You are on page 1of 19

PERENCANAAN JUDUL DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH METODE PENELITIAN SOSIAL OLEH

Meidhi Alkibzi ( 082030079) A


DENGAN JUDUL : DAMPAK DIBENTUKNYA KPK TERHADAP KINERJA KEJAKSAAN RI DALAM RANAH PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2010/2011

DATAR ISI A) LATAR BELAKANG B) IDENTIFIKASI MASALAH


1. Pembatasan masalah 2. Perumusan Masalah

C) TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian 2. Kegunaan Penelitian D) KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS 1. Kerangka Teorotis 2. Hipotesis E) METODE PENELITIAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1. Metode Penelitian 2. Teknik Pengumpulan Data F) LOKASI DAN LAMA PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian 2. Lama Penelitian G) DAFTAR PUSTAKA H) SISTEMATIKA LAPORAN PENELITIAN

A. Latar belakang penelitian Mencermati terhadap hadirnya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( KPK ) pada tanggal 29 Desember 2003 berdasarkan Keppres No. 266/M/2003 yang merupakan tindak lanjut dari Undangundang No.30 tahun 2002 tentang Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi1 menjadi lembaga penegak hukum di Indonesia yang akhir-akhir ini banyak menimbulkan masalah, meskipun banyak kontribusi-kontribusi positif yang telah di sumbangsihkan demi tegaknya hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) namun, tidak bisa dipungkiri juga bahwa telah terjadi banyak penyimpangan-penyimpangan dalam penyelesaian kasus-kasus TIPIKOR ( Tindak Pidana Korupsi ). Hal tersebut di latarbelakangi terhadap tumpang tindihnya batasan-batasan jangkauan kerja dari KPK terhadap Kejaksaan RI yang merupakan memiliki satu kesamaan sebagai lembaga penegak hukum. Penjelasan Undang-undang Nomor 5 tahun 1991 Pasal 2 yang menyatakan bahwa Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga pemerintah pelaksana kekuasaan Negara yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang penuntutan. Pernyataan undang-undang ini merupakan cikal-bakal yang mempengaruhi kinerja Kejaksaan RI terlebih dalam jangkauan sebagai lembaga Negara yang bertugas mengakkan hukum yang berlaku di Indonesia. Pemberian kewenangan yang luar biasa besar kepada KPK untuk melakukan penyidikan-penyidikan, serta penuntututan memberikan goncangan yang cukup signifikan terhadap kedudukan dan fungsi kejaksaan yang mendapat kewenangan yang sama dalam bidang penyelidikan dan penuntutan tersebut. Kejaksaan sebagai institusi penegak hukum harus menanggung beban dengan kewenangannya yang berkurang tersebut, namun bukan berarti tidak mampu melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang.

1 Undang-undang RI no 30 thn 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam tubuh lembaga kejaksaan memang tidak bisa di pungkiri bahwa juga terdapat aparat yang bertolakbelakang dengan hukum atau melanggar hukum, seperti halnya yang di ungkapkan oleh KPK Tertangkapnya Jaksa UTG & Artalyta oleh KPK berkaitan dengan dugaan kasus BLBI menimbulkan efek bola salju yang menggelinding dan membentuk bola salju yang lebih besar. Pertanyaannya adalah apakah bola salju akan berkonsekuensi terjadinya penghancuran terhadap segala benda yang berada didepannya yang menghalangi kehendak laju dari bola salju tersebut? Bola Salju dimaksud adalah ditampilkannya ke publik rekaman percakapan antara Artalyta dengan beberapa jaksa pada saat pemeriksaan di pengadilan khusus Tipikor. Rekaman tersebut mempertautkan peran jaksa-jaksa di Kejagung dalam proses hukum kasus BLBI-nya Syamsul Nursalim. Rencana Kejaksaan agung untuk memeriksa jaksa yang terlibat dalam percakapan tersebut perlu didorong, bukan hanya sekedar memenuhi tuntutan publik tetapi benar-benar mendorong transformasi judicial tranparancy di Kejaksaaan. Dorongan untuk mengungkap judicial corruption yang terjadi di tubuh penegak hukum tidak cukup berhenti pada lembaga kejaksaan. Efek bola salju hendaknya terus didorong untuk terus menggelinding membongkar judicial corruption yang terjadi di lembaga penegak hukum Mahkejapol (Mahkamah Agung, Kejaksaan & Kepolisian). Hal tersebut untuk dilakukan untuk menghindari terjadinya white propaganda yang dilakukan oleh KPK yang dipersonalisasi oleh aparatur KPK itu sendiri. Keluar-biasaan metode penegakan hukum harus dibuktikan dengan komitmen untuk melakukan pemberantasan disemua lembaga negara tanpa terkecuali.sehingga tidak memunculkan kelemahan dan ketidakmandirian serta independennya institusi kejaksaan RI, yang pada akhirnya akan menimbulkan kelambanan hukum dalam mengatasi problematika hukum di Indonesia terlebih pada pelanggaran hukum berupa Korupsi, kolusi dan Nepotisme.

Seharusnya kejaksaan menjadi pelopor pemberantasan KKN dan mafia peradilan. Tudingan media asing bahwa Indonesia sebagai the sick man of Asia karena korupsi seharusnya memacu kejaksaan meningkatkan pemberantasan korupsi. Sebab, korupsi di Indonesia dinilai amat parah dibanding negara lain. Kinerja kejaksaan di negeri ini kian kurang dipercaya dengan terkuaknya kebobrokan yang ada dalam tubuh lembaga itu. Kurangnya kepercayaan rakyat disebabkan kejaksaan tak berdaya memberantas, tetapi justru terlibat korupsi. Hal ini membuat rakyat kian skeptis. Skandal jaksa Urip membuktikan, kejaksaan mengabaikan instruksi Presiden Yudhoyono untuk menciptakan pemerintahan yang bersih sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN2. Keterlibatan kejaksaan sebagai pemain dalam mafia peradilan dan kesan melindungi korps yang terlibat harus diakhiri. Kejaksaan perlu belajar dari keberhasilan KPK menangani korupsi. Tak mengherankan bila kalangan yang apriori bertanya, Masih perlukah lembaga kejaksaan? Atau, bubarkan dan posisikan kejaksaan di bawah KPK. Berdasarkan sumber-sumber dan kejadian yang melanda lembaga penegak hukum seperti yang telah di jelaskan diatas ,sehingga melatarbelakangi penulis untuk memberikan judul Dampak Dibentuknya KPK Terhadap Kinerja Kejaksaan RI Dalam Ranah Penegakan Hukum Di Indonesia.

2 News, Harian Kompas, Selasa, 15 Juli 2008

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan Problematika diatas dalam hal untuk mempermudah penelitian, maka penulis memberikan gambaran terhadap identifikasi masalah sebagai berikut : a) Apa yang memprakarsai maraknya tindak pidana yang di ketemukan oleh KPK terhadap lembaga Hukum Khusunya Kejaksaan RI? b) Bagaimana Koherensi yang seharusnya di jadikan landasan bagi KPK dan Kejaksaan RI Untuk Berjalan Seiring dalam penegakan hukum di Indonesia? c) Sejauh mana tindakan progresif pemerintah dalam mengatasi kesenjangan pada lembaga hukum KPK dan Kejaksaan RI? d) Apakah transformasi judicial tranparancy (Transparasi hukum) yang di lakukan KPK akan berdampak positif pada Kejaksaan RI sebagai lembaga penentu peradilan? 1. Pembatasan Masalah Meninjau akan luasnya masalah mengenai penegakan hukum yang di lakukan oleh lembaga-lembaga penegak hukum, maka penulis mencoba membuat suatu pembatasan masalah yang bertujuan agar masalah yang dibahas terarah pada satu tujuan pembahasan. Oleh karena itu penulis membatasi perspektif pembahasan menjadi tinjauan masalah yang terkait dengan pemberian kewenangan penyelidikan kepada KPK terhadap Independensinya Kejaksaan RI yang memiliki kewenangan yang sama seperi yang di amanatkan Undang-undang. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan tinjauan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dipaparkan diatas maka penulis

membuat

rumusan

masalah

yaitu

Bagaimana

kinerja

Kejaksaan RI dalam kiprahnya pada penegakan hukum jika kewenangan penyelidikan yang dimiliki lembaga KPK di batasi.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini dilakukan dengan berbagai tujuan antara lain : a) Untuk memahami sejauh mana kontribusi lembaga-lembaga hukum dalam penegakan hukum di Negara Indonesia. b) Untuk mengetahui keterkaitan dari Lembaga penegak Hukum (KPK dan Kejaksaan) dalam penanganan tindak pidana korupsi. c) Untuk mengetahui fungsi dari lembaga hukum khususya dalam hal hak-hak atau wewenang tiap lembaga hukum dalam penyelesaian masalah pelanggaran hukum. d) Memahami Putusan-putusan serta kebijakan yang di ambil oleh lembaga penegak hukum demi terciptanya situasi hukum yang kondusif di tiap-tiap lembaga hukum. 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan atau manfaat dari penulisan penelitian adalah sebagai berikut : a) Agar dapat memberikan gambaran kepada publik tentang lembaga penegak hukum di Indonesia dalam penyelesaian masalah hukum, khususnya TIPIKOR (tindak pidana korupsi). b) Memberikan penekanan bahwasanya sangatlah penting pembagianpembagaian tugas yang jelas dalam tiap-tiap lembaga Negara, agar tidak terjadi singgungan ataupun perselisihan yang dapat mengganggu kinerja dari lembaga yang bersangkutan. c) Agara dapat menumbuhkan kesadaran hukum kepada aparatur Negara pada khusunya, dan masyrakat pada umumnya. d) Agar memberi kesadaran kepada masyarakat dan kejaksaan menjadi pelopor pemberantasan KKN dan mafia peradilan. .

D. Kerangka Teoritis Dan Hipotesis 1. Kerangka Teoritis Pengertian KPK Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi3 Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain. Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang 3 Wikisource naskah sumber yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis4. PENGERTIAN KEJAKSAAN Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan. 5 Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk 4 Wikisource Gempa KPK dan Benturan antarlembaga penegak hukum12 October
2009 ,Yahdil Abdi Harahap, SH, MH
5 Kejaksaan RI dalam Perspektif hukum, Dr.Marwan Effendy,S.H.

lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004). Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Perlu ditambahkan, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang. Pengertian kejaksaan Republik Indonesia Kejaksaan RI adalah sebuah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dan

sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan. Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden.Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.(UU Nomor 16 Tahun 2004) Istilah Kejaksaan secara resmi digunakan oleh UU pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942 yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944.6 A. Kejaksaan dalam kurun waktu sebelum berdirinya negara Republik Indonesia 1. Kejaksaan di zaman sebelum penjajahan Diawali pada zaman kerajaan Hindu-Jawa khususnya pada zaman kerajaan Majapahit yang menunjukkan ada beberapa jabatan di negara tersebut yang dinamakan Dhyaksa (Hakim Pengadilan), Adhyaksa (Hakim Tertinggi), dan DarmaDhyaksa mempunyai tiga arti : a. Pengawas tertinggi dari kerajaan suci. b. Pengawasan tertinggi dalam hal urusan kepercayaan c. Ketua pengadilan 2. Kejaksaan di zaman penjajahan a) Kejaksaan di zaman VOC b) Zaman pemerintahan Daendels c) Zaman Rafless d) Zaman Hindia Belanda e) Zaman pemerintahan bala tentara pendudukan Jepang 2. Kejaksaan di zaman Republik Indonesia merdeka Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang di perjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) No.2/1945 sejak berdirinya Kejaksaan RI secara Yuridis-Formal adalah bertepatan dengan saat mulai berdirinya negara RI ialah tanggal 17 Agustus 1945.

6 http://id.wikipedia.org/wiki/kejaksaan RI.

Dengan demikian, maka perihal penempatan Kejaksaan dalam lingkungan Departemen Kehakiman yang diputuskan dalam rapat PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 cukup memiliki dasar. Istilah Kejaksaan secara resmi digunakan oleh UU pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942 yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944. Sejak tahun 1946 hingga tahun 1968 kantor Kejaksaan Agung tercatat lebih dari 6 kali berpindah tempat, terakhir pada tanggal 22 Juli 1968 dari Jalan Imam Bonjol 66 Jakarta ke gedungnya yang permanen di Jalan Sultan Hasanuddin No.1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Pada gedung yang baru ini peletakan batu pertamanya pada tanggal 10 November 1961 dilakukan oleh Jaksa Agung ke VI adalah Mr. Goenawan yang diresmikan pada tanggal 22 Juli 1968 oleh Jaksa Agung ke IX adalah Soegih Arto. 3. Kejaksaan di zaman Republik Indonesia Serikat Di zaman Republik Indonesia Serikat, dari tanggal 29 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950. Untuk memenuhi ketentuan pasal 159 KRIS mengenai pengaturan pengadilan di lingkungan ketentaraan dikeluarkan UU Darurat No.6/1950 yang mulai berlaku tanggal 31 Maret 1950. Dilihat sepintas nampak bahwa UU No.5/1950 tidak banyak berbeda dengan PP No.37/1948 sebagaimana telah diubah dan ditambah yang pernah berlaku di negara RI.7 4. Kejaksaan di zaman Republik Indonesia kesatuan Setelah dibubarkannya RIS dan berdirinya negara kesatuan tidak segera terjadi perubahan dalam peraturan-peraturan dan perundangundangan yang berlaku bagi penegakan hukum dan disiplin dalam lingkungan ketentaraan di zaman RIS. Dengan demikian maka 7 http://ardhie.info/wp-content/uploads/2009/10/KPK--POLRI--KEJAKSAAN.

kedudukan jaksa serta peranannya dalam badan-badan peradilan ketentaraan tidak berubah pula. Perubahan-perubahan baru terjadi pada tahun 1954 dan 1958 dalam UU Hukum Acara Pidana pada pengadilan ketentaraan dengan UU No.29/1954 tentang pertahanan negara RI dan UU Darurat No.1/1958. 5. Kejaksaan di zaman setelah dekrit Pada tanggal 22 Juli 1960, kabinet dalam rapatnya memutuskan bahwa kejaksaan menjadi departemen dan keputusan tersebut dituangkan dalam surat Keputusan Presiden RI tertanggal 1 Agustus 1960 No.204/1960 yang berlaku sejak 22 Juli 1960. Dengan demikian tanggal 22 Juli ini merupakan pancangan tonggak sejarah yang mempunyai nilai penting bagi Kejaksaan, sebab bukan hanya secara formal dan material saja Kejaksaan menjadi departemen tersendiri, tetapi lebih jauh dari pada itu mempunyai dasar yang bernilai spiritual. 6. Kejaksaan di zaman orde baru Situasi dan kondisi nasional pada umumnya dan bidang penegakkan hukum pada khususnya telah banyak mengalami perubahan setelah diundangkannya UU Pokok Kejaksaan tanggal 30 Juni 1961, terutama setelah kelahiran orde baru pada tanggal 11 Maret 1966 dan khususnya setelah Sidang Umum IV MPRS, yang kemudian disusul dengan tersusunnya DPR pada tahun 1972, 1977 dan 1982 serta MPR pada tahun 1973, 1978 dan 1983. Melalui kernagka yang telah dipaparkan diatas merupakan perspektif dari lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia khususnya KPK dan Kejaksaan RI. 2. Hipotesis

Jika Pembentukan KPK (komisi pemberantasan korupsi) di batasi pada kewenangan yang terarah dan terfokus, maka Kinerja Kejaksaa RI dapat berjalan dengan baik tanpa intervensi dari lembaga lain. Terdapat indikator dalam hipotesis yaitu : @ Jika Pemberian kewenangan penyelidikan pada KPK

sebagaimana yang di amantkan undang-undang tidak mengalmi amandemen (perubahan). a. Jika batasan-batasan jangkaun kerja lembaga tidak terfokus dengan baik. b. Jika kewenangan tidak berjalan pada rel yang sebenarnya atau menyimpang dari penggunaannya. @ Maka Undang-undang tentang kewenangan penyelidikan lembaga hukum perlu di kaji sebagaimana mestinya. a. Maka kinerja kejaksaan RI akan tertanggu. b. Maka akan terjadi banyak penyimpangan dalam lembaga hukum. c. Maka akan mengganggu indpendensinya suatu lembaga hukum, khususnya lembaga kejaksaan RI.

E. Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode Deskriptif, yaitu merupakan suatu metode yang pada dasarnya menggambarkan, megklarifikasi, serta mengklarifikasi data-data atau fenomena-feomena yang didasarkan atas hasil pengamatan dari berbagai kejadian serta problematika dari bahasan yang akan di jadikan penelitian. Dalam hal ini data-data yang diperoleh merupakan data -yang berkaitan dengan Komisi Pemberantasan korupsi dan sudut Perspektifnya yaitu Kejaksaan RI. 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data penulis menggunakan Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data-data yang relevan melalui buku, Koran (surat kabar) ,majalah, brosur,artikel-artikel,internet dan media elektronik lainnya. F. Lokasi dan Lama Penelitian * Lokasi Penelitian Karena dalam penelitian ini menggunakan metode deskriftif dan studi kepustakaan maka lokasi pengumpulan dat adalh sebagai berikut : @ Gramedia ,bandung. @ Perpustakaan Universitas pasundan. @ Reconnect Internet shop. @ Joyuz Net. * Lama Penelitian

Sumber Pengumpulan Data Media Cetak Media Elektronik Kompas,pikira Televisi, n rakyat. Kompas pikiran rakyat Kompas pikiran rakyat Televisi, Internet Internet Televisi

Lama PengumpulanData Skala Ket waktu 2X seminggu 3 4 hari dalam seminggu Setiap Hari 1-3 jam 1-2 jam 1-2 jam

November

Desember

Januari Tahap Penyelesain

*******************************************

G.

Daftar Pustaka
YOHANES USFUNAN Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Udayana Denpasar Harian Kompas, Selasa, 15 Juli 2008

Wikisource naskah sumber yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

Untuk Saldi Isra (Kompas, 30/11/09) Oleh Nazaruddin Sjamsuddin


http://www.pemantau peradilan.com Wikisource Gempa KPK dan Benturan antarlembaga penegak hukum12 October 2009 ,Yahdil Abdi Harahap, SH, MH http://www.pikiran rakyat.com http://id.wikipedia.org/wiki/kejaksaan RI. Indonesia,undang-undang republic Indonesia,No 16 tahun 2004 ;Kejaksaan Ri. http://ardhie.info/wp-content/uploads/2009/10/KPK--POLRI--KEJAKSAAN. Kejaksaan RI (posisi dan fungsi perspektif hukum)Dr.Marwan Effendy,S.H.,Gramedia Pustaka Utama 2005.,Jakarta. http://:www.kompas.com Http://www.detik.com

H.

Perencanaan Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan a) Latar Belakang b) Idnetifikasi Masalah 1. Pembatasan Masalah 2. Perumusan Masalah c) Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian 2 Kegunaan Penelitian d) Kerangka Teoritis dan Hipotesis 1. Kerangka Teoritis 2. Hipotesis e) Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Peneltian 2. Teknik Pengumpulan Data Lokasi dan Lama Penelitian 1. Lokasi 2.Lama Penelitian BAB II BAB III BAB IV : Operasional Variabel Bebas @ Tinjauan Tentang Variabel Bebas : Operasional Variabel Terikat @ Tinjauan Variabel Terikat : Analisis @ Mencerminkan Hubungan Antara Dua Variabel Yang Ada Dalam Penelitian @ Menjawab Indetifikasi masalah BAB V : Kesimpulan @ Hasil Pembahasan

You might also like