You are on page 1of 9

MENGHADAPI KOMPETISI GLOBAL1

Oleh: Rahardi Ramelan Guru Besar , ITS Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

Globalisasi Globalisasi membangun citra yang kita percayai kebenarannya, yang berbeda dengan citra-citra sebelumnya. Walaupun citra ini bukan merupakan realita, tetapi karena kita percayai kebenarannya, sangat menentukan prilaku manusia. Pengaruh yang sangat kuat dari globalisasi ini adalah melembaganya citra baru, yaitu perdagangan bebas akan memberikan kesejahteraan antarbangsa yang makin konvergen dan meningkat. Dunia dengan perdagangan bebas dalam arti kata seluasluasnya, yaitu dunia tanpa batas. Pembatas yang kita miliki adalah terutama hanyalah kemampuan kita bersaing baik didalam negeri maupun di tingkat internasional. Pasar global harus diartikan bahwa tidak ada lagi perbedaan antara pasar dalam negeri dan pasar luar negeri. Dunia hanya memiliki satu pasar, yaitu pasar global. Citra budaya proteksi, yang dulu pernah menjadi argumen yang benar untuk meningkatkan kemampuan ekonomi nasional, sekarang sudah digeser dengan citra budaya baru, yaitu meningkatkan kapabilitas sumberdaya manusia dan iptek bangsa. Globalisasi akan menjadi milik kita jika kita berhasil membangun budaya bangsa yang bertumpukan pada peningkatan kemampuan bersaing, dan bukan pada ketergantungan atau proteksi. Tanpa kita rencanakan dan kita sadari, proses globalisasi ini terus berjalan dengan deras. Citra baru sudah menjadi realita dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam kebiasaan makan dan minum kita misalnya, hamburger sosis kapucino dll, sudah dinikmati sampai dikota-kota kecil. Blue Jeans, T-Shirt, baju loreng, bermacam warna rambut, laki-laki pakai anting, bibir diberi anting, pusar bukan lagi bagian badan yang harus ditutupi, handphone dll, sudah menjadi perangkat pakaian para remaja kita. Disisi lain hiburan seperti karoke, play station sudah mewabah. Dan banyak lagi contoh kebiasaan hidup masyarakat kita yang tidak perlu saya jelaskan disini, yang membuat kita risi. Kenyataan menunjukan bahwa globalisasi ini adalah arus perubahan budaya.
1

Disampaikan dalam program Executive Leadership Course (ELC) bagi Pimpinan Pondok Pesantren, BAPPEBTI Departemen Perdagangan, 16 Mei 2005.

Bagaimana kita harus menyikapinya? Peranan WTO WTO (World Trade Organisation) dibentuk untuk mengelola perdagangan dunia yang telah disepakati dan tertuang dalam GATT (General Agreement on Tariffs and Trade). GATT yang tadinya hanya ditujukan untuk mengatur perdagangan, telah memasuki bidang-bidang lain seperti HAKI, investasi, perburuhan sampai kepada masalah pengadaan pemerintah. WTO dengan berbagai komisi dan badan didalamnya sangat didominasi oleh negara-negara maju (G-8). WTO adalah birokrasi dengan pemihakan kepada negara-negara industri. Hegemoni negara-negara maju dalam bidang teknologi dan industri makin dimantapkan lagi dalam berbagai keputusan di WTO. Negara maju ingin tetap menjadikan negara-negara berkembang menjadi sumber untuk mendapatkan bahan baku, khususnya untuk industri agro, kehutanan dan hasil tambang, serta menjadi pasar hasil industrinya. Pengembangan industri hilir agro, kehutanan, perikanan dan hasil tambang akan terus dihambat masuk kepasar negara industri maju, antara lain dengan berbagai tariff/bea masuk untuk produkproduk jadi atau setengan jadi. Sedang disisi lain masuknya bahan baku kenegaranegara industri maju dipermudah. Sehingga globalisasi sebagai citra baru untuk dunia dengan kesejahteraan yang makin meningkat dengan perdagangan bebas telah dinodai dan menimbulkan reaksi keras dan tantangan dari negara-negara berkembang. Berbagai upaya melalui diplomasi di PBB telah dilakukan. Adanya Kelompok 77, G-21, dan akhir2 ini dengan gerakan aktualisasi gerakan Asia - Afrika, merupakan pertanda makin meningkatnya ketidak puasan dengan perkembangan globalisasi. Kedudukan Direktur Jenderal WTO selalu menjadi perebutan antara negara-negara maju. Persaingan yang tajam pada tahun 1999 mengharuskan terjadinya kompromi dimana Direktur jenderal WTO untuk 3 tahun pertama dipegang oleh Mike Moore dari Selandia Baru, dan 3 tahun berikutnya sampai dengan 2005 oleh Dr. Supachai Panitchpakdi dari Thailand. Dengan habis waktunyan jabatan Dirjen WTO, minggu yang lalu telah ditetapkan bahwa Pascal Lammy dari Perancis menjadi Dirjen WTO baru. Pascal Lammy sebelumnya menjabat Trade Commissioner di EU (setara Menteri Perdagangan), yang tangguh dan kaku mempertahankan posisi EU. Dengan dipilihnya Pascal Lammy menggantikan Supachai, ada kekhawatiran akan makin terpojoknya posisi negara-negara berkembang. Ketidak puasan akan peran WTO dan proses globalisasi ini juga telah disuarakan oleh tokoh-tokoh negara maju (Joseph Stiglitz, George Monbiot, Alice Amsden, dll).

Yang dihadapi dan menjadi masalah negara-negara berkembang dan industri baru, bukan hanya perdagangan bebas. Negara-negara ini menghadapi berbagai masalah dinegaranya masing-masing, yang pada dasarnya disebabkan oleh kemiskinan dan ketertinggalan, pendidikan, ketrampilan, penguasaan teknologi, dan lain-lain. Saya berpendapat bahwa pengaturan perdagangan dunia, tidak bisa hanya diserahkan kepada WTO saja. Badan lain yang bisa berperan efektif adalah UNCTAD (UN Conference on Trade and Development). Selama ini 1995 - 2004 Sekretaris Jenderal UNCTAD dijabat oleh Rubens rUcopero dari Brasil, yang telah memimpin UNCTAD dengan baik, tetapi masih terbatas dalam pengarunya menghadapi WTO. Saya gembira bahwa Dr. Supachai minggu lalu telah ditetapkan sebagai Sekretaris Jenderal UNCTAD yang baru. Ada harapan UNCTAD akan lebih berperan dalam menanggulangi jurang antara negara maju dan negara berkembang. Bagi bangsa dan rakyat kita, ditambah lagi dengan akibat krisis yang masih berjalan dan sangat membebani masyarakat. Krisis dan masyarakat Krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997 dan kemudian melanda hampir semua negara The rest di Asia telah ditangani secara khusus oleh masing-masing negara dan pemerintahnya. Apalagi dinegara kita dimana krisis ekonomi telah berubah menjadi krisis multidimensi, atau lebih drastis lagi bisa dikatakan sebagai krisis budaya, memerlukan penanganan yang kontinu dan terkoordinasikan, serta dikelola secara terpadu. Seperti diuraikan diatas, krisis yang dihadapi, telah menimbulkan dis-equilibrium yang perlu penanganannya melalui upaya-upaya khusus shock adjustment. Pelaksanaannya harus dilakukan secara bertahap dan konvergen, pengorbanan melalui sehingga tidak terjadi PDB dis-equllibrium. Tantangan meningkatnya kebijakan dalam masalah Indonesia perbankan dan ekonomi, telah mulai menuju keseimbangan baru, walaupun dengan menurunnya APBN. dan pengangguran. lama dan dihadapkan kepada penyelesaian perbankan yang akhirnya membenbani masyarakat alokasi Kritik terhadap bermunculannya pemikiran-pemikiran baru dalam perekonomian, telah menimbulkan perubahan paradigma. Dibandingkan dengan negara-negara lain, pergeseran paradigma dalam politik, telah membawa kita kedalam alam demokrasi yang baru. Pergantian pemerintahan dirasa terlalu cepat, yang mengakibatkan setiap saat diperlukan keseimbangan baru. Kita kehilangan leadership atau kepemimpinan untuk jangka panjang yang sangat diperlukan dalam mengatasi shock yang disebabkan oleh krisis.

Kita memerlukan seorang pemimpin untuk kurun waktu yang cukup panjang, untuk bisa mencapai keseimbangan baru dalam kehidupan masyarakat. Kita belum bisa mengandalkan kepada konsistensi ideologi (kalau masih mempunyai) dari partai politik. Dalam menghadapi trust, sehingga krisis kita dihadapkan pada pemilihan kebijakan. diyakini Setiap akan kebijakan selalu membawa akibat pro dan kontra. Yang penting adalah pembentukan kebijakan yang ditetapkan dipercayai dan menguntungkan bagi masyarakat. Produktivitas Seperti saya jelaskan didepan, pembatas kita dalam perdagangan bebas dunia ini, ialah kemampuan kita untuk bersaing. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing kita adalah produktivitas dan efisiensi. Kita ketahui bawa tingkat produktivitas bangsa kita sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara pesaing kita. Rendahnya produktivitas menyebabkan kemapuan memproduksi barang yang sama kita memerlukan dana dan waktu yang lebih banyak. Atau mahal. Peningkatan produktivitas dan efisiensi merupakan sumber pertumbuhan utama untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan daya saing kita. Dan sebaliknya pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan juga merupakan unsur penting dalam menjaga kesinambungan peningkatan produktivitas jangka panjang. Secara makro sumber pertumbuhan dapat dikelompokan dalam Peningkatan stock modal masih memberikan andil terbesar dalam pertumbuhan ekonomi kita. Dalam Repelita V, dengan pertumbuhan rata-rata 6,6 persen, andil peningkatan stock modal mencapai 58,1%. Sedang didalam Repelita VI, dengan pertumbuhan 6,2 persen, andil stock modal 52,6%. Jumlah tenaga kerja - Dalam Repelita V tenaga kerja meningkat 1,7%, yang berarti mempunyai andil sebesar 25%. Dan pada Repelita VI turun menjadi 16%. Peningkatan produktivitas peningkatan produktivitas ini mempunyai arti yang sangat penting, karena bukan bersumber kepada jumlah input atau sumberdaya, melainkan disebabkan oleh peningkatan kualitasnya. Dalam Repelita V, peningkatan produktivitas 1,1% andilnya terhadap pertumbuhan 17%. Dan dalam Repelita VI, dengan tingkat pertumbuhan 1,4% andilnya terhadap pertumbuhan menjadi 21,8%.

Jadi peran produktivitas dalam pertumbuhan dan daya saing ini sangat besar, pertanyaannya bagaimana kita dapat meningkatkan produktivitas ini. Produktivitas adalah produk budaya yang rumit dan tidak mekanistik dan linear. Dimilikinya teknologi, dikuasainya teknik dan ketrampilan, tidak akan ada gunanya kalau semuanya tidak terinternalisasi dalam kehidupan kita. Sering terjadinya konflik dalam berbagai tingkatan dan daerah, melemahkan secara signifikan produktivitas nasional kita sebagai hilangnya atau berkurangnya saling mempercayai mengurangi kekuatan modal masyarakat kita. Yang pada akhirnya menurunkan total productivity performance kita. Pasar Lelang Selain produktivitas, sisi lain yang penting untuk meningktakan daya saing adalah peningkatan efisiensi. Dalam hal ini adalah dalah perdagangan komoditi agro. Setiap tahun dan setiap musim kita merasakan masalah yang dihadapi oleh petani kita waktu panen tiba. Bukannya kegembiraan yang menyongsong mereka, seperti harapan waktu mulai menanam, tetapi kepedihan karena harga komoditi hasil panennya anjlok dipasar. Disisi lain mereka membutuhkan uang untuk menutupi modal dan pinjaman yang telah dikeluarkan sebelumnya serta untuk meneruskan kehidupannya. Mereka terpaksa menjual hasil panennya dalam tekanan harga oleh pedagang, demi untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya. Para tokoh dan pimpinan organisasi atau perkumpulan petani, dari tahun ketahun terus berteriak, memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi petani kita. Berbagai macam proteksi melalui kebijakan subsidi, monopoli, perdagangan bebas, pembatasan impor dan pengenaan bea masuk saling bergantian diberlakukan, dengan dalih membela petani. Sebenarnya yang ingin dicapai adalah keseimbangan antara kepentingan konsumen dan produsen. Berbagai upaya dengan dalih melindungi dan membela petani lebih dinikmati oleh petani besar dan berdasi, pengepul dan pedagang. Kenyataannya petani terus berteriak, tetapi disisi lain juga terus menanam. Rupanya tidak ada pilihan lain selain hidup terus sebagai petani. Komoditi pertanian memang mempunyai ciri yang khas, selain berumur terbatas juga hanya dipanen pada waktu-waktu tertentu saja. Sehingga akibatnya fluktuasi harga sangat besar, dan ditambah oleh pengaruh harga dipasar internasional. Sebab itu komoditi pertanian ini mempunyai sistem dan mekanisme sistem dan mekanismenya secara meluas dan baik. perdagangan yang spesifik tersendiri. Sayangnya sampai hari ini kita belum dapat mengembangkan

Kita belum mengenal secara luas sistem lelang untuk menentukan harga secara transparan. Pasar induk masih langka dan transaksinyapun lebih berorientasi sebagai pedagang eceran, malah terkesan kumuh. Transaksi lebih berbentuk spot, belum ada transaksi yang bersifat forward. Menurunnya harga komoditi pertanian sewaktu panen masih tetap menjadi masalah kita, malah terasa seolah-olah kita tidak berdaya menghadapinya. Teriakan yang terus disuarakan petani dan berbagai pengaturan yang diterapkan belum dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi petani. Saya menganggap sistim dan mekanisme perdagangan komoditi pertanianlah yang harus dibenahi dan dibentuk. Pada tahun 1998, Departemen Perindustrian dan Perdagangan telah mengambil inisiatif dengan beberapa langkah seperti pendirian

Bursa Berjangka Komoditi, dukungan dan rencana didirikannya Pasar Lelang Lokal dam Regional. Kajian dan pemikiran diterapkannya sistim Resi Gudang (Warehouse Receipt System) telah dimulai, beberapa percontohan telah dilakukan dibeberapa daerah. Ketiga komponen ini harus bisa berjalan bersamaan. Pembentukan harga bisa dilakukan secara transparan, petani mendapat jaminan harga sebelum panen (bukan ijon) dan petani bisa mendapatkan dana tanpa menjual hasil panennya sewaktu harga rendah. Bursa Berjangka Komoditi yang berdiri sejak tahun 1999, belum bisa berfungsi dengan baik, atau samasekali belum berfungsi seperti yang kita harapkan. Hal ini antara lain disebabkan karena kedua komponen lainnya yaitu Pasar Lelang dan Resi Gudang belum berjalan. Pendirian Pasar Lelang harus menjadi komitmen pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Khususnya komitmen pemerintah daerah. Seharusnya merupakan bagian dari pembangunan fasilitas umum untuk mendukung perekonomian yang berbasis pertanian. Dalam beberapa tahun ini perkembangan pasar lelang di tanah air sudah cukup menggembirakan. Sudah 11 (sebelas) kota memiliki pasar lelang forward. Memang frekwensinya masih bervariasi dari 1 kali sampai 24 kali dalam sebulan. Proyek Rintisan Resi Gudang sudah diluncurkan di Lampung untuk komoditi kopi dan lada, dan di Makasar untuk komoditi cokelat. Proyek Rintisan ini didukung oleh PT BGR - BUMN pergudangan sebagai penyedia tempat dan pengelola, PT Kliring Indonesia sebagai penjamin dan Bank Niaga sebagai bank pelaksana. Walaupun didunia perdagangan komoditi pertanian sistem resi gudang ini sudah merupakan sesuatu yang biasa. Resi gudang pada dasarnya adalah satu cara bagaimana komoditi bisa dijadikan

kolateral. Petani ataupun pemilik komoditi tidak perlu menjual komoditinya sewaktu harga rendah, tetapi masih dapat mendapatkan dana dari perbankan untuk memulai kegiatannya lagi. Yang menjadi penting disini adalah begaimana perbankan dapat mempercayaai nilai komoditi yang diagunkan. Bagaimana kwalitas komoditi tersebut tidak menurun dan untuk jangka waktu tertentu. memberikan jaminan kepada bank. Yang sering mengganjal dan kelihatan enggan untuk ikut menyelesaikan masalah ini adalah justru perbankan. Perbankan adalah salah satu mata rantai yang penting dalam perekonomian kita. Dan sistem Resi Gudang tidak kalah pentingnya dari mata rantai lainnya. Resi Gudang mempunyai juga fungsi mengamankan para petani kita. Peraturan dibuat untuk melancarkan apa yang ingin kita jalankan. Janganlah peraturan menjadi ganjalan untuk mencapai tujuan. Komitmen perbankan kita perlukan untuk mendukung sistem perdangan komoditi pertanian. Bursa Berjangka Komoditi, Pasar Lelang dan Resi Gudang harus berjalan bersamaan. Tetapi kita membutuhkan dukungan perbankan. Budaya Interaksi antara bangsa dalam era globalisasi ini makin meningkat. Globalisasi perdagangan negosiasi, menjadikan mencari interaksi antara bangsa bukan kita hanya sendiri sebagai dalam persahabatan saja, tetapi sudah merupakan interaksi yang diliputi oleh persaingan, untuk keuntungan. Didalam negeri perdagangan dan peersaingan usaha, masing-masing suku mempunyai budaya yang berbeda dan penempatan nilai-nilai values yang berbeda juga (sayang sekali saya belum menemukan buku yang membahas masalah cross cultural ini). Adanya perusahaan multinasional, penanaman modal asing, dan pemilikan saham oleh perusahaan asing, telah menimbulkan terjadinya pertukaran budaya yang intensif. Termasuk dalam kehidupan diluar jam kerja. Khususnya dalam persaingan global perlu kita mengenali budaya dan nilai-nilai yang diyakini oleh pesaing ataupun partner kita. Farid Elashmawi, dalam bukunya Competing Globally, Mastering Multicultural Management and Negotiations, telah memberikan gambaran bagaimana bangsabangsa tertentu menempatkan nilai-nilai dalam urutan yang berbeda. Dari 20 katagori nilai-nilai yang diajukan, yaitu Group Harmony, Competition, Seniority, Cooperation, Privacy, Openness, Equality, Formality, Risk Taking, Bagaimana kalau pemilik tidak dapat menualnya. Hal inilah yang merupakan tugas pengelola gudang untuk dapat

Reputation, Freedom, Family Security, Relationship, Self-reliance, Time, Group Consensus, Authority, Material Possesions, Spiritual Enlightenment, Group Achievment., telah dapat disusun urutan seperti dibawah ini.
AMERIKA Equality Freedom Openness Self-Reliance Cooperation JEPANG Relationship Gr Harmony Family Freedom Cooperation KOREA Family Cooperation Relationship Gr Harmony Spiritual THAI Seniority Reputation Cooperation Authority Relationship INDONESIA Seniority Reputation Gr Harmony Family Relationship ARAB Seniority Spiritual Reputation Family Author

Sedang diantara bangsa Cina dari beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Cina, didapatkan gambaran sebagai berikut
CHINA Equality Freedom Family Gr Harmony Cooperation Competition TAIWAN Competition Family Reputation Seniority Authority Wealth HONGKONG Competition Relationship Reputation Time Wealth Authority SINGAPORE Relationship Family Openness Cooperation Freedom Equality

Bagi para pengusaha maupun diplomat kita, pengetahuan mengenai nilai-nilai dan kebiasaan tiap bangsa perlu diketahui dan dikenali secara baik. Apalagi dalam mengembangkan ekspor yang berubah, dari produk pertanian primer menjadi produk agro olahan, maka pasarpun akan berubah. Sehingga pengetahuan kita mengenai berbagai aspek dari budaya pembeli kita menjadi penting. Ekspor merupakan bagian yang penting dari ekonomi negara kita, mungkin lebih penting dari pinjaman atau bantuan dari luar negeri. Jadi dalam menghadapi persaingan dalam era globalisasi ini ada beberapa hal yang penting dimengerti. Pertama, pasar dalam negeri adalah bagian dari pasar global yang harus kita rebut. Kedua, produktivitas perllu mendapat perhatian sebagai faktor yang penting dalam pertumbuhan. Ketiga, efisiensi yang dikaitkan dengan pembentukan pasar lelang, resi gudang dan bursa berjangka komoditi, yang sekaligus menempatkan petani produsen pada posisi yang lebih baik. Kempat, pengetahuan mengenai budaya dalam masyarakat perdagangan yang menglobal dan bersifat multicultural.

Jakarta, 16 Mei 2005.

You might also like