You are on page 1of 16

ZAMAN PALEOLITIKUM

Paleolitik (Bahasa Inggris: Paleolithic atau Palaeolithic, Yunani: purba dan (lithos) (palaios) batu) adalah zaman prasejarah yang bermula kira-kira

50.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM - 10.000 SM. Pada zaman ini, manusia Peking dan manusia Jawa telah ada. Di Afrika, Eropa dan Asia, manusia Neanderthal telah hidup pada awal tahun 50.000 SM, manakala pada tahun 20 000 SM, manusia Cro-magnon sudah menguasai kebudayaan di Afrika Utara dan Eropa. Beberapa perkembangan kebudayaan ditemukan di sekitar Pacitan (ditemukan oleh Von Koenigswald) dan Ngandong. Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden atau berpindah-randah dalam kumpulan kecil untuk mencari makanan. Mereka memburu binatang, menangkap ikan dan mengambil hasil hutan sebagai makanan. Mereka tidak bercocok tanam. Mereka menggunakan batu, kayu dan tulang binatang untuk membuat peralatan memburu. Alat-alat ini juga digunakan untuk mempertahankan diri daripada musuh. Mereka membuat pakaian dari kulit binatang. Selain itu, mereka juga pandai menggunakan api untuk memasak, memanaskan badan dan menakutkan binatang. Spesies manusia purba yang telah ada: 1. Meganthropus Paleojavanicus 2. Pithecanthropus Erectus (Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecanthropus Robustus) 3. Homo Sapiens (Homo Soloensis, Homo Wajakensis) Proses pembuatan kapak batu: 1. Memilih batu yang cocok dan mudah dibentuk 2. Batu tersebut dipukulkan dengan menggunakan batu yang lebih keras 3. Pembentukan dengan cara dihaluskan menggunakan kapak tulang, tangan juga dilindungi dengan kulit.

A. ZAMAN PALEOLITIKUM TUA

Sejak kira-kira dua setengah tahun yang lalu umat manusia sudah berkembang kearah makhluk yang berbudaya. Bukti-bukti yang ditemukan dibeberapa tempat, misalnya di dekat danau Turkana, di Kenya, dan di Etiopia Selatan dan Jurang Olduvai, yang masih berupa peralatan dari batu yang amat kasar, menandai permulaan zaman Paleolitikum Tua. Pada masa ini mulai muncul peralatan dari batu yang lebih dikenal dengan tradisi peralatan Oldowan. Karakteristik tradisi alat ini adalah bahwa ia merupakan alat penetak untuk segala keperluan, cara pembuatannya dengan menggunakan system benturan, yaitu memukuli bahan baku dengan batu lain atau memukulkan bahan baku tersebut pada batu besar untuk melepaskan kepingan-kepingannya. Meskipun dalam segi hasil alat penetak ini masih amat kasar, tapi tradisi alat oldowan ini merupakan kemajuan teknologi yang penting bagi Hominida Purba. Mereka bisa lebih mudah mencari bahan-bahan makanan disaat alam mulai berubah. Tradisi oldowan ini juga menandai salah satu waktu bahwa sesuatu jenis makhluk beradaptasi secara cultural dan tidak secara fisik kepada kondisi lingkungan. Alat alat oldowan ini

banyak ditemukan di tepi danau atau sungai di tengah-tengah padang rumput, dan ditemukan masih dalam situs yang sangat kecil, dan juga bahwa nereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang masih berpindah-berpindah tempat. Adapun alat-alat zaman Peleolitikum Tua, termasuk tradisi peralatan oldowan banyak terdapat di jurang olduvai. Dalam perkembangan penetek oldowan berubah menjadi lebih canggih dan berkembang menjadi kapak genggam acheulean. Dalam periode ini mulailah terjadi diversivikasi kebudayaan peralatan, Homo Erectus tidak hanya membuat kapak genggam tapi juga menciptakan alat penyerut dan alat-alat kepingan, dan semua alat ini terbuat dari batu api. Keuntungan utama dari kemunculan alat ini adalah semakin banyak sumber daya alam yang dapat didayagunakan dalam waktu yang lebih singkat, dengan tenaga yang lebih sedikit, dan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Dalam zaman Acheulean yang lebih mudah, di dunia barat dikembangkan dua tehnik pembuatan

peralatan , yang menghasilkan kapak yang lebih tipis dan lebih canggih dengan bagian mata yang lebih lurus dan lebih tajam. Metode tongkat memanfaatkan pemukul dari tulang atau tanduk rusa untuk memukul tepi gumpala batu api, sedangkan metode bidang pukulan berfungsi untuk membuat kapak yang lebih tajam dan lebih tipis. Peradaban Homo Erectus semakin berkembang dengan ditemukannya penggunaan api, karena bisa dipastikan dengan kemampuan mereka menggunakan api memungkinkan mereka untuk berpindah ke daerahdaerah yang lebih dingin. Transisi kebudayaan Hominida antara Homo Erectus dan Homo Sapiens tidak banyak brubah dari pendahulu mereka. Homo Sapiens Primitif tetap menggunakan tradisi peralatan acheulean sampai beberapa ribu tahun. Akan tetapi menjelang dua ratus ribu tahun yang lalu orang mulai menggunakan teknik Levalloision untuk membuat peralatan.

B.

ZAMAN PALEOLITIKUM MADYA Zaman Paleolitikum Madya ditandai oleh munculnya manusia Neanderthal. Di zaman ini muncul tradisi baru, trdisi Mousterian, yaitu trdisi pembuatan peralatan dari manusia Neanderthal di Eropa, Asia Barat Daya, dan Afika Utara, yang menghasilkan alat-alat kepingan yang lebih tipis daripada alat kepingan Levalloisian. Banyak situs Neandhertal yang menunjukan bahwa pada masa ini telah adanya kepercayaan dan upacara keagamaan, misalnya di goa Shanidar di Irak terdapat bukti bahwa adanya penguburan disertai dengan upacara kematian. Yang paling umum terdapat di situs-situs Mousterian adalah bukti mengenai pemujaan binatang, khusasnya pemujaan beruang gua. Situs-situs Mousterian yang menghasilkan sejumlah artifak yang bersifat lambang murni.

C.

ZAMAN PALEOLITIKUM MUDA Bukti bukti arkeologis menunjukkan bahwa teknik pembuatan peralatan

kebudayaan zaman Paleolitikum Muda di Eropa dan Asia barat merupakan perkembangan dari tradisi Mousterian yang sebelumnya. Peralatan meraka semakin berkembang dengan pesat,di zaman Paleolitikum Muda mereka telah menemukan panah, pelempar tombak dan pisau batu. Dua alat yang pertama

memungkinkan mereka dalam hal penyempurnaan teknik perburuan dan mengurangi resiko bagi si pemburu saat berburu binatang buas. Pada Paleolitikum Muda dikenal dua teknik untuk membuat peralatan, teknik pisau adalah teknik pembuatan alat batu dengan memukul lepas kepimgan kepingan panjang secara paralel dari sisi sebuah gumpalan batu yang sudah dipersiapkan secara khusus, sedangkan teknik tekanan adalah teknik pembuatan alat batu dengan menggunakan alat tulang, tanduk rusa, atau kayu yang ditekan dan tidak dipukulkan untuk melepaskan kepingan kepingan kecil kecil dari sebuah batu api. Ada juga sebuah alat yang bernama pahat, yaitu alat alat batu yang bagian matanya menyerupai pahat, berfungsi untuk menggarap tulang, tanduk rusa dan sejenisnya . Kegunaan penemuan busur tidak hanya menyempurnakan teknik berburu saja, tapi busur juga bisa digunakan untuk membuat alat musik. Pada masa ini kita tidak bisa hanya membahas tentang satu kebudayaan tuinggal saja, karena telah adanya penyebaran manusia purba keberbagai pelosok bumi,yang mana disetiap sisinya memiliki alam yang berbeda yang menimbulkan tradisi yang berbeda pula..

Peninggalan zaman paleolitikum Beberapa hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum, di antaranya adalah kapak genggam, kapak perimbas, monofacial,alat-alat serpih, chopper, dan beberapa jenis kapak yang telah dikerjakan kedua sisinya. Alat-alat ini tidak dapat digolongkan ke dalam kebudayaan batu teras maupun golongan flake. Alat-alat ini dikerjakan secara sederhana dan masih sangat kasar. Bahkan, tidak jarang yang hanya berupa pecahan batu. Beberapa hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum, di antaranya adalah kapak genggam, kapak perimbas, monofacial,alat-alat serpih, chopper, dan beberapa jenis kapak yang telah dikerjakan kedua sisinya. y Chopper sering disebut sebagai kapak penetak Misalnya, kalian akan memotong kayu yang basah atau tali yang besar, sementara kalian tidak memiliki alat pemotong, maka kalian dapat mengambil pecahan batu yang tajam. Kayu atau tali yang akan dipotong diletakan pada benda yang keras dan bagian yang kan dipotong dipukul dengan batu, maka kayu atau tali akan putus. Itulah, cara

menggunakan kapak penetak atau chopper. Contoh hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum adalah flake atau alat-alat serpih. y Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan, biasa disebut Chopper (alat penetak/pemotong). Dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara menggunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatannya dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanya sebagai tempat menggenggam. y Flakes atau alat serpih. Flakes selain terbuat dari batu biasa juga ada yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti calsedon. Untuk mengetahui bentuk flakes maka amatilah gambar 4 berikut ini.Flakes mempunyai fungsi sebagai alat untuk menguliti hewan buruannya, mengiris daging atau memotong umbi-umbian. Jadi fungsinya seperti pisau pada masa sekarang. Selain ditemukan di Sangiran flakes ditemukan di daerah-daerah lain seperti Pacitan, Gombong, Parigi, Jampang Kulon, Ngandong (Jawa), Lahat (Sumatera), Batturing (Sumbawa), Cabbenge (Sulawesi), Wangka, Soa, Mangeruda (Flores). y Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa yaitu alat penusuk (belati), ujung tombak bergerigi. Selama masa paleolitikum tengah, jenis manusia itu tidak banyak mengalami perubahan secara fisik. Pithecanthropus Erectus adalah nenek moyang dari Manusia Solo (Homo Soloensis). Persoalan yang agak aneh karena Pithecanthropus memiliki dahi yang sangat sempit, busur alis mata yang tebal, otak yang kecil, rahang yang besar, dan geraham yang kokoh.

KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM
Mesolitikum (Bahasa Yunani: mesos "tengah", lithos batu) atau "Zaman Batu Pertengahan" adalah suatu periode dalam perkembangan teknologi manusia, antaraPaleolitik atau Zaman Batu Tua dan Neolitik atau Zaman Batu Muda.[1] Istilah ini diperkenalkan oleh John Lubbock dalam makalahnya "Jaman Prasejarah" (bahasa Inggris: Pre-historic Times) yang diterbitkan pada tahun 1865. Namun istilah ini tidak terlalu sering digunakan sampai V. Gordon Childe mempopulerkannya dalam bukunya The Dawn of Europe (1947). Ciri kebudayaan Mesolithikum tidak jauh berbeda dengan kebudayaan Palaeolithikum, tetapi pada masa Mesolithikum manusia yang hidup pada zaman tersebut sudah ada yang menetap sehingga kebudayaan Mesolithikum yang sangat menonjol dan sekaligus menjadi ciri dari zaman ini yang disebut dengan kebudayaan Kjokkenmoddinger danAbris sous Roche. y Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian 7 meter dan sudah membatu/menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekasbekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam

Palaeolithikum). Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau Sumatera. Kecuali hasil-hasil kebudayaan, di dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan fosil manusia yang berupa tulang belulang, pecahan tengkorak dan gigi, meskipun tulang-tulang tersebut tidak memberikan gambaran yang utuh/lengkap, tetapi dari hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa manusia yang hidup pada masa Mesolithikum adalah jenis Homo Sapiens.

Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture/kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren. Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari batu indah.

Peninggalan Zaman Mezolithikum y Bentuk pebble dapat dikatakan sudah agak sempurna dan buatannya agak halus. Bahan untuk membuat kapak tersebut berasal dari batu kali yang dipecah-pecah. Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang

tersebut

dan

hasilnya

menemukan

kapak

genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang di pecah-pecah. y Hachecourt (kapak pendek). Selain pebble yang yang diketemukan dalambukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek. Cara penggunaannya dengan menggenggam. y Pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah, bahan cat merah yang dihaluskan berasal dari tanah merah. y Flaces (alat serpih) , yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu dan berguna untuk mengupas makanan. y Alat-alat dari tulang dan tanduk rusa,

Tiga bagian penting Kebudayaan Mesolithikum,yaitu : Peble-Culture (alat kebudayaan Kapak genggam) didapatkan di Kjokken Modinger, Bone-Culture (alat kebudayaan dari Tulang) dan Flakes Culture (kebudayaan alat serpih) didapatkan di Abris sous Roche

KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling. Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa manyatnya diposisikan dengan berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini banyak

ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh, yakni: 1. Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yng datang ke Indonesia melalui jalur barat. 2. Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur. Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Philipina.

KEBUDAYAAN TOALA Kebudayaan Toala dan yang serumpun dengan itu disebut juga kebudayaan flake dan blade. Alat-alatnye terbuat dari batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon, jaspis, obsidian dan kapur membantu. Perlakuan terhadap orang yang

meninggal dikuburkan didalam gua dan bila tulang belulangnya telah mongering akan diberikan kepada keluarganya sebagai kenangakenangan. Biasanya kaum perempuan akan menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam gua terdapat lukisan mengnai perburuan babi dan juga rentangan lima jari yang dilumuri cat merah yang disebut dengan silhoutte . Arti warna merah tanda berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera (danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.

KEBUDAYAAN NEOLITHIKUM
Pada masa ini telah terjadi perubahan yang sanyat mendasar pada cara kehidupan dan cara bertempat tinggal, dan peralatan hidupnya. Corak kehidupan manusia purba pada masa ini, antara lain: 1. Telah bertempat tinggal menetap dan mempunyai kemampuan untuk bercocok tanam. 2. Alat-alatnya terbuat dari batu yang sudah diasah halus, misalnya kapak lonjong dengan kapak persegi dan telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Alat alat zaman batu muda sudah menunjukan penguasaan teknologi dan alat yang diciptakan sudah diasah makin

kreativitas pembuatnya sehingga alat

halus.banyak ragam ataum juga bentuk dan kegunaannya,nilai seni keindahan sudah mereka kenal. Hasil kebudayaannya berupa kapak persegi, Kapak lonjong, Kapak bahu hanya di Minahasa,kemudian cangkul, beliung, dan tarah.

Selain itu juga diciptakan alat untuk upacara seperti kapak yang dibuat indah, batu akik gelang gelang, perhiasan, dan tembikar. Manusia pendukung kebudayaan ini adalah

ras Proto Melayu. Teknologi pada Masyarakat Pertanian dan Berkebun. Dengan dikenalnya sistem bercoccok tanam, maka ada banyak waktu yang terluang yaitu waktu antara musim tanam hingga datangnya musim panen. Pada saat itulah mereka mulai

mengembangkan teknologi dan kebudayaan. Salah satu diantaranya adalah teknik upam yaitu menggosokan atau mengasah batu hingga di peroleh alat alat batu dan

gerabah. Peralatan yang diumpam antara lain beliung dan kapak batu, serta mata tombak dan mata panah. Oleh sebagian peneliti, beliung dan kapak bata dianggap sebagai petunjuk umum tentang masa bercocok tanam di Indonesia.

CARA HIDUP Cara hidup zaman neolithikum membawa perubahan-perubahan besar, karena pada zaman itu manusia mulai hidup berkelompok kemudian menetap dan tinggal bersama dalam kampung. Berarti pembentukan suatu masyarakat yang memerlukan segala peraturan kerja sama. Pembagian kerja memungkinkan perkembangan berbagai macam dan cara penghidupan di dalam ikatan kerjasama itu.

Dapat dikatakan pada zaman neolithikum itu terdapat dasar-dasar pertama untuk penghidupan manusia sebagai manusia, sebagaimana kita dapatkan sekarang.

PENINGGALAN KEBUDAYAAN NEOLITHIKUM y Kapak Persegi Salah satu budaya yang menonjol pada periode ini adalah beliung persegi. Kapak persegi ini bentuknya hampir seperti pacul, namun tidaklah selebar dan sebesar pacul zaman sekarang. Kapak ini dipergunakan untuk menerjakan kayu,

misalnya pada waktu membuat rumah atau perahu Teknologi yang dipakai adalah dangan mengupam seluruh bagian hingga halus terkecuali bagian pangkal yang digunakan sebagai ikatan tangkai. Tajamannya diperoleh dengan mengasa bagian ujung permuka bawah landai, ke arah pinggir ujung permukaan atas. Dengan begitu, hasil tajamannya akan miring, dangan ukuran antara 4 cm hingga 25 cm. bahan batuan yang dipakai adalah kalsedon, agak, dan jespin. Beliung-beliung persegi itu telah dibuat sendiri di beberapa tempat yang daerahnya menyediakan bahan mentahan. Dari teknologi ini, diperoleh beragam variasi beliung persegi. Misalnya beliung yaitu beliung berpunggung tinggi berasal dari batuan setengah permata. berpunggung tinggi berasal dari batuan setengah permata. Ada beliung bahu di kalumpang yang diupam hanya pada bagian permukaan tajaman, dan beliung tangga (ditemkan di sulawesi dimana bagian pangkal pada permukaan atas alat dibuat lebih rendah seolang seperti tangga turun setingkat), beliung atap (terdapat di Jawa Timur, Bali dan Maluku, berbentuk trapezium). Di Kalumpang ditemukan beragam beliung persegi yang terupang halus, bahkan gerabah yang menggunakan95% teknologimasa bercocok tanam dan 5% teknologi perundagian. Gerabah Kalumpung mulai menggunakan hiasan yang berupa goresan. Daerah penyebarannya meliputi Jawa,Bali, Sumatra, dan Kalimantan Barat. y Kapak Lonjong Hasil budaya lain dari masyarakat pertanian untuk dianalisis teknologi pembuatannya adalah kapak lonjong. Spesifikasi alat ini adalah pangkalnya agak

runcing dan melebar pada bagian tajamnya. Pada bagian tajamnya diasah dari dua arah hingga menghasilkan bentuktajaman yang simetris atau setangkup. Bahan yang biasa dipakai adalah batu kali. Teknologi pembuatannya antara lain dengan teknik pukulan beruntun, yaitu dengan

menyerpih segumpal batu ataulangsung mengambil dari kerakalyang sesuai dengan keinginan calon pemakainya. Selanjutnya permukaan batu diratakan dengan teknik pemukulan beruntun, baru kemudian diupam hingga halus. Mata kapak biasanya dipasang vertical dengan cara memasukkan bendanya langsung pada lubang yang dibuat di ujung tangkai. Cara yang lain adalah memasukkan mata kapak pada gagang tambahan lalu diikan menyiku pada gagang pokoknya. Bahan yang digunakan ialah batu kali yang berwarna kehitaman. Kapak lonjong banyak ditemukan di Sulawesi, flores, maluku, dan Irian Jaya. y Kapak Bahu Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi ,hanya saja di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher. Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat. Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum Indonesia tidak mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di Minahasa. y Anak Panah Peralatan lain yang digunakan manusia adalah mata panah yang berhasil ditemukan di Jawa Timur,dan sulawesi. Teknologi yang digunakan untuk membuata mata panah di Jawa Timur relative maju. Bagian ujung dan tajamannya diratakan dari dua arah, hingga menghasilkan tajaman yang bergerigi dan tajam. Bentuknya segitiga dengan basisi bersayap dan cekung. Namun, ada yang cembung dan tidak bersayap, dengan rata-rata berukuran 3 sampai 6cm, lebar basis 2 sampai 3cm, tebalnya 1cm. bahan yang digunakan adalah batu gamping. Mata panah dari Sulawesi dibuat dari kepinga batu kalsedon dan kuarsa. Cara

pembuatannya tidak serimit anak panah Jawa Timur, karena hanya memfokuskan pada bagian tajamnya saja. Tajaman mata panah Sulawesi cenderung lebih banyak bergerigi. Ada pula mata panah dan mata tombak yang diumpam seperti yang ditemukan di Kalumpang. Peralatan dari daerah ini berasal dari batu sabak dan mata panahnya berbasis cekung, bersayap dan bertangkai. Ada dua tempat penemuan anak panah yang penting adalah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. y Tembikar(Gerabah) Pada tahap bermukim dan berladang manusia sudah mengenal gerabah sebagai peralatan hidup. Namun cara atau teknik pembuatan gerabah pada masa bercocok tanam tingkat awal saat itu masih sangat sederhana. Pembutan gerabah pada masa itu dikerjakan dengan tangan. Sedangkan penggunaan roda olandasan yang berputar (pelarikan)belum banyak bukti-bukti yang mendukung penggunaan alat tersbut pada masa itu. y Pakaian dari kulit kayu Pada zaman ini mereka telah dapat membuat pakaiannya dari kulit kayu yang sederhana yang telah di perhalus. Pekerjaan membuat pakaian ini merupakan pekerjaan kaum perempuan. Pekerjaan tersebut disertai pula berbagai larangan atau pantangan yang harus di taati. Sebagai contoh di Kalimantan dan Sulawesi Selatan dan beberapa tempat lainnya ditemukan alat pemukul kulit kayu. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang zaman neolithikum sudah berpakaian. y Perhiasan Dalam masa bercocok tanam tingkat awal, perhiasan berupa gelang dari batu, dan kerang sudah dikenal. Untuk membuat gelang ini, maka pertama-tama bahan batu dipukul-pukul sehingga diperoleh bentuk-bentuk yang bulat gepeng. Dengan jalan menggosok dan mengasah maka diperoleh gelang yang dikehendaki. Bahan gelang itu terdiri atas batu pilihan seperti batu agat, kalsedon, dan yesper yang berwarna putih, kuning, cokelat, merah, dan hijau. Selain gelang itu dari batu juga ditemukan kalung dari batu akik. Perhiasan-perhiasan seperti itu pada umumnya ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Pahat Segi Panjang Daerah asal kebudayaan pahat segi panjang ini meliputi Tiongkok Tengah dan Selatan, daerah Hindia Belakang sampai ke daerah sungai gangga di India, selanjutnya sebagian besar dari Indonesia, kepulauan Philipina, Formosa, kepulauan Kuril dan Jepang.

ZAMAN MEGALITHIKUM DI INDONESIA


Pada zaman Megalithikum (Zaman Batu Besar ) di Indonesia, manusia purba telah mengenal suatu kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau luar biasa diluar kekuatan manusia. Mereka percaya terhadap hal-hal yang menakutkan atau serba hebat. Selain itu mereka menyembah nenek moyangnya. Kadang kala kalau melihat pohon besar, tinggi dan rimbun, manusia merasa ngeri.

Manusia purba ini kemudian berkesimpulan bahwa kengerian itu disebabkan pohon itu ada mahluk halus yang menghuninya. Begitupun terhadap batu besar serta binatang besar yang menakutkan. Kekuatan alam yang besar seperti petir, topan, banjir dan gunung meletus dianggap menakutkan dan mengerikan sehingga mereka memujannya. Selain memuja benda-benda dan binatang yang menakutkan dan dianggap gaib, manusia purba juga menyembah arwah leluhurnya. Mereka percaya bahwa roh para nenek moyang mereka tinggal di tempat tertentu atau berada di ketinggian misalnya di atas puncak bukit atau puncak pohon yang tinggi. Untuk tempat turunnya roh nenek moyang inilah didirikan bangunan megalitik yang pada umumnya dibuat dari batu inti yang utuh, keudian diberi bentuk atau dipahat sesuai dengan keinginan atau inspirasi. Bangunan megalitik hampir semuanya berukuran besar. Jadi secara ringkas kepercayaan manusia purba pada masa ini dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni: y Dinamisme Kepercayaan kepada kekuatan gaib yang terdapat pada benda-benda tertentu, misalnya pada pohon, batu besar, gunung, gua, azimat dan benda-benda lain yang dianggap keramat. y Animisme Kepercayaan kepada roh nenek moyang atau leluhur, mereka percaya, manusia setelah meninggal rohnya tetap adadan tinggal ditempat-tempat tertentu dan harus diberi sesajen pada wktu-waktu tertentu.

Hasil kebudayaan zaman Megalithikum adalah sebagai berikut :

Menhir , adalah tugu batu yang didirikan sebagai tempat pemujaan untuk memperingati arwah nenek moyang;

Dolmen, adalah meja batu, merupakan tempat sesaji dan pemujaan kepada roh nenek moyang, Adapu;a yang digunakan untuk kuburan;

y y

Sarkopagus atau keranda, bentuknya seperti lesung yang mempunyai tutup Kubur batu/peti mati yang terbuat dari batu besar yang masing-masing papan batunya lepas satu sama lain

Punden

berundak-undak,

bangunan

tempat

pemujaan

yang

tersusun

bertingkat-tingkat

You might also like