Professional Documents
Culture Documents
55, 1989
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma
Daftar Isi :
2. Editorial
Artikel:
3. Status Malaria di Indonesia
8. Situasi Kepekaan Plasmodium Falciparum terhadap Obat dan
Mobilitas Penduduk di Nunukan, Kalimantan Timur
12. Uji Coba Bacillus Thuringiensis H–14 untuk Pengendalian
Anopheles sundaicus
15. Efikasi Sabun Repelen Mengandung Deet dan Permethrin
untuk Perlindungan Gangguan Nyamuk
19. Hubungan Beratnya Penyakit Malaria Falciparum dengan
Karya Sriwidodo
Kepadatan Parasit pada Penderita Dewasa
24. Keracunan Pestisida pada Petani di Berbagai Daerah di
Alamat redaksi:
Majalah CERMIN DUNIA KEDOKTERAN Indonesia
P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Telp.4892808 27. Efek Karsinogenik beberapa Pestisida dan Zat Warna Ter-
Penanggung jawab/Pimpinan umum:
Dr. Oen L.H. tentu
Pemimpin redaksi : Dr. Krismartha Gani, 32. Peningkatan Daya Tahan Tubuh oleh Kenaikan Suhu Tubuh
Dr. Budi Riyanto W.
Dewan redaksi : DR. B. Setiawan, Dr. Bam- pada Mencit Terinfeksi dengan Plasm- odium berghei ANKA
bang Suharto, Drs. Oka Wangsaputra, DR.
Rantiatmodjo, DR. Arini Setiawati, Drs.
Victor Siringoringo.
38. Sebelum atau Sesudah Makan? Interaksi Obat dengan Makanan
Redaksi Kehormatan: Prof. DR. Kusumanto 44. Zat Kebal Bawaan Campak dan Pengaruhnya terhadap
Setyonegoro, Dr. R.P. Sidabutar, Prof. DR.
B.Chandra, Prof. DR. R. Budhi Darmojo,
Imunisasi Campak di Daerah Endemik Campak
Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo, Drg. I.
Sadrach.
No. Ijin : 151/SK/Dit Jen PPG/STT/1976,
49. Etika: Teknologi Kedokteran untuk Apa dan untuk Siapa?
tgl.3 Juli 1976.
Pencetak : PT. Temprint. 54. Pengalaman Praktek: Berobat dart Pintu ke Pintu
Malaria
56. Humor Ilmu Kedokteran
Tulisan dalam majalah ini merupakan pandang-
an/pendapat masing-masing penulis dan tidak 58. Abstrak-Abstrak
selalu merupakan pandangan atau kebijakan 60. Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran
instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis
Masih berkaitan dengan edisi terdahulu, kali ini Cermin Dunia Ke-
dokteran melengkapi pembahasan tentang malaria dengan beberapa artikel
mengenai aspek klinis dan hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan
dengan penggunaan insektisida. Dan ternyata demam yang timbul pada
serangan malaria mungkin tidak sepenuhnya merugikan, seperti ditunjuk-
kan oleh percobaan rekan Mohammad Sadikin dari bagian Biokimia
FKUI. Dilengkapi dengan sebuah Pengalaman Praktek dan Abstrak me-
ngenai Patogenesis Demam, mudah-mudahan dapat memuaskan para
sejawat.
Selain itu, edisi ini diisi pula dengan beberapa artikel lain, diantara-
nya mengenai pengaruh saat makan obat terhadap ketersediaan hayati-
nya, sesuatu yang mungkin selama ini tidak terlalu diperhatikan, mungkin
karena kekurang-fahaman para dokter akan mekanisme interaksinya.
Ruang Etika akan membahas Teknologi Kedokteran – sesuatu yang
banyak mendorong kemajuan, sekaligus membuka kemungkinan pen yalah-
gunaan.
Akhir kata, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1409 H, segenap redaksi
memohon maaf lahir dan batin, semoga untuk selanjutnya kami dapat lebih
memuaskan para sejawat sekalian.
Redaksi
11. Verdrager J Alvah. Resistant Plasmodium falciparum infection from Sama- 79, 58-60.
rinda, Kalimantan. Bull Hlth Stud Indon II, 1974; 43-50. 14. Simanjuntak CH, Arbani PR, Kumara Rai N. P. falciparum Resisten
12. Verdrager J, Arwati, Simanjuntak CH dan Suroso IS. Response of falciparum terhadap choroquine di Kabupaten Jepara, Jaws Tengah. Bull H1th Stud
malaria to a standard regimen of chloroquin in Jayapura, Irian Jaya. Bull Indon 1981; IX (2), 1-8.
Hlth Stud Indon IV 1976; 1&2, 19-25. 15. Pribadi W, Dakung LS, Gandahusada S, Dalyono. Chloroquine Resistant
13. Verdrager J, Arwati, Simanjuntak CH dan Suroso JS. Chloroquine resistant P. falciparum infection from Lampung and South Sumatra, Indonesia.
falciparum malaria in East Kalimantan, Indonesia, J Trop Mid Hyg, 1976; SEA J Trop Med Hlth 12 (1), 69-73.
ABSTRAK
Suatu tes resistensi Plasmodium falciparum secara in vivo terhadap meflokuin dan
secara in vitro terhadap klorokuin, kombinasi pirimetamin/sulfadoksin dan meflokuin
telah dilakukan di Keeamatan Nunukan, Kabiipaten Bulungan, Kalimantan Timur pada
tahun 1987. Tes in vivo terhadap meflokuin dan in vitro terhadap klorokuin dan
meflokuin dilakukan sesuai dengan standar WHO sedangkan tes in vitro terhadap
kombinasi pirimetamin/sulfadoksin merupakan modifikasi Eastham and Rieckmann
dan Nguyen Dinh and Payne. Hasil tes resistensi ini dihubungkan dengan data sekunder
tentang mobilitas penduduk di daerah tersebut.
Diperoleh basil bahwa dari 12 penderita yang berhasil dites belum ditemukan P:
falciparum yang resisten terhadap meflokuin secara in vivo, sedangkan secara in vitro
belum diketahui keadaan resistensi yang sebenarnya dari ketiga jenis obat. Selama
tahun 1984 dan pertengahan pertama tahun 1985, sebagian besar (82%) pelintas batas
pencari kerja yang resmi/terdaftar dari Indonesia ke Sabah (Malaysia) berasal dari
Sulawesi Selatan dan hanya sebagian kecil (10% dan 8%) yang berasal masing-masing
dari Nusa Tenggara Timur dan daerah-daerah lainnya. Di samping itu ditemukan juga
pelintas batas pencari kerja yang tidak resmi/tidak terdaftar yang diperkirakan
jumlahnya lebih besar dan dengan komposisi asal yang kurang lebih sama, serta
pelintas batas tradisional yang jumlahnya diperkirakan jauh lebih besar lagi.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 1987. Penderita gambarkan keadaan yang sebenarnya di daerah itu. Namun ber-
yang memenuhi syarat untuk tes,diperoleh dengan cara screening dasarkan hasil penelitian terdahulu di propinsi Kalimantan
dengan melakukan pemeriksaan darah tepi/jari pada penduduk. Timur yang menemukan P. fakiparum yang resisten terhadap
Syarat-syarat penderita dan cara tes in vivo terhadap meflokuin meflokuin, ini bukan berarti bahwa kehadiran strain yang
din tes in vitro terhadapklorokuin dan meflokuin sesuai dengan resisten terhadap klorokuin belum berpengaruh terhadap
ketentuan WHO&, sedangkan cara tes in vitro terhadap kom- pembentukan strain yang resisten terhadap meflokuin. Hal itu
binasi pirimetamin/sulfadoksin merupakan modifikasi Eastham mungkin disebabkan karena jumlah sampel yang berhasil
and Rieckmann dan Nguyen Dinh and Payne. Tes in vivo diamati dalam penelitian ini kurang banyak.
terhadap meflokuin yang dipakai adalah tes 7 hari (standard Walaupun strain yang resisten terhadap kombinasi pin-
ABSTRACT
Evaluation of three kinds of formulation containing Bacillus thuringiensis H–14
against Anopheles sundaicus larvae was carried out at Banyuwangi/East Java and
Jembrana/Bali. The application of granula formulation at 500 gr/10.000 m2 to the
brackish water lagoon had no apparent effect on the target An. sundaicus population. A
liquid formulation (Teknar) containing B. thuringiensis H–14 toxin, by weekly
application at 100 ml/200 m2 gave good larval control of Anopheles sundaicus. A
briquet formulation at 1 piece/9 m2 could reduce the number of larvae significantly,
with very satisfactory effect of at least three weeks, but the operational aspect was not
practical.
Abstract
Field trial was conducted to test the efficacy of a repellent soap containing deet and
permethrin. The soap's ability to repel Anopheles hyrcanus, Mansonia uniformis and
Mansonia annulifera was evaluated. The field test, was done at Marunda/Cilincing,
coastal area of Jakarta. The trial indicated that the repellent soap could reduce the
occurence of mosquitoes landing and biting with an average of more than 90%, and
with very satisfactory residual effect of a least eight hours.
nya masih perlu dibatasi. Sabun repelen ini bukan untuk (satu hari), cukup satu kali menggosok tangarr dan kakirtya
konsumsi masyarakat umum, tetapi dapat digunakan oleh dengan sabun repelen. Sabun ini baik dan praktis digunakan
masyarakat khusus, seperti anggota ABRI yang sedang men- oleh anggota1 ABRI yang sedang menjalankan tugas operasi-
jalankan tugas operasional serta orang-orang yang berkaitan onal, penebang kayu di hutan, penyadap getah karet dan orang-
dengan tugasnya mengandung risiko mendapat gangguan orang yang dalam pekerjaannya mengandung risiko digigit
nyamuk. nyamuk.
KEPUSTAKAAN
KESIMPULAN 1. Elliot M, Janes NF, Patter. The future of pyrethroids in insect control. Ann.
Sabun repelen yang mengandung 20% deet dan 0,5% Rev. Entomol. 1979; 23 : 443-69.
2. Darriet F, Robert V, Vien NT, Garnevale P. Evaluation of the efficacy of
permethrin sangat efektif ūntuk melindungi pemakai dari permethrin impregnated intact and perforated mosquito nets against
gangguan atau gigitan nyamuk. Setelah orang menggosok vectors of malaria WHO/VBC/84.899. 1984.
tangan dan kakinya dengan sabun rata-rata jumlah nyamuk 3. Schreck CE, Halle DG, Kline DI. The efectiveness of the permethrin and
hinggap/menggigit per orang turun sebesar lebih dari 90%. deet, alone or in combination for protection against Aedes taeniorhynchua
Am J Trop Med Hyg. 1984; 33 : 725-30.
Lamanya perlindungan dari gangguan nyamuk paling tidak 4. Yap HH. Efectiveness of soap formulation containing deet and permethrin
selama 8 jam, sehingga bagi mereka yang karena pekerjaan- as personal protection against outdoor mosquitoes in Malaysia. J Am Mosq
nya mempunyai risiko digigit nyamuk selama satu malam Control Assoc 1986; 2 (1) : 63-7
UCAPAN TERIMA KASIH rakat dan aparat keamanan desa yang telah membantu kelancaran
Terimakasih disampaikan kepada Sdr. Camat Cilincing serta para pelakasanaan uji coba ini. Akhirnya tidak lupa kami ucapkan pula
Pamong Desa Marunda atas perkenannya, sehingga uji coba lapangan terima kasih kepada PATH yang telah mengusahakan contoh sabun dan
ini dapat dilakasanakan. Terima kasih juga disampaikan kepada masya- membiayai uji coba lapangan.
ABSTRAK
Penelitian prospektif dari 49 penderita dewasa malaria falciparum telah dilakukan
untuk mengetahui manifestasi klinis malaria dan mencari variabel-variabel yang
berhubungan dengan beratnya penyakit berdasarkan kepadatan parasit aseksual.
Dua di antara 8 penderita parasitemia tinggi (> 5%) manifestasi klinisnya ringan
dan 9 dari 41 penderita parasitemia rendah (< 5%) bermanifestasi berat : 2 anemia
berat, 1 jaundice nyata, 1 perdarahan, 1 shock, dan 4 malaria otak. SGOT pada ke-
lompok parasitemia tinggi lebih besar dibandingkan kelompok parasitemia rendah
( p < 0,05 ).
Variabel-variabel yang berhubungan langsung'atau tidak langsung terhadap berat-
nya penyakit dan kepadatan parasit adalah pemeriksaan SGOT (berkorelasi positif
dengan jumlah parasit, SGPT, dan bilirubin), SGPT (berkorerasi positif dengan bili-
rubin), bilirubin (berkorelasi positif dengan kreatinin), kreatinin, dan bebas panas
(berkorelasi positif dengan bebas parasit). Waktu yang dibutuhkan untuk bebas panas
dan bebas parasit oleh penderita parasitemia tinggi lebih lama dibandingkan penderita
dengan parasitemia rendah.
KEPUSTAKAAN
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Stone WJ, Hanchett JE, Knepshield JH. Acute renal insufficiency due to
Disampaikan kepada :
falciparum malaria. Arch Intern Med 1972; 129 : 620.
1) Assoc. Prof. Pravan S. MD dan Dr. Tanawat. S atas saran dan petunjuknya.
2. Punyagupta S, Srichailcul T, Nitiyanat P, Petchclai B. Acute
2) Dr. Anchana. P dan seluruh teman kerja di R.S. Chonburi, Thailand, yang
pulmonary insufficiency in falciparum malaria: summary of 12 cases with
telah melancarkan dan membantu menterjemahkan bahasa Thai.
evidence of DIC. Am J Trop Med & Hyg 1974; 23 (4) : 551-9.
3) SEAMEO Trop–Med yang telah mensponsori fellowship ini.
3. Hall AP, Karnchanachetanee C, Sonkom P. The management of
4) Depkes RI, Kanwil Depkes NTT yang memberi kesempatan untuk belajar.
coma in falciparum malaria. Ann Rep. SEATO Medical-Research Lab
5) Badan Litbangkcs, Puslit Penyakit Menular yang memberi kesempatan
1975a: 224-5.
untuk mengikuti seminar ini.
4. Sheehy TW. Disseminated intravascular coagulation and severe
6) Ibu Dra Hariyani atas saran dan petunjuknya.
falciparum malaria. Lancet 1975: 516.
PENDAHULUAN kan proses perkembangan atau evolusi dari suatu sel kanker.
Karsinogenesis kimiawi merupakan suatu proses multi- (Bagan 1).
tahap. Sebagian besar karsinogen sebenarnya tidak reaktif
Bagan 1. Proses evolusi suatu sel kanker yang ditimbulkan
(prokarsinogen atau karsinogen proximate), namun di dalam
oleh suatu karsinogen.
tubuh diubah menjadi karsinogen awal (primary) atau menjadi
karsinogen akhir (ultimate). Sitokrom–P450 – suatu mono- Rangsangan Karsinogen + Sel Tujuan Æ Sel Neoplastik
oksidase dependen retikulum endoplasmik sering mengubah
karsinogen proximate menjadi intermediate–defisien–elektron Kanker
yang reaktif (electrophils). Intermediate (zat perantara) yang Keterangan:
reaktif ini dapat berinteraksi dengan pusat-pusat di DNA yang Sel neoplastik adalah kumpulan sel abnormal yang terbenthk oleh selsel yang
kaya elektron (nucleophilic) untuk menimbulkan mutasi. tumbuh terus menerus secara tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan
Interaksi antara karsinogen akhir dengan DNA semacam ini sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh.
dalam suatu sel diduga merupakan tahap awal terjadinya Hipotesa II
karsinogenesis kimiawi. DNA sel dapat pulih kembali bila Hipotesa kedua ini menerangkan bahwa tahap inisiasi
mekanisme perbaikannya normal, namun bila tidak sel yang menyebabkan suatu perubahan pada sel nonneoplastik se-
mengalami perubahan dapat tumbuh menjadi tumor yang hingga bersifat dapat mengalami evolusi menjadi suatu sel
akhirnya nampak secara klinis. Ko-karsinogen (promoter) kanker. Hal ini berarti bahwa proses karsinogenesis merupakan
sendiri bukan karsinogen. Promoter berperan mempermudah proses perkembangan atau evolusi menjadi suatu sel kanker
pertumbuhan dan perkembangan sel tumor dormant atau latent. (Bagan 2).
Waktu yang diperlukan untuk terjadinya tumor dari fase awal
tergantung pada adanya promoter tersebut dan untuk Bagan 2. Proses evolusi suatu sel nonneoplastdc menjadi
kebanyakan tumor pada manusia periode laten berkisar dari 15 suatu sel kanker yang ditimbulkan oleh suatu karsinogen.
sampai 45 tahun.
Rangsangan Karsinogenik + Sel Tujuan Æ Populasi Sel Baru
PROSES KARSINOGENESIS
Interaksi awal antara suatu karsinogen dengan sel tujuan Pertumbuhan
mungkin berlangsung singkat dan irreversibel. Tahap ini di-
sebut tahap inisiasi, sedangkan tahap-tahap berikutnya belum Neoplasia Jinak
jelas, hanya ada dua buah hipotesa yang menerangkannya
sebagai berikut Kanker < ––––––––– atau
Hipotesa I
Hipotesa pertama ini menerangkan bahwa tahap inisiasi Neoplasia Tetap
yang menimbulkan suatu sel kanker dan tahap-tahap berikutnya
tergantung dari kemampuan pertumbuhan spesies seluler Pestisida yang dinilai positif menimbulkan tumor atas
tersebut. Hal ini berarti bahwa proses karsinogenesis merupa- dasar test pada hewan percobaan, satu spesies atau lebih,
HtO : Nilai hematokrit sebelum inokulasi Gambar 3. Pertumbuhan anemia pada mencit-mencit yang diinokulasi
dengan Plasmodium berghei ANKA pada suhu 35 C dan
Htn : Nilai hematokrit n hari sesudah inokulasi. suhu ruang biasa (20°C).
Pada mencit-mencit yang tidak diinokulasi dan ditempat-
kan dalam ruang panas, sesudah tiga hari memperlihatkan Perubahan suhu rektum: Suhu rektum diukur pada 5 ekor
kenaikan nilai hematokrit yang ringan. Pada hari ke tujuh, mencit yang sama pada tiap kelompok. Suhu rektum pada
nilai tersebut kembali lagi ke keadaan semula, yaitu 45% mencit yang tidak diinokulasi dan dipelihara pada ruang
(data tidak dicantumkan). Ini berarti mencit-mencit tersebut dengan suhu biasa ialah 36,8°C. Pada mencit-mencit yang di-
mengalami gangguan keseimbangan cairan yang menjurus tempatkan pada ruang 35°C, diinokulasi ataupun tidak, tampak
kepada dehidrasi pada hari-hari pertama berada di ruang kenaikan suhu rektum sejak hari pertama sesudah ditempatkan
bersuhu 35°C tadi. Perubahan yang tiba-tiba ini dapat diatasi dalam ruangan tersebut. Namun demikian, kenaikan ini lebih
dan keseimbangan cairan kembali normal sesudah beberapa besar pada mencit yang diinokulasi dibandingkan dengan
hari menyesuatican diri di lingkungan yang baru yang bersuhu mencit yang tidak diinokulasi. Sesudah berada selama 48 jam
lebih panas tadi. Pada mencit-mencit yang terinfeksi dan di- di ruang bersuhu 35°C tadi, suhu rektum mencapai 39,4°C pada
letakkan dalam suhu lingkungan biasa, tiga hari sesudah mencit-mencit.yang diinokulasi. Pengamatan selama seminggu
inokulasi sudah memperlihatkan kehilangan darah. Pada hari- memperlihatkan variasi yang ringan di sekitar nilai Mi. Pada
hari berikutnya, kehilangan darah ini berlangsung terus se- mencit-mencit yang tidak diinokulasi dan ditempatkan di ruang
hingga Makin berat. Pada akhir minggu pertama, mencit- panas yang sama, suhu rektum naik mencapai 38,2°C ,dan
mencit kelompok ini sudah kehilangan 20% dari sel darah bertahan di sekitar nilai ini selama pengamatan seminggu itu.
merahnya semula; di akhir minggu ke dua, kehilangan tersebut Pada mencit-mencit yang diinokulasi dan dipelihara pada
mencapai 70%. Pada akhir minggu ke tiga, mencit yang ber- ruangan dengan suhu lingkungan biasa, tidak terjadi kenaikan
tahan hidup sudah kehilangan sebagian besar sel darah merah, suhu rektum. Yang dijumpai malahan `sebaliknya, yaitu pe-
yaitu mencapai 85%. Saat puncak anemia ini terjadi ber- nurunan suhu rektum sampai 36,5°C. Ini sudah terlihat pada
samaan dengan saat mortalitas kumulatif yang tertinggi.. Se- hari ke dua. Penurunān suhu rektum pada kelompok ini
baliknya, pada mencit-mencit yang diinokulasi dan dipelihara berlangsung terus; pack hari ke empat mencapai 36°C,
pada ruang bersuhu panas, derajat anemia jauh lebih rendah; kemudian 35,6°C. Pada hari ke tujuh sudah mencapai 34,8°C
DR Mathilda B. Widianto
Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam Dept. Farmasi Institut Teknologi Bandung, Bandung
Gambar 5. Kadar plasma kapsul etretinat 100 mg pada lambung kosong, dengan susu 0,5 liter atau makanan yang banyak mengandung lemak.
hayati dalam keadaan lambung kosong, dan ada preparat yang meningkatkan kadar obat dalam serum.
justru dengan penggunaān bersama makanan ketersedia- Jelaslah bahwa anjuran umum untuk mengatakan bahwa
an hayatinya meningkat duakali daripada keadaan lambung obat diminum setelah makan atau sebaliknya sebelum makan
kosong. Jelaslah bahwa penggunaan obat harus dsesuaikan tidaklah mungkin diberlakukan bagi semua jenis obat. Untuk
dengan sifat obat dan interaksi yang mungkin terjadi. kondisi-kondisi akut, hendaknya ikut dipertimbangkan pula
Bagi preparat analgetika dan antiflogistika yang pada pang cara pemberian obat ini agar pengobatan dapat dilakukan
gunaan dalam keadaan lambung kosong senantiasa menyebab- dengan efektif.
kan keluhan gastrointestinal, penggunaan bersama makanan
adalah usaha yang terbaik.
Antasida misalnya sebaiknya diberikan sekitar 1 – 1,5-jam
setelah makan (segera setelah pH 2., d'icapai kembali), supaya KEPUSTAKAAN
dapat terjadi pendaparan asam lambung dengan efektif di 1. Nimmo WS et al. Br J Clin Pharmacoi. 1975; 2, 509-13.
antara kedua waktu makan. Atas dasar yang sama yaitu untuk 2. Alpsten M et aL Eur J Clin PharmacoL 1982;-22, 57-61.
menurunkan sekresi asam pada malam hari, pemblok reseptor 3. Wallusch WW et aI. 1nt J Clin Pharmacol. 1978;16, 40-4.
H2 seperti simetidin, ranitidin dan famotidin diberikan se- 4. Osman MA. Clin Pharmacol Thar. 1983; 33 : 465-70.
5. Colburn WA. J Clin PharmacoL 1985; 25 : 583-9.
belum tidur. Beberapa antibiotika seperti penisilin, sefalosporin 6. Fricke U. Med. Mo. Pharm., 1988;11 (5), 169-80.
atau eritromisin – jika pasien tahan – sebaiknya diberikan 7. McLean AJ. et aL Clin. PharmacoL Ther. 1981; 30 : 31-4.
dalam keadaan lambung kosong bersama,banyak air untuk 8. Karim A. et al. Clin. PharmacoL Ther. 1985; 38 : 77-83.
Zat Kebal Bawaan Campak dan
Pengaruhnya terhadap Imunisasi Campak
di Daerah Endemik Campak
SUMMARY
A trial of measles vaccination was done in an endemic area of measles virus
infection, in Sukoharjo regency, Central Java province. The study involving 293
healthy children from 6–24 months of age. A further live-attenuated-measles vaccine,
Schwarz strain, produced by Perum Bio Farma was used in the study. The virus titer
of vaccine was 101'5 /0.1 ml at the time of prevaccination, while postvaccination
virus titer was 102.8/0.1 ml, the vaccine was administered through subcutaneous
injection.
The hemaglutination inhibition test was performed to detect measles antibody in the
serum which was collected by filter paper strip from finger prick, at the time of
prevaccination and 3 months after vaccination.
The result of the study revealed that measles vaccination among children 6 – 8 months
of age with positive maternal measles antibody, caused no GMT antibody increase,
with GMT: 4 (in log 2). However the optimal seroconversion reate (100%) after
measles vaccination was reached among children 9–14 months of age with no
detectable measles antibody initially. The antibody increase was from < 3.0 to 5.3 (in
log 2).
The study also indicated that based upon serological finding, immunization among
children below 9 months of age in measles virus endemic area is quite unnecessary.
PENDAHULUAN campak ada dua daerah yang berbeda secara serologik, yakni
Imunisasi campak di Indonsia diberikan sejak umur 9–14 daerah endemik dan non endemik campak7. Berdasarkan
bulan dengan dosis tunggal secara suntikan subkutan, hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa imunisasi
sedangkan imunisasi campak di negara 'maju diberikan pada campak yang di Indonsia diberikan pada usia 9–14 bulan,
anak setelah usia 12 bulan1,2. Di negara berkembang imunisasi pada kenyataannya inengalami hal yang bertentangan. Per-
campak dianjurkan untuk diberikan lebih awal dengan maksud tama di daerah endemik campak ternyata imunisasi campak
memberikan kekebalan campak sedini mungkin, sebelum ter- yang diberikan pada usia 9–14 bulan diterima juga oleh
kena infeksi virus campak secara alami3'4 . Pemberian anak-anak yang telah memiliki zat kebal campak yang di-
irnunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat kebal dapat akibat infeksi alamiah. Kedua, sebaliknya di daerah
bawaan campak yang berasal dari ibu yang ternyata dapat non endemik ternyata sampai usia 2 tahun masih banyak anak-
menghambat terbentuknya zat-kebal-campak dalam tubuh anak anak yang rentan terhadap infeksi virus campak, se-
secara sempurna, sehingga imunisasi campak ulangan masih hingga imunisasi campak pada daerah non endemik tetap
harus diberikan 4–6 bulan kemudian3,5,6 diperlukan7,8.
Hasil penelitian survai serologi di beberapa daerah di Untuk mengetahui pengaruh zat-kebal-campak baik
Indonesia menunjukkan bahwa berdasarkan penyebaran virus yang berasal dari ibu ataupun yang diperoleh secara alamiah
Serokonversi
dilakukan dengan membandingkan jumlah seronegatif yang
(%) 93,3 100 94,4 menjadi seropositif terhadap jumlah keseluruhan sampel pada
masing-masing kelompok usia, sedangkan rasio serokonversi
Pemeriksaan zat-kebal-campak pada anak-anak yang tidak terhadap anak-anak yang telah memiliki zat-kebal-campak pada
mendapat imunisasi campak memperlihatkan adanya selisih saat praimunisasi dilakukan dengan membandingkan jumlah
titer rata-rata zat-kebal-campak yang paling tinggi pada kenaikan kadar zat-kebal-campak kelihatan terhadap jūmlah
kelompok usia 9–14 bulan, hal ini membuktikan bahwa sampel pada masing-masing kelompok usia.
kelompok usia 9–14 bulan dapat memberikan tanggap kebal
yang optimal secara alamiah. Sedangkan titer rata-rata zat,- PEMBAHASAN
kebal-campak pada . kelompok usia 6–8 bulan mencapai titer Penelitian tentang ujicoba vaksin campak di beberapa
sebesar 5,5 (log 2), hal ini menunjukkan bahwa infeksi virus negara berkembang telah memperlihatkan adanya beberapa
campak tertinggi ada pada kelompok usia 6–8 bulan (Tabel4). faktor yang menentukan agar imunisasi campak dapat berhasil,
salah satu di antaranya adalah umur optimal anak-anak pada
Tabel 4. Titer zat-kebal-campak pada anak-anak yang tidak mendapat saat memperoleh imunisasi campak yang erat kaitannya
imunisasi campak, selang pengambilan darah pertama dan ke- dengan kematangan sistem imunitas tubuh anak terhadap
dua selama 3 bulan.
vaksin campak3,5,9,10. Akibatnya tidak terdapat keseragaman
Kelompok usia (bulan) dalam menentukan saat pemberian imunisasi campak, rasio
Titer serokonversi setelah imunisasi campak yang dihasilkan pada
zat kebal
(ujiHI)
6–8 . 9–14 15–24 penelitian di masing-masing negara tidak sama.
Pra Pasca Pra Pasca Pra Pasca WHO telah menentukan pemberian imunisasi campak di
negara berkembang pada usia 9–14. bulan. Akan tetapi pe-
<8 4 0 2 0 15 1
nelitian lebih lanjut ternyata memperlihatkan perlunya pem-
8 0 0 1 0 9 0 berian imunisasi campāk lebih awal dengan maksud memberi-
16 2 1 2 0 9 9
kan kekebalari campak sedini mungkin untuk memberikan
32 1 2 0 4 2 19
perlindungan terhadap infeksi virus campak secara alamiah3,6,10.
64 0 3 0 0 0 4
Hal ini perlu mendapat perhatian khususnya di negara ber-
128 0 1 0 1 0 1
256 0 0 0 0 0 1
kembang seperti Indonesia, di mana angka kematian tertinggi
akibat campak terjadi pada anak-anak di bawah 12 bulan.
512 0 0 0 0 0 0
Dari penelitian dapat diketahui bahwa imunisasi
Jumlah 7 7 5 5 35 35 campak yang telah djlakukan di daerah endemik campak di
kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada anak-anak usia
GMT (log 2) 4,3 5,5 3,6 5,4 3,6 5,0
6–24 bulan ternyata juga memperlihatkan hasil yang tidak
Serokonversi jauh berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan di
42,9 80 57,1
(%)
daerah Jawa Barāt9 yang memperlihatkan hasil rasio sero-
konversi optimal 100% apabila imunisasi diberikan pada
Penghitungan rasio serokonversi' terhadap anak-anak anak-anak antara usia 9–14 bulan yang pada saat imunisasi
yang tidak memiliki zat-kebal-campak pada saat praimunisasi tidak memperli1 atkan adanya zat kebal campak di dalam
ETIKA:
Teknologi Kedokteran,
untuk Apa dan untuk Siapa ?
Setiap dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang tertinggi
pasal 2 KODEKI 1981.
"Bila perlu, nanti kita scanning kepalanya, kalau dengan obat ke seorarig dokter. Sayangnya sejawat tersebut hanya
obat yang saya berikan ini keluhan bapak belum hilang", terpaku kepada keluhan yang disampaikannya saja, tanpa ber-
demikian kāta seorang doker kepada pasiennya yang datang usaha untuk mencari atau menelusuri riwayat penyakitnya lebih
dengan keluhan nyeri kepala dan nyeri tengkuk yang sudah lanjut.
beberapa bulan terakhir dideritanya. "Mungkin ada kelainan di Jika kita lihat, setelah dokter tersebut melakukan pe-
otak, yang dapat kita periksa dengan CT-Scan", sambung meriksaan rutin dengan alat-alat yang sederhana, seperti
dokter itu menjelaskan kepada pasiennya, seorang pegawai stetoskop dan tensimeter, dan tidak menemukan kelainan,
perusahaan asing. Setelah melakukan pemeriksaan rutin dan langsung ia memberikan obat penenang ditambah dengan
tidak menemukan kelainan, langsung , saja dokter tersebut sebuah anjuran untuk melakukan pemeriksaan dengan alat
menganjurkan pemeriksaan scanning dengan komputer, salah mutakhir dan canggih, tanpa berusaha untuk mencoba me-
satu teknologi kedokteran mutakhir, apabila obat-obat pe- nelusuri masalah yang melatarbelakangi keluhannya itu.
nenang yang diberikannya tidak memberikan reaksi penyem- Terkesan adanya suatu kelalaian atau kelemahan dalam anjuran
buhan. Sejawat itu tidak berusaha menelusuri lebih lanjut pemeriksaan dengan CT-Scan itu.
riwayat penyakit pasiennya. Padahal, setiap tindakan dalam dunia kedokteran harus ada
Ternyata pasien tersebut mengeluh sakit kepala yang dasarnya; setiap intervensi medis harus mempunyai indikasi
makin berat sejak beberapa bulan terakhir, yang makin terasa yang kuat, untuk apa tindakan itu dilakukan dan siapa yang
jika ia pulang ke rumah. Sekitar waktu itu ia mendapat jabatan mendapatkan tindakan itu. "Untuk apa" pertanyaan yang
yang lebih tinggi di perusahaannya, ini berarti beban kerja yang menunjukkan perlunya pengetahuan klinis yang cukup untuk
lebih banyak dan menuntut tanggung jawab yang lebil4 tinggi. menentukan tindakan itu, dan "untuk siapa" pertanyaan yang
Pada saat yang hampir bersamaan ada masalah di rumah yang menunjukkan perlunya sikap etis yang tepat untuk pengambilan
dihadapinya. Istrinya merasa "tersisih" karena suami sibuk keputusan dalam intervensi medis itu.
dengan pekerjaan kantor, padahal sang nyonya ini seharihari
sibuk mengasuh tiga orang anaknya, yang salah satu di TEKNOLOGI
antaranya mempunyai kelainan bawaan. Sementara itu, ia Tekne adalah peralatan yang dipergunakan sebagai per-
menerima berita dari kampung bahwa orang tuanya terpaksa panjangan tangan manusia untuk mengerjakan dunianya. Oleh
dirawat di rumah sakit karena menderita penyakit yang cukup karena itu kemajuan teknik sebagai cara kerja yang di-
berat. Menghadapi semua masalah ini, ia tidak mempunyai ilmiahkan, merupakan pencerminan perkembangari kebudaya-
teman untuk bertukar pikiran atau untuk mencurahkan keluhan- an manusia. Manusia disebut juga sebagai a tool-making
keluhannya. Jika ia sampaikan kepada atasan di kantor, ia animal, karena manusia akan menunjukkan martabatnya se-
khawatir jabatan yang baru didudukinya itu akan ditarik bagai manusia, seja'uh ia mampu menciptakan alat untuk di-
kembali karena bisa saja ia dianggap tidak mampu oleh atasan- pergunakan dalam mengkaryakan dunianya.
nya. Sedangkan di rumah, istrinya pun sudah membuat posisi Biologi modern pun mendukung pendapat, bahwa teknik
yang menyudutkannya ke posisi yang tidak mengenakkan. hendaklah dipandang sebagai suatu lanjutan dari badan ma-
Ditambah masalah orangtuanya nun jauh di kampung halaman. nusia. Dalam alam binatang, alat-alat merupakan sebagian dari
Semua masalah-masalah tersebut dicobanya untuk ditahan badannya sendiri. Organ-organ badannya sendiri sebagai sen-
sendiri. Ternyata kemudian timbul keluhan-celuhan nyeri jata (cakar, taring, tanduk rusa), slat penggerak (sayap, telapak
kepala dan nyeri tengkuk, yang mendorongnya untuk ber- kuku), perisai' (duri-duri, kulit kerang), mantel untuk menahan
Malaria
infeksi yang sudah jarang dijumpai di kota besar seperti Jakarta, tetapi yang masih
harus dipikirkan kemungkinannya.
Kasus ini terjadi lebih kurang setengah tahun yang lalu. Pada suatu hari seorang
wanita, berumur 45 tahun, datang dengan keluhan: sejak beberapa hari terserang panas
dingin serta menggigil, disusul dengan menjadi kuningnya seluruh tubuh. Urine juga
berwarna kuning tua. Rasa mual dan lemas sekali juga ada. O.rang sakit dikirim ke rumah
sakit untuk dirawat dengan dugaan suatu kasus hepatitis. Di R.S. oleh dokter yang
merawatnya diperiksadarah lengkap (termasuk malaria) dan tes-tes fungsi hepar. Hasil:
memang terdapat kelainan-kelainan fungsi hepar. Darah tepi : Malaria (–).
Setelah beberapa hari pengobatan untuk hepatitis tidak memberi perbaikan maka
darah malaria diperiksa lagi. Hasilnya tetap negatif. Dapat difahami bila dokter tersebut
kemudian memikirkan suatu hepatitis akut (oleh virus) yang fulminan dan pada
umumnya berakhir fatal. Padawaktu itu keadaan pasien sudah buruk; soporous dengan
ikterus: yang hebat. Keluarga orang sakit minta konsul ke dokter lain untuk mendapat
pendapat kedua (=second opinion).
Dokter ini mengulangi sendiri pemeriksaan darah tepi atas malaria. Hasilnya: malaria
tropika(+). Terapi; malaria langsung diberikan dan dalam waktu kurang dari 1 minggu
pasien sudah dapat dikatakan sembuh.
Nah, di mana pasien mendapat infeksi parasit plasmodium itu? Ternyata dua minggu
sebelum sakit, pasien telah berkunjung ke Bangka, di tempat tersebut ia masuk hutan dan
merasa telah diserang dan digigit oleh nyamuk-nyamuk.
Pelajaran yang dapat ditarik dari kasus ini: irifeksi malaria memang sudah jarang
sekali dijumpai dalam praktek sehari-hari di kota besar seperti Jakarta. Akan tetapi bila
dalarim anamnesis terdapat riwayat berkunjurig ke daerah di mana malaria masih
prevalen, jangan lupa untuk memikirkan infeksi malaria.
OLH
ILMU KEDOKTERAN