You are on page 1of 41

Upacara Manusa Yadnya

November 11, 2009 pada 1:55 am (Pustaka/Lontar) 1. PEGEDONG-GEDONGAN 1. 1. URAIAN UPACARA : Upacara ini ditujukan kehadapan si bayi yang ada di dalam kandungan dan merupakan upacara yang pertama kali dialami sejak terciptanya sebagai manusia. Oleh karenanya upacara ini dilakukan setelah kehamilan berumur 5 bulan ( 6 bulan kalender ) sebelum bayi itu lahir. Kehamilan yang berumur di bawah 5 bulan dianggap jasmani si bayi belum sempurna, dan tidak boleh diberi upacara manusa yadnya (menurut lontar kuno dresthi). Tujuannya adalah untuk membersihkan dan mohon keselamatan jiwa raga si bayi, agar kelak menjadi orang yang berguna dimasyarakat (kalau laki-laki menjadi pahlawan pembela negara/titundung musuh dan kalau perempuan menjadi istri yang utama). 1. 2. SUSUNAN UPAKARA 2. UPAKARA YANG KECIL Untuk pembersihan Untuk tataban : byakala dan prayascita : sesayut, pengambyan, peras, penyeneng, dan sesayut pemahayu tuwuh

1. UPAKARA YANG LEBIH BESAR : Untuk pembersihan Untuk tataban : byakala, prayascita, dan pengelukatan : seperti diatas dilengkapi dengan banten pegedongan matah

1. 3. TATA UPACARA : Upacara dilakukan dipermandian (dirumah membuat permandian darurat) terlebih dahulu orang yang hamil mabyakala dan maprayascita. Di hadapan sanggah kemulan ditaruh perlengkapan upacara seperti benang hitam 1 (satu) tukel yang kedua ujungnya diikat pada cabang kayu dadap, bambu buluh runcing (gelanggang), daun kumbang diisi air dan ikan sawah yang hidup yaitu belut, nyalian, ketam, ceraken, dibungkus dengan kain yang baru. Pelaksanaannya : 1. Kedua cabang kayu dadap yang terikat dengan benang hitam ditancapkan pada pintu gerbang (arah benang agar menuju pintu gerbang). 2. Si Perempuan mengusung ceraken tersebut, tangan kanan menjinjing daun kumbang yang berisi air dan ikan tadi.

3. Yang laki (suami) tangan kirinya memegang benang dan tangan kanannya memegang gelangang tersebut tadi. Sudah itu sajen segehan diperciki untuk bhuta yang sering menggoda. 1. Setelah yang laki berjalan serta memegang benang sambil menusuk daun kumbang yang berisi air yang dijinjing oleh si perempuan sampai keluar ikan dan airnya. Setelah itu suami istri bersembahyang agar selamat kandungannya, tidak tergoda oleh segala godaan sampai pada lahirnya selamat. Upakara ini dilanjutkan dengan pengelukatan dan akhirnya natab.

MANTRA DARI PAGEDONGAN


Om Sanghyang paduka Ibu Pertiwi Betari Gayatri, Betari Sawitri, Betari Suparni, Betari Wastu, Batari Kedep, Betari Angukuhi, Betari Kundangkasih, Betari Kamajaya-Kamaratih, mekadi pakulun Hyang Widiadara-Widiadari, Hyang Kuranta-kuranti, sama daya iki tadah saji aturan manusa ira si anu ajakan sarowangan ira amangan anginum, manawi ana kirangan kaluputan ipun den agung ampura. Nen manusa nira, mangke ulun aminta nugraharing sira samua aja sira angedonging, angancinging muwang anyangkalen, uwakakena lawangira selacakdana uwakakena den alon sepungana nuta anak-anak andepun denapekik dirgayusayowana weta urif tan ane saminaksan ipun. Om siddhi rastu swaha. 1. 4. PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN : 1) BANTEN PEGEDONGAN MENTAH

Sebuah bakul/paso yang berisi beras, kelapa, telur, benang putih, ketan, injin, pisang mentah, sudang (ikan teri), tingkih, pangi, bija ratus, palawa, peselan, base tampel dll seperti isi daksina masing-masing satu biji / butir. 2) Sesayut pemahayu tuwuh

Alasnya disebut kulit sesayut, diatasnya diisi penek/tumpeng kuning, ikan ayam satu ekor, dilengkapi dengan buah-buahan, jajan, rerasmen, sampian nagasari, dan penyenang yang berisi tetebusan benang tridatu (hitam, merah dan putih). 1. 5. BRATA Beberapa pantangan bagi orang yang sedang hamil adalah : 1. Wak capala 2. Wak Purusya 3. Tidak menyembah mayat (Cawa)

4. Tidak mendukung tirta pengentas Sebaliknya sang suami tidak boleh membikin cemburu, terkejut. Usahakan agar selalu adanya ketenangan dengan membaca lontar dan ajaran-ajaran agama yang lainnya.

II.

BAYI LAHIR

Upacara ini tidak mempunyai arti yang istimewa, kecuali merupakan rasa gembira dan angayu bagia atas kelahiran si bayi kedunia. Upakaranya disebut dapetan dan terdiri dari : 1. Dalam tingkatan yang kecil Nasi muncuk kuskusan, dilengkapi dengan buah-buahan (raka-raka), rerasmen (kacang saur, garam, sambel dan ikan), sampian jaet, dan canang sari / canang genten, serta sebuah penyeneng. Upakara ini dihaturkan kehadapan sang Dumadi. 1. Upakara yang lebih besar Seperti diatas dilengkapi dengan jerimpen di wakul yaitu sebuah wakul berisi sebuah tumpeng lengkap dengan raka-raka, rerasmen, dan sampian jaet.

PERAWATAN terhadap ARI-ARI


Setelah ari-ari itu dibersihkan lalu dimasukkan kedalam sebuah kelapa yang dibelah dua (airnya dibuang). Bagian atas dari kepala itu diisi tulisan Ongkara, sedangkan bagian bawahnya diisi tulisan angkara. Selain dari pada itu kedalam kelapa tadi dimasukkan pula beberapa jenis duri seperti duri terung, mawar dsbnya, sirih lekesan selengkapnya. Lalu kedua buah kelapa itu dicakupkan kembali, dibungkus dengan ijuk dan kain putih kemudian di pendam (kalau tidak ada hijuk, cukuplah dengan kain putih saja). Tempat memendam yaitu kalau si bayi laki-laki, maka arinya dipendam di sebelah kanan pintu balai, sedangkan kalau perempuan dipendam di sebelah kiri (lihat dari dalam rumah). Ucapan waktu memendam ari-ari adalah sebagai berikut : Ong Sang Ibu Pertiwi rumaga bayu, rumaga amerta, sanjiwani angemertanin sarwa tumuwuh (nama si bayi ), mangda dirgayusa nutugang tuwuh. Sebenarnya masing-masing lontar berbeda ucapannya, tetapi disini dikemukakan yang agak sederhana dan mudah dihafalkan. Setelah selesai mengucapkan kata-kata tersebut barulah ari-ari itu ditimbuni, ditindihi batu hitam (batu bulitan) ditandai dengan pohon pandan yang berduri. Secara rokhaniah, bertujuan menolak gangguan oleh hewan, dan secara rokhaniah bertujuan untuk menolak gangguan rokh-rokh jahat. Upakara yang diturunkan kepada ari-ari itu adalah

nasi kepel 4 kepel, ikannya bawang jahe, garam yang dicampur dengan areng, dan dilengkapi dengan canang genten / canang burat wangi. Banten itu dihaturkan kehadapan sang Catur Sanak dari pada bayi. Demikianlah perawatan terhadap ari-ari dianggap selesai dan setiap ada upacara yang ditujukan kepada si bayi, hendaknya ari-arinya tidak dilupakan. Disamping itu perlu kiranya dikemukakan bahwa bila keadaan tidak mengijinkan maka ada kalanya ari-ari itu (setelah dibungkus dengan kelapa seperti di atas) lalu dibuang kelaut.

III.

KEPUS PUSER

1. 1. URAIAN UPACARA Apabila puser si bayi sudah lepas (kepus), dibuatkan suatu upakara yang bertujuan untuk membersihkan secara rokhaniah tempat-tempat suci, dan bangunan yang ada disekitarnya, seperti sanggah kamulan, sumur, dapur, bale dsbnya. Puser di bayi dibungkus dengan secarik kain, lalu dimasukkan kedalam sebuah tipat (tipat kukur), disertai dengan anget-anget (sejenis rempah-rempah, seperti sintok, mesui, katik tengkeh, dsbnya), kemudian digantungkan di tempat tidur si bayi agak ke tebenan (hilir). Kepada si Ibu mulai diberi makan berjenis-jenis ikan/daging dan lauk pauk lainnya. Hal ini bertujuan agar si bayi terlatih terhadap berjenis-jenis ikan/daging. Seperti diketahui banyak orang yang tidak berani (tubuhnya tidak tahan terhadap ikan laut atau daging babi misalnya. Selain dari pada itu mulai saat itu si bayi diasuh oleh Sang Hyang Kumara dan untuk beliau dibuatkanlah sebuah tempat di atas tempat tidur si bayi yang disebut Pelangkiran (kemara). Menurut mithologi (lontar Siwa-gama) Sang Hyang Kumara adalah salah satu Putra Bhatara Siwa dan beliau dikutuk tetap berwujud anak-anak agar tidak termakan / terbunuh oleh kakaknya (Dewa Gana). Dan untuk selanjutnya Sang Hyang Kumara ditugaskan oleh ayahnya untuk mengasuh / untuk melindungi anak-anak yang belum maketus (lepas gigi). 1. 2. SUSUNAN UPACARA 2. UPAKARA YANG PALING KECIL Banten penelahan, banten kumara, banten labaan di ibu dan banten ari-ari 1. UPAKARA YANG LEBIH BESAR Seperti di atas dilengkapi dengan banten tataban seperti waktu lahir. Penjelasan beberapa jenis banten : 1. Banten Penelahan

Alasnya adalah sebuah ceper yang isinya sebagai pasucian / pabersihan dilengkapi dengan beras kuning dialasi dengan daun dadap. 1. Banten Labaan si ibu Sebuah ajuman yang berisi ikan / berjenis-jenis daging 1. Banten Kumara (Yang kecil) Sebuah ajuman yang nasinya berwarna putih dan kuning, ikannya telur dadar, rakanya kekiping, pisang mas, geti-geti nyahnyah gula kelapa dan canang lengewangi-buratwangi / canang sari. Kumaranya dihiasi dengan bunga yang harum-harum dan sedapat mungkin berwarna putih dan kuning. 1. Banten Ari-ari Di tempat menanam ari-ari menghaturkan banten : segehan kepel 4 tanding masing-masing berwarna merah, putih, kuning dan hitam, ikannya adalah bawang jahe dan garam. Ada pula yang menyebut bahwa ikannya adalah sebagai berikut : segehan kepel yang putih ikannya jae, segeghan kepel yang merah ikannya bawang merah, segehan yang kuning ikannya kunir dan segehan yang hitam ikannya garam yang dicampur dengan areng (uyah-areng). Masing-masing segehan itu dilengkapi dengan sebuah canang buratwangi canang genten. Banten ini dihaturkan kehadapan Sang Ante Preta. Dan kalau keadaan mengijinkan maka pada tempat menanam ari-ari itu didirikan sebuah sanggah cucuk bertudung upih yang disebut SatoYoni. Disamping sanggah cucuk ditaruh kayu api dan pada cabang dibawah sanggah itu diisi lampu (pelita). Tiap malam lampu dinyalakan dan kayu api dibakar. Sanggah cucuk diisi dengan banten kumara dan dihaturkan kehadapan Hyang Ning Ari-ari.

IV.

UPACARA NGELEPAS HAWON

Upacara ini dilaksanakan setelah bayi berumur 12 (dua belas hari) dan disebut upakara ngelepas hawon. Upakara (banten) yang diperlukan pada saat ini sama dengan upacara pada waktu kepus udel. 1. V. UPACARA KAMBUHAN(SATU BULAN TUJUH HARI) Uraian Upacara: Setelah si bayi berumur satu bulan tujuh hari (42 hari), diadakanlah upacara yang sering disebut Upacara Macolongan. Dalam upacara ini disamping pembersihan jiwa raga si bayi dari segala noda dan kotoran, juga bertujuan untuk mengembalikan Nyama Bajang si Bayi dan pembersihan si Ibu agar dapat memasuki tempat-tempat suci seperti Merajan, Pura dsbnya. Kiranya perlu dikemukakan perbedaan antara Catur Sanak dengan Nyama Bajang. Catur sanak berarti saudara empat. Yang dimaksud dalam hal ini adalah empat unsur (benda beserta kekuatannya) yang dianggap sangat membantu pertumbuhan dan keselamatan si Bayi sejak mulai terciptanya di dalam kandungan sampai dia lahir. Wujud dari pada saudara empat itu

adalah : Darah, Lamad, Yeh nyom, dan Ari-ari. Nama dari saudara empat ini akan berganti-ganti sesuai dengan pertumbuhan si bayi di dalam kandungan dan setelah lahir, sehingga akan dapat banyak nama untuk mereka. Oleh karean sang catur sanak itu dianggap sangat berjasa, maka diajurkan agar setiap orang tidak melupakan mereka baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka. Kemudian yang dimaksud dengan Nyama Bajang adalah semua kekuatan-kekuatan yang membantu Sang Catur Sanak di dalam kandungan, dalam proses pertumbuhan, penyempurnaan jasmani serta keselamatan si bayi. Menurut penjelasan beberapa sulinggih banyak Nyama Bajang ini adalah 108 misalnya : bajang colong, bajang bukal, bajang yeh, bajang tukad, bajang ambengan, bajang papah, bajang lengis, bajang dodot, dllnya. Setelah bayi itu lahir maka nyama bajang ini dianggap tidak mempunyai tugas lagi, bahkan kadang sering mengganggu si bayi. Oleh akrena itu pada waktu si bayi berumur 42 hari dianggap sudah waktunya untuk mengembalikan mereka ketempatnya masing-masing (keasalnya). Disamping itu untuk pertama kalinya si bayi dimohonkan pengelukatan kehadapan Bhatara Brahma (di dapur), Bhatara Wisnu (permandian), dan Bhatara Siwa / Hyang Guru (disanggah kemulan). 2. SUSUNAN UPAKARA 1. Upakara yang kecil Untuk Ibu byakaonan dan prayascita lengkap dengan tirta pengelukatan dan pebersihan. Untuk si bayi banten pasuwugan, banten kumara dan dapetan seadanya. 1. Upakara yang lebih besar Untuk si ibu seperti diatas Untuk si bayi banten pasuwugan, banten kumara, jejanganan, banten pacolongan (di dapur, di permandian dan di sanggah kamulan) serta tataban seadanya. 3. TATA UPACARA Terlebih dahulu si ibu dan si bayi mabyakaonan dan maprayascita lalu si bayi (beserta orang tuanya) diantar ke sanggah kamulan untuk natab / diupacarai dengan upakara-upakara yang tersebut di atas. Bila mengambil tingkatan upakara yang lebih besar, maka terlebih dahulu si bayi melukat di dapur, kemudian dipermandian dan akhirnya di Sanggah Kamulan / disertai dengan natab. MANTERA-MANTERA / PUJA DALAM RANGKAIAN UPACARA TSB DIATAS

1. 1. MANTERA PENGELUKATAN DI DAPUR Om Indah ta kita Sang Hyang Utasana sira mesarira sarwa baksa iki manusane sianu(sebut nama ibu/bapak), aneda nugraha widhi, angeseng lara rogo wigena, mala papa petakane sianu, wastu geseng dadi awu. Om Ang rigeni Rudra Ujuala niya namah. 1. 2. MANTERA PENGELUKATAN DIPERMANDIAN (SUMUR) Om Ung Gangga Supta jiwa ya namah, Om Gangga Mili ya namah, pukulun ulun aminta atmane sianu, manwi ta atmane pun anu ketepuk ketengah olih sarwa Bhuta Kala, karem ring sumur agung daweg antukakena ring raga walunan ipun, ulun anebas ring sira Hyang Betari Gangga Pati. Om Sriyam bawantu, purnambawantu, sukanmbawantu swaha. 1. 3. Panebasan Pengelukatan ring Hyang Guru Kemulan Om pakulun Sanghyang Guru Reka, Sang Hyang kawi swara, Sang Hyang Saraswati Suksma, Sang Hyang Brahma Wisnu Iswara, mekadi Sang Hyang Surya Candra lintang teranggang, ulun anede nugraha widhi, angalukat, dasamala, papa patakane sianu, Om sidhi rastu yanama swaha. 1. 4. Ring Sang Tinebasan Om Dirgayusa awetaning raga langgeng, angapusing balung pila pilu. Angapusing atot pila pilu, angapusing atme juwitane sang tinebas-tebasan, tunggunen de nira sang Hyang Bayu Pramana, amuwuhana tuwuh ipun. Om Dirgayusa aweta urip sidhi rastu tatastu swaha.
1. 5. Mantram Bajang Colong

1. Om Sang Kosika, Sang Garga, Sang Metri, Sang Kurusia, Sang Pretanjala, Imalipa I Malipi, mekadi bapa bajang, babu Bajang, Bajang toya, Bajang Lenga (Lengis), Bajang Dodot, Bajang sembur, Bajang Deleg, Bajang Bejulit, Bajang Sapi, Bajang Kebo, Bajang papah, mwah sakwehing ingaranan sarwa bajangbajang susila, si bajang weking, iki tadah sajin ira dena becik menawi wenten kakirangan ipun, iki pirak satak pitu likur, benang setukel nggenatuku ring pasar agung apan kita agawe ala ayu. Mangkin ulun aminta sih nugraha ring kita sedaya, turunan atmaning rare maring rega walunan nira-malih, aja sira munahmunih, wastu pukulan sida rahayu seger oger urip waras, embanen rahina wengi. Om, sidhi rastu yanamah swaha. 2. Om Sang Kosala, Sang Garga, Sang Metri, Sang Kurusia, Sang Patanjala, Sang Malipa, Sang Malipi, Pinaka Bapa Bajang, yan wus sira amukti, Pamuliha kita kedesanira sowing-sowang. Om Syah, syah, ayah poma. 3. 6. Mantram Jejanganan Om Bapa Banglong, babu Benong, Babu Calungkup, Babu Gadonyah, Babu Suparni, Babu Dukutsabhumi, miwahsakwehing araning babu bajangan, iki tadah sajinira, sekul liwat, jangan kacang satingkeban, amuktia sari sira, aja sira nyumet, aja sira nyedut, asungana rare ning nghulun, anak amangan anak aturu, anak emang-emang, sahundan-hundan tekeng jejaka luputa ring lara roga, sahut bagya sangkalan ipun, asing kirang asing luput sampun ta agang sampura

nira, amuktia, atuku sira ring pasar agung wus sira amuktia sarisun amintia sari sira, lan babekelan nira kabeh, iki ta pipis satak selata sih raksanen ta rare ning hulun amongan tasunu mangkana pangeraksanira ring bajang bayi, kadep sidhi pamastunku. Om sriyame nama namah. 4. PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN 1. BANTEN PASUWUGAN Banten ini berfungsi sebagai pembersihan terhadap jasmani si bayi, serta terdiri dari : peras, ajuman, daksina, suci, soroan alit, pengelukatan, pengambyan, penyeneng, nasi 6 ceper, masingmasing dengan ikan yang berbeda-beda yaitu ikan ayam, itik, telur, siput, daging babi, dan kacang-kacang. Kemudian dilengkapi dengan dua buah kungkang sejenis jejahitan yang berisi nasi, lauk-pauk dan ikannya sesate, kemudian keduanya dialasi dnegan sebuah bokor yang berisi beras, sirih-tampeh, benang, telur ayam yang mentah dan uang 25 kepeng. 2. BANTEN PENGELUKATAN DI DAPUR Peras dengan tumpengnya merah, ikannya ayam biying, dilengkapi dengan ajuman, daksina, pengulapan-pengambyan, penyeneng dan soroan alit, masing-masing sebuah, serta sebuah periuk yang berisi air dan bungan yang harum untuk mpengelukatan. 3. BANTEN DI PERMANDIAN (SUMUR) seperti diatas hanya tumpengnya hitam dan ikannya ayam hitam. 4. BANTEN DI SANGGAH KEMULAN Seperti diatas hanya tumpengnya putih, dan ikannya ayam putih dipanggang. 1. 5. BANTEN PACOLONGAN Sebuah buki (periyuk tanah yang bagian bawahnya sudah pecah) diberi kalung tapis kemudian kedalamnya dimasukkan sebuah pusuh biyu (jantung pisang) dan pelapah kelapa yang berlubang (papah nyuh bolong), pusuh biyu itu disisipi dengan uang 3 kepeng, sedangkan lubang dari kelapa itu digantungi tipat belayag, keduanya tidak diisi beras) dan gantung-gantungan dari busung. Disamping itu baik buki, pusuh biyu, dan pelapah kelapa tersebut diberi secarik kain dan ditandai dengan kapur yang berbentuk tampak dara. Semuanya itu dapat dianggap sebagai perwujudan dari Nyama Bajang. Kemudian disebelahnya diisi sebuah penjor dari pelapah enau (jak) yang masih berisi daun dan lidinya ditusuki bunga-bunga yang berwarna merah (kalau dapat bunga sepatu yang merah) Bantennya adalah dua buah untek (penek kecil) yang dialasi dengan ceper, dilengkapi dengan jajan, buah-buahan dan canang burat wangi. Sampian tangga yang kecil, sedangkan ikannya adalah : ceper yang pertama berisi guling katak, ceper yang kedua memakai guling capung, ceper

yang ketiga memakai guling baling dan ceper yang keempat memakai guling ayam semululung yang diperoleh di tengah jalan (semululung = ayam kecil). Kemudian dilengkapi dengan tengen-tengenan (salaran kecil tidak dengan ayam dan itik). Setelah upacara semua banten ini dibuang diperempatan jalan di jalan raya. 1. 6. JEJANGANAN Untuk tempatnya sedapat mungkin yang agak besar dan diisi beras, sirih tampel, benang putih dan wang. Diatasnya disusun sebuah taledan, kemudian barulah diisi perlengkapan sebagai berikut : Peras, ajuman, daksina, suci, tipat kelanan masing-masing satu tanding uang 225, nasi yang berbentuk matahari, nasi yang berbentuk burung, nasi yang berbentuk jalan, nasi yang berbentuk tangkariga (tulang belakang dan rusuk), nasi beberapa kepel masing-masing diisi conger (tanda yang berbeda-beda yaitu ada yang memakai tanda bulu ayan, bulu itik, bulu angsa, bunga terung, ikan siput, terasi mentah, bawang jahe, kunir, lombok, laos, padang lepas, pelas (bumbu yang sudah dimasak), ikan banding, ikan laut, telur, kacang-kacang dan garam. Kemudian terdapat pula nasi takilan (nasi dengan lauk-lauk dibungkus dengan daun pisang), penek among (penek yang disisipi kecai mentah, bawang dan jahe), tumpeng gurih (tumpeng yang dicampur dengan kelapa dan kacang putih), bubur kacang, sayur-sayuran (108 jenis), tulung bertingkat 3, bertingkat 5, masing-masing berisi nasi dan lauk-pauk. Dan akhirnya banten ini dilengkapi dengan sampian nagasari, canang buratwangi dan ikannya adalah ayam yang dipanggang. (dalam upacara yang agak besar jejanganan ini dilengkapi dengan jajan seperti jajan gula gembal). V. UPACARA TIGA BULANAN ( NYAMBUTIN ) 1. 1. URAIAN UPACARA Upacara ini disebut pula upacara Nelu-Bulanin. Tujuannya adalah agar jiwa-atma si bayi benar-benar kembali berada pada raganya. Disamping itu upacara ini juga merupakan pembersihan serta penegasan nama si bayi. Serangkaian dengan upacara ini biasanya dilakukan pula upacara turun tanah. Tujuannya adalah untuk mohon waranugraha kehadapan Ibu Pertiwi bahwa si anak akan menginjak kakinya dan agar beliau melindungi / mengasuhnya.
1. 2. SUSUNAN UPAKARANYA

1. Upakara yang kecil Pengelepas aon, penyambutan, jejanganan, banten kumara, dan tataban. 1. Upakara yang lebih besar Seperti diatas, tetapi tetatabannya memakai pula gembal, banten pengelukatan dan banten turun tanah.

1. 3. TATA UPACARA Dalam hal ini upacara langsung dipimpin oleh pimpinan upacara (dilakukan di depan beliau). Setelah itu barulah dilaksanakan upacara turun tanah. Pelaksanaannya setelah selesai mohon tirtha pengelukatan kemudian tirtha dipercikkan pada si bayi dibuatkan keroncongan (rantai bahu), gelang tangan dan kaki. Sebelum alat-alat tersebut dikenakan pada si bayi terlebih dahulu alat-alat itu diperciki segau, diperciki tirtha dan dilukat. Kemudian si bayi disembahyangkan 3 (tiga) kali dengan memohonkan semoga si bayi tidak ternoda karena mulai saat ini ia memakai ratna kencana (permata emas). Setelah sembahyang lain diberi tirtha pengening dan barulah kemudian ngayab jejanganan yang maksudnya memberi upakara kepada babu/rare bajang agar jangan menggodanya. Setelah itu si bayi diberi natab banten ayaban yang maksudnya agar si bayi selamat berumur tiga bulan. 1. 4. PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN Banten pangelepas aon Sebagai alasnya adalah daun telujungan, diatasnya diisi nasi muncuk kuskusan, buah-buahan, jajan, lauk-lauk, sampian nagasari, canang buratwangi, pasucian/pebersihan dan lis/bebuu. Pada nasi muncuk kuskusan itu disisipi 3 buah linting, dan masing-masing tangkainya digantungi sebuah pipil yang berisi calon nama si bayi misalnya kalau laki-laki I Wijana, I Sparsa, I Yudana, dsbnya. Sedagkan kalau perempuan Ni Kumuda, Ni Menuh, Ni Rijata, dstnya. (nama tersebut adalah menurut petunjuk dalam lontar tetapi kiranya nama-nama itu dapat disesuaikan menurut kehendak si ayah dan si ibu). Pada waktu upacara linting itu dinyalakan, dan nama yang tercantum pada linting yang terakhirnya mati, dipakai sebagai nama si bayi dan abunya ditaruh pada dahinya. 2. BANTEN PENYAMBUTAN Alasnya berbentuk bundar, diatasnya diisi beras, kelapa telur itik, dll seperti isi daksina, masingmasing satu biji. Kemudian dilengkapi dengan 4 buah tumpeng yang ditaruh pada setiap sudut, serta jajan, buah-buahan, lauk-pauk, ikannya ayam dipanggang, canang buratwangi, sampian nagasari, peras,s esayut, sanggah urip penyenang dan pesucian, masing-masing satu tanding. 3. BANTEN MENGELILINGI LESUNG Tempat upacara dihalaman sanggah kemulan. Sebagai alat perlengkapan adalah sebuah lesung (lumpung), paso yang diberi air ditaruh diatas lesung sedangkan di dalam paso itu diisi jejahitan taman dari busung. Di dalam jejahitan taman padma pada paso itu diisi beberapa jenis perhiasan seperti gelang, cincin, kalung, subeng, dsbnya. Bantennya adalah : peras, ajuman, daksina, suci, pengulapan, pengambean, penyambutan, jejanganan, dan tetataban seadanya. Lain dari itu terdapat pula anak-anak dari belego (ketimun), batu dan pusuh biyu (jantung pisang).

Waktu mengelilingi lesung, bayi memakai tongkat bumbungan (bambu yang tidak masih ruasnya). Upacara ini adalah sebagai simbul, bahwa si bayi pergi ketaman untuk mandi dan memperoleh perhiasan, serta ditegaskan bahwa ia adalah anak manusia. 4. BANTEN TURUN TANAH Tempatnya adalah didepan Sanggah Kemulan,serta tanah yang akan diinjak dirajah berbentuk bedawang nala. Bantennya adalah peras, ajuman, daksina dan tipat kelanan.

BEBERAPA BUAH MANTERA


1. Mantera pengelepas aon Pakulun betara Brahma, betara Wisnu Betara Iswara, manusa sira si anu angelepas-aon ipun ri betara tiga, pakulun anyuda letuh ipun, teka suda, teka suda, teka suda, lepas malan ipun. 1. Mantra Penyambutan Pekulun kaki sambut, nini sambut, tan edanan sambut agung sambut alit, yan lunga mangetan, mangidul, mangalor, mangulon, mwang maring tengah atmane si jabang bayi tinututan dening prawatek dewata pinayungan. Kala cakra, pinageran wesi sambut ulihana atma bayu pramana ne si jabang bayi, 1. Mantra mengelilingi lesung (lumpang) Om Sang Wawu pada wawu, anak ira si Tunggal Ametung, putun ira si karang jarat, sira anakanakan beligo, ingsun anak-anakan pusuh, ingsun anak-anakan watu, anak-anakan antiga, ingsun anak-anakan manusa. 1. Mantra ngayab / natab banten penyambutan, tataban dllnya Pakulun kaki prajapati, nini Prajapati, kaki Citragotra, nini Citragotri, ingsun aneda sih nugraha ring kita, sambutan ulapi, atmane sianu, manawi wenten atman anganti ring pingiring samudra, ring tengahing udadi, ndaweg ulihakene awaknia si anu, denpun tetep, mandel, denpun kukuh pageh aweta urip (dilanjutkan dengan Ayu Wredi.) 1. Mantra menurunkan bayi Pakulun kaki Citragotra, nini Citragotri, ingsun mintanugraha nurunaken rare, ring lemah, turun ayam, ameng-ameng sarwa kencana sri-sedana, katur ring betari Nungkurat, betari wastu, betari kedep, meka I kaki Citragotra, nini Citragotri, iki aturan ipun srahatos, ameta urip waras dirgayusa, tan kemeng geget, wewedinan, asungana, aweta urip, teguh timbul, bujangga kulit, akulit tembaga, aotot kawat, abalung besi, anganti matungked bungbungan, angantos batu makocok, ulihakena pramanannia maka satus dualapan maring raga walunannia si bajang bayi. Om Tebel Akasa tebel pertiwi, mangkana tebel akukuh, atma yusa ne sirare jabang bayi.

Catatan : 1. Upacara mengelilingi lesung itu hanyalah merupakan penyempurnaan dari pada pengelepas aon, yang berfungsi sebagai pembersihan. Dalam hal ini adalah mandi ketaman. Lesung beserta perlengkapannya adalah sebagai simbul tetamanan. 2. Bayi yang meninggal sebelum umur 3 (tiga) bulan tidak dibuatkan upakara pitra yadnya. Apabila telah berumur 3 (tiga) bulan dan telah maketus pitra yadnya adalah Ngalungah. UPACARA SATU OTON (6 BULAN) 1. 1. URAIAN UPACARA Yang dimaksud satu oton disini adalah 210 hari. Upacara ini bertujuan untuk memperingati hari kelahiran dan biasanya diikuti dengan upacara pemotongan rambut yang pertama kali (magundul), yang bertujuan untuk membersihkan siwadwara (ubun-ubun). Upacara ini sering pula dilakukan setelah si bayi berumur 3 oton. Hal ini mungkin bermaksud untuk menjaga kesehatan si bayi. Tetapi sering juga upacara pengguntingan pertama dilakukan pada waktu tiga bulan, hanya saja tidak digundul sampai bersih, melainkan merupakan simbolis saja. Demikian pula menurut lontar-lontar upacara turun tanah dilakukan pada waktu otonan yang pertama kali ini. Tetapi kalau diperhatikan, anak-anak sekarang telah mulai belajar berjalan sebelum berumur satu oton. Dan tujuan dari pada upcara turun tanah itu adalah mohon waranugraha kehadapan Ibu Pertiwi, maka kiranya upacara tersebut baiknya dilakukan sebelum si bayi belajar berjalan. Di samping si bayi untuk pertama kali diperkenalkan kehadapan Ida Betara Betari yang ada di Dasarnya, yaitu diwujudkan dengan menghaturkan pejati / pesaksi ke Bale Agung (Pura Desa). 1. SUSUNAN UPAKARANYA 2. Upacara yang paling kecil Prayascita, parurubayan (untuk magundul), jejanganan, tataban seadanya, peras lis, banten pesaksi ke Bale Agung / pura Desa, ajuman 12 tanding), banten turun tanah dan banten kumara. 1. Upacara yang lebih besar Seperti diatas, hanya saja parurubannya dilengkapi dengan guling babi, dan tatabannya dilengkapi dengan pulagembal / bebangkit. Catatan : Upakara / alat perlengkapan untuk magundul adalah : Gunting, cincin (kalau dapat bermata mirah), kartika, 5 buah seet mingmang, karawista dan belayag (untuk tempat rambut).

1. TATA UPACARA Setelah memuja sajen (termasuk menghaturkan sebagai saksi ke Dewa) dilakukan persembahyangan yakni : 1) 2) 3) 4) ke Surya sebagai pesaksi Bhatara-bhatari juga sebagai pesaksi Sembahyang peguntingan dan yang terakhir Sembahyang oton

Sesudah itu dilakukan peguntingan. Ketika ini, si bayi kepalanya (paban) berisi bunga tunjung, masirat (maketis) sirat cendana berisi garboda lalu sang Sulinggih mengambil gunting (tangan berisi andel-andel) dan cincin yang berisi karawista, kemudian memotong rambut si bayi. Rambut si bayi yang akan dipotong ditempeli kartika, seet mingmang dan cincin dan kemudian digunting di depan, di sebelah kanan, di sebelah kiri, dan dibelakang dan ditengah. Setelah selesai rambut ditanam dibelakang Sanggah Kemulan. Setelah itu lalu diberi prayascita, pebersihan dsbnya yang berfungsi sebagai penyucian, kemudian dilanjutkan dengan natab banten dan akhirnya turun tanah serta bersembahyang / mohon wangsuh pada. BEBERAPA MANTRA 1. Mantra untuk gunting rambut / mapetik Om yata way sakel panem ikesame anidih papa klesa winasa syat Banghara mantram utaman. 1. Mantra Cincin Om Eng tejo sakalpanem suci ka tri mahesidhi, papa klesa winasa syat takara Mantra Utaman 1. Mantra panca kusika (seet-mingmang) Om Kusa sri kusa widnyanan pawitran, papasasanem, papa klesa winasa syat Nangkara aksara taman 1. Mantra megunting rambut di depan Om Sang Sadya yanamah, hilanganing papa klesa peteka 1. Mantra menggunting rambut di depan Om Bhang, bana dewaya nama, hilanganing lara roga wigena 1. Mantra menggunting rambut di sebelah kiri yang dipotong / mapetik

Om Ang hagora yanamah, hilanganing gering sasab marana 1. Mantra menggunting rambut di belakang Om Tang tat purusayanamah, hilanganing gagodan satru musuh 1. Mantra menggunting rambut ditengah Om Ing isana yanamah. Hilanganing sebel kandel sang pemetik. 1. Penjelasan Banten BANTEN PERURUBAYAN (yang kecil) Alasnya dilengkapi sebuah dulang atau yang lain diatasnya diisi tumpeng putih dan kuning masing-masing sebuah, jajan, buah-buahan, lauk-pauk dan ikan ayam dipanggang. Di sebelah ditaruh dua buah wakul yang berisi jajan, buah-buahan, tumpeng masing-masing sebuah dan ikannya ayam dipanggang. Dalam upacara yang besar banten ini dilengkapi dengan guling babi yang memakai jembor, dan babi yang dipakai adalah babi jantan tetapi bukan kucit butuan, melainkan yang sudah dikebiri. Demikian pula pada banten perurubayan ini dilengkapi dengan peras, ajuman, daksina, tulung sesayut, pesucian / pebersihan, penyeneng, atau kadang-kadang suci masing-masing satu buah / tanding. VII. TUMBUH GIGI 1. URAIAN UPACARA Upacara ini disebut pula Ngempugin dan sedapat mungkin dilakukan pada waktu matahari mulai terbit. Tujuan adalah untuk memohon kehadapan Betara Surya, Betara Brahma, dan Dewi Sri agar gigi si bayi tumbuh dengan baik, putih bersih, tidak jamuran / candawanan atau dimakan ulat. 1. UPAKARA-UPAKARANYA 1. UPAKARA YANG KECIL Petinjo kukus dengan ikannya telur 1. UPAKARA YANG LEBIH BESAR Adalah petinjo kukus dengan ikannya ayam atau itik yang diguling, dilengkapi dengan tataban. Banten petinjo kukus.

Alasnya adalah sebuah taledan, kemudian diisi sebuah jit kuskusan (nasi muncuk kuskusan), dilengkapi dengan buah-buahan, jajan lauk-pauk dan ikannya sesuai dengan tingkatan upakaranya. Disekitarnya dilengkapi dengan peras, tulung, sesayut, penyeneng, pasucian, ajuman dan canang. MANTRA NGEMPUGIN Om Sang Hyang Surya, Brahma, ndih empug saka wenten, empug untune sianu wesi kari pinaka untune, bumi kari pinaka gusine, arata jajara kaya walandingan siniger, sire Betari sri angelukata untune sianu, tan keneng jejamuran, tan keneng subatahan, munggah untune Maha Betari Siwa Bumi Maha Sidhi. 1. TATA UPACARA Setelah saji diaturkan lalu natab,sesudah itu layudannya terutama ikan digosokkan pada gusi bayi, lalu ngelayud. VIII MAKETUS ( LEPAS GIGI ) Upacara ini disebut juga makupak. Upacara ini dilaksanakan apabila si anak sudah lepas giginya (maketus untuk pertama kalinya). Pada upacara ini dibuatkanlah upacara yang agak berbeda dengan yang sudah-sudah, yaitu pabyakalaan dan sesayut / tatebasan. Mulai saat itu dia tidak diperkenankan lagi untuk natab jejanganan dan penyambutan, melainkan diganti dengan pabyakalaan dan sesayut / tatebasan (sesayut Pangerti Swara). Menurut lontar Siwa Gana si anak tidak lagi diasuh oleh Sang Hyang Kumara, oleh karena itu tidak perlu lagi membuat banten Kumara. Si anak mulai mempersiapkan diri untuk mepelajari pengetahuan. Upakara-upakara dalam hal ini tidaklah begitu banyak, dan biasanya dilakukan pada waktu otonan berikutnya, yaitu dilengkapi dengan pabyakalaan dan sesayut / tatebasan. Mengenai jenis sesayut / tatebasan yang dimaksudkan sebaiknya mohon petunjuk kehadapan tukang / orang yang dianggap tahu. IX MENINGKAT DEWASA (MUNGGAH DEHA / TERUNA) 1. URAIAN UPACARA Sebagai tanda kedewasaan bagi seorang laki-laki adalah suaranya mulai membesar )ngembakin), sedangkan tanda kedewasaan bagi seorang wanita adalah untuk pertama kalinya dia mengalami datang bulan (haid). Sejak itu seseorang merasakan getaran-getaran samara karena Dewa Asmara mulai menempati lubuk hatinya. Upacara-upacara dalam hal ini terutama ditunjukkan kehadapan Sang Semara Ratih, dengan penghargaan agar beliau benar-benar dapat menjadi pembimbing dan teman hidup yang baik, berguna serta tidak menyesatkan hidup orang yang bersangkutan. Demikianlah orang yang meningkat dewasa itu disimbulkan kawin dengan Sang Hyang Semara Ratih.

Biasanya upacara meningkat dewasa ini dititik beratkan pada orang perempuan. Hal ini mungkin disebabkan karena kaum wanita dianggap sebagai kaum lemah, dan lebih memungkinkan untuk menanggung akibat perbuatan samara yang tersesat. Lain dari pada itu kiranya moral kaum wanita dapat dianggap sebagai barometer tinggi rendahnya, tegak runtuhnya moral suatu bangsa (alam manusia), seperti disebutkan di dalam Bhagawad Gita sebagai berikut : kulaksaye pranasyanti kuladharmaht sanatanah dharma naste kulan krtsnam udharmo bhibhavaty ute (1) artinya : keluarga yang didalam keadaan keruntuhan dharmanya menemui ajal-nya jika dharma menemui ajalnya seluruh keluarga diliputi oleh perasaan adharma (1) adharmabhibhavat krsna pradusyanti kulastriyah strisudustasu vasneya jayate varnasamkarah (2) artinya : dan jika adharma meliputi suasana o Krishna maka para wanita dari kaum keluarga itu menjadi jatuh ramalnya dan bila para wanita moralnya jatuh, o Krishna maka terjadilah kekacauan alam manusia (2) 1. SUSUNAN UPAKARA 1. Upakara yang kecil Banten pabyakalaan, prayascita, dapetan (tataban) dilengkapi dengan sesayut,sabuh rah, kalau perempuan) atau sesayut ngeraja singa (kalau laki-laki. Dan banten padedarian.

1. Upakara yang lebih besar Seperti diatas, dilengkapi dengan banten pesaksi di dapur, dan tataban memakai sorohan pulagembal. 1. TATA UPACARA Terlebih dahulu mabyakala dan maprayascita, lalu bersembahyang di dapur dan akhirnya natab sesayut sabuh rah / ngeraja singa. 1. Penjelasan Beberapa Buah Banten 1. Sesayut sabuh rah (1), (2), Bhagawad Gita, Bab I, No.40 dan 41 alasnya disebut kulit sesayut, di atasnya diisi merah, disisipi bunga pucuk bang (kembang sepatu yang merah), darah mentah yang dialasi dengan takir, dan dilengkapi dengan sampian nagasari, buah-buahan, jajan, penyeneng dan canang buratwangi atau yang lain. 1. Sesayut Ngeraja Singa Alasnya disebut kulit sesayut, diatasnya diisi 9 buah tumpeng yang dikalungi pekir (busung) dan setiap tumpeng berisi sebuah kawangen. Disekitarnya dilengkapi dengan tulung urip 9 buah, tipat sidapurna 9 buah, jajan, buah-buahan, sampian nagasari, penyeneng, pasucian/pebersihan dan ikan ayam gumerot. 1. Banten Pededarian yang kecil Nasi putih 11 ceper, nasi kuning 11 ceper dilengkapi dengan lauk-pauk, ikannya telur itik yang didadar, canang burat wangi, buah-buahan, pisang mas jajan kekiping, nyahnyah gula kepala, dan bungan yang harum serta berwarna putih dan kuning. (nyahnyah gula kelapa adalah campuran dari beras, ketan, injin yang dinyahnyah, lalu dicampur dengan kelapa yang disisir dan gula tebu / gula pasir). Banten ini dilengkapi dengan peras ajuman, daksina dan suci. Banten ini ditaruh diatas tempat tidur dan dihaturkan kehadapan Sang Hyang Semara Ratih. 1. Banten pesaksi di dapur Peras, ajuman, daksina, pebersihan, lis (bebuu), canang lengewangi buratwangi, canang sari dengan raka kekiping, pisang mas, nyahnyah gula kelapa dan sesari 225. kadang-kadang dilengkapi dengan tataban seadanya serta sesayut sabuh rah. X UPACARA POTONG GIGI (MAPANDES)

1. URAIAN UPACARA Upacara ini dapat dijadikan satu dengan upacara meningkat dewasa, dan mapetik, dan penambahan upakaranya tidaklah begitu banyak. Upacara ini bertujuan untuk mengurangi Sad Ripu dari seseorang dan sebagai simbulnya akan dipotong 6 buah gigi atas (4 buah gigi dan 2 taring). Yang dimaksud dengan Sad Ripu adalah 6 sifat manusia yang dianggap kurang baik, bahkan sering dianggap sebagai musuh didalam diri sendiri. Keenam sifat tersebut ditimbulkan oleh Budi Rajas dan Budi Tamas. Sebenarnya kita sebagai manusia memiliki 3 budi yaitu : Budi Rajas, Budi Tamas, Budi Satwam, sedangkan pada binatang memiliki 2 budi yaitu : Budi Rajas, dan Budi Tamas. Oleh karena itu segala pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh Budi Rajas, dan Budi Tamas kiranya dapat dianggap sebagai sifat-sifat kebinatangan yang tidak selayaknya menguasai diri kita sebagai manusia ini bukannya berarti bahwa Budi rajas, dan Tamas beserta pengaruh-pengaruhnya itu tidak perlu, tetapi hendaknya ada keseimbangan antara Budi Rajas, Tamas dan Budi Satwam sebagai penuntunnya. Adapun yang dimaksud dengan Sad Ripu : 1. Tamak / loba 1. 2. 3. 4. 5. Suka menipu Suka dipuji (moha) Murka / kroda (suka marah) Suka menyakiti sesame makhluk Suka memfitnah

Demikianlah upacara potong gigi itu bukanlah semata-mata mencari keindahan / kecantikan belaka, melainkan mempunyai tujuan yang mulia. 2. SUSUNAN UPAKARANYA 1. Upakara yang paling kecil Banten pabyakalaan, prayascita, pengelukatan dan tataban seadanya. 1. Upakara yang lebih besar Seperti diatas, tetapi tatabannya memakai pulagembal. CATATAN Disamping upakara-upakara tersebut, terdapat pula upakara/perlengkapan lainnya yaitu :

1. Membuat / menyediakan sebuah balai-balai (dipan) untuk tempat upacara potong gigi. Pada tempat tersebut diisi perlengkapan seperti bantal, kasur, seprai, (permandian) dan tikar yang berisi gambaran Semara Ratih. 2. Bale Gading itu dibuat dari bamboo gading (yang lain) dihias dengan bunga-bunga yang berwarna putih dan kuning, serta didalamnya diisi banten peras, ajuman, daksina (kadang-kadang dapat dilengkapi dengan suci), canang buratwangi, canang sari dengan raka-raka : kekiping, pisang mas, nyahnyah kelapa. Bale gading ini adalah : sebagai tempat (pelinggih) dari Sang Hyang Semara Ratih. 3. Tegteg Yang dimaksud dengan tegteg adalah sejenis jejahitan yang berisi jajan dan sampian tegteg. Biasanya dipakai daun rontal. 1. Kelapa gading yang dikasturi, airnya dibuang dan ditulisi Ardanareswari (gambar samara ratih). Kelapa gading ini akan dipakai sebagai tempat ludah dan singgang gigi yang sudah dipakai. Setelah upacara, kelapa gading ini dipendam dibelakang Sanggah Kemulan. 2. Untuk singgah gigi (pedangal), adalah tiga potong cabang dadap dan tiga potong tebu malem / tebu ratu. Panjang pedangal ini kira-kira 1 cm atau 1, 5 cm 3. Pengilap yaitu sebuah cincin bermata mirah 4. Untuk pengurif-urif, adalah empat kunir (isin kunyit) yang dikupas sampai bersih, dan kapur. 5. Sebuah bokor yang berisi : kikir, cermin dan pahat (biasanya pengilap yang tersebut di atas ditaruh pada bokor ini. Demikian pula pangurip-uripnya. 6. Sebuah tempat sirih lengkap dengan sirih lekesan, tembakau, pinang, dan gambir. (didalam leesan itu sudah berisi kapur). 7. Beberapa potong kain (yang agak baik) dipakai untuk menutupi badan waktu upacara dan disebut rurub. 8. Banten tetingkeb yang akan diinjak waktu turun (dapat diganti dengan segehan agung). 3. TATA UPACARA Seperti biasa dilakukan upacara mabyakala dan maprayascita lalu bersembahyang kehadapan Betara Surya, dan Sang Hyang Semara Ratih. Kemudian naik ke tempat upacara potong gigi (kebalai yang disebut did epan) serta duduk menghadap kehulu (keluanan). Pimpinan upacara mengambil cincin yang akan dipakai untuk ngerajah pada beberapa tempat yaitu : Pada dahi (antara kedua kening) dengan huruf Pada taring sebelah kanan dengan huruf Pada taring sebelah kiri dengan huruf Pada gigi atas dengan huruf Pada gigi bawah dengan huruf ( ( ) ( ( ( ) ) ) )

Pada lidah bawah dengan huruf Pada dada dengan huruf Pada nabi puser dengan huruf Pada paha kanan dan kiri dengan huruf

( ( ( (

) ) ) )

Setelah itu barulah diperciki tirtha pasangihan, selanjutnya upacara dipimpin oleh Sanggih yaitu orang yang bisa memotong gigi (nyangihin). Setelah orang yang bersangkutan tidur serta memakai rurub, maka sangging mengambil kikir, lalu dipujai. Orang yang akan diupacarai diberi pedangal tebu, disebelah kanan (kalau orang laki-laki, sedangkan kalau perempuan dipasang di sebelah kiri terlebih dahulu). Setelah kikir dipujai, lalu dimulailah pelaksanaan potong gigi dengan disertai puja, kemudian pedangal diganti, orang yang bersangkutan disuruh meludah, pedangel diganti, dan demikian seterusnya sampai dianggap cukup (ludah dan pedangal dibuang kedalam kelapa gading). Bila dianggap sudah cukup rata, lalu diberi pengurip-urip (kunir), kemudian berkumur dengan air cendana, selanjutnya makan sirih (ludahnya ditelan tiga kali), dan sisanya dibuang kedalam kelapa gading. Selanjutnya natab banten peras, dan waktu turun menginjakkan kakinya pada tetingkeb (segehan agung) tiga kali. Sore hari setelah pemujaan sajen, dilakukan muspa kehadapan Surya Candra. Kemudian dilanjutkan dengan ma jaya-jaya dan natab. BEBERAPA MANTRA 1. MANTRA KIKIR Om Sang perigi manik, aja sira geger lunga, antinen kakang nira sri Kanaka teke kekeh pageh, tan katekaning lara wigena, take awet-awet. 1. MANTRA WAKTU PEMOTONGAN GIGI YANG PERTAMA Om lunga ayu, teka yu (diucapkan 3 kali) 1. MANTRA PANGURIP-URIP Om Urip-uriping bayu, sabda, teka urip, ang Ah. 1. MANTRA KEKESAN Om suruh mara, jambe mara, timiba pwa ring lidah Sang Hyang Bumi Ratih ngaranira, tumiba pwa sira ring hati, kunti pepet arannira, katemu-temu delaha, samangkana lawan tembe, metu pwa sira ring wewadonan Sang Hyang Sumarasa aran nira, wastu kedep mantranku. Catatan :

Menurut Lontar Castra Proktah (tutur Sang Hyang Yama) tidak wajar Cawa (mayat) itu ditadah, ngeludin wangke ngaran. XI UPACARA MAWINTEN 1. URAIAN UPACARA Upacara ini bertujuan untuk mohon waranugraha akan mempelajari ilmu pengetahuan seperti kesusilaan, keagamaan, weda dsbnya. Pemujaan disini diutamakan kehadapan tiga dewa yaitu : betara guru sebagai pembimbing (guru), betara gana, sebagai pelindung serta pembebas daris egala tintangan / kesukaran, dan dewi Saraswati sebagai dewi penguasa ilmu pengetahuan. 1. SUSUNAN UPAKARANYA Sebagai pasaksi adalah : peras, ajuman, daksina, banten saraswati dan sebuah cakepan (pustaka). Di depan Sanggar Pasaksi : banten pawintenan serta perlengkapannya/tataban. Untuk yang akan mawinten : tiap orang menghadapi banten-banten peras 1 tanding, byakala, dan segehan untuk bhuta. 1. PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN 1. BANTEN SARASWATI Sebuah tamas yang berisi pisang mas, bubur precet 22 takir, bubur dibungkus dengan daun beringin 22 biji (dibungkus dengan keraras 22 biji, air cendana, empehan, madu nyahnyah gula kelapa, serta jajan-jajan yang lain, buah-buahan, canang mererepe, lenge wangi buratwangi, dan canang sari. Di samping itu pada tamas yang lain diisi bunga-bunga yang berwarna putih seperti menuh, gambir yang melukiskan Dewa Gana, tunjung sudamala, cecek dll. 1. BANTEN PAWINTENAN (YANG KECIL) Alasnya adalah kulit sesayut, diatasnya diisi sebuah tumpeng dengan puncaknya telur itik yang direbus, ikannya itik putih yang diguling, dilengkapi dengan buah-buahan, jajan, jaja saraswati 11 buah dllnya. Perlengkapan untuk ngarajah adalah : lekesan dengan ujungnya berisi tunjung biru, pinang 25 buah. Lekesan 25 buah ini dipakai sebagai labahan. Kemudian lekesan yang sama lagi 3 biji tetapi berisi tulisan triaksara (Ang, Ung, Mang). Sirih ini akan ditelan (until). Lain dari pada itu terdapat madu 1 takir dan tangkai sirih sebanyak orang yang akan mawinten. Ini dipakai untuk ngarajah. Ngarajah (rerajahan) dan madu diperlukan apabila diadakan pawintenan Pemangku. Sedangkan pawintenan Saraswati (untuk permulaan belajar) tidak diperlukan rajahan, peguntingan dan madu.

1. TATA UPACARA Pertama dilakukan upacara pelukatan, kemudian peguntingan dna ngerajah. Setelah itu barulah orang yang mewinten muspa selengkapnya. Upacara pawintenan hendaknya dilakukan bersama istri. 1. BRATAN PEMANGKU 1. Diusahakan berambut panjang, kalau dipotong oleh sesame pemangku atau oleh diri sendiri. 2. Pada waktu menjalankan swadarma hendaknya menurut busana pemangku 3. Tidak boleh makan daging sapi dan babi piaraan 4. Dalam hal kematian (kecuntakaan) hendaknya membatasi diri, tidak ikut ngarap cawa dan mengecap sesuatu yang berasal darinya. Dan kegiatannya hanya terbatas pada pelaksanaan upacara. XII UPACARA PERKAWINAN 1. URAIAN UPACARA Upacara perkawinan adalah merupakan persaksian baik kehadapan I.S.W, maupun kepada masyarakat bahwa kedua orang tersebut mengikatkan diri sebagai suami istri, dan segala akibat perbuatannya menjadi tanggung jawab mereka bersama. Disamping itu upacara tersebut juga merupakan pembersihan terhadap Sukla swanita (bibit) serta lahir bathinnya. Hal ini dimaksud agar bibit dari kedua mempelai bebas dari pengaruh-pengaruh buruk (gangguan Bhuta Kala), sehingga kalau keduanya bertemu (terjadi pembuahan) akan terbentuklah sebuah Manik yang sudah bersih. Dengan demikian diharapkan agar roh yang akan menjiwai Manik itu adalah roh yang baik/suci, dan kemudian akan lahirlah seorang anak yang berguna di masyarakat menjadi idaman orang tuanya). Lain dari pada itu, dengan adanya upacara perkawinan secara Agama Hindu, berarti pula bahwa kedua mempelai telah memilih Agama Hindu serta ajaranajarannya sebagai pegangan hidup didalam membina rumah tangganya. Selanjutnya menurut beberapa lontar seperti Kuno dresta, Eka pertama dllnya, dikemukakan bahwa hubungan sex (didalam suatu perkawinan) yang tidak didahului dengan upacara pedengan-dengan (pekla-kalaan) dianggap tidka baik, dan disebut Kamakeparagan. Kalau kedua kama itu bertemu atau terjadi pembuahan maka, lahirlah anak yang disebut Rare-dia-diu, yang tidak mendengarkan nasehat orang tua atau ajaran-ajaran agama. Hal ini mungkin ditujukan kepada perkawinan yang direstui / disetujui oleh kedua belah pihak (pihak orang tua si gadis dan pihak orang tua si pemuda). Tetapi di Bali masih sering terjadi perkawinan secara Ngerorod, sehingga kemudian sekali segala upacara akan tertunda sampai tecapainya kata sepakat antara kedua belah pihak. Dan hubungan sex yang mungkin terjadi dalam hal ini, kiranya tidaklah dilakukan dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab atas segala akibatnya. Sebagai contoh dapatlah dikemukakan perkainan antara Dewi Sankuntala dengan Prabhu Duswanta, dimana menurut ceritanya perkawinan itu tidak disertai dengan suatu upacara / upacara apapun.

Kemudian kalau diperhatikan upacara-upacara didalam perkawinan kiranya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Upacara Madengen-dengenan (=makala-kalaan) adalah merupakan upacara yang terpenting (pokok) didalam perkawinan, karena didalam upacara inilah dilakukan pembersihan secara rokhaniah terhadap bibit kedua mempelai, dan pesaksi atas perkawinannya, baik dihadapan I.S.W dan masyarakat. Oleh karena itu pelaksanaannya sedapat mungkin tidak tertunda. 2. Upacara natab, dan mapejati (ngaba jaja) adalah merupakan penyempurnaan didalam perkawinan. Tujuan adalah untuk membersihkan lahir bathin kedua mempelai, memberikan bimbingan hidup dan menentukan status salah satu pihak. Pelaksanaannya kadang-kadang tertunda beberapa hari tergantung pada keadaan. 1. SUSUNAN UPACARANYA 1. UPACARA YANG KECIL Untuk penyemputan dimuka rumah si suami Segehan cacahan warna lima, api takep dan tetabuhan. Untuk peresmian perkawinan Banten dengen-denganan (pekala-kalaan), tataban seadanya dan pejati. 1. UPACARA YANG LEBIH BESAR Untuk penyemputan di muka rumah si suami. Seperti diatas, dilengkapi dengan carun patemon Untuk peresmian perkawinan Seperti diatas, dilengkapi dengan carun-petemon dan tataban pula gembal, serta sesayut nganten. 1. PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN 1. Banten pedengen-dengenan (pekala-kalaan) yang terdiri dari : peras, ajuman, daksina, suci dengan ikannya telur itik yang direbus, tipat kelanan, sesayut, pengambyan, penyeneng, tulung, sanggah urip, pemubug. (tumpeng kecil 5 buah dialasi dengan kulit sesayut dengan raka-raka dan lauk-lauk), solasan 22 tanding (= nasi yang dialasi dengan taledan kecil), dilengkapi dengan lauk-pauk, ikannya sesate dan lekesan/sirih selengkapnya), bayunan (=penek warna 5 dialasi dengan daun tulujungan ikannya olahan ayam berumbum, dan kulit dari ayam tersebut ditaruh diatasnya dilengkapi dengan kewangen, jika tidak mungkin membuat olahan / sesate maka ayam itu dapat pula dipanggang). Kemudian dilengkapi dengan pabyakalaan, prayascita, lism gelar sanga, tetabuhan, dan beberapa perlengkapan seperti :

1. Tikeh dadakan : adalah sebuah tikar kecil yang dibuat dari daun pandan yang masih hijau. Ini adalah merupakan simbul kesucian di gadis. 2. Kala Sepetan : adalah sebuah bakul yang berisi telur ayam yang mentah, sebutir, batu bulitan sebuah, uang 25, kunir, keladi, andong, kapas, lalu bakul itu ditutupi dengan serabut yang dibelah tiga dan berasal dari sebutir kelapa. Serabut itu diikat dengan benang merah putih dan hitam, diatasnya diisi muncuk dadap dan lidi masing-masing 3 buah. Ini adalah merupakan perwujudan dari pada Sang Kala Sepetan yaitu salah satu Bhuta Kala yang menerima banten pedengen-dengenan. 3. Tegen-tegenan, terdiri dari : cangkul, sebatang tebu, dan cabang dadap. Pada salah satu ujungnya digantungi periyuk yang berisi tutup, dan ujungnya yang lain digantungi bakul berisi uang. 4. Sok pedagangan : adalah sebuah bakul yang berisi beras, kain, bumbuan, rempahrempah, pohon kunir, keladi dan andong. 5. Penegtegan : biasanya dipakai tiang dari pada Sanggah Kemulan yang disebelah kanan, yaitu diisi sebuah keris lengkap dengan pakaiannya. Ini adalah sebagai simbul kelaki-lakian. 6. Pepegatan : dibuat dari dua buah cabang dadap, yang ditancapkan agak berjauhan dan keduanya dihubungkan dengan benang putih. 7. Tetimpug : dibuat dari beberapa potong bambu yang masih kedua ruasnya. Dalam upacara nanti bambu ini dibakar sampai mengeluarkan bunyi (meletus). 2. Carun patemon yang terletak dijalan Nasi dialasi dengan bakul, ikannya karangan babi (atau yang lain), nasi yang digulung dengan upih (daun) (ikannya hati) dilengkapi dengan bunga cempaka 2 buah, canang buratwangi, sesari 25 dan tetabuhan. Banten ini dihaturkan kehadapan Sang Bhuta Hulu lembu, Sang Bhuta Harta, dan Sang Bhuta Kilang-kilung. 1. Carun patemon yang terletak diatas pintu Nasi takilan yang ikannya darah mentah yang dialasi dengan limas (tangkih), bawang jae, dan garam. Banten ini dihaturkan kehadapan Sang Bhuta Pila-pilu, Sanghyang Sasarudira, Sanghyang kuladrawa, Sanghyang Ragapanguwus, Kaki Ranggaulung, dan Kaki Rangga tan kewuh. 1. Banten Pejati (Jauman) Peras, ajuman, daksina, suci dengan ikannya itik diguling, tipat kelanan, bantal, jaja kuskus, dan beberapa jenis jajan lainnya, dilengkapi dengan sirih, pinang, tembakau, gambir, rantasan saparadeg (pakaian istel) dan kadang-kadang dilengkapi dengan 2 buah tumpeng lengkap dengan guling babi. Banten ini dihaturkan di Sanggah Kemulan, kemudian diserahkan kepada orang tua si gadis. BEBERAPA MANTERA 1. MANTERA PENGELUKATAN

Om Sanghyang Kama Jaya-Kama ratih, sira ta maka uriping carmaning ngulun, yan sira angawe manusa, aja sira amiruda, amrisakiti, wehana pengelukatan luputan luputa ring lara roga, sanut sangkala, sebel kendel, awak ring sariran ipun. Om siddhi rastu, Om, Cri Criambawane sarwa roga winasaya, sarwa papa winasanem, sarwa klesa winase ya namo namah. Mantra natab Banten Pedengen-dengen Om indah ta kita Sang Kala Kali, puniki pabyakala kalane sianu katur ring Sang Kala-kali sedaya, sira reka pakulun angeluwaraken, sakwehing kala, kala pati, kala karapan, kala karongan, kala mujar, kala kapepengan, kala sepetan, kala kapepek, kala cangkingan, kala durbala durbali, kala brahma makadi sakwehing kala heneng ring awak sariran ipun si anu, sami pada kaluwarane de nira betara Siwa wruh ya sira ring Hyang Hyanggani awak sarirania, kejenengana denira Sanghyang Tri purusangkara, kasaksenan denira sanghyang Triodasa-saksi lan ya maruwaten sang kala-kali mundura dulurane rahayu dan nutugang tuwuh ipun si anutunggunen dening bayu pramana, mwang wreddhi putra listu ayu (kadang-kadang dilanjutkan dengan : Ayu wreddhi.) 4. TATA UPACARA MEDENGEN-DENGENAN Seperti biasa terlebih dahulu ma-byakala, dan ma-prayascita, kemudian mempelai disuruh duduk menghadap Sanggah Kemulan serta banten medengen-dengen. Setelah banten tersebut dipujai seperlunya lalu kedua mempelai bersembahyang, kemudian diupakarai dengan alat-alat yang ada pada pebersihan seperti : sisig, keramas, segara tepung tawar dsb-nya, lalu diberi pengelukatan, dan kemudian natab banten pedengen-dengenan. Selanjutnya kedua mempelai berjalan mengelilingi Sanggah Kemulan, Sanggar Pesaksi, tiap kali melewati Kala Sepetan kakinya disentuhkan sebagai simbul pembersihan sukla-swanita dan dirinya. Setelah tiga kali, lalu penganten yang laki berbelanja, sedangkan yang perempuan menjual segala yang ada pada sok bebelanja (waktu berjalan penganten yang laki memikul tegen-tegenan yang perempuan menjunjung sok bebelanjan). Upacara jual beli ini mungkin sebagai simbul tercapainya kata sepakat untuk memperoleh keturunan. Kemudian dilanjutkan dengan merobek tikar (tikar dadakan), dimana pengantin yang peremuan memegang tikar tersebut dan yang laki merobek dengan keris yang berada pada penegtegan. Hal ini merupakan simbul pemecahan selaput gadis. Setelah itu kedua mempelai memutuskan benang yang terlentang pada cabang dadap (pepegatan) sebagai tanda bahwa mereka telah melampaui masa remajanya, dan kini berada pada fase yang baru sebagai suami istri. Kemudian bersama-sama menanam pohon kunir, andongan dan keladi di belakang Sanggah Kemulan, dilanjutkan dengan mandi / berganti pakaian. Sore harinya dilakukan upacara melukat, mejaya-jaya dan natab dapetan seadanya, dan akhirnya mepejati (ngaba jaja). Upacara mepejati itu bertujuan menyatakan bahwa mulai saat ini si gadis tidak masih menjadi tanggung jawab dan hak waris keluarganya. Dengan demikian upacara perkawinan dianggap selesai.

kope_adjuzd
"" freedom peace"""""

Kamis, 16 Juli 2009


Lontar Usada Dalem
Halaman 1b Ya Tuhan Semoga terhindar dari segala rintangan. Tanda- tanda kematian pada orang yang akan meninggal, ini Wariga Dalem , (bersumber) dari pengetahuan sejati, tersebut sejak semula dalam tubuh manusia terdapat kandungan alam semesta, sebab sumber penyakit senantiasa melekat, setelah Sanghyang Atma meninggalkan badan baru dia akan pergi. Dan lagi jika sudah merasakan dan memahami tanda-tanda (tentang) penyakit , itu hendaknya diketahui oleh manusia. Ini di antaranya ilmu tentang pengobatan. Inilah tanda-tanda tentang penyakit, di antaranya, jika nafas hampir meninggalkan raga, upas tahunan menyakiti, sarana, buah jeruk, gula, isinrong (rempah-rempah), dilumat, airnya diminum. Jika kukunya (tampak) kuning, krikan gangsa , (sumber) penyakitnya, sarana, Halaman 2a air kencing bebek, kunyit warangan , di minum. Jika matanya kuning kemerah-merahan, upas dewek yang menyakiti, sarana, kulit mangga hijau, asam yang direbus, air bayam puring , diminum. Jika mata kukunya tampak kemerahan, upas Hyang yang menyakiti, sarana, akar paku nasi, adas, bawang yang dipanggang, diminum. Mata merah, seakan hendak keluar, senantiasa gelisah, pelipis mata bagai ditusuk, kuku (tampak) biru, racun yang menyebabkan, hendaknya diobati. Gigi goyah dan gatal, itu terkena racun warangan , dikumur dengan air hangat, menggigil kedinginan, dan batuk Halaman 2b yang terus menerus, terkena raratus (campuran racun), sarana, daun kembang sepatu putih termasuk akar, daun dan kulitnya, diminum, dimantrai dengan mantra penawar, borehnya daun ketepeng, ditetesi boreh dahuti , kasisat putih, sari kuning, klembak, kasturi , teteskan, jika pergelangan tangannya terasa gemetar, itu terkena c\'ebtik (racun), teteskan, hendaknya diobati. Jika terkena c\'ebtik (racun) upasmat , sarana, cendana digosokkan pada dulang, tahi \'f1lati (sarisari tanah), kulit pohon bengkel , kulit pohon kendal , semua dipanggang tanpa dibalik, dilumatkan, air saringan airnya, diminum, mantra , ong hayu gumi, kewu hana janma manusa, Halaman 3a

teja bhumi hana teja manusa, bhatara hana manusa, amlaku kasakten, makasiddha siddhi mandi mantranku , Sakit melilit di dalam perut seperti lembam, itu terkena upas (racun), cepat diobati, jika masih melilit, sakitnya, itu terkena upas banten , sarana, buah pepaya muda dipanggang, arang dapur, ditutupi dengan asap dari dedak padi terhadap orang yang terkena sakit, upas kbo ingel yang menyakiti, tiada dapat berkata senantiasa diam, sarana, minyak arungan , sebiji bawang putih, padang lepas, mantra, ong bengkek . Obat, terkena racun, sarana, daun Halaman 3b dadap, daun kemiri yang masih muda, buah tingkih , bawang, temu tis , diborehi. Lagi , sarana daun muda dadap tis (yang tidak berduri), santan, ketan gajih , adas, mantra, ong ctik tiwang galuga atal putih, ctik tiwang sawari putih, mantra saliwah putih, diminum. C\'ebtik tiwang saliwah putih , mantranya seperti tersebut di atas. Lagi, sarana, kulit pohon pule , santan, ginten , sari , bawang putih dan jangu (jerangau), dilumatkan perasannya diminum, mantra, ong ctik tiwang galuga, ctik tiwang macan punah, ctik tiwang kbo putih punah, ctik bhuta ya punah, gseng sira gseng , campa tebah cabar . Obat, terkena upas Sanghyang, sarana, paya puwuh (peria yang buahnya kecil-kecil), kelapa, kunyitHalaman 4a warnanya kemerahan, adas, di lumat kemudian diminum, mantra, ong awuning karuyu kahla, amademi wong, wruh aku ring kamulanmu tka tawar, 3 x, awuning upas sanghyang, amademi wong, wruh aku ring kamulanku, tka tawar, 3x, siddhi mantranku . Obat, terkena racun, sarana, daun terung kuanji , air beras, bawang, pulasari, perasannya diminum. Lagi, sarana, lublub tingkih (kerikan pada tangkai pohon kemiri), air gosokan cendana, santan kane (parutan kelapa tanpa diisi air / santan kental), isinrong (rempah-rempah), majakane (sejenis buah maja), diminum. Lagi, sarana, akar pohon dadap, daun sembung, buah kelapa muda, diborehkan pada keseluruhan badan, gagambiHalaman 4b ran (rempah), perasannya diminum. Racun / upas rambat yang mematikan, panas menggelisahkan, sarana, tebu, air buah pinang, bakung, bawang putih , perasannya diminum. Obat, keluar nanah dan darah di berbagai tempat pada badan, sarana, inan kunyit warangan (kunyit yang sudah tua), kencur, lempuyang, lengkuas, daun jeruk yang disangrai , perasannya diminum, di campurkan sari lungid , jika hendak dimakan, kulit pohon cempaka dipanggang, dimantrai dengan mantra tuju (rematik). Obat, keluar nanah di berbagai tempat pada badan, sarana, daun tuju musna , sembung , lengkuas, sari lungid , santan, diminum. Obat keluar darah dari vagina, sarana, gamongan kedis (lempuyang yang umbinya kecil-kecil), air susu ibu, temu tis , labu pahit, air cuka, diminum. Obat, mengeluarkan darah Halaman 5a

kotor, sarana, jeruk purut, diminumkan. Obat, anak yang mengeluarkan darah, sarana, toktokan nyuh sari (kulit akar kelapa hijau), pulasari, diminum. Obat, mengeluarkan darah, sarana, lunak tanek (asam rebusan), palit uyah (garam yang mengkristal), santan kane (perasan kelapa diparut tanpa air/ santan kental), gula, diminum. Obat, pendarahan, sarana, isinrong (rempah), kapur, madu, kayu manis, kulit pohon asoka, perasannya diminum. Obat, pendarahan, sarana, merica, daun uyah-uyah, pule , asam tahun (asam yang diawetkan), bawang, adas, perasannya diminum. Lagi, sarana, pangkal daun andong yang berwarna keputihan, adas, diminumkan. Lagi, sarana, jika banyak mengeluarkan darah dan tidak putus-putusnya, maka sarananya, jantung buah pisang warangan (yang kemerahan) seibujari pan Halaman 5b jangnya, dirajah, jika dipetik, kemudian dimakan, sembuh karenanya. Obat, mengeluarkan darah segar dan sejenisnya, sarana, daun pulet , akar sidaguri , sarilungid , majakane , majakeling , tanjung raab , arang dapur, perasannya diminum. Obat, tuju raja bengang, keluar nanah dan darah di mana-mana, sarana, kulit pohon jambu kalampwak putih, lengkuas, cendana, sari kembang sepatu, majakane , diminum. Lagi, sarana, kulit pohon karesek , kulit pohon kalepu , sembung benda , semua diremas isinya, ginten , dikunyah, perasannya diminum. Obat, pendarahan kritis, dan rasa, sarana, akar kelapa merah ( nyuh udang), pohon jarak merah, merica, 9, butir, sari padi, ketumHalaman 6a bar, beras merah, diaduk (dicampur). Lagi, sarana, daun antawas , ginten , dresan, sari padi, diborehkan. Obat, anyang-anyangan (sebentar-sebentar kencing), sarana, daun uyah-uyah , 21 lembar, daun bayam luhur , 21 lembar, daun kaliki , dipanggang, daun pule , 21 lembar, perasannya diminum. Lagi, sarana, lengkuas kapur, kemiri, rempah-rempah ( isinrong ), diminum, ampasnya dilulurkan, sembuh akibatnya. Obat, beser (kencing tanpa mengenal waktu : mimpi basah), sarana, kambo-kambo , kunyit, dilulurkan pada sekitar bawah pusar. Lagi, sarana, kunyit, madu, takarannya sama, diminum, dilulurkan juga dapat. Lagi, sarana, lempuyang, 7, iris, merica, 7, butir Halaman 6b uku-uku (lampes , ruku-ruku ) , air hangat, diminum. Obat, karangan, sarana, daun kelapa, daun unhusilit , sampai pada daunnya, daun raja tangi , limau bali , airnya , diminum. Obat , badan kurus, mengeluarkan darah, sarana, kulit pohon dadap tis , dan kerikannya, merica, 1, air aronaron (air kukusan nasi), diminum. Obat, kurus kepala pusing, sarana, panggaga , tebu, katimaya, tain we (kotoran yang mengendap di dasar sungai berwarna kuning), air, mantra, ong kita upas baruwang, ki ingunduraken, dening katimaya, apan panangkanta saking nusa kling, undur ta salutapa lunga sanutangin . Diminum. Obat, kurus lesu, sarana, cabang kayu jok , direndam, dengan

Halaman 7a air lengkuas, diminum. Obat tuju bok dan bengang , sarana, lampeni putih, lengkap dengan kulit dan akarnya, kelapa di bakar, bawang di peps, adas, mantra, ong bolaning wong, bol mengkem, naneh mnong, pramana mantram, 3x . Obat berak nanah, kulit pohon tui bang, ligundi, kusambi, ampo, air hangat, diminum. Obat mencret, sarana, rendaman injin (ketan hitam), adas, diminum. Lagi, sarana, kulit pohon tui bang , sari gula, dipanggang jangan dibalik, minum. Obat, loyo, sarana, pucuk simbukan, bangle , 3, irisan, ginten hitam, diminum, Obat, mien (dysentery), sarana, guHalaman 7b -la, kelapa, segenggam beras, dimakan, lagi, sarana, yeh bayu (air saringan) , diminum, mantra, ong barah mintar, banu mintar, banu saking sagara, tka sirep banu agung, siddhi mantranku . Obat, mengeluarkan darah dan nanah, sarana, akar gantung pohon beringin, tebu hitam, santan , gula, diminum, mantra, ong pjen angamuk sakwehing lara ring jro wtong, padha ngamuk puput dening hyang taya, wars, 3x . Obat mencret mengeluarkan darah dan nanah, lama tidak sembuh, sarana, kulit buah delima, cincang seperti samsam , disangrai hingga matang, setelah disangrai sampai matang, dicampur dan diaduk-aduk, dengan air hangat, kemudian lulurkan Halaman 8a sampai pada pinggang. Obat batuk muntah darah, sarana, daun susukup , daun tapakliman , perasannya di minum. Obat batuk kronis ,bercampur darah dan nanah, sarana, akar pohon kendal, daun kasiden (pohon sampat-sampat), daun pohon waru, gula, ginten , kulabet, temu , asam yang baru dikelupas, airnya diminum. Obat bengkak di mana-mana, bungah mambahang , mokan leplep , namanya, sarana, kulit pohon juwet, kulit pohon kusambi, sarin tanah, dicampur dan dilumatkan, dilulurkan. Obat, bengkak dalam perut, suara keluar serak, sarana, lengkuas, kapur, kulit pohon buu , beras merah, 21, butir, duri wrak , dilulurkan. Halaman 8b Obat, bengkak ( mokan leplep ), sarana, pohon juwet lengkap dengan akan dan kulitnya, kalepu lengkap dengan akar dan kulitnya, kayu sangka , kunyit warangan , lengkuas kapur, sari podi, dilulurkan pada pinggang, ketumbar, kemiri, bawang merah bawang putih dan jerangan, kulit pohon kusambi, dipanggang jangan dibalik, dilulurkan. Obat , mokan ring jro, mokan nanu , namanya, sarana, akar ptingan , akar atas pohon beringin, uyah-uyah bercabang, daun tuju musna , perasannya diminum. Obat, mokan beseh mangrekurek , mokan kakipi , namanya, sarana, temu tis yang sudah tua, ketumbar, tanjung raab , sarana, bawang merah bawang putih dan jerangan / trikatuka , sari podi , diminum, disemburkan

Halaman 9a Obat, bengkak dalam perut, batuk-batuk, keluar nanah, sarana, kunyit warangan , duri jeruk nipis, sebagai obat, diminum. Obat, bengkak dalam perut, keluar nanah, sarana kunyit warangan , kulit pohon pule , kayu batu, maswi, tumukus , 3, ketumbar, minyak kelapa, diminum, disemburkan dengan daun kemiri muda, cendana, pohon kembang sepatu, maswi , kemiri. Obat, segala jenis bengkak, keluar darah dari mulut, hidung, mata, penis, vagina, dubur, sarana, daun kesuna (dasun ), cendana, tanah pada bekas tebangan kayu, ampo kulabet , gula, ginten hitam, santan, Halaman 9b pohon kembang sepatu, perasannya diminum. Obat, perut, sakitnya bengkak di dalam, sarana, kapkap , ati lempuyang, lengkuas kapur, merica, beras yang utuh, disemburkan. Obat panas dingin (demam), sarana, lempuyang, minyak kelapa, dilumatkan kemudian dilulurkan. Lagi, sarana, jebuggarum , rendaman air ketan gajih , dilulurkan. Obat, badan panas, sarana, buah sirih, beras merah, dilulurkan. Obat, panas biasa, sarana, kelapa, adas, jeruk nipis, dilumatkan. Obat, demam, sarana, lengkuas, kemiri, bawang, adas, dilumatkan, diperas, panggang hasil pelumatannya. Halaman 10a Obat, tidak mengeluarkan keringat, sarana, daun pohon pule , bawang merah bawang putih dan jerangan, santan kental, panggang, dilumatkan. Panas gelisah, sarana, papasan , padang lepas, asam rebusan, adas, panggang kemudian dilulurkan. Obat, gelisah kebingungan, seperti kepanasan, sarana, pule , bawang, adas, air jeruk nipis, diminum. Obat jampi agung (sariawan panas dalam), sakitnya membengkak atau kaku, pada perut terasa kaku, pada hulu hati terasa perih, dan nek, batuk tiada henti dan kering, sarana, akar kutat kedis , akar kelapa hijau yang masih muda, dikerik, dicampur dengan garam, bawang yang dipepes, kulit kerbau dicuci dan Halaman 10b dibersihkan, dipanggang, diminum. Disemburkan pada perut, dan hulu hati, sarana, kulit pohon pule , kelapa yang dipanggang, temu tis , ketumbar, babolong . Obat, perut bengkak, dan kemerahan, sarana daun kemenir, semanggi gunung, kulit pohon pule , air ketan gajih , diminum. Obat, penyakit perut, sarana, gosokan air cendana, kemiri, bawang yang dipepes / panggang, diminum. Lagi, sarana, jebuggarum , cendana, ketan gajih , perasannya diminum. Obat, arak secukupnya, madu secukupnya, cuka secukupnya, dibiarkan sehari, yang sakit perut, sembuh karenanya. Obat, pemali (karena melanggar pantangan), sakit meDiposkan oleh kope_adjuzd di 06:30 0 komentar Link ke posting ini Label: lontar

Lontar Usada Kurantobolong


Halaman 1b Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Siwa, semoga kami tidak menemukan rintangan. Inilah yang dinamakan Usada Kurantobolong, yakni tentang pengobatan bayi (anak-anak), berkat anugrah Bhatara Wisnu, yang demikian sangat ampuhnya, dalam menciptakan kesejahteraan dunia, yang bisa menyelamatkan bayi (anak-anak), dan dapat menyebabkan umur panjang, terhindar dari penyakit, dan kematian. Caranya adalah berwaspadalah dalam menangani pengobatan bayi (anak-anak). Inilah yang dinamakan dharma bakti bagi seorang dukun dalam mengobati bayi (anak-anak). Sarana obat untuk bayi menderita sakit nguwus terdiri atas daun canging yang di tengah-tengah 11 lembar, alang-alang 11 lembar, diramu dengan bawang dan adas, dipakai pupuk Halaman 2a untuk menutupi ubun-ubun bayi. Adapun sarana untuk bedak tubuhnya terdiri atas daun canging yang di tengah-tengah 7 lembar, alang-alang 7 lembar, diramu dengan adas 7 biji. Sarana obat sakit nguwus, terdiri atas daun sirih tua dan daun temurose 3 lembar, diberi tulisan gaib Ang Ung Mang, lalu dipakai menutup ubun-ubun pasien dan dipakai bedak. Sarana obat untuk bayi menderita nguwus, terdiri atas daun canging yang di tengah-tengah 3 lembar, kencur jantan 3 iris, alang-alang 3 lembar, ditumbuk hingga hancur, dipakai obat tetes. Sarana obat untuk bayi menderita sakit bolong, terdiri atas kulit tribulus, kepiting batu jantan, jamur kuning, daun kangkang yuyu 7 lembar, semua sarana itu dibakar, abunya diambil, ditorehkan berbentuk tanda tambah pada bagian tubuh yang bocor. Sarana obat Halaman 2b pengunci untuk anak-anak menderita sakit nguwus, terdiri atas tunas pohon nagasari, sulatri, dan camplung masing-masing 7 lembar; sularih merik dan alang-alang masing-masing 9 lembar, diramu dengan klabet 9 biji, dipakai menutup ubun-ubun pasien. Adapun sarana obat untuk pupuk dan bedak dahi terdiri atas tunas nagasari, sulatri, kecapi, dan emben canging diramu dengan klabet 11 biji. Sarana untuk bedak tubuh terdiri atas serpihan kulit pohon dedap yang masih muda dan gamongan kedis. Sarana obat bedak kaki terdiri atas buah sirih dan mesui. Sarana obat untuk bayi menderita sakit kasaban, gerah dan sawan, terdiri atas tunas uku-uku 3 batang, diramu untuk obat tetes mata pasien. Dan Halaman 3a sarana untuk bedaknya terdiri atas daun dedap yang berwarna kuning, diramu dengan kencur jantan. Sarana obat untuk bayi terserang penyakit sarab angin, perut kembung, terdiri atas daun adas dan bawang. Sarana untuk menyembur perut pasien terdiri atas daun canging yang di tengah-tengah, bawang, adas. Sarana obat untuk bayi menderita sarab angin dan sarab api, wajah

bayi tampak kemerahan, terdiri atas daun labu pahit, daun sunti-sunti, daun katepeng, daun kliki bang, bawang. Sarana obat untuk bayi menderita sebaha (peradangan saluran pernafasan), batukbatuk, terdiri atas daun gatep, gula kelapa, diperas dan disaring, lalu diminum. Sarana untuk obat sembur terdiri atas daun belimbing buluh, kelapa bakar, temulawak, diramu untuk menyembur leher, dada, hingga ke hulu hati pasien. Halaman 3b Sarana obat untuk bayi menderita batuk kering, terdiri atas daun belimbing besi yang sudah rontok, diramu dengan bawang putih dan jangu, dipakai menyembur dada pasien. Sarana obat bayi menderita batuk berdahak, terdiri atas daun pancarsono diiris-iris, dicampur dengan kepala bakar, bawang merah, dipepes, dan setelah matang, didinginkan semalam, keesokan harinya diperas dan disaring untuk jamu. Obat untuk bayi menderita muntah-muntah adalah kencur jantan, empu kunir warangan, diramu dengan majakling, ketumbah dan garam, dipendam dalam abu panas, dan setelah matang, saripatinya diambil untuk diminum. Obat untuk bayi menderita mencret, terdiri atas Halaman 4a kulit kerbau dibakar diramu dengan bawang tambus, air ketan gajih, lalu diminum. Dan sebagai obat gosoknya terdiri atas kulit turi putih dan adas. Obat untuk menggosok pinggang, terdiri atas kulit buni tahi, beras merah, dan adas. Obat untuk anak-anak menderita mencret, terdiri atas akar dan daun belimbing besi, bawang tambus, diramu untuk minuman. Obat untuk bayi (anak-anak) menderita batuk, terdiri atas akar ketepeng, akar tampak liman, daun dan akar sokanatar, kelapa bakar, bawang tambus, diramu untuk minuman. Dan obat batuk untuk orang dewasa, ramuan di atas ditambah dengan bangle, akar kedondong putih, diramu dengan bawang putih dan jangu. Ramuan itu dipendam dalam abu panas, lalu dimakan. Halaman 4b Obat untuk anak-anak menderita mencret, terdiri atas kulit buah delima, beras merah diramu untuk obat gosok. Jika tubuh pasien terasa gerah, sarana obatnya adalah daun bulun bawang, dipakai menggosok, dicampur dengan bawang dan adas yang telah direbus. Obat untuk anakanak (bayi) menderita mencret, terdiri atas kulit turi putih, asam dibakar, diramu dengan adas, lalu diminum. Obat untuk anak-anak menderita sakit pejen (disentri), terdiri atas akar, kulit pohon, dan tunas daun bintenu, sulur kresek muda, santan, gula, bawang tambus, diramu untuk minuman. Dan sebagai obat gosoknya adalah daun mentimun, tunas mentimun, tahin cicing, diramu dengan adas. Obat untuk anak-anak (bayi) menderita sakit pejen (disentri), terdiri atas daun ketepeng, adas dipakai obat gosok. Obat untuk anak-anak menderita sakit pejen (disentri), Halaman 5a

dan panas, terdiri atas akar kopok-kopokan yang putih diramu dengan bawang dan adas dipakai menggosok perut pasien. Obat untuk anak-anak tidak bisa berak dan kencing, terdiri atas serpihan kemiri dan bawang diramu untuk obat gosok. Sarana obat untuk anak-anak (bayi) menderita perut kembung, meradang, dan panas dalam, serta tidak mau makan, terdiri atas semanggi gunung segenggam, daun pepe gunting, inti kunir, isi buah kemiri, bawang. Jika tubuh pasien terasa gerah ramuan itu perlu ditambahi tunas pohon pandan, diramu untuk minuman. Obat untuk anak-anak menderita mata memar, sarananya adalah daun canging yang di tengahtengah, bawang merah, dan adas dipakai menggosok tulang punggung, bahu, hingga ke lekuk dada. Sarana obat untuk anak-anak menderita mata bengkak, tanpa diketahui sebab-sebabnya, terdiri atas Halaman 5b beras basah, bawang mentah, dipakai untuk menggosok. Obat untuk anak-anak menderita mata bengkak, terdiri atas air susu ibu yang melahirkan pertama kali, dipakai menetesi hidung pasien bayi itu. Obat untuk anak-anak (bayi) menderita tubuh kegerahan, gelisah resah, dan melemas, sarananya terdiri atas daun canging yang di tengah-tengah, alang-alang, kulit telor ayam, dilumatkan untuk bedak. Obat untuk anak-anak (bayi) menderita gatal-gatal di kulit, sarana obatnya terdiri atas daun nangka yang kuning, diramu dengan laos untuk dipakai bedak. Obat untuk anak-anak menderita gatal-gatal dan berbintik-bintik, sarananya adalah kulit pohon kalimoko, merica, laos Halaman 6a dilumatkan untuk bedak. Obat untuk anak-anak yang menangis terus menerus, tubuhnya berkedut-kedut, dan kadangkala terkejut-kejut, penyakit akibat gangguan roh jahat Men Bajang, sarananya adalah kulit pohon kalimoko, kapur, diberi mantra "Ong kaki dangu, nini dangu, lare ngiwan lanang wadon, kinasihan, yan hana i kira-kira hala ri anak ingsun, lanang wadon kinasihan, kaki mwak bun, ki bandeng blang nguyang, tututwin aku saparan-paranku, yan hana memen bajang hala paksane, akira-kira ingsun, lanang wadon kinasihan, tka tulah, tulah, tulah, sidi mandi mantranku". Setelah ramuan itu diberi mantra, lalu ditaburkan di bawah tempat tidur bayi sebanyak 3 kali. Obat untuk bayi (anak-anak) yang diganggu oleh roh jahat Men Bajang, sarananya adalah daun Halaman 6b ambulu 1 lembar, dipakai menyembur ubun-ubun pasien bayi sebanyak tiga kali. Lalu ditempelkan bersama-sama dengan selembar daun canging yang di tengah-tengah, yang telah diberi tulisan suci A, lalu disembur dengan bawang putih dan jangu sebanyak tiga kali. Obat untuk bayi (anak-anak) yang menangis tidak henti-hentinya, tidak bisa tidur karena diganggu oleh roh jahat Men Bajang, sarananya adalah daun bulu bawang, beras basah, bawang putih, dan jangu, dilumatkan untuk menggosok tubuh bayi. Inilah ajian untuk penjaga jiwa bayi, yang selalu melindungi dan menjaga jiwanya, sarananya adalah lontar diberi gambar Bhatara Hyang Guru,

Bhatara Wisnu. Setelah selesai dilukis, lontar itu diberi mantra: "Bapa-bapa Hyang Halaman 7a Kamulan, Hyang Bhatara Wisnu, sampun ko latri, raren titiang nyaluk dalan aturu, sampura raren titiang, apang melah duk ira hana, empu raren titiang apang melah, haywa waweka, empu raren titiange apang melah, poma, poma, poma". Lontar ini digantung di bagian atas tempat bayi tidur. Atau juga boleh dibungkus dalam ikat pinggang. Hasilnya adalah semua penyakit berbahaya, wisya, sasab, merana, grubug, tatumpur pada musnah semuanya. Demikian pula kekuatan ilmu sihir seperti guna-guna leak, tuju, teluh, taranjana, desti, dusta, pepasangan, rerajahan, umik-umikan, papendeman, acep-acepan, dan semua guna-guna manusia jahat akan musnah, Halaman 7b dibuat tidak mempan. Mantra ini harus dirahasiakan sebab sangat rahasia. Inilah ajian untuk keselamatan bayi yang sering menangis siang-malam, sarananya adalah lontar ditulisi mantra "Hurjro upet-upet, syah Ah, Ah, Ah". Bayi disembur dengan bawang putih dan jangu. Bayi itu diberi gelang dari benang tridatu (benang berwarna merah, hitam, putih). Sesajen caru untuk bayi yang sering menangis siang-malam, terdiri atas sasayut, segeh beras 1 ceeng, memakai daging ayam yang sudah bisa bercelotek. Dada ayam itu dibelah dan dipanggang sebagian, diberi bumbu bawang jahe, serta dilengkapi dengan ikan teri (gerang asem) sebagian, dan lengkap dengan buah-buahan, galahan, sampian nagasari, peras panyeneng, biakawon, Halaman 8a tatebus serta lengkap dengan uang sasari. Tempat untuk melakukan upacara caru adalah di halaman rumah, pada saat matahari sedang berada di titik puncak. Adapun doanya adalah: "Kaki Kala Dengen, kaki Kala Pitungtung, iki tadah sajinira, segeh adulang, iwaknya ayam pinanggang, mwang gerang asem, mwah sarananya genep, sasari genep, maduluran pras panyeneng, mwang byakawonan, iki buktinen sajinira, wus sira anadah sari, mantuk sira swangswang, aja sira anggulgul lare ingsun, poma, poma, poma". Penyelamatan bayi yang banyak ulah dan sering menangis siang malam, sarananya adalah kelopak bambu petung, diisi gambaran raksasa berpelukan, raksasa telanjang, suami-istri. Sesajennya terdiri atas kue bantal 5 biji, Halaman 8b buah pinang 1 tandan, sirih ambungan, digantung bersama-sama di bagian atas tempat tidur bayi. Adapun sesajen caru terdiri atas penek bang adanan, memakai daging ayam berbulu merah, dipanggang, lengkap dengan jajan dan buah-buahan, bunga merah, aled sampian andong merah, dan benang tebusan merah. Mantranya adalah : "Ong indah to Hyang Kala, ulatana tatadahanta, sajinira, haywa gageti, haywa gagila akti, pada patuh, ingkup, ingkup, ingkup". Sarana penawar

untuk bayi (anak-anak) sering menangis siang-malam, terdiri atas ketupat 1 kelan, memakai daging ayam, pisang kayu, bunga baha-baha, jajan kukus berisi unti bungkus, dilengkapi dengan berbagai buah-buahan, canang 1 tanding, disajikan dalam 1 wadah, dipersembahkan di palangkiran. Biarkan sesajen itu, jangan ditarik. Maka bayi itu akan berhenti menangis. Halaman 9a Sarana untuk penawar bayi menangis tidak bisa dihibur, terdiri atas kelopak bambu kuning, diisi gambaran kera bergelut, jantan-betina, digantungi buah bengkudu 2 biji, diikat dengan benang tridatu, digantung bersama-sama di bawah tempat tidur bayi. Mantranya adalah "Hana kita anaku, laba kita, aku adwe kita, druwe aku si jabang bayi, aja sira ulik siligawe, ring jabang raren ingsun, Ah Ah siyah Ih Ah". Bayi itu akan berhenti menangis. Jika bayi masih tetap menangis, maka perlu diberi tambahan caru terdiri atas ketupat sirikan 1 kelan, bantal lenged 6 biji, pisang mas 6 biji, canang buratwangi lengawangi, uang sasari 22, dilengkapi dengan jajan dodol, Halaman 9b geti-geti, jajan satuh. Sesajen itu dipersembahkan di Kumbara, maka bayi akan berhenti menangis. Inilah sarana untuk menghentikan bayi menyusu, terdiri atas bengkudu 2 buah, telor. Satu buah bengkudu dipakai mainan untuk anak-anak. Satu lagi dilemparkan ke kotoran sapi. Pada saat melemparkan buah bengkudu itu harus lebih tinggi daripada bahu, dan jangan menoleh. Satu buah bengkudu itu diletakkan di samping tempat tidur bayi. Mantranya adalah: "Ong tka gila, gila, gila, tka ser, ser, ser, tka seneb, seneb, seneb" (ucapkan mantra itu tiga kali. Bayi tidak akan mau menyusu lagi. Sarana memperlancar kelahiran bayi, terdiri atas mentimun uku, diberi gambar buaya mencari bayi. Mantranya: "Ong lebu wong, tka muru rare ring jro weteng, Ong metu, metu, metu". Mentimun itu dimakan sampai habis oleh ibu yang hamil. Ada lagi sarana untuk melancarkan kelahiran bayi yang mati dalam kandungan, Halaman 10a terdiri atas daun sente merah, diberi gambar gajah, lalu direndam di dalam air bersih yang dituangkan ke dalam sibuh hitam yang berisi alat gantung. Mantranya: "Ong den kadi gelisanira rare, binuru dening liman, mangkana gelisan ni rare ring jro weteng metu, lah ser, ser, ser". Air itu diminum oleh ibu yang hamil, dan sisanya disiramkan ke perutnya. Sarana untuk melancarkan kelahiran bayi yang mati di dalam kandungan, terdiri atas waribang, lenga wijen, diramu menjadi saripati lalu diberikan kepada ibu hamil itu untuk diminum. Maka bayi itu akan cepat lahir. Sarana pangeger (jimat pengundang) bayi di dalam kandungan, terdiri atas tahi subatah diramu dengan adas, dilumatkan dan digosokkan di pusar ibunya. Mantranya: "Ong rare cili, banyu kita ring jro lawangan, teka blas, blas, blas, kedep sidi mandi mantranku". Halaman 10b

Sarana pangeger (jimat untuk mengundang) bayi di dalam kandungan, terdiri atas air ditungkan ke dalam tundak. Mantranya: "Ong sasano roro, hug hug, munggwing watu, leh metu, metu, metu". Siramlah perut ibunya. Sarana pangeger bayi di dalam kandungan, terdiri atas daun sirih dan daun temurose, diisi gambar gajah, serta banyu tuli dituangkan ke dalam sibuh hitam yang diberi gambar gajah. Mantranya: "Ong sang bhuta liman, pamburu rare ring jro weteng, lah den age metu". Berikanlah air itu kepada ibunya untuk diminum. Sedangkan daun sirih itu disemburkan di perut ibunya. Jimat pangeger supaya bayi cepat lahir, terdiri atas sirih dan bulun butuh 6 lembar. Diposkan oleh kope_adjuzd di 06:29 0 komentar Link ke posting ini Label: lontar

Lontar Usada Budhakcapi


Halaman 1b Semoga tidak menemui rintangan. Mohon maaf kepada Dewa Siwa. Apakah disebut awighna, apakah yang disebut nama siddham, sebaiknya kau mengetahui makna awighnamastu. Jika kau paham, kau boleh menggunakan ilmu ini untuk mengobati. Jika kau tidak paham makna awighnamastu, janganlah kau berani melecehkan ilmu ini. Ilmu ini dinamakan Siwalingga, firman Tuhan yang dianugrahkan kepada para guru dunia. Om maksudnya sarira (badan), awi maksudnya aksara (huruf), ghna artinya tempat bersemayam, mastu artinya kepala, nama maksudnya anugrah, si maksudnya matahari; dham maksudnya bulan. Itulah yang patut dipahami tentang tempat bersemayam Dewa. Kau tidak akan menemukan bencana. Demikianlah firman Dewa pada zaman dulu. Ini merupakan ilmu rahasia, Usada Sari. Ketika diturunkan di Pura Dalem, ini adalah sabda Hyang Pramakawi. "Begitu Halaman 2a amat tergesa-gesa kalian berdua, cepatlah katakan sekarang, agar aku tahu!" Demikian kata sang Budhakecapi kepada mereka berdua. Selanjutnya, sang Klimosadha menjawab bersama sang Klimosadhi: "Kami berasal dari Lemah Surat, kami sedesa. Kami ini bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi!" Lalu sang Budhakecapi berkata: "Baiklah, aku bertanya kepada kalian berdua, aku mendengar berita tentang orang yang bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, terkenal ahli dalam meramal dan mengobati, konon demikian!" Mereka berdua segera menjawab: "Hamba memang begitu, (tetapi) hamba berdua ingin berguru kepada Tuan, jika Tuan berbelas kasih Halaman 2b memberi anugrah kepada hamba berdua, hamba menyerahkan nyawa seumur hidup kepada Tuan, tetapi maafkanlah. Apakah sebabnya (hamba ingin berguru)? Karena Tuan yang bernama sang Budhakecapi, melakukan semadi, amat tekun dan teguh, sepanjang umur, serta telah sempurna dalam batin, doa pujianmu sang Budhakecapi menembus ke tujuh lapisan bumi, menembus ke angkasa". Selanjutnya, Bhatara Siwa turun menuju Kahyangan Cungkub, bertemu

dengan Hyang Nini di Pura Dalem. Setelah beliau bertemu, beginilah sabda Bhatara Siwa: "Wahai sang Nini Dalem, aku menitahkanmu sekarang, turun menuju kuburan tempat pembakaran jenasah, kau Hyang Nini berhak memberkahi segala doa sang Budhakecapi, yang sangat tekun bersemadi. Kau Hyang Nini berhak mengabulkan segala permintaannya, Halaman 3a segala kesempurnaan batin, sebab sang Budhakecapi sangat tekun bersemadi!" Lalu Hyang Nini berkata kepada Bhatara Siwa: "Jika itu perintah Bhatara, hamba menuruti titah Bhatara, sekarang hamba turun menuju kuburan tempat pembakaran mayat!" Kemudian Bhatara Siwa melesat menuju alam Siwa. Kini dikisahkan Hyang Nini Dalem datang ke kuburan tempat pembakaran mayat. Maksud Hyang Nini adalah memberikan berkah kepada sang Budhakecapi, karena telah direstui oleh Bhatara Siwa. Dengan cepat tiba di tempat sang Budhakecapi melakukan semadi. Segera sang Budhakecapi menghormat. Lalu Bhatari Hyang Nini berkata: "Wahai kau sang Budhakecapi, cukup lama kau berada di Halaman 3b sini, bermalam di tempat pembakaran mayat, apakah yang kau harapkan? Apakah yang kau minta kepada Bhatara?" Lalu sang Budhakecapi menjawab: "Daulat Paduka Hyang Nini, doa harapan hamba adalah hamba memohon belas kasih Bhatara agar hamba paham hakikat makrokosmos dan mikrokosmos. Semoga Paduka Bhatari berkenan menganugrahkan kekuatan batin yang sempurna supaya hamba tidak terkalahkan oleh semua pesaing hamba, dan juga segala tatacara orang dalam memahami asal-usul penyakit, supaya hamba memahami hakikat bisa, racun, dan penyakit tiwang moro, ilmu desti teluh taranjana, serta hakikat pamala-pamali, dan segala ajian ampuh, demikian pula hakikat hidup dan mati, serta hakikat kekuatan sabda, itulah permintaan hamba kepadamu Bhatari Nini!" Kemudian Hyang Nini berkata: "Wahai sang BudhaHalaman 4a kecapi, sekarang aku akan memberimu anugrah, baiklah, cepatlah julurkan lidahmu keluar, aku mau me-rajah1 lidahmu dengan mantera Om nama siwaya. Satu persatu mulai dengan Om, na untuk hidungmu, ma untuk mulutmu, si untuk matamu, wa untuk tubuhmu, ya untuk telingamu. Demikian pula makna Sanghyang Omkara, seperti windu, nadha, ardhacandra yang berada dalam tubuh, yang dinamakan asal mula Sanghyang Candra Raditya. Yang berada di mata kanan adalah Sanghyang Raditya, yang berada di mata kiri adalah Sanghyang Candra. Wahai sang Budhakecapi semoga kau paham tentang tatacara mencapai moksa karena lidahmu telah dirasuki kekuatan tulisan gaib, yang merupakan anugrahku, Hyang Nini Dalem, kepadamu! Inilah yang dinamakan tempat Sanghyang Omkara Sumungsang yakni di pangkal lidah, Halaman 4b

batu manikam, tempat pertemuan Sanghyang Saraswati, di lidah. Ini merupakan pemberi kekuatan gaib kepada batin, sangat utama, jangan sembrono, kau tidak akan berhasil (jika sembarangan). Inilah mantera kumpulan sumber kekuatan: "Om lep rem, ngagwa rem, papare, dewataning bayu pramana". Inilah menjadi persemayaman Sanghyang Saraswati, sebagai tulisan ajaib di lidah sang Budhakecapi, dan inilah doa untuk tempat aksaranya, yakni Om Sanghyang Kedep di pangkal lidahmu, Sanghyang Mandiswara di ujung lidahmu, Sanghyang Mandimanik di tengah lidahmu, Sanghyang Nagaresi di dalam otot lidahmu, Sanghyang Manikastagina di kulit lidahmu, dewanya adalah Bhatara Siwa, sebagai pemberi kekuatan hidup adalah Hyang Brahma Wisnu Iswara, sorganya adalah di hati, di empedu, di jantung, Halaman 5a inilah persebaran tempat beliau Sanghyang Tiga, yakni Ang di hati, Ung di empedu, Mang di jantung. Inilah ajian Sanghyang Triaksara yang patut diingat, manteranya Om Ang Mang. Ajian ini sangat utama, jangan sembrono, memusatkan kekuatan batin, semoga kau sang Budhakecapi dapat memahami ajian Nitiaksara Sari, serta hakikat arti Sanghyang Pancaksara yang berada di alam, yang mana tempatnya, yang mana pula lambang aksara sucinya, inilah yang harus kau ingat wahai sang Budhakecapi, semoga kau paham, tinggalah kau di sini, aku akan pulang kembali menuju Kahyangan Cungkub!" Lalu segera sang Budhakecapi menghormat kepada Hyang Bhatari Nini, dengan mantera: "Om niratma ditempatkan di leher, atyatma di antara kedua alis, niskalatma di pusat telapak tangan, sunyatma di pusat kepala, alam dewata yang kokoh". Setelah Hyang Nini terbang melesat, Halaman 5b menuju Kanghyangan Cungkub. Ceritanya dihentikan sebentar. Cerita berganti, dikisahkan sang Budhakecapi, sangat terkenal ke seluruh masyarakat, sangat kuat dan sempurna, pandai dan ampuh dalam berucap, segala ragam bahasa, mahir dalam doa pemujaan, bertempat tinggal di kuburan, sangat tekun, demikianlah kisah sang Budhakecapi dihentikan dulu. Kini cerita berganti, adalah dua dukun laki-laki, bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, tinggal di satu desa, yakni Lemah Tulis. Mereka sangat terkenal sakti, mahir mengobati, dan tidak pernah terkalahkan oleh segala jenis penyakit, dan sang Klimosadi tidak pernah terkalahkan oleh bisa dan obat racun, tetapi Halaman 6a ada kekurangannya, ia tidak tahu mendeteksi (meramal) penyakit, hanya berpegang teguh pada keyakinan dan memaksakan, mencari orang sakit dan yang menyakiti, hanya sebegitu saja kepandaiannya. Dihentikan dulu kisah sang Klimosadha. Kini diceritakan ada orang sakit bernama Sri Hastaka. Ia sangat menderita kesusahan, maksudnya hanya mencari sang Klimosadha. Kemudian ia datang ke rumah sang Klimosadha. Baru saja ia tiba di rumah sang Klimosadha, dengan cepat sang Klimosadha menyapa: "Wahai, Tuan dari mana? Apa maksud

kedatanganmu ke mari?" Si pencari dukun menyahut: "Hamba mengundang Tuan, maksud hamba menemui Tuan adalah hamba memohon keselamatan, semoga Tuan berbelas kasihan kepada hamba, Halaman 6b semoga Tuan berkenan datang ke rumah hamba, untuk memeriksa kakak hamba, yang menderita penyakit!" Sang Klimosadha berkata: "Aku menuruti permintaanmu!" Tidak diceritakan (panjang lebar), ia telah tiba di rumah si pasien. Sang Klimosadha tanpa sepatah katapun memperhatikan dengan saksama si pasien, serta memegang tubuh bagian bawah dan bagian atas si pasien, segala kondisi si pasien juga diperhatikan dengan saksama. Setelah itu, lalu sang Klimosadha duduk. Kini si pencari dukun tadi bertanya: "Baiklah, hamba berkaul kepadamu, jika nyawa kakakku bisa diselamatkan, hamba tidak takut memberi upah dan hadiah yang sepantasnya. Jika ia akan mati, dimanakah kesulitan mendeteksinya?" Sang Klimosadha menjawab: "Menurutku, jika aku memegangnya, orang ini tidak akan mati, janganlah kau sedih, tenangkanlah hatimu, carilah ramuan obat minum dan ramuan bedak serta ramuan untuk obat semburan!" Halaman 7a Orang yang disuruh mencari ramuan segera berangkat. "Dulu, aku sering menyembuhkan penyakit semacam ini, tidak pernah sampai dua kali aku memberikan-nya obat, hanya sekali saja sudah sembuh, sangat mudah aku menangani penyakit seperti ini!" Orang yang disuruh mencari bahan obat segera datang, serta dengan cepat pula telah matang. Lalu sang Klimosadha segera meracik obat. Setelah memberi obat minum, bedak, dan obat semburan, sang Klimosadha duduk. Jika bisa sembuh, tentu banyak orang akan merasa ikut berbahagia. Tiba-tiba saja sang Klimosadha lupa memeriksa nyawa si pasien, sehingga si pasien pun mati. Sang Klimosadha sangat malu. Semua orang yang berada di sana berwajah curiga, sebab baru saja diberi obat minum, bedak, dan obat semburan, si pasien kemudian mati, dan juga sang Klimosadha telah mengatakan bahwa si pasien tidak akan mati, namun kini mati. Halaman 7b Sang Klimosadha sangat malu dalam hatinya, akhirnya ia pergi tanpa pamit menuju rumahnya. Setelah tiba di rumahnya, ia tidak enak makan dan minum, siang malam, sang Klimosadha sangat malu. Cerita sang Klimosadha dihentikan sejenak. Kini dikisahkan sang Klimosadhi, termashur dalam mengobati pasien yang terserang bisa dan racun. Diceritakan seorang wanita bernama Sridhani, yang sudah berusia cukup tua, tertimpa penyakit kronis, sangat sukar menangani penyakitnya. Si pencari dukun datang ke rumah sang Klimosadhi. "Wahai Ibu, darimana asalmu? Apa maksud kedatanganmu ke mari?" Si pencari dukun itu menjawab: "Hamba minta tolong, hamba menangani orang sakit. Jika Tuan berbelas kasih kepadaku, sudilah Tuan datang ke

Halaman 8a rumahku, agar Tuan mengetahui si pasien!" Sang Klimosadhi menjawab: "Jika begitu, aku menurutimu!" Setelah datang di rumah si pasien, lalu sang Klimosadha memeriksa si pasien, dipegangnya bagian bawah dan bagian atas tubuh si pasien. Setelah itu, lalu sang Klimosadhi berkata: "Ini orang sakit terserang racun, ia terkena racun yang diracik orang. Sekali saja, sangat gampang menyembuhkan penyakit ini. Aku sering menyembuhkan penyakit seperti ini. Tidak usah dua kali, cukup sekali saja sudah sembuh, sangat mudah menolong orang sakit semacam ini!" Orang yang punya pasien bergegas membuat sesajen hadiah. Lalu sang Klimosadhi merapalkan mantera untuk membuat obat, bedak, dan obat semburan. Setelah itu, lalu sang Klimosadhi mengunyah daun sirih, dan memberikan sepahnya kepada si pasien, serta menyandangnya Halaman 8b Setelah itu, tiba-tiba si pasien pusing, tidak sadarkan diri hingga malam hari, dan dadanya sesak, kerongkongannya seperti tersumbat!" Si pencari dukun berkata: "Mengapa bisa begini? Lalu apa yang dapat dilakukan, apakah obatnya perlu diganti? Hamba minta tolong dengan sangat agar ipar hamba ini bisa sembuh. Hamba tidak takut kepada upah, maupun hadiah!" Lalu sang Klimosadhi mengganti obat. Setelah obat itu diminum, tetap saja si pasien pusing tidak sadarkan diri, tidak bisa makan, lalu akut. Kemudian dengan cepat sang Klimosadhi mengeluarkan mantera, melalui ubun-ubun, telinga, hingga sang Klimosadhi kehabisan akal, memusatkan batin bersemadi bertumpu satu kaki. Si pasien semakin tidak sadarkan diri. Lalu sang Klimosadhi berkata: Halaman 9a "Ah, jika demikian keadaan si pasien, aku yang salah memberi obat!" Tiba-tiba sang Klimosadhi pergi, ia sangat merasa malu, bertolak pulang. Setelah tiba di rumahnya, muncul niat sang Klimosadhi, bermaksud berguru kepada sang Klimosadha. Segera sang Klimosadhi pergi ke rumah sang Klimosadha. Begitu ia tiba, sang Klimosadha menyapanya: "Wahai adikku, sang Klimosadhi, selamat datang di rumahku, apakah maksud kedatanganmu, adikku?" Sang Klimosadhi menjawab: "Aku bermaksud berguru kepadamu, kakak!" Sang Klimosadha berkata: "Mengapa kau ingin berguru kepadaku? Jika begitu, adikku, kau tidak akan mendapat apa-apa. Kakak juga tidak ingin mengangkat murid. Apa sebabnya, katakanlah, wahai adikku!" Sang KlimosaHalaman 9b dhi menjawab: "Beginilah asal mulanya. Aku mengobati seorang wanita, yang bernama Sridhani. Ia terserang penyakit kronis. Di situlah aku kalah, aku sangat malu, itulah sebabnya aku hendak berguru kepada kakak!" "Jika begitu, kau sia-sia saja, kakak juga ingin berguru, sebabnya adalah

kakak mengobati orang sakit bernama Sri Hastaka, seorang lelaki, di situ kakak kalah!" Sang Klimosadhi berkata: "Jika begitu, marilah kita melakukan semadi, aku menurutimu, jika kakak mendapat wahyu, aku minta tolong kepadamu, jika aku mendapat wahyu, aku akan menolongmu, demikianlah maksudku!" Lalu sang Klimosadha berkata: "Jika begitu, sulit rasanya, adikku. Halaman 10a Jika kau setuju denganku, marilah bersama-sama denganku, aku ingin berguru kepada sang Budhakecapi, sebab sang Budhakecapi mendapat anugrah dari Hyang Nini!" Sang Klimosadhi menyahut: "Jika begitu, baiklah, aku setuju denganmu, kakak!" Akhirnya, segera mereka berangkat menuju kuburan tempat pembakaran mayat. Setelah tiba di tempat sang Budhakecapi, lalu mereka berdua disapa oleh sang Budhakecapi: "Wahai Tuan berdua, apa maksud Tuan datang ke mari, begitu tergesa-gesa, berdua, silakan katakan agar aku mengetahui!" Sang Klimosadha dan sang Klimosadhi menjawab: "Hamba ini berasal dari Lemah Tulis, hamba sedesa, demiHalaman 10b kianlah Tuan, hamba berdua bernama sang Klimosadha mwang sang Klimosadhi!" Lalu sang Budhakecapi berkata: "Baiklah, aku ingin bertanya kepada kalian berdua, aku mendengar berita orang yang bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, terkenal mahir dalam pengobatan, begitulah konon!" Segera mereka berdua menjawab: "Hamba memang begitu, (namun) hamba ingin berguru kepada Tuan, jika Tuan berkenan kepada hamba berdua, hamba menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuan, disertai dengan permohonan maaf hamba!" "Wahai, adikku berdua, agar aku dapat mengetahuimu, apa sebabnya kau ingin berguru kepadaku? Katakanlah dengan sejujurnya kepadaku agar aku paham!" Sang Klimosadha menjawab: "Sebabnya hamba berniat keras berguru karena hamba pernah mengobati Diposkan oleh kope_adjuzd di 06:24 0 komentar Link ke posting ini Label: lontar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

You might also like