You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia sehat 2010 ditujukan untuk mencapai sasaran pembangunan nasional berupa sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkwalitas. Data UNDP tahun 1997 mencatat bahwa indeks pembangunan manusia di Indonesia masih menempati urutan ke 106 dari 176 negara. (MENKES, 2002). Visi Indonesia sehat 2010 yang telah ditetapkan sebagai gambaran prediksi atau harapan tentang keadaan masyarakat pada tahun 2010, harus dapat diwujudkan dan dilaksanakan secara berazas dan berkesinambungan. Untuk itu rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 telah disusun oleh Departemen Kesehatan. Perencanaan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembangunan nasional, karena dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan pada era globalisasi. Untuk itu diperlukan pembangunan yang lebih dinamis dan proaktif dengan melibatkan sektor terkait termasuk fisioterapi didalamnya. Pengertian fisioterapi sendiri berdasarkan SK Menteri RI

No.1363/MENKES/SK 2001 fisioterapi diartikan sebagai suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapuitik, dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi.

(MENKES,2001).

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kehidupan manusia penuh dengan berbagai macam aktifitas sehari-hari. Aktifitas-aktifitas tersebut tanpa kita sadari dapat menimbulkan berbagai macam keluhan dan gangguan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian terhadap masalah keamanan anggota tubuh terhadap pola gerak yang dilakukan. Salah satunya keluhan yang paling banyak dijumpai adalah nyeri pinggang yang menjalar sampai tungkai atau yang biasa disebut dengan ischialgia yang merupakan manifestasi klinis dari sakit pinggang. (Sidharta,1984). Keluhan nyeri merupakan suatu rasa yang tidak menyenangkan dan merupakan pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, dan terkadang nyeri digunakan untuk menyatakan adanya kerusakan jaringan. Selain itu keluhan nyeri dapat berasal dari berbagai bagian tubuh. Keluhan ischialgia 20-30 % dikarenakan HNP, sedangkan 70-80 % dikarenakan kelainan postural. Sensasi nyeri dapat berfariasi mulai dari yang ringan sehingga tidak mengganggu aktifitas fungsional. Sedangkan keluhan nyeri yang berat mengakibatkan penderita tidak mampu melaksanakan berbagai aktifitas fungsionalnya. (Parjoto, 2006). Problem utama yang dihadapi oleh pasien ischialgia yaitu timbulnya spasme otot para vertebrae, keterbatasan gerak vertebrae lumbal, lordosis pada lumbal akan berkurang atau semakin datar, serta nyeri yang menjalar sepanjang tungkai. Dari masalah yang timbul diatas maka akan mempengaruhi aktifitas sehari-hari, seperti keterbatasan fungsi gerak pada saat duduk dari posisi tidur, berdiri lama dan saat berjalan. (Sidharta, 1984). Sasaran utama pelayanan fisioterapi pada kasus nyeri bilamana untuk menghilangkan penyebabnya, mengurangi nyeri, meningkatkan kapasitas gerak dan fungsi guna meningkatkan kwalitas hidup. Usaha pengurangan nyeri atau

modulasi nyeri dapat dilakukan dengan berbagai modalitas fisioterapi, seperti : stimulasi arus listrik berupa TENS dan edukasi. (Parjoto,2006). Tugas utama fisioterapi adalah membantu pasien dalam mengurangi keluhan nyeri, meningkatkan LGS, dan membantu pasien dalam pencapaian aktifitas fungsionalnya secara mandiri. Oleh karena itu dalam penulisan karya tulis ilmiah ini saya mengambil judul Penatalaksanaan TENS Pada Kasus Ischialgia.

B. RUMUSAN MASALAH Berdasakan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti : Apakah dengan penggunaan modalitas fisioterapi berupa TENS dapat mengurangi nyeri pada kasus ischialgia , sehingga dapat meningkatkan LGS dan memperbaiki fungsi gerak?

C. PEMBATASAN MASALAH Agar lebih jelas dan terarah dalam pembahasannya, penulis hanya membatasi permasalahan pada kasus ischialgia stadium akut dengan penggunaan TENS. Bertujuan untuk mengurangi nyeri, sehingga dapat meningkatkan LGS dan memperbaiki fungsi gerak.

D. TUJUAN PENULISAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu: 1. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan

Diploma III fisioterapi IIK Bhakti Wiyata. 2. Untuk mengetahui seberapa manfaat dari TENS dalam mengurangi

nyeri pada kasus ischialgia, sehingga dapat meningkatkan LGS dan memperbaiki fungsi gerak.

BAB III
PERENCANAAN STUDI KASUS

Sebelum memberikan pelayanan pada pasien, seorang fisioterapis seharusnya selalu melakukan dengan melakukan assessment yang terdiri dari: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan gerak dasar dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk mendukung dalam pelaksanaan pemecahan masalah. Sehubungan dengan kondisi ischialgia, maka pemeriksaan yang dilakukan meliputi:

A. TEHNIK PENGUMPULAN DATA Proses pemeriksaan fisioterapi dimulai dari anamnesis, pemeriksaan dan dilanjutkan dengan menentukan diagnosa fisioterapi. 1. Anamnesis Merupakan suatu tindakan pemeriksaan dengan cara melakukan tanya jawab antara terapis dengan sumber data, anamnesis dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: a. Autoanamnesis ialah tanya jawab yang dilakukan secara langsung kepada penderita. b. Heteroanamnesis ialah tanya jawab yang dilakukan dengan keluarga pasien atau orang lain disekitar pasien yang mengetahui kondisi pasien. Secara sistematis anamnesis dapat dibagi atau dikelompokan menjadi 2 yaitu: 1) Anamnesis umum Hal yang dapat kita peroleh dari anamnesis umum berupa nama, umur, dapat diketahui apakah pada umur tersebut dapat mengalami degenerasi pada tulang belakang, jenis kelamin laki-laki atau perempuan

yang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena ischialgia, agama apakah dalam aktivitas menjalankan ibadah pasien mengalami gangguan ataupun keterbatasan gerak, apakah pekerjaan pasien dapat memicu timbulnya degenerasi dan memperberat keluhan pasien. Misalnya pada penjual jamu gendong keliling dan alamat serta rute jalan yang dilewati adalah dataran tinggi yang dapat memperberat kondisi pasien tersebut. 2) Anamnesis khusus Dalam anamnesis khusus ini didapatkan keterangan yang diperoleh dari pasien, antara lain: a) Keluhan utama Keluhan utama dari pasien merupakan suatu alasan yang mendorong pasien untuk mencari pertolongan. Keluhan yang dirasakan nyeri mulai dari punggung bawah dan menjalar sampai tungkai, dan pada saat berjalan jauh serta pada saat dari duduk keberdiri dan mulai berjalan. b) Adalah Riwayat penyakit sekarang merinci keluhan dan menggambarkan riwayat

perjalanan penyakit. Sudah berapa lama keluhan dirasakan?, bagaimana proses terjadinya?, bagaimana perkembangannya?.

Keadaan apa yang memperberat dan keadaan apa yang memperingan? Misalnya: nyeri dirasakan sejak 2 minggu yang lalu setelah pasien terjatuh dalam posisi duduk dan pada saat mengangkat berat nyeri semakin bertambah. c) Riwayat penyakit dahulu Untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dahulu dengan penyakit sekarang. Misalnya pasien pernah mengalami kecelakaan jatuh ataupun pernah mengalami trauma.

d)

Riwayat keluarga Untuk mengetahui penyakit-penyakit keturunan dari keluarga

pasien ataupun penyakit menular. e) Riwayat pribadi Untuk mengetahui hobby pasien serta kebiasaan dari pasien, yang dapat mempengarui kondisi pasien. f) Anamnesis system Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya keluhan, atau gangguan yang menyertai, pada bagian kepala, system kardio vaskuler, respiratori, gastroinstestinal, urogenetal, nervorum,

musculoskeletal. 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien meliputi: (1)

pemeriksaan vital sign, (2) inspeksi, (3) palpasi, (4) auskultasi, (5) perkusi, (6) kognitif, intra dan interpersonal, serta (7) kemampuan fungsional. 1) Pemeriksaan Vital Sign Pemeriksaan yang dilakukan meliputi: pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, tinggi badan, berat badan, dan pernafasan. Disini berat badan dari pasien sangat berpengaruh terhadap degenerasi dari tulang belakang, apabila antara tinggi badan dan berat badan tidak seimbang maka akan terjadi pembebanan yang berlebihan. 2) Inspeksi Inspeksi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengamati ataupun melihat. Inspeksi dapat dibedakan dalam 2 cara yaitu : a. Statis b. Dinamis : pada saat pasien dalam keadaan diam. : penderita saat bergerak atau berjalan.

Pada kondisi ini yang perlu untuk dilakukan pemeriksaan adalah apakah pasien menunjukkan adanya ketidakstabilan pada lumbal yaitu ada tidaknya lordosis lumbal, saat berjalan tubuh sedikit membungkuk dan lebih menjatuhkan kearah sisi yang sehat. Apakah pada saat jalan seperti menahan sakit serta memakai tongkat, dan pasien mengalami kelebihan berat badan. 3) Palpasi Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara meraba, menekan dan memegang pada bagian yang mengalami sakit. Dari pemeriksaan ini akan didapat spasme otot pada para vertebra lumbal dan otot- otot pinggang bawah serta nyeri tekan pada ruas vertebra lumbal. 4) Auskultasi Untuk mendengarkan bunyi dari jantung, paru. Dikarenakan kalau sampai ada penyakit penyerta yang memerlukan penanganan khusus. Misalnya penyakit jantung, atau paru. 5) Perkusi Suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara memukul atau mengetuk permukaan tubuh. Pada kasus ini pada bagian pinggang dan ruas vertebra L4-5. 6) Pemeriksaan kognitif, inter dan intra personal Pemeriksaan ini ditekankan pada hal hal yang mempunyai keterkaitan dengan program pelayanan fisioterapi, pada kognitif untuk menilai intelektualnya, intrapersonal untuk menilai kemammpuan dalam memahami dirinya, interpersonal untuk mengetahui seberapa besar kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.

7) Kemampuan fungsional Adalah suatu proses pemeriksaan untuk mengetahui

kemampuan klien/pasien dalam melakukan aktifitas spesifik dalam hubungannya dengan rutinitas kehidupan sehari-hari. 3. Pemeriksaan Gerak dasar Pada hakekatnya merupakan pemeriksaan yang berhubungan dengan gerakan aktif, gerakan pasif maupun gerakan isometrik melawan tahanan. a. Gerak aktif Pasien diminta bergerak secara aktif trunk kearah fleksi-ekstensi, side fleksi serta rotasi dari trunk, lateral fleksi. Dari pemeriksaani ini akan diperoleh informasi tentang rasa akhir gerakan (endfill), pemeriksaan LGS dan kekuatan otot. b. Gerak pasif

Pemeriksaan ini dilakukan dalam posisi pasien pasif dan rileks. c. Gerakan isometrik Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara bergerak secara aktif tapi terapis memberikan tahanan pada bagian distal ataupun proksimal dari bagian yang mengalami kelemahan. 4. Pemeriksaan spesifik Berupa pemeriksaan dengan ataupun tanpa alat, yang bertujuan untuk menilai lebih cermat, mendukung, dan memastikan, atau bahkan

mengesampingkan sesuatu. Pada kasus ini untuk memperoleh data yang jelas pada kasus ischialgia dilakukan: a. Tes Laseque Pasien dalam posisi terlentang, terapis memfleksikan hip 70 derajat dengan posisi lutut lurus. Bila tes yang dilakukan (+) maka pasien akan merasa nyeri menjalar sepanjang tungkai pada bagian permukaan posterior.

b.

Tes Bragad Pasien tidur terlentang, terapis memfleksikan hip pada posisi 70

derajat, lutut dalam posisi lurus, di tambah dorsi fleksi ankle. Bila (+) maka akan ditemukan nyeri yang menjalar pada permukaan posterior dari tungkai sampai keatas. c. Tes O conell Tes ini dikenal sebagai tes laseque silang oleh karena nyeri yang ada terasa sepanjang tungkai yang sakit kalau tungkai yang sehat diangkat. d. Pemeriksaan radiologis Data radiologis dilihat pada bagian anterior dan posterior terdapat adanya penyempitan antara vertebra dan adanya osteopid. e. 1. Penatalaksanaan : LGS fungsional Fleksi dan ekstensi trunk Alat Posisi : mid line : berdiri

terapis, mengukur, jarak antara C7-S1, kemudian pasien disuruh fleksi trunk sebatas nyeri pasien, kemudian diukur kembali jarak antara C7-S1, normal selisih antara posisi tegak dan membungkuk 10 cm, dan untuk ekstensi, pasien diminta untuk meluruskan trunk dari posisi fleksi sebatas nyeri pasien, dan ukur pada bagian C7-S1, normalnya selisih antara posisi tegak dan menengada adalah 5 cm.

2. Alat :

Side fleksi trunk mid line berdiri Pasien berdiri tegak dengan pandangan lurus ke depan terapis mengukur dari ujung jari terpanjang sampai dengan lantai. Kemudian pasien disuruh side fleksi ke arah kanan dan kiri. Bila ada perbedaan jarak antara kanan dan kiri maka terdapat scoliosis.

Posisi pasien :

Penatalaksanaan :

f.

Pengukuran nyeri Dalam kasus ini pengukuran nyeri mengunakan VDS, pasien disuruh

menceritakan bagaimana rasa nyeri itu timbul kemudian pasien disuruh menjelaskan dengan cara menunjuk derajat nyeri. Dimana verbal descriptive scale (VDS) yaitu cara pengukuran dengan 7 penilaian, yaitu: 1 = tidak nyeri, 2 = nyeri sangat ringan, 3 = nyeri ringan, 4 = nyeri tidak begitu berat, 5 = nyeri cukup berat, 6 = nyeri berat, 7 = nyeri hampir tak tertahankan. (Parjoto, 1993).

B. RENCANA PELAKSANAAN FISIOTERAPI Guna mencapai tujuan di atas modalitas fisioterapi yang kita gunakan adalah TENS (Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation). a. Persiapan alat

Pengecekan kabel, saklar dalam keadaan nol, siapkan elektroda dan bungkus dengan kain pembungkus electroda. Kabel yang menghubungkan mesin dengan electroda tidak boleh kontak dengan kulit karena akan menimbulkan konsentrasi arus.

b. 1) terapi. 2)

Persiapan pasien Jelaskan kepada pasien manfaat terapi, efek terapi, nama

Posisikan pasien senyaman mungkin yaitu pada posisi

tengkurap. Pada bagian pinggang bawah pasien bersihkan kulit pasien dengan menggunakan air dan sabun dengan menggunakan alcohol. Tutup kulit yang terbuka dengan vaselin. Pastikan unit TENS off, hubungkan unit dengan pasien. Electrode tidak boleh terlalu dekat atau bersentuhan, pinggang bawah bebas dari pakaian. 3) Lakukan pemeriksaan pasien untuk mengetahui ada tidaknya

kontra indikasi bagi pemberian TENS. Sensitif relative harus normal, maka perlu pemeriksaan tajam tumpul pada daerah yang dikeluhkan nyeri oleh pasien. c. Pelaksanaan terapi Pada penggunaan TENS diletakkan pada segmen tulang belakang, elektroda diletakkan antara L4 - L5 dan katoda pada area nyeri yaitu sesuai dengan perjalanan nervus ischiadicus pada gluteus maksimus dextra, fossa poplitea dan bagian posterior dari malleolus lateralis dengan fase durasi 100 Hz, frekuensi 400 Hz, waktu 15 menit, intensitas toleransi dari pasien.

C. RENCANA EVALUASI Evaluasi merupakan suatu tindakan yang digunakan untuk

membandingkan data sebelum dan sesudah terapi. Dari perbandingan tersebut dapat diketahui, apakah sudah terjadi perubahan kearah perbaikan pada penderita atau belum. Evaluasi dilakukan dengan dua tahapan yaitu evaluasi sesaat dan setelah interverensi di lakukan. Untuk mengukur LGS alat yang digunakan mid line, sedangkan gerakan yang di evaluasi fleksi, ekstensi, dan side fleksi dari trunk. Dan pengukuran derajat nyeri dengan VDS. Evaluasi VDS dilakukan pada bagian belakang L4-5. Tes kemampuan fungsional dilakukan dengan melihat aktifitas fungsionalnya seperti duduk, jongkok, berdiri, dan berjalan. Untuk evaluasi tes spesifik berupa tes lasuqe, tes bragard, tes O conell. Setelah dilakukan terapi maka kita akan mengamati apakah tejadi perbaikan pada kondisi pasien atau tidak.

You might also like