You are on page 1of 15

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang Kemampuan menggunakan penalaran dan pemecahan masalah menjadi sangat

penting dalam kehidupan. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Filsuf Barat, Descartes, cogito ergo sum yang berarti saya berpikir maka saya ada. Bahwa proses berfikir menjadikan manusia sadar akan keberadaannya dan tujuan. Dalam konteks yang lebih mengerucut, berpikir merupakan suatu proses mental dalam membuat reaksi, baik terhadap benda, tempat, orang, kejadian maupun peristiwa. Kemampuan dalam berpikir sangat dipengaruhi oleh faktor latihan. Orang yang sering menghadapi berbagai persoalan, kemudian menggunakan akal pikirnya sehingga dapta menemukan pemecahan dari persoalannya. Proses berpikir dapat dianalogikan sebagai sebilah pisau, jika sering diasah akan menjadi tajam, seperti halnya olah pikir. Jika pikiran sering diolah dan diasah, sehingga memungkinkan semakin tajamnya kemampuan berpikir.

1.2

Rumusan masalah

Penulis merumuskan permasalah sebagai berikut : a. Bagaimana tingkat berpikir siswa ? b. Bagaimana relasi antara berpikir logis dan kemampuan menalar? c. Bagaimana proses pemecahan masalah lewat penalaran? d. Bagaimana melatih kemampuan berpikir, penalaran dan pemecahan masalah? e. Bagaimana proses pembelajaran yang mampu memecahkan masalah?

1.3

Tujuan Penulisan Makalah Penulis mempunyai dua tujuan utama dalam penulisan makalah ini. Pertama,

sebagai wacana keilmuan yang digunakan sebagai landasan pendidikan dan pembelajaran. Kedua, sebagai tangga pertama dalam mengusahakan pemecahan masalah yang sering dihadapi oleh para pengajar dalam kasus kemampuan penalaran siswa dan tingkat pemecahan masalah.
1

II.

Pembahasan

Tingkat Berpikir Siswa, dan Relasi Antara Berpikir Logis dan Kemampuan Menalar Secara garis besar, kemampuan berpikir itu ada dua macam. Kemampuan berpikir recall dan imaginative. Kemampuan berpikir recall ( recall thinking ) terjadi jika berpikir tentang suatu objek yang ada atau terjadi, seperti tentang tempat, benda, manusia, peristiwa atau kejadian yang betul-betul terjadi. Sedangkan kemampuan berpikir imaginative terjadi jika berpikir mengenai peristiwa yang belum terjadi, dimana mampu memikirkan kejadian yang bersifat imajinatif. Kemampuan berpikir imajinatif bukan hanya sekedar membuat khayalan semata-mata, tetapi menuntut kemampuan melihat hubungan sebab-akibat ( hubungan kausalitas ). Jika dihadapkan kepada suatu gejala atau fenomena tertentu, maka dicarilah sebab yang menimbulkannya, bahkan jika dapat menemukan penyebabnya maka berkeinginan untuk menemukan akibatnya atau apa yang akan terjadi. Jadi kemampuan berpikir imajinati itu selalu menggunakan sistematika tertentu. Kemampuan berpikir semacam ini haruslah didukung oleh logika yang kuat, terutama dalam menarik kesimpulan atau generalisasi dari adanya hubungan sebab akibat tersebut. Berpikir semacam itu dapat disebut sebagai berpikir logis. Sedangkan kemampuan berpikir logis dapat menarik kesimpulan dari adanya sesuatu hubungan sebab akibat inilah yang dikatakan sebagai penalaran. Kendall dan Marzano dalam Sumiati dan Asra ( Metode Pembelajaran, 2009 : 132 ) mengemukakan ada lima kemampuan berpikir dan penalaran pada diri siswa, yaitu : a. Memahami dan menggunakan prinsip dasar menyampaikan argumen. b. Memahami dan menggunakan prinsip dasar logika dan penalaran. c. Menggunakan proses mental secara efektif berdasarkan pada pengenalan kesamaan dan perbedaan. d. Memahami dan menggunakan prinsip dasar pengujian hipotesis dan penemuan saintifik. e. Menggunakan teknik pengambilan keputusan.
2

Kemampuan berpikir siswa berdasarkan tingkatannya adalah memahami dan menerapkan konsep yang ada dalam suatu mata pelajaran. Kategori yang rendah adalah memahami sedangkan yang tinggi adalah menerapkan dalam berbagai situasi. Untuk mencapai kemampuan yang lebih tinggi, siswa harus melalui tingkat berpikir dibawahnya terlebih dahulu. Dalam tingkat berpikir siswa yang dikaitkan dengan karakteristik mata pelajaran, maka pengatahuan dapat dikategotikan menjadi dua yaitu deklaratif dan prosedural. a. Pengetahuan deklaratif dinyatakan sebagai informasi ( declare ) dan biasanya mempelajari suatu konsep, prinsip, generalisasi, informasi, dan fakta-fakta. Pengetahuan deklaratif bersifat hirarkis dan yang paling mendasar. Misalnya, pengetahuna tentang konsep suara, bunyi, atau cahaya dalam mata pelajaran Sains/ IPA. Pengetahuan declaratif penting untuk memahami perbedaan tipe material atau obyek. Beberapa istilah dari pengetahuna deklaratif adalah : 1. Fakta : menyampaikan informasi yang spesifik tentang benda, orang, tempat, peristiwa. 2. Urutan waktu : urutan terjadinya peristiwa. 3. Urutan sebab-akibat : peristiwa yang memberikan hasil. 4. Episode : peristiwa spesifik yang mempunyai setting, pelaku, waktu, urutan kejadian, dan sebab akibat khusus. 5. Generalisasi : pemberlakuan secara umum dari hal-hal yang bersifat khusus. 6. Konsep : cara berpikir yang paling umum tentang pengetahuan. 7. Prinsip : jenis generalisasi yang bersifat khusus yang menggambarkan hubungan antara beberapa konsep. b. Pengetahuan prosedural berisi keterampilan proses yang menuntut siswa untuk mampu menerapkan konsep-konsep yang ada dalam suatu mata pelajaran. Jadi menuntut tingkat berpikir siswa yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengetahuan deklaratif, karena berkaitan dengan proses, strategi, aplikasi, dan keterampilan. Pengetahuan prosedural melibatkan proses klasifikasi, melibatkan pengembangan rencana, dan diperlukan dalam penulisan laporan penelitian/ karya ilmiah.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami, bahwa antara berpikir logis dan penalaran mempunyai relasi yang sangat erat. Hal ini merupakan dua hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap ilmuwan, bahkan oleh siswa sebagai calon ilmuwan.

Penalaran dan Pemecahan Masalah Masalah pada dasarnya merupakan suatu hambatan atau rintangan yang harus disingkirkan, atau pertanyaan yang harus dijawab atau dipecahkan. Masalah dapat diartikan pula sebagai kesenjangan antara kenyataan dan apa yang seharusnya. Situasi yang mencerminkan adanya kesenjangan itu disebut dengan situasi problematis. Dalam rangkan pengenalan terhadap situasi problematis itu, upaya yang dapat dilakukan adalah mengenali terlebih dulu berbagai fakta yang ada, terutama yang terkait dengan munculnyasituasi problematis tadi. Berpijak dari fakta tersebut, selanjutnya direnungkan atau dipikirkan bagaimana seharusnya situasi itu, dengan cara mencari penjelasan, baik berdasarkan suatu teori ilmiah tertentu, asumsi-asumsi yang diturunkan dari suatu teori, atau konsep-konsep yang didapat dari berbagai bahan pustaka terkait, baik berbentuk buku, majalah, jurnal, maupun laporan hasil penelitian. Dari pemikiran ini dapat dimunculkan deskripsi yang jelas tentang masalah yang dihadapi, serta rumusan masalah umumnya. Dalam segala aspek kehidupan dapat dijumpai berbagai masalah. Oleh karena itu, setiap orang tidak pernah luput dari masalah. Hal ini tentu menuntut kemampuan untuk memecahkannya, antara lain melalui metode trial and error ( metode yang mencoba menemukan segala kemungkinan pemecahan masalah, dengan menemukan setiap kesalahan hingga menemukan yang benar ). Trial and error dilakukan dengan mencari kemungkinan pemecahan masalah terhadap suatu persoalan, dengan jalan mencoba satu persatu

kemungkinan yang dianggap dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Jika ternyata suatu kemungkinan yang digunakan itu gagal, maka digunakan kemungkinan lain, dan jika hal itu pun gagal, maka diganti dengan yang lain lagi, dan seterusnya sampai masalah itu dapat dipecahkan. Itulah sebabnya, cara semacam ini disebut dengan cata atau metode trial ( coba-coba ) dan error ( dan gagal / salah ). Dengan jangka waktu yang cukup lama metode ini digunakan dalam menemukan pemecahan terhadap berbagai masalah, bahkan sampai sekarang pun masih banyak pula orang ynag menggunakannya, terutama mereka yang tidak mengerti atau tidak mengetahui
4

suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Coba-coba ini banyak jasanya, terutama dalam meletakkan dasar-dasar menemukan teori-teori dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Disamping itu pengalaman yang diperoleh melalui cara ini banyak membantu perkembangan berpikir dan budaya manusia ke arah yang lebih baik. Jika cara-cara ini memberikan hasil, maka hal ini memberi pengalaman berharga kepada orang yang bersangkutan. Berdasarkan pengalaman ini orang mengulangi kembali pengalaman yang diperoleh untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Apabila berdasarkan pengalaman menunjukkan bahwa sesuatu permasalahan dapat dipecahkan dengan cara tertentu, maka cara tersebut diulangi kembali untuk memecahkan masalah serupa yang dihadapi pada lain kali. Sebaliknya, jika ternyata dengan suatu cara yang digunakan seseorang gagal dalam memecahkan suatu permasalahan, mala pengalaman digunakan untuk menghadapi permasalahan serupa dan berusaha untuk mencari jalan lain yang dapat digunakan ataupun memperbaiki cara atau kemampuan memecahkan masalah tersebut. Kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi/mengenali masalah, apalagi memecahkannya itu berbeda-beda. Kemempua ini banyak sekali ditunjang oleh latarbelakang akademis, seperti spesialisasi keahlian, banyaknya membca atau studi pustaka, program pendidikan yang ditempuh, menganalisis suatu bidang, ataupun karena memberi perhatian khusus terhadap praktek kehidupan. Namun demikian tidak semua faktor yang disebutkan itu selalu menyebabkan seseorang mempunyai kemampuan dalam emmecahkan masalah. Kemampuan ini muncul terutama jika bersangkutan terbiasa atau terlatih dalam hal itu. Sesuatu masalah ada yang bersifat sederhana dan ada pula yang bersifat rumit ( kompleks ). Masalah sederhana dipecahkan dengan cara yang sederhana, masalah yang rumit tentu dipecahkan dengan cara yang rumit pula. Bagi seseorang yang mampu dan terbiasa menangani / memecahkan masalah yang runit, pada umumnya tidak pernah mempersoalkan rumit tidaknya masalah yang dihadapi. Baginya yang penting adalah bahwa masalah itu haris dipecahkan. Berbeda halnya dengan orang yang tidak terbiasa menghadapi masalah rumit, jika dihadapkan kepada hal itu tentu akan dirasakan sebagai sesuatu yang memberatkan. Bahkan mungkin tidak mampu memecahkannya.

Proses Pemecahan Masalah Lewat Penalaran Kemampuan dalam memecahkan masalah banyak ditunjang oleh kemampuan menggunakan penalaran, yaitu kemampuan yang melihat hubungan sebab-akibat. Kenyataan ini memang demikian adanya. Namun seringkali terjadi seseorang mempunyai kemampuan penalaran cukup baik, tetapi gagal dalam memecahkan suatu permasalahan. Hal ini disebabkan orang yang bersangkutan memilih langkah-langkah yang salah. Langka-langkah dalam pemecahan masalah merupakan sesuatu yang dapat menuntun ke arah penyelesaian yang tepat. Oleh karena itu, penting pula dipahami hal tersebut. John Dewey dalam buku How We Think ( 1910 ) mengemukakan langkahlangkah dalam pemecahan masalah atau problem solving sebagai berikut : a. Merasakan adanya kesulitan atau masalah yang menuntut pemecahan. Siswa dihadapkan pada suatu masalah dengna maksud agar merasakan atau menyadari adanya masalah. Proses merasakan atau penyadaran ini dianggap penting sebab suatu masalah dalam kehidupan siswa belum tentu disadari sebagai masalah, sehingga siswa tidak mempunyai motivasi i=un tuk memecahkannya. Cara yang bisa ditempuh untuk menghadapkan siswa pada masalah antara lain : 1. Menggali pengalaman pendahuluan siswa yang pernah dialami dalam kehidupannya. Caranya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan selengkap mungkin kepada siswa dikaitkan dengan informasi yang diperlukan mengenai masalah yang akan dipecahkan. 2. Siswa dirancang untuk mengungkapkan pendapatnya, diberi kesempatan

mengemukakan fakta-fakta, tanggapan, dan penafsiran suatu masalah hasil pengamatannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat seorang siswa dibenturkan atau didiskusikan dengna pendapat siswa lainnya sehingga mereka merasakan adanya masalah. b. Merumuskan dan membatasi masalah sebagai dasar untuk mencari faktadalam upaya pemecahannya. Siswa telah menyadari adanya masalah harus dirangsang untuk menelaah masalah itu agar mendapat gambaran yang luas dan terpadu tentang suatu masalah. Kemudian mengidentifikasi dan menguraikan menjadi masalah yang lebih khusus. Siswa harus

mampu merumuskan dengna singkat dan tepat apa sebenarnya masalahnya. Hal ini merupakan latihan berpikir tepat, tegas, kreatif sangat berguna. c. Mengajukan suatu rumusan kesimpulan sementara terhadap pemecahan masalah ( hipotesis ) yang akan diuji kebenarannya berdasarkan fakta atau argumentasi ( alasanalasan ) yang nalar. Langkah ini merupakan pengajuan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah. Siswa melakukan kerja sama dan komunikasi dengan guru dan siswa lainnya untuk mengemukakan pendapatnya tentang pemecahan masalah yang mungkin dilakukannya. Cara-cara pemecahan masalah yang dikemukakan harus disertai alasan-alasan yang kuat dan tepat. Siswa menelusuri kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak mencari pemecahan masalah sebaik-baiknya. d. Menguji hipotesis yang diajukan dengan suatu bukti yang dapat menjadi dasar untuk menolak atau menerima kebenaran hipotesis yang dibuat. Hipotesis yang diajukan siswa diuji dengan cara mencari bukti yang dapat menguatkan atau menolak kebenaran hipotesis tersebut. Penguji kebenaran ini berarti mengetes perumusan hipotesis yang diajukan dengan pengamatan kenyataan sebenarnya lewat percobaan-percobaan yang dilakukan siswa. e. Merumuskan kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis. Dengan lalngkah-langkah pemecahan masalah ini, proses pembelajaran di kelas dapat membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, juga merangsang kemampuan berpikir siswa secara kreatif karena dalam proses bembelajaran siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam mencari pemecahannya. Pemberian pengalaman belajar secara langsung sangat ditekankan melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah dengan tujuan untuk memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah. Agar mampu bekerja secara ilmiah, para siswa perlu mengembangkan sikap-sikap seperti rasa ingin tahu, jujur, mau bekerja serta bekerja sama, saling menerima dan memberi, keterbukaan pikiran dan kritis, tekun dan tidak mudah menyerah.

Berdasarkan langkah yang dikembangkan oleh John Dewey dapatlah diamati beberapa aspek penting yag tercakup dalam langkah pemecahan masalah tersebut yaitu : 1. Pemecahan masalah terutama yang bersifat kompleks memerlukan kemampuan penalaran, baik dalam mengidentifikasi masalah itu sendiri, maupun dalam melihat hubungan sebab akibat dari adanya masalah tersebut. 2. Langkah pemecahan masalah menurut John Dewey ini merupakan salah satu cara yang dianggap ilmiah, dan termasuk pada metode ilmiah ( scientific method ). Sebab di samping cara tersebut ada pula cara lain yang berbeda tingkat kekomplekannya sesuai dengan tingkat kekomplekan masalah yang dihadapi, yaitu : a. Pemecahan masalah yang bersifat instingtif, yaitu pemecahan terhadap masalah yang bersifat biasa, seperti menghindarkan diri dari bahaya. Hal ini biasanya tidak memerlukan banyak pikiran ataupun langka-langkah bersifat spontan. b. Pemecahan masalah dengan cara coba-coba ( trial dan error ). Dilakukan dengan cara mencoba satu persatu berbagai kemungkinan sampai memperolah kemungkinan yang paling tepat. c. Dengan menggunakan insight. Berdasarkan apa yang diketahui dipecahkan masalah. d. Pemecahan masalah dengan menggunakan bahasa, seperti dalam diskusi. e. Pemecahan masalah harus bersifat obyektif. Dalam menguji hipotesis atau dalam menarikkesimpulan pemecahan masalah haruslah didasarkan pada fakta empiris, atau setidak-tidaknya dengan logika. f. Berpikir ilmiah. Suatu kegiatan ilmiah menggunakan prosedur yang sistematis dan berdasarkan pada fakta. Dalam memecahkan masalah terutama yang kompleks juga demikian keadaannya. g. Menggunakan seluruh kemampuan baik bersifat potensial ( seperti intelegensi, kemampuan berpikir dan kemampuan mental lainnya ) dan yang bersifat akademik ( yang diperoleh dari hasil belajar ).

Melatih Kemampuan Berpikir, Penalaran dan Pemecahan Masalah Kemampuan berpikir dan memecahkan masalah banyak menunjang sukses, baik dalam belajar meupun dalam bidang karier profesional. Terutama bagi orang yang mengemban fungsi management ( pengelolaan ). Dalam kegiatan pengelolaan, seseorang banyak menghadapi berbagai masalah. Dalam hal ini pemecahan masalah merupakan tuntutan yang terus menerus. Menghadapi masalah sebagaimana digambarkan di atas, seringkali menuntut kemampuan memperkirakan dan membuat kesimpulan yang bersifat baru, asli, cerdik dan mengagumkan dengan menggunakan proses berpikir imajinatif. Kemampuan semacam ini disebut dengan kemampuan berpikir kreatif ( creative thinking ). Jadi seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif haruslah mempu mengeksplorasi terhadap area, melakukan pengmatan baru, perkiraan ( prediksi ) baru dan kesimpulan baru ( Skinner, 1974 : 336 ). Seringkali terjadi, dalam membuat perkiraan seseorang menggunakan intuisi kata hati. Dengan intuisi ini, perkiraan dibuat melompat jauh ke depan tanpa dasar fakta yang ditemui. Namun berdasarkan hasil perkiraan melompat ini, selanjutnya dianalisis berbagai kemungkinan orang yang bersangkutan dapat melihat hubungan sebab akibat dengan jangkauan cukup jauh. Kemampuan berpikir kreatif dan intuitif sangat besar artinya dalam menunjang kemajuan dalam berbagai bidang. Ditangan orang yang berkemampuan semacam itulah kemajuan dapat dipercepat pencapaiannya. Selain kemampuan potensial yang dimiliki seseorang, kemampuan berpikir, penalaran dan pemecahan masalah dapat dikembangkan melalui upaya latihan. Memang sesungguhnya dasar untu mengembangkan kemampuan ini adalah kemampuan potensial, terutama intelegensi. Istilah intelegensi digunakan dalam hal ini adalah kapasiti ( kemampuan potensial ) untuk memecahkan masalah. Termasuk kemampuan berpikir dan menggunakan penalaran. Intelegensi ada yang rendah ada yang tinggi. Orang mempunyai intelegensi rendah tidak dapat memecahkan masalah yang rumit sebagaimana mempunyai intelegensi tinggi ( Skinner, 1974 : 356 ). Artinya seseorang yang mempunyai intelegensi tinggi mempunyai kemungkinan hal itu dengan baik. Sebaaliknya yang mempunyai intelegensi rendah, kemungkinan itu tidak sebaik yang dimiliki oleh yang mempunyai intelegensi tinggi.
9

Kemampuan potensial tidak akan berkembang dengan baik, jika tidak ada upaya untuk meningkatkannya. Upaya itu ada bermacam-macam, namun yang paling penting dalam hal ini adalah : a. Mengenal tingkat kerumitan ( complexity ) suatu masalah. Setiap masalah yang dihadapi, bagaimanapun keadaannya harus diidentifikasi, terutama tingkat kerumitannya. Kadangkadang sepintas suatu masalah nampak tidak begitu kompleks. Namun setelah dianalisis ternyata menyangkut berbagai variabel. Kadang-kadang pula terjadi sebaliknya. Agar dapat diidentifikasi dengan baik, suatu masalah haruslah ditinjau dan dianalisis dari berbagai segi. b. Melihat suatu masalh dalam konteks hubungan sebab akibat. Jika menghadapi suatu masalah haruslah dipelajari apa sebab hal tiu terjadi, dan apa pula yang terjadi akibat dari masalah tersebut. Demikian pula dengan mencarikan alternatif pemecahan. Harus dilihat hubungan sebab akibat dari semua alternatif yang ditemukan atau dikemukakan. c. Mempelajari fakta dalam konteks pemecahan masalah. Seringkali dalam melihat hubungan sebab akibat harus didukung oleh berbagai fakta empiris. Fakta itu haruslah dipelajari, bukan hanya untuk melihat sebab, tetapi juga mempelajari akibat. Makin jauh kita mempelajari fakta sehubungan dengan pemecahan masalah, maka semakin dalam dapat dianalisis masalah itu, dan makin tepat atau setidak-tidaknya mendekati ketepatan kerimpulan yang dibuat. Bahkan lebih dari itu, kejelian dalam mencari dan mengidentifikasi fakta, serta ketelitian dalam melihat arti ( implikasi ) sesuatu fakta terhadap masalah yang dipecahkan dapat memperjauh jangkauan perkiraan ( prediksi ) tentang sesuatu. Hal ini dapat juga dijadikansarana dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan intuitif. d. Tidak selalu menerima secara apriori setiap ide. Jika kita menerima suatu ide, janganlah langsung diterima, tanpa diuji terlebih dahulu, baik dengna penalaran maupun dengan fakta. Hal ini dapat membantu dalam menunjang kemampuan berpikir.

Proses Pembelajaran dan Memecahkan Masalah Proses pembelajaran merupakan interaksi pembelajaran antar guru dengan siswa. Proses pembelajaran yang baik seharusnya dapat menumbuhkan kegiatan belajar pada diri siswa agar tingkah laku mereka berubah. Proses tersebut terjadi bukan hanya melalui
10

pemberian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan melalui komunikasi timbal balik antara guru dengan siswa. Dalam komunikasi timbal balik itu siswa diberi kesempatan untuk terlibat aktif dalam belajar baik mental, intelektual, emosional, maupun fisik agar mampu mencari dan menemukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Selanjutnya kemampuan-kemampuan itu diharapkan dapat membentuk kepribadiannya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Guru dalam proses pembelajaran hendaknya mengkonsolidasi siswa agar dapat mengembangkan kemampuannya dengan optimal. Siswa menjadi subjek belajar yang punya kesempatan untuk mengembangkan bakat dan jari dirinya. Siswa itu sendirilah yang aktif dengan daya dan karyanya sehingga mempunyai prakarsa dan inisiatif sendiri untuk

mengmati, menginterpretasi, menilai, memecahkan, dan mengkomunikasikan berbagai masalah yang dihadapi. Masalah pada hakikatnya merupakan sebuah pertanyaan yang mengundang jawaban. Masalah pada dasarnya telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Setiap orang tidak pernah luput dari masalah. Begitu pula dalam kehidupan siswa, selalu ada masalah. Masalah yang dihadapi siswa ada yang sederhana dengan ruang lingkupnya yang sempit/tidak mendalam, dan ada pula yang rumit/komplek dengna ruang lingkupnya luas dan mendalam. Masalah itu menuntut mereka untuk dapat memecahkannya. Siswa harus peka terhadap masalah dengan dihadapkan pada situasi yang memerlukan pemecahan masalah. Siswa hendaknya dirangsang dan didorong mengenal, merumuskan dan memecahkan masalah sesuai dengan kemampuannya. Masalah yang sederhana dapat dijawab atau dipecahkan melalui proses atau cara berpikir yang sederhana, sebaliknya masalah yang rumit dijawab atau dipecahkan melalui proses berpikir yang tidak sederhana, melainkan melalui langkah-langkah pemecahan masalah yang rumit pula. Masalah pada hakekatnya merupakan sebuah pertanyaan mempunyai peluang yang besar untuk bisa dijawab dengan tepat, jika pertanyaan itu dirumuskan dengan baik dan sistematis. Dengan demikian, setiap masalah menuntut kemampuan untuk memecahkannya. Pemecahan masalah atau problem solving merupakan suatu proses untuk menemukan suatu masalah yang dihadapi berupa aturan-aturan baru yang tarafnya lebih tinggi. Setiap kali suatu masalh dapat dipecahkan berarti mempelajari sesuatu yang baru dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah yag baru. Masalah merupakan titik tolak proses
11

pemecahan masalah untuk dibahas, dianalisis, disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya. Proses pemecahan masalah memberikan informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Pemecahan masalah merupakan kemampuan memproseskan informasi untuk membuat keputusan dalam memecahkan masalah. Keberadaan dan kemampuan seseorang dalam mengidentifiksai dan memecahkan masalah berbeda. Perbedaan ini banyak ditunjang oleh latar belakang kemampuan pendidikan, banyaknya membaca, dan kemampua menggunakan penalaran, yaitukemampuan melihat hubungan sebab akibat. Jika berhasil memecahkan suatu masalah maka siswa itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah lainnya. Bahkan tolok ukur kepandaian siswa dapat ditentukan oleh kemampuannya memecahkan masalah. Dalam memecahkan masalah, kemampuan memecahkan masalah yang ditemukan sendiri oleh siswa tanpa bantuan khusus memberikan hasil yan glebih bermakna. Diantara kebermaknaan pemecahan masalah tanpa bantuan dapat digunakan atau ditransfer dalam situasi-situasi lain. Dalam proses tersebut, siswa diarahkan langkah demi langkah dengan menggunakan aturan tertentu. Dengan menggunakan contoh, gambar, illustrasi, skema, bagan dan sebagainya, proses belajar itu dibantu dan dibimbing untuk menemukan sendiri pemecahan masalah. Siswa dituntut untuk mengemukakan dan membuat kombinasi ideidenya atu menghasilkan kemungkinan-kemungkinan penyelesaian masalah secara mandiri. Kemampuan memecahkan masalah memerlukan proses berpikir. Jika masalah itu berhasil dipecahkan berarti siswa mempelajari sesuatu yang baru. Oleh karena itu kemampuan siswa dalam berpikir seperti mengamati, bertanya, berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungannya perlu terus ditingkatkan. Pemikiran siswa diarahkan pada hal-hal yang menuntut kemampuan mencari jawaban sebanyak mungkin terhadap persoalan yang dihadapinya. Siswa dirangsang berpikir kreatif dan dapat menjajagi bidang-bidang baru dan menghasilkan penemuan-penemuan baru. Berkaitan dengan pengertian yang telah diuraikan, maka pemecahan masalah atau problem solving dapat diartikan sebagai kemampuan menunjukkan pada proses berpikir yang terarah untuk menghasilkan gagasan, ide, atau mengembangkan kemungkinan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya agar tercapai tujuan yang diinginkan. Begitu penting dan bermaknanya kemampuan memecahkan masalah, maka dalam kurikulum yang berlaku sekarang ini, pemecahan masalah merupakan suatu kemampuan
12

yang diharapkan dikuasai oleh siswa dalam mempelajari berbagai mata pelajaran. Seperti dalam materi pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi ( TIK ) atau Information and Communication Technology ( ICT ) ada tiga aspek untuk menunjang kmpetensi siswa, yaitu : a. Pemahaman mendalam tentang konsep, pengetahuan, dan operasi dasar. b. Pengolahan informasi untuk produktifitas. c. Pemecahan masalah, eksplorasi dan komunikasi. Siswa mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam situasi kehidupan nyata untuk mendapatkan informasi, mengelola gagasan, memecahkan masalah, melakukan penelitian, menggunakan seperangkat komunikasi dan mengirim informasi secara tepat.

Kompetensi

3. Pemecahan masalah, eksplorasi, dan komunikasi

1. Pemahaman mendalam konsep, pengetahuan dan operasi dasar

2. Pengolahan informasi untuk produktifitas.

Gambar : Hubungan Aspek Kompetensi

Standar kompetensi dari ketiga aspek ini saling mendukung dalam membentuk suatu kompetensi yang utuh. Cara menyajikan aspek 1 dan 2 tidak harus berurutan, boleh juga dimulai dari aspek 2 ke aspek 1, atau disajikan secara serentak.

13

III.

PENUTUP

Pada akhirnya tiba pada sebuah pamungkas, setelah sekian banyak berdialektika, penulis menggarisbahwahi beberapa hal sebagai kesimpulan. Berikut terdapat lima poin yang menjadi catatan akhir dari makalah ini : Pertama, kemampuan berpikir logis pada siswa bertujuan untuk menemukan sebuah kesimpulan dari hubungan sebab akibat dari sebuah peristiwa atau kejadian. Kedua, jika dirunut, kemampuan berpikiran logis berkorelasi dengan penalaran. Keduanya akan saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan antara satu dan yang lainnya. Ketiga, tingkat berpikir siswa berkaitan dengan karakteristik mata pelajaran, sehingga dibedakan menjadi pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif berkaitan dengan konsep, prinsip, generalisasi, informasi, fakta-fakta. Pengetahuan prosedural lebih kepada penerapan dari konsep-konsep yang ada dalam suatu mata pelajaran. Keempat, tujuan dari berkemampuan berpikir logis, penalaran, tingkat berpikir adalah untuk memecahkan masalah. Kelima, selain karena faktor genetik, kemampuan berpikir, tingkat penalaran, tingkat berpikir juga sangat bergantung pada intensitas berlatih, semakin sering dilatih makan akan semakin tinggi, namun jika sebaliknya maka jangan banyak berharap mempunyai nilai tinggi.

14

Daftar Pustaka

Sumiati dan Asra, 2009, Metode Pembelajaran, Kasim, Meilani, 2008, Makalah : Landasan Pendidikan, http://meilanikasim.wordpress.com Suyitno, 2009, Landasan Filosofis Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung

15

You might also like