You are on page 1of 42

HEPATITIS PADA KEHAMILAN

PRESENTASI KASUS

Universitas Andalas

Oleh:

Ratna Lestari Habibah


Peserta PPDS

Pembimbing :

Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND RSUD Prof. MA. HANAFIAH SM BATUSANGKAR 2012

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ii DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 BAB II LAPORAN STATUS .............................................................................. 3 A. Identitas ................................................................................................ 3 B. Keluhan Utama .................................................................................... 3 C. Riwayat Penyakit Sekarang ............................................................... 3 D. Riwayat Obstetri .................................................................................. 4 E. Pemeriksaan Fisik ............................................................................... 4 F. Pemeriksaan Laboratorium ................................................................ 4 G. Diagnosa .............................................................................................. 5 H. Sikap ..................................................................................................... 5 I. Rencana ............................................................................................... 5 J. Perjalanan Penyakit ............................................................................ 5 BAB III TINJAUAN KEPUSTAKAAN ............................................................. 10 A. Hepatitis Virus A ................................................................................ 10 B. HEPATITIS VIRUS B ........................................................................ 12 C. HEPATITIS VIRUS C ....................................................................... 18 D. HEPATITIS VIRUS D ....................................................................... 25 E. HEPATITIS VIRUS E ........................................................................ 26 F. SIROSIS HEPATIS ........................................................................... 29 BAB IV DISKUSI ............................................................................................. 32 BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kurva serologik infeksi akut VHB ...................................... 13 Gambar 2. Skema allogaritma test diagnostik infeksi VHC yang asimptomatik ..................................................................... 23

ii

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pendekatan diagnostic yang disederhanakan pada pasien dengan hepatitis ....................................................................... 28

iii

BAB I PENDAHULUAN
Hepatitis merupakan penyakit hepar yang paling sering mengenai wanita hamil. Hepatitis virus merupakan komplikasi yang mengenai 0,2 % dari seluruh kehamilan. Kejadian abortus, IUFD dan persalinan preterm merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada wanita hamil dengan infeksi hepatitis.(1) Hepatitis dapat disebabkan oleh virus, obat-obatan dan bahan kimia toksik dengan gejala klinis yang hampir sama.(2) Infeksi virus hepatitis dapat menimbulkan masalah baik pada kehamilan, persalinan, maupun pada bayi yang dilahirkan (vertikel transmission) yang nantinya dapat menjadi pengidap hepatitis kronis dengan kemungkinan terjadinya kanker hati primer atau sirosis hepatis setelah dewasa.(3) Sampai saat ini telah diidentifikasi 6 tipe virus hepatitis yaitu virus hepatitis A, B, C, D, E dan G. Infeksi virus hepatitis yang paling sering menimbulkan komplikasi dalam kehamilan adalah virus hepatitis B dan E (VHB & VHE). Infeksi virus hepatitis A (VHA) jarang terjadi dalam kehamilan dan tidak menimbulkan infeksi kronis dengan resiko perinatal yang rendah. Infeksi VHB pada wanita hamil dapat ditularkan secara tranplasental dan 20 % dari anak yang terinfeksi melalui jalur ini akan berkembang menjadi kanker hati primer atau sirosis hepatis pada usia dewasa. Oleh karena itu bayi yang lahir dari ibu carier HBsAg harus diimunisasi dengan memberikan immunoglobulin dan vaksin hepatitis B. Penularan perinatal virus hepatitis C (VHC) telah dibuktikan dan sangat erat hubungannya dengan penyakit hati kronis. Infeksi virus hepatitis D (VHD) hanya dapat ditularkan dari ibu ke anak bersamaan dengan VHB karena VHD memerlukan VHB untuk bereplikasi. Sedangkan infeksi virus hepatitis E (VHE) sering berat pada wanita hamil dengan angka mortalitas ibu 30 %.(4) Infeksi VHE pada wanita hamil dapat ditularkan pada janinya secara vertikel. Virus hepatitis G masih dipelajari dan diteliti serta dihubungkan dengan infeksi VHC. Gejala klinik yang signifikan pada VHG masih belum diketahui.(5) 1

Pada makalah ini akan dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien berusia 44 tahun dengan diagnosa P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar + kala III + obs febris + icteric ec ?, anak dan ibu dalam perawatan. Pasien dikirim dari IGD setelah sebelumnya pasien melahirkan di IGD RSUD Batusangkar seorang bayi prematur. Bayi dikirim ke perinatologi untuk mendapatkan perawatan sedang ibu dikirim ke kamar bersalin untuk mendapatkan penanganan manajemen aktif kala III. Setelah mendapatkan penanganan pasien diobservasi selama kala IV, kondisi pasien semakin lemah dengan sesak dan demam yang tidak mengalami perbaikan, kemudian pasien dikonsultasikankan ke spesialis penyakit dalam dalam perjalanannya pasien ditemukan asites selain demam dan icteric kemudian pasien dialih rawatkan ke bagian penyakit dalam untuk mendapatkan penanganan yang komprehensif. Berdasarkan besarnya resiko infeksi hepatitis dalam kehamilan baik pada ibu maupun pada janin melalui penularan vertikel dan horizontal serta perlunya tindakan preventif mengingat belum adanya obat yang spesifik yang bisa menuntaskan infeksi, maka makalah kasus ini dibuat. Pembahasan dalam makalah ini akan dititikberatkan pada rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah penatalaksanaan di bidang obstetri pada kasus ini sudah tepat? 2. Apakah diagnosis dan penatalaksanaan kasus pada pasien ini sudah tepat?

BAB II LAPORAN STATUS


A. Identitas

y Nama : Ny. Erlinda y Usia : 44 tahun

y No. RM : 036823 y Tanggal: 26/01/12


B. Keluhan Utama

Seorang pasien usia 44 tahun masuk ke KB RSUD Prof. Dr. MA Hanafiah, Batusangkar pada tanggal 26/01/12 pukul 15.00 WIB dengan keadaan pasien melahirkan di IGD RSUD Batusangkar 5 menit yang lalu.
C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien post melahirkan di IGD RSUD Batusangkar 5 menit yang lalu bayi tidak langsung menangis sehingga bayi langsung dibawa ke bagian anak. Os melahirkan kurang bulan dengan berat anak 1800 gram. Setelah melahirkan os langsung dibawa ke KB Batusangkar untuk melahirkan kakak anak. RSUD

y y y y y

Ini merupakan anak ke 3. Tidak haid sejak 8 bulan yang lalu HPHT : lupa ; TP sulit ditentukan Riwayat demam sejak 1 minggu yang lalu. Os dikenal menderita tekanan darah tinggi semenjak sebelum hamil, os control ke bidan, os tidak pernah dirawat karena tensi tinggi ini ataupun mendapatkan pengobatan antihipertensi.

D. Riwayat Obstetri

y y

Riw. perkawinan : 1 x tahun 1986 Riw. Kehamilan/Abortus/Persalinan : 4/0/4

- 1987, laki-laki, BB lupa, cukup bulan, spontan di bidan - 1990, laki-laki, BB lupa, cukup bulan, spontan di bidan - 1994, laki-laki, BB lupa, cukup bulan, spontan di bidan y Riw. Kontrasepsi : ( )
E. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis Ku Kes Td 150/100 N 90x/ R 20 T 37,9oC

Sedang CMC y y y y y y y Kepala Mata Leher Toraks Abdomen Genitalia

: normocephali : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik : JVP 5 2 cmH2O, tiroid tak membesar

: cor dan pulmo status interna : status obstetrikus : status obstetrikus

Ekstermitas : edema (-/-), icterik (+)

Status Obstetrikus Abdomen y y y y Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : tampak sedikit membuncit. : TFU setinggi pusat, kontraksi lemah. : Timpani : Bising usus (+) normal

Genitalia y Inspeksi : V/U tenang, PPV (+), tampak tali pusat terjulur keluar

dari introitus vagina dijepit oleh klem.

F. Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin y y Hb Leukosit : 13,8 gr/dl : 9800/mm3

y y y y y y y y y y y

Hematokrit Trombosit Golongan darah SGOT/SGPT Ureum/creatinin GDR HBsAG Widal Albumin Bilirubin total

: 42,8 % : 212.000/mm3 :O : 62/55 mg/dl :28/0,95 mg/dl : 84 mg/dl : (-) : (-) : : / mg/dl mg/dl mg/dl

Bilirubin direk/indirek :

G. Diagnosa

P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar + kala III + obs febris + icteric ec ? Anak dan ibu dalam perawatan

H. Sikap

y y y y y

Kontrol KU, VS, PPV Antibiotik (Cefotaxime 2 x 1 gr i.v) skin test Antihipertensi (nifedipin SL 10 mg) Oksitosin injeksi 1 ampul Tes pelepasan plasenta

I. Rencana

Manajemen aktif kala III

J. Perjalanan Penyakit

Pukul 15.10 WIB Diberikan injeksi oksitosin pertama 10 iu kemudian dilakukan tes pelepasan plasenta, kesan : plasenta telah lepas. Dilakukan penegangan tali pusat terkendali, plasenta lahir secara spontan, lengkap 1 buah, dengan bentuk dan ukuran yang normal, berat 400 gr dan panjang tali pusat 45 cm, insersi parasentralis. Perdarahan selama tindakan 80 cc.

Diagnosa P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar, nifas hari I + obs febris + icteric ec? Anak dan ibu dalam perawatan

Pukul 17.10 WIB Anamnesa: y Demam (+), perdarahan (-), ASI (+), BAK terpasang kateter, os belum BAB sejak 5 hari yang lalu. Pemeriksaan fisik Ku sedang Mata Thoraks Kes CMC Td 110/90 N 110 R 22 T 38oC

: konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik : status internus

Abdomen : I Pa Pe Au Genitalia y Inspeksi : V/U tenang, PPV (-), lochia rubra (+) : tampak sedikit membuncit : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik : timpani : BU(+)N

ekstremitas oedem (-), icterik (+) Diagnosa P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar, nifas hari I + obs febris + icteric ec? Anak dan ibu dalam perawatan Sikap y y y Kontrol KU, VS, PPV Personal dan vulva hygiene Mobilisasi

terapi

y y y y

Cefotaxim 2x1 gr (iv) Antalgin 3x500mg SF 1x1 PCT 3x500 mg

Pukul 22.00 WIB Anamnesa: y Os merasa sesak, Demam (+), perdarahan (-), ASI (+), BAK terpasang kateter. Pemeriksaan fisik Ku sedang Mata Thoraks Kes CMC Td 100/60 N 105x/,reguler isi kurang : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik : status internus R 30 T 38,7oC

Abdomen : I Pa Pe Au Genitalia y Inspeksi 100cc/6jam ekstremitas oedem (-), icterik (+) Diagnosa Dyspneu ec? P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar, nifas hari I + obs febris + icteric ec? Anak dan ibu dalam perawatan Sikap y y Kontrol KU, VS, PPV O2 2 lt/ : V/U tenang, PPV (-), lochia rubra (+), urin : tampak sedikit membuncit : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik : timpani : BU(+)N

y y y

IVFD RL 6 jam/kolf Personal dan vulva hygiene Mobilisasi

terapi y y y y Cefotaxim 2x1 gr (iv) Antalgin 3x500mg SF 1x1 PCT 3x500 mg

Konsul penyakit dalam : D/ obs dyspeu ec susp preshock - Obs febris+icteric ec? Th/ : - observasi KU, VS, PPV, balance cairan - O2 2 ltr - Loading IVFD RL sampai TD sistole 100 mmHg kemudian dilanjutkan dengan IVFD RL 6 jam/kolf, jika TD sistole 100 mmHg diberikan furosemid 1 ampul ekstra. - Paracetamol 3x500mg - Cefotaxim inj 2x1gr iv - Cek albumin, globulin, bilirubin total, bilirubin direk dan indirek. Tanggal 27/1/12 Pukul 07.30 WIB Anamnesa: y Demam (+) sejak seminggu yang lalu, perdarahan (-), ASI (+), BAK terpasang kateter, os belum BAB sejak 5 hari yang lalu. Pemeriksaan fisik Ku Sedang Mata Thoraks Kes CMC Td 110/90 N 100 R 22 T 38oC

: konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik : status internus

Abdomen : I : tampak sedikit membuncit.

Pa Pe Au Genitalia y

: FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, shifting dullness (+) : timpani : BU(+)N

Inspeksi 100cc/2jam

V/U tenang, PPV (-), lochia rubra (+) urin

ekstremitas oedem (-), icterik (+) Diagnosa P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar, nifas hari II + obs febris + asites + icteric ec? Anak dan ibu dalam perawatan Sikap y y y Kontrol KU, VS, PPV Personal dan vulva hygiene Mobilisasi

terapi y y y y Cefotaxim 2x1 gr (iv) Antalgin 3x500mg SF 1x1 PCT 3x500 mg

Konsul penyakit dalam : D/ Th/ : - Bila tidak ada indikasi rawat di bagian obgin pindah rawat ke bagian penyakit dalam - Aminofusin : triofusin : RL = 1:1:1 - Hepar G 2x1 - Cefotaxim 2x1 gr - Systenol k/p - Letonal 1x1 icteric ec susp cirrhosis hepatis

BAB III TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Hepatitis Virus A I. Sejarah VHA pertamakali ditemukan tahum 1973. VHA merupakan

anenteric non enveloped RNA picornavirus dengan ukuran RNA 2-7 nm dari genus picorna viridae hepatovirus yang dapat dinonaktifkan dengan cahaya ultraviolet atau pemanasan. VHA merupakan serotipe tunggal diseluruh dunia yang sering menimbulkan infeksi akut dan tidak menyebabkan infeksi kronis serta antibodi yang terbentuk menghasilkan imunitas atau kekebalan jangka panjang terhadap kemungkinan infeksi VHA dimasa yang akan datang.(1,2,6)

II. Penularan dan Gejala Klinik Penyebaran virus ini melalui feco to oral yaitu melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan feses penderita hepatitis A. Penderita akan mengeksresikan VHA ini kedalam feses dan dalam periode viremia yang relatif singkat darah penderita juga bersifat infeksius. Periode inkubasi infeksi VHA adalah 2-7 minggu dimana darah dan feses penderita bersifat infeksius dalam periode ini.(1,2) Keluhan dan gejala kliniknya tidak spesifik sekali sehingga dapat terjadi tanpa terdiagnosis. Mayoritas kasus tanpa gejala ikterik.(1) Keluhan yang sering terjadi dalam periode ikterik adalah kuning, demam, letih lesu, nyeri perut kanan atas, nafsu makan hilang, mual muntah dan diare. Dari penelitian ditemukan sampai 15 % pasien asimptomatik dan 30 % tanpa ikterik. Kasus fatal dilaporkan kurang dari 1,5 % dari seluruh pasien yang dirawat karena ikterik. Deteksi dini VHA bisa melalui test serologik untuk mendeteksi IgM antibody (anti-VHA) yang bisa terdeteksi 5-10 hari sebelum onset gejala dan dapat bertahan sampai 6 bulan setelah infeksi. Sedangkan IgG anti VHA terbentuk dan predominan pada masa konvalessensi dan bertanggung jawab

10

memberikan proteksi jangka panjang terhadap VHA.(6) Dilaporkan 15 % infeksi VHA rellaps dalam jangka waktu 6-9 bulan. Beberapa jalur penularan VHA adalah sbb : y Melalui air yang terkontamiasi y Makanan yang terkontamiasi oleh tangan yang mengandung virus. y Ikan yang tidak dimasak dari air yang telah terkontaminasi y Buah-buahan terkontaminasi. y Penggunaan obat-obatan injeksi dan non injeksi y Aktifitas seksual baik anal maupun oral. Konsentrasi VHA dalam berbagai macam cairan tubuh adalah: III. Pengaruh Terhadap Kehamilan Dan Bayi Infeksi VHA dalam kehamilan tidak banyak dibicarakan karena kasusnya yang jarang dan tidak menimbulkan infeksi pada janin. Belum ditemukan bukti bahwa infeksi VHA bersifat teratogenik. Resiko penularan pada janin tampaknya nol dan pada bayi baru lahir cukup kecil Tetapi resiko kelahiran preterm cukup meningkat untuk kehamilan yang dipersulit hepatitis A (Steven,1981). Wanita hamil yang baru saja kontak dengan penderita infeksi VHA harus mendapatkan terapi profilaksis dengan gamma globulin 1 ml.(1) dan sayuran yang dicuci dengan air yang

IV. Pencegahan Wanita hamil yang akan mengadakan perjalanan ke negara endemis yang beresiko tinggi untuk terinfeksi VHA dianjurkan untuk vaksinasi. Vaksinasi sebaiknya diberikan paling lambat 2 minggu sebelum perjalanan dan dapat bertahan sampai 12 bulan setelah dosis tunggal dan sampai 20 tahun setelah dosis kedua.(7) Profilaksis infeksi VHA secara umum dapat dibagi 2 yaitu(6) : 1. Profilaksis pre ekposure Diberikan untuk yang beresiko tinggi untuk terinfeksi VHA, yaitu: y y Jangka pendek : dengan IgG 0,02 ml/kgBB Jangka panjang : dengan IgG 0,06 ml/kgBB

11

2. Profilaksis post eksposure Yaitu dengan IgG single dose IM 0,002 ml/kgBB diberikan tidak lebih dari 2 minggu setelah tereksposure. Level protektif antiobodi terhadap VHA berkembang 94-100 % pada orang yang divaksinasi dalam 1 bulan setelah pemberian dosis pertama. Pemberian dosis kedua dapat menghasilkan level protektif terhadap VHA untuk jangka panjang lebih dari 20 tahun(8). Adapun efek samping pemberian vaksinasi adalah nyeri tempat suntikan, sakit kepala, lemah,letih dan lesu. Adapun mengenai keamanan pada pemberian pada wanita hamil belum diketahui.(8)

V. Terapi Pengobatan infeksi VHA bersifat simptomatik dan infeksi bisa sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada terapi yang dibutuhkan kecuali mungkin cairan untuk rehidrasi. Jika infeksi terjadi dalam minggu awal dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis A sebagai profilaksis post eksposure.(9)

B. HEPATITIS VIRUS B I. Sejarah VHB ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg ketika sedang mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded DNA a42nm dari klass Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari membrannya mengandung antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi dalam darah sebagai partikel spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm. Inti paling dalam dari virus mengandung HBcAg. VHB (partikel dane), antigen inti (HBcAg), dan antigen permukaan (HBsAg) serta semua jenis antibodi yang bersesuaian dapat dideteksi pemriksaan.(7,9) melalui berbagai cara

II. Penularan dan Gejala Klinik Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-rata 60-90 hari ). Onset penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang 12

tergantung usia penderita. Kasus yang fatal dilaporkan di USA sebesar 0,51 %. Sebagian infeksi akut VHB pada orang dewasa menghasilkan penyembuhan yang sempurna dengan pengeluaran HBsAg dari darah dan produksi anti HBs yang dapat memberikan imunitas untuk infeksi berikutnya. Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis hepatis atau kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun, demam, nyeri perut dan ikterik.(7,9) Dibawah ini grafik gambaran serologik infeksi akut VHB

Gambar 1 Kurva serologik infeksi akut VHB

. Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu : y konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka) y sedang (semen, cairan vagina, saliva) y rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu). VHB 100 kali lebih infeksius daripada HIV dan paling sering mengenai usia 15-39 tahun. Penularan VHB dapat melalui kontak seksual ( 25 %), parenteral seperti jarum suntik, dan penularan perinatal melalui kontak

13

darah ibu penderita kronis dengan membran mukus janin.(7,9) Secara umum penularan VHB melalui jalur sbb: y Kontak seksual yang tidak aman baik pervaginal ataupun anal dengan penderita dengan HbsAg positif. y Melalui oral seks dengan penderita HbsAg positif yaitu melalui saliva yang sama infeksiusnya dengan cairan alat genital. y Kontak darah dengan penderita HbsAg positif seperti; jarum suntik, tranfusi darah,dsb. y Transmisi Ibu-anak baik selama kehamilan, saat persalinan maupun waktu menyusui. Transmisi dapat diturunkan dengan memberikan vaksinasi, dimana bayi yang dilahirkan dari ibu yang infeksius diberikan imunoglobulin dalam 24 jam pertama sebelum disusui. Hanya bayi yang dapat vaksinasi yang boleh disusui oleh ibu yang infeksius(7,9). III. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak mendapatkan imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya Dan 90 % wanita hamil dengan seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan virus secara vertikel kepada janinnya dengan insiden 10 % pada trimester I dan 80-90 % pada trimester III(9). Adapun faktor predisposisi terjadinya transmisi vertikal adalah(8) : 1. Titer DNA VHB yang tinggi 2. Terjadinya infeksi akut pada trimester III 3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam Sedangkan 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan mempunyai resiko kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada usia dewasa nantinya. Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan insiden Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) dan Prematuritas yang lebih tinggi diantara ibu hamil yang terkena infeksi akut selama kehamilan. Dalam suatu studi pada infeksi hepatitis akut pada ibu hamil (tipe B atau non B) menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap kejadian malformasi

14

kongenital, lahir mati atau stillbirth, abortus, ataupun malnutrisi intrauterine. Pada wanita dengan karier VHB tidak akan mempengaruhi janinnya, tapi bayi dapat terinfeksi pada saat persalinan (baik pervaginam maupun perabdominan) atau melalui ASI atau kontak dengan karier pada tahun pertama dan kedua kehidupannya(10) .Pada bayi yang tidak divaksinasi dengan ibu karier mempunyai kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB selama 18 bulan pertama kehidupannya dan sampai 40 % menjadi karier jangka panjang dengan resiko sirosis dan kanker hepar dikemudian harinya.(9) VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan mendapat Imunoglobulin hepatitis B sebelum bayinya disusui.(101)

Penelitian yang dilakukan Hill JB,dkk (dipublikasikan tahun 2002) di USA mengenai resiko transmisi VHB melalui ASI pada ibu penderita kroniskarier menghasilkan kesimpulan dengan imunoprofilaksis yang tepat termasuk Ig hepatitis B dengan vaksin VHB akan menurunkan resiko penularan(11). Sedangkan penelitian WangJS, dkk (dipublikasikan 2003) mengenai resiko dan kegagalan imunoprofilaksis pada wanita karier yang menyusui bayinya menghasilkan kesimpulan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara ASI dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan bahwa ASI tidak mempunyai pengaruh negatif dalam merespon anti HBs.(12) Sedangkan transmisi VHB dari bayi ke bayi selama perawatan sangat rendah.(10) Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin merupakan produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan imunitas sementara terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi pertama.(10) Penelitian yang dilakukan Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988) mengenai peranan Seksio Sesarea dalam mencegah transmisi VHB dari ibu kejanin menghasilkan kesimpulan bahwa SC yang dikombinasikan dengan imunisasi Hepatitis B

15

dianjurkan pada bayi yang ibunya penderita kronis-karier HbsAg dengan level atau titer DNA-VHB serum yang tinggi.(12) Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil pada saat kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan melahirkan tapi belum pernah diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita ditemukan HbsAg positif pada skreening rutin yang menjadi karier VHB. Tetapi pemeriksaan rutin wanita hamil tua untuk skreening tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut, riwayat tereksposure dengan hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang beresiko tinggi untuk tertular seperti penyalahgunaan obat-obatan

parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat dilakukan pada trimester III kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc menunjukkan infeksi kronis sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin VHB.(9) IV. Pencegahan Pencegahan penularan VHB dapat dilakukan dengan melakukan aktifitas seksual yang aman, tidak menggunakan bersama obat-obatan yang mempergunakan alat seperti jarum, siringe, filter, spons, air dan tourniquet, dsb, tidak memakai bersama alat-alat yang bisa terkontaminasi darah seperti sikat gigi, gunting kuku, dsb, memakai pengaman waktu kerja kontak dengan darah, dan melakukan vaksinasi untuk mencegah penularan.(7,9) Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan terinfeksi adalah sbb(9) : 1. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14 hari y Berikan vaksin VHB kedalam m.deltoideus. Tersedia 2 monovalen vaksin VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax HB dan Engerix-B. Dosis HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada lengan kontralateral. y Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka mukosa, dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian. 2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB

16

Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam rumah dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis post eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal. Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal sbb : y Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti asetaminophen y Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen y Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti sikat gigi,dsb. y Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa dirinya penderita hepatitis B carier. y Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam 1 minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian. y y Konsul teratur kedokter Periksa fungsi hati.

Rekomendasi dari SOGC (The Society Obstetric and Gynaecologic of Canada) mengenai amniosintesis sbb(9): y Resiko infeksi VHB pada bayi melalui amniosintesis adalah rendah. Pengetahuan tentang status antigen HBc pada ibu sangat berharga dalam konseling tentang resiko penularan melalui amniosintesis. y Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang memerlukan amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang dilakukan jangan sampai jarumnya mengenai plasenta.

Pilihan persalinan Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian para ahli cara persalinan tidak menunjukkan pengaruh yang bermakna dalam transmisi VHB dari ibu ke janin yang mendapatkan imunoprofilaksis. ACOG tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan

17

transmisi VHB dari ibu ke janin. Pada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan (Surya,1997).(9)

V. Terapi Terapi infeksi akut VHB adalah supportif. Terdapat 4 jenis obat dalm mengobati hepatitis B kronik yaitu interferon (IFN), Pegylated-interferon, Lamivudin (3TC) dan Adefovir. Obat-obatan ini efektif pada 40-45 % pasien. Jika infeksi terjadi dalam fase inisial dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis B sebagai profilaksis post-eksposure. Interferon tidak diketahui mempunyai efek samping terhadap embrio atau fetus. Data yang ada sangat terbatas tapi penggunaan interferon dalam kehamilan mempunyai resiko yang lebih berat. Tidak ada data yang mendukung fakta efek teratogenik lamivudin. Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai usaha mencegah transmisi perinatal VHB.(9)

C. HEPATITIS VIRUS C I. Sejarah VHC pertama kali ditemukan pada tahun 1988. Merupakan DNA virus yang bisa menimbulkan peradangan hati yang mengakibatkan kerusakan hati sehingga berlanjut menjadi sirosis dan kanker hati primer pada beberapa orang. VHC merupakan virus yang sangat tahan dan dapat hidup diluar tubuh dalam jangka waktu yang cukup lama. Paling sedikit terdapat 6 genotipe yang berbeda dan lebih dari 90 subtipe VHC. Frekuensi infeksi subtipe yang dominan adalah Ia daripada Ib (14) II. Penularan dan Gejala Klinik Masa inkubasi infeksi VHC adalah 2 minggu sampai 2 bulan dan tidak semua penderita menunjukkan gejala klinis. Sekitar 80 % penderita tidak menunjukkan gejala atau tanda klinis. Gejala klinis yang sering adalah lemah, letih, lesu, kehilangan nafsu makan, nyeri perut, nyeri otot dan sendi, mual dan muntah. 18

Ada 2 bentuk infeksi VHC yaitu (14) 1. Infeksi Akut Sekitar 20 % penderita dapat mengadakan perlawanan terhadap infeksi VHC dalam 6 bulan setelah tereksposure tapi tidak

menghasilkan imunitas untuk infeksi berikutnya. 2. Infeksi Kronis Sekitar 80 % penderita berkembang menjadi kronis dimana virus dapat tidur (dormant) selama bertahun-tahun. Sirosis terjadi karena hati berusaha terus mengadakan perlawanan terhadap VHC sehingga menimbulkan sikatrik (scar) pada hepar. Sehingga terjadi gangguan fungsi hepar dan dapat berkembang menjadi kanker hati (hepatocellulare carcinoma). Penyakit hepar kronis terjadi pada 70 % penderita yang terkena infeksi kronis. Sirosis hepar tejadi pada 20 % penderita yang mengalami infeksi kronis. Kematian akibat penyakit hepar kronis terjadi < 3 % dari yang terinfeksi kronis(14). Dibawah ini terdapat kurva serologik mengenai infeksi akut VHC yang berlanjut menjadi kronik(14)

Pada wanita hamil terjadi peningkatan kadar alkali phosphatase (ALT)3-4 x normal karena plasenta juga menghasilkan ALT. Kadar ALT dapat juga meningkat jika terinfeksi VHC, adanya kerusakan hepar oleh obat-obatan, batu empedu, muntah hebat, atau perlemakan hati. Penularan VHC biasanya terjadi kalau darah cairan tubuh penderita yang terinfeksi VHC seperti saliva, cairan seminal dan sekresi vagina memasuki tubuh orang yang tidak terinfeksi. VHC 100 kali lebih infeksius daripada HIV. Secara umum penularan dapat terjadi pada keadaan sbb(14) 1. Aktifitas seksual yang tidak aman baik vaginal, anal maupun oral dengan penderita VHC positif. Walaupun VHC lebih infeksius dari VHB dan HIV tetapi jarang ditularkan melalui kontak seksual kecuali adanya kontak darah. 2. Melalaui kontak darah seperti jarum suntik, tranfusi darah, dsb. 3. Penularan dari ibu keanak baik selama kehamilan maupun saat persalinan.

19

Janin mempunyai resiko 5 % terinfeksi dari ibu kejanin dan akan meningkat sampai 36 % jika ibu juga terinfeksi HIV. Sampai saat ini belum ada vaksin untuk VHC, untuk itu tindakan preventif sangat penting peranannya dalam mencegah infeksi VHC. Tindakan preventif dalam pencegahan infeksi VHC adalah sbb(14,15): y y Melakukan aktifitas seksual yang aman Tidak menggunakan alat-alat yang bisa terkontaminasi virus seperti jarum suntik, filter, syringe dsb. y Tidak menggunakan alat-alat yang bisa terkontaminasi darah seperti sikat gigi dan gunting kuku. y Menggunakan pengaman ketika bekerja dan kontak dengan darah penderita.

Ko-infeksi VHC dengan HIV Istilah ko-infeksi ini digunakan jika sesorang terinfeksi VHC dan HIV secara bersamaan. Sejak diketahui jalur penularan VHC dengan HIV yang hampir sama, penemuan ko-infeksi VHC dan HIV menjadi lebih sering. Di Eropa diperkirakan 33 % penderita HIV mengalami ko-infeksi dengan VHC. Angka ini menjadi lebih besar lagi pada penderita hemophilia dan pengguna obat-obatan injeksi. Sejak pertengahan tahun 90-an dengan dikenalkannya HAART (Highly Active Anti Retroviral Therapy) sehingga memperpanjang angka harapan hidup pada penderita HIV, infeksi VHC pada penderita ini menjadi masalah kesehatan yang baru.Sejak tahun 1999 VHC telah dikenal sebagai virus yang menginfeksi penderita secara oppurtunistik (oppurtunistic infection)(14,15). Diagnosa dan penatalaksanaan yang cepat dapat mengurangi resiko penularan perinatal ibu dan janin oleh kedua virus, mengurangi progressifitas gangguan hepar, dan meningkatkan efektifitas pengobatan anti HIV.

Pengaruh HIV terhadap infeksi VHC Inefeksi HIV sering menyebabkan pemeriksaan antibodi untuk VHC memberikan hasil yang negatif palsu terutama jika kadar CD4 nya rendah.

20

Resiko transmisi dari ibu ke janin yang menderita infeksi VHC meningkat jika ibu terinfeksi HIV dan sebaliknya jika ibu menderita HIV positif terinfeksi VHC. Beberapa studi menunjukkan peningkatan resiko transmisi infeksi dari ibu kejanin sekitar 6-7 % hingga 15-36 %. Progressifitas HIV dengan ko-infeksi VHC belum banyak diketahui. Tapi beberapa kasus menunjukkan akselerasi perjalanan HIV terutama jika terinfeksi VHC genotype 1, juga menurunkan toleransi terhadap terapi HIV. Skreening dan Uji Diagnostik Serologik VHC(19) Test yang hanya diakui pada saat ini oleh US. Food and Drug Administration ( FDA ) untuk diagnosis infeksi VHC adalah pemeriksaan antibodi terhadap VHC. Test ini mampu mendeteksi anti VHC pada lebih 97 % pasien yang terinfeksi VHC tapi tidak bisa membedakan infeksi akut, kronik atau dalam perubahan akut ke kronik. Sebagai test penyaring, nilai prediksi positif dari Enzym Immunoassay (EIA) untuk anti VHC sangat berharga dan tergantung pada prevalensi infeksi pada suatu populasi dan kurang berharga jika prevalensi infeksi kurang dari 10 %. Test penunjang yang lebih spesifik seperti Recombinant Immunoblot Assay (RIBATM ) pada spesimen dengan EIA yang positif dapat mencegah adanya hasil yang positif palsu terutama pada penderita yang asimptomatis. Hasil test penunjang ini dilaporkan sebagai hasil yang positif, negatif atau tidak dapat ditentukan. Seseorang dikatakan positif anti VHC bila test serologik EIA positif dan test penunjang juga positif. Seseorang dengan EIA negatif atau positif tapi hasil test penunjang menunjukkan hasil yang negatif, dikatakan tidak terinfeksi VHC. Hasil test penunjang tidak dapat ditentukan bila sesorang yang terinfeksi dalam proses serokonversi atau dengan hasil yang positif palsu pada orang dengan resiko infeksi VHC yang rendah. Deteksi RNA-VHC Secara Kualitatif(19) Diagnosis infeksi VHC juga dapat dibuat secara kualitatif dengan mendeteksi RNA-VHC menggunakan teknik gene amplification seperti Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). RNA-VHC bisa dideteksi dalam serum atau plasma dalam jangka waktu 1-2 minggu setelah tereksposure VHC dan dalam beberapa minggu sebelum onset 21

peningkatan enzim Alanin Aminotransferase(ALT) atau sebelum anti VHC terbentuk. Deteksi RNA-VHC merupakan bukti adanya infeksi VHC. Walaupun kit RT-PCR assay hanya tersedia untuk tujuan penelitian dengan reagen diagnostik dari pabrik yang bermacam-macam, tapi tak satupun yang diakui oleh FDA. Walaupun tak diakui oleh FDA, RT-PCR assay untuk RNA-VHC telah digunakan secara luas dalam berbagai praktek klinik. Sebagian besar test RT-PCR assay mampu mendeteksi virus dalam batas jumlah yang lebih rendah yaitu 100-1000 viral genomes copies/ml. Dengan test RT-PCR assay, 75-85 % orang yang anti VHC-nya positif dan lebih 95 % orang dengan hepatitis C akut atau kronik akan menunjukkan hasil test RNA-VHCV yang positif. Untuk mengurangi hasil yang positif palsu, serum harus dipisahkan dari komponen selulernya dalam waktu 2-4 jam setelah sampel dikumpulkan dan akan lebih baik jika sampel disimpan secara beku dengan suhu -200 C atau -700 C. Apabila pengiriman sampel dibutuhkan, sampel yang beku harus dilindungi dari proses pencairan.(19) Deteksi RNA-VHC Secara Kuantitatif(19) Test kuantitatif untuk mengukur konsentrasi (titer) RNA-VHC telah dikembangkan dan tersedia pada berbagai laboratorium komersial, termasuk RT-PCR assay kuantitatif ( Amplicor HCV Monitor TM, Roche Moleculer Systems, Branchberg, New Jersey ) dan Branched DNA Signal Amplification assay seperti (Quantriplex TM HCV RNA assay / bDNA, Chiron Corp, Emeryville,California). Test ini juga tidak diakui oleh FDA. Test kuantitatif ini kurang sensitif jika dibandingkan dengan dengan RTPCR assay kualitatif yaitu dengan batas jumlah virus yang dapat terdeteksi 500 viral genomes copies/ml pada Amplicor HCV Monitor TM dan 200.000 genomes equivalens/ml pada Quantriplex TM HCV RNA assay. Masingmasing alat ini mempunyai nilai standar tersendiri. Sampel yang telah diambil dipisahkan dari komponen selulernya sehingga didapatkan serum atau plasma yang bisa disimpan secara beku atau ditest dengan kits RTPCR assay kuantitatif. Hasil yang didapat dinyatakan dalam satuan viral genomes copies/ml. Test ini tidak direkomendasikan sebagai test primer untuk konfirmasi atau untuk menyingkirkan diagnosis infeksi VHC atau 22

untuk memonitor keadaan terakhir pengobatan. Diketahui pada penderita hepatitis C kronik mempunyai sirkulasi virus dalam tubuhnya dengan kadar 105-107 genomes copies/ml. Test konsentrasi (titer) RNA-VHC sangat membantu dalam memprediksi respon terhadap terapi antivirus yang diberikan walaupun kurang bermamfaat dalam penatalaksanaan hepatitis C(19). Dibawah ini terdapat allogaritma test diagnostik infeksi VHC yang asimptomatis.

Gambar 2 Skema allogaritma test diagnostik infeksi VHC yang asimptomatik (dikutip dari rekomendasi pencegahan dan pengendalian infeksi VHC oleh CDC)(19)

23

III. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi(5,14,15) Transmisi perinatal VHC pada prinsipnya terjadi pada wanita yang mempunyai titer RNA-VHC yang tinggi atau adanya ko-infeksi dengan HIV. Oleh karena belum ada imunoprofilaksis untuk VHC, maka tidak ada vaksinasi atau imunoglobulin yang dapat diberikan pada bayi baru lahir untuk mencegah penularan infeksi VHC. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mendukung VHC dapat ditularkan melalui ASI. Sebagian besar wanita hamil pada usia 20-40 tahun dimana insidens infeksi virus hepatitis C meningkat sangat cepat. Seorang wanita dengan faktor resiko terhadap infeksi VHC sebaiknya diskreening untuk VHC sebelum dan selama kehamilan. Resiko wanita hamil menularkan VHC kepada bayi baru lahirnya telah dihubungkan dengan level kuantitatif RNA dalam darahnya dan juga ko-infeksi dengan HIV. Pemeriksaan kuantitatif RNA-VHC merupakan pemeriksaan untuk mengukur titer VHC dalam darah yang berhubungan dengan tingkat replikasi virus. Level RNAVHC dalam darah juga digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan terapi antivirus yang diberikan. Resiko transmisi rendah (0-18 %) jika ibunya HIV negatif dan tidak ada riwayat penggunaan obat suntik atau transfusi darah. Transmisi Virus kepada janin sangat tinggi pada wanita dengan titer cRNA hepatitis lebih besar dari 1 juta kopi/ml, dan wanita tanpa titer cRNA yang dapat terdeteksi tidak menularkan virus pada janinnya. Belum ada tindakan preventif saat ini yang dapat mempengaruhi rata-rata transmisi VHC dari ibu kejaninnya.

IV. Terapi Terdapat 2 jenis obat-obatan dalam menterapi hepatitis C kronik yaitu Pegylated Interferon (IFN) dan Ribavirin yang dapat membebaskan penderita dari virus sampai 40 % pada genotipe 1 dan hingga 80 % pada genotip 2 dan 3. Genotipe virus menunjukkan perbedaan dalam infeksi VHC. Efektifitas pengobatan sangat tergantung pada jenis genotipe VHC yang menginfeksinya(14). Pada wanita usia reproduksi yang mendapatkan terapi hepatitis C harus menyepakati untuk tidak hamil selama pengobatan dan 6 bulan sesudahnya dengan menggunakan konrasepsi yang efektif, karena terapi 24

Ribavirin bersifat teratogenik yang bisa menimbulkan defek pada janin saat lahir dan abortus spontan(14,15) Wanita yang mendapat terapi kombinasi seharusnya tidak menyusui karena sangat potensial menimbulkan efek samping obat terhadap bayi(14,15). Penatalaksanaan penderita dengan HIV dan ko-infeksi oleh VHC sangat komplek. Sangat perlu mempertimbangkan keuntungan dan resiko terapi hepatitis C terhadap HIV. Mengenai pemilihan yang mana lebih dahulu diterapi sangat bergantung pada beberapa faktor, tapi indikator yang paling sering dipakai adalah kadar CD4 dan tingkat kerusakan hepar. Kadart CD4 yang tinggi (>500) menunjukkan gangguan sistem imun yang masih ringan sehingga merupakan indikator untuk mendahulukan terapi hepatitis C,dan jika hasil biopsi menunjukkan gangguan yang berat, perlu penatalaksanaan yang cepat. Penderita dengan kadar CD4 yang rendah menunjukkan gangguan fungsi imun yang cukup berat sehingga terapi hepatitis C-nya harus diundur dulu. Perlu terapi HIV dulu untuk meningkatkan sistem imun sehingga dapat mencegah infeksi yang oppurtunistik. Terapi HIV dengan HAART sering menimbulkan gangguan akut pada hepar karena bersifat hepatotoksik.(14,15)

D. HEPATITIS VIRUS D I. Sejarah Disebut juga dengan delta virus merupakan small circular RNA virus. Singe-stranded RNA virus 37 nm ini pertama ali dilaporkan ole Rizzetto,dkk di Italy tahun 1977. Virus ini diidentifikasi dari penderita hepatitis B tapi berbeda dengan VHB yang double stranded DNA virus.(14) VHD membutuhkan VHB untuk bereplikasi. II. Penularan dan Gejala Klinik Penularan infeksi dapat melalui kontak darah atau seksual dengan penderita. Penularan VHD mirip dengan VHB dimana penularan

perkutaneus sangat efisien. Transmisi perinatal VHD jarang terjadi. Seseorang dapat terinfeksi VHD bersamaan dengan VHB yang disebut ko-

25

infeksi dan seorang yang telah menderita Hepatitis B dapat terinfeksi oleh VHD yang disebut superinfeksi.(15)

III. Pencegahan y Pada penderita ko-infeksi VHB-VHD dapat dilakukan pre atau post eksposure profilaksis. y Pada penderita superinfeksi VHB-VHD diberikan pendidikan untuk menurunkan resiko tingkah laku diantara orang-orang dengan infeksi kronik VHB. y Karena VHD sangat tergantung pada VHB untuk bereplikasi maka profilaksis pada VHB dapat menurunkan resiko infeksi VHD

IV. Terapi Alpha interferon digunakan pada pasien dengan hepatitis B dan D kronik. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan dosis yang lebih tinggi dari biasanya menunjukkan hasil yang lebih baik(15)

E. HEPATITIS VIRUS E I. Gambaran VHE Merupakan single stranded RNA-34 nm berbentuk spheris dan tidak berkapsul.

II. Penularan dan Gejala Klinis Adapun masa inkubasi infeksi VHE adalah 15-60 hari. VHE ditransmisikan secara enterik melalui air minum yang terkontaminasi feses penderita pada daerah endemik. Gejala kliniknya dapat dibagi dalam 2 fase yaitu : 1. Fase Prodromal Keluhannya berupa mialgia, arthralgia, demam, anoreksia, nausea, vomitus, penurunan berat badan 2-4 kg, dehidrasi, dan nyeri perut kanan atas.

26

2. Fase Ikterik Keluhannya berupa ikterik (bilirubin serum > 3 mg %), urine gelap, feses berwarna terang, dan gatal-gatal. 3. Keluhan dan tanda lain berupa urtikaria, diare, peningkatan serum aminotranferase (ALT), hepatomegali, malaise, dan eksresi virus pada feses 14 hari dari onset penyakit.

Diagnostik Test diagnostik belum tersedia secara komersial. Serum IgM dan IgG anti HEV dapat dideteksi dengan ELISA.Infeksi VHE didiagnosa jika anti VHE IgM atau VHE RNA-nya positif(17)

III. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi Infeksi VHE banyak ditemukan pada negara berkembang. Infeksi VHE dalam kehamilan sangat serius dan sering menimbulkan akibat yang fatal. Angka kematian ibu berkisar 10-20 % karena kerusakan hepar atau karena gejala sekunder seperti dehidrasi atau malnutrisi. Wanita hamil yang mendapatkan infeksi VHE pada trimester III sering berakibat fatal dengan angka mortalitas ibu sekitar 30 %. Ibu hamil mempunyai resiko yang lebih tinggi menderita hepatitis E dan biasanya dengan gejala yang berat karena berhubungan dengan status imunnya yang rendah. Jika

seorang ibu menderita infeksi akut VHE, janin biasanya dipengaruhi dan tidak ada karier kronik untuk infeksi VHE. Virus Hepatitis E dapat ditransmisi secara vertikel dari ibu kejanin dan bertanggung jawab terhadap mortalitas dan morbiditas janin. Infeksi VHE pada neonatal dihubungkan hipotermia, dengan komplikasi hepatitis anikterik, hipoglikemia, dan kematian neonatal. Infeksi VHE yang dihubungkan

dengan hepatitis fulminan jarang terjadi kecuali infeksi terjadi pada waktu hamil dengan angka kematian rata-rata 20 % dan sangat tinggi pada trimester III dengan angka kematian janin sekitar 20 %.(17) Hussaini,dkk (1997) melaporkan 2 kasus dengan IgM anti HEV positif (ELISA) selama kehamilan. Kasus pertama dengan gejala gagal hati akut dengan koagulopati dirawat secara intensif dengan ventilasi. Sedangkan kasus kedua berupa hepatitis berat dengan koagulopati. Pada 27

kedua kasus ini tidak terjadi kematian janin.(18) Sedangkan penelitian Human A,dkk (2004) melaporkan tentang hepatitis E dalam kehamilan dan menghasilkan kesimpukan bahwa 1/3 wanita hamil dengan infeksi VHE mengalami hepatitis berat pada trimester III dan berhubungan dengan tingginya angka persalinan preterm dan mortalitas.(17)

IV. Pencegahan Sampai saat ini belum ada vaksin yang tersedia untuk VHE. Imunoprofilaksis untuk VHE belum tersedia tapi mungkin saja dengan menggunakan darah donor dari penderita yang berasal dari negara dengan prevalensi hepatitis E yang tinggi. Untuk itu pecegahan secara primer dengan meningkatkan higiene dan memastikan bahwa air yang digunakan bersih sangat penting. V. Terapi Sampai saat ini belum ada terapi yang khusus untuk VHE. Wanita hamil yang menderita infeksi VHE harus berobat dan diawasi oleh tenaga ahli sesegera mungkin disamping istirahat dan minum air yang lebih banyak untuk mencegah dehidrasi.(17)
Tabel 1. Pendekatan diagnostic yang disederhanakan pada pasien dengan hepatitis

28

F. SIROSIS HEPATIS Penyakit hati kronis yang irreversibel dengan fibrosis dan nodul yang regeneratif adalah perjalanan akhir yang umum pada beberapa gangguan. Laenec cirrhosis dari pemajanan alkohol yang kronis adalah penyebab yang paling umum dalam populasi. Tetapi pada wanita mudatermasuk wanita hamil, sebagian besar kasus disebabkan oleh sirosis postnekrotik dari hepatitis B dan C yang kronis. Banyak kasus dari sirosis kriptogenik yang sekarang diketahui disebabkan oleh penyakit perlemakan hati nonalkoholik. Manifestasi klinis dari sirosis meliputi jaundice, oedem, koagulopathy, kelainan metabolik, dan hipertensi portal dengan varises gastroesofageal dan splenomegali. Insiden dari tromboemboli vena dalam meningkat. Prognosisnya buruk, dan 75% mempunyai progresivitas menuju ke kematian dalam 1-5 tahun.

Sirosis dan kehamilan Wanita dengan sirosis yang simptomatik sering infertile. Mereka yang akhirnya hamil biasanya memiliki keluaran yang buruk. Komplikasi yang umum meliputi kegagalan hati transien, perdarahan varises, persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat dan kematian maternal. Pada studi sebelumnya, keluaran biasanya buruk jika telah ada varises esophagus. Schreyer and associates (1982) meneliti 69 kehamilan dari 60 kehamilan dengan sirosis tanpa shunt hepatic dan 28 kehamilan dari 23 wanita lainnya yang telah menjalani dekompresi portal shunting.

Perdarahan varises yang parah telah meningkat 7 kali lipat pada wanita yang tidak dilakukan shunt dibandingkan dengan mereka yang telah menjalani prosedur ini- 24 versus 3 %. Hipertensi portal dan varises esophagus pada kehamilan Hipertensi pada system portal hepatic seiring dengan adanya varises esophagus akan berakibat dari sirosis atau dari obstruksi vena portal extrahepatik. Beberapa kasus ekstrahepatik diikuti oelh thrombosis vena portal berhubungan dengan sindrom trombofilia. Dengan resistensi aliran baik intrahepatik maupun ekstrahepatik, tekanan vena portal

29

meningkat dari kisaran normal antara 5-10 mmHg, dan nilai dapat meningkat hingga 30 mmHg. Sirkulasi kolateral dapat berkembang yang membawa darah portal ke sirkulasi sistemik. Drainase adalah via gaster, interkostal dan vena-vena lain menuju ke system esophageal, dimana varises berkembang. Perdarahan biasanya berasal dari varises yang dekat dengan gastroesofageal junction dan perdarahan dapat menjadi hebat. Perdarahan selama kehamilan dari varises terjadi pada sepertiga sampai setengah dari wanita yang menderita penyakit ini dan penyebab terbesar dari kematian maternal. Prognosis maternal bergantung pada adanya perdarahan dari varises. Angka mortalitas lebih tinggi jika varises berhubungan dengan sirosis dibandingkan dengan varises tanpa sirosis18 versus 2 %. Angka kematian perinatal lebih tinggi pada wanita dengan varises esophagus. Dan seperti keluaran maternal, keluaran neonatus akan memburuk jika sirosis yang menjadi penyebab varises

Penatalaksanaan Terapi sama seperti pada wanita yang tidak hamil. Secara preventif, pertimbangan harus diberikan untjuk menegakkan pentingnya dilakukan dilatasi varises dengan endoskopi atau multidector CT esophagography. Obat-obatan -blocker seperti propanolol diberikan untuk mengurangi

tekanan portal dan lebih lanjut resiko terhadap perdarahan. Untuk perdarahan yang akut, ligasi endoskopi band dipilih menurut Bacon (2008b). Zeeman and Moise (1999) mendeskripsikan wanita hamil yang menjalani pemasangan band profilaksis pada 15, 26 dan 31 minggu kehamilan untuk mencegah perdarahan. Skleroterapi juga dapat digunakan dan pada beberapa kasus dapat membantu pemasangan band. Penatalaksanaan medis yang akut untuk perdarahan varises diverifikasi dengan endoskopi termasuk pemberian vasopressin intravena atau octreotide and somatostatin. Tamponade balon untuk perdarahan yang parah menggunakan triple-lumen tube dapat menyelamatkan nyawa jika endoskopi tidak tersedia. Shunting darurat digunakan pada 10-20% dari pasien dengan perdarahan yang tidak bisa dikontrol dengan endoskopi. Prosedur radiologi intervensi- transjugular intrahepatic portosystemic stent shunting (TIPSS)- dapat mengontrol perdarahan varises gaster juga. 30

TIPSS dapat dilakukan secara elektif pada pasien dengan perdarahan varises sebelumnya.

31

BAB IV DISKUSI

Pada makalah ini dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien berusia 44 tahun dengan diagnosa P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar + kala III + obs febris + icteric ec ?, anak dan ibu dalam perawatan. Pasien dikirim dari IGD setelah sebelumnya pasien melahirkan di IGD RSUD Batusangkar seorang bayi premature dengan berat badan 1800 gr. Bayi dikirim ke bagian perinatologi untuk mendapatkan perawatan sedang ibu dikirim ke kamar bersalin untuk mendapatkan penanganan manajemen aktif kala III. Setelah sampai di kamar bersalin kandung kemih pasien dikosongkan kemudian diberikan oksitosin 5 IU bolus setelah itu dilakukan tes pelepasan plasenta, kesan: plasenta telah lepas, lalu dilakukan penegangan tali pusat terkendali. Plasenta lahir secara spontan, lengkap, 1 buah, bentuk dan ukuran normal. Kemudian pasien dilakukan observasi kala IV untuk menilai tanda vital, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus serta tanda-tanda perdarahan pervaginam. Penatalaksanaan pasien ini sudah tepat. Infeksi VHA dalam kehamilan tidak banyak dibicarakan karena kasusnya yang jarang dan tidak menimbulkan infeksi pada janin. Pada kasus pasien dengan infeksi hepatitis B yang kronis sebenarnya tidak disarankan untuk melahirkan secara pervaginam. Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. ACOG tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan transmisi VHB dari ibu ke janin. Tetapi ada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan (Surya,1997).(9) Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Vaksin hepatitis B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi pertama.(10) Transmisi perinatal VHC pada prinsipnya terjadi pada wanita

32

yang mempunyai titer RNA-VHC yang tinggi atau adanya ko-infeksi dengan HIV. tidak ada vaksinasi atau imunoglobulin yang dapat diberikan pada bayi baru lahir untuk mencegah penularan infeksi VHC. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mendukung VHC dapat ditularkan melalui ASI. Penulisan laporan ini berangkat dari permasalahan awal adanya penurunan kondisi ibu setelah melahirkan dimana ibu tampak sesak serta icteric disertai demam tinggi dan perut yang semakin membesar karena asites. Dari pemeriksaan obstetric pasien tidak ada masalah di bidang obstetric karena dari observasi kontraksi uterus pasien baik, tidak ada tanda-tanda perdarahan. Untuk menunjang pemeriksaan maka dilakukan pemeriksaan darah lengkap serta pemeriksaan EKG untuk menyingkirkan penyebab lain dari sesak seperti masalah pada jantung. Setelah dilakukan pemeriksaan fungsi hati ternyata didapatkan peningkatan kadar serum transaminase (SGOT/SGPT) dengan kadar HBsAG yang negative, oleh sebab itu dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin direk dan indirek untuk menegakkan diagnosisnya. Pada pasien ini diduga adanya sirrosis hepatis maka perlu dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat adanya varises yang terbentuk akibat dari tahanan pada portal hepatis sehingga resiko perburukan pada pasien karena perdarahan dapat diantisipasi sejak dini.

33

BAB V KESIMPULAN

1. penatalaksanaan di bidang obstetri pada pasien ini sudah tepat. 2. Infeksi VHB dalam kehamilan tidak bersifat teratogenik tapi mempunyai persalinan resiko preterm transmisi dan vertikel terutama trimester III,

BBLR

sehingga

neonatus

harus

mendapatkan profilaksis dengan vaksin dan imunisasi. 3. perlu penanganan lebih komprehensif untuk penatalaksanaan kasus dengan sirosis hepatis.

34

DAFTAR PUSTAKA

1.

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. GastroIntestinal Disorders. Viral hepatitis. Williams Obstetric. 23rd Ed. Mc.Graw Hill Publishing Division New York, 2010

2.

Decherney AH, Pernoll ML. General Medical Disorders During Pregnancy. Viral Hepatitis. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and treatment. 10th ed. USA.2007;479-480.

3.

Putu Surya IG. Infeksi Virus Heptitis Pada Kehamilan. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Ed.perdana. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.2004

4.

Fuqueroa DR, Sanchez FL, Benavides CME. Viral Hepatitis During Pregnancy. Rew.Gastroenterol Mex.1994;59(3):246-253. diakses dari http://www. Pub.Med.gov.

5.

Duff P. Hepatitis in Pregnancy. Seminar Perinatologi.1998;22(4):27783. diakses dari http://www. Pub.Med.gov.

6.

Pearlman MD, Tintinalli JE, Dyne PL. Infections and Infectious Eksposure in Pregnancy. Viral Hepatitis. Obstetric and Gynecologic Emergencies. Mc Graw Hill Publishing Division. New York 2004: 233235.

7.

National Centre For Infectious Disease. Hepatitis A Virus. Division of Viral Hepatitis. Last update July 9,2003. diakses dari CDC.com. http://www.

8.

MMWR. Appendix. Hepatitis A dan B Vaccines. January 24, 2003;3436. diakses dari http://www. MMWRq@CDC.gov.

9.

Perinatology. Infections During Pregnancy. diakses dari http://www. Perinatology.com

10. Birth Net Australia 2. Hepatitis During Pregnancy;2004. diakses dari http://www. Birth.com.au

35

11. Hill JB, Sheffeld JS. Risk of Hepatitis B Transmission in Breast-Fed Infants of Chronic Hepatitis B Carriers. in Obstetric and Gynecologic Journal.2002 journal.org. 12. Wang JS, Zhu QR, Wang XH. Breast Feeding Does not Pose Any Additional Risk of Imunoprophylaxis Failure on Infants of HBV Carriers Mothers. Int J Clin Pract.2003 March;57(2):100-2. diakses dari http://www. Pub.Med.gov. 13. Lee SD. Lo KJ,et al. Role of Cesarean Section in Prevention of Mothers-Infant Transmission of Hepatitis B Virus. Lancet.1998 Oct 8;2(8615);833-4. diakses dari http://www. Pub.Med.gov 14. National Centers for Infections Disease. Hepatitis E Virus.Division of Viral Hepatitis.last update May16,2003.diakses dari http://www.mmwrq@cdc.gov. 15. Hepatitis C Information Centre. Hepatitis During Pregnancy. Last up date Oct 19,2005. diakses dari http://www. Hepatitis Central.com 16. Kumar A, Beniwal M,et al. Hepatitis E in pregnancy. Int J Gynecologic Obstetric.2004 Jun;85(3);240-4. diakses dari http://www.Pub Med.gov 17. Family medicine Resource. Hepatitis E in Pregnancy. diakses dari http://www. Family Practice Note Book.com. 18. Hussaini SH, Skidmore SJ,et al. Sever Hepatitis E Infection During Pregnancy. Jounal of Viral Hepatitis. Volume 4 Issue 1 page 56-Jan 1997. 19. Recomendation For Prevention and Control of Hepatitis C Virus (HCV) Infection and HCV-Related Chronic Disease. CDC, Oct 16,1998/41 (RR 19);1-39. Diakses dari http://www.mmwrq @ cdc.gov. Juni;99(6):1049-52. diakses dari http://www.green

36

LEMBARAN KONSULTASI MAKALAH ILMIAH PESERTA PPDS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNAND / RSUP Dr. M. DJAMIL- PADANG
NAMA NO CHS SEMESTER JENIS PEMBIMBING JUDUL : Ratna Lestari Habibah : : III (Ginekologi) : Presentasi Kasus : Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG : Hepatitis pada Kehamilan

TANGGAL DITERIMA

TANGGAL KOREKSI

PARAF

KETERANGAN

LEMBARAN PERSETUJUAN MAKALAH ILMIAH


NAMA : Ratna Lestari Habibah 37

NO CHS SEMESTER JENIS

: : III (Ginekologi) : Presentasi Kasus

Sudah disetujui dan dipresentasikan kasus pada: HARI TANGGAL PUKUL TEMPAT PEMBIMBING JUDUL : Rabu : 1 Februari 2011 : 10.00 11.00 WIB : Ruang Pertemuan RSUD Prof. Hanifa SM Batusangkar : Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG : Hepatitis pada Kehamilan

Batusangkar, 1 Februari 2012

Mengetahui, KPS PPDS Obgin FKUA/RS. Dr. M. Djamil Padang (Dr. H. Pelsi Sulaini, SpOG-K)

Pembimbing, (Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG)

38

You might also like