You are on page 1of 25

SKENARIO 6

HIPOSPADIA
Seorang Pasien laki-laki, 3 bulan dibawa kedua orang tuanya, datng ke RS untuk memeriksakan anaknya karena letak lubang kencing pada alat kelamin anaknya tidak normal.

1. IDENTIFIKASI ISTILAH

2. IDENTIFIKASI MASALAH

3. ANALISA MASALAH

4. STRUKTURISASI

5. LEARNING OBJECTIVE
- Kelainan Penis : 1. Hipospadia 2. Epispadia 3. Fimosis 4. Parafimosis 5. Peyroni - Kelainan Testis : 1. Testis Maldesensus 2. Torsio testis

KELAINAN PENIS
1. HIPOSPADIA
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anomalI penis yang paling sering. Perkembangan uretra in utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu. Uretra terbebtuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ectoderm yang tumbuh melalui gland untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordae, pada sisi ventral menyebabakan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis. Tidak ada masalah fisik yang barhubungan dengan hipospadia pada bayi baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa akan menghalangi hubungan seksual, infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal, dapat timbul meatus, menyebabkan kesulitan dalam mengatur urin, dan sering terjadi kriptorkidisme. ETIOLOGI Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab 1.Gangguan pasti dan dari ketidakseimbangan hipospadia.: hormone

Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bias juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.

2.Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. 3.Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi KLASIFIKASI Ada beberapa derajat kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glans), korona (pada sulkus korona). Penis (disepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventral penis dan skotum), dan perineal (pada perineum). Berdasarkan letak muara stelah dilakukan koreksi chordee, browne (1936) membagi hipospadia dalam tiga bagian besar, yaitu: 1. Hipospadia anterior, terdiri dari tipe glanular, subkoronal, dan penis distal 2. Hipospadia medius terdiri atas: midshaft, dan penis proksimal 3. Hipospadia posterior, terxdiri dari; penoskrotal, skotal, dan perineal

TINDAKAN Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan restrukturisasi lubang meatus melalui pembedahan, Pembedahan harus dilakukan sebelum usia saat belajar untuk menahan berkemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekuntruksi, oleh karena itu bayi dengan hipospadia tidak boleh disirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis. Tujuan fungsional operasi hipospadia adalah; 1. kosmetik penis sehingga fungsi miksi dan fungsi seksual normal (ereksi lurus dan pancaran ejakulasi kuat) 2. Penis dapat tumbuh dengan normal

Tindakan operasi harus dilakukan sebelum anak memasuki usia sekolah. Diharapkan anak tidak malu dengan keadaannya setelah tahu bahwa anak laki lain kalau BAK berdiri sedangkan anak pengidap hipospadia harus jongkok seperti anak perempuan (karena lubang keluar kencingnya berada di sebelahi bagi bawah penis). Selain itu jika hipospadia ini tidak dioperasi, maka setelah dewasa dia akan sulit untuk melakukan penetrasi / coitus. Selain penis tidak dapat tegak dan lurus (pada hipospadia penis bengkok akibat adanya chordae), lubang keluar sperma terletak dibagian bawah. Operasi hipospadia satu tahap (ONE STAGE URETHROPLASTY) adalah tehnik operasi sederhana yang sering dapat digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Sambil dilihat di gambar, tipe distal ini yang meatusnya letak anterior atau yang middle.. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris tidak dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainankelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yang bengkok kearah ventral (bawah) dengan dorsal skin hood dan propenil bifid scrotum (saya agak kesulitan mencari istilah awam untuk istilah medis diatas). Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air seninya lebih kearah proksimal (jauh dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di skrotum atau sisa kulit yang sulit ditarik pada saat dilakukan operasi pembuatan uretra (saluran kencing). Kelainan yang seperti ini biasanya harus dilakukan 2 tahap. Operasi Hipospadia dua tahap, tahap pertama dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang tempat keluar kencing) nantinya letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak yang normal), memobilisasi kulit dan preputium untuk menutup bagian ventral / bawah penis. Tahap selanjutnya (tahap kedua) dilakukan uretroplasti (pembuatan saluran kencing / uretra) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tehnik operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien. Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada skrotum dapat berupa undescensus testis, monorchidism, disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis berupa propenil skrotum, mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.

Secara umum tekniknya terbagi menjadi operasi satu tahap dan multi tahap. Operasi perbaikan komplikasi fistula dilakukan 6 bulan paska operasi yang pertama. Setelah menjalani operasi, perawatan paska operasi adalah tindakan yang amat sangat penting. Orang tua harus dengan seksama memperhatikan instruksi dari dokter bedah yang mengoperasi. Biasanya pada lubang kencing baru (post uretroplasty) masih dilindungi dengan kateter sampai luka betul-betul menyembuh dan dapat dialiri oleh air kencing. Di bagian supra pubik (bawah perut) dipasang juga kateter yang langsung menuju kandung kemih untuk mengalirkan air kencing. Tahapan penyembuhan biasanya kateter diatas di non fungsikan terlebih dulu sampai seorang dokter yakin betul bahwa hasil uretroplasty nya dapat berfungsi dengan baik. Baru setelah itu kateter dilepas. Komplikasi paska operasi yang terjadi : 1. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi. 2. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10% . 3. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis. 4. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut. 5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang. 6. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas. Untuk menilai hasil operasi hipospadia yang baik, selain komplikasi fistula uretrokutaneus perlu diteliti kosmetik dan stream (pancaran kencing) untuk melihat adanya stenosis, striktur dan divertikel. Sebelum anak di operasi, dokter akan memeriksa dulu kondisi si anak. Untuk operasi anak-anak, selain prosedur-prosedur yang biasa dilakukan sebelum operasi, maka ronsen toraks (paru jantung) juga dikerjakan. Ditanyakan juga apakah ada riwayat terkena asma,

10

batuk pilek, TBC. Kalau si anak dinilai masih kurang sehat tentu saja keadaan umum nya harus diperbaiki dahulu. PENYULIT Penyulit yang dapat terjadi setelah operasi hipospadia adalah: Fistula uretrokutan Stensis meatus uretra Stiktura uretra Korde ya ng belum sepenuhnya terkoreksi Dan timbulnya divertikel uretra

2.EPISPADIA
Epispadia adalah suatu anomaly congenital yaitu uretra terletak pada permukaan dorsal penis. Insidens epispadia yang lengkap sekitar 1 dalm 120.000 laki-laki. Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomaly saluran kemih, epispadia diklasifikasikan berdasarkan lertak meatus kemih disepanjang batang penis. Glandular (pada glans bagian dorsal), penis (antara simfisis fubis dan sulkus koronarius), dan penopubis (pada pertemuan antara penis dan pubis). Meatus uretra meluas, dan perluasan alur dorsal dari meatus terletak di bawah glans. Prepusium menggantung dari sisi ventral penis. Penis pipih dan kecil dan mungkin akan melengkung ke dorsal akibat adanya chordee. Inkontinensia timbul pada epispadia penopubis (95%) dan penis (75%) karena perkembangan yang salah dari spingter urinarius. Perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia, membuang chordee, dan memperluas uretra ke glans. Prepusium digunakan dalam proses rekontruksi, sehingga bayi dengan epispadia juga tidak boleh disirkumsisi.

11

3. FIMOSIS
Fimosis adalah keadaan di mana kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis (glans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing. Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis itu sendiri, melainkan kemungkinan timbulnya infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini memang dapat menjalar ke ginjal dan menimbulkan kerusakan pada ginjal. Apabila preputium melekat pada glans penis, maka cairan smegma, yaitu cairan putih kental, yang biasanya mengumpul di antara kulit kulup dan kepala penis akan tertimbun di tempat itu, sehingga mudah sekali terjadi infeksi. Biasanya yang diserang adalah bagian ujung penis, sehingga disebut infeksi ujung penis atau balanitis. Sewaktu akan kencing, anak menjadi rewel dan yang terlihat adalah kulit kulup terbelit dan menggelembung. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka. Sebaliknya, Parafimosis merupakan kondisi dimana kulit preputium setelah ditarik ke belakang batang penis tidak dapat dikembalikan ke posisi semula ke depan batang penis sehingga penis menjadi terjepit. Fimosis dan parafimosis yang didiagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis yang belum disunat (disirkumsisi) atau telah disirkumsisi namun hasil sirkumsisinya kurang baik. Fimosis dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua usia, namun kejadiannya tersering pada masa bayi dan remaja. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis. Suatu penelitian mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 12

1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka. Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya lubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruksi) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat. Fimosis kongenital seyogianya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat alasan agama dan/atau sosial untuk disirkumsisi. Hanya diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai fimosis kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada masa kanak-kanak serta menjaga kebersihan alat kelamin dengan secara rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit preputium secara berlebihan ke belakang batang penis dan mengembalikan kembali kulit preputium ke depan batang penis setiap selesai membersihkan. Upaya untuk membersihkan alat kelamin dengan menarik kulit preputium secara berlebihan ke belakang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka, fimosis didapat, bahkan parafimosis. Seiring dengan berjalannya waktu, perlekatan antara lapis bagian dalam kulit preputium dan glans penis akan lepas dengan sendirinya. Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastik lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputium tanpa memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik.Penggunaan krim steroid topikal yang dioleskan pada kulit preputium 1 atau 2 kali sehari, selama 4-6 minggu, juga

13

efektif dalam tatalaksana fimosis. Namun jika fimosis telah membaik, kebersihan alat kelamin tetap dijaga, kulit preputium harus ditarik dan dikembalikan lagi ke posisi semula pada saat mandi dan setelah berkemih untuk mencegah kekambuhan fimosis.

4. PARAFIMOSIS
Berlainan dengan fimosis, parafimosis merupakan kasus gawat darurat. Upaya untuk menarik kulit preputium ke belakang batang penis, terutama yang berlebihan namun gagal untuk mengembalikannya lagi ke depan manakala sedang membersihkan glans penis atau saat memasang selang untuk berkemih (kateter), dapat menyebabkan parafimosis. Kulit preptium yang tidak bisa kembali ke depan batang penis akan menjepit penis sehingga menimbulkan bendungan aliran darah dan pembengkakan (edema) glans penis dan preputium, bahkan kematian jaringan penis dapat terjadi akibat hambatan aliran darah pembuluh nadi yang menuju glans penis. Oleh karena itu, setelah memastikan bahwa tidak ada benda asing seperti karet atau benang yang menyebabkan penis terjepit, dokter akan berupaya mengembalikan kulit preputium ke posisinya secara manual dengan tangan atau melalui prosedur invasif dengan bantuan obat bius (anestesi) dan penenang (sedasi). Jarang diperlukan tindakan sirkumsisi darurat untuk mengatasi parafimosis. Walaupun demikian, setelah parafimosis diatasi secara darurat, selanjutnya diperlukan tindakan sirkumsisi secara berencana oleh karena kondisi parafimosis tersebut dapat berulang atau kambuh kembali. Pada kondisi ini, preputium dapat ditarik ke belakang, glans penis terbuka seluruhnya, tetapi justru preputium tidak bisa kembali ke depan dan menjepit penis. Kondisi ini berbahaya karena risiko pembendungan aliran darah dan menyebabkan edema penis. Jepitan sebaiknya segera dibebaskan agar tidak terjadi kerusakan yang bersifat permanen. Bisa juga terjadi lubang di ujung preputium sempit sehingga tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa lubang kecil di ujung preputium. Pada kondisi ini, akan terjadi fenomena balloning yaitu preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran urine tidak diimbangi besarnya lubang di ujung preputium.

14

Kadang terjadi peradangan pada preputium sampai tidak bisa berkemih. Dokter bisa melakukan tindakan dilatasi (melebarkan lubang preputium) agar proses berkemih lancar. Setelah peradangan mereda, rasa nyeri berkemih membaik, lebih baik dilakukan sirkumsisi agar peradangan dan kesulitan berkemih tidak terulang lagi.

5. PEYRONI
Penyakit peyroni adalah didapatkannya plaque atau indurasi pada tunika albugenia corpus cavernosum penis sehingga menyebabkan terjadinya angulasi (pembengkokan) batang penis pada saat ereksi. GAMBARAN KLINIS Pasien mengeluh nyeri dan terjadi angulasi atau penis bengkok pada saat ereksi, sedangkan pada saat tidak ereksi nyeri menghilang. Akibat nyeri dan angulasi ini kemampuan penetrasi ke vagina menjadi berkurang. Pada saat pemeriksaan, teraba jaringan keras(fibrus) tunggal ataupun berupa plak multiple pada tunika albugenia. [ada kasus yang berat dapat teraba kalsifikasi sehingga dapat terlihat pada pemeriksaan foto polos penis. ETIOLOGI Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, tetapi secara histofatologi plak itu mirip dengan vaskulitis pada kontrantur dupuytren yang disebabkan oleh reaksi imunologi. Hasil anamnesis pada pasien penyakit peyroni menyebutkan bahwa sebelumnya mereka mengalami trauma pada penis yang berulang pada saat senggama.

15

TERAPI Konservatif. Tanpa terapi 50 % penyakit ini dapat mengalami remisi sponta setelah observasi selama 1 tahun. Dapat dicoba dengan pemberian tamoxifen 20 mg dua kali sehari selama 6 minggu. Jika menunjukkan respon yang baik pengobatan ditreuskan sampai 6 bulan. Untuk mencegah aktifitas fibroblas dapat dicegah dengan pemberian colchicine atau verapamil. Nyeri yang brkepanjangan dapat diberikan vitamin E 200mg tiga kali sehari. Pemberian potasium aminobenzoat tidak menyenangkan karena banyak menimbulkan efek samping. Operasi. Indikasi operasi adalah pada penyakit peyroni adalah deformitas penis yang mengganggu senggma atau disfungsi ereksi akibat peyroni. Saat operasi ditentukan jika penyakit telah stabil atau matang, antara lain: sudah tidak ada nyeri saat ereksi Kurvatura atau deformitas penis saat ereksi sudah menetap atau stabil.

Biasanya keadaan itu dicapai setelah 12 sampai 18 bulan sejak awal timbulnya penyakit. Banyak teknik operasi yang dikerjakan hingga kini, mulai dari eksisi plak kemudian tandur kulit atau cara Nesbitt. Nesbitt melakukan eksisi oval pada konveksitas tunika albugenia, dam selanjutnya defek yang terjadi dijahit dengan benang tidak diserap. Pasca operasi sering terjadi pemendekan dari penis.

16

KELAINAN TESTIS
1. TESTIS MALDESENSUS
Pada masa janin testis berada di rongga abdomen dan beberapa saat sebelum bayi dilahirkan, testis mengalami desensus testikulorum atau turun kedalam kantung skrotum. Diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi turunnya testis kedalam skrotum, antara lain : 1. adanya tarikan dari gubernakulum testis daan refleks dari otot kremaster 2. Perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan badan 3. dorongan dari tekanan intraabdominal Oleh karena suatu hal, proses desensus testikulorum tidak berjalan dengan baik sehingga testis tidak berada di dalam kantong skrotum (maldesensus). Dalam hal ini mungki testis tidak mampu mencapai skrotum tapi masih berada pada jalurnya yang normal, keadaan ini disebut kriptorkismus, atau pada proses desensus, testis tersesat (keluar) dari jalur yang normal, keadaan ini disebut sebagai testis ektopik. Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berda di jalurnya mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen yaitu terletak di antara fossa renalis dan anulus inguinalis ekternus. Testik ektopik mungkin berada di perineal, di luar kanalis inguinalis yaitu diantara aponeoresis obligus ekternus dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di regio femoral. ANGKA KEJADIAN Angka kejadian kriptorkismus pada bayi perematur kurang lebih 30% yaitu 10 kali lebih banyak daripada bayi cukup bulan (3%). Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desendus secara spontan , sehingga pada usia 1 tahun, testis yang letaknya abnormal jarang dapat mengalami desendus testis secara spontan. ETIOLOGI Testis maldesensus dapat terjadi karena adanya kelainan pada: 1. Gubernakulum testis

17

2. Kelainan intrinsik testis 3. Defisiensi hormon gonadotropin yang memacu proses desendus testis PATOFISIOLOGI DAN FATOGNESIS Suhu di dalam rongga abdomen 1C lebih tinggi dari pada suhu di dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapat suhu yang lebih tinggi daripada testis normal, hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinla testis telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi mengecil. Karena sel-sel leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skotum adalah mudah terpelintir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi maligna. GAMBARAN KLINIS Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai testis dikantung skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas yaitu belum mempunyai anak setelah kawin beberapa tahun. Kadang-kadang merasa adan benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis maldensensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi tumor testis. Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipopplasia kulit skrotum karena tidak pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis testis tidak teraba di kantung skrotum melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat. Jika kedua buah testis tidak diketetahui tempatnya, harus dibedakan dengan anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan hormonal, antara lain :

18

Hormon testosteron Uji dengan pemberian hormon hCG (human chorionic gonadotropin)

Keberadaan testis sering kali sulit ditentukan, apalagi testis yang letaknya i ntra abdominal dan pada pasien yang gemuk. Untuk itu diperlukan bantuan beberapa saran penunjang, di antaranya adalah flebografi selektif atau diagnostik laparoskopi. Pemakaian ultrasonografi untuk mencari letak testis sering kali tidak banyak manfaatnya sehingga jarang dikerjakan. Pemeriksaan flebografi selektif adalah usaha untuk mencari keberadaan testis secara tidak langsung, yaitu dengan mencari keberadaan pleksus pampiniformis. Jika tidak didapatkan pleksus pampiniformis kemungkinan testis memang tidak pernah ada Melalui laparoskopi dicari kberadaan testis mulai dari fossa reanalis hingga anulus internis, dan tentunya laparoskopi ini lebih dianjurkan daripada melakukan ekplorasi melali pembedahan terbuka DIAGNOSIS BANDING Seringkali dijumpai testis yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba berada didaerah inguinal dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster ynag terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah melakukan fisik. Hal ini disebut sebagai testis rettraktil atau kriptorkismus fisiologi dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain itu maldesensus testis perlu dibedakan dengan anorkismus yaitu testis memang tidak ada. Hal ini bisa terjadi secara spontan secara kongenital memang tidak terbentuk testis atau testis yang mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada neonatus. TINDAKAN Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus harus diturunkan ke tempatnya, baik secara medikomentosa maupun pembedahan. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan, testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun sedangkan setelah 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun.

19

MEDIKAMENTOSA Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil terutam pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan uniteral hasilnya masih belum memuaskan. Obat yang sering dipergunakan adalah hormon hCG yang disemprotkan intranasal. OPERASI Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: 1. Mempertahankan fertilitas 2. Mencegah timbulnya degenerasi maligna 3. Mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis 4. Melakukan koreksi hernia 5. Secara psikologis mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantung sub dartos.

2. TORSIO TESTIS
Torsio testis adalah terpelintirnys funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumurt kurang dari 25 tahun, dan paling banyak dideruta oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateraral. ANATOMI Testis normal dibungkus oleh tunika albugenia. Pada permukaan anterior dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri darti 2 lapis, yaitu viseralis yang langsung menempul ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis yang menempel ke muskuluis dartos pada dinding skrotum. 20

Pada masa janin dan neonates lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpelintir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpelintirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis exstravaginal. Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomaly bell clapper. Keadaan ini akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal. PATOGENESIS Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat,defekasi atau trauma yang mengenai skrotum. Terpeluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia,edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis. GAMBARAN KLINIS Pasien mengeluh nyeri hebat didaerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai

21

sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisis, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam. Pemeriksaan sidimen urine tidak menunjukan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah tidak menunjukan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami keradangan steril. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler,dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ketestis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.

DIAGNOSA BANDING
1. Epididimitis akut. Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri

skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus (dengan melakukan senggama dengan bukan isterinya) atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, pada epididimis akut kadang nyeri akan berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada. Pasien epididimis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urine didapatkan adanya leukosituria atau bakteriuria.
2. Hernia skrotalis inkarserata, yang biasanya didahului dengan anamnesis didapatkan

benjolan yang dapat keluar dan masuk kedalam skrotum.


3. Hidrokel terinfeksi, dengan anemesis sebelumnya sudah ada benjolan di dalam

skrotum
4. Tumor testis. Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan dalam testis

22

5. Edema skrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia,filariasis, adanya

pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya. TERAPI Detorsi Manual. Dotorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke aarah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi telah behasil operasi harus tetap dilaksanakan. OPERASI Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viabel (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunuka dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontra lateral. Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar testis tidak terpelintir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testi (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontra lateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap di biarkan di salam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari.

23

KESIMPULAN
1. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. 2. Epispadia adalah suatu anomaly congenital yaitu uretra terletak pada permukaan dorsal penis. 3. Fimosis adalah keadaan di mana kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis (glans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing. 4. Berlainan dengan fimosis, parafimosis merupakan kasus gawat darurat. Upaya untuk menarik kulit preputium ke belakang batang penis, terutama yang berlebihan namun gagal untuk mengembalikannya lagi ke depan manakala sedang membersihkan glans penis atau saat memasang selang untuk berkemih (kateter), dapat menyebabkan parafimosis. 5. Penyakit peyroni adalah didapatkannya plaque atau indurasi pada tunika albugenia corpus cavernosum penis sehingga menyebabkan terjadinya angulasi (pembengkokan) batang penis pada saat ereksi. 6. Testis tidak mampu mencapai skrotum tapi masih berada pada jalurnya yang normal, keadaan ini disebut kriptorkismus, atau pada proses desensus, testis tersesat (keluar) dari jalur yang normal, keadaan ini disebut sebagai testis ektopik. 7. Torsio testis adalah terpelintirnys funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumurt kurang dari 25 tahun, dan paling banyak dideruta oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).

24

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC, 2006. Amir Syarif, dkk. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007. Basuki B. Purnomo. Dasar-dasar Urologi, Cetakan 4. Jakarta: CV. Sagung Seto, 2008 http://medicastore.com/Artikel>Pria dan kesehatan reproduksi .html

25

You might also like