You are on page 1of 13

Ariyah (Pinjam-meminjam)

Saturday, January 22, 2011 2:12:15 AM Fiqih Muamalah ARIYAH ( Pinjam-meminjam ) Sebagai manusia kita tidak akan pernah dipisahkan dengan yang namanya pinjammeminjam atau ariyah. Karena kita bahwa semua yang kita butuhkan itu tidak semuanya kita memilikinya. Oleh karena itulah maka adanya pinjam-meminjam atau ariyah. Dalam makalah ini kami akan menjelaskan rukun, syarat, dan dalil-dalil yang membahas mengenai ariyah atau pinjam-meminjam. Menurut Bahasa ariyah adalah memberi manfaat tanpa imbalan. Sedangkan ariyah menurut syara ialah memberikan manfaat dari sesuatu yang halal dimanfaatkan kepada orang lain, dengan tidak merusakkan zatnya, agar zat barang itu nantinya bisa dikembalikan lagi kepada yang mempunyai. Tiap-tiap yang mungkin diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zat barang itu, boleh dipinjam atau dipinjamkan. Ariyah disyariatkan berdasarkan dalil-dalil berikut : - Firman Allah Taala Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan taqwa kepada Allah dan janganlah kamu bertolong-tolongan dalam berbuat dosa dan bermusuhan. (Al Maidah : 2) - Firman Allah Taala Dan enggan(menolong dengan) barang berguna. (Al Maun : 7) - Sabda Rosulullah SAW Pinjaman wajib dikembalikan dan orang yang menjamin sesuatu harus membayar (riwayat Abu Daud dan Tirmidzi) Hukum Ariyah Hukum ariyah adalah sunnah berdasarkan firman Allah Taala dalam surat Al Maidah ayat 2, akan tetapi bisa jadi ariyah itu hukumnya menjadi wajib, misalnya meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati. Dan hukumnya bisa haram apabila barang yang dipinjam itu digunakan untuk sesuatu yang haram atau dilarang oleh agama. Karena jalan menuju sesuatu, hukumnya sama dengan hukum yang dituju. Diantara hukum-hukum ariyah adalah sebagai berikut : 1. Sesuatu yang dipinjamkan harus sesuatu yang mubah(diperbolehkan). Jadi seseorang tidak boleh meminjamkan budak wanita kepada orang lain untuk digauli atau seseorang tidak boleh meminjamkan orang muslim untuk melayani orang kafir atau meminjamkan parfum haram atau pakaian yang diharamkan, karena Allah Taala berfirman : Dan jangan kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Al Maidah:2) 2. Jika muir (pihak yang meminjamkan) mengisyaratkan bahwa mustair (peminjam) berkewajiban mengganti barang yang dipinjam jika dia merusak barang yang dipinjam, maka mustair wajib menggantinya, karena Rosulullah SAW bersabda : Kaum muslimin itu berdasarkan syarat-syarat mereka.(riwayat Abu Daud dan Al

Hakim) Jika muir tidak mengisyaratkan, kemudian barang pinjaman rusak bukan karena kesalahan mustair atau tidak karena disengaja, maka mustair tidak wajib mengganti, hanya saja dia disunnahkan untuk menggantinya, karena Rosulullah SAW bersabda kepada salah seorang istrinya yang telah memecahkan salah Satu tempat makanan. makanan dengan makanan dan tempat dengan tempat. (diriwayatkan Al Bukhari). Namun jika kerusakannya hanya sedikit disebabkan karena dipakai dengan izin tidaklah patut diganti, karena terjadinya sebab pemakaian yang diizinkan.(ridlo kepada sesuatu berarti ridlo pula kepada akibatnya). Jika barang pinjaman mengalami kerusakan karena kesalahan dan disengaja oleh mustair, dia wajib menggantinya dengan barang yang sama atau dengan uang seharga barang pinjaman tersebut, karena Rosulullah SAW bersabda : Tangan berkewajiban atas apa yang diambilnya hingga ia menunaikannya. (Diriwayatkan Abu Daud, At Tirmidzi dan Al Hakim yang men-shahih-kannya). 3. Mustain (peminjam) harus menanggung biaya pengangkutan barang pinjaman ketika ia mengembalikannya kepada muir jika barang pinjaman tersebut tidak bisa diangkut kecuali oleh kuli pengangkut atau dengan taksi. Rosulullah bersabda : Tangan berkewajiban atas apa yang diambilnya hingga ia menunaikannya.(diriwayatkan Abu Daud, At Tarmidzi dan Al Hakim) 4. Mustain tidak boleh menyewakan barang yang dipinjamnya. Adapun meminjamkannya kepada orang lain dibolehkan, dengan syarat muin merelakannya. 5. Pada tiap-tiap waktu, yang meminjam ataupun yang meminjamkan boleh memutuskan aqad asal tidak merugikan kepada salah seorang di antara keduanya. Jika seseorang meminjamkan kebun untuk dibuat tembok, ia tidak boleh meminta pengembalian kebun tersebut hingga tembok tersebut roboh. Begitu juga orang yang meminjamkan sawah untuk ditanami, ia tidak boleh meminta pengembalian sawah tersebut hingga tanaman yang ditanam diatas sawah tersebut telah dipanen, karena menimbulkan mudharat kepada seorang muslim itu haram. 6. Barang siapa meminjamkan sesuatu hingga waktu tertentu, dia disunahkan tidak meminta pengembaliannya kecuali setelah habisnya batas waktu peminjaman. Rukun Meminjamkan : 1. Ada yang meminjamkan, syaratnya yaitu : a. Ahli (berhak) berbuat kebaikan sekehendaknya. Anak kecil dan orang yang dipaksa, tidak sah meminjamkan. b. Manfaat barang yang dipinjamkan dimiliki oleh yang meminjamkan, sekalipun dengan jalan wakaf atau menyewa karena meminjam hanya bersangkutan dengan manfaat, bukan bersangkutan dengan zat. Oleh karena itu, orang yang meminjam tidak boleh meminjamkan barang yang dipinjamnya karena manfaat barang yang dipinjamnya bukan miliknya. Dia hanya diizinkan mengambilnya tetapi membagikan manfaat yang boleh diambilnya kepada yang lain, tidak ada halangan. Misalnya dia meminjam rumah selama 1 bulan tetapi hanya ditempati selama 15 hari, maka sisanya boleh diberikan kepada orang lain. 2. Ada yang meminjam, hendaklah seorang yang ahli (berhak) menerima kebaikan. Anak kecil dan orang gila tidak sah meminjam sesuatu karena ia tidak ahli (tidak

berhak) menerima kebaikan. 3. Ada barang yang dipinjam, syaratnya : a. Barang yang benar-benar ada manfaatnya b. Sewaktu diambil manfaatnya, zatnya tetap (tidak rusak). 4. Ada lafadz. Menurut sebagian orang sah dangan tidak berlafadz. Syarat Sahnya Ariyah : Untuk sahnya ariyah ada empat syarat yang wajib dipenuhi : 1. Pemberi pinjaman hendaknya orang yang layak berbaik hati. Oleh karena itu, ariyah yang dilakukan oleh orang yang sedang ditahan hartanya tidak sah. 2. Manfaat dari barang yang dipinjamkan itu hendaklah milik dari yang meminjamkan. Artinya, sekalipun orang itu tidak memiliki barang, hanya memiliki manfaatnya saja, dia boleh meminjamkannya, karena meminjam hanya bersangkut dengan manfaat, bukan bersangkut dengan zat. 3. Barang yang dipinjamkan hendaklah ada manfaatnya. Maka tidak sah meminjamkan barang yang tidak berguna. Karena sia-sia saja tujuan peminjaman itu. 4. Barang pinjaman harus tetap utuh, tidak boleh rusak setelah diambil manfaatnya, seperti kendaraan, pakaian maupun alat-alat lainnya. Maka tidak sah meminjamkan barang-barang konsumtip, karena barang itu sendiri akan tidak utuh, seperti meminjamkan makanan, lilin dan lainnya. Karena pemanfaatan barang-barang konsumtip ini justru terletak dalam menghabiskannya. Padahal syarat sahnya ariyah hendaklah barang itu sendiri tetap utuh.

MAKALAH FIQIH TENTANG ARIYAH BAB I PENDAHULUAN Kegiatan ekonomi yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari bahkan tanpa kita sadari, pinjam-meminjam sering kita lakukan. Berbicara mengenai pinjaman (Ariyah), maka perlu kita bahas mengenai dasar hukum ariyah. Apa sebenarnya ariyah itu? Bagaimana dasar hukum serta rukun dan syarat Ariyah? Dan apakah pembayaran / pengambilan pinjaman itu telah sesuai atau tidak? Untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana pengembalian yang sesuai dengan syara . agar kita bisa menerapkan dalam kehidupan nyata. Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada pembaca umumnya dan saya khususnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan ariyah dan hukumnya, sehinga kita dapat mengaplikasikanya dalam kegiatan kita sehari-hari. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. A. Pengertian Pinjaman atau ariyah menurut bahasa ialah pinjaman. Sedangkan menurut istilah, ariyah ada beberapa pendapat: 1. menurut Hanafiyah, ariyah ialah: memiliki manfaat secara Cuma-Cuma 2. menurut malikiyah, ariyah ialah: Memiliki manfaat dalam waktu tertentu dengan tanpa imbalan. 3. Menurut syafiiyah, ariyah adalah:

Kebolehan mengambil manfaat dari sesorang yang membebaskannya,apa yang mungkin untuk dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya. 4. menurut Hanbaliyah, Ariyah ialah: kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa imbalan dari peminjam atau yang lainnya. 5. Ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat barang-barang yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain dengan tanpa di ganti Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ariyah ialah memberikan manfaat suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara CumaCuma (gratis). Bila diganti dengan sesuatu atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ariyah. B. Dasar Hukum Ariyah Menurut Sayyid Sabiq, tolong menolong (Ariyah) adalah sunnah. Sedangkan menurut al-Ruyani, sebagaimana dikutif oleh Taqiy al-Din, bahwa ariyah hukumnya wajib ketika awal islam. Adapun landasan hukumnya dari nash Alquran ialah: dan tolong-menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan. (Al-Maidah:2) Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu agar menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. (An-Nisa:58) Selain dari Al-Quran, landasan hukum yang kedua adalah Al-Hadis, ialah: barang peminjaman adalah benda yang wajib dikembalikan (Riwayat Abu Daud) orang kaya yang memperlambat (melalaikan) kewajiban membayar utang adalah zalim (berbuat aniaya) (Riwayat Bukhari dan Muslim) C. Rukun dan Syarat Ariyah Menurut Hanafiyah, rukun ariyah satu, yaitu ijiab dan Kabul, tidak wajib diucapkan tetapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam dan boleh hukum ijiab Kabul dengan ucapan. Menurut Syafiiyah, rukun ariyah adalah sebagai berikut: 1. Kalimat mengutangkan (lafazh), seperti seseorang berkata, saya utangkan benda ini kepada kamu dan yang menerima berkata saya mengaku berutang benda anu kepada kamu. Syarat bendanya adalah sama dengan syarat benda-benda dalam jual beli. 2. Muir yaitu orang yang mengutangkan (berpiutang) dan Mustair yaitu orang yang menerima utang. Syarat bagi muir adalah pemilik yang berhak menyerahkannya, sedangkan syarat-syarat bagi mustair adalah: baligh berakal orang tersebut tidak dimahjur(dibawah curatelle) atau orang yang berada dibawah perlindungan, seperti pemboros. 3. Benda yang diutangkan, pada rukun ketiga ini disyaratkan dua hal, yaitu:

Materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan, maka tidak syah ariyah yang matwrinya tidak dapat digunakan, seperti meminjam karung yang sudah hancur sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimpan padi. Pemanfaatan itu dibolehkan, maka batal ariyah yang pengambilan manfaat materinya dibatalkan oleh syara, seperti meminjam benda-benda najis. D. Pembayaran Pinjaman Setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti peminjam memiliki utang kepada yang berpiutang (muir). Setiap utang wajib dibayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau membayar utang, bahkan melalaikan pembayaran utang juga termasuk aniaya. Perbuatan aniaya merupakan salah satu perbuatan dosa. Rasulallah Saw, bersabda: Orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar utang adalah aniaya (Riwayat Bukhari dan Muaslim). Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan, asal saja kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berutang semata. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar utang. Rasulallah Saw. Bersabda: sesungguhnya diantara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaikbaiknya dalam membayar utang (Riwayat Bukhari dan Muslim) Rasulallah pernah berutang hewan, kemudian beliau membayar hewan itu dengan yang lebih besar dan tua umurnya dari hewan yang beliau pinjam. Kemudian Rasu bersabda: Orang yang paling baik diantara kamu ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik (Riwayat Ahmad) Jika penambahan itu dikehendaki oleh orang yang berutang atau telah menjadi perjajian dalam akad berpiutang, maka tambahan itu tidak halal bagi yang berpiutang untuk mengambilnya. Rasul bersabda: Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu adalah salah satu cara dari sekian cara riba ( Dikeluarkan oleh Baihaqi). E. Meminjam Pinjaman dan Menyewakan Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa pinjaman boleh meminjamkan benda-benda pinjaman kepada orang lain. Sekalipun pemiliknya belum mengizinkan jika penggunanya untuk hal-hal yang tidak berlainan dengan tujuan pemakaian pinjaman. Menurut Mazhab Hanbali, peminjam boleh memanfaatkan barang pinjaman atau siapa saja yang menggantikan setatusnya selama peminjaman berlangsung, kecuali jika barang tersebut disewakan. Haram hukumnya menurut Hanbaliyah menyewakan barang pinjaman tanpa seizing pemilik barang. Jika peminjam suatu benda meminjamkan benda pinjaman tersebut kepada orang lain, kemudian rusak ditangan kedua, maka pemilik berhak meminta jaminan kepada salah seorang diantara keduanya. Dalam keadaan seperti ini, lebih baik barang meminta jaminan kepada pihak kedua karena dialah yang memegang ketika barang itu rusak. F. Tanggung Jawab Peminjam

Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian barang tersebut rusak, ia berkewajiban menjaminnya, baik arena pemakaian yang berlebihan maupun karena yang lainnya. Demonian menurut Idn Abbas, Aisyah, Abu Hurairah, SyaiI dan Ishaq dalam hadis yang diriwayatkan oleh Samurah, Rasulallah Saw. Bersabda: Pemegang kewajiban menjaga apa yang ia terima, hingga ia mengambilkannya. Sementara para pengikut hanafiyah dan Malik berpendapat bahwa, pemin jam tidak berkewajiban menjamin barang pinjamannya, kecuali karena tindakan yang berlebihan, karena Rasulallah Saw. Bersabda: Pinjaman yang tidak berkhianat tidak berkewajiban mengganti kerusakan (Dikeluarkan ai-Daruquthin) G. Tatakrama Berutang Ada beberapa hal yang dijadikan penekanan dalam pinjam-meminjam atau utangpiutang tentang nilai-nilia sopan-santun yang terkait di dalamnya, ialah sebagai berikut: a. Sesuai dengan QS. Al-Bazaar: 282, utang-piutang supaya dikuatkan dengan tulisan dari pihak berutang dengan disaksikan dua orang saksi laki-laki dengan dua orang saksi wanita. Untuk dewasa ini tulisan tresebut dibuat diatas kertas bersegel atau bermaterai. b. Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar adanya kebutuhan yang mendesak disertai niat dalam hati akan membayarnya/mengembalikannya. c. Pihak berpiutang hendaknya berniat memberikan pertolongan kepada pihak berutang. Bila yang meminjam tidak mampu mengembelikan, maka yang berpiutang hedaknya membalaskannya. d. Pihak yang berutang bila sudah mampu membayar pinjaman, hendaknya dipercepat pembayaran utangnya karena lalai dalam pembayaran pinjaman berari berbuat zalim.

BAB III KESIMPULAN Ariyah (pinjaman) adalah memberikan manfaat suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara Cuma-Cuma (gratis). Apabila digantikan dengan sesuatu atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut Ariyah. Dalam ariyah ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi, rukun ariyah yaitu adanya akad (ijab dan qabul), Orang-orang yang berakad, dan barang yang dipijamkan.

ASPEK MUAMALAH
Published on Thursday, 22 September 2011 14:06 | Written by SADDAM H SAHILINDRA | Email | Hits: 190 Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain .

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan yang sebaik-baiknya aturan. Azaz-Azaz Transaksi Ekonomi Islam Dalam hal bermuamalah, ruang lingkupnya sangat luas. Agama islam dalam hal ini memberikan tuntunan secara global. Para ahli fikih memberikan rumusan prinsip umum dalam bermuamalah, yaitu berupa kaidah ushul fiqih asal hukum dalam setiap masalah yang berhubungan dengan muamalah adalah jaiz atau boleh, sampai ditemukan adanya dalil yang melarangnya. Dalam transaksi dijalankan secara sukarela atau tanpa paksaan dari pihak manapun antara kedua belah pihak dan dalam pelaksanaannya dilandasi dengan niat yang baik dan tulus agar kecurangan dapat dihindarinya. Transaksi ekonomi dalam islam dapat dicontohkan seperti aktivitas di pasar yang para pedagangnya menggunakan system perdagangan secara Islam. Implementasi Transaksi Ekonomi Islam Dalam kehidupan sehari-hari, hendaknya menerapkan transaksi ekonomi Islam. Misalnya dalam hal jual beli, utang piutang, sewa menyewa dan kerjasama dagang. 1. Jual Beli Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad). Firman Allah SWT: Artinya : Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al Baqarah (2) : 275). Dalam jual beli terdapat rukun dan syaratnya. Diantaranya adalah sebagai berikut: *. Penjual dan pembeli. Syarat keduanya adalah berakal, baligh, dan berhak menggunakan hartanya *. Uang dan benda yang dibeli. Syaratnya keduanya adalah: suci, ada manfaatnya, keadaan barang itu dapat diserahkan, barang itu diketahui oleh si penjual dan si

pembeli *. Ijab qabul. Unsur utama dalam jual beli yaitu ketulusan antara penjual dan pembeli. Selain rukun dan syaratnya, dalam jual beli terdapat istilah khiyar. Khiyat artinya boleh memilih antara dua, meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya. Jenis khiyat ada tiga macam yaitu Khiyar majlis, khiyat syarat dan khiyar aibi. Khiyar majlis maksudnya, si pembeli dan si penjual boleh memilih antara dua perkara selama keduanya masih tetap di tempat jual beli. Khiyar syarat maksudnya, khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad. Dan khiyar aibi maksudnya, si pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya, apabila terdapat cacat Macam jual beli Dalam hal jual beli ada tiga macam yaitu jual beli yang sah dan tidak terlarang, jual beli yang terlarang dan tidak sah, jual beli yang sah tetapi terlarang, monopoli dan najsi. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang diizinkan oleh agama artinya, jual beli yang memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Sedangkan jual beli yang terlarang dan tidak sah yaitu jual beli yang tidak diizinkan oleh agama, artinya jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya jual beli. Dan jual beli yang sah tapi terlarang yaitu jual belinya sah, tidak membatalkan akad dalam jual beli tapi dilarang dalam agama Islam karena menyakiti si penjual, si pembeli atau orang lain; menyempitkan gerakan pasaran dn merusak ketentraman umum. Monopoli yaitu menimbun barang dengan tujuan supaya orang lain tidak dapat membelinya dan najsyi adalah menawar barang dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain agar membeli barang yang ditawarkannya. Jual beli yang terlarang dan tidak sah diantaranya adalah: jual beli barang najis, Jual beli anak hewan yang masih berada dalam perut induknya, jual beli yang ada unsur kecurangan dan jual beli sperma hewan. Jual beli yang sah tetapi terlarang diantaranya :membeli barang dengan harga mahal yang tujuannya supaya orang lain tidak dapat membeli barang tersebut, Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam hiyar, Mencegat para pedagang dan membeli barangnya sebelum mereka sampai dipasar dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar. Membeli barang untuk ditimbul dan setelah harganya mahal baru dijual, menjual barang yang menjadi alat maksiat bagi pembelinya, dan mengecoh urusan jual belibaik dari pembeli maupun penjual dalam keadaan barang atau ukurannya. 2. Ariyah (Pinjam meminjam) Ariyah adalah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya agar dapat dikembalikan zat barang itu. Dalam hal ariyah terdapat rukun dan syaratnya yaitu sebagai berikut: a. Rukun Ariyah 1).Orang yang meminjamkan syaratnya berhak berbuat kebaikan sekehendaknya, manfaat

barang yang dipinjam dimiliki oleh yang meminjamkan. 2). Orang yang meminjam berhak menerima kebaikan 3). Barang yang dipinjam syaratnya barang tersebut bermanfaat, sewaktu diambil manfaatnya zatnya tetap atau tidak rusak Orang yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya sekedar menurut izin dari yang punya dan apabila barang yang dipinjam hilang,atau rusak sebab pemakaianyang diizinkan , yang meminjam tidak menggantinya. Tetapi jikalau sebab lain, dia wajib mengganti. b. Hukum Ariyah Asal hukum meminjamkan sesuatu adalah sunat. Akan tetapi kadang hukumnya wajib dan kadang-kadang juga haram. Hukumnya wajib contohnya yaitu meminjamkan pisau untuk menyembelih hewan yang hamper mati. Dan hukumnya haram contohnya sesuatu yang dipinjam untuk sesuatu yang haram. 3. Perseroan Perseroan adalah akad perjanjian antara dua orang atau lebih yang menetapkan hak milik bersama dalam persekutuan. Perseroian yang kita ketahui diantaranya adalah PT, CV, NV, dan Firma. Perseroan ada beberapa macam yang lebih peting dan berguna adalah serikat harta dan serikat kerja. Penjelasan tentang kedua serikat ini dapat dipelajari sebagaimana berikut: a. Serikat harta Serikat harta atau serikat Inan yaitu serikat yang terdiri dari dua orang atau lebih untuk bersekutu harta yang ditentukan dengan tujuan keuntungannya untuk mereka yang berserikat. Dalam berserikat keikhlasan sangat diperlukan dan harus menghindari penghianatan. Rukun serikat harta diantaranya:
y y y

Lafal akad atau sighat Orang yang berserikat Pokok atau modal dan pekerjaan

Jenis usaha dalam serikat perlu suatu kesepakatan yang disepakati oleh anggota serikat tersebut. Keuntungan dan kerugian ddiperoleh dan ditanggung oleh setiap anggota serikat sesuai dengan hasil musyawarah anggota serikat.

Perseroan yang dikategorikan dalam serikat inan antara lain:


y

PT (Perseroan Terbatas) P T yaitu perusahaan yang modalnya didapat dari saham-saham yang memiliki harga nominal tertentu. Dalam pendirian P T didirikan dengan akte notarisdan A D (Anggaran Dasar) nya harus disyahkan dari menteri kehakiman.

* Firma Perseroan firma yaitu Persekutuan dari dua orang atau lebih yang berdagang bersama-sama dalam satu nama dan bertanggung jawab bersama terhadap perdagangannya. Sehingga semuanya bekerja penuh pada perusahaan * CV (Commanditaire Venootschaf) Dalam C V tidak semua anggotanya turut bekerja dalam perusahaan. Ada yang hanya menyerahkan modal untuk dikelola oleh anggota-anggota lainnya. Maka C V adalah bentuk perluasan dari firma. Baik C V maupun Firma didirikan berdasarkan akte notaries dan segala bentuk aktivitas perusahaan dicantumkan dalam aktenya. b. Serikat Kerja (Serikat Abdan) Serikat kerja yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih bersepakat atas suatu pekerjaan dan masing-masing mengerjakan pekerjaan sesuai dengan bidangnya. Penghasilannya dibagi menurut perjanjian sewaktu akad. Serikat kerja ini hukumnya sah apabila tidak ada yang berkhianat. Serikat kerja jenisnya bermacam-macam diantaranya adalah qirad, mukhabarah, muzaraah dan musaqah. a. Qirad Qirat yaitu memberikan modal kepada orang lain untuk diperniagakan. Mengenai keuntungan, untuk keduanya sesuai dengan perjanjian sewaktu akad. Akad dalam qirad adalah akad percaya mempercayai dan semuanya harus didasari dengan ikhlas. Modal dalam qirad bisa berupa barang atau uang yang dapat dihitung harganya. Agama Islam tidak melarang qirad. Dalam qirad terdapat unsur tolong menolong dalam meningkatkan penghasilan. Dalam qirat terdapat rukun-rukunnya diantaranya adalah:
y y y y

Ada harta atau modal baik berbentuk uang atau barang Pekerjaan atau usahanya perdagangan Ada pembagian keuntuangan atau kerugian Pemodal dan yang menjalankan modal telah baligh

b. Muzaraah dan mukhabarah Muzaraah yaitu suatu kerjasama antara pemilik lahan pertanian baik berupa sawah atau ladang dengan penggarap yang bibitnya asalnya dari penggarap dengan bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan bersama. Apabila system yang digunakan muzaraah mengenai zakat ditanggung oleh penggarap dan apabila benihnya asalnya dari pemilik sawah atau ladang dinamakan mukhabarah dan zakatnya ditanggung oleh pemilik tanah tersebut. c. Musaqah Musaqah disebut juga dengan paroan kebun maksudnya, suatu kerjasama antara pemilik kebun dengan pemelihara kebun dengan perjanjian dan kesepakatan bersama. Hal ini saling menguntungkan karena kadang orang punya kebun tetapi tidak sanggup mengurusinya atau menggarapnya. Sedangkan orang yang tidak punya kebun mendapat kesempatan untuk menggarap atau mengurusinya sehingga mendapat suatu penghasilan yang bisa dinikmati bersama yang punya kebun. Dalam hal musaqah terdapat rukun-rukunnya yaitu diantaranya adalah:
y y y y

Pemilik kebun dan yang menggarap kebun sama-sama berhak membelanjakan harta keduanya Semua pohon yang berbuah boleh diparohkan demikian juga hasil pertahunnya Ditentukan masanya dalam mengerjakan kebun Terdapat kesepakatan dalam pembagian hasil kebun

Bank Islami Dalam rangka untuk menghindari unsur riba, maka bermunculan bank yang berdasarkan syariah misalnya bank muamalat, bank syariah mandiri dan bank-bank lainnya yang berdasarkan syariah. Bank-bank tersebut dalam operasinya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam dan tatacaranya acuannya adalah Al Quran dan As Sunah. Agar tidak terdapat unsur riba, nasabah yang akan mengadakan akad perjanjian dengan bank dapat melaksanakan perihal sebagaimana berikut:
y y y y y

Mudarabah atau qirad Syirkah atau perseroan Wadiah atau titipan uang qard hasan atau peminjaman yang baik murabahah atau bank membelikan barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi dan bank dapat minta tambahan atas harga pembeliannya.

Dengan adanya bank syariah maka umat islam dapat menghilangkan keragu-raguannya dalam berurusan dengan bank. Selain itu hikmahnya dengan adanya bank syariah antara lain:

y y y

Mempermudah umat islam dalam menjalankan syariat khususnya dalam bidang keuangan dan perekonomian Dapat menghindari unsur riba Nyaman dalam berhubungan dengan bank karena sudah bersyariah Islam

Ekploitasi dari orang kaya terhadap orang miskin dapat terhindari

A. Arti / Pengertian / Definisi Sewa Menyewa Sewa menyewa adalah suatu perjanjian atau kesepakatan di mana penyewa harus membayarkan atau memberikan imbalan atau manfaat dari benda atau barang yang dimiliki oleh pemilik barang yang dipinjamkan. Hukum dari sewa menyewa adalah mubah atau diperbolehkan. Contoh sewa menyewa dalam kehidupan sehari-hari misalnya seperti kontrak mengontrak gedung kantor, sewa lahan tanah untuk pertanian, menyewa / carter kendaraan, sewa menyewa vcd dan dvd original, dan lain-lain. Dalam sewa menyewa harus ada barang yang disewakan, penyewa, pemberi sewa, imbalan dan kesepakatan antara pemilik barang dan yang menyewa barang. Penyewa dalam mengembalikan barang atau aset yang disewa harus mengembalikan barang secara utuh seperti pertama kali dipinjam tanpa berkurang maupun bertambah, kecuali ada kesepatan lain yang disepakati saat sebelum barang berpindah tangan. B. Hal-hal yang Membuat Sewa Menyewa Batal - Barang yang disewakan rusak - Periode / masa perjanjian / kontrak sewa menyewa telah habis - Barang yang disewakan cacat setelah berada di tangan penyewa. C. Manfaat Sewa Menyewa - Membantu orang lain yang tidak sanggup membeli barang - Yang menyewakan memdapatkan menfaat dari sang penyewa Definisi dan Arti : Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Jika peminjam diberi pinjaman Rp. 1.000.000 maka di masa depan si peminjam akan mengembalikan uang sejumlah satu juta juga. Contoh hutang piutang modern yaitu kredit candak kulak, perum pegadaian, kpr BTN, Kredit investasi kecil / KIK, kredit modal kerja permanen / KMKP, dan lain sebagainya. Hukum hutang piutang bersifat fleksibel tergantung situasi kondisi dan toleransi. Pada umumnya pinjam-meminjam hukumnya sunah / sunat bila dalam keadaan normal. Hukumnya haram jika

meminjamkan uang untuk membeli narkoba, berbuat kejahatan, menyewa pelacur, dan lain sebagainya. Hukumnya wajib jika memberikan kepada orang yang sangat membutuhkan seperti tetangga yang anaknya sedang sakit keras dan membutuhkan uang untuk menebus resep obat yang diberikan oleh dokter. Dalam Hutang Piutang Harus Sesuai Rukun yang Ada : - Ada yang berhutang / peminjam / piutang / debitor - Ada yang memberi hutang / kreditor - Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul / qobul - Ada barang atau uang yang akan dihutangkan Hutang piutang dapat memberikan banyak manfaat / syafaat kepada kedua belah pihak. Hutang piutang merupakan perbuatan saling tolong menolong antara umat manusia yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT selama tolong-menolong dalam kebajikan. Hutang piutang dapat mengurangi kesulitan orang lain yang sedang dirudung masalah serta dapat memperkuat tali persaudaraan kedua belah pihak.

You might also like