You are on page 1of 3

Catatan Kajian

Topik: QS An-Nahl (16):90 Tanggal: 30 Januari 2012 Fasilitator: Bapak Mukhlisin Aziz E-mail: emuchtar@gmail.com Blog: http://chippingin.wordpress.com

TOPIK: QS AN-NAHL (16):90


QS 16:90 sebenarnya merupakan ayat yang cukup populer dan kerap dibacakan di penghujung khutbah Shalat Jumat. Tradisi untuk membaca ayat di penghujung khutbah Jumat dikatakan dimulai pada zaman Umar bin Abdul Aziz (100H) dari Bani Umayah, seorang tokoh yang dianggap luar biasa karena kesederhanaannya dan kesuksesannya dalam memimpin. Zaman itu merupakan zaman yang amat politis. Khutbah dan agama sering digunakan sebagai alat politik dan propaganda. Ayat ini dibacakan sebagai pengingat dan penetralisir suasana. Sayangnya, sekarang ayat ini seringkali dibacakan secara cepat dan hanya dalam bahasa Arab, sehingga maknanya kurang bisa diresapi.

Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan), memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. QS An Nahl (16):90. Tampak dalam ayat ini, Allah memberikan sebuah petunjuk, rumus hidup. Bahkan dalam ayat ini digunakan kata menyuruh. Jadi, sebenarnya ini lebih dari sekedar petunjuk. Ini adalah sebuah perintah (hukum asalnya: wajib). Ini adalah sebuah kewajiban. Seperti halnya hukum wajib lainnya, bila ditinggalkan secara fiqih dikatakan berdosa. Secara tasawuf, dosa dimaknai sebagai berada jauh dari Tuhan, saat kesadaran akan Tuhan dalam diri kita menurun dan mengakibatkan hidup yang tak seimbang. (Catatan iseng: kata dosa dalam Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Pali, yang berarti kebencian, kemarahan). Jadi dalam ayat ini, ada empat rumus atau perintah yang diberikan: (1) bersikap adil, (2) Ihsan, (3) memberi kepada kaum kerabat, dan (4) mencegah perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Mari kita simak satu per satu. (1) Bersikap adil. Secara definisi, adil berarti meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Berarti sebelum kita mau meletakkan sesuatu tersebut, kita perlu memahami (atau menyadari) seperti apa tempat sebenarnya bagi sesuatu itu. Dengan pernyataan lain, memahami sesuatu seperti apa adanya, sebagaimana adanya. Know things as they are. Bila peletakan itu salah, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam berbagai hal. Misal, dalam mendirikan shalat, bersikap adil-lah. Dalam pengertian, tahu hakikat shalat, tujuannya, caranya, adabnya; dan letakkan shalat pada tempatnya itu. Bila tidak, maka berarti kita bersikap tak adil terhadap shalat itu. Terjadi ketidakseimbangan, shalat tak berdampak kepada kehidupan kita sehari-hari. Demikian dengan, sebagai contoh, menjalankan kehidupan rumah tangga atau bekerja. Sadari hakikatnya, tujuannya, adabnya, dan letakkan rumah tangga atau kerja pada tempatnya. Sehingga keadilan dan keseimbangan hidup pun tercipta. Yang Maha Tahu letak segala sesuatu adalah Allah. Mintalah petunjuk pada-Nya agar seimbang, agar adil: Ya Allah, tunjukkan segala sesuatu apa adanya. Show me things as they are. Memahami hakikat.

KAJIAN: QS An-Nahl(16):90 (30/01/2012) halaman 1 dari 3

(2) Ihsan. Ihsan kerap diterjemahkan dengan sekedar berbuat baik. Sebenarnya, lebih tepat bila dimaknai sebagai melaksanakan segala sesuatu dengan baik. Bahasa modern-nya: secara profesional. Bersungguh-sungguh, sepenuh hati, penuh konsentrasi, dengan sebaik-baiknya kesadaran. Allah mewajibkan kita agar berlaku ihsan dalam segala hal. Seperti apa perilaku ihsan? QS Al-Qashash (28):77 mengatakan Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Ayat ini menyebutkan berbuat baik(ihsan)-lah sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepadamu. Jadi rujukan ihsan kita adalah ihsannya Allah. Teringat buku asmaul husna-nya Al-Ghazali atau Pak Quraish Shihab. Di situ dibahas makna setiap nama dari 99 nama Allah dan bagaimana implikasinya atau penerapannya bagi kita. Misalnya, nama Ar-rahmaan (Maha Pengasih), bagaimana kita sebagai manusia pun bisa menjadi penuh kasih, Al- Hakim (Maha Bijak), bagaimana kita dalam keseharian pun bisa memiliki sikap bijak, dan seterusnya. Di dalam QS As-Sajdah (32):7 Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Allah tak pernah bermain-main atau setengah-setengah dalam mencipta. Dia mencipta dengan sebaik-baiknya. Profesional. Demikian kita bila ingin merujuk kepada keihsanan yang sejati. Melakukan atau memperlakukan segala sesuatu dengan kesungguhan hati, dengan telaten, memberikan yang terbaik yang kita mampu. Dikatakan pula bahwa ihsan merupakan buah dari keimanan dan keislaman kita. Mungkin merupakan bahan kontemplasi yang menyenangkan. Bila kita ingin menilik diri apakah keislaman kita sudah baik, maka tengoklah keihsanan kita, apakah kita dalam keseharian sudah berlaku baik, sudah memberikan yang terbaik yang kita mampu, sudah melakukan segala sesuatu dengan kesungguhan hati, sudah mencerminkan kasih-sayang, pengendalian diri terjaga, sakinah (damai/mendamaikan). Sejatinya, Ihsan lahir dari pribadi yang berserah diri. Keihsanan, sikap baik itu sejatinya mengalir tanpa dipikir, ditimbang-timbang, atau dibuat-buat. Beribadah pun dilakukan dengan ihsan. Sederhananya, ingat hadits: ihsan: seolah-olah melihat Allah Allah melihatmu. QS Al-Israa (17):53 Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (ihsan). Sesungguhnya syaitan itu meimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. Menarik sekali (buat saya) karena ayat ini spesifik bertutur tentang perkataan atau berkata ihsan. Kata-kata atau berbicara sebagai salah satu ekspresi komunikasi yang paling universal. Tanggapan kita ketika berbicara dengan orang lain, hendaknya senantiasa dalam bingkai ihsan. Bila tidak, maka tanggapan orang tersebut pun bisa tak ihsan juga. Garis bawah pada perkataan yang ihsan tampaknya menekankan lisan yang terjaga sebagai salah satu ciri seorang muslim. Karena itu, terkadang berdiam diri (silence) dibutuhkan. Silence di sini bisa diartikan beragam rupa: puasa, meditasi, kontemplasi, tafakkur, itikaf, apa pun, pada intinya untuk kembali ke sejatinya diri, melatih hening, menahan diri. Izinkan saya untuk menyertakan kajian dua-tiga tahun lalu tentang puasa, sebuah catatan yang disarikan dari kajian dengan Pak Quraish Shihab, Pak Achmad Chodjim dan Pak Agus Mustofa. Keheningan ini dibutuhkan dalam kita menanggapi segala sesuatu dalam hidup. Tiap-tiap hal yang datang menghampiri kita, entah itu kejadian, orang, rasa, atau apapun, reaksi pertama hendaknya adalah ridha. Kemudian hening. Meminta tuntunan. Gunakan segenap potensi (hati, akal, panca indera, ucapan, kaki, tangan) yang kita miliki untuk menanggapinya dengan sungguh-sungguh sehingga keseimbangan pun insya Allah tercipta. (3) Memberi kepada (atau berbagi dengan) kerabat. Kata kerabat di sini berasal dari qurba, yang berarti dekat (sama akar katanya dengan kata karib dalam bahasa Indonesia). Jadi perhatikan, berbagilah, dengan yang ada di sekitarmu, yang ada di hadapanmu. Kata memberi di sini menggunakan kata bahasa Arab Atta, yang bermakna: mengeluarkan segala

KAJIAN: Berusaha untuk menghamba (16/02/2012) halaman 2 dari 3

sesuatu dari diri dengan segera dan senang hati. Jadi ada keringanan langkah dalam berbagi tanpa terlalu berpikir panjang dan rumit. (4) Mencegah dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan/pertengkaran. Bila di lingkungan perbuatan seperti ini tidak kita cegah, maka cepat atau lambat akan berpengaruh ke diri kita. Nauzubillahiminzalik. Rasulullah pernah bersabda, Barangsiapa yang melihat kemungkaran di hadapannya, maka ubahlah dengan tangannya (tindakan/kuasa). Dan bila ia tidak mampu melakukannya dengan tangannya, maka hendaknya ia menggunakan lisannya (nasihat, tulisan, diskusi), dan bila ia tak mampu menggunakan lisannya, maka hendaknya ia mengubah dengan hatinya. Dan bila ia memilih yang ketiga, itulah selemah-lemahnya iman. Allah memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. Ada dua hal yang menarik. Pertama digunakan kata agar/mudah-mudahan - la ah, yang sebenarnya tidak memberikan kepastian. Mudah-mudahan, bisa iya, bisa tidak. Semua tergantung konsistensi dan upaya kita, yang juga ditekankan pada hal menarik kedua, yaitu penggunakan kata tazakkarun (akar kata: zikr), yang berarti mengingat dalam bentuk present continuous, terus-menerus, proses, perlu dijaga keberlangsungannya. Berlakulah seperti empat yang diajarkan diatas, sehingga mudah-mudahan kita dapat menjadi manusia yang terus- menerus berproses untuk mengingat(-Nya). Dengan demikian, insya Allah, hidup kita akan seimbang, dalam setiap aspek kehidupanvertikal maupun horizontal, di setiap saat. Amin. Semoga bermanfaat. Lebih kurangnya, saya meminta maaf. Salaam.

KAJIAN: Berusaha untuk menghamba (16/02/2012) halaman 3 dari 3

You might also like