You are on page 1of 49

1

A. JUDUL PENGARUH SENAM OTAK (BRAIN GYM) TERHADAP KUALITAS KOMUNIKASI, INTERAKSI SOSIAL DAN PEMFOKUSAN PEMAHAMAN PADA ANAK AUTIS DI YOGYAKARTA STUDI QUASI EKSPERIMEN PADA SISWA AUTIS SLB BINA ANGGITA DAN DIAN AMANAH B. LATAR BELAKANG MASALAH Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80-an, bayi-bayi yang lahir di California, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian ini dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan. Seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan Pervasive Developemental Disorders (PDD) pada tahun 2000 mendekati 50 100 per 10.000 kelahiran (Phillips, 2000). Schechter dan Grether (1995-2007) menganalisis data kasus-kasus autis anak pada California Departement od Developmental Service. Untuk setiap tahun yang berumur 3-12 tahun, estimasi prevalensi autis anak meningkat selama periode studi. Untuk anak lahir sebelum 1993, prevalensi autis pada umur 3 tahun adalah 0,3 / 1.000 anak. Tahun 2003, prevalensi autis anak umur 3 tahun adalah 1,3 per 1.000 anak. Estimasi prevalensi tertinggi terjadi tahun 2006, yaitu 4,5 dari 1.000 anak lahir tahun 2.000 diperkirakan menderita autis. Walaupun terlalu dini untuk menghitung prevalensi untuk umur 6 tahun atau lebih anak-anak yang dilahirkan setelah tahun 2.000, prevalensi pada umur 3-5 tahun telah meningkat setiap tahun sejak tahun 1.999. Berdasarkan gambaran kuartal, angka kasus autis pada umur 3-5 tahun

meningkat setiap kuartal dari Januari 1995 (0,6 per 1.000 kelahiran hidup) sampai dengan maret 2007 (4,1 per 1.000 kelahiran hidup) (Schecter, 2008). Jumlah SLB yang ada di Yogyakarta yaitu 61 SLB baik negeri maupun swasta yang tersebar di 5 kabupaten (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, 2007), maka dapat diperkirakan jumlah anak autis di Yogyakarta yaitu kurang lebih 357 anak, dari hasil observasi di 7 SLB khusus autis di Yogyakarta didapatkan jumlah anak autis sebanyak 87 anak, sedangkan SLB lainnya kurang lebih 5 anak. Biaya terapi yang harus dikeluarkan para orang tua autis di Indonesia memang terbilang sangat mahal. Apalagi terapi tersebut memakan waktu yang sangat lama dan tidak bisa dipastikan akhirnya. Sehingga keberadaan anakanak istimewa itu membuat mereka harus habis-habisan dalam hal keuangan. Banyak orang tua yang patah arang karena biaya terapi bagi anaknya melebihi anggaran hidup yang pokok bagi seluruh anggota keluarganya. Tidak sedikit pula yang mengalami depresi sehingga menambah masalah baru seperti ketidakharmonisan dalam keluarga yang berujung pada perceraian. Bisa dibayangkan, betapa pedihnya jika keadaan itu harus dialami pula oleh keluarga yang kurang mampu. Salah satu sebab utama mahalnya biaya terapi bagi anak-anak penderita autisme adalah karena tingginya juga bayaran untuk profesi di dunia autis, baik terapis, dokter, psikiater, maupun profesi terkait lainnya. Padahal masa depan anak-anak autis tergantung dari terapi yang optimal (Portal Infaq, 2007). Menurut pemerhati autis, biaya terapi anak penyandang autis rata-rata mulai Rp 750 ribu per bulan hingga Rp 3 juta per bulan. Tergantung kebijakan penyelenggara terapi (Kaltim Post, 1 Maret 2009). Autisme merupakan gangguan neurobiologis yang menetap. Gejalanya tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Walaupun gangguan neurobiologis tidak bisa diobati, tapi gejala-gejalanya bisa dihilangkan atau dikurangi. Karena masih dapat diusahakan agar sel-sel otak

yang yang masih baik dapat mengambil alih dan berfungsi menggantikan sel yang rusak asal dilakukan dengan cepat dan tepat dan dimulai sejak gejalanya masih ringan. Hal terpenting yang mempengaruhi kemajuan anak autisme adalah deteksi dini yang diikuti oleh penanganan yang tepat dan benar, serta intensitas terapi yang dijalani oleh anak autisme. Jika keduanya dilakukan, anak dengan autisme masih mempunyai harapan untuk lebih baik untuk dapat hidup mandiri dan bersosialisasi dengan masyarakat yang normal. Semakin cerdas anak, semakin cepat kemajuannya (Hadiyanto, 2003). Hal yang paling ditakuti jika anak tidak diterapi adalah ketidak mampuan anak melakukan segala sesuatunya sendiri dengan kata lain anak tidak akan bisa mandiri seperti makan, minum, toileting, gosok gigi, dan kegiatan-kegiatan lain (Handoyo, 2003). Literatur menyatakan, 75 persen anak autisme yang tidak tertangani, akhirnya menjadi tunagrahita. Saat ini jumlah penyandang autisme terus meningkat. Diperkirakan, jumlah penyandang autisme 15-20 per 10.000 kelahiran, jadi dari kelahiran 4,6 juta bayi tiap tahun di Indonesia, 9.200 dari mereka mungkin menyandang autisme (Wresti, 2004). Gerakan senam otak sangat sederhana, karena tidak seperti senam badan yang menekankan pada otot dan kebugaran. Senam otak lebih menitikberatkan pada gerakan yang dapat merangsang dan memadukan semua bagian otak, baik otak kiri maupun otak kanan (dimensi lateralisasi), otak tengah (limbik), otak depan (dimensi pemfokusan) maupun otak besar (dimensi pemusatan). (Merangsang Otak Anak Dengan Brain Gym, 2007) Senam otak merupakan sejumlah gerakan sederhana yang dapat menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak. Diharapkan melalui rangkaian gerakan tubuh, dapat menarik keluar tingkat konsentrasi anak. Senam otak juga dikenal sebagai jalan keluar bagi bagian-bagian otak yang terhambat agar dapat berfungsi maksimal. Selain itu senam otak juga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan daya ingat. Orang menjadi lebih bersemangat, lebih

konsentrasi, lebih kreatif dan efisien. Siapapun akan merasa lebih sehat karena stres berkurang (Tammasse, 2009). Senam otak dapat mengaktifkan otak pada tiga dimensi, yakni lateralitas-komunikasi, pemfokusan-pemahaman dan pemusatan-pengaturan. Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, masalah dan kreativitas), menyelaraskan kemampuan beraktifitas dan berpikir pada saat yang bersamaan, meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh (Tammasse, 2009). Senam otak bisa dilakukan dalam waktu singkat (kurang dari lima menit), tidak memerlukan bahan atau tempat khusus, memungkinkan belajar tanpa stress, meningkatkan kepercayaan diri, memandirikan seseorang dalam hal belajar, mengaktifkan potensi dan ketrampilan, menyenangkan dan menyehatkan, serta hasilnya bisa segera dirasakan (Demuth, 2008) Anak yang diberikan terapi tidak mempunyai target waktu yang ditentukan, karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai waktu yang pasti dan terapi yang diberikan tergantung pada banyak hal seperti usia anak pada saat pertama kali diterapi dan kemampuan terapis untuk memberikan terapi. Anak penyandang autisme harus dilatih agar dapat hidup dan berkembang layaknya anak normal, tetapi sejauh mana pemberian terapi dapat berpengaruh terhadap kemajuan anak tersebut, belum pernah dilaporkan. Hal inilah yang sangat menarik untuk dilakukan penelitian pengaruh terapi senam otak terhadap kemajuan anak autisme khususnya di sekolah autis di Yogyakarta.

C. PERUMUSAN MASALAH Apakah senam otak dapat memberi pengaruh terhadap kualitas komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan pemahaman pada anak autis? D. TUJUAN Dari permasalahan-permasalahan di atas, maka tujuan program ini adalah: 1. Tujuan Umum Diketahuinya perbedaan kualitas komunikasi, interaksi sosial dan

pemfokusan pemahaman pada anak autis sebelum dan sesudah dilakukan terapi senam otak dan dibandingkan dengan anak autis yang tidak mendapatkan terapi senam otak. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya kualitas komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan pemahaman anak autis sebelum dan sesudah melakukan senam otak pada kelompok eksperimen. b. Diketahuinya kualitas komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan pemahaman anak autis awal dan akhir penelitian pada kelompok kontrol tanpa perlakuan. c. Diketahuinya perbedaan kualitas komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan pemahaman anak autis awal dan akhir penelitian pada kelompok kontrol dan kelompok sampel.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN Terbentuknya artikel ilmiah yang akan dipublikasikan di jurnal nasional atau internasional, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai rujukan untuk

penatalaksanaan autis. F. KEGUNAAN Hasil penelitian digunakan untuk: 1. Peniliti, dapat pengembangan ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan autis. 2. Sekolah, dapat memasukkan terapi senam otak sebagai salah satu terapi pada anak autis. 3. Murid, meningkatkan Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial dan Pemfokusan Pemahaman. 4. Pemerintah, sebagai bahan rujukan untuk membantu mengatasi anak autis sehingga menuju anak Indonesia yang sehat. G. TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Otak Pengertian Otak Otak atau encephalon, adalah sentral supervisori dari sistem syaraf. Walaupun otak kadang disebut sebagai pusat supervisori dari sistem syaraf sentral vertebrata, istilah yang sama juga dapat digunakan untuk sistem syaraf sentral pada invertebrata. Pada kebanyakan hewan, otak terletak pada kepala (Beatty, 2001) Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar, gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya (Beatty, 2001).

Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai dapat mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak mempengaruhi perkembangan psikologi kognitif (Beatty, 2001). b. Bagian-bagian Otak Manusia (Johnson, 2005): 1) Otak Depan Bagian yang paling menonjol dari otak depan adalah otak besar (serebrum). Otak besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri dan kanan. Setiap belahan mengatur dan melayani tubuh yang berlawanan, yaitu belahan kiri mengatur dan melayani tubuh bagain kanan, begitu juga sebaliknya. Jika otak belahan kiri mengalami gangguan maka tubuh bagian kananakan mengalami gangguan, bahkan kelumpuhan. Tiap-tiap belahan otak besar yang disebutkan di atas dibagi menjadi empat lobus yaitu frontal, pariental, okspital dan temporal.

2)

Otak Tengah Otak tengah (diensefalon) manusia cukup kecil dan tidak

menyolok, terletak di depan otak kecil dan jembatan Varol (plus Varolii). Bagian terbesar dari otak tengah pada sebagian besar Vertebrata adalah lobus optikus yang ukurannya berbeda-beda. Pada mamalia (termasuk manusia) terdapat korpora kuadrigemina (sebgai lokus optikus pada Vertebrata tingkatan rendah) yang berfungsi membantu koordinasi gerak mata, ukuran pupil mata (melebar/menyempit), dan refleks pendengaran tertentu. Selain itu,

otak

tengah

mengandung

pusat-pusat

yang

mengendalikan

keseimbangan dan serabut saraf yang menghubungkan bagian otak belakang dengan bagian otak depan, juga antara otak depan dan mata. Otak tengah merupakan baguan atas batang otak. Semua berkas serabut saraf yang membawa informasi sensori sebelum memasuki talamus akan melewati otak tengah. 3) Otak belakang otak belakang meliputi jembatan Varol (pons Varoli), sumsum lanjutan (medula oblongata), dan otak kecil (serebelum). Ketiga bagian ini membentuk batang otak. a) Jembatan varol (pons Varoli) Jembatan Varol berisi serabut saraf yang menghubungkan lobus kiri dan kanan otak kecil, serta menghubungkan otak kecil dengan korteks otak besar. b) Sum-sum lanjutan (medula oblongata) Sumsum lanjutan atau medula oblongata membentuk bagian bawah batang otak serta menghubungkan pons Varoli dengan sumsum tulang belakang (medula spinalis). Sumsum lanjutan berperan sebagai pusat pengatur pernapasan dengan cara meneruskan implus saraf yang merangsang otot antara tulang rusuk dan diafragma. Selain itu juga berperan sebagai pusat pengatur refleks fisiologi, seperti detak jantung, tekanan udara, suhu tubuh, pelebaran atau penyempitan pembuluh darah, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Fungsi lainnya ialah mengatur gerak refleks, seperti batuk, bersin, dan berkedip.

4)

Otak Kecil

Otak kecil (serebelum) merupakan bagian terbesar otak belakang. Otak kecil ini terletak di bawa lobus oksipital serebrum. Otak kecil terdiri atas dua belahan dan permukaanya berlekuk-lekuk. Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur sikap atau posisi tubuh, keseimbangan, dan koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya. 2. a. Autis Definisi Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di alamnya sendiri (Dali, 1982). Kata autism sendiri berasal dari kata autosyang dalam bahasa Yunani berarti diri, yang mana dalam arti kata seorang anak dengan gangguan spektrum autism sering diibaratkan sebagai seorang anak yang hidup dalam dunianya sendiri. Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya) (The London School of Public Relation of Jakarta). b. Gejala-gejala autisme (Suri Viana, 2005)

10

Gejala- gejala pada autisme mencakup ganggguan pada: 1) Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal, terlambat bicara atau tidak dapat berbicara. a) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain. b) Tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. c) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi. d) Menirukan kata-kata yang tanpa mengerti artinya. e) Kadang bicara monoton seperti robot. f) Mimik muka datar. g) Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat. 2) Gangguan pada bidang interaksi sosial a) Menolak atau menghindar untuk bertatap muka. b) Anak mengalami ketulian. c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk. d) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang. e) Bila menginginkan sesuatu dia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. f) Bila didekati untuk bermain justru menjauh. g) Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain.

11

h) Kadang mendekati orang lain untuk makan atau duduk dipangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun. i) Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan terhadap orang tuanya. 3) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain a) Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulang-ulang sampai berjam-jam. b) Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain. c) Keterpakuan pada roda atau sesuatu yang berputar . d) Terdapat kelekatan dengan benda-benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana-mana. e) Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak. f) Perilaku ritualistik sering terjadi. g) Anak dapat terlihat hiperaktif sekali. h) Dapat juga anak terlalu diam. 4) Gangguan pada bidang perasaan dan emosi a) Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan didatangi dan dipukulnya. b) Tertawa-tawa sendiri , menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata c) Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif. 5) Gangguan dalam persepsi sensoris

12

a) Mencium-cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja. b) Bila mendengar suara keras langsung menutup mata. c) Tidak menyukai rabaan dan pelukan, bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan. d) Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu.

c. Penyebab autis 1) Kelainan pada lobus parietalis Menurut penelitian sebanyak 43 % penyandang autis mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan pada otak kecil, terutama lobus VI dan VII menyebabkan turunnya daya ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi. Kurangnya jumlah sel purkinye di otak kecil menyebabkan terjadinya gangguan serotonin dan dopamin. Akibatnya terjadi kekacauan penghantaran impuls di otak (Handojo, 2004). 2) Kelainan pada sistem limbic Sistem limbic merupakan pusat emosi yang terletak dibagian dalam otak. Dari penelitian Bauman dan Kemper, ditemukan ada kelainan yang khas di daerah sistem limbic yang disebut hipocampus dan amygdala. Pada kedua organ tersebut, sel-sel tersebut berkembang dengan sangat padat dan kecil-kecil, sehingga fungsinya menjadi kurang baik. Kelainan itu diperkirakan terjadi pada masa janin. 3) Kelainan pada cerebellum (otak kecil) Kelainan pada cerebellum ini terutama tarjadi pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya

13

ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, akibatnya terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan lalu-lalang impuls di otak (Fitrisca, 2008). Selain itu ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab autisme: 1) Teori herediter (genetik) Dalam Universitas sebuah Toronto, penelitian Kanada, Steven Scherer, peneliti di melakukan penelitian dengan

mengumpulkan gen dari 1.168 keluarga. Tiap-tiap keluarga itu memiliki minimal dua anak autis. Scherer memeriksa kromosom X yang berjumlah 23. Ternyata, pada masing-masing kromosom ada beberapa gen yang abnormal. Dari situlah disimpulkan bahwa autisme bersifat genetik. Dan pada kromosom nomor 11 itulah yang paling menonjol kelainannya. Fakta ini menunjukkan bahwa 90% penyebab autisme adalah gen. (Kelana & Diah, 2007) 2) Teori kelebihan Opioid dan hubungan gluten dan protein kasein Teori ini mengatakan bahwa pencernaan anak autis terhadap gluten dan kasein tidak sempurna. Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak anak. (Intan Diana, 2008). Hasil metabolisme gluten adalah protein gliadin. Gliadin akan berikatan dengan reseptor opioid C dan D. Reseptor tersebut berhubungan dengan mood dan tingkah laku. Diet bebas gluten dan kasein dapat menurunkan kadar peptida opioid serta dapat mempengaruhi gejala autis pada beberapa anak. Dari penelitian Whiteley, Rodger, Savery dan Shattock (1999), 22 anak autis mendapat diet bebas gluten selama 5 bulan dibandingkan anak autis yang tetap diberi diet mengandung gluten dan 6 pasien digunakan sebagai kelompok kontrol. Setelah 3 bulan, pada diet bebas gluten

14

terjadi perbaikan komunikasi verbal dan non verbal, pendekatan efektif, motorik dan kemampuan anak untuk perhatian serta tidur jadi lebih baik. Sedangkan pada kelompok anak yang diberi makanan mengandung gluten justru semuanya memburuk (Intan Diana, 2009) 3) Teori vaksinasi virus a) Vaksin hepatitis B dan HiB Autis dapat disebabkan oleh vaksin Hepatitis B dan HiB karena kedua vaksin tersebut mengandung zat pengawet thimerosal yang terdiri dari etil merkuri yang menjadi penyebab utama sindrom autisme spektrum disorder yang meledak sejak awal tahun 1990an dan telah di larang di Amerika sejak tahun 2001 (McCandless, 2009). Dalam journal toxilohical sciences melaporkan konsentrasi thimerosal yang dapat menimbulkan efek toksik adalah antara 405 g/l - 101 mg/l atau setara dengan kadar merkuri 201 g/l - 50 mg/l. Sedang bila dihitung rata-rata, bayi berumur 6 bulan mendapat akumulasi paparan merkuri maksimal dari vaksinasi sebesar 32 - 52 gg/kg berat badan. Pada perhitungan lebih rinci, angka ini hampir 4 kali lipat lebih rendah dari batas minimal tersebut. Jadi kemungkinan vaksin Hepatitis B dan HiB menyebabkan autis sangat kecil (Edi Patmini, 2008). b) Vaksin MMR Dari hasil penelitian Dr Vijendra Singh. Singh menemukan bahwa sampai 80% (dari 400 kasus dan kontrol) anak-anak autistik memiliki otoantibodi terhadap myelin basic protein (MBP) yaitu jaket yang menyelimuti serabut syaraf, sehingga serabut syaraf bersangkutan tidak lagi berfungsi karena tidak dapat menghantarkan sinyal. Dan, semakin banyak jumlah antibodi terhadap virus campak, semakin banyak pula anti-MBP, sehingga semakin luaslah kerusakan di otak. Antibodi tersebut

15

jarang ditemukan pada anak normal/kontrol (0-5%). Singh menyimpulkan bahwa autisme disebabkan oleh respons otoimun spesifik terhadap MBP yang menyebabkan kerusakan myelin pada otak yang sedang berkembang. Akhirnya, dengan adanya kerusakan 'perkabelan' otak maka terjadilah autism (Rudi Sutadi, 2002). 4) Teori kelainan anatomi otak Kelainan anatomis otak khususnya di lobus parietalis, serebelum serta pada sistem limbiknya. Sekitar 43 % penyandang autisme mempunyai kelainan di lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak tampak acuh terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (serebelum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Jumlah sel Purkinye di otak kecil juga didapatkan sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin, menyebabkan gangguan atau kekacauan lalulintas impuls di otak. Ditemukan pula kelainan khas didaerah sistem limbik yang disebut hipokampus dan amigdala. Akibatnya terjadi gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, sering terlalu agresif atau sangat pasif. Amigdala juga bertanggung jawab terhadap berbagai rangsang sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, rasa dan rasa takut. Hipokampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadi kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hipokampus (Intan Diana, 2009). 5) Teori kekurangan vitamin Kekurangan vitamin D diduga meningkatkan resiko autis, teori ini di kemukakan John Cannell, ahli penyakit Autistik dari Amerika.

16

Dalam studi penelitian hewan, terungkap fakta bahwa kekurangan vitamin D pada hewan juga dapat membuat otak hewan kekurangan protein dan menyebabkan gejala abnormal pada hewan seperti autis pada manusia. Sedangkan anak yang kekurangan vitamin D dan memiliki gejala autis, dapat berkurang dengan pemberian vitamin D dosis tinggi dan terapi secara teratur (Nurlis & Mutia, 2009). 6) Gangguan selama kehamilan dan kesulitan waktu persalinan Gangguan kehamilan persalinan sangat umum terjadi dari ibu penyandang autisme. Faktor resiko berikut diduga berhubungan dengan autisme adalah: ibu dengan umur 35 tahun keatas pada waktu melahirkan anak, minum obat-obatan selama kehamilan, mekonium (masuknya kotoran bayi pada ketuban), terjadi perdarahan pada waktu kandungan ibu berumur antara ataupun delapan bulan dan adanya rhesus yang tidak sesuai antara golongan darah ibu dan anak (Cohen & Bolton, 1994). 7) keracunan Timbal Tingginya angka timbal yang ditemukan dalam beberapa anak autisme disebabkan karena kadar timbal yang tinggi dalam darah (Widodo Judarwanto, 2005).

d.

Terapi pada autisme

National institute of child health and human development merekomendasikan metode terapi untuk anak autis antara lain (Autismspeak, 2009): 1) Applied Behavior Analysis (ABA) ABA adalah ilmu yang menggunakan prosedur perubahan perilaku, untuk membantu individu membangun kemampuan dengan ukuran nilai-nilai yang ada dimasyarakat. Terapi meliputi semua

17

aspek kehidupan yang dibutuhkan anak selama 40 jam per minggunya selama minimal 2 tahun (Davidson & Neale, 1993).

2) Floortime Metode ini di kembangkan oleh seorang psikiatri anak bernama Stanley Greenspan, floortime adalah sebuah metode terapi dan sebuah filosopi untuk berinteraksi dengan anak autis. Metode ini menjelaskan bahwa anak autis dapat meningkatkan dan membangun interaksi dengan orang lain. Hasil akhir dari metode floortime adalah merubah perkembangan anak autis melalui enam dasar perkembangan milestone yang harus dikuasai oleh anak autis untuk pertumbuhan emosi dan intelektual.

3) Gluten Free, Casein Free Diet (GFCF) Mengurangi gluten (senyawa protein yang dapat ditemukan pada gerst, gandum) dan casein (senyawa protein yang dapat ditemukan pada produk susu) dalam diet anak autis, dapat mengurangi beberapa gejala dari anak autis. Hal ini berdasarkan pada hipotesis yang menyebutkan bahwa protein ini diserap dengan cara yang berbeda pada anak autis. 4) Occupational Therapy Melalui metode Occupational Therapy, seseorang dengan autis dapat dibantu baik dirumah maupun disekolah dengan cara aktivitas mengajar termasuk berpakaian, memberi makan, penggunaan kamar kecil, keterampilan sosial, motorik halus dan keterampilan visual yang membantu saat menulis, menggunakan gunting, koordinasi motorik kasar untuk menolong individu mengendarai motor atau berjalan dengan baik, dan keterampilan persepsi visual dibutuhkan untuk membaca dan menulis.

18

5) PECS PECS adalah tipe dari augmentasi dan tehnik komunikasi alternatif dimana individu dengan kemampuan belajar vebal sedikit atau tidak memiliki untuk berkomunikasi menggunakan kartu gambar. Anak-anak menggunakan gambar ini untuk menyuarakan sebuah keinginan, pandangan, atau perasaan. 6) Relationship Development Intervention (RDI) Program RDI adalah sebuah keluarga berbasis terapi yang mana terfokus pada masalah inti dari memperoleh persahabatan, perasaan empati, ungkapan cinta dan dapat berbagi pengalaman dengan yang lain. Program Gutsein ini berdasarkan pada penelitian yang luas dalam perkembangan yang khas dan penelitian terjemahan menemukan sampai pendekatan klinis sistemik. Penelitiannya menemukan bahwa individu pada autis tampak kekurangan beberapa kemampuan yang dibutuhkan untuk sukses dalam mengatur lingkungan kehidupan nyata yang dinamis dan perubahan. 7) The SCERTS Model (Prizant et al, 2006) The SCERTS Model adalah komprehensif, berdasarkan tim, multidisiplin model untuk mempertinggi kemampuan dalam Social Communication and Emotional Regulation, and implementing Transactional Supports (komunikasi social dan pengaturan emosi, dan penerapan menanggapi dukungan) untuk anak dan orang tua dengan autis serta keluarganya. 8) Sensory Integration Therapy (SIT) Adalah proses melalui pengaturan otak dan rangsangan luar seperti gerak, sentuhan, bau, dan suara. Hasil akhir yang ingin dicapai dengan terapi ini adalah untuk memfasilitasi perkembangan dari kemampuan sistem saraf untuk memproses sensory input dalam

19

banyak hal. Melalui integrasi pulsasi otak bersama sonsor pesan dan berbentuk informasi yang logis. SIT menggunakan latihan neurosensori dan neuromotor untuk meningkatkan kemampuan otak sehingga dapat memperbaikinya sendiri. Ketika berhasil, ini akan meningkatkan perhatian, konsentrasi, kemampuan mendengarkan, komprehensif, seimbang, koordinasi pada beberapa anak. 9) Speech Therapy Masalah komunikasi dari anak autis bervariasi untuk beberapa derajat dan mungkin tergantung pada intelektual dan perkembangan social dari individu. 10) TEACCH TEACCH (Training and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children) adalah program pembelajaran khusus yang menyesuaikan pada kebutuhan individu anak autis berdasarkan pada petunjuk umum. Pendekatan TEACCH berfokus kepada bentuk fisik, dan lingkungan komunikasi.

e.

Gambaran otak pada anak autis Pada tahun 1950 Margareth Bauman (Departement of

Neurology,

Harvard

Medicene

Scholl)

dan

Erik

Courchense

(Departement of Neurosains, University of California, San Diego) menemukan kelainan Sususnan Saraf Pusat (SSP) pada beberapa tempat dari anak autiseme yaitu (Christina, 2009): 1) Pengecilan Cerebellum (otak kecil) terutama Lobus VI VII. Lobus VI VII berisi sel sel Purkinje, yang memproduksi Neurotransmiter Cerotonin. Pada anak autiseme, jumlah sel Purkinje sangat kurang, akibatnya produksi Cerotonin berkurang sehingga penyaluran rangsang / informasi antar sel otak kacau.

20

2) Kelainan struktur pada pusat emosi dalam otak (Sistem Limbik), yang bisa menerangkan kenapa emosi anak autis sering terganggu. kerusakan yang khas di dalam sistem limbik (pusat emosi) yaitu bagian otak yang disebut hipokarnpus dan amigdala. Karin Nelson, ahli neurologi amerika mengadakan penyelidikan terhadap protein otak dari contoh darah bayi yng baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil, tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi autisme dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autisme terjadi sebelum kelahiran bayi (Prasetyono, 2008). 3. Senam Otak Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana menyenagkan digunakan untuk memadukan semua bagian otak yang berfungsi meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri dan rasa kebersamaan ( Dennison, 2006). Berdasarkan Brain Gym Journal (2007), prestasi belajar dari 246 siswa dengan Brain Gym pada tahun 2003-2004 (rata-rata nilainya 8,1) di bandingkan dengan siswa pada sekolah yang sama tahun 2002-2003 tanpa intervensi Brain Gym (rata-rata nila 7,7) (Demuth, 2007). Selain itu dalam Brain Gym Journal (2005) juga disebutkan bahwa hasil tes pada anak yang mendapatkan senam otak yang dilatih oleh senior menunjukkan penurunan yang signifikan dalam semua problem lingkungan, termasuk gejala penurunan perhatian dan hiperaktivitas (Peterson, 2005). Menurut Liz Jones Twomey (2002) dalam penelitiannya pada salah satu sekolah di Kanada, menunjukkan bahwa dari tahun 1997-2000, skor menulis meningkat dari 31% sampai 82% setelah dilakukan senam otak.

21

Otak manusia seperti hologram, terdiri dari tiga dimensi dengan bagian-bagian yang saling berhubungan sebagai satu kesatuan, akan tetapi memiliki tugas yang spesifik Sehingga dalam aplikasi gerakan senam otak dibagi menjadi (Dennison, Dennison, 2005): a. Dimensi Lateralitas (otak kiri dan kanan)

Lateralitas tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan sisi kanan. Sifat ini memungkinkan dominasi salah satu sisi, misalnya menulis dengan tangan kanan atau kiri, dan juga untuk integrasi kedua sisi tubuh (bilateral integration), yaitu untuk menyebrangi garis tengah tubuh untuk bekerja di bidang tengah. Garis tengah vertikal tubuh adalah acuan penting yang diperlukan untuk semua kemampuan dua sisi tubuh. Ketidakmampuan untuk menyebrangi garis tengah ini mengakibatkan ketidakmampuan belajar (Learning disabled) atau disleksia. Macam-macam gerakan yang dapat dilakukan untuk menyebrangi garis tengah menurut Dennison antara lain: 1) Gerakan Silang Dalam latihan silang ini, pelajar menggerakkan secara bergantian pasangan kaki dan tangan yang berlawanan, seperti pada gerak jalan di tempat. Gerakan silang mengaktifkan hubungan kedua sisi otak dan merupakan gerakan pemanasan untuk semua keterampilan yang memerlukan penyebrangan garis tengah bagian lateral. 2) Delapan Tidur Menggambar memungkinkan menyebrangi garis 8 tidur atau simbol tak terhingga pembaca tengah

22

visual tanpa berhenti, dengan demikian mengaktifkan mata kanan dan kiri serta mengintegrasikan bidang penglihatan kanan dan kiri. Angka 8 digambar dalam posisis tidur dengan titik tengah yang jelas, yang memisahkan wilayah lingkaran kiri dan kanan dan dihubungkan dengan garis yang tersambung. 3) Coretan Ganda Coretan adalah Ganda kegiatan

rnenggarnbar di kedua sisi tubuh yang dilakukan pada bidang tengah untuk menunjang kemampuan

agar mudah mengetahui arah dan orientasi yang berhubungan dengan tubuh. Ketika murid telah merasakan perbedaan antara kiri dan kanan, maka saat menggambar dan menulis dia menenmpatkan dirinya dipusat, sehingga gerakan ke luar atau ke dalam, ke atas atau kebawah, selalu di hubungkan dengan pusat tersebut. 4) Abjad 8 Abjad 8 mengadaptasi bentuk 8 tidur sebagai tempat meletakkan Aktivitas mengintegrasikan yang menyangkut garis tengah visual tanpa huruf kecil. ini gerakan mengalami

kebingungan. Setiap huruf secara jelas ditempatkan pada salah satu sisi, kiri atau kanan dari garis tengah. Bagi kebanyakan murid, ketika penulisan huruf kecil membaik maka tulisan tanganpun

23

umumnya 5) Putaran Leher

juga

lebih

baik.

Leher relaksnya disebabkan

menunjang tengkuk dan oleh

melepaskan ketegangan yang ketidakmampuan menyebrangi garis tengan visual atau untuk bekerja dalam bidang tengah. Bila gerakan ini dilakukan sebelum membaca dan menulis akan memacu kemampuan penglihatan dengan kedua mata (binokular) dan pendengaran kedua telinga (binaural) secara bersamaan. Kepala diputar di posisi depan saja, setengah lingkaran dan kiri ke kanan dan sebaliknya. Tidak disarankan mernutar kepala hingga ke belakang. 6) Pernafasan Perut Pernafasan mengingatkan tetap bernafas murid (dan perut untuk tidak

menahan nafas) selama suatu kegiatan mental atau fisik yang berat. Bernafas harus memperlebar dada dan depan ke belakang, kiri ke kanan dan atas ke bawah, termasuk rongga perut. Ketika bernafas pendek, dada terangkat sedikit saja, aliran oksigen ke otak terbatas, sedangkan bernafas dengan benar mengalirkan banyak oksigen sehingga meningkatkan fungsi otak secara khusus.

24

7) Membayangkan Huruf X X merupakan pola organisasi lateral. otak otak untuk bagian melalui menyeberangi garis tengah Seluruh belajar

gerakan untuk bekerjasama, membuat kedua sisi dapat memproses penerimaan dan pengekspresian. X juga mengaktifkan bagian otak kiri dan kanan untuk menggerakkan dan menenangkan tubuh dan mengaktifkan kedua mata untuk penglihatan binokular.

b.

Dimensi pemfokusan

Pemfokusan adalah kemampuan menyebrangi garis tengah partisipasi yang memisahkan otak bagian belakang dan depan tubuh, dan juga bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe). Garis tengah partisipasi adalah garis bayangan vertikal ditengah tubuh (dilihat dari samping). Seseorang yang mengalami fokus kurang (underfocused) disebut kurang perhatian, kurang pengertian, terlabat bicara atau hiperaktif. Adapun gerakan yang termasuk dalam dimensi fokus (Dennison, 1994&Elsabeth Demuth, 2005): 1) Mengaktifkan Tangan Mengaktifkan tangan

dapat melepaskakan ketegangan di otot pundak dan dada bagian

25

atas dan juga memanjangkannya. Kontrol otot gerakan motorik kasar dan halus berasal dan bagian tubuh ini dan sangat berpengaruh bagi keterampilan menulis dan menggunakan alat kerja lainnya. Luruskan satu tangan ke atas di samping kuping. Tangan kedua melewati bagian belakang kepala dan diletakkan di bawah siku tangan pertama. Tangan yang lurus digerakkan ke arah luar, ke dalam, ke belakang dan ke muka sambil tangan kedua menahannya dengan tekanan halus. Hembuskan napas saat otot tegang atau diaktifkan. 2) Burung Hantu (Owl) Gerakkan ini menggerakkan kepala dan mata secara

bersamaan dan mempunyai jangkauan penglihatan yang luas karena dapat memutar kepalanya 180. Latihan ini untuk meghilangkan kekakuan otot tengkuk dan leher, bila banyak membaca dan belajar. Burung hantu dimaksudkan untuk menunjang penglihatan, pendengaran dan putaran kepala. 3) Mengaktifkan Tangan Mengaktifkan tangan dapat melepaskakan ketegangan di otot pundak dan dada bagian atas dan juga memanjangkannya. Kontrol otot gerakan motorik kasar dan halus berasal dan bagian tubuh ini dan sangat berpengaruh bagi keterampilan menulis dan menggunakan alat kerja lainnya. 4) Lambaian Kaki Lambaian kaki adalah suatu gerakan yang berpengaruh pada panjangnya tendon di bagian betis kaki. Tendon ini akan memeendek diri bila seorang akan menghadapi suatu bahaya atau stres. Reaksi ini berasal dari otak agar orang menanik diri atau menahan diri. Cara: Duduk berpangku kaki, kedua tangan memegang ujung tendon bagian atas dan bawah betis (di bawah lutut dan di atas tumit).

26

Panjangkan otot atau carilah titik-titik tegang sambil melambaikan kaki. Hembuskan nafas pada saat kaki bergerak ke atas atau betis terasa tegang dan nyeri. Latihan ini dilakukan pada kedua kaki. 5) Pompa Betis (Calf pump) Pompa betis dapat merubah gerakan agar panjangnya tendon di kaki dan betis sesuai ukuran alamiah. Pada saat seseorang menghadapi bahaya dan merasa takut, urat ini spontan menjadi kencang dan pendek untuk persiapan lari. Refleks takut ini dapat dikendorkan dengan menarik tumit ke lantai, agar urat betis di panjangkan lagi sehingga otot kembali dalam keadaan normal. Cara: Berdiri dengan menyandarkan kedua tangan di dinding, tiang, pohon atau kursi agar tidak terjatuh. Rentangkan satu kaki kebelakang dengan tumit terangkat dan satu kaki dengan lutut di bengkokkan ke depan, kemudian hembuskan nafas.

6) Luncuran Gravitasi

Gerakan gravitasi aktivitas ulang alamiah

luncuran merupakan pembelajaran-

gerakan dan

untuk keadaan

mengembalikan

hamstrings,

pinggul dan sekitarnva (pelviss). Gerakan ini menggunakan keseimbangan dan gravitasi untuk melepaskan ketegangan pinggul dan pelvis, agar murid dapat menemukan sikap tubuh duduk dan berdiri yang nyaman.

27

7) Pasang kuda-kuda

Gerakan pasang kuda-kuda adalah kegiatan gerakan yang meregangkan otot yang membuat relaks kelompok otot ileopsoas. Otot ini menegang karena duduk terlalu lama atau stres di daerah pelvis; yang membatasi gerakan dan kelenturan. Ketegangan ini pada pinggul menimbulkan kekakuan sacrum, memperpendek napas dan mengganggu gerakan tulang kepala. Kelompok otot ileopsoas merupakan salah satu bagian terpenting tubuh karena berfungsi menstabilkan dan merupakan kelompok otot dasar bagi tubuh; kelenturannya penting bagi keseimbangan, koordinasi seluruh tubuh dan fokus tubuh.

c.

Dimensi pemusatan Pemusatan adalah kemampuan untuk menyebrangi garis pisah

antara bagian atas dan bawah tubuh dan mengaitkan fungsi dari bagian atas dan bawah otak. Ketidak mampuan untuk mempertahankan pemusatan ditandai oleh ketahutan yang tidak beralasan, cenderung bereaksi berjuang atau melarikan diri atau ketidakmampuan untuk merasakan atau menyatakan emosi. Gerakan yang dapat dilakukan untuk menyebrangi garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh, antara lain (Denison &Denison, 2003). 1) Air (Water) Air merupakan pembawa energi yang sangat baik. Dua per

28

tiga tubuh manusia (70%) terdiri dari air. Semua aksi listrik dan kimia dari otak dan sistem pusat saraf tergantung pada aliran arus listrik antara otak dan organ sensorik, yang dimudahkan oleh air. 2) Sakelar Otak Sakelar otak (jaringan

lunak di bawah tulang clavicula di kin dan kanan sternum) dipijat dengan satu tangan, sementara tangan yang lain memegang pusar. Sakelar otak merupakan titik akhir meridian ginjal dan berada dekat pembuluh darah besar, sehingga apabila diaktifkan akan melancarkan pengaliran darah yang kaya zat asam ke otak. Hal itu penting karena agar otak dapat bekerja dengan baik maka diperlukan seperlima bagian dan seluruh zat asam yang di butuhkan oleh tubuh (Elisabeth, 2005). 3) Tombol Bumi Tombol bumi adalah titik akupuntur (di Meridian Sentral) yang berhubungan langsung dengan kegiatan otak. Ujung jari satu tangan menyentuh bawah bibir, ujung jari lainnya 15 cm di bawah pusar. Merasakan hubungan antara tubuh atas dan bawah memungkinkan murid mengkoordinasikannya untuk meningkatkan stabilitas. 4) Tombol Imbang Tombol imbang dengan segera menyeimbangkan ketiga dimensi: kiri-kanan, depan-belakang dan atas-bawah.

29

Mengembalikan keseimbangan ke bagian belakang otak (occiput) dan daerah telinga tubuh bagian secara dalam membantu memulihkan dibiarkan keseimbangan keseluruhan. Murid

menyentuh tombol imbang yang terdapat di belakang telinga, pada sebuah lekukan di barts rambut antara tengkorak dan tengkuk (4-5 cm ke kiri dan ke kanan dari garis tengah tulang belakang dan persis di belakang daerah mastoid). 5) Tombol Angkasa Tombol angkasa adalah titik akupuntur (di meridian governur) yang berhubungan langsung dengan otak, tulang belakang dan pusat sistem saraf. Ujung jari satu tangan menyentuh atas bibir, jari lainnya di garis belakang pada tulang ekor. Dengan mengaktifkan tombol ini dimungkinkan untuk relaks. 6) Menguap Berenergi Menguap merupakan refleks penapasan alami yang meningkatkan peredaran merangsang udara ke otak dan tubuh. seluruh

Sebaiknya kita menutup mata waktu menguap, tapi jangan menahannya karena bisa menimbulkan ketegangan rahang. Menguap baik dalam brain gym, menguap sambil menyentuh tempat-tempat yang tegang di rahang menolong menyeimbangkan tulang tengkorak dan menghilangkan ketegangan di kepala dan rahang. 7) Pasang Telinga

30

Kegiatan ini menolong murid memusatkan perhatian terhadap pendengarannya serta menghilangkan ketegangan pada tulang-tulang kepala. Dengan ibu jari telunjuk, pijat secara lembut daun telinga sambil menariknya ke luar, mulai dan ujung atas, menurun sampai sepanjang lengkungan dan berakhir di cuping. 8) Kait Relaks Kait menghubungkan relaks lingkungan

elektris di tubuh, dalam kaitannya denga pemusatan perhatian dan kekacauan energi. Pikiran dan tubuli relaks, bila energi mengalir lagi dengan baik di daerah yang semula mengalami ketegangan. Posisi tangan dan kaki dalam bentuk 8 sesuai dengan aliran energi di tubuh. Ujung-ujung jari tangan saling menyentuh untuk menyeimbangkan dan menghubungkan dua belahan otak. 9) Titik Positif Sentuhan pada dahi menolong menghilangkan kekuatiran. ketegangan atau ketakutan. sehingga pikiran menjadi tenang. Murid secara perlahan menyentuh titik di atas kedua mata dengan ujung jari tiap tangan. Empat gerakan yang dilakuan untuk persiapan belajar meliputi minum air, pijat sakelar otak, gerakan silang dan kait relaks. Gerakan ini dikenal dengan PACE (Positif, Aktif, Clear, Energetis) yang merupakan gerakan awal bagi para pemula.

4. Penelitian Senam Otak dan Autis

31

Dari penelitian yang telah dilakukan Charla Hannaford pada tahun 1990, yang meneliti 19 anak berkebutuhan khusus dengan umur 10-11 tahun, dilakukan Brain Gym selama 10 bulan di kelas. Charla Hannaford menilai peningkatan dalam membaca dengan menggunakan Brigance Inventory of basic Skill. Dari hasil penelitian, skor nilai rata-rata sebelum Brain Gym adalah 1, 95, sedangkan skor nilai rata-rata setalah 10 bulan melakukan Brain Gym adalah 3,53 (Hannaford, 2005). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Jennifer Dustow (2007) di Hawaii pada 9 anak yang telah di diagnosa ASDs yang berusia 3 hingga 5 tahun selama 6 minggu. Hasilnya menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan dalam tingkah laku dan konsentrasi pada hari di mana anak-anak melakukan gerakan senam otak. Percobaan ini dirancang untuk menilai apakah melakukan gerakan senam otak yang menyeberangi garis tengah membantu mengurangi prilaku autis, seperti menangis, berteriak, kelakuan agresif, menarik perhatian pada waktu yang tidak tepat, kurangnya pemfokusan. Semua anak diberikan gerakan senam otak yang menyebrangi garis tengah selama 5 menit dalam waktu yang sama di pagi hari selama 6 minggu. Hasilnya 77% mengalami penurunan prilaku autis, seperti tampak pada grafik berikut (Dustow, 2007):

Dustow, J., 2007. Bilateral exercises to decrease off-task behaviors in special-needs preschoolers. The Brain Gym Journal, Vol XXI (1), p4.

32

Pelaksanaan senam otak di Indonesia digunakan pada bayi, lansia, anak-anak dalam masa pertumbuhan. Dewasa ini belum ditemukan uji coba dan penelitian pengaruh senam otak dengan evaluasi nilai kualitas komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan pehaman.

5.

Kerangka Konsep

Subye k

Faktor eksternal yang mempengaruhi nilai autisme: 1. Konsumsi Gluten dan Kasein 2. Program pendidikan sekolah autis 3. Kekurangan vitamin

Tes ATEC (Pre test)

33

Kualitas komunikasi, Interaksi sosial dan Pemfokusan pemahaman

Melakukan Senam Otak

Tidak Melakukan Senam Otak

Dimensi Pemfokusan, Dimensi Pemusatan,

Membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat

Optimalisasi kerja otak tercapai

Peningkatan skor Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial dan Pemfokusan Pemahaman

Tes ATEC (Post test)

Perbedaan Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial, Pemfokusan Pemahaman

34

6. Hipotesis Senam otak dapat mempengaruhi kualitas komunikasi, pemfokusan pemahaman dan interaksi sosial pada anak autis di Yogyakarta. H. METODE PELAKSANAAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen, pre-tes dan posttes grup kontrol. Akan dipilih salah satu sekolah autis dengan jumlah murid cukup yang mewakili sampel penelitian dan satu sekolah untuk kontrol. 2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di SLB Bina Anggita Banguntapan Bantul Yogyakarta sebagai sampel dan SLB Dian Amanah Sleman Yogyakarta sebagai kontrol. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan. 3. Variabel dan Definisi Operasional

a. Variabel dalam penelitian 1) Variabel Independen (variabel bebas) adalah variabel yang

mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu senam otak yang dilakukan. 2) Variabel dependen (variabel tergantung) adalah variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kualitas komunikasi, interaksi sosial dan pemfokusan pemahaman. 3) Variabel pengganggu dalam penelitian ini yaitu stress,

aktivitas fisik, program terapi lain yang sedang dilakukan oleh pihak sekolah, intake makanan/nutrisi, lingkungan rumah dan keluarga.

35

Variabel pengganggu akan dikendalikan semaksimal mungkin, misalnya: konsumsi gluten dan kasein, keseragaman guru dalam pelaksanaan senam otak dan kesamaan program sekolah antara kelompok sampel dan kelompok kontrol. Variabel ini akan didata dalam kartu pantauan dan akan digunakan pertimbangan dalam rekruitmen sampel. b. Definisi Operasional 1) Subyek yang yang mengikuti senam otak adalah anak autis

yang bersedia mengikuti kegiatan senam otak secara rutin kurang lebih selama 25 menit, 2-5 kali setiap minggu selama 16-25, 26-35 dan 36 kali. 2) Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial dan Pemfokusan Pemahaman akan diukur dengan menggunakan form ATEC. Tes ini dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan senam otak. Masingmasing item pertanyaan di nilai dari skala 0-2 dan 0-3. Tingkat Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial dan Pemfokusan Pemahaman pada penelitian ini ditentukan dengan menjumlah skor masingmasing item pertanyaan dan dibuat prosentase terhadap skor maksimal. Jika nilainya lebih dari 80%, maka dianggap normal; sedangkan nilai 60 80 % dinggap autisme ringan, nilai 40 60 % dianggap autisme sedang, dan nilai kurang dari 40 % dianggap autisme berat. Skala data variabel ini adalah skala ordinal. 4. Populasi dan Sampel

a. Populasi Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu (Sastroasmoro dan Ismail, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa autis di Bina Anggita dan Dian Amanah.

36

b. Sampel Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling, jadi semua siswa Bina Anggita dan Dian Amanah digunakan sebagai sampel. Satu kelompok untuk eksperimen dan kelompok lain sebagai kontrol. Alasan menggunakan kedua sekolah ini adalah karena memiliki jumlah siswa autis yang banyak dan memiliki standar belajar yang hampir sama. Sampel dalam penelitian ini adalah anak autis yang bersedia untuk mengikuti penelitian ini dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria Inklusi : a) Umur 4 - 17 tahun b) c) Mengikuti kegiatan belajar di sekolah Bersedia menjadi responden ( diwakili orangtua)

Kriteria eksklusi : Tidak bisa atau menolak melakukan senam otak.

5. Instrumen Penelitian a. Alat senam, terdiri dari: musik, kartu senam, air putih, alat tulis. b. Kuisioner ATEC 6. Teknik Pengumpulan Data Tahap penelitian dirancang utuk pengumpulan data adalah sebagai berikut: a. Perijinan. b. Menetapkan sampel dan kontrol penelitian. c. Sosialisasi program. d. Penandatanganan persetujuan oleh orang tua kontrol maupun sampel.

37

e. Pengambilan data murid yang terpilih sebagai kontrol dan sampel penelitian meliputi : identitas dan tes ATEC (pre-tes). f. Melakukan senam otak pada kelompok sampel selama 16-25, 2635 dan 36 kali, 2-5 kali dalam seminggu dengan durasi kurang lebih 25 menit. g. Pengambilan data murid yang terpilih sebagai sampel dan kontrol penelitian meliputi : identitas sampel dan tes ATEC (post-tes). h. Melakukan pengolahan dan analisis data. i. Penyusunan laporan. j. Persentasi hasil penelitian 7. Analisis Data Analisa data, merupakan suatu proses analisis yang dilakukan secara sistematik terhadap data yang telah dikumpulkan, dalam penelitian ini analisis data menggunakan analisis non-parametik yang di dalamnya kita menggunakan Uji Anova Friedman, Uji Kruskal Wallis, dan Uji Median. a. Uji Anova Friedman

Analsis Anova Friedman adalah suatu analisis nonparametik untuk menguji perbedaan antara 3 kelompok pengamatan atau lebih yang berpasangan (sama subyek), dengan data berskala ordinal. b. Uji Kruskal Wallis

Uji Kruskal Wallis adalah suatu analisis nonparametik untuk menguji perbedaan antara 3 kelompok pengamatan atau lebih yang mandiri (berasal dari lain subyek), dengan data berskala ordinal. c. Uji Median

38

Uji Median adalah suatu analisis nonparametik untuk menguji perbedaan antara 2 kelompok pengamatan atau lebih yang mandiri ( berasal dari lain subyek), dengan data berskala ordinal. 8. Uji Validitas dan Reabilitas Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI 2 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

Keterangan Minggu ke 1. Perijinan 2. penetapan sampel penelitian 3. Sosialisasi program 4. Penandatanganan persetujuan orangtua 5. Pre-Test 6. Pelaksanaan Program 7. Post-Test 8. Pengolahan data dan analisis data 9. Penyusunan laporan 10. Pengiriman Laporan

Untuk menjaga validitas dan realibilitas data yang diperoleh, maka dilakukan hal hal berikut : a. Pelaksanaan test dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan instrument yang telah disediakan, bersama-sama dengan guru pembimbing yang sebelumnya telah melakukan kesepakatan dalam pengambilan data. b. Data ini diambil dengan menggunakan kuisoner ATEC yang disusun oleh lembaga Autism Research Institute yang sudah teruji validitasnya. c. Pada saat pelaksanaan senam otak, langsung diawasi oleh peneliti I. JADWAL KEGIATAN J. RANCANGAN BIAYA 1. RekapitulasiBiaya

39

No 1 2

JenisPengeluaran Perijinan Sosialisasi Program Pelaksanaan pre-tes dan post-tes (tes ATEC) Pelaksanaan Program Transportasi Dokumentasi PenyusunanLaporan Jumlah Biaya

Jumlah Rp 400.000,00 Rp1.685.000,00 Rp 865.000,00 Rp2.265.000,00 Rp 500.000,00 Rp 220.000,00 Rp 435.000,00 Rp 6.370.000,00

3 4 5 6 7

3. a.

RincianPengeluaran Perijinan Rp

400.000,00 b. Sosialisasi Program 1) Pamflet 75 buah x Rp 3.000,00 Rp

225.000,00 2) Pembicara 1 orang x Rp 500.000,00 Rp

500.000,00 3) Konsumsi Rp 260.000,00 Rp

Snack 65 buah x Rp 4.000,00 4) Sewa LCD

200.000,00 5) Penggandaan CD 75 buah x RP 4.000,00 Rp

300.000,00

40

6)

Plakat 4x50.000

Rp

200.000,00 Jumlah Rp 1.685.000,00 c. Pelaksanaan Pre-test dan Post-test 1) Kartu bergambar Rp

150.000,00 2) Kertas gambar Rp

100.000,00 3) Pensil warna Rp

125.000,00 4) Fotocopy Kuisoner ATEC 90 x Rp 1.000 Rp

90.000,00 5) Biaya pendampingan pengisian data ATEC Rp

400.000,00 Jumlah Rp 865.000,00 d. Pelaksanaan Program 1) Air minum kemasan 30 x 36 hari x 500 Rp

540.000,00 2) Alat tulis (kertas dan spidol) RP

200.000,00 3) Terapis senam otak Rp

500.000,00 4) Biaya pendampingan senam otak Rp

500.000,00

41

5)

Papan tulis kecil

Rp

105.000,00 6) Konsumsi hari 84 x Rp 5.000 Rp

420.000,00 Jumlah Rp 2.265.000,00 e. Transportasi 1) Pre research Rp

150.000,00 2) Pelaksanaan research Rp

350.000,00 Jumlah Rp 500.000,00 f. Dokumentasi 1) 2) Sewa kamera Cuci cetak Rp 100.000,00 Rp 120.000,00

Jumlah Rp 220.000,00 g. Penyusunan Laporan 1) 2) 3) 4) Kertas 1 rim x Rp 35.000,00 Tinta Print Scan gambar Penggandaan 10 buah x Rp 20.000,00 Rp 35.000,00 Rp 100.000,00 Rp 100.000,00 Rp

200.000,00 Jumlah Rp 435.000,00 Jumlah Pengeluaran Rp 6.370.000,00

42

K. DAFTAR PUSTAKA Baron & Cohen, S. 1995. Mindblindness: An Essay on Autism and Theory of Mind: MIT Press/Bradford Books. Beatty, J. 2001. The Human Brain: Essentials of Behavioral Neuroscience. Thousand Oak. Sage Publicaion. CA Brain Gym International, 2008. Diakses 22 Juni 2009, dari http://braingym.org/studies Budiman & Melly. 1998. Makalah Simposium. Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu Pada Autisme. Surabaya. Dali, G. 1982. Kamus Psikologi. Penerbit Tonis. Bandung Davidson, G. C & Neale, J. M. 1993. Abnormal Psycology. Sixt edition. New York. John Wiley & Sons, Inc. Demuth, E. 2005. Brain Gym, Pedoman Senam Otak Bagi Guru dan Peminat. Yayasan Kinesiology Indonesia. Sulawesi Utara. Dennison. 2006. Brain Gym. PT Gramedia. Jakarta Dennison, P.E & Dennison, G.E. 2005. Brain Gym. PT Grasindo. Jakarta. Diana, I. 2009. Nutrisi Pada Pasien Autis, Cermin Dunia Kedokteran 168/vol.36 no.2/maret-april 2009. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. 2007. Diakses 30 Juli 2009,dari www.pendidikan-diy.go.id Hadiyanto, Y. 2004. Autisme. Diakses Juni 2009, dari www.autism.society org.2002 Handoyo. 2004. Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengejar Anak Normal, Autisme dan Perilaku Lainnya. PT Gramedia. Jakarta Johnson, M. H. 2005. Developmental cognitive neuroscience.Oxford: Blackwell publishing. Kaltim Post. 1 Maret 2009. Terapi Autis Masih mahal. Diakses 11 Juli 2009, dari http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=16350 Kelana, A & Diah, E. 2007. Kromosom Abnormal Penyebab Autis. Diakses

43

Juni 2009, dari http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/anak/autis130307.htm McClelland, B. 2008. Statistical analysis of study on Concentration and Behaviour for autistic 3 to 5 yr-olds from Dustow. Di akses 15 Juli 2009, dari http://www.oxfordbraingym.com/Dustow07.htm Merangsang Otak Anak Dengan Brain Gym. 2007. Diakses Juni 2009, dari http://salamsehat.com/merangsang-otak-anak-dengan-brain-gym.php Nurlis, E & Mutia, N. 2009. Kurang Vitamin D tingkatkan Resiko Autisme. Diakses Juni 2009, dari http://www.autis.info/index.php/artikelmakalah/artikel/142-kurang-vitamin-d-tingkatkan-risiko-autisme Patmini, E. 2008. Thimerosal-Hepatitis B-Autis. Diakses Juni 2009, dari www.mer-c.org Portalinfaq, 2007. Diakses 2 Juni 2009, dari http://portalinfaq.org/p01_program_view.php?program_id=259 Phillips, T. (2000). Neuropeptides and neurotrophins in neonatal blood of children with autism or mental retardation. Diakses 7 april 2010, dari http://www3.interscience.wiley.com/journal/78504794/abstract? CRETRY=1&SRETRY=0 Schecter & Grether. 2008. Continuing Increases in Autism Reported to Californias Developmental Services System. Arch Gen Psychiatry. Sutadi, R. 2002. Transisi Penyandang Autisme ke Sekolah. Yayasan Nathanisa. Surabaya. Tammasse, J. (2009). Lakukan Senam Otak. Harian Fajar. Edisi 19 Juli 2009. The London School of Public Relation of Jakarta, cares for autism. Diakses Juli 2009, dari http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/index.php? option=com_content&view=article&id=50&Itemid=208 Viana, S. 2005. Mengenali Anak Autisme. Diakses 11 Juni 2009, dari http://www.infoibu.com/mod.php? mod=publisher&op=viewarticle&artid=67 Wresti. 2004. Kunci Keberhasilan Penyembuhan Autisme. Diakses 11 Juni 2009, dari http://www.kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2553

44

Yudarwanto, W. 2005. Deteksi Dini dan Pencegahan Autisme. Yudhasmara. Jakarta L. LAMPIRAN

1). Biodata Ketua dan Anggota Kelompok 1. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama b. NIM c. Fak/Jurusan d. Perguruan Tinggi Yogyakarta : Revani Dewinta Lestarin : 20070310175 : Kedokteran/Pendidikan Dokter : Universitas Muhammadiyah (UMY) e. E-mail f. Jenis Kelamin g. Waktu Kegiatan 2. Anggota Pelaksana Anggota 1 a. Nama b. NIM c. Fak/Jurusan d. Perguruan Tinggi : Ragil Adi Sampurna : 20070310049 : Kedokteran/Pendidikan Dokter : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) e. E-mail f. Jenis Kelamin g. Waktu Kegiatan : dj_ry_cel@yahoo.co.id : Laki-Laki : 6 jam/minggu : r3_v4@yahoo.co.id : Perempuan : 6 jam/minggu

45

Anggota 2 a. Nama b. NIM c. Fak/Jurusan d. Perguruan Tinggi : Yunita Puji Lestari : 20070310157 : Kedokteran/Pendidikan Dokter : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) e. E-mail f. Jenis Kelamin g. Waktu Kegiatan Anggota 3 a. Nama b. NIM c. Fak/Jurusan d. Perguruan Tinggi : Restuning Diah Dwi Sundari : 20080310169 : Kedokteran/Pendidikan Dokter : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) e. E-mail f. Jenis Kelamin Waktu Kegiatan : Da_narsizz@yahoo.com : Perempuan : 6 jam/minggu : yunieta_lestarie@yahoo.com : Perempuan : 6 jam/minggu

2). Biodata Dosen Pembimbing 1. Nama Lengkap / NIP 2. Pangkat / Golongan / Jabatan 3. Tempat / Tanggal Lahir 4. Pendidikan 5. Karya Penelitian : a. Kultur Sel Luteal : Metoda dan Evaluasi Umur (UMY, 2000) : Drh. Zulkhah Noor, M.Kes. / 173014 : Penata / III/a / Asisten Ahli : Demak / 3 September 1964 : S1- Kedokteran Hewan IPB Bandung S2 Fisiologi IKD UGM Yogyakarta

46

b. Pengaruh Kurkumin terhadap produksi Progesteron Oleh Kultur Sel Lutel Tikus dengan Perangsangan hCG dan PGF2 alfa c. Pengaruh Anemia terhadap Tingkat Kecerdasan anak Sekolah Dasar Desa-Kota (Kopertis, 2002) d. Pengaruh senam otak terhadap suasana hati (mood) dan daya ingat lansia di Posyandu Lansia Lemahdadi Bangunjiwo Kasihan Bantul (Kopertis, 2006) e. Survey Toksoplasmosis pada Tikus di Kecamatan Wirobrajan dan sekitarnya secara serologis dengan metode Elisa dan isolasi sista otak (Hibah FK UMY, 2006) f. Implikasi Aktivitas Intensitas Tinggi Terhadap Kesehatan Reproduksi Intruktur Senam Aerobik Perempuan di Wanita, Dikti, 2007) g. Pengaruh Konsumsi VCO Terhadap kadar gula darah dan keton bodies serta penampakan histologis pankreas dan pembuluh darah tikus jantan hiperglikemi yang diinduksi alloksan (Penelitian Dosen Muda, DIKTI, 2007) h. Pengaruh Pemberian Angkak terhadap jumlah sel-sel darah tikus Wistar yang Mengalami Anemia perdarahan (KPD UMY, 2008) 6. Publikasi Ilmiah a. Pengaruh Kurkumin terhadap produksi Progesteron Oleh Kultur Sel Lutel Tikus dengan Perangsangan hCG dan PGF2 alfa ( Jurnal Pasca Sarjana UGM, 2001) b. Uji Toksisitas Kurkumin pada kultur sel Luteal Tikus (Jurnal Mutiara Medika, 2002) c. Pengaruh Kurkumin dan Penta Gama Funon nol terhadap Produksi Progesteron Kultur Sel Luteal Tikus dengan Rangsangan LH dan PGF2 alfa (Kumpulan Riset Unggulan, FK UGM, 2003) d. Implikasi Aktivitas Intensitas Tinggi Terhadap Kesehatan Reproduksi Intruktur Senam Aerobik Perempuan di Kota Yogyakarta (Presentasi di Conference and presenred paper, International conference Women in Kota Yogyakarta (Kajian

47

Public Srctor, July, 16-17 2008, Program Pasca Sarjana UGM ), Peneliti 2 e. Pengaruh Program Olahraga Umum (senam aerobik) dan khusus (Body language dan senam aerobik) terhadap penurunan berat badan, Mutiara Medika, Volume 8 N0mor 1, Januari 2008), Peneliti 2 7. Pengabdian Masyarakat a. Tes Kebugaran dan Sosialisasi Tentang Manfaat dan cara Olah Raga yang Aman pada Kelompok Senam dan masyarakat dusun Ngentak Bangunjiwo Kasihan Bantul (Kopertis, 2007). b. Sosialisasi dan Pelatihan Penyiapan Makanan Sehat pada Ibu-bu Rumah Tangga PKK dusun Ngentak Bangunjiwo Kasihan Bantul (Kopeertis, 2008) c. Sosialisasi Manfaat Angkak sebagai bahan makanan alami yang

menyehatkan dan Cara komsumsinya.(LP3M. 2008)

48

3). Lain-Lain SURAT KESEPAKATAN KERJASAMA Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Revani Dewinta L Jabatan : Ketua Pelaksana PKMP (Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian) Universitas Muhammadiyah yogyakarta selanjutnya disebut sebagai pihak pertama Nama : M. Yasin, Sp.d Jabatan : Kepala SLB Autistik Bina Anggita selanjutnya disebut sebagai pihak kedua Sepakat untuk menjalin kerjasama seperti diuraikan dalam pasal-pasal sebagai berikut: I. Pihak Pertama Hak: Pihak pertama berhak menjalin kerjasama dalam hal pelaksanaan dan pengambilan data tingkat Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosil dan Pemfokusan Pemahaman Pada Anak Autis. Kewajiban: Melaksanakan PKMP di SLB Autistik Bina Anggita melalui program SENAM OTAK. II. Pihak Kedua Hak: Mendapatkan fasilitas dari pihak pertama dalam hal penyelenggaraan PKMM (Program Krativitas Mahasiswa Penelitian) Kewajiban: Membantu dan Berperan aktif dalam pelaksanaan dan pengambilan data tingkat Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosil dan Pemfokusan Pemahaman Pada Anak Autis melalui program SENAM OTAK. Demikian kesepakatan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan untuk dipatuhi kedua belah pihak. Yogyakarta, 30 Juli 2009 Mengetahui,

49

Pihak Kedua Kepala SLB Bina Anggita (M. Yasin Sp.d)

Pihak Pertama Ketua Pelaksana (Revani Dewinta L)

You might also like