You are on page 1of 111

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Hak-hak narapidana wanita sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana, haruslah dilakukan sesuai dengan hak asasi manusia. Sering dijumpai dalam Lembaga Pemasyarakatan bahwa hak-hak narapidana belum diberikan sesuai dengan hak mereka sebagai warga negara. Hal ini di sebabkan oleh beberapa faktor, dintaranya kurang dipahaminya peraturan mengenai hak-hak narapidana yang tertuang dalam Undang-Undang oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan atau bahkan oleh narapidana sendiri. Sebagai negara hukum hak-hak narapidana harus dilindungi oleh hukum dan penegak hukum khususnya para staf di Lembaga Pemasyarakatan, sehingga merupakan sesuatu yang perlu bagi negara hukum untuk menghargai hak-hak asasi narapidana sebagai warga masyarakat yang harus diayomi walaupun telah melanggar hukum. Disamping itu narapidana perlu diayomi dari perlakuan tidak adil, misalnya penyiksaan, tidak mendapatkan fasilitas yag wajar dan tidak adanya kesempatan untuk mendapatkan remisi. Pidana penjara dalam sejarahnya dikenal sebagai reaksi masyarakat sebagai adanya tindak pidana yang dilakukan oleh seorang pelanggar hukum. Oleh kerena itu pidana penjara juga disebut sebagai pidana hilang kemerdekaan.

Seseorang dibuat tidak berdaya dan diasingkan secara sosial dari lingkungan semula Menurut Dr. Sahardjo S.H yang dikutip oleh Harsono ( 1995:1 ) untuk memperlakukan narapidana diperlukan landasan sistem Pemasyarakatan. Dengan singkat tujuan Pemasyarakatan mengandung makna: Bahwa tidak saja masyarakat diayomi terhadap perbuatan jahat oleh terpidana melainkan juga orang yang tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna dalam masyarakat. Dari pengayoman itu nyata bahwa penjatuhan pidana bukanlah tindakan balas dendam oleh negara........... Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan bimbingan. Terpidana juga tidak dijatuhi pada penyiksaan melainkan pada hilangnya kemerdekaan seseorang dan yang pada waktunya akan mengembalikan orang itu kepada masyarakat, yang mempunyai kewajiban terhadap orang terpidana itu dan masyarakat itu Tujuan pemberian sanksi pidana penjara untuk membina, yaitu membuat pelanggar hukum menjadi bertobat dan bukan berfungsi sebagai pembalasan. Pandangan dan pemahaman seperti itulah yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa yang terkandung dalam Pancasila, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Di dalam KUHP pemberian sanksi pidana terdapat dalam pasal 10 KUHP yaitu: a. Pidana Pokok 1. pidana mati 2. pidana penjara 3. kurungan 4. denda b. Pidana Tambahan 1. pencabutan hak-hak tertentu

2. perampasan barang-barang tertentu 3. pengumuman putusan Hakim Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat ( 1 ) yang dimaksud dengan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Proses Pemasyarakatan ini dikenakan pada narapidana yaitu terpidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Dengan demikian Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk merealisasikan pemberian sanksi pidana penjara terhadap narapidana. Tujuan sistem Peradilan Pidana adalah: 1. Tujuan jangka pendek, yaitu resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana 2. Tujuan jangka menengah, yaitu pengendalian dan pencegahan kejahatan dalam kontek politik kriminal 3. Tujuan jangka panjang, yaitu kesejahteraan masyarakat dalam konteks politik sosial (Petrus dan Pandapotan, 1995:54 ) Dapat disimpulkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah instansi terakhir dari sistem peradilan pidana dan sebagai pelaksana putusan pengadilan sangat stategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari sistem peradilan pidana, yaitu rehabilisasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan sampai pada penanggulangan kejahatan.

Faktor penerimaan masyarakat terhadap bekas narapidana, tentunya tidak sekedar menerima menjadi anggota keluarga ataupun lingkungannya, tetapi harus menghilangkan prasangka buruk akan adanya kemungkinan melakukan kejahatan kembali dengan cara menerima mantan narapidana bekerja diberbagai lapangan pekerjaan. Kenyataan yang kerap kali terjadi adalah narapidana ditolak dan dikucilkan dari masyarakat. Dalam hal ini ganjaran dan kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku dianggap tidak setimpal. Luka di hati masyarakat seperti ini terus ikut dan membekas sehingga masyarakat terus menuntut balas dengan berbagai pola, satu diantaranya membenci bekas narapidana serta keluarganya. Harus diakui narapidana adalah pelanggar hukum yang merugikan orang lain, bahkan mengorbankan keluarganya sendiri hanya untuk kepentingan dan alasan-alasan tertentu. Sebagai manusia ciptaan Tuhan, walaupun menjadi terpidana hak-hak yang melekat pada dirinya tetap harus dihargai. Hak itu harus diakui dan dilindungi oleh hukum, baik yang berasal dari hukum nasional maupun sistem pemasyarakatan Indonesia yang jelas-jelas berdasarkan Pancasila. Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk mendidik narapidana untuk menjadi warga negara yang baik yang kemudian dikembalikan kepada masyarakat. Lembaga Pemasyarakatan terdiri dari beberapa jenis yaitu Lembaga Pemasyarakatan Umum, Lembaga Pemasyarakatan Wanita dan Lembaga Pemasyarakatan Anak. Ketiga Lembaga Pemasyarakatan itu berbeda-beda baik kegiatan ataupun program yang ada. Narapidana mempunyai hak-hak yang harus dilindungi dan diayomi. Hak antara narapidana pria, narapidana wanita dan narapidana anak berbeda-beda. Dalam hal ini masing-masing narapidana harus

ada yang dikedepankan. Sudah menjadi kodrat wanita mengalami siklus menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui yang tidak dipunyai oleh narapidana lain, sehingga sudah menjadi suatu kewajaran bahwa narapidana wanita mempunyai hak-hak istimewa dibandingkan dengan narapidana lain. Yang jadi pertanyaan adalah apakah hak-hak narapidana wanita itu dilindungi sebagai mana mestinya seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1995. Berdasarkan uraian mengenai pembinaan narapidana dan pemberian hakhak yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam bentuk skripsi dengan judul: PEMBINAAN NARAPIDANA KAITANNYA MELALUI DENGAN SISTEM HAK-HAK

PEMASYARAKATAN

NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA SEMARANG

1.2 IDENTIFIKASI DAN PEMBATASAN MASALAH 1.2.1 Identifikasi masalah Narapidana wanita yang hak-haknya dilindungi oleh hak asasi manusia, sehingga masyarakat tidak berhak untuk memperlakukan

narapidana wanita maupun mantan narapidana wanita sebagai orang yang tercela, mereka hanya seseorang yang melakukan tindakan yang melanggar hukum sehingga mereka kehilangan kemerdekaan dan diasingkan dari pergaulan masyarakat pada umumnya. Narapidana wanita dibina dan dididik untuk menjadi warga negara yang baik dalam Lembaga Pemasyarakatan,

dimana mereka juga mempunyai hak-hak sebagai narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan yang hak-haknya harus dipenuhi oleh Lembaga

Pemasyarakatan, yang pada akhirnya mereka akan dikembalikan kepada masyarakat. Lembaga Pemasyarakatan Wanita sebagai lembaga binaan, posisinya sangat strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari sistem peradilan pidana, yaitu rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukun bahkan sampai pada penanggulangan kejahatan. Keberhasilan dan kegagalan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita akan memberikan kemungkinankemungkinan penilaian yang bersifat positif maupun negatif. Penilaian itu dapat positif manakala pembinaan narapidana wanita dapat mencapai hasil maksimal, yaitu narapidana wanita itu menjadi warga negara yang taat pada hukum. Penilaian dapat negatif, kalau narapidana wanita itu melakukan tindak kejahatan kembali. Lembaga Pemasyarakatan Wanita dalam perkembangannya sebagai bagian integral dari sistem peradilan pidana yang dalam pelaksanaannya mengalami berbagai hambatan, seperti keterbatasan sarana fisik berupa gedung, tempat latihan kerja, tenaga personalia, seperti instruktur yang ahli dalam bidangnya, tenaga medis, psikolog maupun sarana administrasi dan keuangan. Disamping itu yang sering kali muncul ke permukaan adalah belum dapat dipahaminya prinsip-prinsip pemasyarakatan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan. Sisi lain dari persoalan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita adalah permasalahan di luar Lembaga

Pemasyarakatan Wanita, yaitu pandangan masyarakat terhadap Lembaga Pemasyarakatan wanita bermacam-macam bentuknya, disatu pihak ada yang menganggap bahwa Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan Dengan adanya berbagai persoalan yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang, sudah tentu menjadi sandungan bagi pelaksanaan pembinaan narapidana wanita. Oleh karena itu keberhasilan pembinaan Narapidana Wanita memerlukan kesadaran, dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak yaitu masyarakat, keluarga, Narapidana Wanita, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang.

1.2.2

Pembatasan Masalah Sehubungan dengan berbagai masalah yang dihadapi oleh Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sebagaimana diuraikan dalam identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini peneliti hanya membatasi masalah yang berhubungan dengan pembinaan narapidana berkaitan dengan hak-haknya di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang.

1.3 PERUMUSAN MASALAH Masalah didefinisikan sebagai sesuatu pertanyaan yang coba dicari jawabannya,(Karlinger dalam Burhan Ashofa, 2001:118). Jadi rumusan persoalan adalah rumusan yang perlu dipecahkan atau pertanyaan yang perlu dijawab. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah praktek penyelenggaraan pembinaan narapidana wanita menurut Undang-Undang No.12 tahun 1995 di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang ? 2. Bagaimanakah perlindungan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang Klas IIA Semarang terhadap hak-hak narapidana Wanita ?

1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berukut: 1. Untuk memperoleh informasi tentang praktek penyelenggaraan pembinaan narapidana wanita menurut Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. 2. Untuk memperoleh informasi tentang perlindungan hak-hak narapidana yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang.

1.5 KEGUNAAN PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan ada kegunaannya. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Untuk memberi tambahan pemikiran bagi perkembangan IPTEK yang diharapkan dapat bermanfaat bagi mereka yang mendalami pengetahuan hukum pidana, kriminologi dan proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakat wanita, khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang.

2. Bagi Masyarakat Untuk menginformasikan atau memberitahukan kepada masyarakat luas akan keberadaan Lembaga Pemasyarakatan wanita, khususnya Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sebagai tempat untuk pembinaan narapidana wanita agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi agama, keluarga, bangsa dan negara.

1.6 SISTEMATIKA SKRIPSI Garis besar skripsi terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian awal skripsi, bagian pokok skripsi, dan bagian akhir skripsi. Bagian awal skripsi terdiri dari halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan, halaman motto, dan persembahan,

prakata,sari, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan daftar lampiran. Bagian pokok skripsi yaitu pendahuluan yang terdiri dari uraian keadaan umum yang mewarnai masalah yang terjadi dalam topik penelitian. Bagian pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, sistematika penulisan. Penelaahan kepustakaan dan/atau kerangka teoritik dengan pokok-pokok sebagai berikut pengertian tindak kejahatan, sistem pemasyarakatan, lembaga pemasyarakatan wanita, hak dan kewajiban narapidana, pembinaan narapidana melalui sistem pemasyarakatan kaitannya dengan hak-hak narapidana.

10

Metode penelitian, pada bagian ini disajikan tentang dasar penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, sumber data, alat dan teknik pengumpulan data, keabsahan data, metode analisis data, prosedur penelitian. Hasil penelitian dan pembahasan, isi bab ini secara garis besar dapat diperinci menjadi sub-sub bab: 1. Praktek Penyelengaraan Narapidana Wanita menurut Undang_undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. 2. Perlindungan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang Klas IIA Semarang terhadap hak-hak narapidana wanita. Penutup, pada bagian ini merupakan bab terakhir dari pokok skripsi yang terdiri dari simpulan dan saran. Bagian akhir skripsi, berisi tentang daftar pustaka dan daftar lampiran.

11

BAB II PENELAAHAN KEPUSTAKAAN DAN/ATAU KERANGKA TEORITIK

2.1 PENGERTIAN PERBUATAN PIDANA Menurut Moelyatno (1993:55) perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejahatan itu. Menurut Soeharto (1991:22) perbuatan pidana iaiah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan barang siapa yang melanggar larangan tersebut dikenakan sanksi pidana. Dalam rumusan tersebut, bahwa yang dilarang adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam sanksi. Pidana iaiah orang yang melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang tersebut. Menurut Prof. Moelyatno,SH dalam Soeharto (1991:22) kata perbuatan dalam perbuatan pidana mempunyai arti yang abstrak yaitu suatu pengertian yang merujuk pada dua kejadian yang kongrit yaitu: 1. adanya kejadian yang tertentu, 2. Adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian tersebut.

12

2.2 PENGERTIAN TINDAK KEJAHATAN Menurut Bawengan ( 1974:20), kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Oleh karena pengertian itu bersumber dari nilai-nilai dari masyarakat, maka ia memiliki pengertian yang relatif, yaitu sangat bergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Menurut Sutherland ( 2001: 12) bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatan yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya pamungkas. Tindak kejahatan merupakan perbuatan masyarakat ditinjau dari segi kesusilaan kejahatan adalah perbuatan yang melanggar kesusilaan yang oleh Bonger dan Simanjuntak ( 1981:72 ) menyatakan bahwa dipandang secara formal kejahatan adalah perbuatan yang oleh masyarakat ( dalam hal ini negara) diberi hukuman atau pidana. Untuk membantu atau mengklarifikasikan atau menentukan suatu perbuatan ke dalam kejahatan atau tidak maka dapat dilihat unsur-unsur kejahatan seperti yang dikemukakan oleh Simanjuntak ( 1981: 78 ) yaitu: a. Harus ada perbuatan manusia b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam ketentuan hukum pidana c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang melakukan tindak kejahatan d. Perbuatan itu harus berlawanana dengan hukum e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman dalam UndangUndang

13

Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Sementara penjahat merupakan para pelanggar hukum pidana tersebut dan telah diputus oleh Pengadilan atas perbuatan tersebut. Penetapan aturan hukum pidana merupakan gambaran dari reaksi negatif masyarakat atas suatu kejahatan yang diwaliki oleh para pembentuk Undang-Undang. Secara sosiologis kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Gejala yang dinamakan kejahatan pada dasarnya terjadi di dalam proses dimana interaksi sosial antara bagian dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang kejahatan dengan pihak-pihak mana yang memang melakukan kejahatan. (Santoso Topo dan Zulfa 2001:10)

2.3 SISTEM PEMASYARAKATAN Sebagai negara yang sudah merdeka dan juga sebagai negara hukum, narapidana harus mendapat perlindungan hukum dari pemerintah dalam rangka mengembalikan mereka kedalam masyarakat sebagai warga negara yang baik. Dengan dasar membela dan mempertahankan hak asasi manusia pada suatu negara hukum maka oleh Dr. Sahardjo S.H dikemukakan suatu gagasan Pemasyarakatan sebagai tujuan dari pidana penjara yaitu disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena dihilangkanya kemerdekaanya.

14

Negara membimbing terpidana dengan bertobat, mendidik sehingga ia menjadi seorang anggota masyarakat Indonesia yang berguna. Pembinaann narapidana secara institusional di dalam sejarahnya di Indonesia dikenal sejak diberlakukannya Reglement penjara stbl. 1917 No. 708. Pola ini dipertahankan hingga tahun 1963. Pola ini mengalami pembaharuan sejak di kenal sistem pemasyarakatan, dengan karakterisrik sepuluh prinsip pokok yang semuanya bermuara pada suatu falsafah, narapidana bukanlah orang hukuman. (Petrus dan Pandapotan 1995:25) Di dalam sistem pemasyarakatan, terdapat proses pemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu proses sejak seseorang narapidana atau anak didik masuk ke Lembaga Pemasyarakatan sampai lepas kembali ke tengah-tengah masyarakat. Pemikiran-pemikiran baru mengenai pembinaan yang tidak lagi mengenai penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi sosial warga binaan, maka Pemasyarakatan melahirkan suatu pembinaan yang di kenal dan dinamakan Sistem Pemasyarakatan. Adapun yang dimaksud dengan Sistem Pemasyarakatan dalam Undang-Undang No.12 tahun 1995 Pasal (1) Ayat (2 ) adalah: Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

15

Dari uraian di atas maka Sistem Pemasyarakatan mempunyai tujuan akhir yaitu memulihkan kesatuan hubungan sosial ( reintegrasi sosial ) Warga Binaan dalam masyarakat, khususnya masyarakat di tempat tinggal asal mereka.

2.4 LEMBAGA PEMASYARAKATAN Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pidana penjara sebagai pidana hukuman tumbuhnya bersamaan dengan sejarah perlakuan terhadap terhukum (narapidana ) serta adanya bangunan yang harus didirikan dan pergunakan untuk menampung para terhukum yang kemudian dikenal dengan bangunan penjara. Dalam Sistem baru pembinaan nrapidana bangunan Lembaga

Pemasyarakatan mendapat prioritas khusus. Sebab bentuk bangunan yang sekarang ada masih menunjukkan sifat-sifat asli penjara, sekalipun image yang menyeramkan dicoba untuk dinetralisir. (Harsono 1995:32) Penjara dulu sebutan tempat bagi orang yang menjalani hukuman setelah melakukan kejahatan. Istilah penjara sekarang sudah tidak dipakai atau sudah diganti dengan sebutan Lembaga Pemasyarakatan karena sejarah pelaksanaan pidana penjara telah mengalami perubahan dari sistem kepenjaraan yang berlaku sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda sampai munculnya gagasan hukum pengayoman yang menghasilkan perlakuan narapidana dengan sistem pemasyarakatan Tentang sistem Pemasyarakatan itu, bambang Poernomo, S.H (1982:183) berpendapat sebagai berikut: Suatu elemen yang berinteraksi yang membentuk satu kesatuan yang integral, berbentuk konsepsi tentang perlakuan terhadap orang yang melanggar hukum

16

pidana di atas dasar pemikiran rehabilitasi, resosialisasi yang berisi unsur edukatif, korelatif, defensif yang beraspek pada individu dan sosial Peran Lembaga Pemasyarakatan memudahkan pengintegrasian dan penyesuaian diri dengan kehidupan masyarakat, tujuannya agar mereka dapat merasakan bahwa sebagai pribadi dan warga negara Indonesia yang mampu berbuat sesuatu untuk kepentingan bangsa dan negara seperti pribadi dan warga negara Indonesia lainnya serta mereka mampu menciptakan opini dan citra masyarakat yang baik. (Departemen Kehakiman RI,11)

2.5 PENGERTIAN WANITA Wanita adalah seseorang yang dikodratkan oleh Tuhan, berjenis kelamin biologis (seks) sebagai perempuaan yang berciri-ciri menyusui, haid, dan melahirkan serta memiliki rahim tidak dapat dirubah, dipertukarkan, dan berlaku sepanjang masa. (Kementerian Pemberdayaan Perempuan 2002:8) Waniat merupakan kaum yang secara fisik kurang kuat dibandingkan kaum pria, dan secara psikologis lebih banyak menggunakan perasaan dan lemah lembut penuh kasih sayang,oleh karena itu kejahatan yang dilakukan olekh wanita biasanya dilakuakn karena keterpaksaan. Para pelaku kejahatan akan di pidana sesuai dengan kejahatan yang telah dilakuakn dan akan memperoleh pembinaan serta bimbingan di Lembaga Pemasyarakatan, begitu pula waniat yang melakukan kejahatan.

17

2.6 LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA Pembaharuan pidana penjara bukanlah menghapus jenis tindakan pidana penjara tapi merupakan usaha pergantian dari kepenjaraan menjadi sistem Pemasyarakaatn. Hal ini di dasarkan atas pertimbangan bahwa kepenjaraan sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang dalam kehidupan sehari-hari selalu berpedoman dan berlandaskan Pancasila. Bentuk perlakuan dituangkan dalam usaha Lembaga Pemasyarakatan untuk membina narapidana, untuk mengenal diri sendiri, beriman dan bertakwa, mendapatkan ketrampilan serta berguna bagi keluaga dan masyarakat serta tidak lagi mengulangi kejahatan. Berbagai upaya telah dilakukan Lembaga Pemasyarakatan dalam rangka mewujudkan pelaksanaan pidana yang efektif dan efisien agar narapidana dapat mengenal diri sendiri. Usaha itu berupa pembagian Lembag Pemasyarakatan menurut kategori, baik usia maupun jenis kelamin. (Harsono 1995:80) Lembaga Pemasyarakatan khusus wanita antara lain terdapat di kota Malang, Semarang, Tangerang serta Medan. Hal tersebut diatur dalam UndangUndang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal (12) ayat (1) yang berbunyi: Dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dilakukan penggolongan atas dasar: a. Umur; b. Jenis kelamin; c. Lama pidana yang dijatuhkan; d. Jenis kejahatan; e. Kriteria lain yang sesuai denagn kebutuhan atau perkembanagn pembinaan Sedangkan dalam ayat (2) menyebutkan: Pembinaan narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) di laksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita

18

Tujuan didirikan Lembaga Pemasyarakatan wanita adalah untuk memisahkan antara narapidana wanita dengan narapidana laki-laki demi faktor keamanan dan faktor psikologis. Cara pembinaan narapidana wanita tidak jauh berbeda dengan Lembaga Pemasyarakatan pada umumnya, hanya sedikit kekhususan dimana di LP Wanita diberikan pembinaan ketrampilan seperti menjahit, menyulam, mengkristik, dan memasak bahkan dalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita diberikan cuti haid yang merupakan salah satu pelaksanaan pembinaan dan dalam hal pekerjaan terdapat kekhususan yaitu pada narapidana wanita sifat pekerjaannya tidak begitu berat, sedangkan pada narapidana laki-laki sifat pekerjaannya agak berat. Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita disesuikan denagn kemampuan serta kebutuhan wanita, serta dibekali ketrampilan serta pekerjaan yang diharapkan dapat berguna setelah ia kembali ke masyarakat serta keluarganya.

2.7

HAK DAN KEWAJIBAN NARAPIDANA Harus diakui, narapidana sewaktu menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan dalam beberapa hal kurang mendapat perhatian, khususnya perlindungan hak-hak asasinya sebagai manusia. Dengan pidana yang dijalani narapidana itu, bukan berarti hak-haknya dicabut. Pemidanaan pada hakekatnya mengasingkan dari lingkungan masyarakat serta sebagai pembebasan rasa bersalah. Penghukuman bukan bertujuan mencabut hak-hak asasi yang melekat pada dirinya sebagai manusia.

19

Untuk itu, sistem pemasyarakatan secara tegas menyatakan, narapidana mempunyai hak-hak seperti hak untuk surat menyurat, hak untuk dikunjungi dan mengunjungi, remisi, cuti, asimilasi serta bebas bersyarat, melakukan ibadah sesuai dengan agamanya, menyampaikan keluhan, mendapat pelayanan

kesehatan, mendapat upah atas pekerjaan, memperoleh bebas bersyarat. Hak-hak narapidana di Indonesia melalui sistem pemasyarakatan dikatakan baik, atau memiliki prospek, perlu dikaitkan dengan pedoman PBB Mengenai Standar Minimum Rules untuk memperlakukan narapidana yang menjalani hukuman ( Standard Minimum Rules For the Treatmen Of Prisoner, 31 juli 1957 ), yang meliputi: buku register, pemisahan narapidana pria dan wanita, dewasa dan anak-anak, fasilitas akomodasi yang harus meiliki ventilasi, fasilitas sanitasi yang memadai, mendapatkan air serta perlengkapan toilet, pakaian dan tempat tidur, makanan sehat, hak untuk berolah raga ditempat terbuka, hak untuk mendapatkan pelayanan dokter umum maupun dokter gigi, hak untuk diperlakukan adil menurut peraturan dan hak untuk membela diri apabila dianggap indisipliner, tidak diperkenankan mengurung pada sel gelap dan hukuman badan, borgol dan jaket penjara tidak boleh dipergunakan narapidana, berhak mengetahui peraturan yang berlaku serta saluran resmi untuk mendapatkan informasi dan menyampaikan keluhan, hak untuk berkomunikasi dengan dunia luar, hak untuk mendapatkan bahan bacaan berupa buku-buku yang bersifat mendidik, hak untuk mendapatkan pelayanan agama, hak untuk mendapatkan jaminan penyimpanan barang-barang berharga, pemberitauan kematian, sakit dari anggota keluarga. (Elsam 1996:5-17)

20

Sebagai negara hukum hak-hak narapidana itu dilindungi dan diakui oleh penegak hukum, khususnya para staf di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana juga harus harus diayomi hak-haknya walaupun telah melanggar hukum. Disamping itu juga ada ketidakadilan perilaku bagi narapidana, misalnya penyiksaan, tidak mendapat fasilitas yang wajar dan tidak adanya kesempatan untuk mendapat remisi. Untuk itu dalam Undang-undang No. 12 tahun 1995 Pasal ( 14 ) secara tegas menyatakan narapidana berhak: 1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya 2. Mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani 3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran 4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makan yang layak 5. Menyampaikan keluhan 6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang 7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan 8. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya 9. Mendapatkan pengurangan masa pidana 10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi ternasuk cuti mengunjungi keluarga 11. Mendapatkan pembebasan bersyarat 12. Mendapatkan cuti menjelang bebas

21

13. Mendapatkan

hak-hak

Narapidana

sesuai

dengan

peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya hak antara narapidana perempuan dan narapidana pria adalah sama, hanya dalam hal ini karena narapidananya adalah wanita maka ada beberapa hak yang mendapat perlakuan khusus dari narapidana pria yang

berbeda dalam beberapa hal, diantaranya karena wanita mempunyai kodrat yang tidak dipunyai oleh narapidana pria yaitu menstruasi, hamil, melakirkan, dan menyusui maka dalam hal ini hak-hak narapidana wanita perlu mendapat perhatian yang khusus baik menurut Undang-Undang maupun oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan. Dalam Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal (14) disebutkan hak-hak narapidana, disamping hak-hak narapidana juga ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh narapidana seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan Pasal (15) yaitu: 1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu 2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Dalam peraturan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang juga tercantum kewajiban narapidana wanita yaitu: 1. 2. 3. Mentaati semua peraturan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Wajib berlaku sopan, patuh dan hormat kepada semua petugas Wajib menghargai semua warga binaan

22

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Wajib menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan dan keindahan Wajib berpakaian rapi dan sopan Wajib mengikuti program pembinaan Wajib memelihara barang-barang milik negara Wajib menitipkan barang-barang berharga Wajib memberitahu kepada petugas apabila melihat atau mengetahui tandatanda atau keadaan bahaya bagi keamanan Lembaga Pemasyarakatan. Hak dan kewajiban merupakan tolak ukur berhasil tidaknya pola

pembinaan yang dilakukan oleh para petugas kepada narapidana. Dalam hal ini dapat dilihat apakah petugas benar-benar memperhatikan hak-hak narapidana. Dan apakah narapidana juga sadar selain hak narapidana juga mempunyai kewajiban yang harus dilakukan dengan baik dan penuh kesadaran. Dalam hal ini dituntut adanya kerjasama yang baik antara petugas dan para narapidana.

2.8

PEMBINAAN NARAPIDANA Pembinaan narapidana adalah penyampaian materi atau kegiatan yang efektif dan efesien yang diterima oleh narapidana yang dapat menghasilkan perubahan dari diri narapidana ke arah yang lebih baik dalam perubahan berfikir, bertindak atau dalam bertingkah laku. Secara umum narapidana adalah manusia biasa, seperti kita semua, tetapi tidak dapat menyamakan begitu saja, karena menurut hukum ada karakteristik tertentu yang menyebabkan seseorang disebut narapidana. Maka dalam

23

membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang atau antara narapidana yang satu dengan yang lain. Pembinaan yang sekarang dilakukan pada awalnya berangkat dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi dengan perkembangan nilai dan hakekat yang tumbuh di masyarakat. Bagaimanapun juga narapidana adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan kearah yang positif, yang mampu merubah seseorang untuk menjadi lebih produktif, lebih baik dari sebelum seseorang menjalani pidana. Tujuan perlakuan terhadap narapidana di Indonesia mulai nampak sejak tahun 1964, setelah Dr. Sahardjo mengemukakan dalam konferensi Kepenjaraan di Lembang, Bandung bahwa tujuan pemidanaan adalah pemasyarakatan. Jadi mereka yang menjadi narapidana bukan lagi dibuat jera, tetapi dibina untuk dimasyarakatkan. Ide Pemasyarakatan bagi terpidana, dikemukakan oleh Dr. Sahardjo yang dikenal sebagai tokoh pembaharu dalam dunia kepenjaraan. Pokok dasar memperlakukan narapidana menurut kepribadian kita adalah: 1. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia 2. Tiap orang adalah mahluk kemasyarakatan, tidak ada orang diluar masyarakat 3. Narapidana hanya dijatuhi hukuman kehilangan kemerdekaan bergerak Sahardjo dalam Harsono ( 1995:2 ) juga mengemukakan sepuluh prinsip yang harus diperhatikan dalam membina dan membimbing narapidana yaitu: 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam dari pemerintah.

24

3. Rasa tobat bukanlah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 4. Negara tidak berhak membuat seorang narapidana lebih buruk atau jahat daripada sebelum ia masuk Lembaga 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya di peruntukkan bagi kepentingan Lembaga atau negara saja, pekerjaan yang diberikan harus ditujukan kepada pembangunan negara 7. Bimbingan dan didikkan harus berdasarkan Pancasila 8. Tiap orang adalah manusia yang harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat, tidak boleh dijatuhkan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat 9. Narapidana itu hanya dijatuhkan pidana hilang kemerdekaan 10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Sepuluh prinsip pembinaan dan bimbingan bagi narapidana itu sangat berkait dengan pelaksanaan pembinaan narapidana karena sepuluh ( 10 ) prinsip pembinaan dan bimbingan serta sistem pembinaan narapidana merupakan dasar pemikiran dan patokan bagi petugas dalam hal pola pembinaan terhadap narapidana khususnya narapidana wanita. Pembinaan itu sendiri adalah suatu proses di mana, narapidan wanita itu pada waktu masuk di dalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita sudah dalam kondisi tidak harmonis pada masyarakat sekitarnya. Adapun penyebabya adalah karena narapidana tersebut telah melakukan tindak pidana yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan masyarakat Pembinaan narapidana harus menggunakan empat komponen prinsipprinsip pembinaan narapidana, ( Harsono, 1995:51 ) yaitu sebagai berikut: 1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri. Narapidana sendiri yang harus melakukan proses pembinaan bagi diri sendiri, agar mampu untuk merubah diri kearah perubahan yang positif.

25

2. Keluarga, yaitu keluarga harus aktif dalam membina narapidana. Biasanya keluarga yang harmonis berperan aktif dalam pembinaan narapidana dan sebaliknya narapidana yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis kurang berhasil dalam pembinaan. 3. Masyarakat, yaitu selain dukungan dari narapidana sendiri dan keluarga, masyarakat dimana narapidana tinggal mempunyai peran dalam membina narapidana. Masyarakat tidak mengasingkan bekas narapidana dalam kehidupan sehari-hari 4. Petugas pemerintah dan kelompok masyarakat, yaitu komponen keempat yang ikut serta dalam membina narapidana sangat dominan sekali dalam menentukan keberhasilan pembinaan narapidana. Sedangkan pemasyarakatan itu sendiri bertujuan: 1. Memasukkan bekas narapidana ke dalam masyarakat sebagai warga yang baik 2. Melindungi masyarakat dari kambuhnya kejahatan bekas narapidana dalam masyarakat karena tidak mendapat pekerjaan. Perubahan pandangan dalam memperlakukan narapidana di Indonesia tentunya didasarkan pada suatu evaluasi kemanusiaan yang merupakan wujud manisfestasi Pancasila, sebagai dasar pandangan hidup bangsa Indonesia yang mengakui hak-hak asasi narapidana. Dr. Sahardjo adalah tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya perbaikan pelakuan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara. Ide pemikirannya mempengaruhi para staf dinas kepenjaraan sehingga,

26

menghasilkan sistem pemasyarakatan. Sistem ini merupakan satu-satunya metode pembinaan yang secara resmi berlaku diseluruh Lembaga

Pemasyarakatan di Indonesia. Dengan dipakainya sistem pemasyarakatan sebagai metode pembinaan narapidana, jelas terjadi perubahan fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang tadinya sebagai tempat pembalasan berganti sebagai tempat pembinaan. Bentuk pembinaan bagi narapidana menurut Pola Pembinaan Narapidana/ tahanan meliputi: 1. Pembinaan berupa interaksi langsung sifatnya kekeluargaan antara pembina dengan yang dibina 2. Pembinaan yang bersifat persuasif yaitu berusaha merubah tingkah laku melalui keteladanan 3. 4. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis Pembinaan keperibadian yang meliputi kesadaran beragama, berbangsa dan bernegara, intelektual, kecerdasan, kasadaran hukum, ketrampilan, mental spiritual. Sehubungan dengan pengertian pembinaan Sahardjo yang dikutip oleh Petrus dan Pandapotan ( 1995:50 ) melontarkan pendapatnya sebagai berikut: Narapidana bukan orang hukuman melainkan orang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan bimbingan. Sistem Pemasyarakatan (narapidana) itu sendiri dilaksanakan

berdasarkan asas:

27

1. Pengayoman 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan 3. Pendidikan 4. 5. 6. Pembimbingan Penghormatan harkat dan martabat manusia Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan

7. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Petrus dan Pandapotan ( 1995:38 ) Pembinaan narapidana menurut sistem pemasyarakatan terdiri dari pembinaan didalam lembaga, yang meliputi pendidikan agama, pendidikan umum, kursus ketrampilan, rekreasi, olah raga, kesenian, kepramukaan, latihan kerja asimilasi, sedangkan pembinaan diluar lembaga antara lain bimbingan selama terpidana, mendapat bebas bersyarat, cuti menjekang bebas. Lebih lanjut didalam sistem pemasyarakatan terdapat proses

pemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu proses sejak seorang narapidana masuk ke Lembaga Pemasyarakatan sampai lepas kembali ketengah-tengah masyarakat. Sehubungan dengan itu, berdasarkan Surat Edaran Kepala Direktorat Pemasyarakatan No. Kp 10. 13/3/1/tanggal 8 Februari 1965, telah ditetapkan pemasyarakatan sebagai proses dalam pembinaan narapidana dan dilaksanakan melalui empat tahap yaitu: 1. Tahap Keamanan Maximal sampai batas 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya.

28

2. Tahap Keamanan menengah sampai batas 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya 3. Tahap Keamanan minimal sebenarnya 4. Tahap integrasi dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis masa pidananya Perlunya mempersoalkan hak-hak narapidana itu diakui dan dilindungi oleh hukum dan penegak hukum, khususnya para staf di Lembaga Pemasyarakatan, merupakan suatu yang perlu bagi negara hukum yang menghargai hak-hak asasi narapidana sebagai warga masyarakat yang harus diayomi, walaupun telah melanggar hukum. Disamping itu, juga banyak ketidak adilan pelakuan bagi narapidana. Misalnya penyiksaan, tidak mendapatkan fasilitas yang wajar, tidak adanya kesempatan untuk mendapatkan remisi, cuti menjelang bebas. Harus diakui, narapidana sewaktu menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan dalam beberapa hal kurang mendapat perhatian, khususnya perlindungan hak-hak Asasinya sebagai manusia. Hal itu menggambarkan perlakuan yang tidak adil. Padahal konsep Pemasyarakatan yang dikemukakan oleh Sahardjo menyatakan, narapidana adalah orang yang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. Memahami hal ini, jelas pembinaan tidak dengan kekerasan, melainkan dengan cara-cara yang manusiawi yang menghargai hak-hak narapidana. sampai batas 2/3 dari masa pidana yang

29

2.9

Kerangka Teoritik Pelaksanaan Penelitian ini tidak dapat dipisahkan dari landasan teori maupun telaah pustaka harus digunakan sebagai kerangka pemikiran pemberian batasan pada apa yang dianggap penting untuk diperhatikan. Hal ini perlu bila Peneliti melaksanakan penelitian tanpa menggunakan kerangka pemikiran, maka ia sering tertarik oleh gejala-gejala atau peristiwa yang seolah-olah meminta perhatian dirinya. Jadi kerangka berfikir ditarik berdasarkan suatu landasan teori yang lebih lanjut akan merupakan bingkai yang mendasar pemecahan suatu masalah. Lebih lanjut kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 2 berikut ini. Gambar 2 Kerangka Berfikir Penelitian

30

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Dasar Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Moleong ( 2000:43 ), menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Metode kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan dan berusaha untuk memahami serta menafsirkan makna sesuatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk mengkaji atau membuktikan kebenaran suatu teori tetapi teori yang sudah ada dikembangkan dengan menggunakan data yang dikumpulkan. Sesuai dengan dasar penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan tentang pembinaan narapidana Wanita yang berkaitan dengan hak-haknya di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang.

3.2 Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. 30

31

3.3 Fokus Penelitian Fokus penelitian menyatakan pokok persoalan apa yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian. Penetapan fokus penelitian merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian kualitatif. Hal ini karena suatu penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang kosong atau tanpa adanya masalah, baik masalah-masalah yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui kepustakaan ilmiah (Moleong,2000:62). Jadi fokus dari penelitian kualitatif sebenarnya adalah masalah itu sendiri. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus Penelitian adalah: 1. Praktek pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita klas IIA Semarang menurut Undang-Undang No.12 tahun 1995 2. Perlindungan hak-hak narapidana wanita oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang

3.4 Sumber Data Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh ( Arikunto, 2002:107 ) Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong ( 2000:113 ), sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain Sumber data dalam penelitian ini adalah antara lain: 3.4.1 Informan Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong,2000:90).

32

Informan yang di maksud disini petugas-petugas yang berkait dengan pembinaan narapidana di lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah narapidana yang berjumlah 7 ( tujuh ) orang yaitu: Tabel 1 Daftar Responden di LP Wanita Kelas IIA semarang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Inisial Nama CM LM MI TS TY TK SG Kasus Kejahatan Pembunuhan Pembunuhan Narkoba Narkoba Penipuan Penipuan Penggelapan Masa Pidana 9 tahun 10 tahun 8 bulan 5 thn 6 bln 2 th 6 bln 2 th 6 bln 3 tahun

Selain para narapidana informan yang lain adalah para staf dari Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang yaitu: Tabel 2 Daftar Informan di LP Wanita Kelas IIA Semarang NO 1. 2. 3. Nama Susana Tri Agustin Sri Utami S.st Mulyasari R. Jabatan Kepala subseksi BIMKER Staf BIMPAS Staf BIMPAS

3.4.2

Dokumen Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film ( Moleong,

2002:161). Dokumen dibagi menjadi dokumen pribadi dan dokumen resmi.

33

Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang tentang tindakan, pengalaman dan kepercayaan, sedangkan dokumen resmi terbagi atas dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan tentang Lembaga Pemasyarakatan tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri, sedangkan dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosil, misalnya majalah, buletin, pernyataan dan berita yang disiarkan kepada media massa ( Moleong, 2002:163 ). Dalam penelitian kali ini dokumen yang digunakan adalah dokumen yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan semarang, antara lain dokumen tentang hak dan kewajiban narapidana diperoleh di bagian Kepegawaian dan Keuangan, dokumen denah lokasi Lembaga Pemasyarakatan wanita Klas IIA Semarang diperoleh di bagian Umum, dokumen bagan stuktur kepegawaian diperoleh di bagian Tata Usaha dan dokumen mengenai data narapidana diperoleh di bagian registrasi.

3.5 Alat dan Teknik Pengumpulan Data Arikunto ( 200:136 ) menyatakan bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode yang digunakan Peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.5.1 Dokumentasi Studi dokumenter dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,

34

hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian. Ciri-ciri data sekunder adalah: a. Pada umumnya data sekunder dalam keadaan dapat dipergunakan dengan segera. b. Baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian, tidak mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa maupun konstruksi data. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi: a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer yaitu, bahan-bahan yang mengikat dan didapat dari sumber peraturan perundang-undangan, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar bekerjanya sistem pemasyarakatan. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu, bahan yang memberikan perjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian mengenai pemasyarakatan, buku-buku literatur tentang pemasyarakatan, pendapat para sarjana yang berhubungan dengan pemasyarakatan dan seterusnya. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

35

seperti kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan pedoman ejaan yang disempurnakan.

3.5.2

Observasi Observasi sebagai media pengumpul data biasanya dipergunakan,

apabila tujuan hukum yang bersangkutan adalah, mencatat perilaku (hukum) sebagai mana terjadi dalam kenyataan. Peneliti yang menggunakan alat pengumpul data ini, secara langsung akan memperoleh data yang dikehendakinya, mengenai perilaku ( hukum ) pada saat itu juga. Dalam penelitian yang menjadi bahan observasi adalah: 1. Kegiatan narapidana dalam masa pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang 2. Pelaksanaan sistem pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang menurut Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 3. Perlindungan terhadap hak-hak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang 4. Ada tidaknya pelanggaran terhadap hak-hak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarangoleh petugas Lembaga Pemasyarakatan 5. Sarana dan prasarana yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang

36

3.5.3

Wawancara Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer. Fungsi dari

wawancara adalah untuk membuat deskripsi dan atau eksplorasi. Sedangkan wawancara digunakan dengan tujuan sebagai berikut: 1. memperoleh data mengenai presepsi manusia 2. mendapatkan data mengenai kepercayaan manusia 3. mengumpulkan data mengenai persaan dan motivasi seseorang ( atau mungkin sekelompok manusia ) 4. memperoleh data mengenai antisipasi ataupun orientasi depan dari manusia 5. memperoleh informasi mengenai perilaku pada masa lampau 6. mendapatkan data mengenai perilaku yang sifatnya sangat pribadi atau sensitif, Soerjono Soekamto ( 1984:67 ) Wawancara dilakukan terhadap responden yang digunakan sebagai sample, yaitu narapidana, petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Tipe wawancara yang digunakan adalah wawancara berfokus yang didasarkan pada asumsi, bahwa dengan mempergunakan sarana tersebut, maka dapat diungkapkan reaksi-reaksi pribadi manusia secara terperinci, perasaan-perasaan, dan lain-lain ciri realitasnya. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dalam ruangan khusus. Wawancara dilakukan satu persatu, wawancara dilakukan secara

kekeluargaan hal ini disebabkan para responden yang diwawancarai adalah kaum wanita yang mempunyai perasaan yang peka dan sensitive. Tidak jarang wawancara dijadikan ajang curhat para responden kepada peneliti tentang masalah yang dialami oleh responden baik masalah hidup maupun

37

masalah selama masa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang.

3.6 Keabsahan Data Moleong memandang bahwa data merupakan konsep paling penting bagi penelitian kualitatif yang diperbaharui dari konsep kesatuan atau validitas dan keandalan atau reabilitas menurut versi positifisme dan disesuaikan dengan tuntunan pengetahuan, kriteria dan paradigma sendiri ( Moleong, 2000:171 ) Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan data yang digunakan yaitu triangulasi. Triangulasi merupakan bentuk pemeriksaan keabsaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding dalam data itu. Menurut Denzim dalam Moleong ( 2000:178) membedakan empat macam bentuk pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif ( Patton 1987:331 ) hal ini dapat dicapai dengan jalan: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara 2. Membadingkan dengan apa yang dikatakan orang didepan umun dengan apa yang dikatakan secara pribadi 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang mengenai situasi peneliti dengan apa yang dikatakanya sepanjang waktu 4. Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperi rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan. 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan

38

Triangulasi dengan memanfaatkan sumber yang berarti membandingkan dengan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diproses melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode penelitian kualitatif ini hanya dapat dicapai dengan dua bahan pembanding yaitu: 1. membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara 2. membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang terkait

3.7 Metode Analisis Data Adalah proses pengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola kategori dan satuan analisis data dalam dalam penelitian ini bersifat diskriptif analisis yang merupakan gambaran sebuah penelitian ( Moleong 2000:103 ) Menurut Milles dan Hoberman dalam Rachman ( 1999:20 ) ada dua metode analisis data yaitu: Pertama model analisis mengalir, dimana tiga komponen analisis ( reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi ) dilakukan secara saling mengalir secara bersamaan. Kedua model analisis interaksi dimana komponen reduksi data penyajian data dan penarikan kesimpulan dilakukan dilakukan dengan proses pengumpulan data, setelah data terkumpul maka ketiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan ) saling berinteraksi Penelitian ini menggunakan model analisis data yang kedua dari penjelasan model analisis data di atas, yaitu komponen reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dilaksanakan dengan proses pengumpulan data. Setelah data terkumpul maka ketiga komponene analisis ( reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan ) saling berinteraksi. Untuk menganalisis data

39

dalam penelitian ini digunakan langkah-langkah atau alur yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data.

3.7.1

Pengumpulan data Adalah mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan yang

dilakukan terhadap berbagai jenis dan bentuk data yang ada di lapangan kemudian data tersebut dicatat.

3.7.2

Reduksi data Yaitu pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakkan data kasar, yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan (Milles dan Hubermen 1992:17 ). Reduksi data ini bertujuan untuk menganalisis data yang lebih mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data agar diperoleh kesimpulan yang dapat ditarik dan di verifikasi. Dalam penelitian ini proses reduksi dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian dipilih dan di kelompokkan berdasarkan kemiripan data.

3.7.3

Penyajian data Yaitu pengumpulan informasi terusan yang memberi kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan ( Miles dan

40

Huberman 1992: 18). Dalam hal ini data yang telah dikategorikan tersebut kemudian di organisasikan sebagai bahan penyajian data. Data tersebut disajikan secara diskriptif yang didasarkan pada aspek yang diteliti, sehingga dimungkinkan dapat memberikan gambaran seluruhnya atau sebagian tertentu dari aspek yang diteliti, sehingga dimungkinkan dapat

menggambarkan seluruhya atau sebagian tertentu dari aspek yang di teliti.

3.7.4

Verifikasi data Yaitu sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna-makna yang

muncul dari data harus dilaporkan kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya (Milles dan huberman 1992:19 ) Penarikan kesimpulan yang didasarkan pada pemahaman terhadap data yang telah disajikan dan dibuat dalam pernyataan disingkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok permasalahan yang di teliti. Proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi dapat lebih jauh di gambarkan dalam gambar satu di bawah ini Proses Analisis data Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data

Penarikan kesimpulan/ verifikasi Sumber: Milles dan Huberman dalam Rachman (1999:120)

41

Dengan demikian dalam penelitian ini pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan sebagai suatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data.

3.8 Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini peneliti membagi empat tahap yaitu: tahap sebelum ke lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pertama pra lapangan, peneliti mempersiapkan segala macam yang dibutuhkan atau diperlukan peneliti sebelum terjun kedalam kegiatan penelitian yaitu: 1. menyusun rancangan penelitian 2. mempertimbangkan secara konseptual teknis serta praktis terhadap tempat yang akan digunakan dalam penelitian 3. membuat surat ijin penelitian 4. latar penelitian dan dinilai guna serta melihat sekaligus mengenal unsurunsur sosial dan fisik situasi pada latar penelitian 5. menentukan informasi pada responden yang akan membantu peneliti dengan syarat-syarat peneliti 6. mempersiapkan perlengkapan penelitian 7. dalam penelitian, peneliti harus bertindak sesuai etika terutama berkaitan dengan tata cara penelitian berhubungan dengan lingkungan yaitu Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang dan harus menghormati seluruh nilai-nilai yang ada didalamnya.

42

Pada tahap kedua yaitu pekerjaan laporan penelitian dengan bersungguhsungguh dengan kemampuan yang dimiliki berusaha memahami latar penelitian dan dipersiapkan benar-benar menghadapi lapangan penelitian. Tahap ketiga yaitu analisis data, setelah semua data yang dilapangan terkumpul maka peneliti akan mereduksi, menyajikan data serta melakukan verifikasi data. Setelah tahap analisis data selesai dan telah diperoleh kesimpulan, penulis masuk tahap ke empat yaitu penulisan laporan. Laporan penelitian ditulis berdasarkan hasil yang diperoleh dilapangan.

43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang atau Lembaga

Pemasyarakatan termasuk kategori Lembaga Pemasyarakatan Klas II A, hal ini disesuaikan dengan kapasitas, tempat kedudukan dan kegiatan kerja Lembaga Pemasyarakatan. Letak geografis Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang di Jalan Mgr. Sugiyopranoto no.59 kecamatan Semarang Tengah, Pemerintah Kota Semarang, Propinsi Jawa Tengah. Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang didirikan pada tahun 1894 oleh Pemerintah Belanda. Kemudian pada tanggal 27 April 1964 penjara Wanita Bulu ini berubah atau berganti nama menjadi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang menempati luas areal tanah 16.226 meter persegi dengan luas bangunan 13.902,75 meter persegi. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang dibagi menjadi beberapa blok, setiap blok terdiri dari beberapa kamar dan setiap kamar tidur terdapat kamar mandi. Setiap kamar tidur dihuni oleh tiga, empat orang atau lebih yang dikelompokkan berdasarkan tindak pidana yang dilakukan oleh masing-masing narapidana Wanita . Kapasitas hunian mencapai 465 orang narapidana.

44

4.1.2 Kondisi Fisik Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang dibangun di atas tanah seluas 16.226 m2 dengan luas 13.975 m2 yang terdiri dari: 1. Rumah dinas 2. Kantor 3. Ruang kunjungan 4. Ruang ketrampilan 5. Gereja 6. Ruang kelas 7. Mushola 8. Ruang karantina/sell 9. Kamar tahanan 10. Kamar narapidana 11. Salon 12. Koperasi/kantin 13. Ruang perpustakaan 14. Ruang makan WBP 15. Balai pertemuan 16. Pos jaga 17. Sumur 18. Gudang 19. kamar mandi 20. Dapur : 1 buah : 13 ruang : 1 ruang : 1 ruang : 1 ruang : 1 ruang : 1 ruang : 1 blok : 1 blok : 8 blok : 1 ruang : 1 ruang : 1 ruang : 1 ruang : 1 buah : 3 tempat : 11 buah : 4 ruang : 4 ruang : 1 buah

45

Secara

umum

kondisi

saran

dan

prasarana

di

Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang dalam keadaan baik dan terawat dan didukung oleh kondisi tanah yang baik, hal ini sangat mendukung pelaksaan kegiatan berkebun serta tanaman hias di lokasi ini. Selain berupa bangunan fisik yang menunjang pembinaan narapidana, di Lembaga Pemasyarakatan Wanita juga terdapat aktifitas yang menunjang pembinaan mental spritual narapidana. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain ketrampilan seperti menjahit, mengkristik, menyulam. Pembinaan mental seperti kegiatan keagamaan yang bekerjasama dengan Majelis Taklim, LSM dan Gereja, kegiatan fisik yang bekerjasama dengan pihak lain dalam hal ini adalah Departemen Pendidikan Nasional, dimana kegiatan-kegiatan tersebut sangat mendukung narapidana agar ia bisa menjadi manusia yang berguna. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang, merupakan Lembaga Pemasyarakatan yang menangani pada proses terakhir, sebagai pembina pelanggar hukum yang telah resmi menerima vonis pengadilan. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan wanita Semarang adalah untuk membina dan membimbing warga binaan pemasyarakatan agar dapat memulihkan lagi hubungan dengan masyarakat. Dengan memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan, diharapkan Warga binaan dapat menjalankan fungsinya secara wajar dan berpartisipasi dalam pembangunan. Narapidana harus dibekali pengertian mengenai norma-norma kehidupan, serta melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dalam kehidupan bermasyarakat agar narapidana itu

46

sanggup hidup mandiri. Narapidana itu harus mempunyai daya tahan dalam arti bahwa narapidana itu harus mampu hidup bersama dengan masyarakat tanpa melakukan kejahatan lagi.

4.1.3

Deskripsi Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang

terdiri dari latar belakang pendidikan yang berbeda. Dilihat dari tingkat pendidikan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan wanita Klas IIA Semarang, untuk jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut ini. Tabel 3 Tingkat pendidikan narapidana di LP Wanita Semarang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD SD SMP SLTA D III S1 JML Data sekunder per September 2005 Dari tabel di atas sebagian besar narapidana berpendidikan Menengah Pertama dan Menegah Atas sebesar 30,1%, dan kedua terbesar berpendidikan Sekolah Dasar 24,5%, tidak lulus SD 9,43%, dan Diploma serta Sarjana masing-masing 3.77% dan 1,88% Jumlah 5 13 16 16 2 1 53 Prosentase ( % ) 9,43 24,5 30,1 30,1 3,77 1,88 100 %

47

Dilihat

dari

tingkatan

umur

para

narapidana

di

Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang dapat dilihat dari tabel dibawah. Tabel 4 Tingkatan umur narapidana di LP Wanita Klas IIA Semarang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tingkat Umur 19-24 25-30 31-36 37-42 43-48 49-54 55-60 JML Data sekunder per September 2005 Dari tabel umur para narapidana yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan wanita Klas IIA Semarang, yang paling banyak adalah narapidana yang berumur antara 19 sampai 24 tahun, 25 sampai 30 tahun, dan 37 sampai 42 tahun yaitu sebesar 20,75%. Dilihat dari agama yang dianut para narapidana di lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang , dapat dilihat dari tabel dibawah Tabel 5 Agama Narapidana LP Wanita Klas IIA Semarang Jumlah 11 11 8 11 8 2 2 53 Prosentase ( % ) 20,75 20,75 15 20,75 15,09 3,77 3,77 100 %

No. 1. 2. 3.

Agama Islam Kristen Katholik JML

Jumlah 43 5 5 53

Prosentase ( % ) 81,1 9,43 9,43 100 %

Data sekender per September 2005

48

Dilihat dari tabel di atas jelas terlihat bahwa sebagian besar narapidana penghuni Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang beragama Islam sebesar 81,1%. Dilihat dari tindak pidana yang dilakukan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 6 Jenis Tindak Pidana Narapidana di LP Wanita Klas IIA Semarang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tindak Pidana Penipuan Narkoba Penggelapan Pembunuhan Uang Palsu Penculikan Penadah Mucikari Pencurian JML Data sekunder per September 2005 Dari tabel di atas jelas bahwa tindak pidana yang paling banyak dilakukan oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang adalah penipuan 26,41% kemudian tindak pidana narkoba 22,64% dan penggelapan sebesar 18,86%. Dilihat dari masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang dapat dilihat dari tabel berikut ini: Jumlah 14 12 10 9 3 2 1 1 1 53 Prosentase ( %) 26,41 22,64 18,86 16,98 5,66 3,77 1,88 1,88 1,88 100 %

49

Tabel 7 Masa Pidana Narapidana di LP Wanita Klas IIA Semarang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Masa Pidana 6 bln 1 thn 1 2 thn 3 4 thn 5 6 thn 7 8 thn 9 10 thn 11 12 thn JML Data sekunder per September 2005 Dilihat dari tabel di atas, terlihat bahwa masa pidana yang paling banyak dilakukan oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang adalah masa pidana satu sampai dua tahun yaitu sebesar 35,84%. Perkara yang menjadi paling banyak dilakukan adalah: 1. Kasus Penipuan pasal 378 KUHP 2. Kasus Pengelapan Pasal 372 KUHP 3. Kasus narkoba Pasal 59 KUHP Jumlah 13 19 9 5 6 1 53 Prosentase ( % ) 24,52 35,84 16,98 9,43 11,32 1,88 100 %

Sedangkan sisanya adalah kasus kejahatan lain seperti pembunuhan , uang palsu, penganiayaan, pembunuhan anak sebelum lahir, pencurian. Narapidana yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini:

50

Tabel 8 Jenis Kasus responden Narapidana di LP Wanita Klas IIA Semarang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Inisial Nama CM LM MI TS TY TS SG Kasus Kejahatan Pembunuhan Pembunuhan Narkoba Narkoba Penipuan Penipuan Penggelapan Masa Pidana 9 tahun 10 tahun 8 bulan 5 thn 6 bln 2 th 6 bln 2 th 6 bln 3 tahun

Hasil wawancara tanggal 3 dan 6 Oktober 2005

Dilihat dari kasus kejahatan yang menjerat Narapidana rata-rata dari responden di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang, mempunyai kasus yang mendapat hukuman lebih dari setahun sehingga mereka mempunyai banyak kesempatan untuk menikmati hak-hak mereka yang mendukung dalam melakukan aktifitas di penjara.

4.1.4

Praktek Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang Menurut Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Pembinaan narapidana di Indonesia setelah keluarnya Undang-

undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dilaksanakan dengan Sistem Pemasyarakatan. Menurut rumusan Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 1 ayat 2, yang dimaksud dengan Sistem Pemasyarakatan adalah:

51

Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab Sistem Pemasyarakatan yang berlaku sekarang, berangkat dari konsepsi pemasyarakatan dan konsepsi pemasyarakatan itulah yang melahirkan disiplin ilmu pemasyarakatan, sebagai ilmu pembinaan narapidana di Indonesia. Pembinaan narapidana di Indonesia dilaksanakan melalui sebuah sistem, yang dikenal dengan nama Sistem Pemasyarakatan. Sebagai suatu sistem, maka pembinaan narapidana mempunyai beberapa komponen yang saling berkaitan untuk mencapai satu tujuan. Komponen tersebut neliputi falsafah dasar hukum, tujuan, pendekatan sistem, klasifikasi, pendekatan klasifikasi, perlakuan terhadap narapidana, keluarga narapidana dan pembina atau pemerintah Sistem Pemasyarakatan melakukan pembinaan terhadap narapidana berdasarkan asas: 1. Pengayoman 2. persamaan perlakuan dan pelayanan 3. pendidikan 4. pembimbingan 5. penghormatan harkat dan martabat manusia

52

6. kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan 7. terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orangorang tertentu. Menurut ketentuan Undang-Undang No.12 tahun 1995 Pasal 7 ayat (1), pembinaan dan oleh pembimbingan Menteri dan warga binaan Pemasyarakatan oleh petugas

diselenggarakan

dilaksanakan

Pemasyarakatan. Lebih lanjut penjelasan Pasal 7 ayat ( 1 ) menerangkan yang dimaksud dengan petugas pemasyarakatan adalah pegawai

pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Seorang narapidana yang masuk ke Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan putusan pengadilan melalui proses persidangan di pengadilan akan melalui berbagai prosedur terlebih dahulu. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang no.12 tahun 1995 Pasal (10) mengatur sebagai berikut: 1. Terpidana yang diterima di Lembaga pemasyarakatan wajib didaftar 2. Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) mengubah status terpidana menjadi narapidana 3. Kepala Lembaga Pemasyarakatan bertanggung jawab terhadap

penerimaan terpidana dan pembebasan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut penjelasan Pasal (10) ayat ( 1 ), penempatan terpidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan sesuai dengan Pasal 270 KUHP dan pendaftarannya dilaksanakan pasa saat terpidana diterima di Lembaga

53

Pemasyarakatan. Begitu juga pembebasannya dilaksanakan pada saat narapidana telah selesai menjalani masa pidananya. Selanjutnya menurut ketentuan Undang-Undang No.12 tahun 1995 Pasal (11), pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal (10) ayat ( 1 ) meliputi: a. Pencatatan: 1. Putusan pengadilan 2. Jati diri 3. Barang dan uang yang dibawa b. Pemeriksaan kesehatan c. Pembuatan fasfoto d. Pengambilan sidik jari e. Pembuatan berita acara serah terima terpidana Pembinaan terhadap narapidana tidak sama antara satu narapidana dengan narapidana yang lain. Undang-Undang no.12 tahun 1995 Pasal (12) ayat ( 1 ), dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penggolongan atas dasar: a. Umur b. Jenis kelamin c. Lama pidana yang dijatuhkan d. Jenis kejahatan e. Kriteria lainnya yang sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan

54

Untuk memudahkan proses pembinaan narapidana, maka dikenal penggolongan-penggolongan dalam sistem pemasyarakatan. Penggolongan tersebut meliputi, narapidana golongan B-I, B-II-a, B-II-b, B-III. Klasifikasi B-I adalah narapidana yang dijatuhi pidana diatas satu tahun. B-II-a adalah narapidana yang dijatuhi pidana antara empat sampai dua belas bulan, B-II-b adalah narapidana yang dijatuhi pidana antara satu sampai tiga bulan, sedang B-III adalah narapidana yang dijatuhi pidana kurungan pengganti pidana denda, yang lama pidananya satu bulan. Penggolongan tersebut juga berkaitan dengan masalah pengawasan keamanan terhadap narapidana. Berikut ini adalah tabel narapidana yang termasuk dalam kategori B-I di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang tahun 2005. Tabel 9 Narapidana Klasifikasi B-I di LP Wanita Klas IIA Semarang No Nama Umur Agama / Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Lina Mayangsari Fransisca Suhaeti Nuryati Sawi Casriah Wiwik Azizah Yuliana Sri Sugiarti Retno Widyawati Dince Setyawati Bandiyah Ayu Puji Rahayu Cornelia 21 21 27 38 51 42 39 45 29 23 31 26 37 Islam/SMP Islam/SMP Islam/SMP Islam/SD Islam/SD Islam/SLTP Islam/SLTA Islam/SMP Kristen/SLTA Islam/SLTA Islam/SD Islam/SMP Katholik/SD Pembunuhan Narkoba Narkoba Pembunuhan Penadah Penipuan Pembunuhan Penipuan Narkoba Narkoba Narkoba Mucikari Pembunuhan Tindak Pidana Masa Pidana 10tahun 5th 6 bln 4th 3 bln 9 tahun 3th 6 bln 11 tahun 3 tahun 1th 6 bln 4th 2 bln 4th 5 bln 4th 1 bln 3th 4 bln 10 tahun

55

14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41

Mistiyah Maryati Wanisah Casmuni Yulianti Titik Sulasmi Neny Als Supriyati Noviani Wijaya Laelatul Komar Zamronah Novia Wulansari Sutri Catrina Suhartini Amelia Santi Heni W Subatin Tiatun Tini Susianti Rahayu Niken Sri Suparni Mitun Jayanti Taimah Sri Guno A Lestari P Wamroh Yuliana Heni Dince Nafrida

24 45 20 23 33 44 60 36 60 29 21 26 30 33 22 46 38 43 32 41 40 27 42 50 38 37 29 29

Islam/BH Islam/BH Islam/BH Islam/BH Islam/SLTA Islam/SLTA Islam/SMP Islam/SMP Kristen/SLTA Islam/SMP Islam/SMP Katholik/SLTA Islam/SD Katholik/D3 Islam/SMP Islam/SMP Islam/STM Kristen/SD Islam/SLTA Kristen/SLTA Islam/SD Islam/SMP Islam/BH Islam/SMEA Islam/SLTA Islam/SD Katholik/SLTA Islam/SE

Penculikan Penculikan Uang Palsu Pembunuhan Penipuan Penipuan Penipuan Pembunuhan Penipuan Narkoba Pembunuhan Penggelapan Pembunuhan Penggelapan Narkoba Uang Palsu Penggelapan Penggelapan Narkoba Narkoba Penggelapan Pembunuhan Penggelapan Penipuan Penipuan Narkoba Penggelapan Penggelapan

5 tahun 5 tahun 2 tahun 9 tahun 2th 6 bln 2th 6 bln 2th 6 bln 9 tahun 2 tahun 6 tahun 10 tahun 1th 8 bln 3 tahun 1th 3 bln 1th 3 bln 2 tahun 1th 6 bln 1th 3 bln 5th 6 bln 1th 6 bln 1th 6 bln 2th 6 bln 2th 3 bln 3 tahun 2 tahun 1th 4 bln 1th 1 bln 1th 6 bln

56

Berikut ini tabel narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang yang tergolong dalam klasifikasi B-II-a di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang tahun 2005. Tabel 10 Narapidana Klasifikasi B II-a LP Wanita Klas IIA Semarang No Nama Umur Agama/ Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Sulistyoningsih Suprapti Erika Ruliyati Sumiati Ester B Atik Supriyatin Siti Karomah Monica Ida Sinah Sulistyoningsih Sumiatun Menik 30 43 24 35 37 31 19 41 21 30 35 27 Islam/SLTA Islam/SD Islam/SLTA Islam/SMP Kristen/S1 Islam/SMP Islam/SD Islam/DIII Islam/SD Islam/SLTA Islam/SMP Katholik/SD Tindak Pidana Penggelapan Penipuan Narkoba Penipuan Penggelapan Uang Palsu Penggelapan Narkoba Pencurian Penggelapan Penipuan Penggelapan Masa Pidana 8 bulan 9 bulan 8 bulan 1 tahun 10 bulan 6 bulan 6 bulan 8 bulan 7 bulan 8 bulan 6 bulan 6 bulan

Data sekunder per September 2005 Klasifikasi untuk B-II-b yaitu narapidana yang dijatuhi pidana antara satu sampai tiga bulan serta klasifikasi untuk B-III yaitu narapidana yang pidana kurungan pidana pengganti denda, yang lama pidananya satu

57

Bulan, di Lembaga Pemasyarakataan Wanita Semarang tidak terdapat klasifikasi tersebut. Pengawasan terhadap narapidana terbagi dalam tiga klasifikasi, yaitu maximum security, medium security dan minimum security. Maximum security diberikan terhadap narapidana klasifikasi B-I, narapidana karena kasus subversi, pembunuhan berencana, perampokan, pencurian dengan kekerasan, beberapa narapidana yang dianggap berbahaya dan

membahayakan Lembaga Pemasyarakatan. Sedang medium security diberikan kepada narapidana yang lebih ringan pidananya atau yang masuk dalam kategori pidana berat, tetapi mendapatkan pembinaan dan

menunjukkan sikap serta tingkah laku yang baik selama dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dalam minimum security, terdapat narapidana yang telah mendapat pembinaan secara khusus dan telah dinyatakan layak untuk mendapatkan pengawasan ringan. Narapidana yang masuk kategori ini biasanya telah memperoleh pembinaan dan telah dinyatakan bisa mendapatkan pengawasan ringan. Pelaksanaan sistem pemasyarakatan dimulai dengan menerima narapidana dan menyelesaikan pencatatannya secara administratif yang disusul dengan observasi atau identifikasi mengenai pribadinya secara lengkap oleh suatu Tim Pengamat Pemasyarakatan ( TPP ), kemudian baru ditentukan bentuk dan cara pembinaan yang akan diberikannya. Antara lain penempatannya, pekerjaan yang diberikan dan pendidikan yang akan ditempuhnya , disamping diberikan tentang hak dan kewajibannya serta tata

58

cara hidup daalm lembaga pemasyarakatan. Setelah pembinaan berjalan beberapa lama kemudian diadakan pertemuan oleh TPP tanpa

mengikutsertakan narapidana yang bersangkutan, dan dievaluasi keadaannya apakah yang bersangkutan telah memperoleh kemajuan atau kemunduran dalam hal tingkah lakunya. Pembinaan selanjutnya ditentukan oleh TPP sesuai dengan kemajuan atau kemundurannya, setelah diadakan koreksikoreksi seperlunya. Usaha konseling semacam ini diadakan secara berkala dan bila terus ada kemajuan maka sudah waktunya narpidana yang bersangkutan diusulkan untuk bebas bersyarat, tapi bila tidak maka narapidana tetap menjalani masa pembinaan sampai habis masa pidananya. Selama dalam Lembaga Pemasyarakatan sebagai hasil konseling TPP bila ada kemajuan narapidana yang bersangkutan dapat diperlonggar kebebasannya, hingga makin dekat pergaulannya dengan masyarakat, baik mendapat pekerjaan maupun pendidikan, olah raga, kesenian, kesempatan beribadah dan lain-lain, diluar Lembaga Pemasyarakatan bersama-sama dengan masyarakat, juga hubungan dengan keluargannya. Dengan demikian secara progresif narapidana tahap demi tahap dengan kemajuan-kemajuan pada pribadinya, mendekati hari bebasnya. Usaha bebas bersyarat bagi narapidana merupakan mata rantai terakhir dari proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan. Proses pembinan narapidana melibatkan berbagai unsur pembina sesuai dengan tugas bidangnya masing-masing, yaitu:

59

1. Seksi Bimbingan Narapidana / Anak Didik, terdiri dari Sub Seksi Registrasi dan Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan, yang menjadi kepala subseksinya adalah Susana Tri Agustin yang mempunyai 6 ( enam ) staf yaitu Asti Andaryani, Turniyati, Sri Utami, drg. Fem Irianti, Mulyasari R, Ventila Rahayu. Mempunyai tugas

memberikan bimbingan pemasyarakatan narapidana / anak didik Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Seksi Bimbingan Narapidana / Anak Didik mempunyai fungsi: a. Melakukan pencatatan dan membuat statistik serta dokumentasi sidik jari narapidana / anak didik b. Memberikan bimbingan dan penyuluhan rohani serta memberikan latihan olah raga, peningkatan pengetahuan asimilasi, cuti pelepasan dan kesejahteran narapidana / anak didik serta mengurus

kesejahteraan dan memberikan perawatan bagi narapidana / anak didik. 2. Seksi Kegiatan Kerja, terdiri dari Sub Seksi Bimbingan Kerja, yang menjadi kepala seksinya adalah Puisnah, dan Pengolahan Hasil Kerja dan Sub Seksi Sarana Kerja, yang menjadi kepala seksinya adalah Titik Setyowati, yang mempunyai 3 ( tiga ) staf yaitu Munarita, Sri Darwatik, Sri Hartati Mempunyai tugas memberikan bimbingan kerja,

mempersiapkan sarana kerja dan mengelola hasil kerja. Untuk menyelengggarakan tugas tersebut, seksi Kegiatan Kerja mempunyai fungsi:

60

a. Memberikan bimbingan latihan kerja bagi narapidana dan mengelola hasil kerja b. Mempersiapkan fasilitas latihan kerja. 3. Seksi Administrasi Keamanan dan Tata tertib, yang menjadi kepala seksinya adalah Wilayati. Terdiri dari Sub Seksi Keamanan dan Sub Seksi Pelaporan dan tata tertib, yang menjadi kepala seksinya adalah Sukamti Mulani, yang mempunyai tugas mengatur jadwal tugas, penggunaan perlenggapan dan pembagian tugas pengamanan, menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan tata tertib. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib mempunyai fungsi: a. mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan b. menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta menyiapkan laporan berkala dibidang keamanan menegakkan tata tertib 4. Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan, yang menjadi kepala seksinya adalah Sri Wigati, yang mempunyai tugas menjaga keamanan dan ketertiban Lembaga Pemasyarakatan. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan mempunyai fungsi:

61

a. melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap narapidana / anak didik b. melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban. c. Melakukan pengawalan penerimaan, penempatan dan pengeluaran narapidana / anak didik d. Melakukan pengawasan terhadap pelanggaran keamanan e. Membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan pengamanan. Pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang dilaksanakan berdasarkan sisitem pemasyarakatan. Unsurunsur yang berperan dalam sistem pemasyarakatan, yaitu: a. Petugas sebagai pembina warga binaan pemasyarakatan yang dituntut memiliki jiwa profesionalisme, dedikasi atau pengabdian dan etos kerja yang tinggi, Pembina secara aktif memonitor perkembangan narapidana yang menjadi bimbingannya. Petugas harus mampu menjadi panutan, dalam menjalankan tugasnya mampu melakukan pendekatan pribadi dengan memperlakukan narapidana sebagai objek yaitu narapidana diberi kesempatan untuk berperan dalam menentukan proses pembinaan terhadap diri sendiri. Petugas tidak menganggap narapidana sebagai

narapidana tetapi dianggap sebagai anak, adik dan sebagainya. Para petugas pembina di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang dalam menjalankan tugasnya cenderung menggunakan pendekatan personal. Para petugas sedapat mungkin tidak menciptakan jarak dengan para narapidana dalam proses pembinaan. Sikap proaktif petugas ini ternyata

62

berpengaruh besar terhadap proses pembinaan, yaitu narapidana merasa tidak diperlakukan sebagai pesakitan, narapidana bersikap patuh terhadap petugas bukan karena takut tapi memang mereka sadar bahwa mereka harus bersikap hormat, hampir tidak ada narapidana yang melakukan keributan. b. Narapidana sebagai warga binaan pemasyarakatan yang harus mau secara tulus ikhlas berperan aktif dalam kegiatan pembinaan tersebut. Narapidana pada umunya bersikap patuh. Hal ini sehubungan dengan iklim yang diciptakan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang dimana tidak ada narapidana yang perlu dianggap pahlawan, dituankan dan sebagainya. Apabila ada narapidna yang bersikap tinggi hati atau ingin dianggap sebagai pemimpin maka narapidana tersebut justru tidak akan mendapat tempat dalam pergaulan dengan sesama narapidana yang lain. c. Masyarakat. Selama ini peran masyarakat kurang mendukung. Hali ini karena tidak adanya sosialisasi kepada masyarakat, sehingga masalah sosialisasi ini dirasa sebagai hal yang cukup penting, supaya masyarakata tidak bersikap buruk terhadap Lembaga Pemasyarakatan. Disamping ketiga hal tersebut datas unsur yang sangat menunjang keberhasilan program pembinaan adalah terpenuhinya sarana dan prasarana yang memadai dalam proses pemasyarakatan. Keterbatasan sarana dapat merupakan salah satu penghambat pembinaan narapidana, sehingga narapidana sulit untuk menghasilkan pembinaan yang efektif, efisien serta

63

berhasil guna. Hal ini cukup beralasan, mengingat tujuan sistem pemasyarakatan itu sangat ideal, sedangkan sarananya sangat terbatas. Dalam mencapai tujuannya Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang menggunakan pola pembinaan bertahap yang dikenal dengan tahap pembinaan. Adapun tahap-tahap tersebut terdiri atas: 1. Tahap Pertama Menurut Sri Utami, Staf BIMPAS Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang, mengatakan bahwa: Pembinaan Tahap I merupakan pembinaan tahap awal yang didahului dengan masa pengenalan lingkungan, sejak diterima sampai sekurang-kurangnya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Pengamatan dan penelitian terhadap narapidana wanita dilakukan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan ( TPP ) ( wawancara, 8 September 2005: pukul 09.00 WIB ) 2. Tahap Kedua Menurut Sri Utami, staf BIMPAS Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang, mengatakan bahwa: Pembinaan tahap kedua adalah pembinaan lanjutan diatas 1/3 sampai sekurang-kurangnya dari masa pidana yang sebenarnya, dan dalam kurun waktu tersebut narapidana wanita menunjukkan sikap dan perilakunya atas hasil pengamatan TPP ( wawancara, 8 September 2005: pukul 09.00 WIB ) 3. Tahap Ketiga Menurut Sri Utami, staf BIMPAS Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang, mengatakan bahwa: Pembinaan tahap ketiga adalah pembinaan lanjutan sampai sekurang-kurangnya 2/3 dari masa pidana sebenarnya dan sudah diperoleh kemajunan fisik , mental dan ketrampilan maka wadah pembinaan diperluas dengan mengadakan asimilasi dengan masyarakat ( Wawancara, 8 September 2005: pukul 09.00 WIB )

64

Tahap ketiga merupakan tahap asimilasi, yaitu tahap pembinaan yang dilaksanakan dengan cara membaurkan narapidana dengan masyarakat. Asimilasi yang dilaksanakan di LP Wanita Semarang ada dua macam yaitu Asimilasi internal ( dalam lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Wanita ), kegiatannya: membersihkan ruangan,

mencabut rumput dikebun dalam LP dan menyapu, sedangkan Asimilasi Eksternal ( di luar LP ) seperti: kerja pada pihak luar, cuti mengunjungi keluarga, kerja mandiri dan lain-lain. 4. Tahap Keempat Menurut Sri Utami, staf BIMPAS Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang, mengatakan bahwa: Adalah tahap pembinaan lanjutan diatas 2/3 dari masa pidananya dan yang bersangkutan dinilai sudah siap untuk diterjunkan kembali ke masyarakat, untuk narapidana wanita dapat diusulkan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat ( PB ) dan cuti menjelang bebas ( CMB ) ( Wawancara, 8 September 2005: pukul 09.00 WIB ) Tahap keempat merupakan tahap terakhir dimana narapidana sudah hampir selesai menjalani masa pemidanaannya, dan berhak untuk diusulkan mendapat pembebasan bersyarat setelah memenuhi syaratsyarat tertentu sebelum akhirnya di putuskan untuik benar-benar bebas. Tahap-tahap pola pembinaan narapidana dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

1
PROSES PEMASYARAKATAN
1. 2. 3. 4. Pancasila UUD 45 KUHP KUHAP LANDASAN HUKUM 5. UU No. 12 Tahun 1945 9. Keputusn Menteri 6. UU No. 3 Tahun 1997 10. Peraturan Menteri 7. Peraturan Peerintah 11. Peraturan Drijen Pas 8. Keputusan Presiden

Tahap awal + 1/3 1/2 masa pidana


A. Admisi dan Orientasi Masa Pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan paling lama satu bulan. B. Pembinaan Kepribadian 1. Pembinaan kesadaran beragama 2. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara 3. Pembinaan kesadaran kemampuan itelektual (kecerdasan) 4. Pembinaan kesadaran hukum. A. Pembinaan kepribadian lanujutan program Pembinaan kemandirian 1. ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri 2. Ketrampilan untuk mendukung usaha kecil 3. Ketrampilan yang di kembangkan sesuai dengan bakatnya masingmasing 4. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri/pertanian dan perkebunan dengan teknologi modern/ tinggi

Tahap Lanjutan
ASIMILASI

Tahap Akhir Tujuan


1. 2. Tidak melanggar lagi Dapat berpartisipasi aktif dan positif dalam pembangunan (manusia mandiri) Hidup berbahagia Dunia dan Akhirat

Masyarakat

T P P

B.

T P P
DALAM LAPAS (Half way House /work)

PBB CMB

Masyarakat

DALAM LAPAS PEMBUKA (OPEN CAMP)

integrasi

3.

BAPAS
Melanjutkan sekolah kerja mandiri Kerja pada pihak luar Menjalankan ibadah Olahraga, cuti menjelang bebas

Maximum Sevurity

Medium Security Kerjasama Antar Instansi

Minimum Security

Instansi penegak hukum 1. Polisi 2. Kejaksaan Tinggi 3. Pengadilan Negeri

Instansi 1. 2. 3. 4.

Depkes Depnaker Deperindag Depag

5. Depdiknas 6. Pemda 7. Dan lain-lain

Pihak Swasta 1. Perorangan 2. Kelompok 3. LSM 4. Perusahaan

Sumber : Kasi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan

66

Tahap pembinaan yang meliputi 4 ( empat ) tahap pembinaan didasarkan pada 2 ( dua ) unsur yaitu masa pidana dan tingkah laku

narapidana, dimana kedua unsur tersebut saling berkaitan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Contoh: Seorang narapidana yang telah menjalani masa pidana sampai tahap kedua belum tentu diberikan medium security, melainkan tetap diberikan maximum security karena tingkah lauk narapidana tersebut belum menunjukkan perbaikan sikap. Dalam setiap tahap pembinaan, masing-masing narapidana akan diajukan dalam sidang TPP ( Tim Pengamat Pemasyarakatan ). Setiap akhir periode dari masing-masing pembinaan, akan diadakan evaluasi terhadap narapidana yang bersangkutan yang akan dinilai dari berbagai unsur. Hasil evaluasi inilah yang akan menentukan apakah narapidana yang bersangkutan dapat diikutkan atau melanjutkan proses tahap berikutnya. Sesuai dengan pola pembinaan narapidana dan tahanan, maka sebagai pelaksanaan pembinaan ruang lingkupnya meliputi 2 ( dua ) bidang, yaitu: 1. Pembinaan kepribadian yang meliputi: a. Pembinaan kesadaran beragama Usaha ini diberikan agar narapidana dapat meningkatkan Imannya terutama memberi pengertian agar narapidana wanita dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatan yang benar dan perbuatan yang salah, Bagi narapidana wanita yang beragama Kristen mendapat pembinaan rohani setiap hari Selasa, rabu dan Kamis, yang beragama Islam mendapat pembinaan rohani pada hari Selasa, Rabu dan Kamis.

67

Hasil Wawancara dengan responden A, umur 21 tahun yang menyatakan: Pembinaan Kesadaran beragama disini sangat bermanfaat bagi saya, dulu sebelum masuk ke LP sini saya tidak paham soal agama, setelah mendapat bimbingan agama menjadi sdikit ada kemajuan dalam pemahaman agama. Selain itu juga disini diajari menbaca Al Quran, saya sekarang bisa membaca al Quran padahal dulu saya tidak lancar membaca Al Quran ( Wawancara, 3 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Pembinaan kesadaran beragama di LP Wanita Semarang sudah cukup baik, ini dapat dilihat dari jadwal pembinaan yang sudah teratur, narapidana sangat berpartisipasi dalam pembinaan keagamaan. b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara Usaha ini dilakukan dengan cara menyadarkan narapidana agar menjadi warga negara yang baik berbakti bagi bangsa dan negaranya. Wawancara dengan responden B umur 24 tahun yang menyatakan: Disini kita diberi pengertian tentang kehidupan berbangsa, taat pada pemerintah, jadi setelah diberikan pengarahan oleh petugas kami semua menjadi tahu bagaimana menjadi warga negara yang baik, karena sebelumnya kita adalah pelanggar hukum makanya kami disini ( Wawancara, 3 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Pelaksanaan pembinaan kesadaran berbangsa di

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang cukup baik dan sudah mencapai tujuan dari pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. c. Pembinaan kesadaran hukum Dilakukan dengan cara memberi penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencari kadar kesadaran hukum, sehingga sebagai

68

anggota masyarakat dapat ikut menegakkan hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat.Wawancara dengan responden A umur 44 tahun yang mengatakan bahwa: Disini kami dibina tentang hukum, supaya dapat mengerti dan taat pada hukum, dan diharapkan tidak melanggar hukum setelah bebas nanti. Pembina disini cukup baik dan ramah-ramah ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Proses pembinaan kesadaran hukum di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang sudah berjalan cukup baik dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan. d. Pembinaan kemampuan Intelektual ( kecerdasan ) Usaha ini dilakukan agar pengetahuan serta kemampuan berpikir narapidana (Warga Binaan Pemasyarakatan) semakin

meningkat. Sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan selama masa pembinaan. Pembinaan Intelektual

(kecerdasan) dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Pendidikan formal diselenggarakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah agar dapat dimanfaatkan oleh semua narapidana wanita, cara pelaksanaan pendidikan formal yang ditempuh oleh petugas di Lembaga Pemasyaraktan Wanita Klas IIA Semarang adalah dengan diajarkannya pendidikan agama, budi pekerti dan lain sebagainya. Untuk mengejar ketinggalan dibidang formal ini Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang juga mengupayakan cara belajar melalui program Kejar Paket A. Sedangkan pendidikan non

69

formal diselenggarakan sesuai kebutuhan dan kemampuan melalui latihan-latihan ketrampilan seperti: mengkrisrik, menyulam, bordir dan menjahit. Wawancara dengan responden C umur 43 tahun mengatakan bahwa: Saya dulu tidak bisa membaca ataupun menulis, tetapi setelah mengikuti program pendidikan disini, saya sudah dapat sedikit membaca dan menulis ( Wawancara, 3 oktober 2005: pulul 09.00 WIB ) Wawancara pada responden D umur 24 tahun mengatakan bahwa: Disini sangat sulit untuk mendapat buku bacaan dan Koran, kalau Koran memang narapidana disini tidak diperbolehkan membaca. Buku bacaan hanya dapat diperoleh dari perpustakaan dan perpustakaan keliling yang datang setiap hari jumat, itupun jumlahnya terbatas sehingga saya disini agak sedikit kuper ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Pembinaan kemampuan intelektual di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sangat dibutuhkan oleh para narapidana, terutama narapidana yang berpendidikan rendah. Pelaksanaan pembinaan kemampuan Intelektual di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang cukup baik, hanya perlu peningkatan dalam pelayanan penyediaan buku-buku yang hanya dapat dilayani oleh perpustakaan keliling. 2. Pembinaan Kemandirian Pembinaan Kemandirian diberikan melalui program-program: 1. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri

70

Misalnya: kerajinan tangan seperti menjahit, menyulam, bordir, dan mengkristik. 2. Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakat Misalnya: ketrampilan membuat tas 3. Ketrampilan untuk mendukung industri-industri kecil Misalnya: PKK seperti membuat kue dan memasak 4. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau pertanian atau perkebunan dengan teknologi madya atau teknologi tinggi. Misalnya, dengan adanya lahan yang kosong disekitar lembaga pemasyarakatan seperti antara bangunan yang satu dengan bangunan yang lain terdapat gang dan gang tersebut ditanami sayur-sauran, jagung dan singkong. Wawancara dengan responden D umur 32 tahun mengatakan bahwa: Disini sekarang saya dapat menjahit, mengkristik. Selain itu kadangkala saya juga belajar untuk berkebun, tepatnya disekeliling LP ini ada tanah untuk berkebun, harapan saya kelak setelah keluar dari, semua ini dapat bermanfaat bagi saya ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 ) Pelaksanan pembinaan ketrampilan bagi para narapidana sudah cukup baik, dilihat dari pelaksanaan yang terjadwal, hampir setiap hari diadakan latihan ketrampilan. Program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang wajib diikuti oleh seluruh narapidana sesuai dengan jadwal LAPAS. Program kegiatan ini pelaksanaannya dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan untuk kegiatan setiap hari. Jadwal tersebut dipasang pada setiap blok narapidana dengan maksud agar narapidana dapat mengetahui dan

71

mempersiapkan

diri.

Berikut

ini

adalah

jadwal

Kegiatan

Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. JADWAL KEGIATAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA SEMARANG
NO 1. senin HARI/PUKUL 07.30-09.00 08.00-09.00 09.00-140.00 10.00-12.00 13.00-14.00 14.00-16.00 2. selasa 07.30-09.00 09.00-11.00 11.00-12.00 13.00-14.00 14.00-16.00 3. Rabu 07.30-09.00 09.00-11.00 11.00-12.00 13.00-14.00 14.00-16.00 4. Kamis 07.30-09.00 09.00-11.00 11.00-12.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-16.00 5. Jumat 07.30-09.00 09.00-11.00 09.0011.00 13.00-15.00 6. Sabtu 07.30-09.00 09.00-11.00 11.00-12.00 13.00-15.00 JENIS KEGIATAN - Kebersihan Lingkungan - Pramuka - Budi Pekerti/Penyuluhan - Ketrampilan - Iqra/Baca Al Quran - Olah Raga - Musik - kebersihan Lingkungan - Ketrampilan - Pelajaran Agam Islam - Pelajaran Agama Kristen - Iqra/Bacan Al Quran - Paduan Suara/ Vokal - Kebersihan Lingkungan - Ketrampilan - Pelajaran Agam Islam - Pelajaran Agama Kristen - Iqra/Bacan Al Quran - Musik - Olah Raga (volly) - kebersihan Lingkungan - Ketrampilan - Kejar Paket A - Pelajaran Agam Islam - Pelajaran Agama Kristen - Karawitan - Iqra/Bacan Al Quran - Senam Struktur - Olah Raga - Musik - Qoshidah - Pengajian - kebersihan Lingkungan - Ketrampilan - Kebaktian - Paduan Suara / vokal Group - Tari / Drama 7. Minggu 07.30-09.00 09.00-12.00 - Kebersihan Lingkungan - Hiburan / Istirahat PETUGAS/PENGAWAS KPLP Pembinaan Pramuka/Bimpas Bimpas Bimker Bimpas Bimpas Bimpas KPLP Bimker Dep. Agama/Bimpas Yayasan Cinta Kasih Bangsa Bimpas Bimpas KPLP Bimker Dep. Agama/Bimpas Gereja Katedral Bimpas Bimpas Bimpas KPLP Bimker Bimpas Dep. Agama/Bimpas Gereja Pantekosta Bimpas Bimpas Bimpas Bimpas Bimpas Bimpas Bimpas KPLP Bimker Agape / Advent Bimpas Bimpas KPLP KPLP KETERANGAN Selruh WBP Anggota Pramuka Seluruh WBP Seluruh WBP Peserta Iqra Peserta Volly Peserta Musik Pemula Selruh WBP Seluruh WBP WBP Ag. Islam WBP Ag. Nasrani Peserta Musik Peserta Volly Seluruh WBP Seluruh WBP WBP Ag> Islam WBP Ag. Nasrani Peserta Iqra Peserta musik Peserta volly Seluruh WBP Seluruh WBP WBP buta huruf WBP Ag. Islam WBP Ag. Kristen Peserta karawitan Peserta Iqra peserta instruktur Senam Seluruh WBP Peserta Musik Peserta Qosidah WBP Ag. Isla,m Seluruh WBP Seluruh WBP Peserta Ag. Nasrani Peserta Paduan Suara / VG Pserta Tari / Drama Seluruh WBP Seluruh WBP

Data sekunder per September 2005

72

Dari jadwal kegiatan Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang digambarkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 11 Jadwal Kegiatan / Pelajaran di LP Wanita Klas IIA Semarang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis Kegiatan Pendidikan Agama Islam Pendidikn Agama Kristen/Katholik Pendidikan Umum Pendidikan Ketrampilan Rekreasi Olah raga Data sekunder per September 2005 Dari tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa program kegiatan pendidikan agama yang dilaksananakan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang paling banyak dibandingkan dengan program yang lain, yaitu untuk Pendidikan agama Islam 9 ( Sembilan ) kali dalam satu minggu, dan Pendidikan Agama Kristen dan Katholik 5 ( lima ) kali dalam seminggu. Kegiatan lain yang diadakan sholat jamaah secara rutin tiap Dhuhur bersama dengan pegawai di Lembaga Pemasyarakatan yang sebelumnya dilaksanakan latihan Iqra atau baca Al Quran. Sholat Id pada hari Raya Idul Fitri dan Idhul Adha. Selain itu setiap bulan Ramadhan diadakan ibadah puasa dan sholat tarawih serta tadarus Al Quran. Sedangkan bagi narapidana yang beragama Kristen dan Katholik diadakan kebaktian secara rutin setiap hari sabtu dan pendidikan agama Kristen dan Katholik hampir setiap hari. Serta pada setiap hari Natal diadakan Misa Natal. Jumlah 9 5 1 5 5 4

73

Pendidikan umum, yaitu pemberantasan buta huruf melalui Program Kejar Paket A yang diikuti oleh Narapidana yang buta huruf sama sekali dan yang tidak tamat SD ( DO SD ), dilaksanakan satu kali dalam seminggu yaitu pada hari Kamis. Pendidikan ketrampilan diadakan 5 (lima) kali dalam satu minggu. Kegiatan latihan ketrampilan untuk narapidana antara lain seperti, bordir, menyulam, menjahit, payet, kristik dan lain-lain. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Seksi Bimbingan Kerja. Untuk selanjutnya narapidana akan diarahkan sesuai bakat dan ketrampilannya masing-masing dalam mengikuti program ketrampilan. Bagi narapidana yang bekerja akan diberikan premi. Premi itu disimpan oleh petugas yang akan diberikan kepada narapidana pada saat ia selesai menjalani masa pidananya. Kegiatan rekreasi yang diarahkan pada pemupukan kesegaran jasmani melalui kegiatan olah raga seperti: tennis meja, voly dan kasti, hiburan TV setiap hari pada jam satu siang sampai jam dua siang, dan setiap hari sabtu dan minggu, radio serta membaca buku perpustakaan. Pembinaan narapidana di Lembaga Peamasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang idealnya diikuti dengan pembinaan lanjutan. BAPAS sebagai institusi yang melakukan penanganan terhadap narapidana yang mendapatkan asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. Jika BAPAS dapat berperan lebih aktif maka pembinaan lanjutan dapat dilakukan dalam bentuk mencarikan pekerjan dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan, kegiatan konseling dan bimbingan mental. Berikut ini adalah hasil penelitian dan Wawancara dengan responden narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sebanyak 7

74

(tuju) orang yang terkait dengan praktek pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan wanita Klas IIA Semarang. Berkaitan dengan jenis pidana yang dikenakan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan wanita Semarang dapat diketahui dari tabel berikut ini: Tabel 12 Jenis Pidana Narapidana Responden di LP Wanita Semarang Jenis Pidana Pidana mati Pidana Penjara Pidana kurungan Pidana denda
Hasil wawancara 3 Oktober 2005

Jumlah 7 -

Dari tabel 12 tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa jenis pidana yang paling banyak dijatuhkan kepada responden narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang adalah pidana penjara 7 (tujuh ) orang. Berkaitan dengan jenis tindak pidana yang dilakukan oleh responden narapidana dapat diketahui dari tabel dibawah ini : Tabel 13 Jenis Tindak Pidana narapidana Responden di LP Wanita Semarang Jenis tindak pidana Penggelapan Narkoba Penipuan pembunuhan Hasil wawancara 3 Okrober 2005 Dari tabel 13 menggambarkan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana penghuni Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Jumlah 1 2 2 2

75

Semarang bervariasi. Dalam penelitian kali ini responden yang diambil untuk diteliti dari kasus narkoba, penipuan, penggelapan dan pembunuhan. Selanjutnya mengenai pelaksaan pembinaan yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan terhadap narapidana, tidak menutup kemungkinan dalam proses pembinaan ada narapidana yang melakukan pelanggaran disipilin yang dilakukan terhadap keamanan dan ketertiban. Seperti pada hasil wawancara yang dilakukan pada responden D umur 32 tahun yang

mengatakan bahwa: Biasanya pelanggaran yang dilakukan Warga Binaan di Lembaga Pemasyaraktan sini adalah merokok dan pertengkaran antar warga Binaan. Biasanya hukuman yang diberikan adalah dicabutnya remisi dan membersihkan lingkungan dari pukul 07.00 pagi sampai 11.00 siang ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Bentuk penanganan lain bagi narapidana yang melakukan pelanggaran disiplin adalah dengan tindakan fisik, yang bertujuan untuk menyadarkan dan memberi shock therapy dengan melalui beberapa tahapan yaitu: 1. Peringatan bagi narapidana yang melakukan pelanggaran disiplin. Narapidana diperingatkan secara halus dan diperingatkan supaya tidak mengulangi lagi kesalahannya. 2. Pemberian sanksi berupa tindakan fisik . Tindakan ini dilakukan apabila peringatan secara halus belum juga menyadarkannya. Untuk mengetahui ada tidaknya tindakan fisik di Lembaga Pemasyarakatan Wanita dapat diketahui dari wawancara berikut ini. Wawancara dilakukan pada responden A umur 50 tahun yang mengatakan bahwa:

76

Di Lembaga Pemasyarakatan sini antara petugas dan Warga Binaan seperti keluarga, jadi tidak ada penyimpangan dalam pelaksanaan pembinaan. Asalkan kami disini tidak melakukan pelanggaran maka kami tidak ada hukuman ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Wawancara dilakukan pada responden E umur 41 tahun yang mengatakan bahwa: Selama disini saya tidak pernah melihat adanya penyimpangan dalam program pembinaan. Disini petugasnya baik-baik kalaupun ada palingpaling ada Warga Binaan yang melanggar peraturan, itupun hukumannya disesuaikan dengan kesalahan yang dilakukan dan sesuai dengan peraturan yang ada ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Pelaksanaan Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang sudah berjalan cukup baik terlihat dengan tidak adanya tindakan fisik bagi narapidana yang melanggar peraturan. Berkaitan dengan program pembinaan, pendapat narapidana dalam menerima program kegiatan tersebut dapat diketahui wawancara berikut ini: Wawancara dilakukan pada responden A umur 21 tahun yang mengatakan bahwa: Dulu sebelum saya disini saya tidak punya ketrampilan apa-apa, disini banyak sekali kegiatan dan ketrampilan yang sangat bermanfaat, sehingga sekarang saya sudah bisa punya ketrampilan menjahit. Kegiatan disini sangat bermanfaat sekali buat saya ( wawancara, 3 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Wawancara dilakukan pada responden B umur 24 tahun mengatakan bahwa: Kegiatan disini memang bermanfaat tapi mungkin bagi mereka-mereka yang baru masuk kesini, tapi bagi yang sudah lama disini kegiatan disini sangat membosankan karena kegiatannya cuma itu-itu saja monoton tidak ada variasinya ( Wawancara, 3 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB )

77

Program pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sudah cukup bermanfaat. Dengan demikian program pembinaan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA memang sudah sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu mempersiapkan narapidana dapat bersikap dan bekerja mandiri saat kelak kembali ke masyarakat. Perlu adanya variasi kegiatan bagi narapidana yang menjalani program pembinaan sehingga para narapidana tidak mengalami kebosanan, terutama untuk narapidana yang sudah lama menghuni Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang. Pandangan masyarakat terhadap narapidana yang seolah-olah apriori itu yang juga disebabkan karena perilaku mereka yang telah lalu sehingga menimbulkan anggapan dalam masyarakat bahwa sekali lancung keujian seumur hidup tidak dapat dipercaya maka itu merupakan cap bagi narapidana yang diberikan oleh masyarakat, kendatipun narapidana yang bersangkutan misalnya telah menunjukkan rasa tobatnya dan boleh dikatakan tidak mengulangi lagi perbuatan jahatnya. Namun demikian cap jahatnya itu akan melekat selamanya.

4.1.5

Perlindungan

Hak-Hak

Narapidana

Wanita

Oleh

Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang Perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak narapidana yang sedang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan diatur secara tegas dalam Pasal 14 Undang-Undang no. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

78

dan juga secara Internasional dalam Standar Minimum Regional ( SMR ) PBB dimana Indonesia juga telah meratifikasinya. Seorang narapidana yang telah menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan dikatakan telah kehilangan kemerdekaan bergeraknya. Namun sebagai manusia, narapidana tetap tidak kehilangan hak-haknya sebagai manusia. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang dalam proses pembinaan narapidana, juga tetap berupaya untuk memenuhi hak-hak narapidana sesuai dengan ketentuan yang ada. Berikut ini adalah hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan terhadap 7 ( tuju ) orang responden narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Semarang yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. Berkaitan dengan pemenuhan hak-hak narapidana responden

berpendapat seperti pada wawancara berikut ini: Wawancara pada responden A umur 21 tahun yang mengatakan sebagai berikut: Saya mengetahui hak-hak saya yang ada dalam Undang-Undang dan disini hak-hak saya sudah terpenuhi semua, saya disini benar-benar diperhatikan oleh para petugas di LP ini ( Wawancara, 3 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Wawancara pada responden E umur 50 tahun yang mengatakan bahwa: Saya sudah tahu hak-hak saya yang ada dalam Undang-Undang, disini saya tidak merasa hak-hak saya dilanggar, asalkan kita patuh pada peraturan yang ada. Disini semua hak-hak saya dipenuhi ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Pemenuhan hak-hak yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sudah cukup baik artinya bahwa Lembaga

79

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sudah berusaha semaksimal mungkin untuk berusaha memenuhi hak-hak para Warga Binaan yang menghuni LP sesuai dengan peraturan yang ada. Praktek pemenuhan hak-hak narapidana yang diberikan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang adalah sebagai berikut: 1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya Pendidikan agama di Lembaga Pemasyarakayan Wanita Klas IIA Semarang menempati urutan pertama dalam jadwal kegiatan. Hal ini disebabkan pendidikan agama memegang peranan penting dalam pembinaan narapidana selama menjalani pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. Wawancara pada responden A umur 21 tahun mengatakan bahwa: Disini kegiatan agamanya sangat bermanfaat bagi saya. Disini kami diberi kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya. Disini juga diajarkan membaca Al Quran, dulu saya tidak bisa membaca Al Quran tapi sekarang saya sudah bisa membaca Al Quran ( Wawancara, 3 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Bagi narapidana yang beragama Islam, diwajibkan untuk melaksanakan sholat lima waktu dengan baik dan benar. Oleh karena itu bagi narapidana yang baru saja masuk ke Lembaga Pemasyaraktan akan diadakan pengecekan apakah narapidana sudah menjalankan sholat atau belum. Bagi narapidana yang belum dapat sholat dibimbing secara intensif baik di dalam kamar oleh narapidana yang telah ditunjuk maupun dalam ruang pendidikan oleh petugas pembimbing sampai mereka betul-betul dapat sholat dengan baik dan benar. Selain itu pada setiap sholat Dhuhur dilaksanakan sholat secara berjamaah didalam Masjid Nurul Iman di

80

lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang, yang harus diikuti oleh semua narapidana. Sebelum diadakan Sholat Dhuhur berjamaah sebelumnya diadakan latihan Iqra. 2. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani. Salah satu hak-hak narapidana adalah mendapat perawatan baik jasmani maupun rohani. Perawatan jasmani maupun rohani di Lembaga Pemasyarakatan Wanita klas IIA Semarang dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada. Wawancara dilakukan pada responden D umur 32 tahun yang mengatakan bahwa: Disini kami melakukan keiatan sesuai dengan jadwal yang ada, kalau saya sedang menstruasi kalau tidak sakit maka kami melakukan kegiatan seperti biasanya, tapi kalau sedang menstruasi dan perut sakit maka saya diijinkan untuk istirahat ( Wawancara, 6 oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Bagi narapidana yang melahirkan saat melahirkan maka dapat melahirkan di Lembaga Pemasyarakatan tapi apabila tidak memungkinkan untuk melahirkan di Lembaga Pemasyarakatan maka pasien dibawa ke RSUP Dr. Karyadi Semarang. 3. Mendapat pendidikan dan pengajaran Mendapatkan pendidikan dan pengajaran merupakan salah satu bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatn Wanita Klas IIA Semarang, terutama untuk narapidana yang buta huruf maupun narapidana yang tidak tamat SD dan yang tidak lancar membaca. Wawancara pada responden C umur 43 tahun mengatakan bahwa:

81

Saya tidak bisa membaca dan menulis, disini saya diajari membaca dan menulis melalui Kejar Paket A, sekarang saya sudah sedikit bisa membaca dan menulis ( Wawancara, 3 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Hal senada juga diungkapkan seperti dalam wawancara dibawah ini: Wawancara pada responden A umur 21 tahun mengatakan bahwa: Dulu sebelum masuk kesini saya sama selaki tidak bisa membaca dan menulis, disini saya diajari untuk bisa membaca dan menulis, sekarang saya bisa membaca dan menulis ( Wawancara, 3 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Bentuk kegiatan pendidikan dan pengajaran yang diberikan berupa kegiatan Kejar Paket A yang diperuntukkan bagi narapidana yang buta huruf sama sekali dan bagi narapidana yang tidak tamat SD ( DO SD ). Yang menjadi kendala adalah program ini tidak berjalan dengan tuntas, karena narapidana sering tidak menyelesaikan kegiatannya karena narapidana yang bersangkutan sudah selesai menjalani masa pidananya padahal programnya belum selesai. Bila nanti ada pengantinya maka kegiatan harus dimulai dari awal kembali. 4. Mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak Pelayanan kesehatan dan makanan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang dapat diketahui dalam wawancara dibawah ini: Wawancara pada responden D umur 32 tahun yang mengatakan bahwa: Makanan disini lumayan bervariasi, walaupun tidak ada menu susunya tapi bisa diganti dengan buburkacang ijo ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Sehubungan dengan standar dan gizi serta variasi makanan dapat diketahui dari wawancara pada responden dibawah ini: Wawancara pada responden E umur 41 tahun mengatakan bahwa:

82

Saya rasa makanan di LP ini sudah cukup memenuhi standart, sudah cukup bergizi dan bervariasi ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Pelayanan kesehatan bagi narapidana yang membutuhkan dapat dilayani di klinik kesehatan yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan. Pelayanan kesehatan ini juga dilengkapi denagan tenaga dokter yang bertugas. Apabila membutuhkan penanganan lebih lanjut maka narapidana yang sakit akan dibawa ke Rumah sakit atau Puskesmas terdekat. 5. Menyampaikan keluhan Menyampaikan keluhan merupakan salah satu hak narapidana seperti pada wawancara terhadap narapidana dibawah ini: Wawancara pada responden D umur 50 tahun mengatakan bahwa:

Disini saya bisa menyampaikan keluhan pada petugas disini, apalagi keluarga saya jarang sekali datang sejak saya di LP ini kerena rumah jauh dan tidak ada biaya untuk kesini ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Narapidana setiap saat dapat menyampaikan keluhan baik pada saat pelaksaan pembinaan maupun secara langsung menemui Wali napi. 6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang Mendapat bahan bacaan dan siaran media massa lainnya yang tidak dilarang bertujuan agar narapidana tidak ketinggalan jaman dan dapat mengikuti perkembangan dunia luar. Wawancara pada responden D umur 32 tahun mengatakan bahwa: Disini disediakan buku perpustakaan tapi disini bukunya sudah lamalama dan jumlahnya sedikit jadi bosen, paling-paling kalau ada

83

perpustakaan keliling yang datang setiap hari jumat. Kalau nonton TV setiap hari pada jam satu siang sampai jam dua siang dan pada hari libur ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Wawancara pada responden E umur 41 tahun mengatakan bahwa: Disini kami boleh mendengarkan radio dikamar itupun radio yang satu band, kalau Koran kami tidak diperbolehkan membaca, dan siaran TV itupun tidak boleh berita, kami hanya nonton hiburan saja ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Menurut Sri Utami, staf BIMPAS mengatakan bahwa: Para narapidana memang dilarang untuk membaca Koran dan mengikuti siaran berita di TV, hal itu untuk menjaga jiwa para narapidana agar tidak terganggu kalau ada berita yang menyangkut mereka ( Wawancara 6 Oktober 2005 pada pukul 09.00 WIB ) Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa siaran televisi tidak semuannya dapat ditonton oleh para narapidana, hal ini disesuaikan dengan kondisi kejiwaan para narapidana yang dirasa tidak perlu untuk mengikuti siaran-siaran yang dapat membuat para narapidana jiwanya menjadi resah. 7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan Narapidana mendapat premi atas pekerjaan yang dilakukan , sehingga mereka merasa dihargai atas pekerjaannya selama ini. Wawancara pada responden D umur 32 tahun yang mengatakan bahwa: Disini saya dapat premi dari ketrampilan bordir saya, premi itu diberikan dalam bentuk bon karena disini uang tidak boleh beredar ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Wawancara pada responden C umur 43 tahun mengatakan bahwa: Disini saya mendapat premi dari kegiatan saya didapur, karena saya tidak bisa ketrampilan apa-apa, saya hanya bisa memasak ( Wawancara. 3 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB )

84

Upah atau premi berikan kepada narapidana yang bekerja di Bimbingan kerja. Namun upah atau premi itu tidak langsung diberikan kepada narapidana melainkan akan diberikan kepada narapidana pada saat ia selesai menjalani masa pidananya. Hal ini sesuai dengan ketentuan bahwa selama menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan narapidana tidak diperbolehkan membawa uang. Uang beredar dalam bentuk kartu uang, dimana para narapidana bisa menggunakan uangnya yang ditulis dalam buku catatan kecil. 8. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya. Para narapidana sesuai dengan jadwal yang ada berhak untuk mendapat kunjungan keluarga maupun orang-orang lainnya. Kegiatan kunjungan ini berlangsung di ruang kunjungan sehingga memudahkan proses komunikasi antara pihak pengunjung dan narapidana. Wawancara dengan responden A umur 24 tahun mengatakan bahwa: Keluarga saya biasanya mengunjungi saya setiap lebaran, karena kalau lebaran jam kunjungannya lebih lama dari jam kunjungan hari-hari biasa. ( Wawancara, 3 Oktober 2005: Pukul 09.00 ) 9. Mendapat pengurangan masa pidana ( remisi ) Setiap narapidana berhak mendapat remisi yang disesuaikan dengan kelakuan para narapidana selama menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. Wawancara pada responden C umur 32 tahun mengatakan bahwa:

85

Waktu hari kemerdekaan tanggal tujuh belas Agustus kemarin saya mendapat remisi selama empat bulan, lumayan bisa mengurangi lamanya saya disini ( Wawancara, 3 Oktober 2005: Pukul 09.00 WIB ) Wawancara pada responden A umur 21 tahun mengatakan bahwa: saya disini sudah dua tahun dari masa hukuman saya yang sembilan tahun, kemarin saya mendapat remisi enam setengah bulan, karena saya berkelakuan baik ( Wawancara, 3 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sudah cukup baik dalam memberikan hak-hak narapidana, semua narapidana

berkesempatan mendapatkan remisi, apabila berkelakuan baik selama masa pembinaan. Remisi dicabut apabila narapidana melakukan kesalahan seperti terjadi perkelahian antar narapidana yang menyebabkan salah satu narapidana terluka. 10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. Hampir semua narapidana dapat memanfaatkan kegiatan asimilasi dan cuti mengunjungi keluarga. Dalam asimilasi narapidana harus memenuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti syarat menjalani 2/3 dari masa pidana dan berkelakuan baik. 11. Mendapatkan pembebasan bersyarat Berdasarkan data yang diperoleh periode januari 2004 sampai dengan Desember 2004 terdapat 8 orang narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat. 12. Mendapat cuti menjelang bebas. sudah

86

13. Mendapatkan hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berkaitan dengan sarana prasarana pendukung pemenuhan hak-hak narapidana dapat diketahui dari wawancara berikut ini. Wawancara terhadap responden E umur 44 tahun mengatakan bahwa: Disini sarana dan prasaranya sudah cukup baik, terutama sarana dan prasarana yang mendukung pemenuhan hak-hak kami sini. Seperti adanya Masjid, perpustakaan, ruang pengobatan dan lainnya ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Wawancara terhadap responden C umur 50 tahun yang mengatakan bahwa: Walaupun tidak seperi di rumah sendiri, tapi di sini sarana dan prasaranya sudah cukup memadai, cukup untuk mendukung hak-hak kami selama disini ( Wawancara, 6 Oktober 2005: pukul 09.00 WIB ) Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang dalam memenuhi sarana dan prasarana sudah cukup baik, terutama untuk pemenuhan hak-hak narapidana. Hal ini terlihat dengan terrawatnya sarana dan prasarana serta adanya pemanfaatan secara maksimal sarana dan prasarana tersebut yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. Berkaitan dengan pemenuhan hak narapidana untuk mendapatkan bahan bacaan tersedia sarana perpustakaan yang dibuka setiap hari, dan adanya perpustakaan keliling yang datang setiap hari jumat. Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang berada di sebelah ruang Bimbingan dan Kemasyarakatan. Hanya saja kurangnya koleksi di perpustakaan tersebut membuat para narapidana kurang memaksimalkan keberadaan perpustakaan tersebut.

87

Siaran media televisi diperbolehkan untuk diikuti para narapidana sebagai rekreasi di hari minggu atau hari besar, siaran televisi itu dibatasi hanya seputar hiburan saja. Narapidana tidak diperkenankan untuk melihat siaran berita ditelevisi, hal ini untuk menjaga ketenangan jiwa para narapidana yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan tesebut. Karena dikwatirkan apabila ada siaran berita yang menyangkut diri narapidana malah akan menambah resah narapidana tersebut. Dengan menonton acara hiburan di televisi, diharapkan para narapidana tetap dapat mengikuti perkembangan keadaan di luar Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. Secara keseluruhan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang dapat dikatakan telah berupaya semaksimal mungkin dalam pemenuhan hak-hak narapidana. Jika dalam prakteknya masih terdapat kekurangan tak lain disebabkan pada masalah dana. Wawancara dengan Tri Utami staf BIMPAS yang mengatakan bahwa: Kendala dalam pelaksanaan pembinaan adalah kurangnya dana, tapi selama ini masalah tersebut dapat diatasi sehingga pelaksanaan pembinaan dapat berjalan dengan lancar ( Wawancara, 8 September 2005: pukul 09.00 WIB ) Problem klasik ini tampaknya memerlukan perhatian yang lebih baik dari pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan di Lembaga Pemasyarakatan.

88

4.2

Pembahasan Pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang dilakukan dengan empat tahap. Tahap awal yaitu sejak diterima sampai sekurang-kurangnya dari masa pidana yang diterimanya. Tahap kedua yaitu pembinaan lanjutan diatas 1/3 sampai sekurang-kurangnya dari masa pidana yang sebenarnya. Tahap ketiga yaitu pembinaan lanjutan sampai sekurangkurangnya 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya. Tahap keempat yaitu tahap pembinaan lanjutan diatas 2/3 dari masa pidanannya. Narapidana adalah seseorang yang kehilangan kemerdekaan karena melakukan tindak pidana berkaitan dengan hal tersebut, hak-hak narapidana sebagai warga negara tetap dilindungi baik oleh Pemerintah maupun oleh Lembaga Pemasyarakatan dimana narapidana tersebut berada. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang dalam memberikan hak-hak kepada narapidana Wanita adalah pemberian hak-hak dengan pembatasan-pembatasan tertentu. Praktek pemenuhan hak-hak narapidana yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang, seperti: hak untuk untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA kegiatan agamanya sangat menonjol, harapannya dengan kegiatan keagamaan tersebut para narapidana dapat mempertebal keimanannya dan menyadari kesalahan mereka sehingga setelah mereka keluar nanti mereka dapat berperan aktif dalam masyarakatan tanpa canggung. Kegiatan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang, dilaksanakan setiap hari, yaitu sembilan kali untuk pendidikan agama Islam dan lima kali dalam seminggu untuk

89

pendidikan agama Kristen dan Katholik. Diadakanya sholat Dhuhur berjamaah, pembicaan Iqra, sholat taraweh pada bulan Ramadhan dan untuk Kristen katholik diadakannya kebaktian dan diadakannya Misa Natal. Kegiatan-kegiatan para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang, seperti kegiatan keagamaan, ketrampilan, olah raga dan kegiatan lainnya dilakukan dengan kesadaran dari para narapidana sendiri, karena mereka sadar bahwa apa yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan adalah bekal mereka di kemudian hari saat mereka kembali kepada masyarakat. Agar mereka dapat menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Kegiatan para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan berkaitan dengan fungsi hukum yaitu hukum sebagai sarana rekayasa sosial. Salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada masyarakat modern adalah penggunaanya secara sadar kepada

masyarakatnya Disini hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola melainkan juga untuk mengarahkan kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan lain sebagainya ( Satjipto Raharjo, 1996:206 ) Para narapidana juga mendapat perawatan jasmani dan rohani dari Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. Untuk narapidana yang tidak bisa membaca dan menulis diadakan program Kejar Paket A yang diadakan sekali dalam seminggu. Kendala dalam Kejar Paket A adalah apabila para narapidana yang ikut program tersebut belum bisa membaca dan menulis tapi sudah bebas, untuk narapidana yang baru berarti harus mulai dari awal lagi. Makanan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sudah cukup layak serta bervariasi, karena untuk menu dan jumlah takaran makanan untuk

90

semua Lembaga Pemasyarakatn di Indonesia adalah seragam.

Pelayanan

kesehatan juga disediakan bagi narapidana yang sakit, apabila di Lembaga Pemasyarakatan tidak bisa menangani maka dapat dirujuk di puskesmas atau RSUP Dr Karyadi. Selain itu setiap narpidana dapat menyampaikan keluhan pada petugas pembinaan. Petugas siap kapan pun para narapidana ingin menyampaikan keluhan mereka. Narapidana mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnnya yang tidak dilarang tetapi dengan batasan-batasan tertentu. Berbeda dengan Lembaga Pemasyarakatan Pria, dimana narapidana pria dapat mengikuti perkembangan berita dari televisi, tapi di Lembaga Pemasyarakatan wanita Klas IIA Semarang tidak diperkenankan untuk mengikuti siaran berita di televisi, mereka hanya diperbolehkan untuk menonton acara yang bertema hiburan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa narapidana Wanita tidak perlu untuk menonton acara yang dapat menggangu jiwa mereka, karena bisa saja salah satu acara televisi tersebut menyangkut mereka sehingga jiwa mereka tidak tenang. Begitu juga dengan membaca koran maupun majalah yang lain, hal itu disebabkan juga dengan alasan yang sama dengan siaran televisi. Untuk membaca koran dan majalah para narapidana mendapat dari keluarganya yang mengujungi pada jadwal berkunjung itupun secara sembunyi-sembunyi. Seperti hak-hak diatas, hak-hak untuk mendapatkan informasi juga dibatasi dengan tujuan-tujuan tertentu. Untuk menonton televisi mereka dapat menonton setiap hari pada pukul satu siang sampai pukul dua siang dan pada hari libur. Bahan bacaan dapat mereka peroleh dari perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan dan perpustakaan keliling yang datang satu minggu sekali pada hari jumat. Kurangnya koleksi perpustakaan

91

Lembaga Pemasyarakatan menyebabkan kurang dimaksimalkan perpustakaan tersebut oleh para narapidana. Setiap narapidana yang mengikuti kegiatan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang yang berhubungan dengan ketrampilan mendapatkan premi atas pekerjaan yang mereka lakukan. Premi tersebut dalam bentuk bon karena dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak diperbolehkan uang untuk beredar. Para narapidana berhak untuk menerima kunjungan dari keluarga, penasehat hukum dan orang tertentu lainnya. Hanya saja untuk narapidana yang luar kota mereka jarang sekali dikunjungi oleh keluarga mereka, hal ini disebabkan jauhnya jarak rumah keluarga mereka dan tidak adanya dana untuk mengunjungi mereka. Padahal kunjungan dari pihak keluarga sangat mereka butuhkan untuk menunjukkan bahwa mereka masih peduli terhadap keluarga mereka yang berada di Lembaga Pemasyarakata. Setiap narapidana berhak mendapatkan remisi atau pengurangan masa pidana. Remisi diberikan kepada narapidana yang memenuhi syarat untuk menerima remisi tersebut. Remisi dapat dicabut apabila narapidana melakukan kesalahan, misalnya terjadi perkelahian antar narapidana yang menyebabkan salah satu diantara mereka terluka. Selain itu para narapidana juga mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti untuk mengunjungi keluarga serta mendapatkan pembebasan bersyarat. Untuk hal ini syarat yang harus ditempuh sangat rumit dimana harus adanya persetujuan daru pihak RT dimana narapidana tersebut bertempat tinggal untuk mendapatkan ijin apakah narapidana tersebut dapat diterima untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. Para narapidana juga mendapat cuti menjelang bebas dan mendapatkan hak-hak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

92

Narapidana Wanita tentunya

berbeda dengan narapidana pria, dimana

narapidana Wanita mempunyai keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh narapidana pria yaitu narapidana Wanita mempunyai siklus seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Hak-hak narapidana Wanita yang berhubungan dengan hal-hal tersebut diatas seperti menstruasi, hamil, melahirkan serta menyusui maka di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang memberikan izin untuk istirahat dari kegiatan yang tertulis dijadwal kepada narapidana wanita yang sedang menstruasi apabila pada saat menstruasi narapidana wanita tersebut sakit, tetapi apabila saat menstruasi narapidana wanita tersebut tidak sakit maka narapidana Wanita tersebut tetap dapat melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ada. Jadi untuk narapidana Wanita yang menstruasi tidak mendapat izin untuk istirahat apabila narapidana Wanita tersebut tidak sakit, sehingga mereka tidak mendapat keistimewaan dari narapidana lain yang sedang tidak menstruasi. Narapidana wanita yang hamil dapat melahirkan didalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang, apabila di Lembaga Pemasyarakatan wanita Semarang tersebut tidak dapat menaggani maka pihak Lembaga Pemasyarakatan tersebut merujuk ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat. Narapidana Wanita Yang baru melahirkan tersebut dapat menyusui bayinya sampai usia enam bulan, jadi bayi tersebut dapat ikut ibunya di Lembaga Pemasyarakatan. Bayi tersebut tidak mendapat jatah makanan dari Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang dan untuk ibunya tetap mendapat jatah makanan dari Lembaga Pemasyarakatan, untuk makanan bayi diperoleh dari keluarganya yang berada diluar Lembaga Pemasyarakatan.

93

Secara keseluruhan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sudah cukup baik dalam pemenuhan hak-hak narapidana di Lembaga tersebut, tetapi ada pembatasan-pembatasan pada hak-hak tertentu. Hubungan antara

narapidana dengan petugas Lembaga Pemasyarakatn Wanita Klas IIA Semarang sangat dekat sehingga tidak terjebak antara petugas dan narapidana sehingga pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas berjalan dengan baik. IIA Semarang dapat

94

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Secara umum praktek penyelenggaraan pembinaan narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sudah sesuai dengan Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, secara khusus ada beberapa hal yang kurang sesuai antara lain dibatasinya informasi khususnya dari majalah dan koran. 2. Secara umum perlindungan hak-hak narapidana yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sudah sesuai dengan UndangUndang No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan secara khusus ada hal-hal yang tertentu yang dalam prakteknya dibatasi seperti dibatasinya tontonan televisi yang hanya pada acara-acara tertentu saja, kurangnya bahan bacaan yang tersedia di perpustakaan.

5.2 Saran Saran dalam penelitian skripsi ini adalah : 1. Perlu di efektifkannya wadah konsultasi semacam bimbingan dan konseling bagi para narapidana yang sedang menghadapi suatu permasalahan dalam proses pembinaan narapidana. 2. Pentingnya mensosialisasikan kegiatan pembinaan narapidana pada

masyarakat, sebagai salah satu unsur partisipasi masyarakat dengan 94

95

mengikutsertakan seluruh kemampuan dan dana masyarakat untuk ikut peduli terhadap kegiatan pembinaan narapidana, misalnya dengan cara masyarakat berperan sebagai penyelenggara pemeran untuk memasarkan karya ketrampilan para narapidana. 3. Pentingnya peran kalangan swasta sebagai pihak ketiga untuk ambil bagian dalam proses pembinaan narapidana dengan mengadakan kerja sama dalam proses pemasyarakatan narapidana, misalnya pihak swasta membantu menyediakan sarana ketrampilan dan sebagai timbal baliknya para narapidana dipekerjakan pihak swasta tersebut.

96

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda, Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti -----------.1996.Hak-hak Narapidana. Jakarta: Elsam Harsono. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan Moeljatno. 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara Moeljatno. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta Moleong, Lexi, j. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Roda Jaya Muladi dan Arief, Barda Nawawi. Teori-teori Dan Kebijakan Pidana . Bandung: Alumni Panjaitan, Irwan, Petrus dan Simorangkir, Pandapotan. 1995. Lembaga Pemasyarakatan Dalam Prespektif Sistem Peradilan Pidana Penjara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Poernomo, Bambang. 1986. Pelaksanaan SistemPemasyarakatan. Yogyakarta: Liberty Pidana Penjara Dengan

Rahardjo, Satjipto. 1996. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti Santoso, Topo, dan Achyani, Zulfa. 2001. Kriminologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Simanjuntak, B dan Pasaribu, I, L. 1998. Teori-teori Kebijakan Pidana. Alumni: Bandung Soeharto. 1991. Hukum Pidana Materiil. Jakarta: Sinar Grafika Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan W.J.S Poerwadarminta. 1988. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

97

PEMBINAAN NARAPIDANA MELALUI SISTEM PEMASYARAKATAN KAITANNYA DENGAN HAK-HAK NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA SEMARANG

Skripsi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh Waspiah NIM: 3450401068

FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN 2006

98

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah di setujui oleh Pembimbing untuk diajukan kesidang panitia ujian skripsi pada: Hari :

Tanggal:

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Abdul Rasyid W. M.Ag NIP: 130607620

Drs. Suhadi, M.Si NIP: 132067383

Mengetahui Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

Drs. Eko Handoyo,M.Si NIP: 131764048

ii

99

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada: Hari : Selasa

Tanggal: 28 Februari 2006

Penguji Skripsi

Drs. Herry Subondo, M.Hum NIP. 130809956

Anggota I

Anggota II

Drs. Abdul Rasyid W, M.Ag NIP: 130607620

Drs. Suhadi M.Si NIP : 132067383

Mengetahui Dekan

Drs. Sunardi. MM NIP: 130367998

iii

100

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang

Waspiah NIM. 3450401068

iv

101

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsumu karena ingin menyimpang dari kebenaran ( QS. Ali Imron:135 )

Orang yang arif bijaksana itu suka memaafkan kesalahan orang lain. Karena ia insyaf bahwa setiap yang berakal selalu mencari kebenaran. Dan setiap orang selalu mencari kebenaran, maka dalam hidup dan kehidupannya pasti ia menemui kesulitan. Jika ia menghadapi kesulitan tentu orang lainpun akan demikian juga halnya. Maka sudah pada tempatnyalah orang yang bersalah itu dimaafkan ( Avicenna )

Skripsi ini ku persembahkan untuk: Ayah dan Bunda tercinta Kakak-kakakku dan adik-adikku tersayang Ketiga ponakanku ( Ara, Bintang, Zaki ) yang lucu-lucu Untuk sesuatu hal yang selalu membuat aku bersemangat Sahabat-sahabatku yang setia dalam suka maupun duka ( Juli dan Sista ) Angkatan 2001 Almamaterku

102

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan ridho-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul Pembinaan Narapidana Melalui Sistem Pemasyarakatan Kaitannya Dengan Hak-Hak Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang, dapat diselesaikan. Selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari peran beberapa pihak. Pada kesempatan ini, Penulis menyampaikan terima kasih atas bimbingan, arahan dan bantuan kepada: 1. DR. H. AT. Soegito, SH. MM, Rektor Universitas Negeri Semarang 2. Drs. Sunardi,MM Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang 3. Drs. Eko Handoyo, M.Si, Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Semarang 4. Drs. Abdul Rasyid W. M.Ag, Dosen Pembimbing I yang membantu dan membimbing sehingga selesainya penulisan skripsi ini 5. Drs. Suhadi, M.Si Dosen pembimbing II yang membantu dan sabar dalam membimbing penulisan skripsi ini 6. F. Sutomo Rahardjo, Bc. IP, S.IP. MM Koordinator Urusan Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM Jawa Tengah 7. Widiatiningrum Bc. IP. SH Kepala Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Semarang 8. Susana Tri Agustin Bc.IP Kepala Subseksi BIMPAS di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. 9. Segenap karyawan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang vi

103

10. Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang 11. Ayah Bunda, kakak-kakakku serta adik-adikku tersayang yag telah memberikan kasih sayang kepadaku. 12. Semua pihak yang telah membantu demi selesainya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas budi dan bantuan serta bimbingan yang telah diberikan dalam penulisan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini berguna bagi para Pembaca yang budiman.

Semarang,

2006

Penyusun

vii

104

SARI

Waspiah 2006. Pembinaan Narapidana Kaitannya dengan Hak-Hak Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. Sarjana Hukum. Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Drs. Abdul Rasyid W. M.Ag, dan Drs. Suhadi. M.Si. 96h Kata Kunci: Pola Pembinaan, Narapidana Wanita, Hak-Hak Narapidana Hak-hak narapidana wanita sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana, haruslah dilakukan sesuai dengan Hak Asasi Manusia. Sering dijumpai dalam Lembaga Pemasyarakatan bahwa hak narapidana belum diberikan sesuai dengan hak mereka sebagai warga negara. dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kurang dipahaminya peraturan mengenai hak-hak narapidana yang tertuang dalam undang-undang oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan atau bahkan oleh para narapidana sendiri. Permasalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah ( 1 ) bagaimanakah praktek penyelenggaraan pembinaan narapidana wanita menurut Undang-Undang no. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang ? (2) Bagaimanakah perlindungan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang Klas IIA Semarang terhadap hak-hak narapidana wanita ?. Penelitian ini bertujuan ( 1 ) untuk mengetahui praktek penyelengaraan pembinaan narapidana wanita, menurut undang-undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. (2) untuk memperoleh informasi tentang perlindungan hak-hak narapidana yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif . Lokasi penelitian ini adalah Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, observasi dan wawancara. Data ini dianalisis dengan menggunakan metode interaktif dan disajikan dalam bentuk data yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak-hak narapidana diberikan dengan adanya pembatasan-pembatasan pada hak-hak tertentu. Adapun untuk kegiatan pembinaan dalam lembaga meliputi pendidikan agama, rekreasi, ketrampilan dan olah raga. Untuk kegiatan diluar lembaga meliputi cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat. Secara umum para narapidana merespon kegiatan pembinaan dan memandang bahwa kegiatan tersebut masih diperlukan agar mereka mempunyai bekal baik mental, fisik, maupun sosial yang baik. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan secara umum praktek penyelenggaraan pembinaan narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sudah sesuai dengan Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, namun secara khusus ada beberapa hal yang kurang sesuai antara lain dibatasinya informasi khususnya dari majalah dan koran. Secara umum perlindungan hak-hak narapidana yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang sudah sesuai dengan Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, namum secara khusus ada hal-hal tertentu yang dalam prakteknya dibatasi seperti dibatasinya acara menonton televisi yang hanya pada acara-acara tertentu saja, kurangnya bahan bacaan yang tersedia di perpustakaan.

viii

105

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan pentingnya mensosialisasikan kegiatan pembinaan narapidana pada masyarakat, sebagai salah satu unsur partisipasi masyarakat dengan mengikutsertakan seluruh kemampuan dan dana masyarakat untuk ikut peduli terhadap kegiatan pembinaan narapidana, misalnya dengan cara masyarakat berperan sebagai penyelenggara pemeran untuk memasarkan karya ketrampilan para narapidana. Pentingnya peran kalangan swasta sebagai pihak ketiga untuk ambil bagian dalam proses pembinaan narapidana dengan mengadakan kerja sama dalam proses pemasyarakatan narapidana, misalnya pihak swasta membantu menyediakan sarana ketrampilan dan sebagai timbal baliknya para narapidana dipekerjakan pihak swasta tersebut.

ix

106

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... PERSETUJUAN .......................................................................................... PENGESAHAN .......................................................................................... PERNYATAAN .......................................................................................... MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................... PRAKATA................................................................................................... SARI ............................................................................................................ DAFTAR ISI................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ................................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah....................................... 1.3 Perumusan Masalah .................................................................. 1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.5 Kegunaan Penelitian ................................................................. 1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ................................................... BAB II PENELAAHAN KEPUSTAKAAN DAN/ATAU KERANGKA TEORITIK............................................................. 2.1 Pengertian Tindak Pidana ......................................................... 2.2 Pengertian Tindak Kejahatan..

i ii iii iv v vi viii x xii xiii xiv 1 1 5 7 8 8 9

11 11 12

107

2.3 Sistem Pemasyarakatan............................................................. 2.4 Lembaga Pemasyarakatan Wanita ............................................ 2.5 Pengertian Wanita.. 2.6 Lembaga Pemasyarakatan Wanita. 2.7 Hak dan Kewajiban Narapidana ............................................... 2.8 Pembinaan Narapidana ............................................................. 2.9 Kerangka Teoritik.. BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 3.1 Metode Penelitian ..................................................................... 3.2 Lokasi Penelitian....................................................................... 3.3 Fokus Penelitian........................................................................ 3.4 Sumber Data Penelitian............................................................. 3.5 Alat dan Tehnik Pengumpulan Data ........................................ 3.6 Keabsahan Data ........................................................................ 3.7 Metode Analisis Data................................................................ 3.8 Prosedur Penelitian ................................................................... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................. 4.1 Hasil Penelitian ......................................................................... 4.2 Pembahasan............................................................................... BAB V PENUTUP ...................................................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................... 5.2 Saran ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. LAMPIRAN-LAMPIRAN

13 15 16 17 18 22 29 30 30 30 31 31 33 37 38 41 43 43 88 94 94 94 96

xi

108

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka Teoritik 29 2 Proses Analisis Data... 40

xii

109

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Daftar Nama Responden Narapidana.. 2. Daftar Nama Responden Petugas. 3. Tingkat Pendidikan Narapidana 4. Tingkat Umur Narapidana Wanita 5. Agama Narapidana LP.. 6. Jenis Tindak Pidana Narapidana Wanita . 7. Masa Pidana Narapidana Wanita.. 8. Jenis Kasus Responden Narapidana. 9. Narapidana Klasifikasi B-I.. 10. Narapidana Klasifikasi B-IIa.. 11. Jadwal Kegiatan Narapidana . 12. Jenis Pidana Narapidana Responden.. 13. Jenis Tindak Pidana narapidana Responden... 32 32 46 47 47 48 49 50 54 56 72 74 74

xiii

110

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran : 1. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang............................................................................... 1

2. Jadwal Kegiatan Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang. 3. Daftar Responden dan Informan 4. Daftar Pemberian Ransum atau Menu Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA semarang. 5. Daftar tata tertib, kewajiban dan hak bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Semarang .. 5 6. Pedoman Wawancara.. 6 4 2 3

7. Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Departemen Kehakiman Dan HAM Jawa tengah 8 8. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian. 9

xiv

111

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xv

You might also like