You are on page 1of 16

Pengertian Hubungan Industrial

Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang tersangkut atau berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu perusahaan. Pihak yang paling berkepentingan atas keberhasilan perusahaan dan berhubungan langsung seharihari adalah pengusaha atau manajemen dan pekerja. Disamping itu masyarakat juga mempunyai kepentingan, baik sebagai pemasok faktor produksi yaitu barang dan jasa kebutuhan perusahaan, maupun sebagai masyarakat konsumen atau pengguna hasil-hasil perusahaan tersebut. Pemerintah juga mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung atas pertumbuhan perusahaan, antara lain sebagai sumber penerimaan pajak. Jadi hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan tersebut. Dalam pengertian sempit, hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara manajemen dan pekerja atau Management-Employees Relationship. Prinsip Hubungan Industrial Prinsip hubungan industrial didasarkan pada persamaan kepentingan semua unsur atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. Dengan demikian, hubungan industrial mengandung prinsip-prinsip berikut ini: 1. Pengusaha dan pekerja, demikian Pemerintah dan masyarakat pada umumnya, samasama mempunyai kepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. 2. Perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang. 3. Pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda dalam pembagian kerja atau pembagian tugas. 4. Pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan. 5. Tujuan pembinaan hubungan industrial adalah menciptakan ketenangan berusahan dan ketentraman bekerja supaya dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. 6. Peningkatan produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan kesejahteraan bersama, yaitu kesejahteraan pengusaha dan kesejahteraan pekerja. Perundingan Kerja Bersama (PKB) Perjanjian Kerja Bersama atau disingkat PKB merupakan pijakan karyawan dalam menorehkan prestasi yang pada gilirannya akan berujung kepada kinerja korporat dan kesejahteraan karyawan. Jadi, PKB memang penting bagi perusahaan manapun. Hubungan kerja senantiasa terjadi di masyarakat, baik secara formal maupun informal, dan semakin intensif didalam masyarakat modern. Di dalam hubungan kerja memiliki potensi timbulnya perbedaan pendapat atau bahkan konflik. Untuk mencegah timbulnya akibat yang lebih buruk, maka perlu adanya pengaturan di dalam hubungan kerja ini

dalam bentuk PKB. Dalam prakteknya, persyaratan kerja diatur dalam bentuk perjanjian kerja yang sifatnya perorangan. Perjanjian kerja Bersama ini dibuat atas persetujuan pemberi kerja dan Karyawan yang bersifat individual. Pengaturan persyaratan kerja yang bersifat kolektif dapat dalam bentuk Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).Perjanjian Kerja Bersama atau PKB sebelumnya dikenal juga dengan istilah KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) / CLA (Collective Labour Agreement) adalah merupakan perjanjian yang berisikan sekumpulan syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak yang merupakan hasil perundingan antara Pengusaha, dalam hal ini diwakili oleh Managemen Perusahaan dan Karyawan yang dalam hal ini diwakili oleh Serikat Karyawan, serta tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Hal ini juga tertuang dalam Pasal 1 UU No.13 tahun 2003 Point 21.PKB dibuat dengan melalui perundingan antara managemen dan serikat karyawan. Kesemua itu untuk menjamin adanya kepastian dan perlindungan di dalam hubungan kerja, sehingga dapat tercipta ketenangan kerja dan berusaha. Lebih dari itu, dengan partisipasi ini juga merupakan cara untuk bersama-sama memperkirakan dan menetapkan nasib perusahaan untuk masa depan.Masa berlakunya PKB paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun. PKB juga merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk untuk menjalankan hubungan industrial, dimana sarana yang lain adalah serikat karyawan, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama tripartit, peraturan perusahaan, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.Menurut ketentuan, Perundingan pembuatan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku. Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka PKB yang sedang berlaku tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun. Sehingga dengan demikian proses pembuatan PKB tidak memakan waktu lama dan berlarut-larut sampai terjadi kebuntuan (dead lock) yang mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum. Pengertian Collective Bargaining 1. Menurut Hani Handoko, Perundingan Kolektif adalah suatu proses dimana para wakil dua kelompok (pihak karyawan yang diwakili oleh serikat pekerja dan pihak manajemen) bertemu dan merundingkan perjanjian yang mengatur hubungan kedua pihak diwaktu yang akan datang. 2. Menurut Byars & Rue, Perundingan Kolektif adalah proses yang melibatkan kegiatan negosiasi, drafting (persiapan berkas), administrasi, dan interpretasi atas suatu perjanjian tertulis antara manajemen dengan serikat pekerja untuk suatu periode waktu tertentu. Tujuan perundingan kolektif adalah untuk menyusun suatu perjanjian kerja. Perjanjian kerja ( labour agreement) menguraikan berbagai hak, kewajiban, dan tanggung jawab manajemen, karyawan secara individu, dan serikat pekerja.

Proses perundingan kolektif: 1. Tahap persiapan: a. memonitor lingkungan kerja b. menyusun rencana perundingan c. membentuk tim perunding d. memperoleh persetujuan manajemen puncak 2. Tahap perundingan: a. melakukan negosiasi dengan serikat pekerja b. mencapai persetujuan (disetujui oleh ke-2 pihak) 3. Tahap administrasi a. mengadministrasikan hasil perjanjian kerja b. memberi penerangan melalui pelatihan c. melakukan penyesuaian sesuai hasil perundingan (misalnya tentang tingkat upah) d. mengawasi pelaksanaan perjanjian (oleh manajemen dan serikat kerja)

KONSEP DASAR HUBUNGAN INDUSTRIAL Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang tersangkut atau berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu perusahaan. Pihak yang paling berkepentingan atas keberhasilan perusahaan dan berhubungan langsung sehari-hari adalah pengusaha atau manajemen dan pekerja. Disamping itu masyarakat juga mempunyai kepentingan, baik sebagai pemasok faktor produksi yaitu barang dan jasa kebutuhan perusahaan, maupun sebagai masyarakat konsumen atau pengguna hasil-hasil perusahaan tersebut. Pemerintah juga mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung atas pertumbuhan perusahaan, antara lain sebagai sumber penerimaan pajak. Jadi hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan tersebut. Dalam pengertian sempit, hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara manajemen dan pekerja atau Management-Employees Relationship. A. PERUSAHAAN SEBAGAI KEPENTINGAN BERSAMA Setiap usaha, kecil atau besar, selalu menyangkut kepentingan banyak orang yaitu pengusaha atau pemilik, pekerja, masyarakat pemasok bahan dan masyarakat konsumen, serta Pemerintah. . 1. Kepentingan pengusaha dalam perusahaan Setiap pengusaha atau pemilik mempunyai kepentingan langsung dan sebab itu selalu berupaya untuk meningkatkan keberhasilan dan menjamin kelangsungan perusahaannya. Upaya tersebut dilakukan dalam bentuk dan untuk: a. Menjaga atau mengamankan asetnya; b. Mengembangkan modal atau asetnya supaya memberi nilai tambah yang tinggi; c. Meningkatkan penghasilannya; d. Dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya; e. Bukti aktualisasi diri sebagai pengusaha yang berhasil. Pengusaha atau investor merubah modal menjadi bentuk aset seperti gedung, mesin, bahan baku dan bahan setengah jadi, persediaan suku cadang dan lain-lain. Aset tersebut akan mempunyai nilai tinggi bila semuanya dioperasikan dalam proses produksi yang sehat.

Bagi investor selalu terbuka beberapa alternatif bisnis, masing-masing mempunyai prospek dan risiko yang berbeda-beda. Risiko bisnis yang terkecil adalah memasukkan dana di bank deposito. Pengusaha bersedia menginvestasikan modalnya pada usaha dengan risiko yang lebih tinggi, bila usaha tersebut juga memberikan atau menjamin prospek yang lebih cerah. Dengan kata lain,dapat dipahami bila setiap pengusaha selalu mengharapkan tingkat keuntungan atau rendemen bisnis yang lebih tinggi dari tingkat bunga deposito. 2. Kepentingan Pekerja Demikian juga para pekerja selalu mempunyai kepentingan atas perusahaan dan oleh sebab itu harus berupaya dan bekerja keras untuk keberhasilan dan kelangsungan perusahaan; karena bagipekerja perusahaan mempunyai makna dan arti penting yaitu sebagai: a. Sumber kesempatan kerja; b. Sumber penghasilan; c. Sarana melatih diri, memperkaya pengalaman kerja serta meningkatkan keahlian dan keterampilan kerja; d. Tempat mengembangkan karier; e. Tempat mengaktualisasikan keberhasilan. Setiap orang pada dasarnya mendambakan penghasilan tetap. Itu sebabnya setiap orang pada umumnya mengharapkan pekerjaan tetap yang dapat memberikan penghasilan tetap dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar. Sumber utama penghasilan adalah pekerjaan walaupun ada beberapa orang (yang jumlahnya sangat kecil) yang dapat hidup dari deviden atau warisan orang tuanya. Setiap orang mengembangkan kariernya di tempat dia bekerja. Di tempat kerja setiap orang selalu berupaya meniti kariernya secara bertahap mulai dari pangkat dan jabatan yang rendah hingga pangkat dan jabatan yang tinggi. Oleh sebab itu, setiap pekerjaan perlu menekuni pekerjaan di satu perusahaan untuk tetap memelihara posisidi depan atau senioritas dalam jalur karier yang ada. Orang yang berpindah kerja, dapat kehilangan momentum pengembangan kariernya. 3. Kepentingan Pemerintah Bagi pemerintah, setiap usaha yang dilakukan oleh masyarakat, kecil atau besar, di sektor formal atau sektor informal, mempunyai peranan dan makna yang sangat penting. Pertama, perusahaan merupakan sumber kesempatan kerja. Lapangan dan kesempatan kerja merupakan kebutuhan masyarakat. Tingkat pengangguran yang tinggi akan dapat menimbulkan keresahan sosial dan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Kredibilitas suatu perusahaan dapat juga diukur dari kemampuannya memperkecil tingkat pengangguran. Sebab itu pemerintah selalu berkepentinggan untuk mendorong pertumbuhan dunia usaha supaya dapat menciptakan kesempatan kerja baru bagi angkatan kerja yang bertambah setiap tahun. Kedua, perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang. Semakin banyak pengusaha yang mengembangkan perusahaan atau membuka usaha baru, semakin banyak pekerja yang memperoleh penghasilan. Semakin banyak perusahan yang berhasil meningkatkan produktivitas, semakin banyak pekerja yang memperoleh peningkatan penghasilan. Dengan demikian, pendapatan nasional akan meningkat dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat pula. Ketiga, perusahaan merupakan sumber pertumbuhan ekonomi, kemakmuran bangsa serta ketahanan nasional. Pendapatan nasional adalah akumulasi nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh perusahaan. Pertumbuhan ekonomi membuka peluang untuk perluasan

kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi membuka peluang untuk perluasan kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi mengurangi ketergantungan politik dan ekonomi pada negara lain. Pertumbuhan ekonomi akan memperkuat stabilitas masyarakat dan stabilitas politik. Sebab itu, pemerintah berkepentingan untuk mendorong perluasan dan pertumbuhan dunia usaha. Keempat, perusahaan merupakan sumber devisa. Dalam globalisasi ekonomi, devisa merupakan sutu kebutuhan negara yang sangat penting. Hasil-hasil perusahaan yang digunkan di dalam negeri akan mengurangi jumlah impor serta menghemat penggunaan devisa. Apalagi bila hasil-hasil perusahaan diekspor, devisa akan bertambah. Kelima, pemerintah berkepentingan dan mengharapkan semua perusahaan dapat menjamin penyediaan dan arus barang, baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen maupun sebagai masukan barang setengah jadi untuk perusahaan lain. Keenam, keuntungan perusahaan dan pendapatan karyawannya merupakan sumber utama pendapatan negara melalui sistem pajak. Semakin besar sisa hasil usaha atau keuntungan perusahaan semakin besar potensi membayar pajak perusahaan. Semakin besar penghasilan kerja, semakin besar pula penghasilan pekerja, semakin besar pula potensi membayar pajak penghasilan

Pengertian Perjanjian Kerja Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUTK) pada prinsipnya telah memberikan defenisi normative mengenai perjanjian kerja. Pasal 1 angka 14 UUTK mendefenisikan perjanjian kerja sebagai perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak, Atas pengertian tersebut, maka dapat dijelaskan beberapa unsur penting perjanjian kerja sebagai berikut: a. Adanya perbuatan hokum/peristiwa hokum berupa perjanjian b. Adanya subjek atau pelaku yakni pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja yang masing-masing membawa kepentingan; c. Memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak Peristiwa hokum perjanjian merupakan tindakan yang dilakukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja untuk saling mengikatkan diri dalam suatu hubungan yang bersifat normative atau saling mengikat. Dalam berbagai teori ilmu hokum perikatan, perjanjian merupakan bentuk dari perikatan dimana 2 (dua) pihak mengikatkan diri untuk berbuat, memberikan sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu yang dituangkan dalam suatu perjanjian baik secara lisan maupun secara tertulis. Perjanjian selalu menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pelaku yang terlibat di dalamnya. Konsekuensi dari tidak terpenuhinya hak dan kewajiban tersebut dapat

berupa batal atau kebatalan terhadap perjanjian tersebut dan bahkan memungkinkan menimbulkan konsekuensi penggantian kerugian atas segala bentuk kerugian yang timbul akibat tidak terpenuhinya prestasi yang diperjanjikan. Dalam UUTK hubungan kerja baru dapat timbul setelah pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kerja. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 50 UUTK yang menyatakan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Dengan demikian tidak ada keterkaitan apapun yang menyangkut pekerjaan antara pekerja/buruh dan pengusaha tertentu apabila sebelumnya tidak ada perjanjian yang mengikat keduanya. Pelaku atau merupakan syarat subjektif untuk pemenuhan keabsahan suatu perjanjian. Dalam konteks ketenagakerjaan, pelaku berkedudukan sebagai pewujud perjanjian kerja. Tanpa pelaku, maka tentunya tidak akan ada perjanjian yang terjadi. Karena secara prinsip pelakulah yang berinisiatif, bertindak dan bertanggungjawab atas dimulainya keterikatan sampai pada berakhirnya keterikatan. Dalam perjanjian kerja, pelaku dibatasi pada pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja. Demikianlah UUTK menentukan para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerja. Para pihak disyaratkan harus memenuhi syarat untuk dapat bertindak sebagai pelaku dalam perjanjian. Berdasarkan ketentuan Pasal 52 UUTK maka kemampuan dan kecakapan melakukan perbuatan hokum menjadi syarat dan dasar dibuatnya perjanjian kerja. Lebih lanjut mengenai apa yang dimaksudkan dengan cakap tidak dijelaskan secara detail dalam UUTK, akan tetapi pada beberapa pasal tertentu terdapat pengaturan yang sangat terkait dengan subjektifitas pelaku perjanjian kerja terkait. Sebagai contoh ketentuan UUTK Pasal 68 dan 69 yang substansinya berbicara mengenai larangan terhadap pengusaha untuk mempekerjakan anak kecuali bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) sampai dengan 15 (lima belas) tahun dan itupun terbatas pada pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, social dari anak tersebut. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mempekerjakan anak dimaksud yakni: a. b. c. d. e. f. g. izin tertulis dari orang tua atau wali; perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam; dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; keselamatan dan kesehatan kerja; adanya hubungan kerja yang jelas; dan menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Dari uraian contoh penegasan yang tercantum dalam Pasal 68 69 tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa anak selalu dianggap belum cakap untuk bertindak sebagai pihak dalam suatu perjanjian. Pasal 1322 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) membatasi pengertian cakap sebagai berikut: a. orang-orang yang belum dewasa menurut undang-undang; b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (pengawasan) c. perempuan-perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu Hal-hal yang diuraikan diatas merupakan kemutlakan atas suatu perjanjian kerja. Pemenuhan unsure-unsur tersebut dapat sangat berpengaruh secara normative terhadap keabsahan suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pekerja/buruh dan pengusaha Bentuk dan Syarat Sahnya Perjanjian Kerja Pada prinsipnya perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Berdasarkan ketentuan Pasal 51 angka 1 UUTK maka bentuk tertulis maupun lisan dari suatu perjanjian kerja dimungkinkan untuk dilakukan oleh para pihak yang menjadi pelaku. Meskipun demikian terdapat batasan-batasan yang harus terpenuhi dalam pembuatan perjanjian kerja baik lisan maupun tertulis tersebut. Perjanjian Kerja pada prinsipnya dapat dibuat secara lisan dan tertulis dengan syarat terpenuhinya syarat-syarat keabsahan perjanjian kerja sebagaimana dicantumkan dalam UUTK. Pasal 53 mensyaratkan beberapa hal untuk absahnya suatu perjanjian kerja sebagai berikut: a. b. c. d. Kesepakatan kedua belah pihak ; Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum ; Adanya pekerjaan yang diperjanjikan ; dan Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundangundangan yang berlaku

Kesepakatan diartikan sebagai bentuk persetujuan para pihak atas apa yang diperjanjikan dan hal-hal yang termuat dalam perjanjian. Apabila perjanjian itu dibuat dalam bentuk tertulis seperti kontrak, maka tentunya dinyatakan dalam draft kontrak tersebut. Namun apabila dibuat secara lisan, maka cukup dengan pernyataan yang secara bersama disetujui oleh kedua belah pihak dan sebaiknya disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi. Sepakat (konsensualitas) dalam teori hokum perjanjian merupakan azas yang sangat penting existensinya. Sebab suatu perjanjian belum dapat

dikatakan utuh sebagai suatu perjanjian apabila tidak disepakati oleh pihak lainnya. Dengan kata lain subjektifitas perjanjian tersebut belum terpenuhi seutuhnya dan tentunya belum dapat diimplementasikan dan belum berkekuatan hokum. Oleh karena itu perjanjian tersebut belum dapat dianggap sebagai suatu peristiwa hokum yang secara otomatis belum menimbulkan hak dan kewajiban antara satu pihak dengan pihak lainnya. Syarat kedua yakni kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hokum memberikan batasan terhadap orang-orang yang belum dapat mengemban tanggungjawab. Sebagai contoh adalah anak-anak atau orang yang belum dewasa dan masih dalam pengawasan atau pengampuan. Dalam UUTK anak didefenisikan sebagai setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 angka 26). Lebih lanjut ditegaskan larangan untuk mempekerjakan anak ditegaskan dalam Pasal 68 UUTK. Namun terdapat pengecualian untuk anak yang berumur antara 13 (tiga belas) sampai 15 (lima belas) tahun dalam hal melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial dari anak tersebut (Pasal 69 ayat 1). Untuk mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud pengusaha diwajibkan untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki izin tertulis dari orang tua atau wali; b. perjanjian kerja antara pengusaha dilakukan dengan orang tua atau wali; c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam; d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; e. keselamatan dan kesehatan kerja; f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu cakap dijabarkan dalam ketentuan KUHPerdata Pasal 1322 sebagaimana dijelaskan pada uraian awal. Kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum sangat dilatarbelakangi oleh kemampuan pemenuhan hak dan kewajiban yang disepakati. Terkait dengan kecakapan dalam melakuan perjanjian atau perikatan, dikenal istilah schuld dan haftung. Sebagai 2 (dua) unsur pembentuk kecakapan seseorang, schuld dikenal sebagai tanggung jawab hukum atas pelaksanaan suatu prestasi oleh pihak yang berkewajiban sedangkan haftung didefenisikan sebagai tanggung jawab atas penuntutan prestasi oleh pihak yang berhak.

Anak sebagai subjek tentunya memiliki berbagai keterbatasan dalam bertindak. Selain dari faktor umur yang mewakili berbagai prediksi atas ketidakmampuannya, disisi lain undang-undang keperdataan pada umumnya memang telah menentukan anak sebagai subjek yang tidak cakap dalam melakukan berbagai perbuatan hukum termasuk dalam hukum ketenagakerjaan. Selanjutnya mengenai keharusan adanya objek yang diperjanjikan. Secara logis kita dapat menyimpulkan bahwa tidak mungkin akan ada kesepakatan apabila tidak ada hal yang disepakati. Dalam perjanjian kerja, yang menjadi substansi kesepakatan adalah pekerjaan dan berbagai hal yang terkait dengannya. Apabila substansi tersebut tidak dikemukakan maka tentunya tidak dapat dikatakan sebagai perjanjian kerja. Pasal 54 UUTK mensyaratkan pemenuhan hal-hal sebagai berikut untuk terpenuhinya keabsahan suatu perjanjian kerja: a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis perusahaan ; b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh ; c. Jabatan atau jenis pekerjaan ; d. Tempat pekerjaan ; e. Besarnya upah dan cara pembayarannya ; f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh ; g. Memulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja ; h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Dalam ketentuan tersebut sekurang-kurangnya dapat memberikan interpretasi terhadap setiap orang mengenai objek perjanjian yang dibicarakan. Syarat terakhir sahnya suatu perjanjian menurut UUTK adalah menyangkut legalitas dari substansi yang diperjanjikan. Legalitas atau keabsahan hal yang diperjanjikan sangat terkait dengan eksistensi perjanjian tersebut. Perjanjian yang substansinya legal, tentunya tidak akan dipersoalkan oleh hukum. Namun bila substansinya ilegal, maka akan dipersoalkan oleh hukum setiap saat. Demikianlah 4 (empat) syarat keabsahan perjanjian kerja yang juga dikenal dalam hukum perjanjian dan perikatan pada umumnya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa perjanjian kerja dapat buat dalam bentuk tertulis dan lisan. UUTK memberikan batasanbatasan tertentu mengenai pelaksanaan bentuk-bentuk perjanjian kerja sebagai bentuk perlindungan hokum terhadap para pihak dalam perjanjian.

Berdasarkan waktu berlakunya perjanjian, UUTK mengenal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). PKWT dan PKWTT diatur dalam Pasal 56 UUTK dan secara terperinci pelaksanaannya diatur dalam Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah bentuk perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. UUTK maupun Kepmenakertrans memberikan batasan tertentu terhadap pelaksanaan bentuk perjanjian kerja ini. Pasal 59 UUTK membatasi hal-hal tertentu yang dapat diberlakukan dengan PKWT sebagai berikut: a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya ; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun ; c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Pengaturan lebih lanjut mengenai PKWT dijabarkan lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Secara garis besarnya terdapat beberapa jenis PKWT yang dapat diuraikan sebagai berikut: Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya Pasal 3 Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu membatasi jenis pekerjaan dimaksud yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu yang lamanya tidak melebihi masa 3 (tiga) tahun dengan pengecualian tertentu. Sebagai contoh adalah proyek pekerjaan tertentu yang masa penyelesaiannya dibatasi oleh waktu tertentu dan tidak melebihi 3 (tiga) tahun. Dalam jenis perjanjian kerja jenis ini, pengusaha diwajibkan untuk mencantumkan syarat formil perjanjian kerja tertulis (Pasal 54 UUTK) dan batasan/indikator selesainya pekerjaan yang diperjanjikan. Jenis perjanjian kerja ini dapat diperpanjang dan apabila pekerjaan yang diperjanjikan tidak dapat terselesaikan dalam waktu yang telah disepakati, maka dimungkinkan untuk dilakukan pembaharuan PKWT. Pembaharuan sebagaimana dimaksud dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha. Dalam hal pekerjaan tertentu yang

diperjanjikan dalam PKWT dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman Jenis pekerjaan ini sangat tergantung pada musim dan atau cuaca. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan dimaksud hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. Pengusaha diwajibkan untuk membuat daftar nama-nama pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. Jenis PKWT ini tidak dapat diperbaharui. PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru Untuk jenis PKWT ini disyaratkan penerapannya pada pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru dan atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Jenis PKWT ini hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dengan kemungkinan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali selama 1 (satu) tahun. Perjanjian kerja harian lepas Jenis perjanjian kerja ini dapat diterapkan untuk pekerjaanpekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran. Perjanjian kerja jenis ini mensyaratkan waktu bekerja yang kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam sebulan. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT. Dalam perjanjian kerja ini pengusaha diwajibkan untuk membuat perjanjian tertulis harian lepas dengan para pekerja/buruh dengan sekurangkurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja. b. nama/alamat pekerja/buruh. c. jenis pekerjaan yang dilakukan. d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya. Sebagaimana jenis PKWT pertama, maka pengusaha diwajibkan membuat daftar yang kemudian disampaikan kepada instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan

Bentuk-bentuk perjanjian internasional dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Perjanjian Bilateral Kerja sama bilateral merupakan kerja sama antar dua negara. Misalnya, kerja sama ekonomi yang terjalin antara Indonesia dengan Singapura atau Amerika dengan Arab Saudi. Kerja sama bilateral bertujuan untuk membina hubungan yang telah ada serta menjalin hubungan kerja sama perdagangan dengan negara mitra. Pemerintah Indonesia sendiri telah mentandatangani perjanjian perdagangan dan ekonomi di Kawasan Asia Pasifik dengan 14 negara, di Afrika dan Timur Tengah dengan 10 negara, di Eropa Timur dengan 9 negar, di Eropa Barat dengan 12 negara dan di Amerika Latin dengan 7 negara. 2. Perjanjian Regional Kerja sama regional merupakan kerja sama antara negara-negara sewilayah atau sekawasan. Tujuannya tidak lain adalah untuk menciptakan perdagangan bebas antara negara di suatu kawasan tertentu. Bentuk kerja sama regional sudah dijajaki oleh PBB melalui pembentukan komisi regional yang dimulai dari Eropa, Asia Timur dan Amerika Latin. Komisi ini mengembangkan kebijakan bersama untuk masalah pembangunan khususnya pada bidang ekonomi. Kerja sama secara regional biasanya lebih pada hubungan dengan lokasi negara serta berdasarkan alasan historis, geografis, teknik, sumber daya alam dan pemasaran. Contoh-contoh bentuk kerja sama semacam ini, antara lain:

a. ASEAN (Association of South East Asia Nations) atau Perbara (Perhimpunan BangsaBangsa Asia Tenggara) dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967. Pembentukan kerja sama ini ditandai dengan Deklarasi Bangkok tanggal 8 Agustus 1967. b. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) atau kerja sama ekonomi kawasan Asia Pasifik. Kerja sama ini pertama kali dicetuskan oleh mantan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Kerja sama ekonomi ini adalah forum kerja sama ekonomi terbuka, informal, tidak mengikat, dan tetap berjalan searah dengan aturan WTO (World Trade Organization) serta berbagai perjanjian internasional. Contoh surat perjanjian krja sama Surat Perjanjian Kerjasama Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Pengusaha No.KTP : 0123456789123545 Alamat : Jl.abc. Jakarta Pusat 10440 Selanjutnya disebut pihak PERTAMA

Nama : Kastam, RO No.KTP : 09.5004.180472.0325 Alamat : Jl.Murtadho III A 73 Paseban - Jakarta Pusat 10440 Selanjutnya disebut pihak KEDUA

Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan ikatan kerjasama dengan kondisi tidak ada paksaan dari pihak manapun dan dalam keadaan sadar sebagaimana termuat dalam pasal demi pasal di bawah ini: Pasal 1 Pihak Pertama memberi kuasa penuh kepada pihak Kedua untuk menjalankan usaha optik yang beralamat di ....................... dan sekaligus ditunjuk sebagai penanggung jawab atas jalannya optik. Dengan tugas pokok sebagai berikut:

Menyiapkan dan memperhatikan perijinan optik Menjalankan operasional optik dari jam buka sampai jam tutup optik Merencanakan dan mengatur tenaga kerja dan jadwal kerja karyawan optik Menjalankan POAC (dari plaining sampai controlling) terhadap barang-barang yang dijual Menjalankan marketing strategy atau promosi yang efektif Memberi laporan perkembangan optik secara harian atau mingguan, jika diperlukan. Pasal 2

Pihak kedua dibantu pihak Pertama berkewajiban untuk melengkapi segala persyaratan administrasi perijinan meliputi ijazah, pengurusan ke GAPOPIN dan IROPIN serta pengurusan ke SIPO Pasal 3

Pihak Kedua wajib mempunyai Surat Ijin Refraksionis Optisien (SIRO) yang masih berlaku dan Surat Ijin Kerja (SIK) di Optik sebagaimana pasal 1, setelah semuanya sepakat. Pasal 4 Pihak Kedua disamping punya wewenang dan tangggung jawab sebagaimana tersebut di pasal 1, wajib menjalankan tugas:

Refraksi Konsultan dalam pemilihan produk optik baik terhadap pengusaha maupun konsumen Penyetelan Edging Pengambil keputusan jika dan masalah dengan konsumen ( pada item pasal 4 ini... baiknya dibicarakan dahulu dengan kedua belah pihak) Pasal 5

Pihak Pertama akan memberikan kompensasi kepada Pihak Kedua atas ijazah yang dipakai dalam pengurusan SIPO secara berkala termasuk dalam perpanjangannya jika ada kesepakatan, untuk 5 tahun tahap pertama sebesar Rp ....................... (......................... rupiah) Pasal 6 Pihak Kedua akan menerima Gaji bulanan yang akan diterima selambat-lambatnya pada akhir bulan berjalan sebesar Rp.......................... (....................... rupiah), Pasal 7 Sebagai pengelola penuh, maka pihak kedua akan menerima bonus atas laba atau keuntungan bersih yang dihitung/dibukukan tiap akhir tahun atau atas kesepakatan bersama dengan jumlah ..... % dari laba bersih tersebut. Pasal 8 Jika dalam perjalanan kerjasama ini, salah satu melakukan wanprestasi maka segera dilakukan pembicaraan dan jika menemui jalan buntu maka akan ditentukan sebagai berikut:

Jika Pihak Pertama yang melakukan wanprestasi: o Pihak kedua bisa langsung berhenti bekerja dan tidak bertanggung jawab lagi atas optik tersebut, namun jika masih diperlukan dalam hal legalitas atau sebagai konsultan lepas maka kompensasi akan ditentukan secara

terpisah atau pihak pertama menunjuk pihak ketiga sebagai penanggung jawab bayangan, karena Ijazah yang dipakai masih milik pihak kedua o Pihak pertama akan membayar seluruh kompensasi dan segala sesuatunya Jika Pihak Kedua yang melakukan wanprestasi: o Pihak kedua bisa diberhentikan dari optik tersebut dan ijazahnya masih dipakai sebagai penanggung jawab sampai masanya selesai, atau pihak pertama mengurus penggantian penanggung jawab yang baru. o Pihak pertama akan membayar semua kompensasi yang mungkin masih ada Pasal 9

Jika dalam perkembangan keadaan sehingga pada pasal 8 tidak dicapai sepakat apapun, maka kedua belah pihak sepakat untuk membawa masalah ini ke jalur hukum, dan memilih wilayah hukum............................(sebutkan tempat yang dinginkan)

Demikian surat Perjanjian Kerjasama ini dibuat, sekali lagi dengan sebenar-benarnya dan dengan iktikat baik untuk melaksanakannya dalam keadaan sadar dan tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.

Jakarta, 22 Juni 2009 Pihak I Pihak II

(Pengusaha)

(Kastam, RO)

Saksi-saksi 1. .................. 2. ...................

Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Perundingan Kerja Bersama dan Hubungnan Industrial adalah suatu sarana untuk menampung seluruh aspirasi para karyawan terhadap keputusan perusahaan, bertujuan untuk menciptakan hubungan yang baik antara karyawan dengan menejer. Selain itu juga PKB merupakan pijakan karyawan dalam menorehkan prestasi yang pada gilirannya akan berujung kepada kinerja korporat dan kesejahteraan karyawan. Jadi, baik PKB maupun Hubungan Industrial sangatlah penting bagi perusahaan manapun.

You might also like