You are on page 1of 11

Sesuai dengan struktur makalah ilmiah, batang tubuh yang dimaksud adalah terdiri dari: Pendahuluan 1.

Di dalam tambahan ditulis latar belakang singkt dari judul, yaitu kondisi-kondisi atau gejala-gejala yang muncul secara kronologis, alasan pemilihan judul, tujuan, manfaat, dan sebagainya. 2. Di dalam kegiatan tambahan dengan topik tersendiri dikemukakanhal-hal atau masalah-masalah yang ada. Isi Makalah 1. Di dalam makalah ditulis tindakan yang telah dilakukan, hal ini ditulis bila penulis melakukan tindakan-tindakan khusus dalam rangka berusaha memecahkan masalah, misalnya pengamatan lapangan atau melalui penelahaan keputusan atau hasil penelitian yang ada. 2. Evaluasi dan / atau pembahasan ditulis pula dalam isi makalah yaitu uraian buah pikiran penulis tentang apa saja yang telah diuraikan sebelumnya dengan cara berpikir deduktif dan induktif. Simpulan dan Saran 1. Simpulan pada bab yang terakhir ini biasanya hanya merupakan resume atau singkatan dari hasil-hasil evaluasi dan / atau pembahasan yang ada. 2. Saran-saran yang diajukan adalah tentang yang berhubungan dengan tindakantindakan dalam pemecahan masalah yang diuraikan secara singkat. Karena itu, saran-saran harus bersifat operasional. Daftar Pustaka. Daftar pustaka adalah bagian akhir dari struktur karya tulis ilmiah termasuk makalah.Tujuan utama daftar pustaka adalah memberi informasi tentang dari mana orang menemukan sumber.Daftar pustaka ditulis menurut abjad nama penulis tanpa mencantumkan gelar dan nomor urut. Hal-hal yang disebutka dalam daftar pustaka dan cara penulisannya sebagai berikut: 1. Untuk Buku, ditulis secara berurut sebagai berikut: o Nama penulis o Tahun penerbit o Judul buku o Tempat penerbitan o Nama penerbit Contoh: Beeby CER 1982. Pendidika Di Indonesia Penilaian Dan Perencanaan. Jakarta: LP3ES. George, Terry R. 1977. Principle of Management. Illions: Ichard D Irwin. Inc. 2. Untuk Jurnal, Bulletin, Majalah o Nama penulis o Tahun o Judul tulisan o Nama jurnal

Jilid (dan nomor bila ada) Contoh: Siregar KS 1982. Pendidikan tanaga Kerja Kejuruan Industri: Analisis Pendidikan. Tahun II No. 4 Hal. 20. 3. Referensi dan Kutipan. Semua sumber pustaka yang dikutip dan dijadikan referensinya harus disebutkan. Cara menyebutkan sumber tersebut adalah dengan menuliskan di dalam tanda kurung yaitu nama penulis, dan tahun publikasi, bilamana perlu dicantumkan pula situs yang dikutip. o Contoh 1 : Menurut teori konversi, peepaduan bakat yang dibawa dari lahir, dan pendidikan yang tepat adalah cara yang paling baik dalam proses pembentukan idividu dalam masyarakat (Mudi Yusuf, 1982: 12). Kadang-kadang nama penulis di sebutkan di luar tanda kurung, sedang yang ada didalam tanda kurung adalah tahun penerbitan. o Contoh 2: Whittaker (1970), berpendapat bahwa belajar adalah proses tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Sedangkan format danpenulisan kutipan langsung, tidak langsung, kutipan langsung dengan kata / kalimat yang dihilangkan, dan kutipan dari kutipan seperti yang diuraikan pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi UNIVERSITAS NEGERI Surabaya (1993: 18 -19) dapat dipakai, yaitu sebagai berikut: 1. Kutipan Langsung Kutipan langsung adalah kutipan yang diambil dari sumber tertentu tanpa mengubah kata dan susunan kalimatnya, kutipan langsung yang panjangnya empat baris atau kurang, ditulis biasa sebagai bagian Adari teks dan diletakkan diantara dua tanda petik. Di belakang kutipan, di dalam tanda kurung, ditulisakan nama keluarga penulis, tahun terbitan, dan nomor halaman pustaka yang dikutip. Lihat contoh satu diatas pada situs ini. Kutipan langsung yang panjangnya lebih dari empat baris, diketik dengan jarak satu spasi, dan diberi takuk lima ketukan dari tepi kiri dan tepi teks, tanpa tanda petik dan diikuti oleh identitas sumber yang dikutip seperti yang disebutkan diatas. 2. Kutipan Tidak Langsung Kutipan yang telah dirumuskan kembali oleh peneliti (penulis) disebut kutipan tidak langsung. Jika tidak perlu benar, penulis dianjurkan untuk merumuskan kutipan tidak langsung dan bukan kutipan langsung. Kutipan tidak langsung ditulis biasa sebagai bagian teks, berjarak dua spasi, diberi identitas sumber yang dikutip dengan menuliskan nama keluarga penulis, tahun terbit tanpa nomor halaman. 3. Kutipan Langsung Dengan Kata atau kalimat yang Dihilangkan Terkadang penulis merasa perlu menghilangkan kata atau kalimat pada kutipan langsung. Dalam hal yang seperti ini, kata atau kalimat yang dihilangkan diganti dengan tiga titik yang ditulis dalam jarak satu ketukan. Jika kata atau kalimat yang dihilangkan terletak pada akhir kalimat, maka jumlah titiknya bukan tiga melainkan empat. 4. Kutipan dari kutipan Jika penulis skripsi (makalah) akan mengutip pendapat seseorang dari suatu buku sumber, sedangkan penulis buku tersebut juga mengutip dari sumber lain, penulis skripsi
o

(makalah) dianjurkan untuk mencari buku sumber utamanya. Jika buku tersebut ditemukan, cara menilis kutipan dari kutipan tersebut adalah sebagai berikut: Menurut Gagne, seperti yang dikutip oleh Kardi (1990:10) belajar adalah "proses internal, aktif, individual, hasilnya berupa kemampuan".

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN KINERJA GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD NEGERI (SDN) DESA ROWOSARI KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2011
y y
Posted by: amirul bahri el-pemalang on: 25/07/2011 In: Karya Ilmiyah Comment!

Oleh: Amirul Bakhri (105112007) A. Latar Belakang Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru sebagi subyek pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutupendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang berkembang. Lengkapnya hasil studi itu adalah : di 16 negara sedang berkembang, guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri, kontribusi guru adalah 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19% (Dedi Supriadi, 1999: 178). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2002: 42) menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%. Guru sebagai ujung tombak dalam meningkatkan mutu pendidikan perlu meningkatkan diri mereka Berkaitan dengan peningkatan kemampuan guru lahirlah Surat Keputusan Mendikbud Nomor 0854/U/1989 tanggal 30 Desember 1989 yang merupakan upaya peningkatan kualitas kemampuan sumber daya manusia (SDM) pada dunia pendidikan. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut tersurat bahwa prasyarat bagi guru Sekolah Dasar (SD) di masa mendatang diharapkan memiliki ijazah Diploma 2 (D2) atau yang disetarakan dengan D2 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Dewasa ini guru SD menyadari pentingnya meningkatkan SDM dalam pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari semangat mereka untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Fenomena tersebut bisa kita lihat dari semangat dan banyaknya guru yang sedang menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan mereka sanggup untuk mengeluarkan biaya sendiri yang tidak sedikit jumlahnya. Dengan meningkatnya kualitas guru yakni peningkatan pendidikan mereka dan meningkatnya kinerja guru dalam mengajar akan berpengaruh terhadap motivasi siswa SD dalam belajar di kelas. B. Pembatasan Masalah Mengingat adanya berbagai macam keterbatasan yang ada pada peneliti, maka penelitian ini hanya dibatasi pada pengaruh tingkat pendidikan dan kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri (SDN) Desa Rowosari Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang Tahun 2011. C. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Adakah pengaruh positif dan signifikan dari tingkat pendidikan guru terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri (SDN) Desa Rowosari Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang Tahun 2011.

2. Adakah pengaruh positif dan signifikan dari kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri (SDN) Desa Rowosari Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang Tahun 2011. 3. Adakah pengaruh positif dan signifikan dari tingkat pendidikan guru dan kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri (SDN) Desa Rowosari Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang Tahun 2011. D. Kajian Teori 1. Tingkat Pendidikan Guru SD Latar belakang pendidikan para guru SD terdiri dari beberapa jenjang pendidikan. Di antaranya adalah D2, Sarjana Muda dan Sarjana (S1). Berdasarkan kurikulum SD, beberapa jenis tingkat pendidikan kurang sesuai dengan bidang tugas sebagai guru kelas di SD. Program penyetaraan D2 adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualifikasi guru SD bagi mereka yang masih berpendidikan setingkat SLTA menjadi setingkat D2 lewat Program Penyetaraan D2 PGSD. Melalui program ini diharapkan para guru SD dapat meningkatkan kualitas dan kemampuan profesi guru melalui peningkatan akademis dari setingkat SLTA menjadi setara D2 tanpa meninggalkan tugas sehari-hari sebagai seorang guru. Dengan demikian, walaupun mereka ditugaskan untuk belajar tetapi masih tetap diwajibkan untuk melaksanakan tugas, atau dengan kata lain tidak meninggalkan tugas sebagai guru. Mereka diharapkan mengikuti program ini tanpa mengganggu dan meninggalkan tugas pokok sehari-hari, oleh karena itu program ini menggunakan pendekatan pendidikan belajar jarak jauh (Depdikbud, 1992). Pelaksanaan proses belajar mengandalkan pada proses belajar mandiri dengan didukung oleh kegiatan tutorial. Sasaran dari program penyetaraan adalah meningkatkan kualitas dan kemampuan guru SD agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan pola hidup dan pola pikir manusia yang selaras dengan perkembangan ilmu dan teknologi (Depdikbud, 1993 :44). Sementara itu, latar belakang pendidikan S1 di SD pada saat ini masih banyak yang belum relevan dengan bidang pengajaran di SD. Pendidikan S1 (bukan S1 PGSD) kurikulumnya tidak mengacu pada pendidikan dasar, tetapi mengacu pada pendidikan menengah. Mereka hanya mempunyai satu keahlian bidang studi, misalnya sosial politik, Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Bimbingan dan Penyuluhan (BP), Ekonomi, Sejarah, Bahasa Indonesia, Matematika, Administrasi Pendidikan, atau Geografi. Pendidikan ini memang tidak mempersiapkan sebagai guru kelas melainkan sebagai guru bidang studi pada pendidikan menengah. Kurikulum jenjang pendidikan ini sebenarnya untuk mendidik guru profesional jenjang sekolah menengah (Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) & Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA) dengan spesialis pada bidang studi tertentu (Gaffar, 1994: 45). 2. Kinerja Guru Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah variabel guru. Guru mempunyai pengaruh yang cukup dominan terhadap kualitas pembelajaran, karena gurulah yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di kelas, bahkan sebagai penyelenggara pendidikan di sekolah. Menurut Dedi Supriadi (1999: 178), di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Faktor guru yang paling dominan mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kinerja guru. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2002: 42) menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%. Menurut Cruickshank, kinerja guru yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap proses pembelajaran adalah kinerja guru dalam kelas atau teacher classrroom performance (Cruickshank, 1990: 5). Berdasarkan pendapat tersebut di atas diketahui bahwa kinerja guru merupakan faktor yang dominan dalam menentukan kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan sikap dan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Kinerja guru yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa adalah kinerja guru dalam kelas.

Meningkatnya kualitas pembelajaran, akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru. Istilah kinerja dimaksudkan sebagai terjemahan dari istilah performance. Menurut Kane (1986:237), kinerja bukan merupakan karakteristik seseorang, seperti bakat atau kemampuan, tetapi merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kinerja merupakan perwujudan dar kemampuan dalam bentuk karya nyata. Kinerja dalam kaitannya dengan jabatan diartikan sebagai hasil yang dicapai yang berkaitan dengan fungsi jabatan dalam periode waktu tertentu (Kane, 1986:237). Suryadi Prawirosentono (1999: 2) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka upaya mencapai tujuan secara legal. Menurut Muhammad Arifin (2004: 9), kinerja dipandang sebagai hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi. Kemampuan menunjuk pada kecakapan seseorang dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu, sementara motivasi menunjuk pada keingingan (desire) individu untuk menunjukkan perilaku dan kesediaan berusaha. Orang akan mengerjakan tugas yang terbaik jika memiliki kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas itu dengan baik. Berdasarkan ungkapan tersebut di atas berarti kinerja guru (teacher performance) berkaitan dengan kompetensi guru, artinya untuk memiliki kinerja yang baik guru harus didukung dengan kompetensi yang baik. Tanpa memiliki kompetensi yang baik seorang guru tidak akan mungkin dapat memiliki kinerja yang baik. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik belum tentu memiliki kinerja yang baik. Kinerja guru sama dengan kompetensi plus motivasi untuk menunaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Oleh karena itu, kinerja guru merupakan perwujudan kompetensi guru yang mencakup kemampuan dan motivasi untuk menyelesaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Sementara itu, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kinerja guru adalah kemampuan guru untuk mendemontrasikan berbagai kecakapan dan kompetensi yang dimilikinya (Depdiknas, 2004 : 11). Esensi dari kinerja guru tidak lain merupakan kemampuan guru dalam menunjukkan kecakapan atau kompetensi yang dimilikinya dalam dunia kerja yang sebenarnya. Dunia kerja guru yang sebenarnya adalah membelajarkan siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Menurut pasal 28 ayat 3 PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan pasal 10 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru terdiri dari: a) kompetensi pedagogik; b) kompetensi kepribadian; c) kompetensi profesional; dan, d) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Keempat kompetensi tersebut yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas secara langsung adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disusun rumusan kompetensi guru SD yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas. Rumusan tersebut difokuskan pada kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Adapun rumusan kompetensi guru SD yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas adalah: a. menguasai bidang studi atau bahan ajar,

b. memahami karakteristik peserta didik, c. menguasai pengelolaan pembelajaran, d. menguasai metode dan strategi pembelajaran, e. menguasai penilaian hasil belajar siswa. 3. Motivasi Belajar Siswa Motivasi belajar siswa memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap keberhasilan proses maupun hasil belajar siswa. Salah satu indikator kualitas pembelajaran adalah adanya semangat maupun motivasi belajar dari para siswa. Ormrod menguraikan bagaimana pengaruh motivasi terhadap kegiatan belajar sebagai berikut. Motivation has several effect on students learning and behavior:It directs behavior toward particular goal.It leads to increased effort and energy. Itincreases initiation of, and persistence in activities.It enhances cognitive processing. It lead to improved performance (Ormrod, 2003: 368 -369). Motivasi memiliki pengaruh terhadap perilaku belajar siswa, yaitu motivasi mendorong meningkatnya semangat dan ketekunan dalam belajar. Motivasi belajar memegang peranan yang penting dalam memberi gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar yang pada akhirnya akan mampu memperoleh prestasi yang lebih baik. Dalam pengertian umum, motivasi merupakan daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas guna mencapai tujuan tertentu. Woolfolk & Nicolich (1984: 270), menyatakan bahwa motivasi pada umumnya didefinisikan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. McClelland dalam Teevan dan Birney (1964: 98) mengartikan motif sebagai suatu dorongan yang menggerakan, mengarahkan dan menentukan atau memilih perilaku. Pengertian tersebut memandang motif dan motivasi dalam pengertian yang sama karena definisinya mengandung pengertian sebagai konsep, sebagai pendorong serta menggambarkan tujuan dan perilaku. Manullang (1991: 34) menyatakan bahwa motif adalah suatu faktor internal yang menggugah, mengarahkan dan mengintegrasikan tingkah laku seseorang yang didorong oleh kebutuhan, kemauan dan keinginan yang menyebabkan timbulnya suatu perasaan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu potensi yang ada pada individu yang sifatnya laten atau potensi yang terbentuk dari pengalaman, sedangkan motivasi adalah kondisi yang muncul dalam diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan kejadian-kejadian yang diamati oleh individu, sehingga mendorong mengaktifkan perilaku menjadi tindakan nyata. McClelland (1977: 13 30) mengemukakan empat model motif, yaitu: 1) the survival motive model, 2) the stimulus intensity model, 3) the stimulus pattern model, dan 4) the affective arousal model. The survival motive model atau motif yang dipakai untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Motif ini bersumber pada kebutuhan-kebutuhan individu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan biologis, seperti makan dan minum. Kebutuhan seperti itu akan dapat mendorong individu aktif berbuat untuk memenuhinya. The stimulus intensity model merupakan motif yang bersumber pada tingkat rangsangan yang dihadapi individu. Teori ini mengatakan bahwa motif atau dorongan untuk berbuat timbul karena adanya rangsangan yang kuat. Ini berarti agar timbul dorongan untuk berbuat harus ada rangsangan yang kuat. The stimulus pattern model merupakan motif yang didasarkan pada pola rangsangan di dalam suatu situasi. Teori ini menyatakan bahwa motif timbul bila rangsangan situasi selaras dengan harapan dan tantangan organisme, dan bilamana rangsangan situasi berlawanan dengan harapan individu, maka akan menimbulkan pertentangan respon yang mengarah pada kekecewaan. The affective arousal model adalah teori motif yang mendasarkan diri pada pembangkitan afeksi, rangsangan atau situasi yang dihadapi individu dipasangkan dengan keadaan afeksi individu. Motif muncul karena adanya perubahan situasi afeksi individu. McClelland berasumsi bahwa setiap orang memiliki situasi-situasi afeksi yang menjadi dasar dari semua motif. Lebih lanjut, McClelland (1977: 28) menjelaskan bahwa perilaku manusia sangat berkaitan dengan

harapan (expectation). Harapan seseorang terbentuk melalui belajar. Suatu harapan akan selalu mengandung standar keunggulan (standard of exellence). Standar tersebut bisa berasal dari tuntutan orang lain atau lingkungan tempat seseorang dibesarkan. Oleh karena itu, standar keunggulan dapat merupakan kerangka acuan bagi seseorang pada saat ia belajar, mengerjakan suatu tugas, memecahkan masalah maupun mempelajari suatu kecakapan. McClelland (1987: 4) mengembangkan teori motivasinya sampai pada bentuk-bentuk pengembangan motivasi berprestasi (N-Ach) yang sangat populer, khususnya di kalangan enterpreneur. McClelland berhasil merumuskan ciriciri operasional perilaku individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan individu dengan motivasi berprestasi rendah. Mereka yang memiliki motivasi tinggi memiliki ciriciri sebagai berikut: 1) memperlihatkan berbagai tanda aktivitas fisiologis yang tinggi, 2) menunjukkan kewaspadaan yang tinggi, 3) berorientasi pada keberhasilan dan sensitif terhadap tanda-tanda yang berkaitan dengan peningkatan prestasi kerja, 4) memiliki tanggung jawab secara pribadi atas kinerjanya, 5) menyukai umpan balik berupa penghargaan dan bukan insentif untuk peningkatan kinerjanya, 6) inovatif mencari hal-hal yang baru dan efisien untuk peningkatan kinerjanya. E. Kerangka Pikir Tingkat pendidikan dan kinerja guru dalam kelas merupakan faktor yang dominan dalam menentukan motivasi belajar siswa serta kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi dan kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat dan motivasi dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru. F. Hipotesis Dari data-data di atas, guru SD yang berpendidikan tinggi atau setara, maka akan mempengaruhi motivasi belajar siswa. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara tingkat pendidikan guru dengan motivasi belajar siswa. Begitu juga dengan kinerja guru, dengan adanya kinerja guru yang meningkat akan mempengaruhi kualitas guru dalam mengajar. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kepemimpinan guru terhadap kualitas mengajar. G. Metode Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang. Pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Dari sejumlah kelas yang ada kemudian diundi untuk menentukan kelas sampel. Berdasarkan hasil undian diperoleh hasil kelas 8 sebagai kelas sampel, yang terdiri dari kelas1, 3 dan, kelas 5. Adapun dari ketiga kelas tersebut diperoleh 130 siswa sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket. Angket digunakan untuk mengungkap data tentang kinerja guru dan motivasi belajar siswa. Angket yang digunakan adalah model angket tertutup, artinya responden tinggal memilih alternatif yang telah disediakan. Responden pengumpulan data adalah siswa, baik untuk tingkat pendidikan guru, kinerja guru maupun motivasi belajar siswa. Penggunaan siswa sebagai responden untuk pengumpulan data tingkat pendidikan dan kinerja guru didasarkan pada asumsi bahwa proses pembelajaran dianggap sebagai sebagai sebuah produk jasa pendidikan yang harus berorientasi pada kepuasan konsumen (customer satisfaction). Konsumen dalam jasa pendidikan salah satunya adalah siswa. Siswa dianggap sebagai pihak yang paling banyak mengetahui tentang kinerja guru dalam kelas. Untuk memperoleh data tersebut, digunakan kuesioner dalam bentuk skala Likert, yang dikirim ke masing-masing responden. Skala ini berisi seperangkat pernyataan yang merupakan merupakan pendapat mengenai objek. Pertanyaanpertanyaan ini sebagian besar mengandung pendapat positif dan negatif. Responden diminta untuk menyatakan kesetujuan atau tidak kesetujuannya terhadap isi pertanyaan dalam lima macam kategori

jawaban yaitu sangat tinggi (ST), tinggi (T), tidak tahu (TT), rendah (R), sangat rendah (SR). Setiap jawaban yang diberikan, akan mendapatkan nilai sesuai dengan arah pernyataan sebagaimana dalam tabel berikut: Arah Pernyataan ST T TT R SR Positif 5 4 3 2 1 Negatif 1 2 3 4 5 Validitas instrumen dalam penelitian ini digunakan validitas konstruk (construct validity) atau ada juga yang menyebut dengan istilah logical validity. Pengujian validitas konstruk dilakukan dengan analisis faktor dengan cara menghitung koefisien korelasi (r) antara skor butir dengan skor total. Kriteria yang dijadikan dasar untuk melihat valid tidaknya sebuah butir instrumen adalah dengan melihat besarnya nilai r antara skor butir dengan skor total dengan ketentuan, apabila nilai r >0,3 berarti nomor butir tersebut dinyatakan valid (Fernandes, 1984:28). Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa dari 47 butir instrumen 3 butir dinyatakan tidak valid. Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan pengujian internal consistency dengan teknik Alpha Cronbach. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai koefisien Alpha Cronbach, sekurangkurangnya 0,7 (Kaplan, 1982: 106). Berdasarkan hasil analisis menunjukkan instrumen dinyatakan valid karena memiliki Koefisien Alpha lebih besar dari 0,7. Instrumen kinerja guru memiliki Koefisien Alpha = 0,9299, instrument motivasi belajar siswa memiliki Koefisien Alpha = 0,8965. H. Hasil Penelitian Hasil penelitian tentang pengaruh antara tingkat pendidikan guru dan kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang, dapat dilihat dalam tabel-tabel di bawah ini yaitu sebagai berikut: 1. Statistik Deskriptif Variable N Ter-tinggi Teren-dah Re-rata Va-rian Sim-pang Baku Ga-lat Baku Motivasi Belajar (Y) 50 5,000 1,000 3,780 1,644 1,282 0,181 Tingkat Pendidikan (X1) 50 5,000 3,000 4,240 0,553 0,744 0,105 Kinerja (X2) 50 5,000 3,000 4,620 0,322 0,567 0,080 2. Koefisien Regresi Model b t d.k. t-Kritis pada taraf signf. 50% Kesimpu-lan Konstan (a) -3,484 X1 0,805 4,139 47 2,012 Signifikan X2 0,833 3,266 47 2,012 Signifikan 3. Persamaan Regresi Y= a + b1.X1 + b2.X2 = -3,484 + 0,805 X1 + 0,833 X2 Y = nilai Y yang diprediksikan dari nilai X1 dan X2 a = intersep (nilai Y bila nilai X = 0) b1 = slop / regresi (nilai kenaikan / penurunan Y, bila nilai X1 naik satu tingkat) b2 = slop / regresi (nilai kenaikan / penurunan Y, bila nilai X2 naik satu tingkat) 4. Rangkuman Analisis Varian Sum-ber Jumlah Kua-drat (JK) Derajat Kebeba-san (DK) Rerata Kua-drat (RK) F F-Kritis Pada Taraf Signifik-ansi 50% Kesimpu-lan Regresi 34,663 2 17,331 17,740 3,195 Signifikan Residu 45,917 47 0,977 Total 80,580 49 Variable Dependen (Y) : Kualitas Mengajar 5. Sumbangan Pada Varian Motivasi Belajar Sumbangan Variable R Kua-drat F F-Kritis Pada Taraf Signifi-kansi 50% Kesimpulan Tingkat Pendidikan 0,301 20,653 4,043 Signifikan Kinerja 0,222 13,376 4,043 Signifikan

Tingkat Pendidikan dan Kinerja 0,430 17,740 3,195 Signifikan Kinerja Setelah Tingkat Pendidikan 0,129 10,668 4,047 Signifikan Tingkat Pendidikan Setelah Kinerja 0,208 10,668 4,047 Signifikan I. Kesimpulan Dari penelitian tentang pengaruh tingkat pendidikan guru dan kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SDN seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Adanya pengaruh yang sanagt tinggi antara tingkat pendidikan guru terhadap motivasi belajar siswa SDN seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang yaitu sebesar 20%. 2. Adanya pengaruh yang tinggi antara kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SDN seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang sebesar 13%. 3. Adanya pengaruh yang cukup tinggi antara tingkat pendidikan guru dan kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SDN seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang sebesar 17%. J. Daftar Rujukan Cruickshank, D.R. (1990). Research That Informs Teachers and Teacher Educators. Bloomington: Phi Delta Kappa Educational Foundation. Dale, Timpe A. (1987). The Art and Science of Bussiness Management Leadership. New York: Kend Publishing Inv. Dedi Supriadi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Pengembangan Perangkat Penilaian Kinerja Guru. Jakarta: Ditjen Dikti, Bagian Proyek P2TK. Depdikbud. (1993). Panduan Pemantapan Pengalaman Lapangan, Program Penyetaraan D-II Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka. G. Yulk. (1999). Leadership in Organization (Kepemimpinan Dalam Organisasi). Terj. Udaya. Jakarta: Prentice Hall Inc. Gaffar, F. (1994). Menyongsong Hari Esok. Edisi 4. Bandung: University Press. Gregor,Mc. (1960). The Human Side of Interprises. New York: Mc Graw Hill Book Company. Kane, J.S. (1986). Performance Distribution Assessment. Dalam Berk, R.A. (Eds). Performance assessment (pp. 237-273). Baltimore: The Johns Hopkins University Press Manullang. (1991). Pengembangan Motivasi Berprestasi. Jakarta: Pusat Produktivitas Nasional. Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. McClelland, D.C. (1977). The Achieving Society. New York: McMillan Publishing Co. Inc. Muhammad Arifin Ahmad. (2004). Kinerja Guru Pembimbing Sekolah Menengah Umum. Disertasi doktoral, tidak diterbitkan. Universitas Negeri Jakarta. Nana Sudjana. (2002). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Ormrod, J.E. (2003). Educational Psychology, Developing Learners. (4d ed.). Merrill: Pearson Education, Inc. Sahertian, P.A., & Sahertian, I.A. (1990). Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice Education. Jakarta: Rineka Cipta. Soelaiman, D.A. (1979). Pengantar Teori dan Praktek Pengajaran. Semarang: IKIP Semarang Pers. Usman, M.U. (1992). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya. W. Bennis, dan Nanus B. (1985). Visionary Lead, San Fransisco: Jossey Bass Publisher. Wolfolk A.E. & Nicolich, Cune L. (1984). Educational Psychology For Teachers. Englewood Cliffs : Prentice Hill Inc.

You might also like