You are on page 1of 99

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS

BIDANG INFRASTRUKTUR SUB BIDANG SANITASI

KATA PENGANTAR

Memperhatikan kondisi yang ada saat ini serta tantangan yang dihadapi di masa depan, disadari bahwa pengembangan sanitasi lingkungan yang meliputi pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan dan penanganan drainase tidak dapat dilakukan hanya oleh satu institusi. Diperlukan suatu kerjasama multi pihak yang bersifat sinergis dari segenap stakeholder baik yang ada di pusat maupun di daerah meliputi pemerintah, perguruan tinggi/akademisi, lembaga profesi, LSM, masyarakat dan swasta. Mengingat keterbatasan kemampuan yang dimiliki pemerintah baik pusat maupun daerah, diperlukan upayaupaya terobosan yang bersifat merubah paradigma dalam pengembangan sanitasi lingkungan. Beberapa upaya bisa dilakukan misalnya pengelolaan air limbah skala komunitas berbasis masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan; pengurangan sampah di sumbernya melalui gerakan mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang atau reduce, reuse dan recycle (3R) yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); serta upaya membuat keseimbangan tata air melalui pembangunan kolam retensi yang bertujuan untuk memperlama laju aliran permukaan supaya tidak langsung terbuang ke badan air penerima. Sejalan dengan amanat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah lebih berperan sebagai regulator dan fasilitator terkait dengan tugas-tugasnya dalam pengaturan, pembinaan dan pengawasan pengembangan sanitasi lingkungan. Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan, Pemerintah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) menyediakan program sanitasi lingkungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, yang disebut dengan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat. Kegiatan Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini mencakup: prioritas pertama yaitu pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal. Apabila prioritas pertama sudah dipenuhi (tidak ada Buang Air Besar sembarangan) maka dapat melaksanakan prioritas kedua yaitu pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan. Dalam rangka menjamin keberlanjutan program, disusun Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat yang dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase mandiri berwawasan lingkungan berbasis masyarakat.

Jakarta, April 2010 Direktur Jenderal Cipta Karya

Budi Yuwono

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. 1.2 Maksud ..... 1.3 Tujuan 1.4 Acuan Normatif ... 1.5 Sasaran .... 1.6 Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat . PENDEKATAN, PRINSIP DAN POLA PENYELENGGARAAN DAK SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pendekatan .. 2.2 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan .... 2.3 Pola Penyelenggaraan .. 2.4 Prasarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat . 1 1 1 2 2 2

BAB II

3 3 3 4

BAB III

PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 3.1 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat . 5 3.2 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat ..... 7 3.3 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat . 9 TAHAPAN PELAKSANAAN 4.1 Umum . 4.2 Tahap Persiapan . 4.2.1 Sosialisasi ... 4.2.2 Rapat Konsultasi Teknis Regional .. 4.2.3 Rencana Kegiatan Definitif ... 4.3 Tahap Seleksi Lokasi 4.3.1 Persiapan Tenaga Fasilitator Lapangan 4.3.2 Syarat Lokasi... 4.3.3 Daftar Panjang Lokasi ... 4.3.4 Daftar Pendek Lokasi .... 4.3.5 Sosialisasi Kampung ..... 4.3.6 Seleksi Kampung ... 4.3.7 Monitoring dan Evaluasi ... 4.4 Tahap Penyusunan RKM 4.4.1 Rencana Kegiatan Masyarakat ... 4.4.2 Pembentukan KSM ... 4.4.3 Pilihan Teknologi Sanitasi 4.4.4 Dokumen Rencana Pembangunan . 4.4.5 Monitoring dan Evaluasi ... 4.5 Tahap Konstruksi 4.5.1 Persiapan Pelaksanaan ... 4.5.2 Proses Pelaksanaan ....... 4.5.3 Etika Pelaksanaan ........ 4.5.4 Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan . 4.5.5 Pelaksanaan Konstruksi ..... 12 12 12 12 12 12 16 16 17 18 18 28 28 36 37 49 49 49 50 51 52 53 iii

BAB IV

4.5.6 BAB V

Monitoring dan Evaluasi .. 55 60 62 62 69 70 71 73 73 73 75 75 75

OPERASI DAN PEMELIHARAAN 5.1 Aspek Operasi dan Pemeliharaan ... 5.2 Dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota ..... 5.3 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat . 5.4 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat . 5.5 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat 5.6 Monitoring dan Evaluasi PEMBIAYAAN 6.1 Sumber Pembiayaan .. 6.2 Rencana Pembiayaan 6.3 Pembiayaan Komponen Kegiatan ... 6.4 Penyaluran Dana ... 6.5 Pengelolaan Dana dan Pengawasan . 6.6 Pelaporan PENUTUP

BAB VI

BAB VII

LAMPIRAN 79

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9 Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15. Gambar 4.16. Gambar 4.17. Gambar 4.18. Gambar 5.1. Gambar 6.1 Contoh Alat Pengumpul Sampah Contoh Alat Pembuat Kompos Bagan Alir Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Masyarakat Berbasis Masyarakat Skema dan Prosedur Implementasi Contoh Venn Diagram Overview Pelaksanaan RPA dalam Tahap Implementasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Tahapan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM) Kegiatan dalam Tahap Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM) Contoh Peta Sanitasi Masyarakat Contoh Bagan Organisasi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Contoh MCK Umum Contoh Saluran Pembuangan Limbah Bersama/Komunal Tangki Septik Bersama Bio-Digester Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun Contoh Pewadahan Contoh Komposter Contoh Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan di Samping Saluran yang Bermuara di Badan Air/Sungai Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan Segaris dengan Saluran atau Berada dalam Saluran, Outlet Kolam Tampungan Langsung Bermuara ke Badan Air/Sungai Bagan Struktur Organisasi Badan Pengelola Pasca Konstruksi Bagan Sumber Pendanaan

DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10. Tabel 4.11. Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14. Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 6.1 Jenis Informasi dan Alat RPA yang digunakan Contoh Timeline CS1.1 Pengalaman Membangun Prasarana* secara Gotong-Royong Contoh Ladder 1* CS2.1 Kesediaan Masyarakat Untuk Mengeluarkan Biaya CS3.1 Kondisi Drainase CS3.2 Toilet/Jamban CS3.3 Ketersediaan Air CS3.4 Ketersediaan Lahan Contoh Venn Diagram CS4.1 Ketersediaan Lembaga-Lembaga Setempat* CS5.1 Rencana Perbaikan Sanitasi* Topik dan Metode yang digunakan dalam Penyusunan RKM Contoh Alokasi Waktu RKM Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem MCK untuk 250 Jiwa Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem Komunal untuk 750 Jiwa Pembiayaan per Komponen Kegiatan

vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase di Indonesia saat ini belum mencapai kondisi yang diinginkan terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan permukiman padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi di perkotaan. Akses penduduk kepada prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase pada dasarnya erat kaitannya dengan aspek kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, sosial budaya serta kemiskinan. Hasil berbagai pengamatan dan penelitian telah membuktikan bahwa semakin besar akses penduduk kepada fasilitas prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase (serta pemahaman tentang hygiene) semakin kecil kemungkinan terjadinya kasus penyebaran penyakit yang ditularkan melalui media air (waterborne diseases). Pemerintah menyediakan program sanitasi lingkungan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, yang diimplementasikan melalui kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); yaitu sebuah inisiatif untuk mempromosikan penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase yang berbasis masyarakat dengan pendekatan tanggap kebutuhan. Kegiatan Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini mencakup: (1) pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal, (2) pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan (3) pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan. Melalui pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini, masyarakat memilih sendiri prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase yang sesuai, ikut aktif menyusun rencana aksi, membentuk kelompok dan melakukan pembangunan fisik termasuk mengelola kegiatan operasi dan pemeliharaannya, bahkan bila perlu mengembangkannya, dalam rangka meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan permukiman kumuh perkotaan. 1.2 Maksud Petunjuk pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini dimaksudkan sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) khususnya di kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, yang bersifat melengkapi berbagai pedoman dan petunjuk lain yang berlaku. Tujuan Petunjuk pelaksanaan penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Sub Bidang Sanitasi ini bertujuan agar para pemangku kepentingan dapat mengerti dan memahami penyelenggaraan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) sehingga dapat: 1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pola hidup sehat. 2. Meningkatkan peran serta dan pelibatan masyarakat. 3. Membina organisasi/kelompok masyarakat. 4. Memfasilitasi masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan dan drainase 5. Membina masyarakat dalam pengelolaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan dan drainase 6. Menumbuhkan inisiatif masyarakat/pokmas dalam pengembangan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)

1.3

1.4

Acuan Normatif 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum 5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP) 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP) 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 42/PRT/M/2007 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Pedoman Umum Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2010 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah 12. SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri; Nomor 0239/M.PPN/11/2008, SE 1722/MK/07/2008 dan 900/3556/SJ Tanggal 21 November 2008 perihal Petunjuk Pelaksanaan, Pemantauan, Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus 13. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor KU.01.01-Mn/678, tanggal 15 Desember 2009, tentang Ruang Lingkup Penggunaan DAK Bidang Infrastruktur Tahun 2010 Sasaran Sasaran dari tersedianya Petunjuk pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, yaitu: 1. Kelompok Masyarakat; 2. Swasta; 3. Pemerintah Kabupaten/Kota; 4. Pemerintah Provinsi; dan 5. Pemerintah Pusat. Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Ruang lingkup Petunjuk pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini meliputi tahaptahap: 1. Persiapan, berupa kegiatan sosialisasi kepada seluruh stakeholder tentang penyelenggaraan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). 2. Penyiapan Tenaga Fasilitator, berupa seleksi dan pelatihan 2 (dua) orang Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL), yaitu TFL Teknis dan TFL Pemberdayaan di setiap lokasi yang akan bertugas mendampingi masyarakat dalam tahap seleksi kampung, penyusunan RKM, konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan. 3. Seleksi Lokasi, berupa tata cara pemilihan lokasi sesuai kriteria, mulai dari daftar panjang (longlist), daftar pendek (shortlist) sampai dengan penetapan lokasi terpilih. 4. Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM), berupa dokumen yang memuat sarana terpilih, daftar calon penerima manfaat, pembentukan forum pengguna, pembentukan KSM, DED & RAB, jadwal konstruksi, rencana pembiayaan, rencana pelatihan serta rencana pengoperasian dan pemeliharaan sarana yang dibangun. 5. Penguatan Kelembagaan, berupa pelatihan-pelatihan Tenaga Fasilitator Lapangan, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Mandor, Tukang, Calon Operator dan Calon Pengguna. 6. Pengoperasian dan Perawatan, berupa tata cara pengoperasian dan pemeliharaan. 7. Pembiayaan.

1.5

1.6

BAB II PENDEKATAN, PRINSIP DAN POLA PENYELENGGARAAN DAK SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pendekatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) merupakan salah satu kegiatan pembangunan prasarana air limbah, persampahan dan drainase yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat melalui : 1. Keberpihakan pada warga yang berpenghasilan rendah, dimana orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan hasil ditujukan kepada penduduk miskin yang bermukim di permukiman padat perkotaan berdasarkan kebutuhan; 2. Otonomi dan desentralisasi, dimana masyarakat memperoleh kepercayaan dan kesempatan yang luas dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan dan pengelolaan hasilnya; 3. Mendorong prakarsa lokal dengan iklim keterbukaan, dimana masyarakat menyampaikan permasalahan dan merumuskan kebutuhannya secara demokratis dan transparan; 4. Partisipatif, dimana masyarakat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan dan pengelolaan; 5. Keswadayaan, dimana kemampuan masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan kegiatan, baik proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun pemanfaatan hasil kegiatan. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Prinsip Dasar DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) adalah : 1. Program ini bersifat tanggap kebutuhan, masyarakat yang layak mengikuti DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) akan bersaing mendapatkan kegiatan ini dengan cara menunjukkan komitmen serta kesiapan untuk melaksanakan sistem sesuai pilihan mereka. 2. Pengambilan keputusan berada sepenuhnya di tangan masyarakat, sedangkan peran pemerintah atau Swasta, hanya sebatas sebagai fasilitator. 3. Masyarakat menentukan, merencanakan, membangun dan mengelola sistem yang mereka pilih sendiri, dengan difasilitasi oleh TFL atau konsultan pendamping yang bergerak secara profesional dalam bidang teknologi pengolahan limbah, persampahan, drainase maupun bidang sosial. 4. Pemerintah daerah tidak sebagai pengelola sarana, hanya memfasilitasi inisiatif kelompok masyarakat. Prinsip Penyelenggaraan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) adalah : 1. Dapat diterima, pilihan kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga memperoleh dukungan dan diterima masyarakat. 2. Transparan, pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dan aparatur sehingga dapat diawasi dan dievaluasi oleh semua pihak. 3. Dapat dipertanggungjawabkan, pengelolaan kegiatan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada seluruh lapisan masyarakat. 4. Berkelanjutan, pengelolaan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan, yaitu ditandai dengan adanya manfaat bagi pengguna serta pemeliharaan dan pengelolaan sarana dilakukan secara mandiri oleh masyarakat pengguna. 2.3 Pola Penyelenggaraan Pola penyelenggaraan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dilakukan oleh masyarakat dengan difasilitasi Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) atau Konsultan Pendamping yang memiliki kemampuan teknis dan sosial kemasyarakatan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Namun jika dalam tahap pelaksanaan konstruksi terdapat kegiatan yang secara teknis tidak mampu dilaksanakan oleh masyarakat sendiri, maka dapat ditunjuk pihak ketiga dengan melalui Kerja Sama Operasional (KSO) sehingga terjadi kerja sama kelompok masyarakat setempat. 3

2.2

2.4

Prasarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menyediakan prasarana penyehatan lingkungan permukiman berbasis masyarakat, terdiri dari: 1. pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal, 2. pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan 3. pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan Prasarana sanitasi yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Prioritas pertama: Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, adalah penyelenggaraan prasaran air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri. Salah satu modul pengelolaan air limbah komunal berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta dan mempunyai 3 alternatif utama: Modul A berupa unit tangki septik komunal yang masing.-masing unit tangki septik dimanfaatkan oleh 4 atau 5 rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia lahan yang terbatas. Modul B berupa 1 unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 KK terdiri dari kamar mandi, sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya. Modul C berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan (100-200 KK). Modul ini merupakan modul yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan. 2. Prioritas ke-2 Apabila prioritas pertama sudah dipenuhi (tidak ada BAB sembarangan) maka dapat dikembangkan: a. Pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat adalah penyelengaraan prasarana persampahan yang meliputi kegiatan mengurangi (reduce), mengguna ulang (reuse) dan mendaur ulang (recycle) sampah. 1 modul pengelolaan sampah pada 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan dan pelatihan sekitar Rp.300 juta b. Pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat adalah penyelengaraan prasarana drainase yang menunjang kegiatan konservasi dan keseimbangan lingkungan. Untuk prasarana drainase ini membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta/Ha.

BAB III PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 3.1 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat Air limbah domestik merupakan air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Air limbah ini berasal dari air bekas memasak, mandi, cuci, dan kakus. Air limbah domestik mengandung bahan organik tinggi dan bakteri yang berbahaya bagi kehidupan. Apabila meresap ke dalam tanah atau masuk ke dalam sungai, maka unsur tersebut akan mencemari air tanah dan lingkungan. Oleh karena itu, sebelum air limbah dialirkan ke sungai atau meresap ke dalam tanah perlu diolah terlebih dahulu. Masuknya air limbah domestik ke lingkungan tanpa diolah akan mengakibatkan menurunnya kualitas air di badan air penerima seperti sungai, yang pada akhirnya menyebabkan beberapa masalah, yaitu: kerusakan keseimbangan ekologi di aliran sungai, masalah kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai secara langsung, yang dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan angka kematian akibat penyakit infeksi air, bertambahnya biaya pengolahan air minum (PAM), serta kerusakan perikanan di muara. Air limbah domestik adalah pencemar badan air di daerah perkotaan, yang berdasarkan penelitian Kantor Kementerian Lingkungan Hidup mencapai 60%. Dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal, maka diperlukan adanya sistem pengelolaan lingkungan secara baik dan terpadu. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan pengelolaan air limbah domestik yang dilakukan secara baik dan teratur. Pada dasarnya semua penduduk harus mempunyai akses kepada fasilitas pembuangan air limbah yang benar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, prasarana dan sarana pembuangan air limbah secara individu maupun komunal perlu diupayakan keberadaannya sehingga setiap penduduk dapat memanfaatkannya. Kondisi dan permasalahan dalam pengelolaan air limbah domestik/sanitasi saat ini adalah: Pesatnya pembangunan di perkotaan yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana air limbah sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Pembangunan sarana dan prasarana air limbah masih banyak yang belum sesuai dengan kondisi setempat, kebutuhan, dan daya beli masyarakat, serta rencana pengembangan kota. Sistem pengolahan air limbah domestik secara garis besar dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Off Site System) dan Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (On Site System). Sistem pengolahan air limbah terpusat merupakan sistem pengolahan dimana fasilitas instalasi pengolahan air limbah berada di luar persil atau dipisahkan dengan batas tanah atau jarak, sedangkan sistem pengolahan air limbah setempat merupakan sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki. 1. Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Off Site System). Sistem pengolahan air limbah terpusat adalah suatu system pengelolaan air limbah dengan menggunakan suatu sistem jaringan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah. Kelebihan system pengolahan air limbah terpusat : Menyediakan pelayanan yang terbaik; Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi; 5

Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari; Memiliki masa guna lebih lama; Dapat menampung semua air limbah. Kekurangan sistem pengolahan air limbah terpusat : Memerlukan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang tinggi; Menggunakan teknologi tinggi; Tidak dapat dilakukan oleh perseorangan; Manfaat secara penuh diperoleh setelah selesai jangka panjang; Waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan; Memerlukan pengelolaan, operasi, dan pemeliharaan yang baik 2. Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (On Site System) Sistem pengolahan air limbah setempat sebagai sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki. Kelebihan sistem pengolahan air limbah setempat : Menggunakan teknologi sederhana; Memerlukan biaya yang rendah; Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri; Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat; Manfaat dapat dirasakan secara langsung. Kekurangan sistem pengolahan air limbah setempat : Tidak dapat diterapkan pada setiap daerah, misalkan tergantung pada sifat permeabilitas tanah, tingkat kepadatan, dan lain-lain; Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia, tidak melayani air limbah kamar mandi dan air bekas mencuci; Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan. Untuk menjembatani atau meminimalisir kekurangan dan memaksimalkan kelebihan dari kedua sistem pengolahan air limbah diatas adalah dengan mengembangkan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, yaitu penyelenggaraan prasarana air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri, seperti modul yang selama ini dikembangkan di Indonesia, yaitu Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS). Satu modul pengelolaan air limbah komunal berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp. 300 Juta dan mempunyai 3 alternatif utama yaitu : - Modul A : berupa beberapa unit tangki septik komunal yang masing-masing unit tangki septik dimanfaatkan oleh 4 atau 5 rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia lahan yang sedikit karena dibangun di bawah tanah. - Modul B : berupa satu unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 KK, terdiri dari kamar mandi, sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya. - Modul C : berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan (100-200 KK). Modul ini merupakan modul yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan teknis. Pemilihan modul diserahkan kepada kelompok masyarakat yang bersangkutan. Modul ini sesuai diterapkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan permukiman padat, kumuh, dan rawan sanitasi di perkotaan, karena memiliki gabungan kelebihan dari sistem pengolahan air limbah terpusat (off site system) dan sistem pengolahan air limbah setempat (on site system), yaitu : 6

Menyediakan pelayanan yang terbaik; Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi; Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari; Memiliki masa guna lebih lama; Dapat menampung semua air limbah. Menggunakan teknologi sederhana; Memerlukan biaya yang rendah; Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri, misalnya untuk jamban sendiri bila pilihan teknologinya adalah tangki septik bersama atau perpipaan komunal; Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat; Manfaat dapat dirasakan secara langsung; Melibatkan semua pihak untuk bekerja sama (Masyarakat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan LSM). Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat Pemilahan Sampah Pemilahan sampah dilakukan untuk memilah sampah menurut jenisnya sehingga mendukung kegiatan / proses penanganan selanjutnya. Sebagai contoh bila akan dilakukan proses pengomposan maka sampah organik hendaknya dipilah terlebih dahulu.

3.2 3.2.1

3.2.1.1

Metode 1. Pemilahan hendaknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masyarakat dan proses selanjutnya. 2. Awal pemilahan dianjurkan untuk memisahkan sampah menjadi 2 bagian yaitu sampah organik bahan kompos dan sampah non organik. - Sampah bahan organik kompos meliputi : sisa makanan, sisa buah, sisa sayur dan daun. - Sampah non organik meliputi : plastik, kaca, logam, karet, dan bahan lain yang tidak membusuk. Sampah kertas dan kayu sebenarnya merupakan jenis sampah organik, tetapi mengingat kandungannya (pada kertas mengandung tinta dll) yang berpotensi mengganggu kualitas kompos, dan sifatnya yang memerlukan waktu lama untuk proses pengomposan (misal kayu), maka keduanya tidak disertakan dalam kategori sampah organik bahan kompos. - Bila kondisi memungkinkan, sampah non organik dapat dipilah atas komponen lainnya sesuai kebutuhan; misal plastik, kertas, logam, kaca, dan lain-lain. 3. Sampah organik dikumpulkan dalam wadah yang yang terpisah dengan sampah non organik. Untuk sampah berupa sisa sayur sebaiknya ditiriskan terlebih dahulu dengan menggunakan saringan plastik, karena sampah yang terlalu basah akan menyebabkan kadar air bahan kompos menjadi tinggi sehingga proses pengomposan akan terganggu. Fasilitas Untuk pemilahan sampah akan diperlukan beberapa fasilitas/peralatan yang dapat meliputi : 1. Wadah sampah organik 2. Wadah sampah non organik 3. Saringan plastik untuk meniriskan air dari sisa sayur Pengumpulan Sampah 1. Metode pengumpulan sampah dapat dilakukan oleh petugas dari rumah ke rumah atau masyarakat membawa sendiri sampahnya ke Wadah/Bin Komunal/Kontainer yang sudah ditentukan. 2. Peralatan pengumpulan sampah di kawasan perumahan dapat dilakukan dengan menggunakan alat angkut, seperti gerobak sampah, becak sampah, motor sampah atau alat angkut lain yang sesuai dengan kondisi setempat 7

3.2.1.2

3.2.2

3. Jadual pengumpulan sampah non organik terpilah seperti kertas, plastik, logam/kaca dapat dilakukan seminggu sekali, sedangkan untuk sampah yang masih tercampur harus dilakukan minimal seminggu 2 kali. 4. Motor/Gerobak sampah yang mengumpulkan sampah terpilah dapat dimodifikasi dengan sekat atau dilengkapi karung-karung besar (3 unit atau sesuai dengan jenis sampah).

Gambar 3.1. Contoh Alat Pengumpul Sampah 3.2.3 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Skala Kawasan a. Lokasi 1. Luas TPST bervariasi, tergantung kapasitas pelayanan dan tipe kawasan. Untuk kawasan perumahan baru (cakupan pelayanan 2000 rumah) diperlukan TPST dengan luas 1000 m. Sedangkan untuk cakupan pelayanan skala RW (200 rumah), diperlukan TPST dengan luas 200 500 m 2. TPST dengan luas 1000 m dapat menampung sampah dengan atau tanpa proses pemilahan sampah di sumber. 3. TPST dengan luas < 500 m hanya dapat menampung sampah dalam keadaan terpilah (50%) dan sampah campur 50%. 4. TPST dengan luas < 200 m sebaiknya hanya menampung sampah tercampur 20%, sedangkan sampah yang sudah terpilah 80%. b. Fasilitas TPST 1. Fasilitas TPST meliputi wadah komunal, areal pemilahan dan areal composting dan juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang lain seperti saluran drainase, air bersih, listrik, barrier (pagar tanaman hidup) dan gudang penyimpan bahan daur ulang maupun produk kompos serta biodigester (opsional) c. Daur Ulang 1. Sampah yang didaur ulang minimal adalah kertas, plastik dan logam yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan untuk mendapatkan kualitas bahan daur ulang yang baik, pemilahan sebaiknya dilakukan sejak di sumber. 2. Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lapak atau langsung dengan industri pemakai. 3. Daur ulang sampah B3 Rumah tangga (terutama batu baterei dan lampu neon) dikumpulkan untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku (PP 18 tahun 1999 tentang pengelolaan sampah B3). 4. Daur ulang kemasan plastik (air mineral, minuman dalam kemasan, mie instan dll) sebaiknya dimanfaatkan untuk barang-barang kerajinan atau bahan baku lain.

d. Pembuatan Kompos 1. Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur (terseleksi) dan daun-daun potongan tanaman. 2. Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan open windrow. 3. Perlu dilakukan analisa kualitas terhadap produk kompos secara acak dengan parameter antara lain warna, C/N rasio, kadar N,P,K dan logam berat. 4. Pemasaran produk kompos dapat bekerja sama dengan pihak Koperasi dan Dinas (Kebersihan, Pertamanan, Pertanian dll)

Gambar 3.2. Contoh Alat Pembuat Kompos 3.3 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat Pelestarian prasarana dan sarana drainase mandiri berbasis masyarakat sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan, memanfaatkan, dan memelihara prasarana dan sarana yang ada. Secara umum aspek yang perlu diperhatikan dalam pelestarian adalah pengelolaan prasarana dan sarana, penyuluhan dan pedoman pemeliharaan. Pengelolaan Pengelolaan pada dasarnya merupakan aspek dan sendi utama keberlangsungan hasil fisik konstruksi. Pengelola prasarana dan sarana perlu memperhatikan beberapa hal: Kinerja prasarana yang dikelola (kolam tampungan, saluran, pintu-pintu air atau pompa (kalau ada)) Jumlah prasarana dan sarana yang tersedia Jumlah prasarana dan sarana yang digunakan Target/sasaran perencanaan Standar prosedur operasional dan pemeliharaan Standar kriteria teknis prasarana dan sarana Rencana pengembangan sarana di masa datang Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan/Kelompok/Organisasi Pengelola harus melakukan langkahlangkah berikut: Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik 9

3.3.1

Melakukan rehabilitasi tepat waktu Melakukan evaluasi kinerja pelayanan secara berkala Melakukan pengelolaan sesuai standar operasional prosedur Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan/Kelompok/Organisasi Pengelola harus melakukan langkahlangkah berikut: 1. Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana Dalam keadaan tidak hujan, kolam tampungan harus dalam keadaan kosong (tidak ada air) Pintu-pintu air dalam keadaan siap digunakan Pompa dan daya listrik siap digunakan Saringan sampah dalam keadaan bersih 2. Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik terhadap pompa dan pintu-pintu air 3. Melakukan rehabilitasi tepat waktu terhadap saluran-saluran air dan sistem drainase 4. Melakukan evaluasi kinerja sistem drainase mandiri berwawasan lingkungan dan pelayanannya secara berkala 5. Melakukan pengelolaan sesuai dengan petunjuk operasi pemeliharaan ataupun standar operasi prosedur yang ada

10

BAB IV TAHAPAN PELAKSANAAN 4.1 Umum Tahapan pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) meliputi: Persiapan, Seleksi lokasi, Penguatan Kelembagaan, Penyusunan RKM, Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan sarana terbangun.
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat

Sosialisasi Kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Persiapan PENYIAPAN TFL (Seleksi, Pelatihan)

SELEKSI LOKASI Longlist, Shortlist

Lokasi terpilih Penyiapan Masyarakat oleh TFL

PEMBENTUKAN KSM PELATIHAN KSM PELATIHAN MANDOR PELATIHAN TUKANG

PENYUSUNAN RKM Organisasi, Pilihan Teknologi dan Sarana, DED, RAB dan Jadwal Kegiatan

Dokumen RKM

Pelelangan Material

PELATIHAN OPERATOR SOSIALISASI PENGGUNA

KONSTRUKSI Pelaksanaan dan pengawasan/ pengendalian oleh masyarakat

Sarana Siap Digunakan

Pelaksanaan Fisik

O&M Operasi, Pemeliharaan

Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat Pendampingan Sampah Pola 3R O&M Berbasis Masyarakat Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat

Gambar 4.1. Bagan Alir Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat 11

4.2 4.2.1

Tahap Persiapan Sosialisasi Sosialisasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) kepada seluruh pemerintah Kabupaten/Kota pada akhir tahun anggaran sebelumnya yang diselenggarakan bersamaan dengan Sosialisasi DAK oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Rapat Konsultasi Teknis Regional Rapat Konsultasi Teknis regional yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Rencana Kegiatan Definitif Penandatanganan Rencana Kegiatan definitif antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Tahap Seleksi Lokasi Tahap kegiatan setelah penandatanganan nota kesepahaman oleh stakeholder, program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) diikuti dengan persiapan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) baik yang berasal dari pemerintah kabupaten/kota maupun masyarakat, Penyusunaan Daftar Panjang (Longlist), Penetapan Daftar Pendek (Shortlist), Presentasi/Sosialisasi Kampung, dan Seleksi Kampung/Masyarakat. Kegiatan penyusunan daftar panjang dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan persiapan fasilitator lapangan. Penyiapan Tenaga Fasilitator Lapangan Seleksi TFL Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) terdiri dari TFL Pemda yang ditugaskan oleh Dinas penanggung jawab dan TFL masyarakat. TFL tersebut diseleksi sesuai dengan kriteria sebagai berikut: 1. Pendidikan minimal D3/sederajat 2. Penduduk asli/setempat atau mampu berkomunikasi dan menguasai bahasa serta adat setempat 3. Sehat jasmani dan rohani 4. Mengenal kondisi lingkungan calon lokasi. 5. Memiliki cukup waktu untuk melaksanakan tugas TFL 6. Memiliki pengetahuan/pengalaman dasar tentang air limbah, persampahan dan drainase 7. Bersedia tinggal dan bekerjasama dengan masyarakat di lokasi terpilih 8. ............................................ (syarat tambahan oleh Masyarakat) Pelatihan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) Tujuan diselenggarakan pelatihan adalah memberi bekal pengetahuan tentang program dan tahapan sanitasi berbasis masyarakat kepada fasilitator, serta meningkatkan kemampuan (capacity) fasilitator, sehingga fasilitator dapat membantu masyarakat dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan, melaksanakan, memutuskan dan mengelola Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) mencakup 70% kegiatan pemberdayaan dan 30% kegiatan teknis. Untuk itu pelaksanaan pelatihan TFL perlu memasukkan pengetahuan dasar teknologi dan teknis disamping segi pemberdayaan masyarakat. Program pelatihan dirancang berdasarkan kebutuhan yang diidentifikasi dan dianalisis dengan metode yang sistematis dan partisipatif, yaitu dengan RPA dan dikombinasikan dengan metode/teknik lain yang dianggap efektif, misalnya observasi, wawancara, review dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tugas pekerjaan dari kelompok sasaran dan tujuan kegiatan pada tahap seleksi masyarakat dan penyusunan rencana kerja masyarakat (tahap perencanaan), tahap konstruksi dan capacity building (tahap pelaksanaan konstruksi) serta tahap evaluasi dan support OM (fase pascakonstruksi).

4.2.2 4.2.3

4.3

4.3.1 4.3.1.1

4.3.1.2

12

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Penyampaian surat oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum ke masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengusulkan nama calon fasilitator dalam rangka pemilihan tenaga fasilitator lapangan sesuai kriteria, yang terdiri dari 1 (satu) orang fasilitator teknis dan 1 (satu) orang fasilitator pemberdayaan masyarakat untuk masing-masing rencana lokasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). 2. Penyampaian nama calon fasilitator oleh Bupati/Walikota ke Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum untuk mengikuti pelatihan. 3. Pelatihan tenaga fasilitator lapangan diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. Materi pelatihan TFL disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab yang ada, antara lain: 1. Prinsip-prinsip dasar Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); 2. Tahap-tahap pelaksanaan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) secara umum; 3. Prinsip dan metode seleksi masyarakat Longlist dan shortlist kampung Rapid Participatory Assessment (RPA) Community self selection stakeholders meeting 4. Penyusunan rencana kerja masyarakat (RKM) Penentuan calon penerima manfaat/pengguna sarana Pemetaan rumah dan infrastruktur sanitasi kampung Pemilihan sarana teknologi sanitasi Kontribusi masyarakat Lembaga Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di tingkat masyarakat Penyusunan buku RKM dan Legalisasi RKM 5. Penyusunan Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) sarana teknologi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dan penyusunan Rencana Anggaran Biaya untuk persiapan fase pelaksanaan konstruksi berdasarkan sarana dan teknologi yang dipilih oleh masyarakat. 6. Capacity Building (pelatihan-pelatihan dalam Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)) Pelatihan KSM Pelatihan Mandor/Tukang Pelatihan Operator dan Pengguna 7. Evaluasi dan Support untuk operasi dan pemeliharaan Support OP pascakonstruksi Kampanye kesehatan bagi para pengguna Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Pengukuran dampak program (pengukuran dampak kesehatan dan pengukuran kualitas air di sekitar sarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)). 4.3.1.3 Tugas dan Tanggung Jawab TFL Setiap TFL (Dinas & Masyarakat) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Tahap Seleksi Masyarakat a. TFL Pemda Mengadakan rapat koordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan daftar kampung dari dinasdinas bersangkutan; Menyiapkan daftar longlist kampung padat/kumuh/miskin sesuai form dan membuat laporan kepada Kepala Dinas; Melakukan pengecekan lapangan sesuai persyaratan teknis minimal bersama TFL-masyarakat dan pendamping/Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi; Mengisi form shortlist kampung berdasarkan hasil pengecekan lapangan dan minta pengesahan dari Kepala Dinas; 13

Mengundang stakeholder masyarakat (dalam shortlist) untuk menyelenggarakan pertemuan/ sosialisasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); Melakukan RPA (Rapid Participatory Appraisal atau penilaian cepat secara partisipatif) di kampung yang mengirim undangan dan memfasilitasi community self-selection stakeholders meeting atau pertemuan masyarakat untuk seleksi sendiri bersama dengan tim TFL pendamping; Membuat Berita Acara seleksi kampung serta menyusun laporan berkala ke dinas penanggung jawab kabupaten/kota serta Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi. b. TFL Masyarakat Membantu TFL Pemda menyiapkan daftar longlist kampung; Mengkomunikasikan kepada Pendamping dan Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi; Melakukan pengecekan lapangan sesuai persyaratan teknis minimal bersama TFL Pemda; Mengisi form shortlist kampung berdasarkan hasil pengecekan lapangan bersama TFL Pemda; Membantu TFL Pemda untuk mengundang stakeholder masyarakat (dalam shortlist) untuk sosialisasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); Menindaklanjuti penjelasan kepada masyarakat (jika ada permintaan) bersama TFL Pemda; Melakukan RPA di kampung yang mengirim undangan dan memfasilitasi community self-selection stakeholders meeting bersama dengan tim pendamping; Membuat Berita Acara seleksi kampung. 2. Tahap Penyusunan Rencana Kerja Masyarakat (RKM) a. TFL Pemda Melakukan pertemuan awal dengan masyarakat (bersama TFL-masyarakat); Mengkomunikasikan kepada Pimpinan Kegiatan/Kepala Dinas tentang jadwal dan agenda pertemuan untuk penyusunan RKM; Memfasilitasi pertemuan masyarakat (bersama dengan TFL-masyarakat)untuk penentuan calon penerima manfaat program, pemilihan sarana teknologi sanitasi, pembentukan dan pengesahan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), penyusunan rencana kontribusi, dan kegiatan lain sampai tersusunnya RKM; Membantu masyarakat melakukan survey harga-harga material yang dibutuhkan; Membuat dokumen RKM dan meminta pengesahan/legalisasi RKM kepada semua stakeholder (bersama TFL-masyarakat); Mengadakan pertemuan koordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk melaporkan perkembangan kegiatan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan dan menyusun laporan secara berkala ke dinas penanggung jawab di Kabupaten/Kota dan Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi. b. TFL Masyarakat Melakukan pertemuan awal dengan masyarakat (bersama TFL Pemda); Mengkomunikasikan kepada pendamping/Satker Pengembangan Kinerja Pengelolaan PLP Provinsi tentang jadwal dan agenda pertemuan untuk penyusunan RKM; Memfasilitasi pertemuan masyarakat (bersama dengan TFL Pemda) untuk penentuan calon penerima manfaat program, pemilihan sarana teknologi sanitasi, pembentukan dan pengesahan KSM/Kelompok Swadaya Masyarakat, penyusunan rencana kontribusi, dan kegiatan lain sampai tersusunnya RKM; Membantu masyarakat melakukan survey harga-harga material yang dibutuhkan; Membuat dokumen RKM dan meminta pengesahan/legalisasi RKM kepada semua stakeholder (bersama TFL Pemda); Membantu TFL Pemda untuk mengadakan pertemuan koordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk melaporkan perkembangan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan. 14

3. Tahap Konstruksi dan Capacity Building a. TFL Pemda Melakukan persiapan (survey dan pengukuran) dengan masyakarat untuk pembangunan sarana (bersama dengan TFL-Masyarakat); Menyelenggarakan pelatihan KSM, Mandor/pengawas dan Tukang sesuai perencanaan (bersama dengan TFL- Masyarakat); Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak, tenaga kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb; Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama dengan TFL- Masyarakat); Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya untuk pelaporan; Ikut memberikan persetujuan keluar-masuknya material sesuai kualitas yang dipersyaratkan; Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik; Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama TFL- Masyarakat); Membuat Berita Acara pengecekan final teknis, kelembagaan, dan keuangan Melaporkan seluruh perkembangan kegiatan dan kemajuan pekerjaan kepada Pimpinan Kegiatan/Kepala Dinas. b. TFL-Masyarakat Melakukan persiapan (survey dan pengukuran) dengan masyakarat untuk pembangunan sarana (bersama dengan TFL Pemda); Menyelenggarakan pelatihan KSM, Mandor/pengawas dan Tukang sesuai perencanaan (bersama dengan TFL Pemda); Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak, tenaga kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb; Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama dengan TFL Pemda); Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya untuk pelaporan; Ikut memberikan persetujuan keluar-masuknya material sesuai kualitas yang dipersyaratkan; Membantu TFL Pemda dalam menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik; Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama TFL Pemda); Membuat Berita Acara pengecekan final teknis, kelembagaan, dan keuangan Melaporkan seluruh perkembangan kegiatan dan kemajuan pekerjaan kepada Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi . 4. Tahap Evaluasi dan Support Operasional dan Pemeliharaan a. TFL Pemda Menyelenggarakan pelatihan bagi operator dan pengguna (bersama dengan TFL- Masyarakat); Menyelenggarakan evaluasi kegiatan bersama dengan dinas-dinas terkait; Memberikan pedoman monitoring kualitas air dan hasil survei Indeks Status Perilaku Kesehatan kepada dinas terkait; Menyelenggarakan kegiatan evaluasi partisipatif bersama masyarakat (TFL- Masyarakat); Membantu persiapan peresmian sarana; Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik; Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja; Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan. b. TFL-Masyarakat Menyelenggarakan pelatihan bagi operator dan pengguna (bersama dengan TFL Pemda); Membantu masyarakat melakukan persiapan peresmian sarana; Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak, tenaga kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb; 15

Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama TFL Pemda); Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya untuk pelaporan; Menyelenggarakan kegiatan evaluasi partisipatif bersama masyarakat (TFL Pemda); Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik; Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama dengan TFL Pemda); Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan. 4.3.2 Seleksi Lokasi 1. Seleksi Lokasi dimulai dengan Pemerintah Kota/Kabupaten menetapkan calon lokasi penerima Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dalam bentuk daftar-panjang permukiman/kampung/kelurahan. 2. Penetapan daftar-panjang (minimal 5 lokasi) didasarkan pada wilayah yang merupakan urutan prioritas Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, Pengembangan pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle) berbasis masyarakat, Pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat. Oleh karena itu perlu disusun pemetaan prasarana dan sarana sanitasi lingkungan sehingga penanganan sanitasi lingkungan akan lebih tepat sasaran dan skala prioritas. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota bersama dengan fasilitator pendamping akan menyusun daftar-pendek sesuai persyaratan teknis minimal yang ditetapkan dan melalui pengecekan lapangan. 4. Penentuan lokasi terpilih dilakukan dengan metode seleksi-sendiri atau oleh perwakilan masyarakat dengan sistem kompetisi terbuka. Syarat Lokasi 1. Kawasan permukiman padat, kumuh dan rawan sanitasi yang terdaftar dalam administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota, atau kawasan pasar dan permukiman sekitarnya (permukiman atau pasar legal sesuai peruntukannya dalam RTRW Kabupaten/Kota) 2. Memiliki permasalahan sanitasi yang mendesak untuk segera ditangani seperti pencemaran limbah, banyaknya sampah tidak terangkut atau terjadinya genangan. 3. Tersedia lahan yang cukup; 100 m2 untuk 1 (satu) unit bangunan Instalasi Pengolah Air Limbah/IPAL, 150 m2 untuk 1 (satu) MCK Plus++, atau 200 m2 untuk pengolahan sampah pola 3R dan kolam yang sebaiknya cukup menampung 150 m3/ha kawasan permukiman untuk drainase mandiri 4. Tersedia sumber air (PDAM/sumur/mata air/air tanah). 5. Adanya saluran/sungai/badan air untuk menampung efluen pengolahan air limbah dan drainase mandiri. 6. Masyarakat yang bersangkutan menyatakan tertarik dan bersedia untuk berpartisipasi melalui kontribusi, baik dalam bentuk uang, barang maupun tenaga. Daftar Panjang Lokasi Daftar panjang merupakan data sekunder calon lokasi yang diusulkan oleh pemerintah daerah kota/ kabupaten pada saat MoU, dengan ketentuan memiliki kriteria kelayakan sebagai berikut: a. Kriteria Umum: 1. Lokasi yang berada di kawasan permukiman perkotaan 2. Lokasi yang rawan sanitasi b. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan air limbah skala kawasan: 1. Kepadatan > 700 jiwa/Km2 (Wilayah Jawa & Bali); 2. Kumuh secara fisik; 3. Lingkungan masyarakat berpendapatan rendah (kumuh miskin, bukan kumuh kaya); 4. Memiliki masalah kesehatan/kasus diare kejadian luar biasa; 5. Terdapat masalah fisik sanitasi; 6. Selalu masuk di semua program penataan kampung kumuh/penataan kawasan di semua dinas. c. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan persampahan skala kawasan: 1. Batasan administrasi lahan TPST dalam batas administrasi yang sama dengan area pelayanan

4.3.3

4.3.4

16

pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat. 2. Status kepemilikan lahan milik pemerintah atau lainnya dengan surat pernyataan bersedia digunakan untuk prasarana dan sarana pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat. 3. Ukuran lahan minimal 200 m2 4. Mempunyai program lingkungan berbasis masyarakat. 5. Masalah sampah sudah mulai mengganggu masyarakat d. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan drainase mandiri berwawasan lingkungan berbasis masyarakat: 1. Lokasi berada di kawasan permukiman perkotaan 2. Lokasi merupakan kawasan rawan genangan 3. Pembuatan Kolam Retensi dan Sistem Polder disusun dengan memperhatikan faktor sosial ekonomi antara lain perkembangan kota dan rencana prasarana dan sarana kota serta dilaksanakan berdasarkan prioritas zona yang telah ditentukan dalam Rencana Induk Sistem Drainase. 4. Kelayakan pelaksanaan Kolam Retensi dan Sistem Polder harus berdasarkan tiga faktor antara lain: biaya konstruksi, biaya operasi dan biaya pemeliharaan. 5. Ketersediaan dan tata guna lahan Daftar panjang tersebut bertujuan untuk mempermudah TFL dalam menentukan lingkup lokasi, survey, identifikasi lokasi dan sosialisasi awal, sehingga efektifitas dan target sasaran dapat tercapai. Sebaiknya data sekunder calon lokasi sejumlah minimal 5 (lima) kampung lokasi kumuh/miskin/padat penduduk perkotaan. 4.3.5 Daftar Pendek Lokasi Daftar Pendek merupakan data primer yang ditentukan berdasarkan hasil survai dan identifikasi daftar panjang (longlist) yang dilakukan oleh TFL dan dinas penanggung jawab kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) berdasarkan kriteria kelayakan maksimal. Tujuan penyusunan daftar pendek adalah mempermudah dan mengefektifkan sosialisasi stakeholder kampung dan seleksi kampung sasaran program. Syarat kriteria kelayakan lokasi sasaran kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM): a. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan air limbah skala kawasan: 1. Terdaftar dalam administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota (Legal/proses legal) & cakupan 50-100 KK RT/RW/Lingkungan/Kampung; 2. Memiliki masalah fisik sanitasi yang sama (tidak terpengaruh batas RT/RW); 3. Tersedia lahan: 4. Luas min. 100 m2 (Simplified Sewerage System (SSS) atau komunal) dan min. 150 m2 (untuk Community Sanitation Center (CSC) atau MCK Plus++) 5. Jarak dengan jalan besar 100 m. 6. Tersedia sumber air (PDAM, sumur gali, mata air), dan saluran untuk pembuangan air limbah (saluran drainase/riol kota/sungai). 7. Bersedia untuk berkontribusi (in cash + in kind). 8. Tertarik untuk mengimplementasikan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). b. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan persampahan skala kawasan: 1) Kriteria Fisik lingkungan: 1. Permukaan air tanah di TPST >10 m 2. Lahan yang diusulkan memang telah di manfaatkan/ difungsikan sebagai lokasi TPS Sampah. 3. Berada didalam area yang memang direncanakan diperuntukkan sebagai lokasi TPS Sampah atau Rencana pemanfaatan rendah untuk fasilitas umum/taman. 4. Bebas banjir. 5. Berada di lahan datar. 6. Jalan keluar/masuk menuju dan dari TPST datar dengan kondisi baik dan lebar jalan yang cukup untuk mobilisasi keluar/masuk motor/gerobak sampah. 7. Jarak lokasi ke permukiman lebih dari 200 m dari permukiman. 8. Terletak 500 m dari jalan raya 17

9. Berdampak minimal terhadap tata guna lahan. 10. Terdapat zona penyangga dan kegiatan operasionalnya tidak terlihat dari luar. 2) Kriteria Sosial Ekonomi 1. Cakupan pelayanan mendekati 600 KK. 2. Ada tokoh masyarakat yang disegani dan mempunyai wawasan lingkungan yang kuat. 3. Penerimaan masyarakat untuk melaksanakan program 3R merupakan kesadaran masyarakat secara spontan. 4. Masyarakat bersedia membayar retribusi pengolahan sampah. 5. Sudah memiliki kelompok aktif di masyarakat seperti PKK, Forum-forum kepedulian terhadap lingkungan, karang taruna, remaja mesjid, klub jantung sehat, club manula, pengelola kebersihan/sampah, dll c. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan drainase berwawasan lingkungan berbasis masyarakat: 1. Daerah genangan dan parameter genangan yang meliputi luas genangan, tinggi genangan, lamanya genangan dan frekuensi genangan; 2. Elevasi muka air di muara saluran lebih tinggi dari elevasi muka tanah di daerah genangan; 3. Lokasi Kolam Retensi yang akan dijadikan tempat penampungan kelebihan air permukaan dan perkirakan batas luas Kolam Retensi tersebut; 4. Daerah pengaliran saluran primer (DPSAL) yang mengalir ke Kolam Retensi melalui peta topografi. 5. Adanya sistem, arah aliran dan outlet 6. Muka air di kolam retensi/kolam polder direncanakan dari dasar muka tanah terendah di daerah perencanaan dan ditarik dengan lamanya tertentu sesuai dengan kemiringan lahan. 7. Adanya badan air/sungai berada dekat lokasi kegiatan 8. Masyarakat bersedia mengoperasikan dan memelihara sistem sendiri serta bersedia membentuk kelompok pengurus O/P Pemilihan maksimal 3 (tiga) kampung yang masuk dalam Daftar Pendek (shortlist) yang dilakukan oleh TFL (Pemda dan Masyarakat) dan disahkan oleh Kepala Dinas penanggung jawab. 4.3.6 Sosialisasi Kampung Presentasi atau sosialisasi kampung dilaksanakan oleh dinas penanggung jawab kegiatan kota/ kabupaten bersama dengan TFL dan bertempat di dinas penanggung jawab kegiatan. Undangan terdiri dari 3-5 orang wakil dari masing-masing stakeholder kampung yang masuk dalam shortlist (telah memenuhi syarat kelayakan). Materi presentasi/sosialisasi berupa penjelasan tentang kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) oleh Dinas penanggung jawab dan TFL. Sosialisasi kampung merupakan syarat mengikuti seleksi kampung, dengan hasil yang diharapkan antara lain: Adanya surat undangan dari stakeholder kampung kepada TFL dan dinas penanggung jawab kegiatan untuk melakukan presentasi kepada stakeholder kampung yang berminat di balai pertemuan Kampung/ Lingkungan/RT/RW. Adanya surat undangan dari masyarakat untuk melakukan survai cepat partisipatif (Rapid Paticipatory Assessment/ RPA). Seleksi Kampung Kegiatan seleksi kampung dilakukan dengan metode Rapid Participatory Assessment (RPA) dan Community Self Selection Stakeholders Meeting. Rapid Participatory Assessment (RPA) Rapid Participatory Assessment (RPA) merupakan metode yang digunakan untuk melakukan pemetaan kondisi sanitasi masyarakat, masalah yang mereka hadapi, serta kebutuhan untuk memecahkan masalah sanitasi secara cepat dan dilakukan secara partisipatif, atau bersama-sama masyarakat.

4.3.7

4.3.7.1

18

Alasan penggunaan metode ini adalah : 1. Memposisikan masyarakat sebagai subyek; 2. Memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan keinginannya; 3. Sebagai salah satu media pemberdayaan masyarakat pada tingkat bawah (grass root level). Dalam tahap implementasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), RPA dilakukan setelah kegiatan Presentasi Konsep Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) kepada stakeholder masyarakat. RPA akan dilakukan hanya jika ada undangan atau permintaan dari masyarakat setelah mereka memahami konsep kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) melalui presentasi. Hal ini sesuai dengan pendekatan Demand Responsive Approach (DRA), dimana undangan/permintaan menjadi salah satu indikator kebutuhan untuk memecahkan masalah sanitasi yang mereka hadapi. Hasil RPA ini akan dipresentasikan pada sesi Seleksi Lokasi Sendiri oleh masyarakat bersama-sama dengan hasil RPA dari kampung lain dalam 1 (satu) kabupaten/kota. Sesi ini dinamakan Self-Selection Stakeholders Meeting, yang bertujuan untuk menentukan lokasi masyarakat yang paling siap untuk implementasi Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Tujuan RPA Secara umum, tujuan RPA adalah teridentifikasinya masalah sanitasi dan keinginan masyarakat untuk memecahkannya atas dasar kemampuan sendiri yang dilakukan secara partisipatif, sistematis, dan cepat. Tujuan akhirnya adalah terseleksinya masyarakat yang paling siap untuk implementasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Untuk menilai kesiapan masyarakat akan diukur dengan 5 (lima) variabel, yaitu : 1. Pengalaman membangun infrastruktur kampung; 2. Kesiapan masyarakat untuk berkontribusi; 3. Kelayakan teknis untuk infrastruktur Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); 4. Kesiapan lembaga setempat untuk mengelola sarana; 5. Prioritas perbaikan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Tabel 4.1. Jenis Informasi dan Alat RPA yang digunakan No Jenis Informasi 1 2 3 4 5 Pengalaman membangun infrastruktur kampung Kesiapan masyarakat untuk berkontribusi Kelayakan teknis untuk infrastruktur sanitasi Kesiapan lembaga setempat untuk mengelola Prioritas perbaikan sanitasi

RPA Tools Timeline Ladder1 Transect Walk Venn Diagram Problem Tree

19

Pemetaan Sanitasi Kampung Diagram Venn Timeline Transect Walk Ladder-1

Problem Tree Community Self-selection Stakeholder Meeting Gambar 4.2. Skema dan Prosedur Implementasi Partisipan RPA Partisipan RPA terdiri dari maksimum 20 orang berasal dari berbagai komponen masyarakat yang ada di kampung yang bersangkutan, yaitu perempuan, laki-laki, kaya-miskin, dan tokoh formal maupun informal. Prinsipnya semakin banyak komponen masyarakat yang terlibat dalam proses pelaksanaan RPA ini adalah semakin baik. Sebelum RPA dimulai, komponen masyarakat yang perlu terlibat dalam RPA harus dibicarakan secara jelas dengan ketua RT/RW setempat. Fasilitator (TFL) sangat berperan penting dalam RPA karena bertanggung jawab atas proses dan hasil RPA sesuai dengan rencana. TFL bertugas memberikan tongkat komando kepada masyarakat ketika mereka sudah siap dan memahami tujuan dan cara kerjanya. Penetapan Skor dan Pembobotan (Nilai) Dalam RPA, setiap indikator dalam variabel akan diberi skor. Kemudian skor tersebut akan dikonversikan ke dalam nilai. Skor berkisar antara 0, 1, 2, 3, dan 4; sedangkan Nilai berkisar antara 0, 25, 50, 75, dan 100. Nilai tersebut merupakan kuantifikasi dari setiap pernyataan yang bersifat kualitatif. Penetapan skor dan pembobotan (nilai) ini penting dalam rangka penyederhanaan dalam memberikan penilaian tentang kondisi masyarakat secara obyektif. Skor ini sangat penting gunanya dalam Self-selection Stakeholder Meeting, dimana penentuan kampung yang lolos seleksi didasarkan pada total skor yang dimiliki oleh masing-masing kampung. Logikanya : semakin miskin kondisi kampung dan semakin besar tingkat keswadayaan masyarakat, maka semakin tinggi skornya, dan begitu pula sebaliknya. Maka, kampung yang mengumpulkan skor nilai tertinggi yang dianggap paling siap untuk implementasi Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Penentuan Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan RPA perlu disepakati bersama antara tim fasilitator dengan masyarakat (misalnya ketua RT/RW dan tokoh masyarakat) agar proses pelaksanaan dapat berjalan lancar, dan minimal 1 minggu sebelumnya. Waktu yang dibutuhkan untuk implementasi RPA adalah 390 menit (6,5 jam). Jika ditambah untuk introduksi, ice breaking, pembagian kelompok, dan penutupan maksimal 90 menit (1,5 jam). Maka, total waktu yang dibutuhkan adalah 480 menit (8 jam) atau 1 hari efektif. Tempat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan RPA adalah tempat pertemuan besar (untuk pertemuan awal/introduksi dan pertemuan akhir/presentasi hasil) dan tempat pertemuan kecil (untuk penerapan teknik20

teknik RPA). Tempat pertemuan ini diusahakan di tempat yang luas dan mudah dijangkau/diakses oleh masyarakat. Alat dan Bahan yang perlu disiapkan Alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan RPA terdiri dari : Kertas lebar (plano), Kain lebar, Spidol besar aneka warna, Spidol kecil aneka warna, Lem/perekat, Selotip, Gunting, Alat tulis, Bahan-bahan lokal seperti bijibijian atau kacang-kacangan, Lampu (jika ada kegiatan di malam hari). Akan sangat baik jika ada rekaman video/kamera yang dapat dipergunakan untuk melengkapi laporan. 4.3.7.2 Peta Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Pemetaan kampung adalah salah satu teknik PRA (participatory rural appraisal) untuk memfasilitasi masyarakat dalam mengungkapkan keadaan wilayah di kampung mereka beserta lingkungannya. Hasil yang diharapkan adalah peta atau sketsa keadaan sumber daya umum kampung atau peta dengan topik tertentu (peta sanitasi). Media pemetaan dapat dilakukan di atas tanah, papan tulis atau di atas kertas. Metode penyusunan peta kampung umumnya menggunakan simbol-simbol dan peralatan yang sederhana seperti tongkat, batu-batuan, daun-daunan dan biji-bijian. Untuk menggambar di atas media tanah, yang perlu diperhatikan adalah proporsi luas lahan yang akan digunakan sehingga banyak orang/masyarakat yang dapat terlibat. Jika digambar di tanah, hasilnya harus digambar kembali di atas kertas agar hasilnya tidak hilang. Untuk itu lebih efektif dan efisien penggambaran peta sanitasi langsung di atas kertas besar/ plano. Tabel 4.2. Contoh Timeline No Proyek Pembangunan

Tahun

Pendanaan

Informasi yang diharapkan dari kegiatan timeline adalah: 1. Sejarah terbentuknya pembangunan bersangkutan, asal-usul perintis pembangunan, perkembangan yang terjadi dan siapa yang terlayani. 2. Terjadinya wabah penyakit (malaria, muntaber, DB, dsb) 3. Sejarah organisasi kelurahan dan sistem pengorganisasian pada saat melaksanakan pembangunan. Indikator dan Variabel penilaian TIMELINE Tabel 4.3. CS1.1 Pengalaman Membangun Prasarana* secara Gotong-Royong Pilihan Tidak ada pengalaman/belum pernah dilakukan Pernah dilakukan, berbentuk hibah/ bantuan dari luar Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi in-kind (tenaga+material) Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi uang dan in-kind (tenaga+material) Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi uang dan in-kind (tenaga+material), panitia pembangunan dan pengelola yang dibentuk masih ada sampai sekarang Skor 0 1 2 3 4 Konversi ke 0 25 50 75 100

Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)

21

4.3.7.3

Ladder-1 (Kesediaan Berkontribusi) Ladder-1 bertujuan untuk mengenali dan mengkaji manfaat dan nilai guna iuran yang dirasakan oleh masyarakat dalam kegiatan pembangunan sarana sanitasi kampung; serta digunakan untuk menilai kesiapan masyarakat berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur sanitasi. Proses Ladder-1 adalah : 1. Kegiatan dilakukan secara terpisah antara masyarakat laki-laki dan perempuan, dan antar masyarakat kaya dan miskin (jika memungkinkan); 2. TFL menjelaskan tujuan, maksud, dan cara penerapan teknik ini; 3. Mulai berdiskusi mengenai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat terhadap sarana sanitasi yang ada saat ini, kemudian ditulis pada kertas flip chart (satu kartu satu manfaat) dengan tulisan, simbol, atau gambar; 4. TFL memfasilitasi dan mengarahkan peserta untuk memberikan penilaian atas manfaat yang dapat dirasakan dibandingkan dengan besarnya iuran yang telah mereka berikan terhadap pembangunan sarana sanitasi; 5. Gunakan biji-bijian untuk menghitung skor; 6. Skor untuk nilai manfaat dan nilai iuran dijumlahkan dan diisikan ke kolom total, lalu dibuat rata-ratanya; 7. Berdasarkan hasil analisis ini, TFL mengajak peserta untuk menilai kesanggupan mereka untuk berkontribusi terhadap pembangunan/perbaikan sarana sanitasi yang akan dilakukan dengan cara memilih kartu-kartu yang didalamnya sudah ada nilai yang disediakan oleh TFL; 8. Kartu yang dipilih adalah nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang nanti akan dijumlahkan dengan skor yang lain pada sesi Community Self-selection Stakeholders Meeting. Tabel 4.4. Contoh Ladder 1* No Proyek Pembangunan Sarana Sanitasi 1 dst Total Skor = Rata-rata = Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan) Informasi yang diharapkan dari kegiatan ladder-1 adalah : 1. Pandangan kelompok mengenai keberadaan setiap jenis manfaat yang dialami oleh mereka. 2. Urutan manfaat-manfaat dengan memperhatikan kesesuaian kontribusi (dalam bentuk uang, waktu, tenaga, harta benda, atau bentuk lainnya). 3. Manfaat-manfaat yang memperhatikan isu gender dan pelaksanaan pembagiannya. Indikator dan Variabel penilaian Ladder 1* Tabel 4.5. CS2.1 Kesediaan Masyarakat Untuk Mengeluarkan Biaya Pilihan Tidak bersedia memberikan kontribusi Bersedia memberikan kontribusi hanya untuk biaya pembanguan toilet Bersedia memberikan kontribusi untuk pembangunan prasarana & sarana serta biaya pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya Skor 0 1 2 Konversi ke 0 25 50 Manfaat (1-10) Biaya dibayarkan (1-10)

22

Pilihan

Skor

Konversi ke

Bersedia memberikan kontribusi untuk biaya pembangunan toilet, biaya 3 75 pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya, & sebagian dari biaya pembangunan komponen lainnya Bersedia memberikan kontribusi untuk biaya pembangunan prasarana 4 100 & sarana, biaya pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya, dan seluruh dari biaya pembangunan komponen lainnya Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan) 4.3.7.4 Transect Walk (Kesiapan Teknis) Transect walk bertujuan untuk (1) mengenali dan mengkaji kondisi sarana sanitasi kampung yang sudah ada, (2) menilai tingkat kepuasan masyarakat terhadap fasilitas sanitasi yang ada, dan (3) menilai tingkat kelayakan teknis sebagai prasyarat pembangunan infrastruktur sanitasi yang direncanakan dengan cara melakukan observasi langsung oleh TFL bersama-sama dengan masyarakat. Tugas TFL dan masyarakat di kegiatan transect walk adalah : 1. Menentukan, mengobservasi serta melakukan diskusi dengan masyarakat, antara lain : Lokasi yang dicalonkan masyarakat untuk bangunan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); Sarana sanitasi yang digunakan masyarakat saat ini : jamban, sungai, kolam, dsb; Pola penggunaan sarana sanitasi; Ketersediaan lahan; Muka air tanah; Material lokal; Saluran drainase. (contoh cek list teknis dapat dilihat pada lampiran) 2. Mencatat semua sanitasi yang dibangun oleh proyek sebelumnya atau oleh pribadi. Secara acak pilihlah titik dengan proporsional (10% dari total) dari masing-masing kategori. 3. Melakukan observasi dan pencatatan kualitas konstruksi dengan menggunakan format observasi jamban/sanitasi, kemudian mendiskusikan dengan masyarakat yang ada di sekitar lokasi sarana sanitasi/jamban tentang pemeliharaan (keberadaan dan keteraturannya), lingkup dan pemakaian, serta konflik kepentingannya. Kemudian catat hasil temuannya. Untuk lokasi yang pernah mendapat proyek jamban/sarana sanitasi, perlu dipilih secara acak jamban/sarana sanitasi yang dibangun sebelum, selama, dan setelah intervensi proyek dengan cara menjumlahkan semua jamban/sarana sanitasi pada ketiga kategori tersebut dan digambarkan persentase perbandingan masing-masing kategori. Penilaian menggunakan checklist terhadap kualitas konstruksi, operasi, dan pemeliharaan serta menggunakan jamban keluarga. 4. Menilai kepuasan layanan yang diterima (demand responsiveness), dengan menggunakan skala penilaian dari setiap rumah tangga yang dikunjungi selama transect. Masyarakat dapat membantu memilih aspek penilaian kepuasan layanan. 5. Menilai kepuasan penggunaan sarana meliputi tingkat akses layanan, desain, penggunaan untuk anak-anak, kualitas konstruksi, kemudahan penggunaan dan pemeliharaan, nilai manfaat yang dirasakan dari kontribusi untuk memperoleh layanan tersebut, laporan mengenai layanan kepada pengguna dengan catatan terpisah untuk pria dan wanita.

23

Indikator dan Variabel penilaian Transect Walk Tabel 4.6. CS3.1 Kondisi Drainase Pilihan Tidak ada saluran drainase Ada saluran drainase tetapi sudah rusak Ada saluran drainase tetapi mampet Ada saluran drainase tetapi air mengalir lambat Ada saluran drainase yang mengalir lancar Tabel 4.7. CS3.2 Toilet/Jamban Pilihan Ada jamban lengkap dengan Tangki Septik di masing-masing rumah Ada MCK yang berfungsi, digunakan sebagian kecil penduduk. ATAU. Setengah dari keseluruhan rumah telah mempunyai jamban + tangki septik sendiri Ada MCK yang berfungsi, digunakan sebagian besar penduduk. ATAU. Hanya sebagian kecil Rumah yang mempunyai jamban + tangki septik sendiri Sebagian kecil penduduk buang air besar di tempat terbuka/sungai. ATAU. Sebagian kecil Jamban disalurkan langsung ke sungai. Sebagian besar penduduk buang air besar di tempat terbuka/sungai. ATAU. Sebagian besar Jamban disalurkan langsung ke sungai. Tabel 4.8. CS3.3 Ketersediaan Air Pilihan Air tidak mencukupi meskipun untuk minum Air hanya mencukupi untuk minum Air hanya mencukupi untuk minum, masak, & mencuci Air hanya mencukupi untuk minum, masak, mencuci & mandi Air mencukupi untuk semua kebutuhan Tabel 4.9. CS3.4 Ketersediaan Lahan Kondisi Tidak tersedia lahan milik perorangan/negara di dalam atau dekat kampung Ada lahan milik perorangan (100-200 m2) di dekat kampung Ada lahan milik negara (100-200 m2) di dekat kampung Tersedia lahan milik perorangan (100-200 m2) di dalam kampung Tersedia lahan milik negara (100-200 m2) di dalam kampung Skor 0 1 2 3 4 Konversi ke 0 25 50 75 100 Skor 0 1 2 3 4 Konversi ke 0 25 50 75 100 Skor 0 1 2 3 4 Konversi ke 0 25 50 75 100 Skor 0 1 2 3 4 Konversi ke 0 25 50 75 100

24

4.3.7.5

Venn Diagram Venn diagram bertujuan untuk mengenali dan mengkaji keberadaan lembaga lokal yang ada dalam masyarakat, manfaat dan tingkat kedekatan hubungannya dengan masyarakat. Secara khusus dapat digunakan pula untuk menilai tingkat kesiapan masyarakat untuk mengelola sanitasi secara kelembagaan lokal. Venn diagram dilaksanakan masyarakat dengan difasilitasi TFL. Langkah-langkah kegiatan venn diagram sebagai berikut : 1. Meminta warga menuliskan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di kampung mereka; 2. Diskusikan dan urutkan organisasi atau lembaga yang ada berdasarkan nilai pentingnya dalam metaplan berbeda ukuran (makin penting, ukuran kertas makin besar); 3. Diskusikan dan urutkan organisasi atau lembaga yang ada menurut kedekatannya dengan warga; 4. Buat Lingkaran atau orbit sesuai banyaknya organisasi atau lembaga; 5. Tempatkan organisasi terdekat di lingkaran pertama dan seterusnya. Tabel 4.10. Contoh Venn Diagram Organisasi/ Lembaga A B C D

Tingkat kedekatan dengan masyarakat 3 1 4 2

C
1

3 2

MASYARAKAT

Gambar 4.3. Contoh Venn Diagram Indikator dan Variabel penilaian Venn Diagram Tabel 4.11. CS4.1 Ketersediaan Lembaga-Lembaga Setempat* Pilihan Tidak ada lembaga lokal yang sangat penting atau bermanfaat bagi sebagian besar warga Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar warga, tapi tidak dekat dengan masyarakat (jarang berinteraksi dengan masyarakat) Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, namun tidak memperoleh pengakuan resmi dari pemerintah

Skor 0 1 2

Konversi ke 0 25 50

25

Pilihan Skor Konversi ke Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 3 75 warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, dan memperoleh pengakuan resmi dari pemerintah Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 4 100 warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, memperoleh pengakuan resmi dari pemerintah, dan memiliki akses keuangan (memiliki rekening bank, memanfaatkan layanan pembukuan) Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan) 4.3.7.6 Problem Tree (Rencana Perbaikan Sanitasi) Kegiatan problem tree bertujuan untuk mengkaji dan mengenali masalah-masalah sanitasi yang ada di masyarakat dan hubungan sebab-akibat yang timbul dalam masalah sanitasi yang mereka hadapi; menentukan masalah-masalah inti sanitasi (sanitation core problems); serta mengkaji ide/gagasan/rencana masyarakat untuk memecahkan masalah sanitasi yang mereka hadapi. Problem tree dilaksanakan oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh TFL. Langkah-langkah problem tree sebagai berikut : 1. Jelaskan maksud, tujuan, dan proses kajian masalah sanitasi; 2. Tulis masalah secara singkat, padat dan jelas sesuai pandangan/perasaan masyarakat pada kartu-kartu dan tempelkan pada papan; 3. Mintalah kepada masyarakat untuk menentukan masalah inti; 4. Teliti kartu-kartu lainnya yang menyebabkan terjadinya masalah inti tersebut dan letakkan kartu-kartu tersebut di bawah masalah inti; 5. Minta warga menulis di kartu lain hal-hal yang menjadi akibat dari masalah inti tersebut, lalu letakkan kartukartu tersebut di atas masalah inti; 6. Lakukan analisis hubungan sebab-akibat dengan cara memberi tanda panah antara kartu satu dengan kartu lain dan tetap mengacu pada core problemnya; 7. Periksalah diagram secara keseluruhan, dan apabila diperlukan, perbaikilah untuk menjamin keabsahan dan kelengkapan analisis permasalahan sanitasi. 8. Tanyakan kepada mereka tentang ide/gagasan/rencana/action plan perbaikan sanitasi, lalu tulislah di kertas lain. AKIBAT MASALAH SANITASI 1 AKIBAT MASALAH SANITASI 2 AKIBAT MASALAH SANITASI 3 PENYEBAB MASALAH SANITASI 1 PENYEBAB MASALAH SANITASI 2 dst dst

Gambar 4.4. Contoh Rencana Perbaikan Sanitasi

26

Indikator dan Variabel penilaian problem tree Tabel 4.12 CS5.1 Rencana Perbaikan Sanitasi* Pilihan Sanitasi tidak muncul dalam analisis masyarakat Sanitasi muncul tapi tidak dibahas lebih lanjut dalam analisis Sanitasi dan beberapa pilihan pemecahannya dibahas dalam analisis Sanitasi dan pilihan pemecahannya dibahas, tetapi tidak ada rencana kerja khusus. Sanitasi dan pilihan pemecahannya dibahas, dan rencana kerja khusus telah disusun oleh masyarakat

Skor 0 1 2 3 4

Konversi ke 0 25 50 75 100

Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)

Kabupaten/Kot a terseleksi, 7 MoU ditandatangani

1-2 masyarakat terseleksi per Kabupaten/Kota Kabupaten/ Kota terseleksi, 7 MoU ditandatangani Presentasi kepada stakeholder masyarakat terselenggara RPA oleh TFL dan Konsultan terlaksana di maks.3 per Kab/ Pertemuan stakeholder seleksi sendiri masyarakat kota/kab. terlaksana & MoU

TFL terseleksi

Briefing TFL oleh konsultan terlaksana

Gambar 4.4. Overview Pelaksanaan RPA dalam Tahap Implementasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) 4.3.7.7 Community Self Selection Stakeholders Meeting Community self selection stakeholder meeting atau pertemuan perwakilan kampung dalam proses seleksi pemilihan kampung merupakan alat untuk menentukan 1 (atau lebih sesuai kesiapan dana Pemerintah Kabupaten/Kota) lokasi yang paling siap dengan sistem skoring. Kegiatan tersebut diikuti oleh kampung shortlist yang telah melaksanakan RPA dengan difasilitasi oleh TFL. Kegiatan tersebut diawali dengan mengundang masyarakat tiap lokasi/ kampung yang telah melaksanakan RPA, kemudian wakil masyarakat tiap kampung mempresentasikan hasil RPA langkah terakhir dengan difasilitasi oleh TFL dan dilakukan perhitungan hasil skoring tiap kampung secara terbuka seperti Tabel Konsolidasi Skor RPA (terlampir) Berita Acara Seleksi Kampung Penandatanganan berita acara seleksi kampung dilakukan: 1. Memberi tenggat waktu tertentu untuk konfirmasi lahan dan sebagainya kepada pemenang ke-1. 2. Bila pemenang ke-1 bermasalah, beri kesempatan kepada pemenang berikutnya. 27

4.3.7.8

4.3.8

Monitoring Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan penyusunan daftar panjang/long list, Daftar Pendek/short list dan seleksi kampung dilakukan untuk : 1. Memastikan syarat dan ketentuan calon lokasi terseleksi pada tahap awal (tahap daftar panjang dan daftar pendek serta lama waktu proses seleksi) telah sesuai; 2. Memastikan fasilitator pendamping masyarakat memiliki kapasitas, integritas dan sosiometri yang sesuai dengan kriteria; 3. Memastikan proses dan keluaran tahap-tahapan survey cepat (RPA) telah sesuai, terdokumentasikan secara terbuka (transparancy) serta dapat terukur (accountability); 4. Memastikan lokasi terpilih sesuai dengan syarat teknis, lahan/lokasi tidak dalam kondisi konflik serta mendapat persetujuan masyarakat. TAHAPAN PENYUSUNAN RKM Rencana Kegiatan Masyarakat Rencana kegiatan masyarakat (RKM) merupakan bukti dokumen resmi perencanaan perbaikan sanitasi oleh masyarakat, sekaligus sebagai dasar untuk pencairan dana/material dari berbagai stakeholder yang telah memberikan komitmen. RKM Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) hanya akan dilakukan oleh masyarakat yang kampungnya terseleksi sebagai lokasi. Penyusunan RKM dilakukan dengan pendekatan partisipatif, artinya semaksimal mungkin melibatkan masyarakat dalam semua kegiatan yang dilakukan, baik manajemen maupun teknis. Pekerjaan yang membutuhkan keahlian teknis diserahkan kepada tenaga ahli, namun tetap melibatkan masyarakat. RKM ini dibuat dan diajukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang kemudian disetujui oleh semua stakeholder yang terlibat. Dokumen RKM ini berisi mengenai Prasarana dan Sarana Sanitasi Lingkungan Terseleksi, Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), Mekanisme dan Jadwal Pencairan Kontribusi, Rencana Kerja Masyarakat (RKM), Konstruksi dan Supervisi, Penguatan Kelembagaan (Capacity Building), Pengoperasian dan Perawatan (O & P), serta Penjaminan Sistem. Tujuan RKM secara umum adalah: Teridentifikasinya kebutuhan masyarakat, baik laki-laki dan perempuan, maupun kelompok kaya-miskin untuk memecahkan masalah sanitasi yang ada berdasarkan kemampuan masyarakat itu sendiri. Tujuan RKM secara khusus adalah : Mengumpulkan informasi sanitasi secara kwantitatif-sistematis dengan menggunakan alat-alat participatory, untuk menilai kesinambungan dan ketanggapan terhadap kebutuhan; Teridentifikasinya mekanisme untuk mengenal sejumlah indikator untuk kesinambungan dengan memperhatikan perlengkapan pelayanan sanitasi serta proses untuk melakukan penilaian terhadap partisipasi masyarakat; Teridentifikasinya informasi tentang kesetaraan akses pada pelayanan yang ada, partisipasi dalam pengambilan keputusan, kebutuhan dan kepuasan pengguna, kualitas pelayanan dan pengelolaan oleh masyarakat; Teridentifikasinya kebutuhan pelatihan untuk mengembangkan kemampuan dengan tujuan agar pelayanan dapat berkesinambungan; Teridentifikasinya kebutuhan dan rencana masyarakat untuk memecahkan masalah sanitasi. Persiapan Pelaksanaan Persiapan Tim Fasilitator

4.4 4.4.1

28

- Siapa berperan sebagai apa dan kapan - Penyiapan logistik, materi dan alat-alat untuk RKM - Kontak person di masyarakat Menentukan waktu dan tempat Melaksanakan pertemuan sesuai jadwal dan kesepakatan Komunikasi dan koordinasi dengan semua stakeholders Tabel 4.13 Topik dan Metode yang digunakan dalam Penyusunan RKM No 1 2 3 4 5 Topik Penentuan calon penerima manfaat program/pengguna sarana Pilihan Prasarana dan Sarana Sanitasi Lingkungan Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) & RAB Rencana kontribusi masyarakat KSM Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Rencana Pelatihan Penguatan Kelembagaan (Capacity Building) Metode Partisipatif Wealth Classification & Community Mapping Presentasi Pilihan Teknologi Sanitasi (ICC), Transect Walk untuk data teknis Presentasi opsi-opsi kontribusi, Ladder-2 Presentasi opsi KSM, Venn Diagram Participatory Training Assessment

Tahapan RKM sebagai berikut : Klasifikasi Kesejahteraan, yaitu mengklasifikasi jumlah penduduk kampung ke dalam kategori tingkat kesejahteraan (kaya, menengah, miskin) menurut kriteria khusus dan istilah setempat; Pemetaan Sanitasi Kampung oleh Masyarakat, yaitu mempelajari keadaan masyarakat menyangkut sarana air bersih dan sanitasi; Transect Walk II, yaitu mempelajari akses masyarakat terhadap sarana sanitasi yang ada; Partisipasi dan Kontribusi, yaitu menilai dan menganalisa kesetaraan dan transparansi pengguna saat dan pasca pembangunan sarana; Siapa Melakukan Apa, yaitu mengetahui peranan laki-laki dan perempuan pada tahap perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan sarana; Pembagian Kerja berdasarkan Peran Gender, yaitu menilai dan menganalisa pembagian kerja, jenis pekerjaan, dan pekerjaan yang dibayar atau tidak.

29

Gambar 4.5 Tahapan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM)

Presentasi teknis ICC & Pilihan teknologi terseleksi

Penyusunan DED & RAB berdasarkan klasifikasi kesejahteraan

KSM Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat terbentuk

Skema dan mekanisme kontribusi disepakati

Rencana konstruksi, kontribusi, pelatihan, O&P tersusun

Pembukaan rekening S

Minimal 1 kampung terseleksi per kota/kabupaten

Rencana Kerja Masyarakat (RKM) difinalisasikan (DED, RAB, rencana pendanaan dan pelatihan, rencana monitoring dan OP) Metode-metode partisipatif (CPA) yang terkait dengan kegiatan : seleksi teknologi, panitia Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, kontribusi, O & P, terlaksana di tiap masyarakat

Gambar 4.6 Kegiatan dalam Tahap Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM) Peserta/Partisipan Partisipan terdiri dari berbagai komponen masyarakat yang ada di kampung yang bersangkutan, baik perempuan, laki-laki, kaya-miskin, maupun tokoh formal dan informal. Prinsipnya, semakin banyak komponen masyarakat yang terlibat dalam proses penyusunan RKM ini adalah semakin baik. Sebelum proses penyusunan RKM dimulai, komponen masyarakat yang perlu terlibat harus dibicarakan secara jelas pada saat pertemuan awal. 30

Waktu dan Tempat Pertemuan Waktu pelaksanaan RKM (hari, tanggal, dan durasi per-pertemuan) disesuaikan dengan kesepakatan warga. Keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk implementasi RKM yang terdiri dari 6 tools adalah 20 jam efektif. Dengan demikian, apabila dalam satu hari masyarakat bisa meluangkan waktu 2-4 jam (biasanya malam jam 19.00 s/d jam 23.00), 2-3 kali seminggu, maka penerapan RKM ini bisa selesai dalam 3 bulan. Untuk tempat pertemuan, yang perlu diperhatikan adalah cukup luas, bersifat netral, dan mudah diakses oleh masyarakat. Tabel 4.14. Contoh Alokasi Waktu RKM Minggu ke 1 Kegiatan Perkenalan: tim, apa itu Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), bagaimana proses Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), siapa partisipan, Kontrak belajar: Kapan, siapa dan berapa partisipan, bagaimana mengikuti proses, hasil apa saja yang hendak dicapai: - Klasifikasi Kesejahteraan - Pemetaan sosial - Diskusi hasil mapping - Presentasi Katalog Pilihan Informasi Sanitasi (ICC) - Mengidentifikasi Pilihan Teknologi yg dipilih - Transect walk - Pembentukan KSM & Panitia Pembangunan - Siapa melakukan apa - Identifikasi took dan harga material - Review pertemuan minggu lalu - Memilih teknologi yang diinginkan - Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) - Kontribusi - Partisipasi saat pembangunan pelayanan - Pembagian kerja berdasarkan peran gender dan waktu kerja (Ladder-2) - Review pertemuan minggu lalu - Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan revisi Rencana Anggaran Biaya (RAB) lanjutan - Kontribusi lanjutan - Rekening Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dibuka - Review pertemuan minggu lalu - Rencana Pelatihan - Finalisasi buku RKM Kebutuhan Waktu 4 5 Jam

2-3

4 5 Jam

4-6

4 5 Jam

7-9

4 5 Jam

10 - 12

4 5 Jam

4.4.1.1

Klasifikasi Kesejahteraan (Wealth Classification). Tujuan: Mengklasifikasikan jumlah penduduk RT/RW/Kelurahan kedalam kategori tingkat kesejahteraan (kaya, miskin, sedang), menurut kriteria khusus setempat dan sesuai dengan istilah setempat, serta proporsi populasi masing-masing klasifikasi status sosial untuk tiap kategori; Klasifikasi kesejahteraan digunakan untuk mengidentifikasi kelompok yang terlibat pelaksanaan forum discussion group (FGD), untuk memetakan akses orang miskin dan kaya terhadap sarana, fungsi dan pekerjaan, serta mengidentifikasi perbedaan tingkat partisipasi masyarakat dan sebagainya.

31

Proses: 1. Dimulai diskusi kelompok dengan menyertakan wanita dalam masyarakat, tentang bagaimana membedakan rumah tangga dalam komunitas mereka; 2. Mencatat tingkatan status sosial yang ada di masyarakat serta menetapkan kriteria tiap tingkat status sosial, dengan media kertas dan spidol/pena fasilitator mengarahkan masyarkat untuk menggambar orang kayapada umumnya dalam masyarakat; 3. Setelah satu kelompok sibuk, fasilitator mengarahkan 2 (dua) kelompok untuk menggambar orang miskin dan menengah, hasil dari ketiga gambar tersebut diletakkan secara berderet dan terpisah; 4. Fasilitator mengarahkan masyarakat untuk mendeskripsikan serta menulis di bawah masing-masing gambar tentang kriteria kaya, menengah dan miskin (minimal 6-7 kriteria pada masing-masing strata); 5. Fasilitator menggali keterangan rasional atau alasan khusus di balik kriteria yang keluar. Setelah itu diklarifikasikan ke masyarakat tentang kebiasaan mereka, apakah mereka mengutamakan sumber tunggal? sosio-ekonomi mereka? serta seberapa jauh generalisasi dapat dilakukan; 6. Dengan mendistribusikan 100 benih/batu (menunjukkan populasi total masyarakat) menurut ketiga status sosial, dimana jumlah benih pada setiap tingkat status sosial menunjukkan prosentase populasi pada tiap kategori; strata 7. Kelompok kemudian menulis karakteristik dan prosentase hasil diskusi dalam lembaran kertas yang besar sebagai acuan pekerjaan berikutnya maupun pekerjaan yang membutuhkan pengelompokkan. Informasi minimum yang diharapkan adalah : a. Kesepakatan kriteria klasifikasi keluarga kaya, menengah, dan miskin; b. Perkiraan distribusi keluarga/rumah tangga untuk setiap kategori yang muncul; c. Memberikan informasi diatas untuk proses pemetaan sosial dan identifikasi peserta untuk berpartisipasi dalam kelompok terfokus. 4.4.1.2 Pemetaan Sanitasi Kampung oleh Masyarakat Pemetaan sanitasi kampung oleh masyarakat ini dilaksanakan pada lokasi/lingkungan yang telah terpilih melalului proses seleksi kampung. Tujuan: Mempelajari kondisi sarana air bersih dan sanitasi masyarakat (tradisional maupun yang berasal dari bantuan); Mempelajari akses keluarga kaya, menengah dan miskin terhadap sarana tersebut; Mempelajari dari keluarga kelas sosial apa (kaya, menengah dan miskin) anggota badan pengelola, baik lakilaki atau perempuan yang bekerja dalam bidang pelayanan sarana air bersih, sanitasi dan promosi hidup sehat/bersih, serta siapa yang pernah atau akan mendapat pelatihan. Proses: 1) Minimal sehari sebelum proses pemetaan, fasilitator berdiskusi dengan wakil masyarakat (laki atau perempuan) mengenai kelurahan yang akan dipetakan (dalam beberapa kasus, gambarkan peta secara umum), sistem penyediaan air bersih baik yang tradisonal maupun yang baru (proyek), serta rumah keluarga kaya, menengah, maupun miskin berdasarkan kriteria yang telah dibuat pada saat klasifikasi kesejahteraan., Kemudian pilih satu atau dua RT/RW/Lingkungan yang dipilih mewakili kelurahan, baik dari keluarga mampu maupun tidak mampu. Pastikan warga yang akan ikut proses pemetaan berasal dari lokasi yang akan dipetakan, baik laki-laki atau perempuan, serta si kaya maupun miskin; 2) Idealnya acara diadakan di lokasi yang mudah diakses orang banyak, cukup penerangan dan jauh dari gangguan cuaca; 3) Fasilitator menjelaskan tujuan dari kegiatan ini, serta mengembangkan legenda yang akan digunakan dalam pemetaan ini, seperti : Jalan, gang/lorong, jalan setapak; Rumah (tandai sesuai kategori kesejahteraan yang telah dibuat masyarakat); 32

4) 5) 6) 7) 8) 9)

Tanda-tanda utama seperti sekolah, dll; Tempat ibadah : Masjid, Gereja, Pura, dll; Sumber air : alami atau buatan; Sarana sanitasi umum dan rumah-rumah yang memiliki jamban (bantuan atau lainnya); Rumah badan pengelola (laki-laki atau perempuan) pelayanan sarana air bersih dan program sanitasi; Rumah masyarakat yang telah menerima bantuan pelatihan dalam bentuk apapun. Tandai dalam peta mengenai akses masyarakat terhadap sarana air bersih maupun Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), baik maupun buruk. Perlu juga diketahui penyebabnya, kurang air atau jauh dsb; Kelompok laki-laki dan perempuan, secara gabungan atau terpisah, tergantung hubungan gender, menggambar peta permukiman setempat di atas kertas besar, dan dapat dilakukan di atas lantai atau ditempel di papan, serta dilakukan di ruang terbuka; Lakukan reproduksi (menyalin) hasil gambar peta ke dalam kertas, setelah kegiatan selesai; Kelompok diskusi memberi skor/nilai mengenai keadaan akses terhadap sarana air bersih dan sanitasi; Fasilitator mengisi lembar isian, jumlah titik air dan fasilitas sanitasi dalam peta; Peta tersebut digunakan oleh tim untuk acuan kegiatan lanjutan, terutama untuk merencanakan jalur dan partisipan yang terlibat dalam transect walk.

Gambar 4.7. Contoh Peta Sanitasi Masyarakat Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses pemetaan sanitasi : a. Ada perwakilan dari masing-masing lokasi (RT, RW, Banjar, Lingkungan) baik laki-laki maupun perempuan; b. Media yang digunakan dapat memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan pemetaan, yakni : Media cukup luas, sehingga gambar/simbol tidak berhimpitan; Pelaksanaan kegiatan dilakukan di ruang umum sehingga tiap orang mudah untuk hadir (miskin/kaya); Ruang kegiatan terlindung dari gangguan cuaca (angin, hujan, dll). 33

c. Buat terlebih dulu simbol/legenda yang disepakati oleh masyarakat. 4.4.1.3 Perjalanan Transect (Transect Walk II) Transect walk II memiliki tujuan yang sama dengan transect walk I (RPA), yaitu: untuk mengenali dan mengkaji kondisi sarana sanitasi kampung, menilai tingkat kepuasan masyarakat terhadap fasilitas sanitasi yang ada, serta menilai tingkat kelayakan teknis sebagai prasyarat pembangunan infrastruktur sanitasi yang direncanakan dengan cara melakukan observasi langsung oleh TFL bersama-sama dengan masyarakat. Proses: 1. Dilakukan di lokasi yang telah disepakati oleh masyarakat penerima bantuan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); 2. Kegiatan transect walk II dilakukan lebih detail dari kegiatan transect walk awal (RPA), serta mendapat kesepakatan dan persetujuan dari masyarakat. 4.4.1.4 Partisipasi dan Kontribusi Tujuan kegiatan partisipasi dan kontribusi adalah: Menilai dan menganalisa kesetaraan dan transparansi kontribusi pengguna saat pembangunan dan paska pembangunan sarana; Menilai dan menganalisa komposisi serta pengaruh badan pengelola masyarakat selama pembangunan sarana layanan, termasuk keterwakilan gender, kemiskinan maupun kontrol mereka saat pelaksanaan. Proses/Tahapan kegiatan: 1) Pemberian nilai sejarah pembangunan pelayanan yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan yang tinggal dalam masyarakat serta mengetahui sejarah dari pengalamannya. Sebagai contoh, laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam badan pengelola setempat atau masyarakat yang terlibat dalam pembangunan; 2) Fasilitator menanyakan kepada peserta arti kontribusi oleh laki-laki dan perempuan. Apakah laki-laki dan perempuan punya pengertian yang beda tentang kontribusi; 3) Melakukan diskusi kelompok, membahas tentang siapa berkontribusi apa pada saat pembangunan. Bentuk kontribusi dapat berupa tenaga kerja, seperti menggali lubang, sumbangan berupa bahan-bahan setempat maupun uang, disamping juga dalam bentuk bahan makanan untuk para pekerja dan tukang; 4) Apabila kelompok miskin memberi kontribusi lebih sedikit, maka perlu mencari tahu bagaimana keputusan tersebut dibuat : oleh satu orang, tokoh elit setempat, atau laki-laki dan perempuan anggota masyarakat. Jika penentuan variasi kontribusi yang disesuaikan dengan kemampuan membayar hanya dilakukan oleh elit, maka ada kemungkinan mereka yang berkontribusi lebih besar akan menggunakan hal tersebut sebagai alasan untuk melakukan kontrol terhadap pelayanan; 5) Perlu diketahui sumber pendapatan dari kaum laki-laki maupun perempuan, pengelolaan pengeluaran rumah tangga, maupun pola kontribusi untuk pelayanan sarana sanitasi pada suatu lingkungan masyarakat. Contoh lembar kerja, Partisipasi Saat dan Pasca Pembangunan Sarana dapat dilihat pada Lampiran. 4.4.1.5 Siapa Melakukan Apa Kegiatan ini bertujuan: a. Mengetahui peran laki-laki dan perempuan pada tahap perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan sarana sanitasi; b. Membangun kesadaran dan pengertian tugas-tugas rumah tangga dan kemasyarakatan yang dilakukan, baik oleh perempuan maupun laki-laki; c. Mengidentifikasi perubahan tugas yang sangat diperlukan dan layak yang telah dialokasikan. Proses/Tahap Kegiatan: 34

1) Fasilitator memfasilitasi diskusi kelompok untuk mengulang pelajaran apa yang telah diperoleh pada pertemuan sebelumnya; 2) Membagi kelompok, dengan masing-masing kelompok beranggotakan sebanyak 5 - 8 peserta; 3) Setiap kelompok diberi gambar seorang laki-laki, perempuan, pasangan laki-laki dan perempuan secara bersama-sama, serta satu set gambar yang memperlihatkan tugas yang berbeda. Setelah itu, kelompok berdiskusi tentang siapa biasanya yang melakukan pekerjaan tersebut. Apabila kelompok setuju, tempatkan gambar tersebut di bawah gambar laki-laki, perempuan atau pasangan laki-laki dan perempuan yang menjadi pilhan kelompok. Untuk gambar pasangan laki-laki dan perempuan artinya keduanya melakukan pekerjaan tersebut; 4) Memfasilitasi kelompok untuk bekerja dengan gambar yang mereka miliki dan mendiskusikan temuantemuan mereka. Kelompok bisa melepas dan menempelkan kertas yang menggambarkan tugas laki-laki dan perempuan di atas kertas kosong. 5) Masing-masing kelompok mempresentasikan pilihan mereka, dengan menjelaskan pilihan mereka dan menjawab beberapa pertanyaan, diantaranya meliputi : Siapa melakukan apa; Beban kerja antara laki-laki dan perempuan; Bagaimana perbedaan beban kerja yang ada bisa mempengaruhi alokasi pekerjaan untuk menanggulangi penularan penyakit diare; Keuntungan dan kerugian pergantian tugas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan; Hal-hal potensial untuk perubahan tugas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan 6) Menugaskan tiap kelompok untuk mengidentifikasi peran mana yang akan merubah atau memodifikasi halhal yang layak untuk mengembangkan sanitasi dan kesehatan pribadi, merekam kesimpulan-kesimpulan hasil identifikasi tersebut untuk dimanfaatkan pada kegiatan monitoring selanjutnya; 7) Memfasilitasi diskusi kelompok tentang apa yang menjadi pembelajaran dari kegiatan ini, serta apa yang masyarakat suka dan tidak suka dari kegiatan ini. Contoh lembar kerja, pembagian kerja berdasarkan gender : Siapa Melakukan Apa dapat dilihat pada Lampiran. 4.4.1.6 Pembagian Kerja Berdasarkan Gender dan Waktu Kerja (Ladder II) Pembagian kerja berdasarkan gender dan waktu kerja (ladder II) bertujuan: Untuk menilai dan menganalisa pembagian kerja, jenis pekerjaan serta menentukan pekerjaan yang perlu dibayar atau tidak, terkait dengan pelayanan sarana antara perempuan dan laki-laki, serta kaya dan miskin; Sebagai alat kaji ulang bagi data dari tools lain. Proses/tahapan kegiatan: 1) Fasilitator melakukan diskusi kelompok terfokus laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin; 2) Kelompok menentukan tugas/pekerjaan yang berhubungan dengan sarana sanitasi yang ada, dengan cara peserta menuliskan tiap jenis pekerjaan pada sebuah kartu. Peserta dengan kemampuan baca tulis rendah dapat membuat gambar dari pekerjaan atau tugas yang terkait dengan konstruksi, pemeliharaan dan manajemen sarana yang telah dibangun; 3) Dengan diskusi kelompok, kemudian menentukan mana pekerjaan yang membutuhkan keahlian/pelatihan seperti pengelolaan administrasi keuangan dan sistem iuran. Dilihat dari sisi status pekerjaan, memimpin rapat memiliki status yang paling tinggi, sedangkan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan fisik seperti membersihkan sarana dan memperbaiki kerusakan merupakan pekerjaan dengan status rendah. 4) Fasilitator membuat gambar-gambar yang terkait dengan pembangunan dan pemeliharaan sarana. Jika kelompok diskusi tidak setuju dengan arti sebuah gambar, maka sisihkan gambar tersebut. Sebaliknya, jika ada ide kelompok yang belum ditunjukkan oleh gambar, maka fasilitator membuat gambar tersebut atau menulis di kertas baru; 5) Dengan menggunakan potongan kertas berwarna, batu, biji-bijian atau bahan lokal lainnya peserta menandakan pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki, serta pekerjaan yang dibayar maupun tidak dibayar; 35

6) Fasilitator memfasilitasi diskusi hasil temuan dan hasil dari pertemuan. Contoh lembar kerja, pembagian kerja berdasarkan gender dan waktu kerja/Ladder-2 dapat dilihat pada Lampiran. 4.4.2 Pembentukan KSM Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah organisasi pengelola berdasarkan pendekatan budaya dan kebutuhan masyarakat dan ditetapkan/disahkan dalam berita acara yang ditandatangani minimal 2/3 peserta atau ditetapkan melalui surat keputusan pejabat yang berwenang. Namun, apabila dibutuhkan, pembentukan/kepengurusan KSM dan AD/ART KSM dapat dilegalkan melalui notaris setempat. Secara umum tugas KSM adalah memonitor, supervisi, dan mengelola kegiatan pembangunan, serta mengelola sarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), sehingga dalam membentuk maupun menyusun organisasinya disesuaikan dengan kepentingan kegiatan-kegiatan tersebut. Contoh Bentuk Kelompok: Kelompok Pembangunan terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Kontribusi, Seksi Tenaga Kerja, dan Seksi Logistik. Kelompok Pengelola terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Kontribusi, Seksi Operasi dan Pemeliharaan, Seksi Kampanye Kesehatan. Dengan tugas sebagai berikut: Ketua: - Mengkoordinasikan perencanaan kegiatan pembangunan. - Memimpin pelaksanaan tugas panitia dan kegiatan rapat-rapat. Sekretaris: - Menyusun rencana kebutuhan dan melaksanakan kegiatan tata usaha serta dokumentasi; - Melaksanakan surat-menyurat; - Melaksanakan pelaporan kegiatan pembangunan secara bertahap. Bendahara: - Menerima, menyimpan dan mengeluarkan/membayar sesuai dengan RAB yang telah ditetapkan; - Melakukan pengelolaan administrasi keuangan dan pembukuan realisasi serta laporan pertanggungjawaban keuangan yang dikelola mingguan dan bulanan. Seksi Kontribusi: - Melakukan penarikan kontribusi dari masyarakat berupa uang dan menyetorkan pada bendahara Seksi Tenaga Kerja: - Melakukan inventarisasi tenaga kerja; - Melakukan rekrutmen tenaga kerja; - Mengatur tenaga kerja di lapangan; - Mengatur dan mengkoordinir material yang diperlukan; - Pengawasan kepada pekerja dan bekerjasama dengan mandor. Seksi Logistik: - Bertanggung jawab terhadap keamanan material selama pembangunan; - Membuat laporan tentang keadaan material; - Mengalokasikan material sesuai dengan kebutuhan pekerjaan konstruksi. Seksi Operasi & Pemeliharaan: - Mengoperasikan dan memelihara sarana sanitasi yang telah dibangun; - Bertanggung jawab terhadap hal-hal teknis. Seksi Kampanye Kesehatan: - Mengorganisir kegiatan kampanye kesehatan di masyarakat; - Membantu dalam penyuluhan kesehatan masyarakat; 36

Melakukan monitoring terhadap upaya penyehatan lingkungan.

Catatan: - Mekanisme kerja KSM tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang disepakati oleh pengurus KSM dan seluruh calon pengguna/penerima manfaat. - Status pembentukan KSM disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Lurah yang diketahui oleh Camat setempat. Untuk daerah tertentu, pembentukan KSM ini perlu legalitas notaris untuk kepentingan pembukaan rekening masyarakat.

RAPAT ANGGOTA

PENGURUS Ketua Sekretaris Bendahara

BADAN PENASEHAT

PEMBANGUNAN

PENGELOLAAN

Seksi Kontribusi Seksi Tenaga Kerja Seksi Logistik

Seksi Kontribusi Seksi OP Seksi Kampanye

ANGGOTA-ANGGOTA (PENGGUNA/PEMANFAAT SARANA) Keterangan : = Garis wewenang = Garis pengawasan = Garis Pelayanan

Gambar 4.8. Contoh Bagan Organisasi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) 4.4.3 Pilihan Teknologi Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menyediakan prasarana penyehatan lingkungan permukiman berbasis masyarakat, terdiri dari: 4. pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal, 5. pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan 6. pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan Prasarana sanitasi yang dimaksud adalah sebagai berikut: 3. Prioritas pertama: Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, adalah penyelenggaraan prasaran air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri. Salah satu modul pengelolaan air limbah 37

komunal berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta dan mempunyai 3 alternatif utama: Modul A berupa unit tangki septik komunal yang masing.-masing unit tangki septik dimanfaatkan oleh 4 atau 5 rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia lahan yang terbatas. Modul B berupa 1 unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 jiwa (25-100 KK) terdiri dari kamar mandi, sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya. Modul C berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan 100-200 jiwa (25-100 KK). Modul ini merupakan modul yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan. 4. Prioritas ke-2 Apabila prioritas pertama sudah dipenuhi (tidak ada BAB sembarangan) maka dapat dikembangkan: c. Pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat adalah penyelengaraan prasarana persampahan yang meliputi kegiatan mengurangi (reduce), mengguna ulang (reuse) dan mendaur ulang (recycle) sampah. 1 modul pengelolaan sampah pada 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan dan pelatihan sekitar Rp.300 juta d. Pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat adalah penyelengaraan prasarana drainase yang menunjang kegiatan konservasi dan keseimbangan lingkungan. Untuk prasarana drainase ini membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta/Ha. Sistem prasarana kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dipilih oleh masyarakat sesuai keinginan mereka dan kondisi lingkungan setempat berdasarkan asas keberlanjutan (sustainability). Sarana sanitasi terpilih menjadi dasar untuk menyusun Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Presentasi, penjelasan dan diskusi pilihan-pilihan teknologi berdasarkan buku Pemilihan Teknologi Sanitasi (Informed Choice Catalogue/ICC) dilaksanakan dalam pertemuan masyarakat. 4.4.3.1 Komponen-komponen sistem Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM): Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat Komponen Tolilet: 1. WC Individual Biasanya ditempatkan di dalam rumah atau luar rumah. Menggunakan sistem leher angsa untuk menghindari bau dan serangga, Tinja disiram air dengan gayung. KELEBIHAN: Kloset paling umum di Indonesia Biaya pembangunan, pengoperasian dan perawatan murah Tidak memerlukan tenaga ahli Lokasi bangunan bisa di mana saja Nyaman, bersih, dan sehat jika air tersedia secara teratur KEKURANGAN: Dibutuhkan air yang tersedia secara teratur Diperlukan sistem pemipaan dan pengolahan untuk air buangan 2. MCK Umum Terdiri dari sejumlah pintu jamban, bisa dilengkapi kamar mandi, sarana cuci dan pengolahan air limbah. Setiap jamban melayani 6 KK (25 orang). Sesuai untuk pemukiman yang kebanyakan tidak memiliki jamban

38

Gambar 4.9 Contoh MCK Umum KELEBIHAN: Sistem sarana dasar sanitasi terpusat Nyaman untuk pemukiman padat Memungkinkan untuk meningkatkan sistem KEKURANGAN: Memerlukan pengawasan konstruksi Pengoperasian dan perawatan oleh kelompok masyarakat dan penyedia jasa swasta yang mampu 3. Saluran Pembuangan Limbah Bersama/Komunal Menggunakan sistem pemipaan PVC. Pipa biasanya diletakkan di halaman depan, gang, atau halaman belakang. Membutuhkan bak kontrol pada tiap 20 m dan di titik-titik pertemuan saluran.

Gambar 4.10. Contoh Saluran Pembuangan Limbah Bersama/Komunal KELEBIHAN: Lebih hemat daripada sistem pembuangan air limbah konvensional Masyarakat dapat berperan dalam proses perencanaan dan konstruksi Nyaman untuk pengguna, air limbah dijauhkan dari area pemukiman KEKURANGAN: Memperlukan proses perencanaan matang Perawatan yang tidak rutin, menyebabkan kegagalan sistem secara total

39

Komponen Pengolahan: 1. Tangki Septik Bersama Air limbah dialirkan melalui pipa ke tangki septik, yang dibangun di bawah tanah. Dalam tangki septik terdapat dua proses pengolahan: pengendapan dan pengapungan. Air limbah yang berada di tengah (bagian bersih) mengalir keluar.

Gambar 4.11. Tangki Septik Bersama KELEBIHAN: Sesuai untuk rumah yang berkelompok Butuh lahan sedikit karena dibangun dibawah tanah Biaya konstruksi kecil Pengoperasian dan perawatan mudah dan murah KEKURANGAN: Efisiensi pengolahan rendah Perlu pengolahan tambahan Memerlukan pengurasan yang sering 2. Bio-Digester Menghasilkan biogas, sebagai energi alternatif untuk memasak dan penerangan. Air hasil pengolahan belum efisien tetapi sudah berbau dan tidak terlalu berbahaya. Sesuai untuk limbah WC dan industri tahu/tempe, RPH dan ternak.

Gambar 4.12. Bio-Digester KELEBIHAN: Efektif sebagai pengolahan awal Biaya konstruksi dan perawatan rendah Kebutuhan lahan sedikit Air hasil olahan tidak berbau Menghasilkan gas KEKURANGAN: Masih diperlukan pengolahan lanjutan Diperlukan tenaga ahli untuk desain, mengawasi dan membangun 40

3. Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun Terdiri beberapa bak; bak pertama menguraikan zat yang mudah terurai, bak berikutnya menguraikan yang lebih sulit terurai.

Gambar 4.13. Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun KELEBIHAN: Lahan yang dibutuhkan sedikit karena dibangun dibawah tanah Biaya pembangunan kecil Biaya pengoperasian dan perawatan murah dan mudah Efisiensi pengolahan tinggi KEKURANGAN: Diperlukan tenaga ahli untuk desain dan pengawasan Tukang ahli diperlukan untuk pekerjaan plester kualitas tinggi 4. Anaerobik Filter atau Tangki Septik Bersusun dengan Filter Pengolahan biologis oleh organisme anaerobik di filter (batu apung atau bio-ball) KEKURANGAN: Biaya konstruksi tinggi jika bahan filter tidak tersedia di tempat itu Diperlukan tenaga ahli untuk desain dan pengawasan KELEBIHAN: Butuh lahan sedikit karena dibangun di bawah tanah Biaya investasi kecil Pengoperasian dan perawatan murah dan mudah Efisiensi pengolahan tinggi 5. Komponen Pembuangan/Pemanfaatan Ulang (Dibuang ke Sungai) Air limbah dapat dibuang ke sungai jika air tersebut telah memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan. Pengolahan air limbah harus efisien supaya air limbah yang dibuang tidak mencemari badan air (sungai). KELEBIHAN: Pilihan pembuangan paling murah Dapat diterapkan oleh masyarakat Tidak memerlukan pengoperasian dan perawatan KEKURANGAN: Konsumsi dan penggunaan air sungai mentah di bagian muara tidak dianjurkan Kemungkinan kelebihan beban pada sungai sangat memungkinkan. Hal ini tergantung pada cara pengolahan dan derasnya aliran sungai 41

6. Pengurasan dengan Truk Tinja Jika lumpur tidak diolah setempat, maka harus dikeluarkan dan dibuang dengan bantuan jasa penguras. Truk penguras sebaiknya terletak tidak lebih dari 50 meter (untuk menyesuaikan panjang selang penguras = 50 m). Truk penguras dihubungkan ke bak pengolah dengan pipa dan pompa sedot. Harus diperhatikan bahwa pengurasan hanya mengambil lumpur "hitam" saja. Pengurasan lumpur dengan truk tinja dilakukan setiap 2 tahun untuk kemudian lumpur diolah di Instalasi Pengolah Lumpur Tinja (IPLT). KELEBIHAN: Pilihan pembuangan berbiaya murah Masyarakat tidak perlu melakukan pengoperasian dan perawatan Pembuangan lumpur yang aman KEKURANGAN: Perlu jasa penguras Truk penguras mungkin belum tersedia Perlu dibangun IPLT 4.4.3.2 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat Teknologi atau metoda yang berkaitan dengan pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat sangat terkait erat dengan sistem pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat yang pada umumnya terdiri dari subsistem pewadahan, subsistem komposter rumah tangga, subsistem pengumpulan, dan subsistem pengolahan sampah terpusat untuk kawasan. 1. Teknologi Pewadahan Subsistem pewadahan merupakan subsistem awal dalam sistem pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat yang merupakan subsistem yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dalam pemilihan teknologi untuk pewadahan, maka ada beberapa kriteria yang sebaiknya diikuti secara benar yaitu : Volume pewadahan minimal dapat menampung sampah dari penghuni untuk jangka waktu minimal 3 hari untuk sampah non organik dan 1 hari untuk sampah organik. Terbuat dari bahan yang cukup kuat, tahan basah untuk sampah organik, sehingga umur teknis dari pewadahan minimal dapat mencapai 6 bulan. Pada metoda pewadahan terpilah sesuai prinsip 3R maka setiap wadah dapat menyimpan sesuai jenis sampah yang akan disimpan. Untuk itu pada perencanaan perlu dirujuk hasil penelitian lapangan komposisi sampah setempat. Bahan wadah paling baik dapat diperoleh secara lokal. Pada metoda pewadahan terpilah 3R, maka warna wadah sebaiknya spesifik untuk setiap jenis sampah. Untuk menambah estetika yang lebih baik maka wadah dilengkapi dengan tutup. Mudah dalam operasi pemasukan sampah maupun pengosongan sampah. Mudah dalam perawatan.

Gambar 4.14. Contoh Pewadahan 42

Perencanaan penentuan wadah sampah di sumbernya dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : Dari penelitian komposisi dan timbulan sampah, maka diperoleh perkiraan timbulan sampah per orang per hari pada lokasi terpilih, Dari penelitian sosial, diperoleh : - Jumlah hunian rata-rata pada rumah tangga - Kebiasaan masyarakat membuang sampah. Untuk sampah campuran, volume wadah dihitung berdasarkan : (jumlah hunian rata-rata) x 3 liter/orang/hari x 3 hari. Untuk program 3R, volume wadah disesuaikan dengan jenis sampah yang akan dipilah sebagai berikut : - Wadah sampah organik: (jumlah hunian rata-rata) x timbulan sampah organik/orang/hari x 1 hari. - Wadah sampah non organik: (jumlah hunian rata-rata) x timbulan sampan non organik/orang/hari x 3 hari. Pemilihan warna dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut : - Warna gelap untuk sampah yang mudah membusuk - Warna terang untuk sampah kering non organik (dapat lebih dari satu tergantung jenis sampah yang dipilah) - Warna merah untuk bahan berbahaya dan beracun. 2. Teknologi Pengkomposan dengan Komposter Dalam sistem pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat maka pengolahan sampah di rumah tangga merupakan salah satu kegiatan penting dalam daur ulang sampah. Penggunaan komposter dalam proses pengkomposan sampah organik di rumah tangga. Beberapa teknologi komposter rumah tangga yang sekarang ini banyak digunakan antara lain:

Gambar 4.15. Contoh Komposter Kriteria dalam pemilihan komposter rumah tangga adalah : Volume komposter minimal dapat menampung sampah organik dari dapur untuk jangka waktu minimal 40 hari. Satu rumah minimal menyediakan 2 (dua) unit komposter. Terbuat dari bahan yang cukup kuat, tahan basah untuk sampah organik, sehingga umur teknis dari komposter minimal dapat mencapai 1 tahun. Terdapat lubang pengudaraan yang cukup Bahan pembuatan komposter paling baik dapat diperoleh secara lokal. Harus dilengkapi dengan tutup. Mudah dalam operasi pemasukan maupun pengosongan sampah. Mudah dalam perawatan. Pada perencanaan pengkomposan sampah organik skala rumah tangga, maka dilakukan beberapa tahapan antara lain: Dari penelitian komposisi dan timbulan sampah, maka diperoleh perkiraan timbulan sampah per orang per hari pada lokasi terpilih, asumsi ratarata 3 liter/orang/hari Dari penelitian sosial, diperoleh : 43

- Jumlah hunian rata-rata pada rumah tangga - Kebiasaan masyarakat membuang sampah. Volume komposter sampah organik dari dapur dapat ditentukan melalui perkiraan sebagai berikut : (jumlah hunian rata-rata) x timbulan sampah organik/orang/hari x 40 hari x 0,2. Rata-rata volume komposter 50 liter, jika tingkat hunian lebih dari 5 orang, maka dapat digunakan kelipatannya. Diperlukan minimal dua komposter untuk setiap rumah tangga, dengan tata cara penggunaan, komposter yang sudah penuh perlu didiamkan selama sebulan lagi dan dipanen jika komposter satunya sudah penuh.

3. Teknologi Daur Ulang Sampah Non Organik Skala Rumah Tangga Daur ulang sampah non organik untuk kertas dan plastik dapat dilakukan di rumah tangga. Dari best practice yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, daur ulang sampah non organik kertas dan plastik biasanya untuk membuat barang seni seperti kertas seni, tas plastik, hiasan plastik, dll. Kriteria daur ulang sampah non organik : - Tidak berbahaya bagi kesehatan - Tidak menggunakan bahan kimia beracun - Tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan - Mudah dilaksanakan Secara umum, perencanaan kegiatan daur ulang sampah non-organik dapat dilaksanakan berdasarkan beberapa hal dibawah ini, antara lain: Sampah yang akan didaur ulang sebaiknya berupa bahan yang terdiri dari kertas, plastik, karet/kulit dan logam. Bahan ini memiliki nilai ekonomi tinggi, namun dalam pelaksanaannya memerlukan penanganan khusus (pemilahan sesuai jenis dan bahan penyusunnya), merupakan bahan daur ulang kualitas baik, dan dipilah sejak dari sumbernya Pemasaran produk daur ulang, dapat dilaksanakan dengan cara menjalin kerjasama dengan pihak lapak besar atau langsung dengan industri/organisasi pengguna bahan tersebut (misal industri kertas daur ulang, industri pengolah logam, pengolah karet bekas, dll) Untuk limbah yang dikategorikan sebagai bahan B3, sebaiknya bahan ini hanya dikumpulkan dalam wadah khusus yang tidak mudah bocor dan diberi label. Daur ulang bahan B3 ini sebaiknya di koordinasikan dengan pihak pengumpul resmi yang memiliki ijin atau dinas kebersihan kabupaten/kota. 4. Teknologi Pengumpulan Sampah Pengumpulan sampah merupakan subsistem setelah pewadahan. Pengumpulan sampah dapat dilakukan langsung oleh kendaraan pengangkut sampah atau tidak langsung melalui penggunaan gerobak atau motor sampah. Pada kasus sistem pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat maka pengumpulan dilakukan melalui penggunaan gerobak atau motor sampah. Dalam perencanaan teknologi pengumpulan maka digunakan beberapa kriteria sebagai berikut : Volume gerobak atau motor sampah 1 m3 sehingga satu unit pengumpul dapat melayani 300 jiwa atau sekitar 60 KK untuk timbulan sampah 3 liter/orang/hari. Untuk timbulan yang berbeda (sesuai hasil penelitian lapangan) maka cakupan pelayanan satu unit pengumpul dapat diperkirakan sebagai berikut : 1000 liter/(timbulan sampah dalam liter/orang/hari). Kondisi topografi yang berbukit hanya dapat dilayani dengan motor sampah Kondisi topografi yang datar dapat menggunakan gerobak atau motor sampah. Pengumpulan sampah terpilah dapat dilakukan : - Gerobak atau motor 3R yang tersekat sesuai jenis sampah yang terpilah digunakan sesuai hasil pemilahan 44

- Gerobak tanpa sekat digunakan dengan jadwal tertentu Mempunyai umur teknis minimal 1 tahun Menggunakan ban angin.

Perencanaan pengumpulan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat menggunakan beberapa tahapan sebagai berikut : Pendataan jumlah warga pada lokasi terpilih Penentuan jumlah gerobak atau motor 3R yang dibutuhkan dengan cara : ((jumlah warga x jumlah timbulan sampah/orang/hari)/1000 liter/rit per hari. Pemilihan jenis pengumpul dilihat dari topografi lokasi Penyusunan anggaran investasi sesuai harga satuan setempat Penyusunan anggaran operasi pengumpulan yang terdiri dari : - Biaya tetap : Pegawai Asuransi Pemeliharaan - Biaya variabel : Bahan bakar Penyusunan jadwal pengumpulan 5. Teknologi Pengolahan Sampah Skala Kawasan Teknologi pengolahan sampah terpadu skala kawasan yang disebut juga dengan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Tempat pengolahan sampah terpadu berdasarkan best practice yang ada biasanya terdiri dari proses pemilahan, pengkomposan dan proses pengemasan bahan non organik untuk daur ulang. Dari TPST ini akan keluar produk berupa kompos dan bahan lapak. Pada perencanaan teknologi pada TPST maka ada beberapa kriteria antara lain: Fasilitas TPST terdiri dari: a. Luas lahan yang paling baik mendekati 1.000 m2 untuk keperluan lahan pengomposan, kantor pengendalian, dan gudang penyimpanan. b. Bangunan pelindung untuk : - Areal pemilahan - Areal pengkomposan - Kantor pengendali - Gudang penyimpanan c. Peralatan mesin pendukung: Pencacah organik Pengayak kompos Pencacah plastik Buffer Zone d. Karakteristik proses pengomposan : Volume tumpukan sampah untuk pengkomposan dengan open windrows mempunyai ukuran lebar 2 meter, tinggi 1,5 meter dan panjang minimal 2 meter (dapat lebih dari ini sesuai lahan yang ada). Volume tumpukan sampah untuk pengkomposan dengan metode caspary lebar 1 meter, panjang 1 meter, dan tinggi 1 meter. Volume tumpukan sampah untuk pengkomposan dengan metode open bin : lebar 1 meter, panjang 2 meter, dan tinggi 1 meter. e. Data yang dibutuhkan : Jumlah warga yang terlayani Jumlah sampah yang akan diolah di TPST. Tersedianya data komposisi sampah. 45

Gambar 4.16. Contoh Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Perencanaan teknologi pengolahan sampah skala kawasan dilakukan pada beberapa tahapan : Penentuan wilayah/jumlah warga yang akan dilayani Dari penelitian komposisi dan timbulan sampah, dapat diperkirakan jumlah sampah yang harus diolah yang terdiri dari jumlah sampah organik dan sampah non organik. Bersama-sama warga menentukan metoda atau teknologi yang akan diterapkan, untuk pengkomposan sampah ada beberapa pilihan: teknologi open windrows, teknologi caspary dan open bin sesuai dengan tenaga dan biaya yang ada. Menentukan layout dari TPST dengan memperhatikan jumlah sampah organik yang akan dikomposkan, metode yang akan digunakan, dan bentuk lahan yang ada. Menentukan organisasi pengelola Penyusunan anggaran investasi sesuai harga satuan setempat Penyusunan anggaran operasi pengumpulan yang terdiri dari: - Biaya tetap : Pegawai Asuransi Pemeliharaan - Biaya variabel : Bahan bakar Listrik 4.4.3.3 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat Drainase mandiri berwawasan lingkungan adalah drainase suatu kawasan atau lingkungan yang mempunyai sistem independen dan mempunyai tampungan/kolam sendiri yang mampu mengatasi curah hujan/limpasan air di kawasannya sendiri. Tujuannya agar daerah permukiman yang sering tergenang akibat hujan dapat terbebas dari genangan serta untuk menjamin pengembangan baru tidak akan menambah puncak banjir di daerah bagian hilir dan sekitarnya pada saat hujan besar sampai periode ulang 2-5 tahun melalui pengelolaan partisipatif berbasis masyarakat. Pengembangan permukiman baru dan pengembangan kembali di bagian hulu dapat menyebabkan banjir di bagian hilir di bawahnya sehingga untuk mencegah aliran air masuk ke badan air secara bersamaan, yang dapat menyebabkan debit naik secara ekstrim maka perlu dibuat kolam tampungan di daerah hulunya. Kemudian air dari kolam tampungan dibuang secara bertahap dengan debit moderat. Drainase mandiri ini selain akan mengelola air hujan di kawasannya sendiri, juga akan ikut mencegah air hujan mengalir secara berlebihan di bagian hilir yang menyebabkan banjir di bagian hilir. Pilihan teknologi drainase mandiri berwawasan lingkungan berbasis masyarakat mempertimbangkan keadaan topografi dan lingkungan di lokasi, untuk perhitungan detail teknis saluran dan kolam tampungannya dapat mengacu pada Tata Cara Pembuatan Kolam Retensi dan Polder dengan saluran-salurannya. Di bawah ini contoh pilihan sistem drainase mandiri berwawasan lingkungan. 46

1. Sistem drainase mandiri dengan kolam tampungan di samping saluran yang bermuara di badan air/sungai

Gambar 4.17. Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan di Samping Saluran yang Bermuara di Badan Air/Sungai Kelengkapan Dasar: a. Kolam tampungan/kolam retensi/kolam tandon b. Sistem drainase internal kawasan c. Pengatur debit: - Apabila elevasi muka air kolam tampungan relatif lebih tinggi dari elevasi muka air badan air/sungai, pengatur debit cukup memakai saluran outlet dengan dimensi dan kapasitas terbatas sesuai perhitungan teknis. - Apabila elevasi muka air kolam tampungan tidak berbeda jauh dengan elevasi muka air badan air/sungai, maka perlu memakai pintu air untuk saluran pembuangannya. - Apabila elevasi muka air kolam tampungan lebih rendah dari elevasi muka air badan air maka selain membutuhkan pintu air outlet, diperlukan pompa untuk membuang air ke badan air/sungai. Kelengkapan tambahan (apabila diperlukan) d. Diperlukan juga pembuatan tanggul apabila air dari badan air sering melimpas ke area kawasan e. Pintu inlet ke kolam tampungan f. Saringan sampah g. Kolam penangkap sedimen/grit chamber Kesesuaian tipe: a. Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi b. Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia c. Tidak mengganggu sistem aliran yang ada

47

2. Sistem drainase mandiri dengan kolam tampungan segaris dengan saluran atau berada dalam saluran, outlet kolam tampungan langsung bermuara ke badan air/sungai

Gambar 4.18. Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan Segaris dengan Saluran atau Berada dalam Saluran, Outlet Kolam Tampungan Langsung Bermuara ke Badan Air/Sungai Kelengkapan Dasar: a. Kolam tampungan/kolam retensi/kolam tandon b. Sistem drainase internal kawasan c. Pengatur debit berada di kolam tandon yang berhadapan langsung dengan badan air/sungai - Apabila elevasi muka air kolam tampungan relatif lebih tinggi atau tidak berbeda jauh dengan elevasi muka air badan air/sungai, maka perlu memakai pintu air untuk saluran pembuangannya. - Apabila elevasi muka air kolam tampungan lebih rendah dari badan air maka selain membutuhkan pintu air, diperlukan pompa untuk membuang air ke badan air/sungai Kelengkapan tambahan (apabila diperlukan) d. Diperlukan juga pembuatan tanggul apabila air dari badan air sering melimpas ke area kawasan e. Pintu inlet ke kolam tampungan f. Saringan sampah g. Kolam penangkap sedimen/grit chamber Kesesuaian tipe: a. Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi b. Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia c. Tidak mengganggu sistem aliran yang ada 3. Sistem drainase mandiri tanpa kolam tampung, menggunakan saluran drainase internal kawasan sebagai penampung air sementara Kelengkapan Dasar: a. Sistem drainase internal kawasan dengan kapasitas memadai, yang akan difungsikan juga sebagai tampungan sementara (long storage) b. Resapan air untuk mengurangi limpasan air permukaan, dapat berupa lahan tanah terbuka atau peresapan buatan seperti sumur-sumur resapan Kelengkapan yang diperlukan apabila elevasi muka air badan air/sungai lebih tinggi dari muka air saluran outlet c. Pintu air di ujung saluran outlet, terutama bila fluktuasi muka air pada badan air/sungai cukup besar d. Pompa air di ujung saluran outlet, kapasitas pompa dihitung sesuai dengan kondisi sistem 48

e. Tanggul keliling apabila air dari badan air/sungai sering melimpas ke area kawasan Kelengkapan tambahan (apabila diperlukan) f. Bak penangkap sedimen/grit chamber pada saluran sebelum masuk ke pompa g. Saringan sampah di depan pompa air Kesesuaian tipe: a. Dipakai apabila lahan sulit didapat b. Pemeliharaan dan pengoperasian dilakukan secara rutin 4.4.4 Dokumen Rencana Pembangunan Merupakan dokumen resmi perencanaan perbaikan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Berisi tentang: 1. Profil lokasi 2. Ketersediaan Lahan 3. Penentuan Calon Pengguna 4. Pemilihan Teknologi Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) 5. Perencanaan Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) 6. Kelembagaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) 7. Mekanisme Pendanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) (Mekanisme Pencairan Dana) 8. Pengelolaan Keuangan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) (Rekening Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), Administrasi pembukuan dana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), Mekanisme pembelanjaan dan Laporan keuangan) 9. Rencana Kerja Masyarakat Rencana Konstruksi Rencana Kontribusi Masyarakat Rencana Pelatihan Rencana Operasi dan Pemeliharaan. Dokumen Perencanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) diusulkan dan disahkan dalam forum musyawarah di lokasi pelaksanaan. 4.4.5 Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan pada waktu proses pelaksanaan rencana kegiatan masyarakat, Pembentukan KSM, Pendanaan, Pemilihan Teknologi Sanitasi sampai dengan Penyusunan Buku/dokumen Rencana Pembangunan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Monitoring dan pengendalian ini digunakan untuk : 1. Memastikan keterlibatan semua status sosial yang ada di masyarakat serta gender dalam proses penerimaan masyarakat akan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) untuk memperbaiki kondisi sanitasi lingkungan maupun penerimaan masyarakat untuk berkontribusi sesuai dengan kemampuan masyarakat; 2. Memastikan proses pembentukan kelompok swadaya masyarakat dilakukan secara musyawarah dan transparan. Kesepakatan kontribusi, pemilihan lokasi dan pemilihan teknologi pengolahan limbah domestik telah sesuai dengan lokasi, kapasitas yang akan dilayani, kemampuan masyarakat untuk mengoperasikan dan merawat sarana sanitasi, serta adanya transfer pengetahuan kepada masyarakat; 3. Memonitor proses pengalokasian dana terutama APBD II serta pencairan/penyerapan dana sesuai dengan progres dan kebijakan dalam Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). 4.5 4.5.1 TAHAPAN KONSTRUKSI Persiapan Pelaksanaan Tahapan kegiatan konstruksi dilaksanakan setelah Rencana Kerja Masyarakat (RKM) mendapatkan persetujuan 49

dan telah ditandatangani, masyarakat mempunyai tugas dan kewajiban melaksanakan kegiatan sesuai dengan RKM dan kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak. Dalam melaksanakan kegiatan KSM difasilitasi oleh Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL). Persiapan pelaksanaan dilakukan oleh KSM dibantu TFL pada forum rembug kampung, meliputi: 1. Mengecek dan merubah Jadwal Pelaksanaan yang telah disusun di dalam RKM, disesuaikan dengan kondisi terkini (bila diperlukan). 2. Mengecek kembali rekening KSM untuk memastikan bahwa kontribusi masyarakat berupa uang (in-cash) sudah masuk ke dalam Rekening Bersama. 3. Memeriksa dan menyiapkan kontribusi masyarakat berupa tenaga (in-kind) dan material (in-kind). 4. Identifikasi tenaga terampil dan pendaftaran calon pekerja untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan sendiri. Calon pekerja harus digolongkan menurut jenis kelamin. Orang yang tergolong kurang mampu harus mendapatkan prioritas. Pendaftaran tenaga kerja dapat diteruskan selama pelaksanaan bila terdapat calon tenaga kerja baru. 5. Menyusun organisasi pelaksanaan pembangunan Struktur Organisasi Pelaksanaan untuk pekerjaan yang dikerjakan sendiri adalah: Sekurang-kurangnya terdapat Satu Kepala Pelaksana Kepala Pelaksana mewakili Ketua KSM dalam memberikan arahan serta mengawasi jalannya pelaksanaan di lapangan, baik dari segi teknik maupun administrasi kegiatan, dan sebagai penghubung dengan pihak luar sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Kepala Pelaksana adalah Ketua Unit Teknis KSM atau anggota KSM lain yang mampu untuk mengemban tugas tersebut. Satu orang Mandor atau lebih Mandor adalah orang yang menguasai pekerjaan lapangan sesuai dengan jenis pekerjaannya, dan berfungsi membantu Kepala Pelaksana dalam menangani satu maam pekerjaan atau lebih. Mandor sebaiknya adalah anggota Unit Kerja Teknis atau orang lain yang terampil/menguasai jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan. Bendahara/Administrasi Kegiatan adalah orang yang menguasai sistem pembukuan kegiatan, dan berfungsi sebagai pembantu Kepala Pelaksana dalam masalah administrasi keuangan lapangan, seperti pembelian material, pengeluaran untuk pekerja, dan sebagainya. Bendahara/Administrasi Kegiatan adalah Ketua Unit Pengelola Keuangan/Bendaharawan KSM. Hasil dari rembug kampung yang memenuhi kegiatan di atas adalah pernyataan kesiapan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan pembangunan. Pernyataan kesiapan diajukan kepada Pimbagpro kabupaten/kota terkait sebagai kelengkapan kontrak dan sebagai dasar disetujuinya Surat Perintah Pembayaran (SPP) yang diajukan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Kemudian, apabila SPP disetujui, KPPN akan menerbitkan SPM (Surat Perintah Membayar) kepada KSM. 4.5.2 Proses Pelaksanaan Proses pelaksanaan kegiatan yang didanai KSM ini semaksimal mungkin dapat dilaksanakan secara swakelola (Pelaksanaan Kegiatan dengan Partisipasi Masyarakat) oleh masyarakat kampung. Dalam pelaksanaannya, ada bagian pekerjaan yang bila ditinjau dari jenis dan sifat pekerjaannya tidak memungkinkan untuk dilaksanakan sendiri oleh masyarakat, sehingga perlu dilakukan klarifikasi untuk mendapatkan pertimbangan suatu pekerjaan dapat dikerjakan oleh pihak ketiga sebagai sub pemasok/subkontraktor terhadap KSM. 1. Pelaksanaan Kegiatan Dengan Partisipasi Masyarakat (Swakelola) Setelah Surat Kontrak ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka pihak kedua (KSM) berhak untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dalam RKM. Dalam hal ini KSM akan berfungsi sebagai Kontraktor/Pemasok.

50

Tata cara/metode pelaksanaan pengadaan barang maupun jasa konstruksi dengan Partisipasi Masyarakat (community participation) ini dimaksudkan sebagai suatu sistem peran serta masyarakat dengan mengandalkan masyarakat itu sendiri dalam mengelola pengadaan barang maupun pekerjaan konstruksi. Hal itu didasarkan pada pengamatan dan pengalaman sendiri secara gotong-royong dengan memanfaatkan tukang dan pekerja khusus yang ada di kampung atau dari kampung sekitarnya. Ketentuan upah tukang dan pekerja akan didasarkan pada harga pasar di kampung tersebut dengan membandingkan harga dari daerah sekitarnya (minimal 3 kampung). Dalam pelaksanaan ini KSM akan dibantu oleh TFL yang secara periodik ditentukan jadwal pertemuan pelaksanaan yang akan membahas kemajuan-kemajuan pekerjaan dan penyelesaian permasalahan yang timbul di lapangan. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut sekali waktu perlu dihadiri oleh pihak Dinas PU Kabupaten/Kota dan Konsultan Kabupaten/Kota, terutama yang berkaitan dengan kemungkinan adanya perubahan atau revisi pekerjaan yang menyangkut teknis maupun keuangan. Setiap kontrak yang selesai dilakukan oleh KSM akan dievaluasi oleh Tim penerima barang/jasa yang dibentuk oleh Dinas PU Kabupaten/Kota. Panitia Penerima bertugas melakukan evaluasi atau pengecekan pekerjaan yang dikerjakan oleh KSM maupun pihak ketiga sesuai dengan spesifikasi teknis atau Kerangka Acuan Kerja dalam kontrak. Dengan kemampuan panitia yang terbatas untuk melakukan evaluasi terhadap pekerjaan tersebut, maka Kegiatan dapat mengundang tenaga ahli Konsultan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan evaluasi atau pengecekan tersebut. Disamping pelaksanaan pekerjaan sendiri oleh masyarakat, KSM juga dapat secara langsung melakukan teguran-teguran di lapangan baik lisan maupun tertulis kepada subkontraktor terhadap kualitas pekerjaan maupun kemampuan tukang yang tidak memadai. 2. Pelaksanaan Kegiatan Dengan Subkontraktor/ Pemasok Pelaksanaan pekerjaan yang dianggap oleh masyarakat tidak mampu dikerjakan oleh masyarakat sendiri karena memerlukan keahlian khusus atau pekerjaan yang memerlukan modal yang besar, setelah dievaluasi secara bersama-sama dengan pihak TFL masyarakat, maka pihak kedua (KSM) diperbolehkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan disubkontrakkan melalui pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya KSM akan melakukan pengawasan terhadap kinerja subkontraktor dengan dibantu oleh Tim Fasilitator Masyarakat. Dalam melakukan pengawasan, KSM juga akan melakukan pertemuanpertemuan secara berkala dalam rangka memantau kemajuan pekerjaan yang telah dicapai oleh subkontraktor/pemasok serta permasalahan-permasalahan yang timbul di lapangan. Setiap kontrak yang selesai dilaksanakan oleh subkontraktor akan diperiksa oleh KSM terlebih dahulu dan dibantu oleh konsultan, kemudian akan dievaluasi oleh Tim penerima barang/jasa yang dibentuk oleh Dinas PU Kabupaten/Kota. Panitia Penerima bertugas melakukan evaluasi atau pengecekan pekerjaan (Cek List Pekerjaan) yang dikerjakan oleh pihak kedua atau pihak ketiga (Subkontraktor/Pemasok) sesuai dengan spesifikasi teknis atau Kerangka Acuan Kerja dalam kontrak. 4.5.3 Etika Pelaksanaan Baik penyedia barang/jasa (KSM dan Subkontraktor/Pemasok) maupun pengguna barang (KSM dan Dinas PU Kabupaten/Kota) harus memenuhi etika pelaksanaan pengadaan barang/pekerjaan konstruksi sebagai berikut: 1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketetapan tercapainya tujuan dalam pelaksanaan pengadaan barang 2. Bekerja secara operasional, mandiri atas dasar kejujuran dan mencegah terjadinya penyimpangan dalam 51

pelaksanaan 3. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan dalam rapat lapangan sesuai kesepakatan dengan pihak terkait 4. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dalam pelaksanaan pekerjaan ini 5. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan atau melakukan kegiatan bersama dengan tujuan keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara 6. Menghindari dan mencegah pertentangan dengan pihak terkait, baik langsung maupun tidak langsung 7. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dalam pelaksanaan pekerjaan ini 8. Tidak menerima, tidak menawarkan dan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah/imbalan berupa apapun kepada siapa saja yang diketahui patut diduga berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan ini 4.5.4 Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan kegiatan kegiatan dapat dilakukan dengan cara melakukan pelatihan yang dilakukan oleh TFL masyarakat, Konsultan Kabupaten/Kota ataupun Pihak ketiga. Laki-laki dan perempuan memperoleh hak yang sama untuk mendapatkan pelatihan ini. Usaha lain untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dapat dilakukan dengan cara pendampingan secara terus-menerus oleh TFL selama proses pelaksanaan kegiatan. 1. Pelatihan Pelatihan pada tahap pelaksanaan diperlukan sesuai dengan kebutuhan KSM dan masyarakat, sehingga mampu dan terampil melakukan kegiatan sesuai dengan kebutuhan yang tertuang dalam RKM. Pelatih untuk KSM dapat berasal dari Dinas PU, Konsultan atau pihak lain yang ditentukan kemudian. Sistem pelatihan dapat dilakukan di kelas atau langsung di lapangan agar lebih mudah dimengerti oleh masyarakat (on the job training). Materi Pelatihan yang diberikan antara lain: 1. Cara membaca gambar teknis 2. Pengetahuan tentang spesifikasi teknis dan batasan-batasannya 3. Tata cara pengawasan pekerjaan (quality control) dan cara menghitung kemajuan kegiatan (progress fisik) 4. Administrasi dan keuangan Salah satu cara pelatihan di lapangan adalah bersama-sama dengan tukang yang terampil membangun jamban lengkap dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau memasang pipa (riol) dari rumah ke IPAL. 2. Gender 1. Dalam pelaksanaan kegiatan kegiatan, baik laki-laki maupun perempuan dapat terlibat aktif selama pembangunan sarana sanitasi (pelaksanaan konstruksi) 2. Perempuan dapat terlibat dalam pelaksanaan konstruksi sebagai tenaga terampil ataupun kurang terampil 3. Perempuan dapat berperan sesuai kapasitasnya sebagai tenaga terampil dalam pelaksanaan konstruksi (sesuai jabatan di KSM, misalnya: sebagai Ketua, bendahara dsb.) 4. Perempuan dapat menyediakan konsumsi sehingga pelaksanaan pekerjaan konstruksi dapat berjalan lancar 5. Perempuan dapat melakukan monitoring pada saat pekerjaan konstruksi 4.5.5 Pelaksanaan Konstruksi Pelaksanaan konstruksi dilaksanakan setelah pencairan dana Tahap I dan pelatihan-pelatihan bagi KSM dan Masyarakat yang ada hubungannya dengan konstruksi selesai dilaksanakan.

52

Pelaksanaan konstruksi dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri atau pihak ketiga (kontraktor/subkontraktor) bila masyarakat mengalami kesulitan secara teknik dan resiko. Pelaksanaan Konstruksi secara garis besar adalah: 1. Penjelasan teknis konstruksi dilakukan kepada KSM, tukang, mandor dan masyarakat pengguna sarana yang berminat 2. Pekerjaan konstruksi dilakukan oleh tukang yang dipekerjakan oleh KSM, sedangkan supervisi dilakukan oleh KSM bersama-sama dengan TFL dan Dinas PU kabupaten/Kota 3. Pekerjaan Perencanaan sarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dan Rencana Konstruksi diperlihatkan kepada calon masyarakat pengguna 4. Wakil dari KSM dan Mandor melakukan pengawasan setiap hari di lokasi 5. Masyarakat ikut melakukan gotong-royong sesuai jadwal Pelaksanaan Konstruksi oleh masyarakat mempergunakan organisasi dan sumber daya yang telah disusun dalam rembug kampung, dan langsung dapat melaksanakan pekerjaan dengan sumber pendanaan dari Rekening KSM, dimana penggunaannya dibukukan sesuai dengan peraturan yang ada. TFL masyarakat mendampingi, memberikan bimbingan teknis dan persetujuan terhadap kegiatan yang telah, sedang dan akan dilakukan. KSM dan Masyarakat dengan dukungan TFL masyarakat secara terus- menerus melakukan monitoring kemajuan pembangunan selama pelaksanaan pekerjaan, seperti pembelian material, kualitas pekerjaan, periode pembayaran, administrasi keuangan, dsb. Hal ini untuk mempercepat langkah-langkah yang dapat segera diambil bila terdapat penyimpangan dari Rancangan Rinci yang ada dalam Rencana Kerja Masyarakat (RKM). TFL akan memfasilitasi kepada KSM atau anggota masyarakat yang berminat mengenai cara pelaksanaan dari kegiatan percontohan untuk sarana sanitasi, baik untuk jamban komunal maupun untuk jamban pribadi yang telah dipilih masyarakat. 4.5.5.1 Papan Informasi Papan informasi merupakan papan pemberitahuan atau pengumuman dengan ukuran tertentu yang memuat informasi mengenai kebijakan dan pelaksanaan kegiatan di lokasi tertentu. Papan informasi tersebut dipasang di tempat strategis agar mudah terlihat dan dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat baik di kecamatan, kelurahan, kampung maupun lokasi kegiatan. Pembuatan papan informasi harus dimusyawarahkan dengan masyarakat/warga kampung agar secara bersama-sama menetapkan pembiayaan, lokasi pemasangan, pembuat dan penanggung jawab dalam perawatan dan perbaikannya. Agar masyarakat mudah membaca pengumuman yang tercantum di papan informasi tersebut, rancangannya harus dibuat menarik, tidak mudah rusak dan berukuran ideal agar dapat terlihat dari jarak tertentu. Pada umumnya ukuran yang digunakan sekitar 1 x 1,5 meter dan biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan papan informasi pada prinsipnya ditanggung oleh masyarakat sendiri. Tujuan utama digunakan papan informasi adalah untuk: 1. Mempermudah masyarakat memperoleh informasi mengenai kegiatan secara terbuka 2. Mempermudah masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan dimulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengoperasian dan pemeliharaan 3. Mempermudah masyarakat untuk turut mengawasi secara langsung pelaksanaan kegiatan fisik dan penggunaan dana kegiatan 4.5.5.2 Lokasi Papan Informasi Papan informasi dipasang di tempat yang strategis dan mudah diakses oleh masyarakat. 53

Jenis informasi minimal yang harus tercantum dalam papan informasi antara lain: 1. Jumlah dana kegiatan yang harus diterima masyarakat melalui rekening KSM 2. Jumlah kontribusi masyarakat 3. Sistem pencairan dana 4. Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan 5. Laporan pertanggungjawaban pencairan dan penggunaan dana 6. Nama Kecamatan/Desa/kampung dan alamat KSM Agar informasi dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: 1. papan informasi harus dipasang di tempat yang banyak dikunjungi orang, tetapi aman dari gangguan 2. Papan informasi harus dipasang agak tinggi agar tidak mudah dirusak 3. Tulisan agak besar, kalimat sederhana dan singkat disertai gambar berwarna agar menarik perhatian dan minat pembacanya 4. Papan informasi dilindungi kaca atau plastik untuk mengurangi kemungkinan informasi dirusak orang 5. Informasi yang ditempel di papan informasi dapat berupa fotokopi atau tulisan tangan, asalkan jelas dan terbaca dengan baik 6. Informasi harus selalu diperbaharui sesuai perkembangan pelaksanaan kegiatan 4.5.5.3 Tugas Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Tugas-tugas Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah : 1. Melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan bersama rnasyarakat dan telah dituangkan dalam RKM, sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dan spesifikasi teknis; dengan bantuan Fasilitator Lapangan. 2. Mengatur pengadaan dan pengelolaan dana tunai, bahan lokal dan tenaga gotong-royong sesuai yang telah disepakati sebagai kontribusi masyarakat. 3. Pelaksanaan kegiatan tersebut termasuk: Membentuk unit pelaksana untuk kegiatan fisik pembangunan (sarana sanitasi), kegiatan Kesehatan Masyarakat dan sekolah; pengelolaan dana; menetapkan personel dan/atau tukang yang ditugaskan untuk melaksanakan setiap kegiatan tersebut di atas. Melakukan Pembelanjaan dana guna pengadaan bahan & material yang diperlukan. Melakukan pekerjaan administrasi kegiatan di tingkat desa, seperti administrasi keuangan, pengumpulan dokumen pendukung dan pelaporan. Melakukan pengoperasian dan pemeliharaan guna melerestarikan hasil yang dicapai oleh masyarakat Tenaga Pelaksana 1. Pada prinsipnya pelaksanaan kegiatan di tingkat kampung dilakukan oleh masyarakat sendiri (partisipasi masyarakat) melalui suatu wahana organisasi yang dibentuk masyarakat sendiri dan disebut KSM. 2. Proses partisipasi masyarakat tersebut diharapkan menjadi wujud pemberdayaan dan memberi kesempatan agar masyarakat menjadi pelaku dalam menangani kegiatan yang mereka inginkan. 3. Tenaga inti pelaksana yang diperlukan dalam pelaksanaan (misalnya tukang batu, tukang pasang pipa) dipilih dari masyarakat setempat. Tenaga Fasilitator Lapangan Masyarakat bertugas untuk memberikan bimbingan kepada mereka. 4. Tenaga inti diberi upah (kompensasi) sesuai dengan norma yang wajar di kampung tersebut. Besarnya upah yang wajar tersebut ditetapkan bersama oleh KSM dan Fasilitator Lapangan, sesuai harga setempat. 5. Bila ada bagian pekerjaan tertentu yang tidak terdapat tenaga di kampung bersangkutan, maka KSM bersama Fasilitator Lapangan dapat mencari tenaga yang dibutuhkan dari tempat lain (artinya kampung lain, Kecamatan, Kabupaten, dsb). Fasilitator Lapangan bertugas untuk membantu KSM dalam identifikasi tenaga yang dibutuhkan dan melakukan perundingan mengenai harga yang wajar. Penggunaan tenaga luar tersebut berbasis upah harian/mingguan/bulanan atau bisa berbasis pada borongan. 6. Sedangkan kebutuhan tenaga lain yang sifatnya pembantu umum (seperti tenaga angkut, galian, dsb) akan ditangani oleh masyarakat sendiri secara gotong-royong, dan hal tersebut merupakan bagian dari kontribusi

4.5.5.4

54

masyarakat. 4.5.5.5 Administrasi dan Pelaporan 1. Unit Keuangan harus melakukan pencatatan, penyusunan dan penyimpanan dokumen pendukung untuk pengeluaran dana. Dokumen pendukung tersebut diantaranya: kwitansi, Bon, Nota Pembayaran, Faktur, dsb. 2. Seluruh catatan dan dokumen pendukung penggunaan dana tersebut harus tersedia pada waktu diadakan pemeriksaan oleh pihak kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Kabupaten/Kora, atau provinsi. 3. Catatan atau dokumen pendukung harus bersifat transparan 4. Fasilitator Masyarakat bertugas untuk memberikan dukungan dan bimbingan kepada KSM dalarn urusan administrasi dan pelaporan tersebut 5. Pihak Kedua berkewajiban untuk melaporkan kemajuan kegiatan masyarakat setiap bulan sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Operasional Tingkat Kampung berupa laporan fisik dan biaya serta ditempel pada papan informasi. 6. KSM harus rnenyebarluaskan lkatan Kontrak (jika ada) dengan subpemasok/ subkontraktor melalui papan informasi. Monitoring dan Evaluasi Ruang Lingkup Monitoring Monitoring merupakan kegiatan pemantauan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dan teratur untuk mengetahui: 1. Kemajuan pelaksanaan suatu program/kegiatan; 2. Proses yang dijalankan dan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh kegiatan; 3. Keberlanjutan dari kegiatan. Sistem pemantauan perkembangan pelaksanaan kegiatan memerlukan rencana kegiatan yang terstruktur dengan baik. Selain pemantauan dilakukan melalui pencatatan dan pelaporan secara berjenjang dan sistematis, monitoring kegiatan dapat juga dilakukan dengan cara supervisi untuk melakukan pengawasan langsung, baik terhadap administrasi kegiatan maupun kegiatan di lapangan. Kegiatan ini juga mencakup evaluasi kinerja pelaksana dan stakeholder dalam bidang keuangan, teknis, ketepatan waktu operasi dan realisasi, serta kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh kegiatan, terhadap pengadaan dan pelaksanaan konstruksi fisik prasarana, reqruitment staf, penyelenggaraan pelatihan dan lainnya. Data tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dalam formulir-formulir isian yang diolah dan dianalisis. Sistem pengumpulan dan pengolahan data ini merupakan dasar utama Sistem Informasi Manajemen (SIM). Pelaksanaan SIM dengan baik dapat menyediakan data dan informasi bagi kepentingan manajemen kegiatan. Dengan informasi dan data yang sudah terkumpul, memungkinkan manajer kegiatan dan pelaksana kegiatan bersangkutan serta lembaga penyandang dana mengetahui kinerja kegiatan dan mengenali hambatan serta kesenjangan yang ada sebagai dasar untuk pengendalian kegiatan dan melakukan tindakan korektif bila diperlukan. Selain itu, Sistem Monitoring dan Evaluasi (M&E) dalam kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) juga dilakukan secara patisipatif oleh masyarakat untuk mengetahui keberlangsungan yang dicapai, masalah yang dihadapi dan alternatif pemecahan oleh masyarakat langsung dengan mengunakan metode MP. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan laporan berkala digunakan untuk mengetahui kinerja dalam hubungannya dengan tujuan dan target yang ingin dicapai dengan menggunakan indikator pencapaian hasil serta menyarankan tindakan korektif yang sesuai apabila diperlukan. Laporan berkala mencakup data informasi yang dibutuhkan dan dimonitor secara teratur baik secara bulanan maupun triwulan. Selain itu, data dan informasi terkait lainnya dapat diperoleh melalui survei data dasar dan survei pemantuan serta evaluasi dampak dan studistudi lainnya. 55

4.5.6 4.5.6.1

Laporan tengah dan akhir kegiatan biasanya disiapkan oleh pelaksana kegiatan setelah mid-term dan final evaluation menjelang tengah dan akhir pelaksanaan kegiatan. Laporan ini merupakan dasar bagi Penilaian Akhir Kegiatan. Tujuannya adalah menilai pencapaian hasil kegiatan dan keseluruhan keberhasilan, dan menyediakan informasi bagi Pemerintah maupun Bank Penyandang Dana, tentang seluruh kinerja dan dampak akhir dari kegiatan serta merumuskan pelajaran-pelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman kegiatan. Tujuan umum pemantauan dan evaluasi kegiatan kegiatan adalah untuk pengawasan, pengendalian, pelaksanaan dan kemajuan kegiatan, dampak kegiatan, kinerja kegiatan dan pengambilan keputusan. Selain itu monitoring & evaluasi bertujuan untuk mengukur efisiensi, efektivitas dan manfaat serta kesinambungan kegiatan kegiatan. Tujuan khusus dari Monitoring dan evaluasi kegiatan antara lain untuk: 1. Memantau kemajuan pelaksanaan kegiatan; 2. Memantau proses pelaksanaan; 3. Mengevaluasi dampak untuk menentukan apakah kegiatan atau intervensi yang dilakukan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan bagi penerima manfaat dan stakeholder lainnya. 4. Memantau kinerja pelaksana dan institusi pelaksana kegiatan dalam menjamin keberhasilan kegiatan. 4.5.6.2 Mekanisme Monitoring dan Evaluasi Monitoring, evaluasi dan Sistem informasi Manajemen (SIM) Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu pengumpulan data (input), pengolahan data (proses), dan pelaporan (output) di masing-masing tingkat administrasi. Dalam rangka mempermudah pelaksana kegiatan mengikuti dan mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan kegiatan secara keseluruhan, selain data dan informasi yang dikumpulkan dan dilaporkan melalui sistem monitoring, evaluasi dan sistem informasi manajemen, kegiatan monitoring dilakukan juga melalui supervisi yang pada umumnya menghasilkan tambahan data dan informasi yang tidak terlaporkan melalui sistem pelaporan. Evaluasi pelaksanaan kegiatan secara berkala dapat dilakukan oleh pelaksana kegiatan atau Executing Agency, sedangkan evaluasi dampak dilakukan oleh institusi independen pada tengah dan akhir tahun pelaksanaan kegiatan. 4.5.6.3 Pelaksanaan Monitoring Monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh pelaksana di semua tingkat administrasi dimulai dari masyarakat penerima manfaat kegiatan. Pelaksana di setiap tahap adalah: 1. masyarakat yang menerima manfaat kegiatan. 2. Pengelola kegiatan (Pusat, Pemda Kabupaten/Kota, TPP, TKP, TKK, TKKc, Konsultan) 3. Pihak Ketiga yang ditunjuk khusus untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan tahap pelaksanaan suatu kegiatan atau hasil yang dicapai pada tiap tahap pelaksanaan kegiatan dengan suatu pembanding tertentu seperti rencana kegiatan atau sasaran pencapaian yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), evaluasi dilakukan oleh Dinas PU Kabupaten/ Kota, SNVT Provinsi, serta Tim Koordinator Propinsi/Kabupaten/Kota. Selain itu evaluasi dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif (Community Self Evaluation) dengan menggunakan metode MPA. Tujuan dilaksanakannya evaluasi oleh masyarakat, agar: a) masyarakat dapat mengetahui keberhasilan yang dicapai dan permasalahan yang dihadapi; 56

4.5.6.4

b) sebagai alat komunikasi baik secara vertikal maupun horizontal diantara staf kegiatan pada semua tingkatan dan lokasi, dan dengan pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pelaksanaan kegiatan; c) sebagai alat untuk masyarakat penerima manfaat berpatisipasi aktif dalam mengawasi jalannya pelaksanaan kegiatan dan d) membudayakan masyarakat Kampung, khususnya kelompok tertentu seperti keluarga miskin (berpenghasilan rendah), perempuan atau pemuda untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap sarana yang dibangun, pelayanan, tindakan, dan fasilitas lain yang disediakan kegiatan. Materi yang digunakan sebagai alat evaluasi adalah field book yang akan dilaksanakan oleh KSM didampingi TFL masyarakat di bawah supervisi, pada tahap: 1) baseline data (analisa awal); 2) setelah penyusunan RKM (namun belum disetujui); 3) begitu konstruksi selesai 4) 1 tahun setelah konstruksi selesai. Evaluasi kegiatan dapat dilakukan oleh Dinas PU Kabupaten/Kota, SNVT Provinsi, secara berkala sedangkan evaluasi dampak dilakukan pada tengah dan tahap akhir kegiatan oleh institusi independen untuk mengetahui hasil dan dampak pelaksanaan kegiatan yang dicapai secara keseluruhan terhadap masyarakat penerima manfaat.

57

58

BAB V OPERASI DAN PEMELIHARAAN Agar pelaksanaan operasional dan pemeliharaan dapat berjalan lancar, maka diperlukan organisasi untuk mengelola sarana sanitasi setelah masa pelaksanaan konstruksi. Pada tahap ini berfungsinya Badan Pengelola untuk operasional dan pemeliharaan berperan penting untuk keberlanjutan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Badan pengelola ini berfungsi setelah adanya keputusan dari pemerintah kampung dan kelurahan (yang ditanda tangani oleh Kepala Kampung/Lurah). Badan pengelola juga harus memiliki aturan-aturan organisasi dan operasional prasarana dan sarana, yang disusun dan diputuskan bersama-sama secara musyawarah antar anggota badan pengelola dengan masyarakat agar semua pihak dapat mengetahui dan mematuhinya. Badan pengelola harus mempunyai aturan sesuai dengan kondisi setempat, yang mengatur siapa penerima manfaat, besarnya iuran yang harus dibayar, waktu pembayaran iuran, serta siapa petugas yang melakukan pemeriksaan dan perbaikan kalau terjadi kerusakan dan menentukan besarnya biaya operasi rutin seperti honor petugas, biaya listrik, dll. Setiap pengguna wajib untuk memelihara sarana dan prasarana yang ada. Jika terjadi pelanggaran dapat ditindak. Peningkatan kapasitas Badan Pengelola tetap dibutuhkan untuk keberlanjutan proyek sanitasi berbasis masyarakat, sehingga masih diperlukan pelatihan lanjutan untuk memperkuat kapasitas dan meningkatkan jaringan kerja bagi Badan Pengelola. Badan Pengelola sebaiknya berasal dari Kelompok Pemanfaat. Tugas-tugas pokok pascakonstruksi adalah : 1. Iuran Pengguna : Membicarakan tentang besarnya iuran pemanfaatan sarana Mengumpulkan iuran, membuat perencanaan belanja, membukukan dan melaporkan secara rutin. 2. Pengoperasian & Pemeliharaan Mengoperasikan dan memelihara sarana fisik Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Mengontrol semua saluran pemipaan secara rutin Mengembangkan mutu pelayanan & jumlah sarana pengguna 3. Penyuluhan Kesehatan Melakukan kampanye tentang kesehatan rumah tangga dan lingkungan.

59

Ketua

Pelindung

Sekretaris & Bendahara

Seksi Iuran Pengguna

Seksi O&P

Seksi Kesehatan

Gambar 5.1. Bagan Struktur Organisasi Badan Pengelola Pasca Konstruksi 5.1 Aspek Operasi dan Pemeliharaan Pelestarian prasarana dan sarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan, memanfaatkan, dan memelihara prasarana dan sarana yang ada. Secara umum aspek yang perlu diperhatikan dalam pelestarian adalah pengelolaan prasarana dan sarana, penyuluhan, dan pedoman pemeliharaan. Pengelolaan Pengelolaan pada dasarnya merupakan aspek dan sendi utama pelestarian hasil fisik terbangun. Pengelola prasarana dan sarana perlu memperhatikan beberapa hal: Kinerja prasarana yang dikelola Jumlah prasarana dan sarana yang tersedia Jumlah prasarana dan sarana yang digunakan Target/sasaran perencanaan Standar prosedur operasional dan pemeliharaan Standar kriteria teknis prasarana dan sarana Rencana pengembangan sarana di masa datang Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan Pengelola harus melakukan langkah-langkah berikut: Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik Melakukan rehabilitasi tepat waktu Melakukan evaluasi kinerja pelayanan secara berkala Melakukan pengelolaan sesuai standar operasional prosedur 5.1.2 Penyuluhan Dari hal-hal di atas, kelompok pengguna diharapkan mampu menindaklanjuti pengoperasian dan pemeliharaan (O&P) secara tepat. Melalui kegiatan O&P diharapkan dapat mencapai umur teknis prasarana dan sarana sesuai dengan target dan standar perencanaan. Dalam pelaksanaan pelestarian prasarana & sarana, diharapkan pemerintah kabupaten/kota dapat berperan aktif memberikan dukungan teknis kepada masyarakat (penyuluhan) agar mereka mampu mengoperasikan dan memanfaatkan prasarana dan sarana yang ada.

5.1.1

60

5.1.3

Pedoman Badan pengelola perlu menyusun pedoman, yang akan menjadi acuan dalam melakukan kegiatannya. Selain pedoman untuk operasional kegiatan, juga diperlukan aturan untuk organisasi Badan pengelola itu sendiri, yang di dalamnya mengatur hak dan kewajiban anggota serta pengurusnya, lama periode kepengurusan dan mekanisme pemilihannya, musyawarah berkala untuk pertanggung-jawaban pengurus, dan sebagainya. Pedoman ini disusun oleh pengurus bersama Kelompok pemanfaat, dimusyawarahkan bersama dalam forum musyawarah desa, dan setelah dicapai mufakat disahkan oleh Kepala Lurah. Setiap Kampung dapat mengembangkan pedoman kerjanya sendiri, sesuai dengan kondisi, kemampuan dan budaya yang ada di daerahnya masing-masing. Dalam upaya mencapai keberhasilan pengelolaan perlu didukung organisasi yang handal, dimana organisasi tersebut harus: 1. Mampu mengorganisasikan anggotanya untuk mendukung program kerja yang telah dibuat; 2. Dapat menjamin kepentingan pemanfaat dan mencarikan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi; 3. Mampu melakukan hubungan kerja dengan lembaga lain di luar Badan Pengelola; 4. Mampu menerapkan sanksi organisasi bagi anggota yang melanggar peraturan. Selain itu dalam upaya melestarikan prasarana terbangun perlu adanya dukungan kemampuan teknis, seperti: 1. Kemampuan menyusun rencana operasional dan pemeliharaan; 2. Kemampuan untuk mempelajari prinsip dasar cara kerja prasarana terbangun, dan melakukan inventarisasi kerusakan serta usulan perbaikannya; 3. Kemampuan untuk menyusun rencana kegiatan operasi dan pemeliharaan (O&P) serta pelaksanaannya.

5.1.4

Pendanaan Sumber dana berasal dari masyarakat, berupa iuran yang dihitung berdasarkan kesepakatan bersama akan kebutuhan operasional dan pemeliharaan serta rencana pengembangan sarana di masa datang. Pendanaan diperuntukkan bagi operasional dan pemeliharaan ditambah honorarium pengelola untuk melakukan operasional dan pemeliharaan serta orang yang bertugas untuk melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan. Komponen yang perlu dipertimbangkan dalam menghitung biaya pengoperasian dan pemeliharaan meliputi: 1. Biaya penggantian komponen yang rusak sesuai dengan sistem sarana yang dibangun; 2. Biaya perbaikan sarana; 3. Biaya Operasional (solar, listrik, dll) 4. Honorarium pengelola. 5. Depresiasi alat/sarana Terkait dengan pendanaan prasarana dan sarana terbangun, Badan Pengelola perlu mengenal tipe dan jenis prasarana. Berdasarkan pengguna/pemanfaatnya, prasarana dan sarana dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Prasarana Umum Adalah prasarana terbangun yang dimanfaatkan oleh banyak orang (publik) tanpa pembatasan, misalnya Mandi Cuci Kakus (MCK) di pasar, SPBU (Pom Bensin), terminal, stasiun kereta api, toilet/kakus umum, dll. 2. Prasarana dan Sarana Kelompok Adalah prasarana terbangun yang dimanfaatkan oleh kelompok anggota masyarakat tertentu, misalnya toilet/kakus di sekolah, MCK di kawasan kelompok beberapa kepala keluarga (KK), dsb. Sesuai dengan tipe dan jenis prasarana dan sarana, dapat disusun mekanisme pendanaan pengelolaannya. Pendanaan untuk prasarana dan sarana kelompok dapat dilakukan dengan mekanisme penarikan pembayaran atas penggunaan/pemanfaatan prasarana dan sarana atau iuran bersama masyarakat. Sedangkan pendanaan untuk prasarana umum, yang dimanfaatkan oleh orang banyak dapat dilakukan melalui pengenaan tarif kepada 61

pengguna. Pada dasarnya yang membiayai Badan Pengelola adalah warga pemanfaat prasarana berlandaskan gotongroyong dan kesadaran bahwa pemeliharaan, perbaikan, dan pengembangan prasarana adalah tugas bersama. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan pengurus Badan Pengelola untuk mencari sumber dana di luar iuran warga pemanfaat, diantaranya adalah: 1. Bantuan Pemerintah Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan kepada Badan Pengelola yang bersumber dari APBD yang sudah dituangkan dalam peraturan kampung, dimana hal ini disesuaikan dengan kemampuan Daerah masing-masing. 2. Bantuan dari pihak lain yang tidak mengikat. Pengurus Badan Pengelola dapat mencari sumber dana dari Ormas, LSM, Orsospol, Perusahaan Swasta atau Yayasan selama bantuan ini tidak bersifat mengikat 3. Usaha lain yang sesuai dengan peraturan yang ada. 5.2 Dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota Sesuai dengan definisi pelestarian sebelumnya, Pemerintah Daerah sebagai pembina atau fasilitator kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) diharapkan dapat meneruskan bantuannya pada tahap pelestarian. Bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan dapat berupa bantuan teknis dan/atau bantuan pendanaan. Secara rinci mengenai Operasi dan Pemeliharaan mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di tingkat masyarakat. 5.3 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat a. SISTEM MCK Tabel 5.1. Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem MCK untuk 250 Jiwa Kebutuhan Keterangan 1. Operator & Penjaga Pekerjaan yang tidak tetap 2. Listrik 250 Watt (Pompa air dan lampu) 3. Pengurasan IPAL Rp. 250,000,-/ 2 tahun 4. Peralatan Pembersih Sabun dan pembersih lantai, dll 5. Perbaikan Pompa Rp. 100,000,- / Tahun 6. Lain-lain Serok, lampu, kran, cat dinding, dll Total biaya pengoperasian dan pemeliharaan II. BIAYA PEMAKAIAN Fasilitas 1. 2. Kamar Mandi WC/Jamban 150 600 150 - 400 150 - 500 Rp. / Pakai Rata2 per KK/hari Rp. 750,- s/d Rp. 3000,Rp. 750,- s/d Rp. 2000,Rp. 750,- s/d 2.500,Rp /Bulan 200,000,100,000,1,000,20,000,9,000,20,000,350,000,-

3. Mencuci & ambil air * 1 KK = 5 ORANG

62

Petunjuk Pelaksanaaan Bagi Pengguna Mck

Jangan memasukkan benda padat karena akan menyumbat saluran

Buang sampah di tempat sampah yang disediakan

Hindari air sabun dari air mandi maupun cuci masuk ke dalam kloset

Jangan membuang bahan kimia karena akan mematikan bakteri

Gunakan sabun cuci sehemat mungkin

Jangan corat-coret di dinding kamar mandi, WC maupun tempat cuci

Petunjuk Pelaksanaan Bagi Pengelola MCK/Operator

2 kali per hari gunakan pel untuk membersihkan teras luar (gunakan bahan pembersih jika sangat kotor saja)

Setiap hari bersihkan gayung dengan sikat atau sabut

Setiap hari bersihkan saringan di lantai KM/WC dari kotoran padat/sampah

Setiap hari buang sampah dalam KM/WC dan bersihkan tempat sampah 63

Setiap hari kuras bak dengan sikat (gunakan bahan pembersih jika sangat kotor saja)

Setiap hari bersihkan/sapu taman 1 kali per minggu rapikan taman (tanaman dan rumput)

1 kali per minggu kuras dan bersihkan tangki/tandon air dari lumut dan kotoran lain

1 kali per bulan bersihkan langit-langit KM/WC dari sarang laba-laba

1 kali per minggu periksa bak kontrol, jika terdapat kotoran padat/sampah, keluarkan kemudian buang ke tempat sampah

1 kali per 6 bulan buang kotoran padat dan kotoran yang mengapung tepat di bawah manhole

Mulai dari bak inlet, dilanjutkan ke bak-bak berikutnya

Ambil kotoran tepat di bawah manhole

Gunakan alat T untuk mengumpulkan kotoran tepat di bawah manhole

Keluarkan semua kotoran yang terkumpul sampai tidak ada yang tersisa

64

Mintalah tukang untuk memperbaiki semua kebocoran secepat mungkin dan lihat sebabnya 1 kali per 6 bulan, Test Kualitas Air Limbah

Telpon dinas terkait

Ambil 2 sample air limbah dari bak inlet dan bak outlet, masing-masing 2 liter dalam botol terpisah

Bawa 2 botol sample ke laboratorium yang dirujuk. Minta pemeriksaan untuk: pH, BOD5, COD, TSS, lemak Petunjuk Pelaksanaan Pengurasan IPAL MCK 1 kali per 2 tahun, pengurasan dengan truk tinja

Telpon perusahaan jasa pengurasan tinja

Buka semua tutup manhole pada IPAL

Angkat kotoran mengapung dan buang ke tempat sampah

Masukkan pipa sedot dari truk tinja sampai ke dasar bak, sedot mulai dari bak pertama

Lumpur yang disedot adalah lumpur yang berwarna hitam

Hentikan pengurasan jika lumpur sudah berwarna coklat 65

b. SISTEM KOMUNAL Tabel 5.2. Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem Komunal untuk 750 Jiwa Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Rp./Bulan I. Jamban Biaya pengoperasian dan perawatan menjadi tanggung jawab setiap pengguna (KK) II. Sambungan dari Rumah III. Pipa Utama dan IPAL 1. Operator Inspeksi 4x/bulan di IPAL, Pipa Utama, Pipa 100,000.00 Sekunder @ Rp. 25.000,- / Inspeksi 2. Pengurasan setiap 2 tahun Rp. 250.000,10,500.00 3. Lain-lain: Perbaikan pipa, bak kontrol, IPAL. 45,000.00 Asumsi: perbaikan pipa 40 m' setiap 2 tahun Total Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan 155,500.00 Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan /KK/Bulan 1,952.94 Dibulatkan 2,000.00 Petunjuk Pelaksanaan Bagi Pengguna Sistem Komunal IPAL akan berfungsi dengan baik jika Anda memasukkan limbah yang benar, IPAL bukan tempat pembuangan semua jenis sampah!

Jangan memasukkan limbah padat ke jamban karena akan menyumbat saluran.

Jangan membuang minyak bekas ke saluran pembuangan dapur karena ketika mengering, lemaknya dapat menyumbat pipa

Jangan membuang bahan kimia ke saluran karena akan mematikan bakteri di IPAL

Jangan menanam pohon di dekat saluran perpipaan dan IPAL karena bisa merusak pipa

Gunakan secukupnya sabun cuci dan pembersih, baik untuk sistem pengolahan dan menghemat 66

Buanglah hanya limbah cair dari kamar mandi dan dapur dan beri saringan untuk memisahkan limbah padat

Ambil kotoran mengapung dari bak penangkap lemak setiap 3 hari sekali

Periksa bak kontrol di rumah setiap 3 hari sekali Buang limbah padat, pasir/lumpur, dengan sekop/serok, kumpulkan dalam tas plastik Bawa ke tempat pembuangan sampah

Bawa ke tempat pembuangan sampah Petunjuk Pelaksanaaan Bagi Operator Sistem Komunal Lakukan 1 Kali per minggu

Periksa setiap bak kontrol pada sistem perpipaan

Buang limbah padat dan kotoran mengapung

Jika tidak ada aliran air dalam bak kontrol, mungkin pipa tersumbat atau rusak Hentikan kegiatan di rumah Buka pemipaan, minta tukang untuk memperbaiki kerusakan

Jika ada luapan air dari bak kontrol, mungkin pipa tersumbat. Hentikan kegiatan di rumah, segera perbaiki jika ada kerusakan pipa Sogok dari bak kontrol ke bak kontrol lain

67

Minta tukang untuk memperbaiki kerusakan secepatnya

Buang limbah padat dan kotoran mengapung dari bak inlet dengan sekop

Kumpulkan semua kotoran, masukkan dalam tas plastik. Semua tutup bak kontrol dan manhole IPAL harus bisa Buang ke tempat sampah dibuka untuk mempermudah pengoperasian dan pemeliharaan. 1 kali per 2 minggu: buang kotoran padat dan kotoran yang mengapung tepat di bawah manhole

Mulai dari bak inlet, dilanjutkan ke bak-bak berikutnya

Ambil kotoran tepat di bawah manhole

Gunakan alat T untuk mengumpulkan kotoran tepat di bawah manhole

Keluarkan semua kotoran yang terkumpul sampai tidak ada yang tersisa

68

Petunjuk Pelaksanaan Pengurasan IPAL Komunal

1 kali per 2 tahun, pengurasan dengan truk tinja

Telpon perusahaan jasa pengurasan tinja

Buka semua tutup manhole pada IPAL

Angkat kotoran mengapung dan buang ke tempat sampah

Masukkan pipa sedot dari truk tinja sampai ke dasar bak, sedot mulai dari bak pertama

Lumpur yang disedot adalah lumpur yang berwarna hitam 5.4 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat

Hentikan pengurasan jika lumpur sudah berwarna coklat

a. Pemeliharaan Wadah/Bin 1. Setelah digunakan, wadah/bin sampah dibersihkan secara teratur setiap hari b. Pemeliharaan gerobak/becak sampah 1. Setelah digunakan, gerobak/becak sampah harus dibersihkan secara berkala, seminggu sekali 2. Usahakan tidak ada sampah yang menyangkut di roda gerobak/becak sampah 3. Perbaikan segera dilakukan jika ada kerusakan 4. Gerobak/becak dijaga agar tidak berlubang sehingga tidak ada sampah yang tercecer c. Pemeliharaan Motor Sampah 1. Motor sampah dilengkapi dengan manual pengoperasian dan pemeliharaan 2. Pemeliharaan motor sampah sesuai dengan manual dari fabrikan 3. Pengelola harus mengetahui lokasi penjualan suku cadang terdekat d. Pemeliharaan alat pencacah sampah 1. Alat pencacah dilengkapi dengan manual 2. Penggantian oli dilakukan secara berkala sesuai dengan spesifikasi teknis/manualnya 3. Pengelola mengetahui lokasi penjualan suku cadang terdekat 4. Pisau pencacah dijaga ketajamannya dengan cara diasah secara berkala 69

e. Pemeliharaan Alat pengayak a. Alat pengayak dilengkapi dengan manual b. Kebersihan alat pengayak selalu dijaga f. Pemeliharaan Hanggar 3R 1. Kebersihan hanggar harus selalu dijaga 2. Proses pemilahan kompos daur ulang sesuai dengan SOP 3. Penyiraman debu dilakukan secara berkala 4. Saluran drainase dijaga kebersihannya, agar tidak ada sampah yang mengganggu aliran air 5.5 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat a. Uji Coba dan Pengoperasian Pompa 1. Hidupkan mesin diesel sesuai SOP atau petunjuk kerja yang berlaku atau kontakkan handle sakelar utama apabila menggunakan PLN. 2. Pastikan tegangan, frekuensi, arus listrik sesuaikan dengan ketentuan atau SOP. 3. Geser sakelar utama pada posisi ON. 4. Hidupkan pompa apabila elevasi muka air di dalam kolam retensi melebihi elevasi normal sesuai dengan ketentuan di dalam SOP. 5. Lakukan kegiatan seperti butir 3., sesuai dengan kecepatan naiknya elevasi muka air di dalam kolam retensi dengan kapasitas pompa menurut ketentuan di dalam SOP. 6. Atur aliran air dari saluran yang masuk ke dalam kolam retensi dengan pintu air terutama pada musim kering. Apabila pengaturan air masuk ke dalam kolam retensi dengan pintu air, supaya air limbah dari saluran tidak masuk ke dalam kolam retensi. 7. Matikan pompa apabila elevasi muka air di dalam kolam retensi sudah mencapai elevasi normal sesuai dengan ketentuan di dalam SOP. b. Pemeliharaan Stasiun Pompa 1. Stasiun pompa sekalipun dibangun dengan konstruksi beton bertulang tetap harus dipelihara agar jangan terkesan angker dan kumuh. Untuk itu secara rutin petugas harus menjaga kebersihan lingkungan instalasi. 2. Secara berkala stasiun pompa harus dicat agar dari segi estetika indah dan nyaman untuk dijadikan sarana rekreasi bila perlu. 3. Sewaktu pompa tidak dioperasikan periksa kelengkapan saringan sampah di bagian depan pompa. Lakukan pembersihan terutama dari sampah-sampah plastik yang dapat merusak poros dan propeller pompa. 4. Periksa secara rutin panel operasi jangan sampai ada kabel yang putus karena termakan usia atau oleh binatang pengerat seperti tikus dll. 5. Perhatikan engsel-engsel pintu instalasi agar jangan sampai kering. Sebab semua petugas operasional pompa harus tetap siaga menjaga kemungkinan terjadi banjir dadakan. c. Pengoperasian Pintu Air Inlet, Outlet dan Pembagi 1. Untuk sistem drainase mandiri dengan kolam tampungan di samping saluran yang bermuara di badan air/sungai i. Pada saat banjir datang pintu pembagi ditutup. Sebaliknya pintu inlet dibuka, sehingga air dari saluran drainase akan masuk dan mengisi kolam retensi. Hal ini dilakukan bersamaan dengan pengoperasian pompa. ii. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu pembagi dibuka agar air di saluran drainase bisa mengalir ke sungai secara gravitasi. Selain itu pintu air inlet harus ditutup, agar air tidak masuk ke kolam retensi. 70

iii. Di musim kemarau pintu air inlet ditutup, sesekali dibuka hanya untuk memasukkan air ke kolam retensi, agar muka air di kolam retensi dalam keadaan normal. 2. Untuk sistem drainase mandiri dengan kolam tampungan segaris dengan saluran atau berada dalam saluran, outlet kolam tampungan langsung bermuara ke badan air/sungai i. Pada saat banjir datang pintu outlet ditutup, air dari saluran drainase akan masuk dan mengisi kolam retensi. Hal ini dilakukan bersamaan dengan pengoperasian pompa. ii. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu outlet dibuka agar air di kolam retensi bisa mengalir ke sungai secara gravitasi. iii. Di musim kemarau pintu outlet dibuka secukupnya, sehingga di kolam retensi tetap ada air. d. Pemeliharaan Pintu Air Inlet, Outlet dan Pembagi 1. Melumasi pintu-pintu air. 2. Pengecatan pintu-pintu air. 3. Membersihkan sampah atau endapan di pintu-pintu air. 4. Lakukan perbaikan secara berkala untuk pintu-pintu air yang mengalami kerusakan. e. Pemeliharaan Kolam Tampungan/Kolam Retensi/Kolam Tandon 1. Pembersihan sampah-sampah yang menyangkut di saringan sampah secara rutin. 2. Cegah sedini mungkin penyerobotan terhadap lahan dan bantaran kolam retensi dari bangunanbangunan pemukiman liar. 3. Secara berkala keruk sedimen yang terlanjur masuk ke kolam retensi agar fungsi daya tampung kolam retensi tidak menyusut. 4. Angkat saringan sampah secara berkala bersihkan dan cat kembali. 5. Bersihkan saluran inlet/outlet secara rutin. 6. Lakukan perbaikan secara berkala untuk bangunan air yang mengalami kerusakan. 7. Tembok pasangan batu yang rusak segera diperbaiki, untuk ini harus secara rutin dilakukan inspeksi terutama pada stalling basin pintu inlet. Atau kolam retensi dilengkapi dengan saluran gendong biasanya saluran tersebut tepi kanan dan kirinya dilapisi dengan pasangan batu kali. 8. Bersihkan kolam retensi yang ditumbuhi gulma seperti eceng gondok. Bila perlu ajak pihak swasta untuk memanfaatkan eceng gondok menjadi komoditi yang berguna seperti pembuatan tas, serta mungkin dapat diolah menjadi gas bio. 5.6 Monitoring dan Evaluasi Setelah konstruksi selesai dilaksanakan diperlukan pengoperasian dan pemeliharaan yang tepat agar sarana yang dibangun dapat berfungsi dengan baik dan berkelanjutan. 1. Sarana yang sudah dibangun dikelola oleh KSM. Pengelolaan tersebut dapat menggunakan kelembagaan masyarakat yang sudah ada ataupun dengan membentuk kelembagaan baru sesuai dengan kebutuhan. Proses pengelolaan dilakukan berdasarkan hasil musyawarah masyarakat pengguna. Pada tahap ini masyarakat memperoleh fasilitasi baik dari aparat, tenaga pendamping maupun pihak-pihak lain yang berkompeten. Mekanisme pengelolaan pada tahap pemanfaatan dilakukan sebagaimana proses pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dimana proses musyawarah, transparansi, akuntabilitas publik maupun kontrol sosial tetap berjalan. 2. Operasi dan pemeliharaan dilakukan oleh operator yang ditunjuk oleh KSM sesuai dengan petunjuk operasional (SOP).

71

72

BAB VI PEMBIAYAAN 6.1 Sumber Pembiayaan Pembiayaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini berasal dari berbagai sumber, yaitu: Pemerintah Pusat (APBN), Pemerintah Kabupaten/Kota (DAK dan APBD), swadaya masyarakat dan swasta/donor.

Gambar 6.1 Bagan Sumber Pembiayaan 6.2 Rencana Pembiayaan Untuk setiap lokasi kegiatan, rencana pembiayaan diperlukan kontribusi dari masing-masing sumber, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Biaya sosialisasi DAK, pelatihan TFL dan pelatihan Ketua KSM serta mandor dibiayai dari dana APBN. 2. Biaya pemberdayaan masyarakat termasuk gaji TFL, biaya pelatihan bendahara, tukang dan operator dari dana APBD. 3. Biaya Konstruksi dibiayai oleh: a. Pemerintah Daerah (DAK dan APBD) untuk biaya material dan upah. b. Swadaya Masyarakat berupa dana tunai (on cash) serta kontribusi dalam bentuk barang (in kind) berupa lahan, tenaga kerja, material dan lain-lain. c. Dana pihak swasta yang dapat dikumpulkan melalui berbagai upaya lain yang saling menguntungkan. 4. Biaya operasi dan pemeliharaan yang ditanggung oleh masyarakat. Pembiayaan per Komponen Kegiatan Pembiayaan per komponen kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), yang terdiri dari: Persiapan, Seleksi, Penyusunan RKM, Pemberdayaan, Konstruksi, Pendampingan, Pengoperasian dan Pemeliharaan, Monitoring dan Evaluasi dapat dilihat pada tabel 6.1.

6.3

73

Tabel 6.1 Pembiayaan per Komponen Kegiatan

No. I

Komponen Kegiatan Persiapan Sosialisasi Kab/Kota Workshop Regional Pelatihan TFL Seleksi Kampung Daftar Panjang (Long List) Daftar Pendek (Short List) Sosialisasi Kajian Cepat Partisipatif (Rapid Participatory Assessment) Penyusunan RKM Penentuan pengguna Pilihan Teknologi DED + RAB Kelompok Swadaya Masyarakat Rencana Kerja Masyarakat Dokumentasi dan legalisasi RKM Pemberdayaan Masyarakat Pelatihan Ketua KSM Pelatihan Bendahara KSM Pelatihan Mandor Pelatihan Pengelola Kampanye kesehatan Konstruksi Material Upah pekerja Lahan Pendampingan: TFL Masyarakat (Sosial) TFL Pemda (Teknis) Pengoperasian & Pemeliharaan Monitoring & Evaluasi

APBN

DAK

APBD

Masyarakat

II

III

IV

VI

VII VIII

74

6.4 6.4.1.

Penyaluran Dana APBN 1. Penyaluran dana APBN dilakukan melalui Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum di Provinsi yang digunakan untuk melakukan pelatihan TFL, KSM dan mandor. DAK dan APBD 1. Dana DAK dan APBD berupa bantuan (langsung) ke masyarakat diwujudkan dalam bentuk tunai yang ditransfer langsung ke rekening KSM. 2. Penyaluran dana DAK dan APBD dilakukan melalui Satker Perangkat Daerah sesuai dengan tata cara penyaluran dan pencairan dana yang berlaku setelah ada rencana kerja masyarakat/RKM. 3. Jika ada dana pemberdayaan maka disalurkan langsung ke rekening bersama KSM. Masyarakat 1. Dana masyarakat dikumpulkan berdasarkan kesepakatan hasil musyawarah masyarakat calon pengguna/penerima manfaat program dalam bentuk iuran pembangunan setiap minggu atau setiap bulan. 2. Pengumpulan dana masyarakat dilakukan oleh panitia/KSM yang dibentuk dimulai dari sejak terpilihnya sarana teknologi sanitasi. 3. Dana dari masyarakat dalam bentuk tunai dimasukkan ke rekening bersama atas nama 3 (tiga) orang yaitu: ketua KSM, wakil Dinas Penanggung Jawab Pemerintah Kabupaten/Kota dan fasilitator. Swasta/Donor 1. Dana swasta/donor adalah dalam bentuk hibah sebagai bentuk kontribusi swasta dalam kegiatan perbaikan sanitasi masyarakat 2. Pencairan dana dilakukan sesuai peraturan yang berlaku di masing-masing perusahaan/lembaga atau institusi yang bersangkutan setelah ada rencana kerja masyarakat/RKM. 3. Dana dari Swasta/Donor diwujudkan dalam bentuk tunai yang ditransfer langsung ke rekening bersama KSM. Pengelolaan Dana dan Pengawasan Pengelolaan Dana Pengelolaan dana sepenuhnya dilakukan oleh KSM sesuai dengan perencanaan yang disusun. Pengawasan Pengawasan dilakukan secara berjenjang dan bersama-sama antara masyarakat, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Pada tahap pembangunan pengawasan dilakukan oleh masyarakat dibantu oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan pengawasan berkala dilakukan setahun 1-3 kali oleh Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Daerah. Pelaporan 1. KSM membuat laporan kegiatan harian yang berisi kemajuan pelaksanaan pembangunan dan keuangan, disampaikan setiap minggu kepada masyarakat. 2. KSM melaporkan kondisi fisik prasarana, serta hasil pemeriksaan laboratorium terhadap efluen pengolahan air limbah setiap enam (6) bulan kepada instansi penanggung jawab di daerah. 3. Laporan yang bersifat administrasi proyek dilakukan oleh masing-masing Instansi (Penanggung jawab kegiatan) yang mengikuti aturan pelaporan berjenjang berupa laporan bulanan, tiga bulanan dan tahunan.

6.4.2.

6.4.3

6.4.4

6.5 6.5.1 6.5.2.

6.6

75

76

BAB VII PENUTUP Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini diharapkan dapat menjadi pegangan bagi seluruh pelaku yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) pada berbagai tingkatan, sehingga dengan adanya Petunjuk Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini, pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di lapangan dapat mencapai kinerja seperti yang diharapkan.

77

78

LAMPIRAN

79

80

Contoh Berita Acara Proses Seleksi Kampung BERITA ACARA PELAKSANAAN PROSES SELEKSI KAMPUNG KABUPATEN _________________________________________________________________ Pada hari ini......... tanggal ................. bulan ................ tahun ............... bertempat di Ruang Rapat Kantor . Kabupaten .. yang beralamat di jalan .., .. telah dilaksanakan Seleksi Kampung dalam rangka implementasi program DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat. Seleksi tersebut telah dilaksanakan dengan menggunakan metode Rapid Participatory Assesment/RPA. Seluruh proses seleksi telah dilaksanakan secara fair, transparan dan demokratis oleh masyarakat sendiri. Seleksi kampung tersebut telah diikuti oleh 3 (tiga) kampung, yaitu: 1. Kampung ................ skor ......... 2. Kampung ................ skor ......... 3. Kampung skor . Sesuai dengan hasil skor yang dikumpulkan oleh masing-masing kampung, maka telah disepakati bersama bahwa kampung yang paling siap untuk implementasi DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat adalah Kampung Demikian berita acara ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya. . , .. Berita acara ini ditandatangani oleh: 1. Ketua Panitia ................... 2. Wakil Ketua ................... 3. Sekretaris ................... 4. Wakil Masyarakat ................... 5. Wakil Masyarakat ................... 6. Wakil Masyarakat ...................

81

Contoh Lembar Kerja Pemetaan Sanitasi Kampung Data Teknis Saluran air hujan/drainase Air biasa mengalir/menggenang Terjadi penyumbatan/tidak Ada bau tidak sedap/tidak Ukuran dalam lantai dasar saluran Ukuran lebar saluran Tinggi air dari lantai dasar saluran Bahan material saluran Keterangan Sumber Air Jumlah rumah yang memakai PAM Kondisi PAM : Jumlah sumur Kedalaman sumur Kedalaman air di musim hujan Kedalaman air di musim kemarau Sumber air lainnya (sebutkan) Kondisi : Keterangan : Kondisi Tanah Jenis tanah : Lempung/liat/cadas/pasir/batu/kapur/biasa Lokasi Permukiman : Bantaran sungai/bantaran rel KA/area industri/ permukiman nelayan/perumnas/kampung kota/kampung desa. Dan lain-lain (Sebutkan) Tinggi air tanah Ketersediaan Lahan : Ada lahan/tidak ada lahan Ukuran luas Kepemilikan tanah Ada/tidak ada sungai di dekatnya, jarak Ada/tidak adanya saluran/got di dekatnya, jarak 82 m m m2 m buah m m m cm cm cm Check Deskripsi

Data Teknis Ada/tidak adanya sumur di dekatnya, jarak Ada/tidak adanya rumah di dekatnya, jarak Ada/tidak adanya MCK di dekatnya, jarak Ada/tidak adanya industri/pabrik di dekatnya, jarak Ada/tidak adanya kebun/sawah di dekatnya, jarak Keterangan : KM/WC Ada/tidak ada di tiap rumah Ada/tidak ada MCK umum Kebiasaan buang air selain di KM/WC/MCK umum, sebutkan Keterangan kondisi KM/WC/MCK umum Septicktank/pengolahan limbah Air limbah dari KM/WC langsung disalurkan ke sungai/danau/saluran kota/septictank Air limbah dari MCK umum langsung disalurkan ke sungai/danau/saluran/kota/septik Ada/tidak peresapan dari tangki septik Air dari peresapan disalurkan ke sungai/danau/saluran kota/diresapkan ke tanah & kebun Ada/tidak ada bau dari septicktank/pengolahan limbah yang ada Keterangan : Topografi/bentuk muka tanah Ada/tidak ada kemiringan tanah Ada aliran air menggenang Ada kemiringan jalan Ada/tidak ada instalasi yang tertanam (pipa air/listrik/ telepon/gas/air limbah) Keterangan : Struktur permukiman Ada/tidak ada jarak antara rumah, jarak Ada/tidak ada jalan yang cukup untuk keluar masuk mobil angkut bahan bangunan ke lokasi pengolahan limbah. Jauh/dekat jarak angkut material dari penjual bahan bangunan ke lokasi pengolahan limbah. Ada/tidak ada pekerja tukang Ada tidak ada bahan bangunan di tempat Air : Batu bata :

Check m m m m m

Deskripsi

Ketersediaan tenaga bangunan Ketersediaan bahan bangunan

83

Data Teknis Pasir : Tradisi sosial pelaksanaan pembangunan pada bulan .. Ada/tidak ada pengganti pekerja/tukang

Check

Deskripsi

Pengaruh kultur social terhadap pelaksanaan pembangunan

84

Contoh Lembar Kerja Klasifikasi Kesejahteraan (Wealth Classification) Klasifikasi Kesejahteraan 1 Nama Kelurahan 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kecamatan/Kab/Kota/Provinsi Kegiatan Tanggal Nama Ketua Fasilitator Anggota Fasilitator Jumlah Peserta yang Hadir Perempuan Laki - Laki Waktu Dimulai Anak Perempuan Anak Laki - Laki RT/RW/Lingkungan

85

Kategori Tingkat Kesejahteraan Indikator Pola Makan Aset/Kepemilikan Komposisi Rumah Tangga* Pekerjaan Akases Terhadap Pelayanan Pendidikan Formal dan NonFormal Rasa Aman Sosial dan Psikologis Masyarakat Lain Lain** Mampu Menengah Tidak Mampu

* **

Termasuk Bila Kepala Rumah Tangga Adalah Perempuan. Periksa Kesehatan, Suku, Kelompok Agama, Kelas Sosial

86

Komposisi Masyarakat Berdasarkan Klasifikasi Kesejahteraan Kode Pertanyaan Jumlah P 1. P.2 P.3 Jumlah Rumah Tangga Mampu Jumlah Rumah Tangga Menengah Jumlah Rumah Tangga Tidak Mampu

Catatan untuk Pembuat Rencana Kegiatan Masyarakat

Waktu Selesai

87

Contoh Lembar Kerja Partisipasi dan Kontribusi Partisipasi Saat dan Paska Pembangunan Sarana Lembar Catatan 1 2 3 4 5 6 7 8 Nama Kelurahan Kecamatan/Kab/Kota/Provinsi Kegiatan Tanggal Jumlah Peserta Perempuan Posisi dalam Organisasi Jumlah Peserta Laki-laki Posisi dalam Organisasi RT/RW/Lingkungan/Banjar

Waktu Dimulai

88

H2 Jenis dan Pembagian Kontribusi dari Sudut Pandang Gender dan Kemiskinan Tipe Kontribusi Perempuan Miskin Laki-Laki Miskin Perempuan Kaya Laki-Laki Kaya

Tidak berkontribusi

Satu jenis kontribusi (Uang, Bahan-bahan, atau tenaga) Dua jenis kontribusi

Tiga jenis kontribusi

Lebih dari tiga jenis kontribusi

89

Analisa Temuan dan Diskusi Kesetaraan dalam kontribusi, termasuk oleh perempuan dan kelompok miskin :

Monitoring dan control terhadap kontribusi dari dalam (dari sumbangan rumah tangga) :

Monitoring dan control terhadap pengerjaan oleh pihak luar (kontraktor, instansi lain) :

Peranan perempuan dalam monitoring :

Apa relevansinya untuk pembuatan RKM :

Waktu Selesai

90

PENGARAH Budi Yuwono Susmono PENYELIA Rudy A. Arifin Handy Bambang Legowo Kati Andraini Darto Endang Setyaningrum Djoko Mursito PENYUSUN Tim Satgas DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat KONTRIBUTOR Bali Fokus BEST BORDA LPTP Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum EDITOR Meytri Wilda Ayuantari Suhaeniti

You might also like