You are on page 1of 22

Tokoh-tokoh Sosiologi

ALBION WOODBURRY SMALL (11 Mei 1854 24 Maret 1926) A. LATAR BELAKANG Albion Woodburry Small lahir pada tanggal 11 Mei 1584 di Buckfield, Maine. Ia pernah bersekolah di Andover Newton Theological School pada tahun 1876-1879. Setelah lulus dari Andover Newton Theological School, Albion Woodburry Small melanjutkan pendidikannya di Universitas Leipzig dan Universitas Berlin. Ia mempelajari tentang sejarah, ekonomi social dan politik. Pada tahun 1888 sampai dengan tahun 1889, Albion Woodburry Small belajar sejarah di John Hopkins University di Baltimore, Maryland. Pada waktu yang sama Albion Woodburry Small juga mengajar di Univrsitas Colby. Pada tahun 1892, ia mendirikan Departemen Sosiologi yang pertama di Unversitas Chicago. Ia memimpin departemen ini selama 30 tahun lebih. Pada tahun 1895, ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul The American Journal Of Sociology yang berisikan tentang catatan ilmu kemasyarakatan orang Amerika. Ia sangat berpengaruh dalam penempatan sosiologi sebagai bidang ilmu yang diakui untuk studi akademis. Albion Woodburry Small telah menjabat sebagai seorang sejarahwan sosiologi. Karyanya yang berjudul General Sociology yang berarti ilmu kemasyarakatan umum, merupkan bagian terpenting dari semua karya yang telah dihasilkannya. Albion Woodburry Small meninggal dunia pada tanggal 24 maret 1926 di Amerika Serikat. B. PENGERTIAN SOSIOLOGI MENURUT ALBION WOODBURRY SMALL Albion Woodburry Small mengemukakan pengertian sosiologi sebagai kepentingan social yang menyatakan bahwa kepentingan berada ditangan manusia pribadi mapun kelompok dan dapat dikategorikan kedalam masalah-masalah seperti kesehatan, kekayaan, pengetahuan, keindahan, kebenaran dan sebagainya. Masyarakat dianggap sebagai hasil kegiatan manusia untuk memenuhi kepentingan-kepetingannya. C. HASIL-HASIL KARYA ALBION WOODBURRY SMALL Hasil karya Albion Woodburry Small sebagai seorang sejarahwan sosiologi diantaranya yaitu : 1. Introduction To The Study Of Society(1894) 2. General Sociology(1905) 3. The Meaning Of The Social Science(1910) 4. Origins Of Sociology(1924) D. KISAH KEHIDUPAN ALBION WOODBURRY SMALL Albion Woddburry Small sarjana sosiologi dan pendidikan Amerika ( 1854-1926) adalah orang yang beperan penting dalam mendirikan dan mengembangkan sosiologi di Amerika Serikat. Albion Small dilahirkan di Buckfield, Maine, pada 11 Mei 1854. Meskipun menjabat sebagai menteri di Newton Institusi mengenai agama ( 1876-1879), ia mengejar minat lebih luas di Universitas Leipzig dan Berlin ( 1879-1881), terutama sekali di ilmu ekonomi negara. Sesudah itu, hingga 1889 ia mengajar di perguruan tinggi Colby di Maine dan mengedepankan studi di bidang sejarah dan ekonomi pada Universitas Johns Hopkins. Ia terpilih menjadi Rektor di Universitas Colby pada tahun 1892 dan dia ingin mendirikan departemen sosiologi yang baru di

suatu universitas di Chicago. Selama masa jabatannya di Chicago, Small membangun departemen sosiologi yang terkemuka di Amerika Serikat, yang berfungsi untuk membantu di dalam mendirikan lembaga kemasyarakatan di Amerika yang mana ia adalah presiden pada tahun 1912 dan 1913, dan menjadi editor pertama dari jurnal sosiologi Amerika. Tulisan dan pengajaran Small dimotivasi oleh keinginan untuk mempertunjukkan alam, membedakan dari disiplin sosiologi, seperti halnya untuk menandai adanya kerenggangan hubungan antar berbagai ilmu-ilmu sosial. Buku pertamanya, General Sociology (1905), yang memuat pokok materi perihal sosiologi sebagai proses berbagai keinginan beselisih kelompok dan pemecahan masalah melalui akomodasi dan inovasi sosial. Di buku ini ia meringkas dan dengan kreatif menafsirkan tulisan Ludwig Gumplowicz dan Gustave Ratzenhofer untuk pertama kali ke dalam bahasa inggris. Penafsiran tentang sosiologi Eropa lebih lanjut tercakup di buku yang berjudul Adam Smith dan Modern Sociology (1907), di mana Small mencoba untuk mempertunjukkan moral dan filosofis yang mendasari tentang kekayaan negara-negara terkenal; cameralists (1909), suatu tinjauan ulang yang terperinci menyangkut teori sosial yang mendasari orang banyak/masyarakat setuju dengan kebijakan ekonomi negara jerman dari abad 16 sampai abad ke 19, dan Orgins of Sociology (1924), suatu rekonstruksi yang matang dari kontroversi akademis Jerman yang nampak kecil untuk menyediakan pondasi bagi metodologi modern di dalam ilmu sosial. Ringkasan yang terbaik tentang keseluruhan pemikiran terdapat di The Meaning Of Social Science (1910), dan tentang daya dorong tentang sosiologi yang umumnya diperjelas di dalam terminologi yang modern. Ilmu social yaitu studi yang melanjutkan proses manusia dalam membentuk, menerapkan, dan merubah penilaian tentang pengalaman mereka. Tingkah laku manusia memperoleh maksud/arti dari penilaian ini, perilaku dan nilai-nilai kedua-duanya secara serempak dipolakan di dalam individu dan dalam masyarakat melalui organisasi dan kelompok. Small dipensiunkan dari Universitas Colby pada tahun 1924. Ia meninggal dunia di Chicago pada 24 Maret 1926. Walaupun gagasannya sebagian besar merupakan hasil penyempurnaan dari ahli sosiologi yang lain tapi kontribusinya terhadap sosiologi Amerika tidak dapat dibantah. Auguste Comte A. Latar Belakang (Riwayat Hidup) Auguste Comte yang lahir di Montpililer, Perancis pada 19 Januari 1798, adalah anak seseorang bangsawan yang berasal dari keluarga berdarah Katolik. Namun, di perjalanan hidupnya Comte tidak menunjukkan loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga kepada Katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh suasana pergolakan social, intelektual dan politik pada masanya. Comte sebagai mahasiswa di Ecole Pohtechnique tidak menghabiskan masa studinya setelah tahu mahasiswa yang memberikan dukungannya kepasa Napolen dipecat, Comte sendiri merupakan salah satu mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak. Hal tersebut menunjukkan bahwa Comte memiliki prinsip dalam menjalani kehidupannya yang pada akhirnya Comte menjadi seorang professional dan meninggalkan dunia akademisnya memberikan les ataupun bimbingan singkat pada lembaga pendidikan kecil maupun yang bentuknya privat. Hal-hal yang sebenarnya menarik perhatiannya pun dasarnya bukanlah yang berbau matematika tetapi masalah-masalah social dan kemanusiaan. Dan, pada saat minatnya mulai berkembang tawaran kerjasama dari Saint Simon yang ingin menjadikan Comte sekretaris Simon sekaligus pembimbing karya awal Comte, Comte tidak menolaknya. Tiada gading yang retak, istilah yang menyempal dalam hubungan yang beliau-beliau jalin.

Akhirnya ada perpecahan juga antara kedua intelektual ini perihal karya awal Comte karena aroganis intelektual dari keduanya. Sejak saat itulah Comte mulai menjalani kehidupan intelektualnya sendiri, menjadi seorang professional dan Comte dalam hal yang satu ini menurut pandangan Coser menjadi seorang intelektual yang termarjinalkan di kalangan intelektual Perancis pada zamannya. Kehidupan terus bergulir Comte mulai melalui kehidupannya dengan menjadi dosen penguji,pembimbing dan mengajar mahasiswa secara privat. Walaupun begitu, penghasilannya tetap tidak mencukupi kebutuhannya dan mengenai karya awal yang dikerjakannya mandek. Mengalami fluktuasi dalam penyelesaiannya dikarenakan intensitas Comte dalam pengerjaannya berkurang drastis. Comte dalam kegelisahannya yang baru mencapai titik rawan makin merasa tertekan dan hal tersebut menjadikan psikologisnya terganggu, dengan sifat dasarnya adalah seorang pemberontak akibatnya Comte mengalami gejala paranoid yang hebat. Keadaan itu menambah mengembangnya sikap pemberang yang telah ada, tidak jarang pula perdebatan yang dimulai Comte mengenai apapun diakhiri dengan perkelahian. Kegilaan atau kerajingan yang diderita Comte membuat Comte menjadi nekat dan sempat menceburkan dirinya ke sungai. Datanglah penyelamat kehidupan Comte yang bernama Carolin Massin, seorang pekerja seks yang sempat dinikahi oleh Comte di tahun 1825. carolin dengan tanpa pamrih merawat Comte seperti bayi, bukan hanya terbebani secara material saja tetapi juga beban emosional dalam merawat Comte karena tidak ada perubahan perlakuan Comte untuk Caroline dan hal mengakibatkan Caroline memutuskan pergi meninggalkan Comte pada tahun 1842. comte kembali dalam kegialaannya lagi dan sengsara. Pada tahun 1844 Comte bertemu seorang perempuan yang bernama Clotilde de Vaux. Walaupun, Comte sangat mencintainya hingga akhir hayat Clotilde tidak pernah menerima cinta Comte karena sudah memiliki suami, walau suaminya jauh dari Clotilde de Vaux meninggal pada tahun 1846 karena penyakit yang menyebabkan tipis harapan sembuhnya dan Clotilde masih terpisah dengan suaminya. Pada tahun-tahun terakhir masa hidupnya, Comte mengalami gangguan kejiwaan. Comte wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetiere du Pere Lachaise. B. Pandangan Terhadap Sosiologi Auguste Comte, melihat perubahan-perubahan yang disebabkan adanya ancaman terhadap tatanan social, menganggap bahwa perubahan tersebut tidak saja bersifat positif seperti berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat, tetapi juga berdampak negative. Salah satu dampak negative tersebut adalah terjadinya konflik antarkelas dalam masyarakat. Menurut Comte konflik-konflik tersebut terjadi karena hilangnya norma atau pegangan (normless) bagi masyarakat dalam bertindak. Comte berkaca dari apa yang terjadi dalam masyarakat Perancis ketika itu (abad ke-19). Setelah pecahnya Revolusi Perancis, masyarakat Perancis dilanda konflik antarkelas. Comte melihat hal itu terjadi karena masyarakat tidak lagi mengetahui bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan social masyarakat. Oleh karena itu, Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala social. Namun, Comte belum berhasil mengembangkan hukum-hukum social tersebut menjadi sebuah ilmu. Ia hanya memberi istilah bagi ilmu yang akan lahir itu dengan istilah Sosiologi. Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu

setelah Emile Durkheim mengembangkan metodologi sosiologi melalui bukunya Rules of Sosiological Method. Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya Sosiologi, Suguste Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi. Comte jelaslah dapat terlihat progretivitasnya dalam memperjuangkan optimisme dari pergolakan realitas social pada masanya, dengan ilmu social yang sistematis dan analitis. Comte dikelanjutan sistematisasi dari observasi dan analisanya, Comte menjadikan ilmu pengetahuan yang dikajinya ini terklarifikasi atas dua bagian, yaitu social statik dan social dinamik. Social static dan social dinamik hanya untuk memudahkan analitik saja terbagi dua, walapun begitu keduanya bagian yang integral karena Comte jelas sekali dengan hokum tiga tahapnya memperlihatkan ilmu pengetahuan yang holistic. Static social menerangkan perihal nilai-nilai yang melandasi masyarakat dalam perubahannya, selalu membutuhkan social order karenanya dibutuhkan nilai yang disepakati bersama dan berdiri atas keinginan bersama, dapat dinamakan hokum atau kemauan yang berlaku umum. Sedangkan social dinamik, ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perkembangan masyarakat atau gerak sejarah masyarakat kepada arah kemajuannya. Pemandangan Comte rasanya dapat terlihat dalam penjabarannya mengenai ilmu pengetahuannya, yang mengidamkan adanya tata yang jelas mengendapkan keteraturan social dan kemajuan perkembangan serta pemikiran masyarakat kea rah positif. Sebagai seorang ilmuwan Comte mengharapkan sesuatu yang ideal tetapi, dalam hal ini Comte berbenturan dengan realitas social yang menginginkan perubahan social secara cepat, revolusi social. Comte terpaksa memberikan stigma negative terhadap konflik, lentupan-lentupan yang mnegembang melalui konflik dalam masyarakat karena akan menyebabkan tidak tumbuhnya keteraturan social yang nantinya mempersulit perkembangan masyarakat. Ketertiban harus diutamakan apabila masyarakat menginginkan kemajuan yang merata dan bebas dari anarkisme social, anarkisme intelektual. Keteraturan social tiap fase perkembangan social (sejarah manusia) harus sesuai perkembangan pemikiran manusia dan pada tiap proses fase-fasenya (perkembangan) bersifat mutlak dan universal, merupakan inti ajaran Comte. C. Hasil Karya Comte menganggap pernikahannya dengan Caroline merupakan kesalahan terbesar, berlanjutnya kehidupan Comte yang mulai memiliki kestabilan emosi ditahun 1830 tulisannya mengenai Filsafat Positif (Cours de Philosohie Positiv) terbit sebagai jilid pertama, terbitan jilid yang lainnya bertebaran hingga tahun 1842. Mulailah dapat disaksikan sekarang bintang keberuntungan Comte sebagai salah satu manusia yang tercatat dalam narasi besar prosa kehidupan yang penuh misteri, pemikiran brilian Comte mulai terajut menjadi suatu aliran pemikiran yang baru dalam karya-karya filsafat yang tumbuh lebih dulu. Comte dengan kesadaran penuh bahwa akal budi manusia terbatas, mencoba mengatasi dengan membentuk ilmu pengetahuan yng berasumsi dasar pada persepsi dan penyelidikan ilmiah. Tiga hal ini dapat menjadi cirri pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yatu : 1. Membenarkan dan menerima gejala sebagai kenyataan. 2. Mengumpulkan dan mengklasifikasi gejala itu menurut hokum yang menguasai mereka. 3. Memprediksi fenomena-fenomena yang akan dating berdasarkan hokum-hukum itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat. Keyakinan dalam pengembangan yang dinamakannya positifisme semakin besar volumenya, positifisme sendiri adalah faham filsafat, yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar

manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dnegan memakai metoda ilmu pengetahuan. Disini Comte berusaha pengembangan kehidupan manusia denganmenciptakan sejarah baru, merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh dan berkembang pada masa sebelum Comte hadir. Comte mencoba dengan keahlian berpikirnya untuk mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya abstrak (teologis) meupun pemikirannya yang pada penjelasan-penjelasannya spekulatif. Comte bukan hanya melakukan penelitian-penelitian atas penjelasan-penjelasan yang perlu dirombak karena tidak sesuai dengan kaidah keilmiahan Comte tetapi layaknya filsuf lainnya, Comte sellu melakukan kontemplasi juga guna mendapatkan argumentasi-argumentasi yang menurutnya ilmiah. Dan, dari sini Comte mulai mengeluarkan agitasinya tentangilmu pengetahuan positive pada saat berdiskusi dengan kaum intelektual lainnya sekaligus menguji coba argumentasi atas mazhab yang sedang dikumandangkannya dengan gencar. Positifisme Comte sendiri menciptakan kaidah ilmu pengetahuan baru ini bersandarkan pada teori-teori yang dikembangkan oleh Condorcet, De Bonald, Rousseau dan Plato, Comte memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan yang lebih dulu timbul. Pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya bukan hanya berguna, tetapi merupakan suatu keharusan untuk diterima karena ilmu pengetahuan kekinian selalu bertumpu pada ilmu pengetahuan sebelumnya dalam system klasifikasi. Asumsi-asumsi ilmu pengetahuan positive itu sendiri, antara lain : 1. Ilmu pengetahuan harus bersifat obyektif (bebas nilai dan netral) seoramg ilmuwan tidak boleh dipengaruhi oleh emosionalitasnya dalam melakukan observasi terhadap obyek yang sedang diteliti. 2. Ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang berulang kali. 3. Ilmu pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau kejadian alam dari mutualisme simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena yang lain. Bentangan aktualisasi dari pemikiran Comte, adalah dikeluarkannya pemikirannya mengenai hokum tiga tahap atau dikenal juga dengan hokum tiga stadia. Hokum tiga tahap ini menceritakan perihal sejarah manusia dan pemikirannya sebagai analisa dari observasi-observasi yang dilakukan oleh Comte. Versi Comte tentang perkembangan manusia dan pemikirannya, berawal pada tahapan teologis dimana studi kasusnya pada masyarakat primitive yang masih hidupnya menjadi obyek bagi alam, belum memiliki hasrat atau mental untuk menguasai (pengelola) alam atau dapat dikatakan belum menjadi subyek. Fetitisme dan animisme merupakan keyakinan awal yang membentuk pola piker manusia lalu beranjak kepada politeisme, manusia menganggap ada roh-roh dalam setiap benda pengatur kehidupan dan dewa-dewa yang mengatur kehendak manusia dalam setiap aktivitasnya dikeseharian. Beralih pada pemikiran selanjutnya, yaitu tahap metafisika atau nama lainnya tahap transisi dari buah pikiran Comte karena tahapan ini mneurut Comte hanya modifikasi dari tahapan sebelumnya. Penekanannya pada tahap ini, yaitu monoteisme yang dapat menerangkan gejalagejala alam dengan jawaban-jawaban yang spekulatif, bukan dari analisa empiric. Tahap positif, adalah tahapan yang terakhir dari pemikiran manusia dan perkembangannya, pada tahap ini gejala alam diterangkan oleh akal budi berdasarkan hokum-hukumnya yang dapat ditinjau, diuji dan dibuktikan atas scara empiris. Penerangan ini menghasilkan pengetahuan yang instrumental.

D. Kesimpulan dan Saran Auguste Comte adalah seorang yang radikal tetapi bukanlah seorang yan revolusioner, Comte seorang yang progresiv namun bukan seorang yang militansinya tinggi (walaupun sempat mengalami kegilaan/paranoid). Comte berhjalan di tengah-tengah mencari jalan alternative melalui ilmu pengetahuan yang dikembangkannya guna menyiasati kemungkinan besar yang akan terjadi. Auguste Comte adalah manusia yang berjalan di tengah-tengah antara ideology yang berkembang (progressive vs konservatif) berada pada ruang abu-abu (keilmiahan ilmu pengetahuan). Comte memberikan sumbangsih cukup besar untuk menusia walaupun ilmu pengetahuan yang dibangun merupakan ide generatif dan ide produktifnya. Comte turut mengembangkan kebudayaan dan menuliskan : Sebagai anak kita menjadi seorang teolog, sebagai remaja kita menjadi ahli metafisika dan sebagai manusia dewasa kita menjadi ahli ilmu alam. Hal tersebut adalah maksud dari tahap perkembangan masyarakatnya yang tercantum dalam hokum tiga stadinya. Adapun sifat-sifat dan kemampuan menonjol yang dimiliki seorang Auguste Comte : 1. Kecerdasan dan pola pikirnya yang brilian. 2. Walaupun ia anak keturunan bangsawan, tetapi ia tidak sombong (menunjukkan loyalitasnya sebagai bangsawan) 3. Keras kepala, suka memberontak, dan memegang teguh prinsip. 4. Progresif dan optimis dalam memperjuangkan kehidupan social. 5. Ambisius dan idealis. 6. Menolak keras bentuk anarkisme social yang merusak moral dan intelektual. Factor-faktor yang menyebabkan Auguste Comte menjadi demikian, antara lain : 1. Dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan keluarga bangsawan. 2. Pergolakan social dalam masyarakat yang tidak menentu. 3. Mengalami masa-masa sulit ketika ia keadaan psikologisnya terganggu. 4. Ia menghargai ilmu pengetahuan yang lebih dulu muncul. 5. Cara pandangnya terhadap agama konvensional yang menurutnya tidak dapat diandalkan. 6. Ditnggal oleh orang yang ia cintai, sehingga ia menganggap keluarga (istri dan anak) adalah kesatuan organis yang dapat menyusun pemikiran-pemikiran sedari awal. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa, hendaknya selalu : 1. Menjaga norma-norma social agar dapat melangsungkan hidup dengan baik. 2. Memanfaatkan ilmu social untuk meneliti mengapa suatu masyarakat begitu mudah membuat kerusuhan. 3. Menggunakan ilmu social untuk menanggulangi perubahan social yang berdampak negative. E. Penutup Demikianlah daftar riwayat Bapak Sosiologi kita, Auguste Comte yang terus berusaha menciptakan ilmu masyarakat demi melancarkan kelangsungan hidup masyarakat yang akan dating. Berkat jasa beliau, kita dapat memilah dan memilih sesuatu yang baik dan benar tagar terhindar dari perubahan social. Sehingga kita dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. GEORGE SIMMEL

A. Asal Dan Silsilah George Simmel Simmel adalah seorang filosof dan sosiolog dari Jerman yang lahir di pusat kota Berlin pada tanggal 1Maret 1858, anak dari 7 bersaudara. Ayahnya adalah pengusaha sukes dari Yahudiyang beraliran katolik, sedangkan ibunya mengkonversi ke aliran protestan. Ayahnya meninggal saat Simmel masih muda, lalu Julius Friedlander ditunjuk sebagai walinya. Friedlander adalah teman dari keluarga Simmel dan pendiri penerbit internasional. B. Latar Belakang Pendidikan Julius meninggalkan kekayaan untuk Simmel yang dapat digunakannya untuk bersekolah hingga sarjana. Setelah lulus dari kuliah gymnasium, ia mempelajari sejarah dan filsafat di Universitas of Berlin dengan tokoh lain dan memperoleh gelar doctor filsafat pada tahun 1881 ( dengan tesisnya, The Neture of Master Accordig to Karts Physical Monocologi ). Ia tetap di Universitas Berlin hingga selesai kuliah, tidak seperti mahasiswa lain yang gemar berpindahpindah. Karena itu ia menjadi privat dozen (1901) dan diangkat menjadi Profesor Ausserordentliche oleh pemilik akademi. Dan sejak saat itu, ia mulai produktif terhadap karyakarya dan terkenal hingga USA dan Eropa. C. Pendapat Simmel Tentang Sosiologi Menurut Simmel, sosiologi adalah: Sosiologi adalah ilmu pengetahuan khusus yang merupakan satu-satunya ilmu analisis yang abstrak diantara semua ilmu kemasyarakatan. Secara spesifik sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kedinamisan bentuk proses kebudayaan yang menekankan hubungan interaksi social antar individu atau antar masyarakat dimana keduanya adalah unsure yang saling ketergantungan dan saling mempengaruhi. D. Pokok-Pokok Ajaran Simmel a. Penekanan pada interaksi social bidang mikrososiologi dan dinamika kelompok, tipe-tipe proses social dan analisa konseptual terhadap masyarakat. b. Mikrososiologi adalah ilmu yang mempelajari stuktur social termasuk perubahan-perubahan social dan masalah social tentang analisa mikro. E. Hasil Karya Simmel Selama hidunya, Simmel menerbitkan 22 buku yang terdiri atas 200 esay dan dan artikel. Diantaranya: Philosophie des Geldes (1900) Soziologie (1908) Uber Soziale Differenzing: Soziologie Undpsykologische Untersuchungen, Leipzig (1890) Probleme der Geschichtsphilosopie: Eine Erkenntnistheoretische Studie, Leipzig (1892) Hauptprobleme der Phiosophie (1910) Philosophische Cultur (1911) Lebesanschauung (1918) Concerning Social Differentiation (1890) Conflict of Modern Cultur (1918) F. Pemusatan Pandangan Tentang Sosiologi

Dalam bidang sosiologi, pusat perhatiannya terarah pada proses interaksi yang dianggapnya sebgai ruang lingkup primer sosiologi dan perkembangannya. Selanjutnya ia menyelidiki masalah solidaritas dan konflik yang dikaitkannya dengan besar kecilnya kelompok. Simmel berpandangan bahwa muncul dan berkembangnya kepribadian seseorang tergantung pada jaringan hubungan social yang dimilikinya yaitu pada keanggotaan kelompoknya. GEORGE SIMMEL George Simmel lahir sebagai anak bungsu dari 7 bersaudara pada 1 Maret 1858 di Berlin. Ayahnya seorang pengusaha yahudi yang baik yang beralih ke agama kristen dan meninggal ketika George masih muda, yang kekurangan dasar keluarga yang kuat. Simmel sekolah di Universitas Berlin dan menerima gelar doktornya di tahun 1881. pengetahuannya mengenai medan dari sejarah, filsafat, ilmu jiwa, dan ilmu social. Pada tahun 1885 dia kembali sebagai penceramah yang tak di bayar di Universitas Berlin, mengajar kursus pada ilmu logika, dan sejarah dari filsafat, etika, ilmu jiwa, dan sosiologi. Pada 1890 Simmel menikahi seorang wanita bernama Gertrud, seorang filsafat yang terkenal dengan nama samaran Marie-Luise Enkendorf. Pada tahun 1903 Universitas Berlin memberi Simmel sebuah gelar kehormatan untuk meletakannya diatas level yang tidak membayar uang kuliah dan mengikutkannya di urusan komunitas akademi. Simmel dikenal baik sebagai lelaki berotak encer dengan sebuah bakat luar biasa di kuliah. Ironisnya ketika Simmel menerima jabatan maha guru penuh di University of Strasbourg pada tahun 1914 dia merampas hampir semua waktu kulih untuk para mahasiswa dan mengubah balai kota menjadi rumah sakit militer karena itu pemberontakan dari berperang. Simmel mati dari pertengahan penyakit hati pada 20 September 1918, dengan singkat sebelum meninggal dari perang. Simmel adalah penulis yang sangat profilik, dengan lebih dari 200 artikel ditulisnya. Dia juga menulis 20 buku mengenai filosofi, etika, dan sosiologi dan kebudayaan. Meskipun dia banyak menerbitkan, Simmel instansi yang cocok dari pengetahuan atau teori dan oleh karena itu dia tidak membuat sekolah untuk gagasan. Simmel mengutamakan konstribusi untuk sosiologi, dirinya sengaja bergabung di organisasi teori dari comte dan spencer. Simmel maju ke masyarakat yang bergantung pada jaringan yang lebih dari satu relasi diantara individu dan tetap berinteraksi dengan yang lainnya. Beberapa pekerjaan utama yang lainnya: Perbedaan sosial (1890) Masalah dari filsafat sejarah (1893) Pengenalan untuk ilmu etika (1893) Filsafat uang (1900) Sosiologi : investasi pada bentuk sosial (1908) Dasar pertanyaan dari sosiologi (1917) IBNU KHALDUN (1332-1406 ) A. Latar Belakang Pendidikan Ibnu Khaldun Seorang sarjana sosiologi dari Italia, Gumplowiez melalui penelitiannya yang cukup panjang, berpendapat, Kami ingin membuktikan bahwa sebelum Auguste Comte (1798-1857M) dan

Giovani Vico (1668-1744M) telah datang seorang muslim yang tunduk pada ajaran agamanya. Dia telah mempelajari gejala-gejala sosial dengan akalnya yang cemerlang. Apa yang ditulisnya itulah yang kini disebut sosiologi. (Gumplowiez, Ibnu Khaldun, Arabischersoziologe des 14 jahrundert. Dalam Sociologigsche Essays:PP.201-202). Sejarawan dan Bapak Sosiologi Islam ini dari Tunisia. Ia keturunan Yaman dengan nama lengkapnya Waliuddin bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin Al Hasn. Namun ia lebih dikenal dengan nama Ibnu Khaldun. Keluarganya berasal dari Hadramaut (kini Yaman) dan silsilahnya sampai pada seorang sahabat Nabi Muhammad Nabi Muhammad SAW. bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah, salah seorang cucu Wail, Khalid bin Usman, memasuki daerah Andalusia bersama orang-orang arab penakluk pada tahun ke-3 H(9 M). Anak cucu Khalid bin Usman membentuk satu keluarga besar bernama Bani Khaldun, dari bani inilah asal nama Ibnu Khaldun. Ia lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M (1 Ramadhan 732 H), tetapi sebenarnya ia dari Seville,Spanyol. Sejak kecil, ia sudah hafal Al-Quran. Di tanah kelahirannya itu ia mempelajari syariat (tafsir, hadits, tauhid, fiqih) fisika dan matematika. Saat itu Tunisia telah menjadi pusat perkembangan ilmu di Afrika Utara. Sejak usia muda,ia sudah mengikuti kegiatan politik praktis. Situasi politik yang tidak menentu di Tunisia, menyebabkan Ibnu Khaldun melakukan pengembaraan dari Maroko sampai Spanyol. Pada tahun 1375, beliau pindah ke Granada, Spanyol. Karena keadaan politik Granada tidak stabil ia menetap di Qalat Ibnu Salamah di daerah Tilmisan,ibukota Maghrib Tengah (Aljazair) dan meninggalkan dunia politik praktis. Tahun 746 H, studinya terhenti akibat terjangkitnya penyakit Pes di sebagian besar belahan dunia bagian timur dan bagian barat. Banyak korban akibat dari penyakit yang sedang melanda itu. Karena situasinya berubah, akhinya Ibnu Khaldun mencari kesibukan kerja serta mengikuti jejak kakeknya untuk terjun ke dunia politik. Berkat komunikasinya dengan tokoh-tokoh dan ulama terkemuka setempat telah banyak membantunya mencapai jabatan tinggi. B. Pemikiran Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun mengemukakan pemikiran baru yang menyatakan bahwa sistem sosial manusia dapat berubah seiring dengan kemampuan pola berpikir mereka, keadaan muka bumi di sekitar mereka, pengaruh iklim, makanan, emosi serta jiwa manusia itu sendiri. Beliau juga berpendapat bahwa pola pemikiran masyarakat berkembang secara bertahap yang dimulai dari tahap primitif, pemilikan, peradaban, kemakmuran dan kemunduran (keterpurukan). Pemikiran Ibnu Khaldun dikagumi oleh tokoh sejarah keturunan Yahudi, Prof. Emeritus, Dr. Bernerd Lewis yang mengukuhkan tokoh ilmuwan itu sebagai ahli sejarah arab yang hebat pada abad pertengahan. Felo Amat Utama Akademik Institut Antarbangsa Pemikiran dan Ketamadunan (ISTAC), University Islam Antarbangsa Malaysia (UIAM), Muhammad Uthman El-Muhammady juga melihat pendekatan (pemikiran) Ibnu Khaldun secara mendunia. Karya Ibnu Khaldun yang menakjubkan (Mukaddimah) membuat beliau mendapat gelar Prolegomena atau pengenalan pada berbagai ilmu perkembangan kehidupan manusia di kalangan ilmuwan barat. Dari situ, Ibnu Khaldun mengutarakan pandangannya untuk memperbaiki kesalahan dalam kehidupan, menjadikan karya beliau seperti ensiklopedia yang mengisahkan berbagai perkara dalam kehidupan sosial manusia. Kajian yang dilakukan Ibnu Khaldun tidak hanya mencakup kisah kehidupan masyarakat saat

itu, tetapi juga merangkum sejarah umat terdahulu. Selain sebagai ilmuwan dalam bidang ilmu sosial, Ibnu Khaldun mampu menjalankan tugas dengan baik saat dilantik sebagai kadi (wali agama) ketika menetap di Mesir. Kebijaksanaan beliau mendorong Sultan Burquq yaitu Sultan Mesir pada waktu itu, memberi gelar Waliuddin kepada Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun juga memajukan konsep ekonomi, perdagangan, kebebasan, beliau terkenal karena hasil kerjanya dalam bidang sosiologi, astronomi, numerologi, kimia serta sejarah. Beliau berpendapat bahwa tugas kerajaan hanya mempertahankan rakyatnya dari kejahatan, melindungi harta rakyat, memberantas penipuan dalam perdagangan dan mengurus pemasukan kas negara (upeti/ pajak). Pemerintah juga melaksanakan kepemimpinan politik yang bijaksana dengan keterpaduan sosial dan kekuasaan tanpa adanya paksaan. Dari segi ekonomi, Ibnu Khaldun memajukan teori nilai dan keterkaitan hubungan dengan tenaga kerja, mengenalkan pembagian kerja, membantu pemasaran terbuka,menyadari kesan dinamik permintaan dan modal penjualan serta keuntungan. Wacana atau pemikiran Ibnu Khaldun juga diterapkan dalam kehidupan masyarakaat modern yang ingin mengimbangi pembangunan fisik dan spiritual. Secara teori,ilmu itu dikaitkan dengan persoalan manusia dalam masyarakat dan para ahli sosiologi berharap ilmu itu dapat menjalin keterpaduan serta membentuk pembenahan krisis moral yang dihadapi masyarakat saat ini. Walaupun istilah sosiologi ditemukan oleh tokoh sosiologi kelahiran Perancis abad ke 19 yaitu Auguste Comte, tetapi kajian mengenai kehidupan sosial manusia sudah diurai oleh Ibnu Khaldun dalam kitabnya Mukaddimah, 500 tahun lebih awal, pada usianya 36 tahun. C. Karya-karya Ibnu Khaldun Sebagai sejarawan dan filsuf, ia memusatkan perhatiannya pada kegiatan menulis dan mengajar. Saat itulah karya besar lahir dari tangannya, yaitu : 1. Sebuah kitab Al-Ibrar wa Diwan Al-Mubtada wa Al-Khabar fi Ayyamal Al-Arab wa AlAjam wa al-Barbar atau yang sering disebut Al-Ibrar (Sejarah Umum), terbitan Kairo tahun 1284. Kitab ini terdiri atas 7 jilid yang berisi tentang kajian sejarah yang didahului oleh Muqaddimah (jilid I), yang berisi tentang pembahasan masalah-masalah sosial manusia. 2. Muqaddimah (yang sebenarnya merupakan pembuka kitab Al-Ibrar) popularitasnya melebihi kitab itu sendiri. Muqaddimah membuka jalan menuju pembahasan ilmu-ilmu sosial. Menurut pendapatnya, politik tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan, dan masyarakat dibedakan atas masyarakat desa (hadarah) dan kota (badawah). Oleh karena itu Ibnu Khaldun dianggap sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. 3. Sejumlah kitab yang bernilai tinggi diantaranya At-Tarif bi Ibn Khaldun (autobiografi, catatan dan kitab sejarahnya) dan kitab teologi yaitu Lubabal Al-Muhassal Afkar Usul Ad-Din (ringkasan dari kitab Muhassal Afkar Al-Muttaqaddimin wa Al-Mutaakhirin karya Imam Fakhrudi Ar-Razi dan memuat pendapatnya tentang masalah teologi). D. Pengertian Sosiologi Dalam Muqaddimah ini pula Ibnu Khaldun menampakkan diri sebagai ahli sosiologi dan sejarah. Menurutnya sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang solidaritas sosial. Teori pokoknya dalam sosiologi umum dan politik adalah konsep ashabiyah (solidaritas sosial). Asal-usul solidaritas sosial adalah ikatan darah yang disertai kedekatan hidup bersama. Hidup bersama

juga dapat mewujudkan solidaritas yang sama kuat dengan ikatan darah. Menurutnya, solidaritas sosial sangat kuat terlihat dalam masyarakat pengembara, karena corak kehidupan mereka yang unik dan kebutuhan mereka untuk saling membantu. Relevansi teori ini misalnya dapat ditemukan pada teori-teori tentang konsiliasi kelompok-kelompok sosial dalam menyelesaikan konflik tantangan tertentu. Relevansi teori Khaldun, misalnya juga dapat ditemukan dalam teori Ernest Renan tentang kelahiran bangsa. Tantangan yang dihadapi masyarakat pengembara dalam teori Khaldun tampaknya,meski tidak semua, paralel dengan kesamaan sejarah embrio bangsa dalam teori Ernest Renan. Kebutuhan untuk saling membantu mengatasi tantangan ini juga me miliki relevansi dalam kajian psikologi sosial terutama berkenaan dengan kebutuhan untuk mengikatkan diri dengan borang lain atau kelompok sosial yang lazim disebut afiliasi. William Fielding Ogburn A. Latar Belakang William Fielding Ogburn lahir di Butler, Georgia pada tanggal 29 Juni 1886. Setelah beliau lulus dari Universitas Penyalur Tekstil, Georgia pada tahun 1905, beliau menginginkan untuk memasuki pekerjaan professional. Ogburn kemudian memulai studinya pada bidang sosiologi. Beliau adalah seorang profesor sosiologi di sebuah Perguruan Tinggi di Portland, Oregon. Selama 4 tahun beliau berda di sana. Kemudian beliau kembali ke Universitas Columbia. Pada tahun 1927, Ogburn dipanggil ke Chicago untuk mengajar pada sebuah Perguruan Tinggi. Beliau menerima gelar akademis kehormatan LL.D dari almamaternya dan juga dari Universitas Carolina Utara. W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu Cultural Lag (artinya ketinggalan kebudayaan) adalah perbedaan antara tarif kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat. Ogburn berusaha untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan antara teori biologis dengan berbagai teori evolusi tanpa mengesampingkan konsep evolusi secara menyeluruh. W.F. Ogburn akhirnya meninggal di Tallahassee, Florida pada tanggal 27 April 1959. B. Pengertian Sosiologi Menurut William Fielding Ogburn, Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasil yang sebenarnya yaitu organisasi sosial. Beliau berusaha memberikan pengertian tertentu, walaupun beliau tidak memberi definisi tentang perubahan sosial. Beliau berpendapat bahwa ruang lingkup perubahan social mencakup unsur kebudayaan yang materiil dan immaterial, dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur-unsur immaterial. C. Ajaran-Ajaran Pokok Beliau berpendapat bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan suatu kebudayaan adalah : 1. Discovery (penemuan-penemuan) Ogburn mengemukakan ada sebanyak 150 perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya radio. 2. Invensi Ogburn mencatat ada 148 invensi atau penemuan semacamnya. Tiga bentuk efek dari invensi

yaitu : a) Dispensasi (efek beruntung) dari sebuah invensi mekanik b) Sukses (efek sosial) lanjutan dari sebuah invensi c) Konvergensi (munculnya beberapa pengaruh dari beberapa invensi secara bersama 3. Difusi Yaitu penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya. 4. Akumulasi 5. Penyesuaian D. Hasil Karya (1886-1959) W.F. Ogburn menemukan penemuan baru yang dinamakan Social Invention yaitu penciptaan penegelompokkan dari individu-individu yang baru atau penciptaan adat-istiadat baru, maupun perilaku sosial yang baru. Sosial Change with respect to culture and original nature 1992 American Marriage and family relationship (dengan gorves) 1928 Sosial Characters Stics of City 1937 The Social Effect of Autation 1946 Technology and the changing family (dengan nirmkoff) 1953 Posted by anita09091968 on 4 Mei 2009 at 12:08 pm Filed under: Artikel | Leave a comment | Trackback URI Previous Entry: interaksi sosial Next Entry: My lovely son & my lovely daughter Suka Be the first to like this post.

4 Comments

1. 1 inas nabila Says: duuh . . .

Page 1 Halaman 1 Gift and Communio : The Holy Spirit in Augustine's De Trinitate Hadiah dan Communio: Roh Kudus dalam Agustinus De Trinitate by Adam Kotsko oleh Adam Kotsko [ABSTRACT: This essay traces the role of the Holy Spirit throughout Augustine's De Trinitate . [Abstraksi: Esai ini menelusuri peran Roh Kudus seluruh Agustinus De Trinitate. After situating Augustine's treatise in terms of texts of Athanasius and Basil on the Holy Spirit, Setelah menempatkan risalah Agustinus dalam hal teks Athanasius dan Basil pada Roh Kudus, it treats the place of the Holy Spirit in his critique of the existing dogmatic terminology and the memperlakukan tempat Roh Kudus dalam kritiknya tentang terminologi dogmatik yang ada dan distinction between the economic and immanent Trinity. perbedaan antara ekonomi dan Trinitas imanen. In contrast with the dominant Western Berbeda dengan Barat yang dominan and Eastern traditions, for Augustine the Holy Spirit comes to be thought of as God in a dan tradisi Timur, bagi Agustinus Roh Kudus datang untuk dianggap sebagai Allah dalam privileged sense, that is, as the person of the Trinity who is the most proper bearer of certain istimewa akal, yaitu, sebagai orang dari Trinitas yang paling tepat pembawa tertentu privileged names of God, most notably love. nama istimewa dari Allah, terutama cinta. The notion of the Holy Spirit as eternal 'gift' proves Gagasan dari Roh Kudus sebagai abadi 'hadiah' membuktikan to be especially troubling for Augustine, but also especially productive, and the present reading menjadi sangat mengganggu bagi Agustinus, tetapi juga terutama produktif, dan pembacaan ini explicates the complex interrelationships that he is forced to develop among the concepts of love, explicates hubungan timbal balik yang kompleks bahwa ia dipaksa untuk mengembangkan antara konsep cinta, cupiditas , gift, communio , and enjoyment. cupiditas, hadiah, persekutuan, dan kesenangan. The analysis of the concept of enjoyment in particular Analisis konsep kenikmatan pada khususnya leads to the claim that the notion of property or ownership is completely foreign to God and that mengarah ke klaim bahwa gagasan tentang kepemilikan properti atau benar-benar asing kepada Allah dan bahwa the Holy Spirit as communio must be thought as 'gift' only insofar as it is disruptive of the realm Roh Kudus sebagai communio harus dianggap sebagai 'hadiah' hanya sejauh itu mengganggu kerajaan of ownership, that is, the realm of sin. kepemilikan, yaitu, alam dosa. The essay finishes, as the De Trinitate does, with the Esai selesai, sebagai Trinitate De tidak, dengan implications of Augustine's treatment of the Holy Spirit for ethics and ecclesiology.] implikasi pengobatan Agustinus Roh Kudus untuk etika dan eklesiologi.] Augustine's De Trinitate represents a particularly pregnant moment in the formulation of Agustinus De Trinitate merupakan saat hamil terutama dalam perumusan trinitarian doctrine. trinitarian doktrin. On the one hand, he has an advantage that few theologians had before him: Di satu sisi, ia memiliki keuntungan bahwa beberapa teolog telah sebelum dia: by 419, the time of the completion of the treatise, the basic outline of orthodox trinitarianism had oleh 419, waktu penyelesaian risalah, garis dasar dari Trinitarianisme ortodoks telah already been established and could be treated as a given. telah ditetapkan dan dapat diperlakukan sebagai yang diberikan. Thus, although Augustine does devote a Jadi, meskipun Agustinus tidak mencurahkan

Page 2 Halaman 2 Gift and Communio : 2 Hadiah dan Communio: 2 certain amount of attention to the arguments of the heretics, the primary thrust of his criticisms is sejumlah perhatian pada argumen kaum bidah, dorongan utama dari kritik nya actually directed toward the dogmatic language itself, from which he has a certain distance as a benar-benar diarahkan bahasa dogmatis itu sendiri, dari mana ia memiliki jarak tertentu sebagai Latin writer. Latin penulis. On the other hand, the established theology significantly underdeveloped the Di sisi lain, teologi didirikan secara signifikan terbelakang yang doctrine of the Holy Spirit, which opened up the space for Augustine's own creative theological doktrin Roh Kudus, yang membuka ruang untuk sendiri teologis Agustinus kreatif work. pekerjaan. Indeed, Augustine's approach to the Holy Spirit is decisive in giving his trinitarianism its Memang, pendekatan Augustinus terhadap Roh Kudus adalah menentukan dalam memberikan Trinitarianisme nya nya distinctive shape, insofar as it determines his conception of the unity of God, the relationship of khas bentuk, sejauh menentukan konsepsi tentang keesaan Tuhan, hubungan God to creation, and most importantly, what it means for God to be love. Tuhan untuk penciptaan, dan yang paling penting, apa artinya bagi Allah untuk menjadi cinta. To understand its unique contribution, it is necessary to bring the De Trinitate into Untuk memahami kontribusi yang unik, maka perlu untuk membawa Trinitate De ke dialogue with certain texts of Augustine's immediate predecessors, Athanasius and Basil. dialog dengan teks-teks tertentu dari pendahulu langsung Agustinus, Athanasius dan Basil. What Apa yang is perhaps most remarkable to readers approaching these texts from the point of view of later mungkin yang paling luar biasa untuk pembaca mendekati teks-teks dari sudut pandang kemudian theology, either Western or Eastern, is the relative freedom the Nicene orthodoxy allows on the teologi, baik Barat atau Timur, adalah kebebasan relatif ortodoksi Nicea memungkinkan pada Holy Spirit at the time that Augustine is writingthat is, long before the controversy over the Roh Kudus pada saat Agustinus menulis-yaitu, jauh sebelum kontroversi atas Filioque , which his trinitarian formulations helped to provoke. Filioque, yang formulasi nya trinitas membantu untuk memprovokasi. As is well known, the original Sebagaimana telah diketahui, yang asli version of the Nicene creed ended with the terse formula, 'And we believe in the Holy Spirit.' versi kredo Nicea berakhir dengan rumus singkat, "Dan kami percaya dalam Roh Kudus." Certain members of the Nicene camp had treated the Holy Spirit thematically before Augustine, Anggota-anggota tertentu dari kamp Nicea telah memperlakukan Roh Kudus tematis sebelum Agustinus, primarily in the midst of doctrinal controversy. terutama di tengah-tengah kontroversi doktrinal. Athanasius, for example, directs his Letters to Athanasius, misalnya, mengarahkan Surat untuk Serapion on the Holy Spirit against the curiously named 'Tropici' heresy that he sees as Serapion pada Roh Kudus melawan aneh bernama 'Tropici' bidat yang ia lihat sebagai repeating the error of the Arians, except this time with regard to the Holy Spirit. mengulangi kesalahan kaum Arian, kecuali kali ini berkaitan dengan Roh Kudus. 11 So strong is Jadi kuat adalah

Athanasius's association of the two heresies that after an initial epistle laying out the basic Asosiasi Athanasius dari dua ajaran sesat bahwa setelah surat awal meletakkan dasar arguments in favor of the Spirit's divinity, he devotes the entire second epistle to a rehearsal of argumen yang mendukung keilahian Roh, ia mencurahkan seluruh surat kedua ke latihan dari the main points of the Arian controversy. poin utama dari kontroversi Arian. Having closely tied the problem of the Holy Spirit with Setelah erat masalah Roh Kudus dengan 11 See The Letters of Saint Athanasius Concerning the Holy Spirit , trans. Lihat Surat-surat Santo Athanasius Mengenai Roh Kudus, trans. CRB Shapland (London: Epworth Press, CRB Shapland (London: Epworth Press, 1951). 1951). Page 3 Halaman 3 Gift and Communio : 3 Hadiah dan Communio: 3 the problem of the Son, however, he runs into the same difficulty that Augustine will find so masalah Putra, bagaimanapun, dia berjalan ke dalam kesulitan yang sama bahwa Augustinus akan menemukan begitu vexing: namely, how to understand the Spirit as not being another Son (or grandson). menjengkelkan: yaitu, bagaimana memahami Roh sebagai tidak lain Putra (atau cucu). Augustine does argue that the procession of the Spirit must be understood differently Agustinus tidak berpendapat bahwa prosesi Roh harus dipahami secara berbeda from the generation or birth of the Son: 'He comes forth, you see, not as being born but as being dari generasi atau kelahiran Anak: "Dia datang sebagainya, Anda lihat, tidak dilahirkan, tetapi sebagai given, and so he is not called son, because he was not born like the only begotten Son, nor made diberikan, dan ia tidak disebut anak, karena ia tidak dilahirkan seperti Anak yang tunggal, atau dibuat and born adoptively by grace like us' (V.15). dan lahir adoptively oleh kasih karunia seperti kita '(ayat 15). 22 Yet while many interpreters have regarded the Namun sementara banyak penafsir telah menganggap theory of dual procession as a way of distinguishing between the Son and the Spirit, it would teori prosesi ganda sebagai cara untuk membedakan antara Putra dan Roh, itu akan appear that Augustine is not so confident. muncul bahwa Agustinus tidak begitu percaya diri. In the final pages of the De Trinitate , he reserves Di halaman akhir dari Trinitate De, dia cadangan definitive knowledge for heaven, stating that in the meantime, 'So great has this difficulty been definitif pengetahuan untuk surga, menyatakan bahwa sementara itu, "Jadi besar telah kesulitan ini telah [of distinguishing the birth of the Son and the procession of the Spirit], that every time I wanted [Membedakan kelahiran Anak dan prosesi Roh], bahwa setiap kali saya ingin to bring out some comparative illustration of this point in that created reality which we are, I untuk membawa beberapa ilustrasi komparatif dari titik ini dalam realitas tercipta yang kita ..., saya found that no adequate expression followed whatever understanding I came to' (XV.45). menemukan bahwa tidak ada ekspresi apa pun yang memadai diikuti pemahaman saya datang untuk '(XV.45). This Ini

position is not materially different from Athanasius's stance of blaming the Tropici party for posisi tidak material berbeda dari sikap Athanasius menyalahkan pihak Tropici untuk presuming to dictate how the relations within the Trinity must be (cf. Epistle 1.18), but the menganggap mendikte bagaimana hubungan di dalam Trinitas harus (lih. Surat 1,18), tetapi rhetorical stance is appropriately quite different, given that Augustine is seeking primarily to sikap retoris ini tepat sangat berbeda, mengingat bahwa Agustinus adalah mencari terutama untuk understand rather than to defend trinitarian orthodoxy as it has reached him. memahami bukan untuk mempertahankan ortodoksi trinitarian seperti yang telah sampai kepadanya. The most important treatment of the Holy Spirit between Athanasius's Letters and the De Perawatan yang paling penting dari Roh Kudus antara Surat Athanasius dan De Trinitate is Basil's treatise On the Holy Spirit . Trinitate adalah risalah Basil Pada Roh Kudus. 33 It shares Athanasius's polemical tone, having Ini saham nada polemik Athanasius, setelah been written to defend changes made to the doxology by Basil in order to emphasize the equality telah ditulis untuk membela perubahan yang dibuat untuk doksologi oleh Basil dalam rangka untuk menekankan kesetaraan of Father, Son, and Holy Spirit. Roh Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Facing heretical opponents who took advantage of the Menghadapi lawan yang sesat mengambil keuntungan dari 22 Throughout this paper, in referring to the De Trinitate , I will use only the book and paragraph numbers, in keeping Sepanjang makalah ini, dalam mengacu pada Trinitate De, saya hanya akan menggunakan buku dan nomor ayat, dalam menjaga with the notation in St. Augustine, The Trinity , trans. dengan notasi di St Agustinus, Tritunggal, trans. Edmund Hill (Hyde Park, NY: New City Press, 1991), whose Edmund Hill (Hyde Park, NY: New City Press, 1991), yang translation I will follow unless otherwise noted. terjemahan Saya akan mengikuti kecuali dinyatakan lain. Any Latin citations will follow the text given in Sancti Aurelii Setiap kutipan Latin akan mengikuti teks yang diberikan di Sancti Aurelii Augustini, De Trinitate Libri XV , ed. Augustini, De Trinitate Libri XV, ed. WJ Mountain, in the Corpus Christanorum, Series Latina , vols. WJ Gunung, di Christanorum Corpus, Seri Latina, vol. 50 and 50A 50 dan 50A (Turnhout, Belgium: Brepols, 2001). (Turnhout, Belgia: Brepols, 2001). 33 St. Basil, Letters and Select Works , in Nicene and Post-Nicene Fathers , Series II, Vol. St Basil, Sastra, dan Pekerjaan Pilih, dalam Bapa Nicea dan Pasca-Nicea, Seri II, Vol. VIII (Edinburgh: T&T VIII (Edinburgh: T & T Clark, 1895). Clark, 1895). Page 4 Halaman 4 Gift and Communio : 4 Hadiah dan Communio: 4 prepositions of the traditional doxology to discern relationships of inequality, Basil sometimes preposisi dari doksologi tradisional untuk membedakan hubungan ketidaksetaraan, Basil kadangkadang replaced the varied prepositions with a simple 'with.' menggantikan preposisi bervariasi dengan sederhana 'dengan. " That is, instead of 'through the Son in the Artinya, bukan 'melalui Anak di

Holy Ghost,' he said, 'with the Son together with the Holy Ghost' (ch. 1), and toward the end of Roh Kudus, "katanya, 'dengan Anak bersama-sama dengan Roh Kudus' (ps. 1), dan menjelang akhir the treatise he argues that 'with' is equivalent to 'and' in this case (ch. 25). risalah ia berpendapat bahwa 'dengan' setara dengan 'dan' dalam kasus ini (ps. 25). Like Athanasius, he Seperti Athanasius, dia lays out fairly standard arguments in favor of the divinity of the Holy Spirit, situating the memaparkan argumen yang cukup standar dalam mendukung keilahian Roh Kudus, menempatkan para question firmly within the terms of the Arian controversy. Pertanyaan tegas dalam hal kontroversi Arian. While the question of the Holy Spirit Sedangkan pertanyaan tentang Roh Kudus as such continually threatens to be overshadowed by the procedural question of the relationship seperti terus-menerus mengancam akan dibayangi oleh pertanyaan prosedural hubungan between liturgical usage and scriptural language, it is precisely this focus on prepositions that antara penggunaan liturgis dan bahasa kitab suci, justru fokus pada preposisi bahwa takes Basil's position beyond Athanasius's, that is, beyond the mere question of equality within mengambil posisi di luar Basil Athanasius, yaitu, di luar pertanyaan sekedar kesetaraan dalam the Trinity and into the question of the specific role the Holy Spirit plays. Trinitas dan ke pertanyaan tentang peran spesifik Roh Kudus memainkan. Discussing the various Membahas berbagai senses of the preposition 'in,' Basil says: pengertian dari preposisi 'di, "kata Basil: It is an extraordinary statement, but it is none the less true, that the Spirit is frequently Ini adalah pernyataan yang luar biasa, tetapi tidak ada yang kurang benar, bahwa Roh sering spoken of as the place of them that are being sanctified, and it will become evident that disebut sebagai tempat mereka yang sedang dikuduskan, dan ini akan menjadi jelas bahwa even by this figure the Spirit, so far from being degraded, is rather glorified.... bahkan oleh angka ini Roh, sehingga jauh dari terdegradasi, agak dimuliakan .... the Spirit Roh is verily the place of the saints and the saint is the proper place for the Spirit, offering sesungguhnya adalah tempat orang-orang kudus dan suci adalah tempat yang tepat untuk Roh, menawarkan himself as he does for the indwelling of God, and called God's Temple. dirinya sebagai dia lakukan untuk berdiamnya Allah, dan disebut Bait Allah. So Paul speaks in Jadi Paulus berbicara dalam Christ, saying 'In the sight of God we speak in Christ,' and Christ in Paul, as he himself Kristus, mengatakan 'Dalam pandangan Allah kita berbicara di dalam Kristus, dan Kristus dalam Paulus, karena ia sendiri says 'Since ye seek a proof of Christ speaking in me.' mengatakan 'Karena kamu mencari bukti Kristus berbicara dalam diriku. " So also in the Spirit he speaketh Begitu juga dalam Roh ia mengucapkan mysteries, and again the Spirit speaks in him. misteri, dan sekali lagi Roh Kudus berbicara di dalam dirinya. (ch. 26) (Ps. 26) Basil, however, distinguishes sharply between what will come to be called the 'economic' and Basil, bagaimanapun, tajam membedakan antara apa yang akan datang untuk disebut 'ekonomi' dan 'immanent' trinities: 'Imanen' Trinitas:

In relation to the originate, then, the Spirit is said to be in them 'in divers portions and in Sehubungan dengan berasal, kemudian, Roh dikatakan pada mereka 'dalam porsi penyelam dan di divers manners,' while in relation to the Father and the Son it is more consistent with true penyelam krama, 'sementara dalam kaitannya dengan Bapa dan Putra itu lebih konsisten dengan benar religion to assert Him not to be in but to be with. agama untuk menegaskan kepada-Nya tidak berada di tetapi untuk bersama. For the grace flowing from Him when Karena kasih karunia mengalir dari-Nya ketika He dwells in those that are worthy, and carries out His own operations, is well described Ia tinggal pada mereka yang layak, dan melakukan operasi-Nya sendiri, baik dijelaskan as existing in those that are able to receive Him. seperti yang ada pada mereka yang dapat menerima-Nya. On the other hand His essential existence Di sisi lain keberadaan penting Nya before the ages, and His ceaseless abiding with Son and Father, cannot be contemplated sebelum usia, dan mematuhi-Nya tanpa henti dengan Anak dan Bapa, tidak dapat dipertimbangkan without requiring titles expressive of eternal conjunction. tanpa memerlukan judul ekspresif bersama kekal. For absolute and real co- Untuk mutlak dan nyata coexistence is predicated in the case of things which are mutually inseparable. eksistensi didasarkan dalam kasus hal-hal yang saling tak terpisahkan. (Ibid.) (Ibid.) Page 5 Halaman 5 Gift and Communio : 5 Hadiah dan Communio: 5 Such an approach is necessary in Basil's case because the Arian view appears to be supported by Pendekatan seperti ini diperlukan dalam kasus Basil karena tampilan Arian tampaknya didukung oleh a more or less 'common sense' reading of Scripture, meaning that the Nicene camp is perpetually sebuah 'akal sehat' lebih atau kurang membaca Kitab Suci, yang berarti bahwa kamp Nicea terusmenerus on the defensive with regard to the economy of salvation. pada defensif berkaitan dengan ekonomi keselamatan. This gives rise, for instance, the oft- Hal ini menimbulkan, misalnya, sering repeated hermeneutical rule that whatever seems to contradict the strict equality of the Father and hermeneutis mengulangi aturan yang apa pun yang tampaknya bertentangan dengan kesetaraan yang ketat dari Bapa dan the Son is to be referred to the human Christthat is, to the economywhich Basil here extends Anak harus disebut manusia Kristus yaitu, ekonomi-yang Basil sini meluas to the biblical language regarding the Holy Spirit as well. ke bahasa Alkitab mengenai Roh Kudus juga. Yet precisely because he is able to take the equality of the Father, Son, and Holy Spirit as Namun justru karena ia mampu mengambil kesetaraan Bapa, Putra, dan Roh Kudus sebagai an established dogma, Augustine is free to explore different ways that the distinction between sebuah dogma mapan, Agustinus bebas untuk mengeksplorasi cara yang berbeda bahwa perbedaan antara what is said of God ad se and of God ad aliquid might map out. apa yang dikatakan Allah iklan se dan Allah iklan aliquid mungkin memetakan. What necessitate this Apa yang membutuhkan ini

exploration are the difficulties he experiences, not only in distinguishing between the procession eksplorasi adalah ia mengalami kesulitan, tidak hanya dalam membedakan antara prosesi of the Spirit and the birth of the Son, but in coming up with an appropriate way of naming the Roh dan kelahiran Putra, tetapi datang dengan cara yang tepat penamaan Spirit when speaking of God ad se . Roh Allah ketika berbicara iklan se. First of all, in the passage already quoted, Augustine says, Pertama-tama, dalam bagian ini sudah dikutip, Agustinus mengatakan, 'He comes forth, you see, not as being born but as being given [ Exit enim non quomodo natus "Dia datang sebagainya, Anda lihat, tidak dilahirkan tetapi sebagai yang diberikan ... [Keluar Enim non quomodo Natus sed quomodo datus... ]' (V.15). sed quomodo datus ...] '(ayat 15). Already, the verb used to describe the generation of the Holy Sudah, kata kerja yang digunakan untuk menggambarkan generasi Suci Spirit, exeo , has strong implications of crossing boundariesliterally, it means to go out (as the Roh, exeo, memiliki implikasi kuat melintasi batas-batas-secara harfiah, itu berarti untuk pergi keluar (sebagai English reader would immediately guess due to the homograph 'exit'). Bahasa Inggris akan segera pembaca menebak karena 'keluar' yang homograf). Augustine will again Agustinus lagi akan confess to confusion as to the difference between the birth of the Son and the procession of the mengaku kebingungan dengan perbedaan antara kelahiran Anak dan prosesi Spirit (XV.45), this time using the verb procedo , with different but significantly overlapping Roh (XV.45), kali ini dengan menggunakan kata kerja procedo, dengan berbeda tetapi secara signifikan tumpang tindih connotations. konotasi. Nevertheless it is likely that he is not thinking of the Spirit's procession in terms of Namun demikian ada kemungkinan bahwa ia tidak memikirkan prosesi Roh dalam hal going out across the border between creator and creation, just as the eternal birth of the Son is akan keluar melintasi perbatasan antara pencipta dan ciptaan, sama seperti kelahiran abadi Putra not conceived in terms of leaving the womb of Godhead to enter into the world. tidak dipahami dalam hal meninggalkan rahim Ketuhanan untuk masuk ke dunia. In the case of the Dalam kasus Spirit, however, this connotation cannot be as easily controlled. Roh, bagaimanapun, konotasi ini tidak dapat dengan mudah dikontrol. That is because the Holy Spirit is Itu karena Roh Kudus adalah the 'gift of God' (V.10-17 passim), that is, 'He is the gift of the Father and of the Son.' yang 'karunia Allah' (v.10-17 passim), yaitu, 'Dia adalah karunia Bapa dan Anak. " Page 6 Halaman 6 Gift and Communio : 6 Hadiah dan Communio: 6 Augustine maintains that the Spirit is related to both the Father and the Son in all other Agustinus menyatakan bahwa Roh adalah terkait dengan kedua Bapa dan Anak dalam semua lainnya descriptions as well, so if 'gift of God' is a synonym for 'gift of the Father and the Son' then one deskripsi juga, "pemberian Allah" jadi jika adalah sinonim untuk 'karunia Bapa dan Anak' maka salah satu

can logically conclude that when the Spirit goes out [ exit ] from the Father and the Son, the Spirit secara logis dapat menyimpulkan bahwa ketika Roh keluar [keluar] dari Bapa dan Anak, Roh Kudus goes out [ exit ] from Godwithout, of course, ever ceasing to be God. keluar [keluar] dari Allah-tanpa, tentu saja, pernah berhenti menjadi Tuhan. Indeed, while going out from God, one might even say that, in an unexpected way, the Memang, ketika sedang keluar dari Allah, bahkan mungkin mengatakan bahwa, dalam cara yang tak terduga, Holy Spirit comes to be regarded as God in a privileged sense. Roh Kudus datang untuk dianggap sebagai Tuhan dalam arti yang istimewa. In the extended discussion of the Dalam diskusi diperpanjang dari propriety of using the word 'substance' to refer to God (V.3-11), a discussion in which the Father kepatutan menggunakan 'substansi' kata untuk menyebut Tuhan (V.3-11), diskusi di mana Bapa and the Son are primarily at stake, Augustine affirms the well-known principle that God does not dan Anak terutama dipertaruhkan, Agustinus menegaskan prinsip terkenal yang Allah tidak have properties as an accident, but rather that, for example, 'for God it is the same thing to be as memiliki sifat sebagai kecelakaan, melainkan bahwa, misalnya, 'karena Allah itu adalah hal yang sama untuk menjadi seperti to be great he is his own greatness. menjadi besar ... dia adalah kehebatan sendiri. The same must be said about goodness and eternity and Hal yang sama harus dikatakan tentang kebaikan dan kekekalan dan omnipotence and about absolutely all the predications that can be stated of God' (V.11). kemahakuasaan dan tentang benar-benar semua predications yang dapat dinyatakan Allah ... "(V.11). Moreover, these names must apply equally to the three and to the trinity: 'So whatever God is Selain itu, nama-nama ini harus berlaku untuk tiga dan ke trinitas: "Jadi, apa pun Allah adalah called with reference to self is both said three times over about each of the persons, and at the disebut dengan mengacu pada diri sendiri adalah baik mengatakan tiga kali lebih tentang masingmasing orang ..., dan pada same time it is said singularly and not plurally of this same trio [ et simul de ipsa trinitate non saat yang sama dikatakan luar biasa dan tidak plurally ini trio yang sama [et simul de IPSA Trinitate non pluraliter sed singulariter dicitur ]' (V.9, trans. altered). pluraliter sed singulariter dicitur] '(v.9, trans diubah.). Although Augustine established very Meskipun Agustinus didirikan sangat early on that 'being' and 'immortality' were privileged names of God (I.2), then, it would appear sejak awal bahwa 'sedang' dan 'keabadian' adalah nama-nama istimewa Allah (I.2), maka, akan muncul that all names of God are, in principle, equivalent to these privileged names, and are to be bahwa semua nama Allah adalah, pada prinsipnya, setara dengan nama-nama istimewa, dan harus applied not simply to the Father who is the point of origin of the trinity (in accordance with the diterapkan tidak hanya untuk Bapa yang adalah titik asal trinitas (sesuai dengan 'monarchy of the Father'), but to the three. 'Monarki Bapa'), tetapi ke tiga. In the discussion immediately following, however, Dalam diskusi segera berikut, Namun, there comes to be a sense in which the names that are common to this same trio are, in a certain ada datang untuk rasa di mana nama-nama yang umum untuk trio yang sama, dalam tertentu

way, to be particularly said of the Spirit. cara, secara khusus mengatakan Roh. While the trinity cannot be called either the Father Sementara trinitas tidak bisa disebut baik Bapa ('except perhaps metaphorically with reference to creation') or the Son, 'in terms of the text ('Kecuali mungkin metaforis dengan mengacu pada penciptaan') atau Anak, "dalam hal teks God is spirit (Jn 4:24), the triad can as a whole be called [Spirit], because both Father and Son "Tuhan adalah roh" (Yoh 4:24), tiga serangkai dapat secara keseluruhan disebut [Roh], karena baik Bapa dan Putra Page 7 Halaman 7 Gift and Communio : 7 Hadiah dan Communio: 7 are also spirit'indeed, 'the triad can be called both holy and spirit.' juga spirit'-memang, 'tiga serangkai dapat disebut baik suci dan roh. " Those words are reserved Kata-kata yang dicadangkan in particular for the Holy Spirit, but this is precisely because the Spirit 'is so called relationshipkhususnya untuk Roh Kudus, tapi ini justru karena Roh adalah disebut hubungan wise, being referred to both Father and Son, since the Holy Spirit is the Spirit of the Father and bijaksana, yang disebut baik Bapa dan Anak, karena Roh Kudus adalah Roh Bapa dan of the Son' (V.12). Anak '(V.12). Though the name 'Holy Spirit' does not have immediate connotations of Meskipun 'Roh Kudus' nama tidak memiliki konotasi segera relation, the name 'gift' helps to make this clear, where the giver is 'God' or 'Father and Son.' relasi, 'hadiah' nama membantu untuk membuat ini jelas, di mana si pemberi adalah 'Allah' atau 'Bapa dan Anak. " What this clarifies is that: Apa ini menjelaskan adalah bahwa: the Holy Spirit is a kind of inexpressible communion or fellowship of Father and Son Roh Kudus adalah semacam persekutuan yang tak terkatakan atau persekutuan dari Bapa dan Anak [ Ergo spiritus sanctus ineffabilis quaedam patris filiique communio ], and perhaps he is [Ergo spiritus sanctus ineffabilis quaedam Patris filiique Communio], dan mungkin dia given this name just because the same name can be applied to [or, can fit] the Father and diberi nama ini hanya karena nama yang sama dapat diterapkan untuk [atau, bisa muat] Bapa dan the Son [ quia patri et filio potest eadem appellatio convenire ]. Anak [Quia Patri et filio potest eadem appellatio convenire]. He is properly called what Dia benar disebut apa they are called in common, seeing that both Father and Son are holy and both Father and mereka disebut secara umum, melihat bahwa baik Bapa dan Anak adalah kudus dan baik Bapa dan Son are spirit. Anak adalah roh. So to signify the communion of them both by a name which applies to Jadi untuk menandai persekutuan mereka berdua dengan nama yang berlaku untuk them both, the gift of both is called the Holy Spirit. mereka berdua, karunia kedua disebut Roh Kudus. (Ibid.) (Ibid.) The first sentence of this quotation is particularly interesting. Kalimat pertama dari kutipan ini sangat menarik. First of all, in the Latin text (at Pertama-tama, dalam teks Latin (di least in some manuscripts), there is no copula, as if to be absolutely certain to leave no space setidaknya dalam beberapa manuskrip), tidak ada kopula, seolah-olah benar-benar yakin untuk meninggalkan ruang tidak 'between' the Holy Spirit and this 'communion or fellowship.' 'Antara' Roh Kudus dan ini 'persekutuan atau persekutuan.' Secondly, beyond the two Kedua, melampaui dua possible meanings given by the translator, one could also offer sharing or mutual participation . kemungkinan arti yang diberikan oleh penerjemah, kita juga bisa menawarkan partisipasi berbagi atau saling menguntungkan.

That which comes to us as gift is not a property of Godafter all, God does not have Itu yang datang kepada kita sebagai hadiah bukan milik Allah-setelah semua, Tuhan tidak memiliki 'properties,' but immediately shares among the three what human language would call the divine 'Properti,' tapi langsung saham antara bahasa tiga apa manusia akan panggilan ilahi properties. properti. Instead, what comes to us is a sharingand a sharing which, 'properly,' can be called Sebaliknya, apa yang datang kepada kita adalah berbagi dan berbagi yang 'benar,' dapat disebut some of the most privileged names of God, such as 'spirit,' or 'holy.' beberapa nama yang paling istimewa dari Allah, seperti "roh, 'atau' suci. ' The standard for this Standar untuk ini 'propriety' of names is, paradoxically, that such names should 'fit,' should be sharable with, both 'Kepatutan' dari nama itu, paradoks, bahwa nama tersebut harus 'cocok,' harus sharable dengan, baik Father and Son. Bapa dan Anak. Although the Spirit is not the gift of the Father to the Son, nor even the gift of the Father Meskipun Roh bukan karunia Bapa untuk Anak, atau bahkan karunia Bapa and the Son to each other, Augustine is nonetheless convinced that the Spirit is in some sense dan Anak satu sama lain, Agustinus tetap yakin bahwa Roh adalah dalam arti tertentu eternally gift. selamanya hadiah. This at first presents a problem, because Augustine starts off with the misleading Ini pada awalnya menimbulkan masalah, karena Agustinus dimulai dengan menyesatkan Page 8 Halaman 8 Gift

You might also like