yaitu menafsirkan

(interpreting), memberi contoh (exampliying), mengklasifikasikan (Classifiying), inferensi membuat rangkuman (Summarizing), membuat dan

(Inverring),

membandingkan

(Comparizing),

menjelaskan (Explaining) c. Penerapan (Aplication) Menerapkan (Applying)

Adalah kemampuan untuk melakukan atau menggunakan suatu prosedur pada situasi baru yang disediakan. Terdiri atas dua kemampuan yaitu menjalankan (Executing) dan menggunakan (Implementing)

19

d. Analisa (Analysis)

Menganalisa (Analizing)

Merupakan kemampuan untuk mengurai suatu material menjadi bagian-bagian penyusunnya dan dapat hubungan antar bagian untuk membangun suatu struktur atau mencapai suatu tujuan. Terdiri atas tiga kemampuan yaitu kemampuan membedakan (Differentiating), mengorganisasikan (Organizing), mencirikan (Attributing) e. Sintesis (Synthesis) Mengevaluasi (Evaluating)

Adalah kemampua untuk membuat keputusan berdasarkan kriteria atau standar. Dalam mengevaluasi ini terdapat dua kemampuan yaitu mengecek (Checking) dan mengkritisi (Qritiquing) f. Evaluasi (Evaluation) Menciptakan (Creating)

Merupakan kemampuan untuk menggabungkan unsur-unsur secara bersama-sama sehingga koheren atau dapat berfungsi. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan berhipotesis (Generating), membuat rencana (Planning), dan menghasilkan (Producing) Jika kita simak, Taksonomi Bloom ini dapat dijadikan acuan bagi para guru dalam menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Selain itu Taksonomi Bloom ini akan sangat memudahkan guru dalam membuat evaluasi pada aspek kognitif untuk mengintegrasikan pengembangan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan ilmu pengetahuan

3. Mengajar Berpikir Untuk mengajarkan ketrampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan berbagai model dan metode, terutama metode yang sifatnya memberi keleluasaan siswa untuk mengeksplorasi diri. Apapun metode dan model yang digunakan pengajaran ketrampilan berfikir kritis ini harus sampai pada tahap siswa dapat mengerti dan belajar menggunakannya, jika tidak maka tidak akan banyak manfaatnya bagi diri siswa. Apapun keterampilan berpikir yang kita inginkan dimilki siswa, dan apapun strategi yang kita gunakan, pelajaran berpikir ditandai oleh

20

enam prinsip seperti yang dikemukakan oleh (Anne de A'Echevarria, 2011) yaitu: a. Aktif Beri kesempatan pada siswa untuk mengeksplorasi ide-ide. b. Berarti Buat hubungan yang jelas antara fokus keterampilan pelajaran dengan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran yang berarti akan menuntut keterlibatan dan dikenang. c. Menantang Berikan kepada siswa tantangan kognitif yang tidak terlalu hebat yang menyebabkan kewalahan, tetapi juga tidak terlalu mudah sehingga siswa bosan. Pelajaran yang menantang akan merubah pikiran d. Kolaboratif Dukung siswa ketika siswa mengeksplorasi perbedaan-perbedaan dalam pendapat dan interpretasi. e. Termediasi Tantang siswa untuk berpikir sebanyak mungkin secara mandiri f. Reflektif Ajukan pertanyaan pada siswa untuk membantu siswa mencari tahu apa yang telah dipelajari, bagaimana mempelajari, dan kapan hal itu berguna bagi dirinya. Ada beberapa cara untuk mengajar berpikir kritis. Berikut ini adalah cara mengajar berpikir kritis menurut (Eric Jensen, 2011) yaitu: a. Rangkuman dan term papers Menulis akan mendorong siswa mengorganisasi pikiran, merenungkan topik, mengevaluasi data, dan menyampaikan konklusi secara persuasive. b. Instruksi langsung Yaitu dengan cara memberi pertanyaan pada siswa yang menuntut siswa tidak hanya memahami materi, tetapi dapat menganalisanya dan mengaplikasikannya pada situasi baru

21

c. Latihan kuantitatif Latihan ini dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. d. Menyampaikan pemelajaran Selama beraktivitas di laboratorium dalam pelajaran ilmiah, setiap siswa mempraktikkan berpikir kritis. e. Pekerjaan rumah Pekerjaan rumah banyak menyajikan peluang untuk mendorong kemampuan berpikir kritis f. Kuis dan tes Pertanyaan dalam ujian dapat direncanakan untuk mempromosi berpikir kritis bukan untuk memorisasi hafalan. Dalam penerapannya berpikir kritis memerlukan latihan, dengan memberikan sesuatu yang bertentangan misalnya memberikan sejumlah dilema, argument yang logis dan tidak logis, iklan yang valid dan menyesatkan. Selanjutnya menurut (Mohamad Nur, 2008) bahwa keefektifan pengajaran berpikir kritis bergantung pada penataan suasana kelas yang mendorong penerimaan adanya pandangan perbedaan dan diskusi bebas, dan lebih menekankan pada pemberian alasan daripada jawaban yang benar. Keterampilan ini akan tercapai dengan baik jika topik sudah dikenl oleh siswa. Apapun yang dilakukan guru dalam pengajaran hendaknya mempunyai tujuan yang jelas. Begitu juga dalam mengajarkan berpikir kritis ini. Norris dalam (Mohamad Nur,2008) mengemukakan bahwa tujuan pengajaran berpikir kritis adalah menciptakan suatu semangat berpikir kritis yang mendorong siswa mempertanyakan apa yang mereka dengar dan mengkaji pikiran mereka sendiri untuk memastikan tidak terjadi logika yang tidak konsisten atau keliru.

22

g. Penguasaan Konsep IPA Penguasaan konsep berasal dari dua kata yaitu penguasaan dan konsep. Mengenai definisi konsep sudah dijelaskan sebelumnya. Definisi penguasaan menurut (Silaban Y. I., 2006) adalah pemahaman untuk menggunakan kepandaian atau pengetahuan. Atas dasar pengertian di atas dapatlah dinyatakan bahwa penguasaan adalah pemahaman bukan hanya dalam arti mengetahui yang sifatnya mengingat saja sebagai hafalan, tetapi lebih dari itu yaitu mampu mengaplikasikan pengetahuan dan kepandaiannya itu. Penguasaan konsep IPA merupakan kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep IPA setelah proses pembelajaran. Penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Dahar,2006) Penguasaan konsep merupakan bagian dari hasil dalam komponen pembelajaran. Konsep, prinsip, struktur pengetahuan, dan pemecahan masalah merupakan hasil belajar dalam ranah kognitif. Struktur kognitif siswa ini sangat berperan dalam belajar bermakna karena dengan adanya struktur kognitif inilah siswa dapat mengaitkan konsep yang telah dimilikinya dengan informasi baru yang dipelajarinya. Belajar kognitif bertujuan mengubah pemahaman siswa tentang konsep yang dipelajari Sebagai hasil belajar, tingkat pencapaian konsep terbagi atas beberapa tingkatan. Klaumeiner dalam (Dahar,2006) menyatakan bahwa tingkat pencapaian konsep meliputi empat tingkatan yaitu: a. Tingkat konkret Seseorang dikatakan telah mencapai konsep tingkat konkret bila telah mengenal suatu benda yang telah dihadapinya. b. Tingkat identitas Pada tingkat ini seseorang akan mengenal objek sesudah berselang suatu waktu, mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, dan bila bisa menentukan suatu objek melalui cara indra yang

23

berbeda, misalnya mengenali telur dengan cara meraba bukan melihatnya. c. Tingkat klasifikasi Siswa mulai mengenal persamaan dari dua contoh berbeda dari kelas yang sama. d. Tingkat formal Pada tingkat ini siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep itu. Siswa dikatakan telah mencapai tingkat ini jika siswa dapat memberi nama konsep, mendefinisikan konsep itu dalam atribut-atribut kriterianya, mendeskriminasi, dan memberi nama atribut-atribut yang membatasi, kemudian mengevaluasi atau

memberikan secara verbal contoh dan noncontoh konsep.

h. Kerangka Berpikir Rendahnya kemampuan berpikir dan penguasaan konsep IPA pada siswa dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor ini datangnya bisa dari guru, siswa, lingkungan, sumber belajar, alat penunjang, strategi dan metode yang digunakan, dan sebagainya. Bisa saja gurunya pandai, tapi cara

penyampaiannya yang kurang tepat, pemilihan strategi, metode, dan media yang kurang baik, atau lingkungan belajar yang yang tidak kondusif. Selama ini, pembelajaran yang dilaksanakan kebanyakan pendidik masih bersifat transfer ilmu. Kondisi ini jelas tidak akan memberikan makna bagi para siswa, karena apa yang didapatkan siswa sebatas apa yang disampaikan gurunya. Dalam kondisi ini siswa tidak akan pernah memiliki kesempatan mengeksplor segala potensi yang mereka miliki. Siswa terbiasa diberi, bukan mencari dan menemukan pengalaman belajarnya. Siswa menjadi pasif, karena siswa sebatas objek dalam pembelajaran. Kebermaknaan dalam belajar akan diperoleh siswa jika siswa mengalami sendiri pengalaman belajar itu. Persentase kebermaknaan belajar akan diperoleh sebesar 10% dari yang dibaca, 20% dari yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% dari yang dilihat dan dengar, 70% dari yang dikatakan,

24

dan 90% dari yang dilakukan dan katakana. Jadi kebermaknaan belajar akan diperoleh paling besar melalui mengatakan dan melakukan. Pembelajaran yang dibangun guru seharusnya dapat mengembangkan kreatifitas berpikir dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa,

mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Pembelajaran hendaknya menantang siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang bagi siswa untuk dapat mengembangkan potensinya. Sebelum mengawali pembelajaran, agar belajar menjadi bermakna guru hendaknya selalu mengaitkan konsep yang akan dipelajari dengan pengetahuan awal atau struktur kognitif yang telah ada pada diri siswa. Topic yang disajikan juga akan lebih baik jika berhubungan dengan topic yang telah dikenal siswa. Faktor terpenting yang mempengaruhi pembelajaran bermakna adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal), agar dapat mengaitkan konsep baru dengan konsep yang telah ada dalam diri siswa. Hal ini bisa diketahui dengan menggunakan alat atau cara yang disebut peta konsep. Peta konsep dikembangkan untuk menggali ke dalam struktur kognitif siswa dan untuk mengetahui baik bagi siswa maupun guru, melihat apa yang telah diketahui siswa. Sebuah peta konsep akan membantu mendorong pemahaman istilah penting, menganalisis dan memperoleh pengertian mendalam tentang struktur keseluruhan topic. Melalui kegiatan membuat peta konsep guru bisa menyimpulkan bahwa bukan hanya produk yang dihasilkan, melainkan proses untuk menghasilkan produk, yaitu bagaimana menghubung-hubungkan konsep dan sebab terjadinya hubungan antar konsep sehingga terwujud sebuah peta konsep. Ini merupakan suatu proses berpikir. Dengan peta konsep siswa akan tertantang untuk berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis ini akan bermanfaat dalam memecahkan masalah pembelajaran maupun masalah dalam kehidupan.

25

Dari setiap kegiatan pembuatan peta konsep, akan membuat semua siswa terlibat aktif dalam belajar sehingga setiap siswa mengalami sendiri pengalaman belajarnya. Siswa akan merasa bahwa seolah-olah belajar adalah miliknya. Dengan keterlibatan siswa secara aktif dalam setiap

pembelajaran, maka pengalaman belajar yang didapatkan siswa benar-benar nyata baginya.. Pengalaman nyata serta didukung dengan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa ini akan memberikan kontribusi terhadap tingkat penguasaan konsep siswa dan akhirnya akan membuat pembelajaran bermakna bagi siswa dibandingkan dengan pengetahuan yang hanya dicurahkan gurunya tanpa proses penemuan.. Kebermaknaan inilah yang nantinya bisa diaplikasikan dalam kehidupannya..

i. Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan : terdapat pengaruh belajar bermakna melalui peta konsep terhadap kemampuan berpikir dan penguasaan konsep IPA pada siswa SDN 001 Sangata Utara

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang akan menerapkan peta konsep dalam satu kelompok dan satu kelompok yang lainnya tidak menggunakan peta konsep, kemudian membandingkan kemampuan keterampilan dan penguasaan konsep dari kelas yang menggunakan peta konsep dan yang tidak.

B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan selama satu semester (semester I) yaitu pada bulan Juli Januari 2012, bertempat di SDN 001 Sangata Utara, jalan K.H Agus Salim , RT 01, No.01, Sangata, Kutai Timur

C. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan quasi eksperimen dengan pre-test post-test control group design dengan design sebagai berikut: Table 1 Design kelas eksperimen dan kelas kontrol Kelompok Eksperimen Kontrol Keterangan: Y1 Y2 X Y3 Y4 : Tes awal (pre-test) untuk kelompok eksperimen : Tes awal (Pre-Test) untuk kelompok pembanding : perlakuan (pembelajaran menggunakan peta konsep) : tes akhir (Post-Test) untuk kelompok eksperimen : Tes akhir (Post-Test) untuk kelas pembanding Pre-test Y1 Y2 Perlakuan X Post-tes Y3 Y4

27

D. Variable Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variable yaitu: 1. Variable bebas yaitu peta konsep 2. Variable terikat: a. kemampuan berpikir b. penguasaan konsep

E. Definisi Operasional Variabel Agar tidak menimbulkan kesalahan dalam penafsiran, maka perlu didefinisikan beberapa istilah yaitu: 1. Peta konsep adalah suatu cara memperlihatkan konsep-konsep dan menghubungkan antar konsep tersebut dengan menggunakan kata penghubung yang tepat sehingga terbentuk jalinan konsep yang bermakna. 2. Kemampuan berpikir adalah kemampuan yang dimilki siswa dalam menjawab pertanyaan atau menyelesaikan masalah berupa soal esay. 3. Penguasaan konsep kemampuan siswa berupa nilai yang dinyatakan

dalam bentuk skor atau angka yang dicapai siswa setelah diberikan tes pada konsep tertentu, yang disusun untuk penelitian ini.

F. Instrument Penelitian Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan alat berupa: 1. Lembar tes tertulis Lembar tes tertulis ini berisi sepuluh soal berbentuk uraian yang disusun oleh peneliti untuk mengukur kemampuan berpikir dan penguasaan konsep Perkembangbiakan hewan dan tumbuhan, baik sebelum pembelajaran (Pre-Test) maupun setelah pembelajaran

(Post-Test) Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe uraian, dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut: a. Tipe tes uraian memungkinkan peneliti untuk melihat proses berfikir dan sejauh mana penguasaan konsep IPA siswa

28

b. c.

Peneliti dapat mengetahui letak kesalahan dan kesulitan siswa Terjadinya bias hasil tes dapat dihindari, karena tidak ada sistem tebak-tebakan atau untung-untungan yang sering terjadi pada soal tipe pilihan ganda

Instrumen tes akan diuji cobakan dan dianalisis setiap butir soalnya untuk mengetahui validitas dan reliabilitas. a. Validitas Instrumen yang valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2010:348). Adapun validitas dari setiap butir soal yang akan digunakan dalam penelitian akan diuji dengan rumus Pearson Product Moment sebagai berikut: N( XY) ( X) . ( Y) r hitung = Keterangan: r hitung Xi Yi n : Koefisien Korelasi : Jumlah skor item : Jumlah skor total (seluruh item) : Jumlah responden (Riduwan,2010: 99)

a. Reliabilitas tes Instrument yang reliable adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2010:348). Untuk mengetahui reliabilitas soal akan digunakan uji , Alpha dengan rumus sebagai berikut:

k r 11 = k1 . 1

S1 St (Riduwan,2010:98)

29

Keterangan: r 11 S1 St k : Nilai Reliabilitas : Jumlah varians skor tiap-tiap item : Varians total : Jumlah item

2. Lembar Tugas Lembar Tugas ini berisi kegiatan untuk membuat peta konsep. Peneliti membuat Lembar tugas dengan cara menyajikan konsep-konsep dan siswa ditugasi untuk menyusunnya menjadi sebuah peta konsep. Instrumen ini juga digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir dan penguasaan konsep siswa. Kriteria penilaian meliputi empat aspek yaitu kesahihan proposisi, adanya hierarki, adanya ikatan silaang, dan adanya contoh-contoh konsep Novak dalam (Dahar,2006) 3. Angket Angket hanya diberikan pada kelompok eksperimen. Angket ini digunakan untuk mengetahui respon siswa mengenai pembelajaran yang menggunakan peta konsep. G. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik tes Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan berpikir dan penguasaan konsep siswa dari materi yang telah diajarkan. Instrumen yang digunakan berupa butir soal uraian. Pemberian tes dilaksanakan kepada siswa dengan pengaturan tempat duduk yang tidak memungkinkan siswa untuk saling kerjasama. Teknik ini meliputi Pre-Test dan Post-Test. 2. Teknik penugasan Teknik ini dilakukan dengan memberikan tugas untuk membuat peta konsep pada kelas eksperimen setelah pembelajaran selesai. Pengambilan data tentang ketepatan dan kualitas peta konsep dilakukan dengan memberikan skor berdasarkan kriteria yang telah disusun.

30

3. Angket siswa Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan peta konsep. Pengambilan data tentang kualitas peta konsep dilakukan dengan memberikan skor berdasarkan kriteria yang telah disusun. H. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Data-data yang diperoleh dari lapangan kemudian akan ditabulasi dan dipresentasikan, lalu kemudian dilakukan pengujian. Data yang diperoleh berupa data hasil pretest dan posttest kemampuan berpikir dan penguasaan konsep, hasil penugasan membuat peta konsep, serta hasil angket 1. Analisis Kemampuan Berpikir dan Penguasaan Konsep Data tentang kemampuan berpikir dan penguasaan konsep diperoleh dari hasil Pre-Test, Post-Test, dan penugasan membuat peta konsep. Data hasil Pre-Test digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir dan penguasaan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Data hasil Post-Test digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir dan penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran serta mengetahui perbedaan kemampuan berpikir dan penguasaan konsep antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Terhadap data ini akan dianalisis secara kuantitatif untuk melihat normalitas, homogenitas varians, peningkatan kemampuan berpikir dan penguasaan konsep. a. Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berdistribusi normal atau tidak. Normalitas data diperlukan untuk menentukan pengujian dua rata-rata yang akan diselidiki b. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui distribusi data, apakah homogen atau tidak homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan cara membandingkan varian terbesar dan varian terkecil

31

c. Uji Hipotesis dengan Uji-t Untuk menguji hipotesis penelitian, apakah ada perbedaan

kemampuan berpikir dan penguasaan konsep setelah mengikuti pembelajaran menggunakan peta konsep (kelompok eksperimen) maupun pembelajaran konvensional (kelompok kontrol), maka akan digunakan teknik analisis data Uji t dua sampel bebas denga rumus:

X1 -- X2 t hitung =

)
(Riduwan,2010: 165)

Keterangan r : Nilai korelasi X1 dan X2 n : Jumlah sampel X1 : Rata-rata sampel ke 1 X2 : Rata-rata sampel ke 2 s1 : Standar Deviasi sampel ke -- 1 s2 : Standar Deviasi sampel ke 2 S1 : Varians sampel ke 1 S2 : Varians sampel ke 2 2. Analisis Data Angket Respon Siswa Hasil angket dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan peta konsep. Data yang diperoleh dari angket dihitung persentasenya menggunakan rumus:

Keterangan T : persentase sikap terhadap setiap pernyataan J : jumlah jawaban setiap kelompok sikap. N : jumlah siswa

32

Skala yang digunakan adalah skala Likert, setiap jawaban diberi nilai kuantitatif 4, 3, 2, 1 untuk pernyataan sikap positif dan 1, 2, 3, 4 untuk pernyataan bersifat negatif. Kemudian untuk menentukan skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pernyataan digunakan rumus sebagai berikut:

JxS
N

R : skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pernyataan S : skor setiap kelompok N : jumlah siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Anne de A'Echevarria, t. P. 2008. Strategi Pengajaran Berpikir. Terjemahan Lestari. 2011.Jakarta: Erlangga. Dahar, R. W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (P2LPTK). Dahar, R. W. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Eric Jensen, T. B. 2008. Pemelajaran Berbasis-Otak. Terjemahan Benyamin Molan. 2011.Jakarta: PT Indeks. Mohamad Nur, dkk. 2008. Pengajaran Berpusat Pada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: PSMS Unesa. Muslimin Ibrahim, dkk.2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Surabaya: Unesa University Press. Nur, M. 2011. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa. Sagala, S. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sanjaya, W. 2011. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Silaban, Y. I. 2006. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Batam: Kharisma Publishing Group. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Yamin, M. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

You might also like