You are on page 1of 112

PERANGKAT-PERANGKAT KHUSUS YANG DIPERGUNAKAN JAMAAH DALAM MENTARBIYAH ANGGOTA-ANGGOTANYA

Dalam mentarbiyah para anggotanya, Jamaah mempergunakan beragam perangkat. Inilah yang akan kita uraikan di sini satu demi satu berdasarkan dokumen-dokumen Jamaah, sejarah perjalanannya, buku-buku dan risalah yang ditulis oleh mi,}rsyid pertama dan pemimpin-pemimpin yang lain, serta para anggota Jamaah ini, bahkan yang ditulis oleh orang luar dari kalangan penulis Timur maupun Barat. Perangkat yang dipergunakan Jamaah untuk mentarbiyah para anggo_ tanya sangat beragam (dari yang umum hingga yang khusus) dan secara bertahap (dari keterikatan secara umum, lalu keterikatan persaudaraan, selanjutnya keterikatan dalam aktivitas, hingga keterikatan dalam jihad). Keberagaman bentuk dan tahapan ini tidak lain sebagai upaya nyata akan perangkat-perangkat ideal dalam tarbiyah. Sesuai dengan data yang diambil dari sejarah Jamaah, perangkatperangkat.itu meliputi: A. Usrah, B. Katibah, C. Rihlah, D. Mukhayam atau Mu'asykar, E. Daurah, F Nadwah, dan G. Muktamar. Masing-masing perangkat ini memiliki tujuan, etika, dan syarat rukunnya yang akan kami jelaskan dalam pembahasan berikutnya, insya Allah. Sebelum berbicara secara rinci tentang berbagai perangkat, baik yang umum maupun yang khusus, kita harus berbicara terlebih dahulu mengenai tahapan-tahapan keterikatan dalam Jamaah. Karena dalam tahapan inilah terdapat isyarat kuat bahwa proses tarbiyah dalam berbagai lini Jamaah ini tidak bersifat sporadis dan tidak bertujuan untuk mendapatkan anggota secara kuantitatif belaka, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh umumnya partai politik. Tahapan-tahapan dalam keterikatan ini telah kami singgung di muka ketika kita berbicara tentang pembentukan secara operasional dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin. Tarbiyah dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin telah mendapatkan bentuknya yang komprehensif karena semenjak kelahirannya mereka senantiasa mencurahkan perhatian terhadap berbagai dimensi fundamental dalam proses tarbiyah ini, yaitu: - Manhaj yang shahih,

Perangkat yang komprenhensif, serta pimpinan yang tegas dan terpercaya.

Adapun tentang manhaj yang shahih, Jamaah telah mendapatkannya dari Kitabullah, Sunah, sirah Rasul-Nya, serta hukum-hukum Islam yang bersih dari segala bentuk bid'ah dan manipulasi. Semua ini menjadi pijakan Ikhwan dalam mentarbiyah para anggotanya. Sedangkan mengenai perangkat yang komprehensif, ia ada tujuh program yang baru saja kita singgung dan akan kita jelaskan secara detail dalam pembahasan berikutnya. Yang terakhir adalah pimpinan yang tegas dan terpercaya. Ia dimulai dari jajaran para pemimpin (naqib) usrah hingga jenjang ketua umum (mursyid 'am) Jamaah. Selanjutnya kita akan membicarakannya satu persatu. USRAH Usrah menurut pemahaman Jamaah Ikhwanul Muslimin merupakan batu-bata pertama dalam struktur bangunan Jamaah. Ia juga merupakan landasan bagi pembentukan kepribadian anggota dan perangkat paling tepat untuk mentarbiyah mereka secara integral, menyentuh seluruh sendi kepribadian, untuk selanjutnya memformat mereka dengan format Islam sesuai dengan Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya. Oleh karena itu, dalam sejarah Jamaah usrah memiliki peran yang sangat penting sehingga dikategorikan sebagai salah satu pilar utama, bahkan pilar terpenting sebagai tempat bertumpu bagi bangunan Jamaah. Meskipun sebagian pemikir dan ahli fiqih Jamaah -karena melihat Ikhwanul Muslimin sudah mendunia- berpendapat bahwa usrah merupakan sarana yang sudah seharusnya ditinggalkan oleh Jamaah dan mencari alternatif lain sebagai penggantinya, atau sebagian yang lain menganggap bahwa Jamaah tidak lagi memerlukan tarbiyah yang mengikuti sistem usrah, saya ingin mengatakan bahwa para tokoh terkemuka dalarn bidang pernikiran Jamaah yang lebih dalarn pemahamannya, lebih komprehensif persepsinya terhadap tuntutantuntutan Jamaah, sekaligus sebagai praktisi yang lebih paham terhadap medan, berpendapat bahwa penerapan sistem usrah tetap sangat urgen dan tidak bisa dilepaskan sama sekali. Sebagai bukti atas kebenaran pemahaman dan pemikiran yang diajukan, mereka melontarkan beberapa argumentasi sebagai berikut: Pertama, tarbiyah melalui sistem usrah merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak tergantikan, karena dalarn sistem usrah inilah

didapatkan kearifan, kejelian, dan langsung di bawah asuhan seorang syaikh atau murabbi yang ia adalah naqib (pemimpin) usrah itu sendiri. Sedang program-programnya bersumber dari Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya yang diatur dengan jadwal yang sudah dikaji sebelumnya. Kedua, tarbiyah dengan sistem usrah sarna sekali tidak bertentangan dengan universalitas dakwah, karena universalitas dakwah ini bersumber dari universalitas Islam, sistem, dan perundangundangannya. Universalitas ini sama sekali bukan rekayasa Jamaah, sehingga kita tidak bisa rengatakan bahwa universalitas dakwah ini telah tercapai, karenanva usrah sudah saatnya ditinggalkan. Jadi, adakah kontradiksi antara universalitas dengan pembinaan individu dengan seorang guru dan menggunakan usrah sebagai perangkatnya? Tentu saja tidak. Ketiga, tarbiyah melalui usrah merupakan 'ttrjuan yang terkandung dalarn perangkat. Demikian itu karena penyiapan individu secara islami, pematangan mentalitas, pemikiran, aqidah, dan perilaku merupakan kegiatan yang memerlukan kontinyuitas, sekaligus menjadi tujuan abadi. Kendatipun usrah termasuk perangkat, namun karena kuatnya keterkaitan dengan tujuan, mengharuskan sistem usrah memiliki kontinyuitas. Keempat, sepanjang perjalanan tarbiyah, hanya sistem usrahlah yang bisa memantapkan proses penyiapan individu islami dan secara integral, Oleh karenanya ia harus tetap berlanjut rneski daulah Islam telah berdiri tegak secara sempurna. Hal itu karena tarbiyah melalui usrahlah yang akan menyuplai sumber daya rnanusia bagi kebutuhan pemerintah dengan proses yang baik. Padahal pernerintah manapun akan selalu membutuhkan tersedianya Sumber Daya Manusia yang baik ini. Kelima, Taruhlah pemerintah Islarn telah tegak dan dapat menguasai sistem pangajaran dan media informasi. Namun ingatlah bahwa keduanya tidak akan mampu mentarbiyah anggota. Tarbiyah yang integral, yang nrenanamkan dalarn jiwa sifat keutamaan, kesungguhan, dan kepekaan terhadap tanggung jawab memang berhubungan erat dengan proses pengajaran dan media informasi. Akan tetapi hanya usrah beserta sistemnyalah yang dapat mentarbiyah anggota dengan tarbiyah islamiyah sesuai dengan harapan. Tentang usrah, kita akan membahas beberapa hal sebagai berikut: 1. Sejarah usrah dalam Jamaah. 2. Tujuan usrah; yang umum maupun khusus. 3. Rukun-rukun usrah. 4. Syarat-syarat usrah

5. 6. 7. 8. 9.

Etika dan kewajiban usrah. Program-program usrah. Perangkat-perangkat risrah. Manajemen usrah. Pemimpin (naqib) usrah.

Sebelum itu, terlebih dahulu kita harus membatasi pengertian usrah dan mengenal sejauhmana nilai syariatnya dalarn Islam, Semua itu kami himpun dari risalah-risalah Ikhwan dan studi tentang mereka, baik yang ditulis oleh para pemimpin dan personil anggota Jamaah ini maupun oleh musuh-musuh Ikhwan, bahkan oleh orangorang non muslim. inilah yang kami maksudkan dengan 'studi analisis historis', sebagaimana yang terpampang dalarn sampul depan buku ini. Pernbahasan usrah diawali dengan pembahasan hal-hal sebagai berikut a. Definisi usrah. b. Batasan usrah dalam Jamaah. c. Nilai syariatnva dalam Islam. a. Definisi Usrah Secara bahasa, kata "usrah" memiliki beberapa makna, antara lain: Baju perisai yang melindungi. 1. Istri dan keluarga seseorang. 2. Jamaah yang diikat oleh kepentingan yang sama. (Majma' AlLughoh Arabiyah, 17) 3. Mereka adalah famili dan usrah-Ku. Engkau dapat katakan, "Engkau tidak memiliki usrah yang melipurmu tatkala ditimpa kesulitan." (Asasul Balaghah, Az-Zamakhsyari, 6) 4. Usrah seseorang berarti kelompoknya, karena ia menjadi kuat bersamanya. (Mujam Maqayisil Lughah, Ibnu Farisi, 107) Dalam sosiologi dikatakan sebagai berikut: "Usrah seseorang terdiri dari kerabat dan istri. Ikatan usrah menyebabkan lahirnya hak dan kewajiban, baik yang bersifat materi maupun selain materi". Menurut bangsa Romawi, usrah berarti kumpulan keluarga. Beberapa bangsa lain menyebutnya sebagai kerabat, yang para anggotanya bernasabkan kepada seorang kakek yang sama. Karena itulah mereka selalu mengikutkan nama sang kakek di belakang namanya dan selalu mengkultuskannya. Menjalin ikatan nikah di antara satu kerabat tidak

disukai di kalangan orang-orang Romawi. (Al-Mausu'ah Al-'Arabiyah AlMuyassarah, 147) Dari definisi di atas, baik secara bahasa maupun secara sosiologis kita bisa menyatakan bahwa dalam sejarah pendiriannya, Jamaah sejak dini telah berinisiatif untuk menjadikan perkumpulan ini bertumpu pada sebuah wadah, yaitu usrah, yang di dalamnya terkandung semua makna yang telah disebutkan dalam berbagai definisi di atas. Ia dapat dikatakan sebagai perisai perlindungan yang kokoh bagi setiap anggotanya. Dalam konteks keanggotaan, ia seperti keluarga dan kerabatnya. Lebih-lebih jika kita ketahui bahwa Jamaah telah menjadikan ta'aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami) dan takaful (saling menanggung) sebagai rukun-rukun usrah ini. Usrah juga merupakan kumpulan orang' orang yang terikat oleh kepentingan yang sama, yakni: bekerja, mentarbiyah, dan mempersiapkan kekuatan untuk Islam. Usrah menjadikan setiap anggota menjadi lebih kuat karena bersama-sama dengan anggota yang lain. Selain itu usrah juga membebankan beberapa kewajiban finansial karena setiap usrah memiliki kas yang diisi dengan iuran para anggotanya dan dibelanjakan untuk kepentingan usrah, jamaah, dan Islam. Begitulah pemahaman Jamaah terhadap usrah. Lebih luas lagi nanti akan kita bicarakan pada halaman-halaman berikut, dengan mengutip penuturan mursyid pertama dan kedua, serta sebagian besar dari para pemimpin Jamaah. b. Batasan Usrah dalam Jamaah Tentang usrah Imam Hasan Al-Banna menuturkan, "Islam sangat menganjurkan agar para pemeluknya membentuk kumpulan-kumpulan keluarga dengan tujuan mengarahkan mereka untuk mencapai tingkat keteladanan, mengokohkan persatuan, dan mengangkat konsep persaudaraan di antara mereka dari tataran kata-kata dan teori menuju kerja dan operasional yang konkret. Oleh karenanya bersungguh-sungguhlah engkau wahai saudaraku untuk menjadi batu bata yang baik dalarn bangunan Islam ini." (Majmu'atur Rasail, Hasan Al-Banna, 286) Mursyid kedua (Hasan Al-Hudhaibi, almarhum) mengatakan, "Sistem usrah tidak lain merupakan realisasi hakekat Islam di kalangan Ikhwan. Jika mereka telah merealisasikan hal itu pada diri mereka sendiri, maka bisa dibenarkan apabila mereka menantikan datangnya pertolongan yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yangberiman. Tiada seorangpun mengetahui kapan dan bagaimana bentuk pertolongan itu, kecuali hanya Allah yang ilmu dan kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu.

"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (Al-Hajj: 40-41) (Risalah Nidhamil Usar, diterbitkan oleh Jamaah pada tahun 1372 H.) Untuk memberikan pembatasan yang lebih jelas lagi tentang sistem usrah ini, Iman Hasan Al-Banna rahimahullah menuturkan: "Wahai saudaraku, sistem ini sangat bermanfaat bagi kita dan berguna bagi dakwah. Dengan daya dan kekuatan dari Allah swt. sistem ini akan mampu menghimpun kalangan anggota Ikhwan yang tulus, memudahkan hubungan antar mereka, mengarahkan mereka kepada teladan dalam dakwah, memperkokoh ikatan persatuan mereka, dan mengangkat persaudaraan mereka dari tataran kata-kata dan teori ke tingkat operasional. Sebagaimana terjadi pada sebagian usrah yang beberapa anggotanya tertimpa musibah, dalam waktu singkat mereka justru dapat mengumpulkan dana, dari semula tidak memiliki apa-apa. Oleh karena itu bersungguh-sungguhlah kalian wahai saudaraku untuk turut menyukseskan sistem ini di lingkungan kalian. Semoga Allah senaniiasa memberikan perlindungan-Nya kepada kalian." Setelah memberikan pembatasan kewajiban-kewajiban dalam sistem usrah ini, beliau menuturkan, "Jika kalian mampu menunaikan kewajiban-kewajiban ini, baik yang bersifat individual, sosial, maupun finansial, maka pilar-pilar sistem ini pasti akan eksis. Akan tetapi apabila kalian menyia-nyiakannya, maka ia pun melemah dan akhirnya hancur. Pada kehancurannya ini ada kerugian besar bagi dakwah ini, padahal pada saat ini ia menjadi harapan Islam dan kaum muslimin." (Ibid.) Berangkat dari penjelasan tentang usrah sebagaimana pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa rambu-rambu usrah sesuai dengan pernahaman Jamaah secara detail sebagai berikut: 1. Sistem usrah adalah sistem Islam yang mengarahkan para anggotanya ke arah nilai-nilai teladan tertinggi. 2. Mengukuhkan ikatan persatuan antar personal, terutama apabila kita ingat bahwa rukun-rukun sistem ini adalah saling mengenal, saling memahami, dan saling menanggung beban. 3. Mengangkat jalinan persaudaraan antar personal dari tataran teori ke tingkat operasional. 4. Ia merupakan sarana untuk memudahkan interaksi dengan para personal yang merelakan diri terjun ke medan dakwah dalam satu ikatan amal.

5. Ia merupakan sarana untuk menghimpun dana bagi Ikhwan yang mencerminkan kekuatan ekonomi yang sedang tumbuh. 6. Keterikatan dengan sistem ini merupakan kewajiban bagi semua anggota Jamaah ini. 7. Sistem ini merupakan tulang punggung Jamaah, baik secara individu" sosial, maupun finansial. Jamaah merupakan harapan Islam dan kaum muslimin. c. Nilai Syar'i Usrah Usrah dengan maknanya yang syar'i -yang akan kita bicarakan nantibukanlah rekayasa Jamaah, tetapi merupakan perpanjangan dari upaya serupa yang pernah diwujudkan pada masa pertama dakwah Islam di rumah Argam bin Abil Arqam di kota Makkah. Sedangkan usrah dalam pengertian organisatoris dan gerak, sepenuhnya hampir beriringan dengan Jamaah, sebagaimana yang akan kita ketahui dengan jelas ketika kita membicarakan tentang perincian-perincian khusus yang terkait dengannya. Orisinalitas nilai syar'i bagi usrah dapat kita kenali melalui rukunrukun dan etikanya. Padanya kita dapati prinsip-prinsip dasar syar'i yang mendukung sistem usrah dan memberikan legitimasinya bahkan menyerukan dan menganjurkannya. Berikut ini kita akan membahas sebagian darinya: Pertama, berkaitan dengan target-target usrah. Tujuan usrah yang pertama adalah membentuk kepribadian islami secara integral pada diri setiap individu muslim, mentarbiyah, dan mengem-bangkannya sesuai dengan etika-etika dan nilai-nilai Islam. Aspek-aspek kepribadian yang terpenting adalah: aqidah, ibadah, moral, dan wawasan pengetahuan. Semua aspek ini sangat dianjurkan oleh Islam agar kita merealisasikan, senantiasa memelihara, dan menumbuhkembangkannya. Agama Islam telah menyeru kita kepada iman, Islam, ihsan, adil, amar ma'ruf nahi munkar, serta jihad fi sabilillah demi tegaknya kalimat Allah agar senantiasa menjadi yang tertinggi. Untuk itu kami akan paparkan beberapa teks dalil sebagai berikut: Iman Yakni pembenaran dalam hati, pengakuan dalam lisan, dan pembuktian dengan amal perbuatan. Allah swt. berfirman, "Barangsiapa menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan lurus." (AI-Bagarah: 108)

"Sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu." (An-Nisa': 170) "Berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada cahaya (AIQur'an) yang telah Kami turunkan. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Ingatlah) hari (yang waktu itu) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan (untuk dihisab), itulah hari ditampakkan, nya kesalahan-kesalahan. Barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal shalih, maka Allah akan menghapus kesalahankesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya Itulah keberuntungan yang besar." (At-Ta~4habun: 8-9) Masih banyak lagi ayat dan hadits yang menyerukan agar kita beriman dan beramal shalih. Kita dapat mengatakan bahwa semua upaya yang menyeru kepada keimanan dan amal shalih, serta semua sistem yang bisa mengantarkan dan mendorong ke arah itu, semuanya memiliki landasan syariat dalam Islam yaitu teks-teks dalil yang telah disebutkan di atas. Islam Yakni ketundukan kepada Allah dan pengakuan dengan lisan. Allah tidak akan menerima agama selain Islam dari para hamba-Nya. "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Ali Imran: 85) Banyak sekali ayat yang menyeru kepada Islam, di antaranya adalah firman-Nya: "Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (AshShaf: 7) "Katakanlah, 'Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan yang Mahaesa, maka hendaklah kamu berserah diri kepada-Nya.'" (AI-Anbiya': 108) "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Al-Maidah: 3) Ihsan

Yakni engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, hendaknya engkau menyadari bahwa Dia melihatmu. Ihsan juga berarti pencermatan dan pembagusan yang telah Allah tetapkan atas segala sesuatu. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan)." (An-Nahl: 90) "(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah sedang ia berbuat kebajikan (ihsan), maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati." (AI-Bagarah: 112) "Barangsiapa menyerahkan diri kepada Allah sedang dia adalah orang yang berbuat kebajikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan." (Luqman: 22) "Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebajikan." (AlAnkabut: 69) "Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat dengan orang-orang yang berbuat kebajikan." (AI-A'raf: 56) Keadilan Ia berarti persamaan dan penempatan segala sesuatu secara proporsional. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (AI-Ma'idah: 8) "Apabila kamu berkata, hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu." (AI-An'am: 152) "Dan katakanlah, `Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu."' (AsySyura: 15) Amar ma'ruf nahi munkar

la berarti aktivitas memerintahkan kebaikan kepada setiap orang dan melarang kemungkaran dari setiap orang. Allah berfirman, "Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung." (Ali Imran: 104) "Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah yang munkar, menegakkan shalat, menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (At-Taubah: 71) Jihad fi sabilillah Jihad adalah pengerahan seluruh upaya dan daya untuk memerangi musuh. Jihad ada tiga macam: - Jihad memerangi musuh yang terlihat. - Jihad memerangi syetan. - Jihad memerangi nafsu. Ketiga macam jihad ini termasuk dalam hakekat jihad yang Allah tuntut atas kita. Allah berfirman, "Berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (At-Taubah: 41) "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah yang mendekatkan diri kepada-Nya. Berjihadlah pada jalan-Nya supaya kamu mendapat keberuntungan." (Al Maidah: 35) "Orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami benarbenar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. SesungguhnyaAllah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (AIAnkabut: 69) "Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihadlah di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya." (Ash-Shaf: 10-11) Demikianlah landasan syariat bagi usrah sebagai sistem dalam Jamaah.

Sedangkan nash-nash syariat dari hadits-hadits Nabi saw. sangatlah banyak. Karena keterbatasan ruang, kami tidak bisa mengungkapkannya di sini, di samping tujuan kami memang sekedar memperoleh hujjah, bukan pemaparannya secara lengkap. Selanjutnya kita akan membicarakan hal-hal mengenai usrah dengan mengulas kesembilan poin yang pernah kami janjikan sebelumnya. 1, Sejarah Usrah dalam Jamaah Sejarah sistem usrah dalam Jamaah berkaitan erat dengan situasi politik yang melingkupinya. Kami akan memberikan gambaran secara ringkas sebagai berikut: - Pada -kira-kira- awal bulan Oktober 1941 M., Imam Hasan A1Banna mengadakan berbagai pertemuan di kota Damanhur. Di sana beliau sangat keras menyerang kebijakan Inggris di Mesir. Akibatnya, Perdana Menteri Husain Suri mengeluarkan instruksi untuk menahannya. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 13 Oktober 1941 M. Beliau mendekam dalam penjara Az-Zaitun selama satu bulan. Bersama beliau ada dua orang ustadz yang juga ikut ditahan, yaitu Ahmad Sukri dan Abdul Hakim Abidin. Ketika turun surat keputusan tentang pembebasannya, beliau menolak untuk keluar sampai kedua temannya juga ikut dibebaskan. Andaikan saja kedua rekannya ini tidak membujuk terus agar keluar dari penjara demi kemaslahatan umum Jamaah, niscaya beliau tidak mau keluar. Mulailah pemerintah mempersempit ruang gerak Jamaah, membreidel media massa-media massanya, serta melarang munculnya nama "Ikhwanul Muslimin" di surat-surat kabar atau buku-buku apapun, sebagai respon atas tuntutan penjajah Inggris. Saat itu (masa Perang Dunia Kedua) pasukan Jerman telah didesak oleh pasukan-pasukan sekutu di gurun Sahara bagian barat, sampai hampir saja memasuki delta Mesir. Sebagai akibatnya adalah jatuhnya kabinet Husain Suri yang kemudian digantikan oleh kabinet An-Nahas. Kemudian diadakanlah pemilihan umum yang baru. Ustadz Hasan Al-Banna mencoba mencalonkan diri untuk wilayah Isma'iliyah, karena Ikhwan sangat dominan di wilayah itu. Pada saat berlangsungnya 'perang pemilihari ini, An-Nahas memanggil Syaikh Mursyid (Hasan Al-Banna). Ia berbicara secara terus-terang bahwa Inggris meminta kepadanya agar menghalangi Hasan A1Banna duduk di kursi dewan perwakilan, sembari menampakkan keheranannya terhadap Inggris yang melarang salah seorang rakyat Mesir menduduki

dewan perwakilan. Ustadz Hasan Al-Banna bermusyawarah dengan Dewan Pimpinan ' Jamaah, kemudian mendatangi An-Nahas dan berkata kepadanya bahwa Inggris menginginkan terjadinya konflik antara Ikhwan dengan partai Al-Wafd (partai pemerintah). Kepada An-Nahas beliau mengatakan, "Sebaiknya potensi rakyat Mesir dihimpun untuk membebaskan tanah airnya, karena musuh kita bukanlah orang Mesir sendiri." Beliau menunjukkan bukti ketulusan niatnya dengan mengundurkan diri dari pencalonan dirinya. An-Nahas menyambut positif sikap ini dan menganggapnya sebagai budi baik untuknya. Ia pun langsung memberi izin terbitnya kembali majalah AI-Ikhzvan Al-Muslimin dan memperkenankan Jamaah mengadakan berbagai konferensi secara terbuka dan kegiatan safari dakwah. Semua kegiatan inilah yang dahulu dilarang oleh kabinet Husain Suri. Tibalah saatnya Inggris berhadapan langsung dengan Ikhwan. Mereka memulai dengan melakukan pendekatan kepada Jamaah, bahkan berusaha membelinya dengan sejumlah uang. Inggris meminta kepada delegasinya agar menemui ustadz Hasan Al-Banna di suatu tempat; selain di kantorkedutaan Inggris dan kantor Ikhwan. Dalam pertemuan itu delegasi Inggris meminta kepada ustadz Hasan Al-Banna agar mengenalkan tujuan-tujuan Ikhwan. Lalu Ustadz menjelaskan kepadanya tentang tujuan-tujuan Jamaah, sistemnya, sikapnya kepada pihak asing, hubungan Islam dengan agama-agama langit lainnya, dan sebagainya. Delegasi itu berkata kepada Ustadz, "Dahulu, persepsi mereka (pemerintah Inggris) tentang Ikhwan sangat buruk, tetapi setelah pertemuan langsung dengan Ustadz, pasti akan membaik." Mereka ingin membeli Jamaah ini dengan uang. Delegasi itu mengatakan kepada Ustadz, "Sebagai ungkapan penghormatan kami kepada Ikhwan, dan setelah kami memahami tujuan-tujuan mereka, kami ingin memberikan bantuan keuangan kepada Jamaah agar dapat digunakan untuk merealisasikan tujuan-tujuan demokratisnya." Dari delegasi Inggris ini, Ustadz memahami bahwa pemerintah Inggris telah memanfaatkan para pemimpin Mesir. Delegasi itu juga membeberkan bukti-bukti bahwa Inggris telah memberikan bantuan kepada rekanrekan mereka untuk membiayai proyek-proyek politik dan menjelaskan bahwa hal seperti itu merupakan sesuatu yang sudah lazim. Mengenai hal ini Ustadz menuturkan, "Sungguh, perkataan itu bagai parang yang mencabik-cabik hatiku." Jawaban yang diberikan Ustadz setelah mereka menganggap telah berhasil meyakinkan beliau karena perhatian beliau dalam mendengarkan- kepada delegasi Inggris adalah:

"Selama kalian menganggap kami sebagai budak yang dapat diperjualbelikan dengan uang, maka kalian tidak akan dapat sepaham dengan kami. Kalian harus mengakui hakekat perkembangan yang telah dicapai oleh dunia Islam, dan kalian juga harus mengubah logika pedagang yang kalian gunakan untuk memasuki negeri kami." Setelah pertemuan 'panas' ini, Inggris menekan An-Nahas agar mempersempit ruang gerak Ikhwan. Ia pun kemudian memberi instruksi agar menutup semua cabang Ikhwan di seluruh penjuru negeri Mesir. (Peristiwa itu terjadi pada tahun 1943 M.) Meskipun kantor pusat tidak ditutup, tetapi pemerintah mengawasinya dengan ketat, di samping tetap memantau Ikhwan dan memata-matai gerakan anggotanya. Pada saat itu Inggris berusaha membujuk Ikhwan agar melaktkan perlawanan atas intimidasi pemerintah Mesir ini, sehingga Inggris mendapatkan peluang untuk menumpas Ikhwan sebagaimana yang mereka kehendaki, apalagi banyak negara ketika itu dalam situasi perang (Perang Dunia Kedua) dan dikuasai oleh rezim militer. Akan tetapi Ikhwan memahami taktik jahat ini dan dapat menggagalkan Inggris dalam upaya mencapai tujuannya. Dengan serta merta Ikhwan menuju ke masjid-masjid, membacakan wirid ma'tsurat dan menyampaikan berbagai tema ceramah atau nasehat di sana setiap saat ada kesempatan. Dalam kondisi yang mencekam ini tersebarlah isu bahwa Inggris akan menangkap ustadz Hasan Al-Banna, bahkan kemungkinan akan mengusirnya dari Mesir sebagaimana yang pernah mereka lakukan kepada sejumlah pemimpin dan aktivis. Menyadari hal ini, Ustadz lalu menulis sebuah risalah kepada rekan-rekannya dengan judul Risalatun Nabiyyil Amin. Ia adalah sebuah risalah yang kemudian dikenal dengan nama Bainal Amsi wal Yaum atau di saat lain beredar dengan judul: Min Tathaw-wuratil Fikratil Islamiyyati wa Ahdafiha. Pembaca risalah ini -dengan berbagai versi penamaannya- pasti dapat merasakan bahwa ia merupakan wasiat perpisahan kepada saudarasaudaranya untuk terus melanjutkan perjuangan Islam. Secara garis besar, risalah itu berisi: 1. Penjelasan misi Nabi Muhammad Al-Amin saw agar lkhwan dapat komitmen untuk menegakkan misinya di tengah masyarakat. 2. Penjelasan tentang manhaj Al-Qur'an dalarn perbaikan sosial kemasyarakatan. 3. ' Penetapanbentuk-bentuk operasional manhaj Al-Qur'an dalarn perba,ikan, juga manhaj Islam dan semua tuntunan yang dikan_ dungrrya. 4. Pemb.icaraan tentang daulah islamiyah pertama; bagaimana ia

dapat tegak dan kuat agar kaum muslirnin mengetahui dengan baik bagaimana sebuah negara didirikan. 5. Pemb ahasan tambahan tentang sebab-sebab kelemahan dan kemunduran yang menggerogoti daulah islamiyah sehingga menjadikannya sebagai negara-negara boneka yang kecil dan lemah. 6. Penjeiasan mengenai berbagai konflik yang melanda dunia Islam komtemporer, di antaranya adalah konflik politik dan konflik sosial. 7. Penjelasan mengenai dominasi materialisme terhadap negara negara Islam dan dampak terburuk yang diakibatkannya. 8. Pembatasan perjuangan Ikhwan -yakni membangkitkan dan menyelamatkan- dalarn kondisi yang genting ini. 9. Wasiat Imam Mursyid kepada anggota Ikhwan yang menjelaskan tentang posisi Jamaah di tengah berbagai arus partai dan politik konte mporer. 10.Penetapan kewajiban-kewajiban anggota Ikhwan dan instruksi untuk memegang teguh pelaksanaannya, yakni iman yang penu kesadaran, akhlak yang mulia, respek terhadap sumber dakwah yang pertama, berukhuwah karena Allah, dan sikap mendiengar lagi taat dalarn keadaan mudah maupun sulit, suka maup un enggan. Hanya saja situasi berjalan dengan aman. Inggris tidak jadi menahan Imam Mu rsyid Hasan Al-Banna dan tidak pula membujuk perdana menteri untuk mengusir Jamaah. Barangkali hal itu karena Inggris sendiri dalarn kondisi buruk saat berperang melawan Jerman dan mereka lelbih memilih untuk tidak membuka konflik baru di Mesir. Bahkan lelbih dari itu, perdana menteri telah mengeluarkan instruksi untuk me:mbuka kembali cabang-cabang Ikhwan pada tahun yang sama, yaitu tahun 1943 M. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Ikhwan untuk menyelenggarakan berbagai pertemuan besar yang diikuti oleh seluruh jajaran pimpinan dari semua cabang Ikhwan di Mesir. Dalam pertemuan ini ada dua agenda penting yang akan dibahas, yakni: Pertama, pembacaan Risalatun Nabiyyil Amin". Kedua, penetapan sistem usrah, yang saat itu dinamakan Usar At Ta'awuniyah. Itulah deskripsi yang cukup jelas tentang sejarah sistem usrah dalam Jamaah. Sebuah sistem yang sudah sangat lama dalarn sejarah Jamaah, begitu juga risalah tentang usar ta'awuniyah sudah sangat lama, yang kemunculannya tidak didahului oleh risalah lain kecuali Risalatun Manhaj yang di dalamnya Mursyid Hasan Al-Banna menetapkan tahapan-tahapan amal dan membentuk katibah-katibah pada tahun 1937 M.

Dahulu sistem usrah dalarn Jamaah dan sejarahnya merupakan bangunan struktur integral Jamaah untuk menghadapi tantangan dari luar yang bermaksud menghancurkan Jamaah. Struktur internal ini menuntut Jamaah agar melakukan pembinaan internal dengan berpijak pada prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: 1. Pemahaman yang baik terhadap agama; tujuan maupun perangkatnya. 2. Iman yang dalarn kepada agama ini dan sikap bangga menisbatkan diri padanya. 3. Penataan barisan Jamaah dan pengokohan ikatan sesama anggotanya. 4. Bahu-membahu sesama anggota dalam segala bentuk aktivitas keislaman. 5. Saling mengenal antar anggota secara lengkap. 6. Saling menasehati dan berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran. 7. Anggota hendaknya memikul beban Jamaah dan sebaliknya, Jamaah memikul beban anggota-anggotanya. 8. Jamaah dan segenap anggotanya hendaklah memikul beban agama. 9. Penerapan iman secara operasional. 9. Penerapan Islam secara operasional dalarn bidang ibadah, muamalah, dan tingkah laku. Prinsip-prinsip ini harus menjadi tanggung jawab sistem usrah, agar dapat memberikan kontribusi secara nyata bagi struktur internal Jamaah dalam bentuk sebagaimana yang akan dijelaskan nanti, yakni ketika berbicara tentang tujuan, syarat rukun, etika usrah, dan lainlain. Tujuan Usrah, Umum maupun Khusus Tujuan-tujuan yang akan kita bicarakan ini tidak disebutkan sebagai tujuan, baik pada risalah-risalah Imam Syahid maupun pada risalah para tokoh pemimpin dan pemikir Jamaah. Namun kita dapat merasakan substansinya melalui sejumlah pemikiran Jamaah dan buku-buku seputar ini yang telah kami telaah, kami kaji, dan kami analisa. Kami dapat merasakan bahwa ternyata target-target itu benar-benar ada. Dengan demikian, kami bukan berarti telah menambahkan kepada Jamaah atau sistem usrah ini apa-apa yang bukan menjadi bagiannya. Setiap aktivitas manusia pasti memiliki tujuan yang diperjuangkan. Tidak diragukan lagi bahwa setiap aktivitas yang dilakukan atau diserukan oleh Jamaah pasti mempunyai tujuan yang hendak diraih. Beberapa tujuan yang akan kami uraikan nanti, baik yang umum maupun yang khusus, merupakan buah dari studi historis dan analisis

yang kami lakukan. Analisa yang akan kami lakukan ini merupakan analisa yang menjadi keharusan dalam metodologi ilmiah, setiap kali melakukan studi terhadap sejarah Jamaah, bahkan merupakan analisa yang menjadi pijakan sekaligus tujuan bagi studi sejarah Jamaah ini. Jamaah ini -dalam posisinya sebagai'pendidik teladari dalam sejarah gerakan Islam di Mesir, dunia Arab, dunia Islarn, bahkan dunia Internasional- masih tetap membutuhkan tambahan berbagai studi yang memberikan analisa terhadap pemikiran dan manhajnya. Karena inilah satu-satunya langkah yang dapat meletakkan'iitik' di atas'huruf', dan ini pula yang dapat meletakkan 'tanda baca' di antara berbagai 'kata dan kalimat'. Hanya kepada Allahlah kami memohon pertolongan dan taufiqNya. Tujuan Umum Sistem Usrah 1. Membentuk kepribadian muslim seutuhnya yang sanggup merespon semua tuntutan agama dan kehidupan. Pembentukan ini mencakup: - Aqidah (keyakinan) yang benar tentang Allah, malaikat, kitabkitab, rasul-rasul, hari akhir, serta takdir yang baik maupun yang buruk. - Ibadah yang benar dengan menunaikannya sesuai dengan petunjuk syariat Islam. Ibadah dalam arti luas yaitu yang menjadikan semua kegiatan bernilai ibadah, yang darinya muncul sikap ihsan dan adil. - Akhlak dan perilaku yang sarat dengan muatan nilai Islam, baik perintah, larangan, anjuran, maupun hal-hal yang tidak disukainya. - Ilmu. Pertama, yang berkaitan dengan Kitabullah dan Sunah RasulNya; dan kedua, yang berkaitan dengan berbagai hal yang dibutuhkan untuk menunjang hidup dengan berbagai corak dan disiplinnya, bahkan hendaknya berprestasi dalam hal ini. - Pengamalan dan penerapan atas semua urusan agama dan dunia yang diketahuinya, terutama dalam bidang amar ma'ruf nahi mungkar dan jihad fi sabilillah agar kalimah Allahlah yang tertinggi. - Perhatian terhadap kesehatan fisik, dengan menyediakan segala hal yang menjadi faktor kekuatan dan menjauhkan diri dari segala hal yang dapat melemahkan atau berpaling dari kecenderungan yang Allah tanamkan untuk hanya berpedoman kepada apa yang Allah halalkan dan haramkan. - Pemupukan keahlian dan ketrampilan. Seorang muslim hendaknya mengetahui bagaimana mendayagunakan

potensi dirinya, terutama yang dapat digunakan untuk mencari rezeki. Semua ini hanya dapat terwujud dengan baik di dalam usrah sesuai dengan program-program yang digariskan. 2. Mengukuhkan ikatan antar sesama anggota Jamaah, baik secara sosial maupun keorganisasian. Ini diperoleh melalui penerapan rukun-rukun usrah, meliputi: ta'aruf, tafahum, dan takaful. Dengan itu diharapkan dapat menguatkan ikatan sosial anggota Jamaah, sekaligus ikatan keorganisasian dalam semua lini; usrah, syu'bah, minthaqah, dan lainnya. Dalam usrah, semua dapat terwujud dengan baik melalui pembiasaan secara praktis dan aplikatif, diiringi dengan pengawasan dan pemantauan, serta introspeksi diri melalui pembacaan wirid muhasabah dan mutaba'ah, baik dari anggota maupun naqib (ketua) usrah. 3. Upaya meningkatkan kesadaran akan derasnya arus nilai, baik yang mendukung gerakan Islam maupun yang memusuhinya. Semua itu diharapkan agar selanjutnya dapat memberi dukungan kepada yang sejalan dan memberi perlawanan kepada arus yang menen tang, dengan metode yang tepat dan cara yang terbaik, serta dialog yang sehat. Arus-arus nilai yang paling dominan antara lain: Arus sosial kemasyarakatan, dengan tradisi dan budaya yang menjadi produknya. Semua ini harus dinilai dengan parameter Islam, sehingga yang sesuai dengan Islam kita terima dan yang bertentangan kita tolak. Arus politik dengan berbagai aliran, teori, partai, gagasan, serta peradaban yang disuguhkannya. Kita harus mendukung yang bersesuaian dengan Islam dan menentang yang memusuhinya atau bertentangan dengan salah satu prinsip nilainya. Arus ekonomi dengan berbagai kekuatannya, yang terformat dalam bentuk yayasan dan lembgga perekonomian. Selain itu juga berbagai produk nilai dan sistem, baik yang seiring maupun yang bertentangan dengan Islam. Tentu dengan tujuan dapat membela yang sesuai, atau menentang yang bertolak belakang dengan Islam. 4. Memberi kontribusi dalam memunculkan potensi kebaikan dan kebenaran yang tersembunyi pada diri seorang muslim dan mendayagunakannya untuk berhidmat kepada agama dan tujuantujuannya. Semua itu dilakukan melalui upaya pengenalan terhadap potensi kebaikan dalam setiap individu dan menumbuhkembangkannya. Setelah itu mendayagunakannya untuk berkhidmat kepada agama, setelah mengadakan upaya pengenalan yang mendalam terhadap berbagai tuntutan agama sesuai dengan skala prioritas.

Potensi-potensi yang harus disentuh pada seorang muslim antara lain: - Potensi akal pikiran dan daya analisia. - Potensi fisik dan kemampuan menanggung beban. - Potensi ruhani, aqidah, dan ibadah. - Potensi kepemimpinan, politik, dan organisasi. - Potensi rekruitmen dan menarik simpati orang. - Potensi beramal dan kontinyuitasnya. - Potensi pelayanan kepada orang lain dan beramal memenuhi kebutuhannya. Begitu juga hendaknya berkenalan dengan berbagai tuntutan Islam dalam setiap fasenya dengan skala prioritas kebutuhan sesuai koordinasi khusus untuk itu. Semua itu diketahui dan diungkapkan dalam sistem usrah sesuai dengan program acara yang telah disiapkan. 5. Menanggulangi unsur-unsur destruktif dan negatif pada diri anggota. Penanggulangan ini juga berangkat dari pengenalan kepada unsurunsur ini dan sebab-sebabnya. Mulailah dengan memberantas faktor penyebab lalu membimbing pemiliknya menuju kesadaran terhadap tanggung jawabnya. Unsur-unsur negatif yang dimaksud antara lain: - Noda dan bercak kotoran yang menutupi hati dan memalingkannya dari kewajiban. - Sikap malas dan enggan. - Menjauh dari para aktivis yang dinamis. Lemahnya rasa tanggung jawab. - Buruknya pemahaman atas tujuan dan sasaran aktivitas Islam. - Terjerumus ke dalam arus penentang Islam yang terselubung. - Lemah dalam beribadah dan tidak membiasakan hadir di masjid. Semua itu dengan keharusan mengenal faktor penyebab lahirnya unsur-unsur ini agar setelah itu dapat memberantasnya. Kemudian diiringi dengan upaya pemberian motivasi kepada anggota untuk meningkatkan semangat beramal dan kecintaan kepadanya. Upaya ini dilakukan -setelah memberantas faktor penyebabdengan cara: - Membangun keimanan, keislaman, dan ihsan dalam jiwa. - Mengingatkan kewajiban seseorang kepada Tuhan, agama, saudara, masyarakat, dan dunia Islamnya.

Meningkatkan pemahaman dan wawasan dengan jalan menl baca dan melakukan studi, di samping memberi motivasi ke arah itu. - Penguasaan sosial. Yakni, sejumlah anggota Ikhwan yang aktif dan gigih mendampingi seorang akh untuk membantunya menunaikan kewajiban. - Mengadakan berbagai kunjungan untuk mengusir kejenuhan dan rasa malas. - Menjalinkan hubungan seorang akh dengan sejumlah tokoh Islam yang aktif di medan amal demi tegaknya Islam. - Naqib usrah hendaknya senantiasa mendampingi akh yang pemalas sesering mungkin. 6. Mewujudkan hakekat kebanggaan terhadap Islam dengan membangun komitmen kepada etika dan akhlak dalam semua aktivitas kehidupannya, baik di kala senang maupun susah. Hal ini menuntut dari setiap individu untuk melakukan hal-hal berikut: - Melepaskan diri dari sikap bangga terhadap semua prinsip selain Islam. - Hendaknya kebanggaan terhadap Islam lebih besar daripada kebanggaan terhadap keluarga atau tanah airnya, dan hendaknya Allah serta Rasul-Nya lebih dicintai daripada selainnya. - Hendaknya mengikat diri dengan akhlak yang utama yang telah diserukan oleh Islam, apapun resiko yang harus ditanggungnya dan betapa pun ia harus menjadi 'orang asing' di masyarakatnya, jika mereka tidak berakhlak islami. - Menjauhkan diri dari setiap perilaku yang diperintahkan Islam untuk dijauhinya. Kemudian berani menanggung segala resiko untuk itu, baik yang bersifat kejiwaan, sosial, maupun politik, betapapun beratnya. - Hendaknya menganggap bahwa dunia Islam, adalah tanah airnya, di mana ia harus berjuang demi kemuliaan dan kejayaannya, serta demi terterapkannya syariat Allah di sana. 7. Mewujudkan hakekat loyalitas kepada Jamaah dan komitmen untk meraih tujuan-tujuannya, dalam menggunakan perangkatperangkatnya, membangun geraknya, dan menaati aturan serta etikanya. Semua itu membutuhkan pengorbanan, baik waktu, tenaga, maupun harta benda. Jamaah -melalui perangkat, tatanan, undang-undang dasar, dan program internalnya- senantiasa berseru dengan suara lantang bahwa target yang telah digariskan, perangkat yang telah dipergunakan, gerakan yang telah dibangun, juga semua aturan dan etikanya, semuanya bersumber dari dua sumber pokok: Al-Qur'an dan Sunah Rasulullah saw., dalam pengertiannya yang luas, yang

tercakup dalam sirah sebagai aplikasi Sunah. Karena dari sirah (sejarah hidup) Rasulullah itulah kita mendapatkan suri teladan. Dalam prinsip-prinsip Jamaah -sebagaimana yang dapat disimpulkan dari risalah-risalah Imam Mursyid- tidak ada sesuatu pun yang bertentangan dengan ajaran AI-Qur'an dan Sunah Nabi, berdasarkan pemahaman yang benar dan detail menurut caracara yang benar. Dengan cara yang benar itu seorang muslim dapat memahami Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dengan benar pula. Semua ini hanya dapat diwujudkan dengan seutuhnya di dalam usrah. 8. Mengkaji problem dan kendala yang dihadapi anggota demi tegaknya agama Islam, dengan kajian yang cermat disertai gambaran langkah solusinya dengan jelas. Problem-problem itu antara lain: - Problem di tingkat individu - Problem di tingkat keluarga. - Problem di tingkat keluarga besar dan lingkungan. - Problem di tingkat lingkungan kerja. - Problem di tingkat masyarakat, baik sosial, politik, kultur, ekonomi, maupun aliran pemikiran yang destruktif. 9. Memperdalam pemahaman dakwah dan harakah dalam diri seorang muslim. Ingatlah bahwa setiap muslim dituntut untuk menjadi da'i dan aktivis di jalan agama ini sesuai dengan kapasitas dan wawasan keagamaan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya. Adapun orang-orang yang menyatakan bahwa dakwah dan perjuangan demi agama ini merupakan pekerj aan khusus para ahli agama, adalah keliru. Karena seluruh kaum muslimin dalam kapasitasnya sebagai muslim- adalah ahli agama. Juga karena dakwah ke jalart Allah telah diperintahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan orang orang yang mengikutinya, berdasarkan firman Allah, "Katakanlah, 'Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.',, (Yusuf: 108) Hujjah di sini dapat saja berarti salah satu nilai utama yang diserukan Islam. Adapun ahli yang menekuni spesialisasi dalam ilmuilmu agama adalah para pemberi fatwa (mufti) dalam berbagai masalah agama. 10. Memperdalam ketrampilan manajerial dan keorganisasian dalam medan aktivitas Islam. Ini merupakan tuntutan yang

mendesak. Mengapa demikian, karena aktivitas apa pun yang tidak dikelola dengan baik, maka jarang dapat mencapai tujuan. Kegiatan apa pun, jika tidak dikelola secara benar dan tidak dipimpin oleh manajer yang menguasai teori manajemen dan mampu menetapkan job description secara tepat demi lancarnya kegiatan Islam, niscaya akan mengalami kekacauan dan kekeliruan, yang akhirnya tidak kunjung mencapai tujuan. Itulah tujuan-tujuan usrah secara umum. Semua ini hanya dapat terwujud dalam usrah dengan mengikuti program-programnya di bawah bimbingan naqib usrah bersama sejumlah anggota yang relatif terbatas. Tujuan Usrah Secara Khusus Di samping tujuan-tujuan umumnya, sistem usrah juga memiliki tujuan-tujuan khusus. Tujuan-tujuan ini memiliki berbagai ragam, ada yang terkait dengan individu, keluarga, masyarakat, maupun Jamaah itu sendiri. Perinciannya adalah sebagai berikut: Pertama, target usrah yang berkaitan dengan individu. Kaitannya dengan individu, usrah menetapkan beberapa target, antara lain: 1. Membentuk kepribadian islami, yakni dengan mewujudkan berbaga1 aspek yang dapat membangun kepribadian islami seutuhnya. Aspek-aspek tersebut adalah: a. Aspek ideologi, yaitu dengan membangun aqidah yang benar dan iman yang shahih kepada Allah swt. (meliputi: dzat, sifat-sifat, nama-nama, dan tindakan-tindakan-Nya), para malaikat, kitabkitab langit, para nabi beserta sifat-sifatnya (wajib, jaiz, dan mustahilnya), wahyu, mukjizat, ruh, jin, syetan-syetan, hari akhir, dan takdir, yang baik maupun yang buruk. Bahkan tentang diri manusia sendiri, alam, dan kehidupan. b. Aspek ibadah, yaitu dengan menegakkan disiplin melaksanakan berbagai kewajiban yang diperintahkan oleh syariat Islam, juga senantiasa melakukan berbagai ibadah sunah sesuai dengan batas kesanggupan. Lebih dari itu, menjadikan ibadah-ibadah sunah sebagai bagian dari program harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan dalam kehidupan individu, agar menjadi salah satu pintu pendekatan diri kepada Allah swt. Termasuk bagian dari ibadah adalah ihsan (berkualitas dalam beramal) dalam pengertiannya yang luas. Ihsan kepada Allah, diri sendiri, dan orang lain. Ihsan dengan makna itqan dan tajwid (pembagusan dan pencermatan) adalah sesuatu yang disentuhkan oleh Allah kepada segala sesuatu. c. Aspek pemikiran dan wawasan, yakni dengan membangun wawasan pengetahuan umum, wawasan khusus keislaman, dan

wawasan keikhwanan, diiringi dengan persepsi yang benar terhadap amal Islam dalam berbagai kondisi dengan perubahan yang terus menerus. d. Aspek moral dan etika, yakni dengan menanamkan disiplin dengan etika Islam, dibarengi dengan upaya menghidupkan makna ikhlas, kesucian, kesetiaan, sikap suka menolong, persaudaraan, dan bermuka manis. Juga mengikat diri secara sungguhsungguh dengan berbagai tradisi Islam, sekaligus menjauhkan diri dari berbagai sikap yang dibenci dan dari wilayah syubhat. e. Aspek gerakan pada diri, tercermin dalam kemampuannya menunaikan hal-hal berikut ini: - Membaur di tengah masyarakat dan tidak suka menyendiri. - Berpenampilan simpatik di hadapan orang lain. - Mampu menarik perhatian orang untuk kemudian menghimpunnya dalam suatu langkah menuju tujuan yang diinginkan. - Mampu menggerakkan anasir kebaikan pada diri orang lain. - Mampu mengikat orang lain untuk melibatkannya dalant aktivitas Islam dan meyakinkan mereka akan wajibnya. - Mampu meyakinkan orang akan wajibnya beramal jama'i (kerja kolektif) dan mandulnya amal fardi (kerja individual), serta tidak sesuainya ia (amal fardi) dengan kebutuhan global kaum muslimin. - Mampu berkorban, mengingkari egoisme, dan berkhidmat kepada orang tanpa pamrih. f. Aspek manajerial dan keorganisasian pada diri, tereermin dalain hal-hal berikut: - Berlatih mengelola bentuk yang paling sederhana, yakni mengelola usrah itu sendiri. - Berlatih disiplin ketika datang, ketika pergi, dan ketika menunaikan tugas. - Membiasakan etika isti'dzan (meminta izin), etika diskusi, dan mendengar pendapat orang lain. - Mengenal secara mendalam semua anggota usrah untuk memudahkan interaksi, kerja sama, dan berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. - Komitmen untuk mewujudkan tujuan-tujuan Jamaah, betapapun banyak waktu, tenaga, dan harta yang dibutuhkan. - Taat dan menunaikan semua perintah, selama tidak diharamkan oleh Allah. - Melalui usrah, berperan aktif memberikan usulan-

usulan konstruktif, yang memberi saham bagi penetapan keputusan, dan ikut menyiapkan 'lahari yang baik bagi penerapannya. - Komitmen dengan berbagai keputusan Jamaah, betapa pun ia bertentangan dengan pendapat pribadi, selama keputusan itu telah diputuskan. - Menjaga rahasia. - Memiliki kepercayaan terhadap pemimpin. 2. Mengukuhkan makna ukhuwah dalam diri angy1ota, karena ia adalah ukhuwah karena Allah, karena Islam, dan karena semangat saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. Bersamaan dengan itu diingatkan pula bahwa ukhuwah adalah syi ar Jamaah. Apalagi jamaah sendiri bernama Ikhwanul Muslimin. Selain itu ukhuwah merupakan tuntutan agama yang sering diserukan oleh banyak teks syariat. Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya orang-orang beriman itu saudara." Dia juga berfirman, "Lalu berkat nikmat-Nya kalian menjadi bersaudara. Jiwa ukhuwah akan tertanam kuat pada diri anggota dengan hal-hal sebagai berikut a. Memelihara kecintaan karena Allah kepada orang yang kita diperintahkan oleh Allah untuk mencintainya, dan kebencian karena Allah kepada orang yang kita diperintahkan oleh Allah untuk membencinya. Sebab iman itu cinta dan benci. b. Saling mengenal, menasehati, dan saling toleran. c. Saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran. d. Saling memahami, saling membantu, dan saling menanggung beban. e. Membiasakan diri agar seorang akh selalu siap membantu kebutuhan saudaranya. f. Menunaikan kewajiban-kewajiban ukhuwah secara sempurna, tanpa dikurangi sedikit pun. Kewajiban-kewajiban ukhuwah banyak jumlahnya dan telah disebutkan dalam teks-teks agama. Dalam hal anjuran, antara lain kita harus: - Menyampaikan salam jika berjumpa dengannya. Menyambut undangannya. - Mendo'akannya jika ia bersin. Menjenguknya jika ia sakit. - Mengiringi jenazahnya jika ia meninggal. - Mencintai sesuatu untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai sesuatu untuk dirinya. - Menolongnya, baik dalam keadaan menganiaya (zhalim) maupun teraniaya (dizhalimi). Terhadap saudara yang

meng_ aniaya, pertolongan dilakukan dengan mencegahnya, sedang terhadap yang teraniaya dilakukan dengan melindunginya. - Membantu memenuhi kebutuhannya. - Memecahkan kesulitannya. - Menutupi aibnya. Sedangkan dalam bentuk larangan, antara lain: - Tidak membencinya kecuali karena Allah. - Tidak mendengkinya kecuali dalam hal yang boleh didengki. - Tidak memutuskan hubungan atau mendiamkannya lebih dari tiga hari. - Tidak menzhaliminya. - Tidak menyerahkannya kepada musuh. - Tidak mengkhianatinya. - Tidak membohonginya. - Tidak menghinakannya. Semua ini adalah hal-hal yang dapat mengukuhkan ukhuwah pada diri seorang muslim terhadap saudaranya. 3. Melatih diri untuk mengemukakan pendapat secara bebas, mau mendengar pendapat orang lain dan lapang dada dan pikiran yang terbuka, serta mendiskusikan pendapat itu sehingga menjadi jelas kebenaran yang wajib diikutti Semua itu akan tercapai dengan halhal berikut: a. Mengemukakan pendapat dengan sopan, meminta izin terlebih dahulu, obyektif, serta jauh dari sifat fanatik dan membanggakan pendapat sendiri. Karena orang yang bersikap fanatik dan bangga terhadap pendapatnya sendiri sering tidak disukai oleh orang lain. b. Pandai mengungka kan persoalan dengan memilih cara-cara yang tenang dan terarah, tidak berteriak-teriak dengan membuat panas situasi. c. Memperhatikan agar pintu dialog tetap terbuka selama masih ada anggota yang ingin bicara. Karena menutup pintu dialog merupakan sikap represif dan melukai hati. Apalagi jika sampai benar-benar menyakiti orang lain. d. Tidak meremehkan pendapat dari mana pun asalnya, karena kadang-kadang ia mengandung kebaikan. Selama meyakini prinsip bahwa hikmah itu merupakan barang hilangnya seorang mukmin dan siapa yang menemukannya dia paling berhak mendapatkannya, maka hendaknya ia mendengar setiap pendapat. Dengan demikian akan terwujudlah beberapa hal berikut:

Terungkapnya bakat orang yang mengemukakan pendapat itu. - Terungkapnya potensiyang tersembunyi dalam diri seseorang. - Mengarahkan bakat dan potensi ini demi kemaslahatan agama, Jamaah, dan untuk orang itu sendiri. - Merangsang situasi yang dinamis dalam majelis usrah. e. Mengukuhkan prinsip musyawarah.. dalam diri para anggota usrah sebagai konsekuensi logis dari terbangunnya iklim kebebasan berpendapat dan sikap menghormati pendapat orang lain. Teladan kita adalah Rasulullah saw. Kendatipun beliau seorang nabi yang maksum dan mendapat wahyu, namun beliau sering mengatakan, "Kemukakanlah kepadaku pendapat kalian." Hadits ini telah memberikan peluang seluas-luasnya kepada pendapat lain. Karena, dalam kapasitasnya sebagai seorang nabi yang maksum dan mendapat dukungan wahyu, beliau masih meminta pendapat orang lain, mendengarkan, dan mengambilnya apabila ia benar dan wahyu tidak menjelaskannya. 4. Memberdayakan setiap anggota agar mampu mentarbiyah dirinya sendiri, berangkat dari asumsi bahwa dirinyalah yang lebih tahu tentang apa yang dibutuhkannya, menyangkut kebutuhan pengetahuan dan keahlian, manakala -karena sebab-sebab tertentuusrah tidak memiliki program. Semua ini terealisir dengan hal-hal berikut: a. Setiap anggota menyiapkan untuk dirinya program-program yang dapat mewujudkan hal-hal berikut: - Mengobati sisi kelemahan dan kekurangan yang hanya dapat dirasakan oleh dirinya sendiri dan tidak dapat dirasakaii oleh orang lain, seperti: kelemahan fisik, wawasan pengetahuan, psikologis, atau lainnya. - Menyucikan ruhani dengan menerapkan ketaatan dari memperbanyak amalan sunah, serta menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang makruh. - Berlatih sendiri mendiskusikan berbagai kendala dan problematika di medan aktivitas Islam dan merancang metode yang tepat untuk memecahkannya, kemudian mengungkapkannya ke hadapan anggota yang lain. - Meningkatkan kemampuan dalam berbagai ketrampilan yang berhubungan dengan penunaian aktivitas Islam b. Anggota harus berjanji kepada diri sendiri untuk serius dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan program pribadi yang diterapkan untuk dirinya sendiri, dengan diiringi kesadaran

bahwa Allah senantiasa mengawasinya. Oleh karenanya ia berusaha semaksimal mungkin membaguskan amalannya. c. Menetapkan batas waktu akhir yang tepat bagi setiap program yang disiapkan untuk dirinya sendiri. Setelah itu mengevaluasinya berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, yakni bahwa setiap program henda y ditetapkan berdasarkan tujuan yang ingin diraili d. Dijaga agar tidak terjadi benturan antara program pribadinya dengan program usrah, karena program usrah merupakan program dasar dan prinsip, sedangkan program yang dibuat untuk tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri) hanya sebagai pelengkap. 5. Bekerja sama antar anggota usrah untuk mengembangkan op tensi ~/ dirii dengan pelatihan. Pada dasarnya Allah telah meletakkan pada diri setiap hamba potensi, bakat, dan kemampuan yang membedakannya dari orang lain. Dalam kaitan ini, usrah sesungguhnya merupakan wahana yang tepat untuk menyingkap, mengembangkan, mengarahkan, dan mendayagunakan potensi pribadi itu untuk berkhidmat kepada agama, Jamaah, dan diri sendiri. Apalagi setiap anggota usrah adalah seorang da'i yang sangat membutuhkan pelatihan berbagai ketrampilan yang dapat mendukung kegiatan dakwahnya. Berbagai contoh pelatihan tersebut adalah sebagai berikut: a. Pelatihan untuk pengembangan bakat berpidato, berceramah, berdebat, berdiskusi, dan menyampaikan pendapat. b. Pelatihan untuk melakukan penelitian dengan belajar berinteraksi dengan referensi dan rujukan, membuat catatan, serta menuliskannya. c. Pelatihan tentang analisa politik. d. Pelatihan manajemen. e. Pelatihan membaca cepat. f. Pelatihan menyusun konklusi dan penjelasan. g. Pelatihan melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial, seperti: mengunjungi tetangga, memakmurkan masjid, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, dan ziarah kubur. h. Pelatihan olah raga, bela diri, teknik menyerang, meningkatkan stamina tubuh dalam menghadapi rasa lapar dan haus dengan melakukan puasa sunah selama hari-hari musirn panas. i. Pelatihan ketrampilan sebagai bekal mencari penghidupan, kendatipun pesertanya dari kalangan terpelajar dan memiliki status sosial yang terpandang. Hal itu karena hadits Nabi saw. menyatakan, "Barangsiapa kelelahan di sore hari karena bekerja dengan tangan sendiri, maka dia menjadi orang yang diampuni." Pelatihan ini dapat dilaksanakan dalam pertemuan usrah jika

memungkinkan, namun dapat pula dilaksanakan di luar pertemuan usrah. 6. Bekerja sama antar anggota usrah untuk memecahkan berbagai problematika dan kendala yang menghadang aktivitas Islam. Problem dan kendala hampir pasti ada ketika kita menggulirkan aktivitas Islam di tengah masyarakat yang tidak tercelup dengan nilai-nilai Islam dalam aspek kehidupannya. Bahkan, problematika ini akan tetap membayangi selama individu bekerja. Di antara berbagai tujuan terpenting usrah yang berkaitan dengan individu adalah mengajarkan bagaimana kerjasama dengan saudarasaudaranya dalam usrah, untuk mengetahui penyebab lahirnya problem. Setelah itu berpikir mengenai metode penanggulangannya. Problem yang berkaitan dengan individu itu sangat banyak dan beragam, antara lain: 1. Problem dan kendala yang bersifat natural, misalnya: - sensitivitas yang berlebihan - emosional - lamban dalam merespon - terlalu banyak bicara - indisipliner, dan lain-lain. 2. Problem dan kendala yang bersifat psikis, misalnya: - kagum kepada diri atau pendapatnya sendiri - fanatik dan jumud - sombong dan tinggi hati - mengikuti hawa nafsu - cinta dunia - takut mati. 3. Problem atau kendala yang bersifat ruhani, misalnya: - kesatnya hati - lupa akhirat - meninggalkan amalan-amalan sunah - melalaikan dzikir dan wirid - tidak respek dan senang hati dalam beribadah - tidak membiasakan shalat di masjid. 4. Problem atau kendala wawasan pengetahuan,.misahlya: - lemah dan sempitnya wawasan pengetahuan - enggan membaca - tidak memiliki perhatian dan tidak mau mendalami apa yang dibaca - lemahnya konsentrasi - tidak kritis terhadap apa-apa yang dibaca, artinya semua yang dibaca diterima secara bulat dan dianggapnya sebagal nersoalan Islam yang sesungguhnya. 5. Problem atau kendala yang bersifat gerakan, misalnya:

memilih uzlah (menjauhkan diri dari masyarakat) tidak mampu berdakwah dan bertabligh tidak mampu merangkul masa dan menjinakkan mereka tidak suka berkorban, baik dengan waktu, tenaga, maupun harta benda - lemahnya kemampuan menghimpun masa dan mempengaruhi mereka serta mengklasifikasikannya berdasarkan kesiapan mereka untuk beramal demi tegaknya Islam dan tuntutan-tuntutannya. 6. Problem atau kendala penataan, misalnya: - lalai terhadap tujuan aktivitas yang dilakukan dalam berbagai bidang, - lalai terhadap fase-fase amal dan skala prioritasnya, - lemahnya komitmen dan loyalitas kepada agama secara umum dan kepada Jamaah secara khusus, - lemahnya kemampuan dalam mengelola amal dalam lingkungan usrah maupun di luar usrah, - lemahnya kepercayaan kepada pemimpin, - lemahnya ketaatan dan penunaian tugas, - lemahnya keinginan untuk berperan aktif dalam kegiatankegiatan usrah, kendatipun sebagian dari kegiatan itu sangat ringan, - lemahnya kesanggupan untuk menyimpan rahasia, - Tidak memiliki sensitivitas amniyah (sense of secret). 7. Bekerja untukmencetak calon-calonnagib usrah. Mengapa demikian? Karena usrah bukanlah 'perkumpulan abadi' yang seakan-akan menjadi tujuan itu sendiri. Ia hanyalah forum sementara yang dibatasi masa tertentu, hingga usainya kajian suatu program. Tatkala program ini selesai, para anggota usrah akan berpencaran menangani berbagai kegiatan yang memenuhi kebutuhan agama dan tuntutan Jamaah. Ini dilaksanakan setelah -melalui program ini mereka matang dalam wawasan, kinerja, dakwah, dan harakahnya. Karena kematangan menjadi salah satu sarat bagi' suksesnya program. Tidaklah logis apabila Jamaah mengangkat seorang naqib usrah . yang menjadi representasi bagi pemimpin Jamaah dalam mendidik dan memberi pengarahan- yang belum pernah mengalami roses penggemblengan dan seleksi dalam usrah yang ia menjadi salah satu anggotanya. Standar kelayakan naqib usrah bukan hanya berdasar ilmu pengetahuan dan wawasan belaka, namun masih dibutuhkan

sifat-sifat lain yang mendukung ilmu dan wawasannya serta dapat memimpin orang lain dan mengarahkannya menuju tujuan yang dicita-citakan. Kita akan menguraikan masalah naqib usrah dalam pembicaraan khusus tentangnya, insya Allah. Usrah yang baik adalah usrah yang produktif, yang banyak melahirkan kader calon naqib. Bahkan dapat jadi semua anggota adalah kandidat naqib apabila memenuhi syarat-syarat yang akan kami bicarakan nanti. Pemilihan naqib usrah, sebagaimana yang kami ketahui dari berbagai studi yang ditulis mengenai Jamaah dan sebagaimana yang dapat kami rasakan di saat menganalisa sejarah Jamaah dan struktur keanggotaannya, selalu didahului dengan proses pencalonan nac ib untuk memikul t ag ini, juga harus berdasarkan persetujuan pernimpin Jamaah sesuai dengan syarat yang ditetapkan. Pencalonan dari naqib lama untuk mengajukan satu atau lebih calon naqib, menuntutbeberapa hal yang harus dilakukan olehnya, antara lain: Naqib harus melibatkan rekan-rekannya dalam menjalankan manajemen usrah dan memerintahkan kepada beberapa anggota untuk melaksanakan semua atau sebagian dari tugas-tugas usrah, agar latihan ini menjadi sarana yang mengarahkan kepada proses pencalonan nantinya. Naqib harus menguji sebagian anggota usrah yang dipandang layak untuk dicalonkan menduduki posisi naqib. Ujian ini berupa pemberian beberapa tugas khusus yang dapat xnerLUingkP kadar ketaatan dan komitmennya, serta sifat-sifat penting yang dimilikinya, seperti: keseriusan, keikhlasan, keterpercayaan, dan keteguhan menyimpan rahasia. Ketua lama hendaknya pernah -sekali atau beberapa kalimemberikan kesempatan kepada anggota yang ditarget menduduki posisi naqib, untuk mengelola tugas-tugas usrah secara penuh. Hal ini untuk mengetahui kadar kelaikannya dalam mengemban tugas-tugas penting dalam kehidupan Jamaah ini. Pencalonan yang dilakukan oleh nagib lama itu hendaknya sesuai dengan kriteria yang sudah dikenal oleh Jamaah untuk seorang naqib. Bersamaan dengan itu hendaknya jangan menjadikan faktor-faktor pribadi -seperti faktor kekayaan, keulamaan, atau posisi sosial- sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan, kendatipun sifat-sifat ini sangat diperlukan dalam Jamaah dan sangat bermanfaat untuk berkhidmat kepada Islam dan proyek-proyek Jamaah. Ada sifatsifat dasar yang harus dipenuhi oleh seorang naqib usrah, yaitu

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

sifat-sifat kelayakan sebagaimana yang akan kami jelaskan dalam pembahasan selanjutnya. Hendaknya naqib usrah tidak memberitahukan kepada orang yang dicalonkan bahwa dirinya seorang calon naqib, sehingga tindakan dan perilakunya tetap normal dan tidak dibuat-buat. Hal ini sekaligus untuk menyingkap karakter yang sebenarnya dan bagaimana kesesuaiannya dengan syarat yang dituntut. Hendaknya naqib usrah menunggu kepuiusan pernimpin di atasnya mengenai pencalonan ini; dikukuhkan, ditangguhkan, atau bahkan ditolak. Dia harus menerima dan menghormati apapun keputusan pemimpin, karena pemimpin lebih mampu memberikan keputusan dan lebih mengetahui syarat-syarat kelayakan yang terdapat pada diri orang yang dicalonkan sebagai naqib. Hendaknya penangguhan atau bahkan penolakan pemimpin atas pengajuan calon ini tidak dianggap oleh naqib sebagai putusan dari atasan bahwa dirinya tidak pandai menyeleksi calon. Karena bisa jadi pemimpin memiliki komentar tertentu atas calon ini yang dirasa tidak sepatutnya diketahui oleh naqib. Pemimpin berhak melakukan hal ini sesuai dengan tuntutan sistem Jamaah dan etika struktural kepemimpinannya. Naqib lama harus memahami bahwa apabila ada seorang anggota yang tidak layak untuk menduduki posisi naqib -karena satu dan lain hal- maka hal ini tidak berarti bahwa ia kehilangan potensinya beramal dalam Jamaah. Namun bisa jadi ia cocok untuk mengemban tugas lain yang tidak kalah pentingnva daripada tugas seorang naqib usrah.

Kedua, tujuan usrah untuk rumah tangga Berkaitan dengan rumah tangga muslirn, usrah menargetkan hendaknya setiap anggota mewujudkan rumah tangga yang islami, baik dalanr tindakannya maupun tata nilai yang mendasarinya. Hendaknya anakanak di dalamnya tumbuh dalam naungan kedua orang tua yang memegang teguh ajaran Islam agar mereka menemukan teladan yang baik dan patut ditiru. Dalam kaitan ini usrah berperan mengantarkan kepada tujuan-tujuan sebagai berikut: a. Pandai memilih istri Istri adalah pilar rumah tangga dan pendidik anak-anak. Di atasnya rumah tangga akan tertegak bersama nilai-nilai kebajikan dan taqwa. Pada dasarnya istri yang shalihah adalah nikmat yang terbaik di dunia ini, karena dengan keshalihahannya suami akan merasa bahagia dan anak-anak akan tumbuh dengan baik. Islam telah mengajarkan kepada kita beberapa kriteria yang jeli

sebagai pedoman dalam memilih seorang istri. Kriteria-kriteria ini sudah sangat populer, di antaranya yang terindah adalah sabda Rasulullah saw., "Seorang wanita dinikahi karena empat hal, yakni: karena harta bendanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama, niscaya engkau akan mendapatkan berkah." Istri adalah pilar rumah tangga dan tarnan asuhan bagi anakanak yang dilahirkannya. Di atasnyalah rumah tangga tertegak bersama nilai-nilai keshalihahan dan ketaqwaan. Pada dasarnya istri yang shalihah adalah sebaik-baik harta di dunia ini. Keshalihahan istri adalah kebahagiaan suami dan jaminan mutu bagi tumbuh kembangnya anak-anak yang dilahirkan. Islam telah mengajari kita standar yang detail sebagai pedoman dalam rnemilih seorang istri. Itulah yang disabdakan oleh Rasulullah saw., "Wanita dinikahi karena empat hal, yakni: karena hartanya, keturunannya kecantikannya dan agamanya Maka pilihlah yang memiliki agama, niscaya engkau mendapatkan berkah." (HR. Bukhari dari Abu Hurairah dalam shahihnya, VII, 8) Jamaah memiliki program yang diperuntukkan bagi akhawat muslimah yang memungkinkannya melakukan pendalaman agama. Program ini berpijak di atas prinsip-prinsip yang mendekati prinsipprinsip yang menjadi pijakan bagi program penyiapan dan pernbinaan kader lelaki dalam usrah atau melalui sarana tarbiyah lainnya dalam Jamaah. (Muatan program ini akan kami sampaikan dalam pembahasan tersendiri) b. Memformat rumah tangga muslim dengan format Islam Aktivitas ini menuntut hal-hal berikut: - Komitmen kedua orang tua dengan norma-norma Islam, baik dalam tindakan, perkataan, cara berpakaian, pergaulan, makanan, minuman, dan segala hal yang terkait dengan rumah tangga. - Penampilan rumah tangga muslim dengan segenap perangkat yang ada di dalamnya hendaknya sesuai dengan penampilan yang diridhai oleh Allah swt. dan sesuai dengan ajaran Islam. Ia tidakbermegah-megahan dalam hal perabot dan tempat tidur, tidak ada patung-patung atau sesuatu yang mengundang murka Allah swt., betapapun sesuatu itu telah menjadi tradisi yang lazim di mata orang banyak. Selain itu rumah tangga ini hendaknya selalu bersih, sederhana, rapi, asri, dan mendatangkan kenyamanan bagi penghuninya. Ia tidak menjauhkan diri dari perhiasan dunia, karena Allah telah menghalalkan rezeki yang baik-baik dan Islam juga menganjurkan agar kita memiliki rumah yang lapang. Begitu juga rumah tangga ini harus memperhatikan

makanan yang baik dan pakaian yang baik dalam batas-batas yang telah dihalalkan oleh Allah swt. - Rumah tangga muslim tidak mengenal pertengkaran antarpenghuninya, terutama antara ibu dan ayah, karena Islam memerintahkan keharmonisan, ketenangan, kecintaan, dan kasih sayang dari semua anggota keluarga. Rumah tangga muslirn dapat mewujudkan semua ini apabila masing-masing dari kedua orang tua mengerti tentang kewajiban-kewajiban dan hak-haknya, serta melaksanakan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridha-Nya. Rumah tangga muslim tidak berpijak di atas prinsip penge_ kangan terhadap anggota-anggotanya dalarn hal yang telah dihalalkan Allah, namun berpijak pada prinsip: "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemarp_ puannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah merp_ berikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan". (Ath-Thalaq: 7) Gambaran sebagian orang bahwa rumah tangga muslim harus selalu beralaskan tikar sebagai tempat tidurnya, meskipun sebenarnya mampu mendapatkan yang lebih baik dari itu, adalah salah. Begitu juga dalam hal pakaian dan makanan. Allah swt. berfirman, "Katakanlah, 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?"' (Al-Araf: 32) Rumah tangga muslim tidak sepatutnya terjerembab dalam gaya hidup glamour yang berpijak pada kesombongan dan kebanggaan atas diri sendiri, karena hal itu -di samping hukumnya memang haram- dapat menimbulkan perasaaan dengki pada orang lain. Padahal, rumah tangga muslim seharusnya dapat menebarkan rasa cinta dan kasih sayang kepada orang lain, bukannya kedengkian dan perpecahan. Selain itu hendaknya dalam rumah tangga muslim tidak diperbolehkan ada satu perkakas pun yang dipajang dengan niat untuk bermegah-megahan atau parner. c. Etika rumah tangga muslim Hendaknya rumah tangga muslim senantiasa dihiasi dengan nilainilai Islam dalam segala aspek kehidupannya, sebagaimana yang telah kami jelaskan di muka. Rasanya di

sini perlu kami singgui1$ beberapa sarana yang dapat menj adikan nilai-nilai Islam ini memandu kehidupan rumah tangga muslim. Yang paling penting di antaranya adalah sebagai berikut: - Berpegang teguh kepada nilai-nilai akhlak dalam segala ha1, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan. - Menanamkan sejak dini komitmen anak-anak kepada nilainilai Islam, baik ketika berbicara, diam, bertindak, makan, ketika minum, berpakaian, dan bermain. Teladan mereka dalarn hal ini adalah kedua orang tuanya. - Mengukuhkan bahwa rumah tangga muslim, dengan segenap anggota keluarga di dalamnya, adalah rumah tangga yang memiliki kewajiban untuk mengajak rumah tangga-rumah tangga lainnya menuju Allah, Islam, kebaikan, dan petunjuk. Seorang suami bergaul dengan sesama kaum lelaki di lingkungannya dan mengajak mereka menuju Allah. Sedangkan sang istri bergaul dengan sesama kaum wanita di lingkungannya dan mengajak mereka kepada Allah. Begitu juga yang dilakukan oleh anak-anak mereka. - Mengukuhkan bahwa rumah tangga muslim hendaknya menjadi teladan dalam segala hal. Dengan begitu, ia menjadi sarana dakwah dan propaganda bagi Islam dan bagi amal shalih. d. Anak-anak dalam rumah tangga muslim Usrah mentargetkan, hendaknya dalarn rumah tangga muslim anak-anak dapat tumbuh berkembang dengan penuh kesadaran dan memegang teguh nilai-nilai Islam. Anak-anak merupakan gambaran dari profil kedua orang tuanya dan nilai-nilai yang mendominasi rumah tangga tempat hidupnya. Oleh karenanya, kedua orang tua seharusnya memilih gambaran macam apa yang ingin digoreskan pada diri anak-anak mereka. Anak-anak dalarn rumah tangga muslim -mau tidak mau- akan bergaul dengan anak-anak lain yang tumbuh dalarn rumah tangga yang tidak peduli dengan nilai Islam dalam perilaku dan pola hidupnya. Rumah tangga muslim hendaknya membekali anakanaknya dengan nilai-nilai Islam yang harus ditularkan kepada teman-teman mereka. Untuk dapat menunaikan tugas ini, kedua orang tua dituntut agar dapat melkukan banyak hal, di antaranya adalah sebagai berikut: - Menanamkan nilai dan etika Islarn kepada diri anakanak sejak dini dengan bergaul bersama mereka secara cermat dan islami. - Memberikan teladan yang baik kepada anak-anak dalam

berbicara, baik ketika serius maupun ketika bercanda, tanpa mengabaikan salah satunya. Prinsip pergaulan dengan anak-anak agar mereka tunlbuh dewasa dengan baik dan kelak dapat menjadi orang-orang yang shalih dan shalihah adalah bahwa kita harus disiplin memenuhi segala kebutuhan fisik, akal, dan ruhani mereka. Fisik mereka membutuhkan makanan yang halal, olah raga, hiburan dan permainan. Akal mereka membutuhkan bacaan, perenungan, dan pelatihan untuk berpikir dan memahami. Ruhani mereka membutuhkan penyucian dari noda-noda dan penyakitpenyakit berbahaya, serta memerlukan santapan yang berupa ibadah, membaca A1-Qur'an, mengkaji Sunah Rasul dan sirah Nabawiyah. Semua ini akan terealisir dalam bentuknya yang paling ideal, apabila kedua orang tua memberikan perhatian yang besar kepada anak-anaknya dengan bergaul secara baik dan bersikap serius, di samping beberapa permainan dan hiburan yang juga dibutuhkan oleh setiap orang. Begitulah yang dicontohkan oleh Nabi saw. dalam hadits riwayat Thabrani dari Jabir ra., ia menuturkan, "Aku pernah rnengunjungi Nabi saw. yang pada waktu itu beliau sedang berjalan merangkak sedangkan di atas punggung beliau duduklah Hasan dan Husain. Beliau mengatakan,'Sebaik-baik kendaraan adalah kendaraan kalian berdua dan sebaik-baik anak kembar adalah kalian berdua."' Seorang ayah harus membiasakan anak-anak lelakinya datang ke masjid untuk menunaikan shalat-shalat wajib, menjalin ikatan yang kuat antara mereka dengan masjid, berkenalan dengan kaum muslimin yang aktif ke masjid, baik tua maupun muda, serta aktif mengikuti pengajian-pengajian, ceramah-ceramah, dan berbagai kegiatan yang diadakan di masjid. Semua itu karena keterpautan hati dengan masjid merupakan salah satu sebab keridhaan dan kecintaan Allah swt. kepada hamba-hamba-Nya. Seharusnya rumah tangga muslim menjadi tempat berkumpulnya anak-anak tetangga untuk belajar etika-etika Islam, jika memang tempatnya memungkinkan. Pembiasaan melaksanakan nilai-nilai Islam dalam naungan keluarga muslim dan di bawah pengawasan yang baik oleh kedua orang tua dapat menghindarkan anak-anak dari kebiasaan berkumpul dan berkeliaran di jalanan. Perilaku ini sering menjerumuskan mereka ke dalam perilaku maksiat dan kerusakan moral.

Tidak sepatutnya rumah tangga muslim tdak memiliki perpustakaan Islam. Sarana itu dapat digunakan untuk membekali anakanak dengan berbagai ilmu pengetahuan agama, seperti tafsir AlQur'an dan Sunah Rasulullah saw., sejarah Nabi saw. dan para sahabat ra., serta biografi para tokoh Islam dan para pembaharunya agar jiwa mereka dipenuhi dengan sikap bangga terhadap agama ini, sehingga kecintaan dan perhatian mereka kepada agama ini semakin bertambah. Sampai batas ini pembicaraan kita tentang rumah tangga muslim dan tujuan yang ingin dicapai oleh usrah telah selesai. Namun kelengkapan pembahasan ini -dengan tema pembahasaan tentang program Jamaah untuk para wanita muslimah, baik sebagai istri, saudara, atau anak, sebagaimana yang pernah kami janjikanmerupakan langkah mendesak sebagai bagian dari keinginan kami untuk.melakukan analisa sejarah Jamaah ini beserta berbagai tujuan dan perangkatnya dalam mentarbiyah kaum lelaki dan wanita. Program Untuk Akhwat Muslimah Sebelum berbicara mengenai program khusus untuk akhwat, kita singgung sekilas tentang sejarah kegiatan Jamaah yang menyentuh persoalan akhawat ruslimat pada tahun 1351 H./1932 M. Bertitik tolak dari prinsip integralitas manhaj Jamaah yang lahir dari integralitas manhaj Islam dan kemampuannya memecahkan berbagai persoalan masyarakat di setiap tempat dan waktu, Jamaah pun memberi perhatian kepada akhawat muslimat sebanding dengan perhatiannya kepada ikhwan. Dalam pertumbuhannya, Jamaah juga melewati masa-masa terjadinya konflik antara para propagandis westernisasi (pembaratan) dengan para penyeru nilai-nilai sosial yang bersumberkan Islam. Qasim Amin, dengan kedua bukunya, Tahrirul Mar'ah (Pernbebasan Wanita) dan AIMar'atul Jadidah (Wanita Baru) telah memerankan dirinya sebagai propagandis Barat dalam hal-hal yang berkaitan dengan kaum wanita. Dari sinilah lahir fenomena wanita melepaskan jilbabnya, bercampur baur dengan kaum lelaki di lembagalembaga pendidikan, dan dampak negatif lain yang semakin menjauhkan kaum wanita dari ajaran agama. Manhaj dan khithah Jamaah sangat memperhatikan wanita muslimah sebagaimana perhatiannya kepada lelaki muslim. Untuk itu Jamaah membentuk sebuah lembaga pertama kali yang diperuntukkan bagi akhawat dengan nama Firaqul Akhawatil Muslimat (Unit Akhawat Muslimah) dan menyiapkan untuknya suatu sistem Yang mengatur berbagai aktivitas dan menggariskan berbagai tujuan sekaligus saranasarananya untuk merealisasikan tujuan. (Progranl ini secara penuh

telah dimuat di majalah mingguan Al-Ikhwan AlMuslimin edisi kedua yang terbit pada tanggal 28 Shafar 1352 H.11 Juli 1933 M.) Tujuan dibentuknya unit ini adalah dalam rangka men1bangun komitmen kepada ajaran Islam, dakwah menuju keutamaan, dan menjelaskan berbagai bahaya khurafat yang berkembang di tengah kaum muslimat. Untuk pertama kali yang mengetuai unit ini adalah Sayyidah Labibah Ahmad, yang pada saat itu juga menjabat sebagai ketua redaksi majalah An-Nahdhah An-Nisa'iyah (Kebangkitan Wanita). (Makalah yang ditulis oleh ketua unit ini untuk menjelaskan tentang tujuan, dan telah dimuat dalam majalah mingguan AI-Ikhwan Al-Muslimin No. 30,15 Dzul-ga'dah 1352 H.) Pada tanggal 14 April 1944 M. terbentuklah Lajnah Tanfidziyah (Badan Eksekutif) yang pertama. Waktu itu, Unit Akhawat Muslimat telah memiliki lima puluh cabang yang beranggotakan lebih dari lima ribu akhwat. Yang sering memberikan pengarahan kepada mereka adalah para tokoh wanita yang ada di dalamnya atau tokoh lakilaki dari kalangan Ikhwan. Risalah yang pertama kali ditulis oleh Unit Akhawat ini adalah risalah yang bertajuk Ma'al Mar'ah Al-Muslimah (Bersama Wanita Muslimah). Risalah ini berisi penjelasan tentang manhaj dan misi Akhawat Muslimat dan misi wanita muslimah pada umumnya. Risalah ini diadaptasi dari sebuah makalah yang ditulis oleh Imam Syahid dengan judul AI-Mar'atul Muslimah yang dimuat di majalah Al-Manar. (Terbit pada tahun 1359 H. dalam dua jilid, yakni jilid kedelapan dan kesepuluh. Imam Syahid sendirilah yang menjadi pemimpin redaksinya.) Dalam makalah ini Imam Syahid menegaskan bahwa Islam mengakui hak-hak wanita secara penuh; hak-hak individu, hak-hak kultural, dan hak-hak politik. Pada tahun 1951 M. dirumuskanlah program Akhawat Muslimat secara rinci. Dijelaskan pula beberapa tujuan dari dibentuknya unit ini adalah: 1. Membangkitkan semangat keagamaan dan menyebarkan nilainilai Islam, dengan membentuk kepribadian wanita yang terdidik dan mampu mengemban tugas yang dibebankan. 2. Mengenalkan nilai-nilai utama dan etika yang bisa menyucikan jiwa dan mengarahkannya menuju kebaikan dan kesempurnaan, selain juga menjelaskan tentang hak dan kewajiban. 3. Membimbing mereka memahami metode pendidikan Islam yang shahih dan efektif, yang dapat menjamin perkembangan fisik dan akal putra-putri mereka, sekaligus menghindarkan ketidakseimbangan pertumbuhan keduanya. 4. Berupaya mewarnai rumah tangga dengan warna Islam. Yakni dengan membangkitkan hati untuk mencintai ajaran AI-Qur'an, Sunah Nabi, biografi para ibu mukminat, dan tokoh-tokoh wanita

5. 6. 7. 8.

9.

yang kiprah mereka telah memenuhi lembaran-lembaran sejarah Islam. Memerangi bid'ah, khurafat, kebohongan, pemikiran yang menyeleweng, dan tradisi buruk yang banyak tersebar dan marak di tengah mereka. Menyebarkan ilmu pengetahuan yang bisa mencerahkan akal pikiran mereka dan meluaskan wawasannya. Memperhatikan urusan rumah tangga, agar rumah menjadi tempat yang nyaman dan menghimpun anggota keluarga di atas landasan nilai yang utama dan menyelamatkan. Ikut berpe ran aktif dalam proyek-proyek sosial yang bermanfaat di lingkungan sekitarnya sesuai dengan kesanggupannya. Proyekproyek yang dimaksud antara lain: pembangunan klinik, asrama untuk anak-anak, pemeliharaan anak yatim piatu, gelanggang anak-anak, sekolah-sekolah, dan kepanitiaan penyaluran bantuan untuk keluarga-keluarga miskin. Untuk masing-masing proyek ini telah ditetapkan program-program khusus dan dibentuk pula tim yang mengawasi proyekproyek tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan nomor 49 tahun 1945 M. yang telah terdaftar di Departemen Sosial. Bahu-membahu -dalam batas-batas kondisi dan kesanggupan akhawat- untuk merealisasikan program perbaikan milik Ikhwanul Muslimin secara umum.

Adapun anggota Badan Pendiri Akhawat Muslimat adalah para akhwat yang aktif di Kairo dan daerah-daerah sekitarnya hingga tahun 1951 M. Mereka berjumlah lima puluh orang ketika itu dan terus bertambah setelahnya, berdasarkan catatan di Anggaran Dasar yang telah ditetapkan. Sedangkan sistem usrah, ia berjalan sesuai dengan peraturannya yang secara substansi sama dengan yang diberlakukan untuk ikhwan. Hanya saja ada beberapa program yang khusus untuk mereka dan diatur tersendiri. (Pasal 10 dari Anggaran Dasar) Berikut akan dibicarakan beberapa program usrah Ikhwan agar . melalui itu- kita dapat memahami program usrah untuk akhawat. Ketiga, tujuan usrah bagi masyarakat Terhadap masyarakat muslim, usrah menetapkan tujuan; hendaknya ia menjadi masyarakat yang terwarnai oleh nilai-nilai Islam, berhukum kepada syariat Allah dalam segala urusannya, dan dipimpin oleh sistem ideologi Islam dalam setiap persoalannya. Dalam Jamaah Ikhwan, usrah ibarat batu bata dalam bangunan sosial,

sebagaimana rumah tangga juga merupakan batu-bata bagi bangunan masyarakat. Pada pembahasan yang lalu, kami telah menjelaskan tentang tujuan usrah bagi individu, yang dikategorikannya sebagai batubata pertama dalam rumah tangga muslim, juga sudah dijelaskan target-target usrah bagi rumah tangga muslim, yang melalui ini kita bisa mengetahui bahwa bangunan itu satu adanya dan individu serta rumah tangga adalah bagian dari bangunan masyarakat. Sebagai pelengkap pembahasan, kita perlu mengetahui tujuan usrah bagi masyarakat muslim secara keseluruhan. Usrah adalah salah satu dari perangkat tarbiyah Ikhwanul Muslimin yang pengaruhnya merambah individu, rumah tangga, dan masyarakat seluruhnya. Seandainya usrah abai terhadap tujuan dari penegakan masyarakat, berarti ia cacat dan sempit wawasan. Sebagaimana telah kami jelaskan, usrah -dalam sejarah Jamaah- merupakan unsur terpenting yang menjadi perhatian Jamaah, khususnya dalam bidang kegiatan operasional. Prinsip paling mendasar menegaskan bahwa usrah harus menjadi 'pabrik' yang mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, baik laki-laki maupun perempuan, pemuda maupun pemudi, bahkan remaja putra maupun remaja putri untuk dipasokkan ke dalam masyarakat. Nantinya, masing-masing dari mereka akan menunaikan tugasnya sendiri-sendiri dengan langkah yang diridhoi oleh Allah, bisa mengembangkan potensi masyarakatnya, dan dapat meningkatan mutu pelaksanaan tugasnya dalam setiap bidang kerja. Inilah yang paling men dasar. Semakin besar jumlah sumber daya manusia berkualitas yang dapat dipersembahkan untuk masyarakat -dengan peran serta mereka secara aktif dalam menunaikan tugas yang dibebankan keaadanya dengan baik dan ikhlas serta diiringi dengan kesadaran merasa diawasi oleh Allahmaka akan semakin memotivasi masyarakat untuk melangkah maju menuju peradaban yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupannya. Aspek akhlak, etika sosial, politik, ekonomi, dan seluruh komponen peradaban lainnya. Pada gilirannya hal ini lebih mendekatkan jarak antara para aktivis Islam dan proses pembentukan umat Islam yang dipelopori oleh pemerintah Islam, yang menjadikan sebagai kewajiban utamanya adalah berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah swt. Dari sini kita bisa memahami bahwa di antara langkah Jamaah adalah mengantarkan masyarakat mencapai tujuan ini, yakni berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah melalui metode tarbiyah yang tenang dan tepat sasaran, tanpa harus melakukan peinberontakan,

revolusi, dan konflik-konflik berdarah yang tidak berguna, selain tidak mengantarkan kepada tujuan yang mulia. Meskipun demikian, tujuan Jamaah tidak berhenti sampai di sini, yakni berhukum dengan apa yang diturunan oleh Allah. Di balik itu ada langkah menuju tujuan lebih agung, yakni ustadziatul alam (memimpin dunia) seluruhnya, dengan Al-Qur'anul dan Sunah sebagai pedomannya, yang mengungguli seluruh sistem dan isme yang ada. Setelah itu mengentaskan seluruh umat manusia dari kesesatan menuju hidayah, dari kebatilan menuju kebenaran, dan dari kesewenang-wenangan penguasa menuju keadilan Islam. Untuk mencapai tujuan yang mahabesar ini, sistem usrah telah menetapkan tapkan target agar masyarakat bisa mewujudkannya. Untuk itu ia mengambil langkah-langkah yang antara lain sebagai berikut: a. Menempatkan orang yang telah mentarbiyah dalam usrah di berbagai strata masyarakat untuk menutup celah dalam bidangbidang berikut: - Sekolah, pesantren, dan universitas. - Pabrik, pusat perdagangan, dan lahan pertanian. - Yayasan dan instansi, baik pemerintah maupun swasta. Demikian itu karena penunaian tugas secara baik dan ikhlas meru_ pakan kewajiban terpenting bagi seorang muslim. Hal ini dipersembahkan bagi masyarakat dengan semua stratanya. Ingatlah bahwa semua itu merupakan kekayaan masyarakat. Mereka itu nantinya akan menjadi teladan dalam hal keikhlasan beramal, kreativitas, mengutamakan kebenaran dan keadilan atas yang lain, bahkan dalam hal gairah untuk mewujudkan kemaslahatan umum bagi rnasyarakat seluruhnya. b. Mengenali sisi-sisi negatif dan faktor-faktor penyebab kegagalan dan kerusakan di setiap strata masyarakat. Hal ini dilakukan melalui orang-orang yang ditugaskan oleh usrah untuk terjun ke medan kehidupan nyata, yang terwarnai dengan nilai-nilai Islam. Pengenalan ini menuntut beberapa hal penting dari mereka, yakni: - Melakukan studi atas beberapa fenomena negatif dalam setiap strata. - Mengenal secara jeli dan obyektif faktor penyebab kegagalan, kelemahan, dan kebangkrutan materi. - Membuat deskripsi atas realitas lapangan yang ia terjuni untuk menanggulangi persoalannya, dan mengarahkan para aktivis untuk meraih kemaslahatan, baik bagi mereka sendiri maupun bagi seluruh masyarakat. - Melakukan semua tugas ini dengan tenang, penuh komitmen, jujur, cinta kebenaran, kebaikan, dan

kemaslahatan umum. Sikap ini diterapkan juga ketika memantau dan mencatat berbagai kenyataan negatif, juga di saat memberikan pandangan dan usulan untuk memecahkan setiap persoalan. c. Berperan aktif dalam setiap bidang kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang ia hidup di dalamnya. Semua itu boleh dilakukan dengan syarat kegiatan ini diridhai Allah atau minimal tidak dimurkai-Nya, di samping bisa mewujudkan kemaslahatan umum, dan sedikit pun tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu juga diharapkan agar terus melakukan pemantauan berbagai persoalan dan perilaku menyimpang dari syariat dengan sikap tenang dan obyektif, untuk kemudian menggantinya dengan sesuatu yang patut sekuat mungkin. Semua itu dilakukan dengan syarat hendaknya personal yang telah tertarbiyah dalam usrah Ikhwan menjadi representasi luhurnya ajaran Islam, agama yang diserukannya untuk diikuti, dan segala tindakan yang mulia dilakukan atau kemaksiatan yang ditinggalkannya. Fanatisme, sikap kasar, dan otoriter, tentu bukan bagian darinya. Yang ada hanyalah sikap arif, dialogis, dan debat dengan argumentasi yang baik. Jika tidak demikian, seseorang hanya akan menjadi pemicu larinya orang lain dari Islam yang diserukannya. Bahkan amar ma'ruf nahi mungkar sendiri -yang merupakan mercu suar perintah dakwah Islam- diperbolehkan oleh para ahli fiqih untuk ditangguhkan, jika ternyata amar ma'ruf yang dikerjakan ini justru melahirkan kemungkaran. Demikian halnya dengan nahi mungkar, ia boleh ditangguhkan sementara jika ternyata pelaksanaannya justru menimbulkan kemungkaran baru yang lebih besar. Inilah Islam dalam sosok sosial kemasyarakatannya yang konstruktif, terarah, dan tidak emosional, yang telah menggariskan metode yang cocok untuk setiap tahapan dakwah. d. Memberi perhatian kepada aspek profesionalisme, kecermatan,, dan kualitas dalam setiap pekerjaan yang dibebankan kepada personal yang tertarbiyah dalam usrah. la juga merupakan keharusan yang harus di-tegakkan dalam setiap kegiatan pada umumnya oleh sebab beberapa hal: - Ini merupakan prinsip dasar Islam dalamkaitan dengan aktivitas. "Sesungguhnya Allah menyukai apabila ada seseorang di antara kamu bekerja, ia bekerja dengan cermat." (Al-Hadits)

"Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan (ihsan) dalam segala hal." (AI-Hadits) Orang yang tidak membaguskan amalnya dianggap cacat dan berdosa, karena bertentangan dengan etika Islam dan hukurnhukum sosial. - Ini dapat dijadikan sebagai'dakwah tanpa suara' yang menuntun ke jalan kebenaran dan kepada sikap komitmen kepada agama, serta kebanggaan padanya. Bahkan hal ini jauh lebih baik daripada puluhan khutbah, ceramah, dan nasehat, karena ia adalah tarbiyah melalui keteladanan. Sikap profesional dan cermat ini mengakibatkan pelakunya menjadi referensi bagi orang lain yang akan belajar dan rninta pendapat kepadanya. Ini merupakan peluang dakwah yang tidak ada bandingnya, yakni ketika anda menyeru kepada Islam terhadap orang yang sedang membutuhkan anda, anda mempergaulinya dengan keramahan dan persaudaraan Islam. Ini termasuk metode yang baik untuk mencapai posisi kepemimpinan. Nah, di saat telah meraih posisi kepemimpinan ini, katakata akan lebih mudah menembus ke dalam relung hati, bukan hanya masuk telinga. Dengan begitu dakwah akan muncul dari orang yang memiliki kekuasaan dan kekuatan, sehingga nilai kebenaran yang didakwahkan bisa terdukung. e. Membekali diri dengan pengetahuan yang memadai tentang masyarakat. Suatu pengetahuan yang memungkinkannya untuk merurnuskan pemecahan masalah dan memantapkan langkah untuk upaya perubahan dalam masyarakat; perubahan rnenuju keadaan yang lebih baik, menuju kebenaran, dan menuju Islam. Proses perubahan ini harus senantiasa dibingkai dengan cara-cara yang konstruktif dan tidak tergesa-gesa, jauh dari sikap petualangan dan kekerasan, karena itulah cara Islam dalam segala hal atau paling tidak pada sebagian besarnya. Islam tidak mengenal kekerasan dan peperangan kecuali kepada musuhmusuh Allah, musuh-musuh agama yang mereka telah didakwahi namun menolak dan memusuhinya atau mereka termasuk pemeluk agama-agama yang diperbolehkan Islam untuk hidup berdampingan dengan masyarakat muslim. Inilah metode yang bisa mengantarkan kepada kokohnya agama Allah pada umat manusia, sebagai prolog bagi upaya penegakan hukum yang diturunkan Allah, selanjutnya memimpin seluruh umat manusia dengan kebenaran dan petunjuk Allah. f. Memberikan perhatian khusus kepada pemakmuran masjidmasjid. Orang-orang yang memakmurkan masjid adalah orangorang yang beriman kepada Allah, hari akhir, mendirikan shalat,

menunaikan zakat, dan tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah. "Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orangorang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut kepada siapapun kecuali Allah. Merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang orang yang mendapat petunjuk."' (AtTaubah: 18) Aktivitas memakmurkan masjid dapat menanamkan ketaqwaan kepada Allah dalam jiwa manusia, kecintaan kepada kebaikan, dan kecintaan kepada orang lain. Selain itu bisa juga dengan kegiatan seperti halagah kajian, tilawatil Quran, atau pengajaran fiqih, yang ia jelas memberi manfaat kepada banyak orang dan menarik mereka untuk giat dalam aktivitas Islam. Bagi orang-orang alim yang tinggal di sekitar masjid bisa saja membuat halaqah-halaqah dan kelompok-kelompok kajian untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin yang berguna bagi kehidupan agama dan dunianya. Itulah strategi Jamaah dalam bermuamalah dengan masjidmasjid. Selain itu juga melengkapi masjid-masjid tersebut dengan buku, tikar, dan penerangan, bahkan perbaikan dan pendirian masjidmasjid di sebagian besar desa dan kota. Semua itu termasuk dalam pemakmuran masjid dan pencarian ridha Allah. Usrah Ikhwan menghendaki agar masjid-masjid ini menj adi menaramenara ilmu dan petunjuk, menjadi arena untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan kaum muslimin, khususnya bagi mereka yang tidak mengenyarn pendidikan agama di waktu kecil. Selain itu usrah juga menghendaki agar masyarakat mau memberikan perhatian khusus dengan mengurus, aktif menghadirinya, dan beribadah di dalamnya. Karena masyarakat yang diwarnai oleh sernangat memakmurkan masjid adalah masyarakat yang patut untuk mewujudkan kebahagiaannya, di dunia maupun di akhirat. g. Menghadiri klub-klub olah raga, perkumpulan-perkumpulan sosial, dan kelompok-kelompok ilmiah; berusaha mengambil yang benar di antaranya dan mengubah yang tidak benar, dengan metode yang konstruktif, yang berpijak di atas kearifan, nasehat yang baik, dan -jika diperlukan- berdebat pun dengan cara yang baik. Adapun jika forum-forum semacam ini ditinggalkan dengan alasan bahwa ia tidak membawa manfaat, berbahaya, dan hanya menularkan pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan

Islam saja, maka tindakan ini justru negatif, menunjukkan kemunduran, serta mengabaikan dan rnenghindarkan diri dari dakwah. Sungguh, perbuatan ini tidak patut dilakukan oleh seorang muslim. Namun jika keterlibatannya dapat mengakibatkan seseorang terjerumus dalam perilaku dan tradisi negatif yang mewarnai berbagai perkumpulan sosial, ia pun berdosa dan bermaksiat, tidak seharusnya seorang muslim terjerumus di sana. Oleh karena itulah orang-orang yang hendak berinteraksi dengan berbagai kumpulan dengan tujuan mengubah hal-hal negatif men, jadi baik dan lebih diridhai oleh Allah, harus memiliki tingkat komitmen yang baik kepada Islam, dalam etika dan perilakunya, sehingga tidak mudah terpedaya oleh lingkungan yang menyenangkan dan tidak tertipu oleh berbagai tradisi dan budaya negatif. Itulah salah satu tujuan usrah yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Setiap strata masyarakat, nafas dan gaya hidupnya harus islami. Semua itu dilakukan dengan cara mendorong semua personal yang telah tertarbiyah dalam usrah untuk mengadakan perubahan, dengan niat meraih kebajikan untuk seluruh unlat manusia, di dunia dan di akhirat. Itulah strategi Jamaah di berbagai strata sosial. Selama ini betapa besar peran mereka dalam melakukan upaya perubahan menuju yang ahsan. Karakteristik inilah yang membedakan Jamaah dengan jamaah-jamaah lain yang sezaman dengannya dan samasama berjuang demi Islam. Keempat, tujuan usrah untuk jamaah Untuk Jamaah sendiri, usrah juga menetapkan beberapa target yang bertitik tolak dari posisi usrah dalam struktur Jamaah ini. Telah sama-sama maklum bahwa usrah merupakan inti atau batu-bata pertama Jamaah. Apabila batu bata ini bagus, ]baik struktur pembentukan maupun fungsinya, maka baik pulalah kualitas Jamaah. Bahkan tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa ketimpangan apapun yang menimpa Jamaah-baik struktur bangunan maupun fungsinya- harus dicari faktor penyebabnya dalam'bangunari usrah. Tidak juga berlebihan apabila dikatakan bahwa sesungguhnya Jamaah tidak dapat menembus berbagai rintangan di tengah perjalanannya yang sarat dengan onak dan duri- tanpa mengandalkan uluran tangan dari usrah yang menye-diakan SDM berkualitas.

Oleh karenanya, usrah -sebagai inti- memiliki beberapa target yang digariskan untuk Jamaah. Semua tanggung jawab ini ditimpakan kepada usrah untuk merealisasikannya. Target-target itu antara lain: a. Menyuplai Jamaah dengan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam berbagai bidang kerja Jamaah. SDM ini telah melewati fase tarbiyah dan takwin dalam usrah dan telah pula menyelesaikan berbagai programnya dengan baik. Di antara bidang-bidang itu adalah: 1. Bidang dakwah dan tabligh. 2. Bidang aktivitas dan gerakan. 3. Bidang organisasi dan manajemen. 4. Bidang kerja politik. 5. Bidang kerja sosial. 6. Bidang kerja ekonomi. 7. Bidang kerja pemikiran dan pengetahuan. 8. Bidang kerja tarbiyah dan takwin. 9. Bidang kerja olah raga dan kepanduan. Semua bidang ini dan bidang-bidang lain yang menjadi tuntutan Jamaah telah disiapkan penanganannya oleh para anggota usrah sesuai dengan berbagai program yang bisa memenuhi kebutuhan ini. Yakni sebuah proses penyiapan yang memungkinkan mereka bisa melanjutkan studi, pendalaman, riset, dan pelatihan operasonal. b. Menyuplai Jamaah dengan sosok pemimpin yang baik. Proses penyiapan personal untuk ini pun telah dilakukan secara matang dalam usrah, untuk selanjutnya Jamaahlah yang mengambil alih tugas pelatihannya sesuai dengan tuntutan bidang yangbutuh pimpinan. Pelatihan dilakukan dengan program intensif yang mengarah kepada ketrampilan leadership yang diinginkan, dengan maksud agar ia memiliki kesiapan dan kecakapan menentukan sikap-sikap kepcmimpinannya. Beberapa bidang leadership misalnya: 1. Kepemimpinan untuk bidang personal dan kelompok. 2. Kepemimpinan untuk bidang kerja sosial. 3. Kepemimpinan untuk bidang kerja politik. 4. Kepemimpinan untuk bidang kerja ekonomi. 5. Kepemimpinan untuk bidang kerja manajemen dan organisasi. 6. Kepemimpinan untuk bidang kerja tarbiyah dan takwin. 7. Kepemimpinan untukbidang kerja pemikiran dan pengetahuan. 8. Kepemimpinan untuk bidang kerja tabligh dan penyebaran dakwah. c. Menyuplai Jamaah dengan sumber daya manusia yang maulpu menjalankan tugas-tugas yang terkait dengan fenomena berbagai kelompok dan arus gerakan, baik yang pro maupun yang kontra

terhadap Islam. Ini salah satu kewajiban terpenting dalam peTja_ lanan Jamaah. Mengapa demikian, karena arus gerakan yang pro Islam membutuhkan orang-orang yang mendukung dan mendekatkan cita-citanya dengan target-target yang diwujudkannya, Selain memberikan motivasi dan dorongan semangat sehingga ia dapat meraih tujuan-tujuannya. Demikian juga dengan arus gerakan yang kontra Islam. Ia membutuhkan orang-orang yang mampu mengha_ dapi dan menghancurkannya, namun tetap berpijak di atas prinsip hikmah, mau'izhah hasanah, dan mujadalah billati hiya ahsan. Tidak ada figur yang bisa melakukan semua itu kecuali orang yang telah tertarbiyah dengan baik dalam usrah, kemudian dilatih untuk menunaikan tugas ini dengan pola yang menjadikannya mampu menunaikan tugas ini dengan sebaik-baiknya. d. Menyuplai Jamaah dengan sumber daya rnanusia yang mampu mewariskan dakwah kepada generasi berikutnya agar dakwah ini tidak punah hanya karena meninggalnya para tokoh senior. Pewarisan dakwah merupakan satu hal yang sangat sangat prinsip dalam dakwah Islam secara keseluruhan. Selain itu ia sangat bermanfaat karena dapat mentransfer pengalaman dari para senior kepada generasi mudanya. Proses pewarisan ini memiliki tuntutan dan konsekuensi yang besar. Tidak ada yang sanggup mewariskan dakwah ini kepada orang lain kecuali mereka yang meyakininya, memperjuangkannya, memahami secara mendalam tujuannya, mengetahui sarana-sarananya, dan mampu mentransfer semua itu kepada orang lain. Para pewaris dakwah, baik dari kalangan muda maupun tuanya, sangat membutuhkan perhatian ekstra, pengarahan yang baik, dan pernbekalan dengan wawasan pengetahuan yang memadai. Semua ini merupakan amanat besar yang tidak seorang pun sanggup mengembannya kecuali yang disiapkan dalam usrah serta lebur dalam sistem dan programprogramnya. Memang, salah satu tujuan usrah adalah menyiapkan orang-orang pilihan seperti ini untuk memikul tanggung jawab yang amat besar tersebut. e. Sedapat mungkin mengupayakan perluasan wilayah usrah. Sesungguhnya perluasan sistem takwin secara terarah dan terprogram itulah yang mempersembahkan kepada Islam tokohtokoh yang memiliki kedisiplinan dan energi; memberi kepada Jamaah tokohtokoh yang memiliki loyalitas, tekad, dan keuletan kerja demi tercapainya tujuan. Melalui perluasan sistem usrah dan penyebarannya ke seluas-luas

medan disertai dengan pemeliharaan terhadap kualitas yang baik dan program-program yang terarah, maka Jamaah mampu mewujudkan tujuan-tujuan berikut: 1. Meluasnya wilayah kaum muslimin yang komitmen kepada agama di tengah-tengah masyarakat. 2. Meluasnya wilayah orang-orang yang paham dan loyal kepada gerakan Islam yang berusaha menerapkan Islam secara baik pada diri dan lingkungan mereka. 3. Meluasnya wilayah orang-orang yang suka berdakwah kepada orang lain menuju kebenaran dan petunjuk. Meluasnya wilayah-wilayah ini -dengan meluasnya wilayah usrahgerakan Islam akan sanggup mengembangkan sayapnya ke segenap penjuru sejauh mungkin dan dapat merealisasikan tujuan-tujuannya. Demikian itu, karena dengan meluasnya wilayah ini -pada suatu hari nanti- Jamaah bisa sampai di suatu kondisi, di mana jalanjalan, rumah-rumah, sekolah-sekolah, dan sarana-sarana informasi, memiliki denyut nadi islami. Pada saat itu, berarti Jamaah telah dapat mewujudkan tujuan terbesarnya, yaitu mengukuhkan agama Allah di tengah umat manusia. Setelah itu kita akan membicarkan arkanul usrah, yang merupakan butir ketiga dari sembilan butir pembicaraan yang telah kami janjikan. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita semua. 3. Rukun-rukun Usrah Imam Mursyid (Hasan Al-Banna) pernah menulis sebuah risalah yang berjudul Nizhamul Usar. Beliau memfokuskan pembicaraan pada rukunrukun usrah. Dalam mukadimah beliau menuturkan, "Islam sangat menganjurkan pembentukan 'keluarga' dari para pemeluknya, yang mengarahkan mereka menuju keteladanan tertinggi, mengukuhkan ikatan persatuannya, mengangkat persaudaraan mereka dari tingkatan kata-kata dan teori menuju kerja dan operasional. Oleh karena itu, maka berusahalah wahai saudaraku, agar engkau bisa menjadi batu bata yang baik bagi bangunan Islam ini." Ikatan usrah ini memiliki tiga rukun. Peliharalah dan bersungguhsungguhlah untuk mewujudkannya, agar hal ini tidak menjadi beban yang kering tanpa ruh. Ketiga rukun itu adalah: 1. Ta'aruf (saling mengenal) Ia adalah awal dari ketiga rukun ini. Oleh karenanya, kalian harus saling mengenal dan saling berkasih sayang dalam naungan ruh

Allah. Hayatilah hakekat makna ukhuwah yang benar dan utuh di antara kalian dan berusahalah agar tiada sesuatu pun yang menodai kesucian ikatan kalian. Hadirkanlah selalu di pelupuk matamu ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits yang mulia. Ingatlah ayatayat berikut: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara." (AlHujurat: 10) "Berpegangteguhlah kamu semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai." (Ali Imran: 103) Juga sabda Rasulullah saw., "orang mukmin dengan mukmin Iainnya ibarat satu bangunan, sebagiannya mengokohkan sebagian yang lain." "Seorang muslim itu saudara muslim lainnya, tidak menzhalimi dan tidak menyerahkannya kepada musuh." "Perumpamaan orang-orang yang beriman dalarn hal cinta, kasih sayang, dan kelemahlembutan, seperti jasad yang satu." Setelah generasi pertama umat ini berlalu, perintah-perintah Allah dan arahan-arahan Nabi saw. hanya menjadi kata-kata penghias bibir dan khayalan dalam benak kaum muslimin, sampai kalian datang, wahai ikhwan yang saling mengenal. Kalian berusaha mewujudkannya di tengah masyarakat kalian, mencita-citakan kembalinya ikatan umat yang saling bersaudara dengan ruh Allah dan ukhuwah islamiyah. Selamat bagi kalian apabila kalian jujur, dan saya selalu berharap kalian demikian adanya. Allahlah pemberi taufik kepada kalian." (Majmuatur Rasail, Imam Syahid Hasan AlBanna, 286) Ta'aruf, sebagaimana ditunjukkan oleh dokumen-dokurnen Jamaah dan praktek operasionalnya dalam usrah, merupakan rukun usrah yang paling penting. Dialah asal yang diwajibkan atas manusia oleh Allah dalam firman-Nya, "Wahai umat manusia, sesungguhnya Kami menciptakan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.(AI-Hujurat:13) Pada dasarnya, karena berbagai ragam warna kulit, bahasa, suku bangsa dan tanah airnya, umat manusia harus saling mengenal dan tolong-menolong. Apalagi sesama kaum muslimin, lebih-lebih sesama Jamaah Ikhwanul Muslimin. Ta'aruf yang diserukan Jamaah ini mempunyai permulaan, yaitu hendaknya seseorang harus mengenal narna, pekerjaan, alamat, dan status dalarn keluarga saudaranya. Setelah itu pun masih banyak hal yang harus diketahuinya, seperti mengenal kejiwaan, kecenderungan, orientasi pemikiran, wawasan, keruhanian, dan kadar keseriusannya beribadah dan taqarub kepada Allah, selain juga mengenal fisik dan segenap potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya, kondisi sosial ekonominya secara menyeluruh

dan rinci, berbagi kemampuan dan keahlian yang dimilikinya, sejauhmana kemampuannya melakukan pekerjaan, bahkan sejauhmana kadar pengetahuannya tentang tipe-tipe orang. Pengenalan terus dilanjutkan dengan mengetahui semua hal yang diperbolehkan oleh Allah untuk diketahui orang lain yang masih terkait dengan akh ini. Puncaknya adalah mengenal hingga jadwal kegiatan hariannya selama sepekan penuh, di mana apabila ia mengubah jadwal kegiatannya, maka ia harus memberitahukan hal itu kepada saudaranya... Semua ini sangat penting dan diperlukan dalam medan aktivitas Islam. Semua itu dalam rangka kebaikan aktivitas Islam di satu sisi, dan untuk mengoptimalkan segenap potensi di sisi lain, serta untuk mempermudah interaksi antara sesama anggota, di sisi yang lain lagi. 2. Tafahum (saling memahami) Mengenai tafahum ini Imam Muasis menuturkan, "la adalah rukun kedua dari rukun-rukun usrah. Oleh karenanya, tetaplah berpegang teguh dengan manhaj yang hak, laksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah dan tinggalkanlah apa-apa yang dilarang-Nya. Awasilah dirimu dengan seksama dalam hal taat dan maksiat, setelah itu hendaklah setiap orang dari kalian bersedia menasehati saudaranya apabila melihat aib di sana. Hendaklah seorang akh menerima nase_ hat saudaranya dengan penuh suka cita dan rasa terima kasih kepa_ danya. Untuk akh yang menasehati, berhatihatilah, jangan santpai hatimu berubah niat, meski pun hanya sehelai rambut. Jagalah jangan sampai saudaramu merasa serba kurang dan engkau dirasakannya punya kelebihan dibanding dirinya. Apabila engkau melihat aib pada dirinya, biarkan ia selama kurang lebih sebulan. Janganlah aib yang engkau lihat itu diceritakan kepada orang lain, kecuali kepada pimpinan usrah saja. Setelah itu, tetaplah engkau mencintai dan menghargainya, sehingga Allah swt. menetapkan keputusanNya. Sedangkan untuk akh yang dinasehati, waspadalah jangan sampai engkau berubah sikap, menjadi keras hati kepada akh yang menasehati, meskipun hanya sehelai rambut, karena mahabbah fillah (cinta karena Allah) adalah setinggi-setinggi martabat dalam agama, sedangkan nasehat merupakan pilar agamaa flgama adalah nasehat.' (AlHadits) Semoga Allah melindungi kalian dari kejahatan sebagian yang lain, memuliakanmu dengan ketaatan kepada-Nya, dan memalingkan tipu daya syetan dari kami dan kalian semuanya." (Majmu'a-tur Rasail, 287) Tafahum (saling memahami) -sebagaimana yang ditunjukkan oleh berbagai dokumen Jamaah dan dipraktekkan di lapangan oleh para anggotanya- merupakan rukun penting dari ketiga rukun usrah ini. Ia juga memiliki garis lurus yang berawal dan berakhir.

Sedangkan landasan syar'i diwajibkannya atas kaum muslimin adalah firman Allah: ' "Berpegangteguhlah kamu dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (di masa jahiliyah) bermusuhmusuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (Ali Imran: 103) Yang dimaksud dengan'berpegang teguh dengan tali Allah' adalah berpegang teguh kepada agama dan Al-Qur'an. Perilaku ini akan memunculkan perasaan cinta, keterpautan, dan sikap saling memahami. Begitu juga hadits Rasul saw.: "Seorang mukmin itu hatinya lunak. Tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak dapat menarik simpati dan tidak simpatik." (Musnad Imam Ahmad) Yang dimaksud dengan tafahum adalah meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Menghilangkan faktor penyebab kekeringan dan keretakan hubungan. b. Cinta kasih dan lembut hati; jika dilaksanakan dengan sebenarnya akan menciptakan ta'ruf yang benar. c. Melenyapkan perpecahan dan perselisihan. Apabila terjadi perselisihan, hendaknya hal itu jangan sampai merusak ukhuwah, karena perselisihan di antara kaum muslimin pada hakekatnya adalah perselisihan dalam hal-hal furu' dan ijtihad saja, bukan dalam masalah prinsip. Jika wilayah ikatan ukhuwah di kalangan ikhwan telah membentang dengan menyingkirkan semua kendala dan rintangan -yang memang harus disingkirkan- maka sikap saling memahami akan memberikan arah positif yang lain. Antara lain: a. Bekerja demi tercapainya kedekatan cara pandang atas berbagai persoalan yang berkaitan dengan kaum muslimin. Kedekatan tidak harus berarti kesamaan. Namun jika terjadi kesamaan, tentu lebih afdhal. b. Bekerja untuk membentuk keseragaman pola pikir, yang bersumberkan pada Islam dan keberpihakan kepada kebenaran; baik dalam memperlakukan orang lain ataupun obyek-obyek lainnya, sehingga tidak ada sikap ekstrim dalam pola pikir sebagian ikhwan, atau gegabah pada sebagian yang lain. Yang ada hanyalah cara pandang dan cara memutuskan persoalan yang satu. c. Mempertemukan ragam cara pandang atas dua hal amat penting di medan aktivitas Islam, yaitu: Pertama, sepakat atas adanya skala prioritas amal.

Kedua, sepakat tentang adanya tahapan dalam aktivitas. Yakni membagi pekerjaan dalam beberapa fase, mungkin dengan cara saling berurutan atau berhadap-hadapan, disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang melingkupi aktivitas para aktifisnya. d. Menuju ke puncak tafahum antar sesama anggota Ikhwan. Puncak yang dimaksud yakni "berbicara dengan satu bahasa". Di mana karakter khas yang mewarnai anggota Jamaah adalah bahwa mereka berpikir dengan pola yang satu dan berbicara dengan bahasa yang satu. 3. Takaful (saling menanggung beban) Tentang hal ini, Imam Muasis berkata, "Ia adalah rukun yang ketiga karenanya, hendaklah sebagian kalian memikul beban sebagian yang lain. Demikian itulah esensi konkrit iman dan intisari ukhuwah Hendaklah sebagian kalian senantiasa bertanya kepada sebagian yang lain mengenai kehidupannya dan bersegeralah memberikan bantuan apabila diperlukan. Hadirkan di benakmu sabda Rasulullah saw.: "Seseorang yang berjalan dalam rangka memenuhi hajat saudaranya, lebih baik baginya dari pada i'tikaf satu bulan di masjidku ini." "Barangsiapa memasukkan kegembiraan kepada satu keluarga dari kalangan kaum muslimin, Allah tidak melihat balasan baginya kecuali surga.' Semoga Allah mengikat hati kalian dengan ruh-Nya. Dialah sebaikbaik pelindung dan sebaik-baik penolong." (Majmu'atur Rasail, 287) Takaful -sebagaimana yang ditunjukkan oleh berbagai dokumen Jamaah dan sepak terjang para anggotanya dalam usrah-merupakan rukun penting dari ketiga rukun usrah. Landasan syar'i rukun ini dapat dipahami dari firman Allah: "Berbuatlah kebaikan agar engkau mendapat keberuntungan." (AlHajj: 77) "Muhammad itu utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka." (Al-Fath: 29) Rasulullah saw. juga bersabda, "Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian yang lain (seraya beliau satukan kedua telapak tangan dengan saling menyilangkan jari-jarinya) (Muttafaqun Alaih) "Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal kecintaan, kasih sayang, dan kelemahlembutan adalah seperti jasad yang satu. Apabila ada salah satu anggota badan yang sakit, maka sekujur badan akan ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam." (Muttafaqun Alaih) "Toionglah saudaramu, baik ketika berbuat zhalim maupun ketika dizhalimi." Seseorang bertanya, "Wahai Rasuluallah, aku menolongnya apabila ia dizhalimi. Akan tetapi apabila ia menzhalimi,

bagaimana aku menolongnya?" Beliau menjawab, "Engkau menghalanginya dari berbuat zhalim. Demikian itu bentuk pertolonganmu kepadanya." "Janganlah engkau saling mendengki, membongkar aib, membenci dan membelakangi, serta janganlah sebagian dari kamu menjual barang dagangan yang sudah dijual kepada sebagian yang lain. Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara; seorang muslim adalah saudara muslim yang lairn, tidak menzhalimi, menghina, dan mencemoohkannya. Taqwa itu tempatnya di sini (seraya beliau menunjuk ke arah dada tiga kali). Cukuplah sebagai keburukan apabila ada sese orang mencela saudaranya sesama muslim. Setiap muslim dilarang mengganggu muslim yang lain, dalam hal darah, harta dan kehormatannya." (HR. Muslim) "Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya dan menyerahkannya kepada musuh.Barangsiapa menolong saudaranya, Allah akan menolongnya. Barangsiapa membebaskan saudaranya dari satu bencana, Allah akan membebaskannya dari bencana di hari Kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya di hari Kiamat." (Muttafaqun Alaih) Takaful dalam Jamaah ini nyaris merupakan karakter paling istimewa yang membedakannya dari Jamaah lain. Kedermawanan sebagian besar anggota Ikhwan untuk mencurahkan harta, tenaga, dan waktu mereka demi menolong saudara-saudara mereka patut di jadikan teladan. Bahkan dalam situasi paling sulit sekalipun, seperti yang pernah mereka alami di penjara. Takaful dalam Jamaah merupakan produk dari ta'aruf dan tafahum yang benar. Secara umum, yang dimaksud dengan takaful adalah: hendaknya seseorang memikul beban saudaranya yang lain ketika ia dalam kesulitan atau membutuhkannya. Ini termasuk salah satu dari prinsip agama sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelum nya: "Barangsiapa menolong hajat saudaranya, Allah akan menolong hajatnya". Takaful memiliki tahapan-tahapan dan derajat-derajatnya sebagai berikut: 1. Saling mencintai, mengikatkan hati, dan berkasih sayang. 2. Bahu-membahu dalam berbagai pekerjaan yang menuntut banyak energi. 3. Tolong-menolong sesama muslim jika ada di antara mereka yang zhalim atau dizhalimi. 4. Saling menjamin (takaful) dalam skala usrah, dari nagibnya hingga para anggotanya. Dokumen-dokumen Jamaah dan tulisan-tulisan tentang ini menunjukkan bahwa berbagai tahapan takaful ini telah dilaksanakan

secara kontinyu oleh anggota Jamaah, baik di luar maupun di dalam penjara. Perjalanan sekejam apapun dari suatu pemerintahan, tidak akan mampu menggilas rukun mendasar dari rukun-rukun usrah ini. Bahkan sebagian dari surat kabar pemerintah Mesir -yang zhalim dan kejam ini- memberitakan bahwa di antara persoalan yang menyebabkan pemerintah bertindak kejam terhadap Jamaah dalarn penjara Abu Za'bal pada saat terjadinya musibah dakwah tahun 1965 M. adalah berdasarkan pada tuduhan bahwa Ikhwan telah melakukan praktek takaful dalam lingkungan penjara. Sejumlah besar anggota Ikhwan telah dijebloskan ke dalam penjara hanya karena mereka memberikan bantuan dan memperlihatkan kesetiakawanannya kepada keluarga para anggota Ikhwan yang dipenjara. Pada waktu itu telah beredar salah satu keputusan pemerintah bahwa barangsiapa memberikan bantuan sebesar lima Qirsy kepada keluarga Ikhwan yang dipenjara atau diasingkan, ia akan divonis penjara selama lima tahun dan yang memberikan bantuan sebesar sepuluh Qirsy akan divonis penjara selama sepuluh tahun.' Begitulah sikap peradilan yang zhalim ini, yang mempermainkan nilai-nilai keluhuran dan berupaya menumpas kehormatan dan harga diri masyarakat Mesir yang dilakukan oleh para tiran pada tahun 1965 M. Akan tetapi apakah semua itu sanggup mencegah Ikhwan dari praktek takaful ini? Dokumen-dokumen mereka menjawab: "Tidak!" Sejarah mereka juga menjawab: "Tidak!" Bahkan tulisan-tulisan para musuh mereka -lebih-lebih para pembelanyajuga mengukuhkan tentang hal itu. Barangkali bukti yang paling kuat atas kesetiakawanan anggota Jamaah adalah bahwa berbagai serangan keji yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam terhadap mereka di sebagian besar negara Arab tidak sanggup mengendorkan semangat mereka dan memalingkan mereka dari sikap saling mengasihi, tolong menolong, dan solidaritas mereka dalam situasi dan kondisi yang paling sulit sekalipun. Demikianlah rukun-rukun usrah, seperti yang telah digariskan oleh A1-Muasis sendiri dan yang dituliskan dengan penanya, sebagaimana telah kami paparkan dengan sejelas-jelasnya, dengan didukung oleh dalil syar'i (Kitab dan Sunah) dan seperti yang ditunjukkan oleh berbagai dokumen Jamaah serta analisa sejarahnya. 4. Syarat-syarat Usrah Syarat-syarat usrah yang kami maksud di sini adalah syarat-syarat yang harus terpenuhi dan diperhatikan tatkala membentuk sebuah usrah, di mana terpenuhinya syarat-syarat ini lebih memungkinkan terciptanya

iklim yang kondusif bagi tertunaikannya tugas dan terealisasikannya tujuan. Dalam risalah-risalah Imam Hasan Al-Banna saya tidak pernah menemukan satu makalah pun dengan judul "Syarat-syarat Usrah". Namun, dengan menelusuri dokumen-dokumen, menelaah sejarah Jamaah, dan mengenal lebih jauh pembentukan usrah; dari sejarahnya dan hasil wawancara saya dengan beberapa tokoh senior Jamaah, saya mengetahui bahwa ternyata usrah ini mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi saat pembentukannya. Apabila syarat-syarat ini terhimpun dalam sebuah usrah, maka bisa dijamin bahwa semua target akan terwujud. Apalagi usrah memang merupakan bangunan tarbiyah yang tunduk kepada program dan mempunyai tujuan-tujuannya, maka ia tentu harus mempersyaratkan beberapa hal bagi anggota-anggotanya. Dalam Risalah Ta'alim, Imam Hasan Al-Banna memberikan uraian yang memberi informasi tentang syarat-syarat ini, meskipun tidak secara eksplisit. Ketika berbicara tentang rukun taat sebagai salah satu rukun bai'at, beliau berbicara bahwa dakwah itu memiliki tiga fase; yakni: ta'rif (pengenalan), takwin (pembentukan) dan tanfidz (pelaksanaan). Mengenai fase ta'rif, beliau menuturkan: "Semua orang yang ingin berperan dalam aktivitas dan ikut memelihara prinsip Jamaah, ia dapat berhubungan dengan Jamaah. Dalam fase ini, ketaatan tanpa reserve tidak dituntut dan tidak diharuskan. Cukuplah jika ia telah memberi penghormatan kepada peraturan dan prinsip-prinsip umum Jamaah." Jelaslah bahwa anggota-anggota usrah bukan termasuk sasaran dari pembicaraan ini. Selanjutnya, tentang fase takwin, beliau menuturkan: "Dalam fase ini, dakwah ditegakkan dengan melakukan seleksi terhadap anasir positif yang layak untuk memikul beban jihad, dan untuk menghimpun berbagai bagian darinya. Sistem dakwah pada fase ini bersifat tasawuf murni dalam tataran ruhani dan militer murni dalam tataran operasional. Slogan di kedua tataran ini adalah 'instxuksi dan taat' tanpa bimbang dan ragu. Semua katibah Ikhwan merupakan representasi dari fase ini dalam kehidupan dakwah, yang telah diatur dalam risalah ini dan risalah manhaj sebelumnya. Dakwah pada fase ini bersifat khusus. Yang bergabung di dalamnya hanyalah orang-orang yang memiliki kesiapan secara benar untuk memikul beban jihad yang panjang masanya dan berat tanggung jawabnya. Slogan utama sebagai pertanda awal kesiap_

an ini adalah 'totalitas ketaatan. Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan fase ini dalam sejarah tarbiyah Jamaah adalah fase keterlibatan dalam usrah, setelah sebelumnya melewati fase ta'rif, yang dakwahnya masih bersifat umum. Kesiapan untuk memikul beban jihad yang panjang masanya dan berat tanggung jawabnya ini telah beliau jelaskan sendiri dalam uraiannya di bawah tajuk Amal', sebagai salah satu rukun bai at. Beliau menuturkan, "Tingkatan amal yang dituntut dari seorang akhh yang tulus adalah: 1. Perbaikan diri sendiri, sehingga ia menj adi orang yang kuat fisiknya, kokoh akhlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat aqidahnya, benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian terhadap waktunya, rapi dalam berbagai urusannya, dan bermanfaat bagi orang lain. Semua itu harus dimiliki oleh masingmasing akh. 2. Pembentukan keluarga muslim, yaitu dengan mengkondisikan keluarga untuk menghargai fikrahnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya, pandai memilih pendamping hidupnya, memahamkannya akan hak dan kewajiban, mendidik anakanak dan pembantunya dengan didikan yang baik, serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam. Semua itu wajib dilakukan oleh masing-masing akh. 3. Bimbingan kepada masyarakat dengan menyebarkan dakwah, memerangi perilaku yang kotor dan munkar, serta mendukung kegiatan yang mulia, amar ma'ruf, bersegera mengerjakan kebaikan, membangun opini umum untuk berpihak kepada fikrah islamiyah, dan memformat -secara terus-menerus- kehidupan secara umum dengannya. Semua itu merupakan kewajiban Yang harus ditunaikan oleh seorang akh sebagai pribadi, juga kewajiban bagi Jamaah sebagai lembaga yang aktif. 4. Pembebasan tanah air dari setiap penguasa asing non muslim baik secara politik, ekonomi, maupun moral. 5. Perbaikan pemerintah, sehingga menj adi pemerintahan yang benarbenar islami. Dengan begitu ia bisa memainkan perannya sebagai pelayan umat dan pekerja demi kemaslahatan mereka. Pemerintah Islam adalah pemerintahan yang anggotaanggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan kewajiban-kewajiban Islam, tidak terang-terangan melakukan kemaksiatan, serta konsisten menerapkan hukum-hukum dan ajaran-ajaran Islam.

Boleh saja kita menggunakan orang-orang non muslim, dengan syarat: kondisi darurat, mereka tidak menempati posisi jabatan yang strategis, serta sudah sesuai dengan kaidah-kaidah umum hukum Islam (bentuk dan model negara tidak perlu dipersoalkan). Beberapa sifat sebuah pemerintahan yang baik antara lain: - perasaan tanggung jawab, - kasih sayang terhadap rakyat, - bersikap adil kepada semua orang, - menahan diri dari kekayaan negara, dan - berlaku ekonomis. Sedangkan beberapa kewajibannya, antara lain: - menjaga keamanan, - menerapkan undang-undang, - menyebarkan pengajaran, - mempersiapkan kekuatan, - memelihara kesehatan, - melindungi kepentingan umum, - mengembangkan kekayaan alam, - memelihara harta kekayaan, - mengokohkan akhlak, dan - menyebarkan dakwah. Jika kewajiban telah ditunaikan, maka hak-hak yang akan diperoleh antara lain: - loyalitas dan ketaatan, serta - dukungan tenaga dan harta benda. Jika ada kekurangan, maka akan didapatkan nasehat, bimbingan, atau diturunkan dan dijauhkan (Jika tidak mau mendengarkan) Hal itu karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khalik. 6. Membangun kembali eksistensi umat Islam dengan: - membebaskan negeri-negerinya dari penjajah, - menghidupkan kejayaannya, - mendekatkan peradabannya, dan - menghimpun kata-katanya. Semua itu akan mengantarkan kepada kembalinya khilafah yang telah hilang dan persatuan yang dicita-citakan. 7. Menegakkan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya milik Allah saja. "Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan ca.hayaNya." (AtTaubah: 32) Empat tingkatan amal yang terakhir wajib ditegakkan oleh

Jamaah dan oleh setiap akh anggota Jamaah. Sungguh, betapa berat tanggung jawab ini dan betapa agung misinya. Orang melihatnya sebagai khayalan, sedangkan seorang muslim melihatnya sebagai kenyataan. Kita selamanya tidak akan berputus asa meraih semua ini, dan harapan kita kepada Allah sungguh amat besar. "Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan orang tidak mengetahuinya." (Yusuf: 21) Sedangkan tingkatan pertama dari tingkatan-tingkatan amal yang dituntut dari seorang aktivis, kita bisa menyimpulkan beberapa syarat yang harus diwujudkan oleh setiap anggota usrah, antara lain: - kekuatan fisik, - kekukuhan akhlak, - keluasan wawasan, - kemampuan mencari penghidupan, - keselamatan aqidah, - kebenaran ibadah, - perang terhadap nafsu, - perhatian terhadap waktu, - kerapian dalam berbagai urusan, dan - berguna bagi orang lain. Di samping kesepuluh syarat yang kita simpulkan dari tingkatan amal yang pertama ini, kita bisa menambahkan enam syarat lagi yang bisa kita simpulkan dari keenam tingkatan amal sesudahnya, yaitu: - pembentukan keluarga muslim, - bimbingan kepada masyarakat dengan menyebarkan dakwah menuju kebaikan, - pembebasan tanah air dari setiap penguasa non muslim, - perbaikan pemerintahan sehingga menjadi pemerintahan yang benar-benar islami, - pengembalian eksistensi dunia umat Islam, dan - penegakan kepernimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, sehingga tidak ada lagi fitnah, dan agama itu hanya menjadi milik Allah. (AlAnfal: 39) Semua syarat ini bersifat pribadi dan harus terdapat dalam setiap indivi du sebelum bergabung ke sebuah usrah. Ada juga beberapa syarat yang harus diperhatikan di saat membentuk sebuah usrah yang terdiri dari individu-individu yang telah memiliki syarat-syarat di atas. Beberapa syarat berikut harus menjadi perhatian para pemimpin yang bertanggung jawab membentuk usrah tersebut, antara lain: 1. Kesejajaran para anggota dalam kapasitas intelektual dan wawasan, sehingga kemampuan mereka untuk

menguasai sistem yang diajarkan dalam usrah itu bisa berimbang. Anggota yang memiliki kemampuan minimal tidak merasa kewalahan, sedangkan yang memiliki kemampuan maksimal tidak merasakan kejemuan. Di samping itu juga dimaksudkan agar diskusi dan dialog di antara mereka menjadi hidup, karena mereka adalah anggota-anggota yang kapasitas pengetahuan dan pemikirannya berimbang dan berdekatan. 2. Kesejajaran para anggota usrah dalam hal usia, karena hal itu sangat penting dalam upaya pendekatan perhatian, kecenderungan, dan sudut pandang mereka. Hal itu dimaksudkan agar yang yunior tidak merasa minder di hadapan orang yang lebih tua usianya, dan yang besar tidak meremehkan nasehat yang ditujukan kepadanya dari orang yang lebih muda usianya dari dia. Namun demikian, bukan berarti hal ini merupakan ajakan untuk menyamakan usia para anggota dalam satu usrah, karena hal itu mustahil terealisir. Akan tetapi tidaklah mengapa apabila hal itu memang memungkinkan, 3. Kesejajaran para anggota dalam kondisi mental dan emosinya (selama hal itu mungkin bisa direalisir), karena di sana ada orang yang tipenya sangat bersemangat, namun ada pula yang kalem dan lamban dalam segala hal. Ada orang yang dinamis dan penuh vitalitas, dan ada yang pasif serta kemaxnpuannya minim. Ada orang yang suka humor, namun ada pula yang cenderung diam, serius, bahkan terkesan selalu cemberut. Ada yang banyak bicara, namun ada pula yang lebih senang diam dan mengunci mulut. Pada prinsipnya, sebuah usrah hendaknya terbentuk dari anggotaangota yang sejajar -meski tidak sama persis dalam aspek-aspek tersebut- agar memungkinkan diterapkannya satu sistem bagi mereka. Di samping itu yang tidak kalah pentingnya adalah perhatian dari ketua usrah untuk selalu memberikan terapi yang tepat terhadap emosi-emosi yang melewati batas dan sifat-sifat yang berlebihan. 4. Kesejajaran para anggota dalam senioritas berjaxnaah dan berorganisasi, selama hal itu memungkinkan. Kesejajaran ini bisa jadi sebagai penghalang bagi anggota-anggota baru untuk menimba pengalaman dan ilmu dari anggota-anggota senior sebagaimana yang ditengarai oleh sebagian orang. Akan tetapi hal itu dapat diantisipasi dengan kunjungan-kunjungan

oleh anggota-anggota senior kepada anggota-anggota baru secara berkala dan dalam jangka waktu yang cukup lama. 5. Kedekatan jarak tempat tinggal para anggota, karena hal itu akan memberikan keuntungan-keuntungan sebagai. berikut: - Menghemat waktu dan tenaga karena tempat tinggal yanng berdekatan. - Mengintensifkan eksistensi ukhuwah dalam satu kompleks. - Lebih memudahkan hubungan dengan cepat. - Lebih memumgkinkan untuk sering berkumpul dalam satu masjid atau klub. - Lebih memungkinkan dilakukannya kontrol dan pengarahan setiap hari selama sepekan. 6. Keseriusan untuk menghilangkan kebiasaan menghidangkan makanan dalam pertemuan usrah, karena hal itu akan memalingkan kita dari tujuantujuan dan target-target asasi dari pertemuan usrah. Kebiasaan ini memberi dampak sebagai berikut: - Mengubah pertemuan ini menjadi perjainuan sehingga targetnya tidak tercapai. - Membebani tuan rumah dengan beban-beban yang tidak selazimnya. - Menghalangi tuan rumah untuk mengikuti acara dengan baik karena kesibukan menghidangkan makanan dan kelelahan yang diakibatkannya. 7. Perhatian untuk selalu berpindah-pindah tempat pertemuan karena hal itu bisa menghilangkan kejenuhan, dan tidak merepotkan tuan rumah yang sama. Bahkan mungkin pertemuan ini diadakan di tempat yang bukan rumah hunian. 5. Adab-adab atau Kewajiban Usrah Adab-adab atau kewajiban-kewajiban yang kami maksudkan di sini adalah sifat-sifat permanen yang harus tetap dimiliki oleh seseorang yang bergabung ke dalam usrah dan menjadi salah seorang anggotanya. Kewajiban-kewajiban ini kami paparkan berdasarkan lailatul usar (program usrah) yang ditetapkan pada bulan Rabi ul Awwal 1362 H./Maret 1943 M. Program ini memiliki sejarah unik yang akan kita bahas di sini. Program ini kadang-kadang dinamakan lailatul usar, kadang-kadang disebut lailatul nidhamit ta'awuni (program sistem kerja sama) dan kadangkadang disebut lailatul usarit ta'amuniyah (program kerja sama usrah).

Pada saat itu setiap syu'bah. (cabang) terdiri dari sepuluh usrah yang diatur sesuai dengan nomor urut, misalkan; usrah pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Setiap usrah terdiri dari sepuluh orang anggota, dan dari mereka ini diangkat salah seorang untuk menjadi ketua usrah. Setiap empat usrah membentuk satu wadah yang dinamakan asyirah yang terdiri dari empat puluh orang anggota dan dikepalai oleh ketua usrah pertama, kemudian setelah itu kepemimpinan digilir secara berantai di antara para anggota dan pemimpin. Dalam sistem ini sudah selayaknya bila lajnah markaziyah (pengurus pusat) bersekretariat di markas umum Kairo yang dipimpin oleh Ustadz Mursyid yang n1eng_ awasi asyirah-asyirah ini dan membentuk dari setiap lima asyirah satu wadah yang dinamakan rath, membentuk satu wadah yang dinarakan katibah yang jumlah anggotanya seribu orang. (Nidhamul Usar Nasy'atuhu wa Ahdafuh) Program ini telah menetapkan kewajiban-kewajiban usrah atau adabadabnya dalarn tiga klasifikasi: a. Kewajiban-kewajiban atau adab-adab individual, b. Kewajiban-kewajiban atau adab-adab kolektif, dan c. Kewajiban-kewajiban atau adab-adab finansial. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: a. Kewajiban-kewajiban atau adab-adab individual: 1. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah dan senantiasa memperbarui taubat diiringi dengan permintaan maaf dan pengembalian hak-hak kepada para pemiliknya sebisa mungkin. 2. Senantiasa membaca wirid Al-Qur'an dan doa-doa yang ma'tsur seoptimal mungkin. 3. Memperbarui janji setia (bai at untuk selalu tunduk, taat, sabar dan komitmen dalam memperjuangkan fikrah dan ideologi). 4. Menghormati hak saudara-sauda.ranya dan mendahulukan mereka dalam setiap muamalah (hubungan keduniaan) serta tidak absen atau terlambat dari pertemuan-pertemuan mereka kecuali karena udzur syar'i yang tidak bisa dielakkan. 5. Memelihara shalat lima waktu tepat pada waktunya. 6. Menunaikan zakat mal apabila seorang akh telah memiliki satu nishab dan meminta pendapat usrah dalam pendistribusian zakatnya. 7. Menunaikan ibadah haji bagi yang telah mampu dan belurn pernah menunaikan kewajiban ini. 8. Berpuasa secara benar pada bulan Ramadhan. 9. Menyncikan diri dari riba, perjudian, dan pekerjaan haramdalam setiap muamalah.

10. Menjauhkan diri dari zina dan hal-hal yang menjadi pengantarnya, arak dan minuman-minuman sejenisnya, serta tempattempat hiburan yang tidak bermanfaat. 11. Seorang akh hendaknya meyakini bahwa dirinya adalah prajurit dakwah dan menyadari bahwa dakwah mempunyai hak atas diri, waktu, dan hartanya. Hendaknya ia j uga memenuhi kewajiban finansial apapun kondisinya selama dia sudah berjanji dan usrah belurn membebaskannya dari tanggung jawab ini. 12. Menyadarkan keluarganya akan perkembangan baru dalam kehidupannya dan berusaha sekuat tenaga mencetak keluarganya dengan pola hidup islami. Selalu menggunakan kesempatan yang baik untuk mengajak istrinya berperan serta dalam dakwah serta menaaamkan adab-adab Islam pada diri anak-anak dan para pembantunya. Apabila para ikhwan telah memahami kewajiban-kewajiban ini, menerima, dan berjanji untuk senantiasa menjaga dan melaksanakannya dengan benar, maka naqib (ketua usrah) mewakili mursyid 'am (ketua umum) akan membai atkan mereka. b. Kewajiban-kewajiban kolektif: 1. Mengukuhkan ikatan persaudaraan sesama anggota usrah. 2. Usrah memilih satu tempat selain daru syu'bah (kantor cabang) untuk mengadakan pertemuan semalam dalam sepekan. Sebaiknya hal itu diadakan di rumah para anggota secara bergiliran. 3. Sebaiknya sekali dalam sebulan para anggota mengadakan mabit (menginap) bersama dalam satu tempat dan menyantap rnakan malam dan pagi secara bersama seperti dalam acara kemping dan kepanduan. 4. Sebaiknya semua anggota usrah mengadakan shalat Jurn'at di satu masjid. 5. Diharapkan semua anggota usrah mengadakan shalat shubuh dan isya' secara berj amaah di kantor cabang, masjid, atau tempat lain yang disepakati. c. Kewajiban-kewajiban finansial: 1. Semua anggota usrah harus bahu-membahu dalam memikul beban-beban kehidupan. Apabila ada salah seorang di antara mereka yang terkena musibah, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) atau meninggal dunia, maka semua ikhwan dalam usrah tersebut wajib memenuhi kebutuhan diri dan anakanaknya, mernelihara dan mernbantu mereka sampai mereka bisa mandiri dan merasa cukup berkat karunia Allah. 2. Setiap usrah membuka kas khusus solidaritas, di mana setiap anggota memberikan kontribusi sesuai dengan penghasilannya.

3. Uang yang telah terkumpul ini didistribusikan untuk bantuan bagi anggota-anggota (yang ikut serta dalam kas khusus solidaritas) apabila mereka memerlukannya. 4. Dari semua kas usrah ini diambil seperlimanya untuk disetorkan ke kas solidaritas di markas umum. 5. Untuk selanjutnya uang ini ditransfer ke Syirkah Takmifi Ijtirna'i Islami (serikat asuransi sosial islami). Kewajiban-kewajiban usrah dalam ketiga klasifikasinya ini mencerminkan norma-norma umum yang menata setiap anggota usrah, baik dalarn masalah-masalah yang berkaitan dengan dirinya, rumah tangganya, masyarakatnya, harta maupun keluarganya. Masih ada adab-adab lain yang dari sisi bobotnya masih di bawah kewajiban-kewajiban di atas, tetapi ia sangat penting karena mengandung norma-norma usrah, mernelihara etikaetika, aturan, dan target-targetnya. Adab-adab itu adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan ruhani, jiwa, dan pikiran sebelum mengadakan pertemuan usrah. Dengan membersihkan ruhani dari segala noda yang mengotorinya, menjadikan jiwa kita senantiasa rindu dan antusias untuk menghadiri pertemuan ini dan mengonsentrasikan pikiran agar bisa mengikuti dengan seksama setiap ide dan gagasan yang dilontarkan, turut memikirkan, memberikan perhatian, serta mengalokasikan waktu secara proporsional. Anggota yang ruhaninya kosong dari unsur-unsur keimanan, jiwanya disibukkan oleh berbagai urusan dan akal pikirannya belum siap untuk mengikuti pertemuan atau belum menyiapkan bahan pemikiran yang dibutuhkan, maka ia tidak akan bisa mengikuti pertemuan usrah ini dengan baik dan tidak bisa memberikan kontribusi yang positif dan berguna. 2. Memberikan bagian yang asasi dari waktu dan tenaganya untuk menghadiri pertemuan usrah ini, bukannya memberikan, Waktu dan tenaga sisa. 3. Melaksanakan tugas-tugas usrah dan menunaikan kewajiban -kewajiban yang dibebankan kepadanya dimana seorang akh akan melewati hari-harinya selama sepekan dengan sibuk menunaikan kewajiban-kewajiban intelektual, finansial, spnitual dan lain-lain. Sama sekali tidak terpuji apabila ia menyia-nyiakan tugas dan kewajiban lalu ia datang untuk meminta maaf 4. Disiplin dalam segala hal yang terkaitnngar perternuaan usrah, seperti: - Disiplin dalam kehadiran dan kepiananma, tidak terlambat datang atau terburu-buru pulang.

Disiplin dalam forum pertemuan, memelihara adab,adabnya, serta menyadari bahwa forum ini adalah media untuk menncari dan mengkaji ilmu. - Disiplin dalam berbicara dan berkkeenta; sehingga ia tidak berbicara kecuali setelah diizinkan dan tidak mengomentari satu pembicaraan kecuali setelah diizin, juga. - Disiplin dalam nada bicara, di mana ia harus berbicara sebatas pendengaran para hadirin dan tidak perlu berteriak atau berseloroh meskipun gagasan yang dikemukakannya itu penuh semangat. 5. Mendengar dengan baik dan konsentrasi penuh terhadap segala yang dibicarakan dalam forum itu, serta mencatat hal yang penting dalam buku catatan atau cukup diingat saja sesuai dengan kondisi dan situasinya. Hendaknya ia tidak memotong pembicaraan orang lain bagaimana pun kondisinya, tetapi hendaknya tetap mendengarkan hingga selesai, kemudian meminta izin untuk mengomentari hal-hal yang perlu dikomentari Ia juga harus bisa menguasai secara cermat gagasan-gagasan yang dilontarkan, memusatkan pandangan dan pikiran kepada orang yang sedang berbicara, serta tidak menyibukkan diri degan obalan bersa a teman duduk dalam pertemuan itu. 6. Dialog dengan baik, yakni bagi siapa saja yang ingin ikut serta berbicara maka ia harus memenuhi kewajibankewajiban dialog yang baik sebagai berikut: - Memohon izin ketika hendak memulai pembicaraan. - Merendahkan suara secara wajar. - Semangat obyektivitas harus ada pada diri orang yang berbicara. - Tidak mengarahkan klaim-klaim yang arogan terhadap pendapat pihak lain. - Tidak menuding-menudingkan telunjuk ke arah pembicara sebelumnya atau membodoh-bodohkan pendapatnya. - Membatasi pembicaraan dengan menggunakan bahasa Arab fusha (fasih) yang merupakan bahasa Al-Qur'an dan agama. Pembatasan ini dengan tujuan melatih dan membiasakan diri, bukan sebagai cerminan sikap berlebih-lebihan atau memperlihatkan kefasihan dalam berbicara. - Menerima dan menghormati pendapat dan orang yang mengemukakannya serta mendiskusikannya secara obyektif sehingga tampak jelas kebenarannya untuk kita ambil dan tampak jelas kesalahannya untuk kita tinggalkan tanpa harus mencela orang yang mengemukakannya. Pada dasarnya ia telah berijtihad,

walaupun salah, dan Allah telah menyajikan pahala untuknya, maka mengapa kita harus mencelanya? 7. Ketika menghadiri pertemuan usrah atau pertemuan yang lain, seorang akh harus bisa memberikan gagasan baru yang bisa mengembangkan usaha dakwah, memperbaikinya atau menghilangkan kesalahan-kesalahan yang mewarnainya. Hal itu berarti selama sepekan yang dilewatinya, ia selalu berpikir tentang pertemuan usrah dan hal-hal positif atau negatif yang terjadi selama perternuan itu, sehingga ia bisa mendukung hal-hal positif itu dan mengusulkan gagasan apa saja untuk menghilangkan hal-hal yang negatif. Tidak bisa dibenarkan apabila seorang akh hadir ke tempat perternuan usrah tanpa memberikan kontribusi pemikiran demi perkembangan forum dan perbaikannya. Apabila dia melakukan hal yang demikian, berarti lambat laun dia akan menjadi orang yang pasif, yang merasa cukup hanya menjadi pendengar setia dalam pertemuan. 6. Program Usrah Dalam sejarah perjalanan Jamaah, program usrah telah melewati beberapa tahapan. Setiap tahapan program ini lebih sempurna dan lebih responsif terhadap tuntutan-tuntutan amal islami daripada tahapan sebelumnya dalam sistem usrah ini. Angkatan pertama Ikhwan yang dibina melalui program ini pada tahun 1928 M berjumlah sekitar tujuh puluh orang atau lebih, di mana yang menjadi program waktu itu adalah hal-hal berikut: - Perbaikan bacaan Al-Qur'anul Karim dan penguasaan hukumhukum tajwid, di mana masing-masing akh diharuskan membaca dan tidak cukup mendengarkan saja. - Menghafal sebagian ayat-ayat dan surat-surat A1-Qur'an. - Memberikan penjelasan dan penafsiran yang memadai terhadap ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur'an di atas. - Menghafalkan sebagian dari hadits-hadits Nabi saw. dan memberikan penjelasannya. - Pembenahan bidang aqidah dan ibadah, serta pengenalan hikmahhikmah pensyariatan dan etika-etika umum dalam Islam. - Studi tentang sejarah Islam dan perjalanan hidup salafush shalih. - Studi terhadap sirah nabawiyah secara praktis dengan tujuan untuk memaparkan aspek-aspek operasional dan spiritualnya. - Melatih anggota yang berbakat untuk berkhutbah dan berdakwah secara keilmuan dengan menghafalkan syair, prosa, dan materimateri dakwah, serta menugaskan mereka untuk praktek mengajar dan berceramah di lingkungan mereka sendiri. Sistem pendidikan ini bukanlah segalanya dalam pembentukan Jamaah

ini. Justru ruh tarbiyah 'amaliyah (pendidikan lapangan) akan berinteraksi dalam jiwa mereka dikarenakan adanya keterlibatan mereka di tengah masyarakat, tindakan-tindakan yang realistis, cinta kasih di antara mereka, solidaritas yang sernpurna dalam berbagai urusan kehidupan mereka, dan kesiapan jiwa mereka untuk menerima kebaikan. Itulah faktor paling dorninan dalam pembentukan jamaah ini. Salah satu contoh dari tarbiyah amaliyah ini adalah hal sebagai berikut: Imam Hasan Al-Banna menuturkan, "Saya masih ingat ketika mengunjungi akh Said Sayyid Abu Su'ud rahimahullah (seorang pedagang bahanbahan bangunan) yang kebetulan pada waktu itu akh Musthafa Yusuf sedang membeli sebuah kaca nako. Akh Musthafa berkehendak membayarnya sepuluh Qirsy, sedang akh Said tidak mau menerima lebih dari delapan Qirsy. Keduanya tidak ada yang mau mengalah dan mengubah sikapnya. Sungguh pemandangan ini sangat berkesan pada diriku sehingga akhirnya aku pun terlibat di dalamnya. Saya meminta kepada akh Said agar memberikan nota pembelian kaca itu, yang ternyata saya mendapatkan bahwa harga belinya sama dengan harga jual yang diberikan kepada akh Musthafa, yaitu sembilan puluh enam Qirsy untuk setiap dosinnya. Lalu saya bertanya kepada akh Said,'Jika engkau tidak mau mengambil keuntungan dari temanmu sementara musuhmu tidak akan membeli barang-barangniu, maka dari mana engkau akan hidup?, Ia menjawab,'Tidak ada perbedaan antara aku dengan saudaraku dan aku merasa gembira sekali apabila ia mau menerima amal ini dariku.' Lalu aku bertanya kepada akh Musthafa, "Mengapa engkau tidak mau menerima amal dari saudaramu ini?' Ia menjawab,'kalau di luar saya membeli kaca ini dengan harga sepuluh Qirsy, maka saudara saya ini lebih berhak mendapatkan keuntungan ini. Andai saja ia mau menerima lebih dari itu niscaya saya akan menambahkannya.' Akhirnya mereka mau menerima keputusan agar kaca itu dibayar dengan sembilan Qirsy. Sebenarnya permasalahan itu bukan terletak pada satu atau dua Qirsy, tetapi lebih pada makna psikologis yang apabila tersebar di tengah masyarakat dan mendominasi jiwa serta kesadaran mereka, niscaya problematika individual, sosial, dan dunia internasional, dan terselesaikan, dan umat manusia pun akan hidup dengan sejahtera dan damai." (Mudzakkiratud Da'wah wad Da'iyah, Imam Hasan AI-Banna) Kemudian Imam Syahid memberikan beberapa contoh lagi mengenai pengaruh tarbiyah amaliyah ini pada diri Ikhwan dan perwujudannya dalam amal perbuatan. Program ini kemudian mengalami perkembangan, karena adanya kegiatan-kegiatan tambahan dan pendalaman yang diusulkan untuk melengkapi kegiatan-kegiatan yang sudah dicanangkan di awal program. Hal ini -sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat yang ditulis oleh Imam Hasan AI-Banna- dilakukan untuk mengarahkan sistem

usrah ini, di mana di dalamnya terdapat maklumat-makluanat yang dianggap sebagai program usrah. Beliau menuturkan, "Hendaknya pertemuan pekanan yang dilakukan oleh usrah itu mencakup halhal berikut: 1. Evaluasi umum (muhasabah'amah), di mana seorang akh melaporkan keadaan dan tindakannya selama sepekan, serta meminta pendapat mereka mengenai permasalahannya yang perlu dimusyawarahkan, baik yang sifatnya khusus maupun umum. Hal itu akan memperkokoh sikap saling mempercayai dan mempererat ikatan persaudaraan sebab seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. 2. Mengkaji permasalahan dakwah apabila ada hal-hal yang baru. 3. Membaca risalah dan arahan-arahan yang berasal dari pemimpin umum usrah. 4. Dalam usrah tidak diperkenankan sama sekali berdebat, berkelahi, atau meninggikan suara, tetapi yang diperkenankan adalah memberi dan rneminta penjelasan yang berlandaskan etika dan sikap saling menghormati. 5. Mengkaji buku-buku yang berharga, di mana beliau memaparkan beberapa buku yang pernah dikaji oleh Ikhwan seperti: - Al-Fiqh Alal Madzahibil Arba'ah. - At-Targhib wat Tarhib karya Hafidh Al-Mundziri. - Al-Fathur Rabbani Syarh wa Tartib Musnadil Imam Ahmad bin Hanbal. - Kitabul Anwaril Muhammadi yyah Mukhtashar Laduniyyah fisy Syah. 6. Merealisasi makna ukhuwah dalam momen-momen pergaulan yang bersifat insidental dan tidak dibahas dalam buku-buku atau pengarahan-pengarahan dari pemimpin, seperti: menjenguk orang yang sakit, mencari informasi tentang orang yang tidak hadir, dan memberikan perhatian kepada orang yang memutuskan hubungan. Di antara hal-hal yang bisa mempererat ikatan persaudaraan serta memperbesar rasa cinta dan kedekatan dalam jiwa Ikhwan adalah sebagai berikut: - Mengadakan tour ilmiah ke museum-museum, pabrikpabrik, dan tempat-tempat penting lainnya. - Mengadakan tour ke lokasi-lokasi yang cocokuntuk berolahraga. - Mengadakan olah raga air untuk mendayung. - Mengadakan tour pegunungan, padang pasir, atau perkebunan. - Mengadakan berbagai tour dengan sepeda. - Puasa bersama sehari dalam sepekan atau dalam dua

pekan. - Shalat shubuh berjamaah di masjid secara bersama minimal sekali dalam sepekan. - Bersemangat dalam mengikuti mabit bersama para ikhwan sekali dalam sepekan atau dua pekan. Begitulah, program ini telah menghimpun antara peningkatan wawas, an keilmuan dengan peningkatan wawasan amal dan mengentaskan para ikhwan dari taraf ilmu dan konsepsional menuju ke taraf kerja dan operasional. Oleh karena itu program ini dikategorikan sebagai benih unggul yang mengilhami berbagai program berikutnya dalarn sistem usrah ini. Dari waktu ke waktu Jamaah mulai mengadakan penyempurnaan yang telah dilaluinya dan titik-titik kelemahan yang ada pada sebagian anggota bisa dirasakan oleh Jamaah. Semua ini terdorong oleh keyakinan Jamaah bahwa kekurangan dan kelemahan apapun pada diri anggota tidak akan bisa dibenahi dan disempurnakan kecuali dengan program usrah yang menjadi media pembinaan mereka. Bila kita menelusuri risalah-risalah Jamaah dan dokumendokumennya, niscaya kita akan mendapatkan bahwa ternyata program-program usrah itu sangat banyak. Sebagian masih global dan sebagian yang lain sudah terperinci, yang rnana kesemuanya ini mampu memenuhi targettarget usrah dengan jeli. Pengkajian dan analisa terhadap programprogram yang sangat beragam ini menjadikan saya bisa mengenali prinsip-prinsip umum dari setiap program ini, yang ternyata ada tiga: - Anasir program. - Schedule program. - Perencanaan waktu atau masa pelaksanaan program. Ketiga prinsip ini akan kita bahas satu persatu secara rinci. /f Pertama, anasir program Yang kami maksudkan di sini adalah pilar-pilar atau penopang-penopang fundamental yang menjadi pijakan program terbagi menjadi empat unsur, yaitu; unsur taujih (pengarahan), unsur tarbiyah (pembinaan), unsur tadrib (pelatihan), unsur tagwim wal mutaba'ah (evaluasi dan kontrol). Keempat unsur ini saling menyempurnakan, efektif, dan mampu merealisasikan target-target usrah. Kami juga akan menjelaskan satu persatu dari keempat unsur ini sebagai

1.

a.

b.

2.

berikut: Unsur taujih (pengarahan) Unsur ini merupakan unsur sangat penting yang bisa membangunkan kesadaran, jika para anggota mengajak berdialog mereka dengan bahasa yang tidak mengandalkan keindahan kata, tetapi justru dengan bahasa yang mengandalkan penyatuan antara perasaan dan nalar, serta penyadaran para anggota terhadap sesuatu yang penting (primer) dan sesuatu yang kurang penting (sekunder) dalarn pertemuan ini. Untuk selanjutnya bisa menentukan skala prioritas dalarn setiap pertemuan sehingga tidak menyimpang dari target yang telah ditentukan. Unsur ini tercermin pada kalimat pekanan dalarn usrah yang memiliki target-target, prinsip-prinsip, dan etika-etika tersendiri. Target-target kalimat taujih - Kalimat ini harus ditentukan target khusus dari pertemuan usrah, baik dari sisi pemikiran, operasional, maupun pelatihannya. - Kalimat ini juga harus disinggung poin-poin penting yang akan digulirkan pada pertemuan ini dan memberikan penjelasan yang memadai mengenai poin-poin di atas. - Penjelasan dan peringatan tentang sistem, manajemen dan pendistribusian tugas yang seharusnya bisa dihasilkan dalam pertemuan ini. Prinsip-prinsip dan adab kalimat taujih - Seorang naqib (pemimpin usrah) hendaknya menyampaikan kalimat ini sekali atau dua kali agar bisa dijadikan sebagai contoh oleh anggota usrah yang lain. - Seorang naqib tidak boleh memonopoli penyampaian kalimat ini secara terus-menerus. la harus mendelegasikan tugas ini kepada para anggota secara bergiliran dan memberitahukan giliran masing-masing pembicaraan rninimal sepekan sebelum penyampaian kalimat ini. - Pembicara yang menyampaikan kalimat taujih hendaknya ia memilih tema yang masih terkait dengan program yang akan dikaji dalam pertemuan ini. - Kalimat taujih ini tidak boleh lebih dari lima menit. - Seorang naqib atau siapa saja yang dapat tugas untuk menyampaikan kalimat taujih, hendaknya tidak mengulang satu tema dalam beberapa kali pertemuan, betapapun tema ini masih menjadi bahan diskusi dalarn dua atau tiga kali pertemuan. Hendaknya tema itu senantiasa bervariasi dan berganti-ganti dari pengarahan masalah pemikiran, operasional, pelatihan, sampai ke masalah evaluasi. Unsur tarbiyah (pembinaan) Ini merupakan unsur program yang paling panjang dari sisi perencanaan waktu dan paling urgen dari sisi tarbiyah, penyiapan, dan

pembentukan. Unsur tarbiyah ini memiliki dua sisi: wawasan kon_ sepsional dan wawasan operasional. Unsur tarbiyah yang berwawasan konsepsional Yang dimaksud di sini adalah studi, pengkajian, dan bekal yang harus direalisasikan oleh para anggota dalam berbagai bidang, seperti bidang pemikiran Islam, bidang amal Islam dan bidang gerak-an, serta penataan dan jamaah. Kita akan membicarakan bidang-bidang ini dengan menjelaskan hal-hal mendasar dan urgen yang harus direalisir. Dalam bidang pemikiran Islam, setiap anggota diharuskan: - Menghafalkan bagian tertentu dari Al-Qur'an, mengetahui prinsip-prinsip ilmu tafsir, membaca satu buku dari bukubuku syarah hadits yang menjadi rujukan dan memiliki satu referensi dalam bidang ini yang apabila dibutuhkan ia bisa merujuk kepadanya. - Menghafal bagian tertentu dari hadits-hadits Nabi saw., mengetahui dasar-dasar ilmu hadits, membaca satu buku dari buku-buku syarah hadits yang menjadi rujukan dan memiliki satu referensi dari keenam kitab hadits (al-kutubus sittah) yang bisa dijadikan rujukan di saat memerlukan. - Melakukan studi yang mendalam terhadap sejarah Nabi dan perjalanan hidup para sahabat untuk bisa menggali keteladanan. - Melakukan studi yang serius terhadap fiqih Islam, memiliki pengetahuan yang memadai tentang ilmu ushul fiqih dan memiliki kitab induk dari kitab-kitab fiqih yang bisa dijadikan rujukan di saat memerlukan. - Melakukan studi yang seksama terhadap sejarah Islam dari berbagai masanya untuk bisa mengetahui sebab-sebab kelemahan dan kekuatan kaum muslirnin dalam rentang waktu tertentu dari sejarah umat Islam. - Melakukan studi terhadap realita dunia Islam kontemporer dan sistem-sistem yang mendominasinya, serta berbagai arus yang pro maupun yang kontra terhadap Islam yang melingkupinya. - Mengadakan pengkajian yang jeli terhadap kendala-kendala amal islami pada zaman modern ini, baik kendala-kendala itu dalam skala individual, sosial, nasional, maupun internasional. Studi-studi ini diawali dcngan observasi, kemudian diagnosa terhadap obyek permasalahan, lalu disertai dengan pencarian solusi yang diperlukan dari sudut pandang Islam. Dalam bidang amal islam:, setiap anggota diharuskan:

Melakukan pengamalan yang seksama terhadap berbagai upaya yang kondusif untuk Islam di zaman modern ini. Atau dengan kata lain mengadakan pengembangan amal usaha seperti dakwah dan iuntutan-tuntutannya, harakah dan konsekuensi-konsekuensinya, serta tanzhim (penataan) dan proyek-proyek yang mengiringinya seperti pendirian yayasanyayasan dan sarana lain yang mampu mendukung upaya tegaknya agarna Islam. Menentukan tahapan-:ahapan amal usaha ini, baik tahapantahapan waktu maupun tempatnya diiringi dengan penentuan prosentase bobo: masing-masing tahapan apabila dibandingkan dengan amal usaha ini secara keseluruhan. Atau dengan kata lain kita menyiapkan perencanaan konsepsional untuk amal usaha ini. Menentukan skala prioritas yang harus dikedepankan dalam setiap tahapan, di mana pada dasarnya tahapan-tahapan ini secara berurutan sesuai dengan skala prioritasnya. Kendati demikian kita tetap beranggapan bahwa pergeseran dari satu tahapan ke tahapan yang lain -karena ada pengaruh tertentumerupakan satu tindakan yang bisa dibenarkan bahkan bisa jadi merupakan satu keharusan. Mengukuhkan bahwa amal usaha yang paling sukses adalah amal usaha yang dilakukan secara tenang yang berpijak pada studi yang mendalam, bukannya amal usaha yang diiringi dengan gegap gempita informasi atau propaganda kosong. Propaganda yang paling efektif dan ampuh adalah dengan membiarkan amal usaha itu berbicara sendiri ke tengah masyarakat dengan fakta dan realita yang konkret.

Tidak memandang remeh upaya apapun demi tegaknya agama Islam, betapapun upaya itu kelihatannya kecil, tidak berarti, dan hanya bisa merealisasikan bagian kecil dari tar, get yang diharapkan, karena sesungguhnya amalan yarrg paling disukai oleh Allah adalah amalan yang kontinyu mes kipun sedikit.

Dalam bidang gerakan penataan Jamaah, setiap anggota diharuskan: - Melakukan studi yang serius terhadap sejarah Jamaah agar bisa mengetahui sisi-sisi positif dan negatif, bisa mengambil pelajaran, manfaat, dan kewaspadaan, serta bisa memperbarui motivasi dan tekad untuk berjuang. - Mengenal lebih jauh lagi kehidupan para pendiri Jamaah, risalahrisalahnya, serta apa yang ditulis oleh kawan maupun lwan mengenai jamaah dan pendirinya. - Mempelajari anggaran dasar Jamaah dan program-program internalnya, serta menelaah risalah-risalah dan selebaranselebaran yang diterbitkan Jamaah.

- Mengetahui proyek-proyek yang telah digagas oleh Jamaah dan pelayanan-pelayanan yang telah diberikannya kepada Islam dan kaum muslimin di segala bidang kehidupan yang bisa ditanganinya, seperti: bidang pendidikan, sosial, ekonomi, politik, dan operasionalisasi jihad fi sabilillah pada perang Palestina tahun 1948 M. dan perang melawan Inggris di terusan Suez tahun 1951 M. - Mengetahui secara mendalam prinsip-prinsip dakwah dan metodemetodenya. - Mengetahui sebab-sebab keberhasilan dan kegagalan gerakan yang berjuang demi tegaknya Islam. - Mengetahui kiat-kiat untuk menarik orang kepada Islanl, menggiring mereka menuju kebenaran, dan mengikat mereka dalam satu wadah perjuangan demi tegaknya Islam. - Mengenal jamaah-jamaah Islam yang bermunculan di negaranegara Islam secara mendalam, sehingga bisa mengevaluasi dan mengambil keputusan untuk mendukung atau menentangnya. Komitmen dengan target-target yang telah ditetapkan Jamaah, baik yang umum maupun yang khusus, serta berusaha sekuat tenaga dengan kiat-kiat yang masyru' (disyariatkan) untuk merealisir targettarget tersebut. - Menanamkan kepercayaan pada diri para anggota terhadap pemimpin. Kepercayaan yang berpijak pada kornitmen pemimpin terhadap Islam yang tercermin dalam peraturan, sistem, dan tindakannya. Kepemimpinan dalam Jamaah dimulai dari ketua usrah sampai ke level yang tertinggi yaitu mursyid 'am (ketua umum). - Menanamkan semangat ikhlas beramal pada diri para anggota. Artinya, setiap anggota dalam perkataan, tindakan, dan jihadnya senantiasa mengikhlaskan niat untuk Allah dan mengharapkan ridha-Nya. Menjauhkan perasaan dan pikiran dari bisikan-bisikan yang selalu mengaitan amal dengan keuntungan pribadi, karena pada dasarnya setiap arnalan yang dilakukan oleh para anggota Jamaah harus berlandaskan semboyan: 'Allah tujuan kami' dan "Allah Mahabesar, bagi-Nya segala puji". - Menaati dan melaksanakan semua perintah dan arahan yang berasal dari pemimpin serta bersegera menunaikannya selama perintah itu bukan suatu kemaksiatan kepada Allah. - Komitrnen terhadap keputusan-keputusan Jamaah betapapun bertentangan dengan pendapat pribadinya, karena keputusankeputusan ini ditetapkan setelah dipraktekkan prinsip musyawarah. Pengajuan pendapat hanya berlaku di saat musyawarah, sedang-kan setelah ditetapkannya suatu keputusan, yang ada hanya ketaatan dan pelaksanaan keputusan. Apabila seorang anggota mendapati suatu keputusan itu rancu dan menyimpang, maka ia harus memusyawarahkannya dengan para anggota lain dalam satu usrah. Jika mereka sependapat, maka hal itu akan diangkat oleh ketua usrah kepada pemimpin di atasnya untuk dikaji ulang, sehingga bisa

jadi keputusan itu direvisi atau ditetapkan sebagaimana adanya. Unsur tarbiyah yang berwawasan operasional Yang dimaksud di sini adalah pelaksanaan dan praktek yang dituntut dari para anggota dalam segala bidang yang menjadi cakupan program usrah sebagaimana yang tadi kami jelaskan. Prinsip yang menjadi pijakan unsur ini adalah aspek operasional dan praktis dari program usrah. Artinya bahwa semua nilai Islam yang dikaji dalam aspek teori dan konsepsional dari program ini harus diaplikasikan secara konkret oleh anggota usrah dalam kehidupannya, di antaranya adalah sebagai berikut: - Jujur, ikhlas, totalitas, teguh, 'iffah (memelihara diri dari yang haram), kepercayaan, jihad, pengorbanan, ketaatan, persaudaraan, kesucian hati, kebersihan tangan, pemeliharaan lisan, kecintaan dan kebencian karena Allah, sabar, pemaaf, suka menolong dan segera menyambut seruan kebaikan. - Kejelian, kedisiplinan, komitmen, cinta kerja, dan profesionalisme. - Etika dialog dengan segala perinciannya sebagaimana yang telah tadi kami jelaskan. - Diam, menyimpan rahasia, dan tidak berbicara kecuali yang wajib dan mendatangkan manfaat. - Mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak amalan sunnah seperti shalat, puasa, sedekah, berbakti kepada keluarga, temanteman, kerabat dan para tetangga, serta menekuni ketrampilan di dalam maupun di luar rumah. - Melakukan studi-studi dan riset-riset yang dilakukan secara konkret, ikut aktif terlibat di dalamnya dan menjadikannya sebagai bagian dari kegiatan yang paling serius dalam Jamaah, sehingga ia bisa memberikan kontribusi dalarn upaya pengayaan jamaah dari aspek konsepsional dan operasional. 3. Unsur tadrib pelatihan Ini adalah unsur asasi dalam sistem usrah yang bertujuan untuk mengembangkan segenap kemampuan dan potensi dengan melatihnya secara baik dalam segala bidang garapan yang menjadi tuntutan amal islami secara umum maupun amal Jamaah secara khusus. Pelatihan adalah metode yang paling tepat untuk mentransfer ilmu dan pengetahuan menuju ke jenjang amal dan pelaksanaan dalarn bentuknya yang praktis dan unik. Dengan pelatihan akan terjadwal pembaruan dan profesionalisme setelah diadakan pembiasaan dan pengkondisian. Selama usrah -dengan seperangkat aturan dan programnya- menjadi sarana utama untuk membina anggota, maka

pembinaan ini tidak akan terlaksana dengan sempurna kecuali dengan pelatihan dan pembiasaan, serta pengalaman demi pengalaman sampai mewujudkan perbaikan dan profesionalitas. Tidak diragukan lagi bahwa pelatihan secara umum akan bisa memperbaiki keahlian anggota dan menjadikannya sebagai komponen jamaah yang konstruktif dan dinamis, serta lebih mampu berkarya dan bekerja secara produktif. Melalui pelatihan ini ia bisa membekali diri dengan bekal pengetahuan yang diperlukan dalam bidangbidang garapan yang telah dipersiapkan. Sebagai contoh, betapapun seringnya kita menyampaikan presentasi dan menjejali benak para pendengar dengan berbagai rnaklumat tentang pembuatan keranjang dari rotan atau jerarni, hal itu tidak akan lebih efektif dan lebih bermanfaat dari pelatihannya secara praktis di mana seorang yang belajar akan bisa mempraktekkannya dengan melihat contoh praktis pembuatan keranjang ini dari pelatihnya. Jadi pelatihan secara praktis itu lebih efektif dari-pada beratus-ratus presentasi yang tidak ditindak-lanjuti dengan pengalaman praktis dan pelatihan pembuatan keranjang ini. Usrah sangat mampu memberikan pelatihan secara praktis kepada para anggotanya tentangberbagai hal yang dirasa penting dan perlu bagi mereka, baik dalam kapasitasnya sebagai individu, bagian dari Jamaah, anggota masyarakat, maupun komponen dari umat Islam. Barangkali ada yang mengatakan bahwa banyak ketrampilan yang telah diajarkan kepada para anggota usrah sebelumnya telah dipelajari di sekolah sehingga sedikit banyak mereka telah memperoleh bekal ilmu dan pengetahuan. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk memenuhi agenda pertemuan usrah ini dengan pelatihan semacam ini. Betapapun komentar negatif seperti ini kadang-kadang ada, tetapi keberadaannya tidak menafikan kebutuhan usrah terhadap pelatihan seperti ini dikarenakan beberapa sebab sebagai berikut: - Seringkali pelaksanaan pelatihan di sekolah itu kurang baik dikarenakan beberapa faktor seperti kelemahan pengajar, kekurangan fasilitas dan sarana, ketiadaan keikhlasan dalam beramal, kelemahan kurikulum sekolah, atau faktor-faktor lainnya. Berbeda sekali dengan kondisi usrah. - Sekolah memberikan pelatihan kepada anak-anak yang seringkali tidak menyadari pentingnya apa-apa yang diajarkan. Akj_ batnya rnereka tidak mau rnernperhatikan sebagaimana yang diharapkan. Berbeda sekali dengan kondisi anggota-anggota usrah. - Jika sekolah itu berhasil dalam memberikan pelatihan, maka pelatihan itu hanya untuk kepentingan diri anak yang belajar itu sendiri. Sedangkan usrahketika melatih anggotanya adalah demi kepentingan anggota, negara dan umat Islam secara kese-

luruhan. Sekolah memberikan pelatihan kepada anak-anak dalam porsi yang amat besar di atas kemanpuan pelatih dan di luar kemampuan anak didiknya. Berbeda dengan usrah dalam aspek ini. Di sebagian besar masyarakatIslam, biasanya sekolah mengikuti kurikulum pendidikan yang-seringkali- diadopsi dari negaranegara yang lingkungannya sangat berbeda dengan lingkungan anak-anak didiknya, baik dari sisi tata nilai, prinsip-prinsip, maupun tatanan sosialnya. Karena kadang-kadang mengirnpor dari Barat dan kadang-kadang dari Timur tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan esensial dalam bidang tata nilai, prinsipprinsip, dan tatanan yang dominan atau seharusnya dominan di tengah masyarakat Islam.

a. Bidang-bidang pelatihan Di sini kita akan membicarakan bidang-bidang yang bisa dijadikan oleh usrah sebagai obyek-obyek pelatihan anggota-anggotanya. Hal itu berdasarkan apa yang kita lihat dalam berbagai program usrah yang sangat variatif dan berdasarkan konklusi dari analisa kita terha-dap sejarah perkembangan sarana-sarana tarbiyah dalam Jamaah. Bidang-bidang itu adalah sebagai berikut: 1. Pelatihan mengenai manajemen pertemuan usrah. 2. Pelatihan tentang keikutsertaan dalam proyek peningkatan wawasan dan kerja para anggota usrah. 3. Pelatihan dalam penyampaian khutbah. 4. Pelatihan dalam penyiapan ceramah atau mengajar dan 5. Pelatihan dalam menulis riset ilmiah mengenai satu topik yang diajukan dalam program usrah. 6. Pelatihan dalam menuliskan makalah yang berkaitan dengan masalah politik, sosial, sastra, dan ilmiah, di mana masingmasing tema memiliki prinsip-prinsip penulisan yang spesifik. 7. Pelatihan dalam menjelaskan dan mengomentari berbagai tulisan dan tidak hanya terbatas pada sastra belaka. 8. Pelatihan dalam memberikan analisa secara politis terhadap segala peristiwa yang terjadi. 9. Pelatihan dalam proyek-proyek penelitian dan pengembangan masalah-masalah sosial dan perekonomian dalam bidangbidang yang sangat banyak, seperti: - Bidang pengajaran dan pendidikan. - Bidang perumahan. Bidang pelayanan sosial. - Bidang penanganan kecelakaan transportasi dan pengaturan lalu lintas. - Bidang penghijauan hutan dan lahan-lahan gersang. - Bidang penyediaan air minum. - Bidang pengembangan sumber daya.

Bidang perbankan secara umum. Bidang penanggulangan riba. Bidang asuransi secara umum. Bidang fiqih Islam. Bidang amar ma'ruf dan nahi munkar. Bidang jihad fi sabilillah. Bidang etika-etika Islam. Bidang muamalah islami. Bidang pendidikan anak. Bidang pengarahan dan perlindungan konsumen. - Bidang pengurusan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pekerja. - Bidang jurnalistik dan misi keagarnaannya. - Bidang penyiaran radio dan televisi, serta misi yang harus diemban terhadap masyarakat muslim. Dan bidang-bidang lainnya yang sangat sulit untuk didata semuanya. 10. Pelatihan dalam hal kesabaran dan kesanggupan untuk memikul beban berat dengan mengendalikan keinginankeinginan nafsu dan badan melalui sarana pelatihan seperti puasa, qiyamulail dan aktivitas lain yang bisa menyucikan jiwa, mengkondisikan anggota badan, dan mengendalikan nafsu syahwat. 11. Pelatihan untuk menyimpan rahasia dan mengunci lisan, dengan mengendalikan keinginan untuk berbicara ngelantur dan sikap memberikan maklumat yang tidak dibutuhkan serta keinginan untuk memamerkan ilmu dan pengetahuan tentang berbagai inti permasalahan. 12. Pelatihan dalam beberapa bidang ketrampilan dan kerj a yang mungkin bisa dijadikan sebagai sarana untuk mengisi rezeki tanpa adanya sikap meremehkan terhadap ketrampilan dan kerj a ini dari kalangan anggota yang sudah memiliki sarana lain untuk mengais rezeki. Karena kerja yang mengandalkan kemampuan sendiri sangat dianjurkan dalam nash-nash Islam, di antaranya adalah sabda Rasulullah saw., "Barangsiapa kelelahan di sore hari karena kerj a menguras keringat, maka ia menjadi orang yang diampuni." Ketrampilan-ketrampilan ini di antaranya adalah: - Nelayan. - Tukang kayu. - Pande besi. - Bidang kelistrikan. - Penjilidan buku. - Penjahit-penjahit pakaian. - Kerajinan tangan seperti pembuatan sajadah.

- Bordir dan pemasang renda. - Ukir kayu dan logam. - Dan ketrampilan lainnya. 13. Pelatihan dalam gerakan olah raga untuk meningkatkan kekuatan tubuh dan melakukan gerakan-gerakan senam berdasarkan petunjuk dan teori yang benar. 14. Pelatihan dalam olah raga seni bela diri dengan melatih beberapa hal seperti teknik-teknik penyerangan, menangkis serangan mendadak, serta menghindar diri dari serangan lawan, serta teknik-teknik lain yang diperlukan. b. Tempat-tempat latihan Dalam sejarah Jamaah, usrah selalu melatih para anggotanya dengan berbagai ketrampilan dan keahlian ini di tempat-tempat seperti: - Rumah-rumah yang menjadi tempat terselenggaranya pertemuan-pertemuan Usrah. - Taman-taman terbuka dan tempat-tempat rekreasi. - Padang pasir dan tempat-tempat yang sepi. - Gedung-gedung olah raga. - Kadang-kadang di kantor-kantor cabang. Secara umum pelatihan ini harus ditangani oleh seorang ahli dalam bidangnya dari kalangan anggota usrah sendiri. Apabila di dalamnya tidak terdapat seorang ahli maka harus didatangkan dari usrah lain yang masih anggota Jamaah. 4. Unsur tawim wal mutaba'ah evaluasi dan kontrol Ini adalah unsur penting yang harus selalu eksis dalam setiap upaya manusiawi yang diharapkan menjadi baik dan bisa merealisir targettargetnya. Pada prinsipnya, evaluasi merupakan penataan terhadap alokasi waktu. Akan tetapi yang kami maksud di sini adalah evaluasi berdasarkan perspektif kami yaitu: pernberian keputusan terhadap satu usaha dan penjelasan mengenai nilai dari usaha ini dengan tujuan untuk memperbaiki dan mengembangkannya setelah mengetahui titiktitik kelemahan dan kekurangannya, bahkan titiktitik kekuatan dan kesempurnaannya. Usaha manusiawi yang benar seringkali diawali dengan observasi, studi, dan penentuan target-targetnya, setelah itu diikuti dengan tahap perencanaan, setelah itu tahap penentuan program-program, proyekproyek, dan metode-metode penanganannya. Setelah itu, baru menginjak ke tahap pelaksanaan. Tidak kalah pentingnya setelah semua itu adalah tahap pemantauan dan evaluasi untuk bisa mengambil pelajaran yang berguna bagi masa-masa sekarang atau yang akan

datang setelah mengetahui dengan jelas segi-segi positif dan negatif yang melingkupi tahapan-tahapan ini. Pemantauan dan evaluasi rnerupakan unsur asasi yang bisa mengantarkan kepada keberhasilan dan perealisasian tujuan. Sebagaimana tadi telah kami jelaskan bahwa usrah ini memiliki targettarget umum dan target-target khusus yang harus direalisasikan. Kita akan menambahkan bahwa setiap pertemuan mingguan usrah itu mempunyai target bahkan sejumlah target yang harus direalisasikan dalarn setiap pertemuan. Target-target itu adalah: - Perealisasian target pengarahan dari perteruan. - Perealisasian target konsepsional dan wawasan dari pertemuan. - Perealisasian target operasional dari pertemuan. - Perealisasian target pelatihan dari pertemuan. Untuk mengokohkan perealisasian target-target dari pertemuan ini, utamanya target-target umum dan khusus dari sistem usrah ini sangat diperlukan adanya unsur kontrol dan evaluasi tersebut. Dalam persepsi saya unsur-unsur evaluasi itu adalah sebagai berikut: - Kadar kelayakan tempat pertemuan. - Kadar kelayakan waktu pertemuan. - Kadar respon para anggota untuk hadir. - Kadar kedisiplinan para anggota dan kejelian mereka dalam kehadiran dan kepulangan serta pengWuan pertanyaan dan keaktifan dalam berdialog. - Kadar kejelian ketua usrah dalarn memilih sistematika yang tepat dalam menyusun program. - Kadar relevansi antara materi keilmuan secara teoritis dengan waktu yang tersedia dan strata intelektual para anggota. - Kadar penguasaan para a`nggota terhadap materi keilmuan. - Kadar respon para anggota untuk melaksanakan tugas-tugas ilmiah, operasional, dan finansial yang dibebankan kepada mereka. - Adakah bentuk-bentuk eksesif yang selalu mewarnai pelaksanaan amal dalarn pertemuan? - Target-target apa saja yang bisa direalisir oleh perternuan ini dalarn skala individual? - Target-target apa saja yang bisa direalisir oleh pertemuan dalarn skala usrah? - Target-target apa saja yang bisa direalisir oleh pertemuan dalarn skala jamaah? - Target-target umum apa saja yang telah direalisir oleh pertemuan ini? - -Apa yang diusulkan oleh setiap anggota usrah untuk pertemuan mendatang agar bisa menghilangkan titik-titik kelemahan dan meningkatkan unsur-unsur positif berdasarkan hasil kontrol dan evaluasi yang telah dilakukan?

Kedua: schedule program Yang kami maksudkan dengan program di sini adalah metodologi yang harus diikuti dalarn pelaksanaan program ini dan sitematika langkahlangkah yang bisa menghantarkan kepada keberhasilan dan perealisasi an target-target. Pertemuan-pertemuan usrah dalarn jamaah ini sebagaimana yang kita ketahui dari sejarah jamaah dan dari informasi para aktivis-terutama orang-orang yang ikut terlibat secara langsung dalarn sistem usrah ini dan memiliki kontribusi yang besar terhadap upaya pembinaan dan pembentukan- selalu mengikuti schedule berikut: Mengingat perencanaan waktu untuk pelaksanaan program ini sangat terbatas (berkisar antara dua sampai empat jam dalarn sepekan, sebagai batas minimal dan batas maksimalnya), maka untuk mengisi perencanaanwaktu kita harus mengikuti langkah-langkah berikut ini: 1. Mengawali acara dengan bacaan ayat-ayat Al-Qiir'an dan dianjurkan agar ayat-ayat yang dibaca masih ada kaitannya dengan tema ilmiah yang akan dikaji dalam pertemuan ini. 2. Setelah itu penyampaian kalimat pengarahan untuk usrah, dan di. anjurkan agar kalimat pengarahan itu bisa mendukung tema pro_ gram. Kalimat ini disampaikan oleh ketua usrah selanjutnya oleh masing-masing anggota yang mendapat giliran dan terbukti men1i, liki kemampuan dan persiapan yang memadai. Hendaknya pem bicara diberi waktu untuk mempersiapkan diri minimal sepekan sebelum giliranya menyampaikan. 3. Memaparkan kembali agenda kerja untuk pertemuan hari ini yang telah disepakati dalam pertemuan kepada segenap yang hadir, agar setiap anggota mengetahui dan mengingat topik-topik pertemuan ini sehingga pemikiran, perbincangan, dan dialog mereka tidak keluar dari topik-topik ini. Pengkonsentrasian semacam ini sangat penting dan harus diwujudkan agar pertemuan bisa terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. 4. Kemudian melakukan studi terhadap program-program konsepsional dan peni gkatan wawasan yang memerlukan studi dan pengkajian. 5. Melakukan studi terhadap program-program wawasan operasional yang memerlukan studi dan pengkajian. 6. Mempraktekkan program-program pelatihan yang harus dipraktekkan. 7. Memaparkan kembali tugas-tugas yang telah terlaksana dan mengevaluasinya, dengan catatan hal ini tidak menyita banyak waktu sehingga masih bisa menyempurnakan bagian-bagian lain dari program yang direncanakan. Sangatlah baik apabila mengawasi baik di dalam maupun di luar pertemuan. Terhadap seorang anggota yang menyia-nyiakan kewa-

jibannya, tindakan ketua adalah menasehati secara empat mata dengan penuh persaudaraan dan kelembutan. Jika ia mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya, ketua hendaknya menugaskan seseorang dari saudara-saudaranya sesama anggota untuk menasehatinya dengan cara yang sama. Apabila ia mengulang kesalahan sekali lagi, ketua hendaknya memerintahkan orang ketiga untuk menasehatinya. Apabila masih saja membandel dan tetap melakukan kesalahan, hendaknya ketua memberikan sanksi atas keteledorannya. Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa sanksi yang dikenakan tidak boleh berupa tindakan sebagai berikut: - Celaan dan cercaan, - Pelaksanaan ibadah-ibadah tertentu, - Pengisolasian dan pemutusan hubungan, atau - Mengekspos kesalahan-kesalahannya. Cara-cara ini salah, bisa menimbulkan dampak negatif dan akibat buruk pada diri orang yang berbuat kesalahan juga terhadap ikatan persaudaraan yang seharusnya mendominasi anggotaanggota usrah, tak terkecuali ketua mereka. Hal itu bukan berarti seseorang yang melakukan kesalahan dibiarkan saja tanpa mendapatkan sanksi apapun. Bisa saja seorang ketua meminta kepada anggota yang melakukan kesalahan agar memberikan sumbangan kepada kas usrah dengan jumlah tertentu sesuai dengan kondisi keuangannya selama tetap memberikan kesan kepada dirinya bahwa itu sebagai satu sanksi. Akan tetapi hal itu dilakukan dengan syarat jangan sampai dia memberi sumbangan itu karena terpaksa atau lemah. Justru harus dilandasi dengan ketulusan niat dan kesadaran diri dari anggota yang bersalah bahwasanya ia telah melakukan kesalahan dan ia harus mewajibkan pada dirinya bersedekah dengan sejumlah uang dengan suka rela atau menerima apa yang diminta oleh ketua usrah atas dirinya. 8. Pembagian agenda kerja untuk pertemuan berikutnya kepada para anggota usrah sesuai dengan kemampuan dan keahlian masingmasing. Di antara mereka ada yang ditugasi untuk menyampaikan pengarahan, ada yang ditugasi untuk melakukan riset dan studi, ada yang ditugasi untuk melaksanakan tugastugas tertentu yang diwajibkan oleh usrah, dan ada yang ditugasi untuk memberikan pelatihan kepada orang lain di bidang tertentu untuk yang menjadi bagian dari program pelatihan. Mereka semua ini dibebani dengan aspek-aspek praktis dari program usrah. 9. Mendiskusikan problematika dan kendala-kendala yang menghadang amal usaha selama sepekan yang telah berlalu, apapun jenisnya, baik yang bersifat pribadi maupun kekeluargaan, yang berkaitan dengan pekerjaan maupun teman-teman, ataupun yang

berkenaan dengan kondisi tertentu yang terjadi di komplek yang menjadi tempat tinggalnya dan seterusnya. Pada prinsipnya, ketika problematika dan kendala-kendala ini dilontarkan, maka para anggota usrah harus menanggulangi kendala-kendala ini dan menghilangkan sebab-sebabnya. Satu pendapat akan menjadi matang apabila dipadukan dengan pendapat yang lain. Di samping itu musyawarah sangat dipuji oleh Allah dan termasuk salah satu sifat yang akan mendapatkan balasan kebaikan yang abadi di akhirat serta bisa merealisasikan kemaslahatankemaslahatan dalam kehidupan dunia. Allah swt. berfirman, "Yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman. Hanya kepada Tuhan merekalah, mereka bertawakal. Dan bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatanperbuatan keji, dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf. Dan bagi orang-orang yang menyambut seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan bagi orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zhalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas tanggungan Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim. Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat adzab yang pedih. Tetapi orang yang sabar dan memaafkan, sesungguhnya perbuatan yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (Asy-Syura: 36-43) Ketika skala, pembicaraan mengenai problematika dan kendalakendala ini melebar dan bisa dipastikan akan melebar, maka sebaiknya untuk pembicaraan ini dipilihkan waktu tertentu selain pertemuan usrah ini sehingga bisa dibicarakan secara panjang lebar dan tidak merugikan salah satu program pertemuan. 10. Mengevaluasikan pertemuan sebagaunana yang telah karni jelaskan dalam unsur evaluasi dan pemantauan. 11. Menutup forum pertemuan ini dengan doa istighfar. Ketiga: perencanaan waktu atau masa pelaksanaan program Yang dimaksudkan di sini adalah dua hal:

- jumlah jam pertemuan, - berapa kali pertemuan ini diadakan dalam setiap bulannya. Sejak dikenalkannya sistem usrah dalam Jamaah ini jumlah jam yang dihabiskan untuk pertemuan selalu berkisar antara dua jam sebagai batas minimalnya sampai empat jam sebagai batas maksimalnya, yang mana belurn pernah kurang dari batas minimal atau melebihi batas maksimalnya. Sedangkan jumlah pertemuan yang diadakan dalam setiap bulannya, maka sudah menjadi tradisi bahwa pertemuan itu diadakan sepekan sekali. Lamanya pertemuan dan jumlahnya setiap bulan selalu sarna, betapapun program-programnya berbeda-beda sesuai dengan tahapan masing-masing usrah seperti usrah tamhidiyah (pemula), usrah takwiniyah (pembentukan), atau yang lainnya. Sebenarnya masih ada rentang waktu yang ketiga, yaitu satu fase di mana para anggota usrah harus menyudahi pelaksanaan program. Hal itu sebagaimana yang kita ketahui dari dokumen-dokumen Jamaah dan hasil-hasil studi serta analisa terhadap sejarah perjalanan Jamaah bahwa fase-fase ini terbagi menjadi tiga: 1. Fase tamhidiyah (permulaan) yang rentang waktunya selama setahun. 2. Fase takwiniyah (pembentukan) yang rentang waktunya selama dua tahun. 3. Fase qiyadiyah (kepemimpinan) yang rentang waktunya selama setahun. Pada prinsipnya setiap fase dari fase-fase mengiringi fase sebelumnya, begitu juga rentang waktu yang disebutkan di atas merupakan batas minimal yang tidak boleh kurang sedikit pun dari itu, betapapun hebatnya persiapan para anggota usrah. Sedangkan batas maksimalnya tergantung kondisi yang mewarnai para anggota usrah. 7. Perangkat-perangkat Usrah Yang karni maksud dengan perangkat-perangkat usrah adalah berbagai cara yang mungkin digunakan oleh usrah untuk mewujudkan tujuantujuannya, yang umum maupun yang khusus. Dalam pikiran kadang terkesan bahwa perangkat yang digunakan oleh usrah dalam mewujudkan tujuan-tujuannya hanyalah satu, atau hanya dengan satu cara, yaitu pertemuan pekanan. Tentu saja.kesan ini tidak benar. Usrah memiliki banyak perangkat yang dengan itu ia dapat mewujudkan tujuan-tujuannya. Pertama, tentu saja perternuan pekanan itu sendiri. Pertemuan ini bisa dilakukan di salah satu rumah anggota usrah secara bergiliran. Ini adalah perangkat yang paling penting dan paling efektif untuk menjalankan program-program usrah secara utuh, tanpa ada kekurangan. Pertemuan ini memiliki sesuatu yang khas, antara lain: a. Ketenangan, kedamaian, ketenteraman, keakraban, dan

kekuatan ikatan persaudaraan dengan pemilik rumah. b. Bisa memperoleh sesuatu yang dibutuhkan, berupa apa saja termasuk buku-buku sebagai rujukan, sebab biasanya pemilik rumah menyiapkannya. c. Mendekatkan rumah yang bersangkutan beserta seluruh penghuninya (baik laki-laki maupun perempuan, pemuda maupun pemudi) kepada aktivitas Islam, yakni dengan menyaksikan keseriusan orangorang yang hadir pada waktunya, serta kesungguhan mereka dalam membicarakan dan melakukan berbagai aktivitas. d. Jauh dari pengamatan para mata-mata ketika dirasakan situasi keamanan mengkhawatirkan, seperti yang pernah dialami oleh Jamaah di berbagai wilayah, yakni dibubarkannya beberapa cabang dan dilarangnya mereka mengadakan pertemuan. Hal ini tidak hanya terjadi sekali, namun sudah sering kali. e. Sebagai sarana latihan berkorban bagi pemilik rumah, di mana ia pasti sibuk menyiapkan rumahnya untuk menyambut saudarasaudaranya. Bahkan kadang-kadang ia perlu mengubah komposisi perabot dan tempat untuk disesuaikan dengan keperluan pertemuan, misalnya: untuk diskusi, pelatihan, atau kegiatan yang praktis lainnya. Kedua, pertemuan di tempat yang sunyi yang dapat menimbulkan rasa tenang dan damai pada jiwa, selain membiasakan para anggota untuk bersusah payah mencapai tempat tersebut. Umumnya tempat semacam ini memang relatif jauh dari kota. Hendaknya dipilih program-program yang sesuai dengan tempat tersebut, misalnya: berlatih pidato, ceramah, senam, olah raga berat, menahan haus dan lapar, dan kesabaran secara umum. Ketiga, pertemuan di masjid, karena dengan begitu dapat memakmurkan masjid dan membiasakan ikhwan untuk selalu mengunjungl masjid. Alangkah baiknya lagi kalau ikhwan berniat i tikaf dalam pertemuan seperti itu, sebab sebagian ulama ada yang berpendapat akan bolehnya beri'tikaf di masjid walau hanya sesaat. Hendaknya dipilih program acara yang sesuai dengan situasi masjid serta tidak tampak asing di mata orang-orang yang berada di masjid saat dilangsungkan pertemuan tersebut. Sebagai contoh, adalah: kaL tajwid, tafsir, hadits, fiqih, atau yang lainnya, yang sekiranya penting juga didengar oleh kaum muslimin secara umum agar mereka semakin memahami agamanya, semakin dekat dengan Tuhannya, dan semakin mencintai rumah-rumah Allah. Keempat, mengunjungi anggota Jamaah yang lebih dahulu bergabung, tentu dengan pemberitahuan terlebih dahulu, karena dengan begitu

mereka dapat menimba pengalaman dan mewarisi dakwah dari para pendahulu. Hendaknya dipilih program acara yang sesuai dengan kepribadian orang yang dikunjungi, seperti: mendengarkan penuturan dan uraiannya tentang fiqih dakwah, cerita tentang suatu periode dari penggalan sejarah Jamaah, atau berbagai pengalaman dalam lapangan dakwah yang dibutuhkan oleh seluruh anggota usrah. Kelima, memperluas'lingkaran' usrah, yakni dengaan cara menggabungkan keluarga anggota dalam_pertemuan usrah dan memilih tempat yang sesuai untuk itu, s perti taman atau lokas ang hijau dan segar yang ada air dan berada di antara rimbun pepohonan. Cara ini merupakan cara terbaik dalam rangka menghimpun seluruh keluarga anggota usrah, menumbuhkan keakraban dan cinta kasih di antara mereka, serta memotivasi mereka untuk mempraktekkan kehidupan islami secara nyata sepanjang hari. Untuk pertemuan tersebut harus dipilih program-program acara yang sesuai dengan keberadaan keluarga-keluarga anggota usrah. Para istri hendaknya dipimpin oleh salah seorang dari mereka yang bertugas memberi pengarahan dalam rangka melaksanakan program yang dipandang perlu. Demikian juga anak-anak, mereka harus dipilihkan seorang pemimpin dari anak yang paling besar untuk mengarahkan, memimpin bermain, dan memberi tugas-tugas aktivitas yang sekiranya dapat mendekatkan mereka kepada agama dan ajarannya, di samping dalam rangka menumbuhkan sikap disiplin, taat, dan beradab. Tentu saja tidak perlu dijelaskan bahwa seluruh anggota keluarga harus bersikap disiplin dengan akhlak Islam, baik dalam berpakaian, makan, minum, santai, serius, dan dalam segala hal. Begitulah, usrah dapat memperoleh berbagai cara yang sesuai untuk merealisasikan program-programnya di luar pertemuan rutin pekanan sebagaimana biasanya, tentu saja sesuai dengan kesepakatan para anggotanya. 8. Manajemen Usrah Yang kami maksud dengan manajemen di sini yakni bagaimana melaksanakan program usrah secara baik. Di mana dengan penuh ketelitian dan keterampilan, tugas-tugas keusrahan dibagi kepada seluruh anggota dengan mempertimbangkan kapasitas dan kondisi masing-masing Hal itu tidak dapat terlaksana dengan baik kecuali bila pemimpin usrah (nagib) punya kemampuan manajerial yang memadai (nanti akan dibicarakan secara rinci syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang naqib usrah setelah pembicaraan manajemen usrah usai). Mengelola suatu aktivitas, dalam gambaran yang paling sederhana ada-

lah menjadikan suatu aktivitas berjalan sesuai dengan arah yang benar dan melaju dengan kecepatan yang proporsional untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Sedangkan manajemen menurut istilah kontemporer berarti merancang kegiatan personil, mengawasi, mengarahkan, dan mengkoordinasikannya untuk menjamin penunaian tugas-tugas itu secara optimal dan kepuasan yang utuh dengan jalinan kerja sama yang kokoh di antara mereka untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.1 Manajemen yang paling penting dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin adalah manajemen usrah, karena ia merupakan batu bata pertama dalam bangunan. Apabila manajemen usrah baik, maka baik pulalah kondisi Jamaah secara keseluruhan, demikian juga sebaliknya. Mengelola usrah yang baik menuntut beberapa persyaratan, berikut ini adalah sebagiannya: a. Pengetahuan secara detail akan tujuan-tujuan umum dan tujuantujuan khususnya. b. Realisasi rukun-rukunnya; ta'aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), dan takaful (saling menanggung). c. Realisasi syarat-syarat, etika-etika, dan kewajiban-kewajibannya d. Sesuai dengan perencanaan matang yang mencakup hal-hal berikut: - waktu - tempat dan kelayakannya - anggota beserta kondisi mereka - program dan time schedulenya - jaminan keamanannya e. Pembagian tugas yang baik di antara para anggota, di mana seluruh anggota ikut ambil bagian dalam tugas-tugas tersebut; yang energik tidak merasa pekerjaan terlalu ringan, sedangkan yang sedikit lambat tidak merasa tertekan. Setiap anggota menunaikan tugas sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. f. Disiplin yang penuh terhadap keragaman unsur-unsur acara, menyangkut pengetahuan teori maupun prakteknya, pelatihan, evaluasi, dan kontrolnya, di mana setiap pertemuan mencakup pelaksanaan seluruh unsur-unsur tersebut. Tidak boleh ada pertemuan yang terbatas hanya untuk membicarakan unsur pengetahuan secara teori saja. g. Menentukan tahapan-tahapan aktivitas usrah dan skala prioritasnya. h. Selalu berpikir untuk meningkatkan kualitas aktivitas usrah, yakni dengan mengembangkannya apabila perlu pengembangan atau mengubahnya apabila membutuhkan perubahan. Semua itu dilaksanakan melalui syura di antara seluruh anggota usrah,
1

Mujam Mushtalah `Ulum Ijtirrta'iyah, hal. 9, Dr. Ahmad Zaki Badawi

i. j.

k.

l.

termasuk naqibnya. Bersikap serius dan bersemangat dalam menunaikan tugas, serta berorientasi pada kualitas, kemudian mengarahkan tujuan hanya kepada Allah dalam setiap urusan. Bersikap disiplin dengan segala aktivitas yang berkaitan dengan usrah, seperti: kehadiran dan kepergian, pembicaraan, dialog, dan musyawarah. Selain itu juga bersikap konsekuen dengan kepu tusan yang telah diambil, serta bersikap amanah dalam menjaga rahasia dan penunaian seluruh tugas. Perhatian khusus dari setiap anggota, terutama naqib, dalam mencapai tujuan khusus bagi setiap pertemuan, sehingga pertemuan tidak tersita untuk urusan tertentu -apapun bentuknya- hingga tujuan pertemuan itu sendiri justru terabaikan. Bersikap disiplin untuk mengikuti langkah-langkah yang telah ditetapkan dalam melaksanakan program, sebab dikhawatirkan waktu tidak akan teralokasi dengan tepat apabila menyalahi urutanurutan langkah tersebut, seperti melontarkan suatu tema tertentu untuk didiskusikan sebelum tercapainya aspek tarbawi dari program yang direncanakan. Orang yang mengelola usrah, dalam hal ini adalah naqib atau anggota yang ditugasi, harus memiliki sifat-sifat penting dalam manajemen usrah, antara lain: a. Kecakapan manajerial, tercermin dalam: 1. Wawasan khusus yang seiring dengan manajemen ini. 2. Wawasan umum yang memungkinkannya untuk mengelola dengan baik. 3. Ikhlas dan serius dalam melakukan aktivitas. 4. Mampu memutuskan persoalan secara tegas, namun disertai sikap kasih sayang dan lemah lembut. b. Pandangan yang jelas terhadap aktivitas dan aktivisnya sekaligus, tercermin dalam hal-hal berikut: 1. Mengetahui dengan baik karakter aktivitas yang dikelolanya, menyangkut tujuan dan perangkatnya. 2. Mengetahui dengan baik para pelakunya, baik potensi maupun kondisi kejiwaannya. 3. Mengetahui secara detail tahapan-tahapan dan skala prioritas dari setiap aktivitas. 4. Mampu menyiapkan acara usrah secara komprehensif, ketika tidak ada program yang terencana, sehingga dapat mewujudkan tujuan-tujuan usrah, baik yang umum maupun yang khusus. c. Mencurahkan perhatian secara total untuk aktivitas tersebut, berarti: 1. Mempersembahkan sebagian besar waktunya untuk itu. 2. Mempersembahkan sebagian besar potensi dan

pemikirannya untuk itu. 3. Mempersembahkan sebagian besar hartanya untuk itu. Dengan kata lain, manajemen akan berantakan apabila manaj er hanya memberikan sisa waktu, tenaga, pikiran, atau hartanya untuk itu. d. Mampu mengevaluasi dan mengontrol -dengan memahami mekanisme evaluasi tentunya-lima belas unsur yang baru saja kita bicarakan. Kualitas manajemen menuntut kualitas kemampuan dalam melakukan evaluasi dan kontrol, karena evaluasi -sebagaimana telah kita bicarakan di mukamerupakan pelengkap, bahkan keharusan untuk mewujudkan suatu tujuan. 9 Naqib Usrah Naqib usrah merupakan pimpinan utama dalam Jamaah, bahkan ia sekaligus murabbi bagi seluruh anggota usrah yang merancang kegiatan mereka dan mengkoordinasikannya. Ia juga harus mampu mengarahkan dan memberdayakan usrah untuk mencapai tujuan. Tugas naqib sangat mulia dan agung, karena tugas itu pada dasarnya adalah mentarbiyah anggota usrah untuk menjadi pribadi yang eksis di atas dasar etika dan nilai-nilai Islam, selain tegak di atas sistem dan atribut Jamaah -semuanya bersumber dari ajaran Islam- sebagai aktivitas penyempurna dalam menanamkan nilai maupun etika ajaran Islam. Jamaah mengangkatnya sebagai naqib setelah merasa percaya padanya bahwa ia memiliki kredibilitas untuk mentarbiyah seluruh anggota usrah, memelihara bakat-bakat serta kemampuan yang mereka miliki, merangsang dan menumbuhkan potensi, dan mentransfer semangat dakwah kepada orang lain. Dialah sang pemimpin yang mentarbiyah orang sesuai dengan manhaj Allah yang pada dasarnya itu adalah misi para nabi dan rasul. Agar naqib dapat melaksanakan tugas yang berat ini, maka ia harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Manhaj Allah terbangun di atas landasan tauhid, ibadah, dan ketaatan kepada-Nya dalam setiap perintah maupun larangan. Mengingat betapa pentingnya tugas tersebut, maka Allah swt. memilih orang-orang yang punya kesiapan dari kalangan para nabi dan rasul-Nya, kemudian mempersiapkan mereka sesuai dengan rancangan dan program yang menjadikan mereka laik mengemban tugas yang berat tersebut. Sesungguhnya pengamatan kita kepada bagaimana Allah swt. memilih para rasul-Nya dari kalangan umat manusia memberikan petunjuk

kepada kita akan banyaknya hal yang berguna tatkala kita memilih seorang naqib. Pengamatan lain kepada bagaimana Allah swt. mempersiapkan seorang rasul dan bagaimana pula mendidiknya sebelum memberi beban tanggung jawab risalah sangat besar manfaatnya dalam mempersiapkan seorang naqib. Al-Qur'an telah berbicara tentang para rasul ulul 'azmi. Dari kisah-kisah mereka yang disebut dalam Al-Qur'an memberikan isyarat bahwa Allah swt. telah mempersiapkan mereka demikian serius untuk mengemban risalah-Nya. Pembahasan tentang penutup para rasul dan ulul 'azmi yang terakhir (Muhammad saw.) cukuplah sudah. Barangsiapa mau rnemperhatikan dan merenungkan Kitab Allah, maka ia akan mengetahui, mendapatkan petunjuk, dan mendapatkan birnbingan dalam menyiapkan naqib atau menyiapkan orang yang akan menerima amanah untuk mentarbiyah orang lain. Pelajaran terbaik yang diperoleh Jamaah dalarn mempersiapkan seorang naqib adalah satu kalimat yang di sana tersurat sanjungan Allah kepada Rasulullah, sang penutup para nabi, sang pendidik yang ma'shunr, yakni Muhammad saw. dalarn salah satu firman-Nya: "Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti agung." (AI-Qalam 14) Cukuplah bagi kita identifikasi yang Allah nyatakan untuk menunjukkan tentang kedudukan, kemampuan, dan persiapan dalam rangka memikul tanggung jawab Islam. Identifikasi ini juga memberikan petunjuk bahwa aspek akhlak memiliki kedudukan sedemikian tinggi dalarn agama yang dengannya Allah swt. rnenutup risalah-risalah-Nya. Pemerhati dan perenung agama terakhir ini pasti berkesimpulan bahwa akhlak merupakan pilar terpenting yang menyangga pondasi syariah, tarbiyah, dan penyiapan. Aqidah Islam, dengan kelengkapan kandungannya dimaksudkan untuk menyempurnakan akhlak dan menyeru kepadanya. Bersamaan dengan itu ia memusuhi perangai yang buruk dan menjauhkan orang darinya. Perundang-undangan Islarn tegak di atas pondasi' akhlak. Tiada satu urusan pun yang disyariatkan oleh Allah swt. untuk dilakukan oleh manusia kecuali ia pada hakekatnya adalah akhlak yang mulia. Tiada sesuatu pun yang dilarang oleh Allah swt. kecuali pada hakekatnya ia adalah akhlak yang hina. Sebaliknya seluruh dimensi syariat bekerja dalam rangka menjaga dan memelihara akhlak yang mulia. Nilai-nilai akhlak mulia harus ditegakkan oleh kaum muslimin dalarn perasaan dan tingkah laku mereka. Ia menjadi kewajiban bagi mereka

secara individu maupun kolektif. Mereka harus memegang teguh prinsip akhlak yang mulia ini ketika berinteraksi dengan Allah, dengan diri mereka sendiri, dan dengan orang lain, baik yang muslim rnaupun non muslim. Sesungguhnya tidak ada yang disebut dengan tarbiyah bagi muslim, tidak juga penyiapan personil untuk memikul beban-beban kehidupannya, kecuali dalam kerangka komitmen kepada akhlak yang mulia. Bahkan Rasulullah saw. menyimpulkan tujuan risalahnya dengan sabdanya: "Sesungguhnya aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." Juga sabdanya: "orang-orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya."2 Aisyah Ummul Mukmnnun ra. pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah saw., maka ia menjawab, "Akhlak Rasulullah saw. adalah AlQur'an." Kemudian ia membaca ayat: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang berirnan." Sampai pada ayat: "Dan orang-orang yang memelihara shalatnya." Aisyah berkata, "Demikian itulah Rasulullah saw.""3 Secara sekilas, kita perlu mencermati beberapa sifat yang tertera dalarn surat Al-Mukminun di atas untuk dapat mengetahui bahwa keseluruhan sifat tersebut merupakan akhlak Al-Qur'an yang disanjung oleh Allah, Tuhan yang Mahaagung, yang dengan itu pula Dia mengidentifikasi sifat Rasul-Nya. Semua itu agar kita mengetahui bahwa barangsiapa ingin menekuni tarbiyah dan pembinaan umat manusia, tidak ada yang paling manfaat untuk dijadikan bekal di lapangan kecuali sifat-sifat ini. Naqib adalah seorang pendidik, pengarah, dan penyeru kepada akhlak yang mulia ini, oleh karenanya ia harus memiliki sifat-sifat tersebut. Sifat-sifat tersebut -setelah iman tentunya- adalah: a. "Orang-orang yang kusyu' dalam shalatnya." (Al-Mukminun: 2)

HR. Tirmidzi HR Nasa'i, dan ayat-ayatnya adalah awal surat Al-Mu'minun.

Kekusyu'an hati ketika berada di hadapan Allah mengakibatkan ketenangan anggota badan, lalu menumbuhkan ketenteraman jiwa, dan mengakibatkan ketundukan di hadapan Allah swt. b. "Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna." (Al-Mukminun: 3) Al-Laghwu berarti segala sesuatu yang tidak bermanfaat atau segala macam keburukan. Sifat orang mukmin yang paling menonjol adalah berpaling dari perkataan dan perbuatan, bahkan perhatian dan perasaan yang tidak berguna, karena orang mukmin itu sibuk dengan dzikrullah dan beban-beban agama: amar ma'ruf nahi mungkar dan jilnd di jalan Allah, agar kalimah Allah menjadi yang ter, tinggi dan Kalimah orang-orang kafir menjadi rendah dan terhina. c. "Dan orangorang yang menunaikan zakat. " (Al-Mukminun: 4) "Zakat" beiarti pembersihan hati dan penyucian harta. Ia juga rnerupakan kenenangan atas sifat 'takut miskiri yang dibisikkan oleh syetan kepada umat manusia. Zakat jugamenjadi'pelindung' masyarakat dari pengaruhpengaruh negatif yang ditimbulkan oleh kemiskinan, kebutuhan, dan kesulitan. Seba;aimana ia juga merupakan jaminan sosial bagi seluruh umat manusia; sebagian dari mereka bersimpati dan berkasih sayang kepada sebagian yang lain. Ia juga merupakan'penjaga' masyarakat dari perpecahan dan keterpurukan dalam lumpur kehinaan. d. "Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atat budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidac tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampui batas. " (Al-Mukminun: 5-7) Penjagaan itu meliputi laku kesucian, pemeliharaan diri terhadap ruha-ni, rumah tangga, dan masyarakat seluruhnya. Juga pemeliharaan atas individu, keluarga dan masyarakat dari berbagai penyakit; moral maipun sosial, yang ditimbulkan oleh perzinaan dengan segala derivatnya. Saat ini masyarakat yang dibangun dengan nafsu syahwat tengah menderita berbagai penyakit; kejiwaan, fisik, dan sosial. Hal itu disaksikan oleh realita masyarakat itu sendiri. e. "Dan orarg-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janji janjinya." (Al-Mukminun: 8)

Memelihara amanah dan janji merupakan kewajiban atas individu, masyarakat, dan umat, selama masih ada keinginan untuk hidup arnan di dunia dan selama masih menginginkan keridhaan Allah dan Rahniat-Nya di alam yang kekal abadi kelak. Amanah neliputi kalimat tauhid (kalimat "la ilaha illallah"), keadilarl, akal pikiran, atau segala sesuatu yang diamanatkan orang. Sedangkan janji berarti pemeliharaan atas sesuatu, dari suatu kondisi kekondisi lainnya. Perjanjian yang harus dijaga itu disebut 'ahd.4 Amanat-amanat yang wajib dijaga adalah menyangkut setiap butir yang telah kami sebutkan di muka, sedangkan janji yang harus dijaga meliputi setiap janji dan semua jenis kesepakatan, karena hal tersebut merupakan salah satu dari ciri khas keimanan yang harus dimiliki oleh setiap mukmin. Tidak mungkin dibayangkan sebuah keberuntungan dapat diraih oleh individu maupun jamaah apabila mereka menyia-nyiakan (mengabaikan) amanat dan janji. f. f "Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. " (AlMukminun: 9) Memelihara shalat berarti menunaikannya tepat pada waktunya secara sempurna disertai dengan melaksanakan sunah-sunah dan adab-adabnya, memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya, menghanyutkan hati dan perasaan terpusat untuk menghamba pada-Nya, serta mencegah seluruh anggota badanya dari perbuatan keji dan mungkar. Andaikata sifat-sifat ini dimiliki oleh setiap individu dan masyarakat, tentu masyarakat tersebut menjadi "masyarakat iman" yang layak mendapatkan pertolongan Allah di dunia dalam menghadapi segala yang merintangi iman dan dakwah, juga layak mendapatkan keridhaan dan pahala dari Allah di akhirat. Demikian itu karena masyarakat tersebut adalah masyarakat mukmin. "Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus.Mereka kekal di dalamnya." (AI-Mukminun:10-11)
4

Ar-Raghib AI-Al ishfahani dalam Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an

Yang demikian itu karena kata "al falah" yang mengawali surat yang mulia tersebut, yakni "qad aflahal mu'ntinun" berarti: kemenangan dan pencapaian hasil di dunia maupun di akhirat. Falah di dunia berarti kebahagiaan menjadikan kehidupan dunia ini baik; yakni kehormatan, kekayaan, dan kesinambungan. Sedangkan di akhirat berupa kehormatan tanpa kehinaan, kekayaan tanpa kemiskinan, kekekalan tanpa kebinasaan, serta pengetahuan tanpa kebodohan. Oleh karena itulah disebutkan: tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat. Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau saja mereka mengetahui." (Al-Ankabut: 64) Prinsip-prinsip Dasar Pemilihan Naqib Jamaah telah menetapkan beberapa langkah untuk menyiapkan naqib. Langkah-langkah tersebut kita dapatkan dari berbagai dokumen, peristiwa, dan kajian sejarah. Langkah-langkah tersebut berpijak pada tiga prinsip dasar, yaitu: 1. Pemilihan naqib harus secara baik, dipilih dari orang-orang Yang memiliki kesiapan penuh. 2. Menyiapkan dan mendidik naqib dengan pendekatan vang integral. 3. Melakukan kontrol terhadap naqib setelah ia menerima tugas-tugas mengelola usrah untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan yang ia capai. Berikut ini adalah perincian masing-masingnya: Pilar pertama dalam pemilihan naqib: memilih naqib dengan baik dari orang-orang yang memiliki kesiapan penuh Orang-orang yang punya kesiapan untuk aktivitas tarbiyah dan kepe mimpinan ini adalah mereka yang memiliki sifat-sifat tertentu yang menjadikan mereka layak memikul beban yang besar. Setelah melalui perenungan, sifat-sifat ini dapat disarikan rnenjadi dua bagian: a. Sifat-sifat fitriah (dasar) yang dianugerahkan oleh Allah swt. kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki. b. Sifat-sifat muktasabah (bentukan). Orang yang tadinya tidak memiliki dapat memperolehnya dengan usaha, kesabaran, dan kesungguhsungguhan. Dua sifat tersebut mesti dimiliki oleh setiap orang yang ingin terjun ke dalam aktivitas kenaqiban, ia tidak dapat dipisahpisahkan antara yang satu dengan yang lain.

a. Sifat-sifat fitri pada naqib Sifat-sifat fitri macam apakah yang harus dimiliki oleh seorang naqib? Ia adalah kumpulan tiga sifat sebagaimana berikut: 1. Potensi yang dianugerahkan Allah berupa kecerdasan akal pikiran. Sudah dimaklumi bahwa kecerdasan -dalam konteks potensi- merupakan sesuatu yang diperoleh melalui warisan. Ini merupakan anugerah Allah pada manusia. Sedangkan lingkungan hanyalah merupakan faktorpembantu dalam pertumbuhan potensi tersebut dan kemampuannya untuk menerapkan. Indikasi yang paling mewakili untuk mengukur tingkat intelektualitas seseorang adalah kemampuannya bersikap obyektif, mampu memutuskan persoalan dengan tepat, kritis, dan kreatif. Sedangkan sifat-sifat yang dapat menunjang hal-hal di atas, antara lain sebagai berikut: a. Kemampuan mempergunakan pengalaman masa lalu untuk menghadapi persoalan-persoalan baru dengan sukses. b. Kemampuan menciptakan kreasi sikap yang baru untuk menghadapi berbagai peristiwa baru, atau kemampuan mengubah sikap lama untuk menghadapi persoalan baru. c. Kemampuan memahami hubungan antar berbagai hal dan memahami juga bagaimana menghubungkannya. d. Kemampuan memutuskan persoalan, baik berkaitan dengan sikap seseorang rnaupun lainnya, dengan keputusan yang benar atau mendekati kebenaran. e. Kemampuan melakukan kritik dan komparasi, serta mengetahui secara persis anasir yang dibutuhkan untuk itu. f. Kemampuan menganalisa dan memetkan masalah. g. Kemampuan berkreasi. 2. Potensi yang dianugerahkan Allah berupa kemampuan spiritual yang digerakkan oleh iman, diformat oleh Islam, dan dibimbing oleh ihsan. Potensi spiritual tersebut dapat dirincikan sebagai berikut: a. Kesadaran spiritual dan respon yang cepat atas berbagai hal yang melingkupinya. b. Kesadaran intuisi dan perasaan atas kebenaran. c. Berpihak pada nilai-nilai ideal dalam berbagai hal dan menolak selainnya. d. Kuatnya iman dan bersihnya aqidah dari noda khurafat, kebekuan, kebatilan, dan berbagai kebohongan. e. Meyakini bahwa Islam, agama yang terakhir ini adalah seagung-agung agama. Selanjutnya merasa bangga untuk menisbatkan diri padanya dan yakin bahwa Allah swt. mendukung orang-orang yang menyeru kepadanya dengan tulus ikhlas, hanya mengharap pahala Allah swt. Kemauan yang kuat.

Memiliki sensitivitas terhadap keindahan dan keburukan, serta memahami dengan baik kebenaran dan kekeliruan. Perhatian terhadap segala urusan yang terkait dengan ibadah, rindu kepada segala hal yang diridhai Allah, dan bercitacita untuk berjihad di jalan Allah, bahkan menganggapnya sebagai tujuan akhir. Berani, dermawan, dan sabar. Semua sifat ini hanya muncul dari ruhani yang kuat dan kepribadian cerdik yang memahami tujuan hidupnya. 3. Potensi yang dianugerahkan Allah berupa kemampuan dan kesiapan fisik yang memungkinkan pemiliknya untuk melaksanakan tugasnya dengan benar, energik, terencana, dan kontinyu hingga selesai. Kemampuan fisik ini dapat diurai dalam butirbutir berikut: a. Bebas dari berbagai penyakit yang dapat menghambat seseorang dalam menjalankan tugas-tugasnya. b. Sehat panca indranya (penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan sentuhannya). c. Sehat anggota badannya dan tidak cacat. d. Mampu bekerja dan mencari penghidupan. e. Energik dan dinamis. f. Mampu berjuang melawan nafsu diri dan syetan. g. Mampu belajar untuk memiliki kecakapan dalam bekerja. h. Mampu mengendalikan keinginan-keinginan nafsu (makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan syahwat). Kemampuan pengendalian nafsu ini tidak mungkin dimiliki kecuali oleh orang yang mempunyai badan kuat dan fisik yang sehat. Memang, kemampuan pengendalian tersebut digerakkan oleh ruhani yang kuat dan jiwa lawwamah (jiwa yang senantiasa melakukan koreksi), tetapi kekuatan fisiklah yang memudahkan pelaksanaannya. Hal ini pentingbagi setiap orang yang menjabat sebagai naqib, karena tugasnya mentarbiyah orang lain. Ia tidak akan mampu melakukan hal itu kecuali bila memiliki kekuatan intelektual, kekuatan spiritual, dan kekuatan fisik. Bukankah mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, walau pada masing-masing terdapat kebaikan? b. Sifat-sifat muktasabah bagi naqib Sifat-sifat muktasabah artinya potensi yang dapat dipelajari oleh seseorang, apabila pada mulanya ia tidak mengetahui atau tidak memilikinya sama sekali. Sifat-sifat muktasabah yang harus dimiliki oleh naqib sangat banyak dan beragam. la adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seseorang

ketika hendak mentarbiyah, mengarahkan, dan menumbuhkan poten-si orang lain untuk kepentingan Islam, pribadi, Jamaah, dan masyarakat pada umumnya. Sifat-sifat itu sungguh sangat banyak, namun akan kami sebutkan sebagiannya saja dan kami katakan bahwa ia -sebagaimana yang disimpulkan setelah membaca dan menganalisa berbagai dokumen Jamaah- terdiri dari tiga kelompok. Setiap kelompok memuat beberapa sifat, namun masing-masing hanya berkaitan dengan salah satu aspek dari kepribadian naqib, lalu di antara ketiga kelompok sifat itu bergabung dan saling melengkapi. Masing-masing kelompok sifat ini juga memiliki tiga aspek, yang masing-masing aspek ini memuat sifatsifat yang seorang naqib tidak dapat melakukan tugas-tugas ketarbiyahan seputar keusrahan kecuali ia memiliki sifat-sifat ini secara utuh. Kemampuan naqib dalam memenuhi tugas-tugas ketarbiyahan di usrah sangat tergantung sejauhmana ia memiliki sifat-sifat tersebut. Hanya saja, seorang naqib yang tidak mendapatkan sebagian sifat ini pada dirinya, ia dapat melengkapinya sehingga meraih tingkat keahlian untuk melakukan tugas ketarbiyahan itu. Sebaliknya, jika yang tidak dimiliki adalah sifat-sifat yang berkaitan dengan kemampuan intelektual, ia tidak dapat membangunnya. 1. Kelompok pertama sifat-sifat muktasabah Yakni sifat-sifat yang harus dimiliki seorang naqib yang berkaitan dengan aspek wawasan pengetahuan. Aspek ini memiliki tiga cabang, yaitu: a. Wawasan keagamaan secara umum: - Mengenal dengan baik agama-agama samawi (langit) yang diturunkan sebelum Islam, utamanya agamaagama yang menyeru dakwah dan risalah. - Mengenal secara memadai prinsip-prinsip ajaran Islam. Ia adalah segala hal yang berkaitan dengan persoalan agidah; iman kepada Allah, tauhid dan ma'rifat kepadaNya, sifatsifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, nabinabi-Nya, rasulrasul-Nya, kitab-kitab-Nya, dan malaikatmalaikat-Nya. Juga meyakini hari akhir, gadha', dan gadar. - Mengenal dengan baik berbagai agama, aliran, dan ajaran yang terkenal. b. Wawasan keislaman secara khusus: - Mengenal dengan baik Al-Qur'an (membaca, menghafal, dan memahaminya). - Mengetahui secara memadai hadits-hadits Nabi; menghafal sebagiannya, dan memahami seluruhnya. Ini merupakan sunah gauliyah (lisan).

Menguasai sejarah perjalanan hidup Rasulullah, karena ini merupakan sunah fi'liyah (perbuatan). Memahami secara detail fiqih Islam, menyangkut ibadah dan muamalah, agar terhindar dari kebodohan, kekeliruan, dan perkiraan-perkiraan. Melakukan studi terhadap sejarah kehidupan para sahabat ra. Melakukan studi terhadap sejarah Islam secara umum dan sejarah pergerakan yang menisbatkan diri pada Islam secara khusus sepanjang zaman. Mengenal sejarah Jamaah Ikhwanul Muslimin. Mengetahui secara memadai realitas dunia Islam kontemporer dengan segala problematika dan tantangannya, segala kekuatan dan potensinya. Mengetahui secara memadai minoritas muslimin yang hidup di bawah negara atau pemerintahan non-Islam sehingga dapat memahami kebutuhan-kebutuhan mereka, baik materi maupun non materi. Mengenal dengan baik berbagai gerakan dan arus pemikiran yang memusuhi Islam, beserta berbagai rencana dan programnya.

c. Wawasan tentang kehidupan secara umum: Mengenal aliran-aliran politik kontemporer. Mengenal pahampaham ekonomi. Mengenal paham-paham sosial kemasyarakatan. Mengenal berbagai teori dan paham pemikiran dengan segala progamnya. Mengenal peta geografis negara-negara modern terpenting; negara Islam maupun non-Islam. Mengenal organisasi-organisasi internasional beserta tujuan dan rencana-rencananya, baik politik maupun non politik. Mengenal Orientalisme, Zending, Zionisme, dan Kapitalisme terselubung. Memiliki studi terhadap pemikiran salibis dan ide-idenya yang memusuhi Islam dan kaum muslimin. Mengenal berbagai media massa beserta berbagai tujuan dan programnya. Mengenal dengan baik struktur pemerintahan di berbagai negara di seluruh dunia, serta menentukan sikap-sikap Islam dan kaum muslimin.

2. Kelompok kedua sifat-sifat muktasabah Sifat-sifat ini berhubungan dengan aspek praktis. Ia juga memiliki tiga cabang aspek:

a. Aspek dakwah: - Mengetahui secara sadar apa-apa yang didakwahkan, sedangkan ia menyeru kepada Allah, Islam, dan kebenaran. la harus mengetahui hal-hal tersebut sebelum mendakwahkannya. - Memahami secara mendalam apa-apa yang didakwahkan. Hal itu dapat dicapai dengan cara'perenungan panjang' terhadap Kitab dan Sunah, serta memahami kandungannya. - Pemahaman serupa ini tidak mungkin terwujud kecuali jika sang da'i menyadari tujuan hidupnya di dunia dan posisi dirinya di tengah umat manusia. - Iman yang kuat terhadap apa yang didakwahkan, Yang dibuktikan dengan amal nyata. Sebab tidaklah layak seseorang menyeru orang lain kepada suatu perbuatan, sementara ia sendiri tidak melakukannya. - Mengetahui dengan baik perangkat-perangkat dakwah. Al-Qur'an telah menyebutkannya, antara lain: Hikmah, yakni menernukan kebenaran secara tepat dengan berbagai perangkat ilmu dan pemberdayaan akal. Ia -bagi Allah swt.- berarti pengetahuan secara detail dan paripurna atas segala sesuatu. Bagi manusia -sebagai da'i- ia berarti pengetahuan atas berbagai hal yang ada dan perilaku yang baik.5 Mau'izhah hasanah, yakni peringatan yang baik tentang halhal yang dapat menyentuh hati. AI-Jidal billati hiya ahsan, yakni debat untuk tujuan menentang dan mematahkan, namun tetap dengan cara yang lebih baik dari perkataan lawan. Sama saja bagi seorang dai yang berdakwah -menggunakan perangkat-perangkat tadi- dengan nasehat, khutbah, pelajaran, tulisan, buku, maupun dengan aktivitas amar ma'ruf nahi mungkar, jihad fi sabilillah, keteladanan, perilaku yang baik, dan penerapan teori dalam lapangan nyata, semua itu membutuhkan adanya saling melengkapi antara butir yang satu dengan lainnya. b. Aspek gerakan dan tanzhim (institusi): - Dapat bergaul dan akrab dengan orang lain. Bukanlah profil seorang naqib orang yang lebih mengutamakan untuk mengisoli diri dari masyarakat oleh sebab apapun, kecuali karena fitnah yang telah merajalela -semoga Allah melindungi kita darinya-. Sebab bagaimana mungkin ia dapat mentarbiyah orang kalau ia jauh dari mereka? - Mampu mempengaruhi orang lain dan menarik simpati mereka kepadanya. Yakni bahwa ia dapat membangun keakraban hubungan dengan mereka.
5

A1-Asfahani dalam Al-Mufradat

- Mampu menghimpun orang banyakuntuk'berada di sekeliling kebenaran', mampu memotivasi mereka untuk saling berwasiat dan komit kepadanya dalam kondisi apa pun. - Mau berkorban untuk dakwah dan untuk kepentingan orangorang yang bergerak dalam dakwah bersamanya. - Mampu menghimpun mereka dalam berbagai ragam klasifikasi potensi, antara lain: * Potensi intelektual, spiritual, fisik, sosial, dan sebagainya. * Tingkat responsibilitas mereka terhadap kebenaran dan tingkat komitmen serta ketahanannya untuk itu. * Tingkat kesiapan mereka untuk mencurahkan tenaga, waktu, dan harta demi Islam. * Tingkat kemampuan mereka dalam menjaga rahasia. - Mampu mengelola dan mengarahkan. - Mampu bersikap tegas pada saat yang tepat dan bersikap lemah lembut pada saat yang tepat pula. - Mampu memberdayakan potensi sebagai mana mestinya. - Mampu memahami arus-arus yang mendukung maupun yang menentang aktivitas Islam, sehingga bersikap waspada terhadap yang mengancam dan mendukung kepada yang menguntungkan. Selain itu dapat membuka dialog dengannya dalam masalah-masalah penting, yang dengan begitu mudahmudahan dapat mempertemukan di jalan yang sama. Aspek leadership (kepemimpinan) dari kepribadian naqib Ini merupakan aspek terpenting menyangkut kepribadian naqib. Aspek inilah yang menjamin proses pewarisan dakwah, kelangsungan komitmen padanya, dan prioritasnya dari yang lain. Tiga hal ini merupakan pilar-pilar terpenting yang harus ada pada naqib, di mana tanpanya ia tidak dapat melaksanakan tugas. Hal-hal tersebut kemudian menuntut adanya sifat-sifat berikut: - Performen (penampilan) lahir yang meyakinkan sebagai wujud dari kebaikan hatinya. - Disiplin dan proporsional dalam segala halnya, baik yang dilakukan maupun yang ditinggalkan. - Memberi keteladanan dalam perilaku-perilakunya, baik secara individual maupun sosial. - Mampu mewariskan dakwah dan harakah kepada generasi berikutnya. - Berpartisipasi dengan saudara-saudaranya dalam bekerja dan mengelola pekerjaan. - Jauh dari sikap otoriter dan suka memerintah, tetapi memutuskan segala sesuatunya dengan lemah-lembut, jiwa persaudaraan, dan rasa kasih sayang. - Mampu menganalisa dan menyimpulkan.

Mampu bersikap tegas, mengambil keputusan setelah musyawarah, dan mendengarkan pendapat orang lain. Mampu melakukan kontrol dengan tenang dan terarah, sehingga dapat mengevaluasi suatu aktivitas dan memperbaikinya. Mampu melakukan perubahan ketika diperlukan dan senantiasa bersikap kreatif.

Imam Hasan Al-Banna, pendiri Jamaah ini memberi isyarat pada sifat-sifat tersebut dalarn pernyataannya: "Hendaknya seorang akh berusaha memperbaiki dirinya, sehingga ia menjadi orang yang kuat fisiknya, mantap akhlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, bersih agidahnya, benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya, rapi urusannya, dan bermanfaat bagi orang lain."6 Ini wajib dimiliki oleh setiap akh, sebagaimana yang disiratkan dalam arkanul bai'ah yang sepuluh (paham, ikhlas, amal, jihad, pengorbanan, taat, keteguhan, kemurnian, ukhuwah, dan kepercayaan). Sifat-sifat dan rukun-rukun tersebut wajib dimiliki oleh setiap akh yang menjadi anggota usrah, berarti hal itu lebih diwajibkan bagi nagibnya. Bahkan selain itu ia juga harus memiliki sifat-sifat yang lain. Inilah cara terbaik memilih seorang naqib di antara orangorang yang memiliki kesiapan, dan itulah pilar pertama dalam memilih naqib. Kini kita membahas pilar kedua dalam memilih naqib. Pilar kedua dalam pemilihan naqib: mempersiapkan dan mentarbiyah naqib dengan program yang integral Apabila seorang naqib telah terpilih dengan baik dari kalangan orangorang yang memiliki kesiapan, seperti yang baru saja kami jelaskan, maka orang yang baru saja terpilih untuk memimpin proses tarbiyah dan pengarahan tersebut harus dipersiapkan untuk menjalankan tugas tersebut sejalan dengan program-program yang integral; yang bercirikan kesungguhan dalam muatan tsaqafahnya, ketegasan dan konsistensi dalam muatan akhlaknya, fleksibel dan energik dalam muatan aplikasinya di lapangan, teliti dan teratur dalam muatan manajerialnya, serta kelembutan dan kasih sayang dalam muatan kepemimpinannya. Juga harus ditentukan pula tugas-tugasnya. Sebagai uraian dari halhal di atas kami sampaikan: a. Muatan wawasan pada program penyiapan naqib
6

Risalah Ta'lim, Hasan Al-Banna

Hal ini telah kami uraikan pada pembahasan tentang aspek wawasan dari sifat-sifat muktasabah yang wajib terpenuhi pada diri seorang naqib dan telah kami sebutkan tiga aspek pokok, yaitu: 1. Wawasan keagamaan secara umum. 2. Wawasan keislaman secara khusus. 3. Wawasan tentang kehidupan secara umum. Semua aspek pokok ini beserta beragam derivatnya telah kita uraikan pada pembahasan yang lalu. Semua itu harus dimiliki oleh seorang naqib secara lebih dalam dan lebih terfokus, karena ia diper_ siapkan untuk memberi, mengarahkan, dan mentarbiyah. Ia harus lebih unggul dalam sifat-sifat tersebut dari orang-orang yang ditarbiyah. Secara lebih mendalam dan mantap, naqib juga harus memenuhi aspek operasional dari wawasan tadi -yang telah disebutkan di muka- yang juga memiliki tiga aspek pokok: 1. Operasional pada bidang dakwah. 2. Operasional pada bidang gerakan dan institusi. 3. Operasional pada bidang kepemimpinan dari kepribadiannya. Kami telah membahas secara rinci sifat-sifat tersebut, dan kami katakan bahwa sifat-sifat tersebut harus dimiliki oleh anggota usrah, apatah lagi naqibnya, tentu lebih diharuskan. Seiring dengan kemampuannya mendalami dan melatihnya, ia akan semakin dapat mengarahkan orang lain, mentarbiyah, menumbuhkan potensinya, membangun kecakapannya, dan memberdayakan semuanya dalam rangka Islam dan dakwah. b. Muatan akhlak pada naqib Ciri paling menonjol pada aspek ini adalah kesungguhan, ketegasan dan komitmen penuh kepada seluruh etika Islam. Perlu disebutkan di sini bingkai perilaku yang harus dimiliki oleh seorang naqib. Bingkai tersebut memiliki empat sisi, yaitu: 1. Perilaku tidak cukup hanya sebatas melakukan berbagai ibadah fardhu, tetapi ia harus melakukan hal-hal yang disunahkan dan dianjurkan, sehingga ia menjadi suri teladan dan meninggalkan pengaruh yang positif. 2. Tidak cukup hanya dengan meninggalkan dosa-dosa besar dan kemungkaran, namun juga harus meninggalkan dosa-dosa kecil dan syubhat, karena dalam hal-hal tersebut ia menjadi sorotan dan panutan, baik suka maupun tidak. 3. Tidak cukup hanya membela diri ketika dizhalimi oleh

seseorang, tetapi ia ia harus memiliki kelapangan dada dan kemaafan untuk musuhnya, sebagai bukti kasih sayang dan keinginan mendapat pahala dari Allah swt. "Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Oleh karenanya barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah." (AsySyura: 40) 4. Tidak cukup hanya mengambil hak dan menunaikan kewajiban -meskipun inilah realisasi keadilan- tetapi harus memaksa diri untuk mengambil lebih sedikit dari apa yang menjadi haknya dan menunaikan lebih banyak dari apa yang menj adi kewajibannya, dan inilah konsekuensi ihsan. Hal demikian itu karena membiasakan sikap adil merupakan kewajiban sedangkan membiasakan sikap ihsan merupakan sunah, dan Allah swt. bersama orang-orang yang berbuat ihsan serta mencintai mereka. Seorang naqib sangat membutuhkan kebersamaan Allah dan kecintaan Dia kepadanya. Untuk mendapatkan hal itu mesti dengan melakukan ihsan. "Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (Al-Ankabut: 69) "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik." (Al-Ankabut: 195) Sifat-sifat yang paling menonjol dalam bidang akhlak dan perilaku adalah sebagai berikut: Lemah lembut terhadap saudara-saudaranya dan orang lain secara umum. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanadnya dari Ummul Mukminin Aisyah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Wahai Aisyah, bersikap lemah lembutlah, karena tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah ia tercabut dari sesuatu kecuali akan memburukkan sesuatu tersebut." Allah swt. berfirman kepada Nabi-Nya saw., "Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi berhati keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Oleh karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka

bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (Ali lmran: 159) Maka kasarnya sikap dalam pergaulan dan kerasnya hati dapat menceraiberaikan manusia dari sekeliling dai yang menyeru kepada Allah swt. Banyak hadits yang menjelaskan tentang kelemahlembutan, antara lain sabda Rasulullah saw., "SesungguhnyaAllah itu lemah lembut, menyintai kelemahlembutan dan memberikan padanya apa yang terhalang dari kelemahlembutan, sehingga ia terhalang dari kebaikan secara keseluruhan." Akrab dan cinta kasih kepada umat manusia. Ini merupakan 'harta' yang paling berharga bagi naqib usrah, yang dapat ia 'belanjakari sehingga banyak orang berhimpun di sekelilingnya dan akhirnya menangguk keuntungan yang besar di dunia dan akhirat. Ia juga merupakan 'komoditas' perdagangan yang meliputi: iman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta jihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. 'Keuntungari nya di akhirat adalah berupa pengampunan dosa dan dimasukkan ke dalam surga'Adn. Sedangkan keuntungan duniawinya adalah berupa pertolongan Allah dan kemenangan yang menggembirakan orang-orang beriman di setiap masa dan tempat. "Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. NiscayaAllah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surgayang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga `Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman." (Ash-Shaf: 10-13) Orang mukmin adalah orang yang mulia akhlaknya, mudah tabiatnya, lunak sikapnya dalam bergaul, serta mencintai dan dicintai orang lain. Inilah bekal yang amat

berguna bagi da'i yang menyeru kepada Allah. Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Nabi saw. bersabda, "Orang mukmin itu berpenampilan simpatik. Tiada kebaikan pada orang yang tidak berpenampilan simpatik dan tidak memberi simpatiknya (kepada orang lain)." Sabar menghadapi oranglain, lemahlembut menghadapi orangorang bodoh, dan memaklumi kesalahan-kesalahan mereka dengan harapan ada perbaikan dan kesembuhan di kemudian hari. Apabila hal itu merupakan tuntutan akhlak seorang murabbi (pentarbiyah) terhadap seluruh umat manusia, maka terhadap para mutarabbi (orang yang ditarbiyah) tentu lebih utama tuntutannya. Kenikmatan ukhuwah, iman, kasih sayang, dan itsar (mengutamakan orang lain daripada diri sendiri) yang dirasakan oleh naqib, seharusnya membuatnya dapat berlapang dada terhadap berbagai kesalahan yang masih mungkin diubah dari para pelakunya menjadi perilaku yang benar. Termasuk kesabaran adalah membelenggu jiwa untuk senantiasa berada pada wilayah tuntutan syariat dan pikiran, sabar dalam menjalankan ketaatan, sabar untuk tidak melakukan kemaksiatan, sabar dalam peperangan (sebagai sikap pemberani), sabar dalam berkata-kata (sebagai sikap menjaga rahasia), dan sabar ketika menghadapi musibah (sebagai sikap iman dan ridha kepada ketentuan Allah). Semua bentuk kesabaran tersebut harus ada pada seorang naqib usrah. Ia menonjol dengan akhlak dan perilakunya, dapat menunaikan kewajibannya dalam mentarbiyah dan mentaujih (memberikan pengarahan), bahkan mampu mengenal berbagai potensi yang ada pada saudaranya untuk diberdayakan secara optimal bagi kepentingan mereka, kepentingan dakwah, dan kepentingan agamanya. Berkorban. Seorang naqib harus menempatkan dirinya pada posisi orang yang harus berkorban untuk saudarasaudaranya. Sifat kedermawanan yang pertama -kata "derma" adalah kata yang menghimpun seluruh pekerjaan yang terpujiadalah mengantarkan kemanfaatan kepada orang lain tanpa diiringi sikap

merendahkan. Setelah itu menyusul berbagai bentuk pengorbanan, berupa pengorbanan waktu, tenaga, dan harta benda. Dalam hal ini cukuplah bagi seorang naqib mengingatingat bahwa Allah swt. mencela kebakhilan dan orang yang menyeru kepadanya. "(Yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Barangsiapa berpaling (dari perintahperintah Allah), maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji." ' (Al-Hadid: 24) Dan bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. berlindung kepada Allah dari kebakhilan dan sifat pengecut dalam doanya: "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat pengecut dan bakhil."7 Juga sabda Rasulullah saw., "orang yang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari surga, dan jauh dari manusia."8 Allah swt. mencela si bakhil (orang yang menahan hartanya dari jalan Allah), sedangkan kegiatan seorang naqib usrah seluruhnya berada di jalan Allah. Oleh karena itu ia tidak boleh bakhil, baik menyangkut tenaga, waktu, maupun hartanya. Karena apabila ia bakhil, maka ia akan jauh dari Allah, jauh dari surga, dan jauh dari manusia, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al-Ma'shum Rasulullah saw. Berakhlak AI-Qur'an, berpegang teguh dan konsisten kepadanya, serta menjadikan Rasulullah saw. sebagai teladan dalam kehidupannya. Semua itu agar seorang naqib menjadi suri teladan dalam kehidupan dan dinamikanya; akhlaknya, perilakunya, pergaulannya dengan saudara-saudaranya dalam usrah, dengan keluarganya, dengan tetangganya, dan dengan sahabatsahabatnya. Ia menjadikan sikap ihsan sebagai pemandu dalam setiap aktivitasnya, menjadikan kasih sayangnya kepada si kecil dan si lemah sebagai ciri khasnya, menjadikan sikap ingin berkhidmat kepada umat
7 8

Bukhari, Babul Jihad


Tirmidzi , Babul Birr

manusia dan memenuhi kebutuhankebutuhan mereka sebagai watak dasarnya. Bila hal itu dianggap berat, sesungguhnya ia berjalan di atas jalan orang-orang yang dimudahkan oleh Allah, di atas jalan orang yang disibukkan dengan urusan mentarbiyah manusia, menghimpun mereka pada kebenaran dan petunjuk. Ia berjalan bersama mereka di suatu jalan yang mulanya adalah kalimah "la ilaha illallah di jalan Allah, agar kalimah Allah menjadi yang tertinggi, agar Islam dapat mengendalikan semua agama dan semua aturan, agar menjadi pemandu bagi dunia yang kini terguncang hebat dan membutuhkan ketenangan bersama Allah dan ajaran-Nya. Alangkah panjangnya jalan itu dan betapa butuhnya ia kepada perbekalan dan kendaraan, juga butuh seorang pemimpin yang tidak memperlakukan kendaraannya dengan kasar dalam perjalanan tetapi memperlakukannya dengan lemah lembut dan kasih sayang, sehingga mampu mencapai sasaran dan tujuannya. Semua itu dibutuhkan oleh seorang naqib dan merupakan kebutuhan yang mendesak dalarn setiap aktivitasnya, yang itu merupakan inti dari aktivitas para nabi dan rasul. c. Muatan aktivitas lapangan dalam program naqib Tugas yang diemban oleh seorang naqib selalu membutuhkan fleksibilitas dan kemampuan melakukan perubahan pada saatnya, ketika momentum belurn lewat, selain membutuhkan kesigapan dalam menentukan sikap sebelurn kesempatan emas terlepas dari tangan. Semua itu dibutuhkan dalam menunaikan aktivitas ketarbiyahan dan dalam membimbing para ikhwan menuju jalan dakwah; secara ilmiah, amaliah, jihad, maupun dalam hal pewarisan. Tugas seorang naqib tidak akan selesai sebagaimana mestinya, kecuali jika ia memiliki berbagai program yang dapat menjamin tercapainya sasaran dan tujuan. Program-program tersebut antara lain: 1. Kajian terhadap realitas kekinian untuk seluruh anggota usrah -realita spiritual, intelektual, fisik, dan sosial- dengan teliti dan detail. Apa yang baik secepatnya diakui, sedangkan apaapa yang tidak baik, maka ubahlah agar seiring dengan tujuan

dakwah, dengan suatu proses perubahan yang fleksibel dan sungguh-sungguh sembari memahami banyak hal yang sekiranya dapat menjadi gantinya. 2. Kajian terhadap realitas politik di tempat mana ia bekerja. Ia berusaha mengenal aspek-apek positif dan negatif dari realita tersebut untuk menentukan sikap yang tepat agar dapat mengantarkan diri dan saudara-saudaranya menuju keberhasilan. Langkahlangkahnya meliputi: - Analisa terhadap realitas poltik dalam perspektif Islam. - Usaha mengubah realitas tersebut agar sesuai dengan kehendak Islam, dengan tenang, obyektif, dan menggunakan penelitian yang serius terhadap perangkat yang paling sesuai bagi perubahan tersebut. - Memunculkan alternatif pengganti yang islami bagi realitas tersebut dibantu dengan penjelasan tentangnya melalui perangkat media massa yang sesuai. 3. Kajian terhadap realitas keamanan (security) dan berinteraksi dengannya di medan aktivitasnya. Semua itu dalam rangka memetik faedah sebanyak mungkin dan menghindari bahaya sejauh mungkin, karena bekerja dalam suasana aman itulah prinsip dasarnya, sehingga kajian tentang situasi keamanan hukumnya wajib. Bukanlah target Jamaah memasuki wilayah permusuhan dengan seseorang, kecuali apabila tidak ada cara lain yang dapat dilakukan. Prinsip dasarnya, seorang muslim tidak bercita-cita bertemu musuh, tetapi apabila ia berhadapan dengan musuh, maka ia pun siap berjihad dan bersabar. 4. Kajian terhadap realita berbagai Jamaah Islam, mengenal sejauhmana kesungguhan mereka, dan mengupayakan adanya titik temu dengannya dalam hal yang sejalan dengan syariat dan akal pikiran, serta menghindarkan diri dari konfrontasi dengannya. Hal yang demikian itu dapat menguras tenaga dan perhatian, sehingga menghambat sampainya ke tujuan di satu sisi, dan menjadikan hati musuhmusuh Islam semakin girang di sisi yang lain. Apabila ada kesempatan untuk berdialog dengan suasana tenang dan terarah seputar aktivitas yang disyariatkan, maka tidaklah mengapa. Akan tetapi

apabila tidak ada kesempatan untuk itu, maka pada prinsipnya setiap Jamaah harus husnuzhan (berbaik sangka) kepada Jamaah lainnya yang bekerja untuk Islam, sampai menemukan hal-hal yang berlawanan dengan Islam berdasarkan bukti yang nyata. Termasuk etika berjamaah adalah tidak membalas orang yang mencaci dengan cacian dan tidak membalas orang yang berlaku jahat padanya dengan kejahatan pula. Akan tetapi hendaklah ia berusaha memaafkan dan memperbaiki hubungan sesama umat Islam demi mengharapkan pahala Allah swt. Jamaah harus marah -kalau memang dituntut untuk marah-karena Allah, bukan karena diri dan anggotaanggotannya Apabila kehormatan Allah dinodai, maka ia harus marah dan membela. Akan tetapi apabila hanya karena kehormatan sebagian anggota Jamaah yang dinodai, maka tebarkanlah kemaafan dan sikap lapang dada. 5. Kajian terhadap realitas berbagai arus pemikiran, baik yang mendukung maupun yang memusuhi amal islami. Selain itu juga berinteraksi dengannya sesuai dengan langkah dan kebijakan yang diambil oleh Jamaah. Semua itu dilakukan dengan tetap diiringi oleh sikap fleksibel dan kesigapan yang tidak sampai menghilangkan kemaslahatan serta mengundang bencana. d. Muatan manajemen dalam program nagib Dalam konteks manajemen, program penyiapan naqib harus mernuat beberapa hal. Sebagian darinya adalah: 1. Menumbuhkan potensi intelektualitas pada diri naqib. Yakni kemampuan memahami persoalan secara menyeluruh yang dapat menghubungkan berbagai ragam perilaku, menghimpun berbagai keputusan yang telah digariskan, serta menghubungkan antara tujuan umum dan tujuan khususnya. 2. Menumbuhkan potensi perilakunya. Meliputi semua hal yang berhubungan dengan perilaku diri, cara menjalin komunikasi dengan orang lain dari kalangan anggota usrahnya, cara berhubungan dengan pemimpinnya, dan cara menghiasi semua itu dengan etika. 3. Menumbuhkan potensi skill pada diri naqib. Ia berkaitan dengan pekerjaannya sebagai naqib; menyangkut pengetahuan tentang tugas-tugas dan

4.

5.

6.

7.

cara mengidentifikasinya, kewajiban-kewajibannya, tanggung jawabnya, dan hak-hak diri naqib di sana. Ia juga berhubungan dengan pengetahuan yang memungkinkannya dapat menunaikan tugas-tugas ketarbiyahan yang fital melalui bahan baku yang baik dan lahan yang subur. Menumbuhkan potensi taujih pada naqib. Diharapkan agar taujih itu dapat memudahkannya dalam memutuskan langkah dan mengantarkannya kepada tujuan. Selain itu diharapkan ia dapat memberi taujih kepada anggota-anggotanya dengan taujih yang bernas, terarah, dan tenang, sesuai dengan akhlak dan perilaku Islam. Membiasakan diri menghormati waktu dan pandai mengalokasikannya, baik itu waktunya sendiri maupun waktu anggota-anggotanya dalam usrah. Setiap ucapan dan tindakan harus dipertimbangkan dengan kerangka alokasi waktu yang ia ketahui; sejauhmana kesesuaiannya, dan adakah persoalan pada kekurangan serta kelebihannya dari batasan yang telah ditetapkan Demikian itu karena waktu adalah unsur terpenting dalam aktivitas tarbiyah secara khusus dan aktivitas manusia pada umumnya. Menumbuhkan potensi memilih dan menyeleksi, sebagai awal dari proses pendelegasian untuk menangani tugas yang lebih besar dan lebih penting. Seorang naqib selalu dituntut pandai memilih dan menyeleksi unsur-unsur yang baik dari kalangan ikhwannya untuk melakukan tugas yang lebih besar dan lebih penting. Jika pendelegasian ini berjalan tidak sebagaimana seharusnya, maka pekerjaan tarbiyah itu akan mandul. Padahal ia sejatinya aktivitas yang harus melahirkan dan membuahkan, agar dapat memenuhi kebutuhan yang senantiasa baru dalam Jamaah di lapangan aktivitas yang beraneka ragam. Menumbuhkan potensi memilih pengganti, bahkan penggantinya pengganti, atau bahkan pengganti dari pengantinya pengganti, karena hal itu memang menjadi kebutuhan bagi keberhasilan amal dan kontinyuitasnya. Suatu ketika boleh jadi sang naqib berhalangan sehingga tidak dapat menyelesaikan tugasnya, maka tampillah penggantinya untuk menyelesaikan. Semua tentu dengan keharusan mempertimbangakn pendapat pemimpin tentang

pengganti ini. Prinsipnya, program penyiapan naqib dalam muatan manajemennya mencakup semua yang disebutkan di atas, bahkan lebih banyak dari itu sebagai tuntutan amal di lapangan. e. Muatan Leadership dalam Program Naqib Program penyiapan naqib dalam aspek leadership harus mencakup pengembangan sifat yang dibutuhkan oleh naqib dalam menjalankan tugasnya seperti berikut: 1. Cerdas, berpandangan jauh ke depan, berwawasan luas, dan bersikap luwes. 2. Mampu membuat rancangan dan memutuskan persoalan dengan benar. 3. Mampu mengambil keputusan. 4. Terpercaya dan kuat. 5. Iman kepada Allah dan yakin kepada aktivitasnya, meliputi: tujuannya, tahapannya, dan perangkatnya. 6. Teguh, sabar, tegar, dan konsisten. 7. Memahami secara detail tabiat anggota-anggota usrah yang ia pimpin agar dapat memberikan tugas kepada mereka secara tepat. 8. Mampu berkreasi dan berinovasi dalam aktivitas tarbiyahnya. Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuannya mengubah atau mengganti sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kondisi. 9. Mampu menentukan tujuan umum dan sasaransasaran antara aktivitas tarbiyah. 10. Memahami perangkat-perangkat yang dapat mengantarkannya mencapai tujuan, di mana ia harus selalu bersesuaian dengan syariat, tentu saja setelah direkomendasi oleh pimpinan Jamaah. Setiap butir -dari kesepuluh butir tersebutmembutuhkan penjelasan dan perincian. Namun demikian tidaklah mengapa kalau kami menjelaskan satu di antaranya sebagai contoh, yakni butir "kemampuan membuat rencana". Itulah kemampuan leadership seorang naqib yang ia tidak mungkin dapat melakukan tugas-tugasnya secara benar, kecuali apabila ia memiliki sifat tersebut. Lantas bagaimana kita menjelaskan butir tersebut? Pertama, perencanaan adalah salah satu pilar dari sebuah organisasi yang bertujuan untuk pemanfaatan sumber daya, baik materi atau pun insani seideal mungkin sesuai dengan target yang ditetapkan, yakni membuat rencana kerja ringan dalam usrah untuk beberapa waktu dengan suatu target tertentu.

Kedua, unsur-unsur perencanaan, yaitu: 1. Strategi. Ia merupakan seni leadership, yakni pemanfaatan potensi dan pemberdayaannya untuk suatu tujuan. Ia merupakan unsur perencanaan yang paling menonjol, sebab ia adalah kaidah yang mendasari terlaksananya proses perencanaan secara menyeluruh dengan proses manajemennya sekaligus, seperti: pengorganisasian, penanaman pengaruh, pemantauan, dan sebagainya. 2. Penentuan target, baik target jangka pendek maupun jangka panjang.Target merupakan suatu pencapaian tertentu dalam suatu satuan waktu. Jika pencapaian ini tidak dibatasi dengan waktu tertentu, maka -sebagaimana dikatakan oleh para pakar manajemen- ia tidaklah dinamakan dengan 'target'. Dengan demikian suatu target harus memiliki waktu pencapaiannya, juga harus memiliki'standar produk' yang menjadi tolok ukurnya. Aktivitas apapun yang tidak ditentukan targetnya, maka ia jarang mencapai keberhasilan. 3. Menentukan kebijakan politis yang mengantarkan pada target, yakni cara berpikir yang dapat mengantarkan kepada pelaksanaan aktivitas. Untuk mencapai keberhasilan, hal ini sangat penting, karena dengannya koordinasi berbagai aktivitas dapat diwujudkan, setiap anggota usrah memahami dengan jelas pekerjaan dan tugasnya, dan dengannya pula pekerjaan menjadi mudah, dapat dikontrol, dan dapat dievaluasi. 4. Menentukan berbagai perangkat yang harus dipakai sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan dengan memberdayakan dan mengarahkan berbagai potensi yang ada. Perangkat tersebut meliputi sekumpulan aktivitas yang sarnbungmenyambung dan bertahap menuju sasaran. Sarana tersebut seharusnya bersifat fleksibel dan terbuka, yakni dapat menerima perubahan dan pergantian sesuai dengan kebutuhan setiap tahapan. Ketiga, faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan, antara lain: 1. Sistem tatanan yang akan ditegakkan; apakah ia sistem yang bersifat umum atau khusus? Bersifat total ataukah periodik?

2. Jenis tatanan; apakah berorientasi kemahasiswaan, profesi, pendidikan, jurnalistik, politik tertutup, terbuka, atau yang lainnya? 3. Manajemen tatanan; apakah bersifat piramid, horizontal, ataukah jaringan? Apakah ia bersifat sentralisasi atau desentralisasi? 4. Kekuatan tatanan; menyangkut kekuatan leadership, kekuatan personil, kekuatan sistem, kematangan perencanaan, dan seterusnya. 5. Tahapan tatanan; adakah ia tahapan pengenalan (ta'rif), tahapan pembinaan (takwin), atau tahapan aktualisasi (tanfidz)? Demikian itu karena setiap tahapan memiliki tuntutan-tuntutannya sendiri. 6. Lingkungan di mana tandzim dibangun; yakni pengenalan terhadap kondisi politik, sosial, ekonomi, pola pikir, kebudayaan, dan pengajaran; peta geografisnya, sejarah masa lalu maupun masa kininya; bagaimana situasi daruratnya, seperti peperangan, perjanjian, dan persekutuannya, konsekuensikonsekuensinya, baik yang transparan maupun yang tidak, kendala dan tantangannya, juga situasi mendadak yang mungkin datang secara tiba-tiba, semua itu harus menjadi konsideran ketika akan merumuskan suatu perencanaan. Begitulah jika kami harus menjelaskan setiap butir dari kesepuluh butir yang harus dipenuhi oleh seorang naqib usrah sebagai pemimpin dalam aktivitas ketarbiyahan. Kembali ingin kami katakan bahwa pada dasarnya, muatan leadership dalam program penyiapan naqib harus diperkuat dan dibersihkan dengan sifat-sifat tersebut karena proses leadership tidak dapat mencapai hasilnya tanpa sifat-sifat itu. Segala sifat yang harus terpenuhi dalam diri naqib -sebagai sifat yang dengannya ia memimpin saudara-saudaranya- harus dibangun dalam kerangka ukhuwah yang penuh

kasih sayang dan cinta kasih antar sesama dalam naungan syariat Islam. f Tugas Naqib Menentukan tugas naqib dengan cermat dan jelas dapat membantu seorang naqib dalam melaksanakan tugas-tugasnya, bahkan membantunya dalam melakukan evaluasi secara baik dalam kerangka tugas dan tuntutan-tuntutannya. Kita dapat menuturkan banyak hal yang menj adi tugas naqib usrah. Jamaah telah terbiasa membebankan tugas-tugas tersebut kepadanya, bahkan menjadikannya sebagai tugas pokok naqib usrah dalam posisinya sebagai pemimpin, pentarbiyah, dan naqib. Di antara tugas-tugas yang dinamis pada naqib, bahkan bagi usrah dan bagi Jamaah secara menyeluruh adalah sebagai berikut: 1. Hendaknya ia menjadi suri teladan bagi anggota yang lain, dalam hal akhlak dan perilaku, apa yang dicintai dan dibenci, keikhlasan hati untuk agama dan dakwahnya, serta loyalitasnya pada tugas dan pola pikirnya. Seorang naqib jangan sekali-kali menuntut anggota-anggotanya untukmelakukan suatu perbuatan yang ia sendiri tidak sungguhsungguh menunaikannya, sebaliknya juga jangan melarang sesuatu yang ia sendiri melanggarnya, karena hal yang demikian itu berarti menghilangkan sifat-sifat pokoknya sebagai naqib usrah. Apabila tugas terpenting seorang naqib adalah menjadi teladan bagi saudarasaudaranya, maka hendaknya disadari bahwa tugas tersebut tidaklah ringan. Oleh karenanya mintalah bantuan untuk menunaikan tugas itu dengan ketaqwaan pada Allah dan sikap istigamah. 2. Hendaklah ia menghubungkan saudara-saudaranya kepada agama, dakwah, fikrah, dan manhaj; bukannya pada dirinya atau orang lain, karena individu akan lenyap sedangkan prinsipprinsip nilai akan senantiasa lestari. Inilah perbedaan antara jamaah dan partai. Itulah tugas penting bagi seorang naqib, yakni mencetak penganut prinsip bukan penganut individu semisal dirinya. 3. Menanamkan secara mendalam prinsip-prinsip syariat, standarstandarnya, dan cara mempergunakannya untuk menimbang seseorang (ataupun yang lain) pada dada setiap anggota usrah. Mereka diharapkan senantiasa memahami persoalan kemanusiaan dan kehidupan pada umumnya dengan timbangan syariat, bukan dengan berbagai tolok ukur produk manusia sendiri. Dengan demikian ia akan selamat dari penyimpangan terhadap shiratal mustaqim dan terjamin untuk senantiasa istigamah. 4. Menanamkan kecintaan dan kepercayaan pada diri para anggota usrah. Mereka itu berada dalam usrah yang satu, maka sudah semestinya jika mereka saling mencintai dan mengasihi. Seorang

5.

6.

7.

8.

9.

naqib bertanggung jawab terhadap tumbuhkembangnya perasaan cinta dan kepercayaan tersebut. Menyingkap bakat-bakat terpendam saudara-saudaranya serta mengenali kapasitas dan potensinya. Semua itu dilakukan dalam rangka mengarahkan dan memberdayakan untuk kepentingan individu, Jamaah, masyarakat, dan agama. Untuk proses pengembangan, pengarahan, dan pemberdayaan ini tersedia berbagai perangkat yang telah dikenal dalam sejarah Jamaah. Memperbaiki berbagai kekurangan saudaranya dalam hal wawasan pengetahuan, ilmu, amal, atau ketanzhiman, dengan membuat berbagai program yang dapat memenuhi kebutuhan ini. Seorang naqib tidak boleh melupakan masalah ini. Bahwa sebagian anggota usrah mempunyai kekurangan adalah suatu realitas. Oleh karenanya merupakan kewajiban seorang naqib untuk menutupnya dengan penuh kasih sayang dan cinta kasih, realistis dan serius, serta mengutamakan kebenaran sebelum segala sesuatu. Menyertai saudara-saudaranya dalam kerja dan membantu mereka dalam melakukannya. Dengan demikian diharapkan dapat membangkitkan semangat, kesungguhan, ketahanan, dan kedisiplinan dalam jiwa mereka. Seluruh sifat tersebut harus mereka miliki, dan naqib dituntut untuk dapat menanamkan sifatsifat tersebut pada saudara-saudaranya. Menciptakan suasana dialogis dan siap mendengarkan pendapat orang lain, sehingga setiap anggota mampu mengutarakan apa yang ada dalam benaknya. Karena cara itulah yang dapat mengantarkan mereka menjadi orang-orang yang aktif, yang mampu membangun opini, dan siap berdialog dengan orang lain. Seorang naqib sama sekali tidak boleh mentarbiyah saudarasaudaranya dengan dasar pemikiran bahwa mereka adalah 'photo copy' dari suatu master, betapa pun baik dan menariknya master itu. Mengisi waktu luang saudara-saudaranya, apabila memang ada. Ketahuilah bahwa sesungguhnya hal paling buruk pada diri seseorang adalah ia memiliki waktu namun tidak mengerti cara menggunakannya, karena waktu yang luang tersebut dapat memberi kesempatan kepada syetan untuk memasukkan bisikannya. Naudzubillah. Sebenarnya, umat Islam -dengan kondisinya saat ini- tidak memiliki cukup waktu untuk bangkit dari realitanya yang ada, maka bagaimana mungkin ada anggota Jamaah yang memiliki waktu luang? Inilah yang sebenarnya terjadi. Akan tetapi, apabila memang terdapat waktu luang pada anggotanya, maka naqib usrah wajib mengisinya dengan halhal yang bermanfaat seperti: membaca, mengunjungi masjid secara rutin, mengun, jungi orang-orang yang shalih, berkumpul untuk beribadah dan

berdzikir, membezuk orang yang sakit, ziarah kubur, menyiapkan kajian ilmiah, berlatih keterampilan, dan lain-lain sebagaimana yang telah dibahas di muka. 10. Tugas naqib yang paling menonjol adalah bahwa ia menjadi mediator antara anggota Ikhwan dengan para pemimpinnya, baik hubungan struktural maupun non struktural. Sewaktuwaktu dapat saja ia mempertemukan saudara-saudaranya anggota Ikhwan dengan para pemimpinnya untuk memperkokoh ikatan, menghimpun hati dalam lingkaran kebaikan, menambah semangat dan rnotivasi dalam beramal, berkonsultasi tentang berbagai hal yang penting bagi Jamaah di masa kini atau di masa mendatang, dan berkenalan dengan penggalan sejarah Jamaah berikut berbagai upaya yang telah dicurahkan dalam bidang tarbiyah bagi.para anggota. Demikianlah tugas naqib usrah sepanjang sejarah Jamaah, sebagaimana ditunjukkan oleh dokumen-dokumen Jamaah dan analisa terhadap sejarah pemikiran serta tarbiyahnya, ia juga dituturkan oleh lisan para penulis tentang Jamaah, sejarah maupun perangkatperangkat tarbiyahnya; baik mereka yang bersikap netral, obyektif, dan mengutamakan kebenaran sebelum yang lain, maupun mereka yang berbicara tentang Ikhwan dengan bahasa ilmu, sekedar memenuhi pesanan penguasa yang ingin memberangus Jamaah, atau bahkan untuk mendekatkan diri kepada musuh-musuh Islam yang mengendalikan para penguasa dan membujuk mereka agar selalu menimpakan petaka pada segala hal yang berbau Islarn. Mereka semua berbicara tentang usrah sebagai perangkat yang paling utama di antara perangkat-perangkat tarbiyah yang dirniliki oleh Ikhwanul Muslimin. Adapun tentang kontrol naqib setelah menerima tugas menylaPkan usrah dan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan yang telah diraih, hal itu diserahkan kepada setiap pemimpin syu'bah. Dialah Yang mengontrol dengan cara yang dipandang tepat. Kini kita akan membahas perangkat tarbiyah Ikhwanul Muslimin YanS kedua, yakni katibah.

You might also like