You are on page 1of 35

LAPORAN KASUS GAGAL JANTUNG PAVILIUN FLAMBOYAN RSUD TANGERANG

Nama : Bayyinah NIM: 108102000026 FARMASI VII A

BAB I PRESENTASI KASUS


I.1 DATA PASIEN Ruang 1 bed 3
Umur Jenis Kelamin : 55 tahun : Perempuan

Tanggal Masuk : 26 Januari 2012 Berat Badan Tinggi Badan : 45 Kg : 154 cm

I.2 Keluhan Utama


Sesak nafas

I.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Sudah 1 minggu sesak nafas dan memberat 1 hari sebelum masuk RS, batuk (+), mual (+), riwayat Hipertensi (+), DM (+) Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum berat, compos mentis ; TD 148/67mmHg ; FN 83x/menit ; FP 22x/menit O2 3L/menit ; mata C/A score 0 ; paru vesikuler-/- ; wheezing - ; Bising usus (+) Normal ; Abdomen datar ; Ext hangat , edem (-) Diagnosa Kerja: 1. CHF Fc (stadium) III Susp. HHD 2. DM type 2 tidak terkontrol 3. Efusi pleura bilateral

I.4 RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU


DM sejak 1 tahun yang lalu (pakai insulin tapi tidak tentu) Hipertensi ~ 5 tahun (tidak terkontrol) Osteoporosis nyeri dikedua sendi lutut (tidak terkontrol)

I.5 RIWAYAT KELUARGA


Tidak ada keturunan DM

I.6 RIWAYAT SOSIAL


Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 2

Status perkawinan

: Kawin

Merokok : > 20 tahun sampai sekarang masih merokok (1 bungkus / hari tetapi menurut wawancara pasien 2 bungkus/ hari merk rokok Jinggo) Alkohol Narkoba : Tidak : Tidak

I.7 RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT


Bodrex 1xminum 2 tablet Bodrex dari Tempo Scan Pasific/Bode Komposisi Indikasi Dosis dws Kontraindikasi Efek samping : Paracetamol 600 mg, caffein 50 mg : sakit kepala, sakit gigi, dan demam : 1 tab, diberikan 3-4xsehari : Gangguan fungsi hati berat : gangguan fungsi hati (pada dosis besar & penggunaan jangka lama)

I.8 KAJIAN STATUS KLINIK


TANGGAL 26 Januari 2012 S Os. Mengatakan kepala pusing, nyeri dada berkurang O keadaan umum Tampak Sakit Berat; Jalan nafas clear ; Pernafasan spontan RR 21x/menit Sat O2 95%; Sirkulasi Bp (blood pressure) 163/86 , HR 87x/menit , Suhu 360C ; kesadaran compos mentis ; IV line (syringe IV) isorbid 1mg/jam Stqa (tidak ada perubahan) A P Gangguan pola Lanjut nafas, penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas

28 Januari 2012

Keluhan (-)

1. Efusi pleura bilateral perbaikan 2. Acute Heart failure 3. DM tipe 2 (gula darah belum terkontrol) 4. Hipokalemia 5. Hipertensi tingkat II

(terapi harian) th/ correctional dose jam sebelum makan (dosis pemberian insulin) GD RI <200 0 Unit 2015 Unit 250 25010 Unit 300 30115 Unit 350 >350 20 Unit KSR 3x1 tab

Lain-lain sesuai dengan kardio dan pulmo Masalah ALO perbaikan Efusi pleura perbaikan Hipertensi DM type 2 TD 129/64 HR 105 Vesikular di 1/3 lapang paru
Th/ Cedocard 1mg/jam Stop Captopril 3x37,5mg ditingkatkan jadi 3x50mg Amlodipine 1x5mg (m) R/Stop Aldactone 1x25mg KSR Stop Lasix 2x1 ampul

29 Januari 2012

(-)

keadaan umum Tampak Sakit Berat; Jalan nafas clear ; Pernafasan spontan O2 (+) RR 9x/menit ; Sirkulasi Bp 122/60 , HR 75 , Suhu 360C ; kesadaran compos mentis

30 januari 2012

Sesak berkurang , mual (-) , muntah (-) , nafsu makan baik

cm ; keadaan umum tampak sakit ringan ; TD 130/60mmHg ; FN 80x/menit ; RR 32x/menit ; Mata konjungtiva puncak (kp) -/- score -/- ; Leher tekanan jugularis vena (JVP) 5 minus 2 cmH2O ; Jantung Bunyi Jantung (BJ) I II normal, murmur (-), gallop (-) ; Pulmo vesikuler , rongki (kelainan paru contoh: Edem paru ada bunyi rongkinya) -/- , wheezing (berhubungan dengan airway) -/- ; Abdomen datar , Bising usus (+) normal ; Ext 4

penurunan curah jantung ; penurunan perfusi jaringan perifer ; intoleransi ADL (activity daily living) tidak sanggup melakukan kegiatan seharihari karena sesak nafas (contoh: Mandi) 1. Edema paru perbaikan 2. Efusi pleura bilateral 3. Hipertensi terkontrol 4. DM type II, NW, GD terkontrol

lanjut

Rdx / Rtx / Diet DM lunak ; KGDH (kurva Gula darah harian) ; Terapi sesuai kardiologi dan paru

31 Januari 2012

sesak nafas berkurang, mual (), muntah (-), nafsu makan baik

1 februari 2012

batuk (+), sesak berkurang, BAB/BAK (normal), nafsu makan baik, mual (-), muntah(-)

edem -/cm , tampak sakit sedang (tss); TD 128/60 ; P 28x/menit ; N 80x/menit ; S : afebris (tidak demam) ; Mata Conjungtiva atas (C/A) /- , score -/- ; Leher Kelenjar Getah Bening tidak teraba (KGB ttb), tekanan juglaris 5-2 cmH2O ; Jantung S1 S2 Normal , M normal , G normal ; Pulmo Vesikuler +/+ (berkurang) , rongki -/- , wheezing -/- ; Abdomen flat , NTG (nyeri tekan tidak ada) (-) , Hati limfa (H/L) tidak teraba, Bising usus (+) normal ; Ext Hangat , CRT (pengisian kapiler) kurang dari 2 detik , edem -/keadaan umum cm, tampak sakit sedang; TD 125/65mmHg ; N 80x/menit ; P 20x/menit ; S afebris ; mata C/A -/, score -/- ; leher KGB ttb, JVP 5-2 cmH2O ; Jantung S1 S2 normal, M normal, G normal; pulmo rh -/- , wh -/- ; abdomen flat, NTG (-) , H/L ttb, Bu (+) normal ; Ext Hangat , CRT (pengisian kapiler) L2S (less 2 second) , edem /-

1. Edema paru perbaikan 2. Efusi pleura bilateral 3. Hipertensi terkontrol 4. DM type II, NW (normal weight), GD terkontrol

Rdx / Rtx / Diet DM lunak ; Terapi sesuai kardiologi dan paru tx/
Captopril 3x50mg Bisoprolol 1x2,5mg (p) Aspilet 1x80mg (p) Plavix 1x75mg (p) Simvastatin 1x10mg (m) Aldactone 1x25mg (m) Lasix 1x1 ampul

Echo cardiograph

1. Edema paru perbaikan 2. Hipertensi terkontrol 3. DM type II dan komplikasi makroangiopati (kardiovaskular) 4. Dislipidemia

Rdx / Th / - KGDH - Diet DM 1700 kkal - Metformin 2x500mg - Simvastatin 1x10mg - Ascardia 1x85mg

I.9 DATA PEMERIKSAAN FISIK, LAB


A. Hasil GDS No 1. 2. Tanggal 26 Januari 2012 27 Januari 2012 Hasil Jam 03.00 : 300 Jam 05.00 : 124 Jam 15.00 : 175 Jam 24.00 : 173 Jam 06.00 : 214 Jam 12.00 : 236 Jam 17.00 : 154 Jam 18.00 : 180 Jam 06.00 : 235

3.

28 Januari 2012

4.

29 Januari 2012

Jam 11.00 : 142 Jam 17.00 : 119 Jam 06.00 : 117

B. Grafik Suhu dan nadi Tanggal 31/01/2012 HASIL - Nadi pukul 06.00 88x/menit ; pukul 12.00 88x/menit ; pukul 18.00 100x/menit Suhu pukul 06.00 36,80C ; pukul 12.00 36,00C ; pukul 18.00 37,20C Tekanan darah pukul 06.00 110/80mmHg ; pukul 18.00 130/80mmHg

C. Data EKG TANGGAL 27 Januari 2012 Pukul 05.10 HASIL 1inversi V2-V4, aUL ST depresi V4-V6 Kesimpulan LVA CHF Fc III ST elevasi anterolateral P 98ms PR 164ms QRS 92 QT 370ms QTc 451ms *QTr 116 Frontal vector P 0,19mV 33 QT 0,92mV -7 T 0,17mV 112 Normal axis Abnormal ECG Gel P = 0,04 PR interval = 0,12 det QRS interval = 0,08 det ST segmen = depresi di lead I AUL, elevasi (-) Gel + = inverted di lead V2, V3, V4, V5, V6

28 Januari 2012

29 Januari 2012 Pukul 06.00

No

Jenis Pemeriksaan Kimia Darah Kreatinin Ureum Asam Urat Protein total Albumin Kolesterol total Trigliserida Kolesterol LDL Kolesterol HDL CPK

Nilai Normal

Hasil pemeriksaan (tanggal) 26/01/2012 28/01/2012

29/01/2012 0,7 mg/dl 35 mg/dl

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10.

Pr < 1,1 mg/dl < 50 mg/dl Pr < 5,7 mg/dl 6,6 8,7 mg/dl 3,5 5,2 mg/dl < 200 mg/dl < 150 mg/dl < 155 mg/dl >35 Pr <167 6

6,0 mg/dl 5,9 mg/dl 3,4 mg/dl 211 mg/dl 143 mg/dl 146 mg/dl 36 mg/dl 109 U/L

51 U/L

11. 1. 2. 3.

1. 2.

3.

4.

5.

6.

CK-MB A.Hematologi Hemoglobin Jumlah Leukosit Hematokrit Trombosit B.Kimia Karbohidrat (glukosa sewaktu) Fungsi ginjal - Umum - Kreatinin Fungsi hati - SGOT - SGPT Elektrolit - Na - K - Cl Fungsi jantung - CK - CKMB Troponin I

<25 14,0 18,0 /dl 4000 10.000 /l 37 49 % 150.000 450.000 /l < 180 mg/dl

13 U/L 11,4 g/dl 11.500 /l 33% 218.000 /l 300 mg/dl

22 U/L

10-50 mg/dl < 1,4 mg/dl < 38 U/L < 41 U/L 135 145 mmol/L 3,5 5,1 mmol/L 97 111 mmol/L P < 167 U/L < 25 U/L

31 mg/dl 0,7 mg/dl 26 U/L 33 U/L 130 mmol/L 3,74 mmol/L 107 mmol/L 220 U/L 45 U/L (-) negatif

Pemeriksaan gas darah dan elektrolit Syringe sampel Acid/Base 370C pH pCO2 pO2 HCO3 act HCO3 std tCO2 Bevt Bevv Corrected 37.00C pH (T) pCO2 (T) pO2 (T) Oxygen Status pO2 O2sat Electrolyte Na K Ca Cl Entered Temp tHb Tanggal pemeriksaan 26/1/2012 28/1/2012 7,464 31,2 67,1 21,9 23,5 22,9 -1,2 -1,9 7,464 31,2 67,1 67.1 94,6 7,471 34,6 70,5 24,7 25,6 25,7 1,3 1,0 7,47 33 68,2 70,5 95,2 136,4 3,04 **** 105 37,0 11,4 36,5 11,4 satuan Nilai Normal

mmHg mmHg mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L

7,350 7,4 32,0 45 75,0 100 22-26

-2,5 (+) 2,5

mmHg mmHg mmHg % mmol/L mmol/L mmol/L


0

75,0 100

135 145 3,5 5,1 97 111

C g/dl

I.10 DIAGNOSIS
CHF Fc III Non ST elevasi anterolateral

I.11 DATA PENGGUNAAN OBAT


NO NAMA OBAT Captopril Aspilet Plavix Simvastatin Laxadine DZP (mims edisi 10 h.108) OBH Syrup TANGGAL DOSIS 3x25mg ; 3x37,5mg 1x80mg 1x75mg 1x40mg 1xC1 1x1tab
26/01/2012

Si

27/01/2012 P Si M

28/01/2012

29/01/2012

30/01/2012

31/01/2012

Si

Si

P T T

Si

P T T

Si

1/2/2012 P Si M

1 2 3 4 5 6

St o p St o p St o p St o p -

3xC1

ISDN

2x10mg

Ambroxol syrup Amlodipine Obat Suntik Lasix

3xC1

10

1x5mg

2x1ampul

Levofloxacin

1x (500mg/ 100ml)

St o p

Obat insidentil Aldactone

1x25mg

TANGGAL 26 JANUARI 2012

OBAT Jam 18.00 ( ranitidine 1 ampul ; furosemid 1 ampul ; ketorolac 1 ampul) Jam 19.20 (ISDN 5 mg sub lingual) Jam 19.40 (CPG 300 mg tab; aspilet tab 160 mg ; Simvastatin 20 mg ; DZP 5 mg ) Jam 20.15 Infus NaCl 0,9% 50 cc drip isosorbid 20 mg 2,5cc/jam

Data Obat No. Nama Obat 1. Captopril (mims edisi 10 hal.38) Komposisi Captopril (ACE inhibitor) Indikasi Hipertensi ringan s/d sedang. Hipertensi berat (jika terapi standar tidak efektif atau tidak dapat digunakan) Dosis Dws hipertensi ringan s/d sedang awal 12,5mg 2xsehari ; dapat ditingkatkan selang 2-4 minggu. Hipertensi berat Kontraindikasi Glaukoma, anemia, hipertiroid, peningkatan TIK, infark miocardium Efek Samping Wajah/leher panas kemerahan, sakit kepala, gangguan GI, denyut nadi cepat.

2.

3.

4.

5.

Aspilets Acetylsalicylic Mengurangi risiko (mims edisi acid serangan infark 10 h.74) (Antiplatelet) miokard pada pasien dgn riwayat infark dan serangan iskemia sepintas berulang Plavix Clopidogrel mengurangi (mims edisi (Antiplatelet) terjadinya 10 h.77) aterosklerotik (infark miokard, stroke, dan kematian vaskuler), pd pasien dgn ateroskleloris yg disebabkan oleh stroke sebelumnya, infark miokard atau penyakit arteri perifer Simvastatin Simvastatin Menurunkan (mims edisi (antikolester koleterol LDL & 10 h.69) olemia) total pd hiperkolesterole mia primer & sekunder jika respon thd diet & pengobatan non farmakologikal tunggal lain tidak memadai Laxadine Per 5ml Konstipasi (untuk (mims edisi Phenolphthal membilas usus 10 h. 26) ein 55mg, sebelum & liqd paraffin sesudah op) bilas 1200mg, usus sebelum

awal 12,5 mg 2xsehari, dapat ditingkatkan bertahap dengan selang waktu paling sedikit 2 minggu , maksimal 150 mg/hari Dosis untuk gagal jantung, dosis inisial 6,25 mg 3xsehari, dosis untuk bertahan hidup (survival benefit) 50 mg 3xsehari (iso farmakoterapi h.96) Dosis 1tab/hari, infark miokardium dapat ditingkatkan s/d 300mg/hari

Tukak peptik aktif, Mual, gangguan GI, hipoprotombinemia, hipoprotombinemia dan gangguan pendarahan lainnya

Dws 75 mg 1xsehari

Perdarahan patologis aktif misalnya tukak peptik, perdarahan intrakranial, gangguan hati berat, laktasi

Sakit kepala, pusing, gangguan hematologik, ruam kulit, pruritus

Awal 10mg/hari pada sore hari , hiperkolesterolemia ringan s/d sedang 5mg/hari maks.40mg/hari

Penyakit hati aktif Nyeri abdomen, atau peningkatan konstipasi, sakit persisten kepala, miopati transaminase serum yg tidak jelas penyebabnya, hipersensitivitas

Dws 1-2 sdm (15-30 Ileus obstruktif, ml)1x/hari sebelum nyeri perut yg tidak tidur diketahui penyebabnya

Ruam kulit, pruritus, rasa panas kolik, kehilangan cairan & elektrolit, penurunan BB.

6. 7.

8.

glycerin 378mg DZP Diazepam (antiansietas) OBH syrup Per 5 ml (mims edisi Diphynhydra 10 h.99) mine HCl 12,5mg , ammon Cl 125 mg, Na citrate 50mg, licorice root extr 167 mg , SASA 105mg ISDN (merk Isosorbide cedocard dinitrate (anti mims edisi angina 10 h.38) golongan nitrat)

pemeriksaan radiologi kecemasan

2-5mg Mengantuk

Ekspektoran Dws 2sdt 3-4x/hari untuk batuk yg disebabkan krn dahak berlebihan & batuk krn alergi

9.

10.

11.

Angina pektoris, profilaksis serangan angina pd penyakit koroner kronik, kelainan angina setelah infark miokardium, gagal jantung Ambroxol Ambroxol HCl Gangguan saluran syrup (mukolitik) nafas akut & (mims edisi kronik 10 h.89) sehubungan dgn sekresi bronkial yg abnormal khususnya pd keadaan eksaserbasi dari bronkitis kronis, bronkitis asmatis, asma bronkial Amlodipine Amlodipine Hipertensi dan (obat-obat (antiangina angina penting golongan varian/stabil h.558) antagonis kalsium) Lasix inj. Furosemid Terapi tambahan (mims edisi (diuretik pd edema 10 h.57) kuat) pulmonari akut. Digunakan jika ingin terjadi diuresis lebih cepat & tidak mungkin diberi oral
Levofloxacin (mims edisi 10 h.230)

Cedocard 10 mg Anemia dewasa 1-3tab hipotensi, 4x/hari kardiogenik

berat, Sakit kepala, mual, syok hipotensi postural

Dws 10 ml 3xsehari

Gangguan saluran cerna ringan, jarang reaksi alergi

5 mg 1xsehari maksimal 10 mg

Edema Dwsa awal 20-40 mg IV/IM dosis tunggal Sediaan 20 mg/2ml

12.

Levofloxacin (antibiotik golongan kuinolon) Sediaan larutan infus

Pneumonia yg didapat dari lingkungan, eksaserbasi akut dari bronkitis kronik

Pneumonia yg didapat dari lingkungan 500 mg 1xsehari selama 714 hari ; eksaserbasi akut 10

Gagal ginjal akut dgn anuria, koma hepatik, hipokalemia, hiponatremia, atau hipovolamia dgn atau tanpa hipotensi. Gangguan fungsi ginjal atau hati Hipersensitif terhadap levofloxacin & derivat kuinolon, hamil, anak < 18 tahun

Gangguan pencernaan ringan; kehilangan K, Ca, Na ; metabolik alkalosis, diabetes.

Syok anafilaksis, EKG abnormal, sakit kepala, ruam kulit, edema, peningkatan berkeringat,

500mg/ 100ml 13. Aldactone Spironolacto Lihat dosis (mims edisi ne 9diuretik 10 h.55) hemat kalium)

dari bronkitis kronik 500 mg 1xsehari selama 7 hari Edema dosis harian Insufisiensi ginjal dapat diberikan sbg akut, anuria, dosis tunggal ; hiperkalemia, hamil Gagal jantung kongestif awal 100mg/hari, ditingkatkan bertahap s/d 200mg/hari ; Hipertensi 50100mg/hari diberikan dlm dosis harian atau dosis tunggal

kelelahan menyeluruh Mengantuk, sakit kepala, ataksia, gangguan mental,

11

BAB II DISKUSI PENYAKIT UTAMA


II.1 Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah pada jumlah yang cukup bagi kebutuhan metabolisme tubuh. (ISO FARMAKOTERAPI h.92) Cronic Heart Failure (CHF) adalah Keadaan abnormal dimana terdapat gangguan fungsi jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan jantung dalam memompa darah keluar untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh waktu, istirahat maupun aktivitas normal (Arita Murwani, 2008). Cronic Heart Failure (CHF) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (W. Aru Sudoyo. 2006). Cronic Heart Failure (CHF) /Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Arif Mansjoer, 2000). Cronic Heart Failure yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung (Arif Muttaqin, 2009) Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Cronik Heart Failure adalah merupakan kegagalan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh dalam pemenuhan kebutuhan metabolisme jaringan. Fungsi sitolik jantung ditentukan oleh empat determinan utama, yaitu: kontraktilitas miokardium, preload ventrikel (volume akhir diastolik dan resultan panjang serabut ventrikel sebelum berkontraksi), afterload kearah ventrikel, dan frekuensi denyut jantung. Terdapat 4 perubahan yang berpengaruh langsung pada kapasitas curah jantung dalam menghadapi beban : Menurunnya respons terhadap stimulasi beta adrenergik akibat bertambahnya usia. Etiologi belum diketahui pasti. Akibatnya adalah denyut jantung menurun dan kontraktilitas terbatas saat menghadapi beban.

12

Dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku pada usia lanjut karena bertambahnya jaringan ikat kolagen pada tunika media dan adventisia arteri sedang dan besar. Akibatnya tahanan pembuluh darah (impedance) meningkat, yaitu afterload meningkat karena itu sering terjadi hipertensi sistolik terisolasi. Selain itu terjadi kekakuan pada jantung sehingga compliance jantung berkurang. Beberapa faktor penyebabnya: jaringan ikat interstitial meningkat, hipertrofi miosit kompensatoris karena banyak sel yang apoptosis (mati) dan relaksasi miosit terlambat karena gangguan pembebasan ion non-kalsium. Metabolisme energi di mitokondria berubah pada usia lanjut.

Keempat faktor ini pada usia lanjut akan mengubah struktur, fungsi, fisiologi bersama-sama menurunkan cadangan kardiovaskular dan meningkatkan terjadinya gagal jantung pada usia lanjut. Klasifikasi Penyakit a. Gagal jantung kiri

hal ini terjadi karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. b. Gagal jantung kanan, hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume

darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. c. Gagal jantung kanan kiri

Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah, gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron maka kegagalan salah satu ventrikel dapat menyebabkan penurunan perfusi jaringan.

II.2 Etiologi Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan / atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik). (ISO FARMAKOTERAPI h.92) Penyebab umum yang menjadi beban bagi jantung misalnya stenosis katup keluar jantung, hipertensi arteri sistemik, dan cacat yang mengakibatkan aliran berlebih atau volume berlebih di dalam jantung, misalnya karena insufisiensi katup jantung. Penyebab yang sering adalah menurunnya kontraktilitas miokard akibat Penyakit Jantung Koroner, Kardiomiopati, beban kerja jantung yang meningkat seperti pada penyakit stenosis aorta atau hipertensi, Kelainan katup seperti regurfitasi mitral. Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung, yaitu :
13

Kelebihan Na dalam makanan Kelebihan intake cairan Tidak patuh minum obat Iatrogenic volume overload Aritmia : atrial flutter, aritmia ventrikel Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia, gagal ginjal, defisiensi vitamin B, emboli paru. http://www.bit.lipi.go.id/pangan-kesehatan/documents/artikel_jantung/penyakit_jantung.pdf

Penyebab gagal jantung menurut kelompok umur, yakni pada masa neonatus, bayi, dan anak (Sudigdo, dkk, 1994).

A. Periode Neonatus Disfungsi miokardium relatif jarang terjadi pada masa neonatus, dan bila ada biasanya berhubungan dengan asfiksia lahir, kelainan elektrolit, atau gangguan metaholik lainnya. Lesi jantung kiri, seperti sindrom hipoplasia jantung kiri, koarktasio aorta, atau stenosis aorta berat adalah penyebab penting gagal jantung pada 1 atau 2 minggu pertama. Lesi dengan pirau dan kiri ke kanan (duktus artenosus persisten, defek septum ventrikel) biasanya belum memberi gejala gagal jantung dalam 2 minggu pertama pascalahir, karena resistensi vaskular paru yang masih tingi. Namun pada bayi prematur, duktus arteriosus persisten yang besar dapat menyebabkan gagal jantung pada hari-hari pertama pascalahir. Pada minggu ketiga atau keempat resisten vaskular pada mulai menurun sehingga pirau kiri ke kanan makin bertambah, akibatnya sebagian pasien sudah mengalami gagal jantung. Pirau kiri ke kanan akan mencapai tingkat maksimal dalam bulan ke-2 ke-3 pascalahir. Disritmia berat dan kelainan hematologik pada neonatus mungkin dapat menyebabkan gagal jantung pada bulan pertama. Lihatlah Tabel 2.1. (Sudigdo, dkk, 1994)

14

B. Periode Bayi Antara usia 1 bulan sampai 1 tahun penyebab gagal jantung yang paling banyak adalah kelainan struktural, termasuk defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten, atau depek septum atrioventrikularis. Gagal jantung pada lesi yang lebih kompleks, seperti transposisi, ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda, atresia trikuspid, atau trunkus arteriosus biasanya juga terjatuh pada periode ini. Komunikasi anteratrium (defek septum atrium atau primum) biasanya tidak memberikan gejala gagal jantung, kecuali anomali total drainase vena pulmonalis. Pelbagai kelainan, seperti penyakit miokardium atau penyakit lain, juga dapat menyebabkan gagal jantung pada periode ini dengan frekuensi yang lebih jarang (Tabel 2.2). (Sudigdo, dkk, 1994)

C. Periode Anak Gagal jantung PJB jarang dimulai setelah usia 1 tahun. Di negara maju, karena sebagian besar pasien dengan PJB yang berat sudah dioperasi, maka praktis gagal jantung bukan menjadi masalah

15

pada pasien PJB setelah usia 1 tahun. Kadang pasien dengan pintasan sistemik pulmonal buatan (pintasan Blalock-Taussig atau modifikasinya) menderita gagal jantung pada masa anak (Sudigdo, dkk, 1994).

Penyebab gagal jantung kiri dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Kelainan kardial 1) Hipertensi arteri karena jantung kiri harus mamompa lebih kuat. 2) Arterosklelosis dari arteri coronaria sehingga otot jantung kurang O2. 3) Kelainan katup aorta (aorta insufisiensi tidak menutup dengan baik). 4) Kelainan katup darimitral stenosis (terjadi bendungan pada serambi kiri, akibatnya darah kembali lagi ke paru-paru. b. Kelainan yang extra kardial : 1) Penyakit beri-beri. 2 ) Anemia yang berat 3) Pada anak-anak disebabkan karena bawaan misalnya penyempitan pada aorta. 4) Penyakit pericarditis/radang jantung seluruhnya disebabkan rematik.

Penyebab gagal jantung kanan : 1) Kelanjutan decompensasi cordis kiri. 2) Akibat dari penyakit paru-paru khronis antara lain TBC paru, astma bronchiale bronchiectase, emphysema, kista paru. 3) Pericarditis konstriktifa sebagai akibat dari pericarditis sehingga jantung tidak dapat berkembang. 4) Penyakit jantung bawaan. A S D : Atrium Septum Defect. V S D : Ventrikel Septum Defect.

Penyebab lemah jantung kanan-kiri Sebagai kelanjutan dari kedua decompensasi tersebut.
16

II.3 Patofisiologi
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat (hukum Starling pada jantung). Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik, tetapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama/ kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan ke sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sistemik. Akhirnya, tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik. Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan sistem humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan tons vena; perubahan terakhir ini akan menimbulkan peningkatan volume darah central. Yang selanjutnya menimbulkan peningkatan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya, dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner. Aktivasi sistem saraf simpatis juga meningkatkan resistensi perifer; adaptasi ini dirancang untuk

mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran darah ke ginjal dan jaringan. Resistensi vaskuler perifer juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis yang berlebihan dapat menekan fungsi jantung itu sendiri. Gagal jantung kiri

Gagal jantung kiri terjadi bila curah (output) ventrikel kiri kurang dari volume total darah yang diterima dari jantung kanan melalui sirkulasi pulmoner. Akibatnya terjadi bendungan di sirkulasi paru, dan tekanan darah sistemik turun. Penyebab paling umum dari gagal ventrikel kiri adalah infark miokard. Penyebab lain meliputi hipertensi sistemik, stenosis atau insufisiensi aorta, dan kardiomiopati. Stenosis mitral dan insufisiensi mitral juga dapat menyebabkan gejala gagal jantung kiri. Pada tahap awal gagal jantung kiri dispnea terlihat bila cadangan jantung berlebihan. Pada saat awitan mulai mengumpul dalam kapiler pulmonal, pembentukan edema interstisial menyebabkan defek pada oksigenasi. Saturasi oksigen darah menurun, menyebabkan kemoreseptor merangsang pusat pernapasan. Pada awalnya frekuensi pernapasan meningkat selama latihan dan selanjutnya bahkan pada saat istirahat. Napas pendek pada aktivitas fisik (dispnea pada aktivitas fisik) adalah gejala umum dan relatif dini. Individu ini dapat mengeluh sesak napas bila berjalan atau setelah makan banyak. Ketidakmampuan bernapas dalam

17

posisi telentang disebut ortopnea. Pada gagal jantung kiri kronis, edema pulmonal interstisial dan alveolar mungkin ada setiap waktu; posisi duduk tegak dipilih sehingga cairan turun ke dasar paru, yang membuat bernapas lebih mudah.

Gagal jantung kanan.

Gagal jantung kanan terjadi bila curah ventrikel kanan kurang dari masukan dan sirkulasi vena sistemik. Sebagai akibatnya, sirkulasi vena sistemik terbendung, dan curah ke paru-paru menurun. Penyebab utama adalah gagal jantung kiri, yang menyebabkan tekanan pulmoner naik, sehingga ventrikel kanan bertambah bebannya. Tanda dan gejala dari gagal jantung kanan dikarakteristikkan oleh edema dependen dan pitting dapat dilihat pada sternum atau sakrum pada individu yang berbaring serta pada kaki dan tungkai individu yang duduk. Pembesaran limpa dan hati dapat menyebabkan tekanan pada organ sekitar, keterlibatan pemapasan, dan disfungsi organ. Asites juga terjadi bila gagal jantung kanan berat dan dapat menyebabkan restriksi pemapasan dan tekanan abdomen. Efusi pleural juga dapat terlihat karena peningkatan tekanan kapiler distensi vena jugularis terjadi dan dapat diukur di tempat tidur. Pada gagal jantung murni (tidak dicetuskan oleh gagaljantung kiri), gejala pulmonal minimal sampai tidak ada. Edema perifer mungkin masif dan secara bertahap mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh, suatu kondisi yang disebut anasarka.

Gagal jantung kanan-kiri. Akibat dari gabungan keduanya.

II.4 Gejala klinik


Tanda klinik pada gagal jantung dapat merupakan akibat dari akumulasi cairan, curah jantung rendah, atau perubahan pada otot skeletal. Hipertensi vena dan kongesti mikrosirkulasi menimbulkan transudasi cairan pada rongga tubuh (efusi) atau interstisium (edema). Secara klinik, gagal jantung dapat diketahui sebagai gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, atau gagal jantung bilateral. Tanda klinik yang terjadi pada gagal jantung kiri berkaitan dengan peningkatan tekanan hidrostatik pada vena pulmoner dan kapiler. Tanda klinik karena kongesti dan edema pulmoner, yaitu batuk dan dispne merupakan tanda yang paling umum. Dispne dan intoleransi latihan dapat juga berkaitan dengan perubahan pada otot skeletal yang terjadi pada CHF. Abnormalitas fungsi otot dan peningkatan kelelahan pada CHF berkaitan dengan menurunnya aliran darah ke otot dan peningkatan metabolisme anaerob. Pada kasus yang lebih parah, edema pulmoner disertai dispne yang parah dapat terjadi pada saat hewan beristirahat dan pada auskultasi terdengar suara rales.

18

Gagal jantung kanan mengakibatkan peningkatan tekanan pada pembuluh darah yang mengalirkan darah ke ventrikel kanan, yakni vena sistemik. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya asites, efusi pleura, dan edema perifer. Pada gagal jantung bilateral, terjadi tanda-tanda gagal jantung kanan dan kiri dan sering berhubungan dengan akumulasi cairan di pleura. Efusi pleura lebih berkaitan dengan tekanan kapiler pulmoner daripada tekanan jantung kanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa CHF pada jantung kanan bukanlah penyebab utama efusi pleura. Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dan umur pasien, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, serta derajat gangguan penampilan jantung. Pada tahun 1994, New York Heart Association mempublikasikan revisi dari klasifikasi fungsional penderita gagal jantung : Klasifikasi Fungsional : I. Tidak ada pembatasan aktivitas fisik; aktivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan, dispnea, atau palpitasi. II. Ada pembatasan ringan dari aktivitas fisik : aktivitas biasa menimbulkan kelelahan, dispnea, palpitasi, atau angina. III. Pembatasan pada aktivitas fisik : walaupun pasien nyaman saat istirahat, sedikit melakukan aktivitas biasa saja dapat menimbulkan gejala.

II.5 Diagnosis dan differential diagnosis


Diagnosa Penurunan curah jantung d.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik. Differential diagnosa Kelebihan volume cairan d.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

II.6 Standar Pengobatan


A. Prinsip Pengobatan Terdapat tiga aspek yang penting dalam penanggulangan gagal jantung yaitu pengobatan terhadap gagal jantung (Tabel 2.4), pengobatan terhadap penyakit yang mendasari, dan pengobatan terhadap faktor pencetus (anemia, infeksi, dan disritmia). Termasuk dalam pengobatan gagal jantung yaitu mengurangi retensi cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan mengurangi beban jantung (Sudigdo, 1994).

B. Pengobatan Umum (McPhee, 2009) Istirahat. Pada gagal jantung akut yang berat pasien perlu dirawat inap dengan posisi setengah duduk sangat membantu pasien. Oksigen. Oksigen, biasanya cukup dengan kateter naso-fangeal atau masker, harus secara rutin diberikan pada setiap pasien gagal jantung akut atau
19

gagal jantung yang berat, Pemberian cairan dan diet. Pada pasien dengan gagal jantung berat seringkaii masukan cairan dan makanan per oral tidak memadai, atau mengandung bahaya terjadinya aspirasi. Oleh karena itu pada pasien tersebut seringkali diperlukan pemberian cairan intravena. Mengingat terdapatnya kecenderungan terjadinya retensi cairan dan natrium pada pasien gagl jantung, dan kehilangan kalium bila diberikan diuretik, maka diberikan cairan tanpa natrium, dan jumlahnya perlu dikurangi menjadi kirakira 75-80% kebutuhan rumat. Namun harus terus dipantau, mengingat kerja pernapasan yang meningkat akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan cairan. Pemantauan klinis (turgor, pola pernapasan, balans antara masukan dan keluaran) serta laboratoris (analisis gas darah, elektrolit) menentukan pemberian jenis dan jumlah cairan selanjutnya. Pada pasien yang dapat masukan oral atau yang rawat jalan diperlukan diet rendah garam.

Vasodilator Walaupun digitalis dan diuretik masih dipakai sebagai obat standar, akhir-akhir ini banyak dipakai vasodilator dalam penatalaksanaan gagal jantung. Cara kerja obat vasodilator tersebut adalah dengan mempengaruhi preload dan afterload Pengobatan gagal jantung pada anak dengan vasodilator telah banyak dicoba dengan hasil memuaskan.

Venodilator Cara kerja venodilator ialah menurunkan tekanan darah sistemik dan pulmonal, mengurangi bendungan vena, tetapi tidak meningkatkan curah jantung secara langsung. Nitrat dan nitrogliserin sangat berguna untuk pasien gagal jantung dengan edema paru akibat regurgitasi
20

katup mitral atau aorta. Pada pasien pascaoperasi jantung, obat ini dipakai apabila terdapat gejala bendungan vena sistemik dan paru akibat peninggian tekanan pengisian (filling pressure). Efek obat berguna apabila terdapat peninggian tekanan atau volume pengisian ventrikel. Apabila tekanan atau volume pengisian ventrikel rendah, malahan akan terjadi penurunan curah jantung (Markum, 2002). Dilator Arteri Obat dilator arteri berkhasiat menurunkan afterload dengan akibat bertambahnya curah jantung tanpa meningkatkan konsumsi oksigen. Akan terjadi penurunan tekanan pengisian ventrikel karena pengosongan ventrikel lebih baik (Wayman, 2002). Dilator Arteri-Vena Obat ini berkhasiat menurunkan preload dan afterload sehingga menurunkan tekanan pengisian ventrikel dan penambahan curah jantung, karena berguna pada peninggian tekanan pengisian ventrikel yang disertai curah jantung yang rendah. Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah penghambat enzim menguhah renin-angiotensin-aldosteron (kaptopril) yang kini paling banyak dipakai (McPhee, 2009). Diuretik Golongan diuretik bermanfaat mengurangi gejala bendungan, apabila pemberian digitalis saja ternyata tidak memadai, namun diuretik sendiri tidak memperbaiki penampilan miokardium secara langsung. Obat yang tersering dipakai adalah golongan tiazid, asam etakrinik, furosemid, dan golongan antagonis aldosteron. Furosemid merupakan diuretik yang paling banyak digunakan karena efektif, aman, dan murah. Namun diuretik menyebabkan ekskresi kalium bertambah, sehingga pada dosis besar atau pemberian jangka lama diperlukan tambahan kalium (berupa KCI). Dengan furosemid rendah suplemen kalium mungkin tidak diperlukan; sebagian ahli hanya menganjurkan tambahan makan pisang yang diketahui mengandung banyak kalium daripada memberikan preparat kalium. Kombinasi antara furosemid dengan spironolakton dapat bersifat aditif, yakni menambah efek diuresis. Oleh karena spironolakton bersifat menahan kalium maka pemberian kalium tidak diperlukan (Sudigdo, dkk, 1994). Pengobatan Kombinasi Gagal jantung berat seringkali memerlukan pengobatan kombinasi antara obat inotropik dan obat yang mengurangi beban jantung. Kombinasi antara dopamin dosis rendah dengan dobutamin seringkali digunakan untuk gagal Jantung berat atau syok kardiogenik. Dopamin dosis rendah menambah aliran darah ginjal, sedangkan dobutarnin merupakan obat inotropik yang kuat dan aman. Kombinasi dopamin atau dobutamin dengan nitroprusid dipakai pada penderita gagal jantung dengan curah iantung rendah pascabedah jantung terbuka. Kombinasi antara kaptopril oral dengan digoksin dapat dipakai untuk pengobatan jangka panjang kardiomiopali kongestif dengan atau tanpa insufisiensi aorta atau mitral berat (Wayman, 2002). Terapi Bedah (Sudigdo, 1994) Tindakan bedah menempati peran penting dalam tata laksana gagal jantung pada bayi dan anak, baik untuk penyakit jantung bawaan maupun penyakit jantung

21

didapat. Dalam praktek pediatri, penyakit jantung yang seringkali menyebabkan gagal jantung adalah lesi dengan pirau kiri ke kanan (defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten), serta penyakit jantung reumatik terutama. kelainan katup mitral atau aorta. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi definitif untuk pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung bawaan adalah tindakan bedah. Terdapatnya gagal jantung menunjukkan bahwa kelainan struktural yang terjadi adalah berderajat berat. Untuk tiap lesi tertentu, makin dini gagal jantung terjadi, makin berat kelainan yang ada. Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi dalam harihari atau minggu-minggu pertama pascalahir, misalnya pada sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta berat, atau anomaili total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka ini terapi medikamentosa saja sulit diharapkan rnemberikan hasil, sehingga tindakan invasif diperlukan segera setelah keadaan pasien dibuat stabil. Kegagalan untuk melakukan operasi pada go1ongan pasien ini harnpir selalu akan berakhir dengan kematian. Pada gagal jantung akibat penyakit jantung bawaan yang kurang berat, pendekatan awal yang umum adalah memberikan terapi medis yang adekuat. Bila terapi medis menolong, yang tampak dengan hilangnya gejala gagal jantung, meningkatnya toleransi latihan, serta bertambahnya berat badan dengan cukup memadai, maka terapi medis diteruskan sambil menunggu saat yang baik untuk koreksi bedah. Namun apabila terapi rnedis tidak memperbaiki fungsi jantung, rnaa tindakan bedah diperlukan lebih dini, baik berupa bedah paliatif (banding a. pulmonalis) maupun bedah korektif. Pada pasien penyakit jantung reumatik yang berat yang disertal gagal jantung, maka obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder (biasanya adalah penisilin benzatin) Pengobatan yang disertai dengan profilaksis sekunder yang adekuat mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung. Sebaliknya apabila profilaksis sekunder tidak dilaksanakan dengan haik maka pasien terancam mengalami serangan ulang demam reumatik yang mempunyai potensi untuk lebih memperburuk kelainan jantung yang sudah ada. Bila terapi medis tidak menolong, maka diperlukan evaluasi apakah diperlukan tindakan invasif (valvulotomi mitral dengan balon pada stenosis mitral, rekonstruksi katup pada insufisiensi mitral atau insufisiensi aorta, atau operasi penggantian katup) pada pasien remaja atau dewasa muda. Golongan pasien ini, yakni pasien dengan cacat katup yang berat akibat penyakit jantung reumatik, meskipun telah dilakukan valvuloplasti balon atau operasi, masih menyisakan kemungkinan terdapatnya gejala sisa sehingga sebagian besar pasien tidak dapat hidup sama sekali normal. Pemantauan seumur hidup sangat diperlukan agar setiap perubahan yang tidak dikehendaki dapat dideteksi secara dini dan diatasi dengan adekuat.

Untuk mencapai tujuan dalam penanganan gagal jantung dapat dilakukan dengan cara:

22

a) membatasi aktivitas fisik. Latihan/aktivitas akan meningkatkan beban jantung dan juga meningkatkan kebutuhan jaringan terhadap oksigen. Pada pasien yang fungsi jantungnya mengalami tekanan, latihan dapat menimbulkan kongesti. Karena itu maka kerja jantung harus diturunkan dengan istirahat atau membatasi aktivitas. b) membatasi masukan garam. Pada pasien yang mengalami CHF, aktivitas renin-angiotensialdosteron mengalami peningkatan. Hal tersebut akan merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air sehingga ekskresi natrium dan air akan berkurang. Bila ditambah pakan yang mengandung natrium tinggi maka retensi air dan peningkatan volume darah akan semakin parah, dan pada gilirannya akan menimbulkan kongesti dan edema. c) menghilangkan penyebab atau faktor pemicu gagal jantung. Menghilangkan penyebab gagal jantung merupakan tindakan yang paling baik. Malformasi kongenital seperti patent ductus arteriosus dapat diperbaiki dengan cara operasi dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Ballon valvuloplasti telah berhasil digunakan pada anjing untuk menangani stenosis katup pulmonik. CHF yang disebabkan oleh penyakit perikardium dapat ditangani sementara atau permanen dengan perikardiosentesis atau perikardektomi. d) menurunkan preload. Karena adanya retensi garam dan air oleh ginjal pada pasien CHF, maka preload jantung pada umumnya tinggi. Hal tersebut akan mengakibatkan kongesti pada sistem sirkulasi. Oleh karena itu, penurunan preload akan menurunkan kongesti dan edema pulmoner, yang akan memperbaiki pertukaran gas pada paru-paru pada kasus CHF jantung kiri, dan menurunkan kongesti vena sistemik dan asites pada CHF jantung kanan. Preload ditentukan oleh volume cairan intravaskular dan tonus vena sistemik. Diuretik merupakan terapi utama untuk edema pulmoner, efusi pleura, atau asites. Dari beberapa tipe yang tersedia, diuretik loop (misalnya furosemid, bumetanid) paling umum digunakan. Dosis dan frekuensi penggunaan furosemid tergantung pada keparahan kongesti pulmoner atau asites, dan juga derajat kesukaran pernapasan. Untuk edema pulmoner akut, furosemid dapat digunakan dengan dosis 2-4 mg/kg secara IV atau IM. e) Pada pasien CHF kronis (tekanan respirasi ringan karena edema pulmoner minimal dan batuk kronis karena kardiomegali jantung kiri), tidak diperlukan pemberian furosemid secara IV, penanganan dapat diawali dengan furosemid secara oral. Penggunaan diuresis secara ekstensif dapat mengaktifkan reninangiotensin aldosterone system (RAAS). Karena itu, tidak direkomendasikan penggunaan diuresis secara monoterapi, dan dosisnya diminimalkan untuk menghindari aktivasi RAAS, dehidrasi, azotemia, dan hipokalemia. Dosis diuresis dapat dikurangi hingga 50% bila diuresis digunakan bersama dengan angiotensin converting enzyme inhibitors (ACE-I).

23

f) meningkatkan kontraktilitas. Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraktilitas miokardium dan terutama digunakan pada pasien yang mengalami kardiomiopati terkembang atau penyakit katup lanjut yang disertai gagal miokardium. Digitalis glikosid (digoksin, digitoksin) adalah agen inotropik positif yang umum, dan digoksin penggunaannya paling umum. Digoksin (0,005mg/kg PO setiap 12 jam) digunakan pada pasien yang mengalami fibrilasi atrium, gagal miokardium, atau CHF kronis. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menggunakan digitalis glikosid, yakni ukuran tubuh hewan, fungsi ginjal, konsentrasi elektrolit pada serum, fungsi tiroid, dan interaksi obat. Efek samping digitalis glikosid adalah depresi, anoreksia, muntah, diare, aritmia dan gangguan konduksi jantung. g) menurunkan afterload. Istilah afterload mengacu pada tahanan ejeksidarah ventrikel yang

ditentukan oleh tingkat konstriksi arteri perifer/tahanan vaskular sistemik. Pada kasus CHF, aktivasi saraf simpatetik dan sistem reninangiotensin- aldosteron menyebabkan kontriksi arteri yang akan menghalangi fungsi pemompaan jantung dan meningkatkan beban jantung. Vasodilator arteri menurunkan tahanan vaskular sistemik sehingga menurunkan beban jantung. Golongan utama dari vasodilator yang digunakan untuk obat veteriner adalah ACE-I (misalnya pimobendan), calcium channel blockers (misalnya amlodipine), balanced nitrate vasodilators (misalnya nitroprusside), dan directacting arteriodilators seperti hydralazine. h) penanganan umum. Meningkatkan konsentrasi oksigen yang diinspirasi ditujukan pada pasien yang mengalami edema pulmoner akut. Pada pasien yang menunjukkan efusi pleura dapat dilakukan torakosentesis. Tindakan ini dapat meringankan dispne dan tidak ada efek samping yang nyata. Abdominosentesis merupakan cara yang aman dan efektif untuk menangani asites dan dapat dilakukan secara teratur (setiap 2-4 minggu bila dibutuhkan). Morfin sulfat (0,05-0,5 mg/kg bobot badan secara IV atau IM) dapat dipertimbangkan penggunaannya pada anjing yang menderita edema pulmoner yang parah dan akut, karena aksi narkotik akan mengurangi kegelisahan pasien dan menurunkan kerja pernapasan. Pemeriksaan Diagnostik a. EKG: Hipertrofi atrial atau ventrikular, iskemia, dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, mis., takikardia, fibrilasi atrial, mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisme ventrikular (dapat menyebabkan gagal/disfungsi jantung). b. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dapple) : Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi/ struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular. c. Kateterisasi jantung: Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan

24

gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. d. Rontgen dada: Dapat bilik, menunjukkan atau perbesaran jantung, bayangan dalam pembuluh darah mencerminkan mencerminkan

dilatasi/hipertrofi

perubahan

peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal, misal: bulging pada perbatasan jan tung kiri, dapat menunjukkan aneurisme ventrikel. e. Enzim Hepar: Meningkat dalam gagal/kongesti hepar. f. Elektrolit: Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik. g. Oksitnetri nadi: Saturasi oksigen mungkin rendah. terutama jika GJK akut

memperburuk PPOM atau GJK kronis. h. AGD: Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir). i. BUN, kreatinin: Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal. j. Albumin/transferitz serum: Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sistesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti. k. Kecepatan sedimentasi (ESR): Mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi akut.

II.7 Prognosis
Dubia ad malam

25

BAB III DISKUSI TERAPI


III.1 Rekomendasi pemecahan masalah

No

Interaksi Obat
Aspirinammonium chlorida www.mims.com

Level keamanan
2hati-hati

Efek yg timbul

rekomendasi

Jenis interaksi
Farmakokinetik

Konsentrasi aspirin di dalam serum ditingkatkan oleh ammonium chloride Keterangan: Pasien tidak merasakan adanya interaksi

Monitor konsentrasi aspirin didalam serum

Simvastatinamlodipine

2hati-hati

Konsentrasi simvastatin di dalam serum ditingkatkan oleh amlodipine Keterangan: Pasien tidak merasakan adanya interaksi ( amlodipin diberikan pagi hari dan simvastatin diberikan malam hari sehingga tidak terjadi interaksi )

Monitor konsentrasi aspirin didalam serum

farmakokinetik

3.

Asam asetilsalisilat clopidogrel tab

4-Moderate

Aspirin menyebabkan efek aditif dengan captopril Keterangan: Pasien tidak merasakan adanya interaksi

Hindari penggunaan bersama karena dpt menyebabkan risiko pendarahan ; monitor penggunaan bersama obat tersebut (Stockley h.217)

farmakodinamik

Captopril (Angiotensinconverting enzyme (ACE) inhibitor)-

Interaksi jika digunakan bersama menghasilkan bahaya yg

Hiperkalemia (aditif), kerusakan ginjal (Stockley h.15) studi epidemiologi menemukan

Monitor serum kalium; risiko yang mungkin lebih tinggi pada pasien dengan diabetes, gangguan ginjal, dosis spironolactone lebih

farmakodinamik

26

Spironolactone

signifikan

peningkatan risiko hiperkalemia berat pada pasien inhibitor ACE yang menerima diuretik hemat kalium bersamaan Keterangan: Pasien tidak merasakan adanya interaksi

tinggi dari 50 mg / hari, dan pada orang tua, pengaruh spironolactone dapat bertahan sampai beberapa bulan jangan diberikan bersamaan captopril dengan spironolakton

Interaksi Obat aspirin vs amlodipine Merugikan Efek: aspirin menyebabkan toksisitas aditif dengan amlodipine Severity Level:

Sedang - Obat-obat ini dapat berinteraksi mengakibatkan kerusakan potensi kondisi pasien. Pasien harus dimonitor untuk manifestasi kemungkinan interaksi. Intervensi medis atau perubahan terapi mungkin diperlukan. Dokumentasi Level: Terbatas - laporan Hanya sedikit dari interaksi ini ada. Laporan-laporan ini biasanya terdiri dari beberapa laporan kasus terbatas di mana pembenaran klinis suara dari interaksi ditemukan. aspirin milik kelas Salisilat (sistemik) Analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi agen. amlodipine termasuk kelas Kalsium channel blockers Antihipertensi, antianginal, antiarrhythmic agen. Kemungkinan Mekanisme: Pemberian bersamaan kalsium channel blocker dan salisilat dapat meningkatkan risiko perdarahan. Dua kasus laporan diidentifikasi kali perdarahan berkepanjangan bila verapamil digunakan bersamaan dengan aspirin. Kanal kalsium diyakini menghambat agregasi platelet dan mencegah respon vasokonstriksi normal untuk perdarahan. Memantau pasien untuk tanda-tanda dan gejala perdarahan dan mengurangi dosis salisilat sesuai. Tindakan yang akan diambil: 1. Monitor pasien secara klinis. 2. Gunakan kombinasi dengan hati-hati. 3. Sesuaikan dosis obat.

27

III.2 Pembahasan
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh curah jantung, yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu : (1) preload, yang setara dengan isi diastolik akhir, (2) afterload, total yang harus melawan ejeksi ventrikel, (3) kontraktilitas miokardium, yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload rnaupun afterload serta (4) frekuensi denyut jantung. Dalam hubungan ini penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kontraktilitas otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Keluhan utama pasien adalah sesak nafas. Sesak nafas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner). Pada stadium awal dari gagal jantung, penderita merasakan sesak nafas hanya selama melakukan aktivitas fisik. Sejalan dengan memburuknya penyakit, sesak akan terjadi ketika penderita melakukan aktivitas yang ringan, bahkan ketika penderita sedang beristirahat (tidak melakukan aktivitas). Sebagian besar penderita merasakan sesak nafas ketika sedang berada dalam posisi berbaring karena cairan mengalir ke jaringan paru-paru. Jika duduk, gaya gravitasi menyebabkan cairan terkumpul di dasar paru-paru dan sesak akan berkurang. Sesak nafas pada malam hari (nokturnal dispneu) adalah sesak yang terjadi pada saat penderita berbaring di malam hari dan akan hilang jika penderita duduk tegak. Sesak nafas tidak hanya terjadi pada penyakit jantung; penderita penyakit paru-paru, penyakit otot-otot pernafasan atau penyakit sistem saraf yang berperan dalam proses pernafasan juga bisa mengalami sesak nafas. Setiap penyakit yang mengganggu keseimbangan antara persediaan dan permintaan oksigen bisa menyebabkan sesak nafas (misalnya gangguan fungsi pengangkutan oksigen oleh darah pada anemia atau meningkatnya metabolisme tubuh pada hipertiroidisme).

Data Status Pasien

Tanda yang penting pada pasien gagal jantung

pasien s bila dilihat dari grafik pemeriksaan takikardia (150/menit atau lebih pada saat nadi didapatkan 88x/menit artinya pasien s istirahat) tidak mengalami takikardi. Sedangkan pada pasien s tidak ditemukan Terdapatnya irama derap merupakan penemuan irama derap dan ronki paru. yang berarti. Ronki paru juga sering ditemukan pada gagal jantung. (hanya pada gagal jantung

28

akut) Pada pasien s tekanan vena jugular Bendungan vena sistematik ditandai oleh peninggian tekanan vena jugular, serta refluks hepato-jugular. Pada pasien s ujung-ujung ekstremitas terasa Ujung- ujung ekstremitas akan teraba dingin, hangat terutama pada gagal jantung akut.

ditemukan 5 minus 2 cmH2O

Hasil foto thorax pasien s menunjukkan Hasil rontgen foto thorax gagal jantung selalu edema paru disertai dengan kardiomegali yang nyata. Pada paru tampak bendungan pembuluh darah pulmonal Pada pasien s Hati/Limpa tidak teraba , pasien Hepatomegali merupakan tanda penting lainnya menderita gagal jantung kiri sehingga H/L tidak biasanya hati teraba 2 cm atau leblh di bawah teraba arkus kosta (pada gagal jantung kanan)

Pada pasiens tidak ditemukan karena suara Pada prekordium dapat teraba aktivitas jantung bising sangat halus yang meningkat. Bising jantung sering

ditemukan pada auskultasi, yang tergantung dan kelainan struktural yang ada

Pada pasien gagal jantung dengan riwayat hipertensi dan DM sebelumnya yang sudah menerima terapi terhadap gejala gagal jantung, maka terapi farmakologis pilihan utama dengan ACE inhibitor. ACE inhibitor bekerja dengan menurunkan angiotensin II dan aldosteron. Angiotensin II dan aldosteron merupakan pemicu kerusakan organ jantung dan ginjal, sehingga pemberian ACE inhibitor ditujukan untuk mencegah kerusakan organ tersebut. Aldosteron mengakibatkan penebalan dinding dan massa otot

29

jantung sehingga pasien merasakan sesak nafas karena kebutuhan otot jantung terhadap oksigen meningkat. Penggunaan ACE inhibitor dikombinasi dengan ISDN sebagai vasodilator yaitu mempengaruhi preload dan afterload yang diharapkan akan menormalkan curah jantung (cardiac output) karena pasien mengalami penurunan curah jantung. Pada keadaan normal, jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri dan ventrikel kanan sama besarnya. Bila tidak akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu misalnya penimbunan darah di paru-paru. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel dalam satu menit disebut curah jantung dan jumlah darah yang dipompakan setiap kali sistol dinamakan isi sekuncup dengan demikian : Curah jantung = isi sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit Curah jantung tidak sama, keaktifan tubuhnya. Curah jantung akan meningkat saat bekerja berat, stres dan menurun saat tidur. Factor yang mempengaruhi kerja jantung 1. Beban awal : otot jantung diregangkan sebelum ventrikel kiri berkontraksi dan berhubungan dengan panjang otot jantung. Peningkatan beban awal menyebabkan kontraksi ventrikel lebih kuat dan meningkatkan volume curah jantung. 2. Kontraktilitas (kemampuan) : bila saraf simpatis yang menuju keatas atau ke kiri akan meningkatkan kontraktilitas. Frekuaensi dan irama jantung akan mempengaruhi kontraktilitas. 3. Beban akhir : resistensi (tahanan) harus diatasi sewaktu darah dikeluarkan dari ventrikel. Beban akhir suatu beban ventrikel kiri diperlukan untuk membuka katup semilunaris aorta dan mendorong darah selama berkontraksi. Peningkatan kerja juga meningkatkan kebutuhan oksigen.

Pada keadaan normal isi sekuncup (jumlah darah yang keluar dari jantung per pompa) sekitar 70-90 cc, akan tetapi darah yang tersisa d jantung sekitar 50 cc (end diastole volume). Pada pasien CHF isi sekuncup < 70-90 cc sehingga end diastole volume meningkat, sehingga frekuen si denyut jantung per menit meningkat, yang dapat mengakibatkan sesak nafas karena terjadi penimbunan darah di paru-paru. Pada tanggal 31 januari 2012 pasien diresepkan bisoprolol 1x2,5 mg. Pemberianbisoprolol sebagai beta bloker akan memberikan efek yang menguntungkan melalui perlambatan atau pembalikan dari detrimental ventrikular remodelling, yang dapat menurunkan kematian miosit akibat nekrosis. Pengguan beta bloker hanya pada keadaan sistolik tidak stabil. Penggunaan clopidogrel dan asam asetilsalisilat ditujukan untuk mencegah penggumpalan darah

30

akibat dari agregasi trombosit, menghindarkan terbentuk dan berkembangnya trombi dengan jalan menghambat penggumpalannya. Asam asetilsalisilat menghambat agregasi trombosit dengan jalan inhibisi pembentukan tromboxan-A2 (Tx-A2) dari asam arachidonat yang dibebaskan dari senyawa esternya dengan fosfolipida oleh enzim fosfolipase. Asetosal mengasetilasi secara irreversibel dengan demikian mengaktivasi enzim cyclo-oxygenase-I yang umumnya mengubah arachidonat menjadi endoperoksida. TzA2 memiliki khasiat kuat menggumpalkan trombosit dan vasokontriksi. (Tan Hoang Tjay, obat-obat penting h.615-616) Kombinasi clopidogrel dan asam asetilsalisilat sangat bermanfaat. Akan tetapi, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan risiko pendarahan. Oleh karena itu, diperlukan monitoring penggunaan bersama obat tersebut. Elektrokardiogram sangat bermanfaat dalam evaluasi serta pemantauan gagal jantung. Di samping frekuensi QRS yang cepat atau disritmia, dapat ditemukan pembesaran ruang-ruang jantung serta tandatanda penyakit miokardium atau perikardium, sesuai dengan penyakit atau keadaan patologis yang mendasarinya (Daphne, 2009). Melihat hasil EKG pasien tanggal 27 Januari 2012, diagnosa terakhir menunjukkan keluhan utama pasien disebabkan karena gagal jantung stadium III Non ST segmen elevasi anterolateral. CHF stadium III dilihat dari status pasien yaitu intoleransi ADL, dimana pembatasan pada aktivitas fisik : walaupun pasien nyaman saat istirahat, sedikit melakukan aktivitas biasa saja dapat menimbulkan gejala. Sedangkan STsegmen adalah bagian dari EKG yang terletak antara ujung dari kompleks QRS dan awal gelombang -T. Biasanya, ST-segmen tetap pada tingkat yang sama sebagai segmen T-P. Dua perubahan dalam ST-segmen yang dianggap penting secara klinis: Stsegment perpindahan dan perubahan ST-segmen morfologi. STsegmen perpindahan, baik ke atas (elevasi) atau ke bawah (depresi) lebih dari 1 mm dari dasar, adalah abnormal. http://www.hel.hbi.ir/Rahrovan/2003/August/3/Journal.pdf

31

MEKANISME

MUNGKIN

BERTANGGUNG

JAWAB UNTUK ST- SEGMEN ELEVASI. Konsep klasik untuk elevasi ST-segmen adalah apa yang disebut teori "luka saat ini" teori, dijelaskan saat miokardium cedera, di mana sel-sel sebagian depolarisasi, ke miokardium hewan, terluka. cedera Dalam percobaan dengan

arus

diukur

menggunakan arus searah penguat yang digabungkan, menyebabkan TP- ( atau TQ) segmen depresi daripada ST-segmen elevasi. Dalam praktek klinis, sinyal EKG masukan untuk perekam EKG dengan (cutoff rendah) high-pass filter untuk menghindari hanyut arus searah. Di bawah kondisi ini, depresi TP ditransformasikan ke jelas "ST-segment elevation" (Gambar 2A). Cutoff frekuensi rendah dalam mesin EKG klinis dapat mengurangi amplitudo ST-segmen elevasi yang dihasilkan dari arus cedera. Lebih penting lagi, elevasi segmen ST yang disebabkan oleh saat cedera saja secara teoritis tidak akan dikaitkan dengan perubahan dalam morfologi ST-segmen (Gambar 2A). Ini menunjukkan bahwa arus cedera bukan satu-satunya kontributor untuk klinis diamati ST-segmen elevasi. Seperti diilustrasikan dalam Gambar 2B, yang depresi atau kehilangan kubah AP di epikardium, tetapi tidak endokardium, akan menghasilkan tegangan transmural gradien selama repolarisasi yang dapat bermanifestasi sebagai Stsegment elevasi. Mekanisme kemungkinan mendasari ST-segment elevasi dalam sindrom Brugada dan repolarisasi dini sindrom dan mungkin juga berkontribusi penting dengan yang diamati pada iskemia miokard akut. Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien gagal jantung adalah ekokardiografi, berbagai kelainan jantung dapat ditegakkan diagnosisnya secara akurat melalui pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan M-mode. Pemeriksaan Doppler dan Doppler berwarna dapat menambah informasi secara bermakna. Apabila ekokardiografi 2-dimensi lebih banyak rnembantu dalam penentuan kelainan struktural, maka ekokardiografi M-mode bermanfaat menentukan dimensi ruang jantung, tebal dinding belakang ventrikel, septum ventrikel, serta pembuluh darah besar. Pelebaran atrium atau ventrikel kiri, atau atrium dan ventrikel kanan, serta kontraktilitas ventrikel juga dapat dinilai dengan akurat (Daphne, 2009). Pada ekokardiografi dengan disfungsi ventrikel kiri biasanya didefinisikan sebagai fraksi injeksi lebih kecil 30-45%.

32

Kadar hemoglobin dan hematokrit perlu diperiksa pada tiap pasien gagal jantung. Pasien s pada pemeriksaan hematologi tanggal 26 januari 2012 nilai Hb dan hematokrit lebih rendah dari normal. Jika nilai Hb dan hematokrit lebih rendah dari normal kemungkinan menyebabkan anemia yang dapat memperburuk gagal jantung yang ada. Dari data lab menunjukkan nilai enzim CK dan CK-MB lebih tinggi dari normal yaitu 220 U/L untuk CK dan 45 U/L untuk CK-MB. Meningkatnya enzim tersebut merupakan indikasi injury myocardial. Albumin lebih rendah dari normal yaitu 3,4 mg/dl. Hal tersebut menurun kemungkinan sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sistesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti. Analisis gas darah arteri, pH, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, kloride) dan gula darah serum harus diperiksa pada gagal jantung. Diuresis perlu dicatat dengan cermat; pada pasien gagal jantung jumlah urin berkurang. Analisis urin biasanya menunjukkan albuminuria dan hematuria mikroskopik (Daphne, 2009). Pada pemeriksaan gas dan elektrolit, nilai pH lebih tinggi dari normal yaitu tanggal 26 januari 2011 pH=7,464 dan tanggal 28 januari 2012 pH = 7,471 menunjukkan alkalosis, nilai pO2 mengalami penurunan yaitu 70,5mmHg sedangkan nilai pCO2 normal yaitu 34,6 artinya pasien gagal nafas tipe I, atau disebut gagal nafas normokapnu hipoksemia : PaO2 rendah dan PCO2 normal. Penurunan nilai pO2 bisa disebabkan karena rendahnya curah jantung, penurunan Hb dan gangguan reflek batuk. Untuk mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan ventilasi dapat dilakukan dengan pemberian ekspektoran (OBH syrup), mukolitik (ambroxol) dan sedativ (diazepam) jika pasien gelisah. Pasien juga diberikan terapi O2 untuk mengoptimalkan pengangkutan O2. Nilai pO2 dan pCO2 merupakan indikator nafas. Sedangkan nilai O2 saturasi pada pasien menunjukkan baik karena >92%. Nilai HCO3 merupakan indikator metabolik, nilai HCO3 pada pasien menujukkan normal. Nilai HCO3 juga menunjukkan adanya infeksi tapi dengan peningkatan nilai HCO3 yang kecil. Biasanya pada pasien gagal ginjal nilai HCO3 terus meningkat yang dapat menyebabkan sidosis metabolik. CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3Nilai elektrolit K lebih rendah dari normal yaitu 3,04. Hal ini mungkin disebabkan karena efek samping dari pemberian injeksi furosemid. Injeksi furosemid bermanfaat mengurangi gejala bendungan. Furosemid merupakan diuretik yang paling banyak digunakan karena efektif, aman, dan murah. Pemberian furosemid diberikan untuk pasien yang menunjukkan gejala retensi cairan, furosemid akan menginduksi peningkatan aliran darah yang dimediasi oleh prostaglandin yang menghasilkan efek natriuretik. Namun diuretik menyebabkan ekskresi kalium bertambah, sehingga pada dosis besar atau pemberian jangka lama diperlukan tambahan kalium (berupa KCI). Oleh karena itu pemberian injeksi lasix (furosemid) sejak tanggal 26-28 januari 2012 menyebabkan turunnya nilai elektrolit K, sehingga pada tanggal 29 januari 2012 diresepkan aldacton (spironolacton). Sebagian ahli hanya menganjurkan tambahan makan pisang yang diketahui mengandung banyak kalium daripada memberikan preparat kalium karena pemberian preparat

33

kalium dalam jangka panjang akan menyebabkan aritmia. Kombinasi antara furosemid dengan spironolakton dapat bersifat aditif, yakni menambah efek diuresis. Oleh karena spironolakton bersifat menahan kalium (antagonis kalium) maka pemberian kalium tidak diperlukan. Spironolakton digunakan untuk remodelling ventikular, fibrosis jantung. Nilai kolesterol total pada pasien lebih dari normal yaitu 211 mg/dl, biasanya pada pasien yang menderita diabetes mellitus nilai kolesterol meningkat sedikit. Nilai kolesterol yang terlalu tinggi dapat menyebabkan ateroskelosis sehingga darah tidak dapat mengalir dan dapat menyebabkan sesak nafas. Oleh karena itu pasien diberikan simvastatin untuk menormalkan nilai kolesterol.

34

DAFTAR PUSTAKA
http://www.bit.lipi.go.id/pangan-kesehatan/documents/artikel_jantung/penyakit_jantung.pdf, diakses pada tanggal 3 Februari 2012 Hoang Tjay, Tan; Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat penting. Jakarta: Pt. Elex media Komputindo MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi edisi 10 2010/1011 www.mims.com Farmakologi dan terapan UI edisi 5 Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) 2000. Jakarta: CV. Sagung Seto Nephrology Pharmacy Associates. 2005. MED facts Pocket guide of Drug Interactions Karen Baxter. 2010. Stockleys Drug Interactions 2010 pocket companion. London: Pharmaceutical Press (ebook version)

35

You might also like