You are on page 1of 11

Model Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS)

Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model pembelajaran TPS merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana.TPS adalah salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004:57). TPS menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran. TPS dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, TPS juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. TPS sebagai salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing . Adapun penjelasan tahapan-tahapan utama dalam model pembelajaran TPS menurut Ibrahim (2000: 26-27) adalah sebagai berikut: Tahap 1 : Thingking (berpikir) Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2 : Pairing (berpasangan) Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Tahap 3 : Sharing (berbagi) Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Model pembelajaran TPS diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian jelas bahwa melalui model pembelajaran TPS siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model pembelajaran TPS adalah: Langkah ke 1 : Guru menyampaikan pertanyaan Aktifitas : Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Langkah ke 2 : Siswa berpikir secara individual Aktifitas : Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiranyya masing-masing. Langkah ke 3: Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan Aktifitas : Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok. Langkah ke 4 : Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas Aktifitas : Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas. Langkah ke 5 : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah Aktifitas : Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah ang telah mereka diskusikan.

Kelebihan model pembelajaran TPS menurut Ibrahim, dkk. (2000:6): 1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya. 2. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka. 3. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional. 4. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional. 5. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah pendengar materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru. 6. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal. 7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

Hambatan model pembelajaran TPS yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain: berasal dari segi siswa, yakni: siswa-siswa yang pasif, dengan model ini mereka akan ramai dan mengganggu teman-temannnya. Tahap pair siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama pasangan satu bangku dengannya tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada pasangan yang lain. Jumlah siswa di kelas juga berpengaruh terhadap pelaksanaan metode think pair share ini. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok. Akibatnya terdapat kelompok yang beranggotakan lebih dari 2 (dua) siswa. Hal ini akan memperlambat proses diskusi pada tahap pair, karena pasangan lain telah menyelesaikan sementara satu siswa tidak mempunyai pasangan. Hambatan lain yang ditemukan yaitu dari segi waktu. Kelemahan lain yang terjadi pada tahap think adalah ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan siswa yang suka mengulur-ulur waktu dengan alasan pekerjaan belum diselesaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar ranah kognitif, yaitu siswa kurang menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya. Model ini membutuhkan banyak waktu karena terdiri dari 3 (tiga) langkah yang harus dilaksanakan oleh seluruh siswa yang meliputi tahap think, pair, share. Untuk mengatasi hambatan dalam penerapan metode kooperatif think pair share yaitu guru akan berkeliling kelas dengan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus siswa lalui. Hal tersebut dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap tahapnya dalam proses pembelajaran ini. Guru akan memberikan point pada siswa, jika siswa tersebut mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau memberikan sanggahan pada tahap share. Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak (Hartina, 2008: 12). Menurut Lie (2005: 46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa) adalah: 1) banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, 2) lebih sedikit ide yang muncul, dan 3) tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok. Daftar Pustaka Irani, Sri & Sahrudin. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS).,(Online), (http://www.sriudin.com/2011/07/model-pembelajaran-think-pair-and-share.html),diakses 23 Januari 2012.

Paradigma Behaviorisme dan Kognitivisme Behaviorisme adalah teori yang berlandaskan pada prinsip stimulus-respon. Menurut teori ini seluruh perilaku manusia muncul karena rangsangan eksternal. Tokoh yang berkontribusi pada teori ini di antaranya adalah Ivan Pavlov. Dengan menggunakan teori itu sebagai dasar pengelolaan kegiatan pembelajaran, peran utama pendidik sebagai faktor eksternal harus memberikan rangsangan kepada siswa agar siswa mampu merespon dengan baik serta meningkatkan perhatian atas apa yang harus dipelajarinya. Guru juga berperan agar respon yang siswa berikan diarahkan pada prilaku yang guru harapkan. Tidak semua pakar sependapat dengan teori itu. Alasannya, respon dalam teori behaviorisme hanya berlaku pada hewan. Secara faktual kekuatan pada diri manusia tidak sesederhana itu. Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat menunjukkan tingkat aktivitas yang jauh lebih sempurna. Manusia dapat mengembangkan aktivitas pikirannya jauh lebih kompleks. Manusia tidak hanya dapat merespon, namun dapat mengembangkan potensi pikirannya tanpa ada stimulus dari luar dirinya sekalipun. Manusia menunjukan kelebihannya sebagai konsekuensi dari proses berpikir atas akal yang dimilikinya. Sekali pun prilaku siswa menunjukan kompleksitasnya, namun perubahan perilaku siswa dapat diamati terutama dari hasil belajarnya. Pandangan seperti ini muncul dari pihak yang pro kognitivisme. Penganut kognitivisme mengibaratkan pikiran manusia seperti komputer; mendapat input informasi, memproses informasi, dan menghasilkan outcomes tertentu. Alur sistem ini selanjutnya dijadikan landasan dalam meningkatkan mutu belajar. Para ahli dari kelompok kognitif pada dasarnya berargumen bahwa kotak gelap otak manusia itu harus dibuka dan dipahami. Para pembelajar dipandang sebagai prosesor informasi dalam komputer. Oleh karena itu terdapat beberapa kata kunci dalam usaha memahami kecakapan berpikir seperti : skema, pengolahan informasi, manipulasi simbol, pemetaan informasi, penafsiran informasi, dan mental model. Studi kognitivisme berfokus pada kegiatan batin atau mental, membuka kotak gelap pikiran manusia agar dapat memahami bagaimana orang belajar. Proses mental seperti berpikir, mengingat, mengetahui, memahami, memecahkan masalah perlu dicermati dengan teliti. Pengetahuan dapat dipahami sebagai skema atau konstruksi simbol-simbol mental. Belajar dipandang sebagai proses perubahan pada pikiran siswa. Elaborasi Kognitivisme memiliki beberapa cabang ilmu, di antaranya teori asimilasi, atribusi, pertunjukkan komponen, elaborasi, mental model, dan pengembangan kognitif. Teori elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus

diorganisasikan dari materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi. Pengertian ini dirumuskan Charles Reigeluth dari Indiana University dan koleganya pada tahun 1970-an. Konsep ini memiliki tiga kata kunci yang fokus pada urutan elaborasi konsep, elaborasi teori, dan penyederhanaan kondisi. Pembelajaran dimulai dari konsep sederhana dan pekerjaan yang mudah. Bagaimana mengajarkan secara menyeluruh dan mendalam, serta menerapkan prinsip agar menjadi lebih detil. Prinsipnya harus menggunakan topik dengan pendekatan spiral. Sejumlah konsep dan tahapan belajar harus dibagi dalam episode belajar. Selanjutnya siswa memilih konsep, prinsip, atau versi pekerjaan yang dielaborasi atau dipelajari. Pendekatan elaborasi berkembang sejalan dengan tumbuhnya perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa sebagai kebutuhan baru dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran. Dari pikiran Reigeluth lahirlah desain yang bertujuan membantu penyeleksian dan pengurutan materi yang dapat meningkatkan pecapaian tujuan. Para pendukung teori ini juga menekankan pentingnya fungsi-fungsi motivator, analogi, ringkasan, dan sintesis yang membantu meningkatkan efektivitas belajar. Teori ini pun memberikan perhatian pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran psikomotor. Ide dasarnya adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual dalam urutan pengetahuan dan keterampilan yang berasimilasi. Menurut Reigeluth (1999), teori elaborasi mengandung beberapa nilai lebih, seperti di bawah ini.

Terdapat urutan instruksi yang mencakup keseluruhan sehingga memungkinkan untuk meningkatkan motivasi dan kebermaknaan. Memberi kemungkinan kepada pelajar untuk mengarungi berbagai hal dan memutuskan urutan proses belajar sesuai dengan keinginannya. Memfasilitasi pelajar dalam mengembangkan proses pembelajaran dengan cepat. Mengintegrasikan berbagai variabel pendekatan sesuai dengan desain teori.

Teori elaborasi mengajukan tujuh komponen strategi yang utama, (1) urutan elaborasi (2) urutan prasyarat belajar (3) ringkasan (4) sintesis (5) analogi (6) strategi kognitif, dan (7) kontrol terhadap siswa. Komponen terpenting yang melandasi semua itu adalah perhatian. Semua stratregi itu harus berlandaskan pada materi dalam bentuk konsep, prosedur, dan prinsip. Hal itu terkait erat dengan proses elaborasi yang berkelanjutan, melibatkan siswa dalam pengembangan ide atau keterampilan dalam aplikasi praktis. Strategi ini memungkinkan siswa

untuk menambahkan sendiri ide dalam menguatkan pengetahuannya. Contoh yang tepat untuk ini adalah peserta didik yang memiliki daftar contoh konsep atau sifat yang dapat bermanfaat. Konteks Teori Elaborasi Teori elaborasi dapat dikaji dari dua konteks. Konteks pertama untuk menunjukkan posisi teori elaborasi dalam klasifikasi variabel-variabel yang tercakup dalam teori pembelajaran dan konteks kedua dimaksudkan untuk melihat posisi teori elaborasi dalam urutan prosedural perancangan sistem pembelajaran atau lebih dikenal dengan desain pembelajaran. Konteks pertama diuraikan sebagai berikut: Reigeluth dan Merrill (1979) dalam Reigeluth (1983) membagi variabel utama pembelajaran yaitu yang disebut sebagai conditions-methodsoutcomes. Ketiga variabel ini yaitu kondisi pembelajaran, metode pembelajaran, dan hasil pembelajaran telah digambarkan digambar 2.3. Variabel metode pembelajaran seperti telah diungkapkan sebelumnya diklasifikasi menjadi tiga jenis, yaitu: (a) metode/strategi untuk mengorganisasi isipembelajaran, (b) metode/strategi untuk menyampaikan isi pembelajaran, (c) metode/strategi untuk mengelola pembelajaran. Teori elaborasi tidak menaruh perhatian pada metode penyampaian dan metode pengelolaan pembelajaran (Reigeluth, 1983), meskipun keduanya adalah penting dalam pengintegrasian model dan teori. Kedua variabel itu .sangat bermakna bagi perencana dan pengembang pembelajaran. Teori elaborasi hanya termasuk dalam variabel metode pengorganisasian pembelajaran tingkat makro. Tingkat makro sebenamya tersusun atas empat masalah utama yaitu yang disebut dengan 4S (selection, sequencing, synthesizing, dan summarizing) isi bidang studi. Konteks model elaborasi dalam desain pembelajaran dapat dilihat dari berbagai langkah-langkah desain pembelajaran yang diungkap oleh beberapa ahli. Pada pembahasan ini akan diungkap pendapat dua ahli pembelajaran. Langkah- langkah desain pembelajaran yang dikemukakan Degeng (1997), sebagai berikut. 1. Analisis tujuan dan karakteristik bidang studi 2. Analisis sumber belajar (kendala) 3. Analisis karakteristik si-belajar 4. Menetapkan tujuan belajar dan isi pembelajaran 5. Menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran 6. Menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran 7. Menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran 8. Pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran

Kedelapan langkah tersebut sebenamya dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Langkah analisis kondisi pembelajaran (nomor 1, 2, 3, dan 4). Langkah pengembangan mencakup nomor 5, 6, dan 7. Dan yang terakhir adalah langkah pengukuran hasil belajar (nomor 8). Dari langkah-langkah di atas, model elaborasi diperlukan pada nomor 5 yaitu langkah penetapan strategi pengorganisasian isi pembelajaran. Langkah ini merupakan langkah penting yang sering diabaikan dalam desain pembelajaran. Terutama pengorganisasian tingkat makro, yaitu yang berkaitan dengan pengorganisasian keseluruhan isi bidang studi yang akan diajarkan. Langkah-langkah desain pembelajaran yang dikemukakan Setyosari (2001) mencakup beberapa langkah, sebagai berikut.
1. Merumuskan tujuan pembelajaran Alasan utama merancang pembelajaran tidak lain

adalah ingin mencapai sejumlah tujuan pendidikan yang diharapkan. Tujuan belajar adalah suatu pemyataan tentang perubahan yang diinginkan atau diharapkan. Dalam implementasinya ada dua jenis tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran.
2. Menganalisis karakteristik subjek didik Tujuan langkah ini untuk melakukan anaiisis

perilaku dan karakteristik si-belajar. Hasil analisis digunakan untuk menentukan kemampuan dan keterampilan mana yang memungkinkan bagi si-belajar untuk melakukantugas belajar.
3. Merancang strategi pembelajaran Strategi pembelajaran, merupakan faktor-

faktor dalam rancangan pembelajaran, diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu strategi-strategi: organisasional, penyajian, dan pengelolaan. Strategi pengorganisasian mengacu pada bagaimana pembelajaran akan disajikan secara berurutan (sequence), apa tipe isi yang akan dipresentasikan, dan bagaimana isi atau bahan disajikan. Strategi penyampaian berhubungan dengan media pembelajaran apa yang akan dipakai dan bagaimana si-belajar akan dikclompokknn. Strategi pengelolaan mencakup penjadwalan dan alokasi sumber-sumber belajar.
4. Menetapkan strategi mengembangkan bahan dan media Pengembangan materi ajar

yang meliputi perancangan dan penyampaian pembelajaran, merupakan tanggung jawab pembelajar di samping tugas pokoknya yang lain yaitu sebagai perancang (designer), pelaksana (executor), dan penilai (evaluator). Dalam mengembangkan bahan ajar, pembelajar menyesuaikannya dengan strategi pembelajaran yang dipakai. Beberapa faktor yang diperhatikan berkaitan dengan pemilihan media adalah (1)ketersediaan media di lingkungan yang akan dipakai, (2) kemampuan perancang dalam

menghasilkan bahan yang sesuai dengan media, (3)fleksibilitas, (4) daya tahan, (5) kesesuaian dengan bahan, (6) efektivitas biaya.
5. Mengevaluasi unjuk kerja siswa Evaluasi merupakan hal yang tidak bisa dihindari

dalam proses pembelajaran.Evaluasi lebih luas daripada pengukuran, yang berarti proses pemberian skor.Evaluasi sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan seberapa jauh tujuan khusus pembelajaran telah dicapai oleh si-belajar. Model elaborasi diperlukan pada langkah ke-3 yaitu merancang strategi pembelajaran pada tatanan makro yang mencakup keseluruhan isi bidang studi yang akan diajarkan. Sedangkan menurut Riyanto (2005:20) dalam Degeng (1997:13) bahwa langkahlangkah pengembangan yang didasarkan pada teori elaborasi adalah sebagai berikut:
1. Analisis tujuan dan karakteristik bidang studi. Pada tahap ini, seorang perancang

pembelajaran akan menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pada hakekatnya, tujuan pembelajaran adalah menginformasikan apa yang harus dicapai oleh siswa pada akhir pembelajaran (Hartley dan Davis dalam Degeng, 1997:75). Penyampaian tujuan belajar pada awal pertemuan menjadi sangat penting karena tujuan belajar ini akan menjadi perhatian utama siswa, dan dengan diberikannya tujuan belajar ini, siswa diharapkan akan dapat mengaitkan prestasi atau perilaku yang diharapkan. Penelitian Degeng menyatakan bahwa, siswa yang diberitahu tujuan belejarnya sebelum belajar dimulai, memperlihatkan hasil belajar yang lebih tinggi dari siswa yang tidak diberitahu tujuan belajarnya.
2. Analisis sumber belajar. Pada tahap ini, seorang perancang akan mencoba untuk

menentukan sumber-sumber belajar yang dapat dipergunakan serta menentukan kendala-kendala yang mungkin akan muncul. Dalam hal ini, perancang mengadakan estimasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan sumber belajar. Dari proses ini maka seorang perancang akan dapat membuat suatu daftar yang memuat sumber belajar yang dapat dimanfaatkan oleh siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan.
3. Analisis karakteristik si belajar (siswa, pen). Pada tahap ini, seorang perancang

pembelajaran akan mencoba untuk mempelajari dan memahami siswa yang akan diberikan bahan ajar. Pada tahap ini perlu bagi perancang untuk mengadakan pengamatan terhadap karakteristik siswa. Dengan memahami karakteristik masingmasing siswa, maka perancang akan dapat membantu dalam menentukan strategi belajar apa yang dapat diberikan untuk masing-masing sisw. Dengan demikian, seorang perancang akan memperhatikan adanya perbedaan masing-masing siswa (individual

differences). Pada tahap ini, perancang akan dapat membuat daftar karakteristik si belajar.
4. Menetapkan tujuan belajar dan isi pembelajaran. Tahap ini sebenarnya dapat segera

diselesaikan pada saat perancang menetapkan tujuan belajar dan menentukan karakteristik bidang studi (mata pelajaran, pen). Pada tahan ini, perancang akan membuat tujuan belajar seperti yang kita kenal selama ini yaitu tujuan pembelajaran khusus (TPK) atau sering juga disebut dengan tujuan instruksional khusus (TIK). Dengan demikian, pada tahap ini, perancang mulai menentukan spesifikasi atau hasil apa yang akan diperoleh oleh siswa pada akhir tiap-tiap bab pada proses pembelajaran.
5. Menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran. Pada tahap ini, perancang

pembelajaran akan menentukan bagaimana isi pembelajaran ini akan diorganisasikan. Pengorganisasian ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik bahan ajar serta tujuan pembelajaran tersebut. Dengan demikian, untuk karakteristik bidang studi yang satu akan berbeda dengan karakteristik bidang studi yang lain dalam upaya menentukan pengorganisasian isi pembelajaran.
6. Menetapkan

strategi

penyampaian

isi

pembelajaran.

Penetapan

strategi

penyampaian sisa pembelajaran akan sangat bergantung pada usaha perancang dalam menentukan sumber belajar yang akan dipergunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Sebab, penyampaian strategi pembelajaran tertentu akan mempergunakan sumber belajar yang ada, sehingga dapat dihindari penggunaan strategi penyampaian isi belajar yang tidak mempunyai sumber belajar.
7. Menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran. Tahap pengelolaan pembelajaran

ini sangat bergantung pada upaya perancang pembelajaran dalam menetukan karakteristik siswa. Sebab dalam tahap ini, diperlukan masukan tentang karakteristik siswa dalam upaya untuk menentukan penjadwalan penggunaan komponen strategi pengorganisasian dan penyampaian pembelajaran, pengelolaan motivasional, pembuatan catatan kemajuan belajar siswa dan kontrol belajar (Degeng, 1997:16).
8. Pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Pada tahap akhir ini,

perancang pembelajaran akan melakukan pengukuran terhadap hasil pembelajaran yang mencakup tingkat keefektifan, efisiensi dan daya tarik pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan penghematan terhadap proses pembelajaran dan tes hasil belajar (Degeng, 1997:16). Daftar Pustaka

Sumarno, Alim, M.Pd. 2011. Konteks Elaborasi.(Online).,(http://blog.tp.ac.id/konsepkonsep-khusus-yang-sering-digunakan-dalam-model-elaborasi), diakses 23 Januari 2012. Suryantoro, Darwis. 2011. Langkah-langkah Pengembangan Desain Pembelajaran dalam Teori Elaborasi. (Online). (http://manajemenpendidikan.com/langkah-langkahpengembangan-desain-pembelajaran-dalam-teori-elaborasi/,diakses 24 Januari 2012.

You might also like