You are on page 1of 13

Faktor Fisika Kimia Perairan Berpengaruh Terhadap Fitoplankton

a. Salinitas

Yang

Salinitas atau kadar garam atau kegaraman ialah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan (gram/liter). Perairan estuari atau daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang komplek, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji, 1993). Salinitas tertinggi biasanya ditemukan di sekitar mulut estuari, semakin ke hulu sungai salinitas akan semakin menurun (Nybakken, 1993). Odum (1993) menyebutkan bahwa kehidupan berbagai jenis fitoplankton tergantung pada salinitas perairan. Salinitas yang berbeda menyebabkan perbedaan jenis fitoplankton.
b. Suhu

Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian karena dapat dimanfaatkan untuk mengkaji gejala-gejala fisika dalam laut dan juga dalam kaitannya dalam kehidupan hewan, bahkan juga untuk kajian meteorology. Suhu air di permukaan laut di Indonesia umumnya berkisar 23 - 31 C. Suhu air di pantai biasanya sedikit lebih tinggi dibandingkan suhu di lepas pantai. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 1993). Walaupun variasi suhu di dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme aquatik sering kali mempunyai kisaran toleransi suhu yang sempit (stenotermal) yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan organisme aquatik (Odum, 1993).
c. Oksigen

Pemasukan air tawar dan air laut yang teratur ke badan estuari dan ditambah lagi dengan kedangkalan, turbulensi dan percampuran oleh angin, biasanya suplai oksigen cukup banyak dalam kolom air. Kelarutan oksigen dalam air menurun jika suhu dan salinitas meningkat. Jumlah oksigen dalam air akan bervariasi jika parameter suhu dan salinitas bervariasi (Green, 1968).
d. Kecerahan

Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air karena sifat air di estuari mengandung sejumlah besar partikel dalam suspensi yang sering di sebut dengan kekeruhan. Perairan estuari yang kekeruhannya tinggi, produktivitasnya akan rendah. Hal ini mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis karena penetrasi cahaya matahari terhalang oleh partikel-partikel yang disebabkan oleh kekeruhan tersebut. Terganggunya proses fotosintesis menyebabkan fungsi utama fitoplankton sebagai produsen primer, pangkal rantai makanan dan fundamen yang mendukung kehidupan seluruh biota di estuari menjadi terganggu, sehingga kehidupan seluruh biota juga akan terancam (Nontji, 1993).

e. Kecepatan Arus

Walaupun tidak nyata, kecepatan aliran bertambah dari hulu ke hilir. Hal ini disebabkan karena jumlah air bertambah melalui aliran air anak-anak sungai dan hambatan berkurang karena sungai lebih dalam. Terdapat beberapa variasi kecepatan arus sungai sepanjang bagian-bagian sungai dimana bagian yang dangkal arusnya lebih cepat dibandingkan bagian yang lebih dalam dan umum keadaan ini berselangseling. Arus sangat penting sebagai faktor pembatas terutama pada aliran air. Di samping itu juga arus di dalam aliran air dapat menentukan distribusi gas vital, garam dan organisme plankton (Anwar, 1984). f. Nutrien Dalam pertumbuhannya fitoplankton membutuhkan banyak unsur nutrien. Menurut Michael (1985), fosfat dan nitrogen merupakan unsur hara makro yang dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai nutrien sehingga dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan. Nitrat dapat digunakan untuk menentukan kesuburan perairan. Perairan oligotropik memiliki kandungan nitrat 0 - 0,1 mg/liter, perairan mesotropik sebesar 0,1 - 0,5 mg/liter dan perairan eutropik 0,5 - 5 mg/liter (Wetzel, 1982). Goldman et.al., (1983) menambahkan bahwa fosfor yang digunakan secara efektif untuk pertumbuhan fiitoplankton hanyalah dalam bentuk ortofosfat terlarut. g. Air laut adalah air dari laut atau samudera. Air laut memiliki kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1 liter (1000 mL) air laut terdapat 35 gram garam (terutama, namun tidak seluruhnya, garam dapur/NaCl). h. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi. i. Air laut memiliki kadar garam karena bumi dipenuhi dengan garam mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan tanah. Contohnya natrium, kalium, kalsium, dll. Apabila air sungai mengalir ke lautan, air tersebut membawa garam. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan garam yang terdapat pada batu-batuan. Lama-kelamaan air laut menjdai asin karena banyak mengandung garam. j. Air asin lebih sering berarti air dari laut dan samudra. Air ini juga disebut air laut. Air asin ialah lawan air tawar. k. Air asin mengandung garam. Kita tidak bisa meminum air asin karena garam dalam air membuat kita dehidrasi - badan kita akan kehilangan lebih banyak air yang diminum, dan nanti bisa sakit. Namun, banyak jenis ikan, hewan, dan tanaman yang berbeda tinggal di air asin. Air laut dibuat dengan mengeringkan air asin. l. Air asin digunakan untuk membuat atau mengawetkan makanan. m. Saat mengukur garam dalam iar, para ilmuwan bisa mengatakan bahwa mereka menguji salinitasnya.

Salinitas

Salinitas air permukaan laut rata-rata tahunan dari samudra di dunia. Data diambil dari World Ocean Atlas 2001.

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah.

Definisi
Salinitas air berdasarkan garam terlarut Air tawar < 0,05 % Air payau 0,053 % persentase Brine >5 %

Air saline 35 %

Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine. Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%.[1] Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa halida-halida terutama kloridaadalah anion yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam bagian perseribu (parts per thousand , ppt) atau permil (), kira-kira sama dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan. Sebelum tahun 1978, salinitas atau halinitas dinyatakan sebagai dengan didasarkan pada rasio konduktivitas elektrik sampel terhadap "Copenhagen water", air laut buatan yang digunakan sebagai standar air laut dunia.[2] Pada 1978, oseanografer meredifinisikan salinitas dalam Practical Salinity Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL standar.[3][4] Rasio tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35 gram garam per liter larutan.[5]

Desalinasi
Desalination atau desalinization adalah proses yang menghilangkan kadar garam berlebih dalam air untuk mendapatkan air yang dapat dikonsumsi binatang, tanaman dan manusia. Seringkali proses ini juga menghasilkan garam dapur sebagai hasil sampingan. Dua metode yang paling banyak digunakan adalah Reverse Osmosis (47,2%) dan Multi Stage Flash (36,5%).

Pada kehidupan modern seperti saat ini, proses desalinasi difokuskan pada pengembangan cara yang efektif untuk menyediakan air bersih untuk digunakan di wilayah yang memiliki keterbatasan air. Desalinasi pada skala besar biasanya menggunakan sejumlah besar energi dan infrastruktur spesialis, sehingga sangat mahal dibandingkan dengan penggunaan air tawar dari sungai atau air tanah.

Plan of a typical reverse osmosis desalination plant

Schematics of a reverse osmosis system (desalination) using a pressure exchanger. 1:Sea water inflow, 2: Fresh water flow (40%), 3:Concentrate Flow (60%), 4:Sea water flow (60%), 5: Concentrate (drain), A: High pressure pump flow (40%), B: Circulation pump, C:Osmosis unit with membrane, D: Pressure exchanger

Daftar isi
1 Album 2 Lihat pula 3 Referensi 3.1 Catatan 3.2 Bacaan 3.3 Aritikel

4 Pranala luar

Album
Desalinasi

Plan of a typical reverse osmosis desalination plant

A semipermeable membrane coil used in desalinization.

Typical RO/DI unit used for an aquarium

The layers of a membrane.

A custom-made 1000 liter commercial Reverse Osmosis Plant fitted with UV treatment system.

Oseanografi
Untuk jurnal ilmiah, lihat Oceanography (jurnal).

Oseanografi (gabungan kata Yunani yang berarti "samudra" dan yang berarti "menulis"), juga disebut oseanologi atau ilmu kelautan, adalah cabang ilmu Bumi yang mempelajari samudra atau lautan. Ilmu ini mencakup berbagai topik seperti organisme laut dan dinamika ekosistem; arus samudra, gelombang, dan dinamika cairan geofisika; tektonik lempeng dan geologi dasar laut, dan arus berbagai zat kimia dan fisika di dalam lautan dan perbatasannya. Topik-topik yang beragam ini menggambarkan berbagai macam disiplin ilmu yang digabungkan para oseanograf untuk mempelajari lautan dunia dan memahami proses di dalamnya, yaitu biologi, kimia, meteorologi, fisika, dan geografi.

Daftar isi
1 Sejarah 2 Hubungan atmosfer dengan

3 Cabang 4 Disiplin ilmu terkait 5 Lihat pula 6 Catatan kaki 7 Bacaan lanjutan 8 Pranala luar

Sejarah

Peta Arus Teluk oleh Benjamin Franklin, 1769-1770. Sumber: NOAA Photo Library.

Manusia pertama kali memperoleh ilmu mengenai gelombang dan arus laut dan samudra pada zaman prasejarah. Pengamatan terhadap pasang laut dicatat oleh Aristoteles dan Strabo. Penjelajahan samudra modern awal dilakukan untuk kartografi dan hanya terbatas hingga permukaannya saja dan makhluk-makhluk yang terjaring oleh nelayan, meski pada masa itu pengukuran kedalaman laut menggunakan timah sudah dilakukan. Meski Juan Ponce de Len pada tahun 1513 merupakan orang yang pertama kali mengidentifikasi keberadaan Arus Teluk yang dikenal baik oleh para pelaut, justru Benjamin Franklin yang melakukan studi ilmiah pertama mengenai arus ini dan memberi nama "Arus Teluk". Franklin mengukur suhu air pada beberapa pelayarannya melintasi Atlantik dan secara tepat menjelaskan sebab Arus Teluk. Franklin dan Timothy Folger menerbitkan peta Arus Teluk pertama pada tahun 1769-1770.[1][2] Ketika Louis Antoine de Bougainville (berlayar antara 1766 dan 1769) dan James Cook (berlayar sejak 1768 sampai 1779) melakukan penjelajahan mereka di Pasifik Selatan, informasi mengenai samudra itu sendiri membentuk bagian dari laporan-laporan mereka. James Rennell menulis buku tes ilmiah pertama mengenai arus di samudra Atlantik dan Hindia pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Sir James Clark Ross melakukan penggaungan modern pertama di laut dalam pada tahun 1840, dan Charles Darwin menerbitkan karya ilmiah mengenai terumbu dan pembentukan atol sebagai hasil dari pelayaran kedua HMS Beagle pada tahun 1831-6. Robert FitzRoy menerbitkan empat volume laporan mengenai tiga pelayaran Beagle. Tahun 18411842, Edward Forbes melakukan pengerukan di Laut Aegean yang menghasilkan penemuan ekologi laut. Sebagai pengawas pertama United States Naval Observatory (18421861), Matthew Fontaine Maury menghabiskan waktunya untuk mempelajari meteorologi laut, navigasi, dan

memetakan angin dan arus kuat. Karyanya tahun 1855, Physical Geography of the Sea, adalah buku teks oseanografi pertama. Banyak negara yang mengirimkan hasil penelitian oseanografi ke Maury di Naval Observatory, tempat ia dan teman-temannya menilai informasi tersebut dan memberikan hasilnya ke seluruh dunia.[3] Lembah curam di balik landas kontinen ditemukan tahun 1849. Peletakan kabel telegraf transatlantik pertama berhasil dilakukan pada Agustus 1858 yang membenarkan keberadaan pegunungan tengah samudra atau "plato telegraf" bawah laut. Setelah pertengahan abad ke19, para ilmuwan mulai memproses berbagai informasi baru mengenai botani dan zoologi darat. Tahun 1871, dengan rekomendasi dari Royal Society di London, pemerintah Britania Raya mendanai sebuah ekspedisi untuk menjelajahi samudra dunia dan melakukan penyelidikan ilmiah. Dengan bantuan tersebut, Charles Wyville Thompson dan Sir John Murray dari Skotlandia meluncurkan penjelajahan Challenger (18721876). Hasilnya diteritkan dalam 50 volume yang mencakup aspek biologi, fisika dan geologi. 4.417 spesies baru ditemukan. Bangsa-bangsa Eropa dan Amerika yang lain juga mengirim ekspedisi ilmiah, termasuk oleh para individu dan institusi swasta. Kapal khusus oseanografi pertama, "Albatros", dibangun tahun 1882. Ekspedisi Atlantik Utara tahun 1910 selama empat bulan yang dipimpin Sir John Murray dan Johan Hjort merupakan proyek penelitian oseanografi dan zoologi laut paling ambisius pada masa itu, dan mendorong terbitnya buku klasik The Depths of the Ocean pada tahun 1912. Berbagai institusi oseanografi yang berkecimpung dalam ilmu oseanografi didirikan. Di Amerika Serikat, ada Scripps Institution of Oceanography pada tahun 1892, Woods Hole Oceanographic Institution tahun 1930, Virginia Institute of Marine Science tahun 1938, Lamont-Doherty Earth Observatory di Columbia University, dan School of Oceanography di University of Washington. Di Britania Raya, ada sebuah institusi peneilitian besar bernama National Oceanography Centre, Southampton yang merupakan penerus bagi Institute of Oceanography. Di Australia, CSIRO Marine and Atmospheric Research, disebut CMAR, adalah pusat oseanografi terdepan di negara ini. Pada tahun 1921, Biro Hidrografi Internasional (IHB) didirikan di Monako.

Arus samudra (1911)

Tahun 1893, Fridtjof Nansen membiarkan kapalnya "Fram" membeku di lautan es Arktik. Hasilnya, ia mampu memperoleh data oseanografi serta meteorologi dan astronomi. Organisasi oseanografi internasional pertama dibentuk tahun 1902 dengan nama Dewan Penjelajahan Laut Internasional. Pengukuran kedalaman laut akustik pertama dilakukan tahun 1914. Antara 1925 dan 1927, ekspedisi "Meteor" menghasilkan 70.000 pengukuran kedalaman lautan menggunakan pemancar gaung ketika menyelidiki Pegunungan Atlantik Tengah. Pegunungan Global Raya yang membentang sepanjang Pegunungan Atlantik Tengah ditemukan oleh Maurice Ewing dan Bruce Heezen tahun 1953, semenara untaian pegunungan di bawah Arktik ditemukan tahun 1954 oleh Arctic Institute of the USSR. Teori penyebaran dasar laut muncul pada tahun 1960 dan dicetuskan oleh Harry Hammond Hess. Proyek Pengeboran Samudra dimulai tahun 1966. Ventilasi laut dalam ditemukan tahun 1977 oleh John Corlis dan Robert Ballard menggunakan kapal selam "Alvin". Pada 1950-an, Auguste Piccard menemukan batiskap dan menggunakan "Trieste" untuk menyelidiki kedalaman lautan. Kapal selam nuklir Nautilus melakukan perjalanan pertamanya di bawah es menuju Kutub Utara pada 1958. Pada 1962, FLIP (Floating Instrument Platform), sebuah pelampung spar setinggi 355 kaki diapungkan untuk pertama kalinya. Kemudian, pada 1966, Kongres AS membentuk National Council for Marine Resources and Engineering Development. NOAA ditugaskan menjelajahi dan mempelajari segala aspek oseanografi di Amerika Serikat. Kongres juga membentuk National Science Foundation untuk menghadiahkan dana Sea Grant College kepada para peneliti multi-disiplin dalam bidang oseanografi.[4][5] Sejak 1970-an, telah muncul berbagai tekanan penerapan komputer berskala besar terhadap oseanografi agar prediksi numerik kondisi lautan dapat dilakukan dan menjadi bagian dari prediksi perubahan lingkungan secara keseluruhan. Sebuah jaringan pelampung oseanografi diapungkan di Pasifik untuk memudahkan peramalan peristiwa-peristiwa akibat El Nio. Pada 1990, World Ocean Circulation Experiment (WOCE) dilaksanakan yang berlangsung hingga 2002. Data pemetaan dasar laut Geosat mulai tersedia pada tahun 1995. Tahun 1942, Sverdrup dan Fleming menerbitkan "The Ocean" yang menjadi karya ilmiah terkenal. "The Sea" (tiga volume yang membahas oseanografi gisik, air laut dan geologi) disunting oleh M. N. Hill dan diterbitkan tahun 1962, sementara "Encyclopedia of Oceanography" karya Rhodes Gairbridge diterbitkan tahun 1966.

Hubungan dengan atmosfer


Ilmu yang mempelajari lautan terhubung dengan pemahaman terhadap perubahan iklim global, potensi pemanasan global dan masalah biosfer terkait. Atmosfer dan lautan terhubung karena adanya penguapan dan curah hujan serta fluks termal (dan insolasi matahari). Tekanan angin adalah penggerak utama arus samudra, sementara samudra adalah penyerap karbon dioksida di atmosfer. Our planet is invested with two great oceans; one visible, the other invisible; one underfoot, the other overhead; one entirely envelopes it, the other covers about two thirds of its surface.
Matthew F. Maury, The Physical Geography of the Seas and Its Meteorology (1855)

Cabang

Sistem frontal oseanografi belahan Bumi selatan

Ilmu oseanografi dibagi menjadi beberapa cabang:


Oseanografi biologi, atau biologi laut, adalah ilmu yang mempelajari tumbuhan, hewan dan mikroba lautan dan interaksi ekologisnya dengan samudra; Oseanografi kimia, atau kimia laut, adalah ilmu yang mempelajari kimia lautan dan interaksi kimiawinya dengan atmosfer; Oseanografi geologi, atau geologi laut, adalah ilmu yang mempelajari geologi dasar samudra, termasuk tektonik lempeng dan paleoseanografi; Oseanografi fisik, atau fisika laut, mempelajari atribut fisik lautan yang meliputi struktur suhu-salinitas, pencampuran, gelombang, gelombang internal, pasang laut permukaan, pasang laut internal, dan arus.

Cabang-cabang ini menggambarkan fakta bahwa banyak oseanograf yang pertama kali dilatih ilmu pasti atau matematika, kemudian fokus kepada penerapan ilmu dan kemampuan interdisipliner oseanografi mereka.[6] Data yang diperoleh dari kerja keras pada oseanograf digunakan dalam teknik kelautan, dalam desain dan pembangunan pengeboran minyak lepas pantai, kapal, pelabuhan, dan struktur lain yang memungkinkan manusia memanfaatkan lautan dengan aman.[7] Pengelolaan data oseanografi adalah disiplin ilmu yang menjamin bahwa data oseanografi masa lalu dan sekarang tersedia bagi para peneliti.

Samudra
Untuk kegunaan lain dari Samudra, lihat Samudra (disambiguasi).

5 samudra: Pasifik, Atlantik, Hindia, Arktik, dan Antartika Berkas:Mappemonde oceanique Serret.gif the World Ocean mappemonde ocanique Serret Lima samudra dunia
l

Samudra Antarktika Samudra Arktik Samudra Atlantik Samudra Hindia Samudra Pasifik
s

Samudra (juga dieja samudera) atau lautan (dari bahasa Sanskerta) adalah laut yang luas dan merupakan massa air asin yang sambung-menyambung meliputi permukaan bumi yang dibatasi oleh benua ataupun kepulauan yang besar.

Ada lima samudra di bumi yaitu:


Samudra Antarktika / Lautan Selatan Samudra Arktik Samudra Atlantik Samudra Hindia Samudra Pasifik / Lautan Teduh

Samudra meliputi 71% permukaan bumi, dengan area sekitar 361 juta kilometer persegi, isi samudra sekitar 1.370 juta km, dengan kedalaman rata-rata 3.790 meter. (Perhitungan tersebut tidak termasuk laut yang tak berhubungan dengan samudra, seperti Laut Kaspia). Bagian yang lebih kecil dari samudra adalah laut, selat, teluk.

Pembagian batas samudra


Samudra Selatan

Pada beberapa negara dan kebudayaan di dunia Samudra Selatan tidak di kenal sebagai suatu samudra tersendiri, melainkan terbagi atas Samudra Atlantik, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik dengan batas selatannya pantai benua Antartika. Sementara pembagian batas samudra oleh Organisasi Hidrografik Internasional, Samudra Selatan adalah mulai dari pantai benua Antartika sampai batas 60 derajat Lintang Selatan.

You might also like