You are on page 1of 8

BAB III KAJIAN STUDI STYROFOAM

3.1 Kandungan Pada Styrofoam Styrofoam dibuat dari kopolimer polistiren yang terdiri dari monomer stiren. Sedang stiren merupakan salah satu produk sampingan minyak bumi. Stiren pertama kali diproduksi secara komersial pada tahun 1930-an dan berperan penting selama Perang Dunia II dalam pembuatan karet sintetik. Sekarang peranan stiren telah bergeser dalam pembuatan produk polistiren komersial, salah satunya adalah wadah makanan dan minuman. Bentuk kemasan polistiren yang umum dikenal adalah styrofoam yang dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical. Styrofoam juga digunakan sebagal bahan pelindung dan penahan getaran barangbarang yang fragile, seperti elektronik. Styrofoam berasal dari foamed polysterene (FPS) dengan bahan dasar polysterene dan berciri khas ringan, kaku, tembus cahaya, rapuh dan murah. Bahan yang lebih dikenal sebagai gabus ini memang praktis, ringan, relatif tahan bocor dan bisa menjaga suhu makanan dengan baik. Inilah yang membuat bahan ini amat disukai dan banyak dipakai, termasuk dalam industri makanan berbahaya instan. Namun bahan ini sebenarnya memperkuat tak kalah dengan plastik. Untuk Styrofoam

ditambahkan bahan butadiene sejenis karet sintetis, sehingga warnanya berubah dari putih jernih menjadi putih susu. Supaya lentur dan awet, ditambah lagi dengan zat plasticer seperti dioktiptalat (DOP) dan butyl hidroksi tolune (BHT).

I-1

Kajian Studi Styrofoam

III-2

Kandungan zat pada proses terakhir inilah yang dapat memicu timbulnya kanker dan penurunan daya pikir anak. Kemudian proses pembuatannya ditiup dengan memakai gas chlorofluorocarbon (CFC). CFC merupakan senyawa gas yang disebut sebagai penyebab timbulnya lubang ozon di planet Bumi. Saat ini sejumlah peralatan elektronik seperti kulkas dan AC dilarang menggunakan bahan bersenyawa CFC. Selain itu bahan dasar plastik yang dikenal dengan monomer strine yang mengandung racun mudah bermigrasi, dan dikhawatirkan mencemarkan makanan. Migrasi tersebut dapat terjadi karena monomer plastik, terutama stirene bisa larut dalam air. Styrene yang menjadi bahan dasar styrofoam bersifat larut lemak dan alkohol. Bila pengemas ini digunakan untuk mengemas makanan bersuhu tinggi, maka kandungan kimianya dapat terurai dan masuk terakumulasi dalam tubuh. Makin lama makanan atau minuman kontak dengan permukaan styrofoam, migrasi zat racun akan meningkat. Karena sifatnya akumulatif maka akibatnya baru akan terasa 10-15 tahun kemudian. Pada restoran siap saji banyak memakai wadah syrofoam untuk menyuguhkan kopi panas. Hal ini lebih didasarkan pada kelebihan styrofoam yang ringan, tahan bocor dan mampu menahan panas sampai beberapa waktu. Senyawa lain yang terkandung dalam bahan dasar plastik atau styrofoam yaitu formalin. Berdasarkan penelitian pembungkus berbahan dasar plastik rata-rata mengandung 5 ppm formalin. Satu ppm adalah setara dengan satu miligram per kilogram. zat racun ini baru akan luruh ke dalam makanan akibat kondisi panas, seperti saat terkena air atau minyak panas.
Makalah Pengelolaan B3

Kajian Studi Styrofoam

III-3

Formalin adalah zat amat berbahaya lantaran dapat memicu mutasi sel pada jaringan tubuh manusia dan binatang. Mutasi sel ini dapat menyebabkan kanker yang sangat sulit disembuhkan, terutama lewat pemaparan kronik (sering dan berulang). Pada manusia, paparan formalin lebih sering memicu kanker hidung dan tenggorokan. Seekor tikus yang diberi formalin dengan dosis tinggi (200 hingga 50 ribu ppm) terbukti mengidap kanker perut. Formalin juga mengandung methanol. Methanol dimetabolisis oleh alkohol menjadi formaldehyde dan dimetabolisis lebih lanjut oleh aldehyde dehydrogenase menjadi asam format. Sebagian besar kandungan asam format formalin, mendekam di dalam jaringan tubuh, sehingga menimbulkan efek permanen. Tercatat, hanya tiga persen formalin yang disekresi oleh ginjal, dan melalui saluran pernapasan hanya sebanyak 10-20 persen. Tidak ada cara untuk mengukur seberapa besar kandungan formalin yang sudah terakumulasi dalam tubuh seseorang. Ini lantaran senyawa-senyawa dalam formalin langsung mengalami proses metabolisme yang kompleks dalam tubuh, dan larut dalam jaringan. Karena itu, tidak ada terapi khusus untuk membersihkan tubuh dari senyawa racun ini. Satu-satunya cara adalah tindakan preventif untuk menghindari mengonsumsi makanan berformalin, atau menggunakan bahan-bahan yang mengandung formalin. Efek Formalin pada Manusia (lewat udara) : Efek pada konsentrasi Hampir tidak ada: 0-0,5 ppm Efek pada syaraf (neurophysiological) 0,05-1,5 ppm Iritasi pada mata 0,01-2,0 ppm Iritasi tingkat tinggi pada organ luar 0,1-25 ppm Efek pada paru-paru 5-30 ppm

Makalah Pengelolaan B3

Kajian Studi Styrofoam

III-4

Radang dan pneumonia 50-100 ppm Kematian di atas 100 ppm Molekul stiren secara alami berada di atmosfer, dan diperkirakan mencapai 1 mikrogram per satu meter kubik. Setiap orang diperkirakan menghirup udara sebanyak 15 meter kubik sehari, sehingga stiren yang terisap mencapai 15 mikrogram. 3.2 Dampak dari Styrofoam Dampak yang dapat terjadi dari penggunaan styrofoam yaitu sebagai berikut : o Ditemukan 100 persen jaringan lemak orang Amerika

mengandung styrene yang berasal dari styrofoam. Bahkan pada penelitian 2 tahun berikutnya, kandungan styrene sudah mencapai ambang batas yang bisa memunculkan gejala gangguan saraf. o Residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan. o 75 persen ASI mengalami kontaminasi styrene yang berasal dari konsumsi ibu yang menggunakan wadah styrofoam. o Pada ibu-ibu yang mengandung, styrene juga bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta. Dampak jangka panjang dari menumpuknya styrene di dalam tubuh adalah gejala saraf seperti kelelahan, nervous, sulit tidur dan anemia. o Pada anak, selain menyebabkan kanker, sekian tahun kemudian styrene juga menyerang sistem reproduksinya. Kesuburan menurun, bahkan mandul. Anak yang terbiasa

Makalah Pengelolaan B3

Kajian Studi Styrofoam

III-5

mengkonsumsi styrene juga bisa kehilangan kreativitas dan pasif. Sejauh ini standar keamanan polistiren baru ditetapkan oleh Amerika Serikat dan Jepang. Administrasi Pengawasan Makanan dan Obat-obatan bahan (FDA) Amerika Serikat yang mengatur keamanan pembungkus makanan, mengizinkan

penggunaan styrofoam untuk wadah semua jenis pangan, dengan syarat stiren monomer lebih rendah dari 5.000 ppm (part per million). Standar ini kemudian diadopsi untuk perdagangan pangan dunia. Jepang malah memperketat standar ini, yaitu membolehkan residu polistiren asal tidak melebihi 2.000 ppm. Dari segi sanitasi, wadah kemasan Styrofoam untuk makanan secara higienis diterima dengan baik oleh FDA karena sekali pakai lalu dibuang. Sedang dari segi keamanan lingkungan, styrofoam yang semula dibuat dari bahan yang mengandung chlor fluorocarbon (CFC), kini telah diganti dengan bahan yang lebih ramah lingkungan, karena CFC terbukti membahayakan lapisan ozon di atmosfer. 3.3 Penanganan Bahan Styrofoam Penanganan styrofoam dapat berbentuk semata-mata membuang sampah atau mengembalikan styrofoam menjadi bahan yang bermanfaat. Styrofoam termasuk sebagai bahan anorganik yang berarti susah terurai di lingkungan. Pembakaran styrofoam dioksin. Dioksin adalah salah satu dari sedikit bahan kimia yang telah diteliti secara intensif dan telah dipastikan menimbulkan kanker. Bahaya dioksin sering disejajarkan dengan DDT, yang
Makalah Pengelolaan B3

yang

mengandung

monomer

plastik

dapat

menghasilkan salah satu bahan paling berbahaya di dunia, yaitu

Kajian Studi Styrofoam

III-6

sekarang telah dilarang di seluruh dunia. Selain dioksin, abu hasil pembakaran juga berisi berbagai bahan beracun yang terkandung di dalam styrofoam. Dikarenakan styrofoam bersifat non-biodegradable maka penanganan yang lebih tepat yaitu dengan replace, reduce, reuse, dan recycle. Replace Teliti barang yang dipakai sehari-hari. Mengganti barang barang yang berbahan styrofoam dengan barang lain yang tidak mengandung B3 serta lebih tahan lama. Misalnya mengganti styrofoam dengan wadah makanan yang lain. Reduce Reduce termasuk styrofoam. Penggunaan styrofoam dapat dikurangi dengan tidak membungkus makanan atau minuman kedalam styrofoam. Re-Use Reuse adalah upaya yang dilakukan bila styrofoam tersebut dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses. Barang yang berbahan styrofoam dapat digunakan kembali sebagai wadah penyimpanan barang-barang selain makanan atau minuman. Selain itu memanfaatkan styrofoam untuk kerajinan tangan. adalah upaya mengurangi atau styrofoam terbentuknya bahan sifat serta styrofoam, yang bahaya dapat dari penghematan kuantitas pemilihan

mengurangi

Makalah Pengelolaan B3

Kajian Studi Styrofoam

III-7

Recycle Daur ulang sendiri memang tidak mudah, karena kadang dibutuhkan teknologi dan penanganan khusus. Styrofoam dapat diolah sebagai bahan campuran pembuatan beton. Sebuah penelitian di Eropa menemukan bakteri yang dapat merubah styrofoam ke dalam plastik biodegradable. Bakteri tersebut merupakan golongan Pseudomonas putida, yang senang tinggal dan makan minyak stiren murni ( residu dari pembakaran styrofoam). Jika hendak menggunakan styrofoam untuk menjaga

makanan tetap hangat, sebaiknya makanan dimasukkan terlebih dahulu dalam wadah tahan panas dan dijaga tidak ada kontak langsung dengan styrofoam. Sedangkan diperhatikan untuk penggunaannya mendinginkan sebagai makanan wadah, terlebih harus dahulu

sebelum memasukkan dalam wadah styrofoam. Makanan instan dan restoran yang menggunakan wadah ini, sebaiknya dihindari demi kesehatan.

Makalah Pengelolaan B3

Kajian Studi Styrofoam

III-8

Makalah Pengelolaan B3

You might also like