You are on page 1of 11

Pengaruh Penambahan Tepung Belut (Monopterus albus Z.

) Terhadap Kualitas Tempe Kedelai Lokal Ditinjau Dari Kadar Protein dan Asam Lemak Tak Jenuh The effect of Eeels Flour Addition Toward The Tempe Quality of Local Soybean As Revealed by Protein and Unsaturated Fatty Acid

Oleh : GRACE ERVINA HASAN 652008005

Pembimbing I Dra. Lusiawati Dewi, MSc

Pembimbing II Drs. Santosa Sastrodihardjo., MSc

Pendahuluan Di Indonesia telah banyak dilakukan berbagai upaya guna melakukan diversifikasi pangan. Diversifikasi konsumsi pangan pada hakekatnya dilakukan sebagai upaya perbaikan gizi masyarakat dan meningkatkan ketahanan pangan nasional (Ariani, 2007). Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Beberapa teknologi pengolahan pangan pun dilakukan guna meningkatkan ketahanan pangan dengan menganekaragamkan jenis pangan dan meningkatkan gizi makanan rakyat baik secara kualitas maupun kuantitas. Contoh yang sudah dilakukan yakni pada tempe. Tempe merupakan makanan yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia. Makanan hasil fermentasi antara kedelai dengan jamur Rhizopus oligosporus ini dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat di Indonesia dan diperhitungkan sebagai sumber makanan yang baik gizinya. Selain proteinnya yang tinggi, tempe juga kaya akan asam amino essensial, asam lemak essensial,

serat pangan, kalsium, zat besi, vitamin B kompleks, serat, dan antioksidan ( Wahyuningsih, 2011). Melihat potensi yang ada pada tempe, terobosan-terobosan baru dalam pembuatan tempe pun sudah mulai dilakukan yakni dengan menggunakan bahan yang tidak dirombak oleh jamur dan juga tidak menghambat pertumbuhan jamur contohnya adalah dengan mencampurkan tepung wortel pada kedelai guna menambah beta karoten pada tempe (Hidayat, 2008). Peluang lain yang dapat dilakukan yakni dengan menambahkan tepung belut. Belut (Monopterus albus) sangat bermanfaat bagi kesehatan karena kandungan gizinya yang tinggi, seperti protein dan asam lemak tak jenuh omega 3 (Sugianto, 2011). Namun dalam pembuatan tempe, belut perlu diolah terlebih dahulu menjadi tepung. Adanya penambahan tepung belut ini akan berpengaruh terhadap kandungan tempe yang dihasilkan terutama dalam hal peningkatan protein dan asam lemak tak jenuh. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui

pengaruh penambahan tepung belut pada tempe. Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan kadar protein dan asam lemak tak jenuh tempe yang ditambahkan tepung belut. 2. Menentukan konsentrasi penambahan tepung belut yang paling disukai konsumen dari segi tekstur, aroma, rasa, dan kenampakan dari tempe melalui uji organoleptik. Metode Penelitian Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe yang dibuat dari kedelai lokal Grobogan dengan penambahan tepung belut 0% (kontrol); 0,5%; 1%; 1,5% dan 2%. Bahan kimia Bahan kimia yang digunakan yaitu HCl (PA, E-Merck, Germany), Na2SO4 (PA, E-Merck, Germany), NaOH (PA, E-Merck, Germany), Na2S2O3.5H2O (PA, E-Merck, Germany), H2SO4 (PA, EMerck, Germany), Na2CO3 (PA, EMerck, Germany), KI (Kim. Farma, Indonesia), indikator metil merah, indikator metilen biru, kloroform (PA, EMerck, Germany), yodium (PA, EMerck, Germany), bromin (PA, E-Merck, Germany), H3BO3 (PA, E-Merck, Germany), dan akuades. Piranti Alat yang digunakan adalah neraca analitis (Mettler H80), labu kjeldahl, dan alat destilasi. Pembuatan tepung belut 0,5 kg belut dibersihkan, dengan membuang kepala, tulang, beserta isi perutnya. Belut yang sudah dibersihkan dipotong-potong 3 cm. Belut yang sudah dipotong tersebut dioven selama semalam pada suhu 80 oC. Setelah itu,

daging belut dihaluskan menggunakan grinder.

dengan

Pembuatan tempe dengan penambahan tepung belut Sebanyak 100 gram kedelai dibersihkan lalu direbus selama 30 menit. Setelah itu kedelai direndam dalam air perebus selama 24 jam, kemudian dikuliti hingga bersih. Kedelai yang sudah dikuliti tersebut dikukus selama 90 menit, lalu ditiriskan dan didinginkan. Setelah dingin, kedelai dicampur dengan 1 gram ragi tempe dan tepung belut (0% (kontrol); 0,5%; 1%; 1,5% dan 2%). Kemudian kedelai dibungkus dengan plastik yang dilubangi dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 2 hari. Penentuan kadar protein metode Kjeldahl (Sudarmadji, dkk., 1997) 1 gram sampel dimasukkan pada labu Kjeldahl dan ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat dan 5 gram Na2SO4. Larutan dididihkan sampai jernih dan dilanjutkan pendidihan selam 30 menit. Setelah dingin larutan ditambahkan akuades agar sampel hasil destruksi larut lalu dilakukan destilasi. Distilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan jenuh asam borat dan 2 tetes indikator metil merah/metilen biru. Sampel hasil destruksi dimasukkan dalam alat destilasi dan ditambahkan 35 ml NaOH- Na2S2O3 melalui corong kaca dan dibilas dengan sedikit akuades. Destilasi dihentikan ketika larutan jenuh asam borat berubah menjadi kehijauan. Larutan yang diperoleh dititrasi dengan HCl 0,05 N. Titrasi dihentikan saat larutan tepat menjadi ungu. Kadar protein dalam sampel dapat dihitung dengan persamaan : % protein =
mlHClxNHCl x14 ,008 xfx 100 % mglaru tan contoh

Ket : f = faktor konversi tempe (6,25) Penentuan bilangan iodium (Sudarmadji, dkk., 1997)

Ditimbang 0,5 gram bahan lemak atau minyak dalam erlenmeyer bertutup. Ditambahkan 10 ml kloroform dan 25 ml reagen Hanus. Setelah itu dibiarkan di tempat gelap selama 30 menit dengan kadang kala digojog. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan KI 15% dan 100 ml akuades yang telah dididihkan dan segera dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna kuning pucat lalu ditambahkan 2 ml larutan pati. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang. Larutan blanko dibuat dari 25 ml reagen Hanus dan 10 ml KI 15% yang diencerkan dengan 100 ml akuades yang telah dididihkan. Setelah itu dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0, 1 N. Banyaknya Na2S2O3 untuk titrasi blanko dikurangi titrasi sesungguhnya adalah ekuivalen dengan banyaknya yodium yang diikat oleh lemak atau minyak. Angka Iod= Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik dilakukan terhadap parameter tekstur, aroma, rasa, dan kenampakan dari tempe dengan 15 orang panelis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan skor 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = tidak suka, dan 5 = sangat tidak suka. Analisis Data (Steel dan Torie, 1989) Data uji kandungan gizi dan organoleptik dianalisa dengan menggunkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah tempe dengan penambahan tepung belut 0%

(kontrol) ; 1%; 2%, 3%, dan 2%. Sebagai kelompok adalah waktu analisis untuk membandingkan purata antar perlakuan digunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5 %. Daftar Pustaka Ariani, Mewa.2007. Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/p dffiles/Mono27-7/. Diakses tanggal 14 November 2011. Hidayat, Nur. 2008. Pengembangan Produk & Teknologi Proses. J. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. XIX No.2 Th. 2008. http ://ptp2007.wordpress.com/2008/08/ 05/seputar-tempe/. Diakses tanggal 14 November 2011. Soekarto, Soewarno T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta : Bharatara Karya Aksara. Steel, R. G. D dan J. H. Torie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT Gramedia, Jakarta. Sudarmadji, dkk. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty. Sugianto, Edy. 2011. Mendongkrak Vitalitas Dengan Belut. http://energikultivasi.wordpress.co m/2011/03/20/mendongkrakvitalitas-dengan-belut/. Diakses tanggal 14 November 2011. Wahyuningsih, Renny. 2011. Tempe, Superfood yang hebat. http://www.detikfood.com/read/201 1/07/17/123106/1682904/900/temp e-superfood-yang-hebat?9922022/. Diakses tanggal 14 November 2011.

mltitrasi (blanko sampel ) xNthiox 12 ,691 glemak

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kadar Air Tempe Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan, serta berpengaruh terhadap daya tahan suatu produk selama masa penyimpanan. Selain itu, air sebagai salah satu hasil metabolisme sangat berpengaruh terhadap komponenkomponen lain termasuk pertumbuhan kapang sebagai mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi tempe. Tabel 1. Kadar air tempe dengan berbagai konsentrasi penambahan tepung belut PERLAKUAN Tepung belut 0% Tepung belut 0,5% Tepung belut 1% Tepung belut 1,5% Tepung belut 2% KADAR AIR (%) 59,49 60,27 60,44 60,52 60,97

Gambar 1. Kadar air tempe dengan berbagai konsentrasi penambahan tepung belut Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi tepung belut yang semakin tinggi menyebabkan kadar air semakin besar yang berkisar antara 59,49%-60,97% (Gambar 1). Hal ini dikarenakan di dalam tepung belut pun terkandung kadar air dan Dwinaningsih (2010) menyatakan bahwa air mudah berdifusi ke dalam dinding sel kedelai sehingga berat kedelai dapat meningkat. 3.2. Kadar Abu Tempe

Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu (Winarno, 2002). Menurut Sudarmadji, dkk., (1989) dan Winarno (2002), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu yang terdapat di dalam suatu bahan menunjukkan adanya kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut DeMan (1997), bahan mineral dapat berupa garam anorganik atau organik ataupun dapat digabung dengan bahan organik, seperti fosfor yang digabung dengan fosfoprotein. Mineral dalam makanan biasanya ditentukan dengan cara pengabuan. Tabel 2. Kadar abu tempe dengan berbagai konsentrasi penambahan tepung belut PERLAKUAN Tepung belut 0% Tepung belut 0,5% Tepung belut 1% Tepung belut 1,5% Tepung belut 2% KADAR ABU (%) 1,08 1,21 1,32 1,39 1,50

Gambar 2. Kadar abu tempe dengan berbagai konsentrasi penambahan tepung belut Dari Tabel 2 diketahui bahwa perlakuan antar berbagai konsentrasi tepung belut memberikan pengaruh terhadap kadar abu tempe. Kadar abu tempe dengan penambahan berbagai konsentrasi tepung belut berkisar antara 1,08%-1,50% (Gambar 2). Semakin banyak tepung belut yang ditambahkan maka kandungan abu tempe cenderung mengalami kenaikan. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan yang dianalisis dan cara pengabuannya (Budiyanto, 2002). Tepung belut merupakan bahan yang mengandung mineral tinggi (Sugianto, 2011), sehingga penambahannya pada tempe meningkatkan

kandungan mineral pada tempe dikarenakan mineral pada tepung belut tidak dirombak oleh kapang. 3.3. Kadar Protein Tempe Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh manusia, karena berfungsi sebagai bahan bakar, bahan pengatur, dan bahan pembangun (Winarno, 2002). Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki lemak dan karbohidrat. Pada penelitian ini dilakukan uji penentuan kadar protein dengan metode MikroKjeldahl untuk menentukan kandungan protein total yang terhitung sebagai N total sehingga semua jumlah N dalam kandungan gizi ikut terukur. Dengan demikian kandungan protein tersebut dipengaruhi oleh kandungan gizi lain dalam tempe seperti jumlah N dalam purina, pirimidina, vitamin, asam amino , kreatina, dan kreatinina (Winarno, 2002). Kadar protein total tempe dengan penambahan berbagai konsentrasi tepung belut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar protein tempe dengan berbagai konsentrasi penambahan tepung belut PERLAKUAN Tepung belut 0% Tepung belut 0,5% Tepung belut 1% Tepung belut 1,5% Tepung belut 2% KADAR PROTEIN (%) 11,21 13,79 15,10 16,55 16,85

Gambar 3. Kadar protein tempe dengan berbagai konsentrasi penambahan tepung belut Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa variasi penambahan tepung belut pada tempe memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap kandungan protein tempe yang dinyatakan sebagai N-Total. Kandungan protein tersebut berkisar antara 11,21%-16,85%. Kadar

protein tinggi dimiliki oleh tempe dengan penambahan tepung belut sebesar 2% dibandingkan kontrol. Hal ini berarti bahwa tepung belut mampu meningkatkan kandungan protein tempe. 3.4. Hasil Pengukuran Bilangan Iodium Bilangan iodium mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak dan lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh (Sudarmadji, dkk., 1989). Pada penelitian ini dilakukan penentuan bilangan iod dengan cara Hanus. Besarnya bilangan iod tempe dengan penambahan berbagai konsentrasi tepung belut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Bilangan iodium tempe dengan berbagai konsentrasi penambahan tepung belut PERLAKUAN Tepung belut 0% Tepung belut 0,5% Tepung belut 1% Tepung belut 1,5% Tepung belut 2% BILANGAN IODIUM 6,09 12,44 14,21 14,98 17,51

Gambar 4. Bilangan iod tempe dengan berbagai konsentrasi penambahan tepung belut Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa variasi penambahan tepung belut pada tempe memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap besarnya bilangan iod yang menyatakan kandungan asam lemak tak jenuh di dalamnya. Besarnya bilangan iod tersebut berkisar

antara 6,09-17,51. Bilangan iod paling tinggi dimiliki oleh tempe dengan penambahan tepung belut sebesar 2% dibandingkan kontrol. Hal ini berarti bahwa tepung belut mampu meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh pada tempe.

KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sementara sebagai berikut: Kadar protein tempe dengan konsentrasi penambahan tepung belut 2% > 1,5% > 1% > 0,5% > 0%. Kadar asam lemak tak jenuh tempe dengan konsentrasi penambahan tepung belut 2% > 1,5% > 1% > 0,5% > 0%. Konsentrasi penambahan tepung belut yang akan digunakan yaitu 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4%.

Daftar Pustaka Ali, I. 2008. Buat Tempe Yuuk. http://iqbalali.com/2008/05/07/buat-tempeyuuk/. Diakses tanggal 1 Desember 2011. Anonim. 2005. Tanaman obat Indonesia. http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=15. Diakses tanggal 14 November 2011. Anonim1. 2011. Standar Mutu Tempe Kedelai SNI 01-3144-1992. http://agribisnis.deptan.go.id/layanan_info/view.php? file=STANDARDMUTU/Standard-NasionalIndonesia/SNI_Horti/Produk+olahan/SNI+01-3144++1992.pdf&folder=MUTUSTANDARISASI. Diakses tanggal 3 Desember 2011. Anonim2. 2011. Kandungan Gizi Pada Belut. http://www.kedaisambal.com/tips/artikel/187-kandungan-yang-terkandung-belutsawah.pdf/. Diakses tanggal 1 Desember 2011.

Ariani, Mewa.2007. Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono27-7/. Diakses tanggal 14 November 2011. Babu, D.P., Bhakyaraj, R., and Vidhyalakshmi.2009. A Low Cost Nutritious Food Tempeh. World Journal of Dairy & Food Sciences. 4 (1): 22-27. Bekti. 2008. Jangan Takut Dibilang Bermental Tempe. http://bektigamartil.wordpress.com/2008/09/08/jangan-takut-dibilang-bermentaltempe/. Diakses tanggal 2 Desember 2011. Budiyanto, AK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang. Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bandung : Bumi aksara. DeMan, J. M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan : Kosasih Patmawinata. Penerbit ITB, Bandung. Dwinaningsih, E.A. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama Fermentasi. Skripsi. Fakultas Pertanian Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Habsari, Rinto. 2011. Kandungan Kedelai. http://www.soyjoy.co.id/article/kandungankedelai/. Diakses tanggal 15 November 2011. Kasmidjo, R.B. 1990. Tempe Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan Serta Pemanfaatannya. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Nur Hidayat, 2008. Pengembangan Produk & Teknologi Proses. J. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. XIX No.2 Th. 2008. http ://ptp2007.wordpress.com/2008/08/05/seputar-tempe/. Diakses tanggal 14 November 2011. SNI. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional SNI No. 012891-1992. Jakarta. Soekarto, Soewarno T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta : Bharatara Karya Aksara. Steel, R. G. D dan J. H. Torie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT Gramedia, Jakarta. Sudarmadji, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty Sudarmadji, dkk. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.

Sugianto, Edy. 2011. Mendongkrak Vitalitas Dengan Belut. http://energikultivasi.wordpress.com/2011/03/20/mendongkrak-vitalitas-denganbelut/. Diakses tanggal 14 November 2011. Suhartanti, P.D. 2010. Karakteristik Fisik Biji Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max) dan Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Kimia Tempe. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Sutomo, B. 2008. Cegah Anemia dengan Tempe. Wahyuningsih, Renny. 2011. Tempe, Superfood yang hebat. http://www.detikfood.com/read/2011/07/17/123106/1682904/900/tempe-superfoodyang-hebat?9922022/. Diakses tanggal 14 November 2011. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

You might also like