You are on page 1of 20

1 BAB IPENDAHULUAN A.

Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempunyai tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukankesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertibandunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berkewajiban untuk mewujudkantujuan negara termasuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimanadiamanatkan pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Repubik Indonesia Tahun1945. Pasal 28F UUD tahun 1945 berbunyi; bahwa Setiap orang berhak untuk berkomunikasidan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia .Ketentuan pasal tersebut merupakan jaminan terhadap hak pribadi yang tidak dapatdilanggar dengan cara apapun karena merupakan hak asasi yang dilindungi oleh negara.Jaminan terhadap kerahasiaan pribadi seseorang merupakan hak asasi yang bersifatuniversal dan telah diakui secara internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Intemasional tentang Hak Sipil dan Politik) yang sudah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights. Selanjutnya dikatakan di dalam Pasal 17 ICCPR bahwa: pertama, Tidak seorangpun boleh dijadikan sasaran campur tangan yang sewenang-wenang atau tidak sah ataskerahasiaan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya 2ataupun tidak boleh dicemari kehormatannya, dan nama baiknya. Dan kedua, Setiaporang berhak atas perlindungan hukum terhadap campur tangan atau pencemaran demikian. Berarti, hak pribadi yang telah dijamin oleh Pasal 17 ICCPR sama denganmakna Pasal 28F UUD 1945 yang memberikan jaminan terhadap hak konstitusionalwarga negara untuk berkomunikasi tanpa adanya gangguan.Menjadi sebuah permasalahan ketika penyadapan yang dianggap sebuah intervensi darihak atas privasi berkomunikasi digunakan oleh aparatur negara dalam penegakan hukum.Di dalam undangundang dasar kita dikenal dengan pembatasan oleh Negara terhadaphak asasi manusia, pembatasan itu semata-mata untuk menjamin pengakuan sertapenghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adilsesuai dengan tuntutan moral, nilai - nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalamsuatu masyarakat demokratis. Tapi ingat pembatasan itu hanya bisa diatur hanya dalamperaturan perundang - undangan.Selama ini pengaturan mengenai penyadapan hanya diatur di dalam sebuah peraturanmenteri komunikasi dan informasi, dianggap tidak konstitusianal jika perlakuan negarayang membatasi hak asasi manusia hanya diatur oleh peraturan setingkat peraturanmenteri, maka dari itu dianggap perlu adanya sebuah pengaturan perundang - undangantentang penyadapan, sehingga mempunyai landasan konstitusional dan bisa menghindariadanya kesewenang - wenangan bagi aparat penegak hukum yang memiliki kewenangandalam menyadap, dan bagi aparat penegak hukum pun memperoleh keuntungan akanadanya peraturan perundang undangan tentang penyadapan ini, yaitu adanya kepastianhukum yang jelas tentang penyadapan sehingga tidak bertentangan dengan hak asasimanusia.Sebagai akibat dari urgensi akan

pengaturan penyadapan tersebut, DPR bersamaPemerintah harus sesegera mungkin membuat UndangUndang tentang Penyadapan.Mengingat urgensi dan pentingnya penyadapan bagi upaya pencegahan danpemberantasan tindak pidana yang dianggap sulit pemberantasannya di Indonesia, kami 3mahasiswa Fakultas Hukum Indonesia, berinisiatif menyusun draft naskah akademis danRUU Penyadapan.Adapun urgensi dan pentingnya keberadaan pengaturan tentang penyadapan di Indonesia,dapat dilihat dari alasan-alasan sebagai berikut; pertama, perlindungan terhadap hak asasimanusia. Kedua, kepastian hukum. Ketiga, penyadapan adalah cara paling efektif danefisien dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana yang dianggap sebagaikejahatan luar biasa ( extra ordinary crime ). Dan keempat, mencegah penyalahgunaankewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum.Dengan mengacu pada uraian latar belakang masalah sebagaimana telahdiutarakan, terutama melihat kenyataan objektif, ketentuan hukum tentang penyadapanadalah sebuah keharusan. Berbagai potensi penyalahgunaan kekuasaan dapatdiminimalisir, bahkan dihilangkan, sehingga penyadapan dapat berfungsi sebagaimanamestinya. Oleh karenanya, dalam naskah akademik ini penulis akan mengkaji lebihmendalam, tentunya disertai data, fakta, dan landasan epistemologis yang jelas, mengapaUU tentang penyadapan begitu penting artinya. B . Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan, satu hal yang perlu dijawab dalamnaskah akademik ini, mengapa peraturan hukum tentang penyadapan perlu diadakan? C. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dibuatnya naskah akademik ini, yaitu; sebagai landasan ilmiah bagi penyusunanrancangan peraturan perundang-undangan tentang penyadapan, yang memberikan arah,dan menetapkan ruang lingkup bagi penyusunan peraturan perundang-undangan.Sementara kegunaan naskah akademik, yaitu sebagai bahan masukan bagi pembuatrancangan peraturan perundang-undangan tentang penyadapan. Selain itu, diharapkandapat dijadikan rujukan bagi pihak-pihak terkait. 4 D. Metode Penelitian Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini adalah pendekatan sosio yuridis, dengan melakukan metode pengkajian normatif dan empiris,dengar pendapat, konsultasi publik dan observasi lapangan yang berkaitan denganmasalah dan mekanisme penyadapan.Langkah-langkah strategis yang dilakukan meliputi:1. Menganalisa dan mengkaji sistem dan mekanisme penyadapan yang telah dilakukanoleh aparat penegak hukum terkait.2. Analisis sandingan dari berbagai peraturan perundangundangan ( tinjauan legislasi) yang berkaitan dengan peraturan penyadapan.3. Analisis informasi dan aspirasi yang berkembang dari berbagai instansi/lembagaterkait dan akademisi (tinjauan teknis)

, yang meliputi Komisi Pemberantasan korupsi,dan dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia.4. Melakukan tinjauan akademis melalui diskusi dengan anggota Tim, Pakar danmelaksanakan pertemuanpertemuan untuk mendapatkan masukan.5. Merumuskan dan menyusun dalam bentuk deskriptif analisis serta menuangkannyadalam naskah akademis Rancangan Undang-Undang tentang penyadapan 5 BAB IIKERANGKA KONSEPTUALA. Istilah Istilah peraturan perundang-undangan yang lazim digunakan dalam dunia hukum berasaldari kata dasar atur dan undang-undang, kemudian ditambah awalan per/pe dan akhiranan, sehingga kata dasar atur yang merupakan kata kerja dan kata dasar undang-undangyang merupakan kata benda digabung menjadi satu, menjadi kata benda pula.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perundang-undangan diterjemahkan sebagaiyang bertalian dengan undang-undang atau seluk beluk undang-undang. Sedang kataundang-undang diartikan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan negara yangdibuat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dan sebagainya) disahkan olehparlemen (dewan perwakilan rakyat, badan legislatif, dan sebagainya) ditandatanganioleh kepala negara (presiden, kepala pemerintah, raja) dan mempunyai kekuatanmengikat.Menurut A. Hamid, SA 1 , istilah peraturan perundang-undangan yang mengutip darikamus hukum Fockema Andreae Wetgeving diartikan:1. Perbuatan membentuk peraturan-peraturan negara tingkat pusat atau tingkatdaerah menurut tata cara yang ditentukan;2. keseluruhan peraturan-peraturan tingkat pusat dan tingkat daerah. Sedangkan wettelijke regeling diartikan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat perundang-undangan. B. Batasan 6Menurut PJP. Tak dalam bukunya Rechtvorming in Nederland, mengartikan peraturanperundang-undangan (undang-undang dalam arti materiil) adalah setiap aturan tingkahlaku yang bersifat mengikat secara umum. Bagir Manan dan Kuntara Magnarmemberikan pengertian peraturan perundang-undangan ialah setiap putusan tertulis yangdibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat Negara yang mempunyai(menjelaskan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.Hamid S. Attamimi 2 memberikan batasan mengenai peraturan perundang-undangansebagai berikut; semua aturan hukum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga dalambentuk tertentu, dengan prosedur tertentu, biasanya disertai dengan sanksi dan berlakuumum serta mengikat rakyat.Berbagai rumusan tentang peraturan perundangundangan dapat diidentifikasikanmenjadi sifat-sifat atau ciri-ciri dari suatu perundang-undangan, yaitu: 3 1. Peraturan perundang-undangan berupa keputusan tertulis, jadi mempunyai bentuk atau format tertentu.2.

Dibentuk, ditetapkan dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah. Yang dimaksud dengan pejabat yangberwenang adalah pejabat yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlakubaik berdasarkan atribusi maupun delegasi3. Peraturan perundang-undangan tersebut berisi aturan pola tingkah laku. Jadi,peraturan perundang-undangan bersifat mengatur (regulerend), tidak bersifatsekali jalan (einmahlig). C. Kaidah-kaidah Hukum Suatu peraturan perundang-undangan yang baik sekurang-kurangnya mengikuti kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Kaidah-kaidah tersebut antara lain mengikuti landasan 7hukum, asas-asas peraturan perundang-undangan, lingkungan kuasa hukum, dan tataurutan perundangundangan.1. Landasan Hukum1.1. Landasan filosofisSetiap masyarakat atau bangsa tentu memiliki pandangan hidup yang berisi nilai-nilaimoral atau etika. Moral dan etika itu pada dasarnya memuat sesuatu yang dianggap baik atau tidak baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita-cita yang dijunjung tinggi.Hukum yang baik harus berdasarkan kepada semua nilai-nilai yang ada dalammasyarakat. Hukum yang dibentuk tanpa memperhatikan nilai-nilai yang ada dalammasyarakat tidak akan ditaati atau dipatuhi.Apapun jenis falsafah hidup masyarakat atau bangsa, harus menjadi rujukan dalammembentuk suatu hukum yang akan dipergunakan dalam kehidupan. Oleh karena itu,kaidah hukum yang dibentuk harus mencerminkan falsafah hidup masyarakat atau bangsayang bersangkutan. Sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai moralyang ada. Dengan kata lain, hukum harus berakar dari moral masyarakat.1.2. Landasan SosiologisSuatu peraturan perundang-undangan agar ditaati oleh masyarakat maka harus dibuat bisadipahami oleh masyarakat sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan.Hukum yang dibentuk harus sesuai deng an h u kum yang hidup (living law) dalammasyarakat. Namun demikian, bukan berarti perundang-undangan sekedar merekamkeadaan seketika (moment opname), melainkan juga memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi di tengah masyarakat seperti nilai-nilai, kecenderungan danharapan-harapan. Semua itu harus dapat diprediksi dan terakumulasi dalam peraturanperundang-undangan yang berorientasi masa depan.1.3. Landasan Yuridis 8Landasan yuridis adalah landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan pembuatanperaturan perundangundangan Apakah kewenangan seseorang pejabat atau badanmempunyai dasar hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan atautidak. Dasar hukum kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan sangatdiperlukan, tanpa disebutkan dalam peraturan perundang-undangan seorang

pejabat ataubadan tidak berwenang mengeluarkan peraturan.Landasan yuridis sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan karenaakan menunjukkan:1. KewenanganKeharusan adanya kewenangan dari pembuat produk-produk hukum. Setiap produk-produk hukum harus dibuat oleh pejabat yang berwenang. Kalau tidak, produk-produk itu batal demi hukum (van rechtwegenieting) atau dianggap tidak pernah adadan segala akibatnya batal demi hukum.2. Kesesuaian bentuk dan isiKeharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis produk-produk hukum dengan materiyang diatur, terutama kalau jenis dan materi produk-produk hokum yangbersangkutan diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannyalebih tinggi atau sederajat, sehingga bila tidak sesuai dengan bentuk, jenis, danmuatan yang diatur dapat menjadi alasan bahwa produk hukum tersebut batal demihukum karena bertentangan dengan landasan yuridis material.3. Mengikuti tata cara tertentuApabila tata cara tersebut tidak diikuti, maka produk-produk hukum tersebut belummempunyai kekuatan hukum mengikat dan dapat dibatalkan demi hukum.4. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggitingkatnya 92. Landasan EkonomisLandasan ekonomis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh pemerintahadalah yang menyangkut berbagai kehidupan ekonomi masyarakat.3. Landasan PolitisLandasan politis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh pemerintah dapatberjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat. D. Lingkungan Kuasa Hukum Menurut teori tentang lingkup atau lingkungan berlakunya hukum 4 , terdapat empat hal,yaitu:1. Lingkungan kuasa tempatBerlakunya aturan hukum (peraturan perundang-undangan) dibatasi oleh ruang dantempat. Apakah sesuatu aturan hukum itu berlaku untuk suatu wilayah negara atau hanyaberlaku untuk suatu bagian dari wilayah negara . Daerah kekuasaan berlakunya suatu undang-undang dapat meliputi seluruh wilayah negara, tetapi untuk suatu keadaantertentu suatu materi tertentu hanya diberlakukan untuk sutu wilayah tertentu pula. Suatuperaturan daerah hanya berlaku untuk suatu daerah tertentu.2. Lingkungan kuasa persoalanSuatu materi atau persoalan tertentu yang diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan mengidentifikasi masalah tertentu. Dengan demikian, maka persoalan yang 10diatur dalam peraturan perundang-undangan menunjukkan lingkup materi yang diatur,apakaha persoalannya adalah persoalan publik, privat, persoalan perdata atau pidana.Materi tersebut menunjukkan lingkungan masalah atau persoalan yang diatur.3. Lingkungan kuasa orangSuatu aturan mungkin hanya diberlakukan bagi sekelompok atau segolongan orang ataupenduduk tertentu. Dengan ditempatkannya subjek atau orang tertentu dalam peraturanperundangundangan, memperlihatkan adanya pembatasan mengenai orang4.

Lingkungan kuasa waktuLingkungan kuasa waktu menunjukkan kapan suatu peraturan perundangundanganberlaku, apakah berlaku untuk suatu masa tertentu atau masa tidak tertentu,apakah mulaiberlakunya suatu peraturan hukum ditentukan oleh waktu. E. Prinsip Tata Urutan Perundang-Undangan Dalam suatu teori tata urutan (hierarki) peraturan perundang-undangan, terdapat prinsip-prinsip tata urutan 5 , yakni:1. Perundang-undangan yang rendah derajatnya tidak dapat mengubah ataumengenyampingkan ketentuanketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi,tetapi yang sebaliknya dapat.2. Perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah atau ditambah oleh/ ataudengan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi tingkatannya.3. ketentuan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak mempunyaikekuatan hukum dan tidak mengikat apabila bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Ketentuanketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum serta 11mengikat, walaupun diubah, diganti atau dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.4. Materi yang seharusnya diatur oleh perundang-undangan yang lebih tinggitingkatannya tidak dapat diatur oleh perundang-undangan yang lebih rendah.Tetapi yang sebaliknya dapat. F. Asas-asas Peraturan Perundang-Undangan Dalam menyusun suatu peraturan perundang-undangan, terdapat asas-asas yang perludiperhatikan 6 , yaitu: 1. Kejelasan tujuan.2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat.3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan.4. Dapat dilaksanakan.5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan.6. Kejelasan rumusan.7. Keterbukaan.Proses penyusunan undang-undang perlu dipersipkan sebaik mungkin. Murni karenasifatnya yang begitu esensial dalam mengatur kehidupan masyarakat. Oleh karenanya,upaya pendefinisian undangundang menjadi teramat penting. C.S.T. Kansil 7

,mendefinisikan undang-undang sebagai suatu bentuk peraturan untuk melaksanakanundang-undang Dasar atau ketetapan MPR.Dalam hubungan ini tentu timbul persoalan, apakah di dalam suatu materi harus diaturseluas-luasnya ataukah sesedikit mungkin. Yang harus diatur di dalam undang-undang,adalah apa yang diperlukan di dalam praktek dan tidak lebih dari itu. Jadi, suatu undang12undang harus lengkap isinya, tetapi tidak perlu memuat ketentaun-ketentuan yang tidak berguna. Berdasarkan alasan-alasan praktis, seringkali tidak perlu seluruh materi diatur didalam undang-undang dalam arti formil, tetapi hanyalah pokok-pokok dari materi itu,sedang peraturan-peraturan pelaksanaannya dapat diatur dalam peraturan pemerintah atauperaturan lain 14 BAB IIIANALISIS PENYADAPAN A. Asas-asas perlunya dilakukan penyadapan Penyadapan sebagai metode pembongkaran tindak pidana kejahatan perlu dilatari olehalasa-alasan tertentu. Persis disinilah, asas-asas yang menyatakan bahwa penyadapanadalah suatu tindakan rasional, harus dielaborasi lebih lanjut. Dengan adanya asastersebut, penyadapan akan mampu mempunyai dasar yang jelas dan pasti. Selain itu, asastersebut perlu sebagai dasar legitimasi, mengapa penyadapan harus dilakukan. Olehkarenanya, penjelasan lebih lanjut mengenai asas-asas yang melatari tindak penyadapanmenjadi sesuatu yang teramat esensial.Dalam fungsinya sebagai metode pembongkaran tindak pidana kejahatan, penyadapanberlandaskan asas-asas sebagai berikut:1. Asas legalitasAjaran asas legalitas ini sering dirujuk sebagai nullum delictum, nulla poena sine praevialege poenali , artinya: tiada delik, tiada pidana, tanpa didahului oleh ketentuan pidanadalam perundang-undangan. Walaupun menggunakan bahasa Latin, menurut JanRemmelink, asal-muasal adagium di atas bukanlah berasal dari hukum Romawi Kuno.Akan tetapi dikembangkan oleh juris dari Jerman yang bernama von Feuerbach, yangberarti dikembangkan pada abad ke-19 dan oleh karenanya harus dipandang sebagaiajaran klasik. 10 Dalam bukunya yang berjudul Lehrbuch des Peinlichen Rechts (1801), Feuerbachmengemukakan teorinya mengenai tekanan jiwa (Psychologische Zwang Theorie) 15Feuerbach beranggapan bahwa suatu ancaman pidana merupakan usaha preventif terjadinya tindak pidana. Apabila orang telah mengetahui sebelumnya bahwa ia diancampidana karena melakukan tindak pidana, diharapkan akan menekan hasratnya untuk melakukan perbuatan tersebut. Oleh karena itu harus dicantumkan dalam undang-undang 11 .Dalam Rancangan KUHP, asas legalitas telah diatur secara berbeda dibandingkan Wetboek van Straftrecht (WvS) . Asas legalitas pada dasarnya menghendaki: (i) perbuatanyang dilarang harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, (ii) peraturantersebut harus ada sebelum perbuatan yang dilarang itu dilakukan. Tetapi, adagium nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali telah mengalami pergeseran,seperti dapat dilihat dalam Pasal 1 Rancangan KUHP berikut ini: Pertama, tiada seorangpun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telahditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlakupada saat perbuatan itu dilakukan. Kedua,

dalam menetapkan adanya tindak pidanadilarang menggunakan analogi. Ketiga, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukanbahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalamperaturan perundang undangan. Dan keempat, berlakunya hukum yang hidup dalammasyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sepanjang sesuai dengan nilai-nilaiPancasila dan/atau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsabangsa. 12 Melalui pengaturan Pasal 1 ayat (3) Rancangan KUHP, bisa saja seseorang dapat dituntutdan dipidana atas dasar hukum yang hidup dalam masyarakat, walaupun perbuatantersebut tidak dinyatakan dilarang dalam perundang-undangan. Padahal, seharusnya asaslegalitas merupakan suatu safeguard bagi perlindungan, penghormatan dan penegakan 16hak asasi manusia, yang menghendaki adanya batasan terhadap penghukuman terhadapseseorang. 13 Oleh karenanya, pengaturan tersendiri mengenai penyadapan adalah bentuk penerapanasas legalitas, guna ketegasan dan kejelasan hukum. Pada akhirnya, penyadapan tindak pidana menemukan basis legal lewat undang-undang penyadapan. Aparat penegak hukumdapat menjalankan tugas dan fungsinya, tanpa mencabik rasa keadilan masyarakat.2. Asas EfisiensiDalam asas reformasi birokrasi yang dikenal dengan istilah good governance,sebagaimana tercantum di dalam Pasal 20 UU No. 32/2004, tercantum bahwa asasefisiensi adalah asas yang berorientasi pada minimalisasi penggunaan sumber daya untuk mencapai hasil kerja yang terbaik.Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, selain dipergunakan untuk mendorongefisiensi dan efektivitas pelayanan publik, kemajuan teknologi informasi juga dapatmenghemat APBN dalam kegiatan pengadaan barang/jasa untuk kepentingan pemerintah.Diharapkan eprocurement yang menyediakan fasilitas pengadaan melalui jaringanelektronik akan meningkatkan transparansi proses pengadaan sehingga bisa menekankebocoran yang mungkin terjadi. Transparansi merupakan syarat pertama dariperwujudan good governance . Mengapa? Karena transparansi akan mempermudah aksesinformasi bagi masyarakat yang kemudian mempermudah dan memancing partisipasimereka. Dengan adanya kedua hal tersebut, maka pada gilirannya pemerintah dituntutuntuk lebih akuntabel dalam menjalankan tugas dan fungsinya. 14 Berbicara tentang penghematan yang dapat dilakukan dari pelaksanaaan e-procurementini, beberapa pihak mengklaim telah terjadi penghematan yang luar biasa. Dari berbagai sumber, disebutkan bahwa penghematan yang terjadi berkisar antara 15% hingga 23,5%,angka yang tidak tanggung-tanggung untuk ukuran APBN negara kita. 15 Mengenai keabsahan transaksi dan kekuatan pembutian, transaksi elektronik tidak memerlukan hard copy atau warkat kertas, namun demikian setiap transaksi yangmelibatkan eksekusi diberikan tanda bukti berupa nomer atau kode yang dapatdisimpan/direkam di komputer atau dicetak. 16 Demikian berarti penyadapan sebagai metode baru dalam pengungkapan tindak pidana,menjadi jawaban atas inefisiensi yang selama ini terjadi. Dengan penyadapan, pelakudapat ditangkap dengan cepat, dan tidak membuang banyak sumber daya. Olehkarenanya, penyadapan menjadi cara terbaik dalam upaya

pembongkaran kejahatan.3. Asas perlindungan hak asasi manusiaDalam penjelasan umum Undang-Undang tentang KPK disebutkan bahwa: ..Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaranterhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua makatindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkantelah menjadi suatu kejahatan luar biasa. 17 Kalimat di atas bisa jadi merupakan salah satu alasan undang-undang ini mengaturkembali pemberian kewenangan penyadapan kepada KPK, sekalipun kewenangan yangsama telah diberikan dalam UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsitentang dimungkinkannya alat bukti petunjuk berupa informasi yang diucapkan, dikirim,diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu;dan dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan tau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yangtertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secaraelektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka,atau perforasi yang memiliki makna. 18 Sebagai contoh di atas, korupsi merupakan bentuk kejahatan yang tergolong ke dalam kelas berat. Secara mudah, dapat dikatakan bahwa pelaku korupsi adalah penjahat kelaselit. Dan penyadapan menjadi jawaban atas praktek korupsi yang begitu menggejala.Persis disinilah, logika penyadapan menemukan basis argumentasinya.Walau demikian, bahwa memang cara-cara luar biasa (baca: penyadapan) menjadisesuatu yang legal, potensi penyalahgunaan tetaplah besar. Peraturan hukum menjadi rem guna pencegahan penyelewengan fungsi. Undang-undang penyadapan menjadi sebentuk jawaban atas celah yang dapat digunakan oleh aparat penegak hukum. Dalam sejarahnya,kekuasaan yang teramat besar dan tidak terkontrol amat rawan terjadinya penyalahgunaankekuasaan (abuse of power). Tidak adil jika sebuah lembaga (atau entitas pada umumnya) memiliki kekuasaan tak terbatas. Tidak mungkin menyerahkan segala macam permasalahan hukum kepadasebuah lembaga. Pendekatan institusionalism, dengan pembentukan lembaga-lembagabaru tidak selamanya menjadi pilihan terbijak. Distorsi antara konstruksi ideal dalamkonsepsi, tidak selamanya sejalan dengan kenyataan objektif. Oleh karenanya,pengaturan dalam sebuah undang-undang khusus, terkait fungsi penyadapan menjadikeniscayaan.4. Asas kerahasiaan demi kepentingan umumPenegak hukum di Indonesia, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, dan KomisiPemberantasan Korupsi sama-sama diberi kewenangan melakukan penyadapan. Dan 19tidak seperti yang dipersepsikan banyak orang, para penegak hukum tidak bisasekehendak hatinya menggunakan instrumen yang sensitif ini. 19 Sejatinya, penyadapan menuntut tanggung jawab dari aparat penegak hukum untuk merahasiakannya, baik pra, pada saat, maupun pasca penyadapan dilakukan. Penyadapanadalah persoalan integritas. Jikalau aparat penegak hukum ingin bertindak di luartupoksinya, pemanfaatan penyadapan untuk kepentingan pribadi begitu mudah dilakukan.Aturan hukum tidaklah tegas dalam mengatur mekanisme penyadapan, terutama terkaitaspek pertanggung jawaban. Kemungkinan pembocoran informasi tetaplah menjadimomok mengerikan. Dan menjadi benalu

dalam upaya pemberantasan tindak kejahatan.Terkait demikian, perlunya pengaturan khusus dalam suatu undang-undang bukan lagisebuah perdebatan. Menjadi keharusan untuk mengatur mengenai perkara penyadapan.Pengaturan aspek-aspek teknis, juga menjadi begitu esensial. File digital dalam bentuk rekaman elektronik harus betul-betul dijaga. Kerahasiaannya menjadi kuncipemberantasan tindak pidana. B. Urgensi Penyadapan Perlunya dibuat peraturan tersendiri yang mengatur tentang penyadapan memang tak lagisekadar wacana. Setidaknya terdapat beberapa alasan logis, mengapa masalahpenyadapan ini perlu diatur tersendiri dalam suatu undang-undang khusus, yaitu:1. Perlindungan terhadap Hak Asasi ManusiaSejatinya, penyadapan merupakan suatu tindak yang melawan hukum. Ketika seseorangdisadap, tentu sang penyadap telah melakukan suatu perbuatan yang melanggarkebebasan si tersadap. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia merupakan suatu bentuk dehumanisasi. Michael Ignatieff menegaskan bahwa, tujuan hak asasi manusia adalah, to protect human agency and therefore to protect human agents against abuse and oppression. Human protects the core of negative freedom,freedom fromabuse,oppression, and cruelty . 20 Dengan konstruksi berpikir demikian, sekilas bahwapenyadapan kontra-produktif dengan hakikat kebebasan manusia. Pun dalam konstitusitegas dikatakan bahwa kewenangan untuk melakukan penyadapan dan merekampembicaraan adalah pelanggaran hak warga negara atas rasa aman dan jaminanperlindungan dan kepastian hukum, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1)dan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945.Penyadapan hampir di seluruh negara, termasuk di Indonesia, hanya dapat dilakukan olehlembaga penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. UUNo 36/1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi), dan UU No 11/2008 tentangInformasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah memuat ketentuan tentangpenyadapan.Penyadapan pada prinsipnya haruslah dilarang karena melanggar prinsip perlindunganpribadi. Dalam rekaman yang diperdengarkan di gedung Mahkamah Konstitusi itu adahal yang cukup kontroversial diantaranya yaituMK malah langsung mendengarkan hasilrekamantersebut tanpa ada uji validitas terlebih dahulu. Uji validitas itu dalam kerangkapenyadapan tentunya harus meliputi uji keperluan, uji perolehan, dan uji keaslian. Tanpamengindahkan semua alat uji tersebut MK malah memperdengarkan hasil rekamantersebut. Dalam hal ini sebaiknya ada prosedur yang harus dilalui dimana hal ini tidak dikenal di KUHAP, ataupun hukum acara pidana khusus lainnya ataupun di UU ITEbagaimana hasil penyadapan tersebut bisa diakui sebagai alat bukti 21Di dalam UU Telekomunikasi, kegiatan penyadapan dalam rangka pengamanantelekomunikasi diatur Pasal 40, sedangkan UU ITE mencantumkan hal serupa denganistilah "Perbuatan yang Dilarang" dalam Pasal 31 Bab VII. Bedanya, UU Telekomunikasisecara terbatas menjelaskan lembaga penegak hukum yang berwenang melakukanpenyadapan, sedangkan UU ITE belum mengaturnya sama sekali.Kekhawatiran sementara pihak dengan keberhasilan KPK melaksanakan tugas danwewenang penyadapan berdasarkan UU KPK ( 2002) dapat dipahami jika pelaksanaantugas dan wewenang penyadapan tidak dibatasi sehingga dapat melanggar perlindunganhukum atas hak privat setiap orang. Yang dikhawatirkan justru dalam keadaan sekarang,yaitu pada saat pro dan kontra penyadapan oleh KPK tengah berlangsung, RPP justruditerbitkan untuk memangkas wewenang KPK. 22

Kekhawatiran ini juga dapat dipahami karena UU ITE (2008) dikeluarkan setelah UUKPK (2002) dan kedua UU mengatur ketentuan (yang sama) penyadapan sehinggaberlaku asas, "lex posteriori derogat lex priori" (undang-undang yang dikeluarkanterakhir mengesampingkan undang-undang yang dikeluarkan lebih dulu dalam hal objek yang sama). 23 Penyadapan sendiri setidaknya harus melewati tiga alat uji yaitu; pertama, uji keperluan;yaitu apakah penyadapan benar benar diperlukan karena tidak ada lagi alat bukti yangbisa memperkuat sangkaan atau dakwaan? Penyadapan harus hanya diperbolehkanapabila penegak hukum tidak dapat lagi memperoleh alat bukti lain dalam suatu tindak pidana. Karena itu penyadapan tidak boleh diberlakukan untuk generic criminal offences tapi harus hanya boleh diberlakukan pada most serious criminal offences . Kemudiansetelah lolos dari uji pertama, harus masuk pada uji kedua yaitu uji perolehan; yaknipenilaian terhadap apakah penyadapan dilakukan menurut cara yang ditentukan olehhukum atau tidak. Setelah lolos dari uji ini maka harus masuk kepada uji yang ketiga yaitu apakah hasil penyadapan itu benar benar asli ataukah ada rekayasa teknologi di 22dalamnya? Dengan demikian, setelah melewati dan lolos uji tiga rangkai ini maka hasilpenyadapan itu baru disahkan oleh melalui pengadilan untuk dapat digunakan sebagaialat bukti. 24 Secara konseptual, tanpa adanya ketentuan hukum yang mengatur khusus tentangpenyadapan, potensi pelanggaran terhadap hak asasi manusia sangatlah besar. BeberapaPerlu diingat bahwa hak setiap warga negara atas rasa aman adalah merupakan conditiosine qua non bagi terciptanya perlindungan hukum terhadap setiap warga negara.Keberadaan aparat penegak hukum yang diberi kewenangan untuk melakukanpenyadapan sangat jelas melanggar hak warga negara dari rasa aman untuk berkomunikasi. Hal ini dikarenakan selain belum adanya undang-undang yang mengaturpenyadapan, penyadapan terhadap warga negara berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan dan mempunyai kepentingan tersendiri ( vested interest ). Sehingga dengan demikian sangat rentan terjadi abuse of power terhadap warganegara yang belum terbukti atau bahkan belum diduga terlibat tindak pidana korupsisudah dilakukan penyadapan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya bertindak berdasarkan aturan hukum.Selain itu, mekanisme penyadapan yang tanpa ada aturan tersebut, jelas-jelas melanggarprinsip praduga tidak bersalah ( presumption of innocence ) yang merupakan prinsip utamadalam penegakan hukum. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat, Biro InvestigasiFederal (FBI) sebagai lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikanterhadap adanya dugaan perbuatan kriminal/tindak pidana diwajibkan untuk meminta izinkepada pengadilan federal ( Federal District Court ) dengan dasar yang kuat karena diAmerika Serikat penyadapan tanpa izin adalah merupakan perbuatan yang melanggarhukum.Dalam konteks demikian, undang-undang tentang penyadapan menemukan

raison detre -nya. Dengan peraturan tersendiri, maka ketakutan terjadinya tindak penyelewengan 23terhadap fungsi penyadapan dapat diminimalisir. Mengenai mekanisme, persyaratan, danketentuanketentuan lainnya akan diatur dalam undang-undang ini. Dan penyadapandapat dilakukan sesuai dengan keperluannya, demi pemberantasan tindak pidanakejahatan di satu sisi, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia di sisi yang lain.2. Kepastian HukumUndang-undang tersendiri tentang penyadapan sampai sekarang belum ada. Aparatpenegak hukum hanya berpatokan pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentangTelekomunikasi bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atasinformasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apa pun (Pasal40) kecuali untuk keperluan proses peradilan pidana rekaman pembicaraan melalui jaringan telekomunikasi tidak dilarang (Pasal 42 ayat [2]). Pun dalam KUHAP, tidak terdapat aturan yang jelas mengenai perkara penggunaan hasil rekaman sebagai alatbukti. Dengan kata lain, terdapat kekosongan hukum dalam aturan KUHAP itu sendiri.Oleh karenanya, permasalahan menyangkut penyadapan yang dilakukan oleh aparatpenegak hukum sejatinya menimbulkan masalah tertentu. Terutama semenjak bergulirnyakasus Antasary yang fungsi penyadapan itu sendiri tidak sesuai penggunaannya,ketidakjelasan hukum menjadi fenomena wajar. Adanya ketidakberesan dalampemahaman akan penggunaan mekanisme penyadapan merupakan ekses dariketidakjelasan pengaturan hukum. Romli Astasasmita 25 menyatakan bahwa penyadapandan perekaman dapat dilakukan dalam tiga tahap proses pro justisia sehingga semakin jelas bahwa perkara tindak pidana korupsi merupakan perkara luar biasa (extra-ordinarycases) karena memang tindak pidana korupsi, termasuk tindak pidana suap,merupakanperkara yang sulit pembuktiannya sehingga memerlukan cara penanganan yang luarbiasa,termasuk menyadap dan merekam pembicaraan.Memang benar bahwa terdapat pengaturan mengenai penyadapan dalam berbagaiundangundang. Di dalam UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi 24Elektronik disebutkan, alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidangpengadilan termasuk alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumenelektronik. Dokumen elektronik dirumuskan,setiap informasi elektronik yang dibuat,diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat,ditampilkan, dan/ataudidengar melalui komputer atau sistem elektronik. Sementara di dalam UU No 20 Tahun2001 Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi, hasil rekaman termasuk alat bukti petunjuk (Pasal 26 A).Namun demikian, pengaturan yang ada tidak begitu spesifik, karena penyadapanbukanlah fokus utama dalam substansi undang-undang yang ada. Kalau diperhatikan,pengaturan tentang penyadapan hanya terdapat pada beberapa pasal tertentu yangmenimbulkan tumpah tindih pengaturan antar satu dengan yang lainnya.3. Menyelidiki dugaan terjadinya tindak pidanaTindak kejahatan selalu menemukan modus operandinya. Kecanggihan para pelakukejahatan tentu saja membuat pembongkaran kasus pidana menjadi sulit untuk dilakukan.Terlebih dengan perkembangan zaman, fasilitas untuk melakukan tindak kejahatansemakin canggih. Revolusi teknologi menjadi sesuatu, yang berdampak positif sekaligusnegatif. Komunikasi antar pelaku (dan/atau calon pelaku) semakin mudah untuk dilakukan. Pemanfaatan alat komunikasi berupa handphone terutama, menjadi modusyang sering dilakoni oleh para pelaku tindak kejahatan.Menghadapi kenyataan demikian, diperlukan metode khusus yang dirasa efektif untuk membongkar tindak kejahatan. Menghadapi kejahatan terencana oleh orang-orangterpelajar dan berkuasa demikian, proses investigasinya haruslah progresif. Penjebakanadalah salah satu bentuk progresivitas itu.

Metode penjebakan jelas bukanlah barang haram. Ia justru cara paling efektif untuk mengungkapkan kasuskasus kejahatan tingkat tinggi sejenis korupsi. Metode ini bahkansudah menjadi standar pengungkapan kasuskasus sulit di banyak negara maju. Dalam 25makalahnya, di seminar internasional perang melawan korupsi di Bangkok tahun 2000,Ralph Horton berpendapat bahwa penyamaran dan penjebakan adalah cara paling efektif untuk membongkar kasus korupsi. 26 Berkait dengan penyelidikan kasus korupsi dengan cara menjebak ini, baru-baru ini, padabulan September 2004, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah mengeluarkan bukupetunjuk Practical Anti-Corruption Measures for Prosecutors and Investigators. Sejalandengan argumentasi Profesor Satjipto Rahardjo yang menegaskan diperlukannya cara-cara luar biasa untuk memberantas korupsi, buku PBB di atas menegaskan perlunyateknik investigasi khusus guna mengumpulkan bukti-bukti kasus korupsi. Ditegaskanpula, ketika proses penjebakan dilakukan, perlengkapan-perlengkapan semacamaudiovideo adalah peralatan standar yang diperlukan guna memproduksi alat bukti. 27 Di Indonesia, penggunaan teknologi untuk memproduksi bukti korupsi dengan teknologiaudio-video itu terbuka lebar karena Pasal 12 Undang-Undang tentang KomisiPemberantasan Korupsi mengatakan, dalam melaksanakan tugas penyelidikan,penyidikan, dan penuntutan, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukanpenyadapan dan merekam pembicaraan. 28 Oleh karenanya, penyadapan pesawat teleponmerupakan metode khusus yang perlu digunakan, guna pembongkaran tindak pidana.Keefektifan penyadapan telah menjadi rahasia umum. Komisi pemberantasan Korupsiyang diberi wewenang sebagai agent utama pemberantasan korupsi telah mampumelakoni perannya dengan baik. Banyak kasus korupsi besar yang mampu diungkap,dengan metode penyadapan.4. Cara paling efektif dan efisien dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana yang dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) 26Banyak tindak pidana yang dianggap sebagai permasalahan yang serius di Indonesia,seperti korupsi, pengedaran narkotika, pencucian uang, terorisme, dll. Sebut saja kasuskorupsi, korupsi dianggap permasalahan yang sudah merebak di segala bidang,kehidupan masyarakat secara meluas, sistematis dan terorganisir. Korupsi sudahmerupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat.Korupsi menjadi penyebab timbulnya krisis ekonomi, merusak sistem hukum danmenghambat jalannya pemerintahan yang bersih dan demokratis. Dengan kata lain,korupsi sudah menggoyahkan sendisendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Olehkarena itu, korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa. Begitu jugapengedaran narkotika yang sudah melibatkan jaringan internasional, pencucian uang, juga dalam kasus terorisme yang sulit dalam pencegahan dan pemberantasannya. Disinifungsi dari penyadapan sangat di perlukan dalam mengungkap permasalahanpermasalahan diatas yang dianggap sudah merupakan kejahatan luar biasa ( extraordinary crime) Dalam kasus korupsi, kondisi demikian diakui dan dinyatakan dalam Undang- UndangNomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bagian penjelasan Undang-Undangtersebut menyatakan bahwa: mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telahmelanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa

Begitu juga dalam kasus pengedaran narkotika, pencucian uang, terorisme, dan kejahatanlain yang termasuk dalam kategori kejahatan yang luar biasa, sudah terbukti banyak kasus diatas diberantas dengan diterapkannya penyadapan dalam proses peradilan,5. Mencegah penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum 27Pada pasal 42 ayat 2 undang undang no 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi menyebutkan: Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyeIenggara jasatelekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukanatas: (a permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesiauntuk tindak pidana tertentu;dan (b) permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentusesuai dengan undang undang yang berlaku. Juga pada pasal 31 ayat (3) undang undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dantransaksi elektronik menyebutkan: Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yangditetapkan berdasarkan undangundang. Didalam undang undang ini diakui bahwa peran penyadapan telah memberikankontribusi yang signifikan bagi sistem peradilan nasional, terutama dalam pencegahandan pemberantasan kejahatan yang dianggap luar biasa di Indonesia. Tapi selama iniperaturan hukum mengenai penyadapan belum ada yang mengatur secara memadai,tegas, dan terperinci. Sehingga dikhawatirkan akan adanya penyalahgunaan kewenangandalam melakukan penyadapan.Selama ini belum ada pengaturan yang dengan tegas memberikan batasan batasan akantindakan penyadapan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Sebut saja undang -undang tentang komisi pemberantasan korupsi yang hanya memberikan kewenanganpenyadapan kepada KPK tetapi tidak ada penjelasan tentang batasan, syarat, ataupuntenggang waktu akan pelaksanaan penyadapan tersebut. kenyataan ini jelas akanmenimbulkan kecurigaan dari masyarakat tentang pelaksanaan kewenangan penyadapanyang dilakukan oleh setiap aparat penegak hukum yang memperoleh kewenanganpenyadapan dari undang-undang. 28 BAB IVMATERI MUATAN RUU PENYADAPAN A. Materi Muatan Peraturan Perundang

undangan Materi rancangan undang-undang tentang penyadapan adalah seperti diuraikan berikut. 1. Ketentuan Umum Pada prinsipnya bagian Ketentuan Umum ini menempatkan penggunaan istilah kata atauterminologi yang seringkali digunakan dalam Undang-Undang ini. Sekaligusmendefinisikan dan memberikan pengertian maksud dari setiap istilah atau kata yang digunakan tersebut. Tujuannya adalah agar tidak terjadi pengulangan - pengulangan dankonsisten dalam menggunakan istilah dan kata - kata di dalam Pasal-Pasal yangdirumuskan. Disamping itu untuk memberikan kerangka dan garis-garis besar dalammemahamai dan mengimplementasikan Undang-Undang ini.Dalam memberikan pengertian atau penjelasan istilah atau kata - kata yang digunakan,bisa saja mengacu dari pengertian umum yang sudah diberikan atau tercantum dariUndang-Undang lain yang terkait. Hal ini perlu dilakukan agar terjadi sinkronisasi danharmonisasi maksud dari istilah dan terminologi yang digunakan. Sehingga tidak bertentangan satu sama lain yang bisa menyulitkan didalam pelaksanaannya danmenimbulkan ketidakpastian hukum. Misalnya, karena Undang-Undang ini mengaturmasalah penyadapan dan sebelumnya belum ada undang undang yang mengatur tentangpenyadapan karena penyadapan selama ini hanya di atur melalui peraturan menteri makamaksud dari istilah dan terminology kata yang digunakan dapat bersumber dari peraturanmenteri yang sebelumnya sudah mengatur tentang penyadapan. Oleh karena itu dalambagian Umum Undang-Undang ini, yang perlu diberikan penjelasan adalah maksud dariistilah atau penggunaan terminologi seperti; Penyadapan, aparat penegak hukum, danstandar operasional prosedur. Karena dipastikan istilah dan kata-kata tersebut yang akanseringkali digunakan dalam Undang-Undang ini. 29 2. Ketentuan Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Penyadapan sebagai metode pembongkaran tindak pidana kejahatan perlu dilatari olehalasa-alasan tertentu. Persis disinilah, asas-asas yang menyatakan bahwa penyadapanadalah suatu tindakan rasional, harus dielaborasi lebih lanjut. Dengan adanya asastersebut, penyadapan akan mampu mempunyai dasar yang jelas dan pasti. Selain itu, asastersebut perlu sebagai dasar legitimasi, mengapa penyadapan harus dilakukan. Olehkarenanya, penjelasan lebih lanjut mengenai asas-asas yang melatari tindak penyadapanmenjadi sesuatu yang teramat esensial.Dalam fungsinya sebagai metode pembongkaran tindak pidana kejahatan, penyadapanberlandaskan asas-asas sebagai berikut:a. Legalitasb. Efisiensic. Perlindungan hak asasi manusiad. Kerahasiaan demi kepentingan umumPenyadapan terhadap informasi yang dilakukan secara sah bertujuan untuk :a. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pencegahan dan pemberantasan kejahatanseriusb.

Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna danpenyelenggara Teknologi Informasi.Selanjutnya, mengenai ruang lingkup berlakunya undang-undang ini adalah penyadapandalam rangka penegakan hukum. 3. Materi Pengaturan3.1. Penyadapan Informasi dan Persyaratannya Penyadapan terhadap Informasi yang sah hanya dapat dibenarkan apabila dilakukandalam rangka penegakan hukum. Karena tindakan penyadapan hanya dibenarkan apabila 30dilakukan dalam rangka penegakan hukum, maka penyadapan hanya dapat dilaksanakanatas permintaan lembaga penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan, KPK dan/atauinstitusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.Syarat dilakukannya penyadapanTindakan penyadapan dilakukan dengan memenuhi persyaratan sebagaiberikut :a. dilakukan untuk tindak pidana tertentu yang dianggap luar biasa,meresahkan masyarakat, dan sulit pembuktiannya;b. telah memperoleh bukti permulaan yang cukup;c. telah memperoleh penetapan dari pimpinan instansi penegak hukum;d. dilakukan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapatdiperpanjang setiap 3 (tiga) bulan sesuai dengan keperluan;permintaan penetapan pimpinan instansi penegak hukum untuk melakukan penyadapanyang di maksud di atas harus menyampaikan berkas secara tertulis dan/ atau elektronik:a. identifikasi sasaran;b. pasal tindak pidana yang disangkakan;c. tujuan dan alas an dilakukannya penyadapan;d. substansi informasi yang dicari; dane. jangka waktu penyadpan. 3.2 Alat dan Perangkat Penyadapan Informasi Alat dan perangkat dalam penyadapan milik aparat penegak hukum haruslah didaftarkandan disertifikasi sebelum digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk meregister sertamendata alat ( device) mana yang sah dan patut dalam melaksanakana penyadapan.Sertifikasi juga dimaksudkan untuk menstandarisasi perangkat penyadapan agar bisadigunakan dengan baik, juga menguji kelaikan dari alat penyadapan tersebut. Aparatpenegak hukum yang memiliki kewenangan untuk menyadap bertanggung jawab untuk menjamin penggunaan alat dan perangkat penyadapan hanya untuk upaya penegakan 31hukum. Alat dan perangkat penyadapan penggunaannya menjadi tanggung jawab masing-masing aparat penegak hukum.Untuk pengaturan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan uji laik operasi alat dan perangkatpenyadapan ini diatur oleh peraturan menteri. 3.3 Mekanisme Teknis Penyadapan Informasi Secara Sah Mekanisme penyadapan menjadi suatu hal yang perlu diatur dalam undang-undangkarena cara-cara yang sah dan tidak bertentangan dengan hukum menjadi suatu syaratkeharusan demi keabsahan dari penyadapan

tersebut. Mekanisme penyadapan terhadaptelekomunikasi secara sah, dilaksanakan berdasarkan SOP yang ditetapkan oleh aparatPenegak Hukum dan diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Pengawas PenyadapanNasional. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah dari cara-cara yang bertentangan denganhukum dan Undang-undang. Tak dapat dipungkiri dalam upaya penyadapan memerlukanbantuan serta dukungan dari berbagai pihak dalam menjalankan tugasnya. Bantuan daripenyelenggara telekomunikasi atau provider telekomunikasi menjadi suatu hal yang yang penting untuk dilakukan, karena tanpa adanya izin serta bantuan, maka senjata ampuh ini menjadi tidak berguna. 3.4 Hasil Penyadapan Penyadapan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum tentunya akan memuat hasilyang digunakan untuk barang bukti yang kemudian di tampilkan dalam persidangan.Hasil yang didapat bersifat rahasia dan bukanlah konsumsi publik melainkan hasilpenyelidikan/penyidikan oleh aparat penegak hukum, sehingga hasilpenyelidikan/penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum bisa berjalandengan lancar tanpa adanya gangguan yang kemudian bisa terjadi.Hasil dari penyadapan yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut tentunya harusdigunakan secara professional, proporsional, dan relevan. Professional disini adalah 32mempergunakan hasil dari penyadapan sesuai dengan mestinya. Proporsional menjadikanhasil penyadapan yang hanya sesuai dengan tujuan penyelidikan/penyidikan yang bisadijadikan barang bukti dalam persidangan, dan yang tidak ada hubungan dengan pokok permasalahan harus dimusnahkan.Uji validitas adalah suatu rangkaian proses untuk menguji apakah hasil dari penyadapansesuai dengan keperluan atau tujuan dari penyelidikan/penyidikan, menguji apakah hasilpenyadapan diperoleh secara sah dan patut, kemudian pada proses terakhir adalahmenguji keaslian hasil dari penyadapan tersebut sehingga bisa digunakan secara sahsebagai barang bukti di dalam pengadilan. a. Dewan Pengawas Penyadapan Nasional Penyadapan pada dasarnya ialah suatu tindakan yang melanggar hak asasi manusia danmelanggar hukum apabila dilakukan tanpa adanya tujuan dalam upaya penegakan hukum.Maka dari itu dibutuhkan suatu dewan yang bertugas dalam mengawasi kinerja sertamekanisme penyadapan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum agar penyadapanbisa berlangsung dengan baik sesuai dengan tujuan awalnya yaitu membantu dalamupaya penegakan hukum di Indonesia. Menjamin transparansi dan indepensi pelaksanaanpenyadapan informasi secara sah agartidak bertentangan dengan hak asasi manusia,dengan undang-undang ini dibentuk Dewan Pengawasan Penyadapan Nasional yangbersifat independen. Independen disini adalah bebas dari campur tangan berbagai pihak,termasuk pemerintah karena upaya penegakan hukum harus didasarkan hanya padakeadilaan.Dewan Pengawas Penyadapan Nasional beranggotakan Menteri, Jaksa Agung, Kapolri,dan pimpinan instansi lainnya yang berwenang melakukan Penyadapan. Hal inidimaksudkan untuk bisa berlangsunya proses check and balances dalam upayapengawasan penyadapan. Keanggotaan dalam dewan diangkat dan diberhentikan olehpresiden dan memiliki masa jabatan 4 ( empat tahun ). Ketentuan yang mengaturmengenai organisasi, mekanisme kerja dan pembiayaan dewan ini selanjutnya ditetapkanoleh peraturan pemerintah. 33Dewan pengawasan penyadapan nasional berkedudukan di Ibu kota Negara, republik indonesia dan bertanggung jawab kepada presiden. Fungsinya adalah pengawasan, dewanini mempunyai wewenang untuk mengawasi kinerja dari instansi yang melakukanpenyadapan dalam penegakan hukum.Dewan pengawas penyadapan nasional mempunyai tugas-tugas dalam fungsinya untuk mengawasi mekanisme serta kinerja aparat hukum yang berwenang melakukanPenyadapan.Fungsi-fungsinya :1.

melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yangberkaitan dengan penyadapan kepada semua aparat penegak hukum yangmempunyai kewenangan penyadapan; 2. menerima pengaduan masyarakat;3. melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadappenyelenggaraan penyadapan.4. menerima transparansi SOP yang ditetapkan oleh instansi aparat penegak hukum.5. mengadakan audit terhadap kinerja penyadapan paling sedikit satu kali dalamsetahun.Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pengawas Penyadapan Nasional dapatmembentuk tim audit. Pelaksanaan tugas dan mekanisme kerja dari Dewan PengawasPenyadapan Nasional akan selanjutnya diatur lebih lanjut dalam peratuan pemerintah. 4. Ketentuan Sanksi pengenaan sanksi dimaksudkan sebagai upaya pemerintah dalam rangka pengawasan danpengendalian penyelenggaraan Penyadapan.Pengaturan tentang sanksi di dalam Undang Undang ini ada dua macam: 341. sanksi administrasi2. sanksi pidanaSanksi administrasi yang dimaksud dapat berupa:a. teguran tertulis;b. denda administrasi;c. pemberhentian sementara;d. tidak diberikan pemberian izin;e. pencabutan izin; danf. penyitaan.Pengenaan sanksi administrasi tidak menghapus pertanggung jawaban pidana.Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasi diatur dalam peraturan menteri. 5. Ketentuan Peralihan dan Penutup Dalam rancangan Undang-Undangn ini perlu diatur beberapa hal terkait dengan situasidan kondisi adanya peralihan setelah rancangan ini disahkan. Pengaturan ini diperlukanuntuk memberikan kepastian terhadap situasi dan kondisi yang tengah berjalan,sementara Undang-Undang Penyadapan belum terbentuk/disahkan.Masalah yang perlu diatur dalam ketentuan peralihan menyangkut hal-hal sebagaiberikut; pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangandan kelembagaan yang berhubungan dengan penyadapan yang tidak bertentangan denganUndang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.Sedangkan dalam ketentuan Penutup, perlu ditegaskan pencabutan ketentuan-ketentuanyang berlaku sebelumnya, sekaligus memberikan pernyataan pemberlakuan ketentuanatau Undang-Undang baru sebagai penggantinya. Hal inipun dimaksudkan untuk memberikan kejelasan dan kepastian didalam praktik pelaksanaannya 35 BAB VPENUTUPA. KesimpulanA.1 Rangkuman pokok isi naskah akademik Penyadapan menjadi sebuah polemik akhir-akhir ini. Pro dan kotra bermunculan terkaitwacana yang ada. Sebagai sebuah persoalan yang kontroversial, suara sumbang menjadifenomena wajar. Masalah yang muncul dari penyadapan kadangkala menjadi sebuah batusandungan dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Masalah klasik yang sampaisekarang ramai diperdebatkan adalah terkait potensi penyalahgunaan, yang berujung padakejahatan penyadapan.Secara konseptual, penyalahgunaan penyadapan ialah suatu keadaan dimana penyadapandigunakan tidak sebagaimana mestinya oleh aparat penegak hukum dan tidak sesuaidengan tujuan awalnya yaitu demi kepentingan hukum. Kejahatan penyadapansebagaimana disebutkan di atas ialah suatu keadaan dimana penyadapan bukan digunakanuntuk kepentingan hukum dan dilakukan bukan oleh aparat penegak hukum.Penggunaan metode penyadapan selain dari alasan penegakan hukum merupakan bentuk pelanggaran terhadap undang-undang. Selain itu, pelanggaran terhadap melanggar hak asasi manusia merupakan imbas logisnya. Penyadapan menjadi hal yang inkonstitusional apabila dalam pelaksanaannya bertentantangan dengan filosofi penggunaannya.P

enyadapan yang kini menjadi senjata ampuh bagi aparat penegak hukum dalammenjalankan tugasnya, jika tidak diatur dalam mekanisme yang jelas, beresiko melanggarhak asasi manusia dan peraturan perundang-undangan terkait. Peran, fungsi sertatanggung jawab harus diatur dengan jelas agar dikemudian hari tidak muncul konflik kepentingan.Pengaturan mengenai penyadapan menjadi begitu urgent untuk diadakan di Indonesia.Penyalahgunaan penyadapan oleh penegak hukum, tidak adanya mekanisme yang standar 37 DAFTAR PUSTAKABuku dan Kamus Abdussalam, SIK, Prospek Hukum Pidana Indonesia , Jakarta: Penerbit Restu Agung,2006.C.S.T. Kansil, Praktek Hukum Peraturan Perundangan di Indonesia , Jakarta: Erlangga1983Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Asas Legalitas dalam RancanganKUHP 2005 (Position Paper Advokasi RUU KUHP Seri #1) , Jakarta: ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2005.Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan , Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007Masyarakat Transparansi Indonesia, Penyusunan Peraturan Daerah yang Partisipatif ,Jakarta: Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), 2003.Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: BalaiPustaka, 2008. Artikel dan Makalah Anonim, Jebak Semua Koruptor, Kompas, 23 April 2005 . Antasari Azhar, Upaya Pemberantasan Korupsi Seiring Kemajuan TeknologiInformasi, Jurnal Legislasi Indonesia Vol.5 No.4, Desember 2008. Mas Wigrantoro, R.S, Naskah Akademik RUU Tindak Pidana di Bidang TeknologiInformasi, lobal Internet Policy Initiative Indonesia, 2003.Romli Atmasasmita, Hukum Pidana Internasional dan Hukum Hak Asasi Manusia , bahan pelatihan Hukum HAM diselenggarakan oleh Pusham UII Yogyakarta,Yogyakarta, 23 September 2005. Romli Astasasmita, Rekaman Perkara Korupsi, Seputar Indonesia, 20 juni 2008. Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Republik Indonesia, Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Republik Indonesia, Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi PemberantasanTindak Pidana Korupsi. Republik Indonesia

, Undang-undang No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-undangan. Republik Indonesia, Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Website dan Sumber On-line http://anggara.org/2009/11/06/lagi-%E2%80%93-lagi-soal-penyadapan/ (diakses pada 27februari 2010).http://legalitas.org/index.php/proses-penyiapan-ruu (diakses 28 februari 2010)

You might also like