You are on page 1of 158

ANALISIS DAYA SAING IKAN TUNA INDONESIA

DI PASAR INTERNASIONAL
SKRIPSI
INDRY NILAM CAHYA
H34051584
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
INDRY NILAM CAHYA. Analisis Daya Saing Ikan Tuna Indonesia di Pasar
Internasional. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NARNI
FARMAYANTI)
Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan sumberdaya perikanan
yang berlimpah. Ikan tuna termasuk salah satu sumberdaya perikanan yang
menjadi komoditi ekspor utama setelah udang. Ketersediaan ikan tuna di
Indonesia masih baik yang terlihat masih ada daerah penangkapan ikan tuna yang
masih berstatus under exploited. Ikan tuna merupakan komoditi yang banyak
diminati oleh pasar internasional terutama Jepang, Amerika Serikat, dan Uni
Eropa. Indonesia termasuk salah satu produsen pengekspor ikan tuna di dunia,
namun Indonesia mengalami berbagai hambatan tarif , non tarif, dan administrasi
yang dilakukan oleh Negara tujuan ekspor. Persaingan diantara Negara pesaing
lainnya juga sangat ketat terkait dengan masalah kualitas dan kuantitas. Peraturan
internasional seperti Code of Conduct for Ressponsible Fisheries, International
Convention for The Conservation of Atlantic Tuna (ICCAT) yang mengatur
tentang kelestarian sumberdaya perikanan, Convention of National Trade of
Endanger Species (CITES) yang mengatur tentang perlindungan satwa yang
terancam punah, dan General Agreement on Tariff and Trade (GATT oleh WTO),
termasuk didalamnya perjanjian Agreement on Sanitary and Phitosanitary
Measures (SPS) dan Agreement on Technical Barrier on Trade (TBT oleh WTO)
juga mempengaruhi keadaan perdagangan ikan tuna Indonesia di pasar
internasional. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis struktur pasar dan
persaingan ikan tuna di pasar internasional, (2) menganalisis keunggulan
komparatif dan kompetitif ikan tuna Indonesia, dan (3) melakukan perumusan
strategi untuk memperkuat daya saing ikan tuna Indonesia di pasar internasional.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari Badan
Pusat Statistik, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan data dunia melalui
United Nations Comtrade. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Februari
hingga Desember 2009 dengan menggunakan data timeseries tahun1998-2007.
Data penelitian diolah dengan Herfindahl Index (HI), Concertation Ratio (CR),
Revealed Comparative Advantage (RCA), Teori Berlian Porter, dan Analisis
SWOT.
Ikan tuna nasional diperdagangkan dalam tiga bentuk yaitu segar,beku,
dan olahan. Analisis struktur pasar komoditas ikan tuna baik ikan tuna segar,
beku, maupun olahan berdasarkan nilai HI dan CR4 berada dalam pasar
monopolistik yang cenderung oligopoli yang menyebabkan posisi Indonesia
masih berpeluang dalam menguasasi pasar, namun pergerakan pasar ke oligopoli
akan membuat Indonesia hanya sebagai pengikut pasar. Posisi ini mengakibatkan
Indonesia tidak dapat mengambil keputusan yang berkaitan dengan harga maupun
produk, tanpa terlebih dahulu mengacu kepada keputusan pemimpin pasar.
Indeks RCA untuk komoditas ikan tuna segar selama tahun 2002-2007 selalu
lebih besar dari satu sehingga memiliki keunggulan komparatif. Ikan tuna beku
memiliki indeks RCA dibawah satu sehingga tidak memiliki keunggulan
komparatif. Ikan tuna olahan memiliki indeks RCA berfluktuasi antara 0,85-1,10
sehingga ikan tuna Indonesia dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif.
Hasil analisis kompetitif ikan tuna Indonesia melalui Teori Berlian Porter
menunjukkan bahwa ikan tuna Indonesia belum memiliki keunggulan kompetitif.
Keadaan sumberdaya faktor (alam, manusia, iptek, modal, dan infrastrukutur)
masih mengalami banyak masalah, kondisi permintaan di dalam dan luar negeri
cukup baik, keberadaan industri terkait dan pendukung belum cukup baik untuk
menunjang keadaan ikan tuna nasional. Struktur persaingan ikan tuna di pasar
internasional sangat ketat terkait munculnya pesaing baru terkait adanya teknologi
budidaya, posisi tawar pembeli dan pemasok yang cukup tinggi, adanya produk
subtitusi seperti ikan salmon, dan negara pesaing yang terus meningkatkan
kualitas dan kuantitas produknya. Peran pemerintah sudah cukup baik namun
masih perlu ditingkatkan terkait dengan perbaikan kondisi faktor sumberdaya
yang menjadi masalah utama dalam pengembangan ikan tuna nasional. Peran
kesempatan yang ada seperti penemuan teknologi budidaya dan adanya
perdagangan bebas dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing ikan tuna
nasional.
Analisis SWOT menghasilkan strategi yang dapat dilakukan yaitu
(1)meningkatkan produksi ikan tuna melalui pemberian pinjaman modal kepada
nelayan untuk kegiatan penangkapan dan penerapan teknologi budidaya,
(2)memperluas pasar dengan cara melakukan kerjasama dengan negara lain diluar
negara tujuan ekspor utama dan mendaftar sebagai anggota manajemen perikanan
dunia, (3) meningkatkan mutu ikan dengan cara sosialisasi tentang mutu kepada
nelayan dan peningkatan peran lembaga pengawasan mutu serta perbaikan
sumberdaya manusianya, (4) melakukan kerjasama dengan pihak asing, (5)
melakukan pembenahan manajemen perikanan perusahaan dengan cara
melakukan pelatihan karyawan tentang penanganan ikan pasca panen dan HACCP
dan peningkatan teknologi peralatan yang digunakan, (6)memperbaiki sarana dan
prasarana dengan membenahi system transportasi dan penyediaan sarana
pendukung, dan (7) memperbaiki kondisi perekonomian nasional.
Daya saing ikan tuna nasional perlu untuk ditingkatkan agar mampu
bersaing di pasar internasional. Perusahaan perlu meningkatkan kualitas produk
ikan tuna yang dihasilkan, penelitian dan pengembangan teknologi budidaya harus
dilakukan dengan langkah awal membentuk tim peneliti teknologi budidaya
tersebut, dan pemerintah perlu meningkatkan subsidi BBM serta membentuk
sistem perikanan terpadu dari hulu hingga hilir. Pembenahan infrastruktur dan
kebijakan akan meningkatkan daya saing ikan tuna nasional di pasar internasional.
Penjagaan sumberdaya perairan juga perlu ditingkata untuk mengatasi kasus
pencurian dan pencatatan hasil tangkapan juga harus dilakukan dengan baik.
ANALISIS DAYA SAING IKAN TUNA INDONESIA
DI PASAR INTERNASIONAL
INDRY NILAM CAHYA
H34051584
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul Skripsi : Analisis Daya Saing Ikan Tuna Indonesia di Pasar
Internasional
Nama : Indry Nilam Cahya
NIM : H34051584
Disetujui,
Pembimbing
Ir. Narni Farmayanti, MSc
NIP 19630228 199003 2 001
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Daya
Saing Ikan Tuna Indonesia di Pasar Internasional adalah karya sendiri dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Indry Nilam Cahya
H34051584
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 2 Agustus 1987. Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Syamsu Alie Osman
(Alm) dan Ibunda Dewi Jun Diesnawaty.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Wibawa Mukti Bekasi
pada tahun 1993-1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun
2002 di SLTPN 9 Bekasi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 42
Jakarta dan lulus pada tahun 2005.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005. Penulis diterima di
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2006.
Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus
Himpunan Mahasiswa Pencinta Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA)
pada Departemen Minat, Bakat, dan Profesi (MBP) periode tahun 2006-2007,
anggota Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIPMA) periode tahun 2007-2009,
dan pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Futsal periode tahun 2006-2008
sebagai bendahara. Selain itu penulis juga aktif di beberapa kepanitian dan
kegiatan budaya sebagai salah satu anggota Tari Saman Bungong Puteh IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Daya Saing
Ikan Tuna Indonesia di Pasar Internasional.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar ikan tuna dunia,
menganalisis keunggulan komparatif dan kompetititf ikan tuna nasional serta
menentukan strategi kebijakan yang diambil untuk meningkatkan daya saing ikan
tuna nasional.
Penelitian ini dilakukan guna mendapatkan hasil analisis yang berguna
baik bagi penulis maupun pihak lainnya. Semoga skripsi ini dapat membawa
manfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan seperti yang diharapkan penulis.
Bogor, Januari 2010
Indry Nilam Cahya
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih
dan penghargaan kepada:
1. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama pada ujian sidang
penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran
demi perbaikan skripsi ini.
3. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan
yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi
perbaikan skripsi ini.
4. Ir. Anita Ristianingrum MSi yang telah menjadi pembimbing akademik dan
seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.
5. Ayahanda tercinta Syamsu Alie Osman (Alm) dan Ibunda Dewi Jun
Diesnawaty yang telah memberikan dukungan, doa, cinta dan kasih yang
tulus kepada penulis. Semoga ini menjadi persembahan yang membuat kalian
bangga . Andry Zulkarnain dan Alwin Zulfikar, abang dan adikku yang
selalu mendukung penulis serta keluarga besar di Makasar yang selalu
mendoakan kami yang berada disini.
6. Dwi Astuti Mustikasari yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar
penulis.
7. Teman-teman AGB 41,42,43,44,dan 45 atas pertemaman yang diberikan
selama ini. Terutama CCC family (Uty, Lizna, Rhesa, Ferdy, Reza, Tika,
Feni, Daus, Gusri, Listy, dan Shinta) atas segala bantuan dan semangat yang
diberikan. Lidia, Ipit, dan Wati teman sekamar di asrama.
8. Teman Kost Ar-Ryadh (Mba Athe, Mba Ari, Mba Tami, Mba Tiwi, Mba
Nia, Uci, Tiara, Isna, dan lain-lain) yang selalu mendukung dan membantu
penulis
9. Tidak lupa rasa terima kasih juga kepada seluruh pihak yang tidak mungkin
disebutkan satu per satu atas bantuannya dalam penyusunan dan penyelesaian
skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Indry Nilam Cahya
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi
I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................. 3
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................ 8
1.4. Manfaat Penulisan ...................................................................... 8
1.5. Ruang Lingkup .......................................................................... 8
II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 9
2.1. Deskripsi Tuna............................................................................ 9
2.2. Bentuk Produk Perdagangan Tuna.............................................. 10
2.3. Penelitian Terdahulu ................................................................. 12
III KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 16
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................... 16
3.1.1. Teori Perdagangan Internasional ................................... 16
3.1.2. Bentuk-Bentuk Pasar ..................................................... 20
3.1.3. Keunggulan Komparatif.................................................. 22
3.1.4. Keunggulan Kompetitif Menurut Porter ....................... 24
3.1.5. Analisis SWOT untuk Alat Analisis dan Strategi
Kebijakan ........................................................................ 30
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................. 32
IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 35
4.1. Waktu Penelitian ....................................................................... 35
4.2. Data dan Instrumentasi .............................................................. 35
4.3. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 35
4.4. Metode Pengolahan Data .......................................................... 35
4.4.1. Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR)..... 36
4.4.2. Keunggulan Komparatif................................................... 40
4.4.3. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) ......... 40
4.4.4. Keunggulan Kompetitif.................................................... 42
4.4.5. Analisis Berlian Porter ..................................................... 42
4.4.6. Analisis SWOT ................................................................ 43
V GAMBARAN UMUM INDUSTRI IKAN TUNA ....................... 45
5.1. Perikanan Dunia ........................................................................ 45
5.2. Perikanan Indonesia ................................................................... 45
5.2.1. Produksi Tuna Indonesia ................................................. 46
5.2.2. Ekspor Ikan Tuna Indonesia .......................................... 47
5.3. Prosedur Ekspor ........................................................................ 50
5.4. Ketentuan Negara tujuan Ekspor Ikan Tuna .............................. 52
5.5. Pengawasan Mutu Ikan Tuna ..................................................... 54
5.6. Konsep Nilai Tukar .................................................................... 57
5.7. Teknologi Penangkapan Ikan Tuna ............................................ 58
VI. ANALISIS DAYA SAING ............................................................. 61
6.1. Analisis Struktur Pasar Komoditas Ikan Tuna di Pasar
Internasional ............................................................................... 61
6.2. Analisis Keunggulan Komparatif Komoditas Ikan Tuna
Nasional .................................................................................... 64
6.3. Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Ikan Tuna
Nasional ...................................................................................... 70
6.3.1. Kondisi Faktor Sumberdaya ........................................... 71
6.3.1.1. Sumberdaya Fisik atau Alam ........................... 71
6.3.1.2. Sumberdaya Manusia ....................................... 73
6.3.1.3. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) ............................................................ 75
6.3.1.4. Sumberdaya Modal .......................................... 76
6.3.1.5. Sumberdaya Infrastruktur ................................. 77
6.3.2. Kondisi Permintaan ......................................................... 78
6.3.2.1. Komposisi Permintaan Domestik ..................... 78
6.3.2.2. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan ...... 80
6.3.2.3. Internasionalisasi Permintaan Domestik .......... 80
6.3.3. Industri Terkait dan Pendukung ...................................... 81
6.3.4. Struktur, Persaingan, dan Strategi Industri
Ikan Tuna ........................................................................ 84
6.3.5. Peran Pemerintah ............................................................ 89
6.3.6. Peran Kesempatan ........................................................... 90
6.4. Analisis SWOT dan Strategi Kebijakan ..................................... 92
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 109
7.1. Kesimpulan ............................................................................... 109
7.2. Saran .......................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 112
LAMPIRAN ................................................................................................ 116
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah) untuk Sektor
Pertanian Tahun 2003-2007 ......................................................... 1
2. Potensi Ikan Pelagis (Termasuk Ikan Tuna) Besar di Perairan
Indonesia ..................................................................................... 2
3. Ekspor Ikan Tongkol/Tuna Menurut Negara atau Kawasan
Tujuan Utama Tahun 2003-2007 (ton) .................................. 3
4. Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas
Utama Tahun 2003-2007 (ton) .................................................... 4
5. Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas
Utama Tahun 2003-2007 (US $ 1000) ......................................... 5
6. Jenis Tuna yang Terdapat di Perairan Indonesia ........................ 10
7. Negara Produsen Perikanan Terbesar di Dunia
Tahun 2002-2006 (metric tons) ................................................... 45
8. Produksi Ikan Tuna Indonesia Tahun 1997-2007 (ton) .............. 47
9. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna Segar Tahun 1998-2007 ...... 48
10. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna Beku Tahun 1998-2007 .......... 49

11. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna Olahan Tahun 1998-2007 ...... 49
12. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Mata Uang Negara Tujuan Ekspor
Utama Tahun 1998-2007 ............................................................ 58
13. Nilai Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR)
Negara Pengekspor Komoditas Ikan Tuna Tahun 1998-2007 .... 61
14. Indeks RCA untuk Komoditas Ikan Tuna Segar
Tahun 2002-2007 ........................................................................ 65
15. Pangsa Pasar Komoditas Ikan Tuna Segar
Tahun 2002-2007 (%) ................................................................. 66
16. Indeks RCA untuk Komoditas Ikan Tuna Beku
Tahun 2002-2007 ........................................................................ 67
17. Pangsa Pasar Komoditas Ikan Tuna Beku
Tahun 2002-2007 (%) ................................................................. 68
18. Indeks RCA untuk Komoditas Ikan Tuna Olahan
Tahun 2002-2007 ........................................................................ 68
19. Pangsa Pasar Komoditas Ikan Tuna Olahan
Tahun 2002-2007 (%) ................................................................. 69
20. Jumlah Kapal Motor Berdasarkan Ukurannya
Tahun 2002-2007 (unit) .............................................................. 72
21. Estimasi Biaya Penangkapan Ikan Tuna per Tahun ................... 73
22. Jumlah Nelayan Menurut Kategori Nelayan tahun 2002-2007 .... 74
23. Konsumsi dan Ekspor Ikan Tuna Indonesia
Tahun 2002-2007 (ton) .............................................................. 80
24. Jumlah Unit Penangkapan Ikan Tuna Tahun 2002-2007 ............ 82
25. Komposisi Nilai Gizi Ikan Tuna dan Makarel ............................ 86
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Perdagangan Internasional Antara Dua Negara .......................... 19
.................................................................................................
2. The Complete System of National Competitive Advantage ......... 26
.................................................................................................
3. Kerangka Operasional Penelitian ................................................ 34
4. Matriks SWOT ............................................................................ 44
5. Prosedur Kegiatan Ekspor Secara Umum ................................... 51
6. Tataniaga Ikan Tuna .................................................................... 51
7. Analisis Matriks SWOT .............................................................. 108
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Daftar Negara-Negara yang Tergabung dalam Uni Eropa ........ 117
2. Gambar Jenis-Jenis Ikan Tuna .................................................... 118
3. Klasifikasi Produk Ikan Tuna untuk Diekspor ............................ 119
4. Total Ekspor Ikan Tuna Segar Dunia
Tahun 1998-2007 (US$) ........................................................... 125
5. Market Share Ikan Tuna Segar Dunia Tahun 1998-2007 (%) .... 127
6. Total Ekspor Ikan Tuna Beku Dunia
Tahun 1998-2007 (US$) ............................................................. 129
7. Market Share Ikan Tuna Beku Dunia Tahun 1998-2007 (%) ..... 131
8. Total Ekspor Ikan Tuna Olahan Dunia
Tahun 1998-2007 (US$) ............................................................. 133
9. Market Share Ikan Tuna Olahan Dunia
Tahun 1998-2007 (%) .................................................................. 135
10. Mekanisme Impor Uni Eropa ....................................................... 137
11. Mekanisme Impor Amerika Serikat ............................................. 138
12. Mekanisme Impor Jepang ............................................................. 139
13. Total Impor Negara Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa
Tahun 2003-2007 (kg) ................................................................... 140
14. Kandungan Nutrisi Ikan Tuna Mentah ...................................... 141
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang
mencapai 5,8 juta km
2
dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat
Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar baik dalam tingkat
kualitas maupun diversitasnya. Letak geografis yang strategis dan
keanekaragaman biota lautnya merupakan keunggulan kompetitif yang tidak
dimiliki oleh beberapa negara lain.
Sumberdaya perikanan dan kelautan yang sangat besar dan permintaan
yang tinggi baik di dalam maupun di luar negeri, merupakan kesempatan untuk
memperbaiki perekonomian negara melalui pemanfaatan sumberdaya perikanan
yang ada. Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi salah satu
produsen dan eksportir utama produk perikanan.
Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah) untuk Sektor Pertanian
Tahun 2003-2007
Sektor Usaha PDB (Miliar Rupiah) Kenaikan
Rata-rata
(%)
2003 2004 2005 2006 2007
Tanaman
Bahan
Makanan
119.164,8 122.611,7 181.331,6 214.346,3 268.124,4 10,13
Tanaman
Perkebunan
38.693,9 39.548,0 56.433,7 63.401,4 84.459,2 9,70
Peternakan 30.647,0 31.672,5 44.202,9 51.074,7 62.095,8 8,87
Kehutanan 17.213,7 17.333,8 22.561,8 30.065,7 35.734,1 9,80
Perikanan 34.667,9 37.056,8 59.639,3 74.335,3 96.822,1 12,70
Jumlah 240.387,3 248.222,8 364.169,3 433.223,4 547.302,8 10,22
Sumber : BPS (2007)
Berdasarkan data BPS (2007) sub sektor perikanan merupakan
penyumbang terbesar ketiga untuk tahun 2003-2004, kemudian naik menjadi
posisi kedua untuk tahun 2005-2007 pada Produk Domestik Bruto (PDB) atas
dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha pada sektor pertanian, sub
sektor ini memiliki kenaikan rata-rata terbesar dibandingkan dengan keempat sub
sektor usaha lainnya (Tabel 1). Hal ini berarti sektor perikanan berpontensial
untuk dikembangkan.
Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4
juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEEI (Zona
Ekonomi Ekslusif Indonesia) dengan jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari (DKP
2005). Potensi sumberdaya perikanan ini perlu dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin serta mampu menggerakkan seluruh potensi bangsa, untuk itu diperlukan
suatu upaya percepatan dan terobosan melalui suatu program revitalisasi
perikanan.
Pelaksanaan program ini merupakan wujud dukungan politik, ekonomi,
dan sosial untuk menjadikan sektor perikanan sebagai salah satu prime mover
pembangunan ekonomi nasional serta merupakan suatu upaya untuk memacu
pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang berwawasan lingkungan guna
peningkatan kesejateraan rakyat serta memacu peningkatan sumbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional (DKP 2005).
Tabel 2. Potensi Ikan Pelagis (Termasuk Ikan Tuna) Besar di Perairan Indonesia
Wilayah Pengelolaan Perikanan Potensi (ribu ton/tahun) Pemanfaatan
Selat Malaka 22,67 OE
Laut Cina Selatan 66,08 UE
Laut Jawa 55,00 OE
Selat Makassar dan Laut Flores 193,60 UE
Laut Banda 104,12 UE
Laut Seram, Laut Halmahera, dan Teluk Tomini 50,86 UE
Laut Sulawesi, Samudera Pasifik 106,51 UE
Laut Arafura 175,26 FE
Samudera Hindia 366,26 UE
Sumber : Purnomo dan Suryawati (2007)
Keterangan : UE = Under Exploited, FE = Fully Exploited, OE = Over Exploited
Program revitalisasi yang dirancang oleh DKP difokuskan pada tiga
komoditas utama perikanan yaitu udang, tuna, dan rumput laut (DKP 2005). Ikan
tuna dipilih sebab potensi ikan tuna di Indonesia masih dapat ditingkatkan
produksinya terutama Indonesia bagian Timur (Tabel 2).
Permintaan akan ikan tuna pun dari tahun ke tahun selalu mengalami
peningkatan sebab ikan tuna termasuk komoditas perikanan yang digemari
terutama oleh negara Jepang sebagai bahan baku untuk membuat sashimi sebab
tidak menimbulkan bau amis, sedangkan untuk Eropa dan Amerika lebih senang
mengimpor yang beku dan kaleng untuk steak (Nazzaruddin 1993). Pada tahun
2004-2005 ekspor ikan tuna Indonesia mengalami penurunan yang cukup besar.
Penyebab dari penurunan ekspor tersebut adalah pada tahun itu mulai banyak
diberlakukan beberapa hambatan tarif dan isu-isu lingkungan yang membuat
ekspor ikan tuna negara Indonesia menjadi melemah. Ekspor ikan tuna ke negara-
negara tujuan ekspor utama dari tahun 2003 hingga 2007 mengalami peningkatan
rata-rata sebesar 3,8 persen per tahun (Tabel 3).
Tabel 3. Ekspor Ikan Tongkol/Tuna menurut Negara atau Kawasan Tujuan
Utama Tahun 2003-2007 (Ton)
Negara Tujuan 2003 2004 2005 2006 2007
Jepang 23.881,3 22.770,1 21.298,1 21.657,5 19.808,6
Hongkong 794,1 257,4 591,1 1.821,2 3.846,4
Taiwan 12.019,4 2.493,1 996,7 548,3 1.614,5
Thailand 3.501,4 1.288,2 918,2 4.570,8 18.174,3
Singapura 5.722,0 6.305,2 4.051,2 2.891,9 3.105,5
Vietnam 519,8 26,3 79,1 1.323,7 4.131,3
Australia 163,2 131,6 187,4 253,8 73,5
Amerika Serikat 2.810,1 2.744,3 3.439,3 4.181,6 5.985,8
Uni Eropa 3.670,3 3.278,1 3.303,6 2.385,2 1.152,8
Lainnya 18.838,9 8.196,5 7.206,1 5.836,7 11.403,3
Total 71.920,5 47.490,8 42.070,8 45.470,7 69.296,0
Rata-rata peningkatan (2003-2007) (%) 3,8
Sumber : BPS (2007)
Oleh karena itu, ikan tuna merupakan komoditas yang patut dikelola
dengan baik agar mampu bertahan dalam menghadapi persaingan di pasar
internasional dan kekayaan perairan Indonesia pun dapat dimanfaatkan dengan
sebaik mungkin untuk memenuhi permintaan baik dalam maupun luar negeri.
1.2. Perumusan Masalah
Sektor perikanan sebagai salah satu sektor usaha yang mampu mendukung
perekonomian nasional harus dikelola dengan baik, selain pemenuhan kebutuhan
hidup masyarakat baik domestik maupun internasional dan para ahli
memperkirakan bahwa konsumsi ikan masyarakat global akan semakin
meningkat, yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
1
:
1) Meningkatnya jumlah penduduk disertai meningkatnya pendapatan
masyarakat dunia.

1
Sumber: Kusumastanto T. 2007. Kebijakan dan Strategi Peningkatan Produktivitas dan Daya
Saing Produk Perikanan Nasional. http://tridoyo.blogspot.com/. Diakses tanggal 6 Maret 2009.
2) Meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy food) sehingga
mendorong konsumsi daging dari pola red meat ke white meat.
3) Adanya globalisasi menuntut adanya makanan yang bersifat universal.
4) Berjangkitnya penyakit hewan sumber protein hewani selain ikan sehingga
produk perikanan menjadi pilihan alternatif terbaik.
Perdagangan bebas yang terjadi saat ini membuat tingkat persaingan
semakin ketat baik dalam lingkup lokal, regional, maupun internasional. Produsen
dituntut untuk menghasilkan produk yang baik dari kuantitas maupun kualitas.
Persaingan yang ada membuat Negara Indonesia mengalami pergeseran dari
posisi sepuluh negara pengekspor perikanan terbesar menjadi urutan ketiga belas
(Purnomo 2007).
Ikan tuna memiliki jumlah ekspor terbesar dari sektor perikanan setelah
udang (Tabel 4). Negara tujuan ekspor utama ikan tuna Indonesia adalah Jepang,
Amerika Serikat, dan Uni Eropa (jumlah negara yang tergabung dalam Uni Eropa
terdapat pada Lampiran 1). Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa negara Taiwan,
Thailand, dan Singapura juga tinggi nilai ekspornya, tetapi ketiga negara tersebut
tidak banyak melakukan hambatan terhadap ekspor ikan tuna Indonesia. Hal ini
terkait adanya beberapa regulasi dan syarat-syarat tertentu yang dilakukan oleh
Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Uni Eropa menjadi acuan dalam
penetapan standar dan kualitas mutu, hal ini menyebabkan nilai ekspor Indonesia
ke Uni Eropa mengalami penurunan sebab standar produknya sangat ketat.
Tabel 4. Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Komoditas
Utama Tahun 2003-2007 (Ton)
Tahun
Komoditi Utama
Jumlah
Udang
Tuna,
Cakalang,
Tongkol
Rumput
Laut
Mutiara Lainnya
2002 124,763 92,797 28,560 6 319,614 565.739
2003 138,588 117,092 40,162 12 561,929 857,783
2004 142,098 94,221 51,011 2 615,027 902,458
2005 153,900 90,589 69,264 13 544,015 857,782
2006 169,329 91,822 95,588 2 569,736 926,478
2007 157,545 121,316 94,073 13 481,381 854,328
Rata-rata
kenaikan
(%) 2002-
2007
5,00 7,26 27,97 248,12 12,59 10,42
Sumber : DKP (2008)
Komoditas ikan tuna nasional juga memberikan sumbangan devisa yang
cukup baik dari komoditas perikanan utama. Nilai ekspor ikan tuna nasional
mengalami peningkatan rata-rata dari tahun 2002-2007 sebesar 7,79 persen, dan
memiliki kenaikan rata-rata terbesar pada tahun 2007 dibandingkan dengan
komoditas utama lainnya yaitu sebesar 21,47 persen. Hal ini beraarti komoditas
ikan tuna nasional sangat berperan dalam perekonomia nasional.
Tabel 5. Perkembangan Nilai Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut
Komoditas Utama Tahun 2003-2007 (US $ 1000)
Tahun
Komoditi Utama
Jumlah
Udang
Tuna,
Cakalang,
Tongkol
Rumput
Laut
Mutiara Lainnya
2002 839.722 212.426 15.785 11.471 490.949 1.570.353
2003 852.113 213.179 20.511 17.128 540.612 1.643.542
2004 892.452 243.938 25.296 5.866 613.281 1.780.833
2005 948.452 245.375 57.515 10.735 651.180 1.912.926
2006 1.115.963 250.557 49.586 13.409 673.957 2.103.471
2007 1.029.935 304.348 57.522 12.644 854.470 2.258.920
Rata-rata
kenaikan
(%) 2002-
2007
4,49 7,79 36,57 17,15 12,00 7,56
Sumber: DKP (2008)
Adanya pergeseran pola perdagangan dunia yang tidak hanya dipengaruhi
oleh prinsip supply-demand, tetapi juga dibentuk oleh isu-isu, konvensi, dan
berbagai macam kesepakatan internasional. Menurut Putro (2001) diacu dalam
Purnomo (2007) perjanjian internasional yang berpengaruh langsung bahkan
cenderung mengatur mekanisme perdagangan komoditas perikanan di pasar
internasional dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1) Perjanjian internasional yang bernuansa menjaga kelestraian sumberdaya
perikanan, seperti Code of Conduct for Ressponsible Fisheries, International
Convention for The Conservation of Atlantic Tuna (ICCAT), dan sebagainya.
Dengan adanya perjanjian ini maka ikan-ikan komersial penting yang dijual
di pasar internasional harus ditangkap dari sumberdaya perikanan yang
lestari.
2) Perjanjian internasional tentang perlindungan satwa yang terancam punah,
yaitu Convention of National Trade of Endanger Species (CITES). Perjanjian
ini berakibat adanya pembatasan beberapa jenis ikan atau fauna laut dan air
tawar yang dibatasi pemasarannya karena populasinya dikhawatirkan akan
punah.
3) Perjanjian internasional tentang perdagangan yaitu perjanjian General
Agreement on Tariff and Trade (GATT oleh WTO), termasuk didalamnya
perjanjian Agreement on Sanitary and Phitosanitary Measures (SPS) dan
Agreement on Technical Barrier on Trade (TBT oleh WTO). Perjanjian
mempunyai dampak yang sangat besar terhadap perdagangan perikanan
dunia.
Pola perdagangan yang terjadi dalam pasar ikan tuna internasional akan
berpengaruh terhadap perkembangan ikan tuna Indonesia. Bentuk pasar dalam
komoditas ikan tuna di pasar internasional akan menentukkan kekuatan produsen
dalam pasar dan tingkat persaingan yang terjadi. Jika komoditas ikan tuna berada
dalam pasar yang memiliki banyak pesaing dengan komoditas yang homogen,
maka sangat penting untuk melakukan diferensiasi produk agar mampu bersaing
dengan produsen lainnya.
Saat ini komoditas ikan tuna Indonesia mengalami permasalah dalam
kegiatan ekspor yang disebabkan oleh beberapa faktor penting yaitu muncul
negara pesaing dalam kegiatan ekspor ikan tuna saat ini untuk daerah Asia,
Indonesia dikalahkan oleh Thailand yang potensi lautnya lebih kecil, banyak
masalah hambatan tarif dan non tarif yang dialami oleh komoditas ikan tuna, dan
masalah kenaikan harga bahan bakar di dalam negeri yang membuat banyak kapal
tidak melaut lagi. Faktor lainnya yaitu sifat komoditas ikan tuna yang selalu
bergerak sehingga sulit untuk melakukan kestabilan kuantitas dan kualitas.
Komoditas ikan tuna Indonesia mengalami dua masalah utama dalam
perkembangannya saat ini yaitu hambatan tarif dan non tarif. Hambatan tarif
yang terjadi dilakukan oleh negara-negara tujuan ekspor yang sangat merugikan
negara Indonesia. Hambatan non tarif yang terjadi berhubungan dengan perizinan
ekspor, sertifikasi kesehatan, standar sanitasi, standar mutu, isu lingkungan, isu
hak azazi manusia, dan terorisme (Purnomo 2007).
Sebagai contoh hambatan tarif yang dialami oleh komoditas ikan tuna
Indonesia adalah ketidaksamaan tarif yang dikenakan kepada negara pengekspor
tuna yang terjadi di Uni Eropa yaitu negara yang tergabung dalam EUC
(European Union Countries) menerapkan tarif 24 persen untuk produk tuna.
Namun, tarif tersebut tidak berlaku bagi negara yang sudah tergabung dalam
EUC. Hambatan non tarif yang dihadapi Indonesia untuk komoditas ikan tuna
cukup banyak terutama tentang standar mutu, kesehatan, sanitasi, dan keamanan
pangan yang diterapkan negara pengimpor serta untuk mengurus surat pemenuhan
standar tersebut dibutuhkan waktu dan biaya yang besar, ditambah lagi dengan
adanya perbedaan standar pada beberapa negara.
Berdasarkan kondisi perdagangan ikan tuna di atas, maka dapat dilihat
bahwa potensi perairan Indonesia yang besar belum mampu dikelola dengan baik,
sehingga perlu diberikan perhatian yang serius terhadap upaya pengembangan
sektor perikanan agar tetap mampu menyumbangkan devisa bagi negara.
Pengembangan ekspor ikan tuna dalam jangka panjang sangat bergantung pada
peningkatan kualitas komoditas dan kemampuan daya saing dalam mendapatkan
pasar baru atau pun bertahan pada pasar yang sudah ada.
Komoditas ikan tuna nasional agar dapat bertahan dalam pasar
internasional perlu memiliki strategi pengembangan. Strategi yang disusun harus
mampu mengatasi masalah yang sudah ada maupun yang potensial untuk terjadi
ke depan, sehingga dapat mengantisipasi perubahaan-perubahaan yang terjadi.
Oleh karena itu, yang perlu dilakukan saat ini yaitu menganalisis daya
saing ikan tuna di pasar internasional, sehingga diharapkan hasil analisis ini
nantinya dapat menghasilkan strategi bagi industri ikan tuna nasional untuk dapat
bersaing di pasar internasional. Perumusan masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah sebagi berikut:
1) Bagaimana struktur pasar ikan tuna di pasar internasional?
2) Apakah industri ikan tuna Indonesia memiliki keunggulan komparatif?
3) Apakah industri ikan tuna Indonesia memiliki keunggulan kompetitif?
4) Strategi apa yang perlu dirumuskan untuk memperkuat daya saing ikan tuna
Indonesia di pasar international?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1) Menganalisis struktur pasar dan persaingan ikan tuna di pasar internasional
2) Menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif ikan tuna Indonesia.
3) Melakukan perumusan strategi untuk memperkuat daya saing ikan tuna
Indonesia di pasar Internasional.
1.4. Manfaat Penulisan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1) Para pengambil keputusan dan para pelaku ekonomi dalam sektor perikanan
sebagai upaya untuk merekomendasikan konsep pengembangan daya saing
produk perikanan terutama ikan tuna dalam pasar global.
2) Masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk
meneliti lebih lanjut mengenai kondisi perdagangan ikan tuna di Indonesia.
3) Pemerintahan dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan yang mendukung kelangsungan perdagangan ikan tuna
nasional.
4) Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisi permasalahan
komoditas perikanan serta sebagai aplikasi teori yang diperoleh selama ini.
1.5. Ruang Lingkup
Penelitian ini mengkaji daya saing ikan tuna Indonesia di pasar
internasional dengan menggunakan beberapa metode analisis dan merumuskan
strategi untuk meningkatkan daya saing ikan tuna tersebut. Namun, penentuan
strategi yang terkait dengan faktor internal dan eksternal ditentukan sendiri oleh
penulis berdasarkan pengamatan terhadap kondisi dan data yang ada.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Ikan Tuna
Tuna adalah ikan laut yang terdiri atas beberapa spesies dari famili
Scombridae, terutama genus Thunnus. Ikan tuna mempunyai beberapa jenis dan
spesies dengan ciri-ciri fisik yang berbeda-beda dan dapat dipengaruhi oleh lokasi
atau perairan tempat hidupnya ikan.
Ikan tuna termasuk kelompok ikan pelagis yang aktif dan memiliki
pergerakan yang luas. Berdasarkan habitatnya ikan pelagis dibedakan menjadi
ikan pelagis kecil dan besar. Menurut Komnas Kajiskanlaut diacu dalam Bondar
(2007) yang termasuk kelompok ikan pelagis besar diantaranya : Tuna dan
Cakalang (Madidihang, Tuna Mata Besar, Albakora Tuna Sirip Biru, Cakalang),
Marlin (Ikan Pedang, Setuhuk Biru, Setuhuk Hitam, Setuhuk Loreng, Ikan
Layaran), Tongkol dan Tenggiri, dan Cucut Mako. Jenis ikan pelagis kecil antara
lain : Karangaid (Layang, Selar, Sunglir), Klupeid (Teri, Japuh, Tembang,
Lemuru, Siro), dan Skombroid (Kembung).
Badan tuna memanjang bulat seperti cerutu serta memiliki satu lunas kuat
pada batang sirip ekor diapit oleh dua lunas kecil pada ujungnya. Penampang
lintang tubuh tuna berbentuk bulat panjang atau agak membulat. Warna
punggungnya biru tua, kadang-kadang hampir hitam dan bagian perut berwarna
keputih-putihan yang terkadang berubah bila ikan telah mati. Ikan tuna termasuk
ikan buas, karnivora, predator, dan dapat mencapai panjang 50-150 cm. Selain
itu, tuna juga mempunyai kebiasaan bergerombol (schooling) kecil sewaktu
mencari makan dan kecepatan renangnya dapat mencapai 50 km/jam. Tuna
menyebar luas di seluruh perarian tropis dan sub-tropis. Di Samudera Hindia dan
Samudera Atlantik, Tuna menyebar di antara 40
0
LU 40
0
LS, pada tingkat
kedalaman 0-400 meter, suhu perairan 17-31
0
C, dan tingkat salinitas berkisar
antara 32-35 ppt atau perairan orsenik.
Menurut Burhannudin (1984) bahwa suku Scombridae mencakup banyak
jenis di dunia dan tercatat sebanyak 46 jenis dan di perairan Indonesia terdapat 20
jenis, tetapi untuk jenis tuna hanya terdapat 9 jenis. Di Indonesia tuna hampir
menyebar di seluruh perairan Indonesia, seperti di sepanjang pantai Utara dan
Timur Aceh, Pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Laut
Banda Flores, Halamahera, Maluku, Sulawesi, Irian Jaya dan Selat Maluku. Jenis
tuna yang ada di Indonesia dijelaskan seperti berikut (Tabel 5):
Tabel 6. Jenis Tuna yang Terdapat di Perairan Indonesia dan Diperdagangkan
Nama Indonesia Jenis Ikan Nama Internasional
Lisong Auxis rochei Bullet Tuna
Tongkol Pisang / Krai Auxis thazard Frigated Tuna
Tongkol Komo Eutynnus affinis Eastern Little Tuna
Cakalang Katsuwonus pelamis Skipjack Tuna
Tongkol Abu-Abu Thunnus tonggol Longtail Tuna
Madidihang Thunnus albacores Yellowfin Tuna
Albakora Thunnus alalunga Albacore
Tuna Mata Besar Thunnus obetus Bigeye Tuna
Tuna Sirip Biru Selatan Thunnus maccoyii Southern Bluefin Tuna
Sumber : DKP (2008)
a
Ikan tuna yang hidup di perairan laut Indonesia dikelompokkan menjadi
dua jenis, yakni ikan tuna besar dan ikan tuna kecil. Ikan tuna besar meliputi
madidihang (yellowfin tuna), albakora (albacore), tuna mata besar (bigeye tuna),
dan tuna sirip biru selatan (Southern bluefin tuna). Ikan madidihang dan mata
besar terdapat di seluruh wilayah perairan laut Indonesia.
Sedangkan, albakora hidup di perairan sebelah Barat Sumatera, Selatan Bali
sampai dengan Nusa Tenggara Timur. Ikan tuna sirip biru selatan hanya hidup di
perairan sebelah Selatan Jawa sampai ke perairan Samudra Hindia bagian Selatan
yang bersuhu rendah (dingin). Sementara itu, ikan tuna kecil terdiri dari cakalang
(skipjack tuna), tongkol (Euthynus affinis), tongkol kecil (Auxis thazard), dan ikan
abu-abu (Thunnus tonggol). Ikan cakalang dapat dijumpai di seluruh perairan laut
Indonesia, kecuali di Paparan Sunda bagian Selatan, Selat Malaka, Selat
Karimata, dan Laut Jawa
2
(Gambar jenis ikan tuna terdapat pada Lampiran 2).
2.2. Bentuk Produk Perdagangan Tuna
Ikan tuna menyebar luas di dunia dengan berbagai macam jenis yang
mempunyai nilai ekonomis bila dibandingkan dengan produk lainnya. Potensi
perairan Indonesia yang memiliki berbagai macam jenis ikan, mempunyai
kesempatan besar dalam usaha pengembangan produk ikan tuna. Secara umum,
jenis utama dari produk ikan tuna yang digemari oleh pasar internasional dan

2
Dahuri R. 2008. Restrukturisasi Manajamen Perikanan Tuna.
http://majalahsamudra.at.ua/news/2008-12-10-1. Diakses tanggal 13 Februari 2009.
diperdagangkan dalam bentuk segar (fresh/chilled), beku (frozen), dan olahan baik
dalam bentuk olahan (preserved) maupun dalam wadah vakum (airlight
container).
Setiap perdagangan dunia untuk sebuah komoditi yang diperjualbelikan di
pasar dunia memiliki kode HS sebagai identitas dari komoditi tersebut. Kode HS
enam digit untuk ikan tuna segar (fresh), ikan tuna beku (frozen), dan ikan tuna
dalam kemasan secara berurutan adalah HS 0302.30, HS 0303.40, dan HS
1604.14 (DKP 2008
b
). Klasifikasi produk ikan tuna untuk diekspor terdapat pada
Lampiran 3.
Ikan tuna dalam perdagangannya dikelompokkan menurut standar atau
kualitas daging yang terbagi menjadi empat tingkat mutu yaitug grade A, B, C,
dan D. Pengujian tingkatan mutu ikan dilakukan dengan cara menusukkan coring
tube yaitu suatu alat berbentuk batang, tajam, dan terbuat dar besi. Coring tube
dimasukkan pada kedua sisi ikan (bagian belakang sirip atau ekor kanan dan kiri,
sehingga didapatkan potongan daging ikan tuna. Ciri-ciri untuk masing-masing
grade adalah sebagai berikut (Fadly 2009):
1) Grade A
Ciri-ciri ikan tuna grade A adalah sebagai berikut:
a) Warna daging untuk yellowfin tuna adalah merah seperti darah segar dan
untuk bigeye tuna dagingnya berwarna merah tua seperti bunga mawar,
serta tidak ada pelangi (yak e)
b) Mata bersih, terang, dan menonjol
c) Kulit normal, warna bersih, dan cerah
d) Tekstur daging untuk yellowfin tuna keras, kenyal, dan elastis dan
untuk bigeye tuna dagingnya lembut, kenyal dan elastik
e)Kondisi ikan (penampakannya) bagus dan utuh
2) Grade B
Cirri-ciri ikan tuna grade B adalah sebagai berikut:
a)Warna daging merah, terdapat pelangi (yak e), otot daging agak elastic,
jaringan daging tidak pecah
b) Mata bersih, terang dan menonjol
c)Kulit normal, bersih, dan sedikit berlendir
d) Tidak ada kerusakan fisik
3) Grade C
Ciri-ciri ikan tuna grade C adalah sebagai berikut:
a)Warna daging kurang merah dan ada pelangi (ya ke)
b) Kulit normal dan berlendir
c)Otot daging kurang elastic
d) Kondisi ikan tidak utuh atau cacat, umumnya pada bagian punggung atau
dada
4) Grade D
Cirri-ciri ikan tuna grade D adalah sebagai berikut:
a)Warna daging agak kurang merah dan cenderung berwarna coklat dan
pudar
b) Otot daging kurang elastic, lemak sedikit dan ada pelangi (yak e)
c)Teksturnya lunak dan jaringan daging pecah
d) Terjadi kerusakan fisik pada tubuh ikan, seperti daging ikan yang sudah
sobek, mata ikan yang hilang, dan kulit terkelupas
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang komoditas ikan tuna khususnya tentang keunggulan
daya saing dalam lingkungan internasional menurut penulis belum pernah
dilakukan di lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), namun tidak menuntup
kemungkinan bahwa penelitian tentang hal ini sudah ada tapi tidak dipublikasikan
baik di IPB maupun unversitas lainnya. Namun, penelitian-penelitian tentang
keunggulan daya saing baik kompetitif maupun komparatif suatu industri atau
komoditas lain telah banyak dilakukan dan penelitian tentang komoditas ikan tuna
pun telah banyak dilakukan. Penelitian tersebut antara lain pernah dilakukan oleh
Swaranindita (2005) tentang daya saing komoditas udang di pasar internasional,
Bondar (2007) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
ekspor tuna segar Indonesia, dan Rastikarany (2008) tentang analisis pengaruh
kebijakan tarif dan non tarif Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Bondar (2007) mengenai Analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor tuna segar Indonesia dengan
menggunakan metode kuantitatif yaitu analisis regresi data panel untuk
menganalisis faktor yang mempengaruhi ekspor tuna dan metode deskripitif yang
digunakan untuk melihat perkembangan ekspor tuna segar Indonesia. Tujuan dari
penelitian ini mengetahui perkembangan ekspor tuna segar Indonesia dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tuna segar Indonesia ke
negara-negara tujuan ekspor serta pengaruhnya terhadap ekspor tuna segar
Indonesia.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dengan metode Fixed Effect
menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap ekspor
tuna segar Indonesia pada taraf nyata 5 persen adalah nilai tukar rupiah terhadap
negara pengimpor, pendapatan perkapita negara tujuan ekspor, dan volume ekspor
tuna olahan. Sedangkan variabel harga ekspor, harga domestik, dan jumlah
penduduk negara tujuan ekspor merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata
terhadap volume ekspor tuna segar Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Rastikarany (2008) mengenai Analisis
pengaruh kebijakan tarif dan non tarif terhadap ekspor tuna Indonesia dengan
menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan metode content
analysis (analisis isi) dan analisis kuantitatif dengan metode analisis regresi dan
melihat peramalan kedepannya. Model yang dipakai dalam analisis regresi adalah
model bentuk linier, model bentuk semilog, dan bentuk doublelog. Tujuan dari
penelitian ini mengidentifikasi kebijakan tarif dan non tarif yang dikeluarkan Uni
Eropa untuk impor tuna yang berasal dari Indonesia, mengetahui pengaruh
penerapan kebijakan tarif Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia, mengetahui
pengaruh penerapan kebijakan non tarif Uni Eropa terhadap ekspor tuna
Indonesia, dan meramalkan volume ekspor tuna Indonesia di Uni Eropa pada
masa yang akan datang.
Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah kebijakan
perdagangan tarif Uni Eropa untuk impor tuna asal Indonesia antara lain EC
(European Comission) No.2886/89 yang berlaku dari tahun 1989-2005, EC
No.980/2005 yang berlaku mulai tahun 2006-2008, dan EC No.975/2003
mengatur pengurangan besar tarif khusus tuna kaleng asal Indonesia, Thailand
dan Filipina. Kebijakan non tarif Uni Eropa untuk impor tuna asal Indonesia
terangkum dalam EC No.178/2002, EC 466/2001, EC 178/2005, EC 852/2004,
EC 853/2004, EC 854/2004, EC 882/2004, dan EC 2073/2005.
Model pengaruh hambatan tarif dan non tarif yang terbaik adalah model
semilog (Q = 2.862,71 Ln T
t
605,990 D
t
+ 2936,19 Ln Q
t-2
) dan diwakili oleh
variabel tarif dan volume ekspor dua tahun sebelumnya. Kebijakan tarif
berpengaruh nyata terhadap model sebesar 91% dengan nilai elastisitas tarif
sebesar -0,64 dan bersifat inelastis. Evaluasi statistik terhadap kebijakan
hambatan non tarif tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan volume ekspor
tuna Indonesia. Hal ini sesuai karena faktanya untuk meningkatkan ekspor
dengan mutu yang ada namun tetap harus dilakukan usaha penyetaraan mutu.
Metode trend dipilih untuk meramalkan karena memiliki nilai MSE terkecil. Hasil
peramalan dengan metode trend diperoleh model Y= 6269,7 + 463,18
t
dengan
nilai peramalan yang didapat sebesar 13.447,3 dan 15.246,18 pada tahun 2011.
Kesamaan kedua penelitian diatas dengan penelitian ini terletak pada
kesamaan komoditas yang dibahas yaitu ikan tuna. Sedangkan perbedaannya
terletak pada perbedaan masalah yang dibahas, metode penelitian yang digunakan,
dan untuk penelitian Rastikarany dilakukan peramalan yang tidak dilakukan pada
penelitian saat ini. Hasil penelitia oleh Bondar memiliki manfaat untuk melihat
keadaan perdagangan ikan tuna dan faktor apa saja yang mempengaruhi
perdagangan ikan tuna Indonesia. Hasil penelitian Rastikarany bermanfaat untuk
mengetahui pengaruh kebijakan tarif dan non tarif yang ditetapkan Uni Eropa
sebagai negara yang menjadi standar untuk negara lain dalam hal ketentuan-
ketentuan mutu dan keamanan pangan.
Penelitian yang dilakukan Swaranindita (2005) mengenai Analisis daya
saing komoditas udang nasional di pasar internasional dengan menggunakan
metode deskriptif dan metode Herfindahl Index dan Concentration Ratio untuk
menganalisis struktur pasar, Revealed Competitive Advantage untuk mengukur
keunggulan komparatif komoditas, Teori Berlian Porter untuk mengukur
keunggulan kompetitif komoditas udang, dan melakukan peramalan untuk ekspor
udang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kondisi eksternal dan internal
perdagangan udang nasional di pasar internasional, menganalisis struktur pasar
udang yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan udang internasional, dan
menganalisis posisi daya saing komoditas udang nasional di pasar internasional.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah struktur pasar udang yang
ada yaitu monopolistis dan oligopoli dengan posisi Indonesia sebagai market
follower, faktor internal yang mempengaruhi daya saing komoditas udang yaitu
sulit mendapatkan akses pembiayaan usaha, keterbatasan sarana angkutan ekspor,
penerapan teknologi dan industri terpadu yang belum merata, dan masih terdapat
kendala pada usaha pembenihan dan pengolahan pasca panen. Hasil analisis RCA
menunjukkan bahwa komoditas udang Indonesia memiliki daya saing kuat.
Penelitian Swaranindita memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu
alat analisis yang digunakan sama dan membahas komoditas perikanan.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah tidak ada analisis SWOT yang digunakan
untuk merumuskan strategi ekspor kedepannya, dan komoditas perikanan yang
digunakan pun berbeda, serta pada penelitian ini tidak dilakukan peramalan
penjualan ikan tuna. Hasil penelitian ini bermanfaat karena adanya kesamaan
masalah yang diangkat dan atribut yang dibahas.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Analisis daya saing ikan tuna dianalisis berdasarkan teori-teori dalam
perdagangan internasional dan strategi pengembangan untuk merumuskan
kebijakan yang akan diambil. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
3.1.1. Teori Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta
komposisi perdagangan antar beberapa negara serta bagaimana efeknya terhadap
struktur perekonomian suatu negara. Perdagangan dapat terjadi karena adanya
spesialisasi di tiap-tiap daerah. Perdagangan internasional juga menunjukkan
adanya keuntungan yang timbul dengan adanya perdagangan internasional
(Salvatore 1997).
Kegiatan perdagangan yang terjadi antar negara menunjukkan bahwa
negara-negara tersebut telah memiliki sistem perekonomian yang terbuka.
Perdagangan ini terjadi akibat adanya usaha untuk memaksimumkan
kesejahteraan negara dan diharapkan dampak kesejahteraan tersebut akan diterima
oleh negara pengekspor dan pengimpor. Alasan utama terjadinya perdagangan
internasional adalah:
1) Adanya perbedaan dalam pemilikan sumberdaya dan cara pengolahannya
sehingga setiap negara akan memperoleh keuntungan melalui suatu
pengaturan dengan cara yang berbeda secara relatif terhadap perbedaan
sumberdaya tersebut.
2) Negara-negara yang melakukan perdagangan mempunyai tujuan untuk
mencapai economic of scale dalam produksi, artinya suatu negara akan lebih
efisien jika hanya menghasilkan sejumlah barang tertentu tetapi dengan skala
yang lebih besar dibandingkan dengan jika memproduksi berbagai jenis
barang.
Keuntungan yang dapat diperoleh suatu negara dalam melakukan
perdagangan, adalah keuntungan dari pertukaran komoditas (gains from
exchange) dan keuntungan dari spesialisasi (gains from specialization). Hal yang
terjadi setelah perdagangan berlangsung adalah masing-masing negara akan
melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditas keunggulan komparatif
negara tersebut. Spesialisasi akan terus berlangsung hingga harga-harga relatif
komoditas di kedua negara tersebut sama. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa
perdagangan berada dalam posisi seimbang atau ekuilibrium (Salvatore 1997).
Hal ini mengindikasikan bahwa dalam melakukan perdagangan antar dua negara,
komoditas yang diperdagangkan perlu memiliki keunggulan kompetitif dan
komparatif yang keduanya bersifat saling melengkapi.
Kepemilikan faktor produksi, tingkat penggunaan teknologi dan selera di
setiap negara senantiasa berubah dari waktu ke waktu yang berakibat pada
keunggulan komparatif suatu negara juga senantiasa berubah. Dampak yang
ditimbulkan oleh perubahan dalam kepemilikan faktor produksi dikaitkan dengan
teorema Rybezynski. Menurut Rybezynski, pada harga-harga komoditas yang
konstan, setiap kenaikan dalam kepemilikan atau jumlah salah satu faktor
produksi akan meningkatkan output dari komoditas yang lebih banyak
menggunakan faktor produksi tersebut dibandingkan faktor produksi lainnya dan
dalam waktu yang bersamaan akan menurunkan output komoditas lain.
Pertumbuhan faktor produksi, peningkatan penggunaan faktor produksi serta
perubahan selera akan mengubah volume perdagangan dan atau mengubah nilai
tukar perdagangannya (Salvatore 1997).
Kegiatan perdagangan internasional atau dapat disebut sebagai kegiatan
ekspor dan imporr antar negara, dimana suatu negara akan cenderung mengekspor
barang yang biaya produski di dalam negerinya relatif lebih rendah dibandingkan
dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu negara akan
mengimpor barang-barang yang biaya produksinya di dalam negeri relatif lebih
besar dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Oleh karena itu,
sutau negara akan mengalami selisih antara penawaran dan permintaan domestik
yang lebih besar sehingga terjadi kelebihan penawaran (excess supply) yang dapat
diartikan sebagai penawaran ekspor. Sedangkan di negara lain akan mengalami
kelebihan permintaan (excess demand, maka kedua negara tersebut akan
melakukan pertukaran.
Perbedaaan yang permintaan dan penawaran dua negara yang berbeda akan
menyebabkan negara tersebut melakukan perdagangan sehingga menimbulkan
perdagangan internasional dijelaskan pada Gambar 1. Panel A menunjukkan
keadaaan komoditas X di negara 1 (pengimpor), panel B menunjukkan hasil dari
adanya perdagangan, dan panel C menunjukkan keadaaan komoditas X di negara
2 (pengekspor). Pada negara 1 harga komoditas X tinggi sebesar P1, sedangkan
di negara 2 harga komoditas X lebih rendah yaitu sebesar P2. Akan tetapi pada
negara 1 terjadi kelebihan permintaan (excess demand ) sebesar CB sedangkan
pada negara 2 terjadi kelebihan penawaran (excess supply) IG. Hal tersebut
mengakibatkan maka kedua negara tersebut melakukan kegiatan perdagangan,
sehingga harga yang berlaku sebesar P3 dan komoditas X yang diperjualbelikan
sebesar K yang digambarkan dengan titik ekulibrium pada E (Lindert &
Kindleberger 1995).
Pedagangan yang terjadi antara dua negara akan menyebabkan negara
tersebut melakukan suatu hambatan baik untuk melindungi pordusen maupun
konsumen dalam negerinya. Setiap negara akan menerapkan hambatan dalam
perdagangan secara bebas. Penerapan kebijakan tersebut merupakan alat untuk
meningkatkan kesejahteraan nasional, namun dalam kenyataannya hal tersebut
lebih bersifat kepentingan dari pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan
adanya hambatan tersebut. Bentuk kebijakan perdagangan atau hambatan tersebut
dapat bersifat tarif dan non-tarif. Hambatan tarif dapat berbentuk tarif ad valorem
yaitu pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentasi tertentu dari barang
impor, tarif spesifik yang dikenakan sebagai beban unit barang yang diimpor, dan
tarif campuran yang merupakan gabungan dari kedua tarif tersebut yang
mengenakan pungutan dalam jumlah tertentu dan ditambah sekian persen lagi.
(Salvatore 1997). Hambatan non-tarif yang terjadi dapat berasal atau berbentuk
isu mutu, sanitasi, dan keamanan produk yang diperketat dengan persyaratan,
serta isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan, hak azazi manusia, bahkan isu
terorisme (Purnomo 2007).
.
P P P


Sx

P1 A
Impor Sy Eskpor Sz
P3 C B E I G
P2 H
Dx Dy Dz
J D F Q K Q K F L Q
A. Negara 1 (importir) B. Hubungan Perdagangan C. Negara 2 (eksportir)
Antara Negara 1 dan 2
Gambar 1. Perdagangan Internasional Antara Dua Negara
Sumber : Lindert dan Kindleberger (1995)
3.1.2. Bentuk-Bentuk Pasar
Menurut Pappas dan Hirschey (1995), struktur pasar menggambarkan
persaingan dalam pasar untuk sebuah produk atau jasa. Sebuah pasar terdiri dari
semua perusahaan dan individual yang mampu dan ingin membeli atau menjual
suatu produk serta adanya pendatang baru yang potensial. Pendatang baru yang
potensial ini adalah semua pihak yang mampu memberikan ancaman terhadap
keputusan harga atau keluaran dari perusahaan yang sudah ada.
Struktur pasar umumnya diidentifikasi berdasarkan beberapa karakteristik
yaitu jumlah dan distribusi dari pembeli dan penjual serta pendatang baru
potensial yang aktif, tingkat diferensiasi produk, jumlah dan biaya informasi
tentang harga dan mutu produk, serta kondisi masuk dan keluar industri. Bentuk-
bentuk pasar yang dapat terjadi di dalam suatu perdagangan dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna
Pasar persaingan tidak sempurna dapat dibedakan menjadi pasar monopoli, pasar
oligopoli, pasar duopoli, dan pasar monopsoni. Struktur pasar ini dapat dipandang
sebagai sebuah garis dengan tingkat persaingan yang menurun, yang bergerak dari
model persaingan sempurna ke persaingan monopolistis kemudian oligopoli dan
terakhir monopoli.
1) Pasar Persaingan Sempurna
Pasar persaingan sempurna (murni) dicirikan dengan komoditi yang
dipasarkan bersifat homogen, jumlah pembeli dan penjual sangat banyak,
adanya kebebasan untuk keluar masuk bagi penjual dan pembeli atau pun
pendatang baru, penjual dan pembeli tidak dapat mempengaruhi harga pasar
(price taker) yang berarti bahwa perusahaan mengambil harga pasar sebagai
sesuatu ang tidak dapat ddirubah dan merancang strategi produk mereka
sesuai dengan harga pasar tersebut, serta adanya informasi pasar yang
lengkap bagi pembeli dan penjual.
Adanya persaingan harga yang ketat dan hanya tingkat pengembalian atas
investasi yang normal yang dimungkinkan dalam jangka panjang. Laba
ekonomi hanya dimungkinkan dalam periode disekuilibrium jangka pendek
sebelum persaing memberikan tanggapan persaingan yang efektif. (Pappas
dan Hirschey 1995).
2) Pasar Persaingan Monopolistis
Menurut Pappas dan Hirschey (1995) pasar persaingan monopolistis dicirikan
dari banyak penjual yang menawarkan produk yang serupa tapi tidak identik.
Pasar persaingan monopolistik tidak terlalu berbeda dengan pasar persaingan
sempurna namun pada pasar persaingan monopolistik konsumen melihat
adanya perbedaan penting diantara produk yang ditawarkan oleh setiap
produsen individual. Pasar persaingam monopolistik memiliki kesamaan
seperti pasar persaingan sempurna dimana setiap perusahaan mengambil
keputusan secara independen, yaitu perubahan harga satu perusahaan tidak
akan mempengaruhi harga perusahaan lain namun adanya pengaruh
perbedaan penting diantara produk yang ditawarakan yang dilihat oleh
konsumen dalam menentukan barang mana yang akan dikonsumsi.
Perbedaan produk baik dalam hal jumlah, mutu, harga, atribut waktu, maupun
tempat. Dampak diferensiasi produk ini dalam jangka pendek bagi
perusahaan adalah peningkatan laba ekonomi yang cukup besar atau tingkat
pengembalian diatas normal. Namun, dalam jangka panjang masuknya
peniru sebagai pesaing akan membuat pangsa pasar dan laba akan menurun.
Oleh karena itu, perusahaan yang berada dalam pasar persaingan
monopolistik harus memiliki keunggulan bersaing yang berbeda untuk
mempertahankan konsumennya.
3) Pasar Oligopoli
Pasar yang hanya ada beberapa penjual atau perusahaan yang menguasai
pasar baik secara independen maupun secara diam-diam bekerja sama.
Adanya rintangan untuk masuk ke dalam pasar yang disebabkan skala
ekonomi, persyaratan modal, periklanan, biaya penelitian dan pengembangan
atau faktor lainnya. Adanya keterbatasan informasi tentang pasar terkait
dengan mutu produk dan biaya, dan setiap keputusan harga yang diambil oleh
suatu perusahaan akan dipertimbangkan oleh perusahaan-perusahaan lainnya.
Pasar oligopoli memiliki potensi untuk laba ekonomi (diatas normal) dapat
dicapai baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, namun peraingan
yang terjadi terkadang sangat ketat sehingga kondisi pencapaian laba
ekonomi menjadi relatif (Pappas dan Hirschey 1995).
4) Pasar Monopoli
Pasar monopoli dicirikan dengan keadaan komoditi yang sangat didiferensiasi
dan produk pengganti tidak tersedia. Penjual tunggal dan pembeli banyak
dengan tingkat informasi pasar yang dimiliki berbeda dimana pembeli hanya
memiliki akses yang sangat terbatas terhadap informasi harga dan mutu
produk. Adanya hambatan untuk keluar masuk pasar yang disebabkan oleh
skala ekonomis (monopoli alamiah), hak paten, hak cipta, franchise atau
faktor lainnya. Penjual dapat mempengaruhi harga (price maker) dan untuk
mencapai keuntungan maksimum perusahaan selalu mengusahakan ongkos
marjinal sama dengan permintaan marjinal dan potensi untuk laba ekonomi
baik dalam jangka pendek maupun panjang. (Pappas dan Hirschey 1995).
3.1.3. Keunggulan Komparatif
Konsep keunggulan komparatif seringkali digunakan untuk menjelaskan
spesialisasi suatu negara dalam memproduksi suatu barang dan jasa. Selain itu,
konsep ini juga dapat digunakan untuk wilayah yang lebih kecil seperti propinsi.
Menurut Adam Smith diacu dalam Hady (2004) bahwa setiap negara akan
memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut
memiliki keunggulan absolut (absolute advantage), serta mengimpor barang jika
negara tersebut memiliki ketidakunggulan absolut (absolute disadvantage).
Namun, teori keunggulan absolut ini hanya dapat menjelaskan sedikit saja dari
perdagangan internasional pada saat ini.
Pada tahun 1817, David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan
absolute dengan teori keunggulan komparatif melalui buku yang berjudul
Principles of Political Economy and Taxation. Buku tersebut berisi penjelasan
mengenai teori keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage).
Hukum tersebut menyatakan bahwa meskipun suatu negara kurang efisien
dibandingkan (memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam
memproduksi kedua komoditas, namun masih terdapat dasar untuk melakukan
perdagangan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Negara
pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor
komoditas yang mempunyai kerugian absolut lebih kecil (komoditas dengan
keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian
absolut lebih besar (komoditas yang memiliki kerugian komparatif yang besar)
(Salvatore 1997).
Keunggulan komparatif suatu komoditas diukur berdasarkan harga
bayangan (shadow price) atau berdasarkan analisis ekonomi yang akan
menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya dari unsur
biaya maupun hasil. Analisis ekonomi suatu proyek atau aktivitas ekonomi atas
manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa memperhatikan siapa yang
menyumbang dan menerima manfaat tersebut. Maka, suatu komoditas yang
mempunyai keunggulan komparatif menunjukkan bahwa kegiatan atau proses
dalam menghasilkan komoditas tersebut efisien secara ekonomi. Keunggulan
komparatif merupakan ukuran daya saing yang akan dicapai apabila
perekonomian tidak mengambil distorsi sama sekali
Ricardo mendasarkan hukum keunggulan komparatif pada sejumlah
asumsi yang disederhanakan, yaitu:
1. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditas
2. Perdagangan bersifat bebas
3. Terdapat mobilitas tenaga kerja
4. Biaya produksi konstan
5. Tidak terdapat biaya transportasi
6. Tidak ada perubahan teknologi
7. Menggunakan teori nilai kerja.
Keenam asumsi diatas dapat diterima, namun asumsi ketujuh tidakk
berlaku dan seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan
komparatif karena toeri nilai tenaga kerja ini menyatakan bahwa nilai atau harga
sebuah komoditas tergantung dari jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk
meproduksi. Teori nilai kerja ini merupakan kelemahan dari model Ricardian
karena tenaga kerja bukan merupakan satu-satunya faktor produksi dan
penggunaannya juga tidak sama untuk setiap komoditas serta tenaga kerja tidak
bersifat homogen karena adanya perbedaan pendidikan, produktivitas, dan upah
yang diterima. Keunggulan komparatif yang dikemukan oleh Ricardo hanya
berdasarkan pada penggunaan dan produktivitas tenaga kerja tanpa menjelaskan
alasan timbulnya perbedaan produktivitas tenaga kerja diantara berbagai negara.
Teori ini juga tidak menjelaskan mengenai pengaruh perdagangan internasional
terhadap pendapatan yang diperoleh faktor produksi. Hal ini menyebabkan
konsep keunggulan komparatif yang dikemukan oleh David Ricardo
disempurnakan oleh Heckscher dan Ohlin pada tahun 1933 (Salvatore 1997).
Heckscher dan Ohlin melakukan perbaikan terhadap hukum keunggulan
komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo. Teori Heckscher-Ohlin atau teori
kelimpahan yang diekspresikan ke dalam dua teorema yang saling berhubungan,
yaitu teorema Heckscher-Ohlin serta teorema penyamaan harga faktor. Menurut
teorema Heckscher-Ohlin, sebuah negara akan mengekspor komoditas yang padat
faktor produksi yang ketersediaannya di negara tersebut melimpah dan murah,
sedangkan di sisi lain negara tersebut akan mengimpor komoditas yang padat
dengan faktor produksi yang langka dan mahal. Menurut teorema penyamaan
harga faktor produksi atau teorema Heckscher-Ohlin-Samuelson, perdagangan
internasional cenderung menyamakan harga-harga baik itu secara relatif maupun
secara absolut dari berbagai faktor produksi yang homogen atau sejenis diantara
negara-negara yang terlibat dalam hubungan dagang. Pada intinya teori
perdagangan Heckscher-Ohlin menjelaskan bahwa perdagangan internasional
berlangsung atas dasar keunggulan komparatif yang berbeda dari masing-masing
negara. Teori ini juga menyinggung mengenai dampak-dampak perdagangan
internasional terhadap harga atau tingkat pendapatan dari masing-masing faktor
produksi. Secara umum model Heckscher-Ohlin masih dapat dianggap sebagai
model baku dalam perdagangan internasional (Salvatore 1997).
3.1.4. Keunggulan Kompetitif Menurut Porter
Keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) merupakan alat untuk
mengukur daya saing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian
aktual. Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi
suatu komoditas dengan biaya cukup rendah sehingga dengan harga yang terjadi
produsen tetap dapat memperoleh keuntungan. Pada awalnya konsep keunggulan
kompetitif dikembangkan oleh Porter pada tahun 1980 dengan bertitik tolak dari
kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Menurut Porter
(1998), keunggulan kompetitif suatu negara sangat tergantung pada tingkat
sumberdaya yang dimilikinya. Berdasarkan sumberdaya lokal yang dimiliki suatu
negara dapat dilihat apakah suatu negara mempunyai keunggulan kompetitif atau
tidak. Keunggulan kompetitif dibuat dan dipertahankan melalui suatu proses
internal yang tinggi. Perbedaan dalam struktur ekonomi nasional, nilai,
kebudayaan, kelembagaan, dan sejarah mementukan keberhasilan kompetitif.
Keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh empat faktor yang
harus dimiliki suatu negara untuk bersaing secara global. Keempat faktor tersebut
adalah kondisi faktor sumberdaya (factor condition), kondisi permintaan (demand
condition), industri terkait dan industri pendukung (related and supporting
industry), persaingan, struktur, dan strategi perusahaan (firm strategy, structure,
and rivarly). Keempat faktor penentu tersebut didukung oleh faktor eksternal
yang terdiri atas peran pemerintah (goverment) dan terdapatnya kesempatan
(chance events). Secara bersama-sama faktor tersebut membentuk suatu sistem
yang berguna dalam peningkatan keunggulan daya saing, system tersebut dikenal
dengan The National Diamond (Gambar 2).
Setiap atribut yang terdapat dalam teori Berlian Porter memiliki poin-poin
penting yang menjelaskan secara detail atribut yang ada, penjelasan untuk tiap
atribut sebagai berikut:
1) Kondisi Faktor Sumberdaya
Sumberdaya yang dimiliki oleh suatu bangsa merupakan salah satu faktor
produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor
produksi tersebut terdiri dari :
a) Sumberdaya Fisik atau Alam
Sumberdaya fisik atau alam yang mempengaruhi daya saing industri
nasional terdiri atas biaya, kualitas, ukuran lahan, ketersedian air,
mineral, energi dan berbagai sumberdaya lain yang dapat diperbaharui
maupun tidak, dan aksesbilitas, serta kondisi cuaca iklim, luas wilayah,
geografis, keadaan topografi, dan lain-lain.
b) Sumberdaya Manusia
Sumberdaya fisik atau alam yang mempengaruhi daya saing industri
nasional terdiri dari jumlah tenaga yang tersedia, kemampuan manajerial
dan ketrampilan yang dimiliki, tingkat upah yang berlaku, dan etika kerja
(moral).
Gambar 2. The Complete System of National Competitive Advantage
Sumber : Michael E. Porter (1990)
Keterangan : Garis ( ____ ), menunjukkan hubungan antara atribut utama
Garis (--------), menunjukkan hubungan antara atribut utama dengan atribut tambahan
c) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi daya
saing industri nasional terdiri dari ketersediaan pengetahuan pasar,
pengetahuan teknis, pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan
dalam memproduksi barang dan jasa, ketersediaan sumber-sumber
pengetahuan dan teknologi seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian,
dan pengembangan lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis
data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan
lain-lain.
d) Sumberdaya Modal
Sumberdaya modal yang mempengaruhi daya saing industri nasional
terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau
sumber modal, aksesbilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga
Persaingan, Struktur,
dan Strategi perusahaan
Peran
Pemerintah
Kondisi
Permintaan
Industri Terkait dan
Industri Pendukung
Kondisi Faktor
Sumberdaya
Kesempatan
pembiayaan dan perbankan, peraturan keuangan, serta peraturan dan
kondisi moneter dan fiskal untuk mengetahui tingkat tabungan
masyarakat.
e) Sumberdaya Infrastruktur
Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi daya saing industri
nasional dapat diihat dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan
infrastruktur yang mempengaruhi daya saing, seperti sistem transportasi,
komunikasi, pos dan giro, sistem pembayaran dan transfer dana, air
bersih, energi listrik dan lain-lain.
2) Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan dalam negeri sangat mempengaruhi daya saing industri
nasional. Mutu permintaan dalam negeri merupakan sarana pembelajaran
bagi perusahaan dalam negeri untuk bersaing secara global. Persaingan yang
ketat memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan daya
saingnya dengan memberi tanggapan terhadap persaingan yang ada. Terdapat
tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi daya saing industri
nasional yaitu:
a) Komposisi Permintaan Domestik
Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi daya saing
industri nasional. Karakteristik permintaan domestik terdiri dari :
i) Struktur Segmen Permintaan
Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing
industri nasional. Pada sebagian besar industri, permintaan yang
ada telah tersegmentasi atau dipersempit menjadi beberapa bagian
yang lebih spesifik. Umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah
memperoleh daya saing pada segmen permintaan yang lebih luas
dibandingkan dengan segmen permintaan yang sempit.
ii) Pengalaman dan Selera Pembeli yang Tinggi
Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan
tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu
dan memenuhi standar yang tinggi termasuk didalamnya yaitu
standar mutu produk, fitur-fitur pada produk, dan pelayanan.
iii) Antisipasi Kebutuhan Pembeli
Antisipasi terhadap kebutuhan pembeli dari perusahaan dalam negeri
merupakan suatu nilai tambah dalam memperoleh keunggulan daya
saing.
b) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan
Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat
persaingan dalam negeri terutama disebabkan oleh jumlah pembeli
bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan
baru, dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagi akibat perusahaan
domestik melakukan penetrasi pasar lebih awal. Pasar domestik yang
luas dapat diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam
suatu industri. Hal ini dapat terlaksana jika indsutri dilakukan dalam
skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan membangun
fasilitas skala besar, pengembangan teknologi, dan peningkatan
produkstivitas.
c) Internasionalisasi Permintaan Domestik
Pembeli lokal (dapat berasal dari warga asing atau pun warga Indonesia
yang berdomisili di luar negeri) yang merupakan pembeli dari luar negeri
akan mendorong peningkatan daya saing industri nasional karena
pembeli tersebut dapat membawa produk domestik ke luar negeri (ke
negaranya). Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan
sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong dan
meningkatkan daya saing produk negara yang dikunjunginya.
3) Industri Terkait dan Pendukung
Keberadaan industri terkait dan pendukung yang memiliki daya saing global
juga akan mempengaruhi daya saing industri utamanya, industri yang terkait
tersebut adalah industri hulu dan hilir. Industri hulu yang memiliki daya
saing global akan mampu memasok input bagi industri utama dengan harga
yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman
tepat waktu, dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri utama. Hal
ini juga terjadi pada industri hilir yang menggunakan produk dari industri
utama sebagai bahan bakunya dan memiliki daya saing global, maka industri
hilir tersebut dapat menarik industri hulu untuk memiliki daya saing global
juga.
4) Struktur, Persaingan dan Strategi Perusahaan
Tingkat pesaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong
bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi utnuk terus melakukan
inovasi terhadap produk yang dihasilkannya. Keberadaan pesaing lokal yang
handal dan kuat merupakan motor penggerak dalam memberikan tekanan
antar perusahaan untuk berkompetisi dan melakukan inovasi dalam rangka
meningkatkan daya saingnya. Perusahaan yang telah teruji mampu bersaing
ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan
internasional dibandingkan dengan perusahaan yang belum memiliki daya
saing nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah.
Struktur perusahaan maupun struktur industri menentukan daya saing dengan
cara melakukan perbaikan dan inovasi. Struktur industri yang monopolistis
kurang memiliki dorongan untuk melakukan perbaikan serta inovasi baru
dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Struktur perusahaan
yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana
perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana
tekanan persaingan baik domestik maupun internasional. Hal ini juga
berpengaruh pada strategi yang dijalankan oleh perusahaan dalam rangka
memenangkan persaingan domestik dan internasional. Maka, hal tersebut
secara tidak langsung akan meningkatkan daya saing global industri yang
bersangkutan.
5) Peran Pemerintah
Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung terhadap
upaya peningkatan daya saing global, akan tetapi berpengaruh terhadap
faktor-faktor penentu daya saingnya. Pemerintah bertindak sebagi fasilitator
agar perusahaan dan industri senantiasa meningkatkan daya saingnya.
Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat daya saing global melalui kebijakan
yang memperlemah atau memperkuat faktor penentu daya saing industri,
tetapi pemerintah tidak dapat menciptakan keunggulan bersaing secara
langsung. Peran pemerintah dalam upaya peningkatan daya saing adalah
memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor
daya saing sehingga bisa didayagunakan secara aktif dan efisien.
Pemerintah dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keempat variabel
utama. Peran pemerintah mempengaruhi kondisi faktor sumberdaya melalui
subsidi, kebijakan pasar modal, kebijakan pendidikan, dan lain sebagainya.
Peran pemerintah seringkali sulit untuk dijelaskan dalam pembentukan
kondisi permintaan doemstik, karena adanya kontradiksi pada peran yang
dijalankan. Pemerintah bertugas menetapkan standar produk lokal melalui
departemen-departemen yang ada. Pemerintah juga seringkali menjadi
pembeli utama seperti pembelian alat telekomunikasi atau penerbangan untuk
keperluan negara. Bahkan pemerintah juga dapat menjadi penjual utama atau
memegang kekuasaan atas produk-produk vital yang menyangkut
kepentingan rakyat banyak.
Pada industri pendukung dan terkait pemerintah dapat membentuk polanya
seperti melakukan pengawasan terhadap media periklanan dan membuat
regulasi dari pelayanan pendukung. Selain itu, pemerintah juga dapat
mempengaruhi persaingan, struktur, dan strategi perusahaan melalui regulasi
pasar modal, kebjakan pajak, dan perundang-undangan.
6) Peran Kesempatan
Kesempatan mempunyai dampak yang asimetris atau hanya berlaku satu arah
terhadap keempat faktor utama. Peran kesempatan berada di luar kendali
perusahaan maupun pemerintah namun tetap mempengaruhi tingkat daya
saing. Beberapa hal yang dianggap keberuntungan merupakan peran
kesempatan, seperti adanya penemuan baru yang murni, biaya perusahaan
yang tidak berlanjut akibat perubahan harga minyak atau depresiasi mata
uang. Selain itu, terjadinya peningkatan permintaan produk industri yang
lebih besar dari pasokannya merupakan kondisi yang menguntungkan bagi
peningkatan daya saing.
3.1.5. Analisis SWOT Untuk Alat Analisis dan Strategi Kebijakan
Alat analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunies, and Threaths)
digunakan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada dalam industri
ikan tuna, kemudian menetapkan strategi yang dapat membantu perkembangan
industri ikan tuna nasional. Analisis SWOT merupakan alat analisis yang dapat
dipakai dalam menyusun faktor-faktor strategis suatu perusahaan berdasarkan
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini merupakan identifikasi
yang bersifat sistematis dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi
serta peluang dan ancaman lingkungan luar dan strategis yang menyajikan
kombinasi terbaik diantara keempatnya. Setelah mengidentifikasi kekuatan,
kelemahan, ancaman, dan peluang, perusahaan atau organisasi dapat menentukan
strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk mengambil
keuntungan dari peluang-peluang yang ada, sekaligus untuk memperkecil atau
bahkan mengatasi kelemahan yang dimilikinya untuk menghindari ancaman yang
ada. Penjelasan tentang faktor internal dan eksternal dalam analisis SWOT adalah
sebagai berikut:
1) Kekuatan (Strenghts)
Kekuatan termasuk dalam faktor internal yang menunjukkan kelebihan
khusus sehingga memiliki keunggulan komparatif di dalam suatu industri
yang dimiliki oleh perusahaan. Kekuatan perusahaan akan mendukung
perkembangan usaha dengan cara memperhatikan sumber dana, citra,
kepemimpinan pasar, hubungan dengan konsumen ataupun pemasok, dan
faktor-faktor lainnya.
2) Kelemahan (Weaknesses)
Kelemahan termasuk faktor internal yang menunjukkan keterbatasan dan
kekurangan dalam hal sumberdaya, keahlian, dan kemampuan yang secara
nyata menghambat aktivitas perusahaan. Sumber kelemahan dapat berasal
dari sumberdaya keuangan, kemampuan manajerial, fasilitas, keahlian
pemasaran, dan pandangan konsumen terhadap merek.
3) Peluang (Opportunities)
Peluang termasuk dalam faktor eksternal. Peluang adalah situasi yang
diinginkan atau disukai dalam perusahaan yang diidentifikasikan. Segmen
pasar, perubahan dalam persaingan atau lingkungan, perubahan teknologi,
peraturan baru atau yang ditinjau kembali dapat menjadi sumber peluang bagi
perusahaan.
4) Ancaman (Threats)
Ancaman termasuk dalam faktor eksternal. Ancaman adalah situasi yang
paling tidak disukai dalam lingkunngan perusahaan. Ancaman merupakan
penghalang bagi posisi yang diharapkan bagi perusahaan. Masuknya pesaing
baru, pertumbuhan pasar yang lambat, meningkatnya posisi penawaran
pembeli dan pemasok, perubahan tekonologi, peraturan baru atau yang
ditinjau kembali dapat menjadi sumber ancaman bagi perusahaan.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Ikan tuna merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor Indonesia
karena sebagai salah satu penyumbang devisa negara dari sektor perikanan yang
terbesar, daerah perairan di Inonesia masih banyak yang belum dimafaatkan
dengan baik, dan ikan tuna termasuk komoditas perikanan yan paling banyak
digemar di dunia. Akan tetapi perkembangan ekspor ikan tuna Indonesia
dihadapkan pada persoalan isu lingkungan dan berbagai macam hambatan tarif
yang dilakukan oleh beberapa negara sehingga potensi perairan Indonesia yang
begitu besar belum terkelola dengan baik dan perkembangan ekspor ikan tuna
dalam jangka panjang sangat bergantung pada kualitas komoditas dan
kemampuan daya saing dalam mendapatkan pasar-pasar baru.
Permasalahan tersebut menjadi dasar dari penelitian ini, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengkaji perkembangan ekspor ikan tuna dan faktor-
faktor yang mempengaruhi perdagangannya, menganalisis struktur pasar ikan tuna
dalam perdagangan ikan tuna internasional serta menganalisis posisi daya saing
ikan tuna di pasar internasional.
Oleh karena itu, tahapan pertama dalam penelitian ini adalah menganalisis
dengan Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR) untuk
menggambarkan struktur dan pangsa pasar yang dimiliki oleh komoditas ikan tuna
Indonesia di pasar internasional. Kemudian dilakukan analisis Revealed
Competitive Advantage (RCA) yang digunakan untuk menjelaskan kekuatan daya
saing komoditas ikan tuna Indonesia secara relatif terhadap produk sejenis dari
negara lain yang juga menunjukkan posisi kompetitif Indonesia sebagai produsen
ikan tuna dibandingkan dengan negara lainnya dalam pasar ikan tuna
internasional. RCA ini digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif
ikan tuna Indonesia jika dibandingkan dengan negara produsen lainnya.
Pendekatan lain yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah
melakukan pengkajian potensi, kendala, dan peluang komoditas ikan tuna.
Analisis situasi internal dan eksternal ini dilakukan dengan pendekatan Teori
Berlian Porter (Porters Diamond Theory) tentang keunggulan bersaing negara-
negara. Teori Berlian Porter menganalisis faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu negara, dalam penelitian ini berarti
faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif komoditas ikan tuna
Indonesia. Faktor internal mencakup faktor fisik dan manusia, sedangkan faktor
eksternal mencakup peluang yang terjadi pasar ikan tuna dalam negeri maupun
internasional. Suatu negara tidak dapat lagi hanya menggantungkan
keunggulannya pada keunggulan komparatif yang dimilikinya sebagai endowment
factors, tapi juga harus didukung adanya keunggulan kompetitif yang kuat.
Alat analisis tersebut akan menggambarkan kondisi komoditas ikan tuna
Indonesia di pasar internasional dan memperlihatkan bagaimana daya saing
komoditas ikan tuna itu sendiri. Gambaran yang didapat kemudian dianalisis
melalui analisis SWOT dengan cara mengidentifasi kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman yang ada. Hasil akhir dari semua alat analisis yang ada
dapat digunakan untuk menentukan strategi sebagai upaya peningkatan daya saing
komoditas ikan tuna Indonesia. Diagram alur pemikiran penelitian ini akan
ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Kerangka Opersional Penelitian
- Indonesia memiliki
kekayaan laut yang masih
belum dimanfaatkan dengan
masksimal.
- Devisa yang dihasilkan
cukup tinggi
- Ikan tuna termasuk produk
perikanan yang banyak
digemari di dunia
- Hambatan tarif dan non tarif
- Masalah dalam negeri
- Perkembangan ekspor ikan tuna
jangka panjang bergantung pada
peningkatan kualitas dan
kemampuan daya saing
Analisis daya saing komoditas
ikan tuna Indonesia di pasar
internasional
Analisis
struktur
komoditas ikan
tuna di pasar
internasional
dengan
menggunakan
Herfindahl
Index dan
Concentration
Ratio
Analisis
keunggulan
komparatif
komoditas ikan
tuna Indonesia
dengan
menggunakan
Revealed
Comparative
Advantage
Analisis
keunggulan
kompetitif
komoditas ikan
tuna Indonesia
dengan
menggunakan
Teori Berlian
Porter
Gambaran
daya saing
komoditas
ikan tuna
dalam
menghadapi
persaingan
internasiona
(Analisis
SWOT)
Strategi untuk meningkatkan daya saing
komoditas ikan tuna di pasar
internasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari pihak-pihak
yang terkait dengan penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen
Kelautan dan Perikanan (DKP), dan sebagainya. Waktu penelitian dilakukan
mulai dari bulan Februari 2009 hingga Januari 2010 mulai dari penyusunan
proposal hingga penyerahan skripsi.
4.2. Data dan Instrumentasi
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang
didapatkan dari BPS, DKP serta informasi-informasi lainnya yang berkaitan
dengan penelitian yang diperoleh dari buku-buku literatur, media massa, media
elektronik (internet). Data yang diambil adalah data ekspor ikan tuna negara-
negara dunia tahun 1998-2007 , data pendukung untuk gambaran umum ikan tuna
di Indonesia terkait dengan keberadaan faktor sumberdaya dan peran pemerintah,
serta gambaran mengenai keberadaan pesaing. Menurut segi waktu, maka data
yang digunakan merupakan data time series. Instrument yang dipakai untuk
mendapatkan data berupa alat pencatat dan penyimpan elektronik berupa flashdisk
dan camera.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data yang
dikumpulkan dari berbagai sumber instansi yang terkait yaitu BPS dan DKP yang
terletak di Jakarta melalui studi literatur dan penelusuran situs UN Comtrade
untuk data ekspor dunia. Data yang diambil pada penelitian ini mulai dari tahun
1998 hingga tahun 2007. Pengumpulan data penelitian dilakukan mulai dari bulan
Maret hingga Mei tahun 2009.
4.4. Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif.
Menurut Whitney (1960) diacu dalam Nazir (2003) metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Tujuannya adalah untuk membuat
gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat,
serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif adalah metode
penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga
metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka. Teknik
pengumpulan data dalam metode deskriptif diperoleh melalui schedule
questioner ataupun interview guide (Nazir 2003).
Analisis dan pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur pasar dan persaingan
komoditas ikan tuna di pasar internasional. Analisis kuantitatif dilakukan dengan
metode Herfindahl Index (HI), Concentration Ratio (CR) atau konsentrasi rasio
dan Revealed Comparative Advantage (RCA). Analisis kualitatif digunakan
untuk menganalisis situasi dan kondisi faktor penentu daya saing serta faktor
strategis perusahaan sehingga diperoleh strategi yang dapat digunakan untuk
menghadapi persaingan global. Analisis kualitatif dilakukan dengan
menggunakan Teori Berlian Porter dan Analisis SWOT. Proses pengolahan data
kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Software Microsoft Excel 2007.
4.4.1. Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR)
Herfindahl Index dan Concentration Ratio (CR) adalah alat analisis yang
digunakan untuk mengetahui struktur pasar yang dihadapi suatu industri.
16

Tingkat konsentrasi yang diukur dikategorikan dan diarahkan pada bentuk pasar
yang selama ini terjadi pada pasar ikan tuna internasional. Bentuk pasar yang ada
akan mempengaruhi tingkat persaingan yang dianalisis pada bagian selanjutnya.
Pengukuran tingkat konsentrasi sangat memperhitungkan besaran pangsa pasar
yang diperoleh tiap negara dalam komposisi ekspor komoditas ikan tuna di pasar
internasional.
Herfindahl Index (HI) atau HerfindahlHirschman Index (HHI) merupakan
suatu alat analisis yang digunakan untuk mengukur besar kecilnya (ukuran)
perusahaan-perusahaan dalam suatu industri dan sebagai indikator jumlah
persaingan diantara mereka. Penelitian ini menggunakan alat analisis HI dengan
tujuan untuk mengetahui struktur pasar komoditas ikan tuna di pasar internasional

16
Anonim. 2009. Herfindahl Index. http://en.wikipedia.org/wiki/Herfindahl_index Diakses tanggal
6 Maret 2009.
sekaligus mengukur penguasaan pangsa pasar masing-masing negara yang terlibat
dalam perdagangan komoditas ikan tuna tersebut.
` Hal pertama yang harus dilakukan adalah menghitung pangsa pasar tiap
negara produsen ikan tuna di pasar internasional melalui besaran nilai ekspor ikan
tuna. Pangsa pasar komoditas ikan tuna suatu negara dapat dihitung dengan cara
membandingkan ekspor komoditas ikan tuna negara tersebut dengan total ekspor
komoditas ikan tuna dunia. Perhitungan pangsa pasar tersebut dilakukan dengan
menggunakan formula sebagai berikut:
.. (1)
Keterangan :
Sij = Pangsa pasar negara i dalam perdagangan komoditas ikan tuna di pasar internasional
X
ij
= Nilai ekspor komoditas ikan tuna negara i di pasar internasional
TX
j
= Total nilai ekspor komoditas ikan tuna seluruh negara di pasar
internasional
Langkah selanjutnya adalah mengetahui struktur pasar yang dihadapi oleh
suatu industri.dengan cara menghitung nilai HI. Nilai HI mencerminkan
penguasaan pangsa pasar oleh suatu negara dalam pasar internasional. Indeks
tersebut merupakan hasil penjumlahan kuadrat pangsa pasar tiap-tiap negara
dalam pasar internasional. Rumusnya adalah sebagai berikut:
HI = S
1
2
+ S
2
2
+ S
3
2
+ + S
n
2
.. (2)
17
Keterangan :
HI = Hefindahl Index
S
n
= Pangsa pasar negara I dalam perdagangan komoditas ikan tuna di pasar
internasional
Nilai HI berkisar antara nol hingga satu (atau 10.000 yang merupakan
kuadrat dari 100 persen). Jika nilai HI mendekati nol berarti struktur pasar
industri.yang bersangkutan cenderung ke pasar persaingan (competitive market),

17
Anonim. 2009. Hefindahl Index. http://www.investopedia.com/terms/h/hhi.asp Diakses tanggal
6 Maret 2009.
j
ij
ij
TX
X
S =
sementara jika nilai HI bernilai mendekati satu maka struktur industri.tersebut
cenderung bersifat monopoli. Semakin cenderung pasar ke arad monopoli maka
semakin tinggi konsentrasinya. HI akan semakin berarti jika diketahui nilai 1/HI
yang mencerminkan jumlah perusahaan yang menguasai suatu industri.
18
Berdasarkan analisis strandar dalam ekonomi industri., bahwa strukutr
industri.dikatakan berbentuk oligopoli bila empat negara produsen terbesar
menguasi minimal 40 persen pangsa pasar penjualan dari industri.yang
bersangkutan (CR4= 40 persen). Apabila kekuatan keempat produsen tersebut
dianggap sama, maka pangsa penjualan atau produksi suatu industri.. Apabila
kekuatan keempat produsen tersebut dianggap sama, maka pangsa penjualan atau
produksi suatu industri. Apabila penguasaan pasar oleh sepuluh produsen atau
kurang dalam suatu industri merupakan batas minimum suatu industri berbentuk
oligopolistik, maka terdapat kecenderungan peningkatan derajat penguasaan pasar
tersebut, beberapa subsektor industri telah beralih dari struktur persaingan ke arah
oligopolistik. Semakin sedikit jumlah produsen dominan dalam suatu industri
(1/HI semakin kecil) maka struktur industri semakin terkonsentrasi.
Selain dengan menggunakan nilai HI, struktur pasar juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan Concentration Ratio (CR) adalah sebagai berikut
19
:
1) Struktur pasar persaingan sempurna ditunjukkan dengan nilai rasio
konsentrasinya sangat rendah.
2) Struktur pasar persaintgan monopolistik ditunjukkan dengan nilai rasio
konsentrasi untuk empat produsen terbesar (CR4) di bawah 40 persen.
3) Struktur pasar oligopoli ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi empat
produsen terbesar (CR4) di atas 40 persen.
4) Struktur pasar monopoli ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi empat
produsen terbesar (CR4) mendekati 100 persen.
Rasio konsentrasi suatu industri diformulasikan sebagai berikut:

18
Anonim. 2009. Hefindahl Index. http://www.bizterms.net/term/Herfindahl-index.html. Diakses
tanggal 6 Maret 2009.
19
Anonim. 2009. Concentration Ratio. http://en.wikipedia.org/wiki/Concentration_ratio. Diakses
tanggal 6 Maret 2009.

=
=
n
j
ij ni S CR
1
..... (3)
Keterangan :
S
ij
= Pangsa pasar negara I dalam perdagangan komoditas ikan tuna di pasar
internasional
CR
ni
= n-rasio konsentrasi pada pasar internasional
Struktur pasar juga dapat diklarifikasikan berdasarkan rasio konsentrasinya
yang dapat dirumuskan dari kedua alat ukur HI dan CR adalah sebagai berikut:
1) Konsentrasi pasar yang tinggi dicirikan dengan nilai CR4 yang berkisar
antara 80 hingga 100 persen, sedangkan kisaran nilai HI yaitu antara 1800
hingga 10000. Bentuk pasar yang mungkin untuk tingkat konsentrasi tinggi
adalah monopoli atau sedikit monopoli yang cenderung oligopoli.
2) Konsentrasi pasar sedang dicirikan dengan nilai CR4 antara 50 hingga 80
persen dan nilai HI yang berkisar antara 1000 hingga 1800. Bentuk pasar
untuk tingkat konsentrasi sedang adalah lebih banyak oligopoli.
3) Konsentrasi pasar rendah dicirikan dengan nilai CR4 antara 0 hingga 50
persen dan HI antara 0 hingga 1000. Bentuk pasar yang sangat ekstrim
adalah pasar persaingan sempurna, namun sekurang-kurangnya adalah
persaingan monopolistik. Bahkan dapat dimungkinkan pasar dengan sedikit
oligopoli.
Nilai CR yang banyak digunakan adalah CR4 dan CR8 yang menunjukkan
persentase output pasar yang dihasilkan oleh empat atau delapan negara produsen
terbesar dalam industri. Semakin besar nilai rasio konsentrasi menunjukkan
bahwa industri tersebut semakin terkonsentrasi dan semakin sedikit jumlah
produsen yang berada di pasaran, sedangkan semakin rendah rasio konsentrasi
menunjukkan konsentrasi pasar yang rendah dan persaingan lebih ketat, sebab
tidak ada produsen yang secara signifikan menguasai pasar. Nilai HI dan CR
yang didapatkan secara tidak langsung dapat diketahui konsentrasi industri dan
struktur persaingan komoditas ikan tuna dimana Indonesia termasuk negara yang
ikut bersaing dalam indutri tersebut dan dapat menyesuaikan strategi kompetitif
yang akan digunakan.
4.4.2. Keunggulan Komparatif
Keunggulan Komparatif berdasarkan kamus Bahasa Indonesia diartikan
memiliki sifat perbandingan atau menyatakan perbandingan. Keunggulan
komparatif adalah suatu keunggulan yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk
dapat membandingkannya dengan yang lainnya. Keunggulan komparatif adalah
keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh organisasi seperti SDM, fasilitas, dan
kekayaan lainnya, yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi atau
perpaduan keunggulan beberapa organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
20
4.4.3. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur keunggulan
komparatif adalah dengan menggunakan Balassas Revealed Comparative
Advantage Index (RCA) yang membandingkan pangsa pasar ekspor sektor
tertentu suatu negara dalam pangsa pasar sektor tertentu tersebut di pasar dunia.
Indeks RCA ini dapat digunakan untuk mengetahui posisi keunggulan bersaing
dari suatu komoditas di pasar internasional dibandingkan dengan negara produsen
lainnya.
Keunggulan menggunakan indeks RCA adalah indeks ini
mempertimbangkan keuntungan intrinsik komoditas ekspor tertentu dan konsisten
dengan perubahan di dalam suatu ekonomi produktivitas dan faktor anugerah
relative (Li dan Bender
21
). Kelemahan indeks RCA ini adalah indeks ini tidak
dapat membedakan antara peningkatan di dalam faktor sumberdaya dan
penerapan kebijakan perdagangan yang sesuai. Selain itu indeks RCA ini
memiliki kelemahan dalam mengukur keunggulan komparatif dari kinerja impor
dan mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik
dan perkembangannya
22
.
Tujuan dari penggunaan indeks RCA dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui posisi keunggulan komparatif komoditas ikan tuna Indonesia diantara

20
Hidayat. 2008. Perbedaan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif.
http://hidayaters.wordpress.com/2008/04/15/perbedaan-keunggulan-kompetitif-dengan-
keunggulan-komparatif/. Diakses tanggal 5 Maret 2009.
21
Li K, Bender S. 2002. The Changing Trade and Revealed Comparative Advantages of Asian
and Latin American Manufacture Exports .http://www.econ.yale.edu/growth_pdf/cdp843.pdf.
Diakses tanggal 6 Maret 2009.
22
Khan Z, Batra A. 2005. Revealed Comparative Advantage:An Analysis For India and China
http://www.icrier.org/pdf/wp168.pdf. Diakses tanggal 6 Maret 2009.
negara-negara produsen lainnya di pasar internasional. Selain itu, indeks ini juga
dapat mengukur daya saing industri suatu negara, apakah industri tersebut cukup
tangguh di pasar internasional atau tidak dapat diketahui secara kuantitatif dengan
menggunakan indeks ini.
Smyth diacu dalam Meryana (2007) berdasarkan rumus yang ditemukan
oleh Balllas, untuk mengukur keunggulan komparatif komoditas suatu negara
dengan menggunakan indeks RCA adalah:
Keterangan :
Xij = Ekspor sektor i negara j

j
Xij = Total ekspor i dari negara j

i
Xij = Total ekspor dunia dari sektor i

i j
Xij = Total ekspor dunia

Keterangan :
X
ij
= Ekspor 82efens I negara j

j
j Xi = Total ekspor I dari negara j (4)

i
j Xi = Total ekspor dunia dari 82efens i

i
j
j
Xi = Total ekspor dunia
Jika nilai indeks RCA suatu negara lebih besar dari 1, maka negara tersebut
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditas yang terkait dan berdaya saing
kuat. Sebaliknya, jika nilai indeks RCA kurang dari 1 berarti tidak memiliki
keunggulan komparatif terhadap produk tersebut dan komoditas tersebut memiliki
daya saing lemah. Hal ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi nilai RCA maka
semakin kuat daya saingnya.
4.4.4. Keunggulan Kompetitif
Keunggulan Kompetitif adalah merujuk pada kemampuan sebuah
organisasi untuk memformulasikan strategi yang menempatkannya pada suatu

|
.
|

\
|

(
(
(

|
|
.
|

\
|

|
|
|
.
|

\
|
(
(

|
|
.
|

\
|

|
.
|

\
|
=

j
i
j
j
ij
i
j
j
ij
j
j
ij
i
j
ij
i
Xi Xi X Xi
X Xi
X Xi
X
RCA
posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan
Kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih
dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya. Kamus
Bahasa Indonesia menyatakan bahwa keunggulan kompetitif bersifat kompetisi
dan bersifat persaingan. Bertitik tolak dari kedua sumber diatas, kami
berpendapat bahwa keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh
organisasi, dimana keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing
dengan organisasi lainnya guna mendapatkan sesuatu.
23
4.4.5. Analisis Berlian Porter
Alat analisis Berlian Porter digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi
dari setiap atribut yang ada, seperti kondisi permintaan domestik, kondisi faktor
sumberdaya, industri pendukung dan terkait, serta struktur, persaingan, dan
strategi industri ikan tuna nasional. Selain hal tersebut, tedapat juga dua atribut
tambahan yaitu peran pemerintah dan peran dari kesempatan yang mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan industri ikan tuna nasional. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam menganalisi industri ikan tuna national adalah sebagai
berikut:
1) Menentukan siapa saja yang ada di dalam industri. Hal ini dilakukan dengan
membuat daftar yang memuat para peserta industri secara langsung.
2) Menelaah industri. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya hasil telaah
industri yang realtif cukup lengkap atau sejumlah artikel yang cakupannya
luas.
3) Laporan tahunan. Laporan tahunan dapat berupa data-data perdagangan yang
bersifat nasional maupun internasional dengan rentang waktu tertentu.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menentukan apa yang ingin
diketahui dari industri dan bagaimana cara mengembangkan data di setiap bidang
secara berurutan. Hal ini perlu diperhatikan sebagai pedoman dalam menganalisis
suatu industri yang terlalu luas jika tidak dibatasi (Maulana diacu dalam Meryana,
2007).
4.4.6. Analisis SWOT

23
Ibid, Hlm 38.
Formulasi alternatif strategi dilakukan dengan menganalisis peluang,
ancaman, kekuatan, dan kelemahan yang diperoleh melalui identifikasi
lingkungan internal dan eksternal. Identifikasi kekuatan dalam analisis
keunggulan kompetitif ditunjukkan dengan keadaan suatu atribut yang
mendukung, sedangkan kelemahan ditunjukkan dengan keadaan atribut yang
kurang mendukung.
Alat analisis yang digunakan untuk menyusun formulasi strategis tersebut
adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif
strategi yang dijelasan pada Gambar 4.
Tahap analisis dilakukan setelah mengumpulkan semua informasi yang
berpengaruh terhadap kelangsungan industri ikan tuna melalui proses identifikasi
terhadap peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Menurut David (2006),
terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT adalah sebagai
berikut:
1) Menentukan faktor-faktor peluang organisasi atau perusahaan.
2) Menentukan faktor -faktor ancaman organisasi atau perusahaan
3) Menentukan faktor faktor kekuatan organisasi atau perusahaan.
4) Menentukan faktor -faktor kelemahan organisasi atau perusahaan.
5) Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk
mendapatkan strategi SO. Alternatif strategi yang terdapat dalam strategi SO
bersifat agresif yaitu memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi ini direkomendasikan agar
perusahaan dapat bersaing dalam suatu industri yang sedang tumbuh dan
diharapkan terus tumbuh cukup tinggi.
6) Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk
mendapatkan strategi WO. Alternatif strategi yang terdapat dalam strategi
WO bersifat intensif yaitu strategi yang memanfaatkan peluang yang ada
dengan cara meminimalkan kelemahan yang dimiliki.
7) Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk
mendapatkan strategi ST. Alternatif strategi yang terdapat dalam strategi ST
bersifat diversifikasi yaitu strategi yang memanfaatkan kekuatan yang
dimiliki untuk menghadapi ancaman.
8) Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk
mendapatkan strategi WT. Alternatif strategi yang terdapat dalam strategi
WT bersifat defensive yaitu strategi yang dilakukan untuk mengatasi
ancaman yang ada dan kelemahan yang dimiliki.
INTERNAL
EKSTERNAL
Strenghts (S)
Menentukan 5-10 faktor
kekuatan internal
Weaknesses (W)
Menentukan 5-10 faktor
kelemahan internal
Opportunities (O)
Menentukan 5-10 faktor
peluang eksternal
Strategi SO
Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
Strategi WO
Menciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang
Threaths (T)
Menentukan 5-10 faktor
ancaman eksternal
Strategi ST
Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman
Strategi WT
Menciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman
Gambar 4. Matriks SWOT
Sumber : David (2006)
V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI IKAN TUNA
5.1. Perikanan Dunia
Perikanan sebagai salah satu sektor usaha yang dilakukan banyak negara
yang dikelilingi oleh lautan maupun ada yang memanfaatkan perairan darat
seperti tambak, danau, dan sungai. Hasil perikanan dunia ini terdiri dari
perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Tabel 7 Memperlihatkan negara-
negara produsen perikanan terbesar di dunia.
Tabel 7. Negara Produsen Perikanan Terbesar di Dunia Tahun 2002-2006 (metric
tons)
No Negara
Tahun
2006 2005 2004 2003 2002
1 China 51.521.268 49.468.714 47.507.761 5.641.852 44.320.395
2 Peru 7.045.884 9.414.818 9.626.642 6.099.680 8.776.715
3 India 6.978.602 6.653.340 6.185.645 6.025.120 5.923.792
4 Indonesia 6.051.979 5.893.086 5.688.994 5.623.808 5.236.835
5 USA 5.324.933 5.385.318 5.566.375 5.483.285 5.434.651
6 Chille 4.970.871 5.026.860 5.586.846 4.176.960 4.821.720
7 Japan 4.920.871 4.836.042 5.088.240 5.494.325 5.187.379
8 Thailand 4.162.096 4.118.483 4.099.595 3.914.133 3.779.124
9 Viet Nam 3.617.627 3.367.200 3.078.105 2.793.607 2.505.639
10 Rusia 3.389.651 3.312.317 3.051.335 3.390.132 3.333.612
11 Norway 2.964.293 3.054.799 3.161.266 3.097.398 3.291.641
12 Philipines 2.942.353 2.803.185 2.723.367 2.625.427 2.473.568
13 Myanmar 2.581.780 2.217.470 1.986.960 1.595.870 1.474.460
14 Bangladesh 2.328.545 2.215.957 2.102.026 1.998.197 1.890.459
15 Korea Rep.of 2.263.497 2.075.640 1.981.221 2.030.939 1.968.413
16 Malaysia 1.464.652 1.390.017 1.507.034 1.454.244 1.440.674
17 Mexico 1.458.642 1.437.934 1.363.327 1.441.666 1.524.394
18 Iceland 1.335.304 1.672.913 1.742.570 1.992.753 2.138.131
19 Spain 1.242.802 1.065.899 1.101.353 1.163.266 1.145.628
20 Canada 1.233.971 1.257.752 1.321.230 1.261.260 1.233.612
21 Other 24.024.218 24.529.567 24.534.619 24.096.078 25.024.097
TOTAL 141.823.839 141.197.311 139.004.511 131.400.000 132.924.939
Sumber: UN Comtrade 2008
Tabel 7. Menunjukkan Indonesia berada pada urutan keempat dengan hasil
perikanan sebesar 6,1 juta pada tahun 2006. China menempati urutan teratas
dengan hasil perikanan sebesar 51,5 juta, Peru diurutan kedua sebesar 7,1 juta,
dan India diurutan ketiga sebesar tujuh juta.
5.2. Perikanan Indonesia
Perikanan di Indonesia dibagi menjadi perikanan tangkap dan perikanan
budidaya. Produksi perikanan tangkap berasal dari penangkapan di laut dan
penangkapan di perairan umum. Pada periode tahun 1997-2007, volume
produksi perikanan tangkap meningkap rata-rata sebesar 2,59 persen per tahun.
Volume produksi perikanan tangkap di laut pada periode tersebut meningkat rata-
rata sebesar 2,77 persen per tahun, yaitu 3.612.961 ton pada tahun 1997 menjai
4.734.280 ton pada tahun 2007. Volume produksi perikanan tangkap di perairan
umum juga meningkat rata-rata sebesar 0,40 persen per tahun yaitu 304.258 ton
pada tahun 1997 menjadi 210.457 ton pada tahun 2007 (DKP 2008).
5.2.1. Produksi Tuna Indonesia
Indonesia memiliki potensi yang baik sebagai negara produsen tuna.
Posisi Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa menguntungkan untuk
produksi tuna Indonesia, hal ini dikarenakan sebagai berikut (DKP 2005):
i) Adanya massa air barat dan timur yang melintas di Samudera Hindia dengan
membawa partikel dan kaya akan makanan biota laut.
ii) Adanya arus Kuroshio yaitu North Equatorial dan South Equatorial Current
di Samudera Pasifik merupakan wilayah yang kaya dengan bahan makanan
serta mempunyai suhu, salinitas, dan beberapa faktor oseanografis yang
disukai oleh ikan tuna.
iii) Wilayah periaran nusantara merupkan tempat berpijah atau kawin berbagai
jenis ikan termasuk ikan tuna, terutama di perairan Selat Makassar dan Laut
Banda.
Ikan tuna dalam statitik perikanan Indonesia dikategorikan menjadi tuna,
cakalang, dan tongkol. Tuna digunakan sebagai nama grup dari beberapa jenis
ikan yang terdiri dari jenis tuna besar (Thunnus.spp) yang terdiri dari yellowfin
tuna, bigeye tuna, southern bluefin tuna, dan albacore. Cakalang umumnya
dikategorikan untuk jenis skipjack tuna, sedangkan tongkol umumnya digunakan
untuk jenis eastern little tuna, frigate, bullet tuna, dan longtail tuna. Pada
periode 1997-2007 volume produksi ikan tongkol, tuna, dan cakalang mengalami
peningkatan masing-masing sebesar 6,85; 6,57; dan 5,24 persen (DKP 2008).
Pada Tabel 8 menunjukkan dari tahun 1997 hingga tahun 2000 terus
mengalami peningkatan, namun pada tahun 2000 hingga tahun 2001 mengalami
penurunan sebesar 8,25 persen. Pada tahun 2002 hingga tahun 2007 produksi
ikan tuna mengalami kenaikan lagi, walaupun kenaikannya fluktuatif. Penurunan
dan kenaikan yang fluktuatif pada produksi ikan tuna di pengaruhi baik oleh
faktor alam maupun perekonomian di Indonesia. Penyebab penurunan produksi
karena semakin berkurangnya penggunaan kapal penangkapan yang berukuran
>200 GT, padahal jenis kapal ini mampu untuk beroperasi di perairan ZEE (Zona
Ekonomi Ekslusif). Hal ini menyebabkan potensi ikan tuna di wilayah perairan
ZEE belum dimanfaatkan secara optimal. Penyebab berkurangnya penggunaan
kapal tersebut terkait dengan peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM) di
Indonesia.
Tabel 8. Produksi Ikan Tuna Indonesia Tahun 1997-2007 (ton)
Tahun
Jenis
Total
Kenaikan
(%) Tuna Cakalang Tongkol
1997 116.214 187.206 212.511 565.931 -
1998 168.122 227.068 236.673 631.863 10,44
1999 136.474 244.847 236.111 617.432 41,4
2000 163.241 236.275 250.522 650.038 5,02
2001 153.110 214.077 233.051 600.238 -8,25
2002 148.439 203.102 266.955 618.496 2,95
2003 151.926 208.626 267.339 627.891 1,50
2004 176.996 233.319 310.393 720.708 12,88
2005 183.144 252.232 309.776 745.152 3,28
2006 159.404 277.388 329.115 765.907 2,71
2007 191.558 301.531 399.347 892.436 14,18
Sumber: DKP 2007
5.2.2. Ekspor Ikan Tuna Indonesia
Ekspor ikan tuna di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok pengusahaan
ikan tuna, yaitu pabrik pengelolaan ikan tuna tanpa merubah bentuk yang
menghasilkan produk ikan tuna segar dan ikan tuna beku serta kelompok kedua
yaitu agroindustri tuna yang mengolah baik merubah struktur dan bentuk dengan
bahan baku ikan tuna, yang termasuk kelompok ini adalah industri pengalengan.
Ekspor ikan tuna Indonesia baik dalam bentuk segar,beku dan olahan mengalami
fluktuatif peningkatan volume ekspor bahkan menunjukkan penurunan volume
produksi ekspor. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal :
1) Adanya krisis ekonomi pada tahun 1998-2002 yang berdampak pada naiknya
harga BBM, sehingga unit penangkapan kapal berkurang.
2) Adanya berbagai hambatan tarif dan non tarif yang diberlakukan oleh negara-
negara tujuan ekspor yang mengakibatkan banyak produk yang ditolak.
3) Belum maksimalnya kinerja ekspor para ekportir ikan tuna di Indonesia. Hal
ini terkait dengan keterbatasan modal dan teknologi yang dimiliki.
Berikut ini perkembangan ekspor ikan tuna berdasarkan bentuk yang
diperdagangkan:
1) Ekspor Ikan Tuna Segar
Ikan tuna dalam bentuk segar mengalami penurunan volume ekspor pada
tahun 1998 hingga tahun 1999 yaitu sebesar 10,74 persen. Pada tahun 1999
hingga tahun 2001 volume ekpor ikan tuna segar mengalami peningkatan
dengan rata-rata sebesar sebelas persen. Pada tahun 2001 hingga tahun 2004
ekspor perikanan Indonesia mengalami penurunan kembali dengan rata-rata
penurunan sebesar 2,26 persen.. Namun, pada tahun 2004 hingga tahun 2005
volume ekspor kembali peningkat sebesar 15,8 persen, tetapi pada tahun 2005
hingga tahun 2007 kembali mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar
16,74 persen (Tabel 9).
Tabel 9. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna Segar Tahun 1998-2007
Tahun
Nilai Ekspor
(US $)
Tingkat
Pertumbuhan (%)
Volume
Ekspor (Kg)
Tingkat
Pertumbuhan
(%)
1998 51.404.759 0 25.065.157 0
1999 75.433.445 46,74 22.372.031 -10,74
2000 104.370.266 38,3 23.951.776 7,06
2001 90.643.482 -13,15 27.520.542 14,90
2002 90.506.779 -0,15 27.233.515 -1,04
2003 81.514.715 -9,94 26.660.233 -2,11
2004 104.698.879 28,44 25.690.599 -3,64
2005 93.737.522 -10,47 29.749.778 15,80
2006 87.845.012 -6,29 24.770.938 -16,74
2007 88.277.193 0,49 14.183.402 -42,74
Sumber: UN Comtrade 2008
2) Ekspor Ikan Tuna Beku
Tabel 10 Menunjukkan bahwa pada tahun1998 hingga tahun 2001 volume
ekspor ikan tuna beku mengalami penurunan rata-rata sebesar 24,11 persen,
dan pada tahun 2001 ke tahun 2002 mengalami kenaikan yang cukup besar
hingga mencapai 238,08 persen karena pada saat yang bersamaan volume
ekspor ikan tuna bentuk segar mengalami penurunan sebesar 1,04 persen
karena banyak hasil penangkapan diekspor dalam bentuk beku. Namun, pada
tahun 2002 ke tahun 2003 dan tahun 2004 ke tahun 2005 mengalami
penurunan kembali masing-masinng sebesar 44,45dan 80,42 persen. Pada
tahun 2003 ke tahun 2004 dan tahun 2005 hingga tahun 2007 kembali
mengalami peningkatan volume ekspor.
Tabel 10. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna Beku Tahun 1998-2007
Tahun
Nilai Ekspor
(US $)
Tingkat
Pertumbuhan (%)
Volume
Ekspor (Kg)
Tingkat
Pertumbuhan (%)
1998 22.974.654 0 23.161.720 0
1999 19.555.289 -14,88 13.087.928 -43,49
2000 25.510.940 30,46 10.205.547 -22,02
2001 38.070.307 49,23 9.507.431 -6,84
2002 28.716.857 -24,57 32.142.257 238,08
2003 21.528.712 -25,03 17.854.794 -44,45
2004 11.237.366 -47,80 48.622.314 172,32
2005 18.818.588 67,46 9.521.412 -80,42
2006 25.052.082 33,12 11.360.955 19,32
2007 43.645.640 74,22 11.983.588 5,48
Sumber: UN Comtrade 2008
3) Ekspor Ikan Tuna Olahan
Tabel 11. Memperlihatkan bahwa ekspor ikan tuna olahan pun mengalami
fluktuatif seperti halnya ikan tuna segar dan beku. Pada tahun 1998 hingga
tahun 1999 mengalami penurunan sebesar 10,18 persen dan tahun 1999 ke
2000 mengalami peningkatan sebesar 7,79 persen. Kemudian menurun
kembali dari tahun 2001 hingga tahun 2004 dengan rata-rata penurunan
sebesar 8,55 persen. Tahun 2005 ekspor ikan tuna olahan mengalami
peningkatan kembali, lalu turun pada tahun 2006 dan naik kembali pada
tahun 2007.
Tabel 11. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna Olahan tahun 1998-2007
Tahun
Nilai Ekspor
(US $)
Tingkat
Pertumbuhan (%)
Volume
Ekspor (Kg)
Tingkat
Pertumbuhan (%)
1998 104.167.912 0 52.430.117 0
1999 82.499.839 -20,80 47.092.012 -10,18%
2000 87.832.633 6,46 50.758.758 7,79
2001 84.132.896 -4,21 48.346.836 -4,75
2002 86.048.521 2,28 46.845.915 -3,10
2003 101.241.561 17,66 38.345.650 -18,15
2004 118.449.189 17,00 35.205.624 -8,19
2005 128.635.721 8,60 44.732.106 27,06
2006 129.790.247 0,90 36.264.489 -18,93
2007 151.941.915 17,07 39.940.104 10,14
Sumber: UN Comtrade 2008
5.3. Prosedur Ekspor
Kegiatan ekspor yang dilakukan oleh suatu negara berguna untuk
menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan devisa yang digunakan untuk
membayar berbagai produk yang dibeli dari luar negeri (impor) karena negara
tersebut saat ini belum mampu untuk memproduksi produk tersebut. Hal tersebut
dapat dikarenakan kurangnya sumberdaya alam, manusia, modal, dan teknologi
maju yang tidak tersedia atau belum memadai. Proses kegiatan ekspor secara
umum seperti dibawah ini (Gambar 5).
Keterangan Gambar 5 adalah sebagai berikut:
1) Eksportir menerima pesanan dari langganan di luar negeri (B-A)
2) Bank memberitahukan telah dibukanya suatu L/C (letter of credit) untuk dan
atas nama eksportir (HA)
3) Eksportir menempatkan pesanan kepada leveransir/ maker pemilik barang/
produsen (AC)
4) Eksportir menyelenggarakan pengepakan barang khusus untuk dieskpor (sea-
worthy packing) (A)
5) Eksportir memesan ruangan kapal (booking) dan mengeluarkan shipping
order pada maskapai pelayaran (A-D)
6) Eksportir menyelesaikan semua formulir ekspor dengan semua instansi
ekspor yang berwenang (A-E)
7) Eksportir menyelenggarakan pemuatan barang ke atas kapal, dengan atau
tanpa mempergunakan perusahaan ekspedisi (A-D)
8) Eksportir mengurus Bill of lading dengan maskapai pelayaran(A-D)
9) Eksportir menutup asuransi dengan maskapai asuransi(A-F)
10) Menyiapkan faktur dan dokumen-dokumen pengapalan lainnya(A)
11) Mengurus Consular-Invoice dengan Trade Councelor Kedutaan Negara
Importir (A-G)
12) Menarik wesel kepada importir dan menerima hasilnya dari bank dalam
negeri (A-H)
13) Bank dalam negeri mengirim shipping document kepada bank luar negeri (H-
I)
14) Eksportir mengirimkan shipping advice dan fotokopi shipping document
kepada importir (A-B)
Gambar 5. Prosedur Kegiatan Ekspor Secara Umum
Sumber: Amir (1996)
Jalur tataniaga ikan tuna untuk tujuan ekspor (Gambar 6) dimulai dari
penangkapan ikan tuna yang dilakukan oleh para nelayan, yang kemudian
dikumpulkan oleh para pedagang pengumpul atau perusahaan inti. Para
perusahaan inti inilah yang kemudian menyalurkan ikan tuna tersebut kepada
eksportir untuk dikirimkan kepada importir. Perusahaan inti selain menyalurkan
ke eksportir, terkadang perusahaan inti langsung menyalurkan ke importir tanpa
perantara eksportir.
Gambar 6. Tataniaga Ikan Tuna
Sumber: Suseno 2007
Importir / Buyer
Bank Luar
Negeri
Luar Negeri
Dalam Negeri
Eksportir / Seller
Bank Dalam,
Negeri
Produsen
Pelayaran Instansi Ekspor
Asuransi Kedutaan Asing
A
B
C
E D G F
H
I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
2
14
4
Nelayan/
Produsen
Pedagang Pengumpul /
Perusahaan Inti
Eksportir Importir
5.4. Ketentuan Negara Tujuan Ekspor Ikan Tuna
Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor ikan tuna Indonesia seperti yang
telah dijelaskan pada bagian pendahuluan lebih di fokuskan kepada Uni Eropa,
Amerika Serikat, dan Jepang. Walaupun Indonesia tetap melakukan ekspor ikan
tuna ke negara Thailand, Singapura dan Vietnam dalam jumlah yang cukup besar,
tetapi ketiga negara tersebut tidak memasang peraturan yang memberatkan ekspor
Indonesia. Berikut ini karakteristik pasar tujuan utama ekspor ikan tuna
Indonesia:
1) Amerika Serikat
Pengawasan untuk bahan makanan termasuk produk perikanan di Amerika
Serikat ditangani oleh Food and Drugs (FDA) yang berada dibawah
nanungan Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat. FDA bertugas
untuk membuat peraturan yang melindungi konsumen dan menjaga keamanan
pangan.
Peraturan utama dalam pengawasan bahan pangan di Amerika Serikat
tercantum dalam Federal Food, Drugs, and Cosmetic Act yang didalamnya
berisi peraturan berikut yang penting dalam ekspor ikan tuna mengenani
bahan yang rusak, label yang tidak sesuai dengan bahan yang terkandung,
batas bahan makanan tambahan, batas maksimal residu kimia, sistem ekspor-
impor, dan cara pendaftaran unit pengolahan.
Regulasi lain yang terkait dengan perdagangan ikan tuna terdapat pada Code
of Federal Regulation (CFR) 123 tentang ikan dan produk berbahan dasar
ikan. Regulasi ini menjelaskan lebih rinci tentang produk perikanan,
penerapan analisis bahaya di dalam proses pengolahan, dan penerapan
HACCP yang harus dilakukan oleh pengolah.
Amerika Serikat kemudian mengeluarkan regulasi baru terkait dengan adanya
peristiwa 11 September yang berguna untuk mencegah bahaya bioterorisme
yaitu The Bioterorism ACT (TBA). Regulasi ini juga berpengaruh terhadap
perdagangan ikan tuna karena Amerika Serikat menentapkan peraturan baru
tentang registrasi pengolahan pangan, pemberitahuan sebelum impor, dan
pembuatan rekaman proses pengolahan.
2) Uni Eropa
Uni Eropa merupakan gabungang dari negara-negara Eropa yang dibentuk
oleh Belanda, Belgia, Jerman, Luxembourg, dan Perancis. Uni Eropa saat ini
merupakan gabungan dari 26 negara dan memiliki mata uang Euro. Institusi
yang bertanggung jawab mengatur peraturan-peraturan yang berlaku
termasuk didalamnya untuk perdagangan ikan tuna adalah European
Comission (EC). Beberapa regulasi yang terkait dengan perdagangan ikan
tuna adalah:
a) EC No.178/2002 tentang persyaratan utama undang-undang pangan serta
prosedur keamanan pangan. Undang-undang ini mengatur kegiatan
ekspor impor pangan manusia dan hewan.
b) EC No. 882/2004 tentang pengawasan oleh pemerintah. Undang-undang
ini menjelaskan pengawasan yang akan dilakukan oleh Competent
Authority yang ditunjuk oleh EC utntuk mengawasi pangan.
c) EC No. 852/2004 tentang keamanan bahan pangan. Undang-undang ini
terkait dengan pelaksanaan HACCP dan good practice.
d) EC No.853/2004 tentang peraturan khusus untuk keamanan bahan baku.
Undang-undang ini menekankan pada keamanan bahan baku yang
digunakan mulai dari penangkapan hingga proses pengolahan.
e) EC No. 854/2004 tentang badan pengawasan keamanan asal bahan
pangan. Undang-undang ini membahas tentang badan pengawas
keamanan pangan baik di Uni Eropa dan negara importir termasuk
mekasnisme impor.
f) EC No. 466/2001 tentang batas maksimum kontaminasi bahan pangan.
Undang-undang ini terkait dengan kandungan maksimum yang diijinkan
termasuk seperti logam berat.
g) EC No. 2073/2005 tentang kriteria mikrobiologi bagi bahan pangan.
Undang-undang ini memuat tentang syarat pelabelan.
3) Jepang
Pengawasan keamanan pangan di Jepang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan, Buruh, dan Kesejateraan. Undang-undang yang mengatur tentang
pangan diatur dalam Food Sanitation Law (FSL) dan Japan Agricultural
Standard (JAS). Peraturan ini dibuat untuk perdagangan dan pengawasan
pangan agar kesehatan konsumen dapat terjaga. Undang-undang ini berlaku
untuk setiap produsen, penyalur dan importir tuna di Jepang.
Undang-undang ini berisi tentang peraturan pangan dan bahan tambahan
makanan, unit pengolahan dan bahan pengemas, pelabelan, dan pemeriksaan
bahan yang belum tersertifikasi.
5.5. Pengawasan Mutu Ikan Tuna
Aspek mutu dalam perdagangan ikan tuna sangat berpengaruh besar dalam
kegiatan ekspor dan impor. Tingginya permintaan ikan tuna diikuti pula dengan
semakin diperhatikannya mutu dan kesehatan ikan tuna yang dikirim. Aspek
mutu seringkali menjadi masalah dalam kegiatan ekspor baik ikan tuna maupun
produk lainnya. Aspek mutu yang seringkali menjadi masalah yaitu adanya
kandungan histamine dan logam berat yang ditemukan dalam ikan tuna yang
diekspor. Berikut penjelasan mengenai kedua aspek mutu tersebut:
1) Histamin
Histamin merupakan senyawa turunan dari asam amino histidin yang banyak
terdapat pada ikan terutama pada ikan famili Scombroidae seperti tuna.
Asam amino ini merupakan salah satu dari sepuluh asam amino esensial yang
dibutuhkan oleh anak-anak dan bayi tetapi bukan asam amino esensial bagi
orang dewasa. Kadar histamin yang tinggi pada ikan menandakkan bahwa
adanya kemunduran mutu dan berpotensi menimbulkan racun berbahaya jika
dikonsumsi.
Histamin memiliki efek psikoaktif dan vasoaktif. Efek psikoaktif menyerang
sistem saraf transmiter manusia, sedangkan efek vasoaktif-nya menyerang
sistem vaskular. ada orang-orang yang peka, histamin dapat menyebabkan
migren dan meningkatkan tekanan darah.
24
Kadar histamin yang ada dalam ikan membuat negara tujuan ekspor
memberlakukan syarat terhadap ambang batas histamin. Kadar histamine
yang diperbolehkan dalam ikan tuna berbeda untuk negara tujuan ekspor,
namun ada beberapa negara juga yang tidak memberlakukan syarat. Negara

24
Sumber: Anonim. 2008. Waspadai Histamin Pada Ikan Laut.
http://www.conectique.com/tips_solution/diet_nutrition/nutrition/article.php?article_id=6173.
Diakses tanggal 28 Oktober 2009.
tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat dan Uni Eropa memberlakukan
syarat untuk histamine yang boleh dikandung dalam ikan tuna. Amerika
Serikat menerapkan batas maksimum 50mg/kg daging, Uni Eropa tidak
memperbolehkan satu contohpun yang mengandung histamin lebih dari
20mg/100g daging.
2) Logam Berat
Logam berat (heavy metal) adalah logam dengan massa jenis lima atau lebih,
dengan nomor atom 22 sampai dengan 92. Logam berat dianggap berbahaya
bagi kesehatan bila terakumulasi secara berlebihan di dalam tubuh. Beberapa
diantaranya bersifat membangkitkan kanker (karsinogen). Hal ini
menyebabkan bahan pangan dengan kandungan logam berat tinggi dianggap
tidak layak konsumsi
25
. Logam berat yang paling berbahaya adalah merkuri
atau air raksa (Hg) dan cadmium (Cd), kemudian diikuti oleh perak (Ag),
nikel (Ni), timbal atau arsen (Pb), kromium (Cr), timah (Sn), dan seng (Zn).
Logam berat yang menjadi aspek penting dalam penetapan mutu ikan tuna
adalah merkuri dan kadmium, walaupun semua jenis logam berat lainnya juga
ditetapkan syarat tertentu untuk dapat dikonsumsi. Merkuri di dalam laut
akan mengendap lalu akan membentuk ikatan HgCl dengan unsur kimia klor,
lalu akhirnya termakan oleh plankton yang merupakan salah satu makanan
biota laut termasuk ikan tuna.
Merkuri berbahaya jika dikonsumsi karena dapat berakibat : kerusakan
motorik, abnormalitas sensorik, kemunduran psikologik dan perilaku,
kemunduran neurologik dan koknitif, kelainan bicara, pendengaran,
kemunduran penglihatan dan kelainan kulit serta gangguan reflek (Vroom
dan Greer 1972 diacu dalam Sudarmaji, dkk 2006). Merkuri yang terendap
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan gagal otak hingga
kematian dan berbahaya bagi ibu hamil karena janinnya dapat mengalami
kematian.
Lembaga nasional dan internasional telah menetapkan standar terkait adanya
bahaya pada merkuri. Batas maksimum merkuri dalam ikan dan hasil
olahannya yang ditetapkan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)

25
Sumber: Anonim. 2009. Logam. http://id.wikipedia.org/wiki/Logam. Diakses tanggal 28
Oktober 2009.
adalah 0,5 mg/kg, standar ini sama dengan yang ditetapkan oleh FAO (Food
A Organization). Uni Eropa menetapkan standar merkuri untuk non predator
fish 0,5 mg/kg dan untuk predator fish (termasuk ikan tuna) 1 mg/kg.
Amerika Serikat melalui FDA (Food and Drugs Administration) menetepkan
batas maksimum I mg/kg (BPOM 2004; FAO 2004)
Kadnium terutama dalam bentuk oksida adalah logam yang toksisitasnya
tinggi. Sebagian besar kontaminasi oleh kadnium pada manusia melalui
makanan dan rokok. Keracunan kadmium akan menyebabkan gejala mual,
muntah, diare, kram otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan
ginjal dan hati, gangguan kardiovaskuler, empisema, dan degenari testicular
(Ragan dan Mast 1990 diacu dalam Sudarmaji, dkk 2006). Perkiraan dosis
mematikan akut adalah sekitar 500mg/kg untuk dewasa dan efek dosis akan
Nampak jika terabsorbsi 0,043 mg/kg per hari (Ware 1989 diacu dalam
Sudarmaji, dkk 2006).
Batas maksimum kadmium dalam ikan dan hasil olahannya yang ditetapkan
oleh BPOM adalah 1 mg/kg, standar ini sama dengan yang ditetapkan oleh
Codex Alimentarius Standard. FAO menetepkan standar batas pemasukan
cadmium 57-71 g per hari dan perminggu sebesar 400-500 g per 70 gr
berat badan (BPOM 2004; FAO 2004).
Isu tentang keamanan pangan dan adanya ketentuan undang-undang makanan
yang diberlakukan oleh negara tujuan ekspor ini menuntut Negara Indonesia
untuk melakukan pengawasan terhadap mutu ikan tuna yang akan diekspor.
Hal ini perlu dilakukan untuk meminimalisir kasus penolakan ikan tuna.
Oleh karena itu negara Indonesia mengembangkan Program Manajemen
Mutu Terpadu yang mengacu kepada HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point). Standar mutu ini diusulkan oleh FDA dan telah efektif sejak 1
Juli 1996. Negara Indonesia juga telah membentuk Badan Standarisasi
Nasional (BSN) yang mengurus tentang Standar Nasional Indonesia (SNI).
Standarisasi ini perlu dilakukan untuk tujuan melindungi produsen,
konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan,
kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi secara
nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang
mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang dan atau atau
jasa serta mampu memfasilitasi masuknya produk nasional dalam transaksi
pasar global. Sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan
daya saing produk barang dan atau atau jasa Negara Indonesia di pasar
global.
26
Stadarisasi yang telah dilakukan untuk ikan tuna Indonesia
tercantum pada Lampiran 3.
5.6. Konsep Nilai Tukar
Nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor dapat
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian baik dalam negeri dan luar negeri.
Perdagangan ikan tuna di pasar internasional menggunakan mata uang US $,
untuk perhitungan nilai tukar yang digunakan untuk setiap negara tujuan ekspor
utama (Yen, Dollar Hongkong (HKD, New Taiwan Dollar (NTD), Baht, SGD,
Vietnam New Dollar (VND), Australia Dollar (AUD), US $, dan Euro) diperoleh
dengan menggunakan rumus:
Tabel 12. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Mata Uaang Negara Tujuan Ekspor
Utama Tahun 1998-2007
Tahun
Yen HKD NTD Bath SGD VND AUD USD EURO
1998 61,30 1.036 239,95 219 4.834 0,68 4.923 8.025 -
1999 62,34 914 220,04 189 4.252 0,51 4.622 7.100 8.387
2000 89,00 1.230 307,28 222 5.546 0,62 5.318 9.595 7.732
2001 84,38 1.333 303,43 230 2.945 0,67 5.375 10.256 9.175
2002 77,17 1.146 279,83 221 5.395 0,64 5.163 9.675 9.321
2003 76,94 1.090 252,33 210 5.057 0,56 5.681 8.685 9.986
2004 84,34 1.195 264,65 225 5.317 0,57 6.779 8.845 11.565
2005 86,91 1.303 301,92 241 5.835 0,61 7.214 9.712 12,067
2006 78,60 1.160 279,06 241 5.770 0,57 6.848 9.165 11.512
2007 77,31 1.208 289,97 283 6.567 0,57 7.729 9.139 12.524
Sumber: Bank Indonesia 2007

26
Sumber: [BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 2009. http://www.bsn.go.id/bsn/profile.php.
Diakses tanggal 28 oktober 2009.
Pada tahun 1998 nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar AS
mengalami penurunan karena terjadinya krisis ekonomi. Puncaknya pada tahun
2000 nilai rupiah terus melememah hingga Rp.10.256/US $. Negara Belanda dan
Belgia awalnya memakai mata uang Deutsche mark dan Franc, namun sejak tahun
1998 bergabung ke dalam persatuan Uni Eropa sehingga mata uang yang dipakai
oleh kedua negara tersebut menjadi Euro. Nilai Tukar Rupiah terhadap mata uang
negara tujuan ekspor utama ikan dijelaskan pada Tabel 12.
5.7. Teknologi Penangkapan Ikan Tuna
Ikan merupakan jenis pangan yang cepat membusuk, karena kadar air yang
tinggi dalam komposisi tubuhnya. Kualitas mutu dan kesegaran ikan harus dijaga
sejak ikan mulai ditangkap dan dipasarkan. Penanganan ikan dilakukan untuk
mempertahankan kesegaran dan mutu ikan sehingga ikan masih memenuhhi
standar untuk bisa di ekspor dan dikonsumsi dengan cara menghambat terjadinya
pembusukan ikan. Proses penanganan ikan tuna mulai dari penangkapan hingga
di dermaga adalah sebagai berikut:
1) Penanganan ikan tuna di atas kapal
a)Usahakan ikan tuna tetap dalam keadaan hidup dan tidak terlalu banyak
berontak ketika ditarik ke kapal. Ikan yang banyak memberontak akan
mengalami stress dan cepat mengalami rigor mortis. Ikan tuna yang telah
ditangkap diangkat ke kapal dengan papan luncur dari tepi kapal atau
umumnya kapal dibuat cekung sehingga ikan akan meluncur sendiri saat
ditarik ke atas kapal.
b) Ikan yang masih memberontak harus ditenangkan dengan menutup atau
menekan mata ikan dengan telapak tangan dan diselimuti dengan karung
goni basah. Ikan kemudian dipingsankan dengan memukul kepalanya
dengan menggunakan palu berkepala karet.
c)Ikan yang telah pingsan dimatikan dengan cara menusuk pusat saraf (otak)
dari belakang mata menggunakan paku pembunuh (killing spike). Paku
pembunuh ini ditancapkan ke pusat saraf sedalam 5-10 cm, kemudian
diputar-putar untuk merusak otak.
d) Pisau ditusukkan tepat dibelakang siri dada (pectoral fin) dengan rapi serta
tidak boleh ada sisa sirip atau duri yang tersisa dilantai, sebab dapat
melukai ikan lain yang berdampka pada penurunan kualitas kemiringan
sekitar 45
0
sedalam 5-10 cm, disusul pemotongan urat nadi tulang
belakang bagian ekor.
e)Sirip perut kemudian dipotong dengan posisi ikan terlentang dan sirip perut
dipotong sedekat mungkin ked aging, namun tidak boleh sampai
menyentuh dagingnya.
f) Isi perut dikeluarkan dengan cara pemotongaan dengan pisau mulai dari
bagian bekas sirip perut kea rah dubur dan isi perut tidak boleh tersayat.
Isi perut dikeluarkan dengan memotong ujung usus pada dubur dan ikan
dibalik agar sisa darah keluar. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati
danikan lainnya.
g) Penutup insang dibuka untuk memutuskan isthimus joint (sambungan
antara dua insang dan badan yang terletak di bagian bawah ikan) dan
selaput insang bagian bawah kemudian dipotong denga pisau.
h) Sirip dada dipotong sedekat mungkin dengan daging dan saat penarikan
tidak boleh terlalu kuat sebab dapat menyebabkan lubang pada daging.
i) Penutup insang dipotong dengan cara menyayat dari arah bawah perut
menggunakan pisau gergaji dan diikuti dengan pemotongan insang bagian
depan sehingga insang dapat dikeluarkan.
j) Ikan dicuci dengan sikat halus dan air dingin untuk membersihkan rongga
perut, rongga insang, dan permukaan badan.
k) Jika ikan dipesan tanpa kepala dan ekor, maka kepala dipotong dengan
kapak khusus dan ekor dipotong dengan pisau gergaji.
l) Ikan yang telah bersih dibawa ke ruang pendingin dengan suhu 0
0
C selama
tiga jam untuk dibekukan. Proses ini dilakukan jika kapal memiliki sarana
pembekuan, jika tidak tersedia maka ikan akan langsung ditaruh dalam
palka yang telah diisi es balok.
m) Ikan yang telah beku diatur dalam palka pendingin denga rapi sehingga
ikan tidak bersentuhan dengan dinding palka. Palka berisi es balok dan
saat diatur usahakan ekor ikan mengarah ke lubang palka agar mudah
diangkut saat proses pembongkaran. Ikan tuna disimpan berdasarkan
mutunya saat ditangkap.
n) Sisa semua proses pemotongan dan pengeluaran perut ikan dikumpulkan
dan tidak boleh dibuang ke laut.
2) Pembongkaran palka pendingin
a)Pembongkaran ikan dari palka pendingin dapat dilakukan dengan
menggunakan katrol dengan mengikat ekor ikan. Ikan dikelurkan dari
palka sebaiknya dibungkus dengan kain pendingin (biasanya terbuat dari
kain terpal atau karung tebal yang dalam keadaan basah dan dikaitkan
pada mata katrol. Lubang palka harus dilindungi dengan tenda agar
terhindar dari sinar matahari dan saat ikan dikeluarkan harus dijaga agar
tidak bertabrakan dengan lubang palka yang mungkin dapat merusak kulit
atau tubuh ikan.
b) Ikan diturunkan dari kapal ke pelabuhan dengan papan luncur dan diberi
tenda pelindung. Permukaan papan peluncur harus halus dan dalam
keadaan basah oleh air yang terus mengalir dengan suhu sekitar 0
0
C.
Panjang papan luncur lebih dari 2,5 m, maka ikan harus dibungkus dengan
plastik, kain atau karung tebal.
3) Pembongkaran ikan di darat atau pelabuhan
a) Saat kapal sudah bersandar di pelabuhan, ikan yang sudah dikeluarkan dari
palka keudian dipindahkan ke darat oleh petugas. Petugas yang diluar
bertugas menerima ikan yang diluncurkan dari atas kapal. Ikan kemudian
diletakkan di atas kereta dorong yang dipermukaannya telah dibasahi
dengan air. Ikan tetap dilindngi dengan kain yang harus selalu dalam
keadaan basah.
b) Ikan yang diangkut tidak boleh saling menumpuk atau salaing bertumpang
tindih dan pengangkutan ke pabrik harus dilakukan secepat mungkin untuk
menghambat proses pembusukan
VI. ANALISIS DAYA SAING
6.1. Analisis Struktur Pasar Komoditas Ikan Tuna di Pasar Internasional
Struktur pasar komoditas ikan tuna di pasar internasional dan penguasaan
pangsa pasar masing-masing negara produsen sekaligus ekspotir komoditas ikan
tuna dapat diukur dengan menggunakan rumus HI dan CR. Nilai perhitungan HI
dan CR ikan tuna dibagi menurut bentuk produk yang diperdagangkan yaitu segar
(fresh or chilled), beku (frozen), dan olahan (preserved) hasil tersebut ditampilkan
pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR) Negara
Pengekspor Komoditas Ikan Tuna Tahun 1998-2007
Tahun
Segar (Fresh or Chilled) Beku (Frozen) Olahan (Preserved)
Jumlah
Eksportir
HI
CR4
(%)
Jumlah
Eksportir
HI
CR4
(%)
Jumlah
Eksportir
HI
CR4
(%)
1998 36 875 46 33 510 35 39 1810 63
1999 37 1193 54 37 647 38 40 1863 63
2000 41 943 54 45 513 33 46 952 52
2001 44 820 51 45 453 33 42 1473 62
2002 48 713 42 41 450 35 46 1448 63
2003 49 748 43 41 352 32 49 1407 60
2004 48 826 47 42 310 29 49 1613 63
2005 47 576 38 43 273 27 49 1863 65
2006 42 1026 53 42 357 31 48 1725 65
2007 41 719 42 40 432 32 47 1894 65
Sumber : UN Comtrade 1998-2007, diolah
Berdasarkan hasil perihitungan yang diperoleh, nilai HI untuk komoditas
ikan tuna segar dunia pada tahun 1998-2007 memiliki tingkat konsentrasi pasar
rendah (Herfindahl Index berkisar antara 0-1000), tetapi pada tahun 1999 dan
2006 komoditas ikan tuna segar dunia memiliki tingkat konsentrasi pasar sedang
(Herfindahl Index berkisar antara 1000-1800).
Pasar komoditas ikan tuna segar dunia memunjukkan struktur pasar
monopolistik dan cenderung ke oligopoli untuk tahun 1998-2007, hanya pada
tahun 1999 dan 2006 sruktur pasar berubah menjadi oligopoli. Hal ini
dikarenakan nilai HI yang rendah berkisar antara 576 hingga 1193 dan banyaknya
jumlah negara yang terlibat dalam pasar sangat banyak. Negara yang terlibat
dalam kegiatan ekspor ikan tuna segar berkisar antara 36-49 negara, dimana
tahun 1998 memiliki jumlah negara yang paling sedikit terlibat dalam ekspor ini
yaitu sebesar 38 negara dan yang tertinggi pada tahun 2003 sebanyak 51 negara.
Sejak tahun 1998 hingga 2003 jumlah negara yang terlibat mengalami kenaikan
dan sejak tahun 2004 hingga 2007 negara yang terlibat mengalami penurunan.
Rasio tingkat konsentrasi yang ditunjukkan dengan nilai CR4
memperlihatkan kecendrungan dimana empat negara produsen terbesar menguasai
38-54 persen pasar selama tahun 1998-2007. Hal ini memperlihatkan bahwa
komoditas tersebut berada dalam pasar persaingan monopolistik (concentration
ratio berkisar antara 0-50 persen), dan pada tahun 1999-2001 dan 2006 pasar
menunjukkan dalam struktur pasar yang oligopoli dimana penguasaan pasar
melebihi dar 50 persen. Selama periode 1998-2007 negara yang mendominasi
dalam pasar adalah Australia, Spanyol, Indonesia, Ekuador, EU-27. Spanyol
memiliki pangsa pasar tertinggi pada tahun 1998-2003 dan EU-27 pada tahun
2004-2007.
Nilai HI dan CR4 menunjukkan bahwa komoditas ikan tuna segar berada
dalam pasar monopolistik yang cenderung mengarah ke oligopoli. Hal ini berarti
Indonesia masih memiliki kesempatan untuk menentukan harga, namun produk
harus terdiferensiasi. Diferensiasi produk yang dapat dilakukan adalah dengan
memperbaiki mutu produk yang dihasilkan agar mampu bersaing dengan
produsen lain. Nilai HI dan CR4 ini berarti Indonesia masih memiliki keunggulan
untuk bersaing dengan produsen lainnya.
Komoditas ikan tuna beku pada tahun 1998-2007 memiliki tingkat
konsentrasi pasar rendah (Herfindahl Index berkisar antara 0-1000). Pasar
komoditas ikan tuna beku dunia menunjukkan struktur pasar persaingan sempurna
yang cenderung monopolistik. Hal ini terlihat dari nilai HI yang kecil berkisar
antara 273 hingga 647 dan jumlah negara yang terlibat dalam pasar jumlahnya
banyak. Negara yang terlibat dalam pasar komoditas ikan tuna beku pada tahun
1998-2007 antara 33-45 negara, dimana dari tahun 1998-2001 mengalami
kenaikkan dan penurunan terjadi sejak tahun 2003-2007 mengalami fluktuasi
jumlah negara yang terlibat.
Rasio tingkat konsentrasi yang ditunjukkan dengan nilai CR4
memperlihatkan kecendrungan dimana empat negara produsen terbesar menguasai
29-38 persen pasar selama tahun 1998-2007. Hal ini memperlihatkan bahwa
komoditas ikan tuna beku berada dalam struktur pasar persaingan sempurna yang
cenderung monopolistik (concentration ratio berkisar antara 0-50 persen).
Negara yang mendominasi pasar komoditas ikan tuna beku pada tahun 1998-2007
adalah Perancis, Spanyol, EU-27, Korea, Jepang, Panama, dan Australia yang
saling bergantian menguasasi pasar komoditas tersebut. Negara Korea memiliki
pangasa pasar terbesar disetiap tahunnya.
Nilai HI dan CR4 menunjukkan bahwa komoditas ikan tuna beku berada
dalam pasar monopolistik. Hal ini berarti Indonesia masih memiliki kesempatan
untuk bersaing dalam pasar tersebut, namun produk yang dihasilkan harus
memiliki keunggulan dibandingkan produk negara lain terutama negara penguasa
pasar. Diferensiasi produk yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki
mutu produk yang dihasilkan agar mampu bersaing dengan produsen lain.
Komoditas ikan tuna beku memiliki nilai HI berkisar antara 952 hingga
1894. Komoditas ikan tuna olahan pada tahun 1998-1999, 2005, dan 2007
memiliki tingkat konsentrasi pasar tinggi. Tahun 2000 memiliki tingkat
konsentrasi pasar rendah, dan pada tahun 2001-2004 dan 2006 memiliki tingkat
konsentrasi pasar sedang. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 1998-1999,
2005, dan 2007 komoditas tersebut berada dalam struktur pasar yang sedikit
monopoli yang cenderung oligopoli. Tahun 2000 komoditas ini berada dalam
struktur pasar monopoolistik yang mengarah ke oligopoli, dan pada tahun 2001-
2004 dan 2006 berada dalam pasar oligopoli. Saat pasar berada dalam struktur
monopoli yang cenderung oligopoli negara yang terlibat masih banyak, tetapi
hanya beberapa negara yang mampu menguasai pasar. Jumlah negara yang
terlibat dalam pasar komoditas ini berkisar antara 39-49 negara.
Rasio tingkat konsentrasi yang ditunjukkan dengan CR4 memperlihatkan
kecendrungan dimana empat negara produsen terbesar menguasai pasar lebih dari
60 persen selama tahun 1998-2007, kecuali pada tahun 2000 dimana CR4 hanya
52 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa komoditas ikan tuna olahan berada
dalam struktur pasar yang cenderung oligopoli. Negara yang mendominasi pasar
komoditas ikan tuna olahan ini selama tahun 1998-2007 adalah Thailand,
Spanyol, Perancis, Ekuador, Seychelles, Mauritus, dan Filipina.
Nilai HI dan CR4 menunjukkan bahwa komoditas ikan tuna olahan berada
dalam pasar oligopoli. Indonesia tidak termasuk dalam negara yang menguasai
pasar. Hal ini berarti Indonesia hanya berperan sebagai pengikut pasar dan tidak
memiliki kesempatan untuk menentukan harga.
Analisis struktur pasar komoditas ikan tuna baik untuk ikan tuna segar,
beku, dan olahan berdasarkan nilai HI dan CR4 berada dalam pasar monopolistic
yang cenderung mengarah ke oligopoli. Hal ini menyebabkan Indonesia masih
memiliki potensi untuk tetap bersaing di pasar internasional dan dapat
menetapkan harga, namun untuk mengatasi persaingan Indonesia harus
melakukan diferensiasi produk.
Pasar yang mengarah ke strukutr pasar oligopli harus diantisipasi dengan
baik, sebab jika tidak Indonesia dalam pasar hanya akan berperan sebagai
pengikut pasar tanpa kesempatan untuk menentukkan harga di pasaran. Posisi ini
mengakibatkan Indonesia tidak dapat mengambil keputusan yang berkaitan
dengan harga maupun produk, tanpa terlebih dahulu mengacu kepada keputusan
pemimpin pasar. Namun, Indonesia masih memiliki peluang untuk tetap bersaing
dalam pasar internasional karena untuk komoditas ikan tuna segar Indonesia
masih termasuk negara yang memiliki penguasaan pasar yang cukup baik dan
untuk ikan tuna beku dan olahan harus ditingkatkan ekspornya (besarnya ekspor
dan market share ada pada Lampiran 4 sampai dengan 9).
6.2. Analisis Keunggulan Komparatif Komoditas Ikan Tuna Nasional
Keunggulan komparatif komoditas ikan tuna Indonesia di pasar
internasional diukur dengaan menggunakan Indeks Revealed Comparatif
Advabtage (RCA). Indeks ini digunakan untuk membandingkan posisi daya saing
Indonesia dengan negara produsen lainnya di pasar ikan tuna internasional.
Semakin tinggi nilai Indeks RCA (lebih dari satu) menunjukkan bahwa negara
yang bersangkutan memiliki keunggulan komparatif dalam produk tersebut dan
memiliki daya saing yang kuat., begitu pula sebaliknya. Jika RCA sama dengan
satu, berarti daya saing komoditas tersebut sama dengan negara lain yang terlibat
dalam kegiatan ekspor komoditas tersebut.
Perhitungan Indeks RCA ekspor suatu komoditas negara tertentu
dibandingkan dengan total ekspor negara tersebut, maka negara yang jumlah
ekpsornya relatif sama dengan negara lain namun total ekspornya lebih besar akan
mempunyai indeks RCA yang lebih kecil. Oleh karena itu penting untuk melihat
pangsa pasar negara tersebut untuk menunjukkan bahwa daya saing negara
tersebut kuat atau lemah.
Perhitungan Indeks RCA hanya dilakukan untuk negara-negara
pengekspor yang memiliki angka ekspor yang besar untuk komoditas ikan tuna
baik dalam bentuk segar, beku, dan olahan. Negara-negara tersebut adalah
Australia, Ekuador, Uni Eropa, Perancis, Indonesia, Italia, Jepang, Filipina,
Republik Korea, Singapura, Spanyol, Seychelles, dan Thailand. Negara Australia,
Uni Eropa, Perancis, Jepang, dan Singapura memiliki nilai ekspor yang besar
untuk komoditi ikan tuna segar dan beku. Negara Ekuador, Filipina dan Italia
memiliki nilai ekspor yang besar untuk komoditas ikan tuna segar dan olahan.
Negara Seychelles dan Thailand memiliki nilai ekspor yang besar untuk
komoditas ikan tuna olahan. Republik Korea memiliki nilai yang besar untuk
ekspor ikan tuna beku. Negara Spanyol dan Indonesia memiliki nilai ekspor yang
besar untuk ketiga komoditas ikan tuna.
Tabel 14. Indeks RCA untuk Komoditas Ikan Tuna Segar Tahun 2002-2007
Negara
2002 2003 2004 2005 2006 2007
RCA Rank RCA Rank RCA Rank RCA Rank RCA Rank RCA Rank
Australia 2,30 2 2,74 1 2,69 1 2,26 3 1,53 4 1,83 3
Ekuador 0,18 9 0,34 8 0,07 10 0,05 11 0,05 11 0,11 9
EU-27 0,33 8 1,84 5 2,28 3 1,89 4 1,76 2 3,06 1
Perancis 0,47 7 0,19 9 0,26 8 0,68 8 0,21 8 1,03 7
Indonesia 2,81 1 2,39 2 2,60 2 2,31 2 1,62 3 2,27 2
Italia 1,25 5 1,16 6 1,38 6 1,73 5 1,50 5 1,79 4
Jepang 2,20 3 2,26 3 1,55 5 2,54 1 3,70 1 1,61 5
Filipina 1,20 6 0,68 7 0,55 7 0,70 7 0,37 7 0,65 8
Rep.
Korea
0,05 11 0,10 10 0,06 11 0,10 9 0,08 10 0,11 10
Seychelles 0,00 - 0,00 - 0,00 - 0,00 - 0,00 - 0,00 -
Spanyol 1,95 4 1,88 4 1,78 4 1,19 6 0,90 6 1,50 6
Thailand 0,06 11 0,07 11 0,07 9 0,07 10 0,09 9 0,08 11
Sumber: UN Comtrade 2008, diolah
Perhitungan Indeks RCA pada Tabel 14 menunjukkan bahwa indeks RCA
Indonesia untuk komoditas ikan tuna segar tahun 2002-2007 nilainya selalu lebih
dari satu (berkisar antara 1,62 hingga 2,81). Hal ini menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki keunggulan komparatif terhadap komoditas ikan tuna segar di
pasar internasional. Negara Indonesia selalu menempati peringkat tiga besar
untuk indeks RCA komoditas ikan tuna segar. Negara yang menjadi pesaing kuat
untuk komoditas ikan tuna segar adalah Australia, Jepang dan Spanyol yang
memiliki indeks RCA lebih besar dari satu. Indeks RCA ini berarti Indonesia
memiliki keunggulan komparatif antara 1,62 hingga 2,81 relatif lebih baik
dibandingkan negara eksportir lain.
Indeks RCA Indonesia memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki daya
saing yang kuat untuk komoditas ikan tuna segar. Selain keunggulan komparatif
perlunya melihat penguasaan pangsa pasar negara Indonesia untuk komoditas ikan
tuna segar di pasar internasional. Sejak tahun 2002-2007 penguasaan pasar
Indonesia untuk ikan tuna segar cukup besar yaitu rata-rata sebesar 9,49 persen
per tahun (Tabel 15). Indonesia merupakan negara dengan penguasaan terbesar
ketiga di dunia. Negara Spanyol sebenarnya memiliki pangsa pasar tebesar
dengan rata-rata sebesar 12,99 persen, namun untuk indeks RCA berada dibawah
Indonesia sebab total ekspornya lebih besar negara Indonesia.
Tabel 15. Pangsa Pasar Komoditas Ikan Tuna Segar Tahun 2002-2007 (%)
Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Rata-rata
per tahun
Australia 9,63 9,06 6,26 5,39 3,05 4,21
6,27
Ekuador 0,81 1,46 0,24 0,23 0,21 0,54
0,58
EU-27 1,56 10,66 15,88 10,69 9,99 17,85
11,11
Perancis 4,35 1,60 2,00 2,23 1,63 2,70
2,42
Indonesia 12,53 9,12 10,65 9,71 5,93 8,98
9,49
Italia 2,92 2,18 2,93 4,24 3,52 4,13
3,32
Jepang 3,23 2,77 3,02 3,16 13,60 2,43
4,70
Filipina 3,50 1,87 0,92 1,18 0,73 0,79
1,50
Rep. Korea 0,28 0,38 0,26 0,36 0,22 0,30
0,30
Seychelles 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00
Spanyol 17,15 15,88 15,73 9,75 6,95 12,47
12,99
Thailand 0,97 1,09 1,18 1,32 1,78 1,50
1,31
Sumber: UN Comtrade 2008, diolah
Tabel 16 menunjukkan bahwa indeks RCA Negara Indonesia untuk
komoditas ikan tuna beku tidak memiliki keunggulan komparatif, karena nilainya
dibawah satu (berkisar antara 0,13 hingga 0,65). Hal ini berarti negara Indonesia
memiliki keunggulan komparatif antara 0,13 hingga 0,65 relatif lebih kecil
diantara negara eksportir lainnya. Negara Indonesia hanya mampu menempati
peringkat peringkat delapan untuk indeks RCA diantara negara pengekspor
lainnya. Negara yang memiliki indeks RCA terbesar untuk komoditas ikan tuna
beku adalah Republik Korea, Australia, Uni Eropa, dan Jepang.
Indeks RCA ini memperlihatkan bahwa negara Indonesia tidak memiliki
keunggulan komparatif dan pengusasan pangsa pasarnya juga kecil sehingga daya
saingnya sangat rendah. Rendahnya daya saing komoditas ikan tuna beku ini
disebabkan nilai ekspor Indonesia untuk ikan tuna beku kecil dan lebih banyak
mengekspor ikan tuna dalam bentuk segar karena negara tujuan ekspor.
Komoditas ikan tuna dalam bentuk beku yang dihasilkan oleh Indonesia
kualitasnya belum baik karena masih minimnya alat dan penerapan sistem
manajemen pengolahan pasca panen.
Tabel 16. Indeks RCA untuk Komoditas Ikan Tuna Beku Tahun 2002-2007
Negara
2002 2003 2004 2005 2006 2007
RCA Rank RCA Rank RCA Rank RCA Rank RCA Rank RCA Rank
Australia 1,77 3 1,61 2 1,43 3 1,81 2 2,62 2 3,17 4
Ekuador 0,12 9 0,04 10 0,07 9 0,06 10 0,02 11 0,08 10
EU-27 1,90 2 1,50 4 1,23 4 1,41 5 1,64 3 1,55 6
Perancis 0,50 5 0,69 5 0,57 6 1,65 3 0,83 5 1,78 5
Indonesia 0,39 7 0,32 8 0,13 8 0,23 8 0,42 8 0,65 8
Italia 0,08 10 0,08 9 0,05 10 0,07 9 0,03 10 0,01 11
Jepang 1,54 4 1,58 3 1,82 2 1,45 4 0,61 7 3,02 3
Filipina 0,33 8 0,34 7 0,60 5 0,62 6 0,96 4 3,27 2
Rep. Korea 2,73 1 2,88 1 2,64 1 2,86 1 3,97 1 4,19 1
Seychelles 0,00 - 0,00 - 0,00 - 0,00 - 0,00 - 0,00 -
Spanyol 0,50 6 0,50 6 0,56 7 0,58 7 0,69 6 0,79 7
Thailand 0,01 11 0,02 11 0,04 11 0,03 11 0,03 9 0,10 9
Sumber: UN Comtrade 2008, diolah
Rendahnya indeks RCA ikan tuna beku juga ditandai dengan enguasaan
pangsa pasar negara Indonesia untuk komoditas ikan tuna beku rata-rata pertahun
hanya 1,43 persen per tahun (Table 17). Negara Indonesia tidak termasuk negara
yang memiliki keunggulan bersaing untuk komoditas ini. Penguasaan pasar
terbesar dikuassai oleh negara Republik Korea yaitu rata-rata sebesar 11,58
persen.
Tabel 17. Pangsa Pasar Ikan Tuna Beku Tahun 2002-2007 (%)
Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Rata-rata
per tahun
Australia 7,40 5,35 3,33 4,29 5,22 7,28 5,48
Ekuador 0,54 0,18 0,23 0,27 0,10 0,40 0,29
EU-27 8,88 8,66 8,56 7,96 9,35 9,03 8,74
Perancis 4,59 5,84 4,43 5,41 6,39 4,65 5,22
Indonesia 1,73 1,21 0,54 0,97 1,53 2,58 1,43
Italia 0,18 0,15 0,11 0,17 0,07 0,02 0,12
Jepang 2,26 1,95 3,55 1,80 2,23 4,55 2,72
Filipina 0,96 0,93 1,00 1,04 1,90 3,97 1,63
Rep. Korea 15,17 11,09 10,8 9,93 10,75 11,72 11,58
Seychelles 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Spanyol 4,40 4,24 4,94 4,71 5,31 6,56 5,02
Thailand 0,18 0,27 0,57 0,64 0,60 1,97 0,71
Sumber: UN Comtrade 2008, diolah
Tabel 18 menunjukkan bahwa umumnya pada komoditas ikan tuna olahan
negara Indonesia mempunyai keunggulan komparatif karena memiliki indeks
RCA lebih besar daripada satu . Indeks RCA Indonesia mengalami fluktuatif,
pada tahun 2002 dan 2003 indeks RCA hanya sebesar 0,88 dan 0,99. Pada tahun
2004 hingga 2006 indeks RCA negara Indonesia lebih besar dari satu, namun
pada tahun 2007 mengalami penurunan. Hal ini berarti negara Indonesia memiliki
keunggulan komparatif antara 0,85 hingga 1,10 relatif lebih baik dibandingkan
dengan negara eksportir lainnya. Indeks RCA memperlihatkan bahwa negara
Indonesia memiliki daya saing yang lemah untuk komoditas ikan tuna olahan.
Negara yang memiliki indeks RCA terbesar untuk ikan tuna olahan adalah
Seychelles dan Thailand.
Tabel 18. Indeks RCA untuk Komoditas Ikan Tuna Olahan Tahun 2002-2007
Negara
2002 2003 2004 2005 2006 2007
RCA Rank RCA Rank RCA Rank RCA Rank RCA Rank RCA Rank
Australia 0,01 12 0,01 12 0,03 12 0,03 12 0,02 11 0,01 11
Ekuador 1,92 3 1,86 3 2,09 3 1,96 3 1,86 2 1,54 3
EU-27 0,55 9 0,39 9 0,34 9 0,42 9 0,38 9 0,34 8
Perancis 1,54 5 1,48 6 1,62 4 0,67 8 1,41 4 0,70 7
Indonesia 0,87 8 0,99 8 1,10 7 1,08 7 1,01 8 0,85 6
Italia 1,60 4 1,56 4 1,62 5 1,38 4 1,24 6 1,20 4
Jepang 0,21 10 0,19 10 0,14 10 0,17 10 0,05 10 0,11 10
Filipina 1,43 6 1,55 5 1,49 6 1,36 5 1,28 5 0,23 9
Rep. Korea 0,02 11 0,05 12 0,04 11 0,05 11 0,00 - 0,00 -
Seychelles 2,07 1 2,00 1 2,17 1 2,02 1 1,89 1 1,59 1
Spanyol 1,06 7 1,04 7 1,06 8 1,22 6 1,18 7 0,97 5
Thailand 2,04 2 1,97 2 2,12 2 1,97 2 1,84 3 1,54 2
Sumber: UN COmtrade 2008, diolah
Pengusaan pasar negara Indonesia untuk komoditas ikan tuna olahan rata-
rata hanya 4,11 persen per tahun (Tabel 19). Pangsa pasar terbesar dikuasai oleh
Negara Thailand dan Perancis yang masing meguasasi pasar rata-rata sebesar
35,37 dan 9,12 persen.
Tabel 19. Pangsa Pasar Ikan Tuna Olahan Tahun 2002-2007 (%)
Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Rata-rata
per tahun
Australia 0,03 0,03 0,06 0,06 0,04 0,03 0,04
Ekuador 8,76 7,91 6,92 8,78 8,61 9,42 8,40
EU-27 2,55 2,25 2,37 2,39 2,17 2,57 2,38
Perancis 14,14 12,56 12,60 2,21 10,82 2,37 9,12
Indonesia 3,86 3,79 4,51 4,50 3,68 4,34 4,11
Italia 3,74 2,95 3,45 3,39 2,91 3,56 3,33
Jepang 0,30 0,24 0,27 0,21 0,17 0,21 0,23
Filipina 4,18 4,27 2,49 2,29 2,52 0,36 2,69
Rep. Korea 0,13 0,18 0,16 0,17 0,00 0,00 0,11
Seychelles 7,25 7,26 6,44 6,24 5,31 5,23 6,29
Spanyol 9,29 8,78 9,40 10,01 9,08 10,35 9,48
Thailand 30,86 31,12 34,21 39,54 36,80 39,66 35,37
Sumber: UN Comtrade 2008, diolah
Rendahnya daya saing Indonesia untuk komoditas ini disebabkan oleh
rendahnya nilai ekspor ikan tuna dalam bentuk olahan. Tujuh industri
pengalengan ikan tuna di Jawa Timur,saat ini empat unit tidak berproduksi lagi.
Sulawesi Utara yang semula memiliki empat industri, saat ini hanya dua yang
masih beroperasi. Namun, kedua industri tersebut sekarang telah diambil alih oleh
investor dari Filipina. Bali saat ini hanya satu unit yang masih aktif, sebelumnya
ada dua industri pengalengan ikan tuna. Perusahaan pengolahan ikan banyak
yang tidak beroperasi karena kurangnya bahan baku dan modal untuk terus
melanjtukan usahanya. Peraturan pemerintah yang mengijinkan penjualan tuna
secara gelondongan, juga mempengaruhi ekspor tuna olahan. Para penangkap
ikan tuna lebih senang menjual langsung ikan tuna segar terutama yang masuk
grade A, menurut mereka daya beli pengolah di dalam negeri masih rendah dan
belum mampu membeli dengan harga yang lebih tinggi daripada harga ekspor.
Masalah ini membuata adanya sedikit pertentangan antara industri pengolah dan
pemasar ekspor.
Indeks RCA Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditas
ikan tuna segar dan olahan, namun untuk komoditas ikan tuna beku Indonesia
tidak memiliki keunggulan komparatif. Penguasaan pangsa pasar untuk
komoditas ikan tuna segar yang besar, namun tidak untuk komoditas ikan tuna
beku dan olahan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan
pangsa pasar terutama untuk komoditas ikan tuna beku dan olahan dan
meningkatkan daya saing komoditas Ikan tuna baik segar, beku dan olahan di
pasar internasional baik secara internal maupun eksternal
Upaya internal yang harus dilakukan yaitu memperbaiki kualitas ikan
terutama dari penyakit dan berbagai isu tentang keamanan pangan yang menjadi
hambatan dalam perdagangan ikan tuna di pasar internasional dan penerapan
teknologi yang lebih baik dalam pengolahan ikan. Upaya ekstenal yang dilakukan
yaitu memperluas jaringan kerjasama internasional dengan melakukan usaha
ekspor ke negara lain selain negara yang menjadi tujuan utama ekspor dan
mengikuti organisasi yang berkaitan dengan perdagangan ikan tuna di pasar
internasional agar mudah dalam melakukan perdagangan internasional.
6.3. Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Ikan Tuna Nasional
Daya saing suatu negara selain dilihat dari keunggulan komparatifnya
harus dilihat pula keunggulan kompetitifnya. Suatu negara tidak bisa hanya
menggantungkan keunggulannya pada keunggulan komparatif, tetapi juga harus
didukung oleh keunggulan kompetitif (Zamroni 2000). Strategi persaingan dalam
perdagangan dunia sangat penting, terutama dengan mulainya era perdagangan
bebas yang membuat hambatan baik tarif maupun non-tarif berkurang.
Daya saing komoditas ikan tuna nasional dilihat berdasarkan Teori Berlian
Porter. Teori Berlian Porter menjelaskan ada empat kondisi faktor yang
berpengaruh terhadap daya saing internasional. Empat kondisi faktor (faktor
internal) tersebut adalah kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan,
eksistensi industri pendukung dan terkait, dan strategi persaingan. Peran
pemerintah dan peran kesempatan berada diluar industri ikan tuna (faktor
eksternal), namun kedua peran ini turut mempengaruhi daya saing ikan tuna
nasional. Penjelasan tentang kondisi faktor internal dan eksternal ikan tuna
nasional adalah sebagai berikut:
6.3.1. Kondisi Faktor Sumberdaya
Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap agribisnis ikan
tuna adalah sumberdaya fisik atau alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu
pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur.
Kelima faktor ini memiliki keterkaitan dalam rangka agribisnis ikan tuna. Berikut
penjelasan mengenai kondisi kelima faktor sumberdaya tersebut:
6.3.1.1. Sumberdaya Fisik atau Alam
Sumberdaya fisik atau alam ini menyangkut ketersediaan ikan tuna di
negara Indonesia. Sumberdaya perikanan yang mempengaruhi daya saing ikan
tuna di pasar internasional meliputi, ketersedian daerah penangkapan,
ketersediaan kapal dan biaya yang terkait dalam penangkapan ikan tuna.
Ketersediaan daerah penangkapan seperti yang telah dijelaskan pada bab
pendahuluan (Tabel 2), wilayah Indonesia masih memiliki daerah yang cukup luas
untuk penangkapan ikan tuna. Aktivitas penangkapan masih terfokus di daerah
Selat Malaka dan Laut Jawa karena umumnya Bandar pelabuhan yang paling aktif
terletak di wilayah Jakarta, Pelabuhan Ratu, Cilacap dan Bali.
Ketersediaan terhadap kapal untuk menangkap juga mempengaruhi daya
saing ikan tuna nasional. Kapal yang tersedia sangat berguna untuk penangkapan
ikan. Ikan tuna memiliki sifat mudah bermigrasi, sehingga untuk
penangkapannya dibutuhkan kapal berukuran besar. Ketersediaan kapal untuk
pengangkapan ikan tuna ditampilkan pada Tabel 19.
Tabel 20 menunjukkan bahwa nelayan Indonesia umumnya melaut
dengan kapal tanpa motor dengan ukuran perahu yang kecil. Persentase
penggunaan kapal tanpa motor pada tahun 2007 sebesar 41 persen, kapal dengan
motor temple 31 persen, dan kapal motor sebanyak 28 persen. Rendahnya nilai
penggunaan kapal motor membuat jumlah ikan yang mampu diekspor sangat
sedikit, sebab penggunaan kapal tanpa motor tidak dilengkapi dengan alat
penyimpan ataupun es batu. Hal ini menyebabkan saat sampai ke daratan ikan
sudah tidak segar lagi.
Kapal motor dibedakan umumnya dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1) Kapal besar. Kapal ini terbuat dari besi yang berukuran >200 GT dan
dilengkapi fasilitas ruang pendingin (deep freezing) yang dapat menyimpan
ikan dalam jangka waktu berbulan-bulan.
2) Kapal fresh tuna. Kapal ini terbuat dari kayu atau fiber glass yang
berukuran 50-200 GT dan dilengkapi dengan ruang pendingin dengan
temperature 40
0
C yang cukup menjaga kesegaran ikan hingga tiga minggu.
3) Kapal kecil. Kapal ini terbuat dari kayu atau fiber glass yang berukuran <50
GT yang membawa es batu, air es, atau flake ice di dalam palkanya dan
biasanya untuk kegiatan penangkapan satu atau beberapa hari.
Tabel 20. Jumlah Kapal Motor Berdasarkan Ukurannya Tahun 2002-2007 (unit)
Jenis 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Kenaikan
rata-rata
2002-
2007 (%)
Perahu Tanpa
Motor
219.079 250.469 256.830 244.471 249.955 241.889 2,21
Perahu dengan
Motor Tempel
130.185 158.411 165.337 165.314 185.983 185.509 7,66
Kapal
Motor
dengan
ukuran
(gross
ton)
< 5 GT 74.292 79.218 90.148 102.456 106.609 114.273 9,06
5-10 GT 20.208 24.358 22.917 26.841 29.899 30.617 9,11
10-20 GT 5.866 5.764 5.952 6.968 8.190 8.194 7,24
20-30 GT 3.382 3.131 3.598 4.553 5.037 5.345 10,16
30-50 GT 2.685 2.338 800 1.092 970 913 -11,85
50-100
GT
2.430 2.698 1.740 2.160 1.926 1.832 -3,21
100-200
GT
1.612 1.731 1.342 1.403 1.381 1.322 -3,28
>200 GT 559 559 436 323 367 420 -3,97
Total
460.298 528.677 549.100 555.581 590.317 590.314 5,23
Sumber: BPS 2007
Biaya yang terkait dalam penangkapan ikan tuna dengan alat tangkap Long
Line .(rawai tuna) dengan asumsi seperti berikut:
1) Kapal yang digunakan ukuran 30 GT dengan kebutuhan Solar 7.000 liter per
trip
2) Satu kali trip selama 20 hari dan dalam hanya ada Sembilan kali trip.
Perhitungan biaya ikan tuna dalam setahun berdasarkan asumsi di atas
dijelaskan pada Tabel 21. Biaya yang paling besar dikeluarkan terletak pada
kebutuhan bahan bakar dengan persentase sebesar 13,07 persen.
Tabel 21. Estimasi Biaya Penangkapan Ikan Tuna per Tahun
Jenis Biaya Jumlah Biaya
Biaya Investasi
1. Biaya pengadaan kapal 1.500.000.000
2. Biaya pengadaan mesin 50.500.000
3. Biaya pengadaan alat tangkap (pancing) 60.000.000
Biaya Produksi
1. Biaya tetap per tahun
a. Perawatan kapal 20.000.000
b. Perawatan mesin 20.000.000
c. Perawatan alat tangkap 4.800.000
2. Biaya operasional (tidak tetap pertahun)
a. Solar (9 trip x 7.000 lt @ Rp.4.500) 283.500.000
b. Perbekalan 186.300.000
c. Es (1000 balok @ Rp.10.000) 10.000.000
d. Umpan Lemuru (5.000 kg @ Rp.3.000) 15.000.000
e. Umpan Layang (3.000 kg @ Rp. 6.250) 18.750.000
Total Biaya Per Tahun 2.168.850.000
Sumber: Hikmayani dan Asnawi 2007
Kondisi faktor sumberdaya alam untuk komoditas ikan tuna dilihat dari
segi ketersediaan daerah penangkapan masih baik, namun untuk kondisi
ketersediaan kapal dan biaya terkait dengan penangkapan ikan tuna terdapat
kendala yaitu rendahnya kapal berukuran besar yang beroperasi dan tinggi biaya
yang dikeluarkan terutama untuk bahan bakar. Daya saing komoditas ikan tuna
nasional akan meningkat jika kualitas dan kuantitas ikan tuna juga meningkat,
maka diperlukan upaya untuk menjaga ketersediaan ikan tuna diperairan dan
memperbanyak jumlah kapal motor agar dapat melakukan penangkapan di laut
lepas.
6.3.1.2. Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia merupakan faktor penentu dalam peningkatan
dinamika pembangunan suatu negara. Sumberdaya manusia merupakan faktor
penggerak sumberdaya lain yang besifat statis. Sumberdaya manusia sangat
penting untuk meningkatkan daya saing terutama dalam suasana persaingan yang
sangat ketat. Sumberdaya manusia yang terkait dengan perdagangan ikan tuna
dan mempengaruhi daya saing ikan tuna di pasar internasional ini meliputi jumlah
tenaga kerja yang tersedia baik di bagian hulu dan hilir, kemampuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh sumberdaya manusia tersebut.
Jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berprofesi sebagai nelayan
menurut Tabel 22 terbagi menjadi tiga jenis, yaitu nelayan penuh, nelayan sebagai
pekerjanan sampingan utama, dan nelayan sebagai pekerjaan sampingan
tambahan. Persentase nelayan penuh dari tahun 2006-2007 mengalami penurunan
sebesar 15,32 persen, untuk nelayan sampingan utama naik sebesar 28,58 persen,
dan untuk nelayan sampingan tambahan naik sebesar 16,82 persen. Nelayan
penuh mengalami penurunan sebab banyak nelayan yang tidak dapat melaut
karena keterbatasan modal dan beralih ke pekerjaan lain atau berubah menjadi
nelayan sampingan. Keterampilan penangkapan ikan pun dikategorikan masih
tradisional, jika dibandingkan dengan negara lain yang kapal untuk penangkapan
sudah dilengkapi dengan alat pendeteksi ikan. Alat ini sangat berguna untuk
mengetahui letak gerombolan ikan tuna. Nelayan yang telah bekerjasama dengan
perusahaan pengolahan atau eksportir memiliki pengetahuan dan penguasaan
teknologi yang cukup baik serta kapal yang digunakan sudah memiliki ruang
pendingin dan alat pendeteksi ikan.
Tabel 22. Jumlah Nelayan menurut Kategori Nelayan Tahun 2002-2007
Tahun
Nelayan Penuh
(Full time)
Sambilan Utama
(Part time-major)
Sambilan Tambahan
(Part time-minor)
2002 1.277.129 923.322 371.591
2003 1.729.671 1.112.217 469.933
2004 1.182.604 826.206 337.972
2005 1.145.653 648.591 263.742
2006 1.293.530 626.065 283.817
2007 1.095.399 805.011 331.557
Kenaikan rata-rata 2002-
2007 (%)
-0,35 4,28 0,17
Kenaikan 2006-2007 (%) -15,32 28,58 16,82
Sumber: BPS 2007
Tingkat pengetahuan dan keterampilan sumberdaya manusia untuk
pengolahan pasca panen dan pemasaran yang dimiliki masih dibawah standar.
Indikator dari rendahnya tingkat pengetahuan dan keteremapilan terlihat dari
sedikitnya perusahaan yang mampu menghasilkan ikan tuna sesuai dengan selera
konsumen dan adanya keterbatasan jumlah perusahaan yang mampu mendapatkan
ijin ekspor. Ikan tuna Indonesia banyak yang terkena isu keamanan pangan yang
menandakan rendahnya pengawasan mutu baik setelah penangkapan maupun saat
pengolahan. Sumberdaya manusia untuk komoditas ikan tuna nasional
memerlukan pembenahan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ikan tuna
nasional.
6.3.1.3. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi daya
saing ikan tuna nasional adalah, ketersediaan pengetahuan teknis ekspor,
kertersediaan pengetahuan untuk penangkapan pengetahuan tentang penyimpanan
ikan setelah pengangkapan, lembaga penelitian, asosiasi pengusaha, dan asosiasi
perdagangan. Pengetahuan tentang teknis ekspor telah dimiliki oleh Indonesia
terutama untuk negara tujuan utama terdapat pada Lampiran 10,11 dan 12.
Teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumber daya tuna
disesuaikan dengan sifat dan tingkah laku ikan sasaran. Tuna merupakan ikan
perenang cepat yang bergerombol. Oleh karena itu, alat penangkap ikan yang
digunakan haruslah yang sesuai dengan perilaku ikan tersebut. Ada lima macam
alat penangkap tuna, yaitu rawai tuna (long line), huhate (pole and line), pancing
tangan (handline), pukat cincin (purse seine), dan jaring insang (gillnet).
Ikan tuna setelah ditangkap harus dijaga kesegarannya, sehingga
dibutuhkan penanganan yang tepat pasca penangkapan. Kesegaran ikan tuna
dapat ditangani dengan pemberian suhu rendah melalui proses pendinginan dan
pembekuan. Penerapan suhu rendah adalah untuk menghindarkan hasil
perikanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh autolisa atau karena
pertumbuhan mikroba. Aktifitas enzim maupun pertumbuhan mikroba sangat
dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan
pada kondisi lain aktifitasnya dapat menurun, terhambat bahkan terhenti. Suhu
optimum dimana enzim dan mikroba mempunyai aktifitas yang paling baik
biasanya terletak pada suhu di antara sedikit di bawah dan di atas suhu kamar.
Berdasarkan peraturan dari International Institut of Refrigeration, Paris suhu
penyimpanan untuk ikan berlemak (termasuk ikan tuna) dibagi menjadi beberapa
jenis menurut waktu penyimpanan, empat bulan pada suhu -18
0
C, delapan bulan
pada suhu -25
0
C dan 24 bulan pada suhu -30
0
C. Suhu penyimpanan beku bagi
produk ikan yang akan dimanfaatkan untuk sashimi, dianjurkan pada suhu -50
0
C
hingga -60
0
C.
Lembaga penelitian dalam hal ini terkait dengan adanya badan
strandadisasi nasional (BSN) yang berguna untuk mengawasi mutu ikan yang
dihasilkan agar sesuai dengan ketentuan negara tujuan ekspor. Komoditas ikan
tuna memiliki asosiasi yang dibentuk oleh pemerintah untuk mengurus tentang
ikan tuna yaitu dengan dibentuknya Asosiasi Ikan Tuna Nasional (Astuin) dan
adanya Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) yang merupakan gabungan
pengusaha pengolahan ikan termasuk ikan tuna dan Asosiasi Tuna Longline
Indonesia.
6.3.1.4. Sumberdaya Modal
Sumberdaya modal termasuk salah satu yang mempengaruhi daya saing
ikan tuna di pasar internasional. Perikanan nasional dihadapkan pada masalah
permodalan, akses permodalan untuk sektor perikanan masih terbilang sedikit dan
sulit untuk didapat. Pemerintah melalui DKP telah mengeluarkan beberapa
program pembiayaan untuk perikanan seperti Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri-Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri-KP). DKP juga membangun
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina melalui kerjasama dengan
Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri dan PT. Permodalan Nasional Madani (PT.
PNM).
Kegiatan PEMP diinisasi untuk mengatasi berbagai permasalahan akibat
krisis ekonomi, kenaikan BBM, kesenjangan, kemiskinan, dan rendahnya
kapasitas sumberdaya manusia (masyarakat) pesisir serta upaya mengoptimalkan
pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan. Program PEMP
meliputi beberapa kegiatan yang menjadi bagian dari program besar PEMP.
Beberapa kegiatan tersebut adalah :
1) Klinik Bisnis. Klinik ini berguna untuk konsultasi dan pendampingan bisnis
bagi masyarakat terutama penerima Bantuan Sosial Mikro dengan output
layanan Konsultasi yang berkaitan dengan rencana bisnis, pangsa pasar, mitra
usaha, rasio keuntungan dan pengembangan bisnis termasuk tatacara proposal
ke LKM/Bank
2) Kedai Pesisir LEPPM3 melalui Unit Usaha Kedai Pesisir dengan Output
layanan.
Kedai ini melayani dan menyediakan kebutuhan pokok masyarakat dan
kebutuhan usaha bagi masyarakat pesisir berbentuk outlet dengan system
swalayan berlokasi di pusat kegiatan usaha masyarakat pesisir. Kedai ini juga
berfungsi sebagai pemasok bagi warung-warung sejenis di sekitarnya.
3) Program Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN)/ Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Minyak untuk Nelayan (SPBN). SPDN/SPBN dengan Output
layanan Melayani kebutuhan BBM bagi nelayan dan pembudidaya ikan skala
kecil dengan harga sesuai ketetapan pemerintah.
PNPM Mandiri-KP merupakan program lain yang dilakukan pemerintah
untuk membantu dalam permodalan. Kegiatan pokok PNPM Mandiri-KP ini
terdiri dari:
1) Perencanaan pembangunan wilayah dan sumberdaya kelautan dan perikanan
berbasis desa.
2) Pembangunan infrastruktur desa dan lingkungan.
3) Penguatan kapasitas sumberdaya manusia, kelembagaan dan aparat.
4) Pemberdayaan masyarakat.
Program bantuan modal yang dilakukan pemerintah selama ini belum
banyak membantu permodalan para nelayan kecil. Bantuan modal tersebut tidak
dapat mencukupi kebutuhan nelayan terutama perahu untuk memancing. Akses
modal yang ada terkadang pelaksanaannya menyulitkan nelayan sehingga nelayan
jarang yang memanfaatkan akses ini. Akses modal umumnya hanya dapat diakses
oleh nelayan skala besar. Nelayan skala kecil untuk mengatasi masalah
permodalan, mereka melakukan kerjasama dengan nelayan skala besar.
Pemerintah harus mengkaji ulang bantuan modal yang agar tepat sasaran.
6.3.1.5. Sumberdaya Infrastruktur
Sumberdaya infrastruktur (sarana dan prasarana) fisik yang cukup lengkap
dan dalam kondisi yang baik merupakan salah satu pendukung peningkatan daya
saing komoidtas ikan tunas nasional. Sumberdaya infrastruktur yang
mempengaruhi daya saing ikan tuna di pasar internasional meliputi sisterm
transportasi yang tersedia, sistem komunikasi, sistem pembayaran, air, dan energi
listrik. Air bersih dan listrik umumnya sangat susah didapat di daerah pantai.
Keadaan ini menyebabkan rendahnya tingkat sanitasi dan kehigienisan tempat
pendaratan ikan dan pengolahan ikan.
Kondisi jalan yang dilalui dalam proses pendistribusian ikan tuna dari
nelayan ke pengumpul atau eksportir masih buruk terutama untuk wilayah
Indonesia bagian Timur. Keadaan ini membuat jarak tempuh semakin lama dan
berakibat terhadap kemunduran kesegaran ikan tuna. Kondisi sitem transportasi
yang dimiliki seperti bandar udara dan pelabuhan sudah dimiliki. Bandar udara
yang dipakai untuk pengiriman ekspor biasanya Bali dan Jakarta, namun untuk
maskaspainya berasal dari negara asing, sebab maskapai dalam negeri masih
belum mampu memenuhi permintaan jasa penerbangan ekspor bahan makanan
segar (Fahruddin 2003). Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan Indonesia (PIPP
2006 diacu dalam Kusumastanto 2007) mencatat sampai saat ini terdapat 670 unit
pelabuhan di seluruh Indonesia, yang terdiri dari lima unit Pelabuhan Perikanan
Samudera (PPS), dua belas unit Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), 46 unit
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan 607 unit Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI).
Unit pelabuhan yang ada hanya sedikit saja yang berstandar internasional seperti
PPS Jakarta.
Sumberdaya infrastruktur untuk komoditas ikan tuna saat ini dapat
dikategorikan masih rendah. Sumberdaya infrastruktur yang ada harus diperbaiki
kondisinya, sehingga mampu menunjang peningkatan kualitas dan kuantita ikan
tuna nasional.
6.3.2. Kondisi Permintaan
Faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi daya saing komoditas ikan
tuna nasional adalah sebagai berikut:
6.3.2.1. Komposisi Permintaan Domestik
Komposisi permintaan domestik menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap daya saing komoditas ikan tuna nasional. Tingkat
pertumbuhan permintaan negara asal yang cepat mengarahkan perusahaan dalam
negara untuk melakukan peningkatan melalui penerapan teknologi yang baru dan
perbaikan fasilitas, walaupun biaya investasi yang dibutuhkan juga besar.
Karakter permintaan domestik akan membantu perusahaan untuk meningkatkan
keunggulan kompetitifnya. Karakteristik permintaan domestik meliputi:
1) Struktur Segmen Permintaan
Struktur segmentasi permintaan konsumen ikan tuna dibedakan menjadi
menengah ke atas dan menengah ke bawah. Konsumen menengah ke atas
umumnya membeli produk ikan tuna di pasar swalayan (supermarket) dalam
bentuk fillet atau kalengan. Konsumen menengah ke bawah umumnya
membeli ikan tuna dalam bentuk utuh dan dilakukan di pasar tradisional.
Ikan tuna yang diperdagangkan di pasar tradisional biasanya adalah cakalang
dan tongkol, sedangkan untuk jenis yang lain umumnya untuk dijual ke pasar
swalayan atau di ekspor.
2) Pengalaman dan Selera Pembeli yang Tinggi
Selera masyarakat terhadap produk ikan tuna umumnya lebih menyenangi
mengkonsumsi secara segar. Kawasan Uni Eropa dan Amerika Serikat
termasuk yang menyenangi mengkonsumsi ikan tuna dalam bentuk kalengan,
sebab lebih praktis untuk diolah. Ikan tuna termasuk dalam makanan yang
sering dikonsumsi di seruluh dunia, namun ikan tuna memiliki dampak
negatif terhadap kesehatan jika dikonsumsi dalam keadaan sudah tidak baik.
Ikan tuna terutama jenis cakalang, jika mutunya telah bekurang dapat
menyebabkan gatal-gatal pada manusia. Kasus ini membuat pembeli
menuntut terjaminnya kualitas ikan yang dipasarkan.
Negara-negara tujuan ekspor telah menetapkan standar tertentu untuk
komoditas ikan tuna yang akan di impor, dengan tujuan untuk melindungi
konsumen dalam negerinya dari efek negatif tersebut. Oleh karena itu, aspek
mutu menjadi faktor terpenting dalam komoditas ikan tuna.
3) Antisipasi Kebutuhan Pembeli
Antisipasi perusahaan dalam negeri masih kurang baik dalam memenuhi
kebutuhan pembeli. Perusahaan ikan tuna nasional belum mampu secara
maksimal memenuhi permintaan ikan tuna dengan standar dan jumlah yang
sesuai. Perusahaan yang dapat memenuhi standar dan selera konsumen luar
negeri masih terbatas jumlahnya.
6.3.2.2. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan
Permintaan akan ikan tuna untuk dalam negeri cukup besar jumlahnya, hal
ini dapat terlihat dari tingginya konsumsi pasar domestik terhadap ikan tuna. Ikan
tuna nasional umumnya lebih banyak dijual ke pasar domestik, rata-rata hanya
17,81 persen tiap tahunnya yang dijual ke pasar internasional. Konsumsi ikan
tuna nasional kenaikan rata pertahunnya hanya 4,55 persen, sedangkan ikan tuna
yang diekspor mengalami peningkatan sebesar 28,51 persen (Tabel 23).
Tabel 23. Konsumsi dan Ekspor Ikan Tuna Indonesia Tahun 2002-2007 (ton)
Keterangan 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Kenaikan
Rata-rata
2002-2007
(%)
Konsumsi 525.699 562.005 596.562 612.324 629.782 656.088 4,55
Ekspor 92.797 65.886 124.146 132.828 136.125 236.348 28,51
Total 618.496 627.891 720.708 745.152 765.907 892.436 7,79
Sumber: DKP 2008
Tabel 22 memperlihatkan bahwa pola pertumbuhan untuk komoditas ikan
tuna baik di pasar domestik maupun internasional memiliki pola pertumbuhan
menigkat. Peninggkatan pola pertumbuhan permintaan ini, jika tidak dilakukan
dengan kegiatan budidaya dan konservasi akan menyebabkan masalah penurunan
populasi ikan tuna di alam bebas. Oleh karena, itu sangat penting untuk menjaga
populasi ikan tuna nasional sehingga mampu untuk mencukupi peningkatan
permintaan di masa depan.
6.3.2.3. Internasionalisasi Permintaan Domestik
Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri merupakan salah
satu pendukung peningkatan daya saing ikan tuna nasional. Internasionalisasi
permintaan domestik umumnya terjadi melalui kegiatan promosi yang dilakukan
oleh turis asing yang merasa puas dengan produk ikan tuna Indonesia. Konsumen
asing yang memiliki mobilitas yang cukup tinggi, akan membantu peningkatan
daya saing ikan tuna nasional karena adanya kemungkinan konsumen asing
tersebut menyebar luaskan ke tempa lain.
6.3.3. Industri Terkait dan Pendukung
Industri terkait dan pendukung merupakan industri yang terlibat langsung
dalam sistem agribisnis ikan tuna mulai dari hulu hingga hilir. Industri terkait dan
pendukung yang baik akan mendukung daya saing suatu komoditas. Industri
terkiat dan pendukung pada komoditas ikan tuna nasional. Industri terkait dan
pendukung daya saing ikan tuna adalah sebagai berikut:
1) Industri Terkait
Industri terkait dengan daya saing komoditas ikan tuna nasional terdiri dari
indsutri hulu yaitu penangkapan ikan dan industri hilir yaitu industri pasca
penangkapan dan pengolahan. Penangkapan ikan tuna dilakukan dengan
beberapa alat penangkapan yaitu. rawai tuna (long line), huhate (pole and
line), pancing tangan (handline), pukat cincin (purse seine), dan jaring insang
(gillnet). Tabel 23 memperlihatkan jumlah alat penangkapan yang paling
banyak digunakan untuk penangkapan ikan tuna dengan menggunkanan
jarring insang. Jaring insang merupakan jaring berbentuk empat persegi
panjang dengan ukuran mata yang sama di sepanjang jarring. Cara kerja
jaring insang yaitu membiarkan jarring terapung selama dua hingga tiga jam,
setelah itu jarring diangkant, ikan akan terjerat dibagian insangnya pada mata
jaring. Teknik ini memungkinan untun menangkap ikan dengan ukuran relatif
seragam.
Alat tangkap hutate dan rawai tuna memiliki kenaikan rata-rata terbesar
dibandingkan alat tangkap lainnya dengan besar masing-masing 63,05 dan
48,29 persen (Tabel 24). Kondisi industri penangkapan ikan tuna nasional,
masih dikategorikan tradisional. Nelayan yang memancing ikan tuna
umumnya memiliki keterbatasan dalam penerapan teknologi dan peralatan.
Rawai tuna merupakan alat yang paling efektif untuk digunakan dalam
penangkapan ikan tuna, namun karena keterbatasan modal nelayan lebih
banyak memakai jaring ingsang dan pancing tangan.
Tabel 24. Jumlah Unit Penangkapan Ikan Tuna Tahun 2002-2007
Jenis Alat
Tangkap
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Kenaikan
Rata-rata
2002-2007
(%)
Pancing
Tangan
- - 33.018 22.863 30.250 53.768
26,43
Pukat
Cincin
13.213 15.685 13.714 17.198 20.211 22.741
15,26
Hutate 2.092 2.512 5.032 3.872 6.861 15.765 63,05
Jaring
Insang
87.623 136.324 131.708 127.542 128.166 154.407
7,91
Rawai Tuna 2.264 6.547 5.656 5.226 9.290 8.893 48,29
Sumber: BPS 2007
Kondisi indutri pengolahan ikan tuna saat ini mengalami kendala kekurangan
bahan baku dan rendahnya daya beli. Industri pengolahan ikan tuna belum
mampu memenuhi kuota ikan tuna olahan yang mengakibatkan rendahnya
volume ekspor ikan tuna olahan. Industri pengolahan ikan tuna banyak yang
tidak beroperasi lagi sebab kekurangan bahan baku. Nelayan atau pengumpul
lebih memilih menjual hasil tangkapan untuk langsung diekspor daripada
menjualnya ke industri pengolahan ikan. Industri ikan tuna nasional hanya
mampu membeli ikan tuna grade C dan D yang kondisinya tidak terlalu baik,
serta tidak semua indutsri ikan tuna mampu membeli dengan harga tinggi.
Industri terkait dengan komoditas ikan tuna kondisinya belum mampu
mendukung daya saing komoditas ikan tuna nasional. Industri hulu masih
bermasalah dengan kurangnya modal dan penerapan teknologi sehingga hasil
tangkapannya tidak banyak, ukurannya beraneka ragam, dan kualitas ikan
yang tidak terlalu baik. Indutri hilir juga belum mampu mendukung daya
saing ikan tuna, sebab belum mampu berproduksi dalam jumlah banyak
karena keterbatasan bahan baku. Industri terkait ini harusnya saling
menunjang, namun pada kenyataannya kedua industri ini saling bertentangan,
sebab industri hulu lebih memilih menjual ikan segar ke negara tujuan ekspor
daripada menjual ke industri pengolahan. Pemerintah sebagai pembuat
regulator harus mencari solusi yang terbaik bagi keberlangsungan kedua
industri ini agar dapat berjalan harmonis.
2) Industri Pendukung
Industri pendukung dalam daya saing ikan tuna nasional yaitu industri
pemasaran dan jasa pendidikan, penelitian, dan pengembangan perikanan
nasional. Industri jasa pemasaran ikan tuna nasional terdiri dari para pelaku
yang berperan sebagai perantara pemasaran komoditas ikan tuna dari nelayan
hingga ke tangan konsumen. Para pelaku tersebut adalah pedagang
pengumpul yang biasanya ada di tempat pelelangan ikan atau langsung
membeli ikan saat masih dikapal serta jasa pengiriman produk ikan tuna baik
untuk konsumsi dalam negeri dan luar negeri. Keberadaan jasa pemasaran ini
sudah cukup baik, namun untuk pengiriman luar negeri masih perlu
ditingkatkan sebab maskapai penerbangan dalam negeri belum mampu
memenuhi permintaan pengiriman bahan makanan ke luar negeri sehingga
para eksportir umumnya memakai jasa penerbangan asing.
Industri pendukung yang berkaitan dengan peningkatan daya saing ikan tuna
adalah jasa pendidikan, penelitian, dan pengembangan. Jasa pendidikan
memegang peranan penting dalam pengembangan agribisnis ikan tuna
nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing ikan tuna nasional.
Lembaga pendidikan yang tersedia untuk mendukung kelangsungan dan
peningkatan agribisnis ikan tuna di Indonesia sudah cukup baik, hal ini
terlihat dari tersedianya beberapa universitas yang memiliki fakultas yang
mempelajari tentang ilmu perikanan dan kelautan seperti Universitas
Hasanudin (Sulawesi Selatan), Universitas Soedirman dan Universitas
Diponegoro (Jawa Tengah), Universitas Brawijaya (Jawa Timur) dan Institut
Pertanian Bogor dan Universitas Padjajaran (Jawa Barat) serta Sekolah
Tinggi Ilmu Perikanan (DKI Jakarta). Lembaga ini membantu untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama terkait dengan hal
manajerial dan penerapan teknologi.
Lembaga penelitian dan pengembangan ikan tuna nasional yang dibentuk
oleh pemerintah sebagai wujud dukungannya adalah Komisi Tuna Indonesia
(KTN) yang salah satunya bertugas untuk mengatasi berbagai hambatan
ekspor tuna ke manca negara. Komisi Tuna Nasional merupakan suatu
lembaga koordinasi yang menangani permasalahan industri tuna secara
komprehensif dan sistematik serta mampu berkoordinasi dengan seluruh
stakeholders tuna nasional. Lembaga ini bersifat non struktural dan
bertanggung jawab kepada Menteri Kelautan dan Perikanan serta
beranggotakan seluruh stakeholders yang memahami kebijakan pengelolaan
sumber daya perikanan tuna secara global.
Lembaga ini mempunyai visi sebagai institusi yang efisisen dan efektif dalam
mendorong pengembangan industri tuna nasional yang berbasis pada konsep
kemitraan antara seluruh stakeholders industri tuna sehingga dapat bersaing
dalam industri tuna secara global. Misinya adalah mengembangkan sistim
industri perikanan tuna melalui perumusan kebijakan produksi dan kebijakan
riset serta pengembangan yang terkait dengan industri tuna, meningkatkan
daya saing industri tuna nasional dalam kontek tidak hanya sebagai pemiliki
saja, tetapi juga mampu menjadi pemanfaat dan pengolah yang memiliki daya
saing secara global.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga memiliki bagian Lembaga
Penelitian Bidang Ilmu Kelautan LIPI (Puslit Oseanografi) yang bertugas
melakukan penelitian dan pengembangan terhadap kelautan Indonesia.
Keberadaan jasa pendidikan, penelitian, dan pengembangan perikanan di
Indonesia sudah cukup baik, sehingga mampu mendukung peningkatan ikan
tuna nasional.
6.3.4. Struktur, Persaingan, dan Strategi Industri Ikan Tuna
Struktur, persaingan dan strategi bersaing komoditas ikan tuna nasional
dianalisis dengan menggunakan analisis industri yang biasa disebut dengan The
Five Competitive Forces. Analisis industri tersebut terdiri dari lima kekuatan
atau faktor persaingan yang dicetuskan oleh Porter. Kelima faktor persaingan
tersebut adalah ancaman pendatang baru, ancaman produk subtitusi, posisi tawar
pembeli, posisi tawar pemasok, dan persaingan dari perusahaan sejenis. Berikut
ini uraian mengenai kelima faktor persaingan tersebut:
1) Ancaman Pendatang Baru
Kegiatan ekspor ikan tuna ini termasuk sektor yang cukup berpotensial
karena termasuk bahan makanan utama, terutama untuk negara yang makanan
utamanya adalah ikan seperti Jepang. Namun, tidak semua negara yang
memiliki laut dapat melakukan kegiatan ekspor ikan tuna karena ikan tuna
hanya terdapat di perairan tropis dan sub-tropis dan memiliki sifat yang aktif
bergerak. Ancaman adanya pendatang baru dalam perdagangan ikan tuna
mungkin saja terjadi terutama dari negara di kawasan Asia yang termasuk
dalam perairan tropis dan sub-tropis. Malaysia sudah mengalokasikan dana
untuk perikanan tuna dan bahkan berani menarik industri tuna nasional
dengan subsidi BBM jika bersedia pindah ke Malaysia.
Ancaman pendatang baru juga dapat berasal dari negara yang akan
menerapkan teknologi budidaya ikan tuna. Negara seperti Perancis, Italia,
Kroasia, Aljazair, Tunisia, Maroko, Lybia, Malta, Siprus, Yunani, Turki,
Libanon, Syria, Amerika Serikat di pantai Barat California, Meksiko dan
Kanada juga mulai aktif mengembangkan budidaya tuna. Negara ini sangat
berpeluang menjadi ancaman bagi Indonesia, sebab jika mereka berhasil
melakukan budidaya ikan tuna akan mempengaruhi jumlah ekspor ikan tuna
nasional. Teknik budidaya ini memungkinan dihasilkan ikan dengan berat
yang hampir seragam dan kontinuitas dapat terjaga, sedangkan Indonesia
sangat bergantung kepada kondisi alam yang hasilnya sangat beragam.
2) Ancaman Produk Subtitusi
Ancaman akan produk subtitusi ikan tuna dapat dapat berasal dari komoditas
perikanan lain yang memiliki kandungan gizi yang hampir sama atau
memiliki tingkat permintaan yang besar. Ikan ini merupakan sumber omega-
3 terbaik. Sumber omega-3 dapat berasal dari ikan tuna, ikan salmon, ikan
hering, ikan sarden, udang dan kerang. Kesamaan kandungan omega-3
terhadap hasil perikanan ini dapat berfungsi sebagai produk subtittusi. Ikan
salmon menjadi ancaman utama produk subtitutisi ikan tuna sebab memiliki
rasa yang hampir sama dan sering diolah menjadi sashimi oleh masyarakat
Jepang. Ikan salmon juga memiliki tren permintaan yang meningkatkan dan
disukai oleh masyarakat Barat untuk dijadikan steak karena rasanya yang
enak. Produk ancaman ikan tuna olahan dapat berasal dari ikan makarel dan
sarden. Kedua ikan ini banyak yang diolah dalam bentuk kaleng sebagai
makanan cepat saji. Ikan makarel memiliki rasa dan kandungan gizi yang
hampir sama dengan ikan tuna seperti yang terlihat dalam Tabel 25.
Tabel 25. Komposisi Nilai Gizi Ikan Tuna dan Makarel
Komposisi
Jenis Ikan Tuna dan Tuna like species
Blue fin Southtern blue fin
Yellow
fin
Skipjack Mackerel Daging
merah
(akami)
Daging
perut
(toro)
Daging
merah
(akami)
Daging
perut
(toro)
Daging
merah
(akami)
Air 68,7 52,6 5,6 63,9 74,2 70,4 62,5
Protein
(gram)
18,3 21,4 23,6 23,1 22,2 25,8 19,8
Lemak
(gram)
1,4 24,6 9,3 11,6 2,1 2,0 16,5
Karbohidrat
(kal)
0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,4 0,1
Abu (gram) 1,5 1,3 1,4 0,3 1,4 1,4 1,1
Sumber: Infofish 2002
3) Posisi Tawar Pembeli
Peningkatan posisi tawar pembeli untuk komoditas ikan tuna, terjadi jika
negara eksportir memiliki kekuatan lebih besar untuk mementukan
perdagangan. Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa sebagai pembeli
sangat mempunyai kekuatan untuk mengatur perdagangan komoditas ikan
tuna nasional. Ketiga negara tersebut melalui departemen masing-masing
menetapkan standar tertentu untuk komoditas yang diimpor. Jepang juga
sebagai salah satu anggota Commission for Conservation of Southern Bluefin
Tuna (CCSBT), pernah melakukan penolakan ikan tuna Indonesia, sebab
Indonesia tidak termasuk ke dalam organisasi tersebut. Ketatnya peraturan
menuntut Indonesia harus mengikuti semua peraturan yang ada untuk
melakukan ekspor. Negara tersebut termasuk penguasa pasar yang berhak
dalam menetapkan harga ikan, sedangkan sebagai pengikut pasar Indonesia
tidak dapat menentukan harga. Keaktifan dalam organisasi manajemen
perikanan juga menjadi kekuatan negara tujuan ekspor, jika Indonesia tidak
termasuk dalam daftar anggota, negara tersebut cenderung akan melakukan
penolakan terhadap ikan tuna nasional.
4) Posisi Tawar Pemasok
Peningkatan posisi tawar pemasok untuk komoditas ikan tuna segar, beku,
dan olahan terjadi ketika nelayan memiliki kekuatan untuk memilih menjual
hasil tangkapannya, namun di tempat pelelangan ikan posisi tawar nelayan
menjadi rendah. Nelayan terpaksa menjual hasil tangkapnya dengan harga
lebih murah untuk menghindari ikan membusuk dan tidak laku dijual.
Pedangang pengumpul yang memiliki cold storage selanjutnya menjadi
pemasok bagi industri ikan tuna segar, beku, dan olahan. Pedagang
pengumpul ini yang menentukkan kepada siapa ikan tersebut akan dijual
apakah terhadap perusahaan ikan tuna segar, beku atau olahan. Industri ikan
tuna olahan nasional memiliki posisi tawar yang rendah terhadap pedagang
pengumpul ataupun perusahaan penangkapan ikan tuna. Industri ikan tuna
olahan nasional belum memiliki kemampuan untuk membeli ikan tuna
dengan harga yang bersaing terhadap ikan tuna segar. Perusahaan
penangkapan atau pedagang pengumpul lebih memelih untuk mengekspor
ikan tuna dalam bentuk segar dibandingkan dijual kepada industri tuna
olahan, selain karena daya beli rendah dan adanya peraturan dari pemerintah
yang mengenakan pajak sepuluh persen untuk pengangkutan ikan tuna
gelondongan antar pulau di dalam negeri. Industri ikan tuna olahan
umumnya hanya bisa mendapatkan ikan tuna kualitas grade C dan D. Ikan
tuna grade C dan D biasanya diolah terlebih dahulu untuk dijual, namun
masih ada negara seperti Thailand yang menerima ikan grade C dan D ini
dalam bentuk segar. Para nelayan lebih menyenangi menjual ikan tersebut
untuk diekspor daripada dijual ke dalam negeri. Industri ikan tuna olahan
nasional tidak memiliki posisi tawar yang baik, sehingga sering mengalami
kekurangan bahan baku karena ikan dijual kepada negara lain dan terpaksa
harus melakukan impor untuk mencukupi kekurangan tersebut.
Faktor lain yang membuat posisi tawar industri ikan tuna olahan nasional
rendah karena adanya ketergantungan terhadap impor untuk bahan pengemas
kaleng (tin-plate). Impor pengemas kaleng ini berdampak kepada tidak
bersaingnya harga jual ikan tuna kaleng nasional, sebab harganya akan lebih
mahal untuk menutupi biaya impor. Posisi tawar pemasok yang lebih
dominan ini menyebabkan rendahnya ekspor ikan tuna olahan nasional.
5) Persaingan Negara Lain.
Kondisi ikan tuna yang semakin menurun membuat beberapa negara
melakukan budidaya tuna (tuna farming or tuna sea ranching) seperti Jepang,
Austalia, Afrika Selatan dan Spanyol. Australia dan Afrika Selatan
merupakan negara yang menguasi pasar Jepang karena mampu menghasilkan
mutu ikan dengan grade sashimi, ikan ini merupakan hasil dari budidaya
ikan tuna. Negara Afrika Selatan, Australia, dan Spanyol terus meningkatkan
budidaya ikan tuna, hal ini sangat berbahaya bagi industri ikan tuna nasional.
Ketiga negara tersebut dapat mengontrol kualitas dan kuantitas ikan tuna,
sedangkan Indonesia masih menghadapi masalah untuk hal tersebut.
Negara pesaing pengekspor ikan tuna khususnya di Asia Tenggara adalah
Thailand. Thailand menguasai pasar untuk ikan tuna olahan (kaleng),
sedangkan Indonesia hanya menguasai pasar ikan tuna segar. Indonesia
sebenarnya memiliki potensi ikan tuna yang lebih besar ketimbang Thailand,
tetapi nilai ekspor Indonesia dibawah Thailand. Hal ini disebabkan Indonesia
juga melakukan ekspor ikan tuna segar ke Thailand, hal ini sangat
disayangkan karena Indonesia menjadi penyuplai bahan baku bagi Industri
pengolahan Thailand. Thailand mengemas ikan tuna segar Indonesia ke
dalam kalengan dan mengekspornya ke negara lain terutama ke kawasan Uni
Eropa dan Amerika yang menyenangi produk tuna olahan. Industri
pengolahan ikan tuna nasional banyak yang tidak beroperasi , sebab
kekurangan bahan baku akibat penjualan hasil tangkapan ikan tuna lebih
banyak dalam bentuk segar dan adanya ketergantungan terhadap kemasan
kaleng yang harus di impor serta munculnya produk tuna dalam kemasan
plastik yang hingga saat ini masih belum mampu dilakukan oleh Indonesia.
Industri pengolahan belum mampu mendukung dalam peningkatan daya saing
komoditas ikan tuna nasional sehingga perlu untuk dibenahi terkait masalah
kekurangan bahan baku, SDM yang kurang memdai, dan keterbatasan modal
agar dapat bersaing dengan negara lain.
Struktur persaingan, perusahaan dan strategi persaingan untuk komoditas
ikan tuna sangat ketat. Kemungkinan munculnya pesaing baru dalam industri ini
sangat besar dengan penerapan teknologi budidaya, sedangkan Indonesia sendiri
belum mampu untuk menerapkannya karena membutuhkan biaya cukup besar dan
tenaga ahli yang memadai. Kekuatan tawar pembeli juga sangat besar dalam
menentukan perdagangan ikan tuna, persaingan dari negara lain sangat kuat dan
negara tersebut didukung oleh teknologi dan modal yang cukup. Ancaman untuk
produk subtitusi cenderung lemah dan tingkat kekuatan pemasok cukup
berpotensi meningkat. Keadaan struktur persaingan, perusahaan, dan strategi
perusahaan ini dapat memperlemah daya saing komoditas ikan tuna nasional.
6.3.5. Peran Pemerintah
Peran serta pemerinatah sebagai fasilitator, regulator, dan motivator
pengawasan perekonomian untuk memajukan komoditas ikan tuna nasional sangat
diharapkan. Persaingan global yang dihadapi saat ini membutuhkan pemerintahan
yang kuat untuk pengembangan ekonomi domestik. Peran pemerintah dalam
peningkatan ikan tuna nasional saat ini sudah cukup baik. Departemen Kelautan
dan Perikanan merupakan lembaga yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur
masalah tentang perikanan Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan
sendiri saat ini telah melakukan pengembangan untuk komoditas ikan tuna.
Progaram DKP terkait dengan tuna yaitu revitaliasasi perikanan dan Program
Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) yang berbasis dari Hazard Analysis of
Critical Control Points (HACCP) terutama terhadap indutsri pengolahan
berorientasi ekspor.
Program DKP untuk mengembangkan komoditas ikan tuna disebut sebagai
revitalisasi perikanan. Program ini menfokuskan pengembangan untuk tiga
komoditas utama yaitu udang, ikan tuna dan rumput laut. Program revitalisasi
untuk ikan tuna meliputi:
1) Optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan secara bertanggung jawab.
2) Peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha penangkapan.
3) Peningkatan kemampuan dan kapasitas pendukung produksi di dalam negeri.
4) Peningkatan sumberdaya manusia dan penyerapan teknologi.
5) Peningkatan kemampuan manajemen usaha kecil dan akses permodalan.
6) Peningkatan mutu hasil perikanan sebagai bahan baku.
7) Pengembangan dan penyebaran cluster industri.
8) Restrukturisasi armada perikanan.
9) Revitalisasi pelabuhan perikanan.
10) Pengembangan dan penyusunan standarisasi sarana perikanan tangkap.
Pemerintah juga mendirikan Badan Standarisasi Nasional (BSN) yang
berguna untuk melakukan pengawasan mutu ikan tuna yang dihasilkan seperti
menguji histamine yang terdapat pada ikan dan menetapkan batas histamin yang
dapat dikandung. Ikan tuna hasil tangkapan harus mendapatkan SNI (Standarisasi
Nasional Indonesia) agar bisa diekspor.
Pemerintah saat ini telah banyak membantu perkembangan komoditas ikan
tuna, namun ada hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah terkait dengan
ketersediaan ikan tuna di alam. Pemerintah sebaikknya melakukan pengawasan
yang ketat terhadap semua daerah perairan Indonesia dari pencurian ikan. Kasus
pencurian ikan ini akan membawa dampak negatif terhadap perkembangan
komoditas ikan tuna nasional. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama oleh semua
aparat pemerintahan untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam Indonesia.
Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk peningkatan daya saing ikan tuna
nasiona, hal ini terkait dengan pembenahan infrastruktur, penciptaan iklim bisnis
yang mendukung, dan peningkatan terhadap akses pembiayaan.
6.3.6. Peran Kesempatan
Peran kesempatan yang berada pada ruang lingkup komoditas ikan tuna
untuk meningkatkan daya saing diantara lain perkembangan teknologi budidaya
dan era perdagangan bebas. Penjelasan mengenai peran kesempatan tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Pekembangan Teknologi budidaya.
Ikan tuna yang selama dihasilkan berasal dari tangkapan di alam. Namun,
sifat ikan tuna yang selalu bermigrasi membuat para nelayan sulit
mendapatkan jumlah dan ukuran tuna yang seragam. Industri pengolahan
ikan membutuhkan bahan baku yang stabil. Permasalahan ini membuat
beberapa negara mulai mencoba teknologi budidaya ikan tuna. Penemuan
teknologi budidaya ini dapat mengatasi masalah kesulitan bahan baku.
Teknik ini memudahkan para nelayan atau eksportir untuk mengekspor ikan
tuna dalam bentuk yang seragam dan kualitas mutu yang terjamin.
Teknik budidaya dapat dilakukan pada kondisi perairan yang cocok untuk
budidaya tuna diantaranya adalah suhu perairan berkisar 15 28
0
C, perairan
budidaya tidak tercemari oleh buangan lumpur sungai, aliran arus laut yang
cukup, tingkat penetrasi cahaya yang cukup besar dan tingkat oksigen terlarut
yang tinggi. Bentuk jaring apung harus dirubah dari kubus dan segiempat ke
bentuk lingkaran untuk menyesuaikan dengan tipe berenang tuna. Teknik
budidaya ikan tuna dibedakan menjadi dua jenis yaitu
27
:
a)Penggemukkan Anak Tuna
Pertama anak-anak ikan tuna ditangkap dilaut dengan menggunakan
purse seine yang berukuran 120 cm dan berat sekitar 30-50 kg. Ikan
yang telah terjaring tetap dibiarkan dilaut dan ditarik dengan kapal
berkecepatan 1-2 knot. Ikan kemudian dipindahkan ke jaring apung
bagian dalam yang terbuat dari plastik polyetilene hitam, berdiameter 30-
40 meter (m) , dengan kedalam jaring 12-20 m atau lima meter diatas
permukaan dasar laut dan ukuran mata jaring 60-90 milimeter (mm).
Jaring apung luar memiliki ukuran mata jaring 150-200 mm dan
berfungsi untuk menjaga ikan dari predator, namun menurut penelitian
jaring luar ini tidak diperlukan sehingga dapat menghemat biaya. Satu
jaring apung standar dapat menampung 2000 ekor anak tuna tergantung
diameter jaring dan daya tamping maksimum yang diijinkan, idealnya 4
kg per meter kubik air. Ikan diberi makan dua kali sehari dengan ikan
makarel atau sarden, namun saat ini bisa memakai makanan buatan
(pellet) yang lebih tinggi tingkat konsumsi pakannya dan dapat
menghemat biaya. Ikan dipelihara sekitar tiga hingga lima bulan atau
sampai mencapai ukuran konsumsi.
b) Penanganan Induk hingga Pemeliharaan Benih
Calon induk dipelihara sejak masih benih yang berasal dari hasil
tangkapan trap net (trolling net). Calon induk diberi makan ikan segar
seperti teri, makarel, horse makarel, dan cumi-cumi serta berbagai
vitamin dan enzim ditambahkan dalam pakan. Pemberian pakan dua
hingga lima persen dari berat tubuh dan dilakukan satu atau dua kali
sehari. Kemudian proses pemijahan dilakukan untuk ikan tuna yang
telah berumur lima tahun. Proses pemijahan dilakukan didalam jaring
berdiameter 30 m dan kedalam tujuh meter pada suhu 21,8-25,6
0
C. Telur
ikan tuna menetas setelah 32 jam pada suhu 24
0
C selama setengah jam.

27
Sumber:Anonim. 2008. Budidaya Tuna: Suatu Keniscayaan.
http://www.kamusilmiah.com/pangan/budidaya-tuna-suatu-keniscayaan-bagian-ii/. Diakses
tanggal 20 Oktober 2009.
Setelah menetas proses pemeliharaannya sama seperti budidaya
penggemukkan anak ikan tuna.
2) Era Pedagangan Bebas
Era perdagangan bebas membuat hampir seluruh bentuk perdagangan tidak
mempunyai batas. Setiap negara dapat masuk ke negara lain dan membuka
usaha atau melakukan kerjasama. Era ini dapat membuat hambatan
perdagangan menjadi berkurang, hal ini merupakan peluang untuk komoditas
ikan tuna agar dapat diekspor ke neagara lain. Namun, tidak semua negara
akan melonggarkan peraturan yang terutama negara seperti Jepang, Amerika
Serikat dan Uni Eropa yang selama ini sangat ketat dengan berbagai
peraturannya.
6.4. Analsisi SWOT dan Strategi Kebijkan
Analisis SWOT digunakan untuk menenetukan faktor apa yang menjadi
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada komoditas ikan tuna dalam
perdagangan internasional. Faktor internal dilihat berdasarkan faktor kekuatan
dan kelemahan. Faktor eksternal dilihat berdasarkan faktor ancaman dan peluang.
Berikut penjelasan mengenai faktor tersebut:
1) Faktor Kekuatan
Faktor kekuatan merupakan keunggulan yag dimiliki oleh komoditas ikan
tuna negara Indonesia dibandingkan dengan negara lain yang menjadi
pengekspor ikan tuna. Faktor kekuatan tersebut adalah:
a)Indonesia memiliki laut yang luas dan posisi yang baik untuk penangkapan
ikan tuna.
Indonesia memiliki luas perarian sebesar 5,8 juta km
2
. Negara Indonesia
diapit oleh dua samuder yaitu Samuder Hindia dan Samuder Pasifik.
Indonesia memiliki potensi yang baik sebagai negara produsen tuna.
Posisi Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa menguntungkan
untuk produksi tuna Indonesia, hal ini dikarenakan sebagai berikut (DKP
2005):
iv) Adanya massa air barat dan timur yang melintas di Samudera Hindia
dengan membawa partikel dan kaya akan makanan biota laut.
v) Adanya arus Kuroshio yaitu North Equatorial dan South Equatorial
Current di Samudera Pasifik merupakan wilayah yang kaya dengan
bahan makanan serta mempunyai suhu, salinitas, dan beberapa faktor
oseanografis yang disukai oleh ikan tuna.
vi) Wilayah periaran nusantara merupkan tempat berpijah atau kawin
berbagai jenis ikan termasuk ikan tuna, terutama di perairan Selat
Makassar dan Laut Banda.
b) Adanya daerah penangkapan ikan tuna yang masih berstatus under
exploied (UE).
Daerah yang masih berstatus UE terdapat pada Laut Cina Selatan, Selat
Makasaar dan Laut Flores, Laut Banda, Laut Seram, Laut Halmahera,
Teluk Tomini, Laut Sulawesi (Samudera Pasifik), LAut Arafura, dan
Samudera Hindia. Tabel 2 menjelaskan bahwa daerah UE ini belum
dimanfaatkan secara maksmial, namun sangat berpotensial dengan
potensi ikan pelagis termasuk ikan tuna yang cukup besar .
c)Kuantitas Tenaga Kerja yang memadai.
Indonesia memiliki jumlah penduduk kelima terbesar didunia. Rakyat
Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan.
Besarnya jumlah tenaga kerja yang dimiliki merupakan kekuatan yang
dimiliki untuk pengembangan daya saing ikan tuna Indonesia.
d) Adanya hubungan baik dengan negara tujuan ekspor.
Indonesia memiliki hubungan baik dengan negara tujuan ekspor seperti
dengan Thailand, Vietnam, dan Singapura yang termasuk dalam ASEAN
(Assocaition of Southeast Asian Nations). Indonesia juga mempunyai
hubungan kerjasama yang baik dengan negara Amerika Serikat,
Australia, Jepang, dan Uni Eropa. Kerjasama yang terjalin tidak hanya
dalam masalah perdagangan internasional tapi juga menyangkut masalah
social, ekonomi, dan edukasi. Hubungan baik ini dapat dimanfaatkan
untuk menjalin kerjasama dan memperoleh bantuan modal.
e) Adamya dukungan pemerintah.
Dukungan pemerintah dalam pengembangan ekspor ikan tuna sangat
baik. Adanya program revitalisasi perikanan yang dilakukan oleh DKP
yaitu terhadap tiga komoditas utama udang, ikan tuna dan rumput laut.
Program ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ikan tuna.
Pemerintah melalui DKP juga mendirikan lembaga riset untuk komoditas
perikanan, untuk ikan tuna sendiri dibentuknya Komisi Tuna Nasional
untuk mengatasi masalah ikan tuna.
2) Faktor Kelemahan
Faktor kelemahan merupakan faktor kekurangan yang dimiliki oleh
komoditas ikan tuna Indonesia jika dibandingkan dengan negara pengekspor
ikan tuna lainnya. Faktor kelemahan tersebut adalah:
a) Rendahnya pengawasan kualitas mutu.
Rendahnya tentang pengawas mutu ikan tuna dengan banyaknya kasus
penolakan ikan tuna yang terjadi. Penolakan ini umumnya disebabkan
mutu ikan yang dihasilkan tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh negara importir. Rendahnya mutu disebakan masih rendahnya
kesadaran khususnya kepada para nelayan untuk melakukan cold storage
pada ikan setelah ditangkap. Ikan tuna yang tidak segera dibekukan akan
mengalami penurunan kualitas dan tidak dapat diekpor.
b) Kualitas tenaga kerja yang belum memadai.
Sumberdaya manusia yang dimiliki oleh negara Indonesia sangat besar,
namun kualitasnya belum memadai. Nelayan yang ada umumnya status
pendidikan rendah dan teknik penangkapan masih tradisional.
Kemampuan manajemen dan pemasaran juga masih rendah.
Kemampuan untuk melalukan penanganan yang baik setelah ikan
ditangkap untuk para nelayan masih rendah. Nelayan yang sudah
bekerjasama dengan perusahaan eksporitr telah memiliki kemampuan
dan penerapan teknologi yang cukup baik, namun masih banyak nelayan
di Indonesia yang statusnya masih nelayan tradisional dan hanya
memakai kapal yang sederhana. Keadaan ini membuat ikan tuna
nasional lemah daya saing jika dibanding dengan negara Asia Tenggara
seperti Thailand kualitasnya jauh dibawah Thailand. Thailand mampu
melakukan ekspor ikan tuna kaleng dalam jumlah besar walaupun hasil
perikanannya lebih banyak berasal dari impor.
c) Rendahnya sistem penanganan hasil.
Nelayan sebagai pihak pertama dalam kegiatan penangkapan ikan tuna
masih rendah kesadarannya untuk memasukkan ikan setelah ditangkap ke
dalam cold storage. Ikan harus segera dimasukkan, sebab jika tidak saat
ikan sampai ke tangan pengumpul ikan telah mengalami penurunan
kesegaran. Jarak tempuh yang lama akan membuat ikan dalam keadaan
tidak segar tersebut akan cepat membusuk, terutama untuk produk
ekspor. Oleh karena itu banyak produk ikan tuna yang ditolak karena
saat sampai ke negara tujuan ekspor sudah tidak segar kembali dan
kualitas mutunya tidak sesuai dengan standar.
d) Infrastruktur yang kurang memadai.
Sistem transportasi yang kurang memadai membuat kelancaran
pendistribusian ikan tuna akan terhambat dan waktu tempuh akan
bertambah. Sistem komunikasi yang dimiliki memang cukup baik,
namun kondisi jalan Indonesia terutama untuk daerah-daerah pesisir
umumnya masih buruk. Keadaan ini akan mengurangi mutu ikan yang
dihasilkan.
e) Ketergantungan terhadap harga dunia.
Posisi Indonesia sebagai pengikut pasar dalam struktur pasar komoditas
ikan tuna internasional yang cenderung mengarah ke oligopoli. Posisi
Indonesia tersebut mengakibatkan Indonesia tidak dapat membuat
keputusan tentang harga dan harus mengikuti harga yang ditetapkan oleh
pemimpin pasar.
f) Rendahnya pengawasan perairam
Rendahnya pengawasan terhadap perairan Indonesia menyebabkan
naikknya kasus pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing. Hal
ini disebabkan kurangnya sumberdaya manusia dan peralatan untuk
mengawasai perairan Indonesia yang sangat luas. Pengawasan terhadap
pencatatan ikan yang ditangkap oleh petugas pelabuhan belum berjalan
dengan baik, sehingga sulit untuk memprediksi ketersediaan sumberdaya
yang masih tersisa.
3) Faktor Peluang
Faktor peluang merupakan keadaan yang mampu memberikan keuntungan
untuk ekspor ikan tuna Indonesia. Faktor peluang ini terkait dengan keadaan
diluar kondisi ikan tuna Indonesia, namun dapat memberikan efek positif
untuk pengembangan ekspor ikan tuna Indonesia. Faktor peluang tersebut
adalah:
a) Adanya perkembangan teknologi budidaya.
Perkembangan budidaya ini terkait dengan adanya cara baru yang dapat
dilakukan untuk melakukan budidaya ikan tuna. Budidaya ini sangat
bermanfaat sehingga bisa menjaga ketersediaan ikan tuna, karena saat ini
Indonesia hanya mengandalkan ketersedian ikan tuna melalui hasil
tangkapan di alam bebas (wild catch).
b) Pangsa pasar yang masih luas.
Ikan tuna merupakan produk ikan yang digemari oleh masyarakat dunia.
Pangsa pasar untuk komoditas ikan tuna masih terbuka luas. Jepang,
Amerika Serikat, dan Uni Eropa merupakan pasar yang potensial untuk
dimasuki. Kebutuhan akan permintaan ikan tuna untuk ketiga negara
tersebut belum mampu dicukupi oleh negara pengekspor ikan tuna.
Negara Jepang memiliki persentase permintaan impor rata-rata pertahun
untuk ikan tuna segar, beku dan olahan masing-masing sebesar 33,17;
8.01; dan 3,06 persen. Negara Amerika Serikat memiliki persentase
permintaan impor untuk ikan tuna segar, beku, dan olahan masing-
masing sebesar 16,87; 0,42; dan 15,88 persen. Kawasan Uni Eropa
memiliki persentase permintaan impor untuk ikan tuna segar, beku, dan
olahan masing-masing sebesar 4,83; 3,94; dan 29,35 persen. Hasil ini
memperlihatkan bahwa Negara Jepang adalah pasar yang saat
berpotensial untuk komoditas ikan tuna segar, Uni Eropa berpotensial
untuk ikan tuna olahan dan Amerika Serikat merupakan pasar yang
potensial untuk komoditas ikan tuna beku dan olahan (Lampiran 13)
c) Adanya tren from red meat to white meat.
Tren tersebut mulai mengubah pandangan masyarakat yang selama ini
lebih banyak mengkonsumsi daging hewan ternak mulai menggemari
memakan daging yang berasal dari ikan. Daging merah memiliki
kadungan lemaknya lebih tinggi daripada ikan, jika terlalu banyak
mengkonsumi akan mengakibatkan penyakit seperti kolesterol Winarno
(1993) diacu dalam Rospiati (2006) menyatakan bahwa berdasarkan
kandungan lemaknya, ikan terbagi menjadi tiga golongan yaitu ikan
dengan kandungan lemak rendah (kurang dari dua persen) terdapat pada
kerang, cod, lobster, bawal, gabus; ikandengan kandungan lemak sedang
(dua sampai dengan lima persen) terdapat pada rajungan,oyster,udang,
ikan mas, lemuru, salmon; dan ikan dengan kandungan lemak tinggi
(empat sampai dengan lima persen) terdapat pada hering, mackerel,
salmon, salon, sepat, tawes dan nila. Ikan banyak mengandung asam
lemak bebas berantai karbon lebih dari delapan belas. Asam lemak ikan
lebih banyak mengandung ikatan rangkap atau asam lemak tak jenuh
dari pada mamalia. Keseluruhan asam lemak yang terdapat pada daging
ikan kurang lebih 25 macam. Jumlah asam lemak jenuh 17 21 persen
dan asam lemak tidak jenuh 79 83 persen dari seluruh asam lemak
yang terdapat pada daging ikan (Hadiwiyoto 1993 diacu dalam Rospiati
2006). Kandungan nilai nutrisi ikan tuna mentah terdapat pada Lampiran
14. Tren tersebut diakibatkan oleh semakin tingginya kesadaran
masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Kandungan nutrisi ikan tuna
mentah dijelakan pada lampiran dua belas.
d) Munculnya penyakit pada hewan ternak.
Penyakit yang muncul pada hewan ternak seperti sapi gila dan flu burung
membuat konsumsi masyarakat terhadap hewan ternak mulai berkurang,
karena takut akan terkena dampak dari penyakit tersebut. Masyarakat
mulai mencari pengganti sumber protein lain selain dari daging ternak
tersebut. Ikan merupakan sumber protein lain yang dapat menggantikan
daging hewan ternak. Kandungan protein ikan sangat tinggi
dibandingkan dengan protein hewan lainnya, dengan asam amino
essensial sempurna, karena hampir semua asam amino esensial terdapat
pada daging ikan (Pigott dan Tucker, 1990 diacu dalam Rospiati 2006).
Oleh karena itu peluang untuk meningkatkan volume ekspor sangat
terbuka lebar terutama untuk ikan tuna yang menjadi salah satu jenis ikan
yang disukai oleh masyarakat selain salmon, makarel, dan herring.
e) Adanya Organisasi Manajemen Perikanan Regional (Regional Fisheries
Management Organization).
Organisasi tersebut adalah Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) yang
menangani manajemen penangkapan ikan tuna yang terletak di Samudera
Hindia, International Convention on Conservation of Atlantic Tuna
(ICCAT) yang menangani kegiatan penangkapan dan konservasi ikan
tuna di kawasan Atlantik, Western and Central Pacific Fisheries
Commission (WCPFC), dan Commission for Conservation of Southern
Bluefin Tuna (CCSBT) yang menangani khusus tentang tuna sirip biru
selatan.
f) Adanya negara yang mau berinvestasi.
Australia merupakan negara yang mau melakukan investasi untuk
komoditi ikan tuna, karena melihat potensi yang dimiliki oleh Indonesia
masih banyak yang belum dimaksimalkan. Kesempatan ini sangat baik
untuk dimanfaatkan untuk mengatasi kendala modal yang menjadi salah
satu masalah internal untuk ikan tuna.
4) Faktor Ancaman
Faktor ancaman merupakan keadaan yang mampu memberikan efek negatif
peningkatan daya saing komoditas ikan tuna Indonesia. Faktor peluang ini
terkait dengan keadaan diluar kondisi ikan tuna Indonesia. Faktor peluang
tersebut adalah:
a) Peningkatan kekuatan tawar pembeli.
Peningkatan kekuatan pembeli dapat menurunkan posisi tawar dalam
proses perdagangan. Misalnya, berbagai macam peraturan yang
ditetapkan oleh negara tujuan ekspor baik yang menyangkut tarif maupun
non-tarif membuat negara Indonesia mengalami kendala untuk
melakukan ekspor karena akan meningkatkan biaya produksi. Peraturan
yang ditetapkan pun berbeda-beda, jika produk ikan tuna yang dihasilkan
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka produk tersebut
ditolak.
b) Peningkatan teknologi budidaya pesaing.
Adanya teknik budidaya yang mulai dilakukan oleh negara pesaing
sangat berbahaya, sebab negara tersebut mampu menjaga ketersediaan
ikan tuna untuk diekspor. Negara seperti Australia dan Jepang saat ini
mulai meningkatkan budidaya ikan tuna, jika mereka mampu melakukan
budidaya maka permintaan impor dari negara lain untuk ikan tuna akan
mengalami penurunan.
c) Adanya hambatan tarif.
Hambatan tarif menjadi faktor yang menurunkan daya saing ikan tuna
Indonesia di pasar internasional. Tarif produk ikan tuna berbeda antar
pasar. EU memasang tarif 24 persen untuk produk tuna, namun bebas
pajak import pada tuna kaleng untuk negara-negara ACP (Afrika, Karibia
dan Pasifik). Negara-negara penghasil tuna di EU seperti Spanyol, sangat
menentang pengurangan tarif tuna karena merusak persaingan mereka.
Negara-negara dari The Andean Pact (Peru, Bolivia, Equador,
Columbia), Panama dan negara-negara Amerika Tengah bebas dari pajak
impor untuk ikan tuna kaleng oleh Amerika Serikat. Amerika Serikat
mengenakan tairf untuk produk ikan tuna sebesar 35 persen. Tingginya
tarif yang dikenakan membuat keuntungan yang didapat akan semakin
kecil karena biaya yang dikeluarkan akan semakin besar dan adanya
pembatasan kuota.
d) Adanya hambatan non-tarif.
Hambatan non-tarif menyangkut tentang isu mutu, sanitasi, keamanan
pangan, kesehatam, isu terorisme, isu hak asasi manusia, isu lingkungan
dan hambatan administratif. Isu yang terkait dengan mutu, kesehatan,
sanitasi, dan keamanan pangan yaitu peraturan yang ditetapkan oleh
Codex Alimentarius Comisscion (CAC) seperti persyaratan
komposisional suatu produk, batasan kandungan dan bahan makanan apa
saja yang dapat digunakan. Kesepakatan tentang sanitary and
phytosanitary (SPS) yang menyakut tentang keamanan pangan dan
kandungann gizi.
Isu hak asasi manusia yang terkait dengan rendahnya upah pekerja dan
pekerja bawah umur. Isu terorisme oleh Amerika Serikat kepada
Indonesia karena dianggap terlalu lemah dalam menangani terorisme, hal
ini dikhawatirkan akan menggangu peluang untuk ekspor komoditas
perikanan. Isu lingkungan seperti dolphin issue yang menuntut
pencantuman label lingkungan (ecolabelling), jika tidak mencantumkan
maka produk akan dikenakan larangan impor.
Hambatan administratif yang terjadi di Uni Eropa yaitu approval number
yaitu penolakan impor karena eksportir tidak memiliki approval number
yang dikeluarkan komisi Eropa dan health certificate yang harus sesuai
dengan bahasa nasional pelabuhan masuk di Eropa dan ditandatangani
oleh pejabat yang telah dinotifikasi menggunakan cap dan tinta yang
sesuai. Hambatan non-tarif ini menyebabkan biaya produksi meningkat,
sebab dibutuhkan biaya yang untuk mendapatkan semua sertifikat yang
dibutuhkan untuk ekspor ikan tuna.
e) Krisis ekonomi baik yang bersifat nasional maupun global.
Krisis ekonomi nasional yang dialami oleh Indonesia berpengaruh
terhadap kondisi ikan tuna Indonesia. Dampak krisis ekonomi nasional
yang paling berpengaruh yaitu naiknya harga bahan bakar minyak.
Kenaikan ini membuat banyak kapal penangkap baik skala menengah
dan besar yang berhenti berproduksi karena tingginya biaya yang
dikeluarkan. Penangkapan ikan tuna sendiri hanya bisa dilakukan
dengan kapal berukuran besar yang memerlukan bahan bakar solar.
Dampak dari krisis ekonomi global terjadi ketika negara Amerika Serikat
mengalami krisis ekonomi. Krisis ini membuat eksportir di Cilacap tidak
dapat melakukan ekspor karena Amerika Serikat melakukan
pemberhentiaan untuk impor ikan tuna. Krisis ekonomi Amerika Serikat
tentunya akan mempengaruhi perekonomian Indonesia juga, walaupun
saat ini masih belum terpengaruh namun jika terjadi dalam jangka
panjang tentunya akan membawa masalah bagi perekonomian Indonesia
juga.
f) Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing).
IUU fishing ini pertama kali dikeluarkan saat diselengarakannya forum
CCAMLR (Commision for Conservation of Atlantic Marine Living
Resources) tahun 1997 yang membahas mengenai kerugian yang
potensial muncul dari praktek penangkapan ikan yang dilakukan oleh
negara bukan anggota CCAMLR. Isu ini berkembang secara global oleh
FAO dengan alasan cadangan ikan dunia menujukkan trend menurun dan
salah satu faktornya penyebabnya adalah praktek illegal fishing ini.
Illegal fishing terdiri dari dua jenis yaitu pencurian semi legal dan murni
illegal. Pencurian semi illegal terjadi ketika pihak asing memanfaatkan
surat ijin penangkapan legal yang dimiliki oleh penangkap global dan
menggunakan kapal dengan bendera lokal atau negara lain, hal ini
terkenal dengan istilah pinajm bendera atau flag of convenience (FOC).
Pencurian murni illegal terjadi ketika pihak asing dengan menggunakan
kapal dengen bendara negara sendiri melakukan penangkapan di luar
wilayah negaranya.
Kasus unreported fishing menyangkut kegiatan penangkapan ikan
(walaupun legal) yang tidak dilaporkan (unreported), terdapat kesalahan
dalam pelaporannya (misreported) dan pelaporan yang tidak semestinya
(underreported). Kasus unregulated fishing menyangkut kegiatan
penangkapan ikan yang tidak diatur (unregulated) oleh negara yang
bersangkutan. Dampak negatif yang disebabkan oleh praktik-praktik
IUU fishing, diantaranya adalah:
i) IUU fishing melibatkan wilayah yang luas baik dalam konteks
nasional dan internasional. Di bawah yurisdiksi nasional oleh
nelayan skala kecil dan industri, dan di laut lepas oleh kapal-kapal
perikanan jarak jauh (distant water fisheries vessels). Pada akhirnya,
praktik-praktik IUU fishing akan mengancam upaya pengelolaan
masyarakat, baik nasional maupun internasional.
ii) IUU fishing seringkali menyebabkan menurunnya stok sumberdaya
ikan serta hilangnya kesempatan sosial dan ekonomi. Hal ini
dikarenakan, praktik-praktik IUU fishing menyebabkan pencatatan
statistik perikanan tidak akurat, serta ketidakpastian dalam
pemanfaatan sumberdaya ikan dan pembuatan keputusan-keputusan
pengelolaan.
iii) IUU fishing dapat merusak hubungan antara negara-negara yang
bertetangga. Hal ini dikarekan, pelakunya cenderung menggunakan
batas-batas negara untuk menghindari pelacakan atau tertangkap dan
untuk menghindari konsekuensi hukum.
Keempat faktor tersebut dianalisis berdasarkan analisis SWOT akan
menghasilkan strategi kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya
saing komoditas ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Hasil analisis SWOT
dan strategi kebijakan dapat dilihat pada Gambar 7.
Faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terdapat pada
komoditas ikan tuna digunakan untuk menentukan strategi kebijakan yang dapat
dilakukan untuk memanfaatkan peluang yang ada dan memperkecil ancaman yang
dapat terjadi. Berikut adalah strategi kebijakan yang dilakukan berdasarkan
analisis SWOT:
1) Strategi SO
Strategi SO dilakukan untuk memaksimalkan keunggulan yang dimiliki
dengan peluang yang ada. Strategi SO untuk komoditas ikan tuna adalah
sebagai berikut:
a) Meningkatkan produski ikan tuna. Pangsa pasar yang masih terbuka luas
dan mulai meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan
membuat permintaan akan ikan semakin meningkat kedepannya.
Luasnya daerah perairan Indonesia dan beberapa daerah yang masih
berstatus UE dapat dimaksimalkan pemanfaatannya. Potensi tersebut
sangat baik untuk peningkatan kuantitas jumlah yang diekspor. Produksi
ikan tuna akan meningkat, jika didukung oleh penguatan kelima kondisi
faktor sumberdaya yang saat ini masih memiliki keterbatasan.
Peningkatan produksi yaitu dengan cara:
i) Memberikan modal untuk pengembangan ikan tuna untuk wilayah
timur seperti di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Irian Jaya.
Bisnis ikan tuna membutuhkan biaya yang besar untuk memulainya.
Pemerintah pusat dan daerah sebaiknya memperluas akses modal
dan mempermudah proses pengurusan surat ijin penangkapan ikan
kepada nelayan. Ketiga tempat di atas perlu dikembangkan agar
mampu bertahan dalam persaingan internasional yang semakin ketat.
ii) Melakukan budidaya ikan tuna melalui lembaga riset. Budidaya ikan
tuna merupakan suatu peluang yang sangat baik untuk meningkatkan
daya saing ikan tuna nasional. Budidaya ini dapat diterapkan di
Indonesia sebab kondisi alam yang mendukung, namun budidaya ini
juga memerlukan modal dan tenaga ahli yang berkualitas.
Penerapan budidaya ikan tuna saat baik untuk dilakukan untuk
mengantisipasi penurunan populasi dan jumlah ikan tuna yang dapat
ditanggkap. Penerepan teknologi ini berguna untuk konservasi dan
meningkatkan kepercayaan lembaga manajemen ikan regional.
Peningkatan kepercayaan akan membawa dampak positif untuk
mengurangi kemungkinan produk ikan tuna nasional akan dikenakan
embargo.
b) Memperluas pasar. Pangsa pasar yang masih tersedia harus
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Perluasaan pasar akan
meningkatkan daya saing komoditas ikan tuna nasional dan menambah
devisa negara. Perluasaan pangsa pasar dilakukan melalui cara sebagai
berikut:
i) Menambah negara tujuan ekspor. Indonesia saat ini telah melakukan
kerjasama dengan beberapa negara untuk kegiatan ekspor ikan tuna.
Ekspor ikan tuna Indonesia masih terfokus kepada Amerika Serikat,
Jepang dan Uni Eropa. Kompetisi untuk masuk ketiga negara
tersebut sangat ketat, sebab ketiga negara tersebut memiliki daya beli
yang baik. Negara lain saat ini mulai aktif melakukan kegiatan
produksi ikan tuna, sebagian memanfaatkan potensi alam yang
dimiliki dan menerepkan teknologi budidaya. Pesaing baru tersebut
pasti akan mencoba masuk ke pasar Amerikan, Jepang dan Kawasan
Uni Eropa. Indonesia perlu untuk mengantisipasi hal tersebut
dengan memperluas jaringan pemasaran, sehingga ketika terjadi
pengurangan kuota dari ketiga negara tersebut hasil ikan tuna
nasional masih dapat dipasarkan ke negara lain.
ii) Mendaftar sebagai anggota lembaga yang menangani masalah tuna.
Lembaga manajemen perikanan regional memberikan pengaruh
terhadap daya saing komoditas ikan tuna. Keaktifan sebagai anggota
akan membuka akses Indonesia sebagai pemanfaat sumberdaya ikan
tuna di perairan internasional (high seas). Keanggotaan juga akan
membuat Indonesia memiliki kuota produksi dan kuota pasar
internasional serta menghindari Indonesia dari kemungkinan
embargo untuk produk ikan tuna.
2) Strategi ST
Strategi ST dilakukan dengan memaksimalkan keunggulan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman yang ada. Strategi ST untuk komoditas ikan tuna
adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan mutu ikan tuna yang dihasilkan. Mutu ikan merupakan
faktor yang menentukkan apakah ikan layak untuk masuk ke negara
ekspor atau tidak. Indonesia sering mengalami penolakan produk
perikanan sebab mutu ikan tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan oleh negara tujuan ekspor.
i) Sosialisasi kepentingan mutu ikan untuk tujuan ekspor kepada
seluruh pihak yang ada dalam industri perikanan harus dilakukan
oleh aparat pemerintah setempat. Nelayan merupakan pihak yang
paling penting diberikan sosialisasi menjaga kualitas mutu ikan dan
menerapkan cold chain system sebagai cara menjaga kesegaran ikan
yaitu dengan didinginkan atau dibekukan mulai dari penangkapan
hingga pemasaran. Cold chain system pada penanganan di setelah
penangkapan di atas kapal dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
memasukkan ikan ke dalam palka yang telah diisi es yang telah
dicampur dengan air laut dan teknik chilling water dimana ikan di
simpan dalam palka yang telah diisi air laut dan didinginkan dengan
menggunakan mesin freezer serta dijaga suhunya tetap pada 0
0
C.
ii) Lembaga pengawasan mutu yang telah dibentuk oleh pemerintah
lebih ditingkatkan lagi terutama peningkatan kualitas SDM agar
mampu melaksanakan pengecekkan mutu ikan lebih cepat terutama
untuk lembaga perwakilan yang berada di daerah. Keterbatasan
SDM ini membuat waktu yang diperlukan untuk mengurus seluruh
adminstrasi menjadi lama dan akan mempengaruhi keadaan mutu
dan keamanan pangan ikan yang di ekspor
3) Strategi WO
Strategi WO dilakukan untuk meminimalisir kelemahan dengan
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi WO untuk komoditas ikan tuna
adalah sebagai berikut:
a) Melakukan kerjasama dengan pihak asing.
Kerjasama dengan pihak asing dapat ditingkatkan sebagai sarana untuk
peningkatan daya saing komoditas ikan tuna. Kerjasama dengan pihak
asing berbentuk pemberian izin kepada pihak asing untuk menanamkan
modal di Indonesia sesuai dengan peraturan yang berlaku. Industri ikan
tuna nasional memang dihadapkan pada masalah permodalan, pihak
asing yang memiliki modal besar sebaiknya diijinkan untuk mengelola
industri ikan nasional. Kerjasama dengan pihak asing harus didasari
dengan kekuatan peraturan pemerintah, sehingga kerjasama tersebut
tidak membuat Indonesia menjadi rugi. Kerjasama ini harus dikelola
dengan baik agar hasil ekspor tetap masuk ke Negara Indonesia dan
populasi ikan tuna Indonesia juga dapat terjaga.
b) Melakukan pembenahan manajemen perikanan perusahaan. Perikanan
nasional memiliki banyak masalah yang belum mampu diselesaikan
dengan baik. Manajemen perikanan nasional dapat diselesaikan melalui
cara:
i) Melakukan pelatihan karyawan terhadap penanganan ikan pasca
panen.
Pelatihan terhadap karyawan (terutama untuk nelayan yang bekerja
untuk perusahaan) akan penanganan ikan pasca panen sangat
diperlukan sehingga kualitas ikan tuna dapat dijaga dengan baik
hingga sampai ditangan konsumen akhir atau perusahaan
pengolahan. Pelatihan karyawan tentang HACCP juga perlu
dilakukan agar sesuai dengan standar internasional.
ii) Meningkatkan teknologi peralatan.
Penyediaan perahu dengan peralatan teknologi yang bermanfaat
dalam penangkapan ikan tuna seperti alat pendekteksi ikan harus
sudah dimiliki disetiap kapal. Selain itu teknologi ditempat transit
juga harus diperbaiki seperti mengganti papan seluncur yang
digunakan untuk menurunkan ikan dari kapal dengan sistem roda
berjalan sehingga mengurangi kemungkinan ikan mengalami
goresan atau kecacatan fisik.
4) Strategi WT
Strategi WT dilakukan untuk meminimalisir kelemahan dan ancaman yang
ada. Strategi WT untuk komoditas ikan tuna adalah sebagai berikut:
a)Memperbaiki sarana dan prasarana yang mendukung ikan tuna nasional.
Perbaikan sarana dan prasaran untuk peningkatan daya saing komoditas
ikan tuna nasional harus dilakukan segera. Kondisi sumberdaya yang
dimiliki masih banyak kendala yang dihadapi sehingga harus dibenahi
agar daya saing meningkat. Perbaikan sarana dan prasarana dapat
dilakukan melalui cara sebagai berikut:
i) Pembenahan sistem transportasi terutama untuk daerah Indonesia
Timur, sebab daerah yang masih berstatus UE lebih banyak terdapat
di Wilayah Indonesia Timur. Pembenahan pelabuhan yang ada dan
disesuaikan dengan skala internasional. Pemerintah daerah beserta
seluruh aparat yang mengurusi masalah transportasi dan pekerjaan
umum mengeluarkan dana untuk memperbaiki kondisi jalanan
dengan cara diaspal dan diperluas agar jarak yang ditempuh terutama
untuk nelayan yang berada dipedalam dapat dipersingkat. Pelabuhan
pendaratan ikan yang ada masih dibawah standar sehingga perlu
pembenahan seperti penggantian tenda atau atap plastik yang
berguna menjaga ikan dari cahaya matahari saat dibongkar,
penggantian papan luncur yang sudah tidak licin lagi agar tidak
merusak kulit ikan, penjagaan sanitasi untuk tempat pengumpulan
ikan dan toilet letaknya harus jauh dari ruang penyimpanan serta
dilengkapi tempat cuci tangan dan sabun disinfektan. Armada
penerbangan dalam negeri perlu ditingkatkan lagi agar mampu
memenuhi permintaan untuk pengiriman ekspor, agar
ketergantungan terhadap jasa penerbangan asing dapat berkurang.
ii) Penyediaan sarana dan prasarana. Penyediaan sarana dan prasaran
yang dapat dilakukan adalah pengadaan cold chain system seperti
membangun pabrik es untuk pelaksanaan sistem ini. Sarana ini
sangat berguna bagi kapal yang tidak memilki freezer dan kapal
nelayan nasional lebih banyak belum mempunyai freezer. Pabrik es
ini akan membentu nelayan untuk menjaga mutu kesegaran ikan dan
mampu berfungsi sebagai pengawet, sehingga saat dikirim ke
pengumpul masih dalam kondisi yang baik.
b) Memperbaiki kondisi perkenomian nasional yang mendukung komoditas
ikan tuna nasional. Kondisi perkonomian nasional sangat berpengaruh
terhadap daya saing komoditas ikan tuna nasional, hal penting yang harus
diatasi yaitu bagaimana menjaga harga bahan bakar dalam negeri tidak
terus meningkat. Peningkatan bahan bakar ini akan membawa dampak
negatif yang besar, sebab banyak nelayan yang akan berhenti melaut.
Kestabilan nilai tukar juga harus dijaga terutama terhadap dollar Amerika
Serikat, sebab ikan tuna diperdagangkan berdasarkan dollar Amerika
Serikat.
108
Gambar 7. Analisis Matriks SWOT



Internal
Eksternal
Strenghts (S)
1) Indonesia memiliki laut yang luas dengan posisi yang baik
untuk penangkapan ikan tuna.
2) Masih adanya daerah penangkapan ikan tuna yang berstatus
under exploied (UE).
3) Kuantitas tenaga kerja yang memadai.
4) Adanya hubungan baik dengan negara tujuan ekspor.
5) Adanya dukungan pemerintah.
Weakness (W)
1) Rendahnya kualitas mutu ikan yang dihasilkan.
2) Kualitas tenaga kerja yang belum memadai.
3) Rendahnya sistem penanganan hasil.
4) Infrastruktur yang kurang memadai.
5) Ketergantungan terhadap harga dunia.
6) Rendahnya pegawasan perairan
Opportunities (O)
1) Adanya perkembangan teknologi budidaya
2) Pangsa pasar yang masih luas
3) Adanya tren from red meat to white meat
4) Munculnya berbagai macam penyakit terhadap
hewan ternak
5) Adanya organisasi manajemen perikanan
regional.
6) Adanya negara yang mau berinvestasi di
Indonesia
Strategi SO
1) Meningkatkan produksi ikan tuna (S1,S2,S3,O2,O3,04)
a) Memberikan pinjaman modal kepada nelayan
b) Menerapkan teknologi budidaya ikan tuna melalui lembaga
riset
2. Memperluas pasar (S4,S5,O2,O5)
a) Menambah tujuan ekspor
b) Mendaftar sebagai anggota lembaga yang menangani
masalah tuna
Strategi WO
1) Melakukan kerjasama dengan pihak asing (W1,W2,W3,W4,O1,O6)
2) Melakukan pembenahan manajemen perikanan perusahaan
(W1,W2.W3,W5,W6,O1,O2,O3,O4,O6)
a) Melakukan pelatihan terhadap karyawan terkait dengan
penanganan pasca panen.
b) Meningkatkan teknologi peralatan yang digunakan.
Threaths (T)
1) Peningkatan kekuatan tawar menawar
pembeli.
2) Peningkatan teknologi budidaya pesaing.
3) Adannya hambatan tarif
4) Adanya hambatan non-tarif
5) Krisis ekonomi baik yang bersifat global atau
nasional.
6) IUU Fishing
Strategi ST
1) Meningkatkan mutu ikan yang
dihasilkan(S1,S2,S3,T1,T2,T3,T4)
a) Sosialisasi tentang mutu kepada nelayan oleh pemerintah
setempat dan perusahaan eksportir.
b) Peningkatan peran lembaga pengawasan mutu dan
perbaikan SDM-nya
Strategi WT
1) Memperbaiki sarana dan prasarana yang mendukung ikan tuna
nasional (W1,W3,W4,W5,W6,T1,T2,T3,T4,T6)
a) Membenahi sistem transportasi
b) Penyediaan sarana pendukung perikanan
2) Menjaga kondisi perkenomian nasinal yang mendukung komoditas
ikan tuna nasional (W5,T5)
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Hasil Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR) menunjukkan
bahwa stuktur pasar untuk komoditas ikan tuna baik untuk ikan tuna segar,
beku dan olahan adalah pasar monopolistik yang cenderung mengarah ke
oligopoli. Posisi Indonesia di pasar monopolistic masih sangat baik karena
dapat menentukan harga, namun harus melakukan diferensiasi produk.
Pergeseran pasar yang cenderung mengarah ke oligopoli akan membuat
posisi Indonesia dalam pasar ikan tuna internasional hanya sebagai pengikut
pasar, sehingga Indonesia tidak memiliki kekuasaan untuk menetapkan harga
dan harus mengikuti harga yang ditetapkan oleh pemimpin pasar.
2) Hasil indeks RCA menunjukkan bahwa untuk komoditas ikan tuna segar dan
olahan memiliki daya saing komparatif dengan nilai indeks lebih dari satu.
Komoditas ikan tuna beku Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif
sebab nilai indeks RCA dibawah satu.
3) Berdasarkan analisis keunggulan kompetitif melalui Teori Berlian Porter,
maka disimpulkan bahwa komoditas ikan tuna Indonesia tidak memiliki
keunggulan kompetitif. Daya saing komoditas ikan tuna nasional sangat
lemah karena berbagai masalah yang dihadapi oleh industri ikan tuna
nasional, seperti kondisi faktor sumberdaya yang masih rendah, struktur
persaingan yang ketat, dan industri terkait dan pendukung yang kinerjanya
masih rendah. Industri ikan tuna nasional memang memiliki kondisi
permintaan yang baik, adanya dukungan oleh pemerintah, dan munculnya
kesempatan untuk melakukan pengembangan ikan tuna nasional. Namun, hal
ini akan sulit terjadi jika keadaan faktor sumberdaya masih memiliki masalah
yang sangat besar.
4) Analisis SWOT yang dilakukan menghasilkan strategi kebijakan antara lain
meningkatkan produktivitas ikan tuna melalui pemberian pinjaman modal ke
nelayan dan menerapkan teknologi budidaya, memperluas pasar dengan cara
melakukan kerjasama dengan negara lain di luar tujuan ekspor dan mendaftar
sebagai anggota lembaga manajemen perikanan nasional, melakukan
kerjasama dengan pihak asing, melakukan pembenahan menajemen perikanan
perusahaan dengan cara melakukan pelatihan karyawan tentang penanganan
ikan pasca panen dan HACCP, meningkatkan teknologi peralatan yang
digunakan, meningkatkan mutu ikan melalui sosialisasi pentingnya
penanganan ikan yang tepat kepada nelayan dan pihak yang terkait dan
pembenahan kualitas SDM terutama untuk melakukan pengawasan dan uji
laboratorium, memperbaiki sarana dan prasarana pendukung seperti sistem
transportasi serta memperbaiki kondisi perikanan nasional.
8.2. Saran
Saran yang diajukan untuk peningkatan daya saing ikan tuna Indonesia
adalah sebagai berikut:
1) Perusahaan pengolahan ikan tuna Indonesia harus aktif dalam memperoleh
dan memanfaatkan informasi pasar terbaru serta mengikuti perkembangan
trend produk misalnya untuk Amerika Serikat dan Uni Eropa lebih
menyenangi ikan tuna dalam bentuk kaleng sehingga kuantitas ikan tuna
olahan harus ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar internasional.
Perusahaan juga harus meningkatkan kesadaran untu menjaga kualitas mutu
dan keamanan pangan ikan hasil tangkapan dan produk olahannya.
2) Penelitian dan pengembangan terhadap teknik budidaya, teknologi pasca
panen dan kegiatan pemasaran perlu untuk dilakukan untuk memperoleh
produk yang memiliki nilai tambah tinggi. Perlunya kerjasama pemerintah
melalui lembaga penelitian terkait dengan adanya teknologi budidaya.
Teknologi ini membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga pemerintah
perlu mencarikan sumber pembiayaan modal untuk perusahaan yang bergerak
dalam industri tuna Indonesia. Langkah awal sebagai permulaan adalah
membentuk tim yang mengerti tentang tuna kemudian mempelajari teknik
budidaya ikan tuna dalam jaring apung yang sudah diterapkan oleh Australia
dan Jepang dan meneliti apakah perairan Indonesia dapat dijadikan tempat
untuk budidaya. Kemudian melakukan uji coba terlebih dahulu untuk melihat
hasil dari budidaya yang dapat dicapai, setelah uji coba berhasil kemudian
dilakukan sosialisasi budidaya kepada nelayan.
3) Pemerintah sebagai salah satu pendukung peningkatan daya saing ikan tuna
nasional perlu melalukan pembenahan terkait dengan banyaknya masalah
yang terjadi disemua faktor sumberdaya. Penjagaan akan sumberdaya alam
perlu ditingkatkan dengan menambah armada pengawasan perairan. Program
subsidi BBM perlu ditingkatkan terutama untuk nelayan yang terbatas
modalnya. Pemerintah juga perlu membangun sistem perikanan terpadu
mulai dari hulu hingga hilir, terutama perbaikan infrastruktur dan kebijakan
yang ada.
4) Pembangunan pabrik es yang dekat dengan nelayan atau tempat pelelangan
ikan sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran ikan tuna, sehingga saat
sampai ditangan perusahaan eksportir atau pengolahan masih dalam keadaan
yang baik dan saat sampai di negara ekspor kualitas dan mutunya masih
terjaga. Hal ini akan menghindari kasus penolakan karena kualitas ikan yang
sudah tidak baik.
5) Pemerintah juga harus mengkaji ulang beberapa peraturan agar tidak saling
bertentangan antara kepentingan pihak eksportir dan pihak pengolahan.
6) Penjagaan sumberdaya perairan harus dilakukan dengan sebaik mungkin
untuk mengantisipasi kasus pencurian ikan. Petugas pencatatan hasil
penangkapan di pelabuhan juga harus aktif mencatat hasil dengan benar
sehingga dapat memperkiraan ketersediaan sumberdaya ikan tuna yang ada di
alam bebas.
DAFTAR PUSTAKA
Amir M.S. 1996. Seluk Beluk dan Teknik Pedagangan Luar Negeri Suatu
Penuntun Ekspor Impor Cetakan Kedelapan. Jakarta: PT. Pustaka
Binaman Presindo.
[BI]. Bank Indonesia. 2007. Perkembangan Perekonomian Tahun 2007. Jakarta:
Bank Indonesia.
Bondar AI. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor
Tuna Segar Indonesia [skripsi]. Bogor : Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[BPOM]. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2004. Batas Pemasukan Logam
Berat dalam Porduk Perikanan. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan
Makanan.
[BPS]. Badan Pusat Statitik. 2007. Statistic Yearbook. Jakarta : Badan Pusat
Statistik.
Burhanuddin et al. 1984. Suku Scombriade : Tinjauan Mengenai Ikan Tuna,
Cakalang, dan Tongkol. Jakarta : LIPI.
Dahuri R. 2008. Ikan Tuna Indonesia. http://majalahsamudra.at.ua/news/2008-12-
10-1. [13 Februari 2009].
David FR. 2006. Manajemen Strategis : Konsep, Edisi Kesepuluh. Budi IS,
penerjemah; Rahayo S, editor. Jakarta : Salemba Empat. Terjemahan dari :
Strategic Management : Concepts and Cases, 10
th
ed.
[DKP]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Direktori Ikan Konsumsi dan
Produk Olahan. Direktori JEnderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
dan Pemasaran. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
[DKP]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005
a
. Potensi dan Pemberdayaan
Ikan Tuna. www.dkp.go.id. [13 Februari 2009].
[DKP]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005
b
. Revitalisasi Perikanan.
Jakarta: SBP
[DKP]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Revitalisasi Komoditas Tuna.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Jakarta :
Departemen Kelautan dan Perikanan.
[DKP]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Revitalisasi Perikanan 1999-
2007. Pusat Data Statistik dan Informasi. Jakarta : Departemen Kelautan
dan Perikanan.
[DKP]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008
a
. Statistik Perikanan Tangkap
Indonesia 2007. Pusat Data Statistik dan Informasi. Jakarta : Departemen
Kelautan dan Perikanan.
[DKP]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008
b
. Statistik Ekspor Hasil
Perikanan 2007. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Jakarta :
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Fadly N. 2009. Asesmen Risiko Histamin Ikan Tuna (Thunnus sp.) Segar
Berbagai Mutu Ekspor Pada Proses Pembongkaran (Transit) [skripsi].
Bogor : Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Fahruddin, Ahmad. 2003. Pengembangan Ekspor produk Perikanan Indonesia ke
Eropa. Buletin Ekonomi Perikanan Volume 5 No.1 Tahun 2003.
Departemen Ilmu-ilmu Perikanan dan Kelatuan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Fajar MI. 2008. Analisis Regulasi Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan
Pangan Hasil Perikanan Produk Tuna di Indonesia dan Negara Tujuan
Eskpor [skripsi]. Bogor : Program Studi Teknologi Hasil Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
[FAO]. Food and Agriculture Organization. 2004. Update of Ambient Water
Quality Criteria for Heavy Metal. http://www.fao.org. [Diakses tanggal 28
Juni 2009].
Hady H. 2004. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Hikmayani Y, Asnawi. 2007. Pengelolaan Resiko, Pembiayaan, dan Sarana
Pendukung Usaha Perikanan dalam Potret dan Strategi Pengembangan
Perikanan Tuna, Udang, dan Rumput Laut Indonesia. Jakarta :
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Kusumastanto T. 2007. Kebijakan dan Strategi Peningkatan Produktivitas dan
Daya Saing Produk Perikanan Nasional. http://
tridoyo.blogspot.com/.../kebijakan-dan-strategi-peningkatan.html.
[Diakses tanggal 26 Juni 2009].
Lindert PH, Kindleberger CP. 1995. Ekonomi Internasional Edisi Kedelapan.
Abdullah B, penerjemah. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari :
International Economics 8
th
ed.
Meryana E. 2007. Analisis Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar
Internasional [skripsi]. Bogor : Program Studi Manajemen Agribisnis.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Nazzaruddin. 1993. Komoditi Ekspor Pertanian : Perikanan dan Peternakan.
Jakarta : Penebar Swadaya
Pappas JL, Hirschey M. 1995. Ekonomi Manajerial Jilid II Edisi Keenam.
Wirajaya D, penerjemah. Jakarta : Binarupa Aksara. Terjemahan dari :
Economic Manajerial 6
th
ed.
Porter ME. 1990. The Competitive Advantage of Nations. London : Macmillan
Press Ltd.
Purnomo AH. 2007. Permasalahan Makro di Sektor Perikanan dan Alternatif
Kebijakannya dalam buku Potret dan Strategi Pengembangan Perikanan
Tuna, Udang, dan Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Departemen Kelautan
dan Perikanan.
Purnonmo AH, Suryawati SH. 2007. Penawaran Komoditas Perikanan Indonesi:
Trend Produksi, Sentra produksi, dan Teknologi Pengolahannya dalam
buku Potret dan Strategi Pengembangan Perikanan Tuna, Udang, dan
Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan.
Rastikarany H. 2008. Analisis Pengaruh Kebijakan Tarif dan Non Tarif Uni Eropa
Terhadap Ekspor Tuna Indonesia [skripsi]. Bogor : Program Studi
Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rospiati E. 2006. Evaluasi Mutu dan Nilai Gizi Nugget Daging Merah Ikan Tuna
(thunnus sp) yang Diberi Perlakuan Titanium Dioksida. Sekolah
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima. Munandar H,
penerjemah. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : International Economic
5
th
ed.
Sudarmaji, dkk. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap
Kesehatan. http;//journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-2-03.pdf.
[Diakses Tanggal 20 Oktober 2009].
Suseno. 2007. Menuju Perikanan Berkelanjutan Cetakan Pertama. Jakarta:
Pustaka Cisedesindo.
Swaranindita ED. 2005. Analisis Daya Saing Komoditas Udang Nasional di Pasar
Internasional [skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[UN Comtrade]. United Nations Commodity Trade Statistics Database. 2008.
http://unstats.un.org/unsd/trade/imts/anntotpubs.htm . [Diakses tanggal 18
Mei 2009].
Zamroni. 2000. Daya Saing Ekspor Komoditas Perikanan. Jakarta: Puslitbang
Ekonomi dan Pengembangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Negara-Negara yang Tergabung Dalam Uni Eropa
Belanda
*
Inggris
Jerman
*
Yunani
Belgia
*
Portugal
Luxemburg
*
Spanyol
Perancis
*
Austria
Italy Swedia
Denmark Finlandia
Irlandia Siprus
Slovakia Slovenia
Rep.Cechnya Lithuania
Bulgaria Malta
Hungaria Polandia
Estonia Rumania
Latvia
Sumber : WTO (2007) diacu dalam Rastikarany (2008)
Keterangan : (*) Pendiri Uni Eropa
Lampiran 2. Gambar Jenis-Jenis Ikan Tuna

Ikan Madidihang
29
Ikan Albakora
30
(Yellowfin Tuna) (Albacore Tuna)

Ikan Abu-abu Selatan
31
Ikan Mata Besar
32
(Southern Bluefin Tuna) (Bigeye Tuna)

Ikan Cakalang
33
Ikan Lisong
34
(Skipjack Tuna) (Bullet tuna )

Ikan Tongkol Pisang / Krai
35
Ikan Tongkol Komo
36
(Frigated Tuna) (Eastern Little Tuna)

Ikan Tongkol Abu-abu
37
(Longtail Tuna)

29
Sumber: Anonim. 2009. Gambar Ikan Madidihang (Yellowfin Tuna). www.shell.site88.net. Diakses tanggal 19 Februari
2009.
30
Sumber: Anonim. 2009. Gambar Ikan Albakora (Albacore Tuna). www.theoceanaire.com Diakses tanggal 19 Februari
2009.
31
Sumber: Anonim. 2009. Gambar Ikan Mata Besar (Bigeye Tuna). www.alltackle.com. Diakses tanggal 19 Februari 2009.
32
Sumber: Anonim. 2009
.
. Gambar Ikan Cakalang (Skipjack Tuna). www.sportfishinggrancanaria.com. Diakses tanggal 19
Februari 2009.
33
Sumber: Anonim. 2009. Gambar Ikan Lisong (Bullet Tuna). www.mexfish.com. Diakses tanggal 19 Februari 2009.
34
Sumber: Anonim. 2009. Gambar Ikan Tongkol Pisang / Krai (Frigated Tuna). www.fistenet.gov.vn. Diakses tanggal 19
Februari 2009.
35
Sumber: Anonim. 2009. Gambar Ikan Tongkol Komo (Eastern Little Tuna). www.iccat.int. Diakses tanggal 19 Februari
2009.
36
Sumber: Anonim. 2009. Gambar Ikan Tongkol Abu-abu (Longtail Tuna). www.fistenet.gov.vn. Diakses tanggal 19
Februari 2009.
Lampiran 3. Klasifikasi Produk Ikan Tuna Untuk Diekspor
1. Tuna Segar (HS 0303200000)
Tuna segar dijual tanpa diolah atau dibekukan. Jenis tuna yang biasanya dijual
dalam bentuk segar adalah tuna mata besar, Yellowfin tuna, albakora, dan
Bluefin tuna.
Spesifikasi :
- Mikrobiologi
Total Plate Count Koloni / gr 5x10
5
E. Coli (MPN / gr) 3
Salmonella negative
V. Cholerae negative
Stok Lokasi :
Sulut, Papua, Maluku, Jawa, Bali
Pemasaran :
Domestik : Indutri pengolahan tuna (pengalengan, pembekuan, pasar
tradisional, dan pasar modern).
Ekspor : Jepang, Amerika, Eropa, dll
Standar :
SNI 01-2710-1992
2. Tuna Beku (HS 0303400000)
Tuna beku dijual dalam bentuk beku. Jenis tuna yang biasanya dijual dalam
bentuk segar adalah tuna mata besar, Yellowfin tuna, albakora, dan Bluefin
tuna.
Spesifikasi :
- Mikrobiologi
Total Plate Count Koloni/ gr 5x10
5
E. Coli (MPN / gr) 3
Salmonella negative
V. Cholerae negative
Stok Lokasi :
Sulut, Papua, Maluku, Jawa, Bali

37
www.dpi.nsw.gov.au. Diakses tanggal 19 Februari 2009.
Pemasaran :
Domestik : Indutri pengolahan tuna (pengalengan, pembekuan, pasar
tradisional, dan pasar modern).
Ekspor : Jepang, Amerika, Eropa, dll
Standar :
SNI 01-2710-1992
3. Tuna Loin Mentah Beku / Frozen Tuna Loin (HS 0304200000)
Tuna loin mentah beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku
yang mengalami perlakuan sebagai berikut : penyiangan, pembelahan
membujur menjadi 4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat),
pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan, pembekuan cepat sehingga
suhu pusatnya -18
o
C.
Klasifikasi :
Standar ini digolongkan menjadi 1 tingkatan mutu
Spesifikasi :
- Cemaran Mikroba
TPC Coloni / gr 5x10
5
E. Coli (MPN / gr) < 3
Salmonella / 25 gr negative
V. Cholerae negative
V. Parahameo lyticus / 50 gr negative
- Cemaran Kimia
Timah (Sn) maks (mg / kg) 4.0
Timbal (Pb) maks (mg / kg) 2.0
Arsen (As) maks (mg / kg) 1.0
Air raksa (Hg) maks (mg / kg) 0.5
Seng (Zn) maks (mg / kg) 100.0
Tembaga (Cu) maks (mg / kg) 20.0
Cadmium maks (sesuai persyaratan)
- Fisika
Suhu pusat maks -18
0
C
Bobot besih (sesuai label)
Histamin maks (mg / 100 gr) 10.0
Standar :
SNI 01-4104-1996
4. Tuna Steak Beku / Frozen Tuna (HS 0304200000)
Tuna steak beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku yang
mengalami perlakuan sebagai berikut : penyiangan, pembelahan membujur
menjadi 4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan
tulang, pembuangan kulit, pengirisan menjadi bentuk dan ketebalan tertentu,
perapihan, pembekuan cepat sehingga suhu pusatnya -18
o
C.
Klasifikasi :
Standar ini digolongkan menjadi 1 tingkatan mutu
IVP (Individually Vacuum Packed)
1 I/C (Inner Carton) = 10 lbs
1 M/C (Master Carton) = 4 1 I/C = 40 lbs
Spesifikasi :
- Cemaran Mikroba
TPC Coloni / gr 5x10
5
E. Coli (MPN / gr) < 3
Salmonella / 25 gr negative
V. Cholerae negative
V. Parahameo lyticus / 50 gr negative
- Cemaran Kimia
Timah (Sn) maks (mg / kg) 4.0
Timbal (Pb) maks (mg / kg) 2.0
Arsen (As) maks (mg / kg) 1.0
Air raksa (Hg) maks (mg / kg) 0.5
Seng (Zn) maks (mg / kg) 100.0
Tembaga (Cu) maks (mg / kg) 20.0
Cadmium maks (sesuai persyaratan)
- Fisika
Suhu pusat maks -18
0
C
Bobot besih (sesuai label)
Histamin maks (mg / 100 gr) 10.0
Standar :
SNI 01-4485-1998
5. Tuna Saku (Thunnus albacares) (HS 0304200000)
Size : AA Sashimi grade, A grade
Packing : Vaccum pk : 1/22 lb/ccs
Vacuum p : 1/22 lb/ccs
6. Yellowfin Tuna Cube Cut Packaging (HS 0304200000)
- 1 Vacuum Packed Bag = 11 lbs
- 1 M/C = 26,4 lbs
- Cube Size
L/W/H = 3/4" to 1"
7. Yellowfin Tuna Strip Packaging (HS 0304200000)
- 1 Vacuum Packed Bag = 11 lbs
- 1 M/C = 26,4 lbs
- Cube Size
L/W/H = 3/4" to 1"
8. Yellowfin Tuna Saku / Block (Sashimi Grade) Packaging (HS 0304200000)
- IVP (Individually Vacuum Packed)
- 1 Styrofoam box = 11 lbs
- 1 M/C = 2 styrofoam box = 22 lbs
- Size :
a. AA
L = 6" to 7"
W= 2 1/8" to 3 1/8"
H = 1" to 1 1/4"
b. A
L = 4 1/4" to 5 1/2"
W= 2" to 3 1/8"
H = 1" to 1 1/4"
c. C
L = 3 1/2" to 4"
W= 1 1/2" to 2 1/2"
H = 1" to 1 1/4"
9. Yellowfin Tuna Loin Packaging
a. Natural Cut
- IVP (Individually Vacuum Packed)
- 1 M/C = 44 lbs
- Size : 2 to 4 lbs / pc dan 4 to 8 lbs / pc
b. Center Cut Packaging
- IVP (Individually Vacuum Packed)
- 1 M/C = 44 lbs
- Size : 2 to 4 lbs / pc dan 4 to 8 lbs / pc
c. Super Cut
- IVP (Individually Vacuum Packed)
- Size : 2-4 = 1 M/C = 22 lbs dan 4-8 = 1 M/C = 44 lbs
10. Albacore Tuna Loin
- IVP (Individually Vacuum Packed)
- 1 M/C = 44 lbs
- Size : 2 to 4 lbs / pc dan 4 to 8 lbs / pc
11. Ground
Ground adalah daging tuna yang dicacah untuk tujuan spicy tuna rolls dan top
quality tuna burger yang di kemasan dalam 2 x 11 lbs.
12. Sashimi (HS 0304100000)
a. Tuna Sashimi (Tuna-Sashimi Cube)
Ukuran : 2 cm or 1 inch cube
Packing : vacuum pack, 1x22 lbs
b. Tuna Sashimi Pieces (Thunnus albacares)
Packing : vacuum pack 1x22 lbs
c. Tuna Sashimi Steak (Thunnus albacares)
Ukuran : 4, 5, 6, 8, 10, 12 oz
Packing : vacuum pack 1x10 lbs
13. Tuna Kaleng / Canned Tuna
Tuna kaleng adalah produk yang berasal dari tuna dan dikemas dengan media
atau tanpa bahan lain, dikemas hermetic dan diproses dengan suhu tinggi
untuk mencegah terjadinya bahaya keamanan pangan. Jenis bahan baku tuna
kaleng adalah ikan tuna family Thunnidar dan varitas lainnya.
- Bentuk Kemasan :
Solid, chunk, flake, dan grated or shredded.
- Media Pengalengan :
Packing media 1 dengan air garam
Packing media 2 dengan Vegetable oil (kecuali Olive oil)
Packing media 3 dengan Olive oil
- Level Garam :
Level a yaitu kadar garam < 1,5 % atau disebut regular
Level b yaitu tanpa penambahan garam
Level c yaitu sangat rendah kadar garamnya (< 35 mg/ penyajian)
Level d yaitu Low sodium (< 140 mg/ penyajian)
Sumber: DKP 2004
Lampiran 4. Total Ekspor Ikan Tuna Segar Dunia Tahun 1998-2007 (US $)
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Australia
50.007.186 48.485.340 68.552.405 93.731.458 69.582.612 80.941.296 61.472.557 52.027.141 45.150.393 41.392.592
Belgium/ Belgium-
Luxembourg 19.756 67.045 125.300 235.926 112.529 344.105 646.237 535.561 364.466 1.719.290
Canada
6.260.207 774.058 8.780.455 7.642.907 7.166.002 8.083.605 14.479.846 14.524.078 18.732.803 17.769.979
Congo
0 0 0 0 0 4.225.431 494.954 0 0 0
Costa Rica
11.063.730 6.565.516 7.179.161 9.596.287 13.546.697 11.354.459 14.177.187 13.564.586 12.208.916 7.343.646
Croatia
5.874.809 4.305.320 11.094.300 30.077.477 37.122.369 63.560.544 32.088.497 26.611.558 42.639.438 36.430.496
Ecuador
36.536.088 19.668.593 10.830.300 3.599.895 5.853.301 13.065.948 2.330.968 2.262.414 3.149.531 5.309.900
El Salvadore
1.858.578 2.705.198 525.212 97.886 214.374 314.167 343.960 85.730 0 0
EU-27
0 0 145.304.788 106.274.970 11.281.140 95.265.897 156.067.468 103.204.722 148.055.687 175.459.417
Fiji
0 0 12.960.604 217.992 9.237.109 10.749.153 10.749.153 16.853.086 16.540.811 17.332.333
France
11.499.136 14.167.606 17.559.682 21.979.748 31.410.650 14.331.640 19.638.677 21.514.193 24.191.667 26.535.585
French Polynesia
160.321 230.852 1.661.864 4.470.026 4.163.997 2.228.976 1.422.544 751.476 996.560 776.126
Germany
88.000 28.843 86.000 318.000 95.000 413.000 1.316.000 3.248.000 1.103.000 879.000
Greece
4.617.763 5.090.735 4.084.598 4.361.873 1.540.076 2.654.985 1.978.046 10.243.065 17.034.226 11.844.703
Grenada
15.229 33.046 1.003.560 1.079.396 1.246.913 702.108 864.789 148.013 132.701 0
India
0 0 0 0 635.442 1.498.154 1.856.771 3.049.267 7.443.220 8.560.865
Indonesia
51.404.759 75.433.445 104.370.266 90.643.482 90.506.779 81.514.715 104.698.879 93.737.522 87.845.012 88.277.193
Ireland
2.059.640 6.197.408 3.967.809 3.576.559 95.694 2.736.978 259.902 303.297 59.136 106.957
Italy
14.412.840 21.328.726 23.375.003 14.745.317 21.103.933 19.473.561 28.823.845 40.990.755 52.117.037 40.602.537
Japan
28.680.175 31.963.932 34.101.331 3.256.924 23.349.169 24.767.600 29.724.852 30.499.447 201.529.751 23.903.519
Malaysia
4.081.666 6.294.396 5.765.028 4.457.711 2.893.058 1.232.276 1.523.524 7.872.021 7.379.539 7.750.967
Maldives
5.514.559 1.139.970 5.331.701 5.265.113 10.175.880 14.208.274 18.487.435 20.279.007 23.640.706 16.237.800
Malta
393.577 197.280 0 1.292.828 133.743 2.474.462 7.872.865 28.348.577 355.348.577 27.269.873
Mexico
4.799.884 10.297.901 12.000.184 12.260.018 33.812.082 73.198.796 64.136.822 58.307.147 51.205.246 40.823.354
Namibia
0 0 1.488.366 513.263 1.023.287 446.544 1.982.067 2.818.532 1.469.491 3.504.390
Netherlands
91.899 299.172 345.911 486.321 482.821 384.892 910.761 660.388 1.389.570 3.528.160
New Caledonia
0 2.930.939 4.222.107 4.867.513 2.746.304 5.443.362 1.739.040 718.750 384.518 649.634
New Zealand
3.593.470 5.462.113 6.413.411 6.229.950 4.245.770 4.810.825 5.020.700 2.971.835 4.399.899 4.307.920
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Oman
0 0 14.118.145 22.173.521 34.494.497 0 3.201.264 8.508.767 15.101.742 22.820.107
Other Asia, nes
34.453.557 38.416.406 36.179.189 23.456.729 24.151.765 25.435.500 16.625.316 10.660.664 6.379.146 6.826.724
Panama
1.961.975 1.966.790 1.228.300 2.143.421 7.564.132 2.398.874 5.795.199 15.180.090 12.826.791 6.249.796
Papua New Guinea
2.813.715 0 5.730.233 15.743.816 17.246.372 17.131.070 15.596.602 0 0 0
Philippines
31.977.567 29.371.666 34.808.827 27.766.218 25.312.726 16.725.532 8.991.450 11.414.434 10.809.759 7.761.604
Portugal
1.608.897 813.806 2.499.213 3.110.013 5.101.394 1.856.165 1.288.928 1.825.834 1.996.664 6.373.330
Rep. Of Korea
268.260 201.481 411.620 682.012 2.030.192 3.435.404 2.565.374 3.434.772 3.280.336 2.917.067
Samoa
0 0 0 1.130.854 451.705 65.527 3.854.714 5.191.567 0 0
Saudi Arabia
80.354 144.202 39.230 378 1.363.420 123.563 23.534 143.575 85.538 76.245
Senegal
49.543 14.173 39.413 11.006 0 87.138 1.158.146 273.829 486.118 94.638
Seychelles
13.357 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Singapore
21.863.220 39.710.850 53.597.119 43.656.221 14.101.023 1.399.892 21.481 2.277 2.870 239
South Africa
0 0 9.120 14.540 2.751.769 4.011.188 3.852.559 5.312.467 7.136.079 6.744.518
Spain
83.250.434 163.293.602 144.591.411 112.698.069 123.892.787 141.903.185 154.577.595 94.169.728 102.946.959 122.632.358
Sri Lanka
0 1.890.706 0 7.391.655 2.540.342 2.526.145 3.276.396 3.833.985 0 0
Thailand
5.048.577 8.977.430 5.686.267 7.894.769 6.978.009 9.708.524 11.637.711 12.781.580 26.351.799 14.782.453
Trinidad and Tobago
94 22.320 26.345 18.211 143.739 483.054 551.949 765.728 601.522 1.681.374
Tunisia
6.527.013 7.960.480 7.388.907 12.307.437 14.266.562 5.736.712 11.683.518 31.956.845 40.839.757 38.163.839
Turkey
1.280.634 1.465.002 1.933.774 1.436.613 4.940.392 24.256.049 31.043.787 54.866.062 42.739.052 35.961.375
United Kingdom
163.452 1.968.296 240.337 161.883 271.055 164.910 2.112.699 2.126.407 1.615.098 808.302
Uruguay
645.754 186.729 122.608 208.136 175.400 173.518 256.654 1.016.008 634.475 129.857
USA
18.375.730 19.277.151 19.503.558 23.434.110 27.739.050 62.531.870 79.777.905 90.710.848 30.145.972 37.086.766
Venezuela
413.795 181.381 195.946 923.140 1.111.049 321.479 293.753 119.855 3.204 0
Viet Nam
0 0 6.614.000 18.446.728 14.180.803 25.843.945 23.629.560 17.205.238 28.987.748 0
Yemen
8 0 0 0 0 2.058 978.503 14.975.794 1.876.588 33.937.517
Other
2.940.821 2.565.187 6.140.459 6.277.536 7.626.896 6.778.239 14.763.197 23.221.127 21.958.425 29.670.404
TOTAL 456.770.029 582.095.092 832.233.367 762.365.856 722.211.810 893.525.294 982.666.140 965.827.649 1.481.317.543 983.034.749
Sumber: UN Comtrade 2008
Lampiran 5. Market Share Ikan Tuna Segar Dunia Tahun 1998-2007 (%)
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Australia 10,95 8,33 8,24 12,29 9,63 9,06 6,26 5,39 3,05 4,21
Belgium/ Belgium-
Luxembourg 0,00 0,01 0,02 0,03 0,02 0,04 0,07 0,06 0,02 0,17
Canada 1,37 0,13 1,06 1,00 0,99 0,90 1,47 1,50 1,26 1,81
Congo 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,47 0,05 0,00 0,00 0,00
Costa Rica 2,42 1,13 0,86 1,26 1,88 1,27 1,44 1,40 0,82 0,75
Croatia 1,29 0,74 1,33 3,95 5,14 7,11 3,27 2,76 2,88 3,71
Ecuador 8,00 3,38 1,30 0,47 0,81 1,46 0,24 0,23 0,21 0,54
El Salvadore 0,41 0,46 0,06 0,01 0,03 0,04 0,04 0,01 0,00 0,00
EU-27 0,00 0,00 17,46 13,94 1,56 10,66 15,88 10,69 9,99 17,85
Fiji 0,00 0,00 1,56 0,03 1,28 1,20 1,09 1,74 1,12 1,76
France 2,52 2,43 2,11 2,88 4,35 1,60 2,00 2,23 1,63 2,70
French Polynesia 0,04 0,04 0,20 0,59 0,58 0,25 0,14 0,08 0,07 0,08
Germany 0,02 0,00 0,01 0,04 0,01 0,05 0,13 0,34 0,07 0,09
Greece 1,01 0,87 0,49 0,57 0,21 0,30 0,20 1,06 1,15 1,20
Grenada 0,00 0,01 0,12 0,14 0,17 0,08 0,09 0,02 0,01 0,00
India 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,17 0,19 0,32 0,50 0,87
Indonesia 11,25 12,96 12,54 11,89 12,53 9,12 10,65 9,71 5,93 8,98
Ireland 0,45 1,06 0,48 0,47 0,01 0,31 0,03 0,03 0,00 0,01
Italy 3,16 3,66 2,81 1,93 2,92 2,18 2,93 4,24 3,52 4,13
Japan 6,28 5,49 4,10 0,43 3,23 2,77 3,02 3,16 13,60 2,43
Malaysia 0,89 1,08 0,69 0,58 0,40 0,14 0,16 0,82 0,50 0,79
Maldives 1,21 0,20 0,64 0,69 1,41 1,59 1,88 2,10 1,60 1,65
Malta 0,09 0,03 0,00 0,17 0,02 0,28 0,80 2,94 23,99 2,77
Mexico 1,05 1,77 1,44 1,61 4,68 8,19 6,53 6,04 3,46 4,15
Namibia 0,00 0,00 0,18 0,07 0,14 0,05 0,20 0,29 0,10 0,36
Netherlands 0,02 0,05 0,04 0,06 0,07 0,04 0,09 0,07 0,09 0,36
New Caledonia 0,00 0,50 0,51 0,64 0,38 0,61 0,18 0,07 0,03 0,07
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
New Zealand 0,79 0,94 0,77 0,82 0,59 0,54 0,51 0,31 0,30 0,44
Oman 0,00 0,00 1,70 2,91 4,78 0,00 0,33 0,88 1,02 2,32
Other Asia, nes 7,54 6,60 4,35 3,08 3,34 2,85 1,69 1,10 0,43 0,69
Panama 0,43 0,34 0,15 0,28 1,05 0,27 0,59 1,57 0,87 0,64
Papua New Guinea 0,62 0,00 0,69 2,07 2,39 1,92 1,59 0,00 0,00 0,00
Philippines 7,00 5,05 4,18 3,64 3,50 1,87 0,92 1,18 0,73 0,79
Portugal 0,35 0,14 0,30 0,41% 0,71 0,21 0,13 0,19 0,13 0,65
Rep. Of Korea 0,06 0,03 0,05 0,09 0,28 0,38 0,26 0,36 0,22 0,30
Samoa 0,00 0,00 0,00 0,15 0,06 0,01 0,39 0,54 0,00 0,00
Saudi Arabia 0,02 0,02 0,00 0,00 0,19 0,01 0,00 0,01 0,01 0,01
Senegal 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,12 0,03 0,03 0,01
Seychelles 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Singapore 4,79 6,82 6,44 5,73 1,95 0,16 0,00 0,00 0,00 0,00
South Africa 0,00 0,00 0,00 0,00 0,38 0,45 0,39 0,55 0,48 0,69
Spain 18,23 28,05 17,37 14,78 17,15 15,88 15,73 9,75 6,95 12,47
Sri Lanka 0,00 0,32 0,00 0,97 0,35 0,28 0,33 0,40 0,00 0,00
Thailand 1,11 1,54 0,68 1,04 0,97 1,09 1,18 1,32 1,78 1,50
Trinidad and Tobago 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,05 0,06 0,08 0,04 0,17
Tunisia 1,43 1,37 0,89 1,61 1,98 0,64 1,19 3,31 2,76 3,88
Turkey 0,28 0,25 0,23 0,19 0,68 2,71 3,16 5,68 2,89 3,66
United Kingdom 0,04 0,34 0,03 0,02 0,04 0,02 0,21 0,22 0,11 0,08
Uruguay 0,14 0,03 0,01 0,03 0,02 0,02 0,03 0,11 0,04 0,01
USA 4,02 3,31 2,34 3,07 3,84 7,00 8,12 9,39 2,04 3,77
Venezuela 0,09 0,03 0,02 0,12 0,15 0,04 0,03 0,01 0,00 0,00
Viet Nam 0,00 0,00 0,79 2,42 1,96 2,89 2,40 1,78 1,96 0,00
Yemen 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,10 1,55 0,13 3,45
Other 0,64 0,44 0,74 0,82 1,06 0,76 1,50 2,40 1,48 3,02
TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: UN Comtrade 2008, diolah
Lampiran 6. Total Ekspor Ikan Tuna Beku Dunia Tahun 1998-2007 (US$)
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Australia
19.695.667 66.005.530 56.967.847 84.405.926 122.538.485 95.111.956 69.888.551 83.133.169 85.559.956 123.053.381
Brazil
5.957.394 3.725.269 10.533.941 12.865.754 8.903.021 3.992.240 2.635.840 2.669.723 2.272.618 1.522.452
Canada
2.062.842 3.163.923 4.329.999 6.392.561 4.692.485 8.852.463 16.799.557 12.442.858 10.915.534 10.114.633
Chile
1.223.965 1.636.256 1.662.676 1.274.107 8.320 77.617 35.270 13.339 0 25.205
China
2.436.511 910.845 364.082 1.573.664 3.653.932 2.856.444 644.485 2.531.082 3.598.176 6.125.095
China,
Hongokng SAR 35.114 6.735.844 1.604.050 1.607.614 397.098 17.086 189.430 49.804 940.536 797.882
Colombia
55.315.476 30.152.718 42.582.664 42.094.494 40.869.233 35.615.662 45.792.545 47.138.440 31.523.657 52.442.106
Costa Rica
4.260.960 4.144.389 444.917 476.073 3.228.528 903.131 725.351 1.485.250 863.593 2.324.831
Cote d'Ivore
4.649 1.139.139 395.180 228.112 0 836.697 455.810 289.920 730.309 9.048.674
Croatia
0 496.299 2.512.517 3.458.889 7.693.225 8.673.665 12.673.665 10.200.502 16.502.974 12.455.016
Ecuador
10.735.264 7.986.853 4.375.214 13.158.278 8.982.685 3.254.176 4.894.157 5.140.443 1.578.150 6.798.576
EU-27
0 0 59.576.535 96.186.899 147.077.364 154.053.802 179.587.890 154.304.018 153.303.858 152.520.384
France
79.983.793 69.279.409 54.837.556 77.283.252 75.978.066 103.805.350 93.053.146 104.835.999 104.835.999 78.587.209
French
Polynesia 596.326 911.353 1.662.117 2.077.041 22.952 30.151 168.219 11.536 86.469 348.673
Ghana
7.513.280 5.792.149 5.876.169 9.774.698 0 7.694.389 0 3.638.923 1.851.178 14.263.614
Greenland
0 0 1.455.707 3.018.952 1.320.395 1.737.175 272.537 108.699 25.314 0
Guatemala
0 2.476.456 9.643.537 8.796.225 0 0 0 526.277 0 5.520
India
5.222 54.200 27.293 245.807 596.398 862.663 3.981.705 3.900.849 9.421.970 16.348.830
Indonesia
22.974.654 19.555.289 25.510.940 38.070.307 28.716.857 21.528.712 11.237.366 18.818.588 25.052.082 43.645.640
Ireland
137.752 39.692 1.780.778 1.044.857 408.686 2.993 6.525 2.731.871 159.147 254.523
Italy
4.256.636 5.006.078 5.054.731 2.509.163 2.989.656 2.608.264 2.210.255 3.311.311 1.139.075 324.616
Japan
61.326.302 69.565.239 60.129.584 46.662.624 37.461.727 34.617.405 74.431.798 34.881.508 36.580.036 76.862.945
Malaysia
1.106.588 1.648.510 442.477 701.622 594.371 1.101.810 3.379.610 6.969.643 1.231.183 5.734.875
Maldives
13.233.182 8.695.280 501.343 1.672.898 2.263.369 6.495.343 8.072.070 7.255.138 7.246.408 6.639.493
Malta
0 189.567 333.331 4.759.091 38.179.125 28.977.502 43.692.656 30.451.937 40.031.910 36.037.666
Mexico
24.183.322 11.975.871 1.505.123 10.833.831 13.733.202 23.539.570 543.034 7.556.847 3.752.471 33.667.525
Netherlands
236.328 148.376 175.889 250.769 288.173 364.458 1.065.043 1.099.403 2.446.194 4.368.329
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
New Caledonia
0 462.395 726.576 1.214.969 1.411.774 1.148.795 16.488.728 2.327.707 1.211.717 980.625
New Zealand
9.930.983 9.227.256 9.385.765 11.855.808 13.333.593 11.435.073 11.306.917 9.090.546 7.694.139 7.444.462
Other Asia, nes
503.985.128 444.470.384 560.499.022 481.351.978 563.314.575 687.241.722 838.263.334 835.102.051 546.546.512 391.967.721
Panama
758.820 8.986.750 29.843.594 51.803.776 67.896.912 130.697.105 119.846.012 86.007.253 74.871.207 74.364.374
Papua New
Guinea 2.907.448 0 334.596 1.714.530 6.366.145 6.212.201 6.284.869 0 0 0
Peru
6.929.685 24.065 385.091 2.109 87.123 421.080 33.720 498.894 294.230 46.961
Philippines
13.299.098 5.808.200 9.568.968 11.660.473 15.854.316 16.522.108 20.920.284 20.100.113 31.075.819 67.064.164
Portugal
610.587 165.208 819.813 165.815 243.194 328.329 312.325 418.015 839.614 2.356.808
Rep. Of Korea
254.719.564 279.159.050 282.502.590 234.347.457 251.333.114 197.180.928 227.401.274 192.378.562 176.324.339 198.091.869
Senegal
0 0 0 0 0 4.189.029 17.309.720 11.136.201 30.993.827 1.234.545
Seychelles
0 0 65.799 0 0 0 0 52.281 0 0
Singapore
83.719.143 69.606.899 60.025.426 40.121.778 26.827.816 19.331.258 26.060.029 34.081.164 37.280.503 25.747.802
South Africa
0 0 4.090.213 7.988.464 6.388.008 4.797.370 9.422.907 5.220.026 7.771.230 8.158.115
Spain
65.883.149 53.130.823 55.474.612 82.914.663 72.845.123 75.317.833 103.665.861 91.184.449 87.025.743 110.863.372
Sri Lanka
0 37.627 1.756.029 7.258.535 6.967.090 7.012.323 9.622.727 16.686.836 0 0
Thailand
29.462.094 11.331.868 4.358.511 4.354.037 3.061.764 4.824.623 11.910.128 12.383.703 9.910.440 33.314.605
Turkey
32.636 290.313 439.251 232.431 14.620.138 45.120 26.090.449 4.922.930 21.421.669 379.575
USA
18.418.650 8.718.398 8.153.096 15.235.771 14.476.287 24.221.871 26.628.733 21.072.403 25.071.287 35.220.985
Venezuela
593.423 1.783.567 5.194.989 12.667.420 4.143.660 1.294.096 1.740 28.865 0 0
Viet Nam
0 0 36.523.000 7.131.244 17.304.733 1.751.261 6.994.760 9.635.672 13.889.145 0
Yemen
0 0 0 0 0 0 773.864 632.956 1.697.245 2.757.948
Other
41.268.226 39.210.737 7.473.313 8.117.097 19.240.145 36.705.762 42.883.241 39.224.882 24.180.608 35.590.280
Total
1.349.799.861 1.253.848.074 1.431.906.451 1.451.561.863 1.656.312.863 1.778.288.611 2.098.658.137 1.937.682.586 1.639.748.071 1.689.901.904
Sumber: UN Comtrade 2008
Lampiran 7. Market Share Ikan Tuna Beku Dunia Tahun 1998-2007 (%)
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Australia 1,46 5,26 3,98 5,81 7,40 5,35 3,33 4,29 5,22 7,28
Brazil 0,44 0,30 0,74 0,89 0,54 0,22 0,13 0,14 0,14 0,09
Canada 0,15 0,25 0,30 0,44 0,28 0,50 0,80 0,64 0,67 0,60
Chile 0,09 0,13 0,12 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
China 0,18 0,07 0,03 0,11 0,22 0,16 0,03 0,13 0,22 0,36
China, Hongokng
SAR 0,00 0,54 0,11 0,11 0,02 0,00 0,01 0,00 0,06 0,05
Colombia 4,10 2,40 2,97 2,90 2,47 2,00 2,18 2,43 1,92 3,10
Costa Rica 0,32 0,33 0,03 0,03 0,19 0,05 0,03 0,08 0,05 0,14
Cote d'Ivore 0,00 0,09 0,03 0,02 0,00 0,05 0,02 0,01 0,04 0,54
Croatia 0,00 0,04 0,18 0,24 0,46 0,49 0,60 0,53 1,01 0,74
Ecuador 0,80 0,64 0,31 0,91 0,54 0,18 0,23 0,27 0,10 0,40
EU-27 0,00 0,00 4,16 6,63 8,88 8,66 8,56 7,96 9,35 9,03
France 5,93 5,53 3,83 5,32 4,59 5,84 4,43 5,41 6,39 4,65
French Polynesia 0,04 0,07 0,12 0,14 0,00 0,00 0,01 0,00 0,01 0,02
Ghana 0,56 0,46 0,41 0,67 0,00 0,43 0,00 0,19 0,11 0,84
Greenland 0,00 0,00 0,10 0,21 0,08 0,10 0,01 0,01 0,00 0,00
Guatemala 0,00 0,20 0,67 0,61 0,00 0,00 0,00 0,03 0,00 0,00
India 0,00 0,00 0,00 0,02 0,04 0,05 0,19 0,20 0,57 0,97
Indonesia 1,70 1,56 1,78 2,62 1,73 1,21 0,54 0,97 1,53 2,58
Ireland 0,01 0,00 0,12 0,07 0,02 0,00 0,00 0,14 0,01 0,02
Italy 0,32 0,40 0,35 0,17 0,18 0,15 0,11 0,17 0,07 0,02
Japan 4,54 5,55 4,20 3,21 2,26 1,95 3,55 1,80 2,23 4,55
Malaysia 0,08 0,13 0,03 0,05 0,04 0,06 0,16 0,36 0,08 0,34
Maldives 0,98 0,69 0,04 0,12 0,14 0,37 0,38 0,37 0,44 0,39
Malta 0,00 0,02 0,02 0,33 2,31 1,63 2,08 1,57 2,44 2,13
Mexico 1,79 0,96 0,11 0,75 0,83 1,32 0,03 0,39 0,23 1,99
Netherlands 0,02 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,05 0,06 0,15 0,26
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
New Caledonia 0,00 0,04 0,05 0,08 0,09 0,06 0,79 0,12 0,07 0,06
New Zealand 0,74 0,74 0,66 0,82 0,81 0,64 0,54 0,47 0,47 0,44
Other Asia, nes 37,34 35,45 39,14 33,16 34,01 38,65 39,94 43,10 33,33 23,19
Panama 0,06 0,72 2,08 3,57 4,10 7,35 5,71 4,44 4,57 4,40
Papua New
Guinea 0,22 0,00 0,02 0,12 0,38 0,35 0,30 0,00 0,00 0,00
Peru 0,51 0,00 0,03 0,00 0,01 0,02 0,00 0,03 0,02 0,00
Philippines 0,99 0,46 0,67 0,80 0,96 0,93 1,00 1,04 1,90 3,97
Portugal 0,05 0,01 0,06 0,01 0,01 0,02 0,01 0,02 0,05 0,14
Rep. Of Korea 18,87 22,26 19,73 16,14 15,17 11,09 10,84 9,93 10,75 11,72
Senegal 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,24 0,82 0,57 1,89 0,07
Seychelles 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Singapore 6,20 5,55 4,19 2,76 1,62 1,09 1,24 1,76 2,27 1,52
South Africa 0,00 0,00 0,29 0,55 0,39 0,27 0,45 0,27 0,47 0,48
Spain 4,88 4,24 3,87 5,71 4,40 4,24 4,94 4,71 5,31 6,56
Sri Lanka 0,00 0,00 0,12 0,50 0,42 0,39 0,46 0,86 0,00 0,00
Thailand 2,18 0,90 0,30 0,30 0,18 0,27 0,57 0,64 0,60 1,97
Turkey 0,00 0,02 0,03 0,02 0,88 0,00 1,24 0,25 1,31 0,02
USA 1,36 0,70 0,57 1,05 0,87 1,36 1,27 1,09 1,53 2,08
Venezuela 0,04 0,14 0,36 0,87 0,25 0,07 0,00 0,00 0,00 0,00
Viet Nam 0,00 0,00 2,55 0,49 1,04 0,10 0,33 0,50 0,85 0,00
Yemen 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,04 0,03 0,10 0,16
Other 3,06 3,13 0,52 0,56 1,16 2,06 2,04 2,02 1,47 2,11
Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: UN Comtrade 2008, diolah
Lampiran 8. Total Ekspor Ikan Tuna Olahan Dunia Tahun 1998-2007 (US $)
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Australia
1.166.262 1.373.130 1.511.602 934.973 597.834 931.531 1.563.992 1.849.535 1.487.501 997.445
Austria
98.713 453.837 427.498 388.875 384.817 432.819 606.599 951.442 1.239.672 2.418.542
Belgium/ Belgium-
Luxembourg 7.878.072 9.388.702 4.647.160 5.417.836 5.665.254 7.729.460 8.899.591 7.231.395 9.580.968 9.346.121
Brazil
11.102.943 9.125.206 8.925.669 9.147.335 5.211.546 5.657.438 6.920.194 9.708.194 11.274.838 19.714.529
Canada
967.283 795.132 563.364 862.973 944.266 1.677.438 1.542.265 2.211.148 2.140.811 2.930.658
China
3.368.092 1.477.580 1.327.683 3.740.683 5.221.162 5.629.839 8.110.342 19.745.338 41.571.153 67.571.298
China, Hongokng SAR
631.650 658.186 434.122 622.582 785.706 902.998 1.209.034 844.500 2.191.892 1.244.492
Colombia
51.926.296 35.549.344 31.160.868 22.669.758 28.956.600 33.756.488 25.297.181 27.275.083 21.173.819 29.916.107
Costa Rica
26.809.218 14.780.596 9.837.028 15.410.805 23.657.852 2.717.806 19.946.995 20.648.023 12.093.020 15.456.126
Cote d'Ivore
3.539.849 6.174.459 1.151.221 22.548 347.203 131.562 0 530.798 1.547.067 1.002.834
Croatia
215.561 57.634 240.465 363.791 472.636 1.045.750 992.028 1.428.556 952.628 1.942.852
Cuba
0 258.083 537.885 0 351.904 355.135 480.423 790.904 676.942 0
Czech Rep.
78.991 36.184 30.500 37.785 21.194 84.029 8.097.380 498.553 665.526 1.083.382
Denmark
595.932 505.064 569.962 148.224 1.493.120 1.155.976 1.980.396 2.323.007 1.967.711 3.215.087
Ecuador
108.014.104 106.180.129 99.576.376 137.870.576 195.343.776 211.243.672 181.970.459 250.901.867 303.399.221 329.980.637
El Salvadore
0 0 826 0 329 3.663.089 31.073.368 51.958.958 49.151.779 90.981.263
EU-27
0 0 41.014.095 52.294.638 56.786.095 60.087.342 62.219.612 68.366.979 76.334.513 90.069.388
Fiji
0 0 0 0 1.366.312 424.643 522.746 126.120 272.217 6.350.044
France
73.909.712 111.085.056 247.060.990 257.407.060 315.310.475 335.239.126 331.328.222 63.205.918 381.593.614 83.005.690
Germany
37.954.000 43.254.800 36.577.000 47.836.000 59.048.000 67.843.000 71.457.000 86.460.000 89.979.000 84.777.000
Ghana
51.190.920 54.280.884 57.024.828 62.722.753 0 99.982.559 0 33.693.174 19.539.218 30.717.215
Guatemala
0 0 99 492 8.718 221.846 540.411 21.220.507 755 36.800.041
Indonesia
104.167.912 82.499.839 87.832.633 84.132.896 86.048.521 101.241.561 118.449.189 128.635.721 129.790.247 151.941.915
Iran
506.123 364.522 438.120 1.140.563 1.008.153 701.065 962.759 970.465 2.097.226 0
Ireland
2.719.930 849.446 462.581 282.341 0 1.686.463 1.935.691 858.526 337.288 1.245.701
Italy
37.088.508 37.725.094 48.298.910 58.482.317 83.279.440 78.758.527 90.694.902 96.702.470 102.463.541 124.626.732
Japan
6.966.829 8.901.360 4.148.512 7.403.275 6.740.053 6.372.133 7.054.108 6.056.302 5.821.028 7.476.679
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Jordan
0 0 578.274 197.438 35.770 1.010.156 100.902 401.415 584.212 103.726
Kenya
0 334 57 0 119 591 1.953 2.549 13.099 2.484.477
Lebanon
49.662 128.097 67.092 59.456 129.601 183.458 218.000 0 0 1.184.000
Madagascar
0 0 20.441.983 56.208.546 57.484.118 85.498.148 60.603.676 20.324.456 44.604.403 43.042.183
Malaysia
6.050.736 6.077.115 6.327.847 5.234.173 5.692.305 5.647.453 5.984.126 4.718.455 8.519.309 3.108.253
Maldives
16.721.122 8.623.772 10.869.123 9.831.304 10.071.970 12.835.894 15.581.845 16.940.787 15.378.271 12.328.122
Mauritius
40.897.864 37.540.331 35.388.776 61.497.384 67.430.104 71.630.160 80.608.119 107.508.553 156.936.231 196.936.228
Mexico
4.631.783 5.100.783 1.423.576 1.290.067 6.148.876 3.578.158 5.529.462 7.679.633 6.557.207 7.682.688
Morocco
919.798 232.750 1.309.147 1.943.221 414.388 1.231.159 949.206 6.186.659 15.317.224 9.913.099
Netherlands
20.521.139 3.673.295 3.654.979 4.509.517 6.260.798 5.622.132 9.925.144 14.220.095 17.813.119 21.958.336
Oman
0 0 471.706 1.440.887 2.303.731 0 765.121 6.624.179 4.993.003 2.132.122
Peru
4.639.383 726.742 604.710 1.954.718 2.199.267 3.384.479 5.154.005 6.501.044 4.805.774 6.967.203
Philippines
130.117.088 78.113.232 64.492.908 68.803.368 93.172.924 114.056.312 65.449.461 65.449.461 88.986.526 12.498.489
Rep. Of Korea
1.163.695 1.127.152 1.022.551 3.723.558 2.894.607 4.742.834 4.164.749 4.723.677 0 0
Saudi Arabia
1.647.962 841.007 197.900 4.112 224.270 914.033 546.602 1.303.967 1.238.432 996.793
Senegal
264 59 18.332.740 16.345.946 24 24.770.014 23.197.360 24.077.999 2.053.698 12.396.416
Seychelles
78.567.496 99.576.712 110.196.962 140.685.366 161.523.113 193.888.796 169.261.803 178.138.315 187.076.670 183.158.879
Singapore
263.415 454.721 493.566 420.684 393.676 961.077 427.766 424.766 336.340 228.126
Spain
194.770.368 165.347.484 157.397.680 218.968.784 207.056.608 234.394.215 247.054.831 285.865.824 320.175.685 362.725.414
Thailand
681.513.302 637.300.089 51.176.447 655.982.252 688.046.888 830.952.062 899.495.534 1.129.555.254 1.297.248.280 1.389.715.176
United Kingdom
35.520.255 35.520.255 9.743.723 11.149.822 14.325.454 13.775.061 15.374.397 14.861.864 8.085.851 28.113.402
USA
15.832.705 12.647.518 7.011.027 5.056.993 6.027.387 8.649.857 4.516.109 4.702.108 7.034.570 5.024.863
Venezuela
2.606.650 2.628.608 21.686 46.104 2.400.625 3.279.670 3.286.985 7.076 28.217 0
Viet Nam
0 0 1.189.000 8.372.313 11.835.298 16.176.964 21.210.206 38.014.265 62.099.773 0
Yemen
0 0 0 0 0 0 2.153.764 448.043 482.042 302.122
Other 1.874.055 2.098.303 2.501.045 2.110.038 4.212.978 3.016.632 3.569.558 12.593.082 5.449.043 6.404.758
Total 1.769.205.642

1.623.532.626 1.188.714.502 2.045.177.130 2.229.335.865 2.669.872.610 2.628.985.571

.856.467.009 3.525.160.174 3.504.216.653
Sumber: UN Comtrade 2008
Lampiran 9. Market Share Ikan Tuna Olahan Tahun 1998-2007 (%)
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Australia 0,07 0,08 0,13 0,05 0,03 0,03 0,06 0,06 0,04 0,03
Austria 0,01 0,03 0,04 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,04 0,07
Belgium/ Belgium-
Luxembourg 0,45 0,58 0,39 0,26 0,25 0,29 0,34 0,25 0,27 0,27
Brazil 0,63 0,56 0,75 0,45 0,23 0,21 0,26 0,34 0,32 0,56
Canada 0,05 0,05 0,05 0,04 0,04 0,06 0,06 0,08 0,06 0,08
China 0,19 0,09 0,11 0,18 0,23 0,21 0,31 0,69 1,18 1,93
China, Hongokng SAR 0,04 0,04 0,04 0,03 0,04 0,03 0,05 0,03 0,06 0,04
Colombia 2,94 2,19 2,62 1,11 1,30 1,26 0,96 0,95 0,60 0,85
Costa Rica 1,52 0,91 0,83 0,75 1,06 0,10 0,76 0,72 0,34 0,44
Cote d'Ivore 0,20 0,38 0,10 0,00 0,02 0,00 0,00 0,02 0,04 0,03
Croatia 0,01 0,00 0,02 0,02 0,02 0,04 0,04 0,05 0,03 0,06
Cuba 0,00 0,02 0,05 0,00 0,02 0,01 0,02 0,03 0,02 0,00
Czech Rep. 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,31 0,02 0,02 0,03
Denmark 0,03 0,03 0,05 0,01 0,07 0,04 0,08 0,08 0,06 0,09
Ecuador 6,11 6,54 8,38 6,74 8,76 7,91 6,92 8,78 8,61 9,42
El Salvadore 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,14 1,18 1,82 1,39 2,60
EU-27 0,00 0,00 3,45 2,56 2,55 2,25 2,37 2,39 2,17 2,57
Fiji 0,00 0,00 0,00 0,00 0,06 0,02 0,02 0,00 0,01 0,18
France 4,18 6,84 20,7 12,59 14,14 12,56 12,60 2,21 10,82 2,37
Germany 2,15 2,66 3,08 2,34 2,65 2,54 2,72 3,03 2,55 2,42
Ghana 2,89 3,34 4,80 3,07 0,00 3,74 0,00 1,18 0,55 0,88
Guatemala 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,02 0,74 0,00 1,05
Indonesia 5,89 5,08 7,39 4,11 3,86 3,79 4,51 4,50 3,68 4,34
Iran 0,03 0,02 0,04 0,06 0,05 0,03 0,04 0,03 0,06 0,00
Ireland 0,15 0,05 0,04 0,01 0,00 0,06 0,07 0,03 0,01 0,04
Italy 2,10 2,32 4,06 2,86 3,74 2,95 3,45 3,39 2,91 3,56
Japan 0,39 0,55 0,35 0,36 0,30 0,24 0,27 0,21 0,17 0,21
Negara 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Jordan 0,00 0,00 0,05 0,01 0,00 0,04 0,00 0,01 0,02 0,00
Kenya 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,07
Lebanon 0,00 0,01 0,01 0,00 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 0,03
Madagascar 0,00 0,00 1,72 2,75 2,58 3,20 2,31 0,71 1,27 1,23
Malaysia 0,34 0,37 0,53 0,26 0,26 0,21 0,23 0,17 0,24 0,09
Maldives 0,95 0,53 0,91 0,48 0,45 0,48 0,59 0,59 0,44 0,35
Mauritius 2,31 2,31 2,98 3,01 3,02 2,68 3,07 3,76 4,45 5,62
Mexico 0,26 0,31 0,12 0,06 0,28 0,13 0,21 0,27 0,19 0,22
Morocco 0,05 0,01 0,11 0,10 0,02 0,05 0,04 0,22 0,43 0,28
Netherlands 1,16 0,23 0,31 0,22 0,28 0,21 0,38 0,50 0,51 0,63
Oman 0,00 0,00 0,04 0,07 0,10 0,00 0,03 0,23 0,14 0,06
Peru 0,26 0,04 0,05 0,10 0,10 0,13 0,20 0,23 0,14 0,20
Philippines 7,35 4,81 5,43 3,36 4,18 4,27 2,49 2,29 2,52 0,36
Rep. Of Korea 0,07 0,07 0,09 0,18 0,13 0,18 0,16 0,17 0,00 0,00
Saudi Arabia 0,09 0,05 0,02 0,00 0,01 0,03 0,02 0,05 0,04 0,03
Senegal 0,00 0,00 1,54 0,80 0,00 0,93 0,88 0,84 0,06 0,35
Seychelles 4,44 6,13 9,27 6,88 7,25 7,26 6,44 6,24 5,31 5,23
Singapore 0,01 0,03 0,04 0,02 0,02 0,04 0,02 0,01 0,01 0,01
Spain 11,01 10,18 13,24 10,71 9,29 8,78 9,40 10,01 9,08 10,35
Thailand 38,52 39,25 4,31 32,07 30,86 31,12 34,21 39,54 36,80 39,66
United Kingdom 2,01 2,19 0,82 0,55 0,64 0,52 0,58 0,52 0,23 0,80
USA 0,89 0,78 0,59 0,25 0,27 0,32 0,17 0,16 0,20 0,14
Venezuela 0,15 0,16 0,00 0,00 0,11 0,12 0,13 0,00 0,00 0,00
Viet Nam 0,00 0,00 0,10 0,41 0,53 0,61 0,81 1,33 1,76 0,00
Yemen 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,08 0,02 0,01 0,01
Other 0,11 0,13 0,21 0,10 0,19 0,11 0,14 0,44 0,15 0,18
Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: UN Comtrade 2008, diolah
Lampiran 10. Mekanismen Impor Uni Eropa
Sumber: Fajar 2008
Pelaksanaan pengujian di negara
eksportir maksimal 10 hari
sebelum ekspor
Competent Authority negara
eksportir mengeluarkan health
certificate jika hasil tes memenuhi
standar
Produk yang akan masuk ke Uni
Eropa dilakukan pengujian di
Boarder Inspection Post
Produk yang tidak sesuai standar atau
tidak lulus pemeriksaan dokumen
diberikan kepada competent authority
negara eksportir
Produk yang sesuai standar
diperbolehkan masuk ke Uni
Eropa
Produk yang tidak sesuai dengan
standar akan dipulangkan atau
dihancurkan
European Comissiona melakukan
peninjauan kembali sesuai
permintaan eksportir
European Comissioni melaporkan
adanya temuan dan menyebarkan ke
seluruh negara anggota melalui
Rapid alert System
Tidak
Sesuai
Sesuai
Lampiran 11. Mekanismen Impor Amerika Serikat
37

37
http://www.fda.gov/Food/GuidanceComplianceRegulatoryInformation/GuidanceDocuments/ImportsExports/ucm080938.ht
m
Importir mengirimkan Entry
Notice kee US Customs
FDA menerima
pemberitahuan dari Bea
FDA mengevaluasi Entry
Notice
FDA mengevaluasi mekanisme
rekondisi
Importir tidak menanggapi
Notice of Detention and
Hearing
FDA melakukan uji, Notice of Sampling
dikirimkan ke Bea Cukai
Sampel tidak memenuhi standar, Notice Of
Derention and Hearing dikirimkan ke Bea
Cukai dan importir
Impotrir Menanggapi Notice of
Detention and Hearing
FDA tidak melakukan uji,
importir diberi May Proceed
FDA menunda pemeriksaan
produk
Sampel memenuhi standar, relase
Notice dikirimkan ke Bea Cukai dan
importir
Sampel memenuhi
standar, FDA
mengeluarkan
Release Notice
Bea Cukai/FDA melakukan pengambilan
sampel. Sampel dianalisi oleh FDA
Importir mengajukan proposal
rekondisi
FDA menyetujui
mekanisme rekondisi
FDA menolak
mekannisme
FDA melakukan
pengujian ulang
Importir
menunjukkan bukti
produk sesuai standar
FDA menerima perintah
pemulangan dan penghancuran
dari Bea Cukai
FDA mengirimkan Notice of
Refusal Admission
Sampel tidak
memenuhi standar
Sampel memenuhi standar FDA
mengeluarkan Realesae Notice
FDA melakukan pengambilan
sampel ulang
Importir menyelesaikan seluruh
prosedur rekondisi
Sampel tidak
sesuai standar
Lampiran 12. Mekanisme Impor Jepang
Sumber: Fajar 2008
Pemberitahuan
pelaksanaan ekspor
Persiapan dokumen untuk
pemeriksaan impor
Evaluasi dokumen di
karantina milik MHLW
(ministry of Health, Labour
and Wealth
Certificate of Notification
dikeluarkan
Produk mendapatkan izin untuk
keluar dari Bea Cukai
Pemeriksaan
Laboratorium untuk
pemeriksaan fisik
Produk dipulangkan, atau
dihancurkan Distribusi
Kedatangan kargo
Pemeriksaan impor
Karantina untuk
inspeksi administrasi
Inspeksi tidak dibutuhkan
Inspeksi dibutuhkan
atau
Sesuai standar
Tidak sesuai standar
Lampiran 13. Total Impor Negara Jepang, Amerika Serikat, dan Kawasan Uni Eropa Tahun 2003-2007 (kg)
Keterangan
2003 2004 2005 2006 2007 Rata-
rata
per
tahun
(%)
Jumlah
Market
share
(%)
Jumlah
Market
share
(%)
Jumlah
Market
share
(%)
Jumlah
Market
share
(%)
Jumlah
Market
share
(%)
Segar
Jepang 60.412.019 41,43 56.713.668 41,28 51.007.440 31,81 44.474.208 27,35 38.066.570 23,97 33,17
Uni Eropa 3.939.404 2,70 6.553.990 4,77 15.262.689 9,52 5.639.981 3,47 6.108.161 3,85 4,83
Amerika
Seikat
25.641.757 17,52 26.426.481 19,24 25.476.906 15,89 25.092.313 15,43 25.767.053 16,23 16,87
Other 55.830.487 38,29 47.682.341 34,71 68.621.988 42,79 87.395.190 53,75 88.858.415 55,96% 48,34
Total Dunia 145.823.485 100 137.376.480 100 160.369.023 100 162.601.692 100 158.801.199 100% -
Beku
Jepang 242.452.325 8,33 246.838.685 10,15 242.927.329 8,27 195.992.522 7,29 166.147.103 6,03 8,01
Uni Eropa 146.347.917 5,03 84.047.985 3,46 102.346.765 3,48 89.949.973 3,35 120.923.413 4,39 3,94
Amerika
Seikat
19.105.648 0,66 12.738.460 0,52 9.874.486 0,34 8.096.617 0,30 8.255.336 0,30 0,42
Other 2.503.023.973 85,99 2.087.448.510 85,87 2.583.525.475 87,92 2.394.718.337 89,06 2.458.679.844 89,28 87,62
Total Dunia 2.910.929.863 100 2.431.073.640 100 2.938.674.055 100 2.688.757.449 100 2.754.005.696 100 -
Olahan
Jepang 42.405.722 2,94 47.601.888 3,33 49.313.824 3,03 47.888.510 3,08 48.480.570 2,93 3,06
Uni Eropa 425.709.576 29,55 427.251.189 29,92 459.393.397 28,18 474.399.061 30,54 472.509.565 28,57 29,35
Amerika
Seikat
255.134.987 17,71 248.163.821 17,38 254.495.513 15,61 240.691.576 15,49 218.232.326 13,20 15,88
Other 717.187.279 49,79 704.782.302 49,36 866.872.439 53,18 790.597.894 50,89 914.442.159 55,30 51,70
Total Dunia 1.440.437.564 100 1.427.799.200 100 1.630.075.173 100 1.553.577.041 100 1.653.664.620 100 -
Sumber: UN Comtrade 2008, diolah
Lampiran 14. Kandungan Nutrisi Ikan Tuna Mentah
Nutrisi, Nilai per 100 gram porsi
makanan
Air, 70.58 g
Energi, 103 kcal
Energi, 431 kj
Protein, 22 g
Total lemak, 1.01 g
Karbohirat, 0 g
Serat, 0 g
Ampas, 1.3 g
Mineral
Kalsium, Ca, 29 mg
Besi, Fe, 1.25 mg
Magnesium, Mg, 34 mg
Phospor, P, 222 mg
Potassium, K, 407 mg
Sodium, Na, 37 mg
Seng, Zn, 0.82 mg
Tembaga, Cu, 0.086 mg
Mangan, Mn, 0.015 mg
Selenium, Se, 36.5 mg
Asam Amino
Tryptophan, 0.246 g
Threonine, 0.964 g
Isoleucine, 1.014 g
Leucine, 1.788 g
Lysine, 2.02 g
Methionine, 0.651 g
Cystine, 0.236 g
Phenylalanine, 0.859 g
Tyrosine, 0.743 g
Valine, 1.133 g
Arginine, 1.316 g
Histidine, 0.648 g
Alanine, 1.331 g
Asam Aspartic, 2.253 g
Asam Glutamic, 3.284 g
Glycine, 1.056 g
Proline, 0.778 g
Serine, 0.898 g
Lemak
Asam lemak jenuh, saturated, 0.328 g
14:0, 0.04 g
16:0, 0.233 g
18:0, 0.055 g
Asam lemak tak jenuh, monounsaturated,
0.19 g
16:1, 0.036 g
18:1, 0.131 g
20:1, 0.017 g
22:1, 0.006 g
Asam lemak tak jenuh, polyunsaturated,
0.315 g
18:2, 0.016 g
18:4, 0.004 g
20:4, 0.026 g
20:5, 0.071 g
22:5, 0.013 g
22:6, 0.185 g
Kolesterol, 47 mg
Vitamin
Vitamin C, asam ascorbic, 1 mg
Thiamin, 0.033 mg
Riboflavin, 0.1 mg
Niacin, 15.4 mg
Asam Pantothenic, 0.42 mg
Vitamin B-6, 0.85 mg
Folate, 9 mcg
Vitamin B-12, 1.9 mcg
Vitamin A, 52 IU
Vitamin A, RE, 16 mcg_RE
Sumber: http://www.asiamaya.com/nutrients/ikantuna.htm [Diakses tanggal 28 Oktober 2009]

You might also like