You are on page 1of 73

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III

Drs. Salamoen Soeharyo, MPA Dra. Nasri Effendy, M.Sc

Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2006

Hak Cipta Pada : Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2006 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2005 2009 telah menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah: (1) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; (2) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia; serta (3) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan menjadi PNS. PNS memainkan peran dan tanggungjawabnya yang sangat strategis dalam mendorong dan mempercepat perwujudan visi tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS mengamanatkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan amanat PP 101 Tahun 2000 maka seorang CPNS harus mengikuti dan lulus Diklat Prajabatan sebagai syarat untuk dapat diangkat menjadi PNS. iii

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Jakarta LAN 2006 142 hlm: 15 x 21 cm ISBN: 979 8619 83 8

iv Untuk mempercepat upaya meningkatkan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dengan pengendalian kualitas dengan standar tertentu dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan dapat lebih menyebar disamping jumlah alumni yang berkualitas dapat meningkat pula. Standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran dan lain-lain sampai pada aspek administrasi seperti persyaratan peserta, administrasi penyelenggaraan, dan sebagainya. Dengan standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni diharapkan dapat lebih terjamin. Salah satu unsur Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan yang mengalami penyempurnaan antara lain modul atau bahan ajar untuk para peserta. Oleh karena itu, kami menyambut baik penerbitan modul yang telah disempurnakan ini, sebagai antisipasi dari perubahan lingkungan stratejik yang cepat dan luas diberbagai sektor. Dengan kehadiran modul ini, kami mengharapkan agar peserta Diklat dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali keluasan dan kedalaman substansinya bersama melalui diskusi sesama dan antar peserta dengan fasilitator para Widyaiswara dalam proses kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung. Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga buku hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................. DAFTAR ISI................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ..................................................... A. Deskripsi Singkat................................................. B. Manfaat Pembelajaran ......................................... C. Tujuan Pembelajaran ........................................... iii v 1 1 1 1

BAB II

SISTEM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA .................................. A. Pengertian ............................................................ B. Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan Negara........................................... C. Rangkuman.......................................................... D. Latihan/Diskusi.................................................... 4 6 6 3 3

BAB III Jakarta, Desember 2006

PENYELENGGARAAN TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) .......................................... A. Pengertian dan Pemahaman Tata Kepemerintahan Yang Baik 7

KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUNARNO

(Good Governance) ............................................. B. Upaya Mewujudkan Tata Kepemerintahan


v

vi

vii

Yang Baik (Good Governance) ........................... C. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah .......... D. Peradilan Tata Usaha Negara............................... E. Rangkuman .......................................................... F. Latihan .................................................................

10 18 24 26 28 BAB VI

D. Rangkuman.......................................................... D. Latihan.................................................................

85 87

HUBUNGAN PRESIDEN DENGAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA LAINNYA DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN

BAB IV

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN................................... A. Asas Peraturan Perundang-undangan .................. B. Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan ........................................... C. Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang ................................ D. Kerangka Peraturan Perundang-undangan........... E. Rangkuman .......................................................... F. Latihan ................................................................. 36 41 42 43 33 29 29

PEMERINTAHAN NEGARA ................................. A. Hubungan Presiden Dengan MPR....................... B. Hubungan Presiden Dengan DPR........................ C. Hubungan Presiden Dengan DPD ....................... D. Hubungan Presiden Dengan BPK........................ E. Hubungan Presiden Dengan MA......................... F. Hubungan Presiden Dengan MK......................... G. Hubungan Presiden Dengan Bank Indonesia............. H. Rangkuman.......................................................... I. Latihan.................................................................

88 88 89 90 90 91 91 92 93 93

BAB V

LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH ................ A. Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah ..................................... B. Urusan Pemerintah Yang Menjadi Kewenangan Daerah ............................................ C. Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat .................... D. Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah ................. E. Lembaga Perekonomian Negara..........................

44

BAB VII

PROSES MANAJEMEN PEMERINTAHAN .......... A. Perencanaan .........................................................

95 95 98 102 114 126 128

45

B. Pengorganisasian ................................................. C. Pelaksanaan .........................................................

48 51 74 81

D. Pengawasan ......................................................... E. Rangkuman.......................................................... F. Latihan.................................................................

viii

BAB VIII PENUTUP.................................................................. A. Tes........................................................................ B. Tindak Lanjut.......................................................

130 130 131

REFERENSI

.............................................................................

132

BAB I PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Mata Diklat Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia membahas pengertian sistem penyelenggaraan pemerintahan negara RI, penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (good governance), pembentukan peraturan perundang-undangan, lembaga-lembaga pemerintah, hubungan Presiden dengan lembaga-lembaga negara lainnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, dan proses manajemen pemerintahan dengan mengacu kepada UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.

B. Manfaat Pembelajaran
Dengan mempelajari mata Diklat ini peserta Diklat akan memperoleh pengetahuan tentang Pelaksanaan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan RI yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan tugas peserta.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu memahami hal ikhwal tentang sistem
1

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

penyelenggaraan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu: a. Menjelaskan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara; b. Menjelaskan tata kepemerintahan yang baik (good governance); c. Menjelaskan pembentukan peraturan perundangan; d. Menjelaskan lembaga-lembaga pemerintah; e. Menjelaskan hubungan Presiden dengan lembagalembaga negara lainnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara; f. Menjelaskan proses manajemen pemerintahan.

BAB II SISTEM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA

A. Pengertian
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara pada hakikatnya merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh Presiden sebagai pemegang kekuasaan Pemerintahan Negara. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara ialah sistem bekerjanya Pemerintahan sebagai fungsi yang ada pada Presiden. Pada dasarnya Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara tidak membicarakan Sistem Penyelenggaraan Negara oleh Lembaga-lembaga Negara secara keseluruhan. Dalam arti sempit, istilah Penyelenggaraan Negara tidak mencakup lembaga-lembaga Negara yang tercantum dalam UUD 1945. Sedangkan dalam arti luas, istilah penyelenggaraan negara mengacu pada tataran supra struktur politik (lembaga negara dan lembaga pemerintah), maupun pada tataran infrastruktur politik (organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan). Dengan demikian, yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara sebenarnya adalah mekanisme bekerjanya lembaga eksekutif, yang dipimpin oleh Presiden baik selaku Kepala Pemerintahan maupun sebagai Kepala Negara.

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

B. Penyelenggaraan Negara

Kekuasaan

Pemerintahan
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Menurut UUD 1945, Presiden adalah sebagai penyelenggara atau pemegang kekuasaan Pemerintahan Negara. Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Selain itu, dalam menjalankan fungsinya Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara, dimana setiap Menteri Negara membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Menteri-menteri Negara ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sebagai Kepala Lembaga Eksekutif atau Kepala Pemerintahan, Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Undang-undang sebagaimana mestinya. Presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai Kepala Negara, Presiden: 1. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut; 2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR; 3. Dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan

perubahan atau pembentukan Undang-undang harus dengan persetujuan DPR ; Menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-undang ; Mengangkat Duta dan Konsul. Dalam mengangkat Duta, memperhatikan pertimbangan DPR ; Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR ; Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA) ; Memberi abolisi dan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan DPR ; Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan Undang-undang ; Membentuk Dewan Pertimbangan yang bertugas memberi nasehat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dengan Undang-undang; Membahas rancangan Undang-undang untuk mendapatkan persetujuan bersama DPR; Mengesahkan Rancangan Undang-undang yang telah disetujui bersama DPR untuk menjadi Undang-undang. Dalam hal ikhwal kegentingan memaksa, Presiden berhak

11. 12. 13.

menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang; 14. Mengajukan Rancangan Undang-undang APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Dewan Perwakilan Daerah);

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah dipilih oleh DPR atas dasar pertimbangan DPD; 16. Menetapkan Calon Hakim Agung yang diusulkan Komisi Yudisial dan telah mendapat persetujuan DPR untuk menjadi Hakim Agung ; 17. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR ; 18. Menetapkan dan mengajukan anggota hakim konstitusi.

BAB III PENYELENGGARAAN TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)


A. Pengertian dan Pemahaman Kepemerintahan Yang Baik GOVERNANCE) Tata (GOOD

C. Rangkuman
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara tidak membicarakan sistem penyelenggaraan negara oleh lembagalembaga negara secara keseluruhan akan tetapi adalah membicarakan mekanisme bekerjanya lembaga-lembaga eksekutif yang dipimpin oleh Presiden baik selaku Kepala Pemerintahan maupun sebagai Kepala Negara. Sejalan dengan kemajuan masyarakat dengan peningkatan permasalahannya, birokrasi cenderung terus semakin besar. Akibatnya adalah timbul masalah kuantitas dan kualitas birokrasi yang semakin lama semakin serius, termasuk beban negara menjadi terus bertambah berat. Keadaan ini diperparah dengan datangnya era globalisasi, yang merupakan era semakin luas dan tajamnya kompetisi antar bangsa. Globalisasi menimbulkan masalah yang harus di atasi agar kepentingan nasional tidak dirugikan, di lain pihak menimbulkan pula peluang yang perlu dimanfaatkan untuk kemajuan dan kepentingan nasional. Namun hal itu tidak mungkin mampu dihadapi dan ditanggulangi lagi oleh pemerintah sendiri. ESCAP mengartikan governance sebagai proses pengambilan keputusan dan proses diimplementasikan atau tidak diimplementasikannya keputusan: the process of decision making and the process by which the decision are implemented (or not implemented). Istilah governance menurut ESCAP
7

D. Latihan/Diskusi
1. Apakah yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara? 2. Apa saja tugas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan sebagai Kepala Negara? 3. Mengapa Menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR?

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

dapat digunakan dalam beberapa konteks, seperti corporate governance, international governance, national governance dan local governance. Osborn dan Gaebler (1992: 24) mendefinisikan governance sebagai proses dimana kita memecahkan masalah kita bersama dan memenuhi kebutuhan masyarakat the process in which we solve our problem collectivelly and meet the society needs. Meuthia Ganie Rahman (Jakarta Post 26-10-1999: 2), mendefinisikan governance sebagai pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan negara dan sektor non pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Governance melibatkan berbagai pelaku, pelaku-pelaku yang berkepentingan atau stakeholder, yang pada dasarnya terdiri atas negara atau pemerintah dan non pemerintah atau masyarakat, yang tergantung dari permasalahan dan peringkat pemerintahannya dapat meliputi kalangan yang sangat luas dan beraneka ragam seperti organisasi politik, LSM, organisasi profesi, dunia usaha/swasta, koperasi, individu dan bahkan lembaga internasional. Oleh karena itu, UNDP (PT. Wahana, 1999: 14) juga menyebutkan bahwa governance yang baik sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sektor swasta dan masyarakat. Berhubung dengan keterlibatan berbagai pihak: negara, dunia usaha dan masyarakat tersebut, maka antara lain UNDP (ibid) mengemukakan ciri governance yang baik adalah:

1. Partisipasi, bahwa setiap warga negara baik langsung mau pun melalui perwakilan, mempunyai suara dalam pembuatan keputusan dalam pemerintahan; 2. Aturan hukum (rule of law), kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama untuk hak asasi manusia; 3. Transparansi, yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Informasi dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan serta dapat dipahami dan dimonitor; 4. Ketanggapan (responsiviness), yang berarti bahwa berbagai upaya lembaga dan prosedur-prosedur harus berupaya untuk melayani setiap stakeholder dengan baik, aspiratif; 5. Orientasi pada konsensus. Governance yang baik menjadi perantara kepentingan-kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas; 6. Kesetaraan (equity). Semua warga negara, mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan atau mempertahankan kesejahteraannya; 7. Efektifitas dan efisiensi, penggunaan sumber-sumber daya secara berhasilguna dan berdayaguna. Demikianlah kini istilah good governance telah menjadi perhatian orang dimana-mana. Dalam bahasa Indonesia telah ada tiga terjemahan untuk governance: kepemimpinan (Sofyan Effendi, lihat Bintoro), pengelolaan (Sofyan Wanandi; Meuthia Ganie Rachman) dan

10

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

11

penyelenggaraan (Bondan Gunawan). Mengingat istilah governance dapat digunakan dalam beberapa konteks seperti dikemukakan oleh ESCAP di atas, dan untuk negara/pemerintah mestinya public governance, maka istilah pengelolaan dan penyelenggaraan nampaknya lebih tepat. Akan tetapi dikaitkan dengan istilah yang ada dalam UUD 1945 penyelenggara negara dan penyelenggara pemerintahan negara nampaknya untuk kita, dalam penyelenggaraan negara/ pemerintahan, lebih baik governance diterjemahkan sebagai penyelenggaraan. BAPPENAS, melalui Tim Pengembangan Kebijakan Nasional menyatakan bahwa istilah tata kepemerintahan yang baik mulai banyak dikenal di tanah air sejak tahun 1997, ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia. Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif sesuai dengan cita-cita terbentuknya suatu masyarakat madani. Selain sebagai suatu konsepsi tentang penyelenggaraan peme rintahan, tata kepemerintahan yang baik juga merupakan suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah, dunia usaha/swasta, dan masyarakat.

tidak singkat karena diperlukan pembelajaran, pemahaman, serta implementasi nilai-nilai tata kepemerintahan yang baik secara utuh oleh seluruh komponen bangsa termasuk oleh aparatur pemerintah dan masyarakat luas. Di samping itu, perlu adanya kesepakatan bersama serta rasa optimistik yang tinggi dari seluruh komponen bangsa bahwa penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik dapat diwujudkan demi pencapaian masa depan bangsa dan negara yang lebih baik. Untuk itu, Bappenas melalui Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik, menyatakan bahwa dalam upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip Tata Kepemerintahan Yang Baik dengan indikator minimal dan perangkat pendukung indikatornya sebagai berikut:

1. Wawasan Kedepan (Visionary):


a. Indikator Minimal: 1) Adanya visi dan strategi yang jelas dan mapan dengan menjaga kepastian hukum; 2) Adanya kejelasan setiap tujuan kebijakan dan program; 3) Adanya dukungan dari pelaku untuk mewujudkan visi. b. Perangkat Pendukung Indikator: 1) Peraturan/kebijakan yang memberikan kekuatan hukum pada visi dan strategi; 2) Proses penentuan visi dan strategi secara partisipatif.

B. Upaya Mewujudkan Tata Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)


Upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik membutuhkan komitmen kuat, daya tahan, dan waktu yang

12

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

13

2. Keterbukaan dan Transparansi (Openness and Transparancy)


a. Indikator Minimal: 1) Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan publik; 2) Adanya akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu. Perangkat Pendukung Indikator: 1) Peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi; 2) Pusat/balai informasi ; 3) Website (e-government, e-procurement, dsb); 4) Iklan layanan masyarakat ; 5) Media cetak ; 6) Papan pengumuman. Indikator Minimal: 1) Adanya pemahaman penyelenggara negara tentang proses/metode partisipatif; 2) Adanya pengambilan keputusan yang didasarkan atas konsensus bersama. b. Perangkat Pendukung Indikator: 1) Pedoman pelaksanaan proses partisipatif; 2) Forum konsultasi dan temu publik, termasuk forum stakeholder ; 3) Media massa nasional maupun media lokal sebagai sarana penyaluran aspirasi masyarakat; b.

4) Mekanisme/peraturan untuk kepentingan yang beragam.

mengakomodasi

4. Tanggung Gugat (Accountability): a. Indikator Minimal: 1) Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan; 2) Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan. b. Perangkat Pendukung Indikator: 1) Mekanisme pertanggungjawaban; 2) Laporan tahunan; 3) Laporan pertanggungjawaban; 4) Sistem pemantauan kinerja penyelenggara negara; 5) Sistem pengawasan; 6) Mekanisme reward and punishment. Indikator Minimal: 1) Adanya kepastian dan penegakkan hukum; 2) Adanya penindakan setiap pelanggar hukum; 3) Adanya pemahaman mengenai pentingnya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan. Perangkat Pendukung Indikator: 1) Sistem yuridis yang terpadu/terintegrasi (kepolisian, kejaksaan, pengadilan); 2) Reward and punishment yang jelas bagi aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, kehakiman);

b.

5. Supremasi Hukum (Rule of Law):


a.

3. Partisipasi masyarakat (Participation):


a.

14

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

15

3) Sistem pemantauan lembaga peradilan yang objektif, independen, dan mudah diakses publik (ombudsman); 4) Sosialisasi mengenai kesadaran hukum.

6. Demokrasi (Democracy):
a. Indikator Minimal: 1) Adanya kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan berorganisasi; 2) Adanya kesempatan yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk memilih dan membangun konsensus dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Perangkat Pendukung Indikator: Peraturan yang menjamin adanya hak dan kewajiban yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk turut serta dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.

8. Daya Tanggap (Responsiveness): a. Indikator Minimal: 1) Tersedianya layanan pengaduan dengan prosedur yang mudah dipahami oleh masyarakat; 2) Adanya tindak lanjut cepat dari laporan dan pengaduan. b. Perangkat Pendukung Indikator: 1) Standar pelayanan publik; 2) Prosedur dan layanan pengaduan hotlin ; 3) Fasilitas komunikasi dan informasi.

b.

9. Keefesienan dan Effectiveness):


a.

Keefektifan

(Efficiency

and

7. Profesionalisme dan Kompetensi (Profesionalism and Competency):


a. Indikator Minimal: 1) Berkinerja tinggi; 2) Taat asas; 3) Kreatif dan inovatif; 4) Memiliki kualifikasi di bidangnya. b. Perangkat Pendukung Indikator: 1) Standar kompetensi yang sesuai dengan fungsinya; 2) Kode etik profesi; 3) Sistem reward and punishment yang jelas; 4) Sistem pengembangan SDM; 5) Standar dan indikator kinerja.

Indikator Minimal: 1) Terlaksananya administrasi penyelenggaraan negara yang berkualitas dan tepat sasaran dengan penggunaan sumber daya yang optimal; 2) Adanya perbaikan berkelanjutan; 3) Berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan fungsi organisasi/unit kerja. Perangkat Pendukung Indikator: 1) Standar dan indikator kinerja untuk menilai efisiensi dan efektifitas pelayanan; 2) Survei-survei kepuasan stakeholders. Indikator Minimal: Adanya kejelasan pembagian tugas dan wewenang dalam berbagai tingkatan jabatan.

b.

10. Desentralisasi (Decentralization):


a.

16

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

17

b.

Perangkat Pendukung Indikator: Peraturan perundang-undangan mengenai: 1) Struktur organisasi yang tepat dan jelas; 2) Job description (uraian tugas) yang jelas.

12. Komitmen
a.

pada

Pengurangan

Kesenjangan

(Commitment to Reduce Inequality):


Indikator Minimal: 1) Adanya langkah-langkah atau kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat yang kurang mampu (subsidi silang, affirmative action, dan sebagainya); 2) Tersedianya layanan-layanan/fasilitas-fasilitas khusus bagi masyarakat tidak mampu; 3) Adanya kesetaraan dan keadilan gender; 4) Adanya pemberdayaan kawasan tertinggal. Perangkat Pendukung Indikator: 1) Peraturan-peraturan yang berpihak pada pember dayaan gender, masyarakat kurang mampu, dan kawasan tertinggal; 2) Program-program pemberdayaan gender, masyara kat kurang mampu, dan kawasan tertinggal.

11. Kemitraan Dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (Private Sector and Civil Society Partnership):
a. Indikator Minimal: 1) Adanya pemahaman aparat pemerintah tentang pola kemitraan; 2) Adanya lingkungan yang kondusif bagi masyarakat kurang mampu (powerless) untuk berkarya; 3) Terbukanya kesempatan bagi masyarakat/dunia usaha swasta untuk turut berperan dalam penyediaan pelayanan umum; 4) Adanya pemberdayaan institusi ekonomi lokal/usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi. b. Perangkat Pendukung Indikator: 1) Peraturan-peraturan dan pedoman yang mendorong kemitraan pemerintah-dunia usaha swastamasyarakat; 2) Peraturan-peraturan yang berpihak pada masyarakat kurang mampu; 3) Program-program pemberdayaan.

b.

13. Komitmen pada Lingkungan Hidup (Commitment to Environmental Protection):


a. Indikator Minimal: 1) Adanya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan/konservasinya; 2) Penegakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan; 3) Rendahnya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan; 4) Rendahnya tingkat pelanggaran perusakan lingkungan.

18

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

19

b.

Perangkat Pendukung Indikator: 1) Peraturan dan kebijakan yang menjamin perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dan ling kungan hidup; 2) Forum kegiatan peduli lingkungan ; 3) Reward and punishment dalam pemanfaatan sumber daya dan perlindungan lingkungan hidup.

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. 1. Pengertian Akuntabilitas Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggung jawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Berdasarkan pengertian ini, maka semua instansi pemerintah, badan dan lembaga negara di pusat dan daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing harus memahami lingkup akuntabilitasnya masing-masing, karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan juga kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan. 2. Prinsip-Prinsip Akuntabilitas Dalam pelaksanaan akuntabilitas di lingkungan instansi pemerintah, perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel; b. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

14. Komitmen pada Pasar Yang Fair (Commitment to Fair Market):


a. Indikator Minimal: 1) Tidak ada monopoli; 2) Berkembangnya ekonomi masyarakat; 3) Terjaminnya iklim kompetisi yang sehat. Perangkat Pendukung Indikator: Peraturan-peraturan mengenai persaingan usaha yang menjamin iklim kompetisi yang sehat.

b.

C. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah


Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggung jawab, telah diterbitkan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Pelaksanaannya lebih lanjut didasarkan atas Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara (Keputusan Kepala LAN No. 589/ IX/6/4/1999 dan telah dirubah dengan Keputusan Kepala LAN No. 239/IX/6/8/2003).

20

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

21

c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan; d. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh; e. Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas. Di samping itu, akuntabilitas kinerja harus pula menyajikan penjelasan tentang deviasi antara realisasi kegiatan dengan rencana serta keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pengukuran kinerja dimulai dari perencanaan strategis dan berakhir dengan penyerahan laporan akuntabilitas kepada pemberi mandat (wewenang). Dalam pelaksanaan akuntabilitas ini, diperlukan pula perhatian dan komitmen yang kuat dari atasan langsung instansi yang memberikan akuntabilitasnya, lembaga perwakilan dan lembaga pengawasan, untuk mengevaluasi akuntabilitas kinerja instansi yang bersangkutan.

tuntutan perkembangan lingkungan strategis, nasional dan global. Analisis terhadap lingkungan organisasi, baik internal maupun eksternal merupakan langkah yang sangat penting dalam memperhitungkan kekuataan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan tantangan/kendala (threats) yang ada. Analisis terhadap unsur-unsur tersebut sangat penting dan merupakan dasar bagi perwujudan visi dan misi serta strategi instansi pemerintah. Dengan perkataan lain, perencanaan strategis yang disusun oleh suatu instansi pemerintah harus mencakup: (1) pernyatan visi, misi, strategi, dan faktor-faktor keberhasil an organisasi; (2) rumusan tentang tujuan, sasaran dan uraian aktivitas organisasi; dan (3) uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Dengan visi, misi, dan strategi yang jelas maka diharapkan instansi pemerintah akan dapat menyelaraskan dengan potensi, peluang dan kendala yang dihadapi. Perencanaan strategis bersama dengan pengukuran kinerja serta evaluasinya merupakan rangkaian sistem pengukuran kinerja yang penting.

4. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Sebenarnya pengukuran kinerja punya makna ganda, yaitu pengukuran kinerja sendiri dan evaluasi kinerja. Untuk melaksanakan kedua hal tersebut, terlebih dahulu harus ditentukan tujuan dari suatu program secara keseluruhan. Setelah program didesain, haruslah sudah

3. Perencanaan Strategis
Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah perencanaan strategis merupakan langkah awal untuk melaksanakan mandat. Perencanaan strategis instansi pemerintah memerlukan integrasi antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya lain agar mampu menjawab

22

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

23

termasuk penciptaan indikator kinerja atau pengukuran keberhasilan pelaksanaan program, sehingga dengan demikian dapat diukur dan dievaluasi tingkat keberhasilan nya. Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dengan akuntabilitas. Suatu instansi pemerintah dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti atau indikator-indikator atau ukuran-ukuran pencapaian yang mengarah pada perencanaan misi. Tanpa adanya pengukuran kinerja sangat sulit dicari pembenaran yang logis atau pencapaian misi organisasi instansi. Sebaliknya dengan disusunnya perencanaan strategis yang jelas, perencanaan operasional yang terukur, maka dapat diharapkan tersedia pembenaran yang logis dan argumentasi yang memadai untuk mengatakan suatu pelaksanan program berhasil atau tidak. Dalam pengukuran kinerja perlu adanya: a. Penetapan Indikator Kinerja Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifi kasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data/informasi untuk menentukan capaian tingkat kinerja kegiatan/program. b. Penetapan Capaian Kinerja Penetapan capaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui dan menilai capaian indikator kinerja pelaksanaan kegiatan/program dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh suatu instansi pemerintah.

5. Evaluasi Kinerja
Setelah tahap pengukuran kinerja dilalui, berikutnya adalah tahap evaluasi kinerja. Tahapan ini dimulai dengan menghitung nilai capaian dari pelaksanaan perkegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung capaian kinerja dari pelaksanaan program didasarkan pembobotan dari setiap kegiatan yang ada di dalam suatu program.

6. Pelaporan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) harus disampaikan oleh instansi-instansi dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Penyusunan laporan harus mengikuti prinsip-prinsip yang lazim, suatu laporan harus disusun secara jujur, objektif dan transparan. Di samping itu perlu pula diperhatikan prinsip-prinsip: a. Prinsip pertanggungjawaban, sehingga harus cukup jelas halhal yang dikendalikan maupun yang tidak dikendalikan oleh pihak yang melaporkan harus dapat di mengerti pembaca laporan; b. Prinsip pengecualian, yang dilaporkan yang penting dan terdepan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang bersangkutan instansi yang bersangkutan seperti keberhasilan dan kegagalan, perbedaan realisasi dan target; c. Prinsip manfaat yaitu manfaat laporan harus lebih besar daripada biaya penyusunan.

24

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

25

Selanjutnya, perlu pula diperhatikan beberapa ciri laporan yang baik seperti relevan, tepat waktu, dapat dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat), dalam bentuk yang menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif), berdaya banding tinggi, berdayasaing, lengkap, netral, padat dan terstandarisasi. Agar LAKIP dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan keunikan masing-masing instansi pemerintah. Penyeragaman ini paling tidak dapat mengurangi perbedaan cara pengkajian yang cenderung menjauhkan pemenuhan prasyarat minimal akan informasi yang seharusnya dimuat dalam LAKIP. Penyeragaman juga dimaksudkan untuk pelaporan yang bersifat rutin, sehingga perbandingan atau evaluasi dapat dilakukan secara memadai. LAKIP dapat dimasukkan dalam ketegori laporan rutin, karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihakpihak yang berkepentingan setahun sekali.

pemerintahan negara yang dianut dalam UUD 1945, melalui aparaturnya di bidang Tata Usaha Negara, Pemerintah diharuskan berperan aktif dan positif. Pemerintah wajib secara terus menerus membina, menyempurnakan, dan menertibkan aparatur tersebut agar menjadi aparatur yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa yang dalam melaksanakan tugasnya selalu berdasarkan hukum dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian bagi masyarakat. Sadar terhadap peran aktif dan positif tersebut di atas, Pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah untuk menghadapi timbulnya benturan kepentingan, perselisihan atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat. Sengketa yang terjadi antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga negara ini disebut sengketa Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara melengkapi 3 peradilan lain yang sudah lama ada di bawah Mahkamah Agung yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Militer, sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman berdasarkan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

D. Peradilan Tata Usaha Negara


Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang dinamis, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, serta tertib. Dalam tata kehidupan yang demikian itu, dijamin persamaan warga negara di dalam hukum. Dalam usaha mewujudkan tujuan tersebut di atas, sesuai dengan sistem

26

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

27

Kehakiman. PTUN diciptakan untuk menyelesaikan sengketa antara Pemerintah dengan warga Negaranya. Dalam hal ini sengketa timbul sebagai akibat dari adanya tindakan-tindakan Pemerintah yang melanggar hak warga negaranya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PTUN diadakan dalam rangka memberi perlindungan kepada rakyat. Dengan kata lain tujuan PTUN sebenarnya tidak semata-mata untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, melainkan juga untuk melindungi hak-hak masyarakat. Di samping itu dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara yang bersih, efisien dan efektif telah dikembangkan pula berbagai pengawasan. Keseluruhan sistem pengawasan tersebut akan diuraikan dalam Bab VII.

Indonesia baik dalam era reformasi maupun sebelum reformasi. Kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan dalam era reformasi seperti TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; UU No. 28 Tahun 1999 yang juga tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Adapun peraturan perundangan yang dikeluarkan pemerintah sebelum era reformasi yang berkaitan dengan upaya perwujudan tata kepemerintahan yang baik adalah UU No. 8 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. Sedangkan Peradilan Tata Usaha Negara ini dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa antara Pemerintah dengan warga negaranya yang mencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Jadi PTUN dibentuk sebenarnya untuk memberi perlindungan kepada hak warga negara dan masyarakat.

E. Rangkuman
Penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik sudah menjadi suatu tuntutan dan kebutuhan universal yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik membutuhkan komitmen kuat, daya tahan, waktu yang relatif panjang. Karena itu diperlukan pembelajaran, pemahaman, serta implementasi nilai-nilai tata kepemerintahan yang baik secara utuh oleh seluruh komponen bangsa termasuk oleh aparatur pemerintah dan masyarakat luas. Berbagai kebijakan pendukung untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik telah dikeluarkan pemerintah

28

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

F. Latihan
1. Penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (good governance) perlu melibatkan semua pihak yang terkait (stakeholder) yang pada dasarnya terdiri dari 3 sektor. Apa saja sektor-sektor itu dan jelaskan peranan masing-masing sektor tersebut! 2. Apakah prinsip-prinsip penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (good governance) ini menurut UNDP? 3. Menurut Bappenas apa saja upaya yang diperlukan untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik di Indonesia? Sebutkan pula prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan beserta indikator-indikator minimal dan perangkat pendukung indikatornya! 4. Apa pengertian akuntabilitas yang resmi dianut pemerintah dan apa prinsip-prinsipnya? 5. Mengapa Peradilan Tata Usaha Negara juga merupakan upaya yang diperlukan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik?

BAB IV PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


Peraturan Perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Keseluruhan aspek penyelenggaraan pemerintahan negara dalam pelaksanaannya diatur dengan dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan untuk: 1. Menjamin kepastian hukum, karena Indonesia adalah negara hukum; 2. Melindungi masyarakat dari tindakan aparatur dan pihak lain yang sewenang-wenang; 3. Melindungi aparatur dari tindakan masyarakat yang melawan hukum.

A. Asas Peraturan Perundang-Undangan


Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik yang meliputi:

1. Kejelasan Tujuan
Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

29

30

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

31

2. Kelembagaan atau Organisasi Pembentuk yang Tepat


Setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

7. Keterbukaan
Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demi kian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan. Sedangkan materi muatan Peraturan perundang-undangan mengandung asas:

3. Kesesuaian antara Jenis dan Materi Muatan


Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.

1.

Pengayoman
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.

4. Dapat Dilaksanakan
Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

2.

Kemanusiaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

5. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan


Setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3.

Kebangsaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.

6. Kejelasan Rumusan
Setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundangundangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

4.

Kekeluargaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

32

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

33

5.

Kenusantaraan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

10. Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan.


Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

6.

Bhinneka Tunggal Ika


Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

B. Jenis Dan Hierarkhi Peraturan PerundangUndangan


1. Jenis
Dalam ketentuan Pasal 7 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis peraturan perundang-undangan meliputi: UUD Negara RI 1945; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; dan Peraturan Daerah. Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana tersebut di atas, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun jenis peraturan perundang-undangan selain sebagimana tersebut di atas, antara lain adalah peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh MPR; DPR; DPD; MA; MK; BPK; Gubernur BI; Menteri; DPRD Provinsi; DPRD Kabupaten/Kota; Gubernur; Bupati/Walikota; Kepala Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh

7.

Keadilan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

8. Kesamaan Kedudukan Pemerintahan

Dalam

Hukum

dan

Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain; agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

9.

Ketertiban dan Kepastian Hukum


Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

34

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

35

Undang-undang atau Pemerintah atas perintah Undangundang; Kepala Desa atau yang setingkat.

2. Hierarki
Yang dimaksud hierarki adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarkinya. Hierarki peraturan perundang-undangan sesuai dengan Pasal 7 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 adalah: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan yang harus diatur dengan UU atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang adalah: hak-hak

asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara; pelaksanaan dan penegakkan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; wilayah negara dan pembagian daerah; kewarganegaraan dan kependudukan; dan keuangan negara. c. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang undangan yang ditetapkan oleh Presiden berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mesti nya. d. Peraturan Presiden Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh UU atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. e. Peraturan Daerah Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah yang dimaksud meliputi: 1) Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur. Termasuk dalam Peraturan Daerah

36

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

37

2)

3)

Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua; Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota bersama Bupati/Walikota; Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

lingkup atau obyek yang akan diatur, dan jangkauan dan arah pengaturan. Untuk pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan yang akan dituangkan dalam RUU, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa penyusunan UU wajib mengkonsultasikan terlebih dahulu konsep tersebut dengan Menteri Kehakiman (dalam Kabinet Indonesia Bersatu: Menteri Hukum dan HAM) dan Pimpinan lembaga lainnya yang terkait. Apabila keharmonisan, kebulatan dan kemantapan konsepsi tidak dapat dihasilkan dalam forum konsultasi, maka Menteri Kehakiman dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa bersama-sama Menteri Sekretaris Negara melaporkannya kepada Presiden untuk mendapatkan keputusan. Sebaliknya dalam hal telah diperoleh keharmonisan, kebulatan dan kemantapan konsepsi, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa secara resmi mengajukan permintaan persetujuan prakarsa penyusunan RUU kepada Presiden.

C. Tata Cara Mempersiapkan Rancangan UndangUndang


Tata cara mempersiapkan RUU diatur dalam Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998. Dalam Keppres ini diatur tentang Prakarsa Penyusunan RUU; Panitia Antar Departemen dan Lembaga; Konsultasi RUU; Penyampaian RUU kepada DPR; Tata Cara Pembahasan RUU yang disusun oleh DPR; Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan UndangUndang.

1. Prakarsa Penyusunan RUU


Menteri atau pimpinan LPND selanjutnya disebut Pimpinan Lembaga dapat mengambil prakarsa penyusunan RUU untuk mengatur masalah yang menyangkut bidang tugasnya. Prakarsa ini wajib dimintakan persetujuan lebih dahulu kepada Presiden dengan dilengkapi penjelasan mengenai konsepsi pengaturan yang meliputi: latar belakang dan tujuan penyusunan; sasaran yang ingin diwujudkan; pokok pikiran,

2. Panitia Antar Departemen dan Lembaga


Berdasarkan persetujuan dari Presiden atas prakarsa penyusunan RUU, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa membentuk Panitia Antar Departemen dan

38

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

39

Lembaga yang diketuai pejabat yang ditunjuk untuk menyusun RUU tersebut. Permintaan keanggotan Panitia dilakukan langsung oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa kepada Menteri Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, Menteri atau Pimpinan Lembaga yang terkait dengan materi yang akan diatur. Surat keputusan Pembentukan Panitia Antar Departemen dan Lembaga ditetapkan paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya surat Menteri Sekretaris Negara mengenai persetujuan pemrakarsa. Kepala Biro Hukum atau Kepala Satuan Kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang perundang-undangan pada Departemen atau Lembaga pemrakarsa, secara fungsional bertindak sebagai Sekretaris Panitia Antar Departemen.

Penyampaian pendapat dan pertimbangan dilakukan paling lambat 30 hari kerja sejak diterimanya pemintaan pendapat dan pertimbangan tersebut. Apabila RUU tersebut telah memperoleh kesepakatan, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa mengajukan RUU tersebut kepada Presiden. Kemudian Menteri Sekretaris Negara melaporkan RUU kepada Presiden dan sekaligus mempersiapkan Amanat Presiden bagi penyampaiannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

4. Penyampaian RUU kepada DPR


Dalam Amanat Presiden kepada pimpinan DPR ditegaskan hal-hal yang dianggap perlu, antara lain: a. Sifat penyelesaian RUU yang dikehendaki ; b. Cara penanganan atau pembahasannya, dalam hal RUU yang disampaikan lebih dari satu ; c. Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan RUU di DPR. Amanat Presiden disampaikan juga kepada Wakil Presiden, para Menteri Koordinator, Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemrakarsa dan Menteri Kehakiman (dalam Kabinet Indonesia Bersatu, 2004-2009 disebut Menteri Hukum dan HAM). Apabila dalam pembahasan di DPR terdapat masalah yang bersifat prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi

3. Konsultasi RUU
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa menyampaikan RUU yang dihasilkan Panitia kepada Menteri Kehakiman dan Menteri atau Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait, untuk memperoleh pendapat dan pertimbangan terlebih dahulu. Pendapat dan pertimbangan dapat pula dimintakan kepada Perguruan Tinggi dan organisasi di bidang sosial, politik, profesi atau kemasyarakatan lainnya sesuai kebutuhan.

40

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

41

serta arah RUU, Menteri yang mewakili Presiden wajib terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden dengan disertai saran pemecahan yang diperlukan untuk memperoleh keputusan.

7. Ketentuan Lain-Lain
Persetujuan pemrakarsa penyusunan RUU juga merupakan persetujuan bagi penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Keputusan Presiden (Perpres) dan peraturan lainnya, yang pelaksanaannya dilakukan sebagai satu kesatuan kegiatan. Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya diselesaikan paling lambat satu tahun setelah pengundangan UU yang bersangkutan.

5. Tata Cara Pembahasan RUU Yang Disusun dan Disampaikan Oleh DPR.
RUU yang disusun oleh DPR dan disampaikan kepada Presiden dilaporkan oleh Menteri Sekretaris Negara disertai saran mengenai Menteri yang akan ditugasi untuk mengkoordinasikan pembahasannya dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga lain yang terkait. Tata cara selanjutnya sama seperti tata cara yang telah disebutkan pada butir 2, 3, dan 4.

D. Kerangka Peraturan Perundang-Undangan


Kerangka peraturan perundang-undangan terdiri atas: judul, pembukaan, batang tubuh, penutup, penjelasan (jika diperlukan) dan lampiran (jika diperlukan).

6. Pengesahan, Pengundangan & Penyebarluasan UU


Menteri Sekretaris Negara menyiapkan naskah RUU yang telah disetujui DPR dan selanjutnya diajukan kepada Presiden guna memperoleh pengesahan (persetujuan bersama). Bila RUU yang telah disetujui tersebut tidak ditanda-tangani Presiden dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, maka RUU tersebut tetap sah dan menjadi UU dan wajib diundangkan. Kemudian Menteri Sekretaris Negara mengundangkan UU tersebut dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara. Sedangkan Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa berkewajiban secepatnya menyebar luaskan jiwa, semangat dan substansi UU tersebut kepada masyarakat.

1. Judul
a. Judul memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan dan nama Peraturan Perundang-undangan ; Nama peraturan perundang-undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan isi peraturan perundangundangan; Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan ditengah marjin tanpa diakhiri tanda baca.

b.

c.

2. Pembukaan
a. Frase Dengan Rahmat Tuhan YME; b. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan; c. Konsiderans;

42

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

43

d. Dasar Hukum; e. Diktum.

hierarkinya, dan tata cara mempersiapkan rancangan undangundangnya.

3. Batang Tubuh
a. b. c. d. e. Ketentuan Umum; Materi Pokok Yang Diatur; Ketentuan Pidana (jika diperlukan); Ketentuan Peralihan (jika diperlukan); Ketentuan Penutup.

F. Latihan
1. Apakah konsekuensi bahwa Indonesia adalah negara hukum dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara? 2. Apa perlunya ada ketetapan tentang Hierarki Peraturan Perundang-undangan? 3. Dalam strata kebijakan publik, kebijakan Menteri adalah kebijakan pelaksanaan, sebagai penjabaran kebijakan umum yang ditetapkan oleh Presiden. Bagaimana dalam hubungannya dengan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan? 4. Mengapa dalam penyusunan RUU dan RPP semua instansi terkait perlu diikutsertakan?

4. Penutup
a. Penjelasan (jika diperlukan); b. Lampiran (jika diperlukan).

E. Rangkuman
Keseluruhan aspek penyelenggaraan pemerintahan negara dalam pelaksanaannya diatur dengan dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan agar ada jaminan kepastian hukum, ada perlindungan masyarakat dari tindakan aparatur dan pihak lain yang sewenang-wenang dan juga agar aparatur terlindungi dari tindakan masyarakat yang melawan hukum. Oleh karena itu, agar setiap peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga-lembaga negara atau pejabat yang berwenang berkualitas dan tidak bertentangan satu sama lain maka dalam pembentukannya perlu memperhatikan asas pembentukan, asas tentang materi muatannya, jenis dan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

45

BAB V LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH


Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, pemerintah membentuk lembaga-lembaga pemerintahan seperti Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Lembaga-Lembaga lainnya. Pada dasarnya lembaga-lembaga pemerintah ini dapat dibagi dua, yaitu lembaga-lembaga pemerintah tingkat Pusat dan lembaga-lembaga pemerintah tingkat Daerah. Lembaga-lembaga penyelengara pemerintahan negara tersebut merupakan aparatur pemerintah atau disebut juga sebagai birokrasi pemerintah. Presiden bersama-sama lembaga-lembaga pemerintah menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Tugas umum pemerintahan adalah tugas-tugas atau urusan-urusan pemerintahan yang sejak dahulu dilaksanakan oleh pemerintah dimana saja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, seperti pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penyelenggaraan pendidikan, pelayanan kesehatan dan lain-lain. Sedangkan tugas pembangunan adalah tugas-tugas atau urusanurusan dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan. Dengan adanya lembaga-lembaga pemerintah ini, maka urusanurusan pemerintahan akan terbagi habis ke dalam lembaga lembaga pemerintahan yang ada. Akan tetapi tidak harus setiap urusan pemerintahan diwadahi dalam satu lembaga pemerintahan.
44

A. Urusan Pemerintahan Kewenangan Pemerintah

Yang

Menjadi

Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah adalah urusan-urusan yang menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Urusan pemerintahan yang menjadi Urusan Pemerintah tersebut adalah: 1. Politik Luar Negeri, antara lain meliputi: a. Mengangkat pejabat politik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional; b. Menetapkan kebijakan luar negeri; c. Melaksanakan perjanjian dengan negara lain; d. Menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri. 2. Pertahanan, antara lain meliputi: a. Mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata; b. Menyatakan damai dan perang; c. Menyatakan negara atau sebagai wilayah negara dalam keadaan bahaya; d. Membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan; e. Menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara. 3. Keamanan, antara lain meliputi: a. Mendirikan dan membentuk kepolisian negara; b. Menetapkan kebijakan keamanan nasional; c. Menindak setiap orang yang melanggar hukum negara;

46

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

47

d. Menindak kelompok atau setiap organisasi yang kegiatannya melanggar keamanan negara. 4. Moneter dan Fiskal, antara lain: a. Mencetak uang dan menentukan nilai mata uang; b. Menetapkan kebijakan moneter; c. Mengendalikan peredaran uang. 5. Yustisi, antara lain: a. Mendirikan lembaga peradilan; b. Mengangkat hakim dan jaksa; c. Mendirikan lembaga permasyarakatan; d. Menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberi grasi, amnesti, abolisi, membentuk UndangUndang, Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional. 6. Agama, antara lain: a. Menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional; b. Memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama; c. Menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan. Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian

urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota. Dengan kata lain bahwa Pemerintah dapat: a. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; b. Melimpahkan sebagai urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah; atau c. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan dengan berdasarkan asas tugas pembantuan. Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota, maka disusun kriteria yang meliputi: eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan. Kriteria Eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan Kabupaten/Kota, apabila regional menjadi kewenangan Provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan Pemerintah.

48

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

49

Kriteria Akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin. Kriteria Efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

B. Urusan Pemerintahan Kewenangan Daerah

Yang

Menjadi

Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: 1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

Perencanaan, pemanfataan, dan pengawasan tata ruang; Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; Penyediaan sarana dan prasarana umum; Penanganan bidang kesehatan; Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/ kota; Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/ kota; Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; Pengendalian lingkungan hidup; Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/ kota; Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; Pelayanan administrasi umum pemerintahan; Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

50

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

51

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: 1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2. Perencanaan, pemanfataan, dan pengawasan tata ruang; 3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum; 5. Penanganan bidang kesehatan; 6. Penyelenggaraan pendidikan; 7. Penanggulangan masalah sosial; 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan; 9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah; 10. Pengendalian lingkungan hidup; 11. Pelayanan pertanahan; 12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14. Pelayanan administrasi penanaman modal; 15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan 16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Gambar V.1: Pembagian Urusan Pemerintahan Provinsi, Kabupaten/Kota

Sumber: Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

C. Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat


Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dikatakan bahwa Pemerintah Pusat atau Pemerintah adalah Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan negara RI. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, lembaga-lembaga pemerintah tingkat pusat meliputi: Kementerian Negara, Lembaga

52

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

53

Pemerintah Non Departemen (LPND), Kesekretariatan yang membantu Presiden; Kejaksaan Agung; Perwakilan RI di Luar Negeri; Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara RI (Polri); Badan/Lembaga Ekstra Struktural.

1. Kementerian Negara
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara, disebutkan bahwa Kementerian Negara terdiri dari Kementerian Koordinator, Kementerian Negara yang berbentuk Departemen dan Kementerian Negara. a. Kementerian Koordinator Kedudukan Kementerian Koordinator adalah unsur pelaksana Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Koordinator yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas Kementerian Koordinator mempunyai tugas membantu Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensikronkan pelaksanaan kebijakan di bidangnya. Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Koordinator menyelenggarakan fungsi: Kementerian

1) Koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan di bidangnya; 2) Sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya; 3) Pengendalian penyelenggaraan kebijakan, sebagai mana dimaksud pada huruf 1) dan 2); 4) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; 5) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; 6) Pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh Presiden; 7) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Dalam Kabinet Indonesia Bersatu di bawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada tiga Kementerian Koordinator, yaitu: Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; dan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. a). Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengkoordinasikan: Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan; Departemen Hukum dan HAM; Kejaksaan Agung; BIN; TNI; POLRI; dan Instansi yang dianggap perlu. b). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan: Departemen Keuangan; Depar

54

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

55

temen Energi dan SDM; Departemen Perindustrian; Departemen Perdagangan; Departemen Pertanian; Departemen Kehutanan; Departemen Perhubungan; Departemen Kelautan dan Perikanan; Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Kominfo; Kementerian Negara Ristek; Kementerian Negara Koperasi dan UKM; Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal; dan Instansi yang dianggap perlu. c). Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mengkoordinasikan: Departemen Kesehatan; Departemen Diknas; Departemen Sosial; Departemen Agama; Departemen Kebudayaan dan Pariwisata; Kementerian Negara Lingkungan Hidup; Kementerian Negara PP; Kementerian Negara PAN; Kementerian Negara Perumahan Rakyat; Kementeri an Negara Pemuda dan Olah Raga; dan Intansi lain yang dianggap perlu. Susunan Organisasi Kementerian Koordinator dibantu oleh: 1) Sekretariat Kementerian Koordinator; 2) Deputi; 3) Staf Ahli; 4) Di lingkungan Kementerian Koordinator dapat diangkat tiga orang Staf Khusus Menteri (Perpres No.62 Tahun 2005).

b. Departemen Kedudukan Departemen adalah unsur pelaksana Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas Departemen mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan. Fungsi Dalam pelaksanaan tugasnya, Departemen menyelenggarakan fungsi: 1) Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidangnya; 2) Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya; 3) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; 4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; 5) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009) ada 20 (dua puluh) Departemen, yaitu: 1) Departemen Dalam Negeri; 2) Departemen Luar Negeri; 3) Departemen Pertahanan; 4) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia; 5) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral;

56

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

57

6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20)

Departemen Perindustrian; Departemen Perdagangan; Departemen Pertanian; Departemen Kehutanan; Departemen Perhubungan; Departemen Kelautan dan Perikanan; Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Kesehatan; Departemen Pendidikan Nasional; Departemen Sosial; Departemen Agama; Departemen Kebudayaan dan Pariwisata; Departemen Komunikasi dan Informatika; Departemen Keuangan.

6) Staf Ahli; 7) Di lingkungan Departemen dapat diangkat 3 (tiga) orang Staf Khusus Menteri (Perpres No.62 Tahun 2005). Departemen yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada Daerah dapat membentuk Instansi Vertikal yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Departemen secara selektif dapat membentuk UPT sebagai pelaksana tugas teknis operasional dan/atau tugas teknis penunjang. c. Kementerian Negara Kedudukan Kementerian Negara adalah unsur pelaksana pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas Kementerian Negara mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara. Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Negara menyelenggarakan fungsi: 1) Perumusan kebijakan nasional di bidangnya; 2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya; 3) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang mengabdi tanggung jawabnya;

Susunan Organisasi Departemen terdiri dari: 1) Menteri; 2) Sekretariat Jenderal, bertugas melaksanakan pembinaan dan koordinasi pelaksanan tugas dan administrasi Departemen; 3) Direktorat Jenderal, bertugas melaksanakan rumusan dan pelaksanaan kebijakan serta standardisasi teknis di bidangnya; 4) Inspektorat Jenderal, bertugas melaksanakan pengawasan fungsional; 5) Badan dan/atau Pusat;

58

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

59

4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; 5) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan perimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Berdasarkan Perpres No. 62 Tahun 2005, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kementerian Negara Perumahan Rakyat, dan Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga, di samping melaksanakan fungsi-fungsi sebagaimana tersebut di atas, juga melaksanakan fungsi teknis pelaksanaan/fungsi operasionalisasi kebijakan di bidang masing-masing. Dalam Kabinet Indonesia Bersatu, Kementerian Negara terdiri dari: 1) Kementerian Negara Riset dan Teknologi; 2) Kementerian Negara Koperasi dan UKM; 3) Kementerian Negara Lingkungan Hidup; 4) Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan; 5) Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara; 6) Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal; 7) Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas (Kepres No. 171/M/ Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Kepres No. 187/M/Tahun 2005); 8) Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara;

9) Kementerian Negara Perumahan Rakyat; 10) Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga. Susunan Organisasi Kementerian Negara dibantu oleh: 1) Sekretariat Kementerian Negara; 2) Deputi; 3) Staf Ahli; 4) Dilingkungan Kementerian Negara dapat diangkat 3 (tiga) orang Staf Khusus Menteri (Perpres No. 62 Tahun 2005). d. Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) LPND diatur dengan Keppres No. 103 Tahun 2001 yang telah enam kali mengalami perubahan terakhir perubahannya dengan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005. Kedudukan LPND dalam Pemerintahan Negara RI adalah lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. LPND berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas LPND mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Perpres No. 11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima atas Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang

60

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

61

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND, pada Pasal 3 menyebutkan bahwa LPND terdiri dari: 1) Lembaga Administrasi Negara (LAN); 2) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI); 3) Badan Kepegawaian Negara (BKN); 4) Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas); 5) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); 6) Badan Pusat Statistik (BPS); 7) Badan Standarisasi Nasional (BSN); 8) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN); 9) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN); 10) Badan Intelijen Negara (BIN); 11) Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG); 12) Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN); 13) Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN); 14) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL); 15) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); 16) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); 17) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); 18) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM); 19) Badan Pertanahan Nasional (BPN); 20) Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM); 21) Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS);

22) Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Sesuai dengan Perpres No. 64 Tahun 2005, masingmasing LPND melaksanakan tugasnya dikoordinasikan oleh Menteri, yang meliputi: 1) Menteri Dalam Negeri bagi BPN; 2) Menteri Pertahanan bagi LEMHANAS dan LEMSANEG; 3) Menteri Perdagangan bagi BKPM; 4) Menteri Kesehatan bagi BPOM dan BKKBN; 5) Menteri Pendidikan Nasional bagi PERPUSNAS; 6) Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara bagi LAN, BKN, BPKP, dan ANRI; 7) Menteri Negara Riset dan Teknologi bagi LIPI, LAPAN, BPPT, BATAN, BAPETEN, BAKOSUR TANAL, dan BSN; 8) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional bagi BPS; 9) Menteri Perhubungan bagi BMG. Dalam Keppres No. 103 Tahun 2001, Susunan Organisasi LPND diatur sebagai berikut: 1) 2) 3) Kepala; Bila dipandang perlu Kepala dapat dibantu oleh seorang Wakil Kepala; Sekretariat Utama, sebagai pelaksana fungsi staf/penunjang dan mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan dan pengendalian terhadap program

62

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

63

4)

5)

administrasi dan sumber daya yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Utama; Deputi, pelaksana fungsi lini dan membawahi direktorat dan/atau pusat. Direktorat digunakan sebagai nomenklatur unit yang fungsinya Pembinaan. Sedangkan Pusat untuk unit yang fungsinya pelaksanaan; Unit pengawasan dapat berbentuk Inspektorat Utama atau Inspektur, dan bertugas untuk melaksanakan pengawasan fungsional.

administrasi kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara. Sekretariat Kabinet dipimpin oleh Sekretaris Kabinet. f. Kejaksaan Agung Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang. Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan. Pelaksanaan kekuasaan negara bidang penuntutan ini diselenggarakan oleh Kejaksaaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri. Kejaksaan Agung berkedudukan di Ibukota Negara RI dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara RI. Kejaksaan Tinggi berkedudukan di Ibukota Provinsi dan dasar hukumnya meliputi wilayah Provinsi. Kejaksaan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupa ten/Kota yang dasar hukumnya meliputi wilayah daerah kabupaten/kota yang dasar hukumnya meliputi wilayah daerah kabupaten/kota. Dalam hal tertentu di daerah hukum kejaksaan negeri dapat dibentuk cabang Kejaksaan Negeri.

e. Kesekretariatan Yang Membantu Presiden 1) Sekretariat Negara Berdasarkan Kepres No. 117 Tahun 2000, Sekre tariat negara adalah lembaga pemerintah yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas untuk memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara. Sekretariat Negara dipimpin oleh Sekretaris Negara. 2) Sekretariat Kabinet Berdasarkan Kepres No. 111 Tahun 2000, Sekretariat Kabinet adalah lembaga pemerintah yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas memberikan dukungan staf dan pelayanan

64

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

65

a. Tugas dan Wewenang Umum 1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: a) Melakukan penuntutan; b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan putusan lepas bersyarat; d) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan UU; e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan kepengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. 3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: a) Peningkatan kesadaran hukum; b) Pengamanan kebijakan penegakkan hukum; c) Pengawasan peredaran barang cetakan;

d) Pengawasan aksi kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara; e) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; f) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal. 4) Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang. 5) Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi NAD sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Khusus Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang: 1) Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakkan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan. 2) Mengefektifkan proses penegakkan hukum yang diberikan oleh Undang-undang. 3) Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. 4) Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara.

66

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

67

5) Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana. 6) Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah NKRI karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. g. Perwakilan RI di Luar Negeri Perwakilan RI di luar negeri adalah satu-satunya Aparatur yang mewakili kepentingan Negara RI secara keseluruhan di negara lain atau pada Organisasi Internasional, dan dapat berupa Kedutaan Besar RI (KBRI), Konsulat Jenderal RI (KONJENRI), Konsulat RI, Perutusan Tetap RI (PTRI) pada PBB maupun Perwakilan RI tertentu yang bersifat sementara. Perwakilan RI terdiri atas Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsulat. 1) Perwakilan Diplomatik Cakupan kegiatan Perwakilan Diplomatik menyangkut semua kepentingan Negara RI dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara penerima atau yang bidang kegiatannya meliputi bidang kegiatan suatu Organisasi Internasional. Perwakilan Diplomatik terdiri atas Kedutaan Besar RI dan Perwakilan Tetap RI yang dipimpin oleh seorang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh dan bertanggung jawab kepada

Presiden selaku Kepala Negara melalui Menteri Luar Negeri. Tugas Pokok Perwakilan Diplomatik adalah mewakili Negara RI dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara penerima atau Organisasi Internasional serta melindungi segenap kepentingan negara dan warga negara RI di negara penerima sesuai dengan kebijakan pemerintah yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk hukum dan tata cara hubungan internasional. 2) Perwakilan Konsuler Kegiatan Perwakilan Konsuler meliputi semua kepentingan negara RI di bidang konsuler dan mempunyai wilayah kerja tertentu dalam wilayah negara penerima. Perwakilan Konsuler terdiri atas Konsulat Jenderal RI dan Konsulat RI yang dipimpin oleh Konsul Jenderal dan Konsul, yang bertanggung jawab kepada Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, bertanggung jawab langsung kepada Menteri Luar Negeri. Tugas Pokok Perwakilan Konsuler adalah mewakili negara RI dalam melaksanakan hubungan konsuler dengan negara penerima di bidang perekonomian, perdagangan, perhubungan, kebudayaan dan ilmu

68

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

69

pengetahuan serta mengeluarkan izin prinsip penanaman modal asing di Indonesia untuk Menteri Luar Negeri atas nama Menteri yang bertanggung jawab di bidang investasi sesuai dengan kebijakan pemerintah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. h. Tentara Nasional Indonesia (TNI) Peran, tugas, susunan dan kedudukan TNI secara pokokpokoknya diatur dalam TAP No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; TAP No. VII/ MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan kemudian diatur dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Kedudukan Sesuai dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 kedudukan TNI diatur sebagai berikut: 1) Dalam pengesahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. 2) Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi; TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan. TNI terdiri dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugasnya secara merata atau gabungan di bawah

pimpinan Panglima. Tiap-tiap angkatan (AD, AL, dan AU) mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat. Peran TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Fungsi Sebagai alat pertahanan negara, TNI berfungsi sebagai: 1) penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. 2) penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagai mana tersebut butir 1. 3) pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, TNI merupakan komponen utama Sistem Pertahanan Negara. Tugas Pokok TNI mempunyai tugas pokok untuk: 1) menegakkan kedaulatan Negara; 2) mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; 3) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

70

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

71

Susunan Organisasi Organisasi TNI terdiri dari: 1) Markas Besar TNI yang membawahkan: Markas Besar TNI Angkatan Darat, Markas Besar TNI Angkatan Laut, dan Markas Besar TNI Angkatan Udara; 2) Markas Besar TNI terdiri dari: Unsur Pimpinan, Unsur Pembantu Pimpinan, Unsur Pelayanan, Badan Pelaksana Pusat, dan Komando Utama Operasi; 3) Markas Besar Angkatan terdiri atas Unsur Pimpinan, Unsur Pembantu Pimpinan, Unsur Pelayanan, Badan Pelaksana Pusat, dan Komando Utama Pembinaan. TNI dipimpin oleh seorang Panglima yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan DPR. Angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan dan berkedudukan di bawah Panglima serta bertanggung jawab kepada Panglima. Kepala Staf Angkatan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Panglima. i. Kepolisian Negara RI (POLRI) Peran, tugas, susunan dan kedudukan POLRI, sebagaimana TNI secara pokok-pokoknya diatur dalam TAP No. VI/MPR/2000 dan TAP No. VII/MPR/2000. Kemudian diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peran dan Tugas POLRI POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Selain tugas pokok tersebut di atas, POLRI juga melaksanakan tugas bantuan: 1) dalam keadaan darurat memberikan bantuan kepada TNI yang diatur dengan undang-undang; 2) turut secara aktif dalam tugas-tugas penanggulangan kejahatan internasional sebagai anggota International Criminal Police Organization Interpol; 3) membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia (peace keeping operation) di bawah bendera PBB. Susunan dan Kedudukan POLRI: 1) POLRI merupakan Kepolisian

Nasional

yang

organisasinya disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah; 2) POLRI berada di bawah Presiden; 3) POLRI dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara RI (KAPOLRI) yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR;

72

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

73

4) Anggota POLRI tunduk pada kekuasaan peradilan umum. j. Lembaga Kepolisian Nasional 1) Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara RI dibantu oleh Lembaga Kepolisian Nasional, yang dibentuk oleh Presiden yang diatur dengan undang-undang. 2) Lembaga Kepolisian Nasional memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian KAPOLRI. Keikutsertaan POLRI dalam penyelenggaraan negara: 1) POLRI bersikap netral dalam politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politis praktis; 2) Anggota POLRI dapat menduduki jabatan diluar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. k. Badan / Lembaga Ekstra Struktural Badan/Lembaga Ekstra Struktural pada dasarnya adalah badan/lembaga yang bersifat penunjang dan/atau pelengkap tatanan organisasi pemerintahan yang melaksanakan fungsi-fungsi khusus di bidang tertentu untuk menunjang pelaksanaan urusan pemerintahan. Badan/ Lembaga ini secara organik tidak termasuk dalam struktur organisasi Kementrian Negara (Kementerian Koordinator, Departemen, Kementerian Negara) dan atau LPND. Badan/Lembaga Ekstra

Struktural dapat dipimpin atau di Ketuai oleh Menteri, bahkan Presiden atau Wakil Presiden. Badan/Lembaga ini mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang signifikan terletak pada dasar hukum pembentukannya. Nomenklatur yang digunakan juga beragam seperti: Dewan, Badan, Komisi, Komite, Lembaga, dan Tim. Badan/Lembaga Ekstra Struktural yang terbentuk: 1) Dewan, antara lain: Dewan Ekonomi Nasional, Dewan Ketahanan Pangan, Dewan Maritim Nasional, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. 2) Badan, antara lain: Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS PBP), Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BKPTKI), Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, Badan Pertimbangan dan Pendidikan Nasional. 3) Komisi, antara lain: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Ombudsman, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). 4) Komite, antara lain: Komite Kebijakan Sektor Keuangan, Komite Nasional Keselamatan

74

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

75

Transportasi, Komite Olah Raga Nasional, Komite Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran. 5) Lembaga, antara lain: Lembaga Sensor Film, Lembaga Koordinasi Pangan Dalam Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.

D. Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah


Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sedangkan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian lembaga pemerintah tingkat daerah disebut perangkat daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kepala Daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari: 1. Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam Lembaga Sekretariat. 2. Unsur pendukung tugas Kepala Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah. 3. Unsur pelaksana urusan daerah, diwadahi dalam Lembaga Dinas Daerah. Perangkat Daerah Provinsi terdiri dari: 1. Sekretariat Daerah;

2. Sekretariat DPRD; 3. Dinas Daerah; dan 4. Lembaga Teknis Daerah. Perangkat Daerah Kabupaten / Kota, terdiri atas: 1. Sekretariat Daerah; 2. Sekretariat DPRD; 3. Dinas Daerah; 4. Lembaga Teknis Daerah; 5. Kecamatan; dan 6. Kelurahan. Sekretariat Daerah Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/ Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan dan karena kedudukannya Sekretaris Daerah sebagai pembina Pegawai Negeri Sipil di daerahnya. Sekretaris Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.

76

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

77

Sekretariat DPRD Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD. Tugas Sekretaris DPRD adalah: 1. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD; 2. Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD; 3. Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; 4. Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat DPRD secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Dinas Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas. Kepala Dinas diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

daerah yang bersifat spesifik. Lembaga teknis daerah berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Badan, Kantor, atau Rumah Sakit Umum Daerah masing-masing dipimpin oleh Kepala yang diangkat oleh Kepala Daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. Kepala Badan, Kepala Kantor, atau Kepala Rumah Sakit Umum Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Kecamatan Kecamatan dibentuk di wilayah Kebupaten/Kota dengan peraturan daerah (Perda) dengan berpedoman pada peraturan pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Di samping itu, Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi: 1. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; 2. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentuan dan ketertiban umum; 3. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakkan peraturan perundang-undangan;

Lembaga Teknis Daerah Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan

78

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

79

4. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; 5. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; 6. Membina penyelenggaraan pemerintahan dasar dan/atau kelurahan; 7. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan daerah atau kelurahan. Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Camat dibantu oleh Perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. Perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada Camat. Kelurahan Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan peraturan daerah (Perda) pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/ Walikota. Di samping itu, Lurah mempunyai tugas: 1. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan; 2. Pemberdayaan masyarakat;

3. Pelayanan masyarakat; 4. Penyelenggaraan ketentuan dan ketertiban umum; 5. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Lurah dibantu oleh perangkat kelurahan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Perangkat kelurahan bertanggung jawab kepada Lurah. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas lurah, pada kelurahan dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Akan tetapi tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk atau diwadahi dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi atau susunan organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor: 1. Kemampuan keuangan; 2. Kebutuhan daerah;

80

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

81

3. Cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan; 4. Jenis dan banyaknya tugas; 5. Luas wilayah kerja dan kondisi geografis; 6. Jumlah dan kepadatan penduduk; 7. Potensi daerah yang bertahan dengan urusan yang akan ditangani; 8. Sarana dan prasarana penunjang tugas. Dengan demikian kebutuhan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak selalu sama. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu (beban tugas, cakupan wilayah, jumlah pegawai) dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (catatan: pada waktu penulisan modul ini Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah adalah PP No. 8 Tahun 2003 dalam proses Revisi karena akan disesuaikan dengan makna Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan kondisi obyektif lainnya). Pengendalian penataan organisasi perangkat daerah dalam arti: penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dilakukan oleh: 1. Pemerintah untuk perangkat daerah provinsi, dan 2. Gubernur untuk perangkat daerah Kabupaten/ Kota. Dengan tetap berpedoman pada Peraturan pemerintah.

E. Lembaga Perekonomian Negara


Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara juga dikenal adanya lembaga perekonomian negara yang disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


BUMN saat ini diatur dengan UU No.19 Tahun 2003. BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam Sistem Perekonomian Nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, Swasta dan Koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang dipasarkan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/ koperasi.

82

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

83

BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi.

Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. b. Perusahaan Perseroan Terbuka yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum yang sesuai dengan peraturan perundangundangan di bidang pasar modal. Terhadap Persero Terbuka berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Maksud dan Tujuan Pendirian Persero adalah 1) Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat; 2) Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Organ Persero adalah: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. c. Perusahaan Umum (Perum) adalah BUMN yang

2. Maksud dan Tujuan Pendirian BUMN


Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 19 Tahun 2003, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah: a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; b. Mengejar keuntungan; c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa pengendalian barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat diselesaikan oleh sektor swasta dan koperasi; e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golangan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

3. Jenis BUMN
BUMN terdiri dari: Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). a. Perusahaan Perseroan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen). Sahamnya dimiliki oleh

seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan.

84

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

85

Maksud dan Tujuan pendirian Perum adalah untuk kemanfaatan umum berupa pengendalian barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan yang sehat. Organ Perum adalah: Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas. d. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004; Pasal 177 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Perusahaan Daerah dibentuk berdasarkan Undang undang No. 5 Tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah dan yang dimaksud adalah semua perusahaan yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang. Perusahaan Daerah didirikan dengan Peraturan Daerah. Pembinaan umum terhadap Perusahaan Daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.

Agar pengelolaan Perusahaan Daerah dapat diselenggarakan secara efisien, efektif dan produktif, sehingga benar-benar dapat menunjang perwujudan otonomi seluas-luasnya, maka sambil menunggu berlakunya undang-undang yang baru tentang Perusahaan Daerah, sudah diterbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1990 tentang Perubahan Bentuk Badan Usaha Milik Daerah kedalam dua bentuk, yaitu Perumda dan Perseroda. a. Perumda (Perusahaan Umum Daerah Public Corporation/Service) Didirikan dengan maksud, tujuan dan sifat usahanya adalah mengutamakan penyelenggaraan pelayanan umum (public service) di samping mencari keuntungan sebagai sumber pendapatan asli daerah, dengan tetap berpegang teguh pada: (1) syarat-syarat efisiensi dan efektivitas, (2) prinsip-prinsip ekonomi perusahaan dan (3) pelayanan yang baik pada masyarakat. b. Perseroda (Perusahaan Perseroan Daerah) Maksud dan tujuan usaha Perseroda adalah untuk memupuk keuntungan dalam arti baik pelayanan dan pembinaan organisasinya harus secara efektif dan efisien dengan orientasi bisnis.

F. Rangkuman
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara pemerintah membentuk lembaga-lembaga pemerintah baik di

86

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

87

tingkat pusat maupun di tingkat daerah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang terkait. Setiap lembaga-lembaga pemerintah melaksanakan urusan pemerintahan tertentu. Urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal, yustisi, dan agama. Sedangkan urusan-urusan yang menjadi kewenangan daerah terbagi kedalam dua pula, yaitu: urusan wajib dan urusan pilihan. Lembaga pemerintah tingkat pusat meliputi: Kementerian Koordinator, Departemen, Kementerian Negara, LPND, Kesekretariatan yang membantu Presiden, Kejaksaan Agung, Perwakilan RI di Luar Negeri, TNI, POLRI, Lembaga Ekstra Struktural. Lembaga pemerintah tingkat daerah meliputi: Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Lembaga Perekonomian Negara meliputi: Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Derah. BUMN berbentuk Persero dan Perum. Sedangkan BUMD berbentuk Persero dan Perumda. Dasar utama penyusunan lembaga-lembaga pemerintah dalam bentuk organisasi baik di tingkat pusat maupun di daerah adalah adanya urusan pemerintahan yang harus ditangani. Namun tidak semua urusan-urusan pemerintahan tersebut dibentuk dalam organisasi tersendiri.

G. Latihan
1. Sebutkan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat? 2. Sebutkan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah? 3. Apa saja yang termasuk lembaga-lembaga pemerintah tingkat Pusat? 4. Apa saja yang termasuk lembaga-lembaga pemerintah tingkat Daerah? 5. Apa tujuan dibentuknya Lembaga Perekonomian Negara?

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

89

BAB VI HUBUNGAN PRESIDEN DENGAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA LAINNYA DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara terjadi hubungan antara Presiden dengan Lembaga-Lembaga Negara yang lain. Hubungan tersebut diatur dalam UUD 1945, UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD; UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; UU No. 5 Tahun 2004 tentang MA, UU No. 5 Tahun 1973 tentang BPK; UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; dan peraturan perundangundangan lain yang terkait.

4. Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh MPR sebelum habis masa jabatannya, baik apabila telah terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden; 5. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden, MPR memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden; 6. Presiden dan Wakil Presiden menyampaikan penjelasan dalam sidang paripurna MPR sebelum MPR memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden; 7. Presiden meresmikan keanggotaan MPR dengan Keputusan Presiden.

B. Hubungan Presiden Dengan DPR A. Hubungan Presiden Dengan MPR


1. Presiden dan wakil Presiden dilantik oleh MPR; 2. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR; Jika MPR dan DPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah atau berjanji di hadapan Pimpinan MPR disaksikan oleh Pimpinan MA; 3. Apabila Wakil Presiden berhalangan, Presiden dan/atau DPR dapat meminta MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk memilih Wakil Presiden;
88

1. Presiden bekerjasama dengan DPR, tetapi tidak bertanggungjawab kepada DPR dan tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat memberhentikan Presiden; 2. DPR berkewajiban mengawasi tindakan-tindakan Presiden dalam menjalankan UU; 3. Sebelum memangku jabatannya Presiden dan wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan MPR atau DPR; 4. DPR bersama Presiden menjalankan fungsi legislatif;

90

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

91

5. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; 6. Presiden mengangkat duta dan menerima penempatan duta dari negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR; 7. Presiden memberi amnesti, abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR; 8. Presiden menetapkan Hakim Agung dan meresmikan anggota BPK yang telah diplih dan disetujui DPR dan 3 orang hakim konstitusi yang diajukan DPR serta mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.

E. Hubungan Presiden Dengan MA


1. MA dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum kepada Presiden, baik diminta maupun tidak; 2. MA memberikan nasehat hukum kepada Presiden/ Kepala Negara untuk pemberian/penolakan grasi dan rehabilitasi; 3. Hakim agung ditetapkan oleh Presiden atas calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan telah disetujui DPR; 4. MA mengajukan tiga calon untuk ditetapkan sebagai Hakim Konstitusi oleh Presiden.

C. Hubungan Presiden Dengan DPD


1. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undangundang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama yang dilaksanakan oleh Presiden; 2. Presiden meresmikan keanggotaan DPD; 3. Pimpinan DPD berkonsultasi dengan Presiden sesuai putusan DPD.

F. Hubungan Presiden Dengan MK


1. MK memberikan putusan tentang dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden; 2. Presiden menetapkan hakim konstitusi; 3. Putusan MK mengenai pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 disampaikan kepada Presiden; 4. Putusan MK mengenai sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD disampaikan kepada Presiden; 5. Putusan MK mengenai perselisihan hasil Pemilu disampaikan kepada Presiden.

D. Hubungan Presiden Dengan BPK


1. BPK memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 2. Presiden meresmikan Anggota BPK dari calon-calon yang telah dipilih dan disetujui oleh DPR.

92

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

93

G. Hubungan Presiden Dengan Bank Indonesia (BI)


1. BI bertindak sebagai pemegang Kas Pemerintah; 2. Untuk dan atas nama Pemerintah, BI dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri; 3. Pemerintah wajib meminta pendapat BI dan atau mengundangnya dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas BI, atau masalah lain yang termasuk kewenangan BI; 4. Di samping wajib berkonsultasi dengan DPR, dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan BI; 5. BI dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang diterbitkan Pemerintah; 6. BI dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara, kecuali di pasar sekunder dinyatakan batal demi hukum; 7. BI dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah. Dalam hal BI melanggar ketentuan tersebut, perjanjian pemberian kredit kepada Pemerintah itu batal demi hukum; 8. Rapat Dewan Gubernur untuk menetapkan kebijakan Umum di bidang moneter dapat dihadiri oleh seorang menteri atau lebih yang mewakili Pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara;

9. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sedangkan Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR; 10. Selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum tahun anggaran, Dewan Gubernur menyampaikan anggaran BI yang telah ditetapkan Pemerintah dan DPR.

H. Rangkuman
Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, Presiden/ Pemerintah mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga negara lain, sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, dan berbagai Undang-Undang yang terkait.

I. Latihan
1. Dalam UUD 1945, dimana fungsi pengawasan oleh DPR terhadap Presiden/Pemerintah, itu disebutkan? Dan pengawasan apakah yang dilakukan oleh DPR itu? 2. Mengapa dikatakan bahwa DPR bersama Presiden mengajukan fungsi legislatif? 3. Apakah MPR dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden? 4. Apa peran Mahkamah Konstitusi dalam hal pemberhentian Presiden?

94

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

5. Apakah DPD dapat melakukan pengawasan pelaksan an UU yang dilakukan Presiden selain pelaksanaan UU mengenai Otonomi Daerah? Pengawasan apa saja selain pelaksanaaan UU mengenai Otonomi Daerah yang dapat dilakukan oleh DPD terhadap Presiden? 6. Mengapa BI dikatakan sebagai pemegang kas pemerintah?

BAB VII PROSES MANAJEMEN PEMERINTAHAN


Dalam modul ini uraian tentang proses manajemen pemerintahan mencakup empat aspek, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

A. Perencanaan
Landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah UndangUndang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat. Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri dari atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

95

96

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

97

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk: 1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; 2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antar Pusat dan Derah; 3. Menjamin keterkaitan dan konstitusi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; 4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; 5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Sebagai tindak lanjut dari UU No. 25 Tahun 2004 ini, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004 2009. RPJM Nasional Tahun 2004 2009 merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden hasil Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004. RPJM Nasional ini menjadi pedoman bagi: 1. Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga; 2. Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah; 3. Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah.

Tahap-Tahap Perencanaan Pembangunan:

1. Penyusunan Rencana
Dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu sistem rencana yang siap untuk ditetapkan, yang terdiri dari 4 (empat) langkah yaitu: a. Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur; b. Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan; c. Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan; d. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

2. Penetapan Rencana
Menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Menurut UU No. 25 Tahun 2004, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional/Daerah (20 Tahun) ditetapkan sebagai UU/Perda, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah (5 Tahun) ditetapkan sebagai Perpres/Kepala Daerah, dan Rencana Pembangunan Tahunan Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Perpres/ Kepala Daerah.

3. Pengendalian Pelaksanaan Rencana


Dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana

98

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

99

melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya, Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

pengorganisasian dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional lainnya seperti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dari hasil analisis jabatan. Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 21 Tahun 1990 tentang Pedoman dan Proses Pembentukan atau Penyempurnaan Kelembagaan di lingkungan Instansi Pemerintah Pusat, Perwakilan RI diluar negeri dan pemerintah di Daerah, disebutkan prinsip-prinsip pengorganisasian sebagai berikut:

4. Evaluasi Pelaksanaan Rencana


Bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan.

1. Prinsip Pembagian Habis Tugas


Prinsip ini dimaksudkan agar supaya tugas pokok dan fungsi pemerintah terbagi habis dalam Departemen-Departemen dan Lembaga-Lembaga Non Departemen, sehingga bagaimanapun cara yang dipergunakan untuk menyusun organisasi aparatur pemerintah secara fungsional, ada yang mengurus dan bertanggung jawab atas setiap fungsi.

B. Pengorganisasian
Fungsi pengorganisasian sangat erat kaitannya dengan fungsi perencanaan. Pengorganisasan dapat diartikan sebagai penetapan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan, pengelompokkan tugas-tugas dan pembagian pekerjaan kepada setiap pegawai dan penetapan hubungan-hubungan kerja. Misalnya jika pengorganisasian dilaksanakan dengan baik, maka organisasi yang dihasilkannyapun akan lebih baik dan tujuan organisasi relatif akan mudah dicapai. Untuk membentuk organisasi/kelembagaan atau perlu menyempurnakan diperhatikan prinsip

2. Prinsip Perumusan Tugas Pokok dan Fungsi Yang Jelas


Usaha yang sungguh-sungguh harus dilaksanakan untuk menjamin bahwa tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah adalah jelas, sehingga dapat dihindarkan timbulnya duplikasi, ataupun overlapping atau paling tidak dapat dikurangi.

3. Prinsip Fungsionalisasi
Prinsip fungsionalisasi dimaksudkan di dalam penyelenggaraan pemerintahan ada organisasi yang secara fungsional bertanggung jawab atas sesuatu bidang dan tugas pemerintahan dan prinsip ini juga menentukan batas-batas

100

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

101

kewenangannya. Dalam kerjasama dengan instansi lain fungsionalisasi menentukan instansi mana yang harus memprakarsai kerjasama tersebut.

unit-unit organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan yang bersifat penunjang.

untuk

7. Prinsip Kesederhanaan
Organisasi yang efektif adalah organisasi yang bentuknya sederhana dalam arti bahwa bentuknya disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi, besar kecilnya organisasi itu ditentukan oleh beban kerja yang harus dilaksanakan.

4. Prinsip Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi


Mengingat bahwa tidak ada satupun kegiatan pemerintahan, baik tugas umum pemerintahan maupun pembangunan yang sepenuhnya dapat dilaksanakan hanya oleh satu instansi pemerintah saja, maka mutlak diperlukan organisasi yang benar-benar sadar terhadap kerjasama dengan instansi lain. Lebih-lebih kegiatan pembangunan pada dasarnya harus ditangani secara multi fungsional dan interdisipliner, baik di dalam perumusan kebijakan maupun pelaksanaannya. Kebijakan-kebijakan yang dirumuskan oleh berbagai instansi harus serasi satu sama lainnya (mutually consistent policies).

8. Prinsip Fleksibilitas
Fleksibilitas menghendaki agar organisasi dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan keadaaan sehingga dapat dihindari kekacauan dalam pelaksanaan tugasnya.

9. Prinsip Pendelegasian Wewenang Yang Jelas


Mengingat luasnya wilayah Republik Indonesia dan mengingat pula kondisi geografisnya, maka perlu ada pendelegasian wewenang pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan maupun pembangunan kepada unit organisasi atau pejabat pada eselon ditingkat bawah untuk bertindak secara efektif tanpa setiap kali memerlukan petunjuk dari pusat.

5. Prinsip Kontinuitas
Pelaksanaan kegiatan pemerintah yang efektif dan efisien akan lebih terjamin apabila ada kontinuitas dalam perumus an kebijakan, perencanaan penyusunan program dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional. Aparatur pemerintah tidak seharusnya menggantungkan diri pada individu pejabat tetapi kepada kelangsungan kelembagaan.

10. Prinsip Pengelompokkan Yang Homogen


Karena sedemikian luasnya tugas-tugas yang harus dilakukan oleh pemerintah baik tugas umum pemerintahan maupun pembangunan, maka sudah barang tentu tidak semua tugas tersebut dapat dituangkan kedalam bentuk Departemen pemerintahan atau Lembaga Pemerintah Non Departemen. Oleh karena itu, sesuai pula dengan prinsip kesederhanaan maka pengelompokkan tugas-tugas harus diusahakan

6. Prinsip Lini dan Staf


Bentuk organisasi yang dipandang baik yaitu apabila menggunakan bentuk lini dan staf. Bentuk ini dipandang cocok untuk digunakan di Indonesia terutama karena dengan bentuk lini dan staf terdapat pembagian tugas dan fungsi yang jelas antara unit-unit organisasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas pokok organisasi dengan

102

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

103

sehomogen mungkin, karena dengan demikian maka prinsip KIS akan dapat diterapkan dengan lebih mudah.

pembangunan mau tidak mau melibatkan berbagai aparatur pemerintah yang terkait sebagaimana dimaksud di atas. Sehubungan dengan itu baik dalam rangka pelaksanaan tugastugas umum pemerintahan maupun dalam rangka menggerakkan dan memperlancar pelaksanaan pembangunan, kegiatan aparatur pemerintah perlu dipadukan, diserasikan dan diselaraskan untuk mencegah timbulnya tumpang tindih, perbenturan, kesimpangsiuran dan atau kekacauan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pemerintahan, koordinasi antar kegiatan aparatur pemerintah harus dilakukan. Atas dasar hal tersebut maka koordinasi dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan pada hakekatnya merupakan upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan, beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran bersama. Koordinasi perlu dilaksanakan mulai dari proses perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan dan pengendaliannya.

11. Prinsip Rentang/Jenjang Pengendalian


Mengingat terbatasnya kemampuan seseorang pimpinan/atasan untuk mengadakan pengendalian terhadap bawahannya, maka perlu diperhitungkan secara rasional dalam menentukan jumlah unit atau orang yang di bawahkan oleh seorang pejabat pimpinan.

12. Prinsip Akordion


Pada prinsipnya kegiatan pemerintah baik berupa tugas umum pemerintahan maupun pembangunan dapat diperluas atau dipersempit sesuai dengan beban kerja/kondisi dan situasi, demikian pula susunan organisasinya.

C. Pelaksanaan
Dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, setiap aparatur pemerintah atau lembaga-lembaga pemerintah bertugas melaksanakan sebagian tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang masing-masing. Namun demikian tujuan dan sasaran yang harus dicapai oleh pemerintah selalu menyangkut kegiatan-kegiatan atau tugas lebih dari satu aparatur pemerintah. Oleh karena itu dalam pencapaian tujuan atau sasaran tersebut perlu dilakukan pendekatan multi fungsional. Artinya bahwa setiap persoalan harus ditinjau dari berbagai fungsi aparatur pemerintah yang terkait, baik antar dan antara instansi ditingkat pusat maupun daerah. Dengan demikian setiap pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan

1. Jenis Koordinasi
Koordinasi dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan dapat dibedakan atas: a. Koordinasi hierarkis (vertical) yang dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan dalam suatu instansi pemerintah terhadap pejabat (pegawai) atau instansi bawahannya. Misalnya Kepala Biro terhadap Kepala

104

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

105

Bagian dalam lingkungannya, Direktur Jenderal terhadap Kepala Direktorat dan sebagainya. b. Koordinasi fungsional, yang dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasar kan asas fungsionalisasi. Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah, koordinasi ini disebut dengan koordinasi instansional. Koordinasi ini dapat dibedakan atas koordinasi fungsional horizontal, koordinasi fungsional diagonal dan koordinasi fungsional terito rial. 1) Koordinasi fungsional horizontal, dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu unit/instansi terhadap pejabat atau unit/instansi lain yang setingkat. Misalnya Sekretaris Jenderal mengkoordinasikan para Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan Kepala Badan dalam menyusun rencana dilingkungan departemennya. Dinas Kesehatan mengkoordinasikan kegiatan Dinas Pendidikan dan Pengajaran, Dinas Kebersihan dan lain-lain yang mempunyai kaitan tugas dengan pelaksanaan program kesehatan. 2) Koordinasi fungsional diagonal, dilakukan oleh seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi bukan bawahannya. Misalnya Biro Keuangan pada Sekretariat Jenderal mengkoordinasikan kegiatan-

kegiatan Bagian Keuangan dari Sekretariat Direktorat Jenderal dalam lingkungan departemen yang bersangkutan, Badan Kepegawaian Negara mengkoordinasikan Biro-Biro Kepegawaian pada Departemen atau Instansi Pemerintah lainnya dalam bidang Kepegawaian; 3) Koordinasi fungsional teritorial, dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan atau instansi lainnya yang berada dalam suatu wilayah (teritorial) tertentu dimana semua urusan yang ada dalam wilayah (teritorial) tersebut menjadi wewenang atau tanggung jawab pejabat/pimpinan yang bersangkutan. Misalnya, koordinasi yang dilakukan oleh Administrator Pelabuhan, koordinasi oleh Pembina Lokasi Transmigrasi yang belum diserahkan kepada pemerintah daerah, koordinasi oleh Gubernur selaku kepala wilayah, wakil Pemerintah Pusat terhadap instansi-instansi vertikal yang ada diwilayahnya.

2. Pedoman Koordinasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan atau dipedomani dalam koordinasi antara lain: a. Koordinasi sudah harus dimulai pada saat perumusan kebijakan; b. Perlu ditentukan secara jelas siapa atau satuan kerja mana yang secara fungsional berwenang dan bertanggungjawab atas sesuatu masalah;

106

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

107

c. Pejabat atau instansi yang secara fungsional berwenang dan bertanggungjawab menangani sesuatu masalah, berkewajiban memprakarsai penyelenggaraan koordinasi; d. Perlu kejelasan wewenang, tanggung jawab dan tugas unit/instansi yang terkait; e. Perlu dirumuskan program kerja organisasi secara jelas yang memperlihatkan keserasian kegiatan di antara satuan-satuan kerja; f. Perlu ditetapkan prosedur dan tata cara melaksanakan koordinasi; g. Perlu dikembangkan komunikasi dan konsultasi timbalbalik untuk menciptakan kesatuan bahasa dan kerjasama; h. Koordinasi akan lebih efektif apabila pejabat yang berkewajiban mengkoordinasikan mempunyai kemampuan kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi; i. Dalam pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana koordinasi yang paling tepat.

b. Rencana Rencana dapat digunakan sebagai alat koordinasi karena di dalam rencana yang baik tertuang secara jelas, sasaran, cara melakukan, waktu pelaksanaan, orang yang melaksanakan dan alokasi. c. Prosedur dan Tata Kerja Prosedur dan tata kerja pada prinsipnya dapat digunakan sebagai alat untuk kegiatan yang sifatnya berulangulang. Prosedur dan tata kerja dapat digunakan sebagai alat koordinasi karena di dalamnya memuat ketentuan siapa melakukan apa, kapan dilaksanakan dan dengan siapa harus berhubungan. Untuk itu prosedur perlu dituangkan dalam manual, petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juknis) atau pedoman kerja agar mudah diikuti oleh semua pihak-pihak yang berkepentingan. d. Rapat (Briefing) Untuk menyatukan bahasa dan saling pengertian mengenai sesuatu masalah, rapat dapat digunakan sebagai sarana koordinasi. Rapat sabagai sarana koordinasi digunakan uuntuk memberikan pengarahan, memperjelas atau menegaskan kebijakan sesuatu masalah. e. Surat Keputusan Bersama (SKB)/Surat Edaran Bersama (SEB) Untuk memperlancar penyelesaian sesuatu kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan hanya oleh satu instansi, dapat diterbitkan Surat Keputusan Bersama atau Surat

3. Sarana atau Mekanisme Koordinasi


a. Kebijakan Kebijakan sebagai alat koordinasi memberikan arah tujuan yang harus dicapai oleh segenap organisasi atau instansi sebagai pedoman, pegangan atau bimbingan untuk mencapai kesepakatan sehingga tercapai keterpaduan, keselarasan dan keserasian dalam pencapaian tujuan.

108

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

109

Edaran Bersama. Sarana koordinasi ini sangat efektif dalam mewujudkan kesepakatan dan kesatuan gerak dalam pelaksanaan tugas antara dua atau lebih instansi yang terkait. Namun demikian, SKB/SEB perlu ditindaklanjuti dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang disusun oleh masing-masing instansi secara serasi dan saling menunjang. f. Tim, Panitia, Kelompok Kerja, Gugus Tugas atau Satuan Tugas Apabila sesuatu kegiatan yang dilakukan bersifat kompleks, mendesak, multisektor, multidisiplin, multifungsi sehingga asas fungsionalisasi secara teknis operasional sulit dilaksanakan, maka untuk lebih memantapkan koordinasi dapat dibentuk Tim, Panitia, Kelompok Kerja, Gugus Tugas atau Satuan Tugas yang bersifat sementara dengan anggota-anggota dari berbagai instansi terkait.

g. Dewan atau Badan Dewan atau Badan sebagai sarana koordinasi, untuk menangani masalah yang sifatnya kompleks, sulit dan terus menerus, serta belum ada sesuatu instansi yang secara fungsional menangani atau tidak mungkin dilaksanakan oleh sesuatu instansi fungsional yang sudah ada. Misalnya, Dewan Ketahanan Pangan, Dewan Maritim Nasional, Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS PBP).

h. Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT atau One Roof System) dan Sistem Pelayanan Satu Pintu (One Door Service): 1) SAMSAT dibentuk untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu atap. Misalnya dalam pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, pelayanan pembayaran pajak kendaran bermotor dan bea balik nama diberikan oleh Dinas Pendapatan Daerah, asuransi kecelakaan lalu lintas oleh Perum Asuransi Jasa Raharja, sedangkan pengurusan surat-surat kendaraan bermotor seperti BPKB dan plat nomor serta STNK diberikan kepolisian, yang semuanya dilakukan pada satu tempat; 2) Sistem pelayanan satu pintu diselenggarakan untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat oleh satu instansi yang mewakili berbagai instansi lain yang masing-masing mempunyai kewenangan tertentu atas sebagian urusan yang harus diselesaikan. Misalnya dalam proses penanaman modal yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal; 3) Baik pelayanan satu atap maupun satu pintu dimaksudkan juga untuk mempermudah masyarakat dalam mengurus kepentingannya yang melibatkan berbagai instansi.

110

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

111

4. Pelaksanaan Koordinasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

Sistem

a. Sidang Kabinet Sidang Kabinet adalah suatu forum koordinasi tertinggi yang dipimpin langsung oleh Presiden. Sidang Kabinet itu ada dua macam: 1) Sidang Kabinet Paripurna yaitu Sidang Kabinet lengkap yang dihadiri oleh seluruh anggota Kabinet dan pejabat-pejabat lain yang dianggap perlu oleh Presiden. 2) Sidang Kabinet Terbatas yaitu Sidang Kabinet yang dihadiri oleh Menteri-menteri tertentu sesuai dengan bidang yang akan dibahas. Sidang Kabinet ini dihadiri pula oleh pejabat lainnya yang bukan Menteri yang ditunjuk oleh Presiden. b. Rapat di Lingkungan Menteri Koordinator Oleh karena menteri-menteri yang harus dikoordinasikan oleh Presiden jumlahnya banyak, dengan beraneka ragam permasalahan, maka Presiden mengangkat Menteri Koordinator, seperti dalam Kabinet Indonesia Bersatu sekarang ini ada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan; Menteri Koordinator Perkonomian; dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Rapat-rapat Menteri Koordinator sesuai dengan bidangnya dipimpin oleh Menko yang bersangkutan dengan dihadiri oleh Menteri dan pejabat-pejabat lain bukan Menteri yang tugasnya berkaitan erat dengan

bidang permasalahan yang sedang dibahas. Hasil rapatrapat Menteri Koordinator yang dipimpin oleh Menteri Koordinator ini dilaporkan kepada Presiden. c. Koordinasi antara Departemen/Instansi pemerintah Tingkat Pusat Dilaksanakan antara Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat yang satu dengan Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat lainnya, yang dalam pelaksa naannya dapat terjadi baik tanpa wadah tertentu, maupun dengan menggunakan suatu wadah seperti Rapat Koordinasi Sektor-sektor, Panitia-panitia AntarDepartemen dan lain-lain. Pola koordinasi tersebut berlaku pula untuk koordinasi antara suatu satuan organisasi dalam suatu Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat dengan satuan organisasi Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat lainnya. Peningkatan koordinasi tersebut merupakan suatu keharusan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. d. Koordinasi Aparatur Pemerintah Pusat di Luar Negeri Untuk melaksanakan kebijakan hubungan Luar Negeri antara lain dibentuk perwakilan Pemerintah Republik Indonesia di Luar Negeri yang pembinaannya dilakukan oleh Departemen Luar Negeri.

112

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

113

Sebagai wakil dari Pemerintah Republik Indonesia, perwakilan-perwakilan di luar negeri itu mempunyai hubungan fungsional dengan instansi-instansi Pemerintah Tingkat Pusat. Jika dipandang perlu instansiinstansi tersebut dapat mempunyai Atase di dalam Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri di Negara-negara tertentu sesuai dengan kebutuhan, seperti Atase Kebudayaan, Atase Pertahanan, setelah berkonsultasi dengan Departemen Luar Negeri. Dalam pelaksanaan tugasnya di Luar Negeri, para Atase tersebut dikoordinasikan oleh Kepala Perwakilan RI setempat. e. Koordinasi Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah 1) Selaku aparatur pusat yang secara fungsional membantu Presiden dalam urusan-urusan daerah pada umumnya, Menteri Dalam Negeri a) Secara fungsional horizontal mengkoordinasikan departemen dan instansi tingkat pusat lainnya sepanjang mengenai masalah-masalah umum di daerah; b) Secara fungsional diagonal mengkoordinasikan provinsi, kabupaten dan kota. 2) Menteri/Departemen dan instansi teknis melakukan koordinasi baik terhadap instansi pusat lainnya (koordinasi fungsional horizontal) maupun terhadap provinsi, kabupaten dan kota (koordinasi

fungsional diagonal) sepanjang mengenai bidang tugas pokoknya. f. Koordinasi Tingkat Daerah 1) Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat melakukan koordinasi fungsional teritorial di samping terhadap instansi vertikal, juga terhadap Bupati dan Walikota; 2) Kepala Daerah, di samping mengkoordinasikan aparatur daerahnya sendiri (koordinasi hierarkis), berwenang pula secara operasional mengkoordinasikan instansi-instansi lain yang berada di daerahnya (koordinasi fungsional teritorial).

5. Koordinasi dan Hubungan Kerja


Koordinasi dan hubungan kerja merupakan dua hal yang tidak identik, namun sulit untuk dibedakan secara tegas, apalagi dipisahkan. Untuk mengefektifkan koordinasi mutlak diperlukan adanya hubungan kerja, baik formal maupun informal. Koordinasi selalu bersifat hubungan kerja, namun demikian, hubungan kerja tidak selalu bersifat koordinatif, karena hubungan kerja dapat pula bersifat konsultatif dan informatif saja.

114

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

115

D. Pengawasan
Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi dan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat manapun. Hakekat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Jenis-Jenis Pengawasan a. Pengawasan Melekat (Waskat) Waskat menurut Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundangan yang berlaku. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas suatu organisasi, atau baik buruknya citra suatu organisasi dalam pandangan masyarakat adalah merupakan tanggung jawab atasan langsung/pimpinan nya. Demikian pula, masalah-masalah yang telah, sedang

dan mungkin akan dihadapi, termasuk bagaimana kualitas orang-orang yang ada dalam organisasi semuanya menjadi tanggungjawab pimpinan untuk menyelesaikan dan membinanya sebaik mungkin. Setiap pimpinan instansi pemerintah ataupun pimpinan satuan/unit kerja termasuk pimpinan proyek, pimpinan kelompok kerja yang ada dalam organisasi tersebut memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang melekat pada dirinya mengawasi pelaksanaan kegiatan diorgani sasinya. Untuk itu pimpinan harus selalu berusaha sedini mungkin dapat memonitor dan mengetahui kemungkinan akan terjadinya penyimpangan, hambatan, kesalahan dan atau kegagalan dari pelaksanaan tugas-tugas satuan kerja yang dipimpinnya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Selanjutnya pimpinan berkewajiban pula untuk secepat mungkin mengadakan langkah-langkah tindak lanjut (follow up) guna dapat meniadakan dan mencegah terjadinya atau berlanjutnya keadaan tersebut. Pimpinan juga perlu berusaha untuk mempertahankan hal-hal yang sudah baik, dan bahkan bila masih mungkin juga meningkatkannya. Semuanya itu hanya dapat diwujudkan dengan baik, kalau pimpinan melakukan pengawasan sendiri dengan sebaik-baiknya atas kegiatan organisasi dan bawahan yang dipimpinnya.

116

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

117

Sasaran Waskat: 1) Meningkatkan disiplin, prestasi kerja, pencapaian sasaran pelaksanaan tugas; 2) Menekan hingga sekecil mungkin penyalahgunaan wewenang; 3) Menekan hingga sekecil mungkin kebocoran, pemborosan keuangan negara dan segala bentuk pungutan liar; 4) Mempercepat penyelesaian perizinan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat; 5) Mempercepat penyusunan kepegawaian sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Prinsip-Prinsip Pokok Waskat Agar pelaksanaan Waskat dapat tercapai dengan baik, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pokoknya, yaitu: 1) Berjenjang Pada prinsipnya Waskat dilakukan secara berjenjang. Namun demikian setiap pimpinan pada saat-saat tertentu dapat melakukan Waskat pada setiap jenjang yang ada di bawahnya. 2) Kesadaran dan Kewajiban Waskat harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan secara sadar dan wajar sebagai salah satu fungsi manajemen yang penting dan tak terpisahkan dari perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan.

3) Pencegahan Waskat lebih diarahkan pada usaha pencegahan terhadap penyimpangan, karena itu perlu ada sistem yang jelas yang dapat mencegah terjadinya penyimpangan. Dalam setiap fungsi manajemen perlu dilakukan Waskat untuk menjamin agar tujuan dapat dicapai secara efisien dan efektif. 4) Pembinaan Waskat harus bersifat membina, karena itu penentuan adanya suatu penyimpangan harus didasarkan pada kriteria yang jelas dan penyimpangan tersebut harus dapat dideteksi sedini mungkin. 5) Obyektif Tindak lanjut terhadap temuan-temuan dalam Waskat harus dilakukan secara tepat dan tertib, didasarkan pada penilaian yang obyektif melalui analisis yang cermat sesuai dengan kebijakan dan peraturan perundangan yang berlaku termasuk tindak lanjut berupa penghargaan bagi pegawai yang berprestasi baik. 6) Terus Menerus Waskat harus merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai kegiatan rutin sehari-hari dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.

118

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

119

7) Sistematis Waskat harus dilaksanakan secara tertib dan teratur, mengikuti prosedur dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. 8) Diterministik Waskat merupakan pengawasan yang pokok dan menentukan, sedangkan pengawasan-pengawasan lainnya menunjukkan keberhasilan Waskat. Di samping memperhatikan prinsip-prinsip Waskat, dalam pelaksanaan Waskat baik pimpinan manapun bawahan harus pula berpedoman pada Sarana Waskat (Sarwaskat), yaitu: struktur organisasi, kebijakan pelaksanaan, rencana kerja, prosedur kerja dan pencatatan hasil kerja dan pelaporan. Dengan berpedoman pada Sarwaskat ini, pimpinan dapat dengan mudah memastikan: 1) Apakah bawahan telah bekerja sesuai dengan bidang pekerjaan, wewenang dan tanggung jawabnya; 2) Apakah bawahan telah melaksanakan tugas/pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab dengan hasil yang baik. b. Pengawasan Fungsional (Wasnal) Wasnal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat/pegawai yang tugas pokoknya khusus membantu pimpinan untuk melaksanakan tugasnya masing-masing

Wasnal pada dasarnya bersifat intern. Oleh karena itu, aparat Wasnal dalam suatu instansi secara umum disebut Satuan Pengawasan Intern (SPI). Pada dasarnya peranan SPI atau aparat wasnal hanyalah membantu pimpinan agar dapat melakukan manajemennya, melakukan Waskat atau pengendaliannya dengan baik. Dengan demikian, SPI melaksanakan pengawasan atas nama pimpinan. Beda dengan Waskat, aparat Wasnal tidak berwenang mengambil tindak lanjut sendiri. Untuk hal-hal yang bersifat teknis dan tidak prinsipil, aparat wasnal dapat langsung memberikan petunjuk-petunjuk perbaikan. Tetapi untuk hal-hal yang prinsipil, aparat Wasnal hanya berkewajiban melaporkan temuannya kepada pimpinan disertai saran-saran tindak lanjutnya. Tindak lanjut merupakan wewenang pimpinan, Oleh karena itu Wasnal bukan pengendalian. Walaupun Waskat ditingkatkan, Wasnal tetap masih diperlukan. Dilingkungan instansi pemerintah, aparat Wasnal dapat dibedakan, sebagai berikut: 1) Aparat Wasnal Intern Instansi, meliputi: a) Inspektorat Jenderal di Departemen; b) Inspektorat/Inspektorat Utama di LPND; c) Badan Pengawas Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota;

120

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

121

d) Satuan Pengawas BUMN/BUMD.

Intern

di

berbagai

2) Aparat Wasnal Ekstern Pemerintah BPKP (Badan Pengawasan Pembangunan).

Instansi/Intern Keuangan dan

c. Pengawasan Teknis Fungsional Setiap instansi berkewajiban untuk melakukan pengawasan agar kebijakan-kebijakan Negara/Pemerintah, sesuai dengan bidang tugas pokoknya masing-masing, ditaati oleh masyarakat dan/atau aparatur. Pengawasan ini merupakan konsekwensi dari pelaksanaan asas fungsionalisasi dan merupakan fungsi lini/operasional, dari instansi tersebut. Sesuai dengan bidang tugas pokoknya, berkaitan dengan pengawasan dalam rangka asas fungsionalisasi, instansi Pemerintah dapat dibedakan menjadi: a. Pengawasan yang ditujukan kepada aparatur saja, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh instansiinstansi pemerintah yang secara keseluruhan melaksanakan fungsi staf, misalnya: 1) Kantor MENPAN, di bidang pendayagunaan aparatur; 2) BKN, di bidang kepegawaian; 3) LAN, di bidang Diklat Pegawai Negeri dan Litbang Administrasi Negara; 4) Ditjen Anggaran, di bidang anggaran;

5) Bappenas, di bidang perencanaan pembangunan nasional. b. Pengawasan yang ditujukan kepada masyarakat dan aparatur, yaitu instansi-instansi pemerintah yang secara keseluruhan berkewajiban melaksanakan fungsi pengayoman, pelayanan dan pemberdayaan kepada masyarakat, yang pada dasarnya juga mencakup Aparatur Pemerintah sendiri. Misalnya yang dilakukan oleh: a) Dinas Tata Kota, mengenai bangunan; b) BPN, mengenai pertanahan; c) Depdikbud, mengenai pendidikan sekolah, baik sekolah negeri/swasta, termasuk kedinasan; d) Kepolisian, mengenai keamanan dan ketertiban. d. Pengawasan Legislatif (Wasleg) atau Pengawasan Politik (Waspol) Berdasarkan Pasal 20A ayat (1) UUD 1945, DPR memiliki fungsi legislatif, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, masing-masing fungsi ini dijelaskan sebagai berikut: Fungsi Legislatif adalah fungsi membentuk UndangUndang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

122

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

123

Fungsi Anggaran adalah fungsi menyusun dan menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Fungsi Pengawasan adalah fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UUD Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang dan peraturan pelaksanannya. Dalam Pasal 20A ayat (2), dikatakan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2003, masingmasing hak ini dijelaskan sebagai berikut: Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi ditanah air atau situasi dunia internasional disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap

dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Setiap pejabat/instansi berkewajiban memberi tanggapan terhadap pandangan, kritik, saran ataupun pertanyaan dari DPR/DPRD, dengan sebaik-baiknya. Pandangan, kritik, saran ataupun pertanyaan itu harus dimanfaatkan sebagai masukan baik bagi pelaksanaan waskat maupun wasnal, termasuk dalam rangka mengambil langkahlangkah tindak lanjut. Pandangan, kritik, saran, temuan, pertanyaan dari DPR/DPRD harus dijadikan salah satu indikator keberhasilan Waskat dan Wasnal pada khususnya, dan pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. e. Pengawasan Masyarakat (Wasmas) Pengawasan masyarakat (Wasmas) atau kontrol sosial adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri atas penyelenggaraan pemerintahan dan pemba ngunan. Wasmas perlu sekali ditumbuh kembangkan, sehingga merupakan pengawasan yang efisien dan efektif. Adapun alasan-alasannya, antara lain adalah seperti berikut:

124

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

125

1) Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan demokrasi, dimana kedaulatan ditangan rakyat. Pegawai Negeri bukan saja unsur aparatur negara dan abdi negara, tetapi sekaligus juga abdi masyarakat; 2) Keberhasilan penyelenggaraan negara antara lain tergantung kepada partisipasi seluruh rakyat. Wasmas merupakan suatu bentuk partipasi masyarakat tersebut; 3) Salah satu arah kebijakan bidang penyelenggara negara adalah membersihkan penyelenggara negara dari praktek KKN dengan memberikan sanksi seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan intern dan fungsional serta pengawasan masyarakat dan mengembangkan etika dan moral. 4) Wasmas diperlukan karena keterbatasan kemampuan Waskat dan Wasnal. Wasmas mendukung keberhasilan Waskat dan Wasnal. 5) Tujuan pengembangan Wasmas yang sehat dan positif adalah makin tumbuh dan meningkatnya tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu aparatur pemerintah berkewajiban untuk selalu memberikan kesempatan agar masyarakat mampu melaksanakan Wasmas atau kontrol sosial dengan sebaik-baiknya. Bagaimanapun kecilnya nilai informasi yang disampaikan, Wasmas harus diperhatikan dan

dihargai pula. Surat kaleng sekalipun misalnya, perlu mendapat perhatian, karena seringkali informasi yang disampaikan ternyata memang benar dan sangat berharga. Kriteria Wasmas yang baik Wasmas yang baik antara lain memiliki kriteria berikut: 1) Obyektif tidak bersifat memfitnah; 2) Dimaksudkan untuk adanya perbaikan; 3) Memberitahukan faktanya dengan jelas dan lengkap dengan bukti-buktinya; 4) Memberitahukan bentuk-bentuk pelanggaran, penyimpangan, penyelewenangan, penyalahgunaaan wewenang, kesalahan atau kelemahan yang terjadi; 5) Menjelaskan patokan-patokan yang dilanggar; 6) Memuat saran-saran; 7) Jelas identitas yang menyampaikannya. Memang tidak dapat selalu diharapkan, Wasmas memenuhi kriteria tersebut. Adalah kewajiban instansi untuk berusaha melengkapi, memperjelas, memastikan kebenaran serta mengungkapnya lebih lanjut, sehingga dapat diambil langkah-langkah tindak lanjut yang tepat.

126

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

127

f.

Pengawasan Yudikatif Salah satu fungsi Mahkamah Agung adalah mengawasi peraturan perundangan yang antara lain dilaksanakan dengan: 1) Menguji secara material terhadap peraturan perundangan di bawah Undang-Undang; 2) Menyatakan tidak sah semua peraturan perundangan di bawah Undang-Undang apabila bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan bersifat formal untuk menguji UU terhadap UUD 1945. Dengan demikian, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang sekaligus kewajiban untuk melakukan pengawasan ekstern terhadap pemerintah. Pengawasan ini sangat penting, karena negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga: 1) Dapat dicegah penyalahgunaan wewenang baik yang disengaja maupun tidak; 2) Kepastian dan tertib hukum dapat diwujudkan dengan baik.

Perencanaan pembangunanan Nasional dasar hukumnya adalah UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk; mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi; sinkronisasi dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Pengorganisasian dapat diartikan sebagai penetapan pekerjaanpekerjaan yang harus dilaksanakan, pengelompokkan tugas dan pembangunan pekerjaan kepada setiap pegawai dan penetapan hubungan kerja. Agar pengorganisasian dapat dilaksanakan dengan baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip pengorganisasian. Pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan pada dasarnya terbagi habis kepada setiap aparat pemerintah atau lembaga-lembaga pemerintah. Dengan kata lain bahwa setiap aparat pemerintah atau masing-masing lembaga-lembaga pemerintah melaksanakan sebagian urusan-urusan pemerintahan di bidangnya masing-masing. Agar pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan tersebut berjalan dengan baik maka sangat diperlukan koordinasi yang baik pula.

E. Rangkuman
Proses manajemen pemerintahan negara pada dasarnya meliputi empat aspek, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

128

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

129

Koordinasi sudah harus dimulai sejak penyusunan kebijakan dan perencanaan. Pada dasarnya koordinasi ada dua jenis, yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi fungsional. Koordinasi fungsional dapat dibedakan atas koordinasi fungsional horizontal, koordinasi fungsional diagonal, dan koordinasi fungsional teritorial. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara secara menyeluruh koordinasi dapat dilaksanakan melalui: sidang kabinet; rapat-rapat koordinasi oleh Menko; rapat-rapat koordinasi antar Departemen ditingkat pusat dan daerah, rapat koordinasi antara aparat pusat dan aparat daerah, dan lain-lain. Pengawasan, yang pada dasarnya adalah kegiatan pimpinan yang berupaya agar tugas-tugas terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau dapat mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara terdapat berbagai jenis pengawasan seperti: pengawasan melekat; pengawasan fungsional; pengawasan teknis fungsional; pengawasan legislatif; pengawasan masyarakat; dan pengawasan yudikatif.

2. Mengapa pengorganisasian diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara? Sebutkan pula prinsip-prinsip pengorganisasian. 3. Mengapa koordinasi sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan? 4. Apa saja fungsi DPR dan apa saja hak yang dimiliki DPR dalam rangka pelaksanaan pengawasan bagi pemerintah? 5. Mengapa Waskat merupakan pengawasan intern yang paling pokok? 6. Bagaimana sikap aparat pemerintah sebaiknya dalam menghadapi Wasmas?

F. Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional? Dan apa pula yang dimaksud dengan RPJM Nasional?

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

131

BAB VIII PENUTUP


A. Tes
Dari uraian yang telah disajikan dalam Bab II sampai dengan Bab VII, diharapkan peserta dapat memahami pengertian dari beberapa hal penting dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Sebagai salah satu sarana untuk mengukur keberhasilan pembangunan tersebut, di bawah ini disiapkan bahan tes yang dapat membantu peserta. 1. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara berdasarkan UUD 1945? 2. Berdasarkan sistem pemerintahan negara tersebut, apakah kedudukan Presiden itu kuat? 3. Apakah arti pentingnya UU No. 28 Tahun 1999 dalam pene rapan Tata Kepemerintahan Yang Baik (good governance)? 4. Apakah akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah itu? 5. Apakah yang dimaksud dengan hukum dasar dalam ketatanegaraan RI? Mengapa? 6. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen! 7. Apakah Presiden dapat diberhentikan oleh MPR? 8. Mengapa pengawasan melekat merupakan pengawasan yang paling pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara?
130

9. Apakah perbedaan antara BPK dan BPKP, baik dari segi kelembagaan maupun fungsinya?

B. Tindak Lanjut
Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara mencakup bahasan yang sangat luas. Apa yang telah diuraikan dalam Bab II sampai dengan Bab VII di muka, baru memberikan pengertian tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan beberapa hal yang penting saja. Masih banyak lagi hal-hal penting yang tidak disampaikan dalam modul ini. Ada diantaranya yang telah menjadi mata pelajaran tersendiri dalam Diklat ini. Di samping itu ada pula bagian-bagian lain yang menjadi mata Diklat pada Program Diklat jenjang yang lebih tinggi. Oleh karena itu untuk lebih memahami tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara ini, peserta dianjurkan untuk mempelajari, antara lain: bahan bacaan yang telah digunakan untuk menulis modul ini, sebagaimana tersebut dalam referensi. Modul mata pelajaran lain seperti tentang kepegawaian, administrasi keuangan dan lain-lain.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III

133

REFERENSI
Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945. Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undangundang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional.

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 2009. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara. Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia. Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen. Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia. Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang

132

134

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI

Kedududkan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Oraganisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. Keputusan Presiden No. 111 Tahun 2000 tentang Sekretariat Kabinet. Keputusan Presiden No. 117 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara. Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pengawasan. Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pengawasan Melekat. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 20 Tahun 1990 tentang Pedoman dan Proses Pembentukan Kelembagaan di Lingkungan Instansi Pusat, Perwakilan, Republik Indonesia di Luar Negeri dan Pemerintah Daerah. Bappenas, Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik. Lembaga Administrasi Negara RI, Modul Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

You might also like