You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Sehat merupakan sebuah kondisi sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif baik sosial maupun ekonomi,untuk itu perlu dilakukan upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat yaitu dengan meningkatkan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan sesuai dengan UU kesehatan RI No.23 tahun 1992. Kesehatan adalah hak semua orang.Akan tetapi prinsip-prinsip untuk hidup sehat sering bertentangan dengan aktifitas yang dilakukan,misalnya pekerjaan.Bagi masyarakat pada sekarang ini, pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat penting.Bagi masyarakat modern bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar,baik dalam rangka memperoleh imbalan dan jasa, ataupun dalam rangka mengembangkan dirinya.Pada kenyataannya,sebagian besar pekerjaan cenderung memiliki konotasi paksaan, baik yang ditimbulkan dari dalam dirinya sendiri ataupun yang ditimbulkan dari luar.Pekerjaan juga sering kali meliputi penggunaan dan usaha diluar individu pekerja. Banyak pekerja yang melakukan pekerjaan rutin, yang tidak atau sedikit menuntut inisiatif dan tanggungjawab, dengan sedikit untuk maju atau berpindah kejenis pekerjaan lain.Banyak juga pekerja yang melakukan tugas yang berada jauh dari kemampuan intelektual mereka atau yang mereka anggap berada dibawah tingkat pendidikan yang mereka peroleh. Bekerja dimalam hari merupakan suatu pekerjaan yang mempunyai resiko akan kesehatan pekerja.Sumamur (1993) menyatakan bahwa bekerja malam perlu mendapat perhatian karena irama faal anusia terganggu, metabolisme tubuh tidak dapat beradaptasi, kelelahan akibat kerja malam relatif sangat besar, alat pencernaan kurang berfungsi secara normal, kurang tidur, timbul reaksi psikologis dan pengaruh-pengaruh kerja malam biasanya bersifat kumulatif. Stres merupakan suatu respon adaptif tenaga kerja terhadap situasi dan terjadinya dilingkungan kerja dan hal ini mengakibatkan tuntutan khusus baik dari fisik maupun psikologis pekerja tersebut.Dengan demikian berarti ada suatu stimulus yang memiliki potensi bahaya dan mencakup persepsi terhadap ancaman yang muncul serta perbandingan antara tuntutan yang menekan individu dan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut.Pada akhirnya hal ini menimbulkan ketidakseimbangan untuk terjadinya ganguan psikologis dan prilaku. Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis diwarung-warung kopi disekitar kota lubuk pakam yang buka pada sore hari mulai jam 16.00 malam hingga jam 02.00 dini hari,dan bekerja selama tujuh hari dalam dalam satu minggu.Pekerja ditempat ini bekerja dimalam
1

hari.Padahal secara alamiah manusia bekerja pada siang hari dan tidur dimalam hari.Dengan perubahan pola kerja dimalam hari dan tidur pada dini hari,tentu akan menghadapi berbagai masalah. Hal tersebutlah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai gambaran terjadinya stres pada pekerja warung-warung kopi disekitar kota Lubuk Pakam.

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang, maka dirumuskan masalah yaitu bagaimana hubungan waktu kerja dengan terjadinya stres pada pekerja warungwarung kopi disekitar kota Lubuk Pakam.

C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum: Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan waktu kerja dengan terjadinya stres pekerja warung-warung kopi disekitar kota Lubuk Pakam. Tujuan Khusus: Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui gambaran terjadinya stres pada pekerja warung-warung kopi disekitar kota Lubuk Pakam. 2. Untuk mengetahui hubungan waktu kerja dengan terjadinya stres kerja pada pekerja warung-warung kopi disekitar kota Lubuk Pakam.

D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Sebagai masukan bagi pekerja yang bekerja dan pemilik warung-warung kopi disekitar kota Lubuk Pakam. 2. Menambah pengetahuan penulis dalam melakukan penelitian lapangan. 3. Menjadi masukan bagi yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI STRES Berbagai definisi mengenai stres telah dikemukakan oleh para ahli dengan versinya masing-masing.Walaupun pada dasrnya antara satu definisi dengan definisi lainnya terdapat inti persamaannya.Selye (1982) mendefinisikan stres sebagai Non Spesific Result of Any Demand Upon The Body Be The Mental or Somatic, Lazarus (1976) mendefinisikan stres occurs where there are demands on the person which tax or exceed his adjustive resources, sedangkan Looker, Terry dan Gregson,Olga 2005 mendefinisikan stres sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Dari ketiga definisi diatas tampak bahwa stres lebih dianggap sebagai respon individu terhadap tuntutan yang dihadapinya.Tuntutan-tuntutan tersebut dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan fisiologis dan tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan sosial. Hans Selye juga menambahkan bahwa tidak ada aspek tunggal dari stimulus lingkungan yang dapat mengakibatkan stres, tetapi semua itu tergabung dalam suatu susunan total yang mengancam keseimbangan individu. Hans Selye (1950) mengembangkan konsep yang dikenal dengan Sindrom Adaptasi Umum (General Adaptation Syndrome) yang menjelaskan bila seseorang pertama kali mengalami kondisi yang mengancamnya, maka mekanisme pertahanan diri pada tubuh diaktifkan.Kelenjar-kelenjar tubuh memproduksi sejumlah adrenalin cortison dan hormonhormon lainnya serta mengkoordinasi perubahan-perubahan pada sistem syaraf pusat.Jika tuntutan-tuntutan berlangsung terus, mekenisme pertahanan diri berangsur-angsur akan melemah, sehingga organ tubuh tidak dapat beroperasi secara adekuat.Jika reaksi-reaksi tubuh kurang berfunsi dengan baik, maka hal itu merupakan awal munculnya penyakit gangguan adaptasi.Penyakit-penyakit tersebut muncul dalam bentuk maagh, serangan jantung, tekanan darah tinggi atau keluhan-keluhan psikosomatik lainnya
3

B. PROSES STRES Lazarus dan Launier (1978) mengemukakan tahapan-tahapan proses stres sebagai berikut: 1. Stage Of Alarm Individu mengidentifikasi suatu stimulus yang membahayakan.Hal ini akan meningkatkan kesiapsiagaan dan orientasinyapun terarah pada stimulus tersebut.

2.

Stage Of Appraisals Individu mulai melakukan penilaian terhadap stimulus yang

mengenainya.Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu tersebut.Tahapan penilaian ini dibagi menjadi dua, yaitu: a. Primary Cignitif Appraisal Adalah proses mental yang berfungsi mengevaluasi suatu situasi atau stimulus dari sudut implikasinya terhadap individu, yaitu apakah menguntungkan, merugikan, atau membahayakan individu tersebut. b. Secondary Cognitif Appraisal Adalah evaluasi terhadap individu dan berbagai alternatif cara untuk mengatasi situasi tersebut.Proses ini dipengaruhi oleh pengalaman individu pada situasi serupa, persepsi individu terhadap kemampuan dirinya dan lingkungannya serta berbagai sumberdaya pribadi dan lingkungan.

3.

Stage Of Searching For a Coping Strategy Konsep coping diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengelola tuntutan-tuntutan lingkungan dan tuntutan internal serta mengelola konflik antara berbagai tuntutan tersebut.Tingkat kekacauan yang dibangkitkan ole satu stresor (sumber stres) akan menurun jika individu memiliki antisipasi tentang cara mengelola atau menghadapi stresor tersebut, yaitu dengan menerapkan strategi coping yang tepat.Strategi yang digunakan dipengaruhi oleh pengalaman atau informasi yang dimiliki individu serta konteks situasi dimana stres tersebut berlangsung.

4. Stage Of The Stres Response Pada tahap ini individu mengalami kekacauan emosional yang akut,seperti sedih, cemas, marah dan panik.Mekanisme pertahanan diri yang digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi-fungsi kognisi menjadi kurang terorganisasikan dengan baik, dan pola-pola neuroendokrin sert sistem saraf otonom bekerja terlalu aktif.Reaksi-reaksi seperti ini timbul akibat adanya pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-reaksi untuk menghadapi stres yang berkepanjangan. Dampak dari keadaan ini adalah bahwa individu mengalami disorganisasi dan kelelahan baik mental maupun fisik.

C. KARAKTERISTIK STRESOR DILINGKUNGAN KERJA Lingkunagan kerja, sebagaimana lingkungan-lingkungan lainnya, juga menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya. Dengan demikian, dalam lingkungan kerja ini individu memiliki kemungkinan untuk mengalami suatu keadaan stres. Stres kerja dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang yang dialami didalam suatu organisasi. Stres ini dapat merupakan akibat dari lingkungan fisik, sistem dan teknik dalam organisasi, interaksi sosial interpersonal, isi, atau struktur pekerjaan, tingkah laku individu sebagai anggota dan aspek-aspek organisasi lainnya. Secara umum terdapat tiga buah pendekatan untuk membahasi masalah stres dalam ruang lingkup organisasi. Pendekatan pertama berorientai pada karakteristik obyektif dari berbagai situasi kerja yang dapat menimbulkan stres. Pendekatan kedua mengacu pada karakteristik individu sebagai penyebab utama stres. Dan pendekatan ketiga meninjaunya melalui acuan interaksi antara situasi obyektif dan karakteristik individu.

1. Karakteristik Obyektif Situasi Kerja Pendekatan ini bertolak dari konsep stres sebagai suatu kondisi/situasi yang mampu menimbulkan pergolakan, kekacauan, atau Perubahan yang bersifat reaktif dalam diri individu. Dengan perkataan lain, pendekatan ini mengacu kepada konsep stres sebagai stimulus. Ada atau tidaknya stres dan bobot stres dapat diduga dari karakteristik stimulus yang dihadapi individu. Stimulus yang mampu menimbulkan stres ini biasa disebut stresor.

Secara umum, konsep stres sebgai suatu stimulus digunakan untuk menerangkan situasi-situasi yang memiliki karakteristik baru, intense (kuat), berubah-ubah dengan cepat dan terjadi tanpa diduga sebelumnya. Situasi lain yang dapat menjadi stresor memiliki karakteristik sebagai berikut: a. b. c. d. e. Stimulus Deficit (Kurangnya Stimulus Lingkungan) Absence Of Expected Stimuli (ketidakhadiran stimulus yang diharapkan) Highly Persistent Stimulations (stimulasi monoton) Kelelahan Kejenuhan Dalam lingkungan kerja, konsep stres sebagai suatu stimulus sering digunakan untuk membahas situasi-situasi kerja yang dapat menimbulkan stres pada para pekerja. Situasi-situasi tersebut adalah sebagai berikut: a. Karakteristik Fisik Lingkungan Kerja 1. Situasi kerja yang berpolusi 2. Noise (kebisingan) 3. Terlalu panas atau terlalu dingin 4. Rancangan sistem manusia-mesin yang buruk 5. Situasi kerja yang mengancam keselamatan fisik b. Karakteristik Waktu Kerja 1. Pekerjaan-pekerjaan yang waktunya tidak menentu 2. Terlalu sering lembur 3. Deadlines (batas waktu) 4. Time pressures c. Karakteristik Lingkungan Sosial Dan Organisasi 1. Iklim politis yang kurang sehat 2. Kualitas supervisi yang buruk 3. Relasi atasan-bawahan yang buruk 4. Tugas-tugas monoton 5. Machine pacing (kecepatan mesin) 6. Beban kerja yang berlebihan 7. Tanggung jawab yang terlalu besar
6

8. Kurang penghargaan terhadap hasil kerja Karakteristik Perubahan Dalam Pekerjaan 1. Pemutusan hubungan kerja 2. Pensiun 3. Demosi 4. Adanya perubahan kualitatif dalam jabatan 5. Promosi yang terlalu dini 6. Perubahan pada pola shift 7. Situasi dimana tidak ada perubahan sama sekali Untuk menjelaskan bagaimana karakteristik-karakteristik diatas menimbulkan stres pada pekerja berikut ini dikemukakan ilustrasi.Dengan adanya perkembangan teknologi, proses industri saat ini banyak menggunakan mesin-mesin dengan teknologi yang canggih.Mesin-mesin tersebut memiliki cara kerja yang otomatis dengan kecepatan kerjanya sendiri.Adanya keadaan ini menimbulkan perasaan tidak mengenakkan pada diri pekerja.Pertama, otomatisasi membuat pekerja hanya memiliki perasaan yang relatif kecil dalam proses produksi karena sebagian besar pekerjaan telah diambil alih oleh mesin dan ini membuat pekerja merasa kurang dihargai.Kedua, pekerja harus menyesuaikan diri dengan kecepatan kerja mesin yang sering kali membuatnya harus memusatkan perhatian secara terusmenerus, yang dapat menimbulkan keletihan baik fisik maupun mental kepada pekerja tersebut.Ketiga, keadaan inipun membuat hubungan sosial pekerja dengan pekerja lainnya menjadi berkurang karena pekerja harus memusatkan perhatiannya kepada mesin.Kesemuanya merupakan sumber stres bagi pekerja tersebut. Dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik diatas, Kagan dan Levi (1971) menyatakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan genetis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mempunyai perilaku tertentu untuk mengatasi lingkungannya tersebut.Jika stimulus yang dihadapi individu tidak melebihi batas-batas ambang penyesuainnya maka individu tersebut tidak akan terganggu baik fisik maupun

mentalnya.Keadaan fisik/mental individu terganggu jika stimulus yang dihadapinya menuntut penyesuaian diri yang melebihi batas ambangbya sehingga ia tidak mampu lagi mengatasi lingkungannya.Jika hal ini berlangsung terus-menerus akan muncul simpton-simpton stres seperti gangguan pencernaan, migraine, atau keluhan-keluhan psikosomatik lainnya.
7

2. Karakteristik Pekerja Pendekatan ini bertolak dari pendapat bahwa individu memiliki ambang stres yang berbeda.Dengan demikian, karakteristik individu akan mempengaruhi kadar stres yang dihayatinya.Berdasarkan beberapa penelitian, faktor-faktor dibawah ini dapat mempengaruhi ambang stres seseorang: 1.Usia 2.Jenis kelamin 3.Status pernikahan 4.Kebangsaan dan suku bangsa 5.Taraf hidup 6.Banyaknya perubahan yang dialami semasa hidup 7.Kecenderungan work addict 8.Kecenderungan neurotik dan depresi 9.Fleksibilitas kepribadian 10. Mekanisme pertahanan diri yang digunakan 11.Self esteem 12.Makna pekerjaan bagi individu Menurut Greenberg (2004) semakin tua seseorang maka semakin mudah terserang stres.Hal ini disebabkan beberapa hal:pertama, semakin tua seseorang maka semakin berkurangnya daya tahan tubuh terhadap tekanan dan beban yang diterimanya terutama pada umur 40 tahun keatas, dimana semua organ tubuh terjadi penurunan fungsi.Kedua, pertambahan umur akan munculkan pertambahan tanggungjawab dan harapan-harapan serta tuntutan yang muncul dari orang-orang disekitar agar melakukan beberapa perubahan dalam kehidupan. Penelitian yang dilakukan Mulyono (2000) tentang stres psikososial pada pekerja wanita didapat bahwa penyebab stres yang dialami responden lebih banyak berasal dari luar perusahaan yaitu adanya masalah-masalah keluarga dan masalah pribadi.Didapatkan adanya perbedaan yang bermakna pada terjadinya stres akut dan kronis terhadap wanita yang menikah dan tidak menikah.Dengan gambaran untuk stres akut banyak pada pekerja yang tidak menikah, sedangkan untuk stres kronis berat lebih banyak pada pekerja wanita yang menikah.

Menurut hasil penelitian, konflik peran lebih dirasakan oleh kaum wanita daripada laki-laki.Ada beberapa fenomena sebagai hasil proses sosialisasi yang menyebabkan keadaan tersebut.Pertama, sifat permintaan peran.Moen (1992) mengatakan bahwa sifat permintaan peran kerja dan peran keluarga bagi wanita adalah serentak (semultaneous roles), sedangkan peran yang harus dilakukan lelaki lebih berdifat beerurutan (sequential roles).Peran yang bersifat serentak memerlukan skala prioritas, sedangkan peran yang berurutan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan sendiri.Prioritas peran ini bisa menimbulkan konflik jika tidak sesuai dengan kepentingan sendiri.Prioritas peran ini bisa menimbulkan konflik jika tidak sesuai dengan pelakunya.Kedua, pembagian kerja seksual didalam rumah yang tidak seimbang.Wanita mempunyai tanggungjawab yang lebih tinggi terhadap peran dirumah, baik secara suri rumah (menyapu rumah, menyuci piring, menyuci pakaian dan lain-lain) maupun sebagai ibu dan peran ini tidak berkurang walaupun mereka bekerja (Hochschild, 1989; Suhatmini dan Bambang, 1991;Emmons et al., 1990).Dikatakan oleh Ray dan Miler (1994) bahwa penggunaan waktu antara waktu untuk wanita dan lelaki tidak sama.Pada umunya wanita mengintegrasikan antara kepentingan profesi, individu dan keluarga, sedangkan lelaki secara tradisi menggunakan kepentingan pribadi untuk mendukung kepentingan

profesinya.Ketiga, majikan memisahkan urusan kerja dan rumah artinya amajikan menganggap bahwa persoalan dirumah bukan urusan tempat kerja sehingga kebijakankebijakan yang memperingan wanita dalam mengurus keluarga belum diperhatikan. Keluarga yang merupakan kesatuan inti dalam masyarakat, dapat menjadi sumber stres tersendiri. Meskipun jumlahnya terbatas, setiap anggota keluarga memiliki perilaku, kebutuhan dan kepribadian yang berbeda-beda.Tidak heranlah bahwa karena perilaku yang kurang terkendali dan tidak mengenakkan, keinginan dan cita-cita yang tidak jarang berlawanan, serta watak dan sifat-sifat yang tidak dapat dipadukan, maka terjadi konflik antar anggota keluarga. Disamping hal-hal yang datang dari hubungan antar pribadi dan situasi keluarga yang ada, keluarga dapat menjadi sumber stres karena peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan para anggota keluarga , bertambahnya anggota keluarga, sakitnya salah satu anggota

keluarga, kematian salah satu anggota keluarga dan lainnya.

Salah satu teori yang diajukan oleh Rosenman dan Friedman (1974) yang menggolongkan individu kedalam dua pola prilaku yaitu individu tipe A dan individu tipe B, yang dikaitkan dengan kerentanan individu terhadap penyakit jantung. Individu dengan pola prilaku tipe A lebih mudah terserang penyakit jantung (CHD) terlepas dari faktor-faktor fisik dan jenis pekerjaan mereka.Dua karakteristik utama individu dengan pola perilaku tipe A adalah adanya satu dorongan yang besaruntuk bersaing dan perasaan menetap tentang pentingnya waktu.Individu dengan pola perilaku tipe A yang sangat ambisius dan agresif, selalu bekerja untuk mencapai sesuatu, berlomba dengan waktu, beralih dengan cepat dari suatu pekerjaan kelain pekerjaan, dan terlibat penuh pada tugas-tugas pekerjaannya.Akkibatnya, individu dengan pola perilaku tipe A selalu berada dalam keadaan tegang dan stres.Walaupun pekerjaan relatif bebas dari sumber-sumber stres, mereka membawa stres mereka sendiri dalam bentuk pola perilakunya.Stres selalu timbul pada saat bekerja maupun pada waktu senggang mereka. Individu dengan pola perilaku tipe B mungkin sama ambisiusnya dengan individu tipe A, tetapi mereka lebih santai dan menerima situasi seadanya.Individu tipe Bbekerja dengan nyaman tanpa usaha untuk memerangi situasi yang mereka hadapi secara kompetitif.Dalam menghadapi tekanan waktu, sikap mereka lebih santai sehingga jarang mengalami masalahmasalah yang berhubungan dengan stres dan tegang.Dengan demikian, individu tipe B dapat bekerja sebaik yang dilakukan oleh tipe A tetapi lebih sedikit mengalami akibat-akibat yang menyakitkan dari stres.

3.

Pendekatan Interaksi Teori-teori yang didasari oleh pendekatan ini berpendapat bahwa stres tidak semata-

mata disebabkan oleh situasi lingkungan kerja atau semata-mata oleh karakteristik pekerja yang bersangkutan, melainkan oleh interaksi oleh kedua faktor tersebut.Berdasarkan interaksi ini, Cok dan Mackay (1979) mengatakan bahwa stres merupan hasil penafsiran sesorang mengenai keterlibatannya dalam lingkungannya, baik secara fisik maupun secara psikosossial. Stres atau ketegangan timbul sebagai suatu hasil ketidakseimbangan antara persepsi orang tersebut mengenai yang dihadapinya dan persepsinya mengenai kemampuannya untuk

mengulangi tuntutan tersebut.Ini berarti tidak ada stresor yang berbeda atau bahkan tidak menyebabkan stres sama sekali pada individu yang mempersepsi dirinya mampu menghadapi
10

stres tersebut.Dengan demikian, yang menjadi pokok bahasan adalah persepsi individu terhadap situasi dan partisipasi aktif individu dalam interaksi yang berlangsung.Dengan perkataan lain, cara individu menghadapi stres lebih penting dari pada frekuensi dan kadar stres itu sendiri.

D. GEJALA STRES Tanda-tanda dan gejala stres berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.Namun beberapa gejala bersifat umum.Seperti cepat marah atau suka murung.Pola respon yang umum biasanya tergantung pada masing-masing orang, misalnya respon emosional yang paling umum terhadap kesibukan kantor adalah rasa ingin marah ketika tiba dirumah. Breth (2000) mengemukakan bahwa tanda-tanda lain yang cukup jelas dari stres adalah kebiasaan mengulur-ulur waktu, tidak mampu mengambil keputusan dengan cepat, terutama jika sebelumnya sangat piawai dibidang ini yang terjadi sebenarnya adalah kepercayaan diri yang dipengaruhi oleh stres dan mengambil keputusan yang menyenangkan. Smet B (1994) menambahkan bahwa gejala lainnya adalah takut berpisah dan kehilangan, takut akan kematian, disorientasi, depresi dan agresif. Pada waktu mengalami stres menurut Breth(2000), tindakan dan perilaku mungkin akan berubah drastis, barangkali mulai akan membentuk kebiasaan-kebiasaan yang buruk, seperti minum alkohol dan kopi secara berlebihan, makan berlebihan, sakit kepala, radang kulit, diare, kelelahan, tekanan darah tinggi dan rasa mual adalah gejala umum dari stres. Secara spesifik Breth (2000) membagi gejala stres dalam 5 aspek, antara lain : a. Gejala Fisik Sakit kepala, sakit nyeri lambung, mudah kaget, banyak berkeringat, gangguan pola tidur, lesu, kaku leher dibelakang sampai punggung, dada rasa panas dan nyeri, rasa tersumbat dikerongkongan, nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala kulit (abses), gangguan menstruasi, keputihan, kejaang-kejang, pingsan, serta jantung berdebardebar. b. Gejala Emosional Cepat marah dan murung, cemas dan panik, takut, sering menangis, emosi berlebihan, tertawa gelisah, merasa tak berdaya, selalu mengkritik diri sendiri dan orang lain, depresi serta merasa diabaikan.
11

c. Gejala Perilaku/Tindakan Menurunnya gairah, pemakaian alkohol yang berlebihan, meningkatkan konsumsi rokok atau kopi, keracunan atau tindakan agresif, gangguan pada kebiasaan makan, gangguan tidur, ganguan seksual, kecendrungan menyendiri dan absen dari tempat kerja serta mudah mengalami kecelakaan. d. Gejala Intelektual Pemikiran irasional, kebiasaan menunda pengambilan keputusan, lemahnya daya ingat, ketidakmampuan berorientasi, kehilangan persfektif, berfikir negatif, putus asa/perasaan tidak berdaya, menyalahkan diri sendiri, bingung/pikiran kacau. e. Gejala Interpersonal Kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah menyalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya, suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri serta mendiamkan orang lain.

E. EFEK KERJA MALAM Fish (2000) mengemukakan bahwa efek bekerja pada malam hari pada pekerja antara lain : 1. Efek Fisiologis a. Kualitas tidur: tidur siang tidak seefektif malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menembus kurang tidur selama kerja malam. b. Menurunnya aktivitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah. c. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan. 2. Efek Psikososial Efek ini menimbulkan masalah lebih besar dari efek fisiologis, antara lain adanya gangguan kehidupan keluarga, hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan gangguan aktivitas kelompok dalam masyarakat. Saksono (1991) menambahkan bahwa pekerjaan malam berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan pada siang atau sore hari.Sementara pada saat iti bagi pekerja malam diperlukan untuk istirahat atau tidur, sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, akibatnya tersisih dari lingkungan masyarakat. 3. Efek Kinerja Kinerja menurun akibat kerja malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial.Menurutnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan.
12

4. Efek Terhadap Kesehatan Kerja malam menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini cenderung terjadi pada usia 40-45 tahun.Kerja malam juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes. Menurut penelitian Baker dkk (1987), stres yang dialami oleh seseorang.Akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh.Para peneliti ini juga menyimpulkan bahwa stres akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease cells.Akibatnya orang tersebut cenderumg sering terserang penyakit yang cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak memproduksi sel-sel kekebalan tubuh ataupun sel-sel antibodi banyak yang kalah. Banyak sudah penelitian yang menemukan sebab akibat antara stres dengan penyakit, seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maagh, alergi dan beberapa penyakit lainnya.Oleh karenanya perlu kesadaran penuh oleh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya.

F. IRAMA SIRKADIAN Irama sirkadian adalah pertukaran secara teratur karakteristik mental dan fisik dalam satu hari.Circadian berasal dari bahasa latin yang artinya putaran satu hari.Irama sirkadian diatur oleh suprachiasmatic nucleus atau sering disebut SCN yang berada didalam hipotalamus.Kerja irama sirkadian dipengaruhi oleh cahaya matahari.Karena cahaya mempengaruhi produksi hormon melatonin.Pada tubuh yang normal, jumlah melatonin berkurang setelah hari mulai gelap. Cahaya ditangkap oleh fotoreseptor didalam retina dan membuat sinyal yang dibawa saraf optic ke SCN, dan SCN yang merupakan bagian dari hipotalamus dapat mempengaruhi fungsi pengaturan tidur, temperatur tubuh, sekresi hormon, produksi urin dan tekanan darah. Fungsi fisiologis seperti denyut jantung, oksigen yang dikonsumsi, suhu tubuh, tekanan darah, produksi adrenalin, sekresi urin, kapasitas fisik dan mental secara nyata iramanya berbeda waktu yang sama.Pada umumnya fungsi tubuh meningkat pada pagi hari dan menurun pada malam hari untuk pemulihan dan pembaharuan. Mc.Cormick menyatakan bahwa irama sirkadian setiap individu berbeda dalam penyesuaian kerja malam.Pola aktifitas tubuh akan terganggu bila kerja malam dan maksimum terjadi selama shift malam.

13

BAB III KERANGKA KONSEP & HIPOTESA PENELITIAN

A. KERANGKA KONSEP Waktu kerja 1. Siang 16.00) 2. Malam 02.00)

(11.00(16.00-

STRES
Variabel terikat

Variabel bebas

   

Usia Jenis kelamin Lingkungan Pekerjaan

Variabel Confounding

B. HIPOTESA PENELITIAN Hipotesa dalam penelitian ini yaitu: Ha : Terdapat hubungan antara waktu kerja dengan terjadinya stres pada pekerja warungwarung kopi disekitat kota Lubuk Pakam.

14

BAB IV METODELOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik, dengan disain cross sectional.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Lokasi penelitian ini adalah diwarung-warung kopi disekitar kota Lubuk Pakam dan waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2010.

C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 1. POPULASI Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja warung-warung kopi.Pekerja melakukan pekerjaan pada siang hari (11.00-16.00) dan malam hari (16.00-02.00) dengan orang yang beda.Jumlah yang bekerja pada malam hari berjumlah 35 orang, sedangkan yang bekerja pada siang hari hanya 11 orang. 2. SAMPEL Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan total populasi (total sampling).Dengan total 46 orang.

D. METODE PENGUMPULAN DATA Data yang dikumpulkan diperoleh dengan cara data primer yang diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner yang diberikan kepada yang berisi tentang penilaian stres berdasarkan gejala-gejala stres.

E. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL Pedoman awal untuk mengumpulkan informasi sesuai dengan fokus penelitian, digunakan definisi operasional yang dikembangkan dalam uraian dibawah ini : 1. Pekerja adalah orang-orang yang bekerja diwarung-warung kopi disekitar kota Lubuk Pakam. 2. Waktu kerja adalah jadwal kerja responden dengan waktu kerja siang yaitu dari pukul 11.00-16.00 WIB sore harinya, dan waktu kerja malam yaitu dari 16.0002.00 dini harinya.Waktu kerja merupakan variabel nominal.

15

3. Stres adalah respon akibat bekerja, dilihat dari hasil penilaian stres terhadap aspek fisik dan emosional pekerja.Stres merupakan variabel ordinal.

F. ASPEK PENGUKURAN Data primer yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan yaitu dengan Uji Stres Mental dan Uji Stres Fisik (Lewis 2001) untuk memberikan gambaran sejauh mana tingkat stres yang dialami pekerja.Pada kuesioner ini responden diminta untuk memberikan jawaban YA (bobot 1) atau TIDAK (bobot 0) atas sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan gejala stres yang dialami pekerja. Dari hasil pembobotan, dilakukan distribusi skoring dengan kriteria sebagai berikut : y Skor e 14 : Tidak stres y Skor > 14 : Stres

G. TEKNIK ANALISA DATA Pengolahan data dilakukan dengan cara : 1. Editing Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan data yang telah diperoleh untuk dilakukan pembetulan data yang keliru dan melengkapi data yang kurang. 2. Coding Pada tahap ini dilakukan pemberian kode pada setiap jawaban kuesioner yang telah diisi. 3. Tabulating Memindahkan data dari daftar pertanyaan kedalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan. 4. Analisa Data Analisa statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriftif analitik, yaitu analisa deskriptif dengan memberikan gambaran tentang keadaan variabel bebas dan analisa analitik menggunakan uji tabel silang (crosstab test).

16

DAFTAR PUSTAKA

Yosep iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama. Fish, D. 2002. The Impact Of Shift Work. Australia http://www.healthservice.or.id De Leersnyder, H. 2006. Sleep http://www.cidpusa.org/circadian.htm. Mei 2006 and Circadian Rhythms.,

Rini, Jacinta F. 2002. Stres Kerja. Jakarta: http://www.e-psikologi.com

17

You might also like