You are on page 1of 15

ASUHAN KEPERAWATAN IBU DENGAN PREMATUR RUPTURE OF MEMBRANE (Ketuban Pecah Dini)

ASUHAN KEPERAWATAN IBU DENGAN PREMATUR RUPTURE OF MEMBRANE (Ketuban Pecah Dini) Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas II 1. Made Yuni Trisnayani (010701078)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2010 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketuban Pecah Dini / KPD (Prematur Rupture of Membrane / Early Rupture of Membrane) merupakan penyakit dalam kehamilan dan persalinan yang berperan dalam morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kehamilan perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tidak maju, partus lama yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus ketuban pecah dini terutama pada pengelolaan konservatif. Dari hasil penelitian, didapatkan kejadian KPD berkisar antara 8-10 % dari semua kehamilan. Dilihat dari kejadian KPD yang ada, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %. Sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPd pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur. Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Dengan sikap konservatif sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup. Pecah membran prematur dini adalah pecahnya selaput selama kehamilan sebelum kehamilan 37 minggu. Hal ini terjadi dalam 3 persen kehamilan dan merupakan penyebab sekitar sepertiga kelahiran prematur. Dapat menyebabkan morbiditas perinatal yang signifikan, termasuk sindrom gangguan pernapasan, sepsis neonatorum, prolaps tali pusat, plasenta abruption, dan kematian janin. Evaluasi yang tepat dan manajemen yang penting untuk meningkatkan hasil neonatal. Speculum pemeriksaan untuk menentukan dilatasi serviks lebih disukai karena pemeriksaan digital dikaitkan dengan periode laten turun dan dengan potensi gejala sisa yang merugikan. Pengobatan bervariasi tergantung pada usia kehamilan dan mencakup pertimbangan pengiriman saat pecahnya membran terjadi pada atau setelah kehamilan 34 minggu. Kortikosteroid dapat mengurangi komplikasi neonatal banyak, terutama intraventricular perdarahan dan sindrom distress pernapasan, dan antibiotik yang efektif untuk meningkatkan periode latency.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Setelah membaca Asuhan Keperawatan ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan mengerti tidakan atau cara menangani dengan pasien penderita ketuban pecah dini atau KPP yang menggunakan prosedur asuhan keperawatan terutamanya pada pasien yang mengalami prematur rupture of membrane. 2. Tujuan Khusus Dari Asuhan keperawatan ini, ditujukan agar mahasiswa mampu : a. Mengetahui pengertian dari ketuban pecah dini b. Mengetahui etiologi dari ketuban pecah dini c. Mengetahui manifestasi klinis ketuban pecah dini d. Mengetahui patofisiologi dari ketuban pecah dini e. Mengetahui dan tindakan dari penatalaksanaan dari ketuban pecah dini f. Menyebutkan komplikasi dari ketuban pecah dini g. Membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien penderita ketuban pecah dini.

BAB II TINJAUAN TEORI Memasuki usia kehamilan trimester ketiga tiba-tiba ibu hamil mengeluarkan cairan dari vagina seperti mengompol. Selain keluarnya cairan ini tak dapat ditahan, si ibu pun tak merasakan mulas maupun sakit. Dalam istilah medis, kondisi ini biasanya disebut dengan ketuban pecah dini. Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan dan janin selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian kedua, yang terdapat di sebelah luar disebut chorio. Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan ketuban ini terdiri dari 98% air dan sisanya garam anorganik serta bahan organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel amnion, ditambah air kencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil, jumlah cairan ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam. Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk mempertahankan atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh lingkungannya di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerak dengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air ketuban ini adalah untuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan paru-paru janin, golongan darah serta rhesus, dan kelainan kongenital (bawaan), susunan genetiknya, dan sebagainya. Caranya yaitu dengan mengambil cairan ketuban melalui alat yang dimasukkan melalui dinding perut ibu.

KPP atau Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada premi < 3 cm dan pada multi para < 5 cm (Rustan M, 1998). Biasanya terjadi +- 7-12% dari kehamilan (Ban-Zion Taber, 1998). Apabila Ketuban pecah pada atau mendekati saar persalinan, persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm. Ada resiko peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin. Bila kelahiran tidak terjadi dalam 24 jam, juga terjadi resiko peningkatan infeksi intrauterin (Ban-Xion T). Disamping itu ketuban pecah dini disertai kelainan letak akan mempersulit pertolongan persalinan. Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung karena selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat berkurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi dan juga bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Anjuran mengenai penatalaksanaan dari kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah prematur tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intra uterin dan populasi kx, pada umumnya KT dengan ketuban pecah dan usia kehamilan > 36 minggu sebelum 24 jam dari pecahnya ketuban maka memperkecil resiko infeksi intra uterin. Dan persalinan diinduksi dengan oksitosin selama presentasi janin adalah kepala bagian induksi gagal dilakukan sectio cesaria. A. DEFINISI PROM=Preamture Rupture of The Membrane, terjemahan bahasa Indonesianya : Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW). Mungkin ada istilah lainnya tapi maksudnya sama. Diluar ada juga yang memakai istilah PROM = Prelabor Ruptureof the membrane. Pengertiannya sama saja. Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of membrane dan preterm rupture of membrane. Keduamya memiliki gejala yang sama, yaitu keluarnya cairan dan tidak ada keluhan sakit. Normalnya ketuban pecah saat pembukaan persalinan lengkap atau hampir lengkap (9 - 10 cm). Pada kasus PROM ketuban pecah, tetapi proses persalinan tidak timbul. Atau normal selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi). Bila ketuban pecah dini pada waktu persalinan, sedang pembukaan masih kecil, maka keadaan ini dinamakan ketuban pecah dini (KPD). Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan (Arif Mansjoer, 1999) (DepartemenKesehatan Republik Indonesia) Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. (Sarwono Prawiroharjo, 2002) Ketuban pecah dini atau sponkaneous/ early/ premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum partu : yaitu bila pembukaan pada primigravida dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Rustam Mochtar 1998) Kerusakan prematur pada membran (ari-ari yang pecah airnya) adalah koyakan spontan dalam kantung amniochorial sebelum pemumnculan kontraksi biasa, penyebab dilasi cervical yang progresif. Periode laten (antara koyaknya membran dan mulainya upaya melahirkan) pada umumnya cukup singkat bila memnbran koyak saat kelahiran hampir tiba bila bayi prematur, periode ini berlangsung panjang dan meningkatkan risiko kematian karena infeksi pada ibu

maupaun bayi. (Dr. Robert B.Cooper, 1996) Gmb. Ketuban pecah Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut kejadian ketuban pecah dini (periode laten). Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10 % dari semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu, kejadian sekitar 4 %. Sebagian dari ketuban pecah dini mempunyai periode laten melebihi satu minggu. Early rupture of membrane adalah ketuban pecah pada fase laten persalinan. Ketuban pecah dini (early rupture of the membrane) ada bermacam-macam batasan / teori / definisi. Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jam sebelum in partu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm atau 5 cm, dan sebagainya. Prinsipnya adalah ketuban yang pecah sebelum waktunya. Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%. Salah satu yang paling serius komplikasi kehamilan adalah PROM. Hal ini dapat terjadi dengan infeksi, kontraksi premature, atau untuk alasan yang tidak diketahui. Salah satu yang telah infeksi terlibat adalah Grup B-hemolitik streptokokus betabahwa 10% dari semua wanita adalah pembawa. Alasan pecahnya membran sebelum jangka sangat serius adalah karena saat itu terjadi sebelum bayi paru-paru yang matang, sebuah kelahiran prematur dapat menyebabkan bayi ditempatkan pada ventilator. Jika cairan bisa bocor keluar, kemudian bakteri bisa masuk melalui vagina, seperti selaput lendir lainnya, yang sarat dengan bakteri, bayi dapat terinfeksi dan menderita komplikasi parah sebagai pra-istilah yang baru lahir. B. Etiologi dan Faktor Risiko Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Etiologi KPD tidak jelas tetapi berbagai jenis faktor mengaku ikut serta dalam kejadiannya termasuk : a. Infeksi serviks dan vagina b. Fisiologi selaput ketuban yang abnormal c. Inkompetensi serviks d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat ( vitamin C ) Menurut Manuaba (1998) penyebab ketuban pecah dini adalah : 1. Serviks inkompeten

2. Overdistensi uterusa 3. Faktor keturunan, diantaranya : serum ion Cu rendah, kelainan genetik 4. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban, infeksi genetalia, meningkatnya enzim proteolitik 5. Phase laten (masa internalsejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi) a. Makin panjang phase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin c. Komplikasi KPD makin meningkat 6. Sebab umum ketuban pecah dini a. Grande multi para b. Overdistensi : hidroamnion dan hamil ganda c. Sefalo pelvic disproporsi d. Kelainan letak : lintang, sungsang e. Fendular abdome Beberapa faktor risiko dari KPD : 1. Inkompetensi serviks (leher rahim), kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage). 2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) 3. Riwayat KPD sebelumya 4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban 5. Kehamilan kembar (karena ketegangan rahim berlebih) 6. Trauma 7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu 8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis, yang menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput ketubandalam bentuk proteolitik sehingga menyebabkan ketuban pecah 9. Kemungkinan kesempitan panggul, seperti perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, sepalopelvik disproforsi Gmb. Inkompetensi leher rahim C. Patofisiologi Infeksi pada ibu dan janin merupakan risiko utama ketika terjadi ruptura pada membran mikroorganisme yang berasal dari vagina akan masuk ke kantong amnion. Penekanan pada tali pusat akan menyebabkan kehilangan cairan amnion dan juga akan terjadi prolaps pada tali pusat sehingga menyebabkan fetal distres. Jika kehamilan pada atau dekat dengan pengakhiran pada servik akan lunakdengan banyak dilatasi dan mungkin persalinan diramalkan butuh sedikit waktu setelah terjadi ruptura. Jika pada akhir kehamilan wanita tersebut mempunyai risiko infeksi atau kelahiran preterm merupakan risiko berat sehingga harus dilakukan induksi dengan oxytosis atau sesarea. Infeksi kantong amnion disebut juga chorioamnionitis, mungkin disebabkan oleh ruptur membran prematur ketika pelindung dari rongga uteri risak. Risiko infeksi akan meningkat setelah 18 jam. Perawatan awal akan menentukan apakah membran sudah ruptur, maka hal itu akan menyebabkan ruangan dalam rahim sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi dalam rahim. Persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim. Disamping itu KPD yang disertai kelainan letak akan mempersulit pertolongan persalinan yang dilakukan ditempat dengan fasilitas kurang memadai. TAYLOR dkk telah menyelidiki hal ini, ternyata ada hubungannya dengan hal-hal berikut : 1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vagnitis

terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini 2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban) 3. Infeksi (amnionitis atau karioamnionitis) 4. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi, disproporsi, cervix incompeten dan lain-lain 5. Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi), diman ketuban dipecahkan terlalu dini 6. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi 7. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. (Ida bagus Gde Manuaba,1998) Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Manifestasi Klinis Adapun tanda-tanda ketuban pecah dini yaitu keluar air ketuban warna kuning, keruh, jernih, hijau, kecoklatan sedikit atau sekali banyak (Arif Mansyur,1999 :31 0) a. Dapat disertai demam apabila ada infeksi b. Janin mudah diraba c. Pada pemerikasaan dalam selaput ketuban tidak ada, ketuban sudah kering d. Inspkulo : tampak air tuban mengalir atau selaput ketuban kering atau tidak ada. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya "mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara. Tanda-tanda khasnya adalah keluarnya cairan mendadak disertai bau yang khas, namun berbeda dengan bau air seni. Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak disetai rasa mulas atau sakit perut. Namun, adakalanya hanya terjadi kebocoran kantung ketuban. Tanpa disadari oleh ibu cairan ketuban merembes sedikit demi sedikit hingga cairan ini makin berkurang. Akan terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit jika si janin bergerak-gerak. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. D. Komplikasi Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD. Komplikasi yang bisa terjadi dari ketuban pecah dini adalah infeksi, partus preterm, prolaps tali pusat, distosia atau partus kering. Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu. Lebih jelasnya komplikasi ketuban pecah dini, adalah : 1. infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin. 2. persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm. 3. prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang). 4. oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis. Prematur prematur rupture membran (PPROM) sebelum viabilitas janin merupakan masalah yang unik yang sering sulit untuk mengelola. Risiko ibu utama adalah infeksi, yaitu chorioamnionitis.. Morbiditas utama dalam janin dengan ROM midtrimester adalah hipoplasia paru mematikan dari lama, berat, oligohydramnios awal. Komplikasi yang harus diantisipasi meliputi persalinan preterm, prolaps tali pusat, infeksi intra uterin dan kelainan presentasi janin (Taber, 2002). Sehingga adanya bahaya pada ibu pada kebanyakan kasus mesalah infeksi pada ibu tidak serius dan segera bisa ditangani dengan pemberian antibiotik serta pengosongan rahim. Adanya komplikasi bagi ibu : 1. Prematur sekitar 20% dari bayi yang

dilahirkan setelah KPD mempunyai berat < 2500 g. 2. Infeksi, penyebab kematian janin paling utama adalah infeksi 3. Malpresentasi : keadaan ini sering dijumpai khususnya presentasi bokong 4. Prolapsus feniculi : kejadian ini sering terdapat, khususnya pada bayi-bayi premetur. 5. Mortalitas perinatal. E. Pemeriksaan Diagnostik a. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, verniks kaseosa, rambut lanugo atau bila telah terinfeksi berbau. b. Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servisis dan apakah ada bagian yang sudah pecah c. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG : menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang d. Ultrasonografi Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis. e. Amniosintesis Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin. f. Pemantauan janin Membantu dalam mengevaluasi janin g. Protein C-reaktif Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis F. Penatalaksanaan Medis Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud. Kalau perlu kepala janin didorong keatas dengan dua jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus dengan kain hangat yang dilapisi plastik. Bila ada demam atau dikawatirkan terjadi infeksi saat rujuakan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain 1,2 juta IU intramuskular dan ampisilin 1 g peroral. Bila pasien tidak tahan ampisilin, diberikan eritromisin 1 g peroral. Bila keluarga pasien menolak dirujuk, pasien disuruh istirahat dalam posisi berbaring miring, berikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta IU intramuskular tiap 12 jam dan ampisilin 1 g peroral diikuti 500 mg tiap 6 jam atau eritromisin dengan dosis yang sama. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tirah baring diberikan sedatif berupa fenobarbital 3x30 mg. Berikan antibiotik selama 5 hari dan glukokortikosteroid, contoh dexametason 3x5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis. Bila terjadi infeksi akhiri kehamilan. Pada kehamilan 33 sampai 35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi akhiri kehamilan. Pad kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah dari 6 jam dan skor pelvik lebih dari 5, seksio sesarea bila ketuban pecah dari 5 jam skor pelvik kurang dari 5. Sebagai gambaran umum untuk penatalaksanaan KPD dapat dijabarkan sebagai berikut : Pertahankan kehamilan sampai cukup matur, khususnya maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin. Pada kehamilan 24 sampai 32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan. Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan selang waktu 6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan. Bila kehamilan < 32 minggu, TBJ + 1500 gr -> terapi konservatif (diharapkan ketuban menutup) 1. Istirahat total 2. Sedative : Fenobarbital (luminal) 3 X 30 mg/hari 3. Minum 2 liter (10 gelas)/hari 4. Antibiotika: Amoksisilin 3 X 500 mg (5 hari)

5. Deksametason 3 x 5mg/hari (2 hari) -> mematangkan paru 6. Bila dalam 3 x 24 jam air ketuban tidak keluar -> Mobilisasi 7. Bila terjadi infeksi (AL > 15.000, suhu > 38C, air ketuban keruh) -> ahiri kehamilan. Bila kehamilan 33 - 35 minggu, TBJ < 2500 gr. 1. Terapi konservatif 24 jam 2. Induksi. Bila kehamilan > 36 minggu, TBJ > 2500 gr ila HIS (+) -> pimpin persalinan Bila HIS (-): 1. KPD < 6 jam, Pelvic Score > 5 -> Induksi 2. KPD < 6 jam, Pelvic Score < 5 -> Rujuk RS (SC)

G. Asuhan Keperawatan A. PENGKAJIAN 1. Biodata a. Identitas pasien b. Identitas penanggunjawab 2. Rekam Medik 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang b. Riwayat kesehatan dahulu c. Riwayat kesehatan keluarga d. Riwayat obstetrik e. Riwayat persalinan 4. Pola fungsional a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan b. Pola nutrisi dan cairan c. Pola eliminasi d. Pola istitahat tidur e. Pola psikologis f. Hubungan sosial g. Koping diri h. Kepercayaan 5. Pemeriksaan fisik Kesadaran umum pasien dan tanda-tanda vital, seperti : a. TD b. Nadi c. RR d. Suhu Pemeriksaan had to toe 6. Pemeriksaan laboratorium a. Hemoglobin

b. Hematokrit c. Leukosit d. Trombosit e. Ureum f. Kreatinin 7. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan leukosit darah : >15.000/ul bila terjadi infeksi b. Tes laksmus merah berubah menjadi biru c. Amniosentesis d. USG : menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang

A. ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK IBU No Diagnosa keperawatan Tujuan Rencana keperawatan Intervensi Rasional 1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya kuman patogen ke dalam jalan lahir Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu menunjukkan bebas dari tandatanda infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Suhu tubuh normal 36,5-370C. 2. Kontaminasi silang tidak terjadi. 3. Pada pemeriksaan laboratorium jumlah leukosit dalam batas normal yaitu 5000-10000 mm3.

1. Pantau suhu dan nadi denga rutin dan sesuai, indikasi : catat tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise. 2. Kaji catatan pranatal dan intrapartal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti KPD.

3. Anjurkan untuk perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3-4 x sehari atau setelah berkemih/defekasi. Anjurkan klien mandi setiap hari dan ganti pembalut perineal sedikitnya setiap 4 jam dari depan ke belakang. Kolaborasi : Kaji jumlah sel darah putih (SDP) 1. Peningkatan suhu samapai 38,3 C dalam 24 jam pertama sangat menandakan infeksi.

2. Membantu mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang dapat mengganggu penyembuhan dan kemunduran pertumbuhan epitel jaringan endometrium dan memberi kecenderungan klien terkena infeksi. 3. Pembersihan sering dari depan ke belakang (simfisis pubis ke area anal) membantu mencegah kontaminasi rektal memasuki vagina atau uretra. Mandi rendam, duduk ataupun rendam meangsang sirkulasi perineal dan meningkatkan pemulihan.

Peningkatan jumlah SDP pada 10-12 hari pertama pascapartum adalah normal sebagai mekanisme perlindungan dan dihubungkan dengan peningkatan neutrofil dan pergeseran ke kiri, yang mungkin pada awalnya mengganggu pengidentifikasian infeksi. 2. Hipertermia berhubungan dengan infeksi kerena paparan kuman pathogen.. Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu menunjukkan penurunan suhu tubuh/suhu tubuh normal (36,5-370C) dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Tanda-tanda vital dalam batas normal. TD : 120/80 mmHg RR : 18-24 x/menit Nadi : 80-100 x/menit Suhu : 36,5-370C. 2. Pesien menunjukkan sikap rileks. 3. Suhu tubuh pasien turun dengan penggunaan antipiretik. 4. Infeksi tidak terjadi. 1. Observasi suhu tubuh 2. Berikan kompres dengan durasi 20-30 menit. Biasanya paling baik dimulai dengan air hangat dan secara bertahap tambahkan yang lebih dingin sampai suhu tercapai, tetapi tidak menyebabkan menggigil. 3. Gunakan tindakan pendinginan seperti : a. Tingkatkan sirkulasi udara. b. Kenakan pakaian berbahan katun. Kolaborasi : 1. Berikan antipiretik untuk menurunkan hipertermi. 2. Berikan antibiotik untuk meminimalkan 1. Peningkatan suhu tubuh mengindikasikan adanya infeksi. 2. Menurunkan suhu tubuh secara bertahap.

3. Mengurangi peningkatan suhu tubuh yang berlebihan. 3. Ansietas berhubungan dengan partus lama Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu menunjukkan berkurangnya rasa cemas dan mampu mempertahankan koping yang positif dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Klien merasa tenang dan optimis dengan persalinannya. 2. Klien dapat Menggungkapkan pemahaman situasi dan kemungkinan hasil akhir. 3. Klien dapat menerapkan teknik relaksasi seperti napas dalam dan distraksi efektif.

4. Klien tampak rileks, tanda-tanda vital dalam batas normal TD : 120/80 mmHg RR : 18-24 x/menit Nadi: 80-100 x/menit Suhu : 36,5-370C. 1. Jelaskan prosedur intervensi keperawatan dan tindakan. Pertahankan komunikasi terbuka, diskusikan dengan klien kemungkinan efek samping dan hasil, pertahankan sikap optimis. 2. Orientasikan klien dengan pasangan pada lingkungan persalinan. 3. Anjurkan tehnik relaksasi seperti napas dalam dan distraksi. 4. Anjurkan penggungkapan rasa takut atau masalah. 5. Pantau tanda-tanda vital. 1. Pengetahuan tentang alasan untuk aktifitas ini dapat menurunkan rasa takut dari ketidaktahuan.

2. Membantu klien dan orang terdekat merasa mudah dan lebih nyaman pada sekitar kita. 3. Memungkinkan klien untuk merileksasikan otot-otot supaya tidak tegang. 4. Dapat membantu menurunkan ansietas dan merangsang identifikasi perilaku koping. 5. TTV dapat berubah karena ansietas. 4. Nyeri berhubungan dengan berkurangnya cairan amnion (oligohidramnion). Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu menunjukkan penurunan rasa nyeri/nyeri dapat ditoleransi dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Klien tampak rileks atau tenang terlihat dari isyarat verbal dan nonverbal. 2. Klien dapat menerapkan teknik relaksasi seperti napas dalam dan distraksi efektif. 3. Klien menunjukkan perhatian dan orientasi yang baik. 4. Nyeri berada pada skala 0. 1. Kaji derajat ketidaknyamanan melalui isyarat verbal dan non verbal, perhatikan pengaruh budaya pada respons nyeri. 2. Anjurkan penggunaan tehnik non farmakologis seperti napas dalam, relaksasi. 3. Berikan lingkungan yang tenang. 4. Berikan analgesic bila ada program medik. 1. Tindakan dan reaksi nyeri adalah individu dan berdasarkan pengalaman masa lalu, memahami perubahan fisiologis dan latar belakang budaya. 2. Membantu mengurangi nyeri.

3. Lingkungan yang kondusif dapat membantu klien untuk beristirahat secar maksimal. 4. Penggunaan agen farmakologis secara tepat membantu klien mengurangi nyeri. B. ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK BAYI No Diagnosa keperawatan Tujuan Rencana keperawatan Intervensi Rasional 1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jalan lahir kontak terlalu lama dengan ekstrauteri Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu menunjukkan bebas dari tandatanda infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Suhu tubuh normal 36,5-370 C.

2. Kontaminasi silang tidak terjadi. 3. Cairan amniotic jernih, hampir tidak berwarna dan berbau. 4. Pada pemeriksaan lab jumlah leukosit dalam batas normal yaitu 5000-10000 mm3. 1. Tekankan pentingnya cuci tangan yang baik dan tepat. 2. Gunakan teknik aseptik selama melakukan pemeriksaan vagina (VT). 3. Pantau tanda-tanda vital dan nilai leukosit.

4. Pantau dan gambarkan karakteristik dari cairan amniotic. 1. Menurunkan resiko yang menyebabkan penyebaran agen infeksius. 2. Membantu mencegah pertumbuhan bakteri, membatasi kontaminasi dari pencapaian ke vagina. 3. Dalam 4 jam setelah membrane rupture, insiden korioamnionitis meningkat secara progresif, ditunjukkan dengan perubahan TTV dan jumlah sel darah pulih. 4. Pada infeksi cairan amnionitik menjadi lebih kental dan kuning pekat dengan bau yang tidak sedap. 2. Hipotermia berhubungan dengan tidak stabilnya suhu tubuh karena lemak bawah kulit berkurang. Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu menunjukkan peningkatan suhu tubuh/suhu tubuh normal (36,5-370C) dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Suhu 36,5-370C 2. RR 30-60x/menit 3. Nadi 120-140x/menit. Klien tidak mengalami stress dingin. 1. Kaji suhu tubuh dengan sering. 2. Tempatkan bayi pada penghangat, isolate, incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebaran hangat. 3. Gunakan lampu pemanas selama prosedur. 4. Kurangi pemajanan pada aliran udara, hindari pembukaan pagar isolate yang tidak semestinya. 5. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutup. 6. Berikan penghangatan bertahap untuk bayi dengan stress dingin. 1. Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin. 2. Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stress dingin.

3. Menurunkan kehilangan panas pada lingkungan yang lebih dingin dari ruangan. 4. Menurunkan kehilangan panas karena konveksi/konduksi. Membatasi kehilangan panas. 5. Menurunkan kehilangan melalui evaporasi.

6. Peningkatan suhu tubuh yang cepat dapat menyebabkan konsumsi oksigen berlebihan dan apnea. 3. Resiko tinggi cedera terhadap janin berhubungan dengan distress janin, hipoksia jaringan. Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu mempertahankan kehamilan sampai janin benar-benar viable untuk hidup dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Tidak ada cedera yang terjadi pada pasien. 1. Auskultasi dan laporkan irama jantung janin, perhatikan kekuatan, regularitas, dan frekuensi. Perhatikan adanya perubahan pada gerakan janin. Catat perkiraan tanggal kelahiran (PTK) dan tinggi fundus. 2. Siapkan ibu untuk prosedur pembedahan, sesuai indikasi (rujuk pada DK: cedera, resiko terhadap ibu ) 3. Bantu dengan ultrasonografi, bila diindikasikan. Menandakan kesejahteraan janin. PTK membantu memberikan perkiraan kasar tentang usia janin untuk membantu merencanakan kesempatan viabilitas.

Pemasangan jahitan servik dapat mempertahankan kehamilan sampai janin mencapai tahap viabilitas Memberikan gambaran lebih akurat dari maturitas dan usia gestasi janin. 4 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan sesak napas yang diakibatkan berkurangnya pemenuhan O2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu menunjukkan perbaikan pertukaran gas/pertukaran gas normal dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Mempertahankan kadar Po/Pco, dalam batas normal (DBN). 2. Suara napas normal. 3. RR normal 30-60x/menit. 4. Gas darah dalam batas normal. 1. Tinjau ulang informasi yang berhubungan dengan kondisi bayi, seperti lamanya persalinan, Apgar scor, obat-obatan yang digunankan ibu selama kehamilan, termasuk betametason. 2. Perhatikan usia gestasi, berat badan, dan jenis kelamin. 3. Kaji status pernapasan, perhatikan tanda-tanda distress pernapasan (mis., takipnea, pernapasan cuping hidung, ronki, atau krakels). 4. Gunakan pemantau oksigen transkutan atau oksimeter nadi. 5. Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati, sesuai kebutuhan. 6. Pantau masukan dan haluaran cairan.

7. Observasi terhadap tanda dan lokasi sianosis. 8. Pantau pemeriksaan laboratorium, dengan tepat grafik seri GDA. 9. Pantau jumlah pemberian oksigen dan durasi pemberian.

10. Catat fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FIO2) setiap jam.

11. Mulai drainase postural, fisioterapi dada, vibrasi lobus setiap 2 jam, sesuai indikasi, perhatikan toleransi bayi terhadap prosedur. 12. Berikan makanan dengan selang nasogastrik atau orogastrik sebagai pengganti pemberian makanan dengan ASI, bila tepat. 13. Berikan obat-obatansesuai indikasi : a. Natrium bikarbonat. b. Surfaktan (artificial atau eksogen). 1. Persalinan lama meningkatkan resiko hipoksia, dan depresi pernapasan dapat terjadi setelah pemberian atau penggunaan obat oleh ibu.

2. Neonatus lahir sebelum gestasi minggu ke-30 beresiko tinggi terhadap terjadinya RDS. 3. Takipnea menandakan distress pernapasan, khususnya bila pernapasan lebih besar dari 60x/menit setelah 5 jam kehidupan pertama. 4. Memberikan pemantauan noninvasif konstan terhadap kadar oksigen. 5. Mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan napas. 6. Dehidrasi merusak kemampuan untuk membersihkan jalan napas saat mucus menjadi kental. 7. Sianosis adalah tanda lanjut dari PaO2 rendah. 8. Hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis menurunkan produksi surfaktan. 9. Kadar oksigen serum tinggi yang lama disertai dengan tekanan tinggi yang lama diakibatkan dari IPPB dapat mempredisposisikan bayi pada displasia bronkopulmonal. 10. Jumlah oksigen yang diberikan, diekspresikan sebagai FIO2 ditentukan secara individu, berdasarkan sampel darah kapiler. 11. Memudahkan penghilangan sekresi. Lama waktu yang digunakan setiap lobus dihubungkan dengan toleransi bayi. 12. Menurunkan kebutuhan oksigen, meningkatkan istirahat, menghemat energi, menurunkan resiko aspirasi.

13. Penggunaan natrium bikarbonat yang hati-hati dapat membantu mengembalikan pH kedalam rentang normal. Mungkin diberikan pada kelahiran atau setelah didiagnosis RDS untuk menurunkan beratnya kondisi dan komplikasi yang berhubungan. DAFTAR PUSTAKA Cooper,Dr.Roobert B. 1996. DISEASES. Jakarta : Gramedia. Doenges, E. Marilyn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC. Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.

Mansjoer,Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jakarta : Media Aesculapius. Mochtar, Rustam. 1998. Simposium Obstetri. Jilid I. Jakarta: EGC. Wiknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. www.medicastore.com. 2006. Ketuban Pecah Dini. Journal of Clinical Nutrition.

You might also like