You are on page 1of 17

PAPER DASAR PEMBERANTASAN PENYAKIT

Disusun oleh : Adysta Putri H Siti Novia Listiyorini Tiara Camelia Sinensis Awaludin Romadhoni Tri Mulyani Wahid Thoyib Rivai ( E2A009009 ) ( E2A009029 ) ( E2A009080) ( E2A009085) ( E2A009087 ) ( E2A009101)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO

1.

Pengertian Diare Diare adalah buang air besar (defekasi) yang mengalami perubahan pada konsistensi dan atau frekuensi. Perubahan konsistensi yang dimaksud adalah peningkatan kandungan air dalam feses, yaitu lebih dari 10 ml/kgBB/hari (pada anak) atau lebih dari 200 ml/hari (pada dewasa). Perubahan frekuensi yang dimaksud adalah lebih dari tiga kali sehari. Pada bayi yang masih mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari. keadaan ini tidak dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal. Berdasarkan batasan waktu, diare diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) diare akut, apabila berlangsung kurang dari 14 hari, (2) diare persisten, yaitu diare akut yang melanjut menjadi lebih dari 14 hari hingga 30 hari, dan (3) diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 30 hari.1,3 Pada literatur lain, diare persisten disamakan dengan diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. a. Mekanisme Transmisi Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh kuman tifoid. Penularan penyakit ini terjadi karena makanan dan minuman, urin atau feases manusia yang tercemar kuman tifoid. Kuman masuk ke dalam tubuh bersama makanan atau minuman yang tercemar melalui lambung, kelenjar limfoid, usus halus dan kemudian masuk ke dalam peredaran darah. Bakteri tersebut masuk ke dalam peredaran darah berlangsung singkat, terjadi 24 72 jam tetapi belum menimbulkan gejala. Setelah akhir masa inkubasi 120 216 jam bakteri tersebut melepaskan endotoksin, menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam tifoid. Penularannya terjadi secara fecal oral kontak dan orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi dan higiene perorangan yang buruk Pernah dilaporkan diantara pelaku homoseksual, di Indonesia, penyebab utama disentri adalah Shigella,

Salmonela, compylobacter jejui, Escherichia ( E. Coli) , dan Entamoeba histolytica. Mekanisme bakteri menginfeksi tubuh: Begitu masuk ke dalam tubuh, bakteri harus melekat atau menempel pada sel penjamu, biasanya sel epitel. Setelah menempati tempat infeksi primer, bakteri-bakteri memperbanyak diri dan menyebar secara langsung ke aliran darah melalui jaringan atau sistem limfatik. Infeksi tersebut (bakterimia) dapat bersifat sementara atau persisten. Bakterimia memungkinkan bakteri menyebar luas dalam tubuh dan mencapai jaringan yang cocok untuk multiplikasinya. Mekanisme virus menginfeksi tubuh: Virus harus menempel dan memasuki sel pada salah satu permukaan tubuh.Kebanyakan virus memasuki penjamu melalui mukosa saluran pernafasan atau pencernaan. Pengecualian utama adalah virus yang dimasukkan ke dalam aliran darah. Virus biasanya bereplikasi di tempat pertama masuk. Banyak virus menyebabkan penyakit di tempat yang jauh dari tempat masuknya. Setelah replikasi primer di tempat masuk, virus tersebut kemudian menyebar dalam penjamu. Mekanisme penyebaran virus bervariasi, tapi yang paling sering adalah melalui aliran darah atau limfatik b. Etiologi Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangam ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk menganal penyebab diare yang digambarkan dalam bagan berikut :

Secara umum diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi seperti dibawah ini: 1. Peningkatan osmolaritas intra lumen usus. Hal ini menyebabkan masa intra lumen menarik atau menahan cairan intra lumen dan terjadi diare. Penyebab diare osmotik di antaranya adalah MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan defek absorbsi mukosa usus seperti defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa 2. Sekresi cairan dan elektrolit terganggu. Pada keadaan ini sekresi air dan elektrolit meningkat, reabsorbsi menurun. Sehingga masa dalam lumen akan menjadi lebih cair, dan terjadi diare. Ciri dari diare tipe ini adalah jumlahnya yang banyak sekali. Diare tipe ini tetap berlangsung walaupun pasien puasa. Penyebabnya umumnya toksin bakteri seperti Vibrio cholerae, E. coli, reseksi ileum. 3. Malabsorbsi asam empedu dan lemak. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hepatobilier. Lemak yang tetap berada dalam lumen usus akan meningkatkan tekanan osmotik intra lumen. 4. Defek pertukaran atau transport ion elektrolit aktif pada enterosit. Terganggunya pomapa Na+ K+ATP-ase di enterosit menyebabkan absorbsi Na+ abnormal. Na+ tetap berada dalam lumen usus dan menahan cairan. 5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal. Terlalu tingginya motilitas usus, motilitas iregular, dan singkatnya waktu transit dalam usus menyebabkan pencernaan belum sempurna dan banyak cairan yang tidak sempat direabsorbsi. Kondisi ini ditemukan pada pasien diabetes melitus, hipertiroid, dan pasien pasca vagotomi. 6. 7. Gangguan permeabilitas usus. Terdapat kelainan morfologi sel enterosit. Hal ini menyebabkan penyerapan zat makanan teganggu. Inflamasi dinding usus. Terdapat kerusakan mukosa usus sehingga terjadi proses inflamasi. Proses inflamasi ini menyebabkan produksi mukus berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen usus, disertai gangguan absorbsi. Keadaan ini menyebabkan diare

inflamatorik, seperti pada diare Shigella, kolitis ulseratif, dan penyakit Crohn. 8. Infeksi dinding usus. Merupakan keadaan yang mendasari diare infektif. Tipe diere ini adalah tipe yang paling sering terjadi. Infeksi mikroorganisme tersebut secara garis besar dibedakan menjadi dua, non invasif dan invasif. Pada tipe non invasif, mikroorganisme tersebut mngeluarkan toksin yang menyebabkan diare, sehingga diare yang timbul disebut diare toksikogenik. Contohnya pada diare yang disebabkan Vibrio cholerae, kuman meproduksi toksin yang meningkatkan produksi cAMP. Tingginya cAMP akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida yang diikuti air, Na+, K+, dan bikarbonat. Toksin kolera ini tidak mempengaruhi absorbsi natrium. c. Masa Inkubasi Masa inkubasi adalah tenggang waktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit. Masa dari masuknya kuman ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala atau yang disebut masa inkubasi bervariasi tergantung pada jenis kuman penyebabnya. Shigella misalnya, memiliki masa inkubasi 16 sampai 72 jam, sedangkan masa inkubasi virus berkisar antara 4 sampai 48 jam. Sedangakan parasit umumnya memiliki masa inkubasi yang lebih panjang, seperti Giardia misalanya, memiliki masa inkubasi antara 1 sampai 3 minggu. pada umumnya masa inkubasi diare relatif panjang berkisar antara 2 sampai 8 hari, dengan median antara 3-4 hari. d. Masa Penularan Lamanya ekskresi patogen kira-kira selama seminggu atau kurang pada orang dewasa dan 3 minggu pada kira-kira sepertiga dari anak-anak. Jarang ditemukan carrier yang berlarut-larut.

2.

Tujuan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Diare Jangka pendek: 1. Mencegah dehidrasi Mencegah dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan lebih banyak cairan (minum). Macam cairan yang diberikan tergantung pada kebiasaan setempat dalam mengobati diare, tersedianya cairan sari makanan yang cocok, jangkauan pelayanan kesehatan, dan tersedianya oralit. 2. Mengobati dehidrasi Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapioral 3. Mencegah gangguan nutrisi dengan memberikan makan selama dan sesudah diare Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang masih mimun ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. 4. Memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan

rehidrasi. Tidak ada Obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare. Jangka panjang: Jangka panjang dalam hal ini yaitu pencegahan agar tidak timbul diare, Tujuan pencegahan adalah tercapainya penurunan angka kesakitan. Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan meliputi tujuh langkah yaitu: 1. Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif, sampai umur 4 - 6 bulan. Pemberian ASI mempunyai banyak keuntungan bagi bayi atau ibunya. Bayi yang mendapat ASI lebih sedikit dan lebih ringan episode diarenya dan lebih rendah risiko kematiannya jika dibanding bayi yang tidak mendapat ASI. Dalam 6 bulan pertama, kehidupan risiko mendapat diare yang membutuhkan perawatan dirumah sakit dapat mencapai 30 kali lebih besar pada bayi yang tidak disusui daripada bayi yang mendapat ASI penuh. Hal ini disebabkan karena ASI tidak membutuhkan botol, dot, dan air, yang mudah terkontaminasi dengan bakteri yang mungkin menyebabkan diare. ASI juga mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap infeksi terutama diare, yang tidak terdapat pada susu sapi atau formula. Saat usia bayi mencapai 4 - 6 bulan, bayi harus menerima buah-buahan dan makanan lain untuk memenuhi kebutuhan gizi yang meningkat, tetapi ASI harus tetap terus diberikan paling tidak sampai umur 2 tahun. 2. Hindarkan penggunaan susu botol. Seringkali para ibu membuat susu yang tidak langsung habis sekali minum, sehingga memungkinkan tumbuhnya bakteri. Juga dot yang jatuh, langsung diberikan bayi, tanpa dicuci. Botol juga harus dicuci dan direbus untuk mencegah pertumbuhan kuman. 3. Penyimpanan dan penyiapan makanan pendamping ASI dengan baik, untuk mengurangi paparan dan perkembangan bakteri. 4. Penggunaan air bersih untuk minum.

Pasokan air yang cukup, bisa membantu membiasakan hidup bersih seperti cuci tangan, mencuci peralatan makan, membersihkan WC dan kamar mandi. 5. Mencuci tangan (sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum menyiapkan makanan atau makan). 6. Membuang tinja, termasuk tinja bayi secara benar. Tinja merupakan sumber infeksi bagi orang lain. Keadaan ini terjadi baik pada yang diare maupun yang terinfeksi tanpa gejala. Oleh karena itu pembuangan tinja anak merupakan aspek penting pencegahan diare. 7. Imunisasi Campak. Anak-anak yang menderita campak mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjangkit diare atau disentri yang berat dan fatal. Karena kuatnya hubungan antara campak dan diare, imunisasi campak yang diberikan dapat mencegah sampai 25 % kematian balita. 3. Mekanisme pengaruh system imun terhadap penyakit diare Infeksi Rotavirus Rotavirus menyerang dan memasuki sel enterosit yang matang pada ujung vili usus kecil. Virus ini menyebabkan perubahan pada struktur dari mukosa usus kecil, berupa pemendekan villi dan terdapatnya infiltrat sel-sel radang mononuklear pada lamina propria. Kelainan morfologis ini dapat minimal, dan hasil penelitian baru menunjukan bahwa infeksi rotavirus tanpa kerusakan sel epitel dari usus halus. Rotavirus menempel dan masuk dalam sel epitel tanpa kematian sel yang dapat menimbulkan diare. Sel epitel yang dimasuki oleh virus mensintesis dan mensekresi sitokin dan kemokin, yang mana langsung menimbulkan respon imun dari penderita dalam bentuk perubahan morfologi dan fungsi sel epitel. Peneletian baru juga mengatakan diare terjadi pada infeksi rotavirus karena adanya protein nonstruktural dari virus yang mirip dengan enterotoksin yang menyebabkan sekresi aktif dari klorida melalui peningkatan kosentrasi kalsium intra sel. Kaitannya dengan vitamin A

Di negara berkembang, penyakit diare diantara anak yang disebabkan oleh patogen, termasuk rotavirus, Escherichia coli, Shigela, Vibrio cholerae, Salmonella dan Entamoeba histolytica. Dari segi epidemiologi, klinik, immunologi dan patogenesis diare mungkin berbeda tergantung karakteristik patogen, seperti produksi toksin, invasi jaringan, kehilangan cairan dan elektrolit dan lokasi infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A atau fortifikasi menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit diare pada anak. Defisiensi vitamin A diasosiasikan dengan penyakit diare pada. Keluarnya vitamin A lewat urin selama infeksi Shigella pada beberapa anak dan suplementasi vitamin A (60 mg RE) menurunkan morbiditas pada anak dengan shigellosis akut. Walaupun perbaikan terhadap status vitamin A dapat mencegah penyakit diare, tapi masih belum jelas apakah dapat memberikan efek pada semua pathogen diare atau hanya pada beberapa tipe pathogen saja. 4. Cara dan strategi yang digunakan untuk P3M: Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar, baik di Sarana Kesehatan maupun masyarakat/rumah tangga, Melaksanakan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan KLB Diare, Mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare, Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam pengelolaan program yang meliputi aspek manajerial dan tehnis medis, Mengembangkan jejaring lintas program dan sektor di pusat, propinsi dan kabupaten/kota, Meningkatkan pembinaan teknis dan monitoring untuk mencapai kualitas pelaksanaan pengendalian penyakit diare secara maksimal, dan Melaksanakan evaluasi untuk mengetahui hasil kegiatan program dan sebagai dasar perencanaan selanjutnya.

Strategi: Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana Kesehatan melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE) Meningkatkan tatalaksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB Diare Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif. Melaksanakan monitoring dan evaluasi Kegiatan 7. Tatalaksana Penderita Diare Surveilans Epidemiologi Promosi Kesehatan Pencegahan Diare Pengelolaan Logistik Pemantauan dan Evaluasi

Kegiatan penunjang untuk pemberantasan penyakit diare 1. Jambanisasi Masyarakat di pedesaan masih banyak yang buang air besar (BAB) di sungai. Alasanya karena tidak memiliki jamban sendiri. Pemerintah membuat program jambanisasi yaitu pembuatan jamban gratis pada keluarga yang belum mempunyai jamban sendiri. 2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) a. Penggunaan botol susu dan dot yang steril, penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan di lingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah

karena botol dapat tercemar oleh kumankuman/ bakteri penyebab diare. b. Menggunakan air bersih yang cukup. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah, dan yang harus diperhatikan oleh keluarga: ambil air dari sumber air yang bersih, ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air, pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak mandi, gunakan air yang direbus, cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup. Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Masyarakat yang terjangkau diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang oleh tidak penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita mendapatkan air bersih. c. Mencuci tangan dengan sabun, kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare. d. Menggunakan jamban, pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat dan keluarga harus buang air besar di jamban, dan yang harus diperhatikan oleh keluarga: keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh

seluruh anggota keluarga; bersihkan jamban secara teratur; bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar sendiri, hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anakanak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki. e. Membuang tinja balita yang benar. Banyak orang yang beranggapan bahwa tinja balita itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja balita dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja balita harus dibuang secara bersih dan benar; dan yang harus diperhatikan oleh keluarga: Kumpulkan segera tinja balita dan buang ke jamban, Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau olehnya, Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun, Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya dengan sabun. 3. Pemberian imunisasi Pemberian Imunisasi campak. Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan. 8. Target program pencegahan dan pengendalian penyakit menular (P3M) Target program pencegahan dan pengendalian penyakit menular (P3M) diare menurut Departemen Kesehatan tahun 2009 adalah : 100% Rumah Sakit, Puskesmas, dan swasta melaporkan kasus diare tepat waktu (tanggal 10 setiap bulannya), Angka kematian 0%, Kejadian luar biasa (KLB) diare 0%, 100% masyarakat terlayani air bersih, 100% Puskesmas Kecamatan melakukan rehidrasi intravena, Angka kesakitan < 1% (50 / 1000 penduduk tahun 2005), dan Puskesmas Kelurahan mampu

100% kader terlatih tentang penanganan penderita diare, 100% penderita diare tertangani, 100% oralit tersedia di kader minimal 10 sacchet (@ 200 ml), 100% tenaga medis dan paramedis melakukan tatalaksana diare (MTBS), 100% ketepatan diagnosis, 100% cakupan imunisasi campak, 100% Puskesmas mempunyai protap tatalaksana diare, 100% penderita diare diobati dan mendapat oralit, 100% PDAM bebas kuman, 100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mempunyai pojok oralit, 100% Puskesmas Kecamatan mempunyai klinik sanitasi, dan 100% masyarakat menggunakan jamban pada daerah kumuh. 9. No 1. Ukuran-Ukuran yang Dipakai Dalam P3M Variabel
Angka cakupan pelayanan: menggambarkan pencapaian pelayanan atau realisasi pelayanan a. Proporsi penderita diare semua umur yang diobati = Jumlah penderita diare yang dilayani x 100% Target penderita diare di wilayah kerja *Target = 6,7% x angka kesakitan x jumlah penduduk *Angka kesakitan (semua umur) = 432/1000 penduduk (angka kejadian diare nasional 2006 survei Subdit Diare, Ditjen PP&PL Depkes) *Jumlah penduduk = 53.487(data kelurahan kayu putih, 2006) 100% b. Proporsi penderita diare balita yang diobati Jumlah penderita diare <5 tahun yang dilayani x 100% Jumlah balita x 1,7 x 10% *1,7 = rata-rata frekuensi diare balita/tahun (sratifikasi) 100%

Tolok Ukur keberhasilan

2.

Kualitas pelayanan:

a. Angka penggunaan oralit =


Jumlah oralit yang diberikan pada penderita diare semua umur b. Angka penggunaan ringer laktat = Jumlah penderita diare yang diberi RL x 100% Jumlah penderita diare yang dilayani

Jumlah penderita x 6 bungkus

<5%

3. 4.

Rasio

penderita

yang

sembuh

dengan

seluruh

100% 0%

penderita Angka fatalitas kasus = Jumlah penderita yang mati karena diare x 100% Jumlah penderita diare yang dilayani

5.

Angka pelayanan oleh kader: menggambarkan peran serta masyarakat dalam P2Diare =

a.

Jumlah penderita yang dilayani oleh kader x 100% Jumlah penderita diare yang dilayani

40%13 minimal 12x /tahun1 1x /tahun1

b. c.

Penyuluhan kesehatan Pelatihan kader

10. Cara Evaluasi Program P3M Definisi evaluasi menurut The American Public Association adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan menurut The Internacional Clearing House on Adolescent Fertility Control for Population Options, evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program. Berdasarkan tujuannya, evaluasi dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: a. Evaluasi formatif

Ini merupakan jenis evaluasi yang dilakukan pada tahap awal program. Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, sehingga nantinya dapat menyelesaikan masalah tersebut. b. Evaluasi promotif Ini merupakan jenis evaluasi yang dilakukan pada saat program sedang dilaksanakan. Tujuan dari evaluasi promotif adalah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan tujuan program. c. Evaluasi sumatif Ini merupakan jenis evaluasi yang dilaksanakan pada saat program telah selesai. Tujuannya adalah untuk mengukur keluaran (output) atau dampak (impact) bila memungkinkan. Jenis evaluasi ini yang dilakukan dalam makalah ini. Secara umum, langkah-langkah membuat evaluasi program meliputi (1) penetapan indikator dari unsur keluaran, (2) penetapan tolak ukur dari tiap indikator keluaran, (3) perbandingan pencapaian masing-masing indikator keluaran program dengan tolak ukurnya, (4) penetapan prioritas masalah, (5) pembuatan kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan, (6) pengidentifikasian penyebab masalah, (7) pembuatan alternatif pemecahan masalah, (8) penentuan prioritas cara pemecahan masalah yang dirangkum dalam kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010. Pedoman Tatalaksana Diare. http://dinkes-

sulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman/pedoman%20tatalaksana %20diare.pdf. Diakses tanggal 27 Januari 2012 Anonim, 2011. Salmonella typhi & Demam Thypoid http://plasmanutfah.unej.ac.id. Diakses tanggal 27 Januari 2012 Azrimaidaliza. 2007. Vitamin A, Imunitas Dan Kaitannya dengan Penyakit

Infeksi. http://www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/view/58/4. diakses pada tanggal 27 Januari 2012 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Buku ajar diare. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Dr. Virgiawan, Darryl. 2011. Rotavirus Diarheae (Mekanisme Terjadinya Diare yang Disebabkan Rotavirus). http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dananak/2011/02/21/rotavirus-diarheae-mekanisme-terjadinya-diare-yangdisebabkan-rotavirus/. Diakses tannggal 27 Januari 2012 Nuri, R. 2011. Pengaruh Pesepsi Ibu Tentang Program Pemberantasan Diare Terhadap Tindakan Pemberantasan Penyakit. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24904/4/Chapter %20II.pdf. Diakses tanggal 26 Januari 2012.

You might also like