You are on page 1of 17

Penegakan HAM di Indonesia

Disusun oleh anggota kelompok 2: Dinda Savira (X6/07) Intan Permata S (X6/16)

Mushonnifun Faiz (X6/20) Mustofa khoirul (X6/21)

Rohbi Visdya A.H (X6/29)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hak-hak manusia harus dijamin karena kemerdekaan suatu negara bermakna bagi setiap warga negaranya. Beberapa pengurus seperti Komnas HAM sepertinya tidak bekerja maksimal menyelesaikan masalah pelanggaran HAM. Salah satu pelanggaran HAM yang dianggap tidak bisa diselesaikan oleh Komnas HAM adalah sengketa tanah, dan peristiwa lain yang dianggap tidak dapat dicegah oleh Komnas HAM adalah korupsi di kalangan pejabat. Apabila keadaan di Indonesia terus menerus seperti ini pasti akan menimbulkan dampak negatif terhadap kemajuan Bangsa Indonesia. Berdasarkan realitas HAM yang tidak ditangani secara serius, maka perlu adanya pembekalan atau pelatihan-pelatihan HAM yang melibatkan semua anggota dewan serta istansi terkait. Bukan hanya itu, masyarakat juga harus turun tangan dalam pelatihan ini yang bertujuan agar anggota masyarakat memiliki pengetahuan dan wawasan tentang HAM sehingga dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan HAM tidak ada lagi pelanggaran karena selama ini mereka belum mengetahui HAM secara penuh. Hanya mengetahui secara datar atau umum saja.

Bagaimana kondisi masyarakat yang benar-benar belum mengetahui tentang pelanggaran HAM? Di tengah masyarakat kadang terjadi pelanggaran HAM yang sangat meresahkan masyarakat, khususnya di daerah-daerah terpencil. Perbudakan, pemarasan, dan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dan luput dari kacamata hukum. Sebagai masyarakat yang jauh dari peradaban maju, tentu tidak dapat melakukan perlawanan terhadap perampasan hak-haknya. Selain tidak memahami tentang HAM, juga tidak paham atau mengerti aturan-aturan hukum yang berlaku di Indonesia .

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam pembahasan kami ini adalah : Apa saja prinsip-prinsip HAM,instrument HAM lembaga HAM,dan fAktor apa yang menjadi penghambat penegakkan HAM?

C. Tujuan

Tujuan pembahasan kami ini adalah sebagai berikut: Untuk lebih memahami tentang betapa pentingnya penegakkan HAM di Indonesia, dan mengetahui apa saja factor penghambat penegakan HAM supaya dapat mencegah atau menghilangkan factor-faktor penghambat tersebut .

BAB II Pembahasan

I. Instrumen HAM
1). Instrumen HAM Instrumen HAM Nasional yang ada saat ini utamanya adalah : a). UUD 1945 khususnya amandemen II b). TAP MPR No. XVIII/MPR/1998 c). UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

d). UU No. 7 tahun 1984 yang merupakan ratifikasi atas Konvensi Penghapusan segala Diskriminasi Terhadap Perempuan e). Keppres No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional HAM f). Keppres No. 36 Tahun 1990, Ratifikasi atas Konvensi Hak Anak g). UU No. 5 Tahun 1998, Ratifikasi atas Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia. h). UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM i). Keppres No. 181/1998, tentang Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan j). Keppres No. 61/2003, tentang Rencana Aksi HAM Indonesia k). Keppres No. 52 Tahun 2004, tentang Komnas Lanjut Usia (Lansia) l). UU No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak m).UU No. 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Pada dasarnya, instrument instrument utama HAM di Indonesia tersebut menggaris bawahi bahwa : a. HAM merupakan hak hak dan kebebasan dasar yang dimiliki oleh setiap orang b. Negara berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melindungi, memajukan, menegakkan dan memenuhi HAM, dilaksanakan oleh penyelenggara kekuasaan Negara pada semua tingkatan

c. Adanya kewajiban dasar antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk menghormati HAM orang lain.

II. Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Beberapa prinsip telah mencakup hak-hak asasi manusia internasional. Prinsip-prinsip tersebut pada umumnya terdapat di hampir semua perjanjian internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip kesetaraan,pelarangan diskriminasi dan kewajiban positif yang terletak pada setiap negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu, tiga contoh di antaranya akan didiskusikan di sini. (1) Prinsip Kesetaraan Hal yang sangat fundamental dari hak asasi manusia pada jaman sekarang adalah ide yang meletakkan semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam hak asasi manusia.63 (a) Definisi dan Pengujian Kesetaraan Kesetaraan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, di mana pada situasi sama harus diperlakukan dengan sama, dan dengan perdebatan, di mana pada situasi yang berbeda diperlakukan dengan berbeda pula. (b) Tindakan Afirmatif (atau Diskriminasi Positif) Masalah muncul ketika seseorang berasal dari posisi yang berbeda dan diperlakukan secara sama. Jika perlakuan yang sama ini terus diberikan, maka tentu saja perbedaan ini akan terjadi terus menerus walaupun standar hak asasi manusia telah meningkat. Karena itulah penting untuk mengambil langkah selanjutnya guna mencapai kesetaraan. Tindakan afirmatif mengizinkan negara untuk memperlakukan secara lebih kepada grup tertentu yang tidak terwakili. Misalnya, jika seorang lakilaki dan perempuan dengan kualifikasi dan pengalaman yang sama melamar untuk perkerjaan yang sama, tindakan afirmatif dapat berupa mengizinkan perempuan untuk diterima hanya dengan alasan lebih banyak laki-laki yang melamar di lowongan

pekerjaan tersebut. Sebagai tambahan, beberapa negara mengizinkan masyarakat adat untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi dengan kebijakan-kebijakan yang membuat mereka diperlakukan secara lebih (favourable) dibandingkan dengan orangorang non adat lainnya dalam rangka untuk mencapai kesetaraan. Pasal 4 CEDAW dan 2 CERD adalah contohnya. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa tindakan afirmatif hanya dapat digunakan dalam suatu ukuran tertentu hingga kesetaraan itu dicapai. Namun ketika kesetaraan telah tercapai, maka tindakan ini tidak dapat dibenarkan lagi. (2) Prinsip Diskriminasi Pelarangan terhadap diskriminasi adalah salah satu bagian dari prinsip kesetaraan. Jika semua orang setara, maka seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif (selain tindakan afirmatif yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan). (a) Definisi dan Pengujian Diskriminasi Apakah diskriminasi itu? Pada efeknya, diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan perlakuan dari perlakuan yang seharusnya sama/setara. (b) Diskriminasi Langsung dan Tidak Langsung Diskriminasi langsung adalah ketika seseorang baik langsung maupun tidak langsung diperlakukan dengan berbeda (less favourable) daripada lainnya. Diskriminasi tidak langsung muncul ketika dampak dari hukum atau dalam praktek hukum adalah bentuk dari diskriminasi, walaupun hal itu tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi. Misalnya, pembatasan pada hak kehamilan jelas mempengaruhi lebih kepada perempuan daripada kepada laki-laki. (c) Alasan Diskriminasi Karakteristik hukum hak asasi manusia internasional telah memperluas alasan diskriminasi. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyebutkan beberapa asalan dskriminasi antara lain ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau opini lainnya, nasional atau kebangsaan, kepemilikan akan suatu benda, kelahiran atau status lainnya. Semua hal tersebut merupakan alasan yang tidak terbatas dan semakin banyak pula instrumen yang memperluas alasan diskriminasi termasuk di dalamnya orientasi seksual, umur dan cacat tubuh.

(3) Kewajiban Positif untuk Melindungi Hak-Hak Tertentu Menurut hukum hak asasi manusia internasional, suatu negara tidak boleh secara sengaja mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Sebaliknya negara diasumsikan memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan kebebasan-kebebasan. (a) Arti Untuk kebebasan berekspresi, sebuah negara boleh memberikan kebebasan dan sedikit memberikan pembatasan. Satu-satunya pembatasan adalah suatu hal yang dikenal sebagai pembatasan-pembatasan (yang akan didiskusikan di bawah ini). Untuk hak untuk hidup, negara tidak boleh menerima pendekatan yang pasif. Negara wajib membuat suatu aturan hukum dan mengambil langkah-langkah guna melindungi secara positif hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dapat diterima oleh negara. Karena alasan inilah negara membuat aturan hukum melawan pembunuhan untuk mencegah aktor non negara (non state actor) melanggar hak untuk hidup. Sebagai persyaratan utama bahwa negara harus bersifat proaktif dalam menghormati hak untuk hidup dan bukan bersikap pasif. (b) Beberapa Contoh Di antara beberapa contoh yang paling umum adalah hak untuk hidup dan pelarangan untuk penyiksaan. Negara tidak boleh mengikuti kesalahan negara lain yang merampas hak individu untuk hidup atau pelarangan penyiksaan. Negara tidak boleh membantu negara lain untuk menghilangkan nyawa seseorang atau melanggar pelarangan akan penyiksaan. Sebagaimana telah didiskusikan dalam bagian lain, hal ini mengandung masalah bagi suatu negara ketika mempertimbangkan untuk menolak mengakui status pengungsi, mendeportasi orang-orang non nasional ataupun menyetujui permintaan ekstradiksi.

III.

Lembaga HAM di Indonesia

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM adalah sebuah lembaga mandiri di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya dengan fungsi melaksanakan kajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia. Komisi ini berdiri sejak tahun 1993 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang paripurna dan Subkomisi. Di samping itu, Komnas HAM mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayanan. Saat ini Komnas HAM diketuai oleh Ifdhal Kasim

IV. Hambatan

Penegakan HAM

Bagaimana penggunaan hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Apakah HAM akan melemahkan atau memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya di dalam menghadapi masyarakat yang majemuk seperti Indonesia? Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, terlebih dahulu kita harus memahami sedikit tentang sejarah mengenai HAM yang saat ini sudah diratifikasi dan telah menjadi dasar dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999. Sejarah HAM dimulai pada saat berakhirnya Perang Dunia II. Dan, negaranegara penjajah berusaha menghapuskan segi-segi kebobrokan daripada penjajahan, sehingga pemikir-pemikir Barat mencetuskan konsep "Declaration of Human Rights" (DUHAM) pada tahun 1948. Semula Konsep HAM ini secara sukarela dijual ke semua negara yang sedang berkembang atau negara bekas jajahan namun tidak

banyak mendapat respon. Banyak negara tidak bersedia menandatangani "Declaration of Human Rights". Sekitar tahun 1970 para investor asing menekankan bahwa "pinjaman luar negeri" tidak akan diberikan kepada negara-negara yang tidak menerima dan tidak mengakui hak-hak asasi manusia. Kondisi ini mengakibatkan hak asasi dicap dan dijuluki sebagai komoditi dagang "trade community". Bersamaan dengan itu negaranegara sedang berkembang mulai merasakan bahwa "hubungan dagang" antara negara berkembang dan negara maju terasa sangat tidak seimbang. Dengan kata lain "hubungan dagang" itu hanya menguntungkan dan sangat menguntungkan negara maju dan merugikan negara sedang berkembang. Melihat kondisi itu, lahirlah konsep yang diajukan oleh negara sedang berkembang yang dikenal dengan istilah The New International Economic Order (NIEO). Konsep ini melahirkan beberapa instrumen hukum yang bertujuan mengoreksi secara total hubungan dagang antara negara maju dan negara berkembang (North-South Dialogue). Namun, dalam perkembangannya, konsep NIEO dipandang tidak mempunyai nilai hukum (No legal value). Ada kurang lebih 117 negara sedang berkembang di dunia yang tersebar di Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah dan hingga saat ini belum ada satu pun dari mereka yang memiliki tingkat perkembangan ekonomi yang memadai. Dalam keadaan frustrasi di bidang hubungan dagang internasional ditambah dengan meningkatnya tekanan internasional negara sedang berkembang akhirnya harus meratifikasi "Declaration of Human Rights" (DUHAM). Bahkan posisi HAM ini dipropagandakan sebagai juru selamat peradaban dunia. Sekarang negara berkembang dihadapkan lagi kepada issu globalisasi. Penegakan HAM di Indonesia masih bersifat: reaktif, didorong oleh unjuk rasa, demonstratif, pertentangan kelompok, di bawah tekanan negara maju dan didanai oleh beberapa lembaga internasional, belum build-in di dalam strategi

nasional dan belum mewartai Pembangunan Nasional. Hal ini terjadi karena ada beberapa kelemahan pokok, yaitu: a. Masih kurang pemahaman tentang HAM.

Banyak orang menangkap pemahaman HAM dari segi pemikiran formal belaka. HAM hanya dilihat sebagaimana yang tertulis dalam "Declaration of Human Rights" atau apa yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Namun, hakikat pemahaman HAM harus dilihat sebagai suatu konsep yang bersifat multidimensi. Sebab, dalam pemahaman HAM tertanam di dalamnya konsep dasar "Politik, Hukum, sosiologi, filosofi, ekonomi dan realitas masyarakat masa kini, agenda internasional, yurisprudensi analitis, yurisprudensi normatif, etika dan estetika". Jika makna seperti ini dapat ditangkap melalui suatu proses pembelajaran, pemahaman, penghayatan dan akhirnya diyakini, barulah kita dapat menuju kepada suatu proses untuk menjadi HAM ini sebagai bagian dari Wawasan Nasional. Bagian dari kebijakan nasional, menjadikan HAM sebagai strategi nasional, program nasional dan konsistensi. Tetapi, jangan lupa bahwa HAM yang formal ini adalah barang import. b.Masih kurang pengalaman

Disadari atau tidak kita harus akui bahwa HAM sebagai suatu konsep formal masih terasa baru di masyarakat kita. Kondisi ini mendorong kita harus membina kerjasama dengan beberapa negara dalam mencari gagasan, menciptakan kondisi yang kondusif, dan memberikan proteksi perlindungan HAM, persepsi dan pemahaman bersama seperti ini perlu didorong dan ditegakkan. Namun, kita harus hati-hati, khususnya dalam menjalin kerjasama dengan negara lain. Sebab, forum kerjasama, forum konsultasi, dan berbagai kebijakan selalu diboncengi kepentingan tertentu yang sering tidak terasa bahwa tujuan yang hendak dicapai menjadi melenceng jauh dari tujuan yang semula diharapkan. c.Kemiskinan Kemiskinan adalah sumber kebodohan, oleh sebab itu harus diperangi dan diberantas.

Tema memberantas kemiskinan telah banyak dipersoalkan di forum-forum nasional, regional dan internasional, tetapi hingga saat ini belum ada solusinya. Bahkan, ide memberantas kemiskinan hanya mampu memobilisasi masyarakat miskin tanpa menambah sepeser pun uang ke kantong-kantong orang miskin. Dari segi HAM seolah-olah konvensi hak-hak sosial dan ekonomi yang belum diratifikasi oleh Indonesia perlu diwujudkan. d.Keterbelakangan; Keterbelakangan ini adalah suatu penyakit yang bersifat kultural dan struktural. Kultural karena sering sekelompok orang yang terikat dalam satu budaya yang sama memiliki adat-istiadat yang sama dan ara berpikir yang sama pula. Untuk mengatasi diperlukan proses pendidikan dan kebiasaan menggunakan logika berpikir. e. Masih dipertanyakan bagaimana bentuk pelatihan HAM dalam masyarakat f. Pemahaman HAM masih terbatas dalam pemahaman gerakan. Untuk membangun HAM dalam masyarakat untuk menjaga kerukunan berbangsa dan bernegara diperlukan: 1) adanya personil pemerintahan yang berkualitas, 2) aparat pemerintah yang bermodal dan bertanggung jawab; 3) terbangunnya publik opini yang sehat atau tersedia sumber informasi yang jelas, 4) terbangunnya suatu kelompok pers yang berani dan bebas dalam koridor menjaga keutuhan bangsa dan negara, 5) adanya sanksi terhadap aparat yang melanggar HAM, 6) tersedianya "bantuan hukum" (legal-aid) di mana-mana, 7) terbentuknya jaringan aparat pemerintahan yang bersih, berwibawa sehingga bersinergi. Jika semua unsur dapat dilaksanakan, maka dengan sendirinya akan terbentuk pemerintahan yang disebut "Good Corporate Governance". Pemerintahan seperti ini ditandai adanya 4 (empat) hal, transparancy, accountability, partisipasi dan demokrasi. Hanya memang harus diakui apakah kita mampu memasuki suatu pemerintahan yang dicita-citakan itu. Ujian dan godaannya cukup berat sebab setiap konsep, pemikiran, gagasan, ide selalu mengandung tujuan yang baik tetapi tindak lanjut dari suatu konsep sering melenceng jauh dari tujuan yang dicita-citakan.

Isu Demokrasi Membangun demokrasi di dunia Ke-3 (tiga) seperti Indonesia pada prinsipnya akan dihadapkan dengan persoalan: Good Corporate Governance, Desentralisasi, Demiliterisme, Civil Society, dan Pasar Bebas. Keenam isu ini saling kait mengait antara yang satu dengan yang lainnya (interwoven) dan juga merupakan persoalan pokok dan tujuan yang hendak diwujudkan oleh HAM. Jadi, dengan demikian antara demokrasi dan Hak Asasi Manusia boleh dikatakan "identik". Memahami setiap isu yang dikemukakan di atas dan mendorong pelaksanaannya memerlukan suatu "kerja keras". Sebagai contoh ringan dapat dikemukakan suatu pertanyaan: Bagaimana cara membangun suatu "civil society" (masyarakat sipil) dalam masyarakat? Perwujudan masyarakat sipil hanya bisa terwujud jika terpenuhi beberapa kondisi sosial politik dan ekonomi, antara lain: adanya situasi yang mampu memberi ruang kepada setiap individu untuk berkarya tanpa tekanan, interaksi yang terjadi dalam masyarakat relatif independen, ada jaminan bahwa kediktatoran tidak akan terjadi, dan kekuasaan menyebar tidak berada dalam satu tangan dan tidak dimonopoli oleh suatu golongan atau kekuatan tertentu. Jika Konsep "Masyarakat Sipil" dilihat dari kacamata HAM seperti apa yang tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM pada ayat 6 dikatakan: Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Ancaman dis-Integrasi Bangsa

Menumbuhkan pemahaman tentang perubahan yang sangat fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terasa bukan hanya sangat penting tetapi semakin mendesak sehingga hukumnya menjadi wajib bagi setiap warga negara Indonesia. Sebab, tantangan yang paling berat dalam memasuki masa transisi dari alam sentralistis ke alam yang lebih desentralistis ialah kesiapan diri sendiri menangkap makna dan memahami perobahan serta menerima segala akibat yang bakal terjadi. Apakah kita sudah paham benar tentang semua hal yang saat ini kita perjuangkan dan akibatnya? Apakah kita sudah paham bahwa perubahan paradigma pembangunan dimotori oleh instrumen hukum, politik, ekonomi dan sosial yang mengarah pada perubahan kultur kita sendiri yang selama ini menunjang stabilitas pembangunan? Bagaimana cara kita seharusnya memahami dan menyikapi berbagai konflik yang terjadi di masyarakat kita? Bagaimana cara membangun ketahanan nasional yang tangguh untuk menangkal berbagai dampak negatif dari masa transisi ini? Pertanyaan-pertanyaan di atas perlu didiskusikan secara luas sehingga dapat membentuk suatu opini. Dialog seperti apa yang dilakukan dalam "Kemah Bina Kesatuan Bangsa" ini sangat penting untuk menumbuhkan dan menyebar luaskan pemahaman bersama. Untuk memahami sesuatu memerlukan beberapa persyaratan, antara lain: a. Perlu dibangun suatu observasi dengan cara mengumpulkan data dan informasi yang relevan dengan suatu gagasan yang ditawarkan. b. Usahakan menangkap setiap gagasan dengan cara mengerti betul "isi" kandungan gagasan atau konsep itu. c. Teliti seoptimal mungkin sifat-sifat atau karakter setiap ide dan pelaksanaannya di lapangan. d. Pelajari dengan sungguh-sungguh "struktur" setiap pemikir

an, konsep atau rencana yang ditawarkan. e. Amati dan perhatikan setiap perkembangan dan gerakan di lapangan dalam pelaksanaan suatu konsep atau ide. f. Ketahui dan pahami betul sumber-sumber termasuk alamnya, lingkungannya dan habitatnya dari suatu konsep, gagasan, pemikiran yang ditawarkan. Selain dari apa yang dikemukakan di atas perlu juga diketahui bahwa "krisis kepercayaan masyarakat" yang ada sekarang, amntara lain disebabkan oleh kehidupan partai-partai politik dalam negeri belum stabil, perkembangan perekonomian yang belum sehat, pertumbuhan industri dalam negeri yang masih semrawut, konflik rasial dan agama yang sedang terjadi di beberapa daerah, terjadinya anarki cultural di beberapa tempat, kehidupan generasi muda yang sering terlibat tawuran dan ketegangan dalam negeri yang masih berlanjut. Setiap pembicaraan tentang HAM tanpa menyentuh "kebutuhan riil" manusia hanya akan berakhir pada simbol-simbol normatif belaka. Ia hanya mampu mengeluarkan artikulasi yang bersifat semboyan, kritikan, hujatan, dan cacian belaka yang pada gilirannya akan mempertajam konflik yang sudah ada dalam masyarakat. Padahal, hakikat pembelaan HAM terletak pada soal "bagaimana agar kebutuhan riil manusia itu terpenuhi". Dunia Barat sendiri sesungguhnya mempunyai problem untuk

mengaktualisasikan HAM. Amerika sendiri sebagai pendekar Hak Asasi dan Demokrasi masih sering melakukan "double standard". Mereka tidak berdaya mengendalikan implikasi dari kemajuan kapitalisme, penindasan sistemik yang impersonal sehingga menimbulkan problem alienasi dan sebagainya. Selain dari itu, Dunia Barat sendiri kemudian tidak mampu menciptakan gagasan itu keluar dari dunia mereka karena kesombongan eksklusivisme, nasionalisme dan kapitalisme. Kesombongan kapitalisme memperoleh dukungan scientific supremacy yang menyatu dalam diri mereka.

Sedangkan kita sekarang di Indonesia masih disibukkan dalam pembangunan "State building, demokratisasi dan Clean Government". Kondisi ini membuat pembangunan HAM seperti hak untuk sekolah, hak untuk bekerja masih dihadang oleh berbagai kendala ekonomi. Kemiskinan, keterbelakangan, kemalasan dan berbagai penyakit sosial lainnya masih menghinggapi sebagian besar bangsa kita. Jelas, ini adalah hambatan dalam penegakan HAM. Namun, kita tidak berhenti sampai di sini saja, sebab jalan selalu terbuka bagi setiap usaha yang didorong oleh kemauan keras, komitment dan visi ke depan yang jelas.

BAB III Penutup

Dari pembahasan tersebut di atas, maka kami menarik kesimpulan : a. Hak Asasi Manusia bukanlah hak yang absolute, tetapi dalam pelaksanaannya dibatasi oleh hak hak orang lain, moral, keamanan dan ketertiban

b.Indonesia sebagai Negara hukum menjunjung tinggi hak asasi manusia, hal ini termuat dalam Pancasila yang sarat akan nilai nilai hak asasi manusia dan UUD 1945 yang memuat materi tentang HAM mulai dari pembukaan, penjelasan umum dan batang tubuhnya c.Penghargaaan dan Perlindungan HAM secara terinci termuat dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan dibentuknya lembaga lembaga yang berkaitan dengan penegakan HAM seperti KOMNAS HAM, Pengadilan HAM, Pengadilan HAM Ad Hoc dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Daftar Pustaka
Hambatan Penegakan HAM, Suara Karya: 14 Nopember 2003 Prinsip HAM, Pdf www.wikipedia.org

You might also like