You are on page 1of 54

ASKEP TYPHOID ABDOMINALIS

A. Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ). Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999). Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999). B. Etiologi a) Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida) antigen H(flagella) antigen V1 dan protein membrane hialin. b) Salmonella parathypi A c) salmonella parathypi B d) Salmonella parathypi C e) Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).

C. Patofisiologi Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

D. Gejala Klinis Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) : Perasaan tidak enak badan Lesu Nyeri kepala Pusing Diare Anoreksia Batuk Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999). Menyusul gejala klinis yang lain 1. DEMAM Demam berlangsung 3 minggu Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari Minggu II : Demam terus Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur 2. GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan Terdapat konstipasi, diare 3. GANGGUAN KESADARAN Kesadaran yaitu apatis somnolen Gejala lain ROSEOLA (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996). E. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi - Diperlukan titer anti bodi terhadap antigeno yang bernilaiu1/200 4 atau peningkatanukali antara masa akut dan konvalesene mengarah kepada demam typhoid (Rahmad Juwono, 1996). F. Penatalaksanaan Terdiri dari 3 bagian, yaitu : 1) Perawatan Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Posisi tubuh harus diubah setiaps2 jam untuk mencegah dekubitus. Mobilisasi sesuai kondisi. 2) Diet

Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air-lunakmakanan biasa) Makanan mengandung cukup cairan, TKTP. Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas. 3) Obat Antimikroba Kloramfenikol Tiamfenikol Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol) Obat Symptomatik Antipiretik Kartikosteroid, diberikan pada pasien yang toksik. Supportif : vitamin-vitamin. Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikiatri (Rahmad Juwono, 1996). G. Komplikasi Komplikasi dapat dibagi dalam : 1. Komplikasi intestinal Perdarahan usus Perforasi usus Ileus paralitik 2. Komplikasi ekstra intestinal. kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis, dan tromboflebitie.Kardiovaskuler : Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik Paru : pneumoni, empiema, pleuritis. Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis. Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis. Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis. Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom GuillanBarre, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna (Rahmad Juwono, 1996). H. Pencegahan 1. Usaha terhadap lingkungan hidup : a. Penyediaan air minum yang memenuhi b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene c. Pemberantasan lalat. d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan. 2. Usaha terhadap manusia. a. Imunisasi

b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Mansjoer, Arif 1999). ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR. 2. Keluhan Utama pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam. 1. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma. 3. Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya. 4. Riwayat Psikososial Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya. 5. Pola-Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya. 2) Pola nutrisi dan metabolisme Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah. 3) Pola aktifitas dan latihan Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya. 4) Pola tidur dan aktifitas Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur. 5) Pola eliminasi Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. 6) Pola reproduksi dan sexual Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan. 7) Pola persepsi dan pengetahuan Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri. 8) Pola persepsi dan konsep diri Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.

9) Pola penanggulangan stress Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya. 10) Pola hubungan interpersonil Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu. 6. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia. 2) Kepala dan leher Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. 3) Dada dan abdomen Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan. 4) Sistem respirasi Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung. 5) Sistem kardiovaskuler Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh. 6) Sistem integumen Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat. 7) Sistem eliminasi Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N -1 cc/kg BB/jam. 8) Sistem muskuloskolesal Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan. 9) Sistem endokrin Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil. 10) Sistem persyarafan Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid. B. Diagnosa keperawatan 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest. 4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah). C. Intervensi dan Implementasi 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi

Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol. Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh. Turgor kulit membaik Intervensi : Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh. Batasi pengunjung R/ agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas. Observasi TTV tiap 4 jam sekali R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien 2,5 liter / 24 jamsAnjurkan pasien untuk banyak minum, minum R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak Memberikan kompres dingin R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas. 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat - Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan Intervensi Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi. R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat. Timbang berat badan klien setiap 2 hari. R/ untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat. R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan. Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. R/ untuk menghindari mual dan muntah. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral. R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal. Kriteria hasil : Kebutuhan personal terpenuhi

Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh. memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi. Intervensi : Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri). R/ agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum). R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya. R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang. R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus. 4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah) Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat Wajah tidak nampak pucat Intervensi : Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga. R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan. R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan. Anjurkan pasien untuk banyak minum s2,5 liter / 24 jam. R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan. Observasi kelancaran tetesan infuse. R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral). R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral). D. Evaluasi Dari hasil intervensi yang telah tertulis, evaluasi yang diharapkan : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhiiDx : Evaluasi : suhu tubuh normal (36 o C) atau terkontrol. gangguan pemenuhan kebuDx :tuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia. Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat. intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrestDx : Evaluasi : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal. Dx : gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah) Evaluasi : kebutuhan cairan terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA Dangoes Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta. Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta. Mansjoer, Arif 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapis, Jakarta. Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta. Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta. asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/typhoid-abdominalis/300609/20.25 wib.html Posted by Rheny Raya at 06:36 0 comments Links to this post

Makalah Askep ISK (Infeksi Saluran Kemih)


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40 60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia sama atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20%. Infeksi saluran kemih dapat mengenal baik laki-laki maupun wanita dari semua umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum kurang lebih 5-15%. Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan adanya bakteri dalam urin. Bakteriuria yang disertai dengan gejala saluran kemih disebut bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatisbila terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah. Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena sisa urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosonga kandung kemih kurang efektif , mobilitis menurun, pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik, sistem imunitas menurun. Baik seluler maupu humoral, adanya hambatan pada aliran urin,hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian serius. Di Amerika dilaporkan bahwa setidaknya 6 juta pasien datang kedokter setiap tahunnya dengan diagnosis ISK. Disuatu rumah sakit di Yogyakarta ISK merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan ke-2 dan masuk dalam 10 besar penyakit (data bulan Juli Desember). Infeksi saluran kemih terjadi adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan bakteri dalam urin melalui biakan atau kultur (Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001) dengan jumlah signifikan (Prodjosudjadi, 2003). Tingkat signifikansi jumlah bakteri dalam urin lebih besar dari 100/ml urin. Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia coli, Proteus sp., Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp. Penyebab utama ISK (sekitar 85%) adalah Eschericia coli (Coyle & Prince, 2005). Penggunaan kateter terkait dengan kemungkinan lebih dari satu jenis bakteri penginfeksi. B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Diperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ISK 2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan ISK b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan ISK c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien denan ISK d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien denan ISK e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan ISK f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus B. Ruang Lingkup Dalam penyusunan makalah ini penulis hanya membatasi masalah mengenai Asuhan Keperawatan pada klien Tn. S dengan infeksi saluran kemih diruangan Cemara II Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta. C. Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan tehnik pengumpulan data yaiti dengan wawancara langsung terhadap pasien dengan tehnik anamnesa baik pada pasien, kelurga, serta teman sejawat. Observasi dengan melakukan pengamatan kepada pasien, studi kepustakaandengan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan Infeksi Saluran Kemih.

E. Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematika dengan urutan sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode Penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan teori yang terdiri dari Pengertian. Etiologi, Patofisiologi, Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan, Evalusi Keperawatan Bab III: Tinjauan kasus terdiri dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan Bab IV: Pembahasan terdiri dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan. Bab V : Kesimpulan dan saran

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Infeksi Saluran Kemih atau urinarius Troctus infection adalah sutatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001) Infeksi Saluran Kemih adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998) Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang di sebabkan oleh bakteri terutama escherichia coli: resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluksvesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen baru,septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk,1998) Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001) B. Etiologi 1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain: - Pseudemonas, Proteus,klebsiella: penyebab ISK complicated - Escherichia coli:90% penyebab ISK uncomplicated - Enterobacter, Staphyloccoccus epidemidis, enterococci,dll. 2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain: - Sisa urine dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif - Mobilitas menurun - Nutrisi yang kurang baik - Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral - Adanya hambatan pada aliran urin - Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat C. Patofisiologi 1. Proses Penyakit Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui: kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada 2 jalur utama terjadi ISK yaitu asending dan hematogen 1. Secara Asending yaitu : Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain : faktor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek dari pada laki- laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, faktor tekanan urin saat miksi, kontaminasi fekal, Pemasangan alat kedalam traktus urinarius (pemeriksaan

sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi 2. Secara Hematogen, yaitu : Sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara Hematogen. Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu adanya bendungan total urin yang yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan. Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya : Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap Mobilitas menurun Nutrisi yang sering kurang baik Sistem imunitas yang menurun Adanya hambatan pada saluran urin Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi gunjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar keseluruh traktus urinarius. Selain itu beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebt sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah jaringan perut ginjal, batu neoplasma dan hipertropi prostat yang sering ditemukan pada laki-laki diatas 60 tahun. Klasifikasi Klasifiksi infeksi saluran kemih sebagai berikut : 1. Kandung kemih (sistitis) Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik irin dari utetra kedalam kandung kemih (refluks urtovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop. 2. Uretra (uretritis) Uretritis adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang di golongkan sebagai gonoreal atau non gonoreal. Uretritis gonoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis non gonoreal adalah uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum 3. Ginjal (pielonefritis) Pielonefritis infeksi traktus urinarius atas merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus dan jaringan intertisial dari dalah satu atau kedua ginjal Infeksi saluran kemih (ISK) pada usia lanjut dibedakan menjadi : 1. ISK Uncomplicated (simple) ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih. 2. ISK Complicated

Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis, dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan- keadaan sebagai berikut : Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis. Kelainan faal ginjal :GGA maupun GGK Gangguan daya tahan tubuh Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen seperti prosteus spp yang memproduksi urease. 2. Manifestasi klinis Uretritis biasanya memperlihatkan gejala : 1. Mukosa memerah dan edema 2. Terdapat cairan eksudat yang purulent 3. Ada Ulserasi pada uretra 4. Adanya rasa gatal yang menggelitik 5. Good morning sign 6. Adanya nanah awal miksi 7. Nyeri pada awal miksi 8. Kesulitan untuk memulai miksi 9. Nyeri pada bagian abdomen Sistitis biasanya memperlihatkan gejala : 1. Disuria (nyeri waktu berkemih) 2. Peningkatan frekuensi berkemih 3. Perasaan ingin berkemih 4. Adanya sel-sel darah putih dalam urin 5. Nyeri punggung bawah atau suprapubic 6. Demam yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah. Pielonefritis akut biasanya memperlihatkan gejala : 1. Demam 2. Menggigil 3. Nyeri pinggang 4. Disuria 3). Komplikasi 1. Prostatitis 2. Epididimis 3. Striktura uretra 4. Sumbatan pada vasoepididinal

4). Pemeriksaan Penunjang

1. Urinalisis i Leukosuria atau puria : merupakan salah satu bentuk adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/ lapang pandang besar (LBP) sediment air kemih. Hematuria : Hematuria positif bila 5i 10 eritrosit/ LBP sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerolus ataupun urolitiasis. 2. Bakteriologis Mikroskopisi Biakan bakterii 3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik 4. Hitung koloni : hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi. 5. Metode tes i Tes dipstick multistrip untuk WBC ( tes esterase leukosit ) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase leukosit positif : maka pasien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit. i Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) : Uretritia akut akibat organime menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonnorrhoeae, herpes simplek) . Tes - tes tambahan : Urogrami Intravena (UIV), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostat. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten. D). Penatalaksanaan Penanganan Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina. Terapi Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) pada usia lanjut dapat dibedakan atas : Terapi antibodika dosis tunggal Terapi antibiotika konvensional : 5-14 hari Terapi antibiotika jangka lama : 4-6 minggu Terapi dosis rendah untuk supresi Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi.penggunaan medikasi yang umum mencakup : sulfisoxazole (gastrisin),trimethoprim / sulfamethoxazole ( tpm / smz,bactrim,septra),kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan,tetapi E.Coli telah resisten terhadap bakteri ini.pyridium,suatu analgesic urinarius juga dapat digunakan untuk mengurangi ketidak nyamanan akibat infeksi.Dan dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra,untuk wanita harus membilas dari depan kebelakang untuk menghindari kontaminasi lubang uretra oleh

bakteri feces. E). Pengkajian Keperawatan 1. Data biologis meliputi : Identitas Klien Identitas Penanggung 2. Riwayat Kesehatan Riwayat Infeksi Saluran Kemih Riwayat pernah menderita Batu Ginjal Riwayat penyakit DM,Jantung 3. Pengkajian Fisik Palpasi Kandung Kemih Inspeksi daerah meatus : a. kaji warna, jumlah, bau dan kejernihan urine b. kaji pada costovertebralis 4. Riwayat Psikososial Usia,Jenis Kelamin, Pekerjaan,Pendidikan Persepsi terhadap kondisi penyakit Mekanisme Koping dan sistem pendukung 5. Pengkajian Pengetahuan Klien dan keluarga Pemahaman tentang penyebab / Perjalanan penyakit Pemahaman tentang pencegahan,perawatan dan terapi medis.

F). Diagnosa Keperawatan 1. Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih 2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan Inflamasi,Kandung Kemih,dan struktur traktus urinarius lain 3. Perubahan pola eliminasi urine (disuria,dorongan,frekuensi,dan atau noktuaria).berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain 4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,metode pencegahan,dan instruksi perawatan dirumah. G). Perencanaan Keperawatan Dx. 1 : Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Infeksi sembuh dan mencegah komplikasi. KH : 1. Tanda-Tanda Vital dalam batas normal 2. Nilai Kultur Urine Negatif 3. Urine berwarna bening dan tidak berbau Intevensi : 1. Kaji suhu tubuh pasien selama 4 jam dan lapor suhu diatas 38,5 0C

Rasional : Tanda tanda vital menandakan adanya perubahan didalam tubuh. 2. Catat karakteristik urine Rasional : Untuk mengetahui /mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. 3. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter jika ada kontra indikasi Rasional : Untuk mencegah statis urine 4. Monitor Pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi Rasional : Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita 5. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih Rasional : Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih 6. Berikan keperawatan perineal,pertahankan agar tetap bersih dan kering Rasional : Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra Dx. 2 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih, dan struktur traktus urinarius lain Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri hilang atau berkurang saat dan sesudah berkemih KH : 1. Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih 2. Kandung Kemih tidak tegang 3. Pasien tampak tenang 4. Ekspresi wajah tenang Intervensi : 1. Kaji Intensitas, lokasi, dan faktor yang memperberat atau meringankan nyeri Rasional : Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi 2. Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat ditoleran Rasional : Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot 3. Anjurkan minum banyak 2 - 3 liter jika tidak ada kontra indikasi Rasional : Untuk mmbantu klien dalam berkemih 4. Pantau perubahan warna urine, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. 5. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot. 6. Berikan perawatan perineal Rasional : Untuk mencegah kontaminasi uretra 7. Jika dipasang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari Rasional : Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasukikandung kemih dan naik saluran perkemihan 8. Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan Rasional : Relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri 9. Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri

Dx. 3 : Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat KH : 1. Tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi,oliguri,disuria) 2. Klien dapat berkemih setiap 3 jam 3. Klien tidak kesulitan saat berkemih Intervensi : 1. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih Rasional : Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untk mengetahui input/ output 2. Anjurkan untuk berkemih setiap 2 - 3 jam Rasional : Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria 3. Palpasi kandung kemih setiap 4 jam Rasional : Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih 4. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristik urine Rasional : Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi 5. Dorong,meningkatkan pemasukan cairan Rasional : Peningkatan hidrasi membilas bakteri 6. Kaji keluhan pada kandung kemih Rasional : Retensi urine dapat terjadi dan menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal). 7. Bantu klien ke kamar kecil, memekai pispot/urinal Rasional : Untuk memudahkan klien dalam berkemih 8. Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman Rasional : Supaya klien tidak sukar berkemih 9. Observasi perubahan tingkat kesadaran Rasional : Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolitdapat menjadi toksin pada susunan saraf pusat. 8. Kolaborasi : Awasi pemeriksaan laboratorium,elektrolit,bun,kreatinin Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine dan berikan obat-obatan untuk meningkatkan asam urine Rasional : Asam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih. Dx. 4 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan dirumah Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan klien bertambah KH : 1. Kien tidak gelisah 2. Klien tenang 3. Klien dapat mengatakan tentang proses penyakit,metode pencegahan dan instruksi perawatan di rumah

Intervensi : 1. Kaji tingkat kecemasan Rasional : Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien 2. Berikan kesampatan Klien untuk mengungkapkan perasaannya Rasional : Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan 3. Beri Support pada klien Rasional : Agar klien mempunyai semangat 4. Berikan dorongan spiritual Rasional : Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. 5. Berikan penkes Rasional : Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya 6. Memberikan kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak diketahui tentang penyakitnya. Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya 7. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat menbuat pilihan berdasarkan informasi. 8. Berikan informasi tentang : sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan yang dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan. Rasional : Pengetahuan apa yng diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. 9. Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari Rasional : Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. 10. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspesikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan. Rasional : Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhuan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik

H). Pelaksanaan Keperawatan Pada tahap ani untuk melaksanakan Intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien.Agar Implementasi / pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan,memantau dan mencatat respon pasien terhadap setia Intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. (Doengoes E Marilyn.dkk.2000)

I). Evaluasi Keperawatan Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah,mengacun pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat : Nyeri yang menetap atau bertambah

Perubahan warna urine Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih.

BAB III TINJAUAN KASUS

Ilustrasi Kasus Saya seorang pria berusia 29 tahun, saat ini belum menikah. Saya punya keluhan, bila buang air kecil terasa nyeri dan seperti kemrenyes dan panas, seperti terkena benda tajam pada lubang kencing, juga pada lubang kencing kadang keluar cairan putih kental terutama pagi hari. Saya memang pernah melakukan hubungan intim dengan teman wanita saya, saya sudah minum obat antibiotic 3 hari, tapi belum ada perbaikan. A. Pengkajian Keperawatan 1. Data Biologis, meliputi : Identitas Klien : Klien bernama Tn. D, umur 29 th dan tinggal di jepara, status pasien belum menikah. 2. Riwayat kesehatan. Riwayat infeksi saluran kemih. Klien tidak memiliki riwayat infeksi saluran kemih Riwayat pernah menderita batu ginjal Klien tidak pernah memiliki riwayat batu ginjal Riwayat penyakit DM dan jantung Klien tidak pernah memiliki riwayat DM dan jantung. 3. Pengkajian fisik. Insfeksi meatus

Pada lubang kencing kadang keluar cairan putih kental. Urine berwarna kuning jernih Tidak terdapat bau. 4. Riwayat psikososial Usia klien 29 tahun, jenis kelamin laki-laki. Persepsi klien terhdap kondisi penyakit, yaitu klien merasa cemas terhadap penyakit dan gejala yang di derita. 5. Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga. Klien tidak mengetahui penyebab dan berjalannya penyakit dan juga tidak mengetahui cara pencegahan dan terapi medis. 6. Data Fokus Data subyektif tanggal 24 Maret 2009, klien mengeluh ketika buang air kecil terasa nyeri dan seperti kemrenyes dan panas, seperti terkena benda tajam pada lubang kencing, juga pada lubang kencing kadang keluar cairan putih kental terutama pagi hari. Klien juga mengatakan pernah melakukan hubungan intim dengan teman wanitanya dan sudah minum obat antibiotic 3 hari, tapi belum ada perbaikan, klien bertanya tentang penyakitnya. Data Obyektifnya, keadaan umum klien sakit sedang, kesadaran composmentis, observasi tandatanda vital TD 120/90 mmHg, Sh : 36,5 0C, Nd : 80x/mnt, Rr : 18x/mnt. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik tampak tampak adanya cairan putih kental tampak uretra kemerahan, tampak adanya cairan putih kental. 7. Analisa Data No Data Masalah Etiologi 1. DS : - Klien mengatakan pada lubang kencing keluar cairan putih kental, terutama pagi hari. - Klien mengatakan pernah melakukan hubungan intim dengan teman wanitanya DO : - Tampak adanya cairan putih kental - Tampak uretra kemerahan Penyebarluasan Infeksi Adanya bakteri pada saluran kemih 2. DS : - Klien mengatakan bila buang air kecil terasa nyeri seperti kemranyes. - Klien mengatakan bila buang air kecil terasa panas seperti terbakar dan rasanya seperti terkena benda tajam pada lubang kencing. DO : Gangguan rasa nyaman nyeri Infeksi uretra 3. DS : - Klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya - Klien mengatakan sudah minum obat antibiotic tapi belum ada perbaikan DO : - Klien tampak bertanya tentang penyakitnya Kurang pengetahuan Kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan dan instruksi perawatan di rumah

B. Diagnosa keperawatan 1. Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi uretra 3. Kurang pengetahuan behubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,metode pencegahan dan instruksi perawatan di rumah C. Perencanaan Keperawatan Dx.1 : Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih ditandai dengan : DS : - Klien mengatakan pada lubang kencing keluar cairan putih kental, terutama pagi hari. - Klien mengatakan pernah melakukan hubungan intim dengan teman wanitanya DO : - Tampak adanya cairan putih kental - Tampak uretra kemerahan Tujuan : Seteleh dilakukan tindakan keperawatan di harapkan infeksi sembuh dan dapat mencegah komplikasi KH : - Tanda-tanda vital dalam batas normal - Nilai kultur urine negatife - Urine berwarna bening dantidak berbau Intervensi: 1. Kaji suhu tubuh pasien dan laporkan jika suhu di atas 38,50C 2. Catat karakteristik urine 3. Lakukan kultur urine 4. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kemih 5. Berikan perawatan perineal pertahankan agar tetap bersih dan kering 6. Berikan antibiotik sesuai dengan progam terapi Dx2 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi uretra ditandai dengan DS : - Klien mengatakan bila buang air kecil terasa nyeri seperti kemranyes - Klien mengatakan bila buang air kecil terasa panas seperti terbakar dan rasanya seperti terkena benda tajam pada lubang kencing DO : Tujuan : - Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan nyeri hilang atau berkurang saat dan sesudah berkemih. KH : - Pasien mengatakan/tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih - Kandung kemih tidak tegang - Pasien tampak tenang - Ekspresi wajah tenang

Intervensi: 1. Kaji intensitas,lokasi dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri 2. Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran 3. Sith bath dalam air hangat 4. Berikan obat analgetik sesuai dengan progam terapi Dx. 3 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit,

metode pencegahan, dan instruksi perawatan dirumah, ditandai dengan : DS : - Klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya - Klien mengatakan sudah minum obat antibiotic tapi belum ada perbaikan DO : Klien tampak bertanya tentang penyakitnya Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan klien bertambah KH : - Klien tidak gelisah - Klien tenang - Klien dapat mengatakan mengerti tentang penyakitnya, metode pencegahan dan instruksi perawatan dirumah Intervensi : 1. Kaji tingkat kecemasan 2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya 3. Beri support pada klien 4. Beri dorongan spiritual 5. Berikan penkes

D. Pelaksanaan Keperawatan Dx. 1 : 1. Mengkaji suhu tubuh pasien Hasil : Suhu tubuh pasien 36,50C 2. Mencatat karakteristik urine Hasil : Urine berwarna kuning jernih dan tidak terdapat bau 3. Lakukan kultur urine Hasil : Ditemukan bakteri pada urine 4. Menganjurkan pada pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih Hasil : Kandung kemih kosong secara komplit setiap kali kemih 5. Memberikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering Hasil : Perineal tetap bersih dan kering 6. Berikan antibiotic sesuai dengan program terapi Hasil : Infeksi sembuh Dx. 2 : 1. Mengkaji intensitas, lokasi, dan fraktur yang memperberat atau meringankan nyeri. Hasil : - Intensitas - Lokasi nyeri terdapat pada uretra - Factor yang memperberat pada saat BAK - Factor yang meringankan adalah setelah diberikan analgetik 2. Memberikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat ditoleran. Hasil : Klien tampak segar dan dapat beraktivitas sesuai kemampuannya 3. Menganjurkan minum banyak 2-3 liter Hasil : Klien dapat berkemih 5-6 kali/hari 4. Memberikan obat analgetik sesuai program therapy Hasil : Nyeri berkurang Dx. 3 : 1. Mengkaji tingkat kecemasan Hasil : Klien merasa cemas tentang penyakitnya

2. Memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. Hasil : Klien merasa tenang. 3. Memberi support kepada klien. Hasil : Motivasi klien bertambah. 4. Memberi dorongan spiritual. Hasil : Klien apat menerima keadaannya. 5. Memberikan penkes. Hasil : Klien dapat mengerti akan penyakitnya. E. Evaluasi Keperawatan 1. Pada pemeriksaan kultur urin sudah di dapat tidak adanya bakteri 2. Klien mengatakan sudah tidak ada bakteri. 3. Klien mengatakan mengerti tentang proses penyakitnya, metode pencegahan dan instruksi perawatan di rumah

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn. D dengan Uretritis . Pembahasan akan dimulai dari asuhan keperawatan yang diberikan pada Tn. D dikaitkan dengan asuhan keperawatan secara teori. Adapun lingkup pembahasan mencakup tahap tahap dalam proses keperawatan antara lain : A. Pengkajian Pada tahap pengkajian penulis mengumpulkan data dengan melihat dari ilustrasi kasus, wawancara, pemeriksaan fisik, tidak di lakukan karena penulis tidak mengkaji langsung pada klien, penulis hanya mendapatkan data - data yang menggri ilustrasi kasus yang di dapat. Data yang di dapat yaitu kasus pada lubang kencingkadang keluar cairan putih kental. Pada teori terdapat data adanya rasa gatal dan menggelitik dan adanya nanah dari awal miksi. Sedangkan kasus tidak di temukan karena klien hanya mengatakan bila buang air kecil terasa panas seperti terkena benda tajam. Juga pada awal miksi tidak keluar nanah hanya kadang keluar cairan putih kental. Dan setelah di lakukan pemeriksaan kultur urine terdapat bakteri dalam urine tersebut Dan ketika di lakukan urinalisis di dapatkan leukosuria atau piuria yang positif, klien sudah minum antibiotic selama 3 hari tetapi belum ada perubahan. Hambatan yang penulis temukan dalam membuat pengkajian adalah data yang penulis dapat tidak adanya riwayat kesehatan, dan penulispun tidak melakukan pemeriksaan fisik, hal ini di karenakanketerbatasan hal yang di peroleh, karena data yang di peroleh henya berdasarkan ilustrasi kasusdan tidak penulis peroleh kasus langsung dari klien. Pemecahan masalahnya adalah penulis tetap menggunakan data yang sudah di peroleh walaupun kurang lengkap.

B. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnose yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus adalah : Perubahan pola eliminasi urine ( disuria, dorongan, frekuensi, dan atau hokturia ) berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur urinarius lain.diagnosa ini tidak ada pada kasus karena penulis ini tidak melakukan pengkajian secara langsung jaadi tidak mengetahui adanya perubahan pola eliminasi urine atau tidak,juga karena penulis juga tjdak mengetahui frekuensi BAK pada klien. Adapun diagnose yang ada pada kasus dan yang ada pada teori adalah: 1. infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada uretra diagnose ini muncul karena pada lubang kencing terjadi infeksi,hal ini terjadi karena saluran kemih sudah terinfeksi yang dimana pada orang normal cairan putih kental tersebut tidak akan keluar .dan cairan putih kental ini di dapat tidak lama setelah kliem melakukan hubungan intim dengan teman wanitanya. 2. gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi uretra.diagnosa ini muncul karena nyeri yang terasa pada saat kencing terjadi kareena daerah yang meradang bersentuhan dengan air kencing. 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan dan instruksi perawatan rumah. Diagnose ini muncul karena klien tidak mengerti tentang uretritis, penyebab, juga proses penyakitnya. Dan juga mengerti tentan metode pencegahanya.

B. Perencanaan keperawatan Adapun pembahasan dari rencana tindakan keperawatan pada klien dengan uretritis adalah sebagai berikut : 1. Infeksi berhubungan dengn adanya bakteripada saluran kemih. Diagnose ini di prioritaskan pertama karena infeksi sudah terjadi dan komplikasi dari infeksi harus di cegah karena komplikasi infeksi dapat mennjalar atu prostat menimbulkan infeksi yang sulit dalam penyembuhannya, penjalaran infeksi ke testis dapat berakibat terganggunya produksi sperma, sehingga mutu sperma tidak baik, ssedangkan penyebaran infeksi pada saluran kemih dapat menyebabkan pancaran urine bercabang akibat dinding uretra mengecil sebagian, sehingga bentiknya tidak bulat lagi. Dengan begitu harapan setelah di lakukan tindakan keperawatan adalah infeksi sembuh dan komplikasi dapat di cegah. Tindakan keperawatan yang di lakukan adalah catat karakteristik urin untuk mengetahui atau mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang di harrapkan. 2. Pada teori tindakan prioritaskan kedua karena menurut maslow rasa nyaman merupakan kebutuhan dasar yang kedua, masalah ini harus di tangani dengan harapan nyeri hilang dengan skala nyeri 0. Tindakan keperawatan yang di lakukan adalah lakukan sith bath dalam air hangat dan pemberian obat analgetik.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah. Diagnose ini di prioritaskan ke tiga karena klien bertanya tentang penyakitnya dan juga klien merasa bingung karena alah sudah minum obat antibiotic selama 3 hari tetapi belum ada perbaikan. Tindakan keperawatan yang di lakukan adalah berikan pendidikan kesehatan tentang proses penyakit, metode pencegahan dan instruksi pencegahan di rumah. C. Pelaksanaan Keperawatan Dalam tahap ini penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat sesuai kondisi klien. Diagnose pertama pada kasus yaitu infeksi, pelaksanaan yang dilakukan adalah mengkaji suhu tubuh klien dan laporkan jika suhu diatas 38,50C, mencatat karakteristik urine, menganjurkan klien untuk minum 2-3 liter, menganjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih dan memberikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering. Pada teori tindakan keperawatan yang dilakukan sama dengan pada kasus. Diagnose kedua pada kasus yaitu gangguan rasa nyaman nyeri. Pelaksanaan yang dilakukan adalah mengkaji intensitas, lokasi dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri, memberikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat ditoleran, lakukan sith bath dalam air hangat, dan memberikan obat analgetik sesuai dengan program terapi. Pada teori pelaksanaannya adalah sama dengan pada kasus. Diagnose ketiga pada kasus yaitu kurang pengetahuan. Pelaksanaan yang dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang proses penyakit, metode pencegahan dan instruksi perawatan dirumah. Semua perencanaan pada kasus tidak semuanya penulis lakukan dikarenakan keterbatasan waktu dan perencanaan pada teori tidak penulis laksanakan pada kasus karena disesuaikan pada kondisi klien saat dilakukan asuhan keperawatan. D. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan, pada tahap ini penulis menilai sejauh mana tujuan keperawatan dapat dicapai yaitu : Pada diagnose pertama dikasus yaitu infeksi, data objektif yang dapat dievaluasi adalah tanda tanda vital dalam batas normal, nilai kultur urine negative, urine berwarna bening dan tidak berbau, sehingga masalah keperawatan teratasi dan cairan putih kental tidak keluar lagi pada lubang kencing. Diagnose kedua yaitu gangguan rasa nyaman nyeri, data subjektif yang dapat dievaluasi adalah klien menyatakan nyeri berkurang, data objektifnya tampak klien tenang, skala nyeri 1, kandung kemih tidak tegang, tanda tanda vital dalam batas normal. Masalah keperawatan teratasi karena nyeri hilang. Diagnose ketiga yaitu kurang pengetahuan tentang proses penyakit, metode pencegahan, data subjektif yang dapat dievaluasi adalah klien mengatakan paham tentang proses penyakit, metode pencegahan dan instruksi perawatan dirumah. Data objektifnya adalah tamppak klien dapat menyebutkan kembali materi yang diberikan. Masalah keperawatan teratasi, setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tahu tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan dirumah.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Pada bab ini penulis dapat menyimpulkan antara lain : Pada pengkajian penulis menyimpulkan data melalui ilustrasi kasus, wawancara, pemeriksaan fisik, tidak dilakukan karena penulis tidak mengkaji langsung pada klien, penulis hanya mendapatkan data dari ilustrasi kasus yang didapat. Data yang didapat pada kasus yaitu pada lubang kencing kadang keluar cairan putih kental, juga ketika dilakukan pemeriksaan kultur urine didapatkan adanya bakteri pada urine. Dan juga data yang didapatkan adalah klien pernah berhbungan intim dengan teman wanitanya dan setelah itu klien menderita uretritis. Diagnose yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus adalah perubahan pola eliminasi urine ( disuria, dorongan, frekuensi, dan atau hokturia ) berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur urinarius lain, sedangkan diagnose yang ada pada teori dan pada kasus adalah infeksi, gangguan rasa nyaman nyeri dan kurang pengetahuan. Dalam membuat perencanaan keperawatan penulis menyesuaikan dengan kondisi klien saat dikaji dan membuat prioritas masalah sesuai kebutuhan dasar manusia menurut Maslow dan kebutuhan utama klien. Dalam pelaksanaan keperawatan penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat. Dalam evaluasi penulis dapat menyimpulkan bahwa semua diagnose dapat teratasi dan tujuan keperawatan tercapai. Namun kendalanya kami tidak dapat mendokumentasikan data dengan baik sehingga untuk membuat evaluasi mengalami kesulitan, hal ini dikarenakan penulis hanya mendapatkan data berdasarkan ilustrasi kasus. Infeksi saluran kemih terjadi adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan bakteri dalam urin melalui biakan atau kultur (Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001) dengan jumlah signifikan (Prodjosudjadi, 2003). Tingkat signifikansi jumlah bakteri dalam urin lebih besar dari 100/ml urin. Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia coli, Proteus sp., Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp. Penyebab utama ISK (sekitar 85%) adalah Eschericia coli (Coyle & Prince, 2005). Penggunaan kateter terkait dengan kemungkinan lebih dari satu jenis bakteri penginfeksi.

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian serius. Di Amerika dilaporkan bahwa setidaknya 6 juta pasien datang kedokter setiap tahunnya dengan diagnosis ISK. Disuatu rumah sakit di Yogyakarta ISK merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan ke-2 dan masuk dalam 10 besar penyakit (data bulan Juli Desember).

B. Saran Untuk teman sejawat dan penulis agar dapat memprioritaskan masalah sesuai kebutuhan dasar manusia dan masalah utama klien tersebut, walaupun pendokumentasian data tidak dapat dilakukan karena data yang diperoleh hanya berdasarkan ilustrasi kasus tetapi rencana tindakan dapat dilakukan dengan baik. Untuk perawat diruangan agar dapat mendokumentasikan semua data pada klien baik verbal maupun obyektif dengan benar sehingga dapat membuat evaluasi dengan baik. Untuk menunjang pendokumentasian pihak rumah sakit harus menyediakan lembaran renpra untuk perawat ruangan. Posted by Rheny Raya at 06:33 0 comments Links to this post

MAKALAH ANAK DENGAN DIFTERI


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIFTERI

Disusun Oleh : 1. Anung Prapmita (07005) 6. Lusiyana (07026) 2. Dedi Sudrajat (07052) 7. Lince Romatua (07071) 3. Dewi Nopia (07053) 8. Reni Soraya (07080) 4. Evi Aristi Pertiwi (07016) 9. Rina Rizky (07036) 5. Frisda Norma (07065) 10. Yunita Hapsari (07046)

AKPER RUMKIT POLPUS RS SOEKANTO JAKARTA 2009 - 2010 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata ajar Keperawatan Anak I yang berjudul Asuhan Keperawatan Anak dengan Difteri. Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materil dari banyak pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. KOMBES POL Yuyun Kurniasih, Skep, Mkep, selaku direktur Akper Rumkit Pol Pus Rs Soekanto Jakarta. 2. AKBP Enida Thamrin, Skm, Skep, selaku koordinator mata ajar keperawatan Anak I. 3. Harti Budi L,Skep selaku pembimbing makalah Keperawatan Anak dengan Difteri. 4. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Baik susunan maupun isi makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang Penulis mengharapkan dengan tersusunnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa / i Akper Rumkit Polpus Rs Soekanto pada khususnya. Jakarta, Mei 2009 Penulis i DAFTAR ISI Kata pengantar . ( i ) Daftar isi .... (ii) BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang . ( 1 ) B. Tujuan Penulisan . ( 2 ) C. Ruang Lingkup . ( 2 ) D. Metode Penulisan . ( 2 ) E. Sistematika Penulisan . ( 3 ) BAB II Tinjauan Teori A. Pengertian . ( 4 ) B. Patofisiologi a) Etiologi . ( 5 ) b) Perjalanan Penyakit ..................................... ( 5 ) c) Manisfestasi klinis ................................ ( 6 ) 1.A Klasifikasi ................................ ( 6 ) d) Komplikasi ................................ ( 8 ) C. Penatalaksanaan ................................ ( 9 ) D. Gambar ................................ (10)

BAB III Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Keperawatan .................................... (12) B. Diagnosa Keperawatan ................................. (12) C. Perencanaan Keperawatan (12) D. Pelaksanaan Keperawatan (15) BAB IV Penutup A. Kesimpulan (16) B. Saran (17)

Daftar Pustaka

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri corynebacterium diphtheria yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, Nasofaring (bagian antara hidung dan faring atau tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui hubungan dekat, udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita. Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijmpai pada daerah padat penduduk dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri jarang dijumpai. Vaksi imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.

B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah : 1. Tujuan Umum a) Untuk memenuhi tugas Mata Ajar Keperawatan Anak dengan Difteri b) Diperoleh pengalaman dalam membuat Asuhan Keperawatan Anak dengan Difteri 2. Tujuan Khusus a) Mampu melakukan pengkajian pada anak dengan Difteri b) Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien anak dengan Difteri

c) Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada anak dengan Difteri d) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien anak dengan Difteri e) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada anak dengan Difteri C. Ruang Lingkup Dalam penyusuna makalah ini penulis hanya membatasi masalah mengenai Asuhan Keperawatan pada anak dengan Difteri.

D. Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriftif, yaitu dengan mengumpulkan data, menganalisis dan menarik suatu kesimpulan, dan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku, dikatat dan sumber ilmiah lain yang berhubungan dengan judul dan permasalahan dalam karya tulis ini.

E. Sistematika Penulisan Makalah ini terjadi dari 4 bab yang disusun secara sistematika dengan urutan sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari Latar belakang, Tujuan, Ruang lingkup, Metode penulisan, dan sitematika penulisan. BAB II : Tinjauan Teoritis yang meliputi pengertian, patofisiologi (yang terdiri dari etiolagi, pejalanan penyakit, manifestasi klinis, komplikasi), dan penatalaksanaan. BAB III : Asuhan Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian keperawatan, Diagnosa keperawatan,Perencanaan keperawatan, Pelaksanaan keperawatan, Evaluasi keperawatan. BAB IV : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang menular, disebabkan oleh corynebacteri um diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan atau mukosa. Difteri adalah suatu infeksi demam akut, biasanya ditenggorok dan paling sering pada bulanbulan dingin pada daerah beriklim sedang. Dengan adanya imunisasi aktif pada masa anak-anak dini. (Merensien kapian Rosenberg, buku pegangan pediatric, Hal. 337) Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah menular dan yang sering diserang adalah saluran pernafasam bagian atas dengan tanda khas timbulnya pseudomembran. (Ngastiyah perawatan anak sakit, edisi 2 Hal. 41) Diferi adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari corynebacterium diphtheriae (c. diphtheriae). Penyakit ini menyerang bagian atas murosasaluran pernafasan dan kulit yang terluka. Tanda-tanda yang dapat dirasakan ialah sakit letak dan demam secara tiba-tiba disertai tumbuhnya membrane kelabu yang menutupi tansil serta bagian saluran pernafasan. (www.podnova.com) Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tansil, faring, laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina. (www.padnova.com) 2. Patofisiologi a. Etiologi Penyebabnya adalah bakteri corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembang biak pada atau disekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan beberapa jenis bakteri ini menghasilkan teksik yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak. Masa inkubasi 1-7 hari (rata-rata 3 hari). Hasil difteria akan mati pada pemanasan suhu 60oc selama 10 menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu dan lender yang telah mengering. b. Perjalanan Penyakit

c. Manifestasi Klinis Masa tunas 3-7 hari khas adanya pseudo membrane, selanjutnya gejala klinis dapat dibagi dalam gejala umum dan gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang terkena. Gejala umum yang timbul berupa demam tidak terlalu tinggi lesu, pucat nyeri kepala dan anoreksia sehingga tampak penderita sangatlemah sekali. Gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk setiap bagian yang terkena seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan sesak dan strides, sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung kepada jaringan yang terkena seperti iniokorditis paralysis jaringan saraf atau nefritis. a. Klasifikasi : 1. Difteria hidung Gejalanya paling ringan dan jarang terdapat (hanya 2%). Mula-mula hanya tampak pilek, tetapi kemudian secret yang keluar tercampur sedikit yang berasal dari pseudomembren. Penyebaran pseudomembran dapat pula mencapai foring dan laring. 2. Difteria faring dan tonsil (difteria fausial) Paling sering dijumpai (I 75%). Gejala mungkin ringan. Hanya berupa radang pada selaput pada selaput lendir dan tidak membentuk pseudomembran, dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas pada penderita. Pada penyakit yang lebih berat, mulainya seperti radang akut tenggorok dengan suhu yang tidak terlalu tinggi dapat ditemukan pseudomembran yang mula-mula hanya berapa bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau dan timbul pembengkakan kelenjar regional sehingga leher tampak seperti leher sapi (bull neck) Dapat terjadi salah menelan dan suara serak serta stridor inspirasi walaupun belum terjadi sumbatan faring. Hal ini disebabkan oleh paresisi palatum mole. Pada pemeriksaan darah dapat terjadi penurunan kadar haemoglobin dan leukositosis, polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin, sedangkan pada urin mungkin dapat ditemukan albuminuria ringan. 3. Diftheria Laring dan trachea Lebih sering sebagai penjalaran difteria faring dan tonsil (3 kali lebih banyak dari pada primer mengenai laring. Gejala gangguan jalan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat dapat timbul sesak nafas hebat. Slanosis dan tampak retraksi suprastemal serta epigastrium. Pembesaran kelenjar regional akan menyebabkan bull neck. Pada pemeriksaan laring tampak kemerahan sembab, banyak secret dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan payah sekali maka harus segera ditolong dengan tindakan trake ostomi sebagai pertolongan pertama.

4. Diftheria Faeraneus Merupakan keadaan yang sangat jarang sekali terdapat. Tan Eng Tie (1965) mendapatlan 30% infeksi kulit yang diperiksanya megandung kuman diphtheria. Dapat pula timbul di daerah

konjungtiva, vagina dan umbilicus. d. Komplikasi a. Aluran Pernafasan Obstruksi jalan nafas dengan segala bronkopnemonia atelaktasio b. Kardiovaskuler Miokarditir akibat toksin yang dibentuk kuman penyakit ini c. Urogenital Dapat terjadi Nefritis d. Susunan daraf Kira-kira 10% penderita difteria akan mengalami komplikasi yang mengenai system susunan saraf terutama system motorik Paralisis / parese dapat berupa : 1. Paralasis / paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia, kesukaran menelan sifatnya reversible dan terjadi pada minggu ke satu dan kedua. 2. Paralisis / paresis otot-otot mutu, sehingga dapat mengakibatkan strabisinus gangguan akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis, yang setelah minggu ke tiga. 3. Paralisis umum yang dapat timbul setelah minggu ke 4, kelainan dapat mengenai otot muka, leher anggota gerak dan yang paling penting dan berbahaya bila mengenai otot pernafasan.

3. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Mandiri Terdiri dari : Perawatan yang baik, istirahat mutlak ditempat tidur, isolasi penderita dan pengawasan yang ketat atas kemungkinan timbulnya komplikasi antara lain pemeriksaan EKG tiap minggu. 2. Penatalaksanaan Medis a. Anti Diphteria Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000 untuk hari selama 2 hari berturutturut dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata bila ternyata penderita peka terhadap serum tersebut, maka harus dilakukan desentitisasi dengan cara besderka b. Antibiotika diberikan penisilan 50.000 untuk kgbb/hari sampai 3 hari bebas panas. Pada penderita yang dilakukan trakeostomi, ditambahkan kloramfenikol 75 mm/kg bb/hari dibagi 4 dosis. c. Kortikosteroid obat ini di maksudkan untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat berbahaya. Dapat diberikan prednison 2 mg/kkbb/hari selama 3 minggu yang kemudian dihentikan secara bertahap.

4. Gambar Penyakit Difteri

Diftheria Faeraneus

Bulls neck Pseudomembrane diphtheria BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan 1. Riwayat Keperawatan; Riwayat terkena penyakit infeksi, status immunisasi 2. Kaji tanda-tanda yang terjadi pada Nasa, tonsil/faring, dan laring 3. Lihat dari Manifestasi klinis berdasarkan atur patofisiologi 2. Diagnosa Keperawatan 1. Tidak efektif bersihan jalan Nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas 2. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen 3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakitnya (metabolisme meningkat, intake cairan menurun). 4. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang. 3. Perencanaan Keperawatan 1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas efektif KH : Jalan Nafas Kembali Normal Intervensi : 1. Kaji status pernafasan, observasi irama dan bunyi pernafasan 2. Atur posisi kepala dengan posisi ekstensi 3. Suction jalan nafas jika terdapat sumbatan 4. Berikan oksigen sebelum dan setelah dilakukan suction 5. Lakukan fisioterapi dada. 6. Persiapkan anak untuk dilakukan trakeostomi

7. Lakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah. 8. Lakukan Intubasi jika ada indikasi. Evaluasi : Jalan nafas kembali efektifZ 2. Resiko Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan organisme Virulen Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perluasan infeksi tidak terjadi. KH : Tidak ditemukan perluasan infeksi Intervensi : 1. Tempatkan anak pada ruang khusus 2. Pertahankan isolasi yang ketat di RS 3. Gunakan Prosedur terlindungi infeksi jika melakukan kontak dengan Anak. (APD). 4. Berikan Antibiotik sesuai Intruksi dokter Evaluasi : Penyebarluasan infeksi tidak terjadi.Z 3. Resiko tinggi tejadinya kekurangan volume cairan berhubungan dengan penyakit (Metabolisme meningkat, intake cairan menurun). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan volume cairan terpenuhi. KH : Anak dapat mempertahankan keseimbangan cairan Dehidrasi tidak terjadi Intervensi : 1. Monitor intake output secara tepat, pertahankan intake cairan dan elektrolit yang tepat. 2. Kaji adanya tanda-tanda Dehidrasi (membrane mukosa kering, turgor, kulit kurang, Produksi urin menurun, frekuensi denyut jantung dan pernafasan, meningkat, tekanan darah menurun, fontanel cekung). 3. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral jika pemberian cairan melalui oral tidak memungkinkan. Evaluasi : Keseimbangan cairan dapat dipertahankanZ 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi. KH : - Berat badan anak bertambah - Turgor kulit baik Intervensi : 1. Kaji ketidakmampuan anak untuk makan 2. Pasang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak 3. Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral 4. Monitor indicator terpenuhi kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar lengan, membran mukosa) yang adekuat.

Evaluasi : Tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhiZ 4. Pelaksanaan Keperawatan Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi (pelaksanaan) perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan. Memantau dan mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. (Doenges E Marilyn, dkk, 2000). BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun corynebacterium diphtheria, dan lebih sering menyerang anak-anak. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama laring, tonsil, dan faring. Tetapi tidak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakaan saraf dan juga jantung. Pada serangan difteri berat akan ditemukan psudomembran, yaitu lapisan selaput yang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri, dan bahan lainnya, didekat tonsil dan bagian faring yang lain. Membrane ini tidak mudah robek dan bewarna keabu-abuan. Jika membran ini dilepaskan secara paksa maka lapsan lender dibawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udaraaau secara tiba-tiba bias terlepas dan menyumbat saluran udara sehingga anak mengalami kesulitan bernafas. Berdasarkan gejala dan ditemukanya membran inilah diagnosis ditegakkan. Tidak jarang dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di faring dan dibuatkan biakan dilaboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi akibat penyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG. Penularan difteri dapat melalui kontak langsung seperti berbicara dengan penderita, melalui udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita. Tetapi sejak diperkenalkan vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.

B. Saran Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali, dan harus dilakukan pencarian dan kemudian mengobati carier difteri dan dilkaukan uji schick. Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum es karena minum minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan dan menyebabkan tenggorokan tersa sakit. Juga menjaga kebersihan badan, pakaian, dan lingkungan karena difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan makanan yang dikonsumsi harus bersih yaitu makan makanan 4 sehat 5 sempurna.

Sedangkan untuk perawat, penderita dengan difteri harus diberikan isolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak terdapat lagi C. diphtheria 2x berturut-turut. Gunakan prosedur terlindungi infeksi jika melakukan kontak langsung dengan anak (APD).

Daftar Pustaka Carpentino, Lynda Juall.2001.Buku Saku :Diagnosa keperawatan edisi: 8 Peneterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta Doengoes, E Marlynn,dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3 penterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta Supriadi.2004.Asuhan Keperawatan anak.Jakarta: Sagung seto Staf pengajar Ilmu kesehatan Anak.2005.Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta: Fkui www.Pediatric.com www.medicastore.com www.podnova.com www.Naya.com Posted by Rheny Raya at 06:29 4 comments Links to this post

Askep HNP (HERNIA NUKLEUS PULPOSUS)


Pengertian Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002) Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990) Patofisiologi Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.

Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal. Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan. Manifestasi Klinis Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh). Pemeriksaan Diagnostik 1. RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang 2. M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal. 3. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I 4. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena. Penatalaksanaan 1. Pembedahan Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik. Macam : a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra. d. Disektomi dengan peleburan. 2. Immobilisasi Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace. 3. Traksi Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban. 4. Meredakan Nyeri Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid. Pengkajian 1. Anamnesa

Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga 2. Pemeriksaan Fisik Pengkajian terhadap masalah pasien terdiri dari awitan, lokasi dan penyebaran nyeri, parestesia, keterbatasan gerak dan keterbatasan fungsi leher, bahu dan ekstremitas atas. Pengkajian pada daerah spinal servikal meliputi palpasi yang bertujuan untuk mengkaji tonus otot dan kekakuannya. 3. Pemeriksaan Penunjang Diagnosa Keperawatan yang Muncul 1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot 2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus 3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual 4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan pengobatan. Intervensi 1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot a. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 10 b. Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang c. Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi d. Bantu pemasangan brace / korset e. Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan f. Ajarkan teknik relaksasi g. Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi 2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus a. Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif c. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu. d. Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi e. Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat. f. Kolaborasi : analgetik 3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual a. Kaji tingkat ansietas pasien b. Berikan informasi yang akurat c. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab. d. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya. e. Libatkan keluarga 4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis a. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan b. Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong

c. Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya. d. Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup. e. Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama f. Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan. DAFTAR PUSTAKA 1. Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002 2. Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000. 3. Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998. 4. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996. 5. Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996. 6. Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993 /ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_hnp/300609/20.40 wib.html Posted by Rheny Raya at 06:27 0 comments Links to this post

ASKEP PREEKLAMSI
Preeklamsi Pengertian Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema. Etiologi Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut penyakit teori namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Insiden Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Patofisiologi Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

Manifestasi klinik Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tes Diagnostik Tes diagnostik dasar Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik. Tes laboratorium dasar Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi). Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya). Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin). Uji untuk meramalkan hipertensi Roll Over test Pemberian infus angiotensin II. Penanganan medik Pencegahan Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda tanda sedini mungkin (pre eklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan. Penanganan Tujuan utama penanganan adalah : Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi. Hendaknya janin lahir hidup. Trauma pada janin seminimal mungkin. Seksio sesarea Pengertian Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Ilmu Kebidanan, edisi ketiga, Halaman 863). Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Sinopsis Obstetri Jilid 2, Halaman 133). Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Hal 133). Etiologi Penyebab dilakukannya seksio sesarea adalah : Plasenta previa

Gawat janin Disproporsi sefalo-pelvik (ketidakseimbangan kepala dan panggul). Pernah seksio sesarea. Kelainan letak. Pre eklampsia dan hipertensi Incoordination uteri action (tidak ada kerjasama yang teratur antara fungsi alat kandungan). Insiden Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika, angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4 7 %. Jenis jenis seksio sesarea Seksio sesarea klasik (korporal) Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira kira sepanjang 10 cm. Seksio sesarea ismika (profunda) Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm. Komplikasi seksio sesarea Infeksi puerperal Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb. Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik. Anatomi fisiologi sistem reproduksi Genitalia eksterna Mons veneris/pubis Bagian yang menonjol diatas simfisis dan terdiri dari jaringan lemak. Labia mayora Berbentuk lonjong dan menonjol, terdiri dari jaringan lemak. Kebawah dan kebelakang kedua labia mayora bertemu membentuk kommisura posterior. Labia minora Lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora. Kedepan kedua labia minora membentuk preputium klitoris. Kebelakang membentuk fossa navikulare. Klitoris Tertutup oleh preputium klitoris, sebesar kacang ijo terdiri dari serabut saraf dan pembuluh darah, analog dengan penis laki laki. Vulva Bentuk lonjong dibatasi di depan oleh klitoris, kanan kiri oleh labia minora, di belakang oleh

perineum. Terdapat orificium urethra eksterna. Ostia kelenjar skene yang analog dengan kelenjar prostat pada laki laki, dan kelenjar vestibularis bartolini yang mengeluarkan getah lendir pada waktu coitus. 2.6.1.1.Hymen Berupa lapisan tipis dan menutupi sebagian besar introitus vagina. Bentuknya berbeda-beda dari bulan sabit sampai berlubang lubang. Genitalia interna Vagina Suatu saluran muskulo membranosa yang menghubung-kan uterus dan vulva terletak antara kandung kencing dan rektum. Dindingnya berlipat-lipat disebut rugae, tidak terdapat kelenjar. Uterus Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Korpus uteri merupakan bagian uterus terbesar dan sebagai tempat janin berkembang. Isthmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus, yang menjadi segmen bawah rahim pada kehamilan. Tuba fallopi Berjalan ke arah lateral, mulai dari kornu uteri kanan dan kiri. Terdiri dari 4 bagian : 1) pars interstitialis, bagian dalam dinding uterus, 2) pars ismika, bagian tengah tuba yang sempit, 3) pars ampularis, bagian yang terlebar dan sebagai tempat konsepsi terjadi, 4) infundibulum, bagian ujung tuba dan mempunyai fimbria. Tuba fallopi berfungsi membawa ovum ke kavum uteri. Ovarium Ada 2, kiri dan kanan. Terdiri dari bagian luar (korteks) yang mengandung folikel-folikel dan bagian dalam (medulla) yang berisi pembuluh darah, serabut saraf, dan pembuluh limfe, ovarium berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovari propium. Pembuluh darah ke ovarium (arteri ovarika) melalui ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum). Fungsi ovarium adalah untuk produksi hormon dan ovulasi. Patofisiologi Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh mengingat bahwa terjadinya ruptur uteri sesudah seksio sesarea dilakukan segmen bawah uterus tidak begitu besar, disini diambil sikap untuk membolehkan wanita hamil untuk bersalin pervagina, kecuali jika sebab seksio sesarea tetap ada misalnya kesempitan pada pinggul, mengenai kontraindikasi perlu diingat bahwa seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa, misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau janin terlalu kecil untuk hidup diluar kandungan (Menurut Prawirohardjo S, 1999). Perawatan post operasi seksio sesarea. Analgesia Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata rata dapat disuntikkan intramuskuler yaitu mepedivin setiap 3 jam sekali bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morphin. Jika ibu berukuran kecil dosis mepedivin yang diberikan adalah 50 mg dan jika berukuran besar dosis yang paling tepat adalah 100 mg mepedivine. Tanda vital Pasien dievaluasi sekurang-kurangnya setiap jam sekali paling sedikit 4 jam dan tekanan darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan fundus uteri serta pengukuran suhu badan harus diperiksa pada saat dini. Terapi cairan dan diet

Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi maka pemberian cairan infus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi hipertermia dan dehidrasi. Mobilisasi Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan. Penderita miring ke kiri dan ke kanan sudah dapat dimulai sejak 6 10 jam setelah penderita sadar. Latihan pernafasan dilakukan penderita sambil tidur terlentang, sedini mungkin setelah sadar. Perawatan luka Luka insisi diinspeksi setiap hari untuk mengetahui penyembuhan luka. Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari ke empat post partum. Pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi. Nifas Pengertian Nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 8 minggu (Sinopsis Obstetri Fisiologi Jilid I, Halaman 115). Nifas adalah massa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, Jilid II, Halaman 68). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Halaman 291). Nifas adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal). Periode nifas Periode nifas dibagi 3 (Menurut Depkes RI, 1990) antara lain : Immediate puerperium adalah keadaan yang terjadi segera setelah persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0 24 jam sesudah melahirkan). Early puerperium adalah keadaan yang terjadi pada permulaan puerperium. Waktu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari (1 minggu pertama). Later puerperium adalah waktu 1 minggu sesudah melahirkan sampai 6 minggu. Etiologi Diduga persalinan mulai apabila uterus telah teregang sampai derajat tertentu. Tekanan bagian terendah janin pada cervix dan segmen bawah rahim, demikian pula pada plexus nervosus di sekitar cervix dan vagina, merangsang permulaan persalinan. Siklus menstruasi berulang setiap 4 minggu dan persalinan biasanya mulai pada akhir minggu ke-40 atau 10 siklus menstruasi. Begitu kehamilan mencapai cukup bulan, setiap faktor emosional dan fisik dapat memulai persalinan. Beberapa orang percaya bahwa ada hormon khusus yang dihasilkan oleh plasenta apabila kehamilan sudah cukup bulan yang bertanggung jawab atas mulainya persalinan. Bertambah tuanya plasenta yang mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron dalam darah diduga menyebabkan dimulainya persalinan (Harry Oxorn, 1990, Patologi dan Fisiologi Persalinan; Halaman 103). Insiden

Hampir 96 % janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada 58 % ubun ubun kecil terletak presentasi kepala ini ditemukansdi s 11 % di kanan belakang, dan s8 % kiri depan,s23 % di kanan depan, di kiri belakang. Keadaan ini disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rectum. Sehingga tampak presentase yang tinggi berada dalam uterus dibanding presentase kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan pula karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus sedemikian rupa, sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, di ruangan yang lebih luas, sedangkan kepala berada dibawah, di ruangan yang lebih sempit, ini dikenal sebagai teori akomodasi. Ada 3 faktor yang memegang peranan pada persalinan ialah : Kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan. Keadaan jalan lahir. Janinnya sendiri Dan data yang didapatkan di RSU Labuang Baji terdapat 79,6% ibu nifas yang melahirkan normal dari 3034 ibu nifas dalam tiga tahun terakhir ini (Medical Record RSU Labuang Baji Makassar, 2003). Anatomi / Fisiologi Dalam masa nifas, alat alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genital secara keseluruhannya disebut involusio. Genetalia interna dan eksterna (Sketsa gambar terlampir). Setelah janin dilahirkan, fundus uteri setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir maka tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat. Pada hari ke-5 pasca persalinan uterus kurang lebih tinggi 7 cm atas symfisis atau setengah symfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi diatas symfisis. Bagian bekas implantasi plasenta merupakan luka kasar dan menonjol kedalam kavum uteri yang berdiameter 7,5 cm dan sering disangka sebagai bagian plasenta yang tertinggal. Berat uterus gravidus aterm kira kira 1.000 gr. Satu minggu pasca persalinan, menjadi kira kira 500 gr, 2 minggu pasca persalinan 300 gr dan setelah 6 minggu pasca persalinan 40 60 gr. Serviks agak terbuka seperti corong pada pasca persalinan dan konsistensinya lunak. Endometrium mengalami perubahan yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur angsur kembali seperti semula. Luka jalan lahir seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks yang tidak luas akan sembuh primer. Laktasi Kelenjar mamma telah dipersiapkan semenjak kehamilan umumnya produksi ASI baru terjadi hari kedua atau ketiga pasca persalinan, dimana masing-masing buah dada terdiri 14 24 lobus yang terletak terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran air susu ibu adalah faktor anatomis, faktor biologis, makanan yang dimakan ibu, faktor istirahat dan faktor isapan anak. Lochia Lochia adalah sekret dari cavum uteri dn vagina dalam masa nifas. Hari 1 2 lochia rubra berwarna merah berisi lapisan decidu, selaput ketuban, dan mekoneum. Hari 3 7 sanguilenta

berwarna cokelat, sedikit darah, banyak serum selaput lencir leucocye. Hari 7 10 lochia serosa warna agak kuning cair. Hari setelah 2 minggu lochia alba berwarna kekuningan berisi selaput lendir leucocye dan kuman yang telah mati. Manifestasi klinik Manifestasi klinik pada ibu menyusui dimasa nifas menurut Persis Mary Hammilton yaitu : Kontraksi pada interval Interval antar kontraksi secara bertahap memendek. Durasi dan intensitas kontraksi meningkat Rasa tidak nyaman mulai di belakang dan menjalar ke abdomen. Berjalan biasanya menyebabkan meningkatnya intensitas kontraksi. Dilatasi dan pendataran serviks mengalami kemajuan. Test Diagnostik Test diagnostik yang biasanya diberikan pada ibu nifas yaitu : test laboratorium terutama terhadap hematokrit untuk melihat konsentrasi darah dalam tubuh setelah 3 hari post partum. Normal hematokrit pada saat tersebut adalah 42 %. Penanganan Medik Penanganan medik yang dilakukan pad ibu nifas adalah : Perawatan perineum Perawatan episiotomi Perawatan hemoroid : hemoroid biasanya menyertai persalinan. Perawatannya dengan memberikan kompres dingin untuk menurunkan atau mengurangi bengkak pada hemoroid. Perawatan payudara Perubahan psikologi pada ibu nifas Menurut Reva Rubin (1960) proses adaptasi psikologis pada ibu nifas melalui 3 fase yaitu : Fase taking in (fase mengambil). Terjadinya pada hari 1 3 post partum Dalam memenuhi kebutuhan sangat tergantung pada orang lain. Sulit mengambil keputusan. Fase taking hold Terjadinya pda hari 4 10 post partum Sikap aktif dan positif serta lebih mandiri namun masih memerlukan bantuan orang lain. Masih ada kurang percaya diri tetapi fokus perhatian mulai meluas. Tenaga ibu mulai sehat dan meningkat serta merasa lebih nyaman. Fase letting go Terjadi setelah 10 hari post partum. Mulai menjalankan peranannya dan sudah punya konsep. Mampu merawat bayinya, dirinya sendiri dan mulai sibuk dengan tanggung jawab sebagai ibu. Proses Keperawatan Pengkajian dasar data klien Tinjau ulang catatan prenatal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk kelahiran sesarea. Sirkulasi Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 800 ml. Integritas ego Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran. mungkin mengekspresikan ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru.

Eliminasi : Kateter urinarius mungkin terpasang, urine jernih pucat, bising usus tidak ada, samar atau jelas. Makanan / cairan : abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi spiral epidural. Nyeri / ketidaknyaman Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya trauma bedah / insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih / abdomen, efek-efek anastesia, mulut mungkin kering. Pernafasan : bunyi paru jelas dan vesikuler Keamanan Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur parenteral bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan. Seksualitas Fundus kontraksi dan terletak di umbilikus. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan / banyak. Diagnosa Keperawatan Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi Kemungkinan dibuktikan oleh keragu-raguan untuk menggendong/ berinteraksi dengan bayi, mengungkapkan masalah/kesulitan koping terhadap situasi, tidak menghadapi pengalaman traumatik secara konstruktif. Hasil yang diharapkan klien akan : Menggendong bayi, bila kondisi ibu dan neonatus memungkinkan, mendemostrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat, mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat. Rencana tindakan Intervensi Rasional Mandiri 1.Anjurkan klien untuk meng-gendong, menyentuh dan me-meriksa bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir, bantu sesuai kebutuhan. 2.Berikan kesempatan untuk ayah/pasangan untuk menyen-tuh dan menggendong bayi dan bantu dalam perawatan bayi se-suai kemungkinan situasi. 3.Observasi dan catat interaksi keluarga-bayi, perhatikan peri-laku yang dianggap menanda-kan ikatan dan kedekadan dalam budaya tertentu. 4.Diskusikan kebutuhan kemaju-an dan sifat interaksi yang lazim dari ikatan. Perhatikan kenormalan dari variasi respon dari satu waktu ke waktu lainnya dan diantara anak yang berbeda. 5.Perhatikan pengungkapan/pri-laku yang menunjukkan keke-cewaan atau kurang minat/kedekatan. 6.Berikan kesempatan kepada orang tua untuk mengungkap-kan perasaan-perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayi. 7.Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran sesaria, kebanggaan diri orang tua dan persepsi tentang pengalaman kelahiran, reaksi awal mereka terhadap bayi, dan partisipasi mereka pada pengalaman kelahiran. 8.Anjurkan dan bantu dalam me-nyusui pada pilihan klien dan keyakinan/praktis budaya. 9.Sambut keluarga untuk kunju-ngan singkat segera bila ibu/bayi baru lahir memungkin-kan.

10.Berikan informasi sesuai kebu-tuhan tentang keamanan dan kondisi bayi. Dukung pasangan sesuai kebutuhan. 11.Jawab pertanyaan klien menge-nai protokol perawatan selama periode pasca kelahiran awal. Kolaborasi : 12.Beritahu anggota tim perawatan kesehatan yang tepat (mis : staf ruang perawatan atau perawat pasca partum) tentang observasi sesuai indikasi. 13.Siapkan untuk dukungan/eva-luasi terus-menerus setelah pu-lang, mis : pelayanan perawat berkunjung, agensi komunitas dan kelompok dukungan orang tua. 1.Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga untuk terjadi karena ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan dan proses pengenalan. Bantuan pada interaksi pertama atau sampai jalur intravena dilepas mencegah klien dari merasa kecewa atau tidak adekuat (Catatan : Meskipun klien telah memilih untuk mele-paskan anaknya, berinteraksi dengan bayi baru lahir dapat memfasilitasi proses berduka). 2.Memudahkan ikatan/kedekatan dian-tara ayah dan bayi. Memberikan ke-sempatan untuk ibu, memvalidasi rea-litas situasi dan bayi baru lahir pada waktu dimana prosedur dan kebutuh-an fisiknya mungkin membatasi kemampuan interaksinya. 3.Kontak mata dengan mata, pengguna-an posisi wajah, berbicara pada suara nada tinggi, dan menggendong bayi dengan kedekatan pada budaya Ame-rika. Pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola progresif dari perilaku dengan cara mengguna-kan ujung jari pada awalnya untuk menggali ekstremitas bayi dan berlan-jut pada penggunaan telapak tangan sebelum mendekap bayi dengan seluruh tangan dan lengan. 4.Membantu klien/pasangan memahami makna dan pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbe-daan diperkirakan. 5.Kedatangan anggota keluarga baru, bahkan bila diinginkan dan diantisipa-si, menciptakan periode sementara, memerlukan penyatuan anak baru ke dalam keluarga yang ada. 6.Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang tua bayi dapat mempunyai efekefek negatif jangka panjang pada masa depan hubungan orang tua-anak. 7.Orang tua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada kejadian penuh stress seputar kelahiran anakn dan orientasikan mereka sendiri terhadap realita sebelum mereka dapat memfo-kuskan pada bayi efek-efek anastesia, ansietas dan nyeri dapat mengubah persepsi klien selama dan setelah ope-rasi. 8.Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi menyusui ; kontak kulit dengan kulit dan mulainya tugas-tugas ibu meningkatkan ikata. 9.Meningkatkan kesatuan keluarga dan membantu memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan anggota baru ke dalam struktur keluarga. 10.Membantu pasangan untuk mem-proses dan mengevaluasi informasi yang diperlukan khususnya bila periode pengenalan awal telah lambat. 11.Informasi menghilangkan ansie-tas dapat mengganggu ikatan atau me-ngakibatkan absorbsi diri daripada perhatian terhadap bayi baru lahir. 12.Ketidakadekuatan prilaku ikatan atau interaksi buruk antara klien/pasa-ngan dengan bayi memerlukan duku-ngan dan evaluasi lanjut. 13.Banyak pasangan mempunyai konflik tidak teratasi mengenai proses pengenalan awal orang tua-bayi yang memerlukan pemecahan setelah pulang. Nyeri berhubungan dengan pembedahan Kemungkinan dibuktikan oleh :

Melaporkan nyeri, kram (nyeri penyerta), sakit kepala, abdomen kembung, nyeri tekan payudara ; prilaku melindungi/distraks, wajah menahan nyeri. Hasil yang diharapkan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat. Mengungkapkan berkurangnyer nyeri, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat. Rencana tindakan : Intervensi Rasional Mandiri 1.Tentukan karakteristik dan loka-si ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal dan non verbal serta meringis, kaku dan gera-kan melindungi atau terbatas. 2.Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab, ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat. 3.Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi, perhatikan perubahan prilaku. 4.Lakukan latihan nafas dalam dan batuk dengan menggunakan prosedur-prosedur pembebatan dengan tepat, 30 menit setelah pemberian analgesik. 5.Ubah posisi klien, kurangi rang-sangan yang berbahaya dan berikan gosokan punggung. Anjurkan penggunaan teknik per-nafasan dan relaksasi dan distraksi. 6.Pemberian analgetik sesuai indi-kasi. 1.Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyama-nan secara langsung, membedakan karakteristik khusus dari nyeri mem-bantu membeda-an nyeri pasca operasi dari terjadinya komplikasi. 2.Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkena-an dengan ansietas dan ketakutan ka-rena ketidaktahuan dan memberikan rasa kontrol 3.Pada banyak klien, nyeri dapat me-nyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat. Analgetik dapat menurun-kan TD. 4.Nafas dalam meningkatkan upaya per-nafasan. Pembebatan menurunkan re-gangan dan ketegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyama-nan berkenaan dengan gerakan otot abdomen. Batuk diindikasikan bila sekresi atau ronkhi terganggu. 5.Relaksasi otot, dan mengalihkan per-hatian dari sensasi nyeri. Meningkat-kan kenyamanan, dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, me-ningkatkan rasa sejahtera. 6.Meningkatkan kenyamanan, yang memperbaiki status psikologis dan meningkatkan mobilitas. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi. Kemungkinan dibuktikan oleh ketegangan, keprihatinan, perasaan yang tidak adekuat, stimulasi simpatik, tidak dapat tidur. Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas, mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas, melaporkan bahwa ansietas sudah menurun pada tingkat yangdapat diatasi, kelihatan rileks dan dapat tidur/istirahat. Rencana tindakan : Intervensi Rasional Mandiri 1.Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan. 2.Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber dari masalah. Men-dorong klien untuk mengung-

kapkan kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi. Memberi-kan informasi sehubungan dengan normalnya perasaan terse-but. 3.Bantu klien/pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping yang lazim dan perkembangan strategi koping baru jika dibutuhkan. 4.Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi. 5.Mulai kontak antara klien/pasa-ngan dengan bayi sesegera mungkin. Jika bayi dibawa ke neonatal intensive care unit (NICU). 1.Memberikan dukungan emosional, dapat mendorong pengungkapan ma-salah. 2.Kelahiran sesaria mungkin dipandang sebagai kegagalan dalam hidup oleh klien/pasangan dan hal tersebut dapat memiliki dampak negatif dalam proses ikatan/menjadi orang tua. 3.Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peranan baru; mengurangi perasaan ansietas. 4.Khayalan yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau kesalahpa-haman dapat meningkatkan tingkat ansietas. 5.Mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, dan/atau menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan bayi. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan. Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan perasaan negatif diri dalam situasi (misalnya tidak berdaya, malu/bersalah). Hasil yang diharapkan : Mendiskusikan masalah sehubungan dengan peran dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran dari klien/pasangan. Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang dapat mencetuskan situasi saat ini. Mengekspresikan harapan diri yang positif Rencana tindakan : Intervensi Rasional 1.Tentukan respon emosional klien/pasangan terhadap kelahi-ran sesaria 2.Tinjau ulang partisipasi klien/ pasangan dan peran dalam me-ngalami kelahiran. identifikasi perilaku positif selama proses pranatal dan antenatal. 3.Tekankan kemiripan antara ke-lahiran sesaria dan vagina. Sam-paikan sikap positif terhadap kelahiran sesaria dan atur pera-watan pasca partum sedekat mungkin pada perawatan yang diberikan pada klien setelah ke-lahiran vagina. Kolaborasi : 4.Rujuk klien/pasangan untuk konseling profesional bila reaksi maladaptif. 1.Kedua anggota pasanga mungkin me-ngalami reaksi emosi negatif terhadap kelahiran sesaria. Kelahiran sesaria yang tidak direncanakan dapat berefek negatif terhadap harga diri klien, mem buat klien merasa tidak adekuat dan telah gagal sebagai wanita. Ayah atau pasangan, khususnya bila tidak dapat hadir pada kelahiran sesaria, dapat merasa bahwa ia menolak pasangan-nya dan tidak memenuhi peran yang diantisipasinya sebagai pendukung emosional selama proses kelahiran. 2.Respon berduka dapat berkurang apa-bila ibu dan ayah mampu saling ber-bagi akan pengalaman kelahiran. memfokuskan kembali perhatian klien atau pasangan untuk membantu mere-ka memandang kehamilan dalam tota-litasnya dan melihat bahwa tindakan mereka sudah bermakna terhadap ha-sil yang optimal. Dapat membantu menghindari rasa bersalah/mempersa-

lahkan. 3.Klien dapat mengubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaimana persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap persepsinya tentang kesehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap profesional. Perawatan se-rupa adalah pilihan yang dapat diterima disamping kelahiran vagina. 4.Klien yang tidak mampu mengatasi rasa berduka atau perasaan negatif memerlukan bantuan profesional lebih lanjut. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau regulasi (misalnya hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia) Kemungkinan dibuktikan oleh adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual. Hasil yang diharapkan : Mendomostrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor risiko dan/atau perlindungan diri. Bebas dari komplikasi Rencana tindakan : Intervensi Rasional Mandiri 1.Tinjau ulang catatan pranatal dan intranatal terhadap faktor yang mempredisposisi klien pada komplikasi. Catat kadar Hb dan kehilangan darah ope-ratif. 2.Pantau TD, nadi dan suhu. Catat kulit dingin, basah, nadi lemah. Perubahan prilaku, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis. 3.Inspeksi balutan terhadap per-darahan berlebihan. 4.Bantu klien pada ambulasi awal. beri supervisi yang ade-kuat dalam hal mandi dan rendam duduk. 5.Anjurkan latihan kaki/pergela-ngan kaki dan ambulasi dini. Kolaborasi 6.Berikan MgSO4 sesuai indikasi 7.Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastis untuk kaki bila risiko atau gejala plebitis ada. 1.Adanya faktor-faktor resiko seperti kelelahan miometrial, distensi uterus berlebihan, stimulasi oksitosin lama, tromboflebitis pranatal memungkin-kan klien lebih rentan terhadap kom-plikasi pasca operasi. 2.Tekanan darah yang tinggi dapat me-nandakan terjadinya atau berlanjut-nya hipertensi, memerlukan magne-sium sulfat (MgSO4) atau pengobat-an antihipertensif lain. Hipotensi dan takikardia dapat menunjukkan dehid-rasi dan hipovolemia tetapi mungkin tidak terjadi sampai volume darah sirkulasi telah menurun 35-50%, dimana tanda vasokonstriksi mung-kin terlihat. 3.Luka bedah dengan drain dapat membasahi balutan; namun rembesan biasanya tidak terlihat dan dapat me-nunjukkan terjadinya komplikasi. 4.Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada perubahan dari posisi terlentang ke berdiri, atau mungkin sebagai aki-bat dari vasodilatasi, karena panas dari rendam duduk tersebut. 5.Meningkatkan aliran balik vena, mencegah statis/penumpukan pada ekstremitas bawah, menurunkan resiko plebitis. 6.MEmbantu menurunkan kepekaan serebral pada adanya HKK atau ek-lapmsia. 7.Menurunkan statis vena, meningkat-kan risiko terhadap pembentukan trombus. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan. Tanda dan gejala tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan/gejala untuk menegakkan diagnosa

aktual. Hasil yang diharapkan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan risiko-risiko dan/atau meningkatkan penyembuhan. Menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-tepi luka), uterus lunak/tidak nyeri tekan, dengan aliran dan karakter lokhia normal. Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi nafas adventisius, dan urine jernih kuning pucat. Rencana tindakan : Intervensi Rasional 1.Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal. 2.Bersihkan luka dan ganti balut-an bila basah. 3.Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan ke-merahan, edema, nyeri, eksu-dat atau gangguan penyatuan. 4.Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih. Kolaborasi : 5.Berikan antibiotik khusus untuk proses infeksi yang ter-identifikasi. 1.Membantu mencegah atau membata-si penyebaran infeksi. 2.Lingkungan lembab merupakan me-dia paling baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat berpindah me-lalui aliran kapiler melalui balutan basah ke luka. 3.Tanda-tanda ini menandakan infeksi luka, biasanya disebabkan oleh strep-tokokus, stapilokokus atau spesies pseudomonas. 4.Demam setelah pasca operasi hari ketiga, leukositosis dan takikardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,30 C dalam 24 jam pertama sangat mengindikasikan infeksi, peningkatan sampai 380 C pada hari kedua dalam 10 hari pertama pascapartum. 5.Perlu untuk mematikan mikroorga-nisme. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgetik, atau anastesi). Kemungkinan dibuktikan oleh laporan rasa penuh abdomen/rektal atau tekanan, mual, defekasi kurang dari biasanya, mengejan saat defekasi, penurunan bising usus. Hasil yang diharapkan klien akan : Mendemostrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan oleh bising usus aktif dan keluarnya flatus. Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal dalam 4 hari pasca partum. Rencana tindakan Intervensi Rasional Mandiri 1.Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan. 2.Anjurkan cairan oral yang ade-kuat (misalnya 6 8 gelas/hari) bila masukan oral sudah mulai kembali. 3.Anjurkan latihan kaki dan pe-ngencangan abdominal, ting-katkan ambulasi dini. 4.Berikan analgesik 30 menit sebelum ambulasi.

5.Berikan pelunak faeces. 1.Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik. 2.Makanan kasar (misalnya buah dan sayuran, khususnya dengan kulit dan bijinya) dan meningkatkan cairan yang merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi defekasi. 3.Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki mo-tilitas abdomen. Ambulasi progresif setelah 24 jam meningkatkan pristal-tik dan pengeluaran gas, dan menghilangkan atau mencegah nyeri kare-na gas. 4.Memudahkan kemampuan untuk ambulasi, dapat menurunkan aktivi-tas usus. 5.Melunakkan faeces, merangsang pe-ristaltik dan membantu mengembali-kan fungsi usus. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi. Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan masalah/kesalahan konsep, keragu-raguan dalam atau ketidakadekuatan melakukan aktivitas-aktivitas, ketidaktepatan perilaku (misalnya; apatis). Hasil yang diharapkan Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan. Melakukan aktivitas-aktivitas/prosedur yang perlu dengan benar dan penjelasan alasan untuk tindakan. Rencana tindakan Intervensi Rasional 1.Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu klien atau pasangan dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuh-an. 2.Perhatikan status psikologis dan respons terhadap kelahiran sesaria serta peran menjadi ibu. 3.Berikan informasi yang berhubungan dengan perubah-an fisiologis dan psikologis yang normal berkenaan dengan kelahiran sesaria dan kebutuh-an-kebutuhan berkenaan de-ngan post partum. 4.Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan. 1.Periode pascapartum dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan untuk mem-bantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi. Namun, klien membutuhkan waktu untuk bergerak dari fase mengam-bil sampai fase menahan yang penerimaan dan kesiapannya diting-katkan dan ia secara emosi dan fisik siap untuk mempelajari informasi baru untuk memudahkan penguasaan peran barunya. 2.Ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk merawat diri sen-diri dan anaknya, kekecewaan pada pengalaman kelahiran atau masalah-masalah berkenaan dengan perpisa-hannya dari anak dapat mempunyai dampak negatif pada kemampuan belajar dan kesiapan klien. 3.Membantu klien mengenali perubah-an normal dari respons-respons abnormal yang memerlukan tindakan status emosional klien mungkin ka-dang-kadang labil pada waktu ini sering dipengaruhi oleh kesejahtera-an fisik. Antisipasi perubahan ini dapat menurunkan stress berkenaan dengan transisi periode ini yang me-merlukan pembelajaran peran baru dan pelaksanaan tanggung jawab baru. 4.Program latihan progresif biasanya dapat dimulai bila ketidaknyamanan abdomen telah berkurang (kira-kira 3-4 minggu pasca partum). Memban-tu tonus-tonus otot, meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkat-kan perasaan kesejahteraan umum. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis Kemungkinan dibuktikan oleh peningkatan pengisian/distensi kandung kemih, perubahan dalam jumlah/frekuensi berkemih.

Hasil yang diharapkan : Mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah pengangkatan kateter. Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih. Rencana tindakan Intervensi Rasional 1.Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urin. 2.Berikan cairan per-oral. Misal-nya 6 8 gelas perhati, bila te-pat. 3.Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) misal warna keruh, bau busuk) setelah pengangkatan kateter. 4.Pertahankan infus intravena selama 24 jam setelah pembe-dahan, sesuai indikasi. Tingkat-kan jumlah cairan infus bila haluaran 30 ml/jam atau kurang. 1.Oliguria (keluaran kurang dari 30 ml/jam) mungkin disebabkan kele-bihan cairan, atau efekefek antidiu-retik dan infus oksitosin. 2.Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal,dan membantu mence-gah spasis kandung kemih. 3.Adanya kateter mempredisposisikan klien pada masuknya bakteri dan ISK 4.Biasanya 3 liter cairan, meliputi larutan RL, adekuat untuk menggan-tikan kehilangan dan mempertahan-kan aliran ginjal/haluaran urine. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan Kemungkinan dibuktikan oleh pengungkapan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam tingkat yang diinginkan. Hasil yang diharapkan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan perawatan diri. Mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia. Rencana tindakan Intervensi Rasional 1.Pastikan berat/durasi ketidak-nyamanan. Perhatikan adanya sakit kepala pasca spinal. 2.Kaji status psikologis klien 3.Ubah posisi klien setiap 1-2 jam, bantu dalam latihan paru, ambulasi dan latihan kaki. 4.Kolaborasi dalam pemberian analgesik setiap 3 4 jam sesuai kebutuhan. 1.Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebu-tuhan fisiknya terhadap kenyamanan terpenuhi. Sakit kepala berat dihu-bungkan dengan posisi tegak memer-lukan modifikasi aktivitas-aktivitas dan bantuan tambahan untuk meme-nuhi kebutuhan-kebutuhan individu. 2.Pengalaman nyeri fisik mungkin di-sertai dengan nyeri mental yang mempengaruhi keinginan klien dan motivasi untuk mendapatkan otonomi. 3.Membantu mencegah komplikasi bedah seperti plebitis atau pneumo-nia yang dapat terjadi bila tingkat ketidaknyamanan mempengaruhi pengubahan/aktivitas normal klien. 4.Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri. SUMBER: Depkes, RI, Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, (Perawatan III), Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, 1990. Doenges, ME dan Moorhouse, MF, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2, Jakarta, EGC,

2001. Hamilton, MP, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC, 1995. Mansjor A, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aeusculapius, 1999. Mochtar Rusta, Sinopsis Obstetri, Jilid 1 dan Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998. Prawirohardjo S, Ilmu Kebidanan dan Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka, 1999. Prawirohardjo S, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, 2000. Sulaiman S, Obstetri Fisiologi, Bagian Obstetri Gynekology Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung, 1989.

You might also like