You are on page 1of 20

KTI Mola Hidatidosa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Angka kematian ibu pada tahun 1994 di Indonesia tercatat 390 ibu per 100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu dengan kehamilan di Indonesia termasuk tinggi di Asia. Pada setiap 2 jam terdapat satu ibu yang meninggal karena melahirkan. Propinsi penyumbang kasus kematian ibu dengan kehamilan terbesar ialah Papua 730 per 100.000 kelahiran, Nusa Tenggara Barat 370 per 100.000 kelahiran, Maluku 340 per 100.000. (Warta Demografi, tahun 30, no.4, 2000). Dari data diatas meskipun ada kecenderungan menurun, tapi angka kematian ibu (AKI) penduduk Indonesia masih relatif tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2003. Tingginya angka kematian ibu diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor meliputi: perdarahan, toxemia gravidarum, dan infeksi. Salah satu dari ketiga faktor tersebut adalah perdarahan dan perdarahan dapat terjadi pada wanita dengan mola hidatidosa. Definisi mola hidatidosa itu sendiri adalah : Tumor jinak dari trofoblast dan merupakan kehamilan abnormal dimana fetus tidak ditemukan tetapi hanya gelembung dan jaringan mola itu saja. Gelembung-gelembung tersebut sebenarnya adalah villi chorialis yang berisi cairan sehingga tegang dan berbentuk buah anggur. Kehamilan mola hidatidosa terhadi pada ibu multipara dengan kondisi kesehatan status gizi yang kurang, jika tidak dilakukan penanganan secara komprehensif maka masalah kompleks dapat timbul sebagai akibat adanya kehamilan dengan mola hidatidosa yaitu TTG (Tumor Trofoblast Gestasional) dimana Tumor Trofoblast Gestasional ini dibagi menjadi 2 macam yaitu: Choriocarsinoma non villosum dan Choriocarsinoma villosum yang bersifat hematogen dan dapat bermetastase ke vagina, paru-paru, ginjal, hati bahkan sampai ke otak. Melihat permasalahan diatas untuk mencegah timbulnya masalah yang lebih kompleks pemerintah melakukan berbagai upaya diantaranya: deteksi dini tanda-tanda kelainan pada kehamilan lewat antenatal care, pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan kesehatan maternal disertai dengan pelayanan rujukan terjangkau serta pencanangan gerakan sayang ibu (GSI). Selain upaya-upaya tersebut diatas disini perawat mempunyai memegang peranan penting dengan memberikan Asuhan keperawatan secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan bio-psiko-sosio kulture yang diantaranya meliputi: perbaikan keadaan umum pasien, evakuasi jaringan mola dengan tindakan curettage, histerektomi, pengobatan profilaksis dengan sitostatika serta pengawasan lanjut, Aspek psikososial juga diperlukan dan dipusatkan pada makna kehilangan bagi si ibu, penjelasan yang seksama diberikan sesuai komplikasi yang mungkin terjadi di masa depan. Melihat fenomena diatas maka disini penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Kehamilan Dengan Mola Hidatidosa B3 Gynekologi RSUP Hikari Semarang.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum a. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan b. Untuk mengetahui lebih jelas tentang penyakit mola hidatidosa 2. Tujuan Khusus a. Memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien khususnya mola hidatidosa dengan pendekatan proses keperawatan secara bio-psikososio kultural b. Menerapkan teori tentang proses keperawatan yang diperoleh di bangku kuliah khususnya asuhan keperawatan mola hidatidosa. C. Metodologi Penulisan Metodologi yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah studi kasus dengan metode deskriptif. Studi kasus adalah merupakan pengamatan dan pengumpulan data di lahan yang mencakup pengkajian sub unit penelitian secara intensif, misalnya : satu pasien, keluarga, kelompok komunitas, satu instansi. Metode deskriptif yaitu membuat gambaran atau suatu deskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif. Teknik mengumpulkan data yang digunakannya yaitu : 1. Wawancara Adalah rangkaian kegiatan tanya jawab yang dilakukan pada klien dan keluarga untuk mendapatkan data dan keterangan. 2. Observasi Adalah pengadaan pengamatan pada obyek penelitian. 3. Dokumentasi Adalah mencari mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, laporan, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat yang berhubungan dengan pasien untuk mendukung pelaksanaan studi kasus. 4. Pemeriksaan Fisik Adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan data obyektif melalui pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan rasa (palpasi), pemeriksaan sama dengar (auskultasi), dan pemeriksaan ketuk (perkusi). a. Inspeksi Adalah pemeriksaan pandang pada saat pasien berdiri, berjalan, maupun berbaring yang diperiksa secara sistemik mulai dari atas sampai dengan ujung kaki, dengan tujuan untuk melihat keadaan umum pasien dan melihat kelainan yang terjadi. b. Palpasi 1) Adalah tindakan merasakan dengan lengan-lengan penggunaan jari-jari dengan sentuhan ringan pada pemeriksaan tubuh untuk menentukan konsistensi bagian-bagian di bawahnya pada diagnosa fisik. 2) Adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan meraba. c. Auskultasi 1) Adalah tindakan mendengarkan suara-suara di dalam tubuh terutama untuk menentukan kondisi paru-paru, jantung pleura abdomen dan organ-organ yang lain atau tanpa stetoskop. 2) Adalah cara pemeriksaan mendengarkan bunyi yang timbul dalam badan. d. Perkusi Adalah tindakan mengetuk suatu bagian dengan ketukan pendek, cepat, sebagai cara untuk keadaan pada bagian yang ada dibaliknya berdasarkan suatu ketukan yang terdengar.

5. Studi Kepustakaan Adalah mempelajari literatur yang ada relevansinya dengan kasus yang diangkat. D. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II KONSEP DASAR Meliputi pengertian, etiologi / faktor presipitasi, patofisiologi, manifestasi klinik, pathway keperawatan dan fokus intervensi. BAB III PEMBAHASAN Meliputi pembahasan mulai pengkajian sampai dengan evaluasi dalam mengelola pasien selama tiga hari. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Berisi rekomendasi atau pernyataan singkat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan DAFTAR PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang mola hidatidosa: - Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidropili (Prof. Dr. Sarwono, 1997) - Mola hidatidosa adalah kehamilan dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematis. (Prof. Dr. Sarwono, 1997) - Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologi dari korion yang ditandai dengan: a. Degenerasi kritis dari villi disertai pembengkakan hidrofik b. Avaskularitas atau tidak adanya perubahan darah janin c. Proliferasi jaringan trofoblastik (Ben-Zion, 1994) - Mola hidatidosa adalah tumor jinak dari trofoblast dan merupakan kehamilan abnormal dimana fetus tidak ditemukan tetapi hanya gelembung dan jaringan saja. Gelembung-gelembung tersebut sebenarnya adalah villi chorialis yang berisi cairan sehingga tegang dan berbentuk buah anggur. Kehamilan normal yang bersamaan dengan penyakit ini mungkin ditemukan walaupun jarang. (Rustam E. Harahap, 1997) - Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi korealis disertai dengan degenerasi hidrofik. (Saifudin, 2000) B. Macam-macam Mola Hidatidosa Dalam obstetric William edisi 17, Mola hidatidosa terbagi menjadi dua yaitu: 1. Mola hidatidosa komplek (klasik), jika tidak ditemukan janin. Villi korealis diubah menjadi masa gelembung-gelembung bening yang besarnya berbeda-beda. Masa tersebut dapat tumbuh

membesar sampai mengisi uterus yang besarnya sama dengan kehamilan normal lanjut. Struktur histologinya mempunyai sifat: a. Degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma villi b. Tidak terdapat pembuluh darah di dalam villi yang bengkak c. Proliferasi sel epitel trofoblas dengan derajat yang beragam d. Tidak terdapat janin dan amnion 2. Mola hidatidosa partialis Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut dan terdapat janin atau setidaknya kantung amnion, keadaan tersebut digolongkan mola hidatidosa partialis. Terdapat pembengkakan villi yang kemajuannya lambat, sedangkan villi yang mengandung pembuluh darah yang lain yang berperan dalam sirkulasi fito placenta, jarang. Hiperflasi trofoplas hanya lokal tidak menyeluruh (Jacobs, 1982). C. Anatomi Organ Reproduksi Wanita Terlampir. D. Etiologi Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri, penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah: 1. Faktor ovum Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan. 2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya. 3. Paritas tinggi Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). 4. Kekurangan protein Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal. 5. Infeksi virus Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh. E. Patofisiologi Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium pertumbuhan molla yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:

1. Perdarahan Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai. 2. Ukuran uterus Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada wanita nullipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak. 3. Aktivitas janin Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup. 4. Embolisasi Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan menimbulkan kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan pengobatan yang efektif. 5. Disfungsi thyroid Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya mengalami kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran hipertiroidisme yang tampak secara klinik tidak begitu sering dijumpai. Amir dkk (1984) dan Curry dkk (1975) menemukan hipertiroidisme pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar tiroksin plasma, bisa merupakan efek primer estrogen seperti halnya pada kehamilan normal dimana tidak terjadi peningkatan kadar estrogen bebas dan presentasi trioditironim yang terikat oleh resin mengalami peningkatan. Apakah hormon tiroksin bebas dapat meninggi akibat efek mirip tirotropin yang ditimbulkan oleh orionik gonadotropin atau apakah varian hormon inikah yang menimbulkan semua efek tersebut masih merupakan masalah yang controversial (Amir, dkk, 1984, Man dkk, 1986). 6. Ekspulsi spontan Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.

F. Manifestasi Klinis Terlampir. G. Penatalaksanaan Berhubung dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa itu menjadi ganas maka terapi bagi wanita yang masih menginginkan anak maka setelah diagnosa mola dipastikan dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan disertai dengan pemberian infus oksitosin intra vena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa konsepsi sebelum mola dikeluarkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan rontgen paru-paru untuk menentukan ada tidaknya metastase di tempat tersebut. Setelah mola dilahirkan dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista tuba uteri. Kista ini tumbuh karena pengaruh hormonal dan mengecil sendiri. Mola hidatidosa diobati dengan 4 tahap sebagai berikut: 1. Perbaikan umum Pengeluaran gelembung mola yang disertai pendarahan memerlukan transfusi sehingga penderita tidak jatuh syok. Disamping itu setiap evakuasi jaringan mola dapat diikuti pendarahan. Hingga persiapan darah menjadi program vital pada waktu mengeluarkan mola dengan kuretase dipasang infus dan uteronika dulu sehingga pengecilan rahim dapat mengurangi perdarahan. 2. Pengeluaran jaringan mola hidatidosa a. Evakuasi jaringan mola hidatidosa Dilakukan dengan vakum curettage yaitu alat penghisap listrik yang kuat hingga dapat menghisap jaringan mola yang cepat. Penggunaan alat listrik mempunyai keuntungan cepat menghisap dan mengurangi perdarahan. Evakuasi jaringan mola hidatidosa dilakukan dua kali dengan interval satu minggu. b. Histerektomi Dengan pertimbangan umur (diatas 35 tahun) paritas diatas 3 maka penderita mola hidatidosa dilakukan tindakan radikal histerektomi. 3. Pengobatan profilaksis dengan sitostatika Mola hidatidosa merupakan penyulut trofoblas yang berkelanjutan menjadi korio korsinoma. Untuk menghindari terjadinya degenerasi ganas diberikan profilaksis dengan sitostatika metotrexate atau aktinomicyn D. Pengobatan profilaksis sitostatika memerlukan perawatan rumah sakit. 4. Pengawasan lanjut Pengawasan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya dikosongkan sangat penting karena mungkin timbul tumor ganas. Penentuan kadar kuantitatif HCG sub unit beta dilakukan tiap minggu. H. Pengkajian Fokus 1. Sirkulasi Hipertensi Perdarahan 2. Integritas ego Dapat mengekspresikan perasaan tidak adekuat 3. Makanan / cairan Penambahan berat badan mungkin tidak sesuai dengan masa gestasi (penambahan yang lebih kecil dapat berakibat negatif bagi janin).Diabetes dependen-insulin pada ibu. Adanya gangguan

pola makan (misal anoreksia nervosa, bulimia, atau obesitas). 4. Keamanan Infeksi (misal penyakit hubungan kelamin [PHS], penyakit inflamasi pelvis). Adanya gangguan kejang, derajat/metode kontrol. Pemajanan bermakna pada radiasi, kimia toksin, atau infeksi teratogen (misal rubella, toksoplasmosis, sitomegalovirus, human immunodeficiency virus / AIDS dan PHS lain), infeksi pascanatal (misal meningitis, ensefalitis), kekurangan stimulasi/nutrisi pascanatal. Presentasi bokong (khususnya pada anensefali). 5. Seksualitas Riwayat pernah melakukan aborsi dua kali atau lebih pada trimester pertama, kematian janin, atau anak dengan abnormalitas kromosom. Trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat diidentifikasi. Penggunaan stimulan ovulasi seperti klomifen atau menotropins (pergonal). 6. Interaksi sosial Pernikahan antar-keluarga (konsanguinitas). Rasa bersalah/menyalahkan diri sendiri dan atau pasangan yang membawa gen detektif. 7. Penyuluh / pembelajaran Riwayat keluarga yang positif diketahui ada penyimpangan genetik atau penyimpangan keturunan (misal sel sabit, fribrosis, kistik, hemofilia, phenilketonuria, cacat kraniospinal, malformasi ginjal, talasemia, korea Huntington), penyimpangan pada keluarga (kanker, penyakit jantung, diabetes alergi), abnormalitas congenital (sindrom down, retardasi mental, kerusakan tuba neural), atau penyimpangan metabolik bawaan dari lahir (misal penyakit urin sirup maple, penyakit Tay-Sachs). Latar belakang etnik pada risiko penyimpangan khusus (misal Black African, Mediteranian, Ashkenazi Jewish). Penggunaan obat (alcohol, obat bebas, diresepkan, atau obat jalanan, obat antikonvulsan). I. Pathways Terlampir. J. Diagnosa Keperawatan 1. Mengevaluasi status klien/janin 2. Mempertahankan volume cairan sirkulasi 3. Mencegah komplikasi 4. Memberikan dukungan emosional pada klien/pasangan 5. Memberikan klien/pasangan informasi tentang kemungkinan implikasi hemoragi jangka pendek dan panjang dari hemoragi K. Fokus Intervensi dan Rasional 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler berlebihan ditandai dengan hipotensi, peningkatan frekuensi nadi, penurunan urine. Kriteria hasil : mendemonstrasikan kestabilan/perbaikan keseimbangan cairan. Intervensi : - Evaluasi, laporkan, dan cacat jumlah serta sifat kehilangan darah Rasional : perkirakan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa. - Lakukan tirah baring, instruksikan klien untuk menghindari valsava manuver koitus. Rasional : perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas peningkatan tekanan atau abdomen

atau orgasme (yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat merangsang perdarahan. - Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, terlentang Rasional : menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak - Catat tanda-tanda vital (TTD, nadi, RR, suhu) Rasional : membantu menentukan beratnya kehilangan darah - Pantau aktivitas uterus dan adanya nyeri tekan abdomen Rasional : membantu menentukan sifat hemoragi dan kemungkinan hasil dari peristiwa hemoragi 2. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri ditandai dengan pengungkapan masalah khusus, peningkatan ketegangan stimulasi simpatis Kriteria hasil : melaporkan / menunjukkan berkurangnya ketakutan atau perilaku yang menunjukkan ketakutan Intervensi : - Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien atau pasangan Rasional : memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi - Pantau respon verbal dan non verbal klien/pasangan Rasional : menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami klien/pasangan - Dengarkan masalah klien dan dengarkan secara aktif Rasional : meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri - Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan sebanyak mungkin Rasional : menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi dapat menurunkan rasa takut - Jelaskan prosedur dan arti gejala-gejala Rasional : pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervaginam yang abnormal Kriteria hasil : tidak terjadi peningkatan suhu tubuh Intervensi : - Catat suhu, catat jumlah bau, warna darah pervagina Rasional : kehilangan darah berlebihan dengan penurunan Hb, meningkatkan resiko klien untuk terkena infeksi - Catat masukan / keluaran urine, catat berat jenis urine Rasional : penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan keluaran urine - Pantau respon merugikan pada pemberian produk darah Rasional : pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang mengancam hidup - Berikan informasi tentang resiko penerimaan produk darah Rasional : komplikasi seperti hepatitis dan (HIV/AIDS) dapat tidak bermanifestasi selama perawatan di rumah sakit - Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian penggantian cairan Rasional : mempertahankan volume sirkulasi untuk mengatasi kehilangan cairan atau syok - Kolaborasi pemberian antibiotik secara parental Rasional : mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan infeksi 4. Nyeri (akut) berhubungan dengan kontraksi otot/dilatasi servik ditandai dengan melaporkan nyeri dan perilaku disfraksi Kriteria hasil : melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol Intervensi :

- Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri Rasional : membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan - Kaji stress psikologis klien/pasangan dan respon emosional terhadap kejadian Rasional : ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat derajat ketidaknyamanan - Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk mengalihkan rasa nyeri Rasional : dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan karenanya mereduksi ketidaknyamanan - Kolaborasi untuk tindakan curettage bila diindikasikan Rasional : untuk menghilangkan nyeri 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan dan tidak mengenal sumbersumber informasi Kriteria hasil : mengungkapkan dalam istilah sederhana, patofisiologi dan implikasi situasi klinis Intervensi - Jelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi hemoragie Rasional : Memberikan informasi, menjelaskan kesalahan konsep dan dapat membantu menurunkan stress yang berhubungan - Berikan kesempatan bagi klien untuk mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan kesalahan konsep Rasional : memberikan klasifikasi dari konsep yang salah, identifikasi masalah-masalah dan kesempatan untuk mulai mengembangkan ketrampilan koping. - Diskusikan kemungkinan implikasi jangka pendek dan jangka panjang dari keadaan perdarahan Rasional : memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi - Tinjau ulang implikasi jangka panjang terhadap situasi yang memerlukan evaluasi dan tindakan tambahan Rasional : kadar HCG harus dipantau selama 1 tahun setelah pengeluaran mola hidatidosa BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Biodata 1. Identitas pasien Nama : Ny. Z Umur : 40 tahun Agama : Islam Alamat : Plososari RT 4 / RW 1, Brangsong Kendal Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia Jenis kelamin : Perempuan Status perkawinan : Kawin Pekerjaan : Tani No. Register : 5516256 Tgl masuk : 2 Mei 2007 Dx. Medis : Mola Hidatidosa 2. Identitas Penanggung Jawab Nama : Tn. S Umur : 45 tahun

Alamat : Plososari RT 4 / RW 1, Brangsong Kendal Pekerjaan : Tani Hubungan dengan pasien : Suami pasien B. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama Keluar darah pervagina dan perut bagian bawah terasa nyeri. 2. Riwayat penyakit sekarang Selama 1,5 bulan pasien mengeluh ada benjolan pada perut bagian bawah, benjolan makin lama makin besar, pasien terasa mual muntah, keluar darah pervagina, ganti pembalut 1-2 x/hari, kepala pusing, mata berkurang-kunang, badan lemas, kemudian periksa ke bidan di sekitar tempat tinggalnya. Oleh bidan tersebut pasien disarankan untuk di bawah ke rumah sakit. Oleh keluarga pasien di bawa ke RSUD Dr. Soewondo Kendal pada tanggal 30 April 2007, selama 2 hari di rawat di RSUD Kendal kemudian oleh dokter yang merawat, pasien akhirnya dirujuk ke RSUP Hikari Semarang. 3. Riwayat penyakit dahulu Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menula maupun keturunan seperti jantung dan diabetes mellitus dan baru pertama kali di rawat di rumah sakit. 4. Riwayat penyakit keluarga Dalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit seperti yang dialami klien saat ini. Keluarga klien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit jantung, DM, hipertensi. 5. Riwayat obstetric dan gynekologi Klien dengan G5 P5 Oo, klien menarche umur 14 tahun, lama haid 5-6 hari, siklus haid teratur 28 hari, tanpa ada nyeri haid, pasien tidak tahu kapan hari pertama haid terakhirnya. 6. Riwayat perkawinan Klien menyatakan menikah 1x, lama 25 tahun. 7. Riwayat kehamilan, persalinan dan daftar yang lalu Terlampir. 8. Riwayat Keluarga Berencana (KB) Klien tidak pernah mengikuti program KB, klien pernah menjalani 1x KB pada kelahiran anak ke-3, jenis KB yang dijalani klien yaitu KB Suntik, karena klien menyatakan tidak cocok dan menstruasinya tidak teratur, akhirnya klien memutuskan untuk tidak mengikuti program KB lagi. C. Pengkajian Pola Fungsional Menurut Gordon 1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan Pasien mengatakan keadaan sehat jika di dalam tubuh tidak merasakan kelainan apapun. Pasien menganggap sakit yang dialaminya saat ini adalah ujian dari Allah SWT. Apabila pasien mengalami masalah kesehatan pasien segera periksa atau berobat, seperti halnya dengan kondisi sakit yang dialaminya saat ini, pasien berupaya dan berusaha untuk melakukan pemeliharaan kesehatan dengan berobat. 2. Pola nutrisi dan metabolik Sebelum sakit klien bisa makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur, lauk. Minum 8 gelas / hari. Jenis air putih kadang teh. Selama dirawat klien makan 3x / hari dengan menu nasi, lauk dan sayur. Selama dirawat pasien tidak mengalami gangguan pola makan, klien makan habis 1 porsi dengan menu yang disajikan rumah sakit, minum jenis air putih 8 gelas/hari.

3. Pola Eliminasi Sebelum sakit klien biasa BAB 1-2 x/hari dengan konsistensi lunak, BAK 5-6x /hari dengan konsistensi warna kuning jernih dan encer. Selama dirawat klien tidak mengalami gangguan pola BAB maupun BAK. BAB 1 x / hari dengan konsistensi lunak, BAK 4-5 x/hari dengan konsistensi warna kuning jernih dan encer. 4. Pola aktivitas dan latihan Sebelum sakit pasien tidak mengalami keterbatasan aktifitas. Pasien beraktifitas dengan bekerja di sawah dan sebagai ibu rumah tangga. Pemenuhan ADL dapat dilakukan semandiri dan tidak ada gangguan. Selama sakit / dirawat pasien hanya beristirahat dan tiduran di tempat tidur, namun masih bisa melakukan ADL ringan secara mandiri. 5. Pola istirahat dan tidur Sebelum sakit klien biasa istirahat tidur malam 7-8 jam, klien tidur dari jam 21.00 WIB 05.00 WIB. Klien tidur siang 1 jam. Selama dirawat pola istirahat tidur klien terganggu karna klien mengeluh ruangan panas, suasana gaduh / berisik, rasa cemas terhadap penyakitnya, klien sering terbangun dari tidur malamnya. Klien istirahat tiur dari jam 24.00 WIB 05.00 WIB, klien tidak pernah tidur siang. 6. Pola persepsi sensori dan kognitif Pasien tidak mengalami gangguan dari kelima fungsi indranya. Pasien mampu memahami dan menjawab pertanyaan dengan baik. Dalam berkomunikasi pasien menggunakan bahasa Jawa. Memori pasien dalam keadaan baik dan normal. Persepsi terhadap nyeri yang dialami pasien dengan menggunakan pendekatan P, Q, R, S, T dimana : P : Nyeri meningkat ketika darah keluar pervagina Q : Frekuensi nyeri berlangsung sebentar tetapi sering dan nyeri terasa diremas-remas R : Nyeri terjadi pada abdomen bagian bawah S : Skala nyeri 5 (nyeri sedang) T : Nyeri berlangsung sebentar tetapi sering saat darah keluar pervagina 7. Persepsi diri dan konsep diri a. Citra tubuh Pasien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang dibenci karena semua yang ada pada dirinya adalah anugerah dari Allah SWT. b. Identitas diri Pasien adalah seorang perempuan, pasien anak tunggal, di rumah pasien tinggal dengan suaminya dan kliema buah hatinya. Pasien sebagai istri dan bekerja sebagai tani didesanya. c. Peran Sebelum sakit pasien adalah sebagai ibu rumah tangga, bekerja ebagai tani untuk membantu kebutuhan keluarga, menjadi anggota masyarakat didesanya, menjalankanperan sebagai anggota masyarakat dengan mengikuti kegiatan di masyarakat seperti pengajian dan arisan. d. Ideal diri Pasien sebagai seorang tani dengan penghasilan pas-pasan didesanya sudah merasa puas bila mampu memberikan pada anggota keluarganya. Klien ingin segera sembuh dari penyakitnya dan ingin segera bertemu dengan anak-anaknya di rumah dan anggota keluarga yang lain. e. Harga diri Pasien mengatakan dirinya merasa sedih karena tidak dapat mencukupi kebutuhan danhanya merepotkan keluarganya.

8. Pola hubungan dan peran Klien menjalani peran sebagai ibu rumah tangga dan dalam masyarakat klien tidak mengalami hambatan dalam menjalin hubungan (bersosialisasi). 9. Pola reproduksi dan sexual Pasien mempunyai 5 orang anak dari hasil perkawinannya. Pasien tidak mengalami masalah dalam hal reproduksi dan seksual. Selama dirawat klien tidak melakukan hubungan seksual, klien dan suami menyadari akan keadaannya serta keterkaitan dengan ajaran agama yang dianutnya. 10. Pola mekanisme koping Bila ada masalah klien biasa menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, dengan mendiskusikan bersama suaminya. Klien tidak bisa memendam masalahnya sendiri. 11. Pola nilai dan kepercayaan Klien beragama Islam dan taat menjalankan ibadahnya. Saat ini klien tidak menjalankan ibadah. Klien selalu beribadah, berdua serta berharap agar penyakitnya segera sembuh. D. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 7 Mei 2007. Keadaan umum : baik Kesadaran : composmentis Tanda-tanda vital : - TD : 140/60 mmHg - S : 37 oC - Nadi : 88 x/mnt - RR : 24 x/mnt Kepala : mesocephal, Rambut hitam bersih sedikit beruban, Rambut tidak mudah rontok, kulit kepala bersih., tidak terdapat luka Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva palpebra tidak anemis. Hidung : bersih, tidak ada skret, tidak ada polip, tidak terpasang O2, tidak ada discharge, septum deviasi (-), tidak terdapat pernafasan cuping hidung. Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis, tidak ada stomatitis, gigi bersih. Telinga : bersih, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, deviasi trachea (-) Dada : simetris, tidak terdapat wheezing, ronkhi (-), tidak terlihat retraksi interkosta. Jantung : Inspeksi : Ictus cardis tidak teraba Palpasi : Ictus cardis teraba pada linea 2 media clavicularis kiri Auskultasi : S1-1, bising (-), gallop (-) Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal Paru-paru : Inspeksi : simetris, inspirasi dan ekspirasi reguler Palpasi : SF kanan = kiri, tidak ada benjolan / massa Perkusi : sonor lapangan paru Auskultasi : SD membesar, ST ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : Inspeksi : permukaan perut cembung Auskultasi : biisng usus (+) normal Perkusi : kesan asites (-), pekat sisi (+) normal, pekak aktif (-) Palpasi : tidak ada benjolan / massa

Genital : tidak ada kelainan, perdarahan pervagina (+), tidak terpasang. Ekstremitas : atas : tidak terdapat edema, tangan kiri terpasang infus RL 20 tts/menit, tidak ada gangguan pergerakan, capillary refill < 2 detik, turgor kulit cukup. Bawah : tidak ada edema, tidak ada gangguan pergerakan. Kulit : bersih, warga gelap, kelembaban cukup, turgor cukup, tidak ada luka E. Pemeriksaan Penunjang Terlampir. F. Pengelompokkan Data Terlampir. G. Analisa Data Terlampir. H. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi otot uterus / dilatasi serviks dd: DS : Klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah P : nyeri meningkat ketika darah keluar pervagina Q : frekuensi nyeri sering, berlangsung sebentar dan terasa seperti diremas-remas R : nyeri terjadi pada abdomen bagian bawah S : skala nyeri 4 5 (sedang) T : nyeri berlangsung sebentar tapi sering ketika darah keluar pervagina. DO : Klien tampak menahan sakit ketika perutnya di palpasi 2. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan pervagina yang abnormal dd: DS : Klien mengatakan masih mengeluarkan darah pervagina. Do : - Terdapat perdarahan pervagina yang abnormal - Ganti pembalut 1 2 x / hari - S : 37 oC Hb : 11,20 gr% TSH : < 0,05 VTV/ml leukosit : 8,50 ribu/mmk 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi dd : DS : Klien mengatakan belum tahu tentang penyakit yang dideritanya saat ini DO : - Klien sering bertanya tentang kondisi dan penyakit yang dideritanya saat ini - Wajah klien tampak cemas 4. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan efek hospitalisasi dd : DS : - Klien mengatakan tidurnya kurang (5-6 jam/hari) - Klien mengeluh cemas / kwatir terhadap penyakit yang dideritanya saat ini - Klien mengeluh kalau malam tidak bisa tidur karena berisik, ruangan yang panas (efek hospitalisasi) DO : Klien terlihat lemah, mengantuk, mata agak kemerahan I. Intervensi 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi otot uterus / dilatasi serviks

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang. KH : - nyeri hilang atau berkurang - ekspresi wajah tenang, rileks - klien tidak mengeluh nyeri Intervensi : a. Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri Rasional : untuk membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi. b. Kaji stress psikologis klien / pasangan dan respon emosional terhadap kejadian Rasional : ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat derajat ketidaknyamanan c. Ajarkan teknik relaksasi dan nafas dalam Rasional : memfokuskan pada perhatian tertentu akan menurunkan ketegangan otot. d. Berikan lingkungan yang tenang dan aktifitas untuk mengalihkan rasa nyeri Rasional : lingkungan yang tenang dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan karenanya mereduksi ketidaknyamanan. e. Kolaborasi untuk dilakuakntidnakan curettage bila diindikasikan Rasional : untuk menghilangkan nyeri. 2. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan pervagina yang abnormal Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam infeksi tidak terjadi KH : - tidak ada tanda-tanda infeksi (dolor, color, rubor, tumor dan fungsi leasa) - tanda-tanda vital dalam batas normal Intervensi : a. Catat suhu, jumlah bau dan warna darah pervagina Rasional : kehilangan darah berlebihan dengan penurunan haemoglobin meningkatkan risiko klien untuk terkena infeksi. b. Pantau respon merugikan pada pemberian produk darah Rasional : pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang mengancam hidup. c. Berikan informasi tentang risiko penerimaan produk darah Rasional : komplikasi seperti hepatitis dan (HIV / AIDS) dapat tidak bermanfestasi selama perawatan di rumah sakit. d. Anjurkan ganti pembalut bila basah atau habis BAK Rasional : basah merupakan media kuman untuk berkembang. e. Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional : untuk mencegah dan meminimalkan infeksi. 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien mengerti / paham tentang penyakitnya. KH : Klien tampak rileks, klien dapat mengungkapkan tentang penyakitnya dalam istilah sederhana sesuai dengan situasi klinis. - tanda-tanda vital dalam batas normal Intervensi : a. Jelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi hemoragic

Rasional : memberi informasi, Memperjelas kesalahan konsep dan membantu menurunkan stress yang berhubungan. b. Kaji ulang pengetahuan pasien tentang pengetahuan Rasional : untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasien tentang penyakitnya. c. Motivasi pasien untuk menerima keadaannya Rasional : untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasien tentang penyakitnya. d. Motivasi pasien untuk menerima keadaannya Rasional : penerimaan tentang keadaan dapat mengurangi stress psikologisnya. e. Libatkan keluarga untuk memberi dukungan moril maupun spiritual pada klien. Rasional : memberi support membantu untuk pemulihan kesembuhan pasien. 4. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan efek hospitalisasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi. KH : Klien tampak tidur nyenyak Ekspresi wajah segar Intervensi : a. Kaji kemampuan dan kebiasaan istirahat dan tidur klien Rasional : untuk mengetahui pola tidur klien selama, sebelum dan sesudah sakit. b. Kaji penyebab gangguan istirahat tidur klien Rasional : mengetahui penyebab dan tindakan mengatasi gangguan tersebut. c. Ciptakan dan jaga suasana lingkungan fisik klien yang tenang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan klien Rasional : suasana bersih dan tenang dapat membuat tidur nyenyak d. Bersihkan keluhan klien dan lakukan tindakan untuk mengatasinya Rasional : klien merasa nyaman, dapat tidur dengan tenang, tanpa gangguan apapun termasuk kondisi ruangan / lingkungan sekitar, suara ramai disaat klien bisa tidur. e. Beri penjelasan tentang penyakitnya Rasional : dengan klien paham dan mengerti tentang penjelasan penyakitnya maka rasa cemas dapat berkurang / hilang. J. Implementasi Terlampir. K. Evaluasi Terlampir. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan yang ditemukan pada kasus Ny. Z dengan kehamilan mola hidatidosa di ruang B3 Gynekologi RSUP Hikari Semarang selama 2 hari mulai tanggal 6-8 Mei 2007 dimana dalam memberikan asuhan keperawatan penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Masalah keperawatan yang muncul adalah : gangguan rasa nyaman nyeri, risiko inveksi, kurang pengetahuan, gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur.

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi otot uterus / dilatasi serviks Nyeri merupakan suatu perasaantidak nyaman yang betul-betul subyektif dan anya orang yang menderinya yang dapat menjelaskan serta mengevaluasinya. Nyeri dapat timbul oleh beberapa stimulasi tetapi reaksi terhadap nyeri tidak dapat diukur dengan obyektif. Dan respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakjang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri, sehingga dapat menganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi serta kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan (Barbara Engram, 1999). Intensitas nyeri dapat ditemukan dengan berbagai cara salah satunya adalah bertanya kepada klien tentang nyeri atau ketidaknyamanan. Metode lain adalah bertanya kepada klien untuk mengurangi bagaimana gawatnya nyeri yaqng mendatangkan ketidaknyamanan dengan menggunakan skala 0 sampai 10. dimana skala 0-3 ringan, skala 4-6 nyeri sedang, skala 7-10 nyeri berat (Barbara C. Long, 1996). Diagnosa nyeri penulis tegakkan karena penulis menemukan adanya data yang mendukung yaitu : pasien mengakan nyeri, dan masalah nyeri ini dikaji dengan menggunakan pendekatan P, Q, R, S, T dimana P : nyeri meningkat ketika darah keluar pervagina, Q : frekuensi nyeri sering, berlangsung sebentar dan terasa seperti diremas-remas, R : nyeri terjadi pada abdomen bagian bawah, S : skala nyeri 4 5 (sedang), T : nyeri berlangsung sebentar tapi sering ketika darah keluar pervagina. Serta klien tampak menahan sakit ketika perutnya dipalpasi. Sejalan dengan penyakit yang dialami pasien dimana penyakit gangguan sistem reproduksi, maka pada Ny. Z nyerio timbul karena adanya kontraksi uterus / dilatasi serviks sehingga menyebabkan spasme otot. Kondisi ini akan menyebabkan masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri. Masalah keperawatan ini penulis jadikan prioritas utama karena nyeri merupakan keluhan utama dari klien dan mendominasi jika dibandingan dengan masalah keperawatan yang lainnya. Selanjutnya untuk mengatasi masalah ini penulis membuat perencanaan dengan tujuan agar nyeri berkurang atau hilang dengan jangka waktu 2 x 24 jam dengan kriteria hasil ekspresi wajah tenang, rilex, pasien tidak mengeluh nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan. Adapun perencanaan yang penulis buat adalah sebagai berikut : tentukan sifat, lokasi dan Durasi nyeri, hal ini penulis lakukan untuk membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi, kaji stress psikologis klien / pasangan dan respon emosional terhadap kejadian, hal tersebut penulis lakukan karena ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat derajat ketidaknyamanan, ajarkan tehnik relaksasi dan nafas dalam hal tersebut penulis lakukan untuk memfokuskan kepada perhatian tertentu atau menurunkan ketegangan otot, berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk mengalihkan rasa nyeri rasionalnya dengan lingkungan tenang maka dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan karenanya mereduksi ketidaknyamanan, Kolaborasi untuk menghilangkan nyeri. Dalam pelaksanaannya, penulis dapat melakukan semua perencanaan yang telah penulis buat, hal ini didukung dengan adanya peran aktif pasien dan keluarga mengikuti proses keperawatan dan keinginan yang besar untuk segera sembuh dari penyakitnya, tetapi kurang efektif karena keterbatasan waktu yang ada yaitu selama dua hari. Berdasarkan respon perkembangan yang ditujukan oleh pasien, masalah keperawatan dapat teratasi dengan terpenuhinya kriteria hasil yang ada yaitu : pasien menyatakan bahwa tidak lagi merasakan nyeri, klien tampak tenang / rileks, sehingga penulis untuk tetap mempertahankan keadaan ini dan penulis tetap mempertahankan semua perencanaan yang ada.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan pervagina yang abnormal Risiko terhadap infeksi adalah suatu kondisi dimana individu beresiko terkena agen oportunis atau patogenesis (virus, jamur, bakteri, protozoa dan parasit lain) dari berbagai sumber dari dalam atau dari luar tubuh (Lynda Juall C, 1997). Faktor yang berhubungan dengan risiko infeksi adalah ebabgai maslah atau kondisi kesehatan yang dapat meningkatkan berkembanganya infeksi (Lynda Juall C, 1997). Menurut Marilyn E. Doengoes (1999) faktor infeksi meliputi pertahanan sekunder tidak adekuat misal : penurunan haemoglobin, leucopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tutukan). Diagnosa ini penulis rumuskan karena penulis menemukan adanya data : ada perdarahan pervagina yang abnormal, Hb : 11,20 gr%, leukosit : 8,50 ribu/mmk, S : 37 oC, TSH < 0,05 vtv/ml. Dari data tersebut sudah dapat diangkat diagnosa risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervagina yang abnormal. Apabila masalah ini tidak diatasi maka akan terjadi infeksi pada kandungannya apabila tidak segera dikeluarkan. Diagnosa risiko infeksi penulis prioritaskan pada masalah keperawatan kedua karena merupakan keadaan yang kemungkinan bisa muncul dan menjadi suatu permasalahan dan apabila hal ini tidak dicegah maka risiko dapat menjadi aktual. Selanjutnya untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat perencanaan dengan tujuan agar infeksi tidak terjadi dalam jangka waktu 2 x 24 jam dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada (dolor, color, rubor, tumor dan fungtio leasa), tanda-tanda vital dalam batas normal. Adapun perencanaan yang telah penulis buat adalah : catat suhu, catat jumlah bau, warna darah pervagina rasional kehilangan darah berlebihan dengan penurunan hemoglobin, meningkatkan risiko klien untuk terkena infeksi, pantau respon merugikan pada pemberian produk darah. Rasional : pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang mengancam hidup, berikan informasi tentang risiko penerimaan produk darah, rasional : komplikasi seperti hepatitis dan (HIV / AIDS) dapat tidak bermanifestasi selama perawatan di rumah sakit, Kolaborasi pemberian antibiotik rasional : untuk mencegah infeksi dan meminimalkan infeksi, anjurkan ganti pembalut bila basah habis BAK, karena basah merupakan media kuman untuk berkembang,. Dalam pelaksanaannya penulis telah melakukan rencana yang telah dibuat tapi untuk merencanakan Kolaborasi pemberian antibiotik tidak dilakukan tetapi diberikan Kalnex tablet 3 x 1 dimana pemberian Kalnex ditujukan untuk mencegah perdarahan. Semua terlaksana karena didukung dengan adanya peran aktif pasien dan keluarga dalam mengikuti proses keperawatan dan keinginan untuk cepat sembuh dari penyakitnya, dan dihambat juga karna keterbatasan waktu dalam proses perawatan yaitu sealam dua hari. Berdasarkan respon perkembangan klien penulis dapat menilai bahwa masalah keperawatan dapat teratasi, hal ini sepenuhnya dapat memenuhi hasil pada perencanaan yang ada yaitu : tanda-tanda infeksi tidak terjadi (dolor, color, rubor, tumor dan fungtio laesa), tanda-tanda vital dalam batas normal ; suhu : 37 oC, nadi : 88 x/mnt, RR : 24 x/menti, leukosit (4,00 11,00 ribu/mmk). Untuk tetap mempertahankan keadaan ini, maka penulis tetap mempertahankan semua perencanaan yang ada. 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi Kurangnya pengetahuan adalah : suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotorik berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Lynda Juall C, 1997).

Batasan karakteristik mayor : mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilanketerampilan / permintaan informasi, mengeskpresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan, melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan dengan dianjurkan atau diinginan. Batasan karakteristik minor : kurang integritas tentang rencana pengobatan ke dalam aktifitas sehari-hari, memperlihatkana atau mengekspresikan perubahan psikologis (misalnya anietas, depresi) mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi. Diagnasa kurangnya pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi tentang penyait dan penatalaksanannya penulis tegakkan dengan problem kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit dan penatalaksanannya karena pada saat pengkajian ditemukan data : klien mengatakan belum tahu tentang penyakit yang dideritanya saat ini. Diagnosa kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi, penulis tetapkan sebagai prioritas ketiga sesuai teori triage konsep, dimana kurang pengetahuan merupakan masalah yang berkembang lambat dan dapat ditolerir pasien. Walaupun ditemukan masalah masalah ini harus diatasi dan perlu tindakan yang tepat apabila pasien tidak tahu tentang penyakitnya. Untuk mengatasi masalah kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi penulis menetapkan intervensi : jelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan unduk kondisi haemoradi (curettage) rasional : memberikan informasi dapat memperjelas kesalahan konsep dan dapat membantu menurunkan stress yang berhubungan, beri kesempatan bagi pasien untuk mengajukan pertanyaan rasional : memberikan klarifikasi dari konsep yang salah dari kesempatan untuk mengembangkan keterampilan koping, kaji ulang pengetahuan pasien tentang pengetahuan rasional : untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasien tentang penyakitnya. Motivasi pasien untuk menerima keadaannya rasional : penerimaan tentang keadaan dapat mengurangi stress pskologisnya, libatkan keluarga untuk memberi dukungan moril maupun spiritual pada pasien rasional : memberikan support membantu untuk pemulihan kesembuhan pasien. Dalam melakukan implementasi dari kelima intervensi yang telah ditetapkan penulis dapat dilakukan semuanya. Pasien dan keluarga cukup kooperatif saat dilakukan tindakan keperawatan. Dari hasil evaluasi untuk diagnosa keperawatan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber informasi tentang penyakitnya (mola hidatidosa / hamil anggur). Dalam penatalaksanaannya masalah sudah teratasi karena kelainan kehamilan mola hidatidosa yaitu hamil tapi tidak ada janinnya dan tindakan yang dilakukan dokter adalah pengeluaran jaringan mola dengan dilakukan tindakan curettage. 4. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur (kurang) berhubungan dengan efek hospitalisasi Menurut (Lynda Juall C, 1998) gangguan pola tidur yang dialami Ny.Z (kurang dari kebutuhan tubuh) karena klien mengalami suatu perubahan dalam kualitas/kuantitas tidur pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman dan cemas. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur diantaranya adalah : penyakit, lingkungan, motivasi, kelelahan, kecemasan, alcohol, obat-obatan (Tarwoto, Wartonah, 2003). Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang dialami Ny.Z karena disebabkan oleh faktor lingkungan, dimana klien mengalami perubahan suasana seperti : gaduh, ruangan yang panas dan rasa cemas dengan penyakitnya maka akan menghambat tidurnya. Sehingga didapat data klien mengatakan tidurnya kurang (5-6 jam/hari) dan cemas dengan penyakitnya, klien mengeluh kalau malam tidak bisa tidur karena berisik, ruangan yang panas (efek hospitalisasi).

Klien terlihat lelah, mengantuk dan mata agak kemerahan. Penulis menempatkan gangguan pemenuhan kebutuhan karena menurut konsep TRIAGE kebutuhan pemenuhan istirahat tidur tidak seberat terjadinya infeksi. Sehingga intervensi yang disusun sebagai berikut: kaji kemampuan dan kebiasaan istirahat dan tidur klien rasionalnya adalah untuk mengetahui pola tidur klien selama, sebelum dan sesudah sakit, kaji penyebab gangguan istirahat tidur klien rasionalnya adalah mengetahui penyebab dan tindakan mengatasi gangguan tersebut, ciptakan dan jaga suasana lingkungan fisik klien yang tenang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan klien sedangkan rasionalnya adalah dengan suasana bersih dan tenang klien dapat tidur dengan nyenyak, perhatikan keluhan klien dan lakukan tindakan untuk mengatasinya rasionalnya adalah klien nyaman kondisi ruangan/lingkungan sekitar, suara ramai di saat klien bisa tidur, diberi penjelasan tentang penyakitnya rasionalnya adalah dengan klien paham dan mengerti tentang penjelasan penyakitnya maka rasa cemas dapat berkurang atau hilang. Catat semua tindakan dan laporkan pada penanggung jawab / dokter yang berwenang. Adapun implementasi yang dilakukan oleh penulis adalah mengkaji penyebab gangguan istirahat tidur klien, mengkaji kemampuan dan kebiasaan istirahat dan tidur klien. Menjaga suasana lingkungan fisik klien yang tenang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan klien. Melibatkan keluarga dalam tindakan dan dalam menciptakan lingkungan yang nyaman. Membantu klien untuk dapat beristirahat tidur dengan cara mengatur posisi nyaman, mempertahankan kebersihan tempat tidur dan perlengkapannya, memperhatikan kebiasaan tidur klien. Sehingga evaluasi yang didapatkan pada tanggal 8 Mei 2007 adalah klien menyatakan suasana nyaman dan enak untuk tidur, klien terlihat mengantuk dan tidur, suasana ruangan tenang, hawa tidak panas, hal ini sesuai dengan kriteria hasil dari rencana tujuan. Sehingga masalah dapat teratasi dan untuk itu pertahankan kebutuhan istirahat tidur klien agar terpenuhi dengan baik. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Sebagaimana telah penulis uraikan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan yang diambil pada saat penulis melaksanakan pengkajian pada kasus Asuhan Keperawatan Mola Hidatidosa di Ruang B3 Gynekologi RSUP Hikari Semarang. Kesimpulannya adalah sebagai berikut: 1. Kehamilan mola hidatidosa merupakan kelainan kehamilan yang banyak terjadi pada multipara yang berumur 35-45 tahun 2. Mengingat banyaknya kasus mola hidatidosa pada wanita umur 35-45 tahun sangat diperlukan suatu penanggulangan secara tepat dan cepat dengan penanganan tingkat kegawatdaruratan obstetric yaitu air way, breathing, circulation di dalam pengelolaan klinik, pengobatan dan perawatan secara benar 3. Observasi dini sangat diperlukan untuk memberikan pertolongan penanganan pertama sehingga tidak memperburuk keadaan pasien 4. Penerapan asuhan keperawatan sangat membantu dalam perawatan kehamilan mola hidatidosa karena kehamilan ini memerlukan perawatan dan pengobatan secara kontinyu sehingga keluarga perlu dilibatkan agar mampu memberikan perawatan secara mandiri 5. Pendidikan kesehatan sangat diperlukan mengingat masih banyaknya wanita-wanita khususnya yang berumur 35-45 tahun yang kurang mengerti tentang kehamilan mola hidatidosa

B. SARAN Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan yang kiranya dapat membangun dan meningkatkan mutu pelayanan dan perawatan ke arah yang lebih maju antara lain: 1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat menjalankan sesuai dengan proses keperawatan agar pelaksanaan terarah sesuai dengan tujuan 2. Untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang bermutu maka alangkah baiknya tercipta kerja sama yang baik sesama perawat dan tim kesehatan lainnya 3. Sarana dan prasarana di institusi perlu ditingkatkan untuk mempermudah pemberian asuhan keperawatan yang optimal 4. Pada rumah sakit khususnya di ruang perawatan maternitas sangat perlu disediakan ruang khusus untuk pasien mola hidatidosa

You might also like