You are on page 1of 61

International Standard Serial Number: 0125 – 913X

70. Kesehatan dan Lingkungan

Daftar Isi :
2. Editorial

4. English Summary

Artikel :

5. Tinjauan Penelitian Kadar Logam Berat pada Sungai di DKI


Jakarta – Djarismawati
10. Kemampuan Tujuh Industri Besar di DKI Jakarta dan sekitarnya
dalam mengatasi Limbah Cair dengan BOD Tinggi – A Tri Tugas-
wati, Sri Soewasti Susanto, Djarismawati
15. Pengaruh Lingkungan terhadap Penyakit Infeksi Saluran Per-
napasan Akut (ISPA) – Imran Lubis
18. Diagnosis Penyakit Paru Kerja – Faisal Yunus
25. Sindrom Gedung Sakit – Tjandra Yoga Aditama
27. Pengaruh Pola Tanam terhadap Incidence Malaria di Kabupaten
Banjarnegara – Marbaniati, Dyat Sarsonosidhi
31. Malaria di Kepulauan Seribu – Emiliana Tjitra, Suwarni, Syahrial
Harun, Rita M Dewi, Marvel Reny, Sahat Ompusunggu, Hari-
jani AM
35. Malaria di Kabupaten Sikka, Flores – Harijani A Marwoto,
Martono
42. “Woolsorter’s Disease’ – Dyah Widyaningroem Isbagio
46. Resistensi Mikroba terhadap Antibiotik – Usman Suwandi
50. Tinjauan Derajat Kesehatan Masyarakat di Indonesia dalam masa
PELITA I sampai PELITA IV – Kusnindar
54. Tatacara Penanganan Infertilitas Pria – K.M.Arsyad
57. Humor Kedokteran
58. Abstrak
60. RPPIK

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 1


Perkembangan teknologi jelas telah memberikan banyak manfaat bagi
kehidupan umat manusia; meskipun demikian ada beberapa hal merugikan yang
harus ditanggung karena timbul bersamaan dengan pesatnya kemajuan industri;
salah satunya ialah merosotnya kualitas lingkungan hidup dan tingkat kesehatan
manusia yang tinggal di sekitar daerah industri.
Masalah lingkungan hidup akhir-akhir ini mulai banyak dibahas, apalagi
setelah terjadinya bencana reaktor nuklir di Three Mile Island, Amerika Serikat
dan di Chernobyl, Uni Soviet yang meningkatkan angka kejadian penyakit
kanker di kalangan penduduk di sekitarnya; serta tragedi Bhopal, India yang
disebabkan oleh kebocoran industri Union Carbide; ditambah dengan tumpahan
minyak di Laut Tengah setelah Perang Teluk; semuanya membawa ancaman
bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta merusak kelestarian
lingkungan.
Di Indonesia masalah ini juga telah menjadi perhatian, antara lain dengan
adanya anugerah Kalpataru yang diberikan kepada orang-orang yang dianggap
berjasa dalam pemeliharaan dan penyelamatan kelestarian lingkungan di Indo-
nesia. Namun polusi industri, tercemarnya sungai-sungai dan tetap prevalennya
penyakitmenularmasih merupakan masalah kesehatan yang harus dihadapi dan
potensial akan bertambah besar bila tidak dicegah sedini mungkin.
CerminDuniaKedokteran kali ini mengetengahkan artikel-artikel mengenai
kesehatan lingkungan yang tampaknya tidak berkaitan dengan dunia kedokteran,
tetapi pada hakekatnya tidak kalah penting, terutama bila dilihat dad sudut Ilmu
Kedokteran Pencegahan dan Kesehatan Masyarakat; bukankah mencegah lebih baik
daripada mengobati ?
Ditambah dengan beberapa artikel lain, semoga dapat menambah wawasan
sejawat mengenai masalah lingkungan hidup.

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991


International Standard Serial Number: 0125 – 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Dr Oen L.H
KETUA PENYUNTING – Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. B. Chandra
Dr Budi Riyanto W Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
PEMIMPIN USAHA
Jakarta. Surabaya.
Dr Hari Tanudjaja
– Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
PELAKSANA – Prof. Dr. R.P. Sidabutar Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Sriwidodo WS Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
ALAMAT REDAKSI Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Semarang.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Majalah Cermin Dunia Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
– Drg. I. Sadrach
P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Lembaga Penelitian Universitas Trisakti,
Telp. 4892808 Jakarta.
Jakarta
No.Fax (Kalbe) : 4893549 & 4891502 – DR. Arini Setiawati
– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo
Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi Bagian Farmakologi
NOMOR IJIN Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Jakarta. Jakarta,
Tanggal 3 Juli 1976
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma DEWAN REDAKSI
PENCETAK – DR. B. Setiawan – Drs. Victor S Ringoringo, SE, MSe.
PT Midas Surya Grafindo
– Drs. Oka Wangsaputra – Dr. P.J. Gunadi Budipranoto
– DR. Ranti Atmodjo – DR. Susy Tejayadi

PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted
dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge- to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174–9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ P.O. Box 3105
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih Jakarta 10002
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis


dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat
kerja si penulis.

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 3


English Summary

REVIEW OF SURVEYS ON HEAVY were food, beverage, pharma-


METALS LEVEL IN RIVERS LO- ceutical, textile, leather, candy
CATED IN JAKARTA and shoe industries, All of these
Djarismawati industries had waste-water treat-
Research Centre on Health Eco- ment plants but not all of them
logy, Health Research and De- were effective. The study was
velopment Board, Department conducted for 24 hours, 6 days in
of Health, Republic of Indonesia, a row, and samples were taken
Jakarta. every 4 hours.
Four of the abovementioned
The decrease in the quality of industries (food, beverage,
the riverwater in Jakarta is caused leather and candy industries)
had an average BOD which ex-
by several primary factors, such
ceeded the maximum level al-
as contamination by industrial,
lowed by the city government.
household and agricultural waste
However, the average BOD of
water.
the shoe industry did not exceed
Rivers are the most frequently
this standard level as the process-
used water resource for drinking
ing of the raw materials (leather,
water. Thus, contamination of ri-
rubber and cloth) was not car-
vers by heavy metals might af-
ried out on the site. Treatment of
fect our health, directly of in-
this highly polluted waste water
directly. This is the reason that the
WASTE-WATER TREATMENT OF in five of the above mentioned
level of heavy metals in the wa-
SEVEN LARGE INDUSTRIES IN industries (food, beverage, phar-
ters of rivers in Jakarta is being
JAKARTA AND ITS VICINITIES maceutical, leather and candy
studied.
industries) was considered not
Our study revealed that the A.Tri-Tugaswati, Sri Soewasti
efficient.
levels of Cd, Cu, Pb and Hg have Soesanto, Djarismawati
It can be concluded from this
exceeded the permissible level
Research Centre on Health Eco- study that not all industries which
suggested by the Department of
logy, Health Research and De- have the facilities fortreating their
Environmental Health; whereas
velopment Board, Department of waste water can effectively
the Cr level was still within the
Health, Republic of Indonesia, process their high BOD Influent.
allowable limit.
Jakarta. Therefore, the industries' ability to
In general, the levels of heavy
process their waste water and
metals in these waters were higher The Biological Oxygen De-
the quality of the treated waste
during the dry season than during mand (BOD) of the waste-water
water should be periodically
the rainy season. of seven different industries in
checked by the government.
Cermin Dunia Kedokt. 1991;68 Jakarta and its vicinity was inves-
st/olh tigated. The factories understudy Cermin Dunia Kedokt. 1991;68
st/olh

One deed iswords.


worth a thousand

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991


Artikel

Tinjauan Penelitian Kadar Logam Berat


pada Sungai di DKI Jakarta

Djarismawati

Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Departemen Kesehatan R.I., Jakarta

ABSTRAK

Makin menurunnya kualitas air sungai di DKI Jakarta disebabkan oleh berbagai
faktor terutama olch pencemaran limbah cair industri, limbah rumah tangga dan limbah
pertanian.
Sumbcr air yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku air minum adalah
sungai. Pencemaran air sungai oleh logam berat dapat mempengaruhi kesehatan manusia
baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dilakukan penelitian kadar logam
berat pada sungai di DKI Jakarta, agar dapat diketahui seberapa jauh pencemaran air
sungai oleh logam berat di DKI Jakarta.
Hasil penelitian menun jukkan kadar logam berat CD, Cu, Pb dan Hg sudah melewati
BakuMutuLingkungan yang sesuai dengan peruntukan, scdangkan logam berat Cr masih
dalam-batas normal. Kadar logam berat lebih tinggi di musim kemarau bila dibandingkan
dengan musim hujan.

PENDAHULUAN bidang industri maka limbah cair akan meningkat, serta pence-
Air merupakan karunia Tuhan dan sumber daya alam maran sungai akan bertambah bila pemilik industri tidak melaku-
yang sangat bermanfaat; tanpa air kehidupan di dunia ini tidak kan pengolahan limbah dengan baik. Pencemaran air sungai
akan ada. Mengingat pentingnya peranan air maka perhatian secara kimiawi menunjukkan kecenderungan meningkat ke
perlu ditingkatkān agar air dapat tetap lestari dan terjaga kuali- arah muara sungai. Logam berat Cu, Cr, Cd, Pb dan Hg
tasnya. Manusia menggunakan air untuk berbagai kebutuhan pada beberapa sungai sudah melewati batas yang diperboleh-
antara lain untuk keperluan rumah tangga, pertanian dan kan. Pencemaran logam berat bersifat toksik dapat berakumu-
industri dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan peruntuk- lasi secara fisika dan kimia serta mengendap di dasar sungai.
annya. Di samping itu air juga digunakan sebagai sumber Kandungan logam berat yang melebihi batas yang ditetapkan,
tenaga, media transportasi, media rekreasi dan lain-lain. dapat berbahaya bagi kesehatan manusia; Cu dapat merusak
Sumber air yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku hati, Pb dapat merusak jaringan saraf, Cr dapat menyebabkan
ādalah sungai, namun dengan meningkatnya pembangunan di kanker kulit, Cd menyebabkan batu ginjal, gangguan lambung,

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 5


penyakit pigmentasi gigi dan Hg merusak ginjal, hati, saraf dan Tabel 2. Kadar Logam Berat pada Air Sungai Angke
menyebabkan keterbelakangan mental dan cerebral palsy pada
Kadar Logam Berat (ppm)
bayi1. Parameter
Sungai-sungai secara langsung atau tidak langsung pada
1983(3) 1984(4) 1985(5)
akhirnya menjadi penampung limbah sehingga pemanfaatannya
dapat terganggu. Sungai Ciliwung dan Sungai Krukut menam- K H K H
pung beban pencemaran dari daerah kota dan khusus Sungai
Ciliwung menampung limbah industri sepanjang jalan Bogor – Cu u 0,031 0,001 0,08 0,06
Cr u 0,003 u 0,12 0,05
Jakarta. Sungai Angke menampung air dari saluran Mooker- Pb 0,88 0,023 0,001 0,06 0,10
vaart dan beban pencemaran dari daerah Tangerang. Sungai Cd u 0,004 u 0,014 0,08
Sunter dan Sungai Cakung menampung beban pencemaran Hg 0,15 - - - -
dari daerah industri Pulogadung. Sungai Cisadane menam- Keterangan : u =tak terdeteksi K =Kemarau
pung limbah industri dari daerah Tangerang dan sekitarnya. - =tak dilakukan H =Hujan
Dengan menyadari akibat dari air yang tercemar oleh
logam berat terhadap kesehatan serta manfaat air sebagai Tabel 3. Kadar Logam Berat pada Air Sungai Sunter
sumber kehidupan, maka sangat diharapkan upaya terpadu Kadar Logam Berat (ppm)
oleh masyarakabt baik perorangan maupun kelompok, pemerin- Parameter
tah ataupun swasta untuk saling menjaga kualitas dan keles- 1983(3) 1984(4) 1985(5) 1988(7)
tarian air.
K H K H K H
HASIL TINJAUAN
Cu 0,03 0,0213 0,001 0,30 0,06 0,05 0,05
Kadar Logam Berat pada Air Sungai di Jakarta Cr 0,04 0,0163 0,0162 0,12 0,05 - -
Pb 0,10 0,056 0,0243 0,06 0,10 0,05 0,08
Tabel 1. Kadar Logam Berat pada Air Sungai Ciliwung. Cd u 0,0092 0,0065 0,05 0,05 - -
Hg 0,01 - - - - 0,14 0,32
Kadar Logam Berat (ppm)
Parameter
(2) (3) Keterangan : u =tak terdeteksi K =Kemarau
1979 1983 1984(4) 1985(5) 1988(7) - =tak dilakukan H =Hujan
K H K H K H
Tabel 4. Kadar Logam Berat pada Air Sungai Cakung
Cu u 0,010 0,035 0,026 2,05 0,09 0,005 0,07
Cr u 0,04 0,005 0,005 0,11 0,10 0,06 - Kadar Logam Berat (ppm)
Pb 0,14 0,13 0,044 0,055 0,14 0,11 0,06 - Parameter
Cd 0,01 u 0,004 0,004 2 0,05 u -
Hg 0,004 0,008 - - - - 0,32 0,09 1983(3) 1984(4) 1985(5)

Keterangan : u =tak terdeteksi K =Kemarau K H K H


- =tak dilakukan H =Hujan
Cu 0,004 0,0280 0,0153 0,25 0,05
Sungai Ciliwung merupakan sumber air bagi berjuta juta Cr 0,03 0,262 0,005 0,30 0,10
penduduk Jakarta. Hasil penelitian pada tahun 19855 menun- Pb 0,024 0,0808 0,018 0,07 0,05
jukkan kadar tertinggi Cd (2 ppm), Cu (2,05 ppm), Pb (0,14 Cd u 0,342 0,004 0,05 u
Hg 0,009 - - - -
ppm), Cr (0,11 ppm), sedangkan basil penelitian tahun 19887
menunjukkan kadar tertinggi Hg (0,32 ppm), seperti terlihat Keterangan : u =tak terdeteksi K =Kemarau
- =tak dilakukan H =Hujan
pada Tabel 1.
Sungai Angke mengalir di Jakarta bagian barat dan me-
nampung air saluran Mookervaart yang menampung pen- Hasil penelitian tahun 19855 menunjukkan kadar tertinggi
cemaran dari daerah Tangerang. Hasil penelitian tahun 19833 Cu 0,25 ppm, Cr 0,30 ppm, Pb 0,07 ppm, sedangkan basil
menunjukkan kadar Pb sebesar 0,88 pm, tahun berikutnya penelitian lain menunjukkan kadar Cd 0,342 ppm dan Hg
menurun 0,023 ppm; sedangkan penelitian tahun 1985 me- 0,009 ppm.
nunjukkan kadar tertinggi Cu (0,08 ppm) dan Cr (0,12 ppm) Sungai Krukut menampung air Sungai Mampang dari
seperti terlihat pada Tabel 2. Jakarta Selatan. Hasil penelitian tahun 1985 menunjukkan
Sungai Sunter menampung sebagian besar beban pen- kadar tertinggi Cu 0,10 ppm, Cr 0,06 ppm, Pb 0,06 ppm
cemaran dari daerah Industri Pulogadung. Hasil penelitian sedangkan penelitian tahun 19844 pada musim hujan kadar
tahun 19855 menunjukkan kadar tertinggi parameter Cu 0,30 paling tinggi Cd 0,281 ppm, basil penelitian tahun 19887 me-
ppm, Cr 0,12 ppm, Pb 0,6 ppm dan Cd 0,05 ppm dan penelitian nunjukkan kadar paling tinggi Hg 0,28 ppm, seperti terlihat
tahun 1988 menunjukkan kadar tertinggi Hg 0,14 pptu pada Tabel 5.
seperti terlihat pada Tabel 3. Bagian barat DKI Jakarta mengalir Sungai Cisadane, hasil
Sungai Cakung menampung air Sungai Buaran dan me- penelitian 19833 menunjukkan kadar Hg 0,007 ppm seperti ter-
nerima beban pencemaran dari daerah Industri Pulogadung. lihat dalam Tabel 6.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991


Tabel 5. Kadar Logam Berat pada Air Sungai Krukut Tabel 7. Kadar Logam Berat pads Lumpur Sungal di Jakarta

Kadar Logam Berat (ppm) Kadar Logam Surat (ppm)


Parameter No. Sungai
Cu Cr Pb Cd Hg
1983(3) 1984(4) 1985(5) 1986(7)
1. Ciliwung 13 434 242 - 8,8
K H K H K H 2. Angke 0,92 14,6 16 - 9,2
3. Sunter 17 219 47 - 8,6
Cu 0,016 0,0025 0,0010 0,10 0,07 0,05 0,05 4. Cakung 1,5 76 16 - 1,6
Cr u 0,0050 u 0,06 0,05 - - 5. Krukut 6,4 120 127 - -
Pb 0,032 0,0281 0,0050 0,06 u u u 6. Cisadane 13,9 18,5 41,6 - 23,6
Cd U 0,0040 0,281 0,08 u - -
Hg 0,008 - - - - 0,28 0,11 Keterangan : - = tidak dilakukan

Keterangan : u =tak terdeteksi K =Kemarau Tabel 8. Kadar Logam Berat di Perairan Teluk Jakarta 1983
- =tak dilakukan H =Hujan
Kadar Logam Herat (ppm)
Tabel 6. Kadar Logam Berat pads Air Sungai Cisadane No. Sungai -
Cu Cr Pb Cd Hg
Kadar Logam Berat (ppm)
(9)
Parameter 1. Kalibaru 0,1615 0,0081 0,4099 0,4683 0,0290
(2) (3)
2. Marunda(9) 0,1632 0,0664 0,4116 0,3697 0,0194
1979 1983 3. MuaraKamal(10) o,015 0,111 0,029 0,19 0,017
4. MuaraAngke(10) 0,066 0,155 0,097 0,20 0,010
Cu - u 5. Pasarlkan(10) 0,99 0,143 0,058 0,026 0,010
Cr - 0,006
Pb 0,33 0,026
Cd 0,1 u lama karena proses akumulasi dalam tubuh, sehingga pen-
Hg 0,002 0,007 cegahan sebaiknya dilakukan sedini mungkin.
Keterangan : u =tak terdeteksi K =Kemarau Pembahasan logam berat Cu, Cr, Pb, Cd dan Hg ditinjau
- =tak dilakukan H =Hujan
Hasil penelitian tahun 19833 menunjukkan
logam berat dalam lumpur sungai di
Jakarta dengan kadar Cu ter tinggi (17 ppm)
ditemukan pada Sungai Sunter, kadar terting-
gi Cr 219 ppm ditemukan pada lumpur Su-
ngai Sunter, kadar tertinggi Pb 242 ppm dite-
mukan pada Sungai Ciliwung dan kadar ter-
tinggi Hg 23,6 ppm ditemukan pada Sungai
Cisadane.
Hasil penelitian tahun 19833 menunjukkan
kadar logam berat di perairan Teluk Jakarta,
di perairan Kalibaru ditemukan kadar tertinggi
Hg 0.029 ppm dan Cd 0,4083 ppm, pada per-
airan Marunda ditemukan kadar tertinggi Pb dan dari masing-masing Sungai Ciliwung, Sungai Angke, Sungai
Cu 0,4116 ppm dan 0,1632 ppm dan pada perairan Muara Sunter, Sungai Cakung, Sungai Krukut dan Sungai Cisadane,
Angke ditemukan kadar tertinggi Cr 0,155 ppm, seperti terlihat
pada Tabel 8. 1. Sungai Ciliwung
Air Sungai Ciliwung tahun 1985 menunjukkan peningkat-
an pencemaran mencapai kadar Hg 0,008 ppm, Pb 0,185 ppm
PEMBAHASAN dan Cr 0,11 ppm, Cd 2 ppm, Cu 0,07 ppm. Kadar ini telah
Pencemaran sungai di Jakarta dapat diakibatkan oleh ke- melewati angka Baku Mutu pada sumber air golongan B yang
giatan industri, kegiatan kota dan rumah tangga. Skala dan ditetapkan dalam SK Men.KLH No. 2 tahun 1988 yaitu
jenis pencemaran ditentukan oleh berbagai faktor antara lain Hg 0,001 ppm, Pb 0,1 ppm dan Cr 0,05 ppm (maksimum
jenis, jumlah dan besarnya kegiatan. yang diperbolehkan). Keadaan ini sudah melewati nilai kan-
Kualitas air sungai dapat ditentukan dengan parameter dungan logam berat rata-rata pada sungai yang tidak tercemar
fisik, kimia dan biologis. Khusus dalam pembahasan ini di- di dunia yaitu Pb 0,003 ppm, dan Hg 0,07 x 10-3 ppm.
titikberatkan pada kandungan logam berat Cu, C r, Pb, Cd dan Pada lumpur Sungai Ciliwung, kadar Hg 8,8 ppm, Pb 242
Hg yang termasuk parameter kimia. Logam berat mempunyai ppm; bila dibandingkan dengan rata-rata kadar logam berat
sifat toksik terhadap manusia atau hewan air. Manifestasi toksi- lumpur sungai di dunia (Pb 0,2 ppm) sudah sangat tinggi,
sitas logam berat terhadap manusia memerlukan waktu yang juga bila dibandingkan dengan kadar logam berat dalam lum-

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 7


pur sungai Chao Phraya (Pb 12,9 ppm) juga sudah terlihat Pb 0,014 ppm, Cd 0,00085 ppm, Hg 0,029 x 103 ppm).
tinggi. Sedangkan kadar Cr 434 ppm ini hampir mencapai Kualitas Sungai Krukut terlihat lebih jelek dibandingkan
kadar S. Rhine (Cr 760 ppm) pada waktu tercemar pada tahun dengan air Sungai Chao Phraya juga kadar logam berat Cu,
1960. Meningkatnya nilai pencemaran logam berat Hg, Pb dan Pb, Cd dan Hg lebih tinggi di lumpur Sungai Krukut bila di-
Cr di Sungai Ciliwung selain dari buangan rumah tangga juga bandingkan dengan kadar logam berat di lumpur Sungai Chao
didukung oleh pembuangan limbah cair industri yang mengan- Phraya (Cu 9,6 ppm, Pb 12,9 ppm, Cd 0,376 ppm, Hg 18,2
dung logam berat ke Sungai Ciliwung, yaitu sebanyak 54 buab ppm).
industri dengan jumlah air limbah 9497 m3/hari3.
6. Sungai Cisadane
2. Sungai Angke Peningkatan pencemaran Sungai Cisadane selain akibat
Air Sungai Angke sebagai penerima beban pencēmaran dari buangan rumah tangga juga oleh limbah cair industri
dari daerah Tangerang pada tahun 1983 sampai 1985 menun- sebanyak 60483 m3/hari dari 63 industri. Kadar logam berat
jukkan peningkatan mencapai kadar logam berat Cu, Pb, Cd, Hg, Pb, Cd (0,007 ppm, 0,1 ppm, 0,33 ppm) telah melewati
Cr, Hg (0,08 ppm, 0,88 ppm, 0,08 ppm, 0,12 ppm, 0,15 ppm). kadar yang ditentukan dalam Baku Mutu sumber air Golongan
Kadar Pb, Hg, Cd, Cr sudah ntelebihi Baku MutuLingkungan B juga logam berat Cu, Pb dan Hg dalam lumpur Sungai
pada sumber air golongan B. Kalau kita bandingkan dengan Cisadane telah melewati kadar logam berat dalam lumpur
Sung; Chao Phraya, kualitas Sungai Angke bila ditinjau dari Sungai Chao Phraya.
kadar logam berat sudah jelek. Semakin jeleknya kualitas Dari pembahasan di atas terlihat angka pencemaran logam
Sungai Angke dapat pula disebabkan karena buangan limbah berat Cu, Cd, Cr, Pb dan Hg dari tahun ke tahun meningkat
cair industri sebanyak 16267 m3/hari dengan jumlah 33 industri di sungai yang berada di Jakarta dan sekitarnya. Hal ini mung-
yang membuang limbah cair mengandung logam berat. kiri ada hubungannya dengan banyaknya industri yang tidal(
mempunyai pengolahan limbah.
3. Sungai Sunter Penentuan tingkat pencemaran dari suatu industri mem-
Sebagian besar limbah cair dari industri Pulogadung di- butuhkan Baku Mutu Air Limbah, dan kebanyakan air limbah
buang ke Sungai Sunter. Meningkatnya kadar logam berat industri tidak memenuhi baku mutu air limbah. Untuk me-
dari tahun ke tahun adalah akibat dari semakin banyaknya menuhi Baku Mutu Air Limbah diperlukan pengolahan yang
industri membuang limbah cair yang mengandung logam berat tidak sedikit memakan biaya, sehingga industri kecil sulit untuk
ke Sungai Sunter, baik secara langsung maupun tidak langsung. melaksanakannya. Untuk itu dapat diatasi dengan me-
Tabun 1985 kadar Cr, Pb dan tahun 1988 kadar Hg (0,12 laksanakan relokasi industri sehingga air buangannya dapat
ppm, 0,1 ppm, 0,14 ppm) sudah melewati angka Baku Mutu diolah secara bersama-sama.
pada sumber air golongan B yang ditetapkan oleh SK Men.
Logam berat yang ada dalam sumber air minum tersebut
KLH No. 2 tahun 1988; bila dibandingkan dengan rata-rata
sungai di dunia yang tidak tercemar sudah jauh lebih tinggi. dapat mengganggu kesehatan manusia. Penelitian terhadap
Kadar logam berat Cr 219 ppm, Hg 8,6 ppm dalam lumpur orang yang makan ikan di Jepang dengan daily intake 0,3 ug Hg
Sungai Sunter bila dibandingkan dengan sungai Ems (1960) untuk Methyl Mercury menunjukkan adanya Hg dalam darah
waktu tercemar sudah lebih tinggi, karena di lumpur Sungai dan rambut. Atas dasar penelitian tersebut diambil batas aman
Ems kadar logam Cr 180 ppm dan Hg 3 ppm". Pencemaran untuk merkuri sebesar 0,03 ug/hari. Batas aman Cd untuk
Sungai Sunter didukung oleh limbah industri mengandung manusia menurut WHO 400—500 ug/or/minggu atau 60 ug
logam berat yang membuang sebanyak 3348 m3/had dari 28 Cd/or/hari. Batas aman Pb bagi orang dewasa menurut WHO
industri. 0,05 ug/kg berat badan atau batas aman yang dimakan adalah
0,43 ug Pb/or/hari12.
4. Sungai Cakung
Beberapa jenis logam berat dalam sungai sudah melewati
Hampir seluruh buangan cair industri yang berada di ka-
nilai yang ditentukan, padahal sungai merupakan sumber air
wasan industri Pulogadung dibuang ke Sungai Cakung baik
minum. Pada musim kemarau kadar logam berat semakin
secara langsung maupun tidak langsung. Pencemaran Sungai
tinggi karena air semakin sedikit. Bila air tersebut dijadikan
Cakung oleh logam berat dari tahun ke tahun terlihat me-
bahan baku air minum sudah tentu pencemaran melampaui
ningkat, kadar Cu, Cr dan Cd (0,25 ppm, 0,30 ppm dan 0,05
batas di samping kadar zat organik juga tinggi. Dalam keadaan
ppm) telah melewati Baku Mutu pada sumber air golongan B.
seperti ini instalasi PDAM tidak mampu membersihkan logam
Meningkatnya pencemaran Sungai Cakung didukung oleh
berat yang ada di dalam air baku, sehingga logam berat akan
buangan limbah cair industri sebanyak 27768 m3/hari dari 25
masuk ke dalam tubuh manusia.
industri.
Tingginya kadar logam berat dalam air sungai akan me-
5. Sungai Krukut nyebabkan tingginya kadar logam berat dalam lumpur sungai.
Makin meningkatnya kadar logam berat di Sungai Krukut Tmgginya kadar logam berat pada lumpur sungai di DKI Ja-
selain akibat dari buangan rumah tangga juga akibat dari karta bila dibandingkan dengan Sungai Chao Phraya dan
buangan limbah cair industri sebanyak 1145 m3/hari dari 13 Sungai Rhein dapat menimbulkan masalah, karena sewaktu
buah industri. Kadar logam berat Cu, Cd, Hg dan Pb (0,10 dikeruk, lumpur hanya dibuang di pinggir sungai. Bila muslin
ppm, 0,281 ppm, 0,28 ppm dan 0,06 ppm) sudah melewati panas lumpur akan menjadi kering dan beterbangan ditiup
angka Baku Mutu pada sumber air golongan B dan kadar angin akibatnya mencemari udara, dan jika musim hujan tiba
logam berat di dalam air Sungai Chao Phraya (Cu 0,002 ppm, lumpur terbawa oleh hujan kembali masuk ke dalam sungai.

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991


KESIMPULAN DAN SARAN 1980
2. Kantor Menteri Negara PPLH, Laporan Pencemaran Logam Berat di
1. Air sungai yang mengalir di DKI Jakarta telah tercemar oleh Jabotabek tahun 1981.
logam berat, khususnya kadar logam berat Hg, Pb, Cr dan 3. Direktorat Penyelidikan Masalah Air Direktorat Jenderal Pengairan, De-
Cd Sungai Ciliwung pada musim kemarau telah melebihi partemen Pekerjaan Umum, Pengendalian Pencemaran Logam Berat
persyaratan. Daerah Jabotabek dan Teluk Jakarta, 1983.
4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkotaan dan Lingkungan , Laporan
2. Kadar Cu di air sungai di DKI Jakarta masih dalam batas Lingkungan Jakarta Air Sungai, Jakarta 1983/1984.
normal. 5. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkotaan dan Lingkungan, Laporan
3. tingkat pencemaran logam berat dalam air sungai mengikuti Lingkungan Jakarta Air Sungai, Jakarta 1984/1985.
kadar logam berat dalam lumpur sungai tersebut. 6. Badan Riset Mahasiswa Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran 1985,
Pengaruh Air Sungai Ciliwung terhadap Kesehatan Masyarakat RW. 04
4. Belum ada ketentuan batas kadar logam berat dalam lumpur Kelurahan Manggarai Jakarta Selatan, Jakarta 1985.
air sungai, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan kadar 7. Sumengen Sutomo dkk., Laporan Penelitian Kualitas Air Sungai Ciliwung,
logam berat yang ada pada llumpur sungai di DKI Jakarta. Sunter dan Krukut, Badan Litbang Kesehatan, Depkes, 1988.
5. Upaya pengendalian pencemaran air sungai harus ditingkat- 8. PPLH Hasil analisa Logam Berat pada Effluen Industri di Jabotabek,
Jakarta 1981.
kan. 9. PPLH dan LON LIPI, Pengelolaan Lingkungan Laut 1983.
6. Pengawasan terhadap limbah pada umumnya dan limbah 10. PPPPL DKI Jakarta, Pencemaran Teluk Jakarta 1983.
industri pada khususnya harus ditingkatkan. 11. Asian Institute of Technology, “Heavy Metals, DDT and PCBs the Upper
7. Peraturan dan sanksi bagi pelanggaran yang sudah ada harus Gulf of Thailand” Phase 1. Bangkok 1979.
12. Underwood, J.E, Environmental sources of Heavy Metals and Their
dijalankan. Toxicity.
8. Perlu penelitian untuk menentukan standar logam berat 13. Sutamihardja, RTM dkk., Perairan teluk Jakarta ditinjau dari Tingkat
dalam lumpur. Pencemarannya, Bogor;IPB, 1982.
9. Perlu penelitian untuk menentukan lokasi dan cara pem- 14. World Health Organization, Food Additives Series No. 4 Evaluation of
Mercury, Cadmium and the Food Additives Amaranth, Diethyl Pyrocar-
buangan lumpur hasil kerukan sungai. bonate and Octyl Gallate, Geneva 1979.
KEPUSTAKAAN 15. Dieffes, JH., Environmental Toxicology. Londong: Edward Arnold Ltd.
1980.
1. John. H Dufuus, Environmental Toxicology. Londong:Eduard Arnold Ltd, 16. KLH, Kantor Menteri Negara, Kualitas Lingkungan di Indonesia, 1990.

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 9


Kemampuan Tujuh Industri Besar
di DKI Jakarta dan Sekitarnya
dalam mengatasi
Limbah Cair dengan BOD Tinggi
A. Tri-Tugaswati, Sri Soewasti Soesanto dan Djarismawati
Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.J., Jakarta

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan terhadap 7 jenis industri besar di wilayah DKI Jakarta dan
sekitarnya yang menghasilkan limbah cair dengan BOD tinggi yaitu industri makanan,
minuman, farmasi, tekstil, kulit, kembang gula dan sepatu. Sebagian dari industri yang
diteliti ini telah mempunyai sarana yang memadai, sebagian lagi telah mempunyai sarana
pengolahan limbah tetapi tidak cukup efisien untuk mengolah limbah cair secara sem-
purna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar BOD rata-rata 24 jam selama 6 hari dari
4 macam industri (makanan, minuman, kulit dan kembang gula) melampaui batas
maksimum yang diperkenankan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta. Sedangkan
limbah industri sepatu tidak melampaui standar karena pengolahan bahan baku (kulit,
karet dan bin) tidak dilakukan dalam industri tersebut. Efisiensi pengolahan dari sarana
pengolahan yang ada pada 5 jenis industri (makanan, minuman, farmasi, kulit dan
kembang gula) juga tidak dapat dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak semua industri besar yang telah
mempunyai sarana pengolahan limbah mampu mengatasi limbah cair dengan BOD
tinggi, sehingga kemampuan industri untuk mengolah limbah dan pengawasan kualitas
limbah oleh yang berwenang perlu ditingkatkan.

PENDAHULUAN Hasil Penelitian "Evaluasi kualitas air badan air berdasar-


Dalam Garis Garis Besar Haluan Negara 1988 disebutkan kan Permenkes No. 173/Men.Kes./Per./VIII/1977" yang 'di-
bahwa: Dalam pembangunan industri hams selalu diusahakan lakukan pada tahun 1981/1982 menunjukkan bahwa 8 para-
untuk memelihara kelestarian lingkungan dan mencegah pen- meter (BOD,pH, khlorida, amonia, deterjen, fenol, besi, serta
cemaran serta perusakan lingkungan hidup dan pemborosan lemak dan minyak) sering tidak memenuhi baku mutu dalam
penggunaan sumber alam. Dalam Undang-undang No. 4 Ta- Permenkes tersebut ( 75% contoh)'. Sumber pencemaran air
hun. 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan berasal dari limbah rumah tangga dan limbah non-rumah
Lingkungan Hidup Bab III, Pasal 5, Ayat (2) ditegaskan tangga, antara lain yang terpenting adalah limbah industri.
bahwa : Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan Di antara kedelapan parameter tersebut BOD (Biological
hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pen- Oxygen Demand) merupakan salah satu parameter yang pen-
cemarannya. Ketentuan ini masih banyak dilanggar oleh ka- ting sebagai indikator pencemaran air.
langan industri. Pengolahan limbah industri memerlukan biaya dan tekno-

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991


logi yang seringkali merupakan kendala bagi industri kecil. mengganggu kehidupan air. Besarnya dampak yang ditimbul-
Akan tetapi untuk industri besar seharusnya dapat dilaksana- kan oleh efluen masing-masing industri tergantung pada
kan; khususnya untuk penurunan BOD telah tersedia tekno- volume dan kualitas efluen, debit dan kualitas badan air pe-
logi seperti saringan biologik (trickling filtration), lumpur aktif nerima efluen serta jumlah penduduk yang memanfaatkan
(activated sludge), penyaringan pasir secara tērputus-putus badan air penerima efluen. BOD merupakan salah satu para-
(intermittent sand :filtration) dan kolam stabilisasi (stabilization meter pencemaran yang dapat menentukan efektifitas dan
pond)2. Sebagai kelanjutan penelitian tahun 1981/1982 ter- efisiensi sarana pengolahan limbah cair yang mengandung
sebut di atas telah diadakan penelitian yang bertujuan untuk bahan organik dengan kadar tinggi. Kadar bahan organik ter-
memperoleh gambaran mengenai upaya yang telah dijalankan sebut, sangat tergantung dari macam industri.
oleh industri besar dalam mengolah limbah cairnya untuk Tabel 1 menyajikan macam industri yang diteliti, bahan
baku, proses produksi, produk akhir dan sumber limbah cair
menurunkan kadar BOD. Tulisan di bawah menyajikan
yang ada dari masing-masing industri. Pengamatan yang di-
hasil penelitian tersebut.
lakukan terhadap 7 macam industri yang diteliti menunjukkan
BAHAN DAN CARA bahwa sumber limbah cair yang akan dibuang oleh industri
makanan, minuman, kulit, kembang gula dan sepatu, adalah
Penelitian ini dilakukan di wilayah DKI Jakarta dan per-
dari sisa proses produksi. Limbah cair (bukan tinja) yang ber-
batasan Jakarta-Bogor, antara bulan April sampai dengan
asal dari sumber domestik (WC karyawan dan dapur kantin)
September 1986. Tujuh macam industri yang mengeluarkan
limbah cair dengan BOD tinggi dipilih untuk diteliti yaitu tidak diolah dan langsung dibuang ke perairan umum seperti
industri makanan, minuman, farmasi, tekstil, kulit, kembang limbah cair rumah tangga umumnya. Industri yang mengolah
gula dan sepatu, masing-masing diwakili oleh satu industri. limbah cair domestik bersama-sama dengan limbah cair hasil
Pengambilan contoh limbah cair pada tujuh industri ter- produksi adalah industri tekstil dan farmasi. Industri sepatu
yang diteliti ternyata tidak melakukan proses pengolahan bahan
sebut dilakukan selama 24 jam dalam 6 hari berturut-turut
baku (kulit, karet, kain) sendiri. Bahan baku tersebut
dengan periode pengambilan setiap 4 jam sekali, sehingga
didapatkan dari industri bahan baku di luar industri sepatu,
dapat mewakili keadaan yang mungkin bervariasi selama 6 hari sehingga limbah cair dari industri sepatu ini hanya merupakan
ketja. Pengambilan contoh limbah cair di pabrik farmasi dan ceceran dari air pendingin mesin yang selalu ditampung dan
pabrik kulit tidak dilakukan pada malam hari karena pabrik digunakan kembali.
tersebut tidak beroperasi pada malam hari.
Contoh limbah cair untuk pengukuran BOD diambil Berikut ini dalam Tabel 2 disajikan daftar macam industri,
dengan botol Winkler dan diawetkan dalam kotak es dengan karakteristik limbah cair, jenis sarana pengolahan dan efisiensi
suhu 4°C sebelum dapat diperiksa di laboratorium. Dari sarana pengolahan masing-masing industri dalam menurun-
masing-masing industri diambil contoh limbah cair pada titik kan kadar BOD dalam limbah cairnya.
sebelum masuk ke sarana pengolahan (influen) dan sesudah
Pengamatan terhadap sarana pengolahan limbah cair dari
melewati sarana pengolahan (efluen) yang langsung dibuang
masing-masing industri seperti yang disajikan dalam Tabel 2,
ke perairan umum. Jumlah contoh limbah cair untuk peng-
menunjukkan bahwa tidak semua industri mempunyai sarana
ukuran BOD dari 7 industri sebanyak 545 contoh.
pengolahan yang memadai. Sebagian industri mempunyai
Metode analisis contoh limbah cair di laboratorium adalah
sarana pengolahan limbah cair yang cukup lengkap seperti
berdasarkan Standard Methods for the Examination of Water industri makanan, farmasi, tekstil dan kembang gula. Sebagi-
and Wastewater;3. Parameter BOD ditentukan dengan Metode an lagi sangat tidak memadai karena terlalu sederhan. Bagi
Winkler dengan masa inkubasi 5 hari pada suhu 20°C. industri yang telah mempunyai sarana pengolahan yang cukup
Pengamatan terhadap upaya pengolahan limbah cair oleh memadai, temyata hampir semua kapasitas pengolahannya
industri dilakukan untuk mempelajari cara yang digunakan dan tidak sebanding dengan kuantitas dan kualitas limbah cair
membandingkan dengan buku panduan pengolahan yang harus diolah, sehingga efisiensi dari sarana pengolahan
limbah industri (bila telah ada) atau dengan menggunakan tidak dapat dipertahankan tinggi setiap harinya. Hanya dua
bahan acuan lain. dari tujuh macam industri yang dapat dibandingkan dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN Buku Panduan Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran
Limbah Industi yang telah dikeluarkan oleh Departemen Per-
Bahan organik yang terkandung dalam limbah cair industri industrian. Kedua industri itu adalah industri fermentasi (mi-
berada dalam keadaan yang tidak stabil dan apabila masuk numan) dan tekstil4 5. Pada umumnya petunjuk dalam buku
ke dalam badan air penerima, dengan mudah diuraikan oleh pedoman tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh industri yang
mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana dan relatif besar atau gabungan dari beberapa industri yang se-
lebih stabil. Penguraian ini membutuhkan oksigen terlarut jenis. Bagi industri tekstil yang sedikit banyak telah meng-
(Dissolved Oxygen — DO) dalam air. Makin besar kadar bahan ikuti pedoman tersebut, hasil pengolahan limbah caimya telah
organik yang perlu diuraikan, makin banyak DO yang diguna- memenuhi persyaratan, walaupun masih ada fluktuasi dalam
kan sehingga kadar DO dapat menjadi sangat rendah dan efisiensi ketja sarana pengolahannya. Sedangkan industri mi-
bahkan mencapai nol. Keadaan ini dapat menyebabkan badan numan, pengolahan limbah cairnya belum mengikuti pedoman
air menjadi septik, berbau busuk dan berwama pekat sehingga yang ada yang diakibatkan karena kesulitan mencari teknologi
menjadi tidak estetis, dapat menjadi sumber penyakit dan sarana pengolahan limbah cair yang tepat pada lahan yang

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 11


Tabel 1. Macam industri, bahan baku, proses, produk akhir dan sumber limbah cair

No. Macam Bahan baku Proses Produk akhir Sumber limbah


Industri Produksi cair

1. Makanan Minyak kelapa, Netralisasi, Minyak goreng, Dari sisa basil


minyak kelapa pemucatan, margarin, lemak produksi +
sawit, zat wama penyaringan, untuk kue dll. domestik
dan e s s e n c e penyulingan.
2. Minuman Pati, ragi dan Fermentasi Bir Dari sisa basil
bahan tambahan produksi +
lainnya. domestik
3. Farmasi Bahan obat murni Pencampuran Tablet, sirup, Dari sisa pencucian
impor, amilum Kapsul dan pensterilan alat
+ domestik
4. Tekstil Serat poliester, Pemintalan, Kain polos dan (a) Dari proses
zat pewama kain penganjian, Berwama produksi
garam-garam pe- penenunan, (b) Dari penganji-
larut, deterjen, pcmutihan, an + domestik
kanji dan bahan pencelupan
kimia lain.
5. Kuit Kulit mentah Pencucian, Kulit yang telah Dari proses
binatang, cairan penctralan, Diproses produksi
asam, bahan pcnyamakan
penyamak, zat
pcwama
6. Kembang gula Gula, glukosa, Konversi Kembang gula Dan proses
pewama, e s s e n c e tepung menjadi produksi
dan bahan gula, netrali-
tambahan lainnya. sasi, filtrasi,
pemumian dan
pcnguapan,
pemasakan dan
pcwamaan.
7. Sepatu Kulit, kain, 'l idak melaku- Sepatu, sandal Ceceran air
karet balk kan proses dan lain-lain pendingin mesin.
sintetis maupun pembuatan
alam. bahan baku

sempit. Sarana yang ada tetapi tidak memadai ini menyebab- Kondisi bak penampung tersebut menyebabkan limbah cair
kan kadar BOD efluen tidak memenuhi persyaratan. yang terkumpul sempat mengalami proses secara anaerob se-
Kisaran penurunan kadar BOD dalam efluen industri yang lama tersimpan dalam bak penampung tersebut dan meng-
dinyatakan 0% pada umurnnya tidak menunjukkan adanya akibatkan BOD efluen lebih tinggi daripada BOD influen.
penurunan kadar BOD limbah cair setelah melewati sarana Pengamatan lapangan yang dilakukan terhadap industri
pengolahan limbah cair. Keadaan ini menunjukkan kondisi titrmasi yang mempunyai sarana pengolahan limbah cair
sarana pengolahan yang tidak stabil dan karakteristik limbah dengan cara proses aerasi dan netralisasi, temyata juga dapat
cair industri yang tidak tetap setiap harinya. menyebabkan kadar BOD efluen lebih tinggi dibandingkan
Dan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jenis sarana pengolahan dengan kadar BOD influennya. Penyebab dari keadaan ini
limbah cair yang digunakan pada industri minuman, farmasi masih belum dapat dimengerti sepenuhnya, tenitama apabila
dan kembang gula dapat dikatakan sangat tidak memadai melihat keadaan fisik efluen setelah melewati sarana peng-
untūk menurunkan kadar BOD dalam limbah cairnya. Dalam olahan cukup jemih. Keadaan ini juga menunjukkan bahwa
6 hari pengukuran temyata peningkatan kadar BOD efluen sarana pengolahan limbah cair yang ada masih belum me-
setelah melewati sarana pengolahan yang ada, ditemukan se- madai untuk dapat menurunkan kadar BOD.
banyak 4 kali pada industri minuman, 5 kali pada industri Hal yang sanna juga diamati pada industri kembang gula
Ltrmasi dan 3 kali pada industri kembang gula, seperti yang yaitu terdapat ketidakseimbangan antara jumlah serta kualitas
dapat dilihat pada Tabel 3. Dan pengamatan lapangan yang influen yang dihasilkan dan daya tampung bak sarana peng-
dilakukan terhadap seluruh macam industri yang diteliti, sa- olahan limbah cair. Selain itu waktu yang diperlukan untuk
rana pengolahan limbah cair pada industri minuman hanya proses pengendapan ( d e t e n t i o n t i me ) setelah proses aerasi tidak
merupakan bak penampung sementara yang sangat sederhana, cukup lama, sehingga limbah cair yang terbugng ke perairan
yang terletak di bawah permukaan tanah dan tertutup piston. umum belum terolah sempuma. Fluktuasi kadar BOD influen
Pada ketinggian limbah cair tertentu di dalam bak penam- dan efluen serta kadar rata-rata BOD efluen dari masing-
pung tersebut, piston akan bergerak dan menyebabkan pompa masing industri selama 6 hari penelitian disajikan dalam
berjalan untuk membuang efluen dari bak ke perairan umum. Tabel 3.

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991


Tabel 2. Macam industri, karaktcristik Iimbah cair, jenis dan etisiensi sarana pengolahan Iitnbah cair industri

No. Macam Karaktcristik Iimbah cair Sarana Pengolahan % kisaran


Industri lunbah cair penurunan BOD

1. Makanan Berwama, mengandung sisa Acrasi, koagulasi, 0 - 80,0


e s s e n c e , zat padat tersuspcnsi, filtrasi, penangkap
minyak dan lemak. lemak (oil trap)
2. Minuman Berwama pekat, mengandung Bak penampung semen- 0 - 54,9
zat organik, amonia, nitrit, tara scbelum dibuang
nitrat, f.osfat, minyak, zat ke perairan umum
padat tersuspensi, sisa
fermentasi.
3. Farmasi Mengandung sisa pencucian Aerasi dan netralisasi. 0
peralatan seperti desinfektan,
bahan sterilisasi dan deter-gen.
4. Tekstil Berwama, berbusa, mengan- a) Aerasi, koagulasi, a) 20,5 - 80,6
dung sisa kanji, garam-garam flokulasi, sedimentasi
pelarut, bahan pcmutih kain,
suhu tinggi. b) Netralisasi b) 6,3 - 84,4
5. Kulit Berwama pekat, mengandung Kolam penampung yang 18,1 - 56,6
ccceran cairan penyamak, dibcri sekat untuk
lemak, protein, asam dan mcningkatkan sedirnen-
alkali. tasi.
6. Kembang gula Mengandung sisa karbon, gula Aerasi, pcngendapan 0 - 73,8
dan zat pcwama. dan filtrasi.
7. Sepatu Ilanya sebagai air pendingin.

Keterangan : a). efluen dark proses produksi


b). efluen dark proses penganjian + domestik

Tabel 3. Fluktuasi kadar BOD (mg/I) dalam Iimbah cair industri sebelum (influen) dan setelah (efluen) melewati sarana pengolahan
limbah cair.

Macam Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at Sabtu Rata-rata


No. Industri BOD efluen
Infl Efl Infl Efl Infl Efl Infl Efl Infl Efl Infl Efl per hari

1. Makanan 179,6 73,5 122,8 171,6 607,9 241,2 337,4 296,5 743,8 148,5 544,2 144,0 179,1 ± 78,6
2. Minuman 361,5 365,3 157,8 171,9 269,2 121,3 273,2 537,9 367,0 673,3 27,0 327,6 624,0 ±568,0
3. Farrnasi 68,1 73,5* 63,6 77,7* 59,4 78,7* 67,1 118,2 26,2 58,3* 14,8 12,0 69,7 ± 34,5
4. Tekstil a 44,4 35,3 242,4 144,1 456,5 165,6 230,2 44,6 61,9 33,4 13,8 3,2 71,0 ± 66,1
b 29,3 17,4 45,7 42,8 136,4 40,5 28,6 24,0 32,5 16,3 9,0 1,4 23,7 ± 15,7
5. Kulit 237,3 194,4 600,2 450,0 195,4 84,8 833,9 557,9 482,9 236,9 82,4 54,0 263,0 ±201,4
6. Kembang 199,4 200,2 788,3 385,1 771,2 201,9 582,3 483,9 496,7 740,3 265,5 359,0 395,0 ±201,9
gula
7. Sepatu 22,8 22,9 36,0 16,7 7,8 1,6 16,3 ± 10,6

Keterangan : a. Hasil proses pewarnaan


b. Hasil proses penganjian + domestik
* Kadar DOD influen > DOD efluen

Tabel 3 di bawah ini menyajikan fluktuasi kadar BOD terolah sempuma dalam sarana pengolahan yang tidak me-
dalam limbah cair industri sebelum dan setelah melewati sa- madai.
rana pengolahan limbah cair, dan rata-rata kadar BOD efluen Persyaratan kadar BOD maksimum limbah cair industri
per hari dari masing-masing industri serta standar deviasinya. telah dipunyai oleh Pemda DKI Jakarta, tentang peruntukan
Fluktuasi kadar BOD efluen yang kadang menjadi lebih tinggi dan baku mutu air sungai serta baku mutu limbah cair. Ber-
dibandingkan dengan kadar BOD influen setelah melewati dasarkan peruntukannya maka industri makanan, minuman,
sarana pengolahan, diperkirakan karena kapasitas dan jenis kembang gula dan sepatu membuang efluennya ke sungai
produksi seringkali berubah-ubah mengikuti permintaan pasar yang diperuntukkan sebagai air minum (Golongan A). Industri
dan kemampuan produsen, sehingga jumlah dan kualitas farmasi ke sungai yang dipakai sebagai air untuk perikanan
influen yang dihasilkan juga berubah-ubah dan tidak dapat (Golongan B) dan industri tekstil dan kulit ke sungai dengan

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 13


peruntukan sebagai air pertanian (Golongan Q. kemukakan sebagai berikut :
Kadar maksimum dalam efluen industri yang diperkenan- * Perlu ditingkatkan pengawasan terhadap kualitas limbah cair
kan dibuang ke perairan umum menurut peraturan tersebut industri besar maupun kecil, baik yang telah maupun yang
adalah sebesar 75 mg/1. Jika dibandingkan kadar rata-rata BOD belum mempunyai sarana pengolahan limbah industri dari segi
efluen industri dengan baku mutu limbah cair DKI Jakarta, cara, tenaga dan fasilitas untuk pengambilan contoh, pemerik-
terlihat bahwa kadar BOD efluen beberapa industri melampaui saan laboratorium, pengamatan terhadap sarana pengolahan
batas kadar BOD efluen yang diperkenankan, masing-masing dalam industri dan lingkungannya.
sebesar 2,4 kali (makanan), 8,3 kali (minuman), 3,5 kali (kulit) ∗ Perlu adanya tenaga ahli pengolahan limbah industri pada
dan 5,5 kali (kembang gula). Walaupun hasil pengukuran tiap industri yang potensial mencemari lingkungan.
kadarrata-rata BOD efluen industri farmasi masih memenuhi ∗ Perlu adanya pengaturan tata guna lahan yang lebih mantap
baku mutu, tetapi sarana pengolahan limbah cairnya tidak sehingga perubahan lingkungan di sekitar industri tidak me-
berfungsi karena kadar BOD efluen selalu lebih tinggi dari nyimpang dari perkiraan pada saat sarana pengolahan tersebut
kadar BOD influennya.
dibuat.
Peraturan yang mengatur berapa jumlah (kuantitas) limbah
∗ Segera diberlakukan sanksi terhadap pelanggar Undang
cair/efluen yang dapat dibuang ke perairan umum yang sesuai Undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok
dengan peruntukan sungai yang ditetapkan, belum ada. Sampai Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Peme-
saat ini evaluasi yang dilakukan baik oleh Pemerintah DKI rintah No. 29 tahun 1986 tentang Analisis Dampak Lingkung-
Jakarta maupun dalam penelitian ini, hanya dengan cara meng- an. Departemen Perindustrian agar secepatnya menyusun lebih
amati efluen industri yang mengandung kadar BOD tidak boleh lanjut Buku Pedoman/Buku Panduan Cara Pencegahan dan
lebih dari 75 mg/1. Pengaturan seperti ini mempunyai ke- Penanggulangan Pencemaran untuk semua macam industri
lemahan karena dengan hanya mengatur kadar pencemar yang ada di Indonesia dengan prioritas jenis industri yang
dalam efluen, belum tentu kadar yang memenuhi persyarat- potensial mencemarkan air.
an baku mutu memberikan beban pencemaran yang lebih ∗ Peluang yang terbuka bagi konsultan di bidang pengolahan
sedikit pada badan air penerima limbah. Melihat kondisi
limbah industri hendaknya dimanfaatkan oleh yang bersang-
sungai/badan air di DKI Jakarta yang masih banyak diguna-
kutan dengan terlebih dahulu mengembangkan kemampuan
kan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari tanpa mem-
perhatikan peruntukan sungai tersebut, maka pengendalian pen- dalam bidang ini.
cemaran air sungai/badan air dengan hanya melihat kadar ∗ Untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendekati ke-
BOD limbahcair tidak boleh lebih dari 75 mg/1 dirasakan benaran, maka. penelitian semacam ini perlu dilakukan dalam
masih belum cukup memadai untuk melindungi masyarakat jangka waktu yang lebih lama, agar dapat mewakili kualitas
dari kondisi yang dapat membahayakan kesehatannya. limbah cair industri yang berfluktuasi dalam satu tahun.
∗ Untuk dapat memberikan masukan perbaikan cara peng-
olahan limbah industri, perlu dilakukan penelitian yang lebih
KESIMPULAN DAN SARAN seksama pada setiap tahap proses industri.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian terhadap 7
macam industri besar, dapat disimpulkan bahwa : UCAPAN TERIMA KASIH
∗ Industri besar yang diperkirakan mempunyai kemampuan Ucapan terima kasih disampaikan kepada Drs. Punvoto dan para staf P4L
dalam mengatasi limbah cair yang mengandung BOD tinggi, DK/-Jakarta yang telah membantu dalam kelancaran pelaksanaan penelitian ini.
temyata tidak seluruhnya mempunyai sarana pengolahan lim- Juga kepada para staf Plislit Ekologi Kesehatan yang telah membantu dalam
bah cair yang dapat menurunkan kadar BOD sampai batas pengambilan mntoh limbah cair industri dan Ba/a/ Teknik Kesehatan Lingkungan
(BTKL) yang telah membantu dalam analisis di laboratorium. Demikian juga
kadar yang memenuhi persyaratan. Meskipun ada industri ucapan terima kasih disampaikan kepada para industri yang terpilih pada pene-
yang mempunyai sarana pengolahan yang mampu untuk me- lilian ini alas kerjasamanya yang balk sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
nurunkan kadar BOD sampai mencapai 84%, namun tidak
setiap hari kadar BOD efluennya memenuhi persyaratan baku KEPUSTAKAAN
mutu limbah cair yang diperkenankan. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Penelitian :
∗ Sarana pengolahan limbah cair yang ada pada jenis industri Evaluasi Standar Kualitas Air Badan Air. Pusat Penelitian Ekologi Ke-
minuman dan farmasi, dapat dikatakan praktis tidak berfungsi, sehatan. Jakarta. 1981/1982.
2. Chanlett E T. Environmental Protection. 2nd ed. New York: Mc Graw-
padahal sangat potensial dalam pencemaran air. Sedangkan Hill Inc. 1979. pp 160 & 169.
sarana pengolahan industri kulit dan kembang gula tidak se- 3. American Public Health Association, AWWA, WPCF. Standard Methods
banding antara kuantitas influen dengan kapasitas pengolahan for the Examination of Water and Wastewater. 14th ed. 1975.
limbah cair. 4. Departemen Perindustrian. Buku Panduan Pencegahan dan Penanggulang-
∗ Buku Panduan Pencegahan dan Penanggulangan Pencemar- an Pencemaran Industri Fermentasi. Sekretariat Jenderal Dep. Perindustri-
an. Jakarta, 1986.
an yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian yang telah 5. Departemen Perindustrian. Buku Panduan Pencegahan dan Penanggulang-
ada, belum meliputi semua macam industri di Indonesia. an Pencemaran Industri Tekstil. Sekretariat Jenderal Dep. Perindustrian.
Selain itu juga kurang dapat diterapkan karena tidak disertai Jakarta, 1985.
kriteria desain sarana pengolahan yang terinci dan belum diuji- 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkotaan dan Lingkungan - DKI
coba,kan sesuai dengan kondisi Indonesia. Jakarta. Keputusan Gubemur Kepala DKI Jakarta No. 1608/1988 tentang
Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai soma Baku Mutu Air Limbah di
Mengingat berbagai hal di atas, beberapa saran dapat di- DKI Jakarta. Jakarta, 1988.

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991


Pengaruh Lingkungan terhadap Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Dr. lmran Lubis CPH
Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta

ABSTRAK

Suatu penelitian tentang pengaruh lingkungan terhadap penyakit ISPA telah di-
lakukan oleh Puslit Penyakit Menular, dengan cara melakukan kunjungan rumah pada 23
penderita ISPA yang dirawat di Bagian Anak RS Ciptomangunkusumo bulan November
1989 s/d Februari 1990.
Lingkungan penderita ISPA dibandingkan dengan kontrot menunjukkan bahwa
faktor polusi yang berperan adalah jumlah orang yang merokok dan jumlah rokok yang
dihisap, serta masuknya asap dapur ke dalam ruangan keluarga (karena ventilasi tidak
baik) dan jarak rumah dengan bengkel las/tempat sampah.

PENDAHULUAN
Menurut data Survai Kesehatan Rumdh Tangga 1986, Infeksi Kuesioner disediakan untuk mengetahui variabel lingkungan
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyebab nomor satu seperti : luas rumah, jumlah hunian, keadaan polusi, kebiasaan
kesakitan pada bayi (42,4%), pada balita (40,6%) dan pada anak merokok, pengobatan di rumah, pengetahuan dan sikap keluarga
(32,5%). ISPApenyebab nomor duakematian setelah diare, pada terhadap penderita ISPA dan latar belakang_pendidikan, eko-
bayi (12,4%), pada balita (8,4%), pada anak (8,9%). nomi dan kebudayaan kepala keluarga.
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi episode ISPA pada
anak. Di daerah rural anak lebih sedikit menderita ISPA daripada
HASIL
di daerah urban. Pengaruh lingkungan yang menyolok adalah
polusi udara, termasuk asap rokok dan asap dapur. Selain polusi Penelitian dimulai bulan November 1989 s/d Februari 1990
udara penyakit ISPA juga dipengaruhi oleh keadaan gizi, umur, dengan jumlah penderita 23 anak, yang dirawat dengan diag-
dan penyakit penyertanya. nosis: bronkhopneumonia dupleks (19 anak), abses multipel dan
Penelitian ini akan melihat hubungan antara penyakit ISPA pneumocele (1 anak), 3 pneumonia lobaris (3 anak), dan 6 di
dan keadaan lingkungan penderita. antaranya disertai campak.
Atas seluruh penderita ISPA yang dirawat di RS Cipto-
METODOLOGI mangunkusumo dilakukan kunjungan rumah untuk mengetahui
faktor-faktor lingkungan yang kemudian diperbandingkan de-
Penderita ISPA yang dirawat di rumah sakit akan dipakai
ngan kelompok kontrol yang dipilih dari tetangganya yang
sebagai kasus indeks untuk melakukan survai lingkungan di
mempunyai anak dengan umur yang sama tetapi tidak sakit
rumah penderita. Sebagai grup kontrol diambil tetangga dari
ISPA.
kasus ISPA yang mempunyai persamaan struktur keluarga, besar
Kunjungan rumah dilakukan 23 kali pada rumah kasus dan 23
rumah. Perbedaannya adalah anak dengan umur sama tidak
kali rumah kontrol, hasil yang dapat dianalisa adalah dari 21
sedang menderita ISPA.
keluarga.

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 15


DISKUSI Tabel 2 : Perbedaan Keadaan Ventilasi Rumah (N = 21)
Ventilasi Kontrol ISPA
Jumlah penderita ISPA 23 anak, 11 laid-laki dan 12 wanita, N % N %
dengan umur termuda 1 bulan dan tertua 12 tahun. Duapuluh satu Buruk 0 0 3 14,2
dari 23 penderita ISPA yang gejala klinik dart perjalanan penya- Sedang 20 95,2 16 76,1
1 4,7 2 9,5
kitnya dicatat secaralengkap; temyata 3 orang meninggal (CFR Baik
14.2%), terdiri dari dua wanita dan satu laki-laki. Total 21 100 21 100
Pada waktu penderita ISPA tersebut dirawat di rumah sakit,
gejala umum yang dikeluhkan terutama adalah: sesak nafas,
demam, pilek, batuk, sebagian sudah mengalami bintil merah
significance 0,04. Ini berarti bahwa rumah penderita ISPA lebih
pada kulitnya seperti path penyakit campak, sebagian kecil
banyak mendapat polusi asap dapur daripada rumah kontrol.
dengan gejala kejang, gangguan kesadaran dan lain-lain. Di
Semarang dilaporkan bahwa sebagai penyakit penyerta ISPA Tabel 3 : Perbedaan Polusi Asap Dapur ke Ruang Lain (N = 21)
adalah campak 7,4 -12,7%, kurang gizi 5,4 - 6,4% dan penyakit Polusi Asap Dapur Kontrol ISPA
jantung bawaan 2%. N % N %
Faktor lingkungan yang diperbandingkan antara rumah pen- 4 19,0 13 61,9
Selalu
derita dan rumah kontrol misalnya : pendidikan orang Um, luas Kadang-kadang 10 47,6 6 28,5
halaman, luas rumah, cara berobat dan lain-lain, tidak berbeda Jarang 2 9,5 0
secara bermakna. Pada umumnya KAP (Knowledge, Attitude, Tidak pemah 5 23,8 2 9,5
Practice) semua keluarga masih rendah karena belum tahu cara
Total 21 100 21 100
merawat penderita ISPA ringan di rumah secara benar, mereka
lebih tergantung dengan pemberian obat modern (puyer dan
sirup) daripada melakukan perawatan seperti memberi selimut,
Pada Tabel 4, jelas tampak perbedaan antara beberapa keada-
tidak memandikan anak, istirahat dan lain-lain.
an lingkungan penderita ISPA dengan keadaan lingkungan
Perbedaan tingkat pendidikan o rang tua dari kedua kelompok
tampak pada Tabel I. Tampak bahwa pendidikan orang tua tidak keluarga kontrol seperti misalnya polusi dari asap dapur maupun
asap rokok. Jumlah perokok dan rokok yang dihisap lebih dari 12
berpengaruh terhadap episode ISPA, significance 0,7.
batang pada keluarga kasus adalah 85,7% dan 38,1%, di-
Tabel 1 : Perbedaan Tingkat Pendidikan Orang Tua (N = 21)
bandingkan dengan keluarga kontrol: 76,2% dan 23,8%. Di
Pendidikan Kontrol rumah penderita, 61,9% asap dapur mast* ke ruang lain,
ISPA
sedangkan di keluarga kontrol yang keadaan rumthnya hampir
N % N %
sama hanya 19,0% asap dapur masuk ke ruang lain.
Tidak sekolah 3 14,2 2 9,5
Frekuensi serangan ISPA (episode) per tahun lebih sedikit
Tidak lulus SD 1 4,7 3 14,2
Lulus SD 9 42,8 8 38,0 pada keluarga kontrol kecuali pada serangan 3 - 6X/tahun yang
Lulus SMP 4 19,0 3 14,2 lebih besar di keluargakontrol.Hal ini mungkin disebabkan ka-
Lulus SMA 3 14,2 5 23,8 rena kecilnya sampel.
Lulus Akademi/Univ. 1 4,7 0
Tabel 4 : Perbedaan Keadaan Lingkungan yang Panting padaPenderita
Total 21 100 21 100 ISPA dengan Kontrol.

Penderita ISPA Kontrol


Di Semarang (Anggoro D.B., RS Kariadi) 70% orang tua
penderita ISPA mempunyai pendidikan tidak lebih dari Sekolah Ventilasi baik 76,2% 95,2%
Jumlah tidak merokok 14,3% 23,8%
Dasar. Jumlah rokok 12 batang 38,1% 23,8%
Tempat tinggal penderita ISPA dan kelompok kontrol terletak Lokasi dekat bengkel 42,9% 33,3%
di daerah bagian kumuh Jakarta. Pada umumnya tidak mem- Asap dapur masuk ruangan 61,9% 19,0%
punyai kamar tidur lebih dari satu buah, sehingga ruang makan Frekuensi serangan > 6 X/tahun 28,6% 19,0%
menjadi satu dengan ruang dapur dan ruang tamu. Perbedaan Frckuensi serangan 3-6 X/tahun 19,0% 61,9%
Frekuensi serangan 1 3 X/tahun 52,4% 19,0%
ventilasi rumah antara kelompok keluaga ISPA dan kontrol
tampak pada Tabel 2. Ventilasi buruk (14,2%) lebih banyak
terdapat pada rumah penderita ISPA, begitu juga rumah dengan
Keparahan ISPA di negara berkembang banyak disebabkan
ventilasi baik (9,5%). Perbedaan ini tidak bermakna (signifi-
oleh etiologi, umur, jenis kelamin, malnutrisi, diare, penyakit
cance: 0,195).
parasit dan penyakit penyerta lainnya serta pencemaran udara.
Dengan keadaan ventilasi tersebut, kemungkinan masuknya Sri Prihatini B. et al, melaporkan morbiditas ISPA di Lamongan
asap dapur ke ruang lain antara kelompok penderita ISPA dan sebesar 32,2% (1986) dan 31,6% (1987) sedangkan di Turi
kontrol tampak pada Tabel 3. Perbedaan ini bermakna dengan 14,3% (1986) dan 11,7% (1987) yang disebabkan karena per-

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991


bedaan lingkungan. 2. Tingkat pendidikan dan macam pekerjaan orang tua keluarga
Hubungan antara jumlah perokok dan rokok yang dihisap penderita ISPA dengan keluarga kontrol tidak berbeda ber-
dengan keparahan episode ISPA tampak pada Grafik 1. makna. Faktor ini tidak berpengaruh pada penyakit ISPA.
3. Ventilasi rumah yang baik maupun yang buruk tidak berpe-
ngaruh langsung terhadap timbulnya penyakit ISPA kecuali
HUBUNGAN ANTARA JUMLAII ROKOK DAN
FREKUENSI SERANGAN ISPA, JAKARTA
kalau disertai dengan polusi asap dapur ke dalam ruangan tamu
November 1989 - Februari 1990 dan ruang makan.
4. Jumlah perokok dan rokok yang dihisap pada keluarga pen-
derita ISPA lebih tinggi daripada keluarga kontrol. Sehingga
upaya melarang merokok oleh pemerintah pada saat ini, akan
dapat memberi dampak pada penurunan insidens ISPA pada
anak.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kami tujukan kepada Dr. Suriadi Gunawan, Kepal Puslit
Penyakit Menular, Dr. Nunung Rahayoe Kepala Sub. Bag. Puhnonologi, Bagian
Ilmu Kesehatan Anak RSCM, yang telah memberi petunjuk dan bimbingannya.
Juga kepada semua staf Sub. Bag. Puhnonologi Bag. IImu Kesehatan Anak
RSCM, Staf Bidang Virologi dan Bakteriologi Puslit Penyakit Menular dan para
pejabat Kelurahan, Kecamatan di DKI Jakarta yang telah membanw sehingga
Episode ISPA akan berbeda bila jumlah rokok yang dihisap di penelitian ini telah berhasil dengan sukses.
dalam rumah penderita ISPA mencapai angka sama atau lebih
dari 5 — 10 batang per harinya. Sedangkan di bawah 5 batang
rokok tidak berbeda. Hal ini mungkin karena asap rokok pada
kelompok terakhir ini bisa segera dibuang, mengingat ventilasi KEPUSTAKAAN
rumah cukup balk. 1. Dit. Jen PPM & PLP. Menanggulangi Infeksi Saluran Pemafasan Akut
Meipkok adalah salah satu variabel penyebab ISPA, variabel (ISPA) pada anak-anak, Dep. Kes. 1984.
2. I Made Pastika. Morbiditas dan Mortalitas ISPA. Kumpulan Makalah
lain adalah KAP Ibu, jenis kuman, polusi udara lainnya seperti Pertemuan Ilmiah Konperensi Kerja Nasional V, IDPI, Surakarta 2 Juli 1988.
tampet sampah, bengkel las, gizi, umur dan lain-lain. Mengu- 3. Sri Prihartini B.ISPA: Angka Kesakitan pada bayi dan balita di Jawa Timur,
rangi atau berhenti merokok dapat mengurangi episode ISPA pengamatan pada 2 Kecamatan. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah
tetapi tidak menghilangkan ISPA yang diakibatkan oleh variabel Konperensi Kerja Nasional V, IDPI, Surakarta 2 Juli 1988.
4. Gde Ranuh IGN, Gunadi S. Masalah Infeksi Saluran Pemafasan Akut (URI)
lain. di Surabaya dan sekitamya, Lokakarya Nasional ke-1 Penanggulangan
Infeksi Saluran Pemafasan Akut. Cipanas 9-12 April 1984, 63-70.
KESIMPULAN 5. Ongkie AS, Arif ID. Severe acute lower respiratory infection in Gunung
Wenang Hospital, Manado. Lokakarya Nasional ke-1 Penanggulangan In-
1. Tingkat KAP Ibu untuk merawat penderita ISPA di rumah feksi Saluran Pemafasan Akut. Cipanas 9-12 Arpil 1984,100-105.
masih rendah. Pada umumnya penyembuhan ISPA yang diharap- 6. SiregarZ.Pengelolaan Infeksi Saluran Pemafasan Akut.Lokakarya Nasional
ke-1 Penanggulangan Infeksi Saluran Pemafasan Akut. Cipanas 9-12 April
kan masih tergantung sepenuhnya pada pemberian obat modem 1984, 112-121.
(pil, puyer), bukan berdasarkan perawatan penderita secara benar. 7. Ratna B. SKRT 1986.

Don’t be afraod pf opposition – a kite


rises against the wind, not with it

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 17


Diagnosis Penyakit Paru Kerja
Faisal Yunus

Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Unit Paru


RS Persahabatan, Jakarta

PENDAHULUAN riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
Penyakit saluran napas bawah masih menduduki peringkat 10
besar dalam hal jumlah angka kesakitan dan penyebab kematian PENYAKIT PARU KERJA
di Indonesia. Termasuk dalam penyakit ini ialah penyakit
bronkitis, asma, radang saluran napas bagian bawah dan tu- Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru dise-
berkulosis(1). Dengan berkembangnya sistem pelayanan kese- babkan oleh debit/asap/gas berbahaya yang terhisap oleh para
hatan, antibiotika yang lebih ampuh, diharapkan kasus penyakit pekerja di tempat pekerjaan mereka(3,4) . Berbagai penyakit paru
infeksi paru akan berkurang. dapat terjadi akibat paparan zat'seperti debu, serat dan gas yang
Tetapi di pihak lain, kelainan yang sebabkan oleh iritasi zat- timbul path proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang
zat seperti asap rokok dan polusi yaitu penyakit paru obstruksi timbul tergantung path jenis zat paparan. Namun, manifestasi
menahun (PPOM) dan penyakit paru kerja jumlahnya akan klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru lain yang
meningkat. Berkembangnya berbagai industri di Indonsia tidak berhubungan dengan pekerjaan(5). Pembagian penyakit
menimbulkan berbagai dampak positif seperti terbukanya la- paru kerja dihubungkan dengan etiologinya dapat dilihat pada
pangan kerja, bertambah baiknya transportasi dan komunikasi Tabel 1.
antar daerah, serta meningkatkan taraf kehidupan social dan Tabel 1. Pembagian Penyakit Paru Kerja(5)
ekonomi masyarakat. Tetapi di samping itu timbul pula dampak Penyakit paru interstitial: asbestosis, pnemokoniosis batubara, silikosis,
negatif akibat perkembangan industri tersebut. Asap pabrik bcrylliosis dan pnemonitis hipersensitif
mencemari udara, pembuangan limbah industri mencemari su- Edema paru: inhalasi asap gas toksik akut (NO2, khlorin)
ngai dan sumber air, asap kendaraan bermotor juga menimbulkan Penyakit pleura: penebalan dan efusi yang berhubungan dengan asbes,
mesotclioma
polusi udara lingkungan. Di samping itu para pekerja di tempat- Bronkitis: debu tepung, debu berat (pekerja tambang batubara)
tempat industri terkena paparan zat-zat yang diolah atau oleh Asma: toluen diisosianat, garam platina, tepung fonnalin, debu kapas,
asap dan gas yang timbul pada saat proses pengolahan bahan western red cedar
industri itu. Semua keadaan ini akan menimbulkan pengaruh Karsinoma bronkus: uranium, asbes, kromnikel, Idormetil eter
Penyakit infeksi: anthrax (penyortir kayu, kulit import)
terhadap kesehatan masyarakat. Coccidioidomycosis (pekerja bangunan, arkeologis)
Penyakit dan kelainan yang timbul akibat paparan zat-zat Penyakit mikobakterl (silikosis)
tersebut sangat bcrvariasi tergantung pada organ yang terkena Psitakosis (pemilik toko binatang)
dan tingkat paparan yang tcrjadi. Gangguan pada organ tubuh Echinococcus (pengembala biri-biri dan anjing)
Q fever (penyamak dan pemelihara biri-biri)
dapat mcnimbulkan kelainan kulit, ganguan intestinal, kelainan
mata serta penyakit-penyakit saluran pemapasan yaitu penyakit
paru kerja. Penyakit paru kerja temyata merupakan penyebab
utama ketidakmampuan atau kecacatan, kehilangan hari kcrja DIAGNOSIS
dan kematian pada para pekerja(2). Untuk menentukan apakah
penyakit paru yang terjadi berhubungan dengan pekerjaan, harus Riwayat pekerjaan yang akurat dan terinci merupakan kunci
dilakukan anamncsis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan, panting dalam mcnegakkan diagnosis penyakit yang berhubung-

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


an dengan pekerjaan. Penderita mungkin sering berganti pekerja- klinis hampir tidak ada gejala, simple CWP tidak akan
an, di samping itu mungkin terdapat waktu yang lama antara memburuk apabila tidak ada paparan lebih lanjut. Hal yang
terjadinya paparan dan timbulnya penyakit, terutama pada pe- paling penting pada simple CWP ialah penyakit ini dapat
nyakit kanker paru(3,5). Dalam menegakkan diagnosis, riwayat berkembang menjadi complicated CWP (3,8) .
pekerjaan yang berhubungan dengan zat paparan serta lama Gambaran radiologis
paparan hendaklah diketahui secara lengkap(6). Berbagai faktor Untuk menilai kelainan radiologis pada pneumokoniosis
yang berhubungan dengant pekerjaan clan lingkungan dapat digunakan klasifikasi standar menurut ILO(10). Perselubungan
dilihat pada Tabel 2. pada pneumokoniosis dibagi dua golongan, yaitu perselubungan
Tabel 2. Faktor Kunci Riwayat Pekerjaan dan Lingkungan(7)
halus dan kasar.

Penyakit sekarang : — gejala-gejala yang berhubungan dengan pekerjaan.


A. Perselubungan halus (small opacities)
⎯ pekerjaan lain yang terkena gejala serupa. Perlu diketahui empat sifat perselubungan untuk menge-
⎯ paparan saat ini terhadap debu, gas bahan kimia dan tahui penggolongan ini, yaitu bentuk, ukuran, banyak dan
biologi yang berbahaya. luasnya perselubungan. Menurut bentuknya dikenal
⎯ laporan terdahulu tentang kecelakaan kerja. perselubungan halus bentuk lingkar dan bentuk iregular.
Riwayat pekerjaan meliputi catatan tentang semua pekcrjaan terdahulu, hari Ukuran perselubungan dibagi dalam 3 kategori untuk masing-
kerja yang khusus, proses pertukaran pekerjaan. masing bentuk.
Tempat kerja: ⎯ ventilasi, higiene indusri dan kesehatan, pemeriksaan Bentuk perselubungan lingkar dibagi berdasarkan diame-
pekerja, pengukuran proteksi. ternya, yaitu :
— Serikat kesehatan dan keamanan, cahaya, hari-hari kerja p = bentuk lingkar dengan diameter sampai 1,5 mm
yang hilang tahun sebelumnya, penyebabnya, santunan
kompensasi pekerja sebelumnya.
q = bentuk lingkar dengan diameter antara 1,5 - 3 mm
r = bentuk lingkar dengan diameter 3 - 10 mm
Riwayat penyakit dahulu: ⎯ paparan terhadap kebisingan, getaran, radi- Bentuk iregular dibagi berdasarkan lebarnya, yaitu :
asi, zat-zat kimia, asbes.
s = perselubungan halus sampai lebar 1,5 mm
Riwayat lingkungan: — rumah dan lokasi tempat kerja sekarang dan sebe- t = perselubungan sedang dengan lebar antara 1,5 - 3 mm
lumnya.
⎯ pekerjaan lain yang bermakna.
u = perselubungan kasar dengan lebar antara 3 - 10 mm
⎯ sampah/limbah yang berbahaya. Untuk menuliskan ukuran dan bentuk harus digunakan 2
⎯ polusi udara. huruf. Huruf pertama menunjukkan kelainan yang lebih
⎯ hobi: mencat, memahat, mematri, pekerjaan dominan.
yang berhubungan dengan kayu.
⎯ alat pemanas rumah.
q/t = perselubungan dengan bentuk q yang dominan, tetapi
⎯ zat-zat pembersih rumah dan tempat kerja. ada bentuk perselubungan iregular berbentuk t tapi
⎯ paparan pestisida. kurang banyak dibandingkan dengan bentuk q.
⎯ sabuk pengaman. Kerapatan (profusion) didasarkan pada konsentrasi atau
⎯ alai pemadam kebakaran di rumah atau di jumlah perselubungan lingkar per satuan area. Dibagi atas
tempat kcrja. kategori 0 sampai 3, dengan rincian sebagai berikut :
Tinjauan semua sistem organ. Kategori 0 = tidak ada perselubungan atau kerapatan
Perhatian khusus: – perubahan waktu kerja, kebosanan, riwayat repro- kurang dari 1.
duksi. Kategori 1 = ada peselubungan tetapi tidak banyak jum-
lahnya.
PNEUMOKONIOSIS PEKERJA TAMBANG BATUBARA Kategori 2 = perselubungan banyak, tetapi corakan paru
(PPTB) masih kelihatan.
Kategori 3 = perselubungan sangat banyak sehingga co-
Penyakit ini disebabkan oleh paparan debu batubara dalam rakan paru sebagian atau seluruhnya menjadi kabur.
jangka waktu lama. Ada faktor kerentanan individual dan debu Pada pembacaan foto toraks pneumokoniosis ada 12
tertentu lebih berbahaya dari yang lainnya. Penyakit ini bisa kategori, yaitu : 0/- 0/0 0/1
didapatkan pada pekerja setelah mereka bekerja lebih dari 10 1/0 1/1 1/2
tahun(3,4,8). 2/1 2/2 2/3
Definisi PPTB adalah penyakit akibat penumpukan debu 3/2 3/3 3/+
batubara di paru dan menimbulkan reaksi jaringan terhadap debu
tersebut. Penyakit ini dibagi atas bentuk simple dan complicated Angka pertama menunjukkan kerapatan yang lebih domi-
berdasarkan gambaran foto rontgen toraks(3,8,9). nan daripada angka di belakangnya. Pada penentuan klasi-
fikasi pneumokoniosis menurut gambaran foto toraks diper-
lukan perbandingan dengan film standar.
Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple CWP) Menurut distribusi perselubungan, lapangan paru dibagi
atas 6 area. Tiap lobus mempunyai 3 area yaitu lobus atas,
Gambaran Klinis lobus tengah dan lobus bawah. Kerapatan merupakan petunjuk
Kelainan ini terjadi karena inhalasi debu batubara saja. Secara penting menenuukan derajat beratnya penyakit.

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 19


B. Perselubungan kasar (large opacities) 1) Terdapat silika dalam debu batubara.
Perselubungan ini dibagi atas 3 kategori, yaitu A, B dan C. 2) Konsentrasi . debu batubara yang sangat tinggi.
Kategori A : Satu perselubungan dengan diameter antara 3) Infeksi mikobakteria tipikal atau atipik.
1 – 5 cm atau beberapa perselubungan dengan diameter 4) Faktor imunologi penderita yang buruk.
masing-masing lebih dari 1 cm, tetapi bila diameter tiap Setiap bayangan dengan diameter lebih besar dari 1 cm
perselubungan dijumlahkan maka tidak melebihi 5 cm. terlihat pada foto toraks pekerja tambangbatubara dengan simple
Kategori B : Sam atau beberapa perselubungan yang lebih CWP dianggap sebagai fibrosis masif progresif, kecuali bila
besar atau lebih banyak dibandingkan kategori A dengan terbukti ada penyakit lain seperti taberkulosiso).
jumlah luas perselubungan tidak melebihi luas lapangan paru
Gambaran Klinis
kanan atas. .
Pada stadium awal penyakit, gejala dan tanda kalaupun ada,
Kategori C : Satu atau beberapa perselubungan yang
hanya sedikit. Batuk dan sputum menjadi lebih sering, sputum
jumlah luasnya melebihi luas lapangan paru kanan atas atau
berwarna hitam (melanoptisis). Bila penyakit berlanjut terjadi
sepertiga lapangan paru kanan.
kolaps lobus, biasanya lobus was. dan sering terjadi deviasi
Pada simple CWP dan kelainan radiologis berupa perselubu-
trakea. Selanjutnya timbul gejala sesak pada waktu melakukan
ngan halus bentuk lingkar, perselubungan tersebut dapat
aktivitas, dan berkembang menjadi gagal napas akibat obstruksi
ditemukan di mana saja pada lapangan paru, tetapi yang paling
dan restriksi paru, korpulmonale, hipertensi pulmonal dan gagal
sering di lobus atase(4,8).
ventrikel kanan(5,8).
Perselubungan halus bentuk p dan q lebih sering ditemukan
pada CWP,sedangkan bentuk nodul atau bentuk r lebih sering
SILIKOSIS
pada silikosis.Tetapi pada kebanyakan kasus, secara radiologis
CWP dan silikosis sukar dibedakan, kecuali bila terdapat kalsi- Silikosis ialah penyakit parenldm paru akibat inhalasi dan
fikasi parenchymal opacities atau egg-shell calcification yang retensi debu yang mengandung kristalin silikon dioksida atau
khas unti k silikosis(8). silika (Si02)(3,5,12,13). Penyakit ini dapat terjadi pada para pekerja
Beratnya gejala penyakit tidak mempunyai korelasi dengan dengan berbagai bidang pekerjaan yang berhubungan dengan
gambaran radiologis. Demikian jugabesarnyakelainan faalparu juga silika, yaitu(3-5,12,13).
tidak berkorelasi dengan perubahan gambaran radiologis(3,8).
1) Pekerja tambang logam dan batubara.
Pemeriksaan faal paru 2) Penggali terowongan pada pembuatan jalan.
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 3) Pemotong batu misalnya untuk nisan, patung.
dan kapasitas vital paksa (KVP) merupakan pemeriksaan faal 4) Pembuat keramik clan batubara.
paru yang paling sederhana, dapat diulang dan digunakan secara 5) Penuangan besi dan baja.
luas(5,11) Pemeriksaan ini cukup sensitif untuk mendeteksi ke- 6) Industri lain yang menggunakan silika sebagai bahan seperti
lainan dan mengidentifikasi penderita dengan penyakit yang pabrik amplas dan galas.
progresif. Pemeriksaan sebelum bekerja dan pemeriksaan berkala 7) Pembuat gigi enamel.
setelah bekerja dapat mengidentifikasi penyakit dan perkem- 8) Pabrik semen.
bangan kelainan pada orang-orang yang tidak mempunyai gejala(5). Penderita silikosis mempunyai insidens penyakit tuberkulosis
Pemeriksaan flow-volume curve dan volume of isoflow me- yang tinggi dibandingkan populasiumum. Diagnosis dini silikosis
rupakan pemeriksaan yang lebih sensitif untuk mendeteksi ke- sangat penting oleh karena penyakit dapat terus berlanjut walaupun
lainan pada jalan napas kecil. Pengukuran kapasitas difusi (DLCO) paparan terhadap debu selanjutnya telah dihindari(3).
sangat sensitif mendeteksi kelainan interstitial, tetapi semua
pemeriksaan ini tidak dianjurkan dilakukan secara rutin. Secara Gambaran Klinis
umum, mereka yang pada awal pekerjaan telah menunjukkan Silikosis secara klinis mempunyai 3 bentuk, yaitu silikosis
kelainan, penyakitnya akan berlanjut. Mereka hendaknya diberi- kronik, silikosis terakselerasi dan silikosis akut5,12,13).
tahu tentang kelainan ini dan dianjurkan untuk menukar peker- Silikosis Kronik
jaan(5). Bentuk ini merupakan kelainan yang paling sering ditemukan
Faal paru pada simple CWP biasanya tidak menunjukkan setelah 20 sampai 45 tahun terpapar oleh kadar debu yang relatif
kelainan. VEP1 akan menurun sedikit bila seseorang telah be- rendah.
kerja di dalam tambang selama 30 tahun, pemeriksaan kapasitas Penyakit ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang
difusi biasanya normal(5). batubara, yaitu terdapat nodul sederhana biasanya lebih me-
nonjol di lobus atas. Path stadium simpel ini nodul biasanya
Complicated Coal Workers Pneumoconiosis atau Fibrosis kecil, tanpagejalaataukelainan pemeriksaanfisiksertagangguan
Masif Progresif (FMP) faal paru minimal sekali. Tetapi gambaran radiologis sederhana
Complicated CWP ditandai oleh timbulnya fibrosis yang luas ini kadang-kadang menjadi progresif walaupun tidak ada lagi
dan hampir selalu terdapat di lobus atas(3). Fibrosis masif progre- paparan, dan kadang-kadang terjadi fibrosis masif progresif(12,13).
sif didefinisikan sebagai lesi dengan diameter melebihi 3 cm, Apabila terjadi fibrosis masif progresif penderita menunjuk-
terjadi oleh karena satu atau lebih faktor berikut, yaitu(5) : kan gejala-gejala akibat pengurangan volume paru, distorsi

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


bronkus, clan gejala yang lebih jarang dibandingkan dengan rus memburuk walaupun penderita dijauhkan dari paparan ter-
pneumokoniosis pekerja tambang batubara yaitu emfisema hadap asbes, biasanya terjadi kor pulmonal dan kematian terjadi
kompensasi dan emfisema bulosa. Gejala utama adalah sesak dalam 15 tahun sesudah permulaan penyakit. Path stadium lanjut
napas, biasa juga disertai batuk dan produksi sputum. Terjadi batuk, produksi sputum dan penurunan berat badan sering
gangguan faal paru berupa restriksi, obstruksi dan bentuk campu- ditemukan dan penderita sering terkena infeksi saluran napas.
ran. Kapasitas vital, kapasitas difusi dan komplians paru me- Komplikasi dengarr keganasan bronkus, gastrointestinal dan
nurun. Pada mulanya hipoksemi terjadi pada waktu aktivitas, pleura sering menjadi penyebab kematian. Berbeda dengan
kemudian pada waktu istirahat. Sesak napas menjadi progresif silikosis dan pneumokoniosis pekerja tambang batubara, para
dan membatasi kegiatan fisik. Pada tahap akhir terjadi gagal penderita dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa ada ke-
kardiorespirasi(5,12). lainan foto toraks(5,14,15).
Pada silikosis sederhana gambaran radiologis menunjukkan Pemeriksaan fisis biasanya tidak jelas menunjukkan kelainan
nodul terutama di lobus atas dan mungkin menjadi kalsifikasi. terutama pada stadium awal. Pada kebanyakan kasus tanda
Pada silikosis yang lanjut terjadi massa yang besar yang mungkin pertama dan sering merupakan satu-satunya petunjuk ialah ronki
nampak seperti sebuah sayap malaikat (Angel's wing). Bila basah di basal paru, umumnya paling jelas terdengār di daerah
fibrosis terbentuk dan lesi. menciut, maka daerah sekitar lebih anterior dan lateral pada akhir inspirasi. Pada stadium lanjut
mengembang dan tampak sebagai daerah radiolusen. Sering dapat ditemukan jari tabuh (clubbing)(3,5,14,15).
terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus Pada foto toraks tampak perselubungan halus yang ireguler,
umumnya membesar dan membentuk gambaran khas yaitu egg umumnya tersebar di bagian tengah dan basal paru. Kerapatan
shell calcification (5) . bayangan tergantung pada derajat dan lama paparan terhadap
asbes.Manifestasi lanjut menimbulkan diafragma yang tidak rata,
Silikosis Terakselerasi mengaburnya batas jantung dan pleura akibat penebalan pleura.
Bila proses berlanjut dapat mengenal seluruh paru dan terlihat
Kelainan serupa dengan silikosis kronik, tapi berkembang gambaran sarang tawon di lobus bawah(5,14,15).
lebih cepat dan umumnya menjadi fibrosis masif. Sering disertai Pada pemeriksaan faal paru didapatkan restriksi, kelainan
infeksi mikobakteria tipikal dan atipikal. Gejalanya lebih me- yang khas pada fibrosis. Semua aspek volume paru, kapasitas
nahun, tetapi perubahan klinis dan radiologis lebih cepat, me- difusi dan komplians paru menurun. Pada keadaan lanjut dapat
nimbulkan fibrosis yang lebih difus dan iregular. Gagal napas terjadi kelainan obstruksi dan hipoksemia arterial(5,14,15).
karena hipoksemia sering terjadi setelah paparan berlangsung 10
tāhun(5,12). BRONKITIS INDUSTRI

Silikosis Akut Paparan yang lama terhadap kadar debu yang tinggi di tempat
Subjek yang terpapar oleh silika dengan konsentrasi sangat kerja dapat menimbulkan bronkitis industri. Dua kelompok
tinggi selama beberapa minggu dapat menderita silikosis akut. pekerja yang sering terkena ialah pekerja tambang batubara dan
Riwayat penyakit sangat khas itu sesak napas yang progresif, pekerja tepung. Pada pekerja tambang batubara, debu dengan
demam, batuk dan penurunan berat badan sesudah paparan oleh partikel besar 5 -10 U menumpuk di epitel jalan napes proksimal
silika konsentrasi tinggi dalam masa yang relatif singkat. Waktu dan menimbulkan gejalaklinis. Bilapaparan menghilang, gejala
paparan bervariasi antara beberapa minggu sampai 4 atau 5 dapat menghilang. Pada pekerja yang berhubungan dengan tepung,
tahun(12,13). keadaannya lebih kompleks. Berbagai komponen debu padi-
padian (antigen padi-padian, antigen jamur, kumbang padi, tun-
Gambaran radiologis berbeda dengan nodul fibrosis yang
gau, antigen binatang, endotoksin bakteri dan debu inert) mem-
terlihat pada bentuk kronik, pada bentuk akut ini ditemukan
punyai andil dalam menimbulkan(5,16). Berbagai zat di tempat
fibrosis interstitial yang difus. Fibrosis masif berkembang dan
kerja dapat menimbulkan bronkitis.
terdapat pada lobus tengah dan bawah berbentuk diffuse ground-
Dari berbagai penelitian, ada zat-zat yang sudah dipastikan;
glass appearance mirip edema paru. Pada silikosis akut kelainan
kemungkinan besar atau diduga sebagai penyebab bronkiiis
faal paru yang terjadi adalah restriksi berat dengan hipoksemia
(Tabel 3).
arterial serta penurunan kapasitas difusi(12,13).
Penyakit ini disebabkan pengendapan partikel yang mem-
punyai diameter lebih besar dibandingkan partikel fraksi respi-
ASBESTOSIS
rasi biasa. Dampak paparan yang lama menyebabkan paralisis
Merupakan pneumokoniosis yang disebabkan oleh inhalasi silia, hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus dan menimbulkan
serat asbes, secara khas ditandai dengan fibrosis interstitial difus gejala batuk produktif menahun(16,17).
parenkim paru(3,5,14,15). Kelainan sering diikuti oleh penebalan Pemeriksaan foto toraks dapat normal atau ada peningkatan
pleura viseralis dan kadang-kadang kalsifikasi pleura(15). corakan bronkopulmoner terutama di lobus bawah(3,17). Pe-
Gambaran Klinis meriksaan faal paru pada fase awal dapat normal, selanjutnya
Gejala awal asbestosis ialah sesak napas pada waktu aktivitas, terjadi perlambatan aliran udara yaitu pengurangan VEP1 yang
sering diikuti oleh batuk kering. Gejala ini setelah beberapa tahun kemudian menjadi ireversibel(16,17).
berkembang menjadi fibrosis paru yang progresif. Sesak napas Pada penyakit bronkitis kronik ini pemeriksaan faal paru

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 21


berguna untuk membantu menegakkan diagnosis, menilai man- oleh karena gambaran klinisnya serupa(19,20).
faat pengobatan, melihat laju perjalanan penyakit serta meramal- Pada penderita yang dicurigai menderita asma kerja dapat
kan prognosis penderita(18). dilakukan uji provokasi. Indikasi utama uji provokasi bronkus
adalah(19,20) :
Tabel 3. Daftar Zat Penyebab Bronkitis Kronik(17). 1) Bila dicurigai asma kerja tetapi tidak diketahui zat yang
menyebabkan timbul serangan.
Dipastikan Kenungkinan Diduga
besar 2) Bila pekerja terpapar oleh lebih dari satu zat yang dapat me-
nimbulkan serangan.
Aldehid (akrolein fonnaldehid) + 3) Apabila konfirmasi diagnosis diperlukan.
Ammonia + Berbagai zat di tempat kerja dapat menimbulkan serangan,
Debu batubara +
(Tabel 4).
Kalium (emfisema) +
Khlorin +
Khlormetil eter + Tabel 4. Zat-zat Penyebab Asma Kerja(19)
Khrorn + Zat Pekerjaan
Debu tambang batubara
(bronkitis, emfisema) + Tumbuh-tumbuhan
Kobak +
Tepung gandum Perkebunan, pembakaran, penggilingan
Pembakaran arang bate +
Debu kayu Penggergajian, tukang kayu
Debu kapas +
Buah jarak Minyak, produksi pupuk
Gas diesel + Kopi Produksi kopi
Endotoksin + Getah akasia Percetakan, farmasi
Debu tepung (gandum, barley) + Tragacanth Pembuatan manisan
NO2 + Colophony Pematri, elektronik
Paraquat +
Fosgen + Binatang
Polikhlorinat bifenil + Binatang pengerat Laboratorium
Debu keramik + Kuda, anjing, kucing,
NaOH + belalang Hewan, pengelola stable
Toluen diisosianat + Tempayak Pemancing
Tungsten karbid + Kumbang, padi-padian Penggilingan, laboratorium
Vanadium + Kutu gandum Petard
Vinil khlorida monomer + Ulat sutra Panbiakan ulat sutra
Western red cedar + Kerang Pengelola kerang-kerangan
Debu wol + Enzim
Bacillus subtilis Produksi deterjen
Tripsin Plastik
ASMA KERJA Papain Teknologi makanan, laboratorium
Zat Kimia
Asma kerja adalah penyakit obstruksi saluran napas yang re-
Isosianat Busa, cat, pemis
versibel, disebabkan oleh rangsangan berbagai zat di lingkungan Epoksi resin Pelapis permulaan, km
pekerjaan. Karakteristik penyakit ini ialah hanya mengenai se- Etanolamin Tukang cat, tukang patri
bagian dari mereka yang terpapar terhadap zat penyebab, penya- Garam platina Penyulinngan
kit muncul seringkali sesudah masa bebas gejala yang ber- Khrom Plat, semen
Nikel Plat
langsung antara beberapabulan sampai beberapa tahun. Keadaan Vanadium Pembersih ketel
ini bervariasi pada tiap individu(19). Aluminium Pekerja patroom
Keluhan utama ialah mengi (wheezing) yang berhubungan Obat-obatan
dengan kerja. Keadaan ini sangat khas pada individu yang atopik Salbutamol intermediate
setelah bekerja 4 atau 5 tahun. Pada individu non atopik asma Piperazin
muncul beberapa tahun lebih lama dibandingkan yang atopik. Spiramisin Produksi
Asma dapat muncul lebih awal bahkan beberapa minggu sesudah Penisilin sintetis
Tetrasiklin
mulai bekerja terutama pada tempat yang mengandung zat pa- Khloramin T
paran kuat seperti isosianat atau colophony(19).
Gejala bervariasi tiap individu, kebanyakan penderita me-
nunjukkan perbaikan pada akhir pekan dan waktu libur. Riwayat
penyakit merupakan prosedur penting untuk menegakkan diag- BISINOSIS
nosis(19,20).
Faal paru menunj ukkan tanda obstruksi yaitu penurunan VEP1 Bisinosis ialah penyakit jalan napas akut dan kronik pada
tetapi bersifat reversibel setelah pemberian bronkodilator. Foto pekerja kapas, kain lena (linen) dan serat rami, Reaksi akut
toraks biasanya normal atau ada tanda over inflasi. Foto toraks terhadap paparan debu ditandai oleh perasaan dada tertekan,
berguna untuk membedakan dengan pneumonitis hipersensitif mengi dart sesak napas waktu kembali bekerja(3,4,21,22) . Gejala

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


tersebut timbul haripertama kerja setelah libur akhir pekan atau ronki basah difus pada kedua basal paru; demam dan lekositosis
liburan lain, yaitu pada hari Senin sehingga disebut monday chest juga ditemukan pada fase akut dan menghilang pada tahap
tightness atau monday feve(3,22). penyembuhan. Kelainan faal paru tidak khas, pada episode akut
Pada kebanyakan kasus gejala berkurang atau menghilang terdapat gangguan restriksi sementara dan gangguan difusi. Ella
pada hari kerja ke dua. Bila paparan berlanjut maka gejala akan kelainan menetap dapat terjadi obstruksi yangureversibel atau
makin berat. Pada perokok gejala umumnya lebih hebat dan lebih restriksi berat dan ganguan difusi. Kelainan foto toraks pada
sering. Kadang-kadang bila rokok dihentikan rasa dada tertekan penyakit ini bervariasi, dari tanpa kelainan sampai fibrosis inter-
pada hari Senin dapat menghilang(22). stitial difus. Gambaran yang umum adalah infiltrat nodular difus
Dua cara untuk menilai prevalensi dan berat penyakit yaitu dan corakan bronkovaskuler kasar yang menghilang bila paparan
dengan kuesioner yang standar dan pemeriksaan kapasitas ven- dihindari. Pembesaran kelenjar hilus jarang ditemukan(24).
tilasi. Dari kuesioner gejala respirasi dikelompokkan menurut
beratnya sebagai berikut(4,21). KANKER PARU AKIBAT KERJA
Derajat 0 : Tidak ada gejala bisinosis.
Derajat 1/2 : Kadang-kadang rasa dada tertekan pada hari perta Mineral dan zat-zat kimia tertentu dihubungkan dengan
ma minggu kerja. kejadian kanker paru yang tinggi. Perlu waktu yang lama, yaitu
Derajat 1 : Perasaan dada tertekan pada setiap hari pertama antara 15 sampai 25 tahun antara waktu terpapar dengan tim-
minggu kerja. bulnya gejala kanker pare). Pekerjaan-pekerjaan yang diketahui
Derajat 2 : Perasaan dada tertekan terjadi pada hari pertama mempunyai hubungan dengan terjadinya kanker saluran napas
dan hari-hari selanjutnya. dapat dilihat pada Tabel 5. Pada beberapa kasus bahan karsino-
Derajat 3 : Gejala pada derajat 2 ditambah dengan berku- gen tidak dapat diidentifikasi meskipun tempat kerja tersebut
rangnya toleransi terhadap aktivitas secara me- diketahui mempunyai risiko untuk terjadi kanker paru('S). Ber-
netap dan atau pengurangan kapasitas ventilasi. bagai zat bersifat karsinogen dan dapat menimbulkan kanker
Pemeriksaan foto toraks normal, hal ini berbeda dengan paru antara lain ialah : asbes, arsen, khlor metil eter, pembakaran
bentuk penumokoniosis lain yang kelainan radiologisnya terjadi arang, aluminium, khrom, nikel, gas mustard, kalsium fluorida,
bertahun-tahun sebelum munculnya gangguan fungsional(3,4). zat radio aktif clan tar batubarats~ .'>.
Pemeriksaan faal paru dapat menunjukkan kelainan yaitu
Tabel 5. Jenis Pekerjaan yang Dapat MenimbulkanKanker Saluran Napas
penurunan VEP1 pada permulaan hari kerja. Ganguan faal paru
dibagi atas 4 kelompok berdasarkan perubahan kapasitas venti- Zar Penyebab Jenis Pekerjaan Jenis Kanker
lasi yaitu derajatFO sampai derajatF3. Kapasitas difusi biasanya
Asbes Tambang, menenun Kanker paru, mesoteliorna
tidak berubah(3,4,21). penggunaan serosa
Radio aktif Tambang uranium, logam, Kanker paru
PNEUMONITIS HIPERSENSITIF hematite, fluorspair
Gas mustard Pabrik Kanker paru
Pneumonitis hipersensitif adalah kumpulan penyakit paru Arsen Penyulingan logam Kanker paru
alergi akibat sensitisasi dan paparan yang berulang terhadap Nikel Penyulingan Kanker paru, sinus
debu organik. Kelainannya difus, terutama inflamasi mono- Khrom Ekstraksi, produksi dan Kanker paru
pigmen
nuklear parenkim paru di bronkiolus terminalis dan alveoli(23,24). Industri kimia Kanker paru
Halo eter
Tidak ada gambaran klinis yang sama atau uji laboratorium . 7 Karbonisasi batubara Kanker paru
yang tertentu pada penyakit ini. Diagnosis ditegakkan dari ? Percetakan Kanker paru
pemeriksaan kombinasi antara gejala-gejala yang khas, pe-
Keterangan : dikutip dari (25)
meriksaan fisis, kelainan foto toraks, pemeriksaan faal paru dan
uji imunologis. Bila didapatkan presipitasi antibodi terhadap PENUTUP
inhalasi antigen yang dicurigai sangat membantu prosedur diag-
nostik. Penyakit ini hendaknya dicurigai pada penderita yang ter- Berbagai penyakit dan gangguan pernapasan terjadi akibat
papar terhadap salah satu zat dan dapat menimbulkan penyakit paparan berbagai zat di tempat kerja. Diagnosis penyakit paru
dengan gejala influenza mirip pneumonitis yang berulang atau kerja ditegakkan berdasarkan anamnesis yang teliti meliputi
gejala penyakit paru interstitial yang aktif. Walaupun kelainan riwayat pekerjaan, gejala klinis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
klinis dan laboratorium cenderung menghilang apabila paparan foto toraks, pemeriksaan faal paru dan pemeriksaan laboratorium
dihindari, paparan yang berlanjut dapat menimbulkan kerusakan Kadang-kadang sulit menentukan hubungan antara penyakit
paru yang permanen(24). dengan jenis pekerjaan, karena pada penyakit tertentu perlu
Pneumonitis hipersensitif dapat terjadi setelah inhalasi dan waktu yang lama antara terjadinya paparan dan timbulnya pe-
sensitisasiberulang berbagai antigen zat organik. Zat tersebut nyakit. Diagnosis juga kadang-kadang sulit ditegakkan karena
dapat berupa bakteri (thermophilic, Actinomycetes), jamur (Al- beberapa penyakit mempunyai gejala, kelainan foto toraks dan
ternatia, Asper gillus), protein serum (protein burung), zat kimia pemeriksaan faal paru yang mirip.
(anhidrid) atau zat-zat yang belum dapat diidcntifikasi (debu Manifestasi penyakitparu akibatkerja, sama dengan penyakit
kopi)(24). paru yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Hendaklah
Pemeriksaan fisis tidak spesifik. Serangan akut ditandai oleh selalu dipikirkan penyakit paru kerja pada penderita-penderita

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 23


yang memberikan keluhan pernapasan dan mempunyai pekerja- DC: US Department of Health and Human Services, 1986: 219-37.
an yang potensial dapat menimbulkan penyakit atau kelainan 14. Seaton A. Asbestos–related diseases. In: Morgan WKC, Seaton A (eds).
Occupational lung diseases, Philadelphia; WB Saunders Co 1984: 323-76.
paru.
15. Dement JM, Merchant JA, Green FHY. Asbestosis. In: Merchant JA,
KEPUSTAKAAN Boehlecke BA, Taylor G, Pickett–Hamer M (eds). Occupational respira-
tory diseases, Washington DC, US Department of Health and Human
1. Survai Kesehatan Rumah Tangga, Badan Penelitian dan Pengt>mbangan Services, 1986: 287–327.
Kesehatan. Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan. Departemen Kesehatan, 16. Morgan WKC. Industrial bronchitis and other non-spesific conditions
Jakarta 1986: 5–6. affected the airways. In: Morgan WKC, Seaton A (ads). Occupational lung
2. American Thoracic Society. Surveillance for respiratory hazards in the diseases, Philadelphia: WB Saunders Co 1984: 521-40.
occupational setting. Am Rev Respir Dis, 1982; 126 : 952-6. 17. Kilburn KH.Chronicbronchitisandemphysema.In:MerchantJA,Boehledce
3. Crompton GK. Occupational lung diseases. In: Diagnosis and management BA, Taylor G, Pickett–Hamer M (eds). Occupational respiratory diseases,
of respiratory diseases. Oxford: Blackwell Scientific Publications, 1980: US Department of Health and Human Services, Washington DC, 1986:
hal. 164–84. 503–29.
4. Crofton J, Douglas A. Occupatonal lung diseases. In:Respiratory diseases. 18. Faisal Yunus. Peranan faal paru pads penyakit pare obstuktif menahun.
Oxford; Blackwell Scientific Publicatons, 1984: hal. 575-630. Dalam: Penyakit pare obstuktif menahun. Balai Penerbit FKUI, 1989:
5. Mason RJ. Occupational lung diseases. In: Wyngaarden JB, 'Smith LH 33-44.
(eds). Cecil's Textbook of Medicine, Philadelphia; WB Saunders 1985: 19. Seaton A. Occupational asthma. In: Morgan WKC, Seaton A (eds). Occu-
2279–87. pational lung diseases, Philadelphia: WB Saunders Co 1984: 498-520.
6. Seaton C. Clinical approach. In: Morgan EKC, Seaton A (eds). Occupa- 20. Salvaggio JE, Taylor G, Weil H. Occupational asthma and rhinitis. In:
tional Lung Diseases, Philadelphia; WB Saunders 1984: 9–17. Merchant JA, Boehlecke BA, Taylor G, Pickett–Hamer M (eds). Occupa-
7. Becker CE. Principles of occupational medicine. In: Wyngaarden JB, tional respiratory diseases. US Department of Health and Human Services,
Smith LH (eds). Cecil Textbook of Medicine, Philadelphia; WB Saunders Washington DC, 1986: 461–77.
Co 1985: 2277–9. 21. Morgan WKC. Byssinosis and related condition. In: Morgan WKC, Seaton
8. Morgan WKC. Coal worker's pneumoconiosis. In: Morgan WKC, Seaton A A (eds). Occupational lung diseases, Philadelphia: WB Saunders Co 1984:
(eds). Occupatonal lung diseases, Philadelphia; WB Saunders 1984: 541-63.
377-448. 22. MerchantJA. Byssinosis. In: Merchant JA, Boehlecke BA, Taylor G,
9. Merchant JA, Taylor G, Hodous TK. Coal workers' pneumoconiosis and Pickett–Hamer M (eds). Occupational respiratory diseases. US Department
exposure to other carbonaceous dusts. In: Merchant JA, Boehlecke BA, of Health and Human Services, Washington DC, 1986: 533-68.
Taylor G, Picckeu–Hamer M eds: Occupational respiratory diseases. 23. Seaton A, Morgan WKC. Hypersensitivity pneumonitis. In: Morgan WKC,
Washington DC, US Department of Health and Human Services, 1986: Seaton A (eds). Occupational lung diseases. Philadelphia: WB Saunders Co
329–84. 1984: 563-608.
10. ILO 1980. International classification of radiographs of the pneumoco- 24. Fink J. Hypersensitivity -pneumonitis. In: Merchant JA, Boehlecke BA,
niosis. In: Guidelines for the use of ILO International classification of Taylor G, Pickett–Hamer M (eds). Occupational respiratory diseases, US
radiographs of pneumoconiosis. Geneva: International Labour Office, Department of Health and Human Services, Wāshington DC, 1986: 481–500.
1980: 1–20. 25. Seaton A, Occupational pulmonary neoplasms. In: Morgan WKC, Seaton
11. Yeung MC, Lam S, Enarson D. Pulmonary function measurement in the A (eds). Occupational lung diseases, Philadelphia: WB Saunders Co 1984:
industrial setting. Chest 1985; 88:270-4. 657–75.
12. Seaton A. Silicosis. In: Morgan WKC and Seaton A (eds). Occupational 26. Lemen RA. Occupational induced lung cancer epidemiology. In: Merchant
lung diseases, Philadelphia; WB Saunders 1984: 250-94. JA, Boehlecke BA, Taylor G, Picket–Hamer M (eds). Occupational respi-
13. Peters SM. Silicosis. In: Merchant JA, Boehlecke BA, Taylor G, ratory diseases, US Department of Health and Human Services, Washing-
Pickett–Hamer M (eds). Occupational respiratory diseases, Washington ton DC, 1986: 533, 629–56.

prako sa hadiwijaya, sri widodo, m. soekirno, madsuki, drg. Shinta, agus s., abdul jalil, koko bae, sujarwo, icup ikerta, dewi’s

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


Sindrom Gedung Sakit
Dr. Tjandra Yoga Aditama
Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Unit Paru
RS. Persahabatan, Jakarta.

tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu. Keluhan-


PENDAHULUAN keluhan yang ada biasanya tidak terlalu hebat, tetapi cukup terasa
Kehidupan modem di kota-kota besar negara kita menuntut mengganggu dan yang penting amat berpengaruh terhadap pro-
tersedianya prasarana yang memadai. Salah saw di antaranya duktifitas kerja seseorang. Sindrom gedung sakit baru dapat
adalah gedung-gedung kantor yang megah yang dilengkapi de- dipertimbangkan bila lebih dari 20%, atau bahkan sampai 50%,
ngan sistem AC sentral. Gedung-gedung seperti ini biasanya pengguna suatu gedung mempunyai keluhan-keluhan seperti di
dibuat tertutup dan mempunyai sirkulasi udara sendiri. Gedung atas. Kalau hanya dua atau tiga orang maka mereka mungkin
yang balk dengan sarana yang memadai tentu menjadi tempat sedang kena flu biasa(1,3).
yang amat nyaman untuk bekerja, dan karena itu dapat pula
meningkatkan produktifitas kerja karyawan. Tetapi, di pihak PENYEBAB
lain, kita perlu mengenal kemungkinan adanya gangguan ke-
sehatan pada gedung-gedung seperti itu yang pada akhirnya Untuk dapat mengetahui penyebab sindrom ini maka perlu
justru akan menurunkan produktifitas kerja karyawannya yang dilakukan penelitian terhadap situasi lingkungan udara di dalam
bckerja di dalam gedung-gedung itu. Para ahli di beberapa negara suatu gedung. TheNationallnstitutefor Occupational Safety and
mulai banyak menulis tentang adanya gedung-gedung pencakar Health (NIOSH), suatu badan untuk kesehatan dan keselamatan
langit yang "sakit", dan menimbulkan sindrom gedung sakit. kerja di Amerika Serikat telah memeriksa 446 gedung di negara
Istilah sindrom gedung sakit (sick building syndrome) per- itu. Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan permintaan dari
tama-tama diperkenalkan oleh para ahli dari negara Skandinavia pemilik/pengguna gedung-gedung itu untuk menilai apakah
di awal tahun 1980an yang lalu. Istilah ini kemudian digunakan gedung tempat mereka bekerja masih dalam keadaan sehat atau
secara luas dan kith telah tercatat berbagai laporan tentang tidak. Di negara kita nampaknya belum terasa kesadaran dari
sindrom ini dari berbagai negaraEropa, Amerika dan bahkan dari pemilik atau pengguna suatu gedung untuk memeriksakan gedung
negara tetangga kita Singapura(1,2). mereka bila dicurigai adnya pencemaran udara di dalam suatu
Sindrom gedung sakit adalah kumpulan gejala akibat ada- gedung(1,4).
nya gedung yang "sakit", artinya terdapat gangguan pada sirkulasi Hasil pemeriksaan NIOSH di atas menunjukkan enam sum-
udara di dalam gedung itu. Adanya gangguan itulah yang menye- ber utama pencamaran udara di dalam suatu gedung sebagaimana
babkan gedung tersebut dikatakan "sakit", sehingga timbul sin- tampak pada tabel 1. Yang dimaksud dengan pencemaran oleh alat-
drom ini yang memang terjadi karena para penderitanya alat di dalam gedung adalah pencemaran akibat mesin foto
menggunakan suatu gedung yang sedang "sakit". kopi, asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan dan l
Gejala-gejala yang timbul memang berhubungan dengan lain-lain. Sementara itu yang dimaksud dengan pencemaran dari
tidak sehatnya udara di dalam gedung. Keluhan yang ditemui luar gedung meliputi masuknya gas buang kendaraan bermotor
pada sindrom ini antara lain dapat berupa batuk-batuk kering, yang lalu lalang, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak
sakit kepala, iritasi di mata, hidung dan tenggorok, kulit yang di dekat gedung, yang kesemuanya dapat terjadi akibat penem-
kering dan gatal, badan lemah dan lain-lain. Keluhan-keluhan patan lokasi lubang pemasukan udara yang tidak tepat. Pen-

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 25


cemaran akibat bahan bangunan meliputi antara lain formalde- bahan pembersih ruangan yang tidak akan mencemari lingkung-
hid, lem, asbes, fiber glass dan bahan-bahan lain yang me- an udara di dalam gedung(1,4). Renovasi ruangan, penambahan
rupakan komponen bangunan pembentuk gedung tersebut. Di batas-batas ruangan dan penambahan jumlah orang yang bekerja
pihak lain, pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, dalam satu ruangan hendaknya dilakukan setelah memper-
jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemu- hitungkan agar setiap bagian ruangan dan setiap individu men-
kan di saluran udara dan alat pendingin (AC) beserta seluruh sis- dapat ventilasi udara yang memadai. Jangan asal membuat sekat
temnya. Akhirnya, gangguan ventilasi udara berupa kurangnya ruangan saja, dan jangan terus menerus menambah jumlah orang
udara segar yang masuk, buruknya distribusi udara dan kurang- untuk bekerja dalam satu ruangan sehingga menjadi penuh
nya perawatan sistem ventilasi udara temyata punya peranan sesak(1,4).
besar dalam menentukan sehat tidaknya lingkungan udara di
dalam suatu gedung(1). PENUTUP
Tabel 1. Sumber pencemaran udara di dalam gedung.
Sindrom gedung sakit adalah kumpulan gejala akibat pen-
Sumber Persentase cemaran udara di dalam suatu gedung. Keluhan yang timbul
Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung 17% dapat berupa batuk-batuk kering, sakit kepala, iritasi di mata,
Pencemaran dari luar gedung 11 % hidung dart tenggorok, kulit kering dan gatal, badan lemah, mual
Pencemaran akibat bahan bangunan 3% dan lain-lain. Keluhan-keluhan ini mengenai sejumlah besar
Pencemaran mikroba 5%
Gangguan ventilasi 52%
pengguna dari suatu gedung dan biasanya tidak terasa terlalu
Tak diketahui 12% hebat, hanya saja ternyata mempengaruhi produktifitas kerja.
Keluhan umumnya dapat ditangani secara simtomatis yang
seyogyanya diikuti dengan upaya penyehatan lingkungan di
Sumbeer : Laporan NIOSH, 1984. dalam gedung. Faktor pencegahan mempunyai peran yang amat
penting. Secara umum cara pencegahan pada dasarnya berupa
PENCEGAHAN
turut sertanya perhitungan di bidang kesehatan dalam mem-
Keluhan yang timbul pada penderita biasanya dapat di- bangun, menata dan merawat suatu gedung. Gedung-gedung
tangani secara simtomatis asal diikuti dengan upaya agar suasana bertingkat dengan sistim AC sentral sudah mulai menjamur di
lingkungan udara di gedung tempat kerja menjadi Iebih sehat. kota-kota besar negara kita dan masalah sindrom gedung sakit ini
Yang perlu mendapat perhatian utama tentu bagaimana pen- cepat atau lambat akan kita hadapi dalam praktek sehari-hari.
cegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari suatu gedung
menjadi penyebab sindrom gedung sakit ini. Temyata upaya
pencegahannya cukup luas, menyangkut bagaimana gedung itu
dibangun, bagaimana desain ruangan, bahan-bahan yang KEPUSTAKAAN
digunakan di dalam gedung, perawatan alat-alat dan lain-lain(1,5).
1. Stolwick JA. The "Sick" Building Syndrome : Causes and Cures. Problem in
Upaya pencegahan meliputi upaya agar udara luar yang Respiratory Care 1990; 3 : 187-192.
segar dapat masuk ke dalam gedung secara baik dan terdistribusi 2. Lim S. Survey results show many buildings in Singapore "sick". Daily
secara merata ke semua bagian di dalam suatu gedung. Dalam hal Newspaper in Singapore, 1989.
ini perlu diperhatikan agar lubang tempat masuknya udara luar 3. Tjandra Yoga Aditama. Polusi udara dan kesehatan part. Dibawakan dalam
Forum Diskusi Polusi Udara di FKUI–Jakarta, 28 Febtuari 1991.
tidak berdekatan dengan sumber-sumberpencemar di luargedung 4. Turiel A. Indoor air quality and human health. Stanford : Stanford University
agar bahan pencemar tidak terhisap masuk ke dalam gedung. Press 1985; 173.
Perlu pula diperhatikan pemilihan bahan-bahan bangunan dan 5. Anonyme. Indoor Air Pollutants. IB88092,1989 : CRS 5.

Bad laws are the worst


sort of tyranny
(Edmund Burke)

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


Pengaruh Pola Tanam
terhadap Insidens Malaria
di Kabupaten Banjarnegara
Marbaniati *, Dyat Sarsonosidhi ***
* Dokter PUSKESMAS Wanadadi, Banjarnegara
* * Insinyur Pertanian pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Dati II Banjarnegara

ABSTRAK

Kabupaten Banjamegara adalah daerah yang malarious pada tahun-tahun yang lalu.
Penanggulangan malaria dengan berbagai niacam cara telah dilakukan, mulai dari yang
sederhana sampai ke cara yang sulit dilaksanakan.
Pengamatan dari tahun ke tahun, menunjukkan adanya perbedaan angka kejadian
malaria di daerah dengan pola tanam teratur dengan daerah yang kurang teratur pola
tanamnya.

PENDAHULUAN Sedangkan daerah yang mendapatkan irigasi pedesaan (non


Banjamegara merupakan daerah yang subur, terletak di DPU) kebanyakan masih menggunakan pola tanam tradisional
antara dua kota yang ramai, yaitu Wonosobo dan Purbolinggo, di padi-padi-padi. Yang dimaksud dengan pola tanam adalah
propinsi JawaTengah. Jumlah penduduk pada tahun 1989 pengaturan dalam memilih jenis komoditi musiman yang men-
sebesar 760.348 jiwa, dengan mata pencaharian pokok bertani. cakup luas hamparan tertentu untuk satu tahun sehingga dalam
Ketinggian daerah antara 56 sampai 1633 meter di atas per- satu tahun terdapat dua atau tiga komoditi yang ditanam,
mukaan laut. Luas daerah 103.196,41 ha. Di tengah terbentang tergantung umur tanaman.
sungai Serayu yang mengalir dari daerah Dieng di kecamatan Vektor utama di kabupaten Banjamegara adalah Anopheles
Batur sampai Piasa Wetan di kecamatan Susukan. Luas sawah aconitus. Nyamuk ini pada pagi hari banyak diketemukan di
dengan pengairan teknis 5960,276 ha; sawah dengan irigasi tebing sungai, hinggap di lubang tebing dekat air yang selalu
pedesaan (non DPU) 6218,537 ha serta sawah tadah hujan basah dan lembab.
6981,571 ha (data 1985). Curah hujan sebanyak 2399 mm/ Tempat perindukan utama Anopheles aconitus di sawah
tahun dengan jumlah bulan basah 8 bulan, sedangkan bulan- dan saluran irigasi. Di tepi sungai yang airnya mengalir per-
bulan kering jatuh pada bulan Juli sampai dengan Oktober. lahan serta kolam air tawar yang airnya agak alkalis, jentik
Dengan dibangunnya bendungan Mrica yang selesai pada tahun nyamuk ini juga dapat diketemukan'.
1987, maka luas sawah dengan pengairan teknis menjadi Densitas An. aconiius di sawah mulai meninggi setelah padi
6277 ha, luas sawah dengan irigasi pedesaan (non DPU) berumur lima/enam minggu. di daerah-daerah dengan pola
3775 ha serta sawah tadah hujan 5027 ha (data 1990) tanam tidak teratur densitas An. aconinws tinggi sepanjang tahun2.
Pola tanam di sawah-sawah yang mendapatkan irigasi teknis Angka malaria pada tahun 1972 sampai dengan tahun 1990
kebanyakan dapat diatur sesuai pola tanam yang dianjurkan nampak pada tabel I, Annual Parasite Incidence malaria ter-
oleh Dinas Pertanian, yaitu pola tanam padi-padi-palawija. tinggi dicapai pada tahun 1976 sebesar 76,1%% kemudian

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 27


turun dan baru pada tahun 1980 naik lagi menjadi 57;7% PROBLEM YANG DIHADAPI
tindakan yang dilakukan untuk menanggulangi masalah ter- Pola tanam yang, diterapkan di kabupaten Banjamegara
sebut nampak pada gambar 1. oleh petani pada umumnya belum dilakukan-dengan..sempurna
Tabel 1 : Annual Parasite Incidence di Kabupaten Banjarnegara. ataupun berdasarkan perhitungan-perhit ingan yang ada. Pola
tanam di sini masih di bawah nilai ideal, sehingga masih
mungkin diperbaiki dalam rangka pengembangan wilayah dan
Tahun Kasus Annual Parasite Incidence untuk meningkatkan produksi pangan atau pakan baik kualitas
1972 17,55 %
maupun kuantitas serta memperbaiki mutu kesehatan ling-
PELITA I 10413
1973 6544 10,73 % kngan bagi masyarakat.
PEMBAHASAN
PELITA II 1974 8177 13,4 % Salah satu cara untuk menekan perkembangan penyakit
1975 17685 28,6 % malaria adalah dengan memperbaiki pola tanam. Usaha ini
1976 47707 76,1 %
seyogyanya merupakan bagian dari usaha pengendalian penyakit
1977 44136 68,9 %
1978 22961 34,9 % malaria secara terpadu yang meliputi :
1. Pengendalian malaria secara biologi.
PELITA III 1979 12999 19,7 % 2. Pengendalian malaria dengan pengaturan pola tanam.
1980 39082 57,7 % 3. Pengendalian malaria dengan cara bertanam menurut
1981 11312 16,6 % teknik bercocok tanam yang baik.
1982 2337 3,4 %
1983 5112 7,37 % 4. Pengendalian malaria secara fisik.
5. Pengendalian malaria secara kimia.
PELITA IV 1984 2099 2,9 % 6. Pengendalian malaria dengan perundang-undangan misal-
1985 235 0,33 % nya karantina).
1986 122 0,17 %
1987 643 0,80 %
Dalam memilih pola tanam, maka untuk kabupaten Ban-
1988 2705 3,63 % jamegara dipilih pola tanam padi-padi-palawija, karena ditinjau
dari strategi pengadan pangan/pakan dan usaha peningkatan
PELITA V 1989 2626 3,4 % pendalatan petani merupakan alternatif terbaik, terutama dalam
1990* 1094 1,43 % usaha pengendalian vektor malaria. Kedua jenis komoditi ini,
yaitu padi dan palawija, mempunyai bentuk dan ekologi yang
Keterangan: * (s/d Agustus 1990)
jauh berbeda, begitu pula hama dan penyakitnya. Apabila ke-
dua tanaman ini diselang-seling dalam satu tahun musim tanam,
akan menekan populasi hama dan vektor malaria karena
Gambar 1 : Annual Parasite Incidence malaria di kecamatan Wanadadi 1972 habitatnya tidak sesuai dengan perkembangan populasi llama/
sampai dengan 1984 dibandingkan dengan kecamatan Purwa- vektor malaria tersebut, apalabi bila ditunjang pula dengan
negoro
cara bercocok tanam dengan teknik yang baik. Dengan demikian
akan tercapai suatu keseimbangan biologi bila hama/penyakit
dari kedua jenis komoditi tersebut hidup berdampingan pada
batas-batas yang tidak membahayakan tanamannya sendiri.
Keseimbangan biologi ini sangat dipengaruhi oleh :
1) Tingkat toleransi tanaman
Hal ini tergantung pada hubungan antara tanaman dengan
hama dan penyakit yang berpengaruh terhadap kepekaan atau
ketahanan tanaman.
Hal-hal tersebut antara lain : varietas, cara bercocok tanam,
rotasi, pola tanam dap musim claim setahun.
2) Penanaman padi atau satu jenis tanaman terus-lnenerus
sepanjang tahun dakan menyebabkan teljadinya serangan
hama dan penyakit malaria yang cukup berat. Hal ini di-
sebabkan karena keadaan ekologi, habitat dan tersedianya
cukup makanan bagi hama/vektor sehingga mendorong
perkembangan populasi hama dan vektor penyakit ter-
sebut.
3) Penggunaan pestisida yang tidak terkendali; akan menye-
babkan serangan hama/penyakit lain yang tadinya bukan
merupakan hama. Hal ini karena predator dan parasit yang
menjaga keseimbangan alam ikut termusnahkan. Belum
lagi persoalaln pencemaran lingkungan makin banyak di-

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


bicarakan. Sehingga bila kita tidak hati-hati menggunakan Tabel 3. Perbedaan luas tanah sawah, legal, pekarangan, hutan dan
pestisida akan menyebabkan lingkalan setan yang tidak tanah lain-lain di kecamatan Wanadadi dan Purwonegoro
dapat dipecahkan. Nama Sawah Tegal Peka- Hutan Lain- Jumlah
4) Keadaan iklim makro dan mikro dapat mempengaruhi kecamatan rangan lain
hubungan antara hama dan tanaman dalam hal kepekaan (ha) (ha) (ha) (ha) _ (ha) (ha)
tanaman, kemampuan produksi dan kemampuan merusak
tanaman yang dimiliki oleh hama/vektor penyakit; misal- Wanadadi 1.162 695 778 0 132 2.827
nya iklim yang sangat kering atau kelembaban yang cukup Purwonegoro 1.124 4.429 1.562 100 54 7.269
tinggi mendorong teljadinya kerusakan tanaman akibat Keterangan :
hama. Sumber : Dinar Pertanian Tanaman Pangan Kab Doti II Banjarnegara (1982)
5) Keadaan sosial ekonomi masyarakat
Kemampuan, sikap, ketrampilan dan pengetahuan sangat
berpengaruh pada keseimbangan biologi. Pengetahuan,
Tabel 4. Luas tanah sawah, tegal, pekarangan, hutan dan tanah lain-lain
sikap dan ketrampilan masyarakat yang sangat rendah di kecamatan Banjarmangu, Bawang dan Purwonegoro
menyebabkan fluktuasi serangan dan hama/penyakit makin
sering, sehingga keadaan ekonomi semakin parah. Nama Sawah Tegal Peka- Hutan Lain- Jumlah
Untuk itu perlu suatu wadah penyuluhan yang terkoor- kecamatan rangan lain
(ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha)
dinasi dan terpadu di tingkat masyarakat untuk semua
lingkup dinas yang ada di daerah, sehingga perencanaan Banjarmangu 1.630 1.905 446 514 141 4.636
yang saling tumpang tindih dapat dihindarkan. Bawang 1.684 3.533 1.804 481 172 7.674
Purwonegoro 1.124 4.429 1.562 100 54 7.269
HASIL
Keterangan :
Kecamatan Purwonegoro menipakan kecamatan dengan Sumber : Dims Pertanian Tanaman Pangan Kab Dati II Banjarnegara (1982)
pola tanam yang teratur padi-padi-palawija karena kebanyakan
sawahnya dialiri irigasi teknis. Sedangkan kecamatan Wanadadi 2. Perlu diadakan pengawasan ketat penggunaan pestisida
lebih darn sepertiga sawahnya dialiri oleh irigasi pedesaan, se- agar predator dan parasit yang menjaga keseimbangan
hingga pola tanamnya kebanyakan masih bersifat tradisionil, alam dan yang merupakan hama terhadap penyakit malaria/
yaitu.pola tanam padi-padi-padi (Tabel 2). hama padi tidak termusnahkan.
Pola insidens malaria di kedua kecamatan nampak sangat
berbeda (Gambar 2) tersebut; di daerah kecamatan Purwone- Gambar 2. Anual parasite incidence malaria di Kecamatan Banjarmangu
goro penyakit malaria dapat ditekan demikian rendahnya, Bawang dao Purwonegoro, tahun 1972 sampai dengan tahun
sedangkan di kecamatan Wanadadi incidence malaria bertahun- 1985 dan penyemprtan yang dilakukan
tahun tetap tinggi dan dengan susah payah barn dapat ditekan.
tampak pula pada Gambar 2, Tabel 4 dan Tabel 5 di mana
kecamatan Banjarmangu dengan jumlah sawah irigasi pedesaan
yang lebih luas dari kecamatan Bawang dan Purwonegoro
mempunyai incidence malaria yang lebih tinggi dan lebih
sukar ditekan.

Tabel 2. Perbedaan luas sawah irigasi DPU, non DPU dan sawah tadah
hujan di kecamatan Wanadadi dan Purwonegoro .

Sawah irigasi DPU Sawah


Nama Non tadah Jumlah
kecamatan Teknis Setengah Seder- DPU hujan
teknis hana
(ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha)

Wanadadi 732 0 0 414 16 1.162


Purwonegoro 711 0 0 157 256 1.124

Keterangan :
Sumber Dinar Perlanian Tanaman Pangan Kab Dail II Banjarnegara (1982)

KESIMPULAN
1. Perbaikan pola tanam merupakan salah satu cara penang-
gulangan hama dan penyakit malaria.

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 29


Tabel 5. Luas sawah irigasi DPU, non DPU, sawah tadah hujan di ke-
camatan Banjarmangu, Bawang, dan Purwonegoro
PENUTUP
Dengan meningkatnya kesadaran penduduk tentang hama
dan penyakit, diharapkan perbaikan pola tanam di sawah
Sawah irigasi DPU Sawah
Nama Non tadah Jumlah dapat segera terwujud dan dilaksanakan dengan penuh ke-
kecamatan Teknis Setengah Seder- DPU hujan sadaran.
teknis Mina
KEPUSTAKAAN:
(ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha)
1. Santiyo Kirnowardoyo. Vektor malaria di Indonesia dan status keren-
Banjarmangu 238 0 0 580 812 1.630 tanannya terhadap insektisida. Simposium dan Diskusi Panel Malaria.
Bawang 1.233 0 0 251 200 1.684 Semarang : Universtias Diponegoro, 9 Mei 1985.
Purwonegoro 711 0 0 157 256 1.124 2. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Dati II Banjarnegara. Ke-
mampuan Penyediaan Sawah Pengairan (irigasi dan lain-lain) M.K. 1982.
Keterangan : Kabupaten daerah tingkat II Banjamegara.
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab Dati 11 Banjarngara (1982) 3. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Dati II Banjarnegara. Pem-
bagian wilayah ke dalam WKPP dan Wilkel tahun 1982/1983 Kabupaten
Daerah Tingkat II Banjamegara. 1982.

Kalender Kegiatan llmiah


September 2-5,1991 - Regional Scientific Meeting on Pediatric Dermatology
(SE Asia and Western Pacific)
Jakarta, INDONESIA
Secr.: Dept. of Dermatovenereology, Faculty of Medicine
University of Indonesia/Dr. Cipto Mangunkusumo
Hospital (G-5)
Jl. Diponegoro 71
Jakarta 10430, INDONESIA
September 2-6,1991 - 6th Meeting of the World Federation for ultrasound in
Medicine and Biology
Copenhagen, DENMARK
Secr.: Dr. Ross E. Brown
University of Oklahoma, Medical Centre
800 NE 13th St. Aklahoma City OK 73104, USA
6-8 September,1991 - Simposium Perkembangan Penyakit-penyakit Paru
Dewasa ini
Hotel Savoy Homann, Jl. Asia Afrika 112, Bandung
Secr.: Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru
Jl. Cibadak 214, Tilp. 022-611523
Bandung 40241
11-14 September 1991 - Kongres Nasional PERINASIA IV & MCI (IAMANEH)
(IV International Congress for Maternal and Neonatal
Health in conjunction with IV National Congress of the
Indonesian Associaton for Perinatology).
Bandung, Indonesia
Secr.: Health Research Unit
Jl. Pasirkaliki 190
Telp. 87218 – 84954 Fax 87218
BANDUNG, Indonesia

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


Malaria di Kepulauan Seribu
Emniana Tjitra, Suwarni, Syahrial Harun, Rita M Dewi, Marvel
Reny, Sahat Ompusunggu, dan Hariyani AM.
Pusat Penelitian PenyakitMenular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan R.1., Jakarta

ABSTRAK
Kepulauan Seribu merupakan tempat wisata potensial, di sana dilaporkan •pernah
terjadi "ledakan" malaria di beberapa pulau (tahun 1971, 1977, 1978 dan 1981),
serta penderita malaria P. falciparum yang resisten klorokuin. Oleh sebab itu dilaku-
kan penelitian ini untuk mengetahui status malaria saat ini yang bennanfaat sebagai
masukan penentuan kebijaksanaan pemberantasan malaria di Kepulauan Seribu.
Penelitian dilaksanakan pada tahun 1988 di daerah-daerah yang pernah dilapor-
kan ada kasus malaria, banyak penduduknya, dekat daerah wisata, dan daerah wisata.
Survai malaria dilakukan terhadap 1360 anak 0—9 tahun, 119 pegawai pariwisata,
dan 154 penderita demam. Penderita yang positif malaria diperiksa secara klinis,
bila memenuhi syarat dilakukan tes sensitivitas P. falciparum terhadap obat-obat
antimalaria secara in vitro, dan diobati secara radikal. Antibodi polivalen terhadap
P.falciparum dari 170 anak-anak 0—9 tahun diperiksa dengan tes IFA. Data tentang
vektor malaria didapatkan hanya dengan observasi sarang nyatnuk, identifikasi jentik
nyamuk dan identifikasi nyamuk dewasa yang ditangkap dengan light trap.
Ternyata Kepulauan Seribu merupakan daerah malaria hipoendemis dengan SR
anak 2—9 tahun : 0,9%; SPR : 1,5%; dan FF : 84%. Kasus malaria yang didapatkan
kemungkinan besar merupakan kasus import dad Pulau Bangka, Pulau Karimata,
Pulau Belitung, Kalimantan Barat dan Lampung Selatan. Keluhan dan tanda-tanda
malaria yang sering dijumpai adalah demam (100%), pucat (73,7%), menggigil (68,4%),
dan sakit kepala (47,4%). Didapatkan pula P. falciparum yang resisten terhadap
klorokuin. Antibodi anak-anak terhadap P. falciparum tak dapat dideteksi. Diteinukan
pula sarang nyamuk potensial dan vektor A. sundaicus dan A. subpictus.
Di Kepulauan Seribu dapat terjadi "ledakan" malaria seperti tahun-tahun se-
belumnya. Oleh sebab itu pengamatan sangat diperlukan ditambah dengan peran serta
masyarakat baik dari penduduk, maupun dari pegawai dan pengelola wisata untuk
memberantas sarang nyamuk dan melakukan pengobatan sedini mungkin.

PENDAHULUAN Seribu, bahkan "ledakan" di beberapa pulau, antara lain di


Kepulauan Seribu merupakan salah satu tempat wisata p. Kelapa pada tahun 1971; p. Lancang dan p. Harapan pada
bahari yang potensial karena letaknya tidak jauh dari Jakarta. tahun 1977 dan 1978', dan p. Untung Jawa pada tahun
Kecamatan Kepulauan Seribu yang termasuk wilayah kota 19812. Di samping itu ditemukan pula 2 penderita malaria
Jakarta Utara terbagi atas 4 kelurahan (kelurahan p. Untung P. falciparum dari Kepulauan Seribu yang resisten terhadap
Jawa, p. Tidung, p. Kelapa dan p. Panggang), terdiri dari 108 klorokuin3 .
buah pulau, enam di antaranya adalah pulau untuk rekreasi. Oleh sebab itu dilakukan penelitian malaria di kepulauan
Pernah dilaporkan adanya penyakit malaria di kepulauan Seribu untuk mengetahui status malaria, yang bermanfaat

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 31


sebagai masukan untuk penentuan kebijaksanaan pemberantas- Tabel 1. Distribusi jumlah pembesaranlimpadari penduduk Kepulauan
an malaria di kepulauan Seribu tersebut. Scribu berdasarkan golongan umur, tahun 1988.

Jumlah
BAHAN DAN CARA KERJA
Gol. umur Jumlah yang Pembesaran limpa Jumlah SR
Penelitian malaria di kepulauan Seribu dilakukan di daerah- (tahun) diperiksa (Hackett) yang %
daerah yang pernah dilaporkan ada kasus malaria, banyak membesar .
penduduknya, daerah wisata atau dekat daerah wisata (lampir- 0 1 2 3 4 5
an 1). 0— 28 26 2 0 0 0 0 2 7,1
Dilakukan survai malaria (pemeriksaan parasitologis dan
2— 1145 1135 10 0 0 0 0 10 0,9
limpa) pada bulan September clan Oktober 1988. Survai
dilakukan terhadap anak-anak usia 0—9 tahun, pegawai pari- 10— 100 99 1 3 1 0 0 5 5,0
wisata dan penderita dengan keluhan demam. Anak-anak Jumlah 1273 1260 13 3 1 0 0 17 1,3
usia 5—9 tahun diperiksa dan diambil darahnya di sekolah,
balita (0—5 tahun) di Posyandu, pegawai pariwisata di tempat Keterangan : SR : spleen rate.
bertugas, sedangkan penderita demam dicari secara aktif.
Setiap penderita yang positif malaria diperiksa secara Tabel 2. Distribusi jumlah penderita malaria di Kepulauan Seribu
klinis (pemeriksaan fisik) dan diobati sesuai dengan petunjuk berdasarkan golongan umur dan jenis malaria, tahun 1988.
dari Departemen Kesehatan RI, 1983 (lampiran 2). Bila
memenuhi syarat dan mempunyai waktu cukup, dilakukan Jumlah
tes sensitivitas P. falciparum terhadap obat-obat antimalaria Gol. umur Jumlah yang Jenis ma la ria Jumlah PR
(klorokuin, Fansidar®, kina, amodiakuin, dan meflokuin) (tahun) diperiksa yang
positif
secara in-vitro sesuai petunjuk WHO4. Bagi penderita pe- Pf Pv Pm Pmix
nyakit lain pada waktu pemeriksaan, diberi pengobatan 0— 135 0 0 0 0 0 0
ringan. 2— 1225 0 0 0 0 0 0
Juga dilakukan pengambilan darah tepi dengan tusuk 10— 273 19 4 0 2 25 9,2
jari, sebanyak 100 ul pada mikrokapiler yang mengandung
zat antikoagulan heparin, terhadap anak-anak 0—9 tahun. Jumlah 1633 19 4 0 2 25 1,5
Sera darah tersebut diteliti apakah mengandung zat anti
polivalen terhadap P. falciparum, cam WA (Indirect Fluo- Keterangan: Pf : P. falciparum
rescent Antibody), dan menggunakan antibodi dan globulin Pv : P. vivax
Pm : P. malariae
terhadap human Ig (IgG+IgA+IgM) dari kambings,e Pmix : P. falciparum dan P. vivax
Vektor malaria diketahui melalui penelitian entomologi. PR : parasite rate.
Penelitian ini dilakukan dengan mencari sarang nyamuk,
identifikasi jentik dan nyamuk yang didapat dengan light p. Karimata (7 orang), p. Belitung (8 orang), Kalimantan
trap. Barat (1 orang), dan Lampung Selatan (1 orang). Umumnya
mereka mencari pengobatan di puskesmas atau dengan para-
HASIL medis setempat. Semua penderita mengeluh demam, sedang-
Dari 1360 anak-anak 0—9 tahun yang diperiksa limpa kan keluhan dan tanda-tanda lain dapat dilihat pada bar-
dan darahnya (parasitologis), ternyata semua babas dari diagram 1.
malaria dan hanya 12 anak yang limpanya membesar (H1). Hanya 1 kasus P. falciparum dengan perkijaan asal infeksi
dua anak berusia kurang 2 tahun, dan 10 anak dari usia 2—9 dari p. Karimata yang dapat dilakukan tes sensitivitas P. falci-
tahun. Jadi SR (Spleen Rate) anak usia 2—9 tahun adalah parum terhadap obat-obat antimalaria secara in vitro, dan
0,9% (tabel 1). Hasil pemeriksaan darah terhadap 119 pe- ternyata resisten terhadap klorokuin (masih tumbuh pada
gawai daerah wisata, semuanya negatif (tabel 2). Selama konsentrasi klorokuin 8 pmol), tetapi sensitif terhadap Fan-
penelitian ditemukan 154 penderita demam, dan 25 di antara- sidar®, kina, amodiakuin, dan meflokuin.
nya positif malaria : 19 kasus P. falciparum; 4 kasus P. vivax, Semua sampel darah anak-anak (0—9 tahun) yang ter-
dan 2 kasus infeksi campuran (Pf'dan Pv). Jadi SPR (Slide kumpul (170) menunjukkan hasil negatif dengan tes IFA.
Positivity Rate) : 1,5%, SFR (Slide Falciparum Rate) . 1,2%,
Pada penelitian entomologi ditemukan tempat-tempat
yang potensial menjadi sarang nyamuk, antara lain. lagun,
dan FF (Formula Falciparum Pf dan Pmix) : 84% (tabel 2).
kobakan, kolam ikan yang tak terpakai, dan lubang galian.
AES (Average Enlargement of Spleen) adalah 1,3 (tabel 1). Jentik nyamuk Anopheles spesies ditemukan di p. Lancang,
Dari 25 kasus malaria yang ditemukan, 14 berasal dari p. Kelapa dan p. Pari. Sedangkan nyamuk dewasa ditemu-
p. Tidung, 11 berasal dari p. Kelapa. Umur mereka antara kan di p. Pari yaitu A. sundaicus dan A. subpictus (tabel 3).
15—40 tahun (x = 25,1 tahun), semuanya laki-laki dengan
pekerjaan nelayan. Dari 19 kasus yang diperiksa klinisnya,
11 berasal dari kepulauan Seribu sedangkan lainnya : 4 dari PEMBAHASAN
Lampung Tengah, 1 Krawang, 1 Subang, 3 Tangerang, 1 SR anak 2—9 tahun adalah 0,9%, hal ini menunjukkan
Losari, dan 1 Serang; dengan lama tinggal di kepulauan Seribu bahwa kepulauan Seribu merupakan daerah malaria hipo-
antara 1—26 tahun (T = 8,6 tahun). Mereka menderita malaria endemis, karena splenomegali pada anak-anak di Indonesia
setelah kembali dari menangkap ikan di p. Bangka (2 orang), umumnya disebabkan oleh malaria7. Data SPR (1971—1981)

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


Bar-diagram 1. Keluhan dan tanda-tanda dari 19 penderita malaria di Grafik 1. Keadaan SPR (Slide Positivity Rate ) di Kepulauan Seribu
Kepulauan Seribu, tahun 1988. dari tahun 1971 – 1981 (Dinkes DKI, Jakarta) dan SPR hasil
penelitian 1988.

Keterangan :
A: demam G: muntah
B : sakit kepala H: menggigil anak-anak, juga menunjukkan bahwa mereka tidak terinfeksi
C: mual I : pucat malaria.
D: nyeri otot J : splenomegali Dan jenis malaria yang ditemukan juga terjadi pergeseran
E: lemah K: hepatomegal
F:
proporsi species yang nyata, dimana FF di p. Untung Jawa pada
tak nafsu makan
tahun 1981 adalah 58;6% (Dinkes DKI Jakarta, 1982),
Tabel 3. Hasil penelitian entomologi di beberapa pulau Kepulauan
sedangkan pada penelitian ini adalah 84%. Peningkatan FF
Seribu,tahun 1988. ini menunjukkan perlunya peningkatan pengamatan penyakit
malaria di kepulauan Seribu, mengingat P. falciparum merupa-
Pulau Janis sarang nyamuk** Anopheles spesies kan penyebab malaria berat dengan angka kematian tinggi8.
jentik nyamuk Demam, pucat, menggigil, dan sakit kepala merupakan
gejala dan tanda yang paling sering dijumpai pada penderita
UntungJawa lagun, kobakan -- —
malaria di kepulauan Seribu. Hal ini tidak banyak berbeda,
Tidung — — — seperti yang ditemukan di R.S. Chonburi, Thailand9. Hanya
Lancang kolam ikan yang tak terpakai + — pucat lebih banyak ditemui di kepulauan Seribu (73,7%)
Kelapa lubang galian + — dibandingkan di Thailand (24,5%), mungkin faktor gizi se-
Rambut lagun, kobakan — — tempat sangat mempengaruhi. Gejala-gejala tersebut dapat
+*
dipakai sebagai patokan oleh masyarakat maupun kader
Pari lagun +
untuk berperan aktif dalam penemuan penderita secara dini.
Keterangan : P. falciparum resisten terhadap klorokuin ditemukan,
* A. sundaicus dan A. subpictus. walaupun hanya pada 1 kasus yang diperkirakan mendapat
** Jenis sarang nyamuk dari masing-masing pulau 1 buah, kecuali di infeksi di p. Karimata. Oleh sebab itu perlu dilakukan pe-
P. UntungJawa terdapat 2 buah kobakan.
nelitian sensitivitas P. falciparum terhadap obat-obat anti-
malaria di daerah p. Karimata untuk mendukung data resis-
yang didapatkan dari laporan-laporan Dinas Kesehatan DKI
tensi tersebut. Pada tahun 1981, FKUI juga menemukan
Jakarta (grafik 1) menunjukkan bahwa pada tahun 1981, 2 kasus P. fakiparum dari p. Untung Jawa yang resisten
kepulauan Seribu pernah mencapai SPR 20,9%. Antara tahun terhadap klorokuin3. Dengan demikian pengobatan malaria
1982 s/d 1987 tidak ada data. Walaupun SPR 1988 hasil P. falciparum perlu diawasi keberhasilannya, dan dipersiap-
penelitian hanya 1,5%, hal ini membuktikan bahwa malaria kan obat-obat pengganti klorokuin (Fansidar®, kina, dan
masih ada di kepuluaan Seribu. lain-lain). Untuk menghindarimeluasnya strain P. falciparum
Mungkin yang sangat menarik adalah bahwa semua kasus yang resisten terhadap klorokuin perlu pengamatan penyakit
malaria tersebut kemungkinan besar merupakan kasus import malaria yang baik, berkesinambungan, dan pembatasan peng-
dari daerah malaria (p. Bangka, p. Karimata, p. Belitung, gunaan obat antimalaria lain hanya untuk kasus-kasus yang
Kalimantan Barat, dan Lampung Selatan) yang mereka sing- resisten klorokuin.
gahi waktu menangkap ikan. Hal ini diperkuat bahwa kasus Adanya sarang nyamuk potensial dan vektor malaria
malaria tersebut hanya pada laid-laid muda yang pekerjaannya A. sundaicus dan A. subpictus, dapat menimbulkan "redakan"
nelayan, tidak ditemukan pada orang tua, wanita dan anak- seperti tahun-tahuii sebelumnya (1971, 1977, 1978 dan 1981).
anak yang umumnya tinggal di tempat. Di samping itu basil Oleh sebab itu peran serta masyarakat baik dari penduduk,
penelitian imunologi dengan cara IFA terhadap 170 serum atau pegawai dan pengelola wisata, sangat diperlukan untuk

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 33


berobat sedini mungkin dan memberantas sarang nyamuk. 10. Tjitra E, Lewis A, Socroto A. Peran serta masyarakat dalam
Dengan demikian transmisi dapat ditekan atau ditiadakan, pemberantasan malaria di Robek, Nusa Tenggara Timur. Cermin
seperti yang dilakukan oleh masyarakat Robek di NTT10 Jadi Dunia Kedokteran 1987; 45 : 55—9.
11. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pencegahan dan
dengan pengamatan penyakit malaria yang balk oleh Pemberantasan Penyakit Menular. Malaria : Pengobatan 3, 1983a.
sektor kesehatan, dan peran serta masyarakat dalam pe-
nemuan kasus dan pengobatan malaria sedini mungkin, serta
Lampiran 1. Daerah penelitian Kepulauan Seribu berdasarkan ke-
pemberantasan sarang nyamuk, diharapkan kepulauan Seribu lurahan (daerah pemukiman), daerah wisata dan pernah
dapat men jadi tempat wisata bahari yang aman. terjadi "ledakan" malaria, tahun 1988*.
KESIMPULAN Daerah Pulau dengan "ledakan" malaria Jumlah
Kepulauan Seribu merupakan daerah malaria hipoendemis pernah tak pernah penduduk
dengan SR anak 2—9 tahun . 0,9%, SPR : 1,5%, FF : 84%,
dan kemungkinan besar merupakan kasus import dari daerah Pemukiman Untung Jawa 1.195
Lancang Tidung, Pari 3.849
p. Bangka, p. Karimata, p. Belitung, Kalimantan Barat dan Pramuka, Pang-
Lampung Selatan. gang 3.159
Gejala dan tanda-tanda penyakit malaria yang sering di- Kelapa, Harapan 5.679
jumpai adalah demam (100%), pucat (73,7%), menggigil Wisata Bidadari 30
(68,4%) dan nyeri kepala (47,4%). Putri 48
Keberhasilan pengobatan malaria dan klorokuin dan peng- Pelangi 65
Rambut 1
gunaan obat-obat penggantinya (Fansidar®, kina dan lain-
lain) perlu diamati sehingga dapat dihindari meluasnya strain Jumlah penduduk 14.026
P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin.
Tidak satupun anak 0—9 tahun yang terdeteksi antibodinya * data sekunder dari Puskesmas, Kelurahan dan tempat wisata.
terhadap P. falciparum, yang menunjukkan bahwa mereka
selama ini bebas dari infeksi malaria P. falciparum.
Adanya sarang nyamuk potensial dengan vektor malaria Lampiran 2. Pengobatan malaria dengan klorokuin dan primakuin
A. sundaicus dan A. subpictus dapat menimbulkan "ledakan" (Depkes RI, 1983a).
di kepulauan Seribu seperti tahun-tahun sebelumnya. Untuk Jenis malaria Hari ke Janis obat Jumlah tablet (dosis tunggal me-
menghindari terulangnya "ledakan" tersebut, perlu peng- nurut golongan unfair (tahun)
amatan penyakit malaria yang baik, terus menerus, clan ber- <1 1—4 5—9 10—14 15+
kesinambungan. Selain itu peran serta masyarakat perlu di-
tingkatkan dalam berobat sedini mungkin dan memberantas P. falciparum I klorokuin 1/2 1 2 3 3—4
sarang-sarang nyamuk. Dengan demikian keamanan kepulauan P. malariae primakuin — 1/4 1/2 3/4 1
Seribu terhadap penyakit malaria dapat dijamin. II klorokuin 1/2 1 2 3 3—4
primakuin — 1/4 1/2 3/4 1
Ill klorokuin 1/4 1/2 1 1 1/2 2
primakuin — 1/4 1/2 3/4 1
P. vivax IV primakuin — 1/4 1/2 3/4 1
KEPUSTAKAAN P. ovale
1. Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Laporan survey penyakit malaria V primakuin — 1/4 1/2 3/4 1
di p. Lancang, kepulauan Seribu, Jakarta Utara. 18 September Keterangan :
s/d 25 September 1981.
Dosis total klorokuin = 25 mg/kgBB.
2. Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Laporan basil survey penyakit
1 tablet klorokuin = 150 mg (basa).
malaria di Kelurahan p. Untung Jawa, Kecamatan Kepulauan
Seribu, Jakarta Utara. Desember 1981.
3. Pribadi W, Dakung LS, Adjung SA. infeksi Plasmodium falciparum UCAPAN TERIMA KASIH
resisten terhadap klorokuin dari beberapa daerah di Indonesia.
Ucapan terima kasih ditujukan kepada :
Medika 1983; 8 : 689—93.
1. Bapak Dr. Suriadi Gunawan SPH, Kepala Puslit Penyakit Menular
4. Bruce—Chwatt, Black RH, Canfield CJ, Clyde DF, Peters W,
yang mengizinkan basil penelitian ini diterbitkan.
Wernsdorfer WH. Chemotherapy of malaria. 2nd ed. World Health
Organization, Geneva, 1981 : 211—220. 2. Ibu Dra. Hariyani AM dan Bapak Drh. Suharyono MPH, yang telah
5. World Health Organization. Serological testing in malaria. Bull memberi saran-saran dan bimbingan.
WHO 1974; 50 : 527—35. 3. Bapak Dr. Arbani MPH, yang telah memberi saran-saran dan pe-
6. Sulzer AJ, Wilson M, Hall EC. Indirect fluorescent antibody test tunjuk, serta bantuan tenaga sehingga terlaksana penelitian ini.
for parasite disease : V. An evaluation of a thick smear antigen 4. Ibu Dr. Lilian K MSc, Dr Rush M MSc, Dr. Lisawati, Dra. Sutanti
in the IFA test for malaria antibodies. Am J Trop Med Hyg dan Drs. Budhi, yang membantu sehingga terlaksananya pemeriksaan
1969; 18 :199—205. imunologik dengan cara IFA. Juga kepada Bapak Soeroto A yang
7. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pencegahan dan meminjamkan alat penelitian Entomologi dan saran-sarannya.
Pemberantasan Penyakit Menular. Malaria : Survai malariometrik 5. Kanwil/Dinkes DKI Jakarta, Sudinkes Jakut dan Puskesmas Ke-
camatan/Kelurahan dari Kepulauan Seribu beserta staf, Aparat
6, 1983b. kecamatan/kelurahan Kepulauan Seribu, serta pengelola dan tim
8. Tjitra E. Malaria berat. Cermin Dunia Kedokteran 1988; 49 : 44-6. medis daerah wisata (P. Pelangi, P. Putri, P. Bidadari dan P. Ram-
9. Tjitra E. The relationship between the severity of falciparum but) yang banyak membantu dan melancarkan pelaksanaan peneliti-
malaria and parasite density and the efficacy of quinine treatment an ini.
in falciparum malaria in adult patient. Thesis. Faculty of Tropical 6. Semua teman-teman yang membantu penelitian ini, yang tak dapat
Medicine, Mahidol University 1985. kami sebutkan satu persatu.

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


Malaria di kabupaten Sikka, Flores
Harijani A. Marwoto*, Martono**
*Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta
**BLKM — Murnajati, Lawang, Jatim

PENDAHULUAN lain yang berkaitan dengan kemudahan pelaksanaan penelitian.


Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Pertama-tama dilakukan kunjungan ke Kantor Wilayah
yang cukup besar di Indonesia pada saat ini, terutama untuk Departemen Kesehatan setempat untuk mendapatkan infor-
daerah di luar Jawa—Bali. Hal ini disebabkan oleh karena masi mengenai keadaan malaria di Propinsi NTT yang ada
cakupan pemberantasan malaria untuk daerah di luar Jawa-Bali Berdasarkan informasi tersebut dilakukan pemilihan daerah
terbatas, prioritas diberikan pada daerah-daerah transmigrasi, penelitian sesuai kriteria yang diinginkan, sampai tingkat
daerah pembangunan ekonomi/sosial, daerah perbatasan kabupaten[. Kemudian dilakukan kunjungan ke Kantor Dinas
dengan negara tetangga dan daerah dengan potensi wabah. Kesehatan Tingkat Kabupaten, untuk mendapatkan infor-
Untuk memperluas cakupan pemberantasan, diperlukan data masi lebih lanjut, sampai tingkat desa. Kunjungan ke desa
malaria yang lengkap untuk daerah yang bersangkutan, sedang- yang terpilih dilakukan untuk melihat kondisi lingkungan
kan data malaria yang ada untuk daerah luar Jawa—Bali yang berkaitan dengan potensi penularan di desa tersebut;
sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan penelitian epi- antara lain curah hujan, sumber air yang ada dan adanya
demiologi untuk daerah tersebut. tempat perindukan nyamuk Anopheles. Bila memungkin-
Pada saat ini sedang dilakukan penelitian epidemiologi kan, dilakukan survai darah dan pemeriksaan limpa pada anak-
malaria di Irian Jaya oleh NAMRU. -2 Jakarta bersama- anak di bawah umur 9 tahun.
sama dengan Dinas Kēsehatan setempat. Sedangkan untuk Survai entomologi dilakukan dengan cara penangkapan
daerah Nusa Tenggara Timur, penelitian serupa juga sedang nyamuk pada malam hari dengan menggunakan "umpan"
dilakukan oleh Pusat Penelitian Penyakit Menular — Badan dan juga dilakukan penangkapan larva di tempat genangan
Litbang Kesehatan dalam rangka Penelitian Pemberantasan air/sumber air yang diduga dapat menjadi tempat perinduk-
Malaria di daerah tersebut. Data yang didapatkan diharapkan an nyamuk Anopheles.
dapat dipakai dalam penentuan kebijaksanaan pemberantasan
malaria pada umumnya dan daerah yang bersangkutan pada
khususnya. HASIL DAN DISKUSI
Dalam makalah ini akan dilaporkan keadaan malaria di NTT, Data yang didapatkan baik di tingkat Propinsi, Kabupaten
khususnya Kabupaten Sikka-Flores, di mana penelitian maupun di Puskesmas/Balai Kesehatan hanyalah data malaria
pemberantasan malaria untuk daerah NTT dilakukan. Data klinis. Kalaupun ada data parasitologi, sangat terbatas dan
tersebut berdasarkan hasil survai pendahuluan dalam rangka tidak dilakukan secara teratur karena sangat terbatasnya
penentuan daerah penelitian yang dilakukan pada bulan tenaga laboratorium yang ada. Pemeriksaan laboratorium
Nopember 1989. Survai pendahuluan ini dilakukan bersama hanya dilakukan bila tenaga laboratorium ada di tempat
team Kesehatan Propinsi NTT, dan team Entomologi Kabu- dan hanya dilakukan pada penderita tersangka malaria berat.
paten Sikka. Oleh karena itu data parasitologi tersebut tidak dapat di-
pakai untuk penentuan daerah penelitian.
CARA KERJA Data Malaria Klinis untuk Propinsi NTT tahun 1988/89
Penentuan daerah penelitian dilakukan berdasarkan atas terlihat pada tabel 1. Penderita malaria di Pulau Flores pada
banyaknya kasus malaria, keadaan lingkungan yang menunjang tahun 1988 diketemukan terutama di Kabupaten Flores Timur
potensi penularan di daerah bersangkutan, di samping faktor dan Sikka (lebih dari 30%), sedangkan pada tahun 1989

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 35


hanya Kabupaten Sikka yang mempunyai kasus malaria Kecamatan Paga, Lela, Nita, Kopete Maumere. Bola dan
klinis tinggi. Sedangkan dari data pemberantasan diketemu- Talibura (angka malaria rata-rata). Kecamatan Kopeta Mau-
kan bahwa di sebagian besar daerah Flores Timur sudah sering mere tidak dipilih sebagai daerah penelitian karena telah
dilakukan penyemprotan dengan DDT. Oleh karena itu untuk sering dilakukan penyemprotan dengan DDT dan banyak pen-
penelitian ini dipilih Kabupaten Sikka. duduk yang tidak mau/menolak rumahnya disemprot.
Dari Dinas Kesehatan Sikka didapatkan data Malaria se- Setelah dilakukan pembicaraan dengan petugas dari Dinas
perti yang terlihat pada tabel 2. Pada umumnya data malaria Kesehatan di Kabupaten dengan mempertimbangkan syarat
yang ada dari tahun 1988 adalah dari bulan Januari sampai penelitian, maka dipilih desa yang mungkin dapat dipakai
sebagai daerah penelitian, yaitu : (A) Daerah Pantai Selatan ;
dengan bulan Nopember, sedangkan data dari tahun 1989 desa Bola - Kecamatan Bola, dan desa Korowuwu - Kecamat-
yang ada baru sampai dengan bulan September. Kabupaten an Lela; (B) Daerah Pedalaman : desa Tilang - Kecamatan
Sikka terdiri dari 8 Kecamatan, angka malaria tinggi (lebih Nita, dan desa Mesebewa - Kecamatan Paga . (C) Daerah
dari 30%) pada tahun 1988 maupun 1989 diketemukan di Pantai Utara : desa Watumilok - Kecamat-
an Kewapante, dan desa Wairbleler - Keca-
Tabel 1. Jumlah penderita malaria Minis yang dilaporkan oleh Unit Pelayanan matan Talibura. Dewa Watumilok dan Wairble-
Kesehatan dalam tahun 1988 - 1989 (sampai dengan bulan Agustus ler pernah disemprot dengan DDT satu kali
1989) di•Propinsi Nusa Tenggara Timur. dan akan dipakai untuk daerah penelitlan.
1988 1989 Hasil peninjauan ke lapangan dan survai
Kabupaten/Kodya malaria/entomologi adalah :
Kunjungan Penderita % Kunjungan Penderit % Desa Bola : dari Puskesmas Bola didapat-
Malaria Malaria
kan keterangan bahwa desa yang berdekatan
1. Kupang 410.233 57.905 14 271.914 47.158 17 dengan Puskesmas adalah desa Bola, Ipir; U
2. Timor Teng. Sal. 131.396 37.711 29 101.917 22.547 22 mauta, Wolokali, dan Wolowalu. Sumber air
3. Timor Teng. Ut. 99.889 10.822 11 98.787 10.789 11
4. Belu 274.009 34.192 13 189.124 25.618 14
di sekitar desa hanyalah sungai yang mengalir
5. Alor 100.396 29.526 29 52.397 15.321 29 tidak sampai ke laut, tetapi berhenti di te-
6. Flores Timur 347.047 104.149 30 167.948 43.240 26 ngah-tengah karena sedikitnya air yang ada
7. Sikka 377.492 111.611 30 209.450 81.021 39 dan hanya berair di musim hujan saja.Tidak
8. Ende 148.025 28.376 19 86.091 15.329 18 ada sawah atau genangan air lainnya, sehing-
9. Manggarai 223.330 60.153 27 179.798 38.047 21 ga diperkirakan tidak mempunyai tempat
10. Ngada 186.926 47.089 25 143.365 34.321 24
perindukan untuk vektor malaria. Diduga
11. Sumba Barat 170.674 62.465 37 141.117 55.301 39
penduduk setempat mendapatkan penularan
12. Sumba Timur 108.482 32.860 30 97.970 33.178 34
dari daerah sekitarnya waktu mereka bekerja
Tabel 2. Penderita malaria klinis sepanjang tahun 1988 - 1989 di Kabupaten Sikka.
di kebun (di desa Magepanda, Waigete atau
Waihawa). Desa Bola tidak dapat dipilih seba-
Penerita Malaria Klinis (%) gai desa penelitian karena diduga tidak ada pe-
Kecamatan nularan malaria di daerah yang bersangkuan,
Jan Peb Mar Api Mel Jun Jul Agt Sep Okt Nop Rata-
rata
sehingga akan sulit untuk dilakukannya pene-
litian pemberantasan nantinya. Untuk peng-
1. Paga 36* 53 43 32 33 26 28 35 35 - - 39
gantinya dipilih desa Mbengu - Kecamatan Pa-
36** 41 25 48 28 50 51 53 48 56 35 43
2. Lela 29 31 27 28 30 23 38 49 34 - - 30 ga.
38 41 35 36 36 43 43 39 33 33 33 37 Desa Mbengu : Desa ini terdiri dari 3 dusun
3. Nita 30 34 45 33 32 39 40 32 29 - - 37 yaitu : Mbengu, Kutendelu dan Malao. Kedua
26 36 33 47 39 30 59 31 34 33 33 36 dusun yang pertama terletak di balik pegu-
4. Maumere 27 25 21 26 32 26 29 25 23 - - 26
nungan sedangkan dusun Malao terletak di
21 33 23 21 22 17 22. 19 24 16 20 22
5. Kopeta- 31 34 30 33. 40 40 29 37 35 - - 34 tepi pantai. Meskipun Malao hanya berupa
Maumere 32 13 34 36 33 38 36 39 26 26 27 31 dusun tetapi lokasi ini memenuhi persyatan
6. Bola 33 33 57 26 30 30 37 20 24 - - 31 penelitian, merupakan walik Daerah Pantai Se-
34 - 37 56 35 29 35 27 27 26 24 33 latan; letaknya terpisah dari dusun yang lain,
7. Waipare/ 22 16 - 20 21 19 18 - 14 - - 18 malaria tinggi (dari data Kecamatan Paga),
Kewapante 17 21 35 17 17 16 22 49 17 14 13 22 mempunyai penduduk 1532 jiwa (306 KK).
8. Talibura 40 21 32 25 37 34 39 41 26 26 30 32
37 36 34 32 52 31 40 37 32 - - 36
Hasil survai malaria dari dusun Malao ini
terlihat dalam tabel 3, SPR 26,42% dan SR
Rata-rata 31 33 36 29 34 29 32 34 28 - - 31 6,52%. Sedangkan dad peng.amatan lingkung.
31 29 32 36 31 32 38 37 29 29 27 32 an diketemukan adanya 2 lagoon yang dapat
Rata-rata 31 31 35 33 33 31 35 36 29 29 27 32 menjadi tempat perindukan nyamuk Ano -
1988/1989 phēles. Pada ke dua lagoon tersebut di
Keterangan :
* tahun 1988 ** tahun 1989

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


ketemukan larva An. Subpictus dan An. barbirostris dengan pun 1989 cukup tinggi yaitu 37% dan 36%. Sedangkan dari
kepadatan 7,5 larva per ciduk. hasil survai malaria didapatkan data SPR (2-9 th) yang juga

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Darah dan Limpa dari desa Malao, Kecamatan Paga (22 tinggi yaitu 21,8% (tabel 6).
Nopember 1989) Hasil penangkapan nyamuk yang di.
lakukan pada jam 18.00 — 22.00 adalah :
Golongan Jumlah Limpa SR Diperiksa Jumlah PR Spesies
• di dalam rumah diketemukan :
umur besar darah positif P.f P.v P.m Mix An. vagus, An. aconitus.
0-11bln — — — 21 4 19,0 3 1 — — • di luar rumah diketemukan .
12 -23 bln — — — 48 15 31,1 5 10 — — An. vagus, An aconitus,
2 -4 th 83 9 10,8 83 25 30,1 17 8 — — An. maculatus dan An.
5 -9 th 147 6 4,1 147 35 23,8 21 14 — — inefnitus.
Jumlah 230 15 6,5 299 79 26,4 46 33 — —

Tabel 5. Hasil pemeriksaan Darah dan Limps dari desa Korowuwu, Kecamatan Lela (21
Desa Korowuwu : Merupakan desa ke Nopember 1989).
dua yang mewakili Daerah Pantai Selatan. Golongan Jumlah Limpa SR Diperiksa Jumlah PR Spesies
Desa ini juga terdiri dari 3 dusun yang te- umur besar darah positif P.f P.v P.m Mix
letak di pantai sampai pedalaman yaitu
0 - 11 bin — — — 11 1 9,1 — 1 — —
: dusun Nanga dan Dihit yang terletak 12 - 23 bin — — — 6 1 16,7 1 — — --
di daerah pedalaman dan dusun Patemoa 2-4 th 29 0 0 29 9 31,0 6 3 — —
yang terletak di tepi pantai. 5 -9 th 94 15 15,9 94 17 18,1 12 5 — —
Dusun Patemoa terdiri dari 105 KK. 10 - 14 th 0 0 0 1 0 0 — — — —
Puskesmas terdekat dengan dusun Patemoa 15 th lebih 0 0 0 29 1 3,4 1 — — —
adalah Puskesmas Nanga. Data malaria klinis
dari Puskesmas untuk desa Korowuwu ter
lihat dalam tabel 4. Dalam tahun 1989 (bulan Januari sampai de- • Di sekitar kandang An. vagus, An aconitus.
ngan Oktober) terlihat bahwa penderita malaria kliis terbanyak Di sini terlihat bahwa An. Vagus dan An. aconitus diketemu-
diketemukan dalam bulan Januari, kemudian menurun sampai kan di dalam/diluar rumah maupun di sekitar ternak.
dengan bulan Mei. Bulan Juni meningkat lagi sampai dengan Desa Masebewa : Merupakan wakil Daerah Pedalaman ke
dua.Terletak + 12 km dari pantai Selatan. Data malaria dari
bulan Oktober.
daerah ini tidak ada, tetapi dari data keseluruhan Kecamatan
Di dusun ini diketemukan pula lagoon, tetapi pada saat
Paga, anak malari acukup tinggi yaitu rata-rata 39 – 43%
peninjauan ke lapangan lagoon tersebut sedang dibuka oleh untuk tahun 1988 dan 1989. Jumlah penduduk adalah 1715
penduduk sehingga air mengalir ke laut dan tidak diketemu- jiwa.
kan larva nyamuk. Menurut keterangan penduduk setempat, Desa ini dilalui oleh sungai Loworoga yang mengalir se-
bila lagoon tidak dibuka, banyak diketemukan larva nyamuk panjang tahun, sepanjang sungai terdapat persawahan yang
Tabel 4. Penderita Malaria Klinis dari desa Korowuwu, Kecamatan dapat pula berlaku sebagai tempat perindukan vektor malaria.
Lela (Januari – Oktober 1989). Dari hasil survai malaria diketemukan data : SPR (2-9 th)
sangat tinggi yaitu 44,4 dan SR (2-9 th) 7,7% (tabel 8).
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Total
Dewa Watumilok : Wakil dari Daerah Pantai Utara ini ter-
Kunjungan 826 747 408 594 . 532 475 428 420 447 345 5222 letak + 6 km dari Maumere. Di desa ini terdapat 2 buah
Penderita 246 200 112 135 141 155 189 186 151 132 1647 lagoon yang dapat menjadi tempat perindukan vektor se-
% 30 27 27 23 27 33 44 44 34 38 32 panjang tahun. Dari pengumpulan larva diketemukan adanya
larva dari An. Subpictus dengan kepadatan 2,3 larva per-
dan biasanya juga diikuti dengan mening Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Darah dan Limps dari desa Tilang, Kecamatan Nita (20
katnya penderita malaria, sehingga pendu- Nopember 1989).
duk dengan kesadaran sendiri akan mem- Golongan Jumlah Limpa SR Diperiksa Jumlah PR Spesies
buka lagoon tersebut untuk dialirkan ke laut. umur besar darah positif P.f P.v P.m Mix
Dari survai malaria didapatkan data se-
0 - 11 bin — — — 15 10 66,7 9 1 — —
Perti terlihat dalam tabel 5, yaitu SPR
12 - 23 bin — — — 10 5 50,0 4 — — 1
(2-9 th) 21,1 dan SR (2-9 th) 12,2%. 2-4 th 12 0 0 12 8 66,7 6 — — 2
Desa Tilang : Merupakan wakil Daerah 5 -9 th 98 24 24,5 98 34 34,0 33 1 — —
Pedalaman. Data malaria dari desa ini tidak 10 - 14 th 0 0 0 3 0 0 — — — —
ada, tetapi daari data keseluruhan Kecamat- 15 th lebih 0 0 0 36 2 5,6 — 1 — 1
an Nita, terlihat bahwa penderita mala- Jumlah 110 24 21,8 174 59 33,9 52 3 — 4
ria klinis rata-rata untuk tahun 1988 mau-

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 37


Tabel 7. Hasil penangkapan nyamuk di desa Tilang, Kecamatan Nita. disemprot dengan DDT dan penduduknya juga banyak yang
Umpan* Istirahat** menolak rumahnya disemprot sehingga perlu adanya cara
Spesies pemberantasan lain untuk daerah ini.
Indoor Outdoor Indoor Sekitar kandang Dari data Puskesmas Langir yang berdekatan dengan desa
An. a c o n i t u s
, 1 3 - 2
ini, didapatkan data malaria seperti yang terlihat dalam tabel
An. vagus 3 19 - 14 10, yaitu rata-rata sebesar 10% dalam bulan Januari — Sep-
An. maculatus - 1 - - tember 1989 yang lalu. Sedangkan dari survai malaria yang
An. indefinitus - 1 - - dilakukan dalam bulan Desember 1989, didapatkan SPR
(2—9 th) sebesar 14,5% dan SR (2-9 th) sebesar 1,6% (tabel
Keterangan : 11). Penderita terbanyak didapatkan dalam bulan Januari/
* Penangkapan dilakukan jam 18.00 --22.00, @ 40 men i t Pebruari dan bulan Agustus.
** Penangkapan pagi hari, @ 10 menit. Di desa yang terletak di Pantai Utara ini umumnya di-
ketemukan adanya lagoon yang dapat menjadi tempat per-

Indukan vektor malaria. Di samping itu,


di tepi sungai yang mengalir melalui dae-
rah tersebut, di beberapa tempat alirannya
membentuk kantongan di mana larva
Anopheles juga dapat hidup. Sehingga di
daerah ini diduga juga potensial untuk ter-
jadinya transmisi malaria.
Dui Lapangan Udara Waioti didapatkan
data curah hujan, kelembaban relatif dan
suhu untuk tahun' 1987. Dari data tersebut

ciduk, sedangkan nyamuk dewasa tidak diketemukan karena


adanya angin kencang pada saat dilakukan penangkapan.
Dari Puskesmas Waipare, untuk tahun 1989 (bulan Januari –
September) didapatkan data malaria klinis sebesar rata-rata
19% dan penderita terbanyak diketemukan pada bulan
Januari-Pebruari (tabel 9).
terlihat bahwa curah hujan rata-rata adalah
114 mm, total sebesar 1499 mm. Bulan Maret,
April, Mei dan September, Nopember, curah
hujan di bawah rata-rata, sedangkan bulan Juni,
Juli, Agustus dan Oktober tidak turun hujan sa-
ma sekali. Sedangkan dari data kelembaban rela-
tif terlihat bahwa rata-rata berkisar antara 50 –
80% dengan rata-rata minimum 32 – 56%,
Penderita malaria klinis di desa ini tidak begitu tinggi. Hal dan rata-rata maksimum sebesar 88 – 100%.
ini juga terbukti dari hasil survai malaria, dengan SPR (2-9 th) Martono dalam laporannya mengatakan bahwa
dan SR (2-9 th) hanya sebesar 2%. Meskipun begitu desa ini kelembaban di bawah 60% memperpendek
diteliti untuk mencarc cara pemberantasan yang lebih baik, hidup nyamuk dan ini terjadi pada bulan Juni.
Karena daerah ini terletak dekat de-
ngan daerah pariwisata, dan penduduk
banyak yang menolak penyemprotan
dengan DDT. Sedangkan pemberantas-
an vektor lain (penggunaan ikan pe-
makan jentik dan penggunaan larvisida)
telah pernah dicoba dengan hasil yang ku-
rang memuaskan.
Desa Wairbleler : Desa ini terletak
+ 12 km dari Maumere. Desa ini juga
terletak di pantai Utara; dan seperti ju-
gadesa Watumilok, juga sudah pernah

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


sampai dengan Nopember. Gambar 3 : Kecamatan Lela
Suhu rata-rata dalam tahun 1987 adalah 26,6 --: 34,4°C
dengan suhu minimum rata-rata sebesar 20,4 — 24,0°C dan
maksimum 31,1 — 37,6°C. Untuk nyamuk suhu optimum
adalah 25 -27°C. Sehingga dari data metereologi di atas
dapat disimpulkan bahwa saat nyamuk dapat tumbuh dengan
balk dan penularan malaria juga dimungkinkan, adalah pada
bulan Desember — Mei, sedangkan pada bulan Agustus/
September akan baik untuk nyamuk bila kelembaban ling-
kungan dapat menolong, misalnya dengan adanya sawah,
tanaman/semak yang rindang, di samping adanya sungai yang
mengalir sepanjang tahun.
Hal ini juga terlihat dari data malaria klinis bulanan dari
kecamatan-kecamatan yang terletak di Kabupaten Sikka
(gambar 2, 3 dan 4). Di sini terlihat bahwa kasus malaria
tinggi tidak hanya diketemukan pada bulan Desember — Mei
tetapi juga pada bulan Juli — Agustus.
Gambar 1 : Kecamatan Waipare / Kewapante

Gambar 4 : Kecamatan Paga.

Gambar 2 : Kecamatan Nita

Fluktuasi kasus malaria klinis dapat dikelompokkan dalam


5 macam, yaitu :
A : daerah yang mempunyai dua puncak yang jelas, yaitu yang
pertama terjadi pada bulan Maret dan yang ke dua pada bulan
Agustus (Kecama tan Waipare/Kewapante).
B : seperti pada (A) tetapi puncak pertama tidak jelas (Ke-
camatan Nita). Di sini kasus malaria tinggi pertama pada
bulan Maret/April dan yang ke dua pada bulan Juli.
C : kelompok ke tiga ini menunjukkan adanya dua puncak yang
tidak nyata, yang pertama lebih tinggi daripada yang ke dua,
yaitu pada bulan Maret dan yang ke dua pada bulan Juli.
(Kecamatan Bola).
D : seperti (C) tetapi puncak ke dua justru lebih tinggi yaitu yang
pertama pada bulan Februari dan yang ke dua pada bulan
Agustus. (Kecamatan Lela).

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 39


Gambar 6 : Curah hujan, kelembaban relatif dan suhu Maumere, 1987
Gambar 5 : Kecamatan Maumere

E : kelompok ini tidak menunjukkan adanya puncak sama


sekali, sepanjang tahun relatif sama. (Kecamatan
Maumere).
Di desa Oka kecamatan Larantuka, Flores Timur telah
dilakukan pengamatan entomologi — data resting pagi
hari — yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan setempat Flores Timur. Data yang ada baru berasal dari survai pen-
pada tahun 1980—1982. Di sini diketemukan bahwa An. dahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Nopember
barbirostris dan A n . sundaicus mempunyai dua puncak 1989; saat itu diketemukan Anopheles yang mungkin dapat
dalam satu tahun, puncak An. barbirostris terjadi pada berlaku sebagai vektor malaria, yaitu :
bulan Juni dan Agustus-Oktober, sedangkan An. • di desa Mbengu - Pantai Selatan : An. subpictus dan An
sundaicus terjadi pada bulan Januari dan Juni (tahun . barbirostis.
1981). Secara umum terlihat bahwa puncak nyamuk yang • di desa Tilang - Pedalaman : An. vagus, An. aconitus
satu suatu saat saling "mengisi", sehingga memungkinkan An. maculatus dan An.
terjadinya "puncak" nyamuk hampir sepanjang tahun3. indefinitus.
Mungkin hal ini yang juga mempengaruhi keadaan malaria • di desa Watumilok - Pantai Utara : An. subpictus.
di suatu tempat, yaitu tergantung nyamuk yang dapat Dalam survai pendahuluan ini nyamuk yang tidak/belum di-
berlaku sebagai vektor di daerah yang bersangkutan. ketemukan sedangkan di daerah yang berdekatan (Flores Timur)
Untuk Kabupaten Sikka data entomologi yang berasal pernah diketemukan, adalah An. sundaicus. Tetapi dari
dari penelitian tidak ada, sebaliknya dengan Kabupaten tempat perindukan yang diketemukan di daerah pantai,

Gambar 7.. Penangkapan nyamuk di Oka 1980, 1981, 1981 (Resting pagi)

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


kemungkinan adanya An. sundaicus di daerah penelitian 3. Nyamuk Anopheles tersangka vektor sangat mirip dengan
ini adalah besar4.6 . yang diketemukan di daerah Flores Timur oleh peneliti
terdahulu.
KESIMPULAN
Dari survai pendahuluan ini dapat disimpulkan beberapa KEPUSTAKAAN
hal: 1. Arwati Soepanto. Pemberantasan Malaria di Indonesia pada Pelita
1. Meskipun data malaria klinis yang berasal dari Puskesmas/ IV. Cermin Dunia Kcdoktcran 1989; 54 : 3 - 6 .
Balai Pengobatan yang ada tidak sepenuhnya sejalan dengan 2. Martono. Selecting the suitable location for field trial on Malaria
hasil pemeriksaan darah secara parasitologis, tetapi dapat control in Flores, NTT, Indonesia. Assesment Report, WHO project,
dipakai sebagai pegangan yang dapat memberikan gambar- 1989.
3. Zubaidah S. Laporan kerja dalam rangka survey entomologi di
an tingginya malaria di daerah tersebut.
Kecamatan Wulanggitang kabupaten Flores Timur, NTT, 5 Januari -
2. Dari data malaria klinis yang ada didapatkan adanya variasi 16 Januari 1987.
fluktuasi, sesuai dengan keadaan lingkungan yang ber- 4. Kopong N. Laporan kegiatan penyclidikan entomologi di kampung
sangkutan. Di daerah dengan puncak fluktuasi, puncak per- Oka, desa Lewoloba, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores
tama diketemukan pada bulan Maret/April dan yang ke dua Timur 1 9 8 0 - 1 9 8 2 .
pada bulan Juni -- Juli — Agustus. 5. Nalim S. Laporan pendahuluan penelitian ekologi vektor penyakit
Malaria dan Filariasis di Kabupaten Flores Timur, NTT, 1989.

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 41


Woolsorter's Disease
Dyah Widyaningroem Isbagio

Pusat Penelitian Penyakit Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Departemen Kesehatan R.I., Jakarta

PENDAHULUAN Penyakit ini tersebar di seluruh dunia.


Bakteri penyebab anthrax, genus Bacillus, termasuk batang
Sebagai suatu negara agraria, sebagian besar penduduk
besar, bersifat gram positif, berkapsul, bersifat aerob, non-motil,
Indonesia (70%) hidup dari pertanian. Petemakan merupakan
bakteri-pembentuk-spora. Kuman tumbuh seperti rantai, tempi
salah satu bidang pertanian yang banyak berhubungan dengan
dapat pula tunggal atau berpasangan; diisolasi untuk pertama
ternak dan hasilnya (susu, telur, daging, bulu). Hewan ternak
kalinya oleh Robert Koch pada tahun 1877. Setelah keluar dari
merupakan sumber konsumsi utama protein hewani. Adanya
tubuh hewan yang terinfeksi atau bangkai yang terbuka, bakteri
penyakit pada hewan ternak dapat menyebabkan kerugian yang
akan membentuk spora yang lokasinya terletak di tengah sel.
dapat mempengaruhi perekonomian, apalagi bila jumlah hewan
Spora mati dalam air mendidih dalam waktu 10 menit, spora ta-
yang sakit atau mati cukup banyak.
han terhadap panas, suhu rendah, desinfektan kimia dan penge-
Kematian massal sapi perah di Jawa Tengah (kabupaten
ringan yang lama. Spora dapat bertahan lama pada produk kering
Semarang dan Boyolali) karena anthrax yang terjadi baru-baru
seperti makanan, produk hewan, bahan simpanan yang terkon-
ini, merupakan salah satu contoh penyakit hewan. Bila tidak
taminasi atau di tanah. Kontaminasi spora di padang rumput
segera diberantas akan secara langsung merugikan petani dan
dapat bertahan sampai 20—30 tahun lamanya. Spora merupakan
secara tak langsung merugikan perekonomian akibat ber-
faktor penting dalam penyebaran penyakit.
kurangnya konsumsi sumber protein hewani.
Wabah anthrax biasanya berhubungan dengan kenetralan
Penyakit anthrax merupakan penyakit yang terutama di-
atau kebasaan dari tanah, calcareous soils merupakan tanah
dapatkan pada hewan herbivora, terutama sapi dan biri-biri,
yang baik untuk inkubasi organisme ini. Pada area ini, spora
kadang-kadang pada kuda, babi dan domba. Penyaki tnya bersifat
berubah menjadi bentuk vegetatif dan akan memperbanyak din
zoonosis selain dapat membahayakan hewan, juga dapat mem-
bila kelembaban, suhu dan cukup tersedianya makanan. Adanya
bahayakan manusia yang terlibat baik dalam pemeliharaannya
persaingan biologis dan pengaruh lingkungan menyebabkan
maupun yang mengolah hasil-hasil produksinya. Pengenalan
organisme akan lebih meningkatkan kemampuannya untuk
penyakit ini perlu diketahui oleh para dokter terutama yang
membentuk spora.
bekerja di pedesaan untuk mencegah terjadinya akibat yang fatal.
Pada hewan bentuk penyakit ini dapat bersifat perakut, akut,
Penyakit ini disebut juga splenic fever, Charbon, Milzbrand,
kronis dan bentuk kutan.
Mil tvuur, malignant pustulae atau woolsorter's disease. Penyakit
Bentuk perakut ditandai dengan kematian hewan secara
ini merupakan suatu penyakit demam akut yang dapat menye-
mendadak; dapat terjadi tanpa didahului oleh gejala klinis.
rang segala jenis hewan pelihara, hewan liar dan manusia, yang
Bentuk akut.
disebabkan oleh Bacillus anthracis. Bentuk umum penyakit ini
Pada saat menderita sakit hewan berhenti mengunyah, pro-
padahewan terutama ialah septikemia yang karakteristik dengan
duksi susu berkurang; hewan yang bunting dapat mengalami
kematian yang cepat. Kematian pada herbivora dapat mencapai
abortus. Perdarahan dari lubang hidung, mulut, telinga, anus dan
80'%. Pada manusia menyebabkan lesi yang karakteristik yaitu
genitalis eksterna.
ulkus kutan yang nekrotik; the malignant pustulae.

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


Bentuk kronis banyak terjadi pada babi, ditandai dengan anthrax pneumonia dan anthrax meningitis.
lesi lokal pada lidah dan tenggorokan. Dapat terjadi kematian Darah dari hewan percobaan yang mati karena anthrax me-
mendadak tanpa didahului gejala klinis atau dapat terjadi pem- ngandung toksin yang mematikan, yang dapat dinetralisasi oleh
bengkakan progresif pada tenggorokan dan hewan mati lemas serum yang spesifik. Toksin ini telah dapat diisolasi secara in
karena kehabisan napas. vitro dan berperan pads patogenesis beberapa manifestasi pe-
Sebagian besar dari kelompok ini dapatberkembang menjadi nyakit, yaitu toksin yang bersifat antigen protektif (suatu pro-
bentuk kronis ringan dan secara bertahap akan sembuh. Walau- tein), faktor udem dan faktor toksik. Campuran dari ketiga zat
pun sebagian dari kelompok ini tampak normal, tetapi pada saat tadi lebih toksik pads binatang, dan campuran seperti ini lebih
dipotong akan ditemukan adanya infeksi anthraz'pada kelenjar imunogenik daripada zat tunggal.
limfe servikal dan tonsil.
Bentuk kutan atau bentuk lokal ditandai dengan GAMBARAN KLINIS
pembesarān berbagai bagian tubuh. Kuman anthrax ditemukan
pada luka atau pada kulit yang lecet. Darah berwarna gelap, Anthrax bentuk kutan (pustula maligna) biasanya di-
menebal dan sukar membeku. Jaringan subkutis, membrana awali dengan hilangnya rasa sakit, gatal, papula eritematus,
serosa dan mukosa tampak udem dan hemoragik. Limpa sering ada vesikel-vesikel kecil dan ulkus yang berwarna hitam
membesar, konsistensi lembek, berwama hitam. Proses pem- (black eschar). Ulkus yang dikelilingi oleh udem yang ekstensif,
bendungan ditemukan pada hati, ginjal dan kelenjargetah bening. kenyal, tidak sakit, non pitting, ini merupakan tanda diagnostik
Tidak dikenal transmisi dari manusia ke manusia. Penularan yang amat penting. Setelah 5 hari ulkus mulai hilang, tetapi udem
dari hewan ke hewan dan dari hewan ke manusia dapat terjadi menetap selama beberapa hari atau beberapa minggu.
karena adaya inokulasi kuman atau sporanya melalui kulit yang Lesi ini ditemukan di tangan, lengan bawah atau kepala,
luka/lecet dari hewan yang sakit atau kontak dengan kuman atau jarang di tubuh atau kaki bawah. Kelenjar getah bening regional
bahan yang terkontaminasi. Infeksi intestinal terjadi secara oral sering membesar dan agak kenyal. Tidak ada gejala konstitu-
karena makan daging atau minum susu yang terkontaminasi, sionil kecuali perubahan lokal yang ekstensif, kadang-kadang
dapat pula terjadi secara inhalasi setelah menghirup kuman atau ada sedikit demam, nyeri kepala, dan lemah.
sporanya dan biasanya fatal. Walaupun jarang, insekta sebagai Anthrax diseminata ditandai dengan demam tinggi, kele-
vektor merupakan carrier mekanik. mahan, dan perjalanan penyakitnya yang cepat dan fatal se-
Pada manusia ditemukan pada orang yang bekerja sebagai hingga disebut pneumonia yang fatal (woolsorter's disease). Bila
pemotong hewan, penyamak kulit, wool, rambut dan bahan terjadi inokulasi secara pulmoner – spora terhirup pada waktu
lainnya. Secara umum penyakit ini ditemukan pada pekerja menangani produk hewan, dapat timbul sianosis, dispnu, media-
pertanian dan industri, jadi yang erat hubungannya dengan pro- stinitis dan hemoptitis. Pada keadaan yang buruk kematian dapat
fesi seseorang. terjadi dalam waktu 24 jam.
Dapat terjadi Anthrax intestinal karena makan daging
PATOGENESIS yang tidak dimasak dari hewan yang infeksius, walaupun di-
butuhkan jumlah bakteri yang sangat besar untuk terjadinya
Inokulasi kuman/spora melalui kulit yang luka.lecet, se- penyakit dengan jalan ini.Infeksi ini jarangterjadi,dengan gejala
lanjutnya bermultiplikasi dan akan membentuk lesi yang ter- klinis nausea, muntah dan diare. Kadang-kadang terjadi kehi-
lokalisir berupa pustula maligna yang ditandai dengan pemben- langan darah baik melalui hematemesis atau pada feses. Hal ini
tukan vesikel, infiltrat netrofil, udem gelatineus dan nekrosis. berhubungan dengan kelemahan, akhirnya shock dan mati.
Bentuk supuratif jarang terjadi bila tidak terdapat infeksi sekun- Melalui ketiga cara infeksi tadi, dapat terjadi invasi ke aliran
der oleh bakteri piogen. Penyebaran kuman pada kelenjar getah darah, terjadi lokalisasi di selaput otak, sehingga dapat terjadi
bening regional sehingga sering membesar dan agak kenyal, meningitis yang fatal.
akan diikuti penyebaran secara sistemik. Infeksi anthrax pada manusia memberikan imunitas yang
Infeksi perinhalasi dapat terjadi; terjadi multiplikasi bakteri permanen; jarang terjadi serangan yang kedua.
di dalam paru-paru, kemudian menyebar melalui pembuluh
limfe; dapat terjadi nekrosis hemoragik. Pada pemeriksaan ja- GAMBARAN LABORATORIUM
ringan orang yang mati ditemukan banyak bakteri di pembuluh
darah, kelenjar getah bening, dan parenkim dan berbagai organ. Sediaan dengan pewarnaan Gram dan kultur cairan atau
Hanya sedikit atau tidak ada samasekali eksudat seluler pada nanah dari lesi kutan sering mengandung banyak kuman. Kuman
fokus tersebut, tetapi banyak ditemukan udem dan hemoragik. mungkin ditemukan pula pada pemeriksan langsung atau dari
Infeksi dapat pula terjadi karena makan daging yang ter- kultur darah pasien yang bakteremi, atau dari sputumnya (path
kontaminasi anthrax; terjadi invasi dan pembentukan ulkus anthrax bentuk pulmoner). Dapat pula dilakukan identifikasi
pada mukosa gastrointestinal. anthrax pada sediaan dengan teknik imunofluoresensi. Bila di-
Pada ketiga cara infeksi tadi, terjadi invasi ke aliran darah kultur pada lempcng agar darah, organisme membentuk koloni
dan dapat terjadi toksemi. Metastasis infeksi seperti terjadinya kelabu tidak hemolitik dengan morfologi yang khas. Peragian
meningitis dapat berasal dari proses primer, sehingga disebut karbohidrat tidak bermanfaat. Pada pembenihan setengah padat,

Cermin Dunia Kedokteran


Cerrnin No. 70,No.
Dunia Kedo/aeran 1991
70, 19914343
basil anthrax selalu tidak bergerak, sedangkan organisme tidak penyakit ini; sehingga anthrax bentuk kutan mungkin akan
patogen yang sejenis (B. cereus) menunjukkan pergerakan didiagnosis lain dan diberikan antibiotika yang tidak tepat. An-
menyebar. Dapat pula dipergunakan bakteriofag untuk mem- thrax pulmoner biasanya didiagnosis post-mortem, demikian
bedakannya dengan kuman yang non-patogen. Biakan anthrax pula anthrax intestinal.
virulen mematikan mencit atau marmot pada penyuntikan in- Pengobatan dengan penisilin cukup memuaskan, kecuali
traperitoneal. pada bentuk pulmoner yang mortalitasnya cukup tinggi. Bila
Tes Ascoli pada ekstrak jaringan yang terinfeksi menunjuk- diagnosis anthrax pulmoner dilakukan dengan tepat, berikan
kan cincin presipitasi bila dilapiskan di atas serum imun. Dengan suntikan penisilin secara intravena dalam dosis besar dengan
tes serologi antibodi penyebab presipitasi atau hemaglutinasi dapat segera; 600.000 unit satu sampai dua kali sehari dapat diberikan
diperlihatkan dalam serum orang-orang atau hewan yang telah sampai udem lokalnya hilang. Eschar akan hilang secara alami
divaksinasi atau terinfeksi. pada pengobatan, dan pembesaran kelenjar getah bening dapat
Hitung lekosit normal pada kasus yang ringan, tetapi path menetap untuk beberapa hari. Bacillus anthracis tidak di-
penyakityangberat terdapat lekositosis polimorfonukelar. Angka dapatkan lagi pada lesi kulit dalam waktu 24–48 jam setelah
sedimentasi eritrosit meningkat. Pasien dengan gangguan meni- pengobatan dengan penisilin, tetapi dapat menetap lebih lama
ngeal memperlihatkan perdarahan pada cairan spinal dan kuman pada pengobatan dengan kloramfenikol atau tetrasiklin.
mudah didapat melalui pemeriksaan langsung atau kultur. Pada pasien yang resisten terhadap penisilin karena beta
laktamase, jugapadapasien yang alergi penisilin, tetrasiklin atau
DIAGNOSIS eritromisin mungkin efektif. Pada kasus ringan diberikan tetra-
siklin 0.5 gram secara oral tiap 6 jam.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan basil pemeriksaan labo-
Kesalahan diagnosis dengan infeksi stafilokok pada lesi
ratorium. Riwayat pekerjaan dan gejala yang karakteristik dapat
anthrax, sehingga dilakukan insisi atau drainase akan meng-
membantu diagnosis yang tepat. Infeksi piogenik biasanya sakit,
akibatkan malapetaka karena penyebaran kuman yang meluas.
sedang pustula maligna tidak sakit. Sebagai tambahan, anthrax
Untuk mencegah mortalitas yang tinggi karena infeksi per-
kutan biasanya jarang yang purulen. Bila hewan mati mendadak
inhalasi, semua bahan dasar untuk industri wol dan kulit, diste-
atau tiba-tiba dipotong harus dianggap menderita anthrax se-
rilisasi.
belum pemeriksaan bakteriologis (dan pemeriksaan patologis)
Tersedianya vaksin yang terbuat dari antigen protektif dapat
membuktikan sebaliknya.
efektif menurunkan insiden infeksi pada manusia yang terpapar.
Diagnosis klinis mungkin sulitbila penyakit baru terjadi di
Vaksin yang terbuat dari berbagai tipe spora dapat digunakan
suatu daerah; oleh karena-itu uji laboratorium hams digunakan
dengan basil yang baik pada hewan pelihara pada waktu ende-
dalam menetapkan diagnosis klinis tentatif.
mik, tetapi tak cocok untuk manusia.
Dalam membuat diagnosis dibuat ketentuan bahwa pe-
Transmisi anthrax dari manusia ke manusia tidak pernah
meriksaan setempat secara mikroskopis atas bahan dari daerah
dilaporkan. Sebelum tersedianya pengobatan dengan antibiotika,
perifer, cairan atau jaringan dianggap tidak cukup. Bahan-bahan
kematian anthrax bentuk kutan 20–30%. Dengan pengobatan
senantiasa hams dikirim ke Balai Penyidikan Penyakit Hewan
yang tepat mortalitasnya sekarang kurang dari 1%.
(BPPH), terutama jika bangkai telah lama (lewat 24 jam) atau
Karena angka kematian anthrax pada kelompok hewan amat
dari hewan yang tersangka menderita anthrax.
tinggi, perlu dilakukan pengobatan segera dan pengawasan yang
DIAGNOSIS DIFERENSIAL sangat ketat. Penyakit anthrax termasuk zoonosis, maka bila
terjadi wabah, segera berikan antibiotik pada hewan yang sakit,
Diagnosis diferensial dengan penyakit ulkus lokal lain adalah bersamaan dengan antitoksin/serum anthrax. Hewan yang
tularemia, milker's nodule, primary inoculaton tuberculosis, sekelompok dan di sekitarnya perlu diberi vaksinasi.
cowpox, lymphogranuloma venereum, catscratchfever, rat-bite Selain pemberian terapi dan imunisasi, untuk mencegah
fever, bubonic plague, glanders, ricketsial pox. penyebarannya diperlukan beberapa pengawasan yang spesifIIc
sebagai berikut :
PROGNOSIS 1. Wajib lapor pada kantor dinas setempat bila terjadi wabah.
Prognosis penyakit anthrax bentuk kutan sangat baik, bila 2. Segera dilakukan karantina yang ketat pada daerah tersebut.
diobati dengan segera sejak awal. Sepsis dan bentuk pulmoner 3. Hewan yang mati segera dimusnahkan dengankremasi atau
prognosisnya jelek. dikubur dalam-dalam.
4. Destruksi pupuk, bedding, atau bahan-bahan lain yang
PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN terkontaminasi dengan membakarnya.
5. Isolasi hewan yang sakit dan pindahkan hewan yang sehat
Banyak antibiotik yang efektif untuk pengobatan anthrax
dari incubator area.
pada manusia, termasuk penisilin, kloramfenikol, tetrasiklin, eri-
6. Desinfeksi kandang, kurungan, gudang susu dan peralatan
tromisin clan streptomisin. B. anthracis cukup peka terhadap
yang digunakan di tempat peternakan.
penisilin, dan dapat menyembuhkan penyakitnya.
7. Gunakan insektisida/penolak serangga.
Karena jarangnya kejadian penyakit ini pada manusia, ke-
8. Awasi hewan agar tidak memakan hewan yang mati akibat
sulitan terbesar adalah kurangnya kecurigaan klinis terhadap
penyakit anthrax.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


9. Demi keselamatan orang yang kontak dengan hewan yang 2. Bayer. Book for farmers, stock diseases. Leverkusen/Gennany: Veteri-
nary Department, 25-26.
sakit, lakukan prosedur higiene umum. 3. Harrison et al. Principal of Internal Medicine, Seventh ed, McGraw - Hill
10. Berikan penerangan dan pendidikan pads masyarakat ten- Book Company, 1974 : 835-6.
tang bahayanya pemotongan gelap terhadap penyakit an- 4. Jewetz E, Melnick JL, Adelberg EA. Mikrobiologi untuk,profesi ke-
thrax. dokteran (Review of Medical Microbiology), Edisi 16, Bab 15, Basil
gram positif, 263-265.
11. Awasi lalu lintas hewan. 5. Joklik WK, Willett HP, Amos DM. Chapter 44 : Bacillus. Zinsser Micro-
12. Untuk mencegah penyebaran penyakit dari satu negara ke biology, 18th ed, Appleton-Century-Crofts/Norwalk, Connecticut, 1984;
negara yang lain, maka World Health Organization (WHO) 673-6.
mensyaratkan sterilisasi kulit, bulu dan wol yang akan 6. Kompas 28 September 1990. Kematian massal sapi perah di Jateng karena
Anthrax, halaman 9, kolom 6-7.
diedarkan ke negara yang lain. 7. Krupp MA, Chatton MI. Current Medical Diagnosis & Treatment 1975,
13. Perhatikan food hygiene. hal. 817-818.
8. Siegmund CM et al. Anthrax. Merck Veterinary Mammal : A Handbook of
diagnosis and therapy for the veterinarian, 4th ed, Merck & Co, Inc,
Rahway, N.Y. USA, 1973; 328-31.
KEPUSTAKAAN 9. Sleigh JD, Timmbury MC. Anthrax. Notes on Medical Microbiology, first ed,
1. Bain RVS et al. Australian - Asian Universities Co-operation and Kon- Edinburg : Churchill Livingstone 1981; 43 : 296-298.
sorsium Ilmu-ilmu Pertanian Dep. P & K. Short course on diseases of beef 10. Undang-Undang Pokok Petemakan dan Kesehatan Hewan 1967. No. 6,
cattle, FKH - IPB, Bogor, Indonesia, 1973, B 59 - B 60. 54-56.

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 45


Resistensi Mikroba
terhadap Antibiotik

Usman Suwandi
Pusat Penelitian danPengembangan P.T. Kalbe Farma, Jakarta

ABSTRAK

Antibiotik merupakan substansi yang sangat efektip untuk mengurangi penyakit


infeksi. Namun organisme hidup selalu berusaha beradaptasi terhadap lingkungannya
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya; demikianjuga mikroorganisme atau
kuman penyebab infeksi akan berusaha beradaptasi terhadap toksisitas antimikroba.
Fleksibilitas dan kemampuan populasi bakteri beradaptasi dengan lingkungannya dapat
menimbulkan masalah resistensi, dan resistensi tersebut dapat diturunkan dari generasi ke
generasi. Ada beberapa penyebab terjadinya resistensi antara lain mutasi, transduksi,
transformasi atau konjugasi. Adapun mekanismenya ada bermacam-macam antara lain
kuman mensintesis ensim yang dapat mengubah zat aktip menjadi tidak aktip, adanya
perubahan tempat yang peka, berkurangnya permeabilitas sel dan sebagainya. Untuk
menangani bentuk resistensi terhadap antimikroba, diperlukan beberapa pengontrolan
antara lain dengan mencegah munculnya bentuk resistensi, mencagah penyebaran bentuk
resistensi dan mengeliminasi bentuk resistensi yang sudah muncul.

PENDAHULUAN mutlak tetapi tergantung pada konsentrasi antibiotik. Setiap


Antibiotik yang efektif dan aman telah berkembang begitu organisme mempunyai batas konsentrasi antibiotik yang menun-
pesat sehingga dapat mengurangi mortalitas akibat penyakit jukkan kepekaan mereka, di atas batas berarti peka dan di bawah
infeksi secara drastis. Keampuhan senyawa ini tidak disangsikan batas berarti resisten. Perbedaan kepekaan organisme saw sama
lagi. Sayangnya keberhasilan tersebut sedikit terganggu dengan lain yaitu pada konsentrasi penghambatan minimum. Sebagai
munculnya strain-strain mikroba yang mampu membentuk per- contoh, umumnya bakteri gram positip dianggap lebih peka
tahanan terhadap antibiotik tertentu. Hal ini tidaklah meng- terhadap penisilin, sedangkan bakteri gram negatip dianggap
herankan karena organisme hidup selalu beradaptasi dengan lebih resisten. Padahal kenyataannya kedua kelompok tersebut
lingkungannya. Oleh karena itu adaptasi mikroorganisme ter- peka terhadap penisilin. Perbedaannya konsentrasi pengham-
hadap antibiotik toksik juga talc terelakkan; sehingga resistensi batan minimum gram positip berkisar 1 unit/ml, sedangkan gram
mikroba terhadap zat penghambat pertumbuhan tersebar sema- negatip berkisar 1000 unit/ml. Konsentrasi penghambatan mi-
kin luas dan dapat menjadi ancaman keberhasilan memberantas nimum ini sangat penting karena pada pemberian antibiotik,
penyakit infeksi. Apalagi bila penggunaan antibiotik kurang ter- konsentrasi tersebut harus dapat tercapai di tempat target.
kontrol, resistensi akan semakin meningkat. Sifat resistensi atau kepekaan mikroorganisme terhadap anti-
Resistensi atau kepekaan sebenarnya bukanlah sifat yang biotik terdapat pada gen, maka dikenal resistensi kromosomal

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


dan resistensi ekstrakromosomal. Adapula resistensi non genetik spesies atau genus berbeda.
yaitu bakteri pada stadium istirahat, sehingga mereka tidak peka Transfonnasi mungkin juga merupakan mekanisme terjadi
terhadap antibiotik. Sifat genetik yang menentulcan suatu mikro- nya resistensi. Di samping itu fusi antara dua sel mungkin juga
organisme sejak awal tidak peka terhadap antibiotik, dikenal menjadi cara berkembangnya resistensi. Fusi mungkin dapat
sebagai resistensi inheren. Selain itu organisme yang semula terjadi antara dua spesies yang berbeda, bergabung membentuk
peka terhadap suatu antibiotik, pada suatu saat dapat berubah struktur tunggal dan sel baru mengandung DNA dari kedua sel
sifat genetiknya menjadi tidak peka atau memerlukan konsen- induk.
trasi lebih besar. Perubahan ini karena gen mezidapatkan elemen Dari cara-cara tersebut, transduksi dan konjugasi merupakan
genetik yang membawa sifat resistensi. Resistensi ini dikenal cara yang paling lazim sebagai penyebab penyebaran mikroba
sebagai resistensi acquired. PadaprinsipnyaKlatigamacam pola resisten; namun potensi gen resisten juga dipengaruhi oleh lokasi
kepekaan mikroorganisme terhadap antibiotik; yaitu mikroba gen dalam bakteri. Jika gen merupakan bagian dari plasmid,
belum pemah terjadi resistensi, mikroba berubah sifat dari peka maka pemindahan sifat resisten akan lebih mungkin terjadi
menjadi kurang peka dan mikroba resisten terhadap antibiotik. daripada apabila gen ada dalam kromosom.
Resistensi mikroba juga dapat terjadi secara silang yaitu resis-
tensi mikroorganisme terhadap antibiotik tertentu juga memper- MEKANISME RESISTENSI MIKROBA
lihatkan resistensi terhadap antibiotik lain. Resistensi silang Mekanisme terjadinya resistensi terhadap senyawa antimikroba
biasanya terjadi di antara antibiotik yang mempunyai struktur antara lain :
kimia hampir sama seperti derivat penisilin, tetapi juga dapat 1) Mikroba mensintesis ensim yang dapat mengubah zat aktif
terjadi pada antibiotik dengan struktur sangat berbeda. menjadi tidak aktif.
Berkembangnya resistensi mikroba terhadap antibiotik me- 2) Terjadinya perubahan pada tempt yang peka terhadap anti
liputi perubahan genetik, sehingga resistensi tersebut dapat di- mikroba.
turunkan dari generasi ke generasi. Ada banyak hal yang dapat 3) Hilangnya permeabilitas sel terhadap antimikroba.
menyebabkan resistensi; mutasi merupakan penyebab yang sering 4) Meningkatnya konsentrasi metabolit yang antagonis kompe-
dijumpai, selain itu resistensi juga dapat diperoleh melalui titif dengan penghambat.
transfer bahan genetik dari bakteri resisten seperti transduksi, 5) Mikroba membuat jalan metabolisme baru.
transformasi atau konjugasi. Contoh resistensi yang terjadi akibat mikroba mensintesis
Mutasi gen dapat terjadi secara spontan tanpa adanya anti- ensim yaitu resistensi mikroba terhadap penisilin. Organisme
biotik yang bersangkutan dan mikroorganisme tersebut dapat tersebut menghasilkan ensim penisilinase yang mampu meme-
berubah menjadi resisten. Mutasi selain dapat menimbulkan cah cincin beta-laktam penisilin menjadi penicilloic acid yang
resistensi, juga dapat menyebabkan perubahan virulensi dan pa- tidak aktif. Demikian pula sefalosporin juga didegradasi oleh
togenisitas mikroba tersebut; bisa berkurang atau meningkat. beta-laktamase. Banyak bakteri yang mampu memproduksi beta.
Transduksi terjadi dengan perantaraan bakteriophag. Intervensi laktamase, meliputi bakteri gram positip dan negatip. Ensim ini
bakteriophag menyebabkan DNA bakteri masuk ke bakteri lain; mempunyai peranan besardalam menyebabkan resistensi bakteri
jika bahan genetik tersebut membawa gen yang menimbulkan gram positip terhadap penisilin dan sefalosporin.
sifat resistensi, maka sel bakteri yang terinfeksi tersebut akan Fisiologi produksi beta-laktamase kebanyakan bakteri gram
menjadi resisten terhadap antibiotik tertentu. Transduksi banyak negatip berbeda dari bakteri gram positip. Bakteri gram negatip
dilaporkan sebagai cara pemindahan sifat resistensi antibiotik umumnya menghasi!kan beta-laktamase lebih sedikit dibanding
yang sering terjadi di antara strain Staphylococcus aureus, di gram positip dalam keadaan diinduksi, kecuali Enterobacter dan
mana phage dapat membawa plasmid (DNA ekstra kromosom) Proteus yang mempunyai beta laktamase inducible sehingga
pengkode penisilinase. dapat memproduksi ensim cukup banyak. Pada gram negatip
Konjugasi merupakan pemindahan gen resisten dari saw sel umumnya ensim ini terikat sel dan tidak dilepas ke lingkungan
ke sel lain dengan kontak langsung melalui sexpilus. Mekanisme sekitarnya. Pada organisme gram positip, beta laktamase merupa-
ini sangatpenting sebagai salah satu cara penyebaran gen resisten kan ensim inducible. Dengan adanya penisilin atau sefalosporin,
antibiotik, terutama bacilli gram negatip. Di antara mikroorgan- produksinya meningkat. Biasanya pada bakteri gram positip,
isme yang diketahui mampu memindahkangen resisten kebakteri ensim ini dilepas dari sel dan merusak antibiotik yang ada di
peka dengan cara ini antara lain E. coli, Salmonella, Shigella, sekitarnya.
Klebsiella, Serratia, Vibrio cholerae dan Pseudomonas. Berkem- Saat ini telah banyak dikembangkan derivat penisilin yang
bangnya resistensi mikroba dengan cara ini antara lain terjadi mempunyai rantai samping berbeda dan mampu menghambat
pada aminoglikosida, tetrasiklin, kloramphenikol dan penisilin. pertumbuhan bakteri penghasil beta laktamase yang resisten ter-
Penyebaran resistensi dengan konjugasi pada bakteri gram negatip hadap benzil penisilin, misalnya methicillin dan carbenicillin.
yang terdapat pada binatang dan manusia, merupakan ancaman Terhadap S. aureus yang tidak memproduksi beta laktamase,
untuk membasmi penyakit infeksi yang disebabkan oleh organ- methicillin kurang aktif dibanding benzil penisilin, tetapi aktif
isme gram negatip. Bakteri gram negatip dapat memindahkan terhadap penghasil beta laktamase. Oleh karena itu antibiotik ini
sifat resistensi, tidak hanya ke spesies yang sama tetapi juga ke berguna melawan infeksi yang disebabkan bakteri gram positip

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 47


resisten benzil penisilin. Carbenicillin sedikit aktif terhadap resistensi terhadap sikloserin meningkat.
bakteri gram positip, aktivitasnya meningkat terhadap gram Resistensi dapat terjadi dengan cara meningkatkan sintesis
negatip, terutama berguna melawan Pseudomonas. metabolis yang antagonis kompetitip terhadap antimikroba. Bila
Resistensi beberapa strain bakteri gram positip dan negatip senyawa antimikroba menghambat pertumbuhan dengan cara
terhadap kloramphenikol juga terjadi, karena asetilasi menjadi antagonis kompetitip terhadapmetabolit normal, makaresistensi
senyawa tidak aktif. Strain resisten ini memproduksi kloram- terhadap antimikroba ini mungkin karena meningkatnya pro-
phenikol asetiltransferase yang merupakan ensim inducible pada duksi metabolit tersebut. Secara kompetitip antimikroba di-
S. aureus. Resistensi beberapa bakteri gram negatip terhadap gantikan dari tempat ikatannya. Sebagai contoh mutan resisten
berbagai aminoglikosida juga karena inaktivasi secara ensimatis terhadap sulphonamid. Pada sel ini konsentrasi para amino-
yaitu fosforilasi, adenilasi dan asetilasi. Fosforilasi terjadi pada benzoic acid lebih tinggi daripada sel yang peka terhadap sul-
streptomisin oleh ensim streptomisin phospotransferase. Ensim phonamid. Dengan cara ini mikroorganisme resisten dapat
ini hanya bekerja pada streptomisin. Neomisin, kanamisin dan mempertahankan metabolismenya bagi kelangsungan hidupnya.
paromomisin mengalami phosporilasi dengan adanya ensim Di samping itu, dalam mempertahankan kelangsungan hidup-
neomisin-kanamisin phospotransferase. Adenilasi juga dapat nya, mikroba dapat membuat jalan metabolisme baru atau lain,
terjadi pada streptomisin, menjadi derivat adenil oleh ensim untuk menghindari penghambatan antimikroba terhadap jalan
streptomisin-spektinomisin adeniltransferase. Ensim gentamisin metabolisme yang normal, misalnya reaksi barn pada meta-
adeniltransferase dapat merubah gentamisin c, kanamisin dan bolisme nukleotida purin dan pirimidin. Reaksi ini terjadi karena
tobramisin menjadi derivat adenil. Asetilasi, misalnya ensim mikroorganisme tersebutmenghindari metabolisme normal yang
kanamisin asetiltransferase mengasetilasi kanamisin, juga neo- dihambat oleh antimikroba. Sebagai contoh mutan E. coli resis-
misin, gentamisin atau aminoglikosida lain. ten dapat membentuk jalan metabolisme baru dalam mensintesis
Perubahan pada tempat yang peka terhadap antimikroba, juga THFA (asam tetrahidrofolat) karena adanya sulfatiazol.
dapat menyebabkan resistensi mikroba. Contoh mekanisme ini
yaitu hilangnya kepekaan ribosom terhadap streptomisin. Disini
terjadi perubahan komponen ribosom subunit 30 s, sehingga PENUTUP
streptomisin tidak dapat berikatan dalam waktu lama dan akibat- Telah banyak diketahui banyak cara mikroorganisme mela-
nya antibiotik ini tidak dapat mempengaruhi biosintesis protein. wan efek toksik substansi penghambat pertumbuhan, dengan
Padahal kegiatan antibiotik ini mempengaruhi biosintesis pro- perubahan genetika dan biokimia. Selain perubahan tersebut,
tein pada sel yang peka. Contoh lain yaitu resistensi terhadap mekanisme resistensi terhadap antimikroba mungkin telah ber-
eritromisin yang terjadi karenaperubahan protein ribosom subunit kembang sebelum zat ini digunakan oleh manusia di bidang
50 s pada S. aureus. medis, veteriner atau pertanian. Jadi ada perbedaan antara resis-
Hilangnya permeabilitas sel terhadap antibiotik, diduga juga tensi bakteri yang diperoleh sesudah penggunaan antimikroba
merupakan salah saw cara terbentuknya mikroba resisten. Jika (acquired) dan mikroba yang secara alamiah sudah resisten se-
sel menjadi tidakpermeabel, makaantibiotik tidakdapatmenem- belum antimikroba tersebut digunakan (inherent). Sebagai con-
bus ke dalam set. Untuk itu perlu tipe antibiotik bar' yang dapat toh bakteri gram negatip Pseudomonas aeruginosa; ia secara
mempenetrasi sel dengan cara lain misalnya dengan difusi. alami relatip lebih resisten terhadap kebanyakan antibiotik.
Permeabilitas sel berubah karena beberapa hal antara lain sinte- Resistensi inheren bakteri ini mungkin berkaitan dengan imper-
sis barter permeabilitas dan perubahan mekanisme transport. meabilitaslapisan luarsel terhadapantimikroba, sehinggamampu
Bakteri gram negatip relatip lebih resisten dibandingkan gram mencegah tercapainya konsentrasi penghambatan di dalam sel.
positip terhadap antibiotik tertentu, mungkin disebabkan oleh Fleksibilitas. dan kemampuan populasi bakteri beradaptasi
barier permeabilitas yaitu adanya lapisan lipoprotein dan lipo- terhadap toksisitas antimikroba dapat menimbulkan masalah
polisakarida pada gram negatip. Sebagai contoh, mutan E. coil resistensi. Bila antimikroba barn digunakan melawan bakteri
telah meningkatkan resistensinya terhadap ampisilin dan berkait- penyebab infeksi yang tidak memperlihatkan resistensi inheren,
an dengan perubahan polisakarida. Beberapa pneumokoki re- maka setelah beberapa tahun penggunaan, bakteri tersebut
sisten terhadap streptomisin dan eritromisin mungkin juga ka- mungkin menjadi resisten atau memerlukan konsentrasi lebih
rena mengembangkan barier permeabilitasnya. Perubahan me- besar untuk membinasakannya. Namun resistensi acquired
kanisme transport antibiotik mungkin juga menyebabkan hitang- kadang-kadang tidak muncul; misalnya Streptococcus haemo-
nya permeabilitas sel terhadap antibiotik. Antibiotik memasuki lyticus masih peka terhadap benzil penisilin sesudah penggunaan
sel dengan mekanisme transport spesifik. Pada beberapa set 30 tahun. Resistensi munculnya kadang-kadang sangat lambat.
resisten, antimilroba gagal memasuki sel karena ada perubahan Memang munculnya organisme resisten dan laju penyebarannya
beberapa komponen yang menyebabkan hilangnya fungsi biasanya sukar diramal.
transport. Misalnya pada mutan E. coil yang resisten terhadap Resistensi mikrobapatogen terhadap antibiotik dapat menim-
D-sikloserin; path sel yang peka, akumulasi antibiotik ini terjadi bulkan banyak masalah dalam memberantas penyakit infeksi.
dengan sistem transport yang secara normal membawa D-alanin Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk melawan resis-
atau glisin. Pada mutan, fungsi transport ini berlcurang dan tensi antibiotik. Penggunaan antibiotik baru mungkin merupa-

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


kan salah satu alternatip. mikroba yang telah digunakan, sehingga masih perlu adanya
Untuk melawan resistensi antimikroba, Hans Zahner dan penemuan antimikroba baru.
WK. Maas mengajukan beberapa cara pengontrolan resistensi,
yaitu dengan mencegah munculnya bentuk resisten, mencegah
penyebaran bentuk resisten dan mengeliminasi bentuk resisten
yang sudah muncul.
KEPUSTAKAAN
Organisme resisten dapat muncul karena penggunaan anti-
mikroba yang terlalu lama. Dalam hal ini pencegahan resistensi
dapat dilakukan menggunakan kombinasi antimikroba lain de- 1. Davies J. Suppression of resistance. Dalam: The future of antibiotherapy and
antibiotic research. Sydney: Academic Press. 1981: 297-308. .
ngan harapan, jika frekuensi mutasi kira-kira 10'6 per bakteri, 2. Franklin TJ. Bacterial resistance to antibiotics. Dalam: Pharmaceutical
makadengan mutasi ganda,resistensi terhadapkeduaantimikroba Microbiology. Melbourne: Blackwell Scient Publ. 1977: 137-154.
10-12 per bakteri, sehingga kemungkinan jumlah bakteri resisten 3. Franklin TJ, Snow GA. Biochemistry of Antimicrobial Action 2nd.ed.
menjadi lebih kecil. London: Chapman & Hall. 1975: 175-206.
4. Gan VHS. Antimikroba. Dalam: Fannakologi dan Terapi 2nd.ed. Jakarta:
Tersebarnya mikroba resisten akan lebih cepat, bila peng- Bagian Farmakologi FKUL 1980: 443-61.
gunaan antimikroba berlebihan secara kurang tepat. Pada ling- 5. Garrod LP, Lambert HP, O'Grady F. -Antibiotic and Chemotherapy 5th.ed.
kungan di mana antimikroba banyak digunakan, populasi bakteri New York: Churchill Livingstone. 1981: 59-71.
resisten akan mempunyai kesempatan lebih besar menggantikan 6. Richmond MH, Petrocheilou V. The ecology of transferable antibiotic
resistance. Dalam: The Future of Antibiotherapy & Antibiotic Research.
populasi bakteri peka. Untuk mencegah bentuk resisten menye- Sydney: Academic Press. 1981: 59-71.
bar lebih cepat, maka perlu membatasi penggunaan antimikroba 7. Sande MA, Mandel GL. Antimicrobial agents. Dalam: The Pharmacological
seefisien mungkin. Basis of Therapeutics 5th.ed. New York: MacMillan Publ Calm 1980:
Eliminasi bentuk resisten dapat dilakukan dengan mengganti 1080-105.
8. Weinstein L. Antimicrobial agents. Dalam: The Pharmacological Basis of
antimikroba yang telah lama digunakan dengan antimikroba lain Therapeutics 5th.ed. New York: MacMillan Publishing Co.Inc. 1975: 1090-112.
yang lebih peka, sehingga bentuk resisten akan binasa. Resistensi 9. Zahner H, Maas WK. Biology of antibiotics. New York: Springer Verlag.
mungkin telah berkembang pada mikroorganisme terhadap anti- 1972:97-113.

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 49


Tinjauan Derajat Kesehatan Masyarakat
di Indonesia dalam masa PELITA I sampai
PELITA IV

Kusnindar, SKM
Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta

PENDAHULUAN Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang


mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya ke- kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai
mampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam
mewujudkan derajat keschatan yang optimal, sebagai salah satu Pembukaan UUD 1945.
unsur dari kesejahteraan umum. Pengertian sehat meliputi Untuk mengetahui kemajuan pencapaian tujuan, diperlukan
kesehatan jasmani, rohani serta sosial dan bukan hanya ke- tolok ukur. Salah satu tolok ukur untuk menilai kemajuan
adaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Tujuan program pembangunan kesehatan adalah faktor derajat ke-
tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai tingkat sehatan, yang diuraikan dalam berbagai variabel seperti: lama-
tujuan atau sasaran, baik jangka panjang, menengah maupun nya hidup, kematian, kesakitan dan lain-lain. Variabel dijabar-
jangka pendek. kan ke dalam indikator, misalnya: Angka Harapan Hidup,
Pengembangan bidang kesehatan disusun dan dilaksanakan Angka Kematian Kasar, Angka Kesakitan dan lain-lain.
sepenuhnya dalam kerangka azas-azas pembangunan nasional, Faktor-faktor lain yang dapat digunakan untuk mengukur
berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara. kemajuan pembangunan kesehatan adalah : upaya kesehatan,
Upaya kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan demografi, perilaku penduduk terhadap kesehatan, sumber daya
penderita, secara berangsur-angsur berkembang ke arah baik yang bersifat pengadaan maupun pemanfaatan, ke-
sepakatan kebijaksanaan, potensi organisasi kemasyarakatan
upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan peranserta
dan lingkungan1 .
masyarakat yang mencakup upaya peningkatan (promotif),
pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulih-
an (rehabilitatif) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan ber- TINJAUAN PUSTAKA
kesinambungan. Upaya kesehatan yang luas dan kompleks
Menurut WHO6 , untuk mencapai tujuan "Kesehatan untuk
tersebut perlu diselenggarakan dengan berdayaguna dan ber- semua menjelang tahun 2000", diperlukan indikator yang
hasilguna. berkaitan, yang akan bermanfaat untuk :
Upaya kesehatan tersebut dipangaruhi banyak sekali 1) Memungkinkan pemerintah memantau dan menilai daya-
faktor-faktor seperti lingkungan sosial budaya termasuk guna dan hasilguna dari strategi upaya kesehatan yang di-
ekonomi, lingkungan fisik dan biologik yang bersifat dinamis, laksanakan.
kompleks dan bersifat timbal balik; jumlah penduduk yang 2) Memantau pelaksanaan dan evaluasi hasil kegiatan pada
besar dengah aneka ragam tradisi dan adat istiadat di ribuan dua tingkatan, yakni: tingkatan kebijaksanaan dan tingkatan
pulau yang terpencar, tingkat pendidikan serta ekonomi yang manajerial dan teknik, yang keduanya saling berkaitan.
sebagian besar masih belum memadai, tingkat perkembangan Untuk itu diperlukan dua jenis indikator, satu untuk meng-
dan kemampuan berkembang daerah-daerah yang berbeda- ukur status kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup,
beda, iklim tropis yang memungkinkan tumbuhnya berbagai dan yang kedua untuk mengukur kelengkapan pelayanan
penyakit dan memudahkan penyebarannya, serta perkembang- kesehatan.
an yang terjadi di dunia internasional. Mengingat tantangan 3) Mengukur tidak saja kehidupan, tetapi juga kualitas hidup.
tersebut di atas perlu adanya suatu Sistem Kesehatan Nasional Contoh untuk ini adalah indikator-indikator untuk per-
yang mantap.

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


tumbuhan dan perkembangan, status gizi, angka kesakitan, ter- Angka Kecelakaan/Cedera :
utama pada anak-anak. Jumlah penderita kecelakaan /cedera per 1000 penduduk.
Indikator-indikator lain berhubungan dengan keadaan Angka Kesakitan (Period Prevalence Rate) :
sosial dan faktor-faktor yang langsung maupun tidak langsung Banyaknya kasus per 1000 penduduk dalam jangka waktu
berguna untuk pelayanan kesehatan; sebagai contoh: pen- tertentu (dalam data yang dikumpulkan ini 1 bulan).
didikan dan tingkat kebudayaan, status wanita terhadap Harapan Hidup Rata-rata :
rumah tangga dan keadaan lingkungan, faktor-faktor psiko- Rata-rata umur penduduk (dalam tahun).
sosial dan aspek kesehatan jiwa yang mempengaruhi derajat Harapan Hidup Waktu Lahir :
hidup. Berapa lama lagi rata-rata seseorang masih dapat mengharapkan
4) Menyusun program dan disain Sistem Kesehatan. Khusus- hidup, setelah is lahir.
nya apakah masalah-masalah yang diprioritaskan dilaksanakan Berat Badan Waktu Lahir kurang dari 2.500 Gram (Low birth
secara efektif. Dengan indikator tertentu dapat diukur per- weight/LBW) :
ubahan yang terjadi dalam proses mencapai tujuan. Bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2.500
Apapun indikator yang dipilih, maka indikator itu harus gram, ditimbang dalam waktu 1 jam setelah lahir.
berhubungan erat dengan nilai yang dapat diukur untuk Status Gizi Anak Balita :
dikumpulkan dan diolah. Pelaporan pada dasarnya merupakan Status gizi diukur dengan indikator berat badan, tinggi
suatu bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Pengambilan badan dan lingkar lengan atas berdasarkan standars .
sampel sering mencukupi dan menghindarkan beban kerja
yang berlebihan bila mengumpulkan data secara rutin, yang
sering tidak akurat dan memuat informasi yang tidak di- CARA PENGUMPULAN DATA
perlukan. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder, yakni dari
Dari uraian di atas jelas bahwa mutlak diperlukan suatu beberapa instansi sebagai sumber data yang dapat berupa:
indikator untuk menilai kemajuan pembangunan kesehatan Survai Rumah Tangga, sensus penduduk, laporan pelayanan
sebagai bagian dari unsur pengawasan. kesehatan, dan data surveillance epidemiologik (kepustakaan).
Yang dimaksud dengan indikator adalah indikasi dari suatu Data yang dikumpulkan adalah data tentang indikator
keadaan tertentu atau refleksi dari keadaan tersebut. Indikator derajat kesehatan, menurut kriteria WHO tersebut di atas.
didefinisikan sebagai "variabel yang membantu untuk meng- HASIL
ukur perubahan-perubahan". Indikator sering digunakan bila Proporsi penyakit penyebab kematian secara lengkap
perubahan tidak dapat diukur secara langsung. hanya didapatkan dalam Pelita III dan N, dari data Survai
Indikator-indikator hams memenuhi syarat secara ilmiah Kesehatan Rumah Tangga oleh Badan Penelitian dan Pe-
sebagai berikut : ngembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, 1980 dan
1) Valid : dapat benar-benar mengukur apa yang ingin diukur. 1986.
2) Obyektif : hasil pengukuran sama bila diukur oleh orang yang Demikian pula mengenai angka kesakitan penduduk me-
berbeda, dalam keadaan yang sama. nurut penyakit tertentu. (tabel 1,2,3,4).
3) Sensitif terhadap perubahan-perubahan keadaan.
4) Spesifik : hanya memberikan gambaran perubahan situasi
tertentu.
Indikator-indikator status kesehatan meliputi : Berat
badan waktu lahir, Berat dan tinggi badan, Lingkaran lengan, PEMBAHASAN
Kematian bayi, Kematian anak-anak, Kematian balita, Ke- Salah satu kegunaan indikator derajat kesehatan ada-
matian menurut umur di bawah 5 tahun, Harapan hidup, lah untuk memantau dan menilai hasil upaya kesehatan.
Kematian Ibu Hamil, Kematian Kasar, Kelahiran, Kematian Dari kumpulan indikator derajat kesehatan dalam masing-
karena penyakit tertentu, Kesakitan (Incidence & Prevalence). masing tahap pembangunan, kita dapat menilai seberapa jauh
derajat kesehatan masyarakat telah meningkat. Dengan indi-
PENGERTIAN BERBAGAI INDIKATOR DERAJAT KE- kator ini pula kita dapat membandingkan status kesehatan
SEHATAN negara yang satu dengan negara lain di dunia ini.
Tingkat Kematian Bayi : Dari tabel 1 s/d tabel 4 dapat diketahui bahwa derajat
Jumlah kematian bayi (0 — 12 bulan) per 1000 kelahiran kesehatan.masyarakat di Indonsia, Pelita demi Pelita selalu
hidup. membaik. Dari Pelita I s/d IV persentase berat badan bayi
Tingkat Kematian Anak Balita : lahir kurang dari 2.500 gram, menurun dari 20% — 12%, ke-
Jumlah kematian anak balita (1 — 4 tahun) perl000anak kurangan kalori & protein pada balita turun dari 33% — 22%,
balita. harapan hidup waktu lahir rata-rata meningkat dari 46,5
Tingkat Kematian Ibu Bersalin/Hamil : tahun menjadi 59 tahun, angka kematian bayi turun dari
Jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan dan masa 137% — 70%, angka kematian balita turun dari 20% (Pelita
nifas per 1000 kelahiran hidup. III) menjadi 12% pada Pelita IV.
Tingkat Kematian Kasar : Namun demikian, derajat kesehatan masyarakat pada
Jumlah kematian per 1000 penduduk. akhir Pelita N, masih jauh dari tujuan pembangunan ke-
Tingkat Kelahiran Kasar : sehatan, yakni derajat kesehatan yang optimal. Sebagai pem-
Jumlah kelahiran hidup pen 000 penduduk. banding, derajat kesehatan di negara yang telah maju pada

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 51


Tabel 1. Indikator status gizi masyarakat dari PELITA 1 sampai IV. Tabel 3. Proporsi (%) penyakit penyebab kematian di Indonesia dad PELITA I - IV.

Tahun 1969/1970 1974/1975 1979/1980 1984/1985


Tahun 1969/1970 1974/1975 1979/1980 1984/1985
No. Penyebab komatian s.d. s.d. s.d. s.d.
No. lndikator Status Gizi s.d. s.d. s.d. a.d.
1973/1974 1978/1979 1983/984 1988/1989
1973/1974 1978/1979 1983/1984 1988/1989
1. Riding saluran per- - - 17.8 16.8
1. Berat Badan Waktu Lahir 20 ' 13.1 12,51
napasan bawah
kurang dari2500 gr(%). (1970)3 (1980) s (1988)
2. Kekurangan Rabin dan 33 30 22 2. D i a r e - - 18.8 14.8
-
Protein (KKP) pads (1978)18 (1983)3 (1988)3 3. Kardiovaskular - - 9.9 9.7
Balita (%). 4. Tuberkulosa - - 8.4 8.6
3. Penderita xeophtabnia - 0,62 1.6 1.2 5. Tetanus - - 6.5 6.7
pada Balita (%). (1979)19 (1980)3 (1988)3 6. Penyakit susunan syaraf - - 5.0 6.0
4. Anemi gizi pads ibu bam& - 70 70 f1,7 7. - 4.2 3.3
Kelainan hati -
(berat. sedang dan ringan) (1979) ' (1986)3
(1983) 8. Tipus perut - - 3.3 3.1
(%).
9. Neoplasma - - 3.4 4.3
5. Status gizi kurang dan - 40 - 9.9
buruk pada Balita (%). m (1986)s 10. Ceders & kecelakaan - - 3.5 4.7
(1979)
11. - - - 2.2 5.1
Bronchitis asma eni uema
Keterangan: - tidak didapatken data 12. Kompbltasikehamtlan - - 0.8 1.7
13. Kelainan dan gangguan - - 3.1 5.1
Tabel 2. Indikator deratjat keaehatan menurut harapan hidup, kematian, kelahiran, cacat perinatal
dan kesakitan dari PELITA I sampai IV. 14. Difteri - - 0.7 0.4
15. Pertusis - - - 0.4
Tahun 1969/1970 1974/1975 1979/1980 1984/1985
16. Campak - - 0.3 6.7
No. indikator derajat kesehatan s.d. s.d. a.d. s.d.
1973/1974 1978/1979 1983/1984 1988/1989 17. Malaria - - 0.6 6.7
18. Lain-lain - - 8.8 17.2
Lamanya Hidup
1. Umur harapan hidup 45 th 49 th 545 th 59 th (1980)4 (1986)s
waktu Mir (Pria). (1971)19 (1981)3
JUMLAH 100.0 100.0
2. Umur harapan hidup 48 th 51 th 57.2 th 60 th
waktu lahir (Wanita) (1971)19 (1981)3
3. Umur harapan hidup rata- Keterangan:
36.5 th 52 HI 56 th 59 th - = tidak ads data.
Rata (1971) (1978)3 (1983)3 (1982)3
Kematian
4. Tingkat kematian bayi (%) 137 103.0 90.3 70.0 Tabel 4. Pola penyakit menurut kelompow diagnoaa di Indonesia dari PEUTA 1 - IV.
(1971)m (1978)3 (1983)3 (1988)3
Tahun 1969/1970 1974/1975 1979/1980 1984/1985
5. Tingkat kematian balita (%) - 20.9 17.8 14.0
No. Diagnosa penyakit s.d. s.d. s.d. sA.
(1978)3 (1983)3 (1988)3 1973/1974 1978/1979 1983/1984 1988/1989
6. Tingkat kematian anak - - 2.4 1.6
5-14 th (%) (1980)4 (1986)s 1.Infeksi pernapasan akut - - 26.1 25,6
7. Tingkat kematian ibu - - 3.9 45 2. Bronchitis, Anna & Penya- - - 8.0 7.6
llama (%) (1980)3 (1986)s kit saluzan nafas lain
8. Tingkat kematian kasar (%) 18.7 16.5 11.7 10.1 3. Penyakit gigi, mulut, salur- - - 8.0 8.3
an pencernaan
(1961-71)19 (1978)3 (1983)3 (1988)3
Kelahiran 4. Penyakit kulit, bawah - - 7.9 9.1
9. Angka kelahiran kasar (%) 30 36;0 33.6 31.02 Kulit
(1071)9 29 (1983)3 ' 5. Penyakitdiare 16.0* 35* 6.8 5.9
(1979) (1988) (1972)20 (1979)20
10. Angka kecelakaan/cedera - - 1.8 1.6
6.Penyakit susunan syaraf - - 6.8 6.8
Kesakitan (1980)4 (1986)s
11. Angka kesakitan (%) 4.9 5.0 11.5 8.3 7. [nfeksi lain - - 6.7 7.8
m z (1980)4 (1986)s 8. Gangguan - - 5.5 4.8
(1972) (1979)
12. Angka kesakitan bayi(%) - - 15.7 16.6 9. Tuberkulosa - 3.0 5.3 5.1
13. Angka kesakitan balita (%) 19.4 18.2 (3)
- -
10. Penyakit jantung & pem- - - 5.2 6.3
14. Angka kesakitan anak - - 7.2 5.7
buluh darah
5 - 1 4 t h ( %) (1980)s (1986)5 11. Avitaminosis, gizi - - 2.7 1.1
Kurang, anemia
12. Penyakit ginjal, kemih, - - 1.8 1.4
tahun 198117 a.l. sebagai berikut: Berat Badan Lahir Rendah = Kelamin
13.Kecelakaan & cedera - - 1.8 1.6
4%. Harapan Hidup Waktu Lahir = 72 tahun; Tingkat Ke- 7.0 (JL) 4-6 (LJ)
matian Bayi = 19 % dan Angka Kematian Balita 1 %15 . Bahkan 14. Malaria 4.0 (J) 2.0 (J) 1.6 7.3
Harapan Hidup Waktu Lahir rata-rata dalam tahun 1981 di (1973)20 (1979)3
15. Campak,Dipteri. Pertusis 1.3 1.2
Malaysia 63 tahun, Thailand 61 tahun, Sri Langka 65 tahun18. - -
16. Lain-lain 4.5 2.7
Angka Kematian Bayi dalam tahun 198018 di Malaysia = - -
(1980)4 (1986)s
31 %, di Thailand = 55 % dan di Srilangka = 37 %. Dalam hal
JUMLAH 100.0 100.0
ini Indonesia masih ketinggalan dari negara-negara tersebut.
Dalam Pelita III dan N lima besar penyakit penyebab ke- Keterangan :
matian adalah sama yakni radang saluran pernapasan bawah, * = case fatality rate
J =jawa dan Bali
diare, kardiovaskular, tuberkulosa dan tetanus. Dari ke lima LJ= Luar Jawa dan Bali
penyakit tersebut empat penyakit adalah penyakit infeksi

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


yang masih dapat diupayakan pencegahannya. Diperkirakan 2. Rancangan Pokok Program Pembangunan Kesehatan, (1983/
80% dari kematian bayi 18sebenarnya dapat dicegah dengan 1984 – 1988/1989), Departemen Kesehatan R.I., 1985.
upaya yang lebih efektif . 3. Rencana Pembangunan Lima Tahun keempat Bidang Kesehatan
1984/1985 – 1988/1989, Departemen Kesehatan R.I., 1984.
Dari selisih angka kelahiran kasar dan angka kematian 4. L Ratna Budiarso, J Putrali, Muchtaruddin. Survai Kesehatan
kasar, maka didapatkan angka pertambahan penduduk dari Rumah Tangga 1980, Departemen Kesehatan R.I., Badan Litbang
Pelita I ke Pelita N berturut-turut diperkirakan: 12,7 %; Kesehatan, Jakarta 1980.
22,5 % ; 21,9 % ; 21,1 %. 5. L Ratna Budiarso dkk. Survai Kesehatan Rumah Tangga 1986,
Badan Litbang Kesehatan – Puslit Ekologi Kesehatan, Jakarta, 1986.
KESIMPULAN DAN SARAN 6. Development of Indicators for Monitoring Progress Towards
Derajat kesehatan sebagai dampak/hasil dari pembangunan Health for All by the Year 2000, WHO Geneva, 1981.
'
kesehatan yang dilaksanakan secara bertahap menurut Pelita, 7.
8.
Statistik Indonesia 1977/1978, Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Statistik Indonesia 1978/1979, Biro Pusat Statistik, Jakarta.
dari Pelita I sampai dengan Pelita IV, telah menunjukkan 9. Statistik Indonesia 1974/1975, Biro Pusat Statistik, Jakarta.
peningkatan diukur dengan. indikator status gizi, harapan 10. Statistik Indonesia 1976, Biro Pusat Statistik, Jakarta.
hidup rata-rata, angka kematian, angka kelahiran kasar dan 11. Rencana Pembangunan Lima Tahun ketiga 1979/1980 – 1983/
angka kesakitan. 1984, Republik Indonesia.
Selama sistem pelaporan belum dapat menjamin tersedia- 12. Pelaksanaan Program Pembangunan Bidang Kesehatan – Tahun
Pertama s/d Tahun Keempat Pelita II (1974/1975 – 1977/1978),
nya data mengenai indikator kesehatan yang diperlukan Departemen Kesehatan R.I., 1978.
untuk menilai hasil pembangunan kesehatan secara nasional, 13. Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi
diperlukan suatu survai khusus untuk melengkapi data yang dan Manajemen, Gunung Agung, Jakarta, 1985.
ada. Survai seyogyanya dilakukan pada akhir Pelita agar dapat 14. Statistik Indonesia 1985, Biro Pusat Statistik, Jakarta.
15. Seven General Programme of Work Covering the Period 1984–
dipergunakan untuk evaluasi hasil Pelita bidang kesehatan 1989, WHO, Geneva 1982.
yang bersangkutan, tahap demi tahap. 16. Alma–Ata 1978, Primary Health Care, WHO, Geneva 1978.
Wajar, bila upaya yang lebih efektif diarahkan khusus- 17. Global Stategy for Health for All by the year 2000, WHO, Geneva,
nya pada pemberantasan dan pencegahan terhadap lima 1981.
besar penyakit penyebab kematian dalam rangka menurun- 18. Rencana Pokok Program Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan (1983/84 – 1998/99), Departemen Kesehatan R.I.,
kan angka kematian bayi, balita, dan ibu hamil. 1985.
19. Peta Masalah Kesehatan per Propinsi di Indonesia, Departemen
KEPUSTAKAAN
Kesehatan R.I., Badan Litbang Kesehatan, Oktober 1985.
1. Sistem Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan R.I., 1982. 20. Rencana Pembangunan Lima tahun Ketiga, Republik Indonesia.

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 53


Tatacara Penanganan
Infertilitas Pria
K.M. Arsyad
Laboratorium Biologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang

ABSTRAK

Penyebab infertilitas suatu pasangan usia subur dapat terletak pada pihak pria,
wanita atau bersama-sama. Analisis semen sampai saat ini merupakan primadona dalam
penanganan infertilitas pada pria. Berdasarkan hal itu maka tatacara penanganan infertili-
tas pria dapat didekati berdasarkan basil analisis semen saja dan etiologi kausatif.
Meskipun demilcian penanganan pasangan infertil tidak dapat berdiri sendiri tetapi
tetap hams merupakan satu kesatuan.

PENDAHULUAN cara : 1. Hanya berdasarkan analisis semen rutin


Infertilitas berbeda dengan Sterilitas; sterilitas adalah suatu 2. Berdasarkan etiologi kausatif.
keadaan di man satu pasangan suami istri mutlak tidak mampu A. Terapi berdasarkan basil analisis rutin(4,5,6)
mendapatkan keturunan sedangkan infertilitas adalah keadaan di 1) Kelainan volume semen
mana satu pasangan berkurang kemampuannya mendapatkan a) Hipospermia
keturunan setelah jangka waktu lebih dari 12 bulan perkawinan Volume semen disebut hiposperma jika kurang dari 1,5 ml.
tanpa penggunaan cara-cara KB, sedangkan kemampuan untuk Penyebab : + Stres
konsepsi belum diketahui secara keseluruhan°>. + Retrograde ejaculation
Faktorpenyebab infertilitas dapatberasal dari suami, istri atau + Frekuensi sanggama.
bersama-sama, faktor pria diperkirakan meliputi sekitar 30%. Untuk stres maka pen gobatan diarahlcan untuk meng hilangkan
Pada penelitian 246 pasangan infertil di Palembang didapatkan stres ; retrograde ejaculation dapat diberi terapi obat atau terapi
faktor pria 48,4%0). Sebagian besar disebabkan oleh menurun- khusus berupa pencucian sperma dari urine. Untuk endokrino-
nya potensi fungsi spermatozoa untuk membuahi ovum. Hal ini pati dapat diberikan testosteron, sedangkan bila kohl's terlalu
dapat tercermin dari basil analisis semen, sehingga analisis sering, dapat dikurangi frekuensinya.
semen sampai saat ini masih merupakan primadona penanganan Jika tidak jelas penyebabnya dapat dilakukan AIH.
infertilitaspria, meskipun basilanalisis semen sebenarnyabelum b) Hiperspermia — jika volume semen lebih dari 6 ml.
dapat menerangkan penyebab spermiogram yang abnormal, Penyebab dapat berupa :
sehingga terapi medis yang baik tidak dapat hanya didasarkan + Abstinensia seksualis yang terlalu lama
pada suatu basil analisis semen rutin0>. + Hipersekresi vesika seminalis.
Hiperspermia dengan spermiogram normal tidak memerlu-
TATA CARA TERAPI kan pengobatan spesifik, cukup dengan menganjurkan pening-
Terapi infertilitas pada pria dapat didasarkan atas 2 tata katan frekuensi sanggama; tetapi jika disertai dengan spermio-
* Dibacakan pada Simposium Konsep Mutakhir Penanganan Intertilitas Palembang, 15
Desember 1990

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


gram abnormal dapat dilakukan terapi dengan split ejaculate atau 2) Etiologi infertilitas pria yang masih dapat diobati :
withdrawal coitus atau dengan treated sperm invitro. a. Varikokel
b. Infeksi kelenjar asesoris
2) Kelainan jumlah spermatozoa c. Immunlogi
a) Polizoospermia d. Gangguan hubungan seksual
Pada polizoospermia, jumlah spermatozoa lebih dari 250 juta/ e. Endokrinopati
ml. a) Varikokel(7)
Terapi dapat dengan anjuran meningkatkan frekuensi koitus Varikokel merupakan salah satu faktor penyebab infertilitas
atau AIHdengan treated spermatozoa dengan jalan pengenceran, pria; varikokel jarang dikeluhkan dan biasanya ditemukan secara
swim up, sperm washing atau filtrasi. kebetulan tanpa keluhan yang jelas. Pada evaluasi kasus infertili-
.b) Oligozoospermia tas, 82% varikokel kiri, 2% varikokel kanan dan 16% bilateral.
Sampai saat ini masih disepakati bahwa jumlah spermatozoa Meskipun belum dapat dipastikan sebagai penyebab infertilitas
kurang dari 20 juta/ml disebut oligozoospermia dan jika kurang pada pria, tetapi bila pada infentilitas pria ditemukan adanya
dari 5 juta/ml disebut olgozoospermia berat. varikokel biasanya akan ditemukan juga basil analisis semen
Terapi medikamentosa yaitu : yang abnormal.
1. Klomifen sitrat dengan dosis 1 x 50 mg selama 90 hari atau Terapi vasoligasi vena spermatika interna kiri merupakan
1 x 50 mg 3 x 25 hari dengan interval antara terapi 5 hari. salah satu pengobatan yang dapat memperbaiki kualitas dan
2. Tamoxifen, dapat diberikan dengan dosis 2 x 1 tablet selama kuantitas spermatozoa, atau dengan cara embolisasi.
60 hari. b) Infeksi kelenjar asesoris
3. Kombinasi HMG dan hCG; HMG (Pergonal®) diberikan Infeksi kelenjar asesoris yang dapat mempengaruhi kualitas
dengan dosis 150 IU 3 x/minggu dan hCG (Profasi®) dengan semen adalah infeksi prostat, vesika seminalis dan epididimis.
dosis 2000 IU 2 x/minggu selama 12-16 minggu. Kelainan dapat berupa gangguan proses pencairan semen,
4. Kombinasi FSH (Metrodin®) dan hCG; dosisFSH 75IU 3 x/ volume yang terlalu sedikit atau banyak dan morfologi dan
minggu dan dosis hCG 2000 IU 2 x/minggu selama 12-16 motilitas yang abnormal.
minggu. Terapi berupa pemberian antibiotika, dalam hal ini yang dapat
Selain medikamentosa, terapi dapat dilakukan dengan AIH diberikan adalah golongan amoksisilin, doksisiklin dan erithro-
(IBS) dengan atau tanpa treated sperm. misin yang dapat ditambah dengan roborantia berupa vitamin E,
3) Abnormalitas kualitas spermatozoa vitamin C dan vitamin B kompleks.
Kualitas spermatozoa abnormal jika motilitas baik dan cukup c) Immunologis(8)
tetapi morfologi normal kurang dari 50%. Infeksi kronis alat urogenital dapat menimbulkan tes immu-
nologis positif pada pemeriksaan semen; yaitu :
Terapi gangguan kualitas ini dapat berupa medikamentosa 1) Adanya aglutinasi spontan spermatozoa pada pemeriksaan
yaitu : analisis semen rutin.
1. ATP 2) MAR test
2. Androgen dosis rendah 3) SCMC test
3. Phosph6lipid esensial Terapi dapat berupa pemberian kortikosteroid, yang jika tidak
4. Antibiotika memuaskan dapat dilakukan AIH/IBS dengan treated sperma-
5. Vitamin E + Vit B tozoa; misalnya dengan filtrasi glass wool, separasi dengan
6. Pentoksifilin percoll, sephadex atau selofan, atau washing/swim up.
Atau dilakukan AIH (IBS) dengan atau tanpa sperm treated d) Gangguan hubungan seksuaE(9)
yang dapat berupa : Dapat berupa :
− sperm washing − Frekuensi tidak teratur
− sperm swim up − Impotensia
Jika masih belum memberikan basil yang diharapkan dapat − Eyakulasi dini
dilanjutkan dengan terapi hormonal berupa kombinasi FSH − Eyakulasi retardata
dengan dosis 75 IU 3 x/minggu ditambah hCG 2000 IU 2 x/ − Eyakulasi retrograd
minggu selama 12-16 minggu. Pengobatan ini dapat diteruskan
− Epispadia/hipospadia
sampai 4 tahun.
e) Endokrinopati(3,10)
B. Terapi berdasarkan etiologi kausatif
Ketidakseimbangan pengaturan hormonal pada sistem repro-
1) Etiologi infertilitas pria yang talc dapat diobati :
duksi pria akan menyebabkan terjadinya gangguan proses
a. Klinefelter syndrome
spermatogenesis dan/atau spermaogenesis. Pengobatan hormo-
b. Cryptorchidism bilateral
nal yang tepat dapat mengembalikan proses spermatogenesis/
c. Atrofi testis
spermiogenesis yang normal.
d. Sertoli cell only syndrome
Untuk itu selain pemeriksaan fisis andrologis diperlukan
e. Agenesis vas deferens
pemeriksaan kadar hormon (FSH, LH, prolaktin dan testosteron)

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 55


dalam darah. Untuk itu dalam upaya mengetahui peran spermatozoa pads
1) Jika ditemukan kadar FSH dan LH yang tinggi dengan kadar proses fertilitas telah dikembangkan berbagai tes in vitro yang
testosteron darah yang subnormal, biasanya pengobatan hormo- dapat menunjukkan fungsi spermatozoa; di antaranya, HOS test,
nal tidak diperlukan karena keadaan ini menunjukkan adanya Zone free Hamster Sperm Penetration test(11).
gagal testis primer, misalnya Klinefeltersyndrome; terapi hormon
hanya berupa substitusi androgen untuk masalah potensi seksnya.
2) Jika kadar FSH tinggi, tapi kadar LH dan testosteron darah
masih dalam batas normal, keadaan ini biasanya menunjukkan KEPUSTAKAAN
adanya kekurang-pekaan sel-sel germinativum (isolated germi-
1. Progress No. 15, 1990.
nal cell failure); jumlah spermatozoa dapat berkisar dari azoo- 2. Arsyad KM. Diagnosis infertilitas 246 pasangan ingin anak, PIT PANDI
spermia-oligozoospermia. VII, Palembang 20-21 Oktober 1989.
Terapi hormonal tidak ada artinya, hanya dapat dicoba AIH/ 3. Arif Adimoelja F.X. Terapi infertilitas dan motivasi KB Pria, PIT PANDI
IBS atau IVF. V]II, Padang, 3-4 Nopanber 1990.
4. Lavy, F.S.P Boyers. Split Ejaculate. In : Decision making in infertility.
3) Jika kadar FSH, LH dan Testosteron ketiga-tiganya rendah Poolan D, Boyers L (eds.) Singapore : Monlygraphic PubL Pte, 1988; 140.
disertai volume testis yang abnormal dan konsistensi yang agak 5. Lee, R.L Male Infertility Evaluation in : Decision making in Infertility.
kurang padat, keadaan seperti ini disebut sebagai hipogonadisme Poolan D, Boyers L. (eds.) Singapore : Monlygraphic Publ Pte, 1988; 158.
atau gagal testis sekunder. 6. WHO-Laboratory Manual for the examination of human semen and semen
cervical mucus interaction, Cambridge : Cambridge University Press,
Jika tidak ada hiperprolaktinemia, terapi gonadotropin (HCB 1987.
dan HMG) atau testosteron dapat memberikan harapan baik. 7. Paulsen CA. Varicocele, Does this anatomical defect adversely effect
testicular function. Seminar on Andrology in Health Services Airlangga
PENUTUP University September 9, 1989.
8. Friberg J. Immunological Infertility in Men. Clinical and therapeutic
Tatacara penanganan infertilitas pria dapat didekati dengan Consideration, dalam : Treatment of male infertility, J. Bain, W.B. Schill,
2 cara : Pertama hanya berdasarkan hasil analisis semen rutin; L Schuartztein, eds. Berlin : Springer Verlag,1982; 153-168.
kedua'berdasarkan etiologi kausatif. Meskipun demikian pena- 9. Pangkahila, W. Penanganan kemandulan prig, Medika 1985; 6 (11) :
776-780.
nganan pasangan infertil tetap harus merupakan suatu kesatuan 10. Nieschlag E. Androgen Therapy in Hypogononadism and Infertility. Dalam:
oleh karena bukti status fertilitas pria secara in vivo adalah Treatment of Male Infertility eds. J. Bain, WB. Sdr ll Swartz Stein, Berlin:
dengan keberhasilan istri menjadi hamil, walaupun status ferti- Springer Verlag, 1982; 103-115.
litas in vitro pria secara analisis rutin berada di bawah batas 11. WIIO Manual Advance Sperm Function Workshop, University of
Hongkong, December 1988.
normal; ini oleh karena adanya perbaikan ovulasi di pihak isteri. 12. Isidori A. The Gonadotropins inAndrology Serono 1989; 1.

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


HUMOR

ILMU KEDOKTERAN

AIDS CABUT GIGI MURAH


Seorang pria masuk ke kamar praktek dokter gigi danm enany akanberapa biaya cabut
Ketika Didi diperiksa oleh dokter, gigi geraham.
Didi selalu bertanya macam-macam. "Dua puluh ribu rupiah" jawab dokter.
Didi : Dok, kenapa orang-orang itu "Apakah biayanya bisa dikurangi?" tanya pasien.
kok takut dengan AIDS ? "Bisa. Sepuluh ribu rupiah, tapi tidak pakai suntikan anestesi" jawabnya.
Dokter : Karena AIDS penyakit yang "Kalau begitu saya pilih yang tarifnya sepuluh ribu saja" kata pasien setelah berpikir
belum ada obatnya. Tak bisa sejenak.
disembuhkan. "Baik, silahkan duduk di kursi itu" kata dokter lagi.
Didi : Salah Dok, karena pak dokter "Eee ........sebentar dok, saya panggil dulu isteri saya yang sedang menunggu di luar.
juga takut ketularan ! Yang sakit gigi dia dok" kata pasien sambil memanggil isterinya masuk.
R Setiabudy
Harry Jakarta
Yogyakarta
BEGINILAH CARA MENGGERTAK MUSUH
APA BEDANYA Seorang dokter pribumi sedang memeriksa seorang pasien. Ketika itu perang
Dua orang teman yang mempunyai kemerdekaan sedang meletus. Tiba-tiba datang tentara musuh hendak membunuh
profesi berlainan menanyakan : dokter itu.
I : "Apa bedanya, aku sebagai pe- "Ekstrimis, saat ini juga Anda akan saya bunuh!" katanya sambil mengarahkan moncong
nyanyi dan anda sebagai seorang senapan ke arah sang dokter.
dokter gigi ?" "Anda boleh membunuh,saya", jawab dokter tenang, selanjutnya, "Tetapi. saya harap
II : ??????????? Anda tidak berlaku bodoh. Anda tahu kehebatan penyakit cacar? Daya tularnya luar
I : "Kalau aku memperoleh honor dari biasa.Dalam sekejap seluruh penghuni kota dapat dijangkitinya, termasuk penghuni
mulutku sendiri, sedang anda .. . dari markas Anda dan Anda sendiri. Tragisnya di kota ini cuma ada satu dokter yaitu saya.
mulut orang lain .... I" Perhitungkanlah baik-baik atau Anda mau mati oleh cacar?"
Tentara musuh itu melihat sejenak ke arah pasien yang menggigil ketakutan.
Juvelin Akhirnya ia pergi sambil menggerutu.
Jakarta "
Saya terkena cacar, Dok?" tanya pasien.
"Tenanglah, cuma penyakit kulit biasa, Tapi hanya untuk menghalau mereka" jawab
dokter penuh kemenangan.
Yon
Bandung

Blessed is he who expects nothing, for he


shall never be
disappointed.

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 57


ABSTRAK
PENGOBATAN NON KONVEN- dan diteliti kembali, dan menjalani pe- karsinogenik zat tersebut.
SIONAL meriksaan serum radioallergosorbent Para peneliti di AS mempelajari se-
Pengobatan kanker nonkonven sional terhadap fenoksimetilpenisilin dan ben- bab-sebab kematian dari 18254 pekerja
terjadi di mana-mana, termasuk di zilpenisilih. di AS yang telah terpapar gas tersebut
Amerika Serikat. Untuk menilai efek- Ternyata hanya 4 pasien yang dapat selama rata-rata 4,9 tahun, dengan rata-
tivitasnya, sekelompok peneliti mem- dikonfirmasi, sedangkan 128 lainnya rata paparan sebesar 4.3 ppm di kalangan
bandingkan 78 pasien berbagai macam tidak menunjukkan gejala apapun se- operator alat sterilisasi dan 2.0 ppm
kanker yang diobati di University of telah diberi penisilin oral. di kalangan pekerja lainnya.
Pennsylvania secara medik dengan 78 B M J 1991; 362 : 1051-2
Ternyata tidak ditemukan pening-
pasien yang diobati secara nonkonven- katan kematian yang disebabkan oleh
Brw
sional – antara lain berupa vaksinasi kanker, bila dibandingkan dengan popu-
BCG, diet vegetarian dan enema kopi. lasi umum; terdapat kecenderungan
Semua pasien tersebut telah terbukti PENYEKAT KALSIUM UNTUK meningkatnya kematian akibat kanker
menderita kanker ganas yang telah ENSEFALOPATI POSTISKEMIK hematopoetik seiring dengan bertam-
meluas denganramalan survival kurang Abnormalitas homeostasis kalsium bah lamanya paparan.
dari satu tahun. intrasel merupakan salah satu faktor yang
Setelah diamati selama 3,5 tahun, berperan dalam ensefalopati pos- N. Engl. J. Med 1991; 324 : 1402-7

ternyata tidak terdapat perbedaan ber- tiskemik; untuk itu telah dicoba suatu Hk

makna dalam hal length of survival; obat penyekat kalsium yang baru –
bahkan kualitas hidup lebih baik di ka- lidoflazine – path 520 pasca henti jan-
tungyang tetapkoma, secarabuta-ganda. ZIDOVUDIN UNTUK AIDS
langan pasien yang diobati secara me- Penelitian atas pasien AIDS di Mary-
dik. Para pasien menerima 1 mg/kgbb
lidoflazine sebagai dosis awal, disusul land, AS, menunjukkan bahwa terdapat
N. Engl. J. Med 1991; 324 : 1180-5 dengan 0,25 mg/kgbb setelah 8 dan 16 peningkatan survival dikalangan pasien
HK jam; atau plasebo dengan cara pem- yang didiagnosis antara tahun
berian yang sama. 1987–1989 sebanyak 140 hari bila di-
PREDISPOSISI ASMA bandingkan dengan para pasien yang
Penelitian atas 63 bayi normal de- Ternyata di antara kedua kelompok
tersebut, tidak ada perbedaan bermakna didiagnosis antara 1983–1985 (450 vs.
ngan usia rata-rata 4,5 minggu, menun- 310 hari).
jukkan bahwa peningkatan reaktivitas dalam hal angkakematian setelah 6bulan
(82% pada kelompok terapi, 83% pada Faktor yang memperbaiki prognosis
jalan nafas terhadap histamin meningkat ialah usia kurang dari 45 tahun, berkulit
pada bayi yang keluarganya mempu- kelompokplasebo),dalam jumlahpasien
yang hidup dengan pemulihan fungsi putih, pria dan di antara orang-orang
nyai riwayat asma dan pada bayi yang yang tertular melalui hubungan homo-
orangtuanya merokok. serebral (15,5% vs. 13%) dan yang hidup
dengan defisit neurologik berat (1.2% seksual; faktor lain yang dianggap pa-
Hasil tersebut menunjukkan bahwa ling kuat ialah penggunaan zidovudin;
peningkatanreaktivitas jalan nafas dapat vs. 1.9%).
Percobaan ini menunjukkan bahwa pengguna zidovudin mempunyai me-
ditemukan sejak usia dini, dan faktor dian survival selama 770 hari, di-
yang mempengaruhinya ialah riwayat pemberian lidoflazine tampaknya tidak
bermanfaat. bandingkan dengan hanya 190 hari di
keluarga dan orangtua perokok. kalangan pasien yang tidak mendapat
N. Engl. J. M e d 1991; 324 : 1168-73 N. Engl. J. Med 1991; 324 :1225-31 obat tersebut.
HK Hk
N. Engl. J. Med 1991; 324 : 1412-6
Hk
EFEK KARSINOGENIK ETILEN
ALERGI PEMSILIN ? OKSID
Alergi terhadap penisilin sering Etilen oksid adalah gas yang
dikemukakan oleh para pasien; untuk digunakan untuk sterilisasi alat-alat
menilai kebenarannya, 175 pasien de- medik, tetapi penelitian di Swedia telah
ngap riwayat alergi penisilin diperiksa menunjukkankemungkinan adanya sifat

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992


ABSTRAK
MEFLOQUIN, ANTIMALARIA merokok juga menurunkan 50% gastric telur yang telah dibuahi. Obat i.ni telah
BARU emptying. time. dicobakan path 1600 wanita dengan
US FDA baru-baru ini telah me- Merokok ternyata memperlambat dosis 30 mg. seminggu sekali dengan
nyetujui pemakaian suatu anti malaria kecepatan pengosongan lambung, dan hasil memuaskan; penggunaan dua kali
baru untuk pengobatan dan pencegahan oleh karenanya memperlambat absorbsi seminggu memberikan basil yang lebih
malaria. alkohol. baik.
Mefloquin efektif terhadap falciparum BMJ 1991; 302: 313-6 Efek samping yang ditemukan
yang sudah resisten terhadap kinina dan Brw hanyalah siklus menstruasi yang me-
antimalaria lainnya. Dalam berbagai uji manjang (8%). Efek antifertilitasnya
klinik mefloquin sangat efektif reversibel segera setelah penghentian
membunuh parasit malaria. Mefloquin pengobatan; bayi yang dilahirkan dari
VAKSINASI HEPATITIS B
juga efektif untuk pencegahan malaria wanita yang pernah menggunakan obat
Percobaan vaksinasi hepatitis B ter-
dan direkomendasikan untukparapelan- hadap bayi telah dilakukan di Afrika ini seluruhnya normal, dan percobaan
cong yang memasuki daerah malaria, binatang tidak menunjukkan efek te-
Selatan; vaksinasi tersebut dilakukan
terutama di mana P. falciparum resisten ratogenik, mutagenik ataupun karsino-
berdasarkan dua cara: cara pertama -
terhadap antimalaria lainnya. pada saat lahir, usia 3 bulan dan usia 6 genik.
Scrip 1991; 1600:20
FDA Consumer, 4 September 1989 bulan; cara kedua - disatukan dengan
VSR program imunisasi pada usia 3 bulan, Brw
41/2 bulan dan 6 bulan untuk anak-anak
yang tidak mendapat vaksinasi di saat EFEK SAMPING OBAT
lahir. Buletin Efek Samping Obat Austra-
OBAT TRADISIONAL UNTUK AIDS Liputan vaksinasi menurun dari 99% lia telah mempublikasikan 17 kasus yang
Dr Elimweken Mshiu dari Tanzania pada dosis pertama, menjadi 53% pada berkaitan dengan penggunaan trime-
menyatakan bahwa pemerintahnya dosis ke dua dan 39% pada dosis ke tiga; toprim - 2 reaksi anafilaktik, 3 edema
telah mengizinkan pengobatan tradisio- dan hanya 6,6% yang mendapatkan wajah dan 12 reaksi kulit. Selain itu juga
nal di negaranya mengobati AIDS; vaksinasi sesuai dengan jadwal. Mesh- dilaporkan bahwa beberapa obat ber-
antara lain dengan minuman impemba - pun demikian serokonversi tidak ber- kaitan dengan kelainan pendengaran -
sejenis tanah liat yang diambil dari dasar beda bermakna, walaupun jadwal vaksi- eritromisin (41 kasus), gentamisin (32
sungai. Meskipun diketahui dapat nasinya tidak teratur; hanya 3,5% pasien kasus), aspirin (26 kasus) dan sisplatin
menghentikan diare, obat ini sebenar- yang gagal membentuk antibodi terhadap (17 kasus); kasus-kasus tersebut dikum-
nya belum terbukti bermanfaat untuk HBsAg. pulkan selama 18 tahun.
AIDS. Para pengobat tradisional ter- Para peneliti menganjurkan peng- Tuli terutama dikaitkan dengan
sebut diperingatkan agat tidak memberi gabungan vaksinasi hepatitis B dengan eritromisin, gentamisin, furosemid dan
suntikan atau menggunakan pisau. program vaksinasi DPT yang telah ber- metronidazol; sedangkan tinitus di-
Scrip 1990; /490 : 34 jalan. kaitkan dengan penggunaan aspirin,
Brw BMJ 1991; 302: 313-6 kina, indometasin, sulindac, metoprolol,
Brw naproksen dan prokain penisilin.
Selain itu juga dilaporkan tiga kasus
kematian mendadak pada dewasa muda
MEROKOK DAN ALKOHOL yang menggunakan obat anti aritmi, 9
Delapan orang berusia 19-43 tahun KONTRASEPSI BARU kasus miastenia gravis yang berhubung-
yang biasa merokok 20-35 batang siga- India telah memasarkan centchro- an dengan penggunaan penisilamin dan
ret sehari diukur kecepatan pengosong- man - suatu kontrasepsi oral bare non 22 kasus pseudolimfoma yang berhu-
an lambung dan penyerapan alkoholnya. steroid, non hormonal yang cukup di- bungan dengan pemakaian karbama-
Ternyata merokok berhubungan de- minum seminggu sekali. zepin; setelah sebelumnya pernah juga
ngan penurunan kadar puncak alkohol Obat tersebut merupakan derivat dilaporkan kasus serupa setelah
dalam darah, AUC path 30 menit dan benzopiran yang mempunyai efek estro- pemakaian fenitoin.
jumlah makanan yang dikosongkan genik lemandanefek antiestrogenik kuat, Scrip 1991; 1601:25
dari lambung dalam 30 menit. Lagipula sehingga menghambat implantasi sel Brw

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 59


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
1. Airraksa (HG) dapat merusak organ-organ berikut, kecuali : 7. Asbestosis dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut,
a) Gigi. kecuali :
b) Ginjal. a) Batuk kering.
c) Hati. b) Sesak napas.
d) Susunan saraf. c) Fibrosis paru.
e) Semua dapat. d) Batuk darah.
2. Timah hitam (Pb) terutama merusak jaringan : e) Clubbing jari-jari.
a) Saraf. 8. Kanker paru kerja dapat disebabkan oleh zat berikut ini,
b) Paru. kecuali :
c) Kulit. a) Uranimum.
d) Ginjal. b) Nikel.
e) Lambung. c) Khromium.
3. Retardasi mental terutama disebabkan oleh logam berat: d) Kalsium.
a) Cu. e) Arsenikum.
b) Pb. 9. Asma kerja dapat diderita oleh pekerja di bidang berikut ini,
c) Hg. kecuali :
d) Cd. a) Perkebunan.
e) Cr. b) Percetakan.
4. Kadar maksimum Pb dalam air yang masih diperbolehkan c) Farmasi.
menurut SK Menteri KLH no. 2/1988: d) Kimia.
a) 0,001 ppm. e) Semua dapat.
b) 0,05 ppm. 10. Sindrom gedung sakit diduga disebabkan oleh pencemaran
c) 0,01 ppm. akibat zat berikut ini, kecuali :
d) 0,5 ppm. a) Protozoa.
e) 0,1 ppm. b) Jamur.
5. Kadar maksimum Hg dalam air yang masih diperbolehkan c) Asap rokok.
menurut SK Menteri KLH no. 2/1988 : d) Formaldehid.
a) 0,001 ppm. e) Semua dapat.
b) 0,05 ppm.
c) 0,01 ppm.
d) 0,5 ppm.
e) 0,1 ppm.
6. Silikosis patut dicurigai pada keluhan pernapasan di ka-
langan berikut ini, kecuali :
a) Pekerja tambang.
b) Pekerja pabrik semen.
c) Pekerja keramik.
d) Pekerja tekstil.
e) Pekerja industri gelas.

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992

You might also like