You are on page 1of 29

HASIL DISKUSI KELOMPOK 9 MODUL ORGAN TUMBUH KEMBANG

INFEKSI INTRAUTERIN

JAKARTA, 26 NOVEMBER 2008

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK 9

030.06.092 030.06.149 030.07.008 030.07.022 030.07.023 030.07.047 030.07.048 030.07.084 030.07.085 030.07.107 030.07.108 030.07.120 030.07.122 030.07.137 030.07.138 030.07.143 030.07.145 030.07.157

FILDZAH DINI SAFITRI M. ARDIYANSYAH RAKUN ADITYA ZULKARNAEN ANISA OLATA ANITA SEVIRA SANTOSO CAROLINA ARIESTA ROMAULI CHARLIE WINDRI ERINA STEVIANA ERVAN SURYA HERNITA PERLIYANI I. P. T. LIANA INDAYANADEWI IRFAN SALEH IVAN VENOZA MUHAKA LAMIA AISHA LARAS WULANDARI LIMA HALIMAH LU LADY MEGA OCTAVIA MARSELLA

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
A.Pendahuluan Penelitian terhadap infeksi janin telah menghasilkan banyak kemajuan terhadap dasawarsa terakhir ini. Terutama, kemampuan untuk menggambarkan diagnosis selama awal kehamilan kini mungkin dilakukan dalam berbadgai situasi. Meskipun demikian, beberapa dokter masih memilih untuk hanya menggunakan studi serologis ibu, atau pada kasus lain, menunggu kelahiran untuk menguji darah tali pusat. Pendekatan ini merupakan masalah karena beberapa alasan. 1. Janin dapat mati dalam uterus, dan diagnosis yang benar tidak akan pernah dibuat. 2. Respons janin terhadap infeksi virus dapat berkurang pada akhir kehamilan sehingga agen infeksi tidak dapat dikenali. 3. Diagnosis prenatal yang benar dapat mengubah penatalaksanaan baik pada ibu saat akhir kehamilan maupun pada neontus pascalahir. Misalnya pengobatan agen infeksi dapat dimulai pada periode yang lebih awal. Atau cara lain, diagnosis yang tepat infeksi janin sebagai penyebab retardasi pertumbuhan intrauterine dapat mencegah kelahiran lebih awal berdasarkan pemikiran mengenai ketidakcukupan uteroplasenta. Akhirnya diagnosis infeksi janin mengharuskan staf obstetri maupun pediatri untuk memantau tindakan pencegahan menyeluruh guna menghindari meluasnya infeksi.

B.Epidemiologi secara umum Infeksi intrauterine merupakan penyebab dari 25% kasus kelahiran prematur. Biasanya makin muda kehamilan makin tinggi frekwensi infeksi intrauterine. Menurut penelitian, wanita yang rasnya berkulit hitam mempunyai resiko dua kali lebih besar mengalami kelahiran premature yang disebabkan oleh infeksi intrauterine. Untuk lebih jelasnya seriap organism akan kami jelaskan prognosisnya lebih lanjut dibagian pembahasan. C.Etiologi dan Sumber infeksi. Ada 4 golongan sumber infeksi intrauterine,yaitu: 1.Virus 2.Protozoa 3.Bakteri 4.Organisme penyebab Sexual Transmitted disease Macam-macam jenis tiap golongan akan dibahas lebih lanjut di bagian Pembahasan

D.Patofisiologi secara umum Pada skema ini yang dibahas adalah infeksi yang timbul pada bakteri yang akan menyebabkan kelahiran premature.

E.Manifestasi klinis&Diagnosis Manifestasi klinis&diagnosis untuk lebih jelasnya akan kami bahas secara mendalam pada tiap organism di bagian pembahasan.

F.Terapi secara umum. Infeksi intrauterine yang didiagnosis pada kehamilan trisemester kedua, secara umum terapinya adalah :

y y y y y

Metronidazol Eritromisin Penisilin Sefalosporin Ampisilin

Kebanyakan dari terapi adalh antibiotic spectrum luas,untuk mencegah infeksi sekunder jika itu dating dari virus dan untuk membasmi bakteri secara luas selagi menunggu hasil kultur. Untuk lebih jelasnya di bagian pembahasan,akan kami bahas terapi dan pencegahan per organisme

BAB 2 PEMBAHASAN
A.Infeksi Intrauterin yang ditimbulkan VIRUS Disini ada 6 macam virus yang kami bahas menurut buku NELSON BOOK OF PEDIATRICS. IPada virus yang menginfeksi janin, proses replikasi pada wanita harus mencakup fase viremik dimana plasenta merupakan sasaran yang tidak disengaja. Pada banyak kasus, agen virus tidak hanya tumbuh didalam jaringan janin, namun juga bertindak sebagai teratogen, misalnya rubela. Akibat kemajuan teknologi sekarang, kebanyakan infeksi tersebut dapat didiagnosis pada tahap intrauterine. Adapun agen virus umum yang menyebabkan penyakit pada janin, yaitu : 1. Sitomegalovirus (CMV) CMV merupakan penyebab yang paling umum infeksi kongenital karena vaksinasi rubela telah hampir mengeliminasi sindroma rubela kongenital sama sekali. y Epidemiologi CMV merupakan infeksi yang sering tejadi di dunia. Risiko terhadap janin adalah paling besar bila wanita hamil mendapatkan infeksi CMV primer; sekitar 40% dari kasus tersebut menjadi infeksi janin. Sebaliknya, hanya 1% janin terinfeksi bila wanita hamil mengalami infeksi CMV yang berulang.

Manifestasi klinis Infeksi CMV kongenital simptomatik pada mulanya disebut penyakit inklusi sitomegali. Penyakit ini melibatkan banyak organ; tanda-tandanya meliputi retardasi pertumbuhan intrauterin, hepatosplenomegali, dan ikterus, trombositopenia dan purpura, dan pneumonitis interstisial. Sistem saraf pusat sering kali terlibat, seperti dibuktikan oleh mikrosefali dan ventrikulomegali. Kalsifikasi intrakranial dapat muncul pada distribusi periventrikuler. Masalah-masalah neurologis lain adalah korioretinetis dan tuli sensorineural. Pada bayi baru lahir biasanya mudah diidentifikasi bila terdapat lesi kulit berwarna ungu yang disebabkan oleh eritropoiesis kulit.

Diagnosis Infeksi CMV pada janin dapat didiagnosis dengan biakan cairan amnion yang diperoleh saat amniosentesis. Akan tetapi dengan amniosentesis tidak diketahui apakah setiap infeksi CMV intrauterin akan mengandung CMV didalam cairan amnionnya karena kurangnya pengetahuan mengenai interval antara infeksi ibu dan infeksi janin yaitu, berapa lama setelah diduga terjadi infeksi ibu, temuan pada amniosentesis menjadi positif. Pada pascalahir, CMV dapat dengan mudah diisolasi dari urin atau saliva bayi yang terinfeksi secara kongenital. Guna diagnosis yang lebih cepat, biakan sel dkombinasikan dengan antibodi spesifik-CMV untuk deteksi antigen virus sebelum muncul efek sitopatik. Secara umum, uji antibodi imunoglobulin (Ig) terbagi 2, antara lain: 1. IgG spesifik-CMV 2. IgM spesifik-CMV hasil dapat dipercaya hasil kurang sensitif dan hsil pengujian IgM (-) tidak

menghapus kemungkinan infeksi akut. DNA CMV dapat dideteksi dengan teknologi Reaksi Rantai Polimerase (RRP), namun uji ini tidak diperlukan karena virus dapat segera diisolasi dalam biakan sel.

Pengobatan - Gansiklovir, dosis intravena 6 mg/kg tiap 12 jam selama 6 minggu.

Pencegahan mencuci tangan dengan baik menghindari kontak dengan sekresi oral

Prognosis Angka mortalitas pada infeksi kongenital simtomatik CMV sekitar 12% dan kebanyakan bayi yang bertahan hidup memiliki sekuele permanen yang meliputi defisit penglihatan, kehilangan pendengaran, gangguan kejang-kejang, dan retardasi motorik dan intelektual. Berbeda dengan yang disebutkan sebelumnya, semua bayi dengan infeksi kongenital CMV asimtomatik dapat bertahan hidup, meskipun 20% bayi mengalami defisit pendengaran dan terdapat masalah dalam belajar.

2. Virus Herpes Simpleks Virus herpes simpleks ada 2 tipe. HSV tipe 1 menyebabkan demam lepuh (fever blisters) atau cold sores. HSV tipe 2 merupakan penyebab utama herpes genitalis. HSV tipe 1 juga dapat menyebabkan infeksi genital setelah kontak seksual urogenital. y Epidemiologi Jumlah orang dewasa di Amerika Serikat yang menderita infeksi herpes genital berkisar antara 16-25%. Namun, ada variasi geografis yang besar, misalnya pada beberapa daerah perkotaan, lebih dari 50% orang dewasa yang aktif secara seksual kemungkinan seropositif HSV-2. Kemungkinan penularan herpes dari wanita hamil ke janinnya atau bayinya tergantung apakah wanita mengalami infeksi genital HSV primer selama kehamilan atau ia mengalami kekambuhan. Jika ia mengalami infeksi primer, risiko infeksi HSV neonatus adalah 44%; untuk yang kambuh risiko infeksinya hanya 3%. HSV-2 adalah agen yang menyebabkan lebih dari 75% dari semua infeksi pada neonatus, meskipun lesi genital yang ada pada persalinan kurang dari 10% kasus dan riwayat infeksi HSV genital pada kehamilan diperoleh dari hanya sebagian kecil ibu yang melahirkan bayi yang terinfeksi.

Manifestasi klinis Infeksi HSV intrauterin tidak umum, namun dapat mengakibatkan prematuritas dan kematian. Tempat utama yang terkena adalah kulit, mata, dan SSP. Keterlibatan kulit sangat umum terjadi dan meliputi ruam vesikuler; parut pada kulit kepala, badan, atau tungkai; dan vesikel sekitar parut, barangkali merupakan tanda reaktivasi virus. Abnormalitas SSP terjadi sama seringnya dan meliputi mikrosefali, seringkali disertai dengan atrofi otak atau ensefalomalasia kistis, terkenanya medulla spinalis, korioretinitis, dan mikroftalmia.

Diagnosis DNA HSV mungkin terdapat pada sampel darah tali pusat, namun saat pengujian yang benar sehubungan dengan timbulnya gejala ibu belum diketahui. Pascalahir, HSV dengan mudah dapat diisolasi dalam biakan sel dengan menanamkan cairan vesikel, pulasan nasofaring atau konjungtiva, urin, tinja, sekresi trakea (pneumonia), aspirasi duodenum

(hepatitis), dan kadang-kadang cairan serebrospinal (ensefalitis). Untuk diagnosis virus dengan cepat, sel yang dikerok dari dasar vesikel dan dioleskan pada kaca obyek dapat diperikasa dengan menggunakan antibodi monoklonal konjugasi-fluoresensi spesifik HSV yang menempel pada antigen virus. Antibodi monoklonal juga dapat membedakan antigen HSV-1 dan HSV-2. Uji sitologik Tzanck bersifat nonspesifik dan harus dihentikan.

Pengobatan Asiklovir, dosis intravena 10 mg/kg setiap 8 jam selama 14 hari. Pada ensefalitis, diberikan terapi asiklovir dosis yang lebih tinggi yaitu 15 mg/kg setiap 8 jam selama 21 hari. Pada ensefalitis lambat, diberikan terapi asiklovir oral supresif dosis 5 mg/kg setiap 8 jam selama 4-6 bulan pertama setelah lahir.

Pencegahan Terapi asiklovir oral supresif (400 mg dua kali sehari) bagi wanita hamil yang diketahui mengidap herpes genital kambuhan. Bedah caesar jika terdapat pelepasan virus yang berlanjut.

Prognosis Di samping penemuan terapi asiklovir yang efektif, infeksi HSV neonatus diseminata dan ensefalitis terlokalisasi mempunyai morbiditas dan mortalitas yang besar. Prognosis bagi ensefalitis neonatus yang disebabkan oleh HSV-1 lebih baik daripada ensefalitis

neonatus yang disebabkan oleh HSV-2.

3. Virus Varisela-Zoster Virus varisela-zoster (VVZ) merupakan salah satu dari tujuh virus herpes manusia. Infeksi primer menimbulkan cacar air, setelahnya virus menetap dalam bentuk laten di ganglia radiks dorsalis. Pada reaktivasi, virus menyebabkan penyakit ruam syaraf atau shingles (herpes zoster). Cacar air saat hamil dapat menyebabkan sindroma intrauterin tesendiri dan penyakit neonatus yang serius.

Epidemiologi Sekitar 3 juta kasus cacar air terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Bila wanita hamil ketularan cacar air, mereka juga dapat menginfeksi janin selama fase viremia. Risiko yang pasti terhadap janin sulit ditetapkan, tetapi tampaknya sekitar 25%. Namun tidak setiap janin yang terinfeksi mengalami sindroma varisela kongenital. Didasarkan pada studi di Jerman terhadap wanita hamil yang menderita cacar air, hanya sekitar 3 dari 100 bayi yang dilahirkan memiliki stigmata infeksi kongenital.

Manifestasi klinis Sekuele terutama melibatkan kulit, tungkai, mata, dan otak. Lesi kulit khas disebut sebagai parut, zig-zag scarring, seringkali menyebar menurut dermatomnya. Tanda khas lain sindroma ini adalah adanya satu atau lebih pemendekan dan malformasi tungkai. Seringkali tungkai yang atrofi tertutup oleh sikatrik. Badan sisanya mungkin secara keseluruhan tampak normal. Atau, tidak dijumpai kelainan kulit atau tungkai, namun bayi dapat menunjukkan katarak atau bahkan aplasia ruas seluruh otak.

Diagnosis Diagnosis terhadap fetopati VVZ didasarkan terutama pada riwayat cacar air saat kehamilan yang bersama dengan stigmata yang terlihat pada janin. Virus tidak dapat dibiakkan dari neonatus yang terkena, namun DNA virus dapat dideteksi pada sampel jaringan dengan teknik hibridisasi. Diagnosis dapat dibuat sewaktu antenatal dengan mengambil sampel darah janin untuk titer IgM yang spesifik terhadap VVZ. Namun, VVZ belum pernah dapat dibiakkan dari cairan amnion.

Pengobatan - Tidak diindikasikan

Pencegahan Imunisasi pada wanita muda yang rentan terhadap VVZ.

Prognosis

Banyak bayi dengan sindroma varisela kongenital mengalami defisiensi neurologis berat. Namun, kelompok lain yaitu mereka yang mungkin terinfeksi pada akhir kehamilan dapat hanya memiliki stigmata tertentu, seperti katarak yang dapat ditangani dengan pembedahan. Bayi kelompok kedua ini, berkembang secara normal selama masa kanakkanak.

4. Parvovirus Parovirus manusia (HPV) seringkali disebut B 19 setelah strain yang ditandai paling baik berhasil diisolasi pertama kali pada tahun 1975. y Epidemiologi Infeksi parvovirus menyebabkan penyakit kelima yang dikenal sebagai eritema infeksiosa. Kebanyakan anak-anak tertular infeksi pada masa remaja. Namun, mereka yang lolos dari infeksi pada masa kanak-kanak rentan pada masa dewasanya. Penyakit kehamilan kelima disertai dengan abortus spontan dan lahir mati. Namun, insiden parvovirus pada ibu rendah. Jika janin lahir hidup memiliki tanda-tanda hidrops nonimun, diagnosis parvovirus tidak mungkin.

Manifestasi klinis Infeksi HPV primer pada wanita hamil sama dengan infeksi pada anak-anak, yaitu wanita mungkin menderita penyakit subklinis atau ia dapat mengeluh nyeri tenggorok dan arthralgia; dapat ditemukan ruam kulit seperti ruam kulit rubela. Selama viremia, infeksi HPV ibu dapat ditularkan pada janin. Janin mungkin terinfeksi tetapi tidak memiliki sisa yang tidak menguntungkan. Atau, aborsi spontan dapat tejadi pada setengah pertama kehamilan, atau, pada sisanya, dapat terjadi lahir mati dengan hidrops janin. Kelahiran hidup dapat juga disertai hidrops, suatu keadaan yang ditandai oleh edema jaringan janin akibat dari ektravasasi cairan dari ruangan intravaskuler karena kegagalan kardiovaskuler akibat anemia janin yang berat.

Diagnosis Infeksi parvovirus akut kadang-kadang dapat didagnosis pada wanita hamil dengan melakukan deteksi antibodi IgM yang spesifik terhadap virus. Diagnosis prenatal dapat

disempurnakan dengan deteksi DNA virus dalam darah janin atau visualisasi partikel virus menggunakan mikroskop imun elektron.

Pengobatan tidak ada pengobatan antivirus spesifik janin yang terinfeksi disertai dengan hidrops dapat ditangani dengan transfusi darah tali pusat perkutan.

Pencegahan tidak ada vaksin

Prognosis Prognosis infeksi parvovirus kongenital sulit ditegakkan karena sejumlah infeksi uterin tidak bergejala belum dapat ditentukan. Bila hidrops berat terdiagnosis pada janin, ibu harus dirujuk ke pusat terapi janin guna evaluasi lebih lanjut karena risiko komplikasi serius sangat tinggi.

5. Rubela Rubela merupakan virus RNA terselubung penyebab penyakit yang kadang-kadang disebut campak 3 hari atau campak jerman. Penyakit ini hampir terberantas dengan diproduksinya vaksin rubela hidup yang dilemahkan. Ini merupakan satu-satunya virus dimana vaksin telah dibuat terutama untuk memberantas akibat-akibat infeksi janin. y Epidemiologi Virus rubela dibedakan oleh kecenderungannya untuk menginfeksi janin. Selama trimester pertama kehamilan, infeksi primer rubela pada ibu memiliki 80% kemungkinan penularan pada janin dan kebanyakan janin yang terinfeksi menderita fetopati rubela. Penularan dari ibu ke janin juga terjadi pada awal trimester kedua (50%) dan tetap berlangsung selama kehamilan.

Manifestasi klinis

Manifestasi yang paling umum adalah retardasi pertumbuhan intrauterin. Tanda umum lainnya adalah katarak, baik bilateral maupun unilateral. Katarak sering kali dikaitkan dengan mikroftalmia. Miokarditis dan defek struktur jantung, misalnya, duktus arteriosus paten atau stenosis arteri pulmonalis, adalah lazim. Lesi kulit seperti blueberry muffin, yang serupa dengan lesi kulit pada infeksi CMV, dapat terjadi. Hilangnya pendengaran akibat ketulian sensorineural merupakan cacat lainnya yang seing terjadi. Bayi dapat menderita meningoensefalitis aktif saat lahir; sekuele lambatnya meliputi retardasi motorik dan mental. Infeksi menetap mengakibatkan pneumonia, hepatitis, lusensi tulang, purpura trombositopeni, dan anemia pada bayi dengan sindroma rubela kongenital.

Diagnosis Kebanyakan diagnosis dapat dilakukan atas dasar tanda klinis. Diagnosis dapat diperkuat dengan ditemukannya antibodi IgM yang spesifik terhadap virus pada serum neonatus atau dengan biakan virus rubela dari urin atau jaringan janin. Diagnosis prenatal infeksi rubela janin dapat dibuat dengan mengisolasi virus dari cairan amnion atau dengan identifikasi IgM yang spesifik rubela dalam darah tali pusat.

Pengobatan - tidak ada pengobatan antivirus yang efektif

Pencegahan imunisasi vaksin rubela

Prognosis Bayi dengan sindroma rubela spektrum komplit mempunyai prognosis yang buruk, terutama bila penyakit terus memburuk selama masa bayi. Prognosis jelas lebih baik pada penderita yang hanya mempunyai sedikit stigmata sindroma, kemungkinan pada mereka terinfeksi pada akhir kehamilan.

6. HIV

AIDS pada anak-anak hampir selalu didapat dari ibu yang terinfeksi, baik lewat penularan intrauterin atau intrapartum. y Epidemiologi Studi epidemiologis memberi keterangan bahwa sekitar 7000 wanita seropositif HIV di Amerika Serikat akan menjadi hamil pada setiap tahunnya. Angka penularan terhadap janin atau bayi baru lahir tergantung pada faktor-faktor ibu, seperti keparahan penyakit dan tingkat viremianya. Pada beberapa wanita hamil dengan AIDS, angka infeksi janin dan perinatal dapat mendekati 70%. Namun, angka penularan janin secara vertikal pada wanita yang diketahui seropositif-HIV sekitar 25%. Pada keadaan khusus dimana wanita tertular infeksi HIV primer saat awal kehamilan, risiko bagi penularan janin tampak lebih tinggi daripada 25%.

Manifestasi klinis Penderita AIDS mempunyai gejala awal yang tidak spesifik seperti fatique, anoreksia, berat badan menurun, atau mungkin mnederita kandidiasis orofaring maupun vagina.

Diagnosis Baik biakan virus maupun penilaian RRP HIV-spesifik dapat berhasil dalam diagnosis prenatal infeksi HIV dari sampel darah janin. Amniosentesis dan kordosentesis telah dapat dilakukan secara berhasil pada wanita hamil seropositif-HIV, namun cara dan waktu yang tepat untuk melakukan prosedur invasif ini menjadi masalah karena kronologi kebanyakan penularan HIV tidak pasti. Ada juga kekhawatiran mengenai kemungkinan penularan terhadap janin sebagai akibat dari prosedur itu sendiri, khususnya kordosentesis.

Pengobatan zidovudin oral, dosis 100 mg lima kali sehari selama sisa masa kehamilan. zidovudin intravena, dosis awal 2 mg/kg diberikan selama 1 jam dan disertai dengan infus sebanyak 1 mg/kg/jam hingga bersalin. sirup zidovudin dosis 2 mg/kg setiap 6 jam selama 6 minggu, mulai pada 8- 12 jam pascalahir.

Prognosis Pada tahun 1993, umur median diagnosis AIDS semua bayi yang terinfeksi HIV adalah 12 bulan, meskipun banyak anak pertama kali menunjukkan gejala pada akhir masa kanak-kanak.

2.Infeksi Protozoa Pada Janin Menurut buku ILMU KEBIDANAN YAYASAN BINA PUSTAKA infeksi protozoa terpenting adalah toxoplasmosis. Toksoplasmosis y Epidemiologi Penelitian Sayogo (1978) melaporkan bahwa dari 288 wanita hamil yang berkunjung ke RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian seropositif terhadap toksoplasma adalah 14,25 %. Pada penelusuran selanjutnya terdapat 4 persalinan prematur dan 1 kasus dengan kelainan kongenital.

Etiologi Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa Toksoplasma gondii dan biasanya diderita oleh binatang herbivora, karnivora, omnivora termasuk mamalia dan burung. Manusia dapat terinfeksi oleh parasit ini melalui makanan yang mengandung kista parasit, memulai transfusi darah, transplantasi organ atau melalui tangan yang terkontaminasi.

Manifestasi klinis Kadang hanya ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher disertai rasa nyeri, atau dapat pula dijumpai pneumonia, polimiositis, miokarditis, limfangitis.

Patogenesis Bila ibu hamil mengalami infeksi primer mula-mula akan terjadi parasitemia. Infeksi primer pada janin intrauterus diawali dengan masuknya darah ibu yang mengandung parasit tersebut kedalam plasenta, sehingga terjadi keadaan plasentitis yang terbukti dengan adanya

gambaran plasenta dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan fokal reaksi pada vili. Kemudian parasit ini akan menimbulkan keadaan patologik yang manifestasinya sangat tergantung pada usia kehamilan.

Pengobatan - pirimetamin oral 25 mg sehari bersama dengan sulfadiazin oral 1 g sehari selama 28 hari.Bersama dengan itu diberikan pula asam folat 6 mg IM atau oral 3 x seminggu. - pemberian pirimetamin tidak dianjurkan pada kehamilan trimester pertama, sedangkan sulfadiazin harus dicegah pemberiannya pada kehamilan aterm.

Pencegahan jangan makan daging mentah tinja kucing dibakar atau diberi zat antiseptik mencegah kontaminasi makanan terhadap lalat atau kecoa mencuci tangan sebelum makan dan setelah memegang daging mentah bila berkebun sebaiknya menggunakan sarung tangan.

Komplikasi dan prognosis - abortus - kematian janin - pertumbuhan janin terhambat - partus prematurus - kematian neonatal - bayi yang lahir hidup dapat menderita cacat bawaan, seperti hidrosefalus, mikrosefalus, anensefalus, dan lain-lain.

3.Infeksi Bakteri Disini akan kami bahas infeksi bakteri per penyakit yang paling sering menginfeksi ibu hamil,menurut buku ilmu kebidanan yayasan bina pustaka: 1.Tifus Abdominalis Etiologi:

Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Patofisologi Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe. Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah. Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik). Manifestasi Klinis&perjalanan penyakit: Masa inkubasi 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)
y

Akhir minggu pertama (HIPERPLASIA) o Demam sekitar interminten/remiten o Lidah kotor, mulut kering, mual muntah o Gambaran gejala saluran nafas atas o Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah o Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/ hepatomegali o Raseola mungkin ditemukan

Minggu kedua (NEKROSIS) o Demam kontinu o Bradikardia relatif o Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung o Lidah tertutup selaput tebal dan kehilangan nafsu makan o Nyeri, distensi perut, meteorismus

y y

Minggu Ketiga (ULSERASI)

Disorientasi, bingung, insomnia,

lesu dan tidak bersemangat


o

Wajah tampak toksik : mata

berkilat dan mungkin kemerahan, kelopak mata cekung, pucat dan flushing di daerah pipi
o o o

Pernafasan cepat dan dangkal Abdomen tampak lebih distensi Sewaktu-waktu dapat timbul

pendarahan dan perforasi


o

Pea soap diarrhoea

Epidemiologi: 60-80 Persen hasil konsepsi keluar secara spontan:lebih dini terjadi infeksi dalam kehamilan.,lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.Angka kematian ibu sekitar 15 persen,angka kematian janin sekitar 75 persen. Terapi pengobatan: Kloramfenikol atau tiamfenikol(Urfamycin) Terapi Pencegahan: Vaksinasi jika ada wabah
y

Prognosis&Komplikasi Dapat terjadi pADA Usus halus: Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu: a. Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan b. Perforasi usus c. Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan

Komplikasi di luar usus halus o Manifestasi Pulmonal Bgangguan nafas atas, bronkitis o Manifestasi Hematologis B pansitopenia o Manifestasi Neuropsikiatri B sakit kepala, meningitis, tifoid ensefalopati, koma o Manifestasi Kardiovaskular B bradikardi relatif - miokarditis o Manifestasi Hepatobilier B hepatitis hepatobilier asimtomatis ( SGOT dan SGPT), kolesistisis akut dan icterus o Manifestasi Urogenital B SN, glomerulonefritis o Komplikasi lain B otitis media, pankreatitis, abses (hati, limpa dan jaringan lunak), dll

2.Kolera Etiologi: Vibrio cholerae adalah kuman aerob. V. Cholerae dibagi menjadi 2 biotipe, klasik dan El Tor, yang dibagi berdasarkan struktur biokimianya dan parameter labolatorium lainnya. Tiap biotipe dibagi lagi menjadi 2 serotipe, Inaba dan Ogawa. V. cholerae tumbuh cepat dalam berbagai macam media selektif seperti agar garam empedu, agar agar gliserin-telurit-taurokolat, atau agar thiosulfate-citrate-bile salt- sucrose (TCBS). Kelebihan medium TCBS ialah pemakaiannya tidak memerlukan sterilisasi sebelumnya. Dalam medium ini koloni vibrio tampak berwarna kuningsuram. Identivikasi V. cholerae biotipe El Tor penting untuk tujuan epidemiologis. Sifat-sifat penting yang membedakannya dengan biotipe kolera klasik adalah resistensi terhadap polimiksin B, resistensi terhadap kolerafaga tipe IV (Mukerjee) dan menyebabkan hemolisis pada eritrosit kambing. Epidemiologi Sejak tahun 1917 dikenal tujuh pandemi yang penyebarabnya bahkan mencapai eropa. Vibrio yang bertanggung jawab terhadap terjadinya pandemik ke-7 yaitu V. cholerae01, biotipe El Tor. Pandemik ke-7 baru-baru ini dimulai pada tahun 1961 ketika vibrio pertama kali muncul menyebabkan epidemi kolera di Sulawesi, Indonesia. daerah endemik kolera lainnya adalah China dan india. Epedemi banyak terjadi pada saat berkumpulnya banyak orang. Misalnya ketika waktu haji atau upacara agama di sungai gangga, india. Kuman Vibrio ditularkan secara langsung melalui tinja atau muntahan si penderita, atau secara tidak langsung disebarkan oleh lalat atau serangga lainnya. Angka kematian diantara para wanita hamil lebih tinggi dari penyakit lainya.dalam 54 PERSEN berakhir dengan abortus atau partus prematurus Patogenesis dan imunitas Kolera ditularkan melalui jalur oral. Bila vibrio berhasil lolos dari pertahanan primer dalam mulut dan tertelan, bakteri ini akan cepat terbunuh dalam asam lambung yang tidak diencerkan.

Bila vibrio dapat selamat melalui asam lambung, maka ia akan berkembang di dalam usus halus. Suasana alkali di bagian usus halus ini merupakan mediura yang menguntungkan baginya untuk hidup dan memperbanyak diri. Jumlahnya bisa mencapai sekitar 10 per ml cairan tinja. Langkah awal dari patogenesis terjadinya kolera yaitu menempelnya vibrio pada mukosa usus halus. Penempelan ini dapat terjadi karna adanya membran protein terluar dan adhesin flagella.

Manifestasi klinis Manifestasi klinis yang khas ditandai dengan diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus. dalam waktu singkat tinja yang semula berwarna dan berbau feses berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras), tidak berbau busuk ataupun amis, tapi manis menusuk. Cairan yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih. Cairan ini akan keluar berkali-kali dari anus pasien dalam jumlah besar. Muntah timbul kemudian setelah diare, dan berlansung tanpa didahului mual. Kejang otot dapat menyusul, baik dalam bentuk fibrilasi atau fasikulasi, maupun kejang klonik yang nyeri dan menggaggu. Tanda-tanda gagal sirkulasi Berkurannya volume cairan disertai dengan viskositas darah yang meningkat, akhirnya menyebabkan kegagalan sirkulasi darah. Tanda utama yang dianggap khas adalah suhu tubuh yang rendah (34-24,5C). Sekalipun sedang berlangsung infeksi. Frekuensi nadi menjadi cepat dengan isi yang kurang dan akhirnya menjadi cepat dan kecil (filiform). Denyut jantung cepat, suara jantung terdengar jauh dan kadang-kadang hanya suara sistolik yang terdengar, namun dengan irama yang tetap tertur. Tekanan darah turun sebagai tanda renjatan hipovolemik. Akhirnya terukur hanya dengan palpasi. Warna kulit, bibir dan selput mukosa serta kuku menjadi ungu dan akibat sianosis, memberi kesan pasien berwarna hitam pada orang yang berkulit gelap. Pada perabaan kulit terasa lembab. Diagnosis Sesudah masa inkubasi yang berlangsung 3-6 hari, penderita akan mengalami diare mendadak dalam jumlah banyak (sampai 1 liter per jam), yang berupa tinja encer yang diikuti tinja cair menyerupai air cucian beras yang berbau amis. Tanda-tanda dehidrasi yang cepat terjadi berupa turgor kulit yang jelek, mata dan muka cekung, kulit jari tampak keriput, kolaps dan anauri. Selain itu penderita menunjukkan tanda-tanda syok berupa nadi cepat, isi nadi kurang, dan tekanan darah menurun dengan cepat. Komplikasi yang bisa terjadi adalah gagal ginjal dan keadaan bertambah buruk secara cepat karena pasien mengalami dehidrasi, renjatan sirkulasi dan asidosis. Penatalaksanaan Dengan diketahuinya patogenesis dan patofisiologi penyakit kolera, saat ini tidak ada masalah dalam pengobatannya. Dasar pengobatan kolera adalah terapi simtomatik dan kausal secara simultan. Tatalaksana mencakup penggantian kehilangan cairan tubuh dan cermat, koreksi

gangguan elektrolit dan bikarbonat (baik kehilangan cairan melalui tinja, muntahan, kemih, keringat, dan kehilangan insensibel), serta terapi antimikrobial.Rehidrasi dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu terapi rehidrasi dan rumatan. Pada kedua tahap ini perlu diperhitungkan kebutuhan harian akan cairan cairan dan nutrisi, terutama bila diare berlansung secara lamadan pada pasien pediatri. Pada dehidrasi berat yang disertai renjatan hipovolemik, muntah yang tak terkontrol, atau pasien dengan penyulit yang berat yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan, terapi dhidrasi harus diberikan secara infus intravena. Pada kasus sedang dan ringan, rehidrasi dapat dilakukan secara per oral dengan cairan rehidrasi oral. Sedangkan tahap pemeliharaan dapat dilakukan epenuhnya dengan cairan rehidrasi oral, baik pada kasus dehidrasi berat atau ringan.Untuk keperluan rumatan dapat diberikan cairan dengan konsentrasi garam yang rendah, seperti : air minum biasa, atau susu yang diencerkan, dan air susu ibu terutama untuk bayi dan anak-anak. Pengobatan Yang sangat penting adalah segera mengganti kehilangan cairan, garam dan mineral dari tubuh. Untuk penderita yang mengalami dehidrasi berat, cairan diberikan melalui infus menggunakan larutan Ringer / garam fisiologis.. Di daerah wabah, kadang-kadang cairan diberikan melalui selang yang dimasukkan lewat hidung menuju ke lambung. Bila dehidrasi sudah diatasi, tujuan pengobatan selanjutnya adalah menggantikan jumlah cairan yang hilang karena diare dan muntah. Makanan padat bisa diberikan setelah muntah-muntah berhenti dan nafsu makan sudah kembali. Pengobatan awal dengan tetrasiklin atau antibiotik lainnya bisa membunuh bakteri dan biasanya akan menghentikan diare dalam 48 jam. Lebih dari 50% penderita kolera berat yang tidak diobati meninggal dunia. Kurang dari 1% penderita yang mendapat penggantian cairan yang adekuat, meninggal dunia. Pencegahan Penjernihan cadangan air dan pembuangan tinja yang memenuhi standar sangat penting dalam mencegah terjadinya kolera. Usaha lainnya adalah meminum air yang sudah terlebih dahulu dimasak dan menghindari sayuran mentah atau ikan dan kerang yang dimasak tidak sampai matang. Vaksin kolera hanya memberikan perlindungan parsial dan secara umum tidak dianjurkan. Pemberian antibiotik tetrasiklin bisa membantu mencegah penyakit pada orang-orang yang sama-sama menggunakan perabotan rumah dengan orang yang terinfeksi kolera. Penderita harus diisolasi dan diobati, dan benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi. Lalat dan vektor penular lainnya harus diberantas dan lingkungan harus dijaga kebersihannya. Vaksinasi dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.

3.Tetanus Etiologi: Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa

tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonator Epidemiologi: Sering terjadi pada penderita yang melakukan abortus provokatus kriminalis,misalnya di dukun. Perjalanan Penyakit: Dalam kehamilan,masa inkubasi penyakit lebih pendek dibanding diluar kehamilan..rata rata 9 hari dengan variasi dari 4-12 hari.lebih singkat masa inkubasi lebih berbahaya penyakitnya. Terapi&Pencegahan y y Dilakukan pembersihan luka atau sumber infeksi serta diberi antibiotika. Diberikanan Antitoksin tetanus 100.000 satuan secara Intravena dan

Intramuskular(separuh separuh). y y y y Penderita sebelumnya diperiksa apakah ia tahan serum kuda atau tidak. Jika mengalami kejang diberikan obat penenang dan Anti konvulsan Pada kasus berat diberikan Kurare dan Trakheotomia Pencegahan dengan pemberian imunisasi TT(Tetanus Toksoid)

Komplikasi dan Prognosis; Dapat menyebabkan kematian terutama disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus otot-otot pernafasan. Prognosa tetanus neonatal jelek bila: 1. Umur bayi kurang dari 7 hari 2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang 3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam 4. Dijumpai muscular spasm. (1,6.8,10,12,13) Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum > 60%. Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure

Erisipelas Erisipelas terutama berbahaya bagi wanita hamil karena Streptococcus haemoliticus sebagai penyebabnya dapat menjadi lebih pathogen, menyebabkan sepsis ibu, infeksi janin, dan bahkan kematian janin. Selain itu, erisipelas dalam kehamilan merupakan bahaya mengancam bagi infeksi nifas. Adakalanya wanita yang telah melahirkan tanpa komplikasi apa-apa menderita erisipelas dalam masa nifas. Untuk melindungi para wanita lain, maka penderita erisipelas harus diisolasi. Pengobatan terdiri atas istirahat-baring dan pemberian antibiotika, yang biasanya memberikan hasil yang baik dalam waktu yang tidak terlampau lama.

Difteria y Etiologi: Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora y Epidemiologi Difteri tenggorokan jarang dijumpai pada wanita hamil

Manifestasi klinis Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan. Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf. Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu : - Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan. - Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring. - Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).

Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien : - Difteri hidung bila penderita menderita pilek dengan ingus yang bercampur darah. - Difteri faring dan tonsil dengan gejala radang akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut (faring). - Difteri laring dengan gejala tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. - Difteri kutaneus dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membran diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa apa.

Pengobatan Antitoksin dalam dosis tunggal dari 10.000-100.000 satuan Procaine penicillin G dalam larutan air 2 juta satuan sehari selama 7-10 hari, atau Eritromicin dalam dosis 40 mg per kg berat badan sehari, dibagi dalam 4 x sehari.

Pencegahan

Prognosis Bagi ibu dan kehamilannya menjadi baik apabila pengobatan lekas diberikan

Lepra y Etiologi: Mycobacterium leprae yang termasuk bakteri golongan intra seluler. y Epidemiologi: Penyakit lepra masih ditakuti masyarakat karena merupakan penyakit menular, dapat mengakibatkan cacat jasmani dan pengasingan oleh keluarga. Hal ini menjadi problema di beberapa negara, termasuk Indonesia dengan prevalensi 0.08 persen

Diagnosi dan manifestasi klinis Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.

Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap contoh jaringan kulit yang terinfeksi. Bakteri penyebab lepra berkembangbiak sangat lambat, sehingga gejalanya baru muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7). Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon kekebalan penderita. Jenis lepra menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkin terjadi dan kebutuhan akan antibiotik. Lepra tuberkuloid ditandai dengan ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah putih yang datar. Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan karena mikobakteri telah merusak saraf-sarafnya. Pada lepra lepromatosa muncul benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar dengan berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis dan bulu mata. Lepra perbatasan merupakan suatu keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran kedua bentuk lepra. Jika keadaannya membaik, maka akan menyerupai lepra tuberkuloid; jika kaeadaannya memburuk, maka akan menyerupai lepra lepromatosa. y Perjalanan penyakit Selama perjalanan penyakitnya, baik diobati maupun tidak diobati, bisa terjadi reaksi kekebalan tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan kulit, saraf tepi dan kelenjar getah bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati dan mata. Pengobatan yang diberikan tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi, bisa diberikan kortikosteroid atau talidomid. Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan hampir semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya bakteri ke dalam saraf tepi. Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis. Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga penderita yang mengalami kerusakan saraf tepi tidak menyadari adanya luka bakar, luka sayat atau mereka melukai dirinya sendiri. Kerusakan saraf tepi juga menyebabkan kelemahan otot yang menyebabkan jari-jari tangan seperti sedang mencakar dan kaki terkulai. Karena itu penderita lepra menjadi tampak mengerikan. Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya. Kerusakan pada saluran udara di hidung bisa menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat menyebabkan kebutaan. Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi impoten dan mandul, karena infeksi ini dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.

Terapi Antibiotik dapat menahan perkembangan penyakit atau bahkan menyembuhkannya. Beberapa mikobakterium mungkin resisten terhadap obat tertentu, karena itu sebaiknya diberikan lebih dari 1 macam obat, terutama pada penderita lepra lepromatosa. Antibiotik yang paling banyak digunakan untuk mengobati lepra adalah dapson, relatif tidak mahal dan biasanya aman. Kadang obat ini menyebabkan reaksi alergi berupa ruam kulit dan anemia. Rifampicin adalah obat yang lebih mahal dan lebih kuat daripada dapson. Efek samping yang paling serius adalah kerusakan hati dan gejala-gejala yang menyerupai flu. Antibiotik lainnya yang bisa diberikan adalah klofazimin, etionamid, misiklin,klaritromicin dan ofkoksasin. Terapi antibiotik harus dilanjutkan selama beberapa waktu karena bakteri penyebab lepra sulit dilenyapkan. Pengobatan bisa dilanjutkan sampai 6 bulan atau lebih, tergantung kepada beratnya infeksi dan penilaian dokter. Banyak penderita lepra lepromatosi yang mengkonsumsi dapson seumur hidupnya. PENCEGAHAN Dulu perubahan bentuk anggota tubuh akibat lepra menyebabkan penderitanya diasingkan dan diisolasi. Pengobatan dini bisa mencegah atau memperbaiki kelainan bentuk, tetapi penderita cenderung mengalami masalah psikis dan sosial. Tidak perlu dilakukan isolasi. Lepra hanya menular jika terdapat dalam bentuk lepromatosa yang tidak diobati dan itupun tidak mudah ditularkan kepada orang lain. Selain itu, sebagian besar secara alami memiliki kekebalan terhadap lepra dan hanya orang yang tinggal serumah dalam jangka waktu yang lama yang memiliki resiko tertular. Dokter dan perawat yang mengobati penderita lepra tampaknya tidak memiliki resiko tertular

4.Infeksi dari Sexual Transmittedd disease

a.Sifilis(lues disease) Etiologi :treponema palidum. Epidemiologi:

banyak di kota kota besar Diagnosis: infeksi baru bisa diketahui pada kehamilan 16 minggu,pasien kadang tak sadar. Infeksi ibu 2 bulan terakhir pada masa kehamilan y Pemeriksaan: Reaksi serologi wasermann VDRL(VENERAL DISEASE RESEARCH LABORATORY) REaksi antigen antibiodi ibu Diperiksa pada kehamilan pertama,perlu diulang pada triwulan terakhir. reaksi serologi positif terjadi 4-6 mg stelah infeksi. Dalam keraguan, bbl diperiksa darah tali pusat

Suami juga harus diperiksa darahnya,kalo positif diobati Terapi: Diberikan sedini mungkin,sebelum 18 mg Benzathin penisilin,dosis 4,8 juta procain penisilin G dalam air selama 8 hari.@600 rb Syphilis laten:6.-9 juta iu Neonates:dosis tunggal procain penicillin 50 rb/kg bb benzatin penicillin Alergi penisilin-eritromisin 4x2 capsul Prognosis&komplikasi Kematian janin(intra uterin fetal death) Partus immaturus,(belum terbentuk) partus prematurus, Pemphigus syphilis(luka2 dari kulit), deskuamasi tlapak kaki dan angan serta Rhagade dikanan dan kiri.

2. Gonorrohea Etiologi Neiserria gonnorohea Perjalanan Penyakit: Diluar kehamilan bisa terdapat infeksi di: - Uretra:di gland peri urethralis,gland,bartholini,endosalphinghitis, - jantung:endocarditis Lebih dari 4 minggu dapat perjalanan penyakit ke jantung.sama dengan infeksi di luar kehamilan Dapat terjadi endomnetrirtis,endosalpingitis,pelvi peroitonisis ,pasca abortus dan partus Dapat terjadi kemandulan anak 1 pada penderita/bekas penderita .

Diagnosis: y Go acuta:

- Klinis: Dysuria,urethritis,cervicitis,flour albus,kolpitis y y y y Pemeriksaan: apus getah, pemeriksaan seluler bakteri diplogcocus intraseluler tes resistensi suami perlu diperiksa lewat kulur

Terapi Terapi pilihan adalah antibiotika, dianjurkan untuk konsultasi dengan dokter baik umum atau spesialis Kulit dan Kelamin untuk penanganan tuntas. Antibiotika yang dapat digunakan: 1. Penisilin G 3 - 4.8 Juta Unit disuntikkan intra muskular (IM) / ke otot. 2. Ampisilin 3 gram + Probenesid 1 gr IM 3. Amoksisilin 2.5 gr + probenesid 1gr IM 3. Seftriakson 250 mg IM 4. Ofloksasin 400 mg single dose 5. Ciprofloksasin 250 - 500 mg single dose 6. Kanamisin 1 gr IM Perlu diperhatikan untuk mengkonsultasikan pasangan anda juga, bisa jadi pasangan anda mungkin mengidap GO tetapi asimptomatis. Komplikasi Ascending infection (infeksi menaik) jadi infeksi menyebar ke organ reproduksi dan urinary yang lebih atas misal prostat, kandung kemih, dan bahkan ginjal. Pada perempuan, dapat menyebabkan radang panggul (pelvic inflammatory disease) yaitu peradangan organ reproduksi bagian dalam misal ovarium (indung telur), tuba falopi (saluran indung telur), rahim , leher rahim. Ini merupakan salah satu penyebab infertilitas (kemandulan) pada wanita, karena sisa peradangan akan mengakibatkan saluran indung telur menyempit, lengket, sehingga menghalangi proses pembuahan. Pada wanita hamil, GO dapat mengakibatkan terjadinya conjunctivitis (radang selaput kelopak mata) pada bayi baru lahir yang sangat hebat, dan bisa berakibat kebutaan pada bayi tersebut. Hal ini karena bayi melewati jalan lahir yang masih terdapat bakteri sehingga terjadi penularan langsung. Pencegahan Safe sex (penggunaan kondom adalah yang terbaik). Kekambuhan dan komplikasi cukup sering terjadi bila terapi tidak tuntas. Penanganan yang tidak tuntas juga akan menyebabkan resistensi antibiotika (kuman menjadi kebal terhadap obat), bila hal ini terjadi GO akan menjadi susah
diobati dan mahal.

DAFTAR PUSTAKA 1. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th Ed. Philadelphia: WB Sauders Company; 2003. p. 566-8.Wandita S, 2. Hassan R, Alatas H, editors. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p. 1072-81. 3. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editors. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. p. 709-15. 4. http://medicastore.com/med/detail_pyk.php?iddtl=210&keyword=kolera;infeksi;Vibrio ;cholerae;;diare;dehidraasi;antibiotik;Usus;bakteri;lambung;asia;afrika;amerika;cairan; kram;otot;kemih;ginjal;syok;koma;makanan;tetrasiklin;garam;mineral;infus;muntah;va ksin&idktg=20&UID=20071203113912202.162.34.185 (2004) 5. http://content.nejm.org/cgi/content/short/355/7/649 (massachusetts medical society, 2007) 6. Soedarto.2007.Kedokteran tropis.Airlangga University press.Surabaya, hlm. 185186 7. Sudoyo at all. 2006.Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta, hlm. 1749-1759 8. Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 12059. 1207. 10. Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 thNelson, W.B.Saunders Company, 1996, 815 -817. 11. Feigen. R.D : Tetanus .In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E , eds. Nelson Textbook of pediatrics, ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders Company, 1987, 617 620 Volume 3. 4th Ed.

You might also like