You are on page 1of 14

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TENTANG

PENGERTIAN AYAT- AYAT MUHKAM DAN AYAT AYAT MUTASYABIHAT

OLEH : ANDI HASRUL B D621 07 018 TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS SASTRA JURUSAN SASTRA ARAB UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2008

KATA PENGANTAR BISMILLAHI RAHMANI RAHIM Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt karena atas petunjuk-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Salawat dan salam terkirim kepada Rasulullah saw kepada keluarganya , sahabatnya dan orang-orang muslim yang senang istiqamah di jalanya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada penyusun secara pribadi pada khususnya dan kepada seluruh rekan- rekan pada umumya. Sebagai tahap awal mempelajari dan memahami al-quran secara utuh dan benar meskipun dalam makalah ini masih banyak terdapat kekuranganya. Akhirnya kesempurnaan hanya milik Allah Swt, olehnya itu kami mengharapkan saran dan kritikan dari dosen maupun dari mahasiswa demi untuk perbaikan makalah berikutnya.

Makassar 13 Mei 2008

Andi Hasrul B

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKAN AL-quran adalah sumber dasar ajaran Islam, yang merupakan kitab suci yang di turungkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk menjadi pedoman hidup bagi umat manusia karena di dalamnya membahas seluruh aspek kehidupan manusia, seperti hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antar sesama manusia, dan hubungan manusia dan alam sekitarnya. Al-quran tidak akan berubah sampai hari kiamat, kecuali pemikiran dan pemahaman manusia. Alquran juga dapat dijadikan sebagai pembuka pola pikir bagi kaum muslimin dan petunjuk bagi para muttaqin. Sebagaimana kita ketahui bahwa Al-quran bersifat global mencakup seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pemahaman Al-quran melalui kajian - kajian dan pemikiran secara mendalam serta keseriusan agar tetap mempertahankan ajaran-ajaranya di tengah masyarakat. Tidak semua ayatayat Al-quran dengan mudah di pahami makna yang di kandungnya. Sebab di antara ayat-ayat Al-quran itu ada yang muhkamat dan ada pula mutasyabihat sehingga memerlukan penjelasan labih lanjut bahkan pentawilan terhadap makna harpianya.Dalam menghadapi ayat-ayat yang muhkam,tentu saja tidak akan menimbulkan perbedaan sebab apa yang di maksud oleh nash telah jelas. Namun dalam menhadapi ayat-ayat mutasyabihat, menimbulkan berbagai macam intrepertasi di kalangan ulama sendiri yang berada satu samalainnya, bahkan kadang menimbulkan pertentangan.

B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian di atas dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa pengertian muhkam dan mutasyabih? 2. Bagaimana sikap para ulama terhadap ayat-ayat muhkam dan mutasyabihat?

BAB II PEMBAHASAN 1. PENGERTIAN MUHKAM DAN MUTASYABIH Muhkam berasal dari kata ihkam yang secara bahasa berati kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Namun semua pengertian ini pada dasarnya kembali kepada makna pencegahan. Ahkam Al-amr berarti ia menyempurnakan suatu hal dan mencegah dari kerusakan. Kata Mutasyabih bersal dari kata tasyabuh yang sedara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Tasyabaha dan Isytabaha berarti dua hal yang masing-masing menyerupai yang lainya. Di dalam Al-quran terdapat ayat-ayat yang menggunakan kedua kata ini atau kata jadianya. Firman Allah yang berbunyi.

Artinya; Dialah yang menurungkan Al-kitab kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-atat muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat mutasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata;kami beriman kepada ayt-ayat mutasybihat, semuanya itu dari

sisi tuhan kami`` dan tidak dapat mengambil pelajaran dari padanya melainkan orang-orang yang berakal. Secara sepintas, ketiga ayat ini menimbulkan pemahaman yang

bertentangan. Karena itu, Ibn Habib Al-Naisaburi menceritakan adanya tiga pendapat tentang masalah ini. Pertama berpendapat bahwa Al-Quran seluruhnya muhkam berdasarkan ayat pertama. Kedua berpendapat bahwa Al-Quran seluruhnya mutasyabih berdasarkan ayat kedua. Ketiga berpendapat bahwa sebahagian ayat Al-Quran muhkam dan lainnya mutasyabih berdasarkan ayat ketiga dan nilai pendapat yang lebih sahih. Sedangkan ayat pertama, dimaksudkan dengan muhkamanya Al-Quran adalah kesempurnaannya dan tidak adanya pertentangnan antara ayat-ayatnya. Maksud mutasyabih dalam ayat kedua adalah menjelaskan segi kesamaan ayat-ayat Al-Quran dalam kebenaran, kebaikan, dan kamukjisatannya. Sehubungan dengan ini pula, para penulis Ulumul Quran belakangan ini, seperti Al-Zarqani, Shubi Al-Salih, dan Abd. Almuim Al-Namir memandang tidak ada pertentangan antara ketiga ayat tersebut diatas. Lebih dari itu, mereka menegaskan bahwa yang menjadi perhatian dalam pembahasan ini adalah ayat yang ketiga, dan bukan ayat pertama dan kedua. Secara istilah, para ulama berbeda pendapat pula dalam merumuskan definisi muhkam dan mutasyabih. Al-Suyuti misalnya telah mengemukakan 18 definisi atau makna muhkam dan mutasyabil yang diberikan para ulama. AlZarqani mengemukakan 11 definisi pula yang sebagiannya dikutip dari AlSuyuti,. Di antara definisi yang dikemukakan Al-Zarqani adalah berikut ini; Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasahk. Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi (maknanya), tidak diketahui maknanya baik secara akli

maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat, huruf-huruf yang terputus-putus di awalawal surat. Pendapat Al-Alusi kepada pemimpin-pemimpin mazhab hanafi melalui takwil. Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya, baik secara nyata maupun melalui takwil. Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun ayat yang hanya Allahlah mangetahui maksudnya, seperti datangnya hari kiamat, keluarganya dajjal, huruf-huruf yang terputuspetus di awal-awal surat. Pendapat ini dibangsakan kepada ahli sunnah sebagai pendapat yang terpilih di kalangan mereka. Muhkam ialah ayat yang tidak mengandung kecuali satu kemungkinan makna takwil. Mutasyabih ialah ayat yang mengadung banyak kemunkinan makna takwil. Pendapat ini dibangsakan Abbas dan kebanyakan ahli Usul Fiqh mengikutinya. Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan. Mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri, tetapi memerlukan keterangan tertentu dan kali yang lain diterangkan dengan ayat atau keterangan yang lain pula karena terjadinya perbedaan dalam nenakwilnya. Pendapat ini diceritakan dari Imam Ahmad ra. Menurut Subhi As-shalih muhkam yaitu kuat, kokoh, rapi, indah susunanya, dan sama sekali tidak mengandung kelemahan baik dalam hal lafazhlafazhnya, rangkaian kalimatnya maupun maknanya. Sedangkan mutasyabih dimaksudkan sebagai kesamaan ayat-ayat. kepada Ibn

Sesudah mengemukakan berbagai defenisi ini, Al-sarkani berkementar bahwa defenisi-defenisi ini tidak bertentangan. Bahkan diantaranya terdapat persamaan dan kedekatan makna. Namun menuirut dia, pendapat Imam Arrazi lebih jelas karena masalah ihkam dan tasyabuh sebenarnya kembali kepada persoalan jelas atau tidaknya makna yang di maksud Allah dari kalam yang di turungkanya. Dari uraian-uraian di atas, dapat diketahui dua hal penting. Pertama, dalam membicarakan muhkam tidak ada kesulitan. Muhkam adalah ayat-ayat yang jelas dan rajih maknanya. Kedua, pembicaraan tentan mutasyabih menimbulkan masalah yang perlu di bahas lebih lanjut. Apa sumber yang melahirkan mutasyabih, berupa macam mutasyabih, dan bagaimana sifat ulama dalam menghadapinya. 2. SEBAB-SEBAB QURAN Secara ringkas dapat di katakan bahwa sebab tasyabuh atau mutasyabih adalah ketersembunyian maksud bahwa ketersembunyian itu bias kembali kepada lafal atau kepada makna atau kepada lafal dan maknah sekaligus. Contoh ketersembunyian pada lapal adalah.

TERJADINYA

TASYABBUH

DALAM

AL-

mutasyabih yang timbul dari ketersembunyian pada makna ayat di atas adalah tentang sifat-sifat Allah. Kemudian, menurut Al-zarkani, ayat-ayat mutasybih dapat dibagi atas dua macam:

1) Ayat-ayat yang seluruh manusia mengetahui maksudnya, seperti pengetahuan tentang hari kiamat dan hal-hal yang gaib lainya. Allah berfirman:

Artinya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisinya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan dialah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yan ada dalam rahim. Dan tak seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti)apa yang akan di usahakanya besok. Dan tak seorang pun yang dapat mengetahui di bumi di mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal``. (Q.S Lukman:34) 2) Ayat-ayat setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan penkajian, seperti ayat-ayat mutasyabihat yang kesamaranya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan seumpamanya. Allah berfirman:

Artinya: dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adilterhadap perempuan yang yatim kawinilah wanitat-wanita lain.. 3. MACAM-MACAM AYAT MUTASYABIH Ar-raghib Al-asfahani sebagai man yang di kutip Muh. Chirsin, mengklasifikasikan ayat-ayat mutasyabih menjadi tiga bagian yaitu:pertama mutasyabih dari segi lafaz. Mutasyabih dari segi makna. 1. Mutasyabih dari segi lafaz.di bagi menjadi dua macam yaitu mufrad dan murakkab. Mutaysabih lafaz mufrad adalah di kembalikan pada lafaz yang tunggal, yaitu sulit pemaknaanya, seperti kata yazifuun, al-abu, dan di lihat dari segi gandanya lapaz itu dalam pemakaian, seperti kata, al-yadu, al-

inu,. Sedngkan mutasyabih lafaz murakkab yaitu lafaz yang di kembalikan pada susunan kalimat, yang seperti ini ada tiga macam: pertama, mutasyabih karena ringkasan kalimatnya, seperti: kedua mutasyabih karena luas kalimatnya, seperti: . 2. Mutasyabih dari segi makna mencakup sifat-sifat Allah, hari kiamat, bagaimana dan kapan terjadinya. Semua sifat yang demikian tidak dapat d igambarkan secara konkrit karena kejadianya belum pernah di alami oleh siapapun. 3. Mutasyabih dari segi lafaz dan makna, menurut AS-suyuti yang di kutip oleh Anwar, ada lima macam mutasyabih dari segi lapaz dan maknanya. Pertama di tinjau dari segi kadarnya, seperti lafaz umum dan khusus, misalnya : , kedua dari segi cara seperti perintah wajib dan sunnah, misalnya: , ketiga dari segi waktu, misalnya:
, keempat dari seg itempat dan suasana suat uamalan di mana

ayat itu diturunkan, seperti, , kelima seperti syarat-syarat yang mengesahkan dan membatalkan suatu perbuatan, seperti ibadah, salat, dan nikah tidak dapat di laksanakan apa bila tidak cukup syaratnya. 4. PANDANGAN DAN SIKAP ULAMA MENGHADAPI AYAT-AYAT MUTASYABIH Telah di kemukakan di atas bahwa ayat-ayat mutasyabih berbagai macam bentuknya. Dalam bagian ini, pembahasan khusus tentang ayat-ayat mutasyabihyang menyangkut sipat-sipat Tuhan yang dalam istilah As-Suyuti ``ayat-ayat Al-shifat`` . di antara kategori ayat-ayat mutasyabihat, di antaranya adalah (1) )2(
dan lain-lain dalam ayat ini

terdapat kata-kata ``bersemayam``, ``tangan``, yang di jadikan sipat bagi Allah. Kata-kata ini meunjukkan keadaan, tempat dan anggota yang layak bagi mahkluk

yang baru.karena dalam ayat-ayat tersebut kata-kata ini di bangsakan oleh Allahyang qodim (absolut)maka sulit di pahami maksud yang sebenarnya. Karena itu pula, karena itu pula ayat-ayat tersebut di namakan ``mutasyabih assifat`` dalam hal ini Shubhi Al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam dua mashab: a) Mazhab salaf, yaitu oran yang mempercayai dan mengimani sipat-sipat mutasyabih itu dan menyerahkan hakekatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang di terangkan Al-quran serta menyerahkan urusan mengetahui hakekatnya Allah sendiri karena mereka menyerahkan urusan mengetahui hakekat maksud ayat-ayat ini kepada Allah, mereka di sebut pula mashab Mufawwidah atau tajwid. b) Mazhab khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lapal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang baik dengan zat Allah. Karena itu mereka di sebut pula. Muawwiah atau mazhab takwil. As-Suyuti mengatakan bahwa validitas pendapat kolompok kedua di perkuat dengan riwayat-riwayat berikut ini: 1) Abu daud mengeluarkan sebuah riwayatdari AL-Amasy. Ia menyebutkan bahwa di antara qiraah ibnu masud di sebutkan: sesungguhnya penakwilan ayat-ayat mutasyabih hanya milik Allah semata, sedangkan orang orang mendalami ilmunya berkata``kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabih``. 2) Al- Buhkari, muslim dan yang lainya mengeluarkan sebuah riwayat dari Aisyah yang mengatakan bagwa Rasulullah saw pernah bersabda ketika mengementari surah Ali Imran (3) ayat 7 berikut. Jika engka menyaksiak norang-orang yang mengikutiayat-ayat mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dn untuk mencari-cari

takwilnya, orang itulah yang di celah Allah maka berhati-hatilah menhadapi mereka. 3) At- Tabrani, dalam Alkabir mengeluarkan sebuah riwayat dari abu Malik AL-Asyariia pernah mendengar Rasulullah saw bersabdah: ada tiga hal yang kukhawatirkan dari ummatku, yaitu pertama menumpuk numpuk hartasehingga memunculkan sipat hasaddan menyebabakan terjadinya pembunuhan ,kedua. Mencari-cari takwil ayat-ayat mutasyabihpadahal hanya Allahlah yang mengetahuinya.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Dari pembahasan makalah di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan: a) Muhkam dan mutasyabih dengan pengertian secara mutlak dan umum tidak menapikkan atau kntradiksi satu dengan yang lainya, yang mana muhkam merupakan ayat- ayat yang sudah jelas makna yang di kandungnya baik secara nyata atau takwil, sedangkan mutasyabih merupakan ayat-ayat yang tidak jelasmaknanya sehingga memerlukan penjelasan lebih dalam dengan merujk pada ayat-ayat yang lain.
b)

Ayay-ayat mutasyabih ada tiga macam yaitu: pertama mutasyabih dari segi lapaz, kedua mutasyabih dari segi makna: mencakup sipat-sipat Allah, hari kiamat dan hal-hal yang gaib. Ketiga mutasyabih dari segi waktu, mutasyabih dari segi tempat dan suasana suatu amalan di mana ayat itu di turungkan. B. SARAN Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan penulis. Kritik dan saran yang konstruktif dari peserta seminar khususnya Bapak dosen, selaku pemandu seminar, semoga penyajian makalah ini dapat memberikan pemahaman tentang muhkam dan mutasyabih.

DAFTAR PUSTAKA Anwar, Rosihon, ulumul quran, Bandung, 2006, cet,111 Anwar, Abu, Ulumul quran sebuah pengantar, pekanbaru: Amsah, 2005, cet. Ke2(dua)

You might also like