You are on page 1of 3

EPIDEMIOLOGI DAN PEMBERANTASAN MALARIA

EPIDEMIOLOGI MALARIA adalah pengetahuan yang menyangkut studi tentang kejadian (insidensi, prevalensi, kematian) karena malaria, penyebaran atau penularannya pada penduduk yang tinggal di suatu wialayah pada periode waktu tertentu, beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan studi epidemiologi malaria adalah untuk menggunakannya sebagai dasar rasional dalam pemberantasan, pengendalian penularan dan pencegahannya. Materi studi epidemiologi malaria, secara garis besar, menyangkut 3 hal utama yang saling berkaitan: 1. Inang (HOST): manusia sebagai inang antara, dan nyamuk vektor sebagai inang definitif parasit malaria. 2. Penyebab penyakit (AGENT): parasit malaria (Plasmodium). 3. Lingkungan (ENVIRONMENT). MEKANISME EPIDEMIOLOGI Secara parasitologis, dalam daur hidup Plasmodium, manusia diketahui sebagai inang antara karena Plasmodium, parasit malaria dalam tubuh manusia masih dalam stadium aseksual, maksimal sebagai mikrogametosit (jantan muda) dan makrogametosit (betina muda) yang belum mampu melakukan singami. Plasmodium, parasit malaria, pada manusia di Indonesia adalah: P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale. Parasit malaria dalam tubuh manusia berhabitat utama dalam sel darah merah (eritrosit) yang memakan hemoglobin. Pada P. vivax ada bentuk hepatik yaitu dalam sel-sel hati yang memungkinkan terjadi relaps atau kambuh. Vektor malaria adalah Nyamuk Anopheles betina, yang merupakan inang definitif. Dalam lambung nyamuk mikrogametosit dan makrogametosit Plasmodium, masingmasing telah menjadi mikrogamet dan makrogamet yang kemudian kawin (singami) zigot ookinet oosista (proses sprogoni) dalam dinding lambung nyamuk pecah keluar puluhan ribu ratusan ribu sporozoit yang akan menuju kelenjar liur nyamuk inangnya. Keberadaan, kelimpahan, umur dan mungkin perilaku vektor sangat dipengaruhi oleh lingkungan tanbiotik (fisik, kimia, hidrologis, klimatologis), biotik (tumbuhan, biota predator), dan kondisi sosial ekonomi penduduk di daerah endemik malaria. Spesies

nyamuk yang berbeda segi genetiknya berbeda daya dukungnya terhadap kelangsungan hidup parasit malaria. Faktor lingkungan suhu udara geografis (ketinggian dari permukan laut, musim) bisa berpengaruh pada kemampuan hidup parasit dalam nyamuk vektor. Plasmodium tidak bisa hidup dan berkembang pada suhu < 16 derajat Celsius. Kelembaban udara 6080% optimal untuk hidup nyamuk dengan umur panjang. Jika nyamuk vektor semakin padat (misalnya hitungan jumlah nyamuk vektor rata-rata yang menggigit orang per jam), semakin antropofilik (lebih suka menggigit dan mengisap darah manusia), semakin panjang umurnya (> 2 minggu), dan semakin rentan terhadap infeksi dengan parasit malaria setempat, maka semakin besar potensinya terjadi KLB malaria, mungkin pada musim tertentu. MEKANISME PENULARAN Manusia tertulari malaria jika kemasukan sporozoit Plasmodium (P. falciparum, P. vivax, P. malariae, atau P. ovale) lewat gigitan nyamuk Anopheles betina yang infeksius. Nyamuk vektor terkena infeksi parasit malaria stadium gametosit yang berhasil mengalami gametogoni, singami dan sporogoni. Penularan malaria ke manusia bisa bermacam-macam: 1) Alami secara inokulatif, sporozoit masuk tubuh manusia lewat gigitan nyamuk vektor. 2) Aksidental lewat transfusi darah, atau jarum suntik yang terkontaminasi darah berparasit malaria yang hidup trofozoit langsung ke darah. 3) Secara sengaja dengan suntikan intravena atau transfusi untuk tujuan terapi layuh saraf (paresis). INDIKATOR BIOLOGIS PENULARAN MALARIA Kasus malaria di suatu daerah atau tempat adalah salah satu indikator biologis malaria. Ada kasus, berarti ada orang dengan infeksi parasit malaria, Plasmodium, salah satu spesies atau campuran (mixed). Ada kasus malaria berarti ada nyamuk vektornya, Anopheles sp., spesiesnya apa perlu diteliti / dibuktikan adanya dan kepadatannya, dsb. Adanya vektor yang positif sporozoit (dengan pembedahan kelenjar liur atau reaksi imunologis) menunjukkan bahwa lingkungan setempat cocok untuk kelangsungan hidup vektor, umurt vektor cukup panjang untuk mendukung dilampauinya masa inkubasi ekstrinsik Plasmodium dalam nyamuk vektor, yang berarti pula kelembaban dan suhu udara optimal untuk nyamuk dan parasit malaria. PEMBERANTASAN MALARIA Pemberantasan malaria bertujuan untuk mencegah kematian akibat malaria, terutama jika terjadi KLB, menurunkan angka kematian, menurunkan angka kesakitan (insidensi dan prevalensi), meminimalkan kerugian sosial dan ekonomi akibat malaria. Pemberantasan malaria haruslah rasional, harus berbasis pada epidemiologinya; sarannya: manusia / penduduk, parasit malaria, vektor dan lingkungannya. Program pemberantasan malaria dilaksanakan dengan sasaran:

1. Kasus atau penderita yang diagnostik terbukti positif gejala klinis dan parasitnya dalam darah diberi pengobatan dan perawatan menurut SOP atau protokol bakunya di puskesmas atau rumah sakit; 2. Penduduk daerah endemik diberikan penyuluhan kesehatan dan dibagikan kelambu berinsektisida. 3. Nyamuk vektornya dengan pengendalian vektor cara kimia, hayati atau manajemen lingkungan, atau secara terpadu. 4. Lingkungan dengan memodifiksi atau memanipulasi lingkungan supaya tidak cocok lagi jadi habitat vektor vektor pindah tempat atau berkurang kepadatannya secara nyata. PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA DAN DATA ENTOMOLOGIS Pengendalian vektor adalah salah satu cara atau strategi memutus rantai penularan malaria, mengurangi laju penularan dari vektor ke manusia, dengan mencegah dan atau mengurangi jumlah kontak nyamuk vektor-parasit-manusia. Sebagai data dasar (data base) dan parameter keberhasilan pengendalian vektor dengan berkurangnya laju penularan malaria (malaria transmission rate), diperlukan data entomologis. Data entomologis ini mencakup: 1. Nama spesies nyamuk vektor (imago) dan jentik. 2. Kepadatan nyamuk: dilakukan identifikasi nyamuk stadium dewasa

a) MBR (Man biting rate). b) MHD (Man hour density). c) Parity rate, lebih untuk mengetahui umur nyamuk vektor. NYAMUK VEKTOR MALARIA Nyamuk di seluruh dunia diketahui sekitar 3453 spesies, subspesies dan strain, 400 spesies di antara jumlah itu adalah Anopheles. Dari jumlah itu, 90 spesies Anopheles ada di Indonesia, dan 18 spesies dipastikan sebagai vektor malaria yang tersebar di banyak pulau. Di antara 18 spesies itu, ada 7 spesies yang diketahui paling efisien sebagai vektor malartia yaitu: An. sundaicus, An, aconitus, An. barbirostris, An. sinensis, An. farauti, An. subpictus, dan An. balabacensis,

You might also like