You are on page 1of 32

KARYA TULIS ILMIAH

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

DIKERJAKAN OLEH :  Asep Setyawan  Dicky Wahyu  Desi Arini  Ikhsan Kamil  Neni Suryani  Nur Ihsani Eka Saputri  Tria Juanita  Zuki Marandika Putra Kelas : XI SOC 2

SMA NEGERI 21 BANDUNG 2007

ABSTRAK
Remaja adalah bagian dari aset negara yang harus dibina dan dibimbing untuk pada akhirnya menjadi tonggak perubahan bangsa yang lebih baik dihari depan. Namun, dewasa ini problematika remaja menunjukan gejala peningkatan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Perkembangan seksualitas pada usia remaja memang seringkali menimbulkan banyak problematika moral dan sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan menganalisa permasalahan dan karakteristik dengan berdasar pada pengalaman seksualitas yang akhirnya menunjukan sejauh mana tingkat perilaku seksual dikalangan remaja saat ini. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Ini menimbulkan dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi. Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan terutama untuk Allah SWT yang telah memberi karunia yang tiada henti kepada kami untuk menyelesaikan karya tulis ini. Tak lupa untuk guru Bahasa Indonesia yang telah membimbing kami dalam menyusun karya ilmiah. Juga bagi semua pihak yang telah membantu secara langsung ataupun tidak, bagi para responden pengisi angket kami, terimakasih atas partisipasinya. Dan itu semua tiada arti bila tidak ada kerja keras dan kekompakan anggota kelompok. Semoga karya tulis kami dapat menjadi referensi, inspirasi dan bahan renungan bagi semua kalangan.

Bandung, 10 April 2007

Penyusun

DAFTAR ISI
Cover....................................................................................1 Abstrak.................................................................................2 Kata Pengantar....................................................................3 Daftar Isi..............................................................................4 Bab I : Pendahuluan............................................................5 Bab II : Tinjauan Pustaka....................................................8 Bab III : Metodologi Penelitian.........................................10 Bab IV : Pembahasan.........................................................11 Bab V : Kesimpulan dan Saran..........................................27 Daftar Pustaka...................................................................34

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Remaja adalah bagian dari aset negara yang harus dibina dan dibimbing untuk pada akhirnya menjadi tonggak perubahan bangsa yang lebih baik dihari depan. Namun, dewasa ini problematika remaja menunjukan gejala peningkatan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Data yang berhasil dihimpun oleh Biro Pusat Statistik dari Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial, bahwa di Jawa Barat masalah kenakalan remaja kian meningkat dari tahun ketahun. Masalah umum yang sering dialami oleh remaja adalah : putus sekolah, kenakalan, masalah penyesuaian diri, ketergantungan pada keluarga, penggunaan obat terlarang, dan yang mencengangkan adalah masalah perilaku seksual yang terlampau bebas dan terlalu dini, yang berakibat pada penularan virus HIV/AIDS yang dalam jangka panjang menimbulkan berbagai kerugian bahkan kematian.

I. 2 Identifikasi Masalah
Masalah remaja bukan hanya berasal dari pembawaan remaja itu sendiri, sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan. Secara umum sebab-sebab masalah remaja dipengaruhi faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri remaja yang dipengaruhi oleh perkembangan seksualitas, emosi, kemauan dan pikiran. Sedangkan

faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri remaja, seperti : lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan pergaulan. Perkembangan seksualitas pada usia remaja memang seringkali menimbulkan banyak problematika moral dan sosial. Dimana seharusnya pada masa itu remaja sebagai generasi muda penerus bangsa semestinya bersiap dengan keadaan yang menuntut dirinya sebagai contoh perubahan bangsa yang lebih baik. Namun disisi lain gejolak pubertas yang bermuara pada titik seksualitas tidak dapat dicegah karena pada kurun usia seseorang 12-22 tahun adalah memasuki fase pubertas yang dalam kamus kesehatan berarti proses perubahan fisik (biologis atau seksual) dan psikis pada diri manusia dari fase anak-anak menjadi dewasa yang berlansung kurang lebih tiga sampai lima tahun. Nama lain pubertas disebut dengan transisi karena proses pendewasaan yang singkat namun meninggalkan kesan mendalam. Salah satu tahap yang akan dilalui seorang remaja pada masa pubertas adalah perkembangan seksualitas yang seringkali tak terkendali.

I. 3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Masalah perkembangan perilaku seksualitas remaja dijadikan obyek penelitian dengan alasan sebagai berikut : 1. Bahwa masalah remaja - dalam hal ini perkembangan seksualitas bersifat kritis, cenderung meningkat dan memerlukan pemecahan sesegera mungkin. 2. Masalah remaja yang diteliti mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kehidupan dan berkaitan dengan fungsi pekerjaan sosial yaitu fungsi pencegahan, pengembangan dan sosialisasi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan menganalisa permasalahan dan karakteristik dengan berdasar pada pengalaman seksualitas yang akhirnya menunjukan sejauh mana tingkat perilaku seksual dikalangan remaja saat ini. Selanjutnya dengan penelitian ini penyusun dapat menyumbangkan pemikiran dan hasil penelitian ini kepada pihak yang ingin mengetahui tingkat perilaku seksualitas remaja.

I. 4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui sejauh mana tingkat perilaku seksual dikalangan remaja. 2. Mengetahui pendapat remaja mengenai batas kewajaran perilaku seksual 3. Mengetahui sejauh apa pengetahuan remaja mengenai kerugian perilaku seks bebas 4. Mengetahui pendapat remaja mengenai cara efektif menekan laju perilaku seks bebas 5. Dan penelitian ini dapat dijadikan acuan atau tolak ukur bagi guru, orang tua, dinas sosial dan pihak terkait untuk mencari cara yang tepat dalam menanggulangi problem seks dikalangan remaja.

I. 5 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi yang penyusun jadikan tempat penelitian adalah lingkungan Sekolah Menengah Atas Negeri 21 Bandung. Sedangkan waktu penelitian adalah satu pekan dalam bulan Maret dan dilakukan disela-sela waktu senggang proses belajar mengajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Andolesen dan Hubungannya dengan Remaja Dalam Pandangan Seksualitas, oleh : Anna Freud Andolesensia adalah masa yang meliputi proses perkembangan, dimana terjadi perubahan-perubahan dalam hal motivasi seksuil, organisasi daripada ego, dalam hubungannya dengan orang tua, orang lain dan cita-cita yang dikejarnya. ( Singgih D. Gunarsa, DR, 1991, hal; 7) Batas-Batas Masa Remaja Sesuai dengan Tempat Hidupnya, Lingkungan Sosialnya dan Pandangan Sosiologis, oleh : Neidhart Andolesensia merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak ke masa dewasa, dimana ia harus sudah dapat berdiri sendiri. Patokan Proses Perkembangan Dengan Hasil Perkembangan yang Jelas dan Mudah Diamati, oleh : Hurlock Patokan batas umur yakni ditandai fisik yang menunjukan kematangan seksuil dengan timbulnya gejala-gejala biologis. Andolesensia Dalam Bidang Psikologi Berhubungan dengan Perkembangan Psikis yang Terjadi, oleh : E.H.Erikson Andolesensia merupakan masa dimana terbentuk suatu perasaan baru mengenai identitas. Identitas mencakup cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan sulit dikenal oleh orang lain. Secara hakiki ia tetap sama walaupun telah mengalami berbagai perubahan.

Dr Nafsiah Mboi, dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Perempuan sangat rentan terkena HIV/AIDS. Bahkan remaja putri mempunyai kemungkinan lima sampai enam kali lebih banyak terkena kasus HIV positif daripada laki-laki (Suara Pembaruan, 19/10/2004). Singgih, D. Gunarsa, Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991 Penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak. Tirto Husodo, Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987 Pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan. Handbook of Adolecent psychology, 1980 Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3. 1 Objek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa siswi kelas XI IPS di SMAN 21 Bandung yang berjumlah 100 orang. Dengan penyebaran di 3 kelas, yaitu : XI IPS 2; 39 orang, XI IPS 3; 26 orang, XI IPS 4; 35 orang.

3. 2 Metode Penelitian
Teknik pengumpulan data yang penyusun pergunakan adalah : 1. Pendekatan empiris yaitu kajian lapangan dengan cara menyebarkan angket kepada responden ditiap kelas. 2. Kajian literatur yaitu studi kepustakaan untuk mengumpulkan data dari buku dan internet. Teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif, yaitu menguraikan data dengan kalimat logis dalam berbagai aspek dan melihat saling keterkaitannya. Langkah-langkah dalam menganalisa data adalah sebagai berikut : 1. Coding, yaitu mengkode tiap-tiap data yang masuk 2. Tabulating, yaitu penyusun mentabulasi data-data yang sejenis 3. Editing, yaitu memilih data yang relevan dengan penelitian mengenai tingkat perilaku seksual remaja.

BAB IV

PEMBAHASAN
A. Pengertian Remaja
Remaja pada umumnya merujuk kepada golongan manusia yang berumur 12-22 tahun. Dari sudut perkembangan manusia, remaja merujuk kepada satu peringkat perkembangan manusia, yaitu periode transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa. Semasa seseorang itu mengalami zaman remaja dia akan mengalami berbagai perubahan yang drastis, termasuk perubahan jasmani, sosial, emosi, dan bahasa. Akibatnya, remaja merupakan orang yang emosinya tidak stabil, dan senantiasa "bermasalah".

Pembahasan mengenai remaja sering dihubungkan dengan istilah-istilah asing. Pubertas, Andolesensia, Youth, Teenagers. Untuk mengindari kesimpang-siuran dan kesalahpahaman, maka akan dijelaskan terlebih dahulu.

a. Puberty, berasal dari Bahasa Inggris yang berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian. b. Adulescentia, berasal dari bahasa latin yang dimaksudkan masa muda, yakni antara 17 dan 30 tahun. Dalam kepustakaan lain didapat istilah Pubis yang lebih ditonjolkan hubungan antara masa dan perubahan yang terjadi bersamaan dengan tumbuhnya pubic hair atau bulu rambut pada daerah kemaluan. Penggunaan istilah ini lebih terbatas dan menunjukan tercapainya kematangan seksual. Istilah pubertas ini sering dikaitkan dengan pengertian masa tercapainya kematangan seksual ditinjau dari aspek biologisnya.

SATU DARI LIMA ORANG INDONESIA ADALAH REMAJA


Pembengkakan jumlah penduduk usia remaja tengah terjadi di berbagi negara di dunia, termasuk Indonesia.Saat ini 44 juta remaja bertumbuh di tanah air kita, artinya, satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja .Merekalah bakal orang tua bagi generasi mendatang.Bisa dibayangkan betapa besar pengaruh segala tindakan yang mereka lakukan saat ini pada hari-hari mendatang mereka sebagai orang dewasa, dan lebih jauh lagi pada bangsa kita di masa depan. Menjadi remaja berarti menjalani proses berat yang membutuhkan banyak penyesuaian dan menimbulkan kecemasan, karena lonjakan pertumbuhan badani dan pematangan organorgan reproduksi sering memunculkan perasaan asing terhadap diri. Tetapi kecemasan yang dialami ketika melangkah dari kanak-kanak menuju dewasa hanya samar-samar diingat oleh hampir semua dewasa,yang merasa telah melewati masa pubernya dengan sukses. (kespro.net: jumat, 16 April 2004 @ 13.58.50)

B. Ciri-Ciri Remaja
y

Suka bergaul dengan rekan sebaya daripada orangtuanya. Pada peringkat ini, manusia remaja akan mulai belajar bergaul dengan orang lain selain dari anggota keluarga mereka. Ini bermaksud bahwa masa remaja merupakan masa perkembangan sosial seseorang.

Suka berangan-angan Remaja yang normal mempunyai angan-angan sehat mengenai masa depan mereka. Mereka senantiasa memikirkan apa yang akan mereka perbuat pada waktu mendatang.

y Senang Terpengaruh oleh Emosi


Orang remaja merupakan orang yang senang terpengaruh oleh emosi. Ini adalah karena pikiran mereka masih berkembang dan belum sampai ke satu tahap yang mantap.

B. Gambaran Seksualitas Pada Remaja


Hubungan seks didefinisikan sebagai persenyawaan, persetubuhan dan satu aktivitas merangsang dari sentuhan kulit secara keseluruhan, sampai mempertemukan alat kemaluan lelaki ke dalam organ vital wanita. Rangsangan ini adalah naluri alamiah semua makhluk hidup untuk menyambung generasi seterusnya agar gen ini tidak terputus.

Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya.

Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama

sekali. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut. Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet.

Karakteristik Seksual Remaja


Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda hal ini seperti yang pendapat berikut ini : Sexual characteristics are divided into two types. Primary sexual characteristics are directly related to reproduction and include the sex organs (genitalia). Secondary sexual characteristics are attributes other than the sex organs that generally distinguish one sex from the other but are not essential to reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the facial hair and deeper voices characteristic of men (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002)

Pendapat tersebut seiring dengan pendapat Hurlock (1991), seorang ahli psikologi perkembangan, yang mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki

dan perempuan. Menurut Hurlock, pada remaja putra : tumbuh rambut kemaluan, kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan lain,lain. Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami haid, dan lain-lain.

Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan.

Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama.

Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi.

Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan

menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks. Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai : Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja,1994) adalah sebagai berikut :

Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain) Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya. Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria. Untuk itu penyusun telah melakukan serangkaian riset sederhana untuk

mengetahui perkembangan perilaku seksual remaja di kawasan SMAN 21 Bandung, dalam hal ini kelas XI. Karena pada umumnya puncak kenakalan remaja SMA terjadi pada grade ini.

PACARAN
Sudah hal lumrah dan tidak aneh bila pacaran menjadi pilihan para remaja untuk mengisi masa mudanya dengan melakukan aktivitas berkasih sayang bersama lawan jenisnya. Dan sebenarnya kegiatan pacaran ini adalah titik awal dari sebuah perjalanan menuju seks bebas. Dari penelitian awal yang penyusun lakukan diketahui 83% siswa/i dari semua kelas yang menjadi objek penelitian menjawab, sudah pernah berpacaran. Dan sisanya berjumlah 14% mengaku belum pernah berpacaran. KELAS XI IPS 2 XI IPS 3 XI IPS 4 JUMLAH RESPONDEN 39 orang 26 orang 35 orang SUDAH PACARAN 36 orang 23 orang 26 orang BELUM PACARAN 3 orang 3 orang 9 orang

Tingkat kewajaran perilaku dalam berpacaran


Pada penelitian ini menunjukan pendapat para responden tentang batas wajar perilaku dalam berpacaran. Dan penyusun membuat 5 pilihan jawaban. Dengan jumlah responden masih 100 orang.

Kelas

Pegang Tangan

Pelukan & Memegang Bagian Tubuh 10 orang 1 orang -

Ciuman

Making Love & Petting 5 orang 3 orang 5 orang

Tidak Melakukan Apa-apa 4 orang 7 orang 8 orang

Ips 2 Ips 3 Ips 4

9 orang 7 orang 10 orang

11 orang 8 orang 12 orang

Pendapat sangat erat hubungannya dengan perilaku, untuk pertanyaan selanjutnya, penyusun mencoba mengungkap fakta perealisasian pendapat terhadap tingkat perilaku seksual yang telah dilakukan oleh responden. Berikut ini data-data yang berhasil dihimpun untuk melengkapi penelitian. Kelas Pegang Tangan Pelukan & Memegang Anggota Tubuh Ips 2 Ips 3 Ips 4 36 orang 23 orang 29 orang 26 orang 14 orang 25 orang 26 orang 16 orang 24 orang 12 orang 2 orang 8 orang 6 orang 1 orang 10 orang Ciuman Petting Making Love

Dari tabel diatas dapat diakumulasikan bahwa, 26% responden menilai pacaran wajar apabila hanya berpegangan tangan dan 88% sudah melakukannya. Meningkat pada perilaku berpacaran yang lebih dekat dengan aktivitas seksual yaitu berpelukan & memegang anggota tubuh pasangannya masih dianggap wajar oleh 11% responden dan telah dilakukan oleh 64% responden.

Yang cukup mengejutkan adalah jawaban dari responden bahwa ciuman/ kissing masih wajar dalam berpacaran, meraih presentase tertinggi yaitu sebesar 31% dengan presentase telah dilakukan oleh 66%. Dengan detail jenis kissing 24% untuk responden yang berciuman pipi, dahi dan tangan. Sedangkan 32% mengaku telah berciuman bibir dan ciuman leher/ anggota tubuh lainnya mencapai 35%, sisanya sebanyak 9% memilih abstain atau tidak menjawab. Dalam penelitian selanjutnya terkuak bahwa 22% responden telah melakukan petting, yaitu persetubuhan tanpa mempertemukan alat kelamin. Dari semua penelitian akhirnya mengacu pada pokok permasalahan yaitu presentase dari responden yang telah melakukan seks diluar nikah pada masa sekolah. Dan dari penyebaran ini didapati fakta 19% dari keseluruhan responden telah melakukan making love pranikah. Mereka melakukannya dengan pasangannya ataupun bukan (tidak diketahui). Hasil polling dari Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) menyimpulkan bahwa 44,8 persen mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan hubungan seks (Pikiran Rakyat, 26/5/04). Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-malu kini sudah mulai melakukan hubungan seks di usia dini, 13-15 tahun. Tak bisa dipungkiri bahwa globalisasi yang membuat dunia menjadi tak berbatas serta meningkatnya konsumerisme di kalangan remaja (berusia 15-24 tahun) telah mereduksi nilai keperawanan yang pada gilirannya memicu kian bebasnya model pergaulan para remaja. Mereka tidak lagi sekedar berpegangan tangan, berpelukan, berciuman tetapi juga telah berhubungan seksual, sebuah aktivitas yang sesungguhnya hak milik bagi yang sudah menikah.

Polling di Bandung: 51,5% Remaja Lakukan Hubungan Seksual di Tempat Kos.


Eramuslim.com - Sebuah polling yang dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) menyebutkan bahwa 44,8 persen mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Tragisnya, tempat yang digunakan untuk melakukan seks hampir sebagian besar berada di wilayah kos-kosan bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Bandung. Bagaimana para mahasiswa ini menjadikan tempat kos-kosan sebagai ajang prostitusi dan atas dasar apa mereka bisa terjebak dalam budaya seks bebas?

Menurut Agus Mochtar, Ketua Sahara Indonesia, banyaknya mahasiswa yang menjadikan kos-kosan sebagai tempat melakukan hubungan seks karena ada kecendrungan pola hubungan sosial sangat renggang antara pemilik kos dengan penghuni yang bersifat hubungan transaksional. Ini juga menyebabkan tempat kos bebas tanpa ada yang mengawasi.

Dari sekitar 1000 remaja peserta konsultasi (curhat) dan polling yang dilakukan Sahara Indonesia selama tahun 2000 - 2002, tempat mereka melakukan hubungan seksual terbesar dilakukan di tempat kos (51,5%). Menyusul kemudian di rumah (30%), di rumah perempuan (27,3%), di hotel (11,2 %), di taman (2,5%), di tempat rekreasi (2,4%), di kampus/sekolah (1,3%), di mobil (0,4%) dan tak diketahui (0,7%).

Akibatnya, sebanyak 72,9% responden mengaku hamil. Sebanyak 91,5% di antaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Aborsi umumnya dilakukan dengan bantuan dukun/nonparamedik (94,8%) dan hanya 5,2% dilakukan dengan bantuan paramedik.

Seks bebas erat kaitannya dengan penyakit kelamin yang dapat menular dari pasangan saat melakukan hubungan intim. 95% dari responden mengetahui kerugian yang ditimbulkan dari perilaku seks bebas. Diantara jawaban yang paling banyak dilontarkan adalah HIV/AIDS,

Kasus AIDS di Indonesia setiap tahunnya terus menunjukkan kecenderungan meningkat hingga selama rentang dari 1996 sampai Maret 2006 jumlahnya mencapai 5.823 kasus. Dr I Nyoman Kandun MPH, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Depkes, di Bandung, Selasa, mengatakan, dari 5.823 kasus AIDS di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir itu, 80,9 persen di antaranya menimpa pada kaum laki-laki dan 18,1% pada kaum perempuan. terjadi peningkatan kasus AIDS di tanah air setiap tahunnya mulai 2002 sebanyak 1.172 kasus kemudian terus meningkat 2003 menjadi 1.488 kasus, 2004 menjadi 2.683 kasus, 2005 menjadi 5.321 kasus dan 2006 menjadi 5.823 kasus. Mereka juga tahu bahwa ada beberapa jenis penyakit yang ditularkan dari hubungan seksual. Misalnya 93% tahu tentang AIDS dan 34% tahu Sipilis. Kalau tentang AIDS, mereka 82% tahu dari televisi, 20% dari internet dan hanya 10% yang tahu dari orang tuanya (Camita Wardhana, Project Director Synovate Reseach).

Sumber Masalah Kesehatan Reproduksi 1. Seks dengan sembarang orang 2. Seks tanpa alat pengaman (kondom) 3. Melakukan hubungan seksual saat perempuan sedang haid 4. Seks tidak normal, misalnya seks anal (melalui dubur) 5. Oral seks dengan penderita gonore, menyebabkan faringitis gonore (gonore pada kerongkongan)

6. Seks pada usia terlalu muda, bisa mengakibatkan kanker serviks 7. Perilaku hidup tidak sehat dapat mendatangkan penyakit (tekanan darah tinggi, jantung koroner, diabetes melitus) yang dapat memicu disfungsi ereksi (DE) 8. Kehidupan seks menimbulkan trauma psikologis juga faktor pemicu DE

Dalam hal perilaku seks yang aman 40% menjawab lebih memilih melakukan petting daripada making love dengan menggunakan kondom, dengan alasan kondom dapat bocor dan tidak terjamin keamanannya. Sebanding dengan itu 40% lainnya berpendapat bahwa seks dengan kondom itu tidak besar resikonya dibanding petting. Sisannya mengaku tidak tahu. Disinggung tentang aman tidaknya melakukan seks dengan menggunakan alat kontrasepsi 50% menjawab tidak, 3% tidak tau dan lainnya mengaku aman.

Pemuasan Nafsu
Terkadang para remaja tidak dapat mengendalikan nafsu yang sedang bergejolak. Dan terungkap bahwa 38% responden sebagai objek penelitian, melakukan masturbasi sendiri atau oleh temannya setelah menyaksikan sesuatu yang membuat nafsu meningkat. Fenomena ini mungkin saja terjadi bagi remaja yang tidak dapat menahan diri namun sadar akan norma-norma agama, dimana seseorang dilarang melakukan hubungan seks sebelum menikah. Dari penelitian penyusun 65% responden mengaku pernah menonton, melihat video, gambar, film dan audio visual yang berbau seks.

Virginitas

Seiring dengan meningkatnya kebebasan perilaku remaja yang mengarah pada seks pranikah, tentu sangat berpengaruh terhadap keperawanan pihak remaja putri. Karenanya, ketika ditanya bagaimana perasaan para responden setelah melakukan hubungan seks pra nikah itu, 47% responden perempuan merasa menyesal karena takut hamil, berdosa, hilang keperawanan dan takut ketahuan orang tua.

Masalah keperawanan seorang wanita masih dianggap penting dipertahankan sampai menikah oleh 90% responden yang terdiri dari pria dan wanita. Pada umumnya, banyak dari responden pria yang telah melakukan seks pranikah, namun mereka tetap menginginkan wanita yang masih perawan hingga saat menikah.

REMAJA PUTRI, SUDAH JATUH TERTIMPA TANGGA . Undang-undang no. 20 / 1992 mentabukan pula pemberian KB untuk remaja puteri yang belum menikah. Ketika pencegahan gagal dan berujung pada kehamilan, lagi-lagi remaja putri yang harus bertanggung jawab. Memilih untuk menjalani kehamilan dini seperti dilakukan 9,5% remaja di bawah 20 tahun , dengan risiko kemungkinan kematian ibu pada saat melahirkan 28% lebih tinggi dibanding yang berusia 20 tahun ke atas , disertai kegamangan karena tak siap menghadapi peran baru sebagai ibu. Atau menjalani pilihan lain yang tersedia : aborsi.

Selain itu, hubungan atau kontak seksual pada usia di bawah 17 tahun merangsang tumbuhnya sel kanker pada alat kandungan perempuan, karena pada rentang usia 12 hingga 17 tahun, perubahan sel dalam mulut rahim sedang aktif sekali.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
Kelalaian untuk menanggapi kebutuhan remaja akan informasi tentang kesehatan reproduksi dan seks yang bertanggungjawab ternyata berbuah pahit. Begitu populernya perilaku berisiko,begitu banyak korban berjatuhan,begitu tinggi biaya sosial yang harus dibayar. Perasaan seksual yang menguat tak bisa tidak dialami oleh setiap remaja meskipun kadarnya berbeda satu dengan yang lain, juga kemampuan untuk mengendalikannya. Ketika mereka harus berjuang mengenali sisi-sisi diri yang mengalami perubahan fisik - psikis sosial,akibat pubertas,masyarakat justru berupaya keras menyembunyikan segala hal tentang seks,meninggalkan remaja dengan berjuta tanda tanya yang lalu lalang di kepala mereka. Pandangan bahwa seks adalah tabu, yang telah sekian lama tertanam,membuat remaja enggan untuk berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dengan orang lain. Yang lebih memprihatinkan, mereka justru sering merasa paling tidak nyaman bila harus membahas seksualitas dengan orang tuanya. Tak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja bergerilya mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Arus komunikasi dan informasi mengalir deras menawarkan petualangan yang menantang. Majalah,buku, dan film

pornografi yang memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab yang harus disandang dan risiko yang harus dihadapi menjadi acuan utama mereka.

SARAN
Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar. Bahkan jika memungkinkan masalah kesehatan reproduksi ini dapat menjadi kurikulum baru.

Tujuan Pendidikan Seksual


Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis, moral, unsur hak asasi manusia, kultur dan agama. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :
y

Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.

Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)

Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi

Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.

Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.

Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.

Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.

Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.

Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar

mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.

Beberapa Kiat
Pendidik yang terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri. Pendidikan yang diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam membicarakan masalah seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak. Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan antara ibu dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya. Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan. Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut diperhatikan:
y

Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.

Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidaktidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan

contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.

Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.

Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.

Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.

Bekerjasama Dengan Pemerintah


Pemerintah Republik Indonesia pun memaklumkan pentingnya kesehatan reproduksi remaja dalam PROPENAS 2000,yang akan diwujudkan oleh BKKBN. Bagitu banyak hal

terkait yang bisa dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah dengan berbagai pihak lain, diantara kebijakan itu : Mengembangkan kebijakan dan program berdasar paradigma baru yang bebas bias gender, sekaligus lebih ramah pada remaja, dengan menempatkan remaja sebagai subyek aktif yang patut didengar, dilibatkan, dan dengan demikian turut bertanggung jawab atas kepentingan mereka sendiri. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja, termasuk di dalamnya informasi tentang keluarga berencana dan hubungan antar gender, diberikan tak hanya untuk remaja melalui sekolah dan media lain, tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat Membuka wacana pengkajian ulang Undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang memberikan celah bagi terjadinya pernikahan dini, dan Undang-undang nomor 10 tahun 1992 yang mengganjal pelayanan kontrasepsi untuk pasangan ( baca: remaja) yang belum menikah, serta aturan-aturan yang dibuat berlandaskan Undang-undang tersebut. Meneruskan upaya meretas hambatan sosial budaya dan agama dalam persoalan reproduksi dan seksualitas remaja, melibatkan kelompok masyarakat yang lebih luas, seperti ulamarohaniwan, petinggi adat untuk menilai, merencanakan dan melaksanakan program yang paling tepat untuk kesehatan reproduksi remaja, termasuk juga mendorong keterbukaan dan komunikasi dalam keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
- D. Gunarsa, Singgih : Psikologi Remaja. Jakarta, BPK Gunung Mulia 1991. - Siswanto, Joko : Skripsi Pandangan Orang Tua Tentang Kesejahteraan Remaja Di RW Kebon Kangkung Kiaracondong Kotamadya Dati II Bandung. Bandung, STKS 1985. - Eramuslim.com - Kespro.net - Seksiologi@Wikipedia.com

You might also like