You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Leukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Insiden leukemia di Negara Barat mencapai 13/100.000 penduduk per tahun. Leukemia adalah keganasan hematologic akibat proses neoplastik disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk hemopoietik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok (clone) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik (Bakta, 2006). Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum: leukemia limfositik dan leukemia mielogenosa (Guyton and Hall, 2007). Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 1: Ny. Kassian DL, 42 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan lemas, pucat, mudah capai, kadang panas, yang sudah dirasakan sejak 6 bulan terakhir. Akhir-akhir ini sering disertai perdarahan lewat hidung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: pucat, gizi kesan kurang. Suhu aksiler 38,5 C, nadi 108 kali/menit, irama teratur, tekanan darah 124/78 mmHg, frekuensi nafas 18 kali/menit. Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,papil lidah atrofi, tidak ditemukan pembengkakan gusi. Terdapat limfadenopati leher, pada pemeriksaan abdomen

didapatkan hepatomegali dan splenomegali. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 7,5 g/dL;

jumlahleukosit 24.500/mm3; jumlah trombosit 67 x 103/mm3. Penderita dianjurkan dirujuk ke rumah sakit.

B. RUMUSAN MASALAH
1. 2.

Mengapa pasien mengalami gejala-gejala klinis seperti dalam kasus? Apakan pemeriksaan lanjutan yang harus dilakukan?

3. Apakah kaitan hepatosplenomegali dengan peningkatan leukosit?

C. TUJUAN PENULISAN 1. Mengetahui penyebab pasien mengalami gejala-gejala klinis seperti dalam kasus. 2. Mengetahui pemeriksaan lanjutan yang harus dilakukan oleh pasien 3. Mengetahui kaitan hepatosplenomegali dengan peningkatan leukosit

D. MANFAAT PENULISAN y Mahasiswa mampu menjelaskan konsep patogenesis dan patofisiologi penyakit hematologi. y Mahasiswa mampu menentukan pemeriksaan penunjang diagnosis penyakit hematologi. y Mahasiswa mampu menyusun data dari gejala, pemeriksaan fisik, prosedur klinis, dan pemeriksaan laboratorium untuk mengambil kesimpulan suatu diagnosis penyakit hematologi. y Mahasiswa mampu merancang manajemen penyakit hematologi.

BAB 2 STUDI PUSTAKA


1. Leukosit Leukosit, disebut juga sel darah putih, merupakan unit system pertahanan tubuh yang mobile. Leukosit sebagian dibentuk di sum-sum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, selsel ini diangkut menuju ke berbagai bagian tubuh yang membutuhkannya (Guyton and Hall, 2008). 1.1 Struktur, Fungsi, dan Jenis Leukosit Tidak seperti eritrosit, yang strukturnya uniform, berfungsi identik, dan jumlahnya konstan, leukosit bervariasi dalam struktur, fungsi, dan jumlah. Terdapat lima jenis leukosit yang bersirkulasi- neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit- masing-masing dengan struktur dan fungsi yang khas. Mereka semua berukuran lebih besar daripada eritrosit.

Kelima jenis leukosit tersebut dibagi menjadi dua kategori utama, bergantung pada gambaran nukleus dan ada tidaknya granula. Neutrofil, eosinofil, dan basofil dikategorikan sebagai granulosit polimorfonukleus. Monosit dan limfosit dikenal sebagai agranulosit mononukleus (Sherwood, 2001). Di antara granulosit, neutrofil adalah spesialis fagositik. Sel-sel ini selalu merupakan sel pertahanan pertama pada invasi bakteri dan dengan demikian, sangat penting dalam proses peradangan. Selain itu, mereka melakukan pembersihan debris. Seperti yang dapat diperkirakan berdasarkan fungsi-fungsi ini, peningkatan jumlah neutrofil dalam darah (neutrofilia) biasanya terjadi pada infeksi bakteri akut. Eosinofil adalah sel khusus jenis lain. Peningkatan eosinofil di sirkulasi darah (eosinofilia) dikaitkan dengan keadaan alergi (misalnya asma dan hay fever) dan dengan infestasi parasit internal (misalnya cacing). Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya dan paling kurang diketahui sifatnya. Basofil membentuk dan menyimpan histamin dan heparin. Histamin penting dalam reaksi alergi, sedangkan heparin mempercepat pembersihan partikel-partikel lemak dari darah setelah kita makan makanan berlemak. Heparin juga dapat mencegah pembekuan darah (koagulasi). Di antara jenis-jenis agranulosit, monosit, seperti neutrofil, diarahkan untuk menjadi fagosit professional. Sel-sel ini keluar dari sum-sum tulang selagi masih imatur dan beredar dalam darah selama satu atau dua hari sebelum akhirnya menetap di berbagai jaringan di seluruh tubuh. Di tempat yang baru, monosit terus berkembang dan sangat membesar, menjadi fagosit jaringan besar yang dikenal sebagai makrofag. Limfosit mengahasilkan pertahanan imun terhadap sasaran yang telah diprogramkan untuk mereka. Terdapat dua jenis limfosit, limfosit B dan limfosit T. Limfosit B mengahasilkan antibodi, yang beredar dalam darah. Limfosit T tidak menghasilkan antibodi; sel ini secara langsung menghancurkan sel-sel sasaran spesifik, suatu proses yang dikenal sebagai respons imun yang diperantai sel (seluler). Selama periode ini, sebagian besar dari sel ini secara kontinu beredar di antara jaringan limfoid, limfe, dan darah, dengan menghabiskan waktu beberapa jam saja di darah (Sherwood, 2001). Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4000 sampai 10.000/ mm3. Lima jenis sel darah putih yang sudah diidentifikasikan dalam darah perifer adalah (1) neutrofil (50 sampai 75% SDP total), (2) eosinofil (1% sampai 2%), (3) basofil (0,5% sampai 1%), (4) monosit (6%), dan limfosit (25% sampai 33%) (Price et.al, 2006). 1.2 Pembentukan leukosit Sel-sel commited yang berasal dari diferensiasi sel induk pluripoten selain membentuk sel darah merah, juga membentuk dua silsilah utama sel darah putih, silsilah mielositik dan limfositik. Silsilah mielositik dimulai dengan mieloblas dan silsilah limfositik dimulai dengan limfoblas. Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sum-sum tulang. Limfosit dan sel plasma terutama diproduksi di berbagai jaringan limfogen khususnya di kelenjar limfe, limpa, tonsil, timus, dan berbagai kantong jaringan limfoid di mana saja dalam tubuh, seperti sum-sum tulang dan plak Peyer di bawah epitel dinding usus (Guyton and Hall, 2008) 2. KELAINAN LEUKOSIT Berbagai macam penyakit mungkin bermanifestasi pada tingginya jumlah leukosit (leukositosis) atau rendahnya jumlah leukosit (leukopenia) (Kumar et al., 2005). Sedangkan,

jumlah leukosit normal manusia adalah sekitar 5000-10000/ml, dengan volume rata-rata sekitar 7000/ml (Sherwood, 2001). 2.1.Leukositosis Leukositosis mengacu pada naiknya jumlah leukosit. Hal ini biasa terjadi pada reaksi infeksi, dan terkadang merupakan indikasi pertama dari pertumbuhan neoplasma dari leukosit tersebut. Penyebab leukositosis dibagi menjadi 2, yaitu secara fisiologis dan patologis. Leukositosis fisiologis terjadi missal pada: - Olahraga (latihan fisik) - Stress emosi - Menstruasi - Masa persalinan (Obstetric Labor) Leukositosis patologis terjadi pada: - Infeksi Akut : Lokal dan umum. Lokal : Pneumonia, meningitis, abses. Umum : Demam rematik akut, sepsis, kolera. - Intoksikasi : Metabolik, keracunan, masuknya secara parenteral protein asing. Metabolik : uremia, asidosis, eklamasi, gout Keracunan oleh bahan-bahan kimia: obat-obatan dan racun, misal: Hg, epinefrin, racun kalajengking Masuknya secara parenteral protein-protein asing: vaksin - Perdarahan akut - Hemolisa akut - Nekrosis jaringan (Tahono,dkk., 1992) 2.2 Leukopenia Adalah keadaan di mana leukosit kurang dari normal. Biasanya kurang dari 4000/ml. Leukopenia terdapat pada - Penyakit karena bakteri: Typhus abdominalis, paratyphus, Febris undulans. - Penyakita karena virus : Morbili, Parotitis, Influenza, Rubella, Hepatitis Infeksiosa. - Keadaan toksis - Keracunan benzol - Anemia aplastik - Akibat sinar X 2.3 Leukemia leukemia juga memiliki gejala leukositosis, namun disebabkan oleh keganasan. Definisi leukemia adalah keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk hemopoetik, sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok (clone) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik (Bakta, 2006) 3.1 Klasifikasi Leukemia: Akut : merupakan leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita rata-rata meninggal dalam 2-4 bulan. Namun dengan pengobatan yang baik, ternyata leukemia akut memilki kesembuhan lebih banyak bila dibandingkan leukemia kronik. Leukemia akut dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) b. Acute Myeloid Leukemia (AML) Namun secara klinis, AML dan ALL sulit dibedakan, oleh karena itu pemeriksaan apusan darah tepi menjadi sangat penting untuk menentukan diagnosis, terapi, dan prognosis bagi pasien (Bakta, 2006). 1. Kronik : a. Chronic Lymphoblastic Leukemia (CLL) : merupakan leukemia limfoid kronik, terdiri dari beberapa jenis kelainan yang ditandai oleh proliferasi mature looking lymphosites, baik sel B maupun sel T. b. Chronic Myeloid Leukemia (CML) : merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel leukemia berasal dari transformasi sel induk myeloid. CML merupakan kelainan klonal (clonal disorder) dari pluripotent stem cell dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif (myeloproliferative disorder).

BAB III PEMBAHASAN


Pada skenario ini ditulis bahwa Ny. Kasian mengeluh lemas, pucat, mudah capai, kadang panas yang telah terjadi selama 6 bulan terakhir. Lalu pada pemeriksaan fisik didapatkan: pucat, gizi kesan kurang. Suhu aksiler 38,5 C, frekuensi nadi 108x/menit, konjuntiva anemis, sklera tidak ikterik, papil lidah atropi dan tidak ditemukan pembengkakan gusi. Terdapat limfoadenopati leher. Ada splenomegali dan hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 7,5 gr/dl; jumlah leukosit 24.500/mm3, jumlah trombosit 67 x 103/mm3. Jika dilihat dari keluhan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Keluhan lemas, pucat, mudah capai adalah gejala dari anemia yang merupakan gejala umum dari seluruh macam leukemia baik akut maupun kronik. Pada fase kronik dari leukemia mieloid kronik akan ditemukan gejala leukemia dan pada fase transformasi akan terjadi perubahan yang terjadi pelanpelan dengan prodormal selama 6 bulan, disebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru; demam, nyeri tulang (sternum), lelah, yang semakin progresif. Leukositosis meningkat, trombosit menurun. Jika dilihat dari skenario, terjadi peningkatan leukosit (24.500/mm3, normal 500010.000/mm3) dan terjadi penurunan trombosit (67 x 103/mm3, normal: 150.000350.000/mm3).Hal ini terjadi karena, terjadi gangguan hematopoiesis, dimana ketika jumlah sel leukosit pada sumsum tulang sangat berlebihan, akan menekan produksi sel darah lainnya. Hal inilah yang menyebabkan adanya gejala-gejala anemia dan trombositopenia pada penderita leukemia. Pemeriksaan fisik gizi kesan kurang dapat dilihat dari pengukuran berat badan dan tinggi badan serta ukur BMI pasien. Pada gejala fase kronik pada leukemia mieloid kronik salah satunya adalah berat badan yang menurun bahkan dapat terjadi anoreksia. Gizi kesan kurang ini diakibatkan reaksi hiperkatabolik yang di derita pasien leukemia. Pembengkakan gusi tidak terjadi pada pasien, hal ini menunjukkan bahwa pasien mungkin bukan menderita leukemia akut yang salah satu gejalanya dalah hipertrofi gusi. Tetapi diagnosis yang lebih lanjut harus didasari dari pemeriksaan lab lanjutan agar pasien mendapatkan terapi dan penatalaksanaan yang sesuai dengan diagnosisnya. Hepatomegali dan splenomegali didapatkan dari seluruh jenis leukemia baik akut maupun kronik. Organomegali ini disebabkan adanya infiltrasi sel blast ke lien atau hepar, sehingga terjadi perbesaran. Harus dilakukan pemeriksaan lanjutan jika ingin mengetahui diagnosis

sebenarnya.Namun, bila ditemukan terjadi hepatomegali, perlu dihubungkan pula dengan kemungkinan pembesaran hati karena penyakit lain, seperti pada hepatitis. Oleh karena itu dilakukan pula pemeriksaan pada sklera mata Ny. Kasian, untuk melihat adakah tanda-tanda ikterik seperti pada penderita hepatitis. Demam ringan yang terjadi pada Ny. Kasian disebabkan karena infeksi, berhubungan dengan terjadinya neutropenia, yaitu kurangnya sel neutrofil. Normalnya perbandingan sel neutrofil dengan sel darah putih lainnya pada orang normal adalah 40%-70%. Pada penderita leukemia, meskipun leukosit jumlahnya berlebihan, namun, leukosit yang ada adalah sel leukemia yang tidak dapat menjalankan fungsi leukosit (sebagai pertahanan tubuh) dengan baik dan sel-sel leukosit seperti neutrofil menjadi jauh berkurang, sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Perujukan ke rumah sakit diperlukan untuk dilakukan penanganan lebih lanjut. Untuk pasien leukemia, dapat dilakukan dua terapi, yaitu terapi spesifik (kemoterapi) dan terapi suportif untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang. .

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Leukimia adalah proliferasi ganas sel induk hemopoetik dalam sumsum tulang. Produksi sel darah putih yang tidak terkontrol disebabkan oleh mutasi yang bersifat kanker pada sel mielogen atau sel limfogen. 2. Leukimia dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara : 1) Garis keturunan sel yang mengalami transformasi ganas, dan 2) Onset penyakit ; Akut (ANLL, ALL, dan Sindrom Mielodisplastik), Kronik (CML,CLL, dan bentuk yang tak biasa) 3. Abnormalitas morfologi lekosit terjadi : netrofilia, basofilia, eosinofilia, limfositologi, dan monositologi dimana keadaan patologisnya disebabkan oleh factor yang berbeda-beda. 4. Untuk menegakkan diagnosis jenis leukemia maka diperlukan pemeriksaan penunjang lanjutanyaitu pemeriksaan darah tepi, sumsum tulang, sitogenetika, dan identifikasi imunologis(immunophenotyping).

5.

6.

7.

Penatalaksanaan leukemia limfoblastik akut dengan kombinasi kemoterapi vinkristin dan prednisone; metotreksat; L-asparaginase dan transplantasi sumsum tulang untuk orang dewasa dengan prognosis buruk. Pemeriksaan darah tepi secara klinis sangat penting untuk menentukan perbedaan setiap leukemia akut (AML dengan ALL) karena akan sangat menentukan jenis terapi dan prognosis penderita. Pada prinsipnya, terapi untuk keganasan hematologik dapat berupa : terapi yang bersifat kuratif, terapi paliatif, dan terapi suportif.

You might also like