You are on page 1of 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan mempunyai unit pemerintah dibawah Kabupaten secara langsung adalah kecamatan dan terbagi habis menjadi desa atau kelurahan. Dari 24 kecamatan 341 desa dan 24 kelurahan yang ada, kecamatan Kejayan memiliki jumlah desa atau kelurahan terbanyak, yakni 24 desa dan 1 kelurahan sedang kecamatan yang memiliki desa atau kelurahan yang paling sedikit adalah kecamatan Puspo yakni 7 desa. Sementara bila dilihat dari luasnya, kecamatan Lumbang adalah kecamatan yang terluas yakni 125 km. Sedangkan kecamatan Pohjentrek adalah kecamatan yang memiliki luas terkecil yaitu 11,9 km. Berdasarkan jenis dan tipe desa atau kelurahan, aspirasi masyrakat di setiap desa atau kelurahan disalurkan dan dirumuskan melalui organisasi yang disebut Badan Perwakilan Desa (BPD). Sebagai unit terkecil dari pemerintahan, setiap desa atau kelurahan mempunyai proyek pembangunan desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pembangunan tersebut meliputi sarana dan prasarana dari desa yang bersangkutan. Dana pembangunan desa selain dari swadaya masyarakat, juga diperoleh dari bantuan Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten. Dari sisi kependudukan, masyarakat Kabupaten Pasuruan didominasi dua etnis besar yaitu, Jawa dan Madura, meskipun ada beberapa suku (etnis) pendatang yang tidak terlalu banyak jumlahnya tinggal di Pasuruan. Data

kependudukan diperoleh dari sensus penduduk, registrasi penduduk dan survey kependudukan, jumlah penduduk Kabupaten Pasuruan akhir tahun 2002 adalah 1.381.826 jiwa terdiri dari laki-laki 684.744 jiwa dan perempuan 697082 jiwa dengan kepadatan penduduk 937/km dan sex ratio 98,23. Kegiatan pendidikan yang dicakup adalah kegiatan pendidikan formal baik dibawah Dinas Pendidikan Nasional maupun diluar Dinas tersebut, yaitu Departeman Agama, Dinas Kesehatan dan unit-unit kerja lainnya. Banyaknya sekolah di luar pengawasan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Pasuruan setingkat SD sebanyak 583 sekolah dengan 88.431 murid dan 4.264 guru, setingkat SLTP sebanyak 80 sekolah dengan 15.521 murid dan 1.435 guru dan setingkat SMU sebanyak 30 sekolah dengan 3.640 murid dan 568 guru. Disamping itu faktor kesehatan juga sangat penting bagi lancarnya proses pembangunan sosial yang terjadi di masyarakat. Peningkatan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Di Kabupaten Pasuruan terdapat 1 rumah sakit pemerintah dan 2 rumah sakit swasta, sedangkan puskesmas yang tersebar di kecamatan-kecamatan ada 22 puskesmas dan 11 puskesmas dengan perawatan serta 70 puskesmas pembantu. Jika ditinjau dari sisi religi penduduk Kabupaten Pasuruan mayoritas beragama Islam dengan jumlah pemeluknya 1.250.329 orang, agama Hindu 15.766 orang, agama Kristen 6.007 orang, agama Katolik 5.307 dan agama Budha 2.807 orang. Sektor Pertanian merupakan komponen perekonomian yang sangat mendukung struktur ekonomi Kabupaten Pasuruan karena daerah ini terletak di

wilayah yang sebagian besar adalah daerah yang subur seperti kecamatan Tosari dan sekitarnya. Tanah atau lahan menurut penggunaannya dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu tanah sawah dan tanah non-sawah. Luas tanah sawah di Kabupaten Pasuruan dibagi menurut jenis pengairannya, tehnis 33.389 Ha, setengah tehnis 2.641 Ha, sederhana 1.288 Ha dan tadah hujan 4.081,436 ha. Sedangkan pada bidang industri di Kabupaten Pasuruan masih didominasi oleh industri kecil. Dominasi tersebut dapat dilihat dari jumlah perusahaan industri kecil yang mencapai 741 perusahan, sedangkan jumlah industri besar atau sedang hanya sebanyak 476 perusahaan. Walaupun demikian, apabila dilihat dari kemampuan dalam menyerap tenaga kerja kelompok industri besar atau sedang termasuk banyak menyerap tenaga kerja yaitu 112.008 tenaga kerja atau 76% dari total tenaga kerja yang ada di Kabupaten Pasuruan. 4.2. Analisis Data Pada tahap analisis data dalam hasil penelitian ini diuraikan secara normatif dan empiris, yaitu aturan maupun data awal serta data yang diperoleh dari fakta-fakta dari masing-masing kasus penelitian yang diperoleh disitus penelitian dan para informan. Sebelum diuraikan data dari masing-masing kasus penelitian, terlebih dahulu akan dipaparkan mekanisme formal tentang penyusunan Peraturan Daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak secara eksplisit mengatur tentang tata cara penyusunan Peraturan Daerah karena diatur lebih rinci di Peraturan Tata

Tertib DPRD pada masing-masing Daerah Otonom, yang didalamnya ada beberapa pasal berkaitan dengan mekanisme penyusunan suatu Peraturan Daerah. Berkaitan dengan pelaksanaan mekanisme good governance dalam penyusunan kebijakan daerah maka Daerah harus memperhatikan aspek demokratis dan memperhatikan hubungan yang serasi antar Pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Daerah. Hal itu sesuai dengan salah satu pendekatan dalam teori governance yang disebut socio-cybernatics approach (Rhodes, 1996). Salah satu kewajiban Bupati adalah mengajukan rancangan Peraturan Daerah dan menetapkan sebagai Peraturan Daerah bersama dengan DPRD (Pasal 43 huruf g). Kepala Daerah dalam menetapkan Peraturan Daerah harus atas persetujuan DPRD yang dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 69). Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah lain dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan Peraturan Daerah yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam lembaran Daerah (Pasal 70 dan 73 ayat 1). Dalam rangka pengawasan, pemerintah pusat dapat membatalkan Peraturan Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan atau peraturan perundang-undangan lainnya. Pengawasan oleh pemerintah pusat lebih ditekankan pada pengawasan represif untuk lebih memberikan peran kepada DPRD dan mewujudkan fungsinya sebagai badan pengawas Otonomi Daerah. Oleh karena itu, Peraturan Daerah

yang ditetapkan tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang (Pemerintah Pusat/Mendagri). Selain daripada itu, Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 21 Tahun 1999 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pasuruan, juga mengatur tentang mekanisme penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) hingga penetapannya menjadi Peraturan Daerah (Perda). Raperda yang berasal dari Daerah disampaikan kepada DPRD dengan Nota Pengantar Pemerintah Daerah berdasarkan penjelasannya. Adapun Raperda yang berasal usul prakarsa DPRD beserta penjelasannya disampaikan tertulis kepada pimpinan DPRD. Raperda tersebut disampaikan kepada seluruh anggota DPRD selambat-lambatnya 7 hari sebelum dibahas (Pasal 49). Apabila ada 2 (dua) Raperda yang diajukan mengenai hal yang sama, maka yang dibicarakan adalah Raperda yang diterima terlebih dahulu dan Raperda yang diterima kemudian dipergunakan sebagai referensi untuk kesempurnaan Raperda tersebut (Pasal 95). Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah pada umumnya dilakukan melalui 4 (empat) tahapan pembahasan (Pimpinan DPRD atas pertimbangan Panitia Musyawarah bila diperlukan bisa menentukan lain) sebagai berikut : Pembicaraan tahap I : Penjelasan Pemerintah Daerah dalam Rapat Paripurna terhadap Raperda yang berasal dari Pemerintah Daerah, sedangkan penjelasan Pimpinan Komisi atau Pimpinan Pasus atas nama DPRD terhadap Reperda atas usul prakarsa DPRD. : Pemandangan Umum dalam Rapat Paripurna oleh anggota yang membawakan suara Fraksinya terhadap

Pembicaraan tahap II

Reperda dan Pemerintah Daerah memberikan jawaban /tanggapan atas Pandangan Umumdmaksdu. Apabila Reperda dari usul prakarsa DPRD, Pemerintah Daerah memberikan pendapatnya di forum Rapat Paripurna terhadap Reperda tersebut dan Pimpinan Komisi atau Pimpinan Pansus atas nama DPRD memberikan jawaban terhadap pendapat Pemerintah Daerah. Pembicaraan tahap III : Pembahasan dalam Rapat Kerja Komisi-komisi terkait atau Rapat Kerja Panitia Anggaran bersama-sama Pemerintah Daerah.

Pembicaraan tahap IV : a. Pemberian keputusan dalam Rapat Paripurna yang didahului dengan : 1.Laporan hasil pembicaraan tahap III ; dan 2.Pendapat akhir Fraksi-fraksi yang disampaikan oleh anggotanya. b. Pemberian kesempatan kepada Pemerintah Daerah untuk menyampaikan tanggapan terhadap pengambilan keputusan tersebut. Perlu diingat bahwa untuk merumuskan pandangan umum, dan pandangan akhir perlu diadakan rapat Fraksi sebelum dilakukan pembicaran tahap II, III dan IV. Rancangan Peraturan Daerah yang telah memperoleh persetujuan DPRD

diterbitkan Keputusan DPRD. Raperda tersebut kemudian ditandatangani oleh Kepala Daerah dan diundangkan di Lembaga Daerah. Tata Tertib DPRD Kabupaten Pasuruan tidak secara ekspilisit mengatur tentang keharusan untuk melaksanakan dengar pendapat dengan masyarakat atau stakeholders terhadap raperda sebelum dibahas lebih lanjut. Hal tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan Keputusan Panitia Musyawarah yang menjadwalkan waktu yang cukup bagi Fraksi, Komisi atau Panitia Khusus maupun Panitia Anggaran DPRD untuk melaksanakan dengar pendapat dengan masyarakat. Langkah itu perlu dilakukan supaya seluruh stakeholders merasa

terlibat dan ikut bertanggungjawab terhadap kebijakan daerah yang akan ditetapkan. Adapun penyajian data dari kedua kasus tersebut diperinci secara sistematik sebagai berikut : 4.2.1. Kasus Pertama : Penyusunan Perda tentang Pola Dasar

Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000 - 2005 Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Tahun 1999 telah menghasilkan, antara lain Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Dalam naskah ketetapan MPR tersebut antara lain diamanatkan bahwa Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999-2004 untuk menjadi pedoman bagi penyelenggara negara dan seluruh rakyat Indonesia dalam melaksanakan penyelenggaraan negara dan langkah-langkah penyelamatan, pemulihan,

pemantapan dan pengembangan pembangunan selama lima tahun ke depan guna mewujudkan kemajuan di segala bidang. Dengan demikian, GBHN Tahun 1999-2004 merupakan dokumen nasional yang harus menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangan sebagai penyelenggara pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan penyedia pelayanan masyarakat guna mewujudkan kemajuan daerah di segala bidang. Disamping keberadaan GBHN 1999-2004 sebagai pedoman Pemerintah Daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan penyampaian pelayanan masyarakat di daerah, diperlukan adanya Pola Dasar Pembangunan Daerah sebagai pedoman umum

bagi seluruh unsur aparatur Pemerintah Daerah, DPRD dan masyarakat dalam proses pengelolaan pembangunan daerah untuk jangka waktu lima tahun, guna mewujudkan keserasian pembangunan, pertumbuhan dan kemajuan daerah di segala bidang. Dengan kerangka pemikiran seperti tersebut di atas, maka Pola Dasar Pembangunan Daerah pada hakekatnya merupakan dokumen induk perencanaan pembangunan daerah (GBHN-nya daerah) yang memberikan arah

penyelenggaraan pembangunan daerah menyeluruh dan terpadu, yang secara substansial berisikan uraian visi, misi, strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah di segala bidang sesuai kewenangan daerah yang didasarkan pada kondisi, potensi, permasalahan dan kebutuhan nyata daerah serta aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang di daerah dalam kerangka penyelenggaraan negara sebagaimana tertuang dalam GBHN 1999-2004. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Pasuruan beserta segenap pihak yang terkait telah menyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005 dengan proses penyusunannya sebagai berikut : 1) Pelaksanaan mekanisme good governance dalam penyusunan Peraturan Daerah tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah. Dalam era pemerintahan Orde Baru, penyusunan Pola Dasar

Pembangunan Daerah menjadi agenda kerja Bappeda Kabupaten/Kota dan Bappeda Propinsi setiap lima tahun sekali. Penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah oleh Bappeda merupakan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sesuai

dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pembentukan Bappeda yang ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 185 Tahun 1980 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Bappeda Tingkat I dan Bappeda Tingkat II. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 17 tahun 2000 yang mengatur tentang kelembagaan Bappeda sebagai perangkat daerah pada saat penyusunan Pola Dasar pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 20002005 belum disahkan dan Kepres No. 27 Tahun 1980 dan Kepmendagri No. 185 Tahun 1980 belum dicabut, maka Bappeda Kabupaten Pasuruan ditetapkan sebagai lembaga teknis Daerah yang bertanggungjawab dalam penyusunan Pola Dasar. Untuk mengetahui lebih jauh tentang proses penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005, penulis menemui informan kunci yaitu Ir. Moh. Soebeiry, M.Si, Kepala Bappeda Kabupaten Pasuruan yang menuturkan sebagai berikut : Sebagaimana diatur dalam Surat Mendagri tanggal 28 April 2001 Nomor 050/829/II/Bangda, dalam rangka Penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah dibawah koordinasi Bappeda dengan melibatkan unsur aparatur dan seluruh instansi Pemerintah Pusat maupun Propinsi, Pemerintah Daerah DPRD, Lembaga Sosial Kemasyarakatan, LSM, Organisasi Protesi, Perguruan Tinggi, Dunia Usaha dan Tokoh Masyarakat, serta unsur masyarakat lainnya sesuai kebutuhan. Tim Penyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah ditetapkan dengan SK Bupati. Tim tersebut dibantu oleh staf Bappeda dalam mempersiapkan data dan informasi tentang sumber-sumber dan potensi daerah yang diperoleh melalui survey dengan menyebar kuesioner kepada seluruh pihak yang berkepentingan. (wawancara tanggal 17 maret 2003). Lebih lanjut hal tersebut dikonfirmasikan kepada Sdr. Burhanudin Kepala Seksi Data Bappeda dengan hasil wawancara sebagai berikut :

Saya sudah beberapa kali menangani dan terlibat dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah, namun baru pada penyusunan Poldas (di lingkungan interen Bappeda Pola Dasar Pembangunan Daerah sering disebut dengan Poldas) Tahun 2000-2005 terdapat perubahan yang sangat mendasar pada proses penyusunannya. Pada zaman Orde Baru seluruh proses penyusunan dilaksanakan oleh Bappeda tanpa banyak melibatkan pihak lain dan kemudian setelah jadi baru disosialisasikan kepada instansi terkait dan masyarakat. Pada penyusunan yang baru, proses penyusunannya melibatkan seluruh pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. Stakeholders yang tidak bisa berperan langsung dalam proses penyusunan baik dalam Tim maupun dalam forum seminar, aspirasinya tertampung dalam pengisian kuesioner yang kami sebar pada awal kegiatan. (wawancara tanggal 17 Maret 2003). Uraian kedua informan kunci di atas mencerminkan telah terjadi perubahan paradigma dalam penyusunan kebijakan daerah khususnya dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah dari yang bersifat sentaralistis ke arah demokrasi. Lebih lanjut Sdr. Bambang, seorang staf Bappeda yang bertugas menyusun dan menyimpan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah mengungkapkan tahapan kegiatan penyusunan sebagai berikut : Penyusunan Poldas Tahun 2000 dimulai dari tahapan pembuatan kuesioner pada bulan Agustus 1999 yang dilanjutkan dengan survey penggalian data ke kecamatan dan instansi terkait dan pembagian kuesioner kepada LSM, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, Ormas, Orpol, dunia usaha, DPRD dan unsur pemerintah lainnya. Dari sekitar 500 responden yang mengirim kembali sebanyak 369 responden, itupun sebagian besar dari kalangan birokrasi. Pengolahan data dilaksanakan pada bulan Oktober dan dilanjutkan dengan diskusi intern antar pejabat eksekutif pada bulan September hingga Desember yang membahas tentang hasil pengelolaan data dan analisa data. Kemudian pada bulan Januari 2000 diskusi dari Tim yang terdiri dari berbagai unsur seperti pejabat eksekutif, DPRD, LSM, dan dari kalangan dunia usaha. Dari hasil diskusi tersebut pada akhir Januari dilaksanakan seminar yang menghadirkan pihak yang terkait di Ruang Kilisuci. Hasil seminar tersebut kemudian dirumuskan menjadi raperda Pola Dasar Pembangunan Daerah Tahun 2000-2005 dan disahkan oleh DPRD menjadi Perda pada 19 Februari 2000. (wawancara tanggal 17 Maret 2003).

Dari hasil wawancara di atas, secara umum dapat diketahui bahwa proses penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah memakan waktu yang cukup panjang dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Nuansa demokratis dalam hal ini partisipasi segenap stakeholders sebagai salah satu unsur pokok dalam good governance cukup tersirat pada penyusunan kebijakan tersebut. Namun karena peneliti memakai teknik pengumpulan data triangulasi, maka seluruh pendapat informan dan informasi yang diperoleh sebagaimana tersebut di atas, masih perlu dikonfirmasikan kembali kepada informan kunci yaitu Kepala Bappeda yang mengembangkannya sekaligus akan jadi informasi selanjutnya. Pada hakekatnya dalam penyusunan suatu Peraturan Daerah ada dua tahapan penting yang harus diperhatikan yaitu : Pertama, tahapan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah yang biasanya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah tetapi juga dapat dilaksanakan oleh DPRD atas usul prakarsa DPRD. Kedua, adalah tahapan pembahasan Raperda hingga permasalahannya dalam forum DPRD. a) Penyusunan Raperda tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Bappeda selaku penanggungjawab penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005 telah melaksanakan pentahapan pelaksanaan penyusunan dari tahapan awal berupa pengumpulan data hingga pelaksanaan seminar sebagai tahapan akhir dari proses penyusunan Raperda. Untuk melihat lebih jauh tentang penerapan mekanisme good governance

khususnya dalam hal keterbukaan dan partisipasi pada penyusunan Raperda

tersebut maka peneliti mewawancarai aktor-aktor dari unsur LSM, dunia usaha, eksekutif, dan legislatif. Peneliti mewawancarai Drs. Edi Santoso, Ketua Forum Pemuda Pasuruan (Formupas) sekaligus juga berprofesi sebagai dosen di IKIP PGRI Pasuruan dengan domisili di Perum Taman Asri Blok B/1 Pasuruan, yang secara aktif mengikuit proses penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah dan sekaligus sebagai anggota tim penyusun, sebagai berikut : Pemerintah Daerah baru sekali itu melibatkan dari kalangan LSM dalam penyusunan suatu kebijakan daerah khususnya Pola Dasar Pembangunan Daerah yang note bene adalah GBHN-nya Daerah. Ada beberapa teman dari LSM yang terlibat aktif yaitu : Sdr. Doni dari FKPS-2M dan Sdr. Sholeh dari Pinbuk. Saya secara pribadi sangat mendukung upaya Pemda untuk melibatkan para stakeholders dalam penyusunan Poldas tersebut, walaupun dalam pelaksanaannya masih ada kekurangan-kekurangan utamanya yang berkaitan dengan aktualitas dan kelengkapan data. Pengumpulan data yang dilakukan dengan penyebaran kuesioner yang hanya berfokus pada visi, dan misi organisasi dan usulan visi dan misi Kabupaten dirasa kurang lengkap dan terlalu dangkal selain daripada itu seharusnya Pemda juga telah menyediakan prangko gratis untuk pengembaliaannya sehingga kuesioner yang tidak terjawab bisa diperkecil jumlahnya. Kami dari kalangan LSM mengusulkan agar sektor pertanian sebagai visi utama Kabupaten dengan pertimbangan karena mayoritas masyarakat Kabupaten Pasuruan adalah bergerak disektor itu. Dengan perdebatan yang cukup panjang, usulan kami bisa diterima oleh peserta lainnya. Ada suatu hal yang patut disayangkan yaitu tidak semua materi dapat dibahas dengan tuntas karena waktu yang tersedia lebih banyak dihabiskan untuk membicarakan visi dan misi sedangkan materi lainnya terpaksa diserahkan kepada Bappeda untuk menyelesaikannya. (wawancara tanggal 18 Maret 2003). Hal senada yang diungkapkan oleh Sdr. Doni Setyawan, Ketua LSM Forum Komunikasi Pengembangan Study Mahasiswa dan Masyarakat (FKPS2M) yang ditemui peneliti disekertariat FKSP-2M yang sekaligus tempat tinggalnya di Jl. Sunan Ampel 5E Pasuruan,

Saya bersama Mas Edi dan Mas Sholeh kebetulan dutunjuk oleh Pemda menjadi anggota tim penyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah dan terus terang saya tidak tahu, atas pertimbangan apa koq kami yang ditunjuk. Apapun alasannya kami menghargai niat baik Pemda untuk melibatkan stakeholders dalam penyusunan kebijakan daerah dan perlu dicatat inilah untuk pertama kali Pemda melaksanakan kegiatan seperti itu. Karena dari unsur LSM yang masuk tim hanya tiga orang, maka kami bertiga berusaha menghubungi teman-teman dari unsur LSM lainnya untuk diminta pendapat dan sarannya atas materi visi dan misi Kabupaten Pasuruan. Dari diskusi informal dengan teman-teman aktifis LSM yang dilaksanakan ditempat saya, kemudian disimpulkan untuk menjadikan pembangunan sektor pertanian menjadi inti dari visi Kabupaten. Alhamdulillah, aspirasi kami dapat diakomodasi oleh Tim dan kemudian masuk menjadi salah satu unsur pokok dalam visi Kabupaten Pasuruan. (wawancara tanggal 19 Maret 2003). Kemudian peneliti mewawancarai seorang tokoh LSM yang memiliki latar belakang yang unik yaitu Sdr. Sholeh Prasetyo, SE. Ketua Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil yang ditemui di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pasuruan. Saya sebelum bertugas di Dinas perindustrian dan perdagangan, bertugas sebagai Juru Penerang di Kecamatan Rejoso sekaligus sebagai salah satu korban kebijakan Gus Dur yang melikuidasi Departemen Penerangan. Di dalam kevakuman tugas dan ketidakjelasan status kepegawaian, saya diajak teman-teman untuk mendirikan LSM. Saya tertarik untuk berkiprah di dunia LSM karena inti dan perjuangannya adalah pemberdayaan masyarakat yang tidak jauh berbeda dari habitat saya sebelumnya di Deppen yang salah satunya juga bertugas untuk memberdayakan masyarakat. Peran saya di LSM lebih banyak sebagai katalisator antara para aktivis LSM dengan para birokrat karena sering terjadi kesenjangan komunikasi diantara kedua belah pihak yang disebabkan oleh perbedaan paradigma pendekatan dan adanya saling curiga. Khusus mengenai pembahasan Pola Dasar Pembangunan Daerah, menurut pendapat saya telah terjadi salah pengertian antar seluruh stakeholders akan pentingnya visi dan misi Kabupaten sebagai landasan pembangunan daerah, sehingga dalam pembahasannya bisa lebih konstruktif. (wawancara tanggal 19 Maret 2003). Dari hasil wawancara dengan ketiga tokoh LSM tersebut tergambar bahwa pada hakekatnya mereka memberikan aspirasi yang cukup baik terhadap

penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 20002005 yang melibatkan stakeholders yang ada. Latar belakang para aktor dari LSM pada umumnya dari kalangan intelektual bahkan ada yang dari Pegawai Negeri Sipil atau lebih dikenal dengan LSM Plat Merah. Dari kalangan dunia usaha, pertama-tama peneliti mewawancarai Ir. H. Zainal Abidin, Ketua Kamar dagang dan Industri di Kantornya yang beralamat di Jl. Raya Malang-Surabaya Km. 35 Gempol Pasuruan, dengan hasil wawancara sebagai berikut : Saya merintis biro jasa konsultan di bidang teknik semenjak purna tugas dari pegawai negeri pada tahun 1996, bidang teknik konstruksi merupakan bidang yang sangat saya kuasai karena sejak awal karier hingga pensiun saya bertugas di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pasuruan dengan jabatan akhir sebagai Kepala Dinas. Secara kebetulan oleh teman-teman saya dipercaya untuk memimpin Kadin Pasuruan priode 1996 hingga 2004, oleh karena itulah maka saya oleh Pemda ditunjuk menjadi anggota Tim Penyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah. Dari unsur swasta selain saya juga ada dari Gapensi yaitu Pak Achmad Syaifullah, kami berdua selalu bersama-sama dalam menghadiri diskusi-diskusi penyusunan Poldas maupun dalam seminar. Sebelum menghadiri undangan dari Bappeda, saya bersama Pak Salim mengadakan diskusi kecil-kecilan yang melibatkan rekan-rekan anggota Kadin secara terbatas di Kantor ini dengan topik utama usulan visi Kabupaten Pasuruan dari kacamata Kadin. Dari diskusi itu dihasilkan kesimpulan bahwa dalam menyongsong perdagangan bebas dan mempercepat pemulihan perekonomian mutlak diperlukan pembangunan yang berorientasi pada perdagangan dan industri utamanya pada golongan menengah dan kecil. Dengan semua itu, kami memperjuangkan aspirasi kawan-kawan pada pembahasan forum Tim Penyusun Poldas. (wawancara tanggal 20 Maret 2003). Pada tempat yang sama kebetulan hadir pula Hj. Retno Sulistyawati, Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) yang ikut terlibat dalam pembicaraan antara peneliti dengan Sdr. Zainal Abidin. Perlu diketahui bahwa Sekretariat IWAPI bertempat dalam satu atap dengan Kadin.

Saya selaku Ketua IWAPI sebenarnya kecewa terhadap Pemda karena tidak dilibatkan langsung dalam tim penyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah, namun demikian saya sudah cukup terhibur dengan diterimanya aspirasi kami yang dibawakan oleh Pak Zainal dan Pak Achmad. Kegiatan seperti itu seharusnya dilembagakan atau dibakukan menjadi suatu mekanisme yang harus dilaksanakan pada setiap penyusunan kebijakan daerah, tidak seperti yang selama ini terjadi bahwasannya tanpa ada angin apalagi hujan tiba-tiba keluar suatu Perda baru dan kemudian baru disosialisasikan. Hal seperti ini rawan terhadap penolakan oleh masyarakat. Pada saat saya mengikuti seminar yang membahas draft Pola Dasar Pembangunan Daerah ada beberapa hal yang menurut saya perlu diperhatikan yaitu materi seharusnya disampaikan kepada peserta bersamaan dengan penyampaian undangan sehingga bisa dipelajari dengan baik dan hendaknya lebih banyak lagi melibatkan stakeholders yang terkait. (wawancara tanggal 20 Maret 2003). Wawancara berikutnya dilakukan kepada Sdr. Achmad Syaifullah, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) yang ditemui dikantornya di Jl. raya Malang-Pasuruan Km 29 Pasuruan, ia mengungkapkan keterlibatannya dalam Tim Penyusun Pola Dasar pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan sebagai berikut : Pada awalnya saya heran, atas pertimbangan apa saya ditunjuk menjadi anggota tim penyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah, karena biasanya kami dari Gapesi hanya diundang ke Pemda apabila ada pelelangan proyek atau ada komplain atas proyek yang kami tangani. Saya hadir dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Bappeda selalu bersama dengan Pak Moeslim dari Kadin, hal itu dikarenakan selain kebetulan juga samasama anggota tim juga perlu dikathui bahwa Gapensi adalah merupakan salah satu anggota dari Kadin sehingga setiap langkah yang akan diambil akan selalu saling kami koordinasikan. Diskusi yang difasilitasi oleh pejabat Bappeda dan pakar dari perguruan tinggi berjalan dengan hangat dan sering pula terjadi adu argumentasi yang cukup tajam diantara peserta, khusus mengenai aspirasi anggota Kadin tentang perlunya orientasi pembangunan yang diprioritaskan pada sektor perdagangan dan industri dapat diterima oleh seluruh anggota tim penyusun. (wawancara tanggal 20 Maret 2003). Ketiga tokoh dari kalangan dunia usaha di atas, memberikan apresiasi yang cukup baik terhadap pelaksana mekanisme good governance dalam

penyusunan kebijakan daerah. Bahkan mereka mengharapkan forum seperti itu dilembagakan pada penyusunan kebijakan daerah lainnya. Guna memperoleh gambaran pelaksanaan penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah dari sudut pandang kalangan birokrat, peneliti

mewawancarai Drs. Ec. Munawar Ilham, M. Si. Kepala Bagian Tata Pemerintahan di ruang kerjanya di Sekretariat Daerah Kabupaten Pasuruan. Saya dilibatkan dalam tim penyusun Poldas dengan kapasitas sebagai Sekretaris tim Otonomi Daerah yang bertugas untuk mempersiapkan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Pasuruan. Mekanisme penyusunan Poldas yang melibatkan stakeholders adalah merupakan protap yang digariskan oleh Pusat namun terlepas dari hal itu, penerapan good gevernance yang merupakan paradigma baru dalam kepemerintahan memang sangat mendesak untuk segera diterapkan agar produk kebijakan daerah lebih akuntabel dan dapat diterima oleh masyarakat. Dalam pelaksanaan penyusunan Poldas yang lalu, proses dialog dan saling tukar pikiran sudah bisa berjalan walaupun kadangkadang terjadi debat kusir yang kurang substansif. Hal itu dapat dimaklumi sebagai proses pembelajaran dalam demokrasi. Mengenai visi dan misi Kabupaten, kami dari Tim Otoda cukup puas karena pelaksanaan otonomi daerah bisa dimasukan dalam visi dan misi Kabupaten. (wawancara tanggal 24 Maret 2003). Berikutnya peneliti menemui Drs. Agus Yusuf, Msi. Kepala Sub Dinas perindustrian dan perdagangan yang dimintai pendapatnya akan proses penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah, khususnya tentang masuknya sektor perdagangan dan industri di dalam visi dan misi Kabupaten. Sebagaimana diketahui bahwa Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah Dinas baru yang merupakan hasil pengggabungan dua instansi yaitu Kantor Departemen Perdagangan dan Industri, serta Kantor departemen Koperasi dan PKK. Pada saat penyusunan Poldas yang lalu, Dinas perindustrian dan perdagangan belum terbentuk, tetapi teman-teman di ex Kandep Perindag dan Kandep Koperasi telah berupaya supaya masalah perdagangan dan industri bisa masuk dalan visi Kabupaten, upaya mereka , mendapat dukungan sepenuhnya dari Kadin Pasuruan. Saya tahu persis proses itu, karena pada waktu itu saya masih bertugas di Bappeda

dan mengikuti setiap tahapan penyusunan (wawancara tanggal 24 Maret 2003).

dari awal hingga akhir.

Untuk mengetahui pendapat pihak yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan sektor pertanian yang juga merupakan visi utama Kabupaten Pasuruan, peneliti menemui Ir. Darjono, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan dengan hasil wawancara sebagai berikut, "Mayoritas penduduk Kabupaten Pasuruan menggantungkan hidupnya di sektor pertanian bahkan sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar dalam PDRB sehingga tidaklah aneh apabila pembangunan pertanian tidak dijadikan misi utama Kabupaten Pasuruan, setidak-tidaknya hingga lima tahun mendatang. Pada awal penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah sempat timbul wacana untuk mengedepankan pembangunan disektor perdagangan dan industri karena dengan pertimbangan bahwa sektor itu merupakan tuntutan bahkan identik dengan modernisasi sedangkan pertanian identik dengan keterbelakangan dan kemiskinan. Namun setelah diadakan pembicaraan yang intensif maka forum sepakat untuk. menempatkan sektor pertanian menjadi visi utama Kabupaten Pasuruan. Untuk itu saya secara pribadi sangat berterima kasih kepada tokoh-tokoh LSM atas dukungannya terhadap apa yang diperjuangkan oleh Dinas Pertanian." (wawancara 24 Maret 2003) Dari penuturan tiga birokrat di atas tercermin bahwa pada dasarnya mereka sudah mulai menyadari akan pentingnya melibatkan stakeholders dalam penyusunan kebijakan dan mulai dapat menjalin komunikasi atau dialog dengan pihak lain yang terkait dalam penyusunan suatu kebijakan daerah. Hal ini penting karena merupakan langkah awal yang cukup baik dalarn pembentukan good governance di daerah. Setelah pelaksanaan diskusi di dalam tim penyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah dan telah disepakati suatu draft visi dan misi Kabupaten Pasuruan, maka pada tanggal 12 Januari 2000 di Ruang Gedung Serba Guna Sekretariat Daerah Kabupaten Pasuruan dilaksanakan Seminar yang diikuti oleh

unsur dari birokrat, DPRD, LSM, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, dan dari kalangan dunia usaha sebanyak sekitar 300 orang. Seminar dipandu oleh seorang moderator dari Universitas Merdeka Pasuruan dan penyampaian makalah dibawakan oleh Sdr. Moh. Soebeiry dari Bappeda. Pada bagian tanya jawab, beberapa peserta menyoroti tentang mengapa peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat tidak dijadikan visi utama kabupaten. Berikut cuplikan pertanyaan dan pendapat Sdr. Soeyatno, BA. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Pasuruan yang menyoroti tentang prioritas pembangunan pendidikan, Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa salah satu dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini adalah meningkatnya anak putus sekolah dan banyaknya anak usia sekolah yang tidak bisa sekolah dengan alasan orang tuanya tidak mampu membiayainya. Padahal sumber daya manusia adalah merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan guna menuju kehidupan yang lebih baik. Untuk Itu saya menyarankan agar visi kabupaten secara tegas menyantumkan pemberdayaan sumber daya manusia utamanya pendidikan, saya mengkhawatirkan bila hal itu tidak dilaksanakan Kabupaten Pasuruan akan mengalami missing generation atau generasi yang hilang." (cuplikan hasil rekaman tape recorder oleh Bappeda) Hampir senada namun dengan penekanan lain, dr. Dawam Rahardjo dari Ikatan dokter Indonesia (IDI), menyarankan bahwa, "Saya setuju dengan pendapat Pak Soeyatno dari PGRI, namun kiranya perlu dilengkapi pula dengan penekanan tentang peningkatan derajat kesehatan masyarakat, karena tanpa adanya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat menurut pendapat saya sulit untuk mencapai visi yang telah dicanangkan oleh Pemda tersebut. Untuk itu saya menyarankan supaya masalah kesehatan masyarakat mendapatkan perhatian yang serius." (cuplikan hasil rekaman tape recorder oleh Bappeda) Selain dua penanya di atas masih ada tujuh penanya lagi yang ikut berpartisipasi dalam bagian tanya jawab, namun pada umumnya mereka hanya

mengomentari redaksional draft visi dan misi atau memberi tekanan pada permasalahan yang disampaikan oleh dua penanya di atas. Pertanyaan dan saran kedua penanya di atas, dijawab oleh Sdr. Moh. Soebeiry selaku pemrasaran sekaligus mewakili dari tim Penyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan, Kami dari tim penyusun draft Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan sangat menyadari akan pentingnya masalah pendidikan dan kesehatan, namun setelah kami kaji ternyata akar dari permasalahannya adalah menurunnya dari berbagai kegiatan ekonomi rakyat, berupa terganggunya kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi akibat dari krisis ekonomi saat ini. Oleh karena itu, dengan memfokuskan pada pemulihan ekonomi yang berbasis pada sektor pertanian yang didukung sektor perdagangan dan industri diharapkan perekonomian masyarakat Kabupaten Pasuruan akan segera pulih. Dengan pulihnya perekonomian diharapkan masyarakat bisa memenuhi kebutuhannya secara mandiri termasuk kebutuhan di bidang pendidikan dan kesehatan, sedangkan Pemda cukup menjadi fasilitator saja. Dan yang pasti peningkatan kualitas hidup masyarakat khususnya di bidang pendidikan telah tertuang dalam salah satu dari sepuluh misi Kabupaten Pasuruan. (cuplikan hasil rekaman tape recorder oleh Bappeda). Dalam seminar tersebut disepakati visi Kabupaten Pasuruan adalah Terwujudnya otonomi daerah yang mantap dalam suasana damai, demokrasi, berkualitas, maju dan sejahtera yang didukung oleh kondisi masyarakat yang sehat, mandiri, beriman, berakhlak mulia, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Dari hasil seminar tersebut oleh tim dari Bappeda disusun menjadi Rancangan Peraturan (Raperda) tantang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005 yang kemudian diserahkan kepada DPRD untuk dibahas dan disyahkan menjadi Perda. Penyusunan draft Raperda tersebut

memerlukan waktu yang relatif cukup lama yaitu selama 6 (enam) bulan, terhitung mulai Agustus 1999 hingga Januari 2000. b) Pembahasan Persetujuan dan Penetapan Raperda tentang Pola Dasar pembangunan Daerah menjadi Peraturan Daerah Bersamaan dengan Raperda tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah, Bupati juga mengajukan 7 (tujuh) Raperda lainnya yang lebih dikenal dengan sebutan tujuh Raperda Kelembagaan Daerah yaitu : (1) Susunan Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD; (2) Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kecamatan; (3) Susunan dan Tata Kerja Kantor Kelurahan; (4) Susunan Organisasi dan Tatakerja Dinas-dinas Daerah; (5) Susunan Organisasi dan Tatakerja Balai Informasi Penyuluhan Pertanian Dan Ketahanan Pangan (BIPPKP); (6) Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan-badan Daerah; dan (7) Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor-kantor daerah, untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Kedelapan Raperda tersebut sangat penting untuk segera ditetapkan menjadi Perda karena akan menjadi acuan atau dasar utama dalam penyusunan RAPBD tahun 2001 yang juga sangat mendesak untuk segera dibahas. Untuk lebih mengetahui mekanisme pembahasan persetujuan dan penetapan Raperda tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah menjadi Peraturan Daerah, peneliti menemui Drs. Achmad Dailami, Sekretaris DPRD Kabupaten Pasuruan di ruang kerjanya, dengan hasil wawancara sebagai berikut : Waktu yang tersedia untuk melaksanakan pembahasan tujuh Raperda kelembagaan daerah dan Pola Dasar Pembangunan Daerah sangatlah sempit. Hal ini dikarenakan konsep Raperda kelembagaan daerah dari

eksekutif baru diserahkan pada akhir bulan Januari 2000 itupun beberapa kali direvisi sedangkan mengenai Raperda tentang Poldas relatif tidak ada masalah. Perlu diketahui bahwa selain kedelapan Raperda itu sudah menanti untuk dibahas RAPBD tahun 2001 yang pembahasannya harus sudah dimulai pada bulan Januari pula. Dengan mempertimbangkan waktu yang sangat mepet maka Panitia Musyawarah DPRD memutuskan untuk melaksanakan pembahasan dengan format khusus Patas yaitu dengan meniadakan tahapan Pembicaraan tahap kedua yang berupa Pandangan Umum Fraksi-fraksi dalam Rapat Paripurna dan Jawaban Pemerintah Daerah. (wawancara tanggal 25 maret 2003). Dalam kesempatan yang sama, Drs. Moch. Solichin, Kasubbag. Persidangan dan Risalah mengungkapkan tentang keputusan Panitia Musyawarah (Panmus) DPRD sebagai berikut : Selain menetapkan pembahasan secara lebih singkat, Pimpinan DPRD atas rekomendasi Panmus membentuk Panitia Khusus yang bertugas membahas delapan Raperda yang dibagi dalam tiga tim pembahas. Panitia khusus ini sudah mulai membahas Raperda secara maraton mulai tanggal 6 sampai dengan 12 Februari 2000. adapun pembagian tugas dari tim pembahas Raperda tersebut adalah : Tim I membahas Raperda tentang : 1) Susunan Organisasi dan Tatakerja Sekretarist Daerah dan Sekretariat DPRD; 2) Susunan Organisasi dan Tatakerja Kantor Kecamatan; 3) Susunan Organisasi dan Tatakerja Kantor Kelurahan. Tim II membahas Raperda tentang : 1) Susunan Organisasi dan Tatakerja Dinas-dinas Daerah; 2) Susunan Organisasi dan Tatakerja Balai Informasi Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan (BIPPKP); Tim III membahas Raperda tentang : 1) Susunan Organisasi dan Tatakerja Badan-badan Daerah; 2) Susunan Organisasi dan Tatakerja Kantor-kantor Pembangunan Daerah. Sedangkan untuk khusus Raperda tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah pembahasannya dilakukan oleh Tim Gabungan yang terdiri dari Tim I, II dan III. Kami Sekretariat DPRD sering mendapat julukan sebagai PLO alias pegawai lali omah, hal itu dikarenakan kami sering kerja lembur guna mendukung kelancaran tugas-tugas para anggota dewan yang terhormat. (wawancara tanggal 25 Maret 2003).

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa pembahasan terhadap Raperda Pola Dasar Pembangunan Daerah diawali dengan pembahasan oleh Tim Gabungan dan Panitia Khusus DPRD. Pada pembahasan tersebut lebih banyak dibahas tentang penyempurnaan visi dan misi Kabupaten Pasuruan. Dalam rapat Tim Gabungan hadir pula tim pakar dari perguruan tinggi (Unibraw) yang kebetulan pada saat yang bersamaan sedang mengerjakan proyek PK-PK (Peningkatan Kemampuan Pemerintah Kabupaten), mereka memberikan arahan dan memfasilitasi penyempurnaan visi Kabupaten oleh DPRD. Hal tersebut terungkap dari hasil wawancara dengan Drs. H. Darmidi, M.Si , Wakil Ketua Fraksi Partai Golongan Karya yang juga anggota Pansus, Pada hakikatnya Raperda Pola Dasar utama draft visi dan misi Kabupaten sudah baik, karena disusun dengan melibatkan dari berbagai pihak yang terkait termasuk dari unsur legislatif bahkan telah diseminarkan. Namun, setelah diadakan pembahasan di Pansus yang dihadiri oleh pakar dari Unibraw, disepakati untuk diadakan penyempurnaan pada substansi visi Kabupaten dengan penambahan dua substansi yaitu penyelenggaraan pemerintahan otonom yang profesional dan wawasan kebangsaan. Dua hal itu, menurut pandangan kami adalah suatu yang sangat substansial sebagai implementasi dari semangat reformasi yang salah satunya adalah pelaksanaan otonomi daerah serta demi menjaga kesatuan dan persatuan Republik ini ditengah ancaman disintegrasi bangsa seperti sekarang ini. (wawancara tanggal 25 Maret 2003). Apa yang diutarakan oleh Sdr. H. Darmidi, M.Si menggambarkan bahwa dalam pembahasan Raperda Pola Pembangunan daerah di tingkat Pansus berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti, walaupun ada usulan penambahan kata pada visi Kabupaten oleh Pansus dan usulan itu dapat disepakati oleh eksekutif. Pembahasan dengan Raperda di tingkat Pansus DPRD dilaksanakan mulai tanggal 6 hingga 12 Februari 2000 selesai, tahapan berikutnya adalah

pelaksanaan Rapat Paripurna DPRD yang dilaksanakan pada hari kamis tanggal 14 Februari 2000 bertempat diruang Graha Sabba Canda Bhirawa dengan acara Penjelasan Pemerintah Daerah terhadap 8 Raperda tentang Kelembagaan Daerah dan Pola Dasar Pembangunan Daerah. Rapat dipimpin oleh Muzammil Syafii, SH, Ketua DPRD kabupaten Pasuruan serta dihadiri oleh 32 orang anggota DPRD, dan dihadiri pula oleh Bupati, Wakil Bupati, Anggota Muspida, Sekretaris Daerah dan jajaran Pemerintah Daerah yang terkait. Adapun tertib acaranya sebagai berikut : Pembukaan; (2) Pemberitahuan surat-surat masuk; (3) Laporan Panitia Khusus; (4) Penjelasan Pemerintah Daerah atas 8 Raperda; dan (5) Penutup. Berikut ini adalah cuplikan dari Laporan Panitia Khusus tentang 8 Raperda Kabupaten Pasuruan, khususnya yang berkaitan dengan Raperda Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan tahun 2000-2005 : Dalam rangka memberikan arah dan pedoman bagi penentu dan penyelenggara dalam merencanakan dan melaksanakan program-program pembangunan maka DPRD bersama pemerintah daerah menyusun visi, misi, tujuan dan arah kebijaksanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan. Setelah dilakukan pembahasan bahwa dengan berdasarkan pada struktur perekonomian sosial budaya, potensi sumber daya alam serta menghadapi otonomi pelaksanaan daerah, menyongsong era perdagangan bebas, maka visi pembangunan daerah yang merupakan landasan untuk melaksanakan pembangunan daerah Kabupaten Pasuruan adalah : Terwujudnya otonomi daerah yang mantap dalam suasana damai, demokratis, berkualitas, maju dan sejahtera yang didukung oleh kondisi masyarakat yang sehat, mandiri, beriman, berakhlak mulia, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka ditetapkan misi sebagai berikut : 1. Pelaksanakan agenda reformasi secara menyeluruh di segala bidang. 2. Pelaksanakan otonomi daerah dalam rangka desentralisasi guna terlaksananya bidang Pemerintahan yang diserahkan pada daerah. 3. Pemberdayaan Pemerintahan dengan mewujudkan Aparatur Pemerintah yang profesional, berdaya guna, produktif,

akomodatif, aspirasi, transparan, bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme. 4. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat secara maksimal di bidang Pembangunan dan Pemerintahan. 5. Pemberdayaan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan potensi daerah baik SDM maupun SDA dan kelembagaan secara maksimal. 6. Terciptanya kondisi aman, damai, tertib dan tentram. 7. Kehidupan untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan mantapnya persaudaraan umat beragama yang berwawasan luas, luwes, terbuka, berakhlak mulia, toleran, rukun dan damai merupakan perwujudan kabupaten Pasuruan sebagai KOTA SANTRI yang dinamis dalam nuansa kebhinekaan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8. Sosialisasi dan implementasi secara jadwal konsep KOTA SANTRI dalam 5 (lima) tahun ke depan. (Laporan Panitia Khusus Terhadap Pembahasan 8 Raperda Kabupaten Pasuruan, 12 Februari 2000). Panitia khusus DPRD merekomendasikan kepada Rapat Paripurna agar kedelapan Raperda mendapatkan persetujuan dan penetapan, dan setelah berlaku efektif diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman yang pasti dan mengikat. Penjelasan Pemerintah Daerah yang dibawakan oleh Bupati Pasuruan atas delapan Raperda khususnya yang berkaitan dengan Raperda Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005 dapat disimak cuplikannya sebagai berikut: "Rancangan Peraturan Daerah tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005 disusun atas dasar pertimbangan sebagai berikut: a. Bahwa dalam rangka memberikan kejelasan arah dan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Pasuruan, perlu ditetapkan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan yang disusun berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Rencana Pembangunan Lima Tahun Ke Depan Daerah

dengan menuangkan ketentuan-ketentuannya dalam Peraturan Daerah. b. Pola Dasar Pembangunan Daerah adalah pokok-pokok kebijaksanaan Pembangunan Daerah yang merupakan rencana strategis pembangunan jangka panjang maupun menengah sebagai pernyataan kehendak masyarakat yang disesuaikan dengan visi, misi, strategi dan kebijaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Pasuruan serta disesuaikan dengan kondisi, potensi dan aspirasi masyarakat yang timbul dan berkembang di daerah. c. Maksud dan Tujuan: Maksud: untuk memberikan arah, pedoman dan landasan bagi aparatur Pemerintah Pusat di Daerah, aparatur Pemerintah Daerah maupun masyarakat Kabupaten Pasuruan dalam melaksanakan penyusunan, perencanaan dan pelaksanaan program-program. pembangunan daerah di Kabupaten Pasuruan. Tujuan: untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan secara bertahap baik melalui program pembangunan daerah maupun pembangunan jangka panjang, sehingga seluruh pembangunan daerah tersebut dapat mewujudkan kehidupan yang demokratis, berkeadilan sosial, melindungi hak asasi manusia, menegakkan supremasi hukum dalam tatanan masyarakat yang beradab, beraklaq mulia, bebas, maju dan sejahtera untuk kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan". (Penjelasan Eksekutif dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Pasuruan tanggal 14 Februari 2000). Dari dua uraian di atas tersirat akan pentingnya keberadaan Pola Dasar Pembangunan Daerah sebagai pedoman bagi seluruh stakeholders di daerah dalam menentukan rencana kerja sesuai dengan kepentingannya masing-masing sehingga bisa lebih terpadu dan lebih berhasil guna. Sebagaimana telah disampaikan di muka bahwa dalam pembahasan delapan Raperda ini menggunakan proses pembahasan yang dipersingkat yang biasanya pembicaraan 4 tahap (pembahasan ditingkat Pansus dan tiga kali Rapat Paripurna) dipersingkat menjadi hanya tiga tahap, yaitu tahap pembahasan ditingkat Pansus dan dua kali Rapat Paripurna. Oleh karena itu, pada tanggal 19 Februari 2000 bertempat di Ruang Sidang Utama dilaksanakan Rapat Paripurna DPRD dengan acara Persetujuan dan Penetapan delapan Raperda yang dipimpin

oleh Muzammil Syafii, SH, Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan serta dihadiri oleh 42 orang anggota DPRD, dan dihadiri pula oleh Bupati, Wakil Bupati, Anggota Muspida, Sekretaris Daerah dan jajaran Pemerintah Daerah yang terkait. Adapun tertib acaranya sebagai berikut: (1) Pembukaan; (2) Penyampaian Pendapat akhir Fraksi-fraksi; (3) Pembacaan, persetujuan dan penetapan 8 buah Raperda; (4) Sambutan dan Tanggapan Pemerintah Daerah; (5) Pembacaan Doa; dan (6) Penutup. Pada rapat itu, masing-masing fraksi diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat akhir fraksi-fraksi yang disampaikan oleh juru bicaranya masing-masing. Dalam pendapat akhir fraksi-fraksi tidak ada satupun fraksi yang memberikan catatan khusus kepada Raperda Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005, mereka lebih banyak menyoroti Raperda tentang kelembagaan daerah. Namun demikian dari kelima fraksi yang ada semua menerima dan menyetujui ditetapkannya kedelapan Raperda menjadi Peraturan Daerah. Berikut daftar Fraksi-fraksi yang menyampaikan pendapat akhirnya dan juru bicara yang menyampaikan: 1) Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) dengan juru bicara H. Misbahul Munir, SH, M.Ag; 2) Fraksi Partai Golkar dengan juru bicara Drs. H. Darmidi, M.Si; 3) Fraksi TNI-Polri dengan juru bicara H. Djauhari Hamid, SH, M.Hum; 4) Fraksi Islam Plus dengan juru bicara Agus Asyari, SE; dan 5) Fraksi PDI-P dengan juru bicara M. Ramelan Rahardjo. Pada Rapat Paripurna tersebut secara aklamasi 8 (delapan) Rancangan Peraturan Daerah yang salah satunya adalah Raperda tentang Pola Dasar

Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005 ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Proses pembahasan 8 Raperda di forum DPRD memerlukan waktu selama 10 (sepuluh) hari, terhitung mulai Pembahasan di Pansus pada tanggal 9 Februari hingga Rapat Paripurna terakhir pada tanggal 19 Februari 2000. Jadi seluruh proses mulai dari penyusunan draft Raperda oleh Pemerintah Daerah hingga pembahasan dan pengesahan Raperda menjadi Perda di forum DPRD memerlukan waktu selama 6 bulan 10 hari. Biaya yang diperlukan untuk membiayai proses penyusunan 8 (delapan) draft Raperda yang salah satunya adalah Raperda tentang Poldas hingga pengesahannya di DPRD sebesar Rp. 83.298.500,00. Adapun rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1 RINCIAN BIAYA PROSES PENYUSUNAN RAPERDA POLA DASAR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2000 2005
No. A. 1. 2. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. Uraian Penyusunan Draft RAPBD oleh Pemerintah Daerah : Bahan-bahan (alat tulis kantor) Penyusunan Buku Pola Dasar Pembuatan kuesioner / blanko Penggalian / Pengumpulan data Pengolahan data Analisa data sektoral Penyusunan draft Pola Dasar Diskusi Penyempurnaan draft Poldas Seminar Koreksi buku Poldas Pengetikan Pembahasan Perda Foto copy : - Bahan diskusi 3 kali - Bahan Seminar Volume Kegiatan Satuan (Rp.) Jumlah Biaya (Rp.) 1987.500,00 Ket. Bappeda

3 org x 10hr 23 kec x 4 org x 7 hr 14org x 25hr 14org x 30hr 14org x 30hr 14org x 11hr 14org x 7hr 3org x 150hr 50 org x 3 x 200lbr 75org x 200 lb

20.000,00 15.000,00 20.000,00 30.000,00 25.000,00 25.000,00 25.000,00 1.000,00 100,00 100,00

600.000,00 9.660.000,00 7.000.000,00 12.600.000,00 10.500.000,00 1.975.000,00 3.850.000,00 2.512.500,00 2.450.000,00 450.000,00 6.000.000,00 3.000.000,00 1.500.000,00

m.

- Bahan Pembahasan Perda Penggandaan Sub Total : Pembahasan dan Pengesahan 8 Raperda oleh DPRD : Rapat Panitia Khusus : - Bantuan uang transpor - Snack Rapat Fraksi : - Bantuan uang transpor - Snack - Konsumsi Rapat Paripurna : - Bantuan uang transpor - Snack Sub Total : Bantuan transpor untuk pejabat eksekutif pada Rapat Paripurna Grand Total :

75org x 200 lb 200 buku

100,00 50.000,00

1.500.000,00 10.000.000,00 75.000.000,00 Sekretariat DPRD

B 1.

3 x 5org

15.000,00 15.000,00

225.000,00 60.000,00 1.980.000,00 201.000,00 427.500,00 3.565.000,00 490.000,00 6.948.500,00

2. 3.

2 kali 2 x 45 org 15.000,00

4.

1.350.000,00

Bagian Umum Setda

237.783.500,00

Sumber : Bappeda dan Sekretariat DPRD Kabupaten Pasuruan Untuk mengetahui lebih jauh tentang latar belakang mengapa proses pembahasan dan penetapan Perda tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan terkesan lancar tanpa adanya hambatan yang berarti, peneliti menemui Sdr. Edy Mulyono, Sekretaris Fraksi PDI-P untuk dimintai tanggapannya: Benar memang bahwa pada pandangan akhir fraksi-fraksi dalam hal ini termasuk PDI-P tidak begitu banyak menyoroti tentang Raperda Pola Dasar Pembangunan Daerah, karena menurut kami Proses penyusunan draft Raperda yang dilaksanakan oleh eksekutif sudah cukup baik, bahkan telah melibatkan berbagai pihak yang terkait. DPRD sendiri sebenarnya cukup serius dan perhatian terhadap Raperda itu, utamanya mengenai visi Kabupaten, hal terlihat dengan dibentuknya Tim Perumus Visi Kabupaten Pasuruan yang dikukuhkan dalam Keputusan Pimpinan DPRD. (Wawancara tanggal 25 Maret 2003). Pada kesempatan yang sama Sdr. Dra. Anisah Syakur, M.Ag, Sekretaris Fraksi PKB menyampaikan pendapatnya tentang proses pembahasan dan penetapan Perda Pola Dasar Pembangunan Daerah,

Saya sependapat apa yang disampaikan oleh Pak Edy, bahkan dapat dikatakan bahwa DPRD sangat perhatian dan serius dalam mempelajari dan membahas Raperda itu khususnya tentang visi dan misi Kabupaten. Mengenai kesan bahwa DPRD secara eksplisit lebih banyak memberikan perhatian terhadap Raperda tentang kelembagaan karena dalam substansinya masih banyak kelemahan dan eksekutif kelihatan terlalu tergesa-gesa dalam menyusunnya sehingga banyak aspirasi dari stakeholders yang tidak terakomodasi. Hal itu mengakibatkan banyak kritik dan keluhan dari pihak-pihak tertentu seperti PGRI dan sebagian karyawan Depdiknas yang aspirasinya tidak diperhatikan oleh eksekutif. (Wawancara tanggal 25 Maret 2003) Peraturan Daerah tentang Pola Dasar pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan merupakan Peraturan Daerah yang sangat penting dan strategis, karena rumusan dalam naskah Pola Dasar Pembangunan Daerah tersebut merupakan acuan, arah dan pedoman bagi penentu dan penyelenggara kebijakan dalam rangka merencanakan dan melaksanakan program-program pembangunan di Kabupaten Pasuruan. Didalamnya memuat visi, misi, tujuan dan arah kebijakan pembangunan Kabupaten Pasuruan untuk kurun waktu lima tahun. Sehingga dengan ditetapkannya Pola Dasar Pembangunan Daerah tersebut akan memberikan gambaran tentang visi, misi, strategi dan kebijakan pembangunan di berbagai kehidupan masyarakat, sehingga akhirnya pembangunan daerah dapat dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan daerah, serta dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi disamping memperhatikan tantangan global. Oleh karenanya, Pola Dasar Pembangunan Daerah yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan Propeda (Program Pembangunan Daerah) dan Repetada (Rencana Pembangunan Tahunan Daerah) yang didalamnya memuat APBD, mengharuskan seluruh stakeholders dalam menjalankan tugas

dan fungsinya berkewajiban untuk berpedoman pada Pola Dasar Pembangunan Daerah yang telah mereka susun bersama. 2) Aktor-aktor yang terlibat kebijakan daerah. Dalam setiap dan berpengaruh dalam penyusunan

penyusunan

suatu

kebijakan

yang

menggunakan

mekanisme good governance yang terbuka dan partisipatif pasti melibatkan berbagai stakeholders, untuk mengetahui apakah para aktor yang terlibat dalam penyusunan kebijakan memiliki pengaruh dan peran yang seimbang dalam hal ini penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 20002005 dapat dilihat pada pemaparan data hasil penelitian berikut ini. Untuk itu, pertama-tama dapat disimak penuturan informan kunci yaitu Ir. Moh. Soebeiry, M.Si. Kepala Bappeda Bappeda Kabupaten Pasuruan sebagai berikut: "Kami mulai bekerja dari tahap persiapan penyusunan Poldas sejak awal bulan Agustus 1999 yang berupa penyusunan daftar pertanyaan yang akan disebarkan kepada seluruh pihak yang terkait, hingga raperda Poldas "didok" menjadi Perda oleh Dewan pada awal Februari 2000." (wawancara tanggal 17 Maret 2003) Lebih lanjut hal tersebut dikonfirmasikan kepada Sdr. Burhanudin Kepala Seksi Data Bappeda dengan hasil wawancara sebagai berikut: Proses penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah tahun 2000-2005 merupakan proses penyusunan Poldas yang paling lama dan melelahkan Sejak penyusunan kuesioner, penyebaran, survey, penyusunan draft raperda hingga pembahasan di dewan sering terjadi perubahan yang di akibatkan adanya usulan atau aspirasi dan berbagai pihak- yang terkait, bahkan dewan juga mengusulkan untuk diadakan penambahan kata dalam visi Kabupaten. (wawancara tanggal 17 Maret 2003)

Pihak yang bertanggung jawab dalam pengajuan suatu raperda hingga mengundangkannya dalam Lembaran Daerah adalah Bagian Hukum, oleh karena itu penulis menemui Sdr. Kasiyan, SH, M.Si, Kabag. Hukum Setda Kabupaten Pasuruan, "Bagian Hukum memiliki tugas untuk memeriksa terhadap setiap rancangan produk hukum baik berupa SK, Instruksi Bupati maupun Raperda yang disusun oleh unit pengolah,. supaya draft tersebut tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Adapun mengenai substansi isinya yang paling bertanggung jawab adalah unit pengolah itu sendiri. Setelah diadakan penyesuaian secukupnya, Raperda diajukan kepada Pimpinan DPRD untuk dibahas lebih lanjut. Dan setelah disahkan menjadi Perda maka menjadi tugas kami untuk mengundangkannya ke dalam Lembaran Daerah". (Wawancara 17 Maret 2003) Uraian ketiga informan kunci di atas mencerminkan bahwa keterlibatan eksekutif mulai dari persiapan awal hingga proses pembahasan di dalam forum DPRD. Bahkan eksekutif juga terlibat sampai pada tahap pengundangan secara resmi dalam Lembaran Daerah. Guna mengetahui seberapa jauh keterlibatan dan pengaruh masyarakat (civil society), dapat dilihat dari penuturan Drs. Edi Santoso, Ketua Forum Pemuda Pasuruan (Formupas) sebagai berikut, "Saya secara aktif baru terlibat dalam pembahasan draft Poldas khususnya dalam merumuskan visi dan misi Kabupaten Pasuruan sedangkan perumusan arah kebijakan secara umum disusun oleh Bappeda sendiri. Walupun demikian upaya yang ditempuh oleh eksekutif sudah cukup baik dibanding dengan apa yang dilakukan oleh DPRD, pihak legislatif tidak memberikan kesempatan sedikitpun kepada masyarakat untuk terlibat dalam proses pembahasan Raperda. Seharusnya DPRD, mengadakan forum dengar pendapat dengan pihak selain eksekutif dalam setiap pembahasan Raperda sehingga aspirasi masyarakat yang mungkin belum tertampung dalam proses sebelumnya bisa diakomodasi". (wawancara tanggal 18 Maret 2003)

Pada kesempatan terpisah Sdr. Doni Setyawan, Ketua LSM Forum Komunikasi Pengembangan Study Mahasiswa dan Masyarakat (FKPS-2M) mengungkapkan, "Kesempatan yang diberikan pada masyarakat khususnya dari kalangan LSM dalam proses penyusunan draft Poldas sangatlah sempit yaitu pada saat diskusi pada tim penyusun dan pada acara seminar. Apakah waktu yang ada benar-benar tidak memungkinkan untuk diadakan pembicaraan yang lebih komprehensif ataupun eksekutif sebenarnya punya rencana lain? Terus terang saya tidak tahu. Namun demikian, dari kesempatan yang ada kami berusaha secara optimal untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat terutama masyarakat pinggiran yang selama ini suaranya kurang didengar". (wawancara tanggal 19 Maret 2003) Hasil wawancara dengan Sdr. Sholeh Prasetyo, SE. Ketua Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil sebagai berikut: "Menurut hemat saya walaupun waktu yang tersedia untuk membicarakan draft Poldas cukup singkat tetapi hasil yang dicapai utamanya visi dan misi Kabupaten sudah sangat bagus. Hal itu terbukti hampir keseluruhan konsep visi yang diajukan bisa diterima oleh dewan, dan disempurnakan dengan penambahan dua subtansi yaitu otonomi daerah yang mantap dalam suasana damai. Yang perlu mendapatkan perhatian pada penyusunan kebijakan pada masa mendatang adalah seyogyanya pelibatan stakeholders lebih ditingkatkan mulai tahapan persiapan hingga pengambilan keputusan". (wawancara tanggal 19 Maret 2003) Dari hasil wawancara dengan ketiga tokoh LSM tersebut tergambar bahwa mereka menyayangkan terbatasnya alokasi waktu yang disediakan bagi mereka dan masih kuatnya dominasi eksekutif dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005. Ir. H. Zainal Abidin, Ketua Kamar Dagang dan Industri Pasuruan mengutarakan tentang kerlibatannya dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah sebagai berikut: "Saya sebagai mantan pejabat eksekutif bisa memaklumi terhadap terbatasnya waktu pembahasan draft Poldas, hal itu mungkin disebabkan

alokasi waktu yang ada benar-benar terbatas atau bisa juga merupakan salah satu strategi dari eksekutif supaya pembicaraan tidak berlarut-larut. Terlepas dari masalah itu, saya mengharapkan agar pada pembahasan kebijakan mendatang, disediakan waktu yang lebih memadai sehingga pihak-pihak yang terlibat bisa lebih mempersiapkan materi sehingga pembicaraan bisa lebih berkualitas." (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Pada kesempatan yang sama Hj. Retno Sulistyawati, Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) menyatakan, "Saya khawatir hal itu hanyalah akal-akalan pihak eksekutif sebagai tolak sumpah atau hanya sekedar memenuhi ketentuan yang mensyaratkan pelibatan segenap stakeholders dalam penyusunan kebijakan daerah." (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Sdr. Achmad Syaifullah, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) mengungkapkan tentang keterlibatan sektor swasta dalam Tim Penyusun Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan sebagai berikut: "Kadin sebenarnya dapat berbuat lebih banyak apabila diberi kesempatan yang cukup memadai untuk mempersiapkan semacam proposal sebagai bahan kajian dalam perumusan Poldas yang lalu. Namun sayangnya waktu yang tersedia sangat mepet sehingga kami tidak bisa berbuat banyak selain memperjuangkan supaya sektor perdagangan dan industri masuk ke dalam visi dan misi Kabupaten." (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Ketiga tokoh dari kalangan dunia usaha di atas, menginginkan agar pada masa mendatang kesempatan yang diberikan kepada pihak swasta untuk berperan dalam penyusunan kebijakan diberikan lebih leluasa sehingga bisa memberikan masukan yang lebih konstruktif. Guna mengetahui keterlibatan dan pengaruh DPRD dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005 bisa disimak dari hasil wawancara dengan Drs. H. Darmidi, M.Si , Wakil Ketua Fraksi Partai Golongan Karya yang juga anggota Pansus.

Dewan sudah terlibat dalam penyusunan draft Poldas 2000 sejak pelaksanaan diskusi dalam tim penyusun, diskusi hingga pembahasan di forum DPRD. Dewan juga mengusulkan kepada eksekutif untuk diadakan penyempurnaan visi Kabupaten dengan penambahan dua substansi yaitu terwujudnya otonomi daerah yang mantap dalam suasana damai". (wawancara tanggal 25 Maret 2003) Edy Mulyono, Sekretaris Fraksi PDI-P memberikan tanggapannya sebagai berikut: Dewan cukup serius terlibat dalam penyusunan draft Poldas, khususnya mengenai visi Kabupaten, hal terbukti dengan dibentuknya Tim Perumus visi Kabupaten Pasuruan yang dikukuhkan dalam Keputusan Pimpinan DPRD". (Wawancara tanggal 25 Maret 2003) Pada kesempatan yang sama Sdr Dra. Anisah Syakur, M.Ag, Sekretaris Fraksi PKB menyampaikan pendapatnya sebagai berikut, Dalam pembahasan Raperda tentang Poldas, DPRD tidak melaksanakan dengar pendapat dengan masyarakat karena beranggapan bahwa eksekutif telah melaksanakannya sehingga untuk mempersingkat waktu cukup dibahas secara intern saja. Dan perlu diingat bahwa Dewan memiliki pengaruh yang besar terhadap setiap pembahasan suatu Raperda, sebab yang berwenang menentukan suatu Raperda layak atau tidak untuk ditetapkan menjadi Perda adalah DPRD. (Wawancara tanggal 25 Maret 2003) Tiga anggota legislatif di atas secara umum mengungkapkan bahwa DPRD cukup berpengaruh dan terlibat dalam penyusunan kebijakan daerah dalam hal ini penyusunan Perda Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005. 3) Interaksi antar aktor Yang Terlibat Dalam Penyusunan Kebijakan Interaksi antar aktor yang terlibat dalam penyusunan kebijakan yang meliputi state (Pemerintah Daerah dan DPRD), civil society (LSM) dan

market/privat sector (sektor swasta) dapat disimak pada hasil serangkaian wawancara berikut ini: a) Hubungan DPRD dengan LSM Drs. H. Darmidi, M.Si, Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar menuturkan tentang hubungan antara DPRD dengan LSM dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah: Dalam diskusi penyusunan visi dan misi Kabupaten, saya memang sering terlibat perdebatan yang cukup hangat dengan teman-teman dari LSM yang usianya masih muda-muda yang masih sangat lugas dalam menyampaikan pendapatnya. Menurut pendapat saya dalam forum itu sebenarnya telah tercipta situasi yang cukup kondusif untuk saling bertukar pikiran guna menemukan visi dan misi yang tepat untuk Kabupaten Pasuruan." (wawancara tanggal 25 Maret 2003) Edy Mulyono, Sekretaris Fraksi PDI-P memberikan tanggapannya sebagai berikut: Tokoh-tokoh muda dari LSM sebenarnya cukup potensial dan masih penuh idealisme, namun sayangnya kurang memiliki wawasan yang luas sehingga cenderung untuk memandang suatu masalah dari satu sisi semata. Mungkin diperlukan lebih banyak forum-forum dialog yang melibatkan mereka seperti diskusi atau seminar dalam membahas Poldas yang bisa dijadikan wahana untuk saling tukar pikiran dan pendapat, sehingga lebih bijak dalam mengambil suatu tindakan". (Wawancara tanggal 25 Maret 2003) Pada kesempatan yang sama Sdr Dra. Anisah Syakur, M.Ag, Sekretaris Fraksi PKB menyampaikan pendapatnya sebagai berikut, Orang-orang dari LSM, pada umumnya adalah orang-orang yang sulit untuk diketahui maunya, karena mereka hanya bertindak berdasarkan isu yang sedang berkembang dan cenderung untuk memperkeruh suasana. Memang ada sebagian kecil yang memiliki wawasan yang cukup baik dan bisa diajak berdialog. (Wawancara tanggal 25 Maret 2003)

Guna mengetahui pandangan dari sudut LSM tentang hubungannya dengan DPRD, dapat dilihat dari penuturan Drs. Edi Santoso, Ketua Forum Pemuda Pasuruan (Formupas) sebagai berikut, Banyak anggota DPRD yang berlatar belakang sebagai aktivis LSM atau Ormas yang cukup getol. memperjuangkan kepentingan rakyat, Namun begitu diangkat menjadi anggota dewan yang terhormat, semua itu seakan sirna tanpa bekas, bahkan cenderung menjaga jarak dengan rakyat. (wawancara tanggal 18 Maret 2003) Pada kesempatan terpisah Sdr. Doni Setyawan, Ketua LSM Forum Komunikasi pengembangan Study Mahasiswa dan Masyarakat (FKPS-2M) mengungkapkan, DPRD seharusnya memahami akan tugas dan fungsinya sebagai penampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat, oleh karena itu semestinya pada proses pembahasan raperda di DPRD diadakan forum dengar pendapat dengan masyarakat (public hearing). Hal itu penting, selain untuk menjaring aspirasi masyarakat juga sebagai penyeimbang dari langkah yang telah dilaksanakan oleh eksekutif. (wawancara tanggal 19 Maret 2003) Hasil wawancara dengan Sdr. Sholeh Prasetyo, SE. Ketua Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil sebagai berikut: Sebenarnya masih banyak anggota DPRD yang baik, namun sayangnya mereka belum berani untuk tampil secara mandiri dan masih sangat tergantung dengan garis kebijakan fraksinya. Seharusnya masing-masing anggota dewan harus berani memperjuangkan kepentingan rakyat walaupun hal itu bertentangan dengan kebijakan partainya. Apabila keadaan anggota dewan masih seperti itu, saya yakin reformasi hanyalah selogan kosong semata. (wawancara tanggal 19 Maret 2003) Dari hasil wawancara di atas tersirat bahwa interaksi antara DPRD dengan LSM belumlah harmonis, namun juga tersimpan harapan pada masingmasing pihak untuk dapat meningkatkan kualitas hubungan pada masa mendatang.

b) Hubungan antara DPRD dengan sektor swasta Drs. H. Darmidi, M.Si, Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar menuturkan tentang hubungan antara DPRD dengan sektor swasta dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah: Dibanding dengan LSM, tokoh-tokoh dari dunia usaha lebih konstruktif dan bijak dalam menyampaikan aspirasinya. Mungkin hal itu dikarenakan mereka realitif telah berpengalaman dalam berorganisasi dan dalam segi usia sudah sangat dewasa. Kalangan swasta pada hakekatnya adalah mitra kami dalam mengatasi hal-hal yang berkaitan dengan sektor perdagangan dan industri. Namun, saya akui bahwa selama ini interaksi dan dialog antara dewan dengan dunia usaha masih kurang intensif dan cenderung kasuistik. Khusus dalam penyusunan Poldas, dewan memiliki kesepahaman dengan Kadin yang mewakili dunia usaha dalam menempatkan pembangunan sektor ekonomi kerakyatan sebagai salah satu unsur dalam misi kabupaten." (wawancara tanggal 25 Maret 2003) Edy Mulyono, Sekretaris Fraksi PDI-P memberikan tanggapannya sebagai berikut: "Kita memasuki era pasar bebas yang berarti juga jaman dimana swasta memegang peran vital dalam, perekonomian lokal, nasional, regional bahkan internasional, bukan suatu yang mustahil apabila pada suatu saat nanti aset-aset ekonomi kita dikuasai oleh swasta asing. Melihat fenomena seperti itu, dunia usaha kita harus segera bangkit dan jangan hanya menjadi jago kandang yang mengharapkan proteksi dan fasilitas dari pemerintah semata. Kami di Dewan sebenarnya mengharapkan banyak masukan dari dunia usaha di Kabupaten Pasuruan untuk menciptakan iklim yang lebih kondusif untuk peningkatan usaha, tetapi sayangnya Kadin hingga saat ini adem ayem saja". (Wawancara tanggal 25 Maret 2003) Pada kesempatan yang sama Sdr. Dra. Anisah Syakur, M.Ag, Sekretaris Fraksi PKB menyampaikan pendapatnya sebagai berikut, "Para pengusaha semestinya juga lebih berperan aktif dalam peningkatan perekonomian daerah dengan peningkatan investasi secara mandiri atau bekerja sama dengan pengusaha lain atau setidak-tidaknya memberikan masukan kepada kami bagaimana membuat aturan yang lebih bisa merangsang investasi. Bukannya hanya datang bila diundang untuk

dengar pendapat, itupun bila Ada kasus". (Wawancara tanggal 25 Maret 2003) Ir. H. Zainal Abidin, Ketua Kamar Dagang dan Industri Pasuruan mengutarakan tentang interaksi antara dunia usaha dengan DPRD khususnya dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah sebagai berikut: "Secara personal atau pribadi, saya banyak berhubungan dengan para anggota DPRD baik dalam bisnis maupun acara sosial lainnya. Namun secara kelembagaan, dalam hal ini Kadin hingga kini belum pernah diajak bicara oleh DPRD guna membahas suatu kebijakan tertentu. Kami sebenarnya sangat ingin diundang dalam forum dialog dengan DPRD sehingga bisa menyampaikan gagasan dan aspirasi kami dalam rangka pembangunan di sektor perdagangan dan industri." (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Pada kesempatan yang sama Hj. Retno Sulistyawati, Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) menyatakan, "DPRD sekarang terkesan kurang aspiratif terhadap dunia usaha bahkan cenderung memosisikan pengusaha sebagai objek pajak dan retribusi semata. Hal itu dapat dilihat dari disahkannya beberapa Perda yang memberatkan dunia usaha, seperti Perda tentang Pajak Reklame dan Retribusi Perijinan Bidang Industri dan Perdagangan." (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Sdr. Achmad Syaifullah, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) mengungkapkan tentang hubungan sektor swasta dengan DPRD Daerah Kabupaten Pasuruan sebagai berikut: "Kadin maupun Gapensi berkeinginan untuk menyampaikan suatu proposal tentang pembangunan sektor perdagangan dan industri baik secara makro, maupun mikro, kami baru memikirkan forum dan waktu yang tepat untuk itu." (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Dari hasil wawancara di atas tersirat bahwa interaksi antara DPRD dengan sektor swasta belumlah sebaik sebagaimana diharapkan, namun juga

tersimpan harapan dimasing-masing pihak untuk dapat meningkatkan kualitas hubungan pada masa mendatang. c) Hubungan Pemerintah Daerah dengan LSM Drs. Lismudayat, M.Si. Kepala Sub Bidang antar Lembaga pada Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, yang ditemui peneliti di ruang kerjanya menuturkan tentang hubungan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan dengan kalangan LSM, "Sebagaimana diketahui bahwa banyak sekali jumlah LSM dan Ormas yang terdaftar dalam Badan PKB-Linmas, namun hanya sedikit yang memiliki kegiatan secara aktif, diantaranya adalah Pinbuk, Formupas dan FKPS-2M. Mungkin karena itulah mereka dilibatkan dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah tahun 2000-2005. Hubungan antara Pemda dalam hal ini Badan PKB-Linmas dengan LSM, biasa-biasa saja, dalam arti Pemda tidak mencampuri urusan mereka dan mereka juga bebas melaksanakan aktivitasnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada." (wawancara tanggal 17 Maret 2003) Dengan topik yang sama Ir. Moh. Soebeiry, M.Si. Kepala Bappeda Kabupaten Pasuruan menyatakan sebagai berikut: "Pada awalnya saya bingung untuk menentukan LSM mana saja yang akan dimasukan dalam tim penyusun Poldas karena begitu banyaknya LSM dan Ormas yang ada. Setelah dibicarakan dengan pihak yang terkait dan mempertimbangkan waktu dan dana yang terbatas maka diputuskan untuk menunjuk tiga LSM yaitu Pinbuk, Formupas dan FKPS-2M. Mereka adalah LSM yang memiliki kegiatan yang cukup aktif selain itu tokoh-tokohnya pada umumnya terpelajar dan bisa diajak bicara." (wawancara tanggal 17 Maret 2003) Lebih lanjut hal tersebut dikonfirmasikan kepada Sdr. Burhanudin Kepala Seksi Data Bappeda dengan hasil wawancara sebagai berikut: "Hubungan Bappeda dengan LSM yang tergabung dalam Tim penyusun Poldas adalah biasa-biasa saja tidak ada yang istimewa. Mereka juga aktif menyampaikan usulan dan argumentasinya sebagaimana anggota tim. yang lain, kalaupun ada nilai tambah adalah mulainya ada saling

pengertian antara LSM dengan Pemda akan tugas dan fungsi masing-masing dan diharapkan kegiatan tersebut membuka pintu dialog yang lebih konstruktif pada masa mendatang." (wawancara tanggal 17 Maret 2003) Guna mengetahui pandangan dari sudut LSM tentang hubungannya dengan Pemda, dapat dilihat dari penuturan Drs. Edi Santoso, Ketua Forum Pemuda Pasuruan (Formupas) sebagai berikut, "Saya sebenarnya cukup heran kepada sikap para pejabat Pemda, bila dilihat sikap mereka pada diskusi-diskusi dalam tim penyusun Poldas bisa berjalan dengan baik, akrab dan konstruktif namun bila diajak bicara atau konfirmasi tentang suatu kebijakan tertentu yang menurut mereka sensitif, hubungan kami mirip anjing dan kucing." (wawancara tanggal 18 Maret 2003) Pada kesempatan terpisah Sdr. Doni Setyawan, Ketua LSM Forum Komunikasi Pengembangan Study Mahasiswa dan Masyarakat (FKPS-2M) mengungkapkan, "Pemda dengan LSM seharusnya bisa menjalin sinergi yang sehat sesuai visi dan misi masing-masing. Pemda hendaknya lebih terbuka dalam berbagai hal sehingga bisa terbuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi mulai dari penyusunan rencana, pelaksanaan dan evaluasi suatu kebijakan daerah. Tetapi sebagaimana yang saya amati masyarakat dalam hal ini LSM lebih banyak dilibatkan dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu yang keberadaan LSM disitu terkesan sekedar sebagai pelengkap semata." (wawancara tanggal 19 Maret 2003) Hasil wawancara dengan Sdr. Sholeh Prasetyo, SE, Ketua Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil sebagai berikut: "Karena kebetulan saya hidup di dua alam yang berbeda yaitu di satu sisi sebagai PNS di lain pihak juga sebagai aktivis LSM, maka saya berusaha untuk menjadi mediator diantara kedua belah pihak supaya bisa terjalin saling pengertian atau setidak-tidaknya menghindari suatu keadaan yang kontra produktif. Namun terus terang, upaya tersebut tidak selalu berhasil karena masih adanya saling curiga dan perbedaan kepentingan yang cukup tajam diatara keduanya, bahkan sering kali saya dicap sebagai oportunis." (wawancara tanggal 19 Maret 2003)

Dari hasil wawancara di atas tersirat bahwa interaksi antara Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan dengan LSM belumlah harmonis, namun juga tersimpan harapan di masing-masing pihak untuk bisa meningkatkan kualitas hubungan pada masa mendatang. d) Hubungan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta Drs. Agus Yusuf, MSi. Kepala Sub Dinas pada Dinas perindustrian dan Perdagangan, yang ditemui peneliti di ruang kerjanya menuturkan tentang hubungan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan dengan kalangan swasta, "Salah satu tujuan utama dibentuknya Dinas perindustrian dan perdagangan yang mungkin hanya ada di Kabupaten Pasuruan ini, adalah untuk lebih memberdayakan sektor perdagangan, industri, dan koperasi khususnya para pengusaha ekonomi lemah dengan bertumpu pada sistem ekonomi kerakyatan. Tugas utama kami adalah membuka akses dan menyediakan informasi pasar yang baik, hal ini dengan pertimbangan bahwa selama ini para pengusaha di Kabupaten Pasuruan masih berorientasi pada produksi semata. Rencana kami tersebut mendapat tanggapan yang positif dari kalangan dunia usaha bahkan mereka bersedia memberikan informasi tentang potensi dan kebutuhan masing-masing sebagai pelengkap bank data yang sedang disusun." (wawancara tanggal 17 Maret 2003) Dengan topik yang sama Ir. Moh. Soebeiry, M.Si. Kepala Bappeda Kabupaten Pasuruan menyatakan sebagai berikut. "Komunikasi antara Bappeda dengan Kadin dan Gapensi dalam penyusunan Poldas yang lalu terjalin cukup baik bahkan mereka banyak memberikan masukan yang konstruktif kepada Tim maupun kepada kami. Hal itu bisa dimaklumi karena Pak Zainal dan Pak Syaifullah adalah tokoh senior di bidangnya yang telah banyak makan asam garam dalam bergelut di dunia usaha." (wawancara tanggal 17 Maret 2003) Lebih lanjut hal tersebut dikonfirmasikan kepada Sdr. Burhanudin Kepala Seksi Data Bappeda dengan hasil wawancara sebagai berikut:

"Hubungan Bappeda dengan pihak swasta yang tergabung dalam Tim penyusun Poldas, menurut pengamatan saya adalah lebih baik dibanding dengan LSM. Hal itu mungkin disebabkan karena mereka lebih sering berinteraksi dengan kalangan birokrasi sehingga tidak ada kesenjangan dalam berkomunikasi." (wawancara tanggal 17 Maret 2003) Ir. H. Zainal Abidin, Ketua Kamar Dagang dan Industri Pasuruan mengutarakan tentang interaksi antara dunia usaha dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan khususnya dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah sebagai berikut: "Para pejabat Pemda sekarang, secara pribadi sangat saya kenal karena mereka kebanyakan adalah mantan teman sejawat saya bahkan beberapa orang adalah mantan anak buah saya. Hal itu sangat membantu dalam berkomunikasi dengan pihak Pemda dalam memperjuangkan aspirasi dari anggota Kadin. Pemda sekarang yang di bawah kepemimpinan Bupati Dade sangat memperhatikan kepentingan kalangan swasta yang salah satunya tercermin dengan dibentuknya Dinas Perindustrian dan Perdagangan ." (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Pada kesempatan yang sama Hj. Retno Sulistyawati, Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) menyatakan, "Kebijakan Bupati yang aspiratif terhadap sektor swasta mungkin didasari oleh pengalaman pribadi beliau sebagai seorang pengusaha yang cukup sukses disamping sebagai anggota TNI. Pak Dade pasti juga mengalami bagaimana sulitnya mengurus perijinan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan birokrasi, kesemuanya itu sangat tidak efisien dan banyak memboroskan tenaga dan biaya. Belum lagi dipusingkan dengan masalah permodalan, bahan baku dan pemasaran produk." (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Sdr. Achmad Syaifullah, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) mengungkapkan tentang hubungan sektor swasta dengan DPRD Daerah Kabupaten Pasuruan sebagai berikut: "Gapensi yang selama ini sering menjadi rekanan Pemda dalam penyediaan jasa kontruksi berharap agar kebijakan daerah yang telah ditetapkan dalam Poldas seperti pemberantasan KKN bisa benar-benar dilaksanakan dengan baik. Kami di lapangan hingga kini masih sering

mendapat tekanan baik langsung maupun tidak dari oknum pejabat Pemda untuk memberikan uang jasa atas proyek-proyek yang kami tangani." (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Dari hasil wawancara di atas tersirat bahwa interaksi antara Pemda dengan sektor swasta sudah mulai baik walaupun masih banyak yang perlu diperbaiki utamanya yang berkaitan dengan hubungan antar lembaga, karena selama ini jalinan hubungan lebih banyak karena adanya kedekatan antar personal. e) Hubungan antara LSM dengan Swasta Guna mengetahui pandangan dari sudut LSM tentang hubungannya dengan sektor swasta, dapat dilihat dari penuturan Drs. Edi Santoso, Ketua Forum Pemuda Pasuruan (Formupas) sebagai berikut, "Dalam perspektif good governance, sektor swasta dan civil society yang salah satunya adalah LSM merupakan dua soko guru lain di luar negara yang seharusnya bisa menjalin sinergi guna mengimbangi peran negara atau dalam hal ini Pemda. Namun yang patut disayangkan semua itu masih terbatas dalam wacana karena selama ini kalangan swasta terutama para pengusaha yang telah mapan bila berhubungan dengan LSM memiliki perilaku yang mirip dengan para birokrat yaitu tertutup dan berusaha untuk menghindar." (wawancara tanggal 18 Maret 2003) Pada kesempatan terpisah Sdr. Doni Setyawan, Ketua LSM Forum Komunikasi Pengembangan Study Mahasiswa dan Masyarakat (FKPS-2M) mengungkapkan, "Ada beberapa pengusaha yang mau membantu kegiatan-kegiatan kami, namun hanya sebatas bantuan dana tanpa peduli terhadap substansi kegiatan tersebut. Mereka pada umumnya sangat sensitif terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan hak-hak normatif buruh seperti UMR dan fasilitas kerja lainnya. Mereka beranggapan LSM adalah biang kerok pemogokan buruh yang note bene bisa merugikannya. Padahal yang kami lakukan hanyalah sekedar memberikan advokasi terhadap para pekerja yang hak-haknya selama ini kurang diperhatikan oleh para

pengusaha, adapun mengenai keputusan untuk mogok dan sebagainya adalah sepenuhnya keputusan dari pekerja itu sendiri." (wawancara tanggal 19 Maret 2003) Hasil wawancara dengan Sdr. Sholeh Prasetyo, SE. Ketua Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil sebagai berikut: "Kalau para pengusaha besar dan menengah kurang kooperatif dengan LSM, tidak demikian halnya dengan para pengusaha kecil. Mereka sangat antusias terhadap pembinaan-pembinaan yang kami lakukan baik berupa bantuan manajemen maupun permodalan dalam kerangka JPS. Mereka pada umumnya lebih senang dibina oleh LSM dibanding dibina oleh Pemda karena kami lebih menekankan pola kemitraan dan hubungan informal yang mudah mereka pahami dibanding pendekatan yang dilakukan oleh Pemda yang lebih banyak bersifat formal dan kaku". (wawancara tanggal 19 Maret 200 1) Ir. H. Zainal Abidin, Ketua Kamar Dagang dan Industri Kabupaten Pasuruan mengutarakan tentang interaksi antara dunia usaha dengan kalangan LSM khususnya dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah sebagai berikut: "Adik-adik dari kalangan LSM sebenarnya adalah tokoh-tokoh muda yang masih penuh dengan idealisme untuk membantu masyarakat bawah yang selama ini terlupakan oleh institusi formal yang ada. Namun sayang niatan yang mulia itu, ditunggangi oleh oknum-oknum yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu dan ironisnya kebanyakan bertendensikan uang. Selama ini LSM lebih banyak memperhatikan pada pemberdayaan buruh padahal perlu diketahui bahwa banyak pula pengusaha yang perlu diberdayakan sehingga mau secara suka rela memenuhi hak-hak normatif pekerja. Untuk itu sebenarnya LSM bisa bekerja sama dengan Kadin untuk menyusun rencana kerja dalam rangka pemberdayaan pengusaha dan pekerjanya". (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Pada kesempatan yang sama Hj. Retno Sulistyawati, Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) menyatakan, Salah seorang anak saya yang masih mahasiswa adalah aktivis LSM dan mereka sering mengadakan pertemuan di rumah saya, jadi saya secara pribadi sering berinteraksi dengan mereka. Saya sering memberikan

masukan kepada mereka supaya lebih bijak dalam memperjuangkan suatu kepentingan karena tidak semua pihak bisa memahami sepak terjang LSM yang cenderung reaksioner. Saya secara pribadi merasa salut terhadap perjuangan yang dilakukan para aktivis LSM dalam lebih memberdayakan masyarakat, walaupun harus disadari bahwa ada pula LSM yang nakal dan tidak jelas apa maunya", (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Sdr. Achmad Syaifullah, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) mengungkapkan tentang hubungan sektor swasta dengan LSM sebagai berikut: "Terus terang saya sering dibuat repot oleh kelakuan para LSM itu, sering mereka datang ke kantor maupun mendatangi lokasi proyek yang sedang kami kerjakan. Mereka kemudian mencari-cari permasalahan yang kemudian ujung-ujungnya minta uang". (wawancara tanggal 20 Maret 2003) Dari hasil wawancara di atas tersirat bahwa interaksi antara LSM dengan sektor swasta kurang terjalin dengan baik karena masih sering terjadi salah pengertian diantara mereka, utamanya yang berkaitan dengan tugas dan fungsi masing-masing pihak. f. Hubungan antara DPRD dengan Pemerintah Daerah Guna mengetahui pandangan dari sudut pandangan anggota DPRD tentang hubungannya dengan Pemerintah Daerah dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 2000-2005 bisa disimak dari hasil wawancara dengan Drs. H. Darmidi, M.Si, Wakil Ketua Fraksi Partai Golongan Karya yang juga anggota Pansus, Kerjasama antara DPRD dengan Pemda dalam penyusunan Poldas sudah terjalin sejak proses penyusunan draft hingga pembahasanpembahasan di forum rapat DPRD. Selama pembahasan yang kami lakukan bisa berjalan dengan baik, bahkan cukup konstruktif. (wawancara tanggal 25 Maret 2003)

Edy Mulyono, Sekretaris Fraksi PDI-P memberikan tanggapannya sebagai berikut.. "Saya sangat menghargai langkah-langkah yang diambil Pemda dalam menyusun draft Poldas 2000-2005 yang melibatkan seluruh komponen yang terkait termasuk DPRD. Saya mengharapkan mekanisme seperti itu bisa diterapkan pada penyusunan Raperda lainnya". (Wawancara tanggal 25 Maret 2003) Pada kesempatan yang sama Sdr. Dra. Anisah Syakur, M.Ag, Sekretaris Fraksi PKB menyampaikan pendapatnya sebagai berikut, "Dalam penyusunan dan pembahasan Raperda Poldas yang cukup lancar dan konstruktif, bisa dijadikan cermin bahwa apabila setiap pembicaraan dilakukan dengan akal sehat dan tidak terlalu dikait-kaitkan dengan kepentingan politis maka hasilnya bisa lebih baik serta diterima oleh semua pihak". (Wawancara tanggal 25 Maret 2003) Drs. Agus Yusuf, MSi. Kepala Sub Dinas pada Dinas perindustrian dan perdagangan, yang ditemui peneliti di ruang kerjanya menuturkan tentang hubungan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan dengan DPRD dalam penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan Tahun 20002005, "Kerjasama antara Pemda dan DPRD terjalin dengan baik, hal itu setidaknya dapat dilihat dari proses pembahasan di forum Dewan yang cukup lancar, bahkan Dewan telah memberikan masukan yang cukup konstruktif dalam rangka menyempurnakan visi kabupaten". (wawancara 17 Maret 2003) Dengan topik yang sama Ir. Moh. Soebeiry, M.Si. Kepala Bappeda Kabupaten Pasuruan menyatakan sebagai berikut : "Komunikasi antara Bappeda dengan DPRD dalam penyusunan Poldas yang lalu terjalin cukup baik bahkan mereka banyak memberikan masukan yang konstruktif kepada Tim maupun kepada kami. Salah satu tolok ukurnya adalah lancarnya pembahasan di rapat Komisi maupun

Rapat Paripurna DPRD dibanding dengan pembahasan Raperda-raperda lainnya". (wawancara tanggal 17 Maret 2003) Lebih lanjut hal tersebut dikonfirmasikan kepada Sdr. Burhanudin Kepala Seksi Data Bappeda dengan hasil wawancara sebagai berikut : "Hubungan Bappeda dengan anggota DPRD dalam Tim penyusun Poldas, menurut pengamatan saya adalah cukup baik, setidaknya mereka tidak begitu menghambat pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah disusun." (wawancara tanggal 17 Maret 2003) Dari uraian di atas tergambar bahwa DPRD dan Pemerintah Daerah bisa bekerjasama dan berinteraksi dengan baik bila tidak terlalu ada tendensi kepentingan sepihak serta lebih menempatkan kepentingan masyarakat di atas segalanya. 4.2.2. Kasus Kedua : Penyusunan Perda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pasuruan tahun 2003. Surat Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 903/2735/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD memuat hal-hal yang dapat dijadikan acuan oleh Daerah dalam menyusun APBD yang sifatnya tidak mengikat. Prinsip yang dianut dalam penyusunan dan pengelolaan APBD yaitu transparansi dan akuntabilitas, disiplin, keadilan, efisiensi dan efektivitas, serta format anggaran. a) Transparansi dan akuntabilitas anggaran Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggungjawab. Mengingat anggaran daerah merupakan salah satu sarana evaluasi pencapaian kinerja dan tanggung jawab pemerintah dalam mensejahterakan

masyarakat, maka APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari kegiatan atau proyek yang dianggarkan dalam APBD. Selain itu setiap dana yang diperoleh dan dibelanjakan, harus dapat dipertanggungjawabkan. b) Disiplin anggaran APBD disusun dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa harus meninggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, anggaran yang disusun harus dilakukan berdasarkan asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan. c) Keadilan anggaran Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap masyarakat. Untuk itu, pemerintah wajib mengalokasikan penggunaannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan. d) Efisiensi dan efektivitas anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang diprogramkan.

e) Format anggaran Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran defisit atau surplus. Selisih antara pendapatan dan belanja dapat mengakibatkan terjadinya defisit atau surplus anggaran. Apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk Dana Cadangan, sedangkan bila terjadi defisit, dapat ditutupi melalui sumber pembiayaan pinjaman dan atau penerbitan Obligasi Daerah sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku. Lebih lanjut akan dipaparkan data tentang penerapan mekanisme good governance dalam penyusunan kebijakan akan daerah dalam hal ini penyusunan RAPBD Kabupaten Pasuruan Tahun Anggaran 2003. 1) Pelaksanaan mekanisme good governance dalam penyusunan Peraturan Daerah tentang APBD Kabupaten Pasuruan Tahun Anggaran 2003. Penyusunan APBD pada tahun anggaran 2003 masih sangat dipengaruhi oleh situasi perekonomian yang masih belum pulih dari krisis. Dampak krisis multidimensional beberapa tahun terakhir mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk miskin, pengangguran, dan bertambahnya jumlah anak yang putus sekolah. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah harus mampu mengatasi masalahmasalah tersebut serta perlu memperhatikan tuntutan masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan antara lain upaya mengundang investor untuk berinvestasi di Kabupaten Pasuruan dalam rangka mengurangi pengangguran, meningkatkan pelayanan bagi dunia usaha, meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, kebersihan, keamanan dan ketertiban umum.

Kebijakan penyusunan APBD hendaknya tidak saja bertujuan untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi daerah dengan cepat, tetapi perlu dilakukan perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan di masa lalu, termasuk moral para penyelenggara kebijakan, penyederhanaan pemberian ijin usaha, serta mekanisme penyelenggaraan pemerintahan. a) Penyusunan Raperda tentang APBD Kabupaten Pasuruan Tahun Anggaran 2003 Guna mengetahui mekanisme penyusunan RAPBD Kabupaten Pasuruan Tahun Anggaran 2003. peneliti menemui informan kunci yaitu Drs. Indra Kusuma, M.Si, Kepala Bagian Keuangan Kabupaten Pasuruan yang menuturkan secara umum mekanisme penyusunan draft RAPBD sebagai berikut: "Seluruh unit pemerintah kabupaten paling lambat pada awal bulan Desember 2002 diminta untuk menyerahkan usulan anggarannya baik berupa rencana penerimaan maupun belanja kepada Tim Anggaran untuk dibahas dan disesuaikan dengan kekuatan plafond anggaran yang ada. Sebelum dibahas dalam Tim, rencana belanja pembangunan dari unit-unit kerja dibahas terlebih dahulu oleh Bappeda guna disesuaikan dengan hasil Rakorbang. Setelah pembahasan sisi pendapatan, belanja pembangunan maupun rutin dalam Tim Anggaran tuntas maka RAPBD diserahkan kepada Pimpinan DPRD guna diproses lebih lanjut." (wawancara 5 Maret 2003) Lebih lanjut hal tersebut dikonfirmasikan kepada Sdr. Syamsul Arifin, SH, M.Si, Kepala Sub Bagian Anggaran pada Bagian Keuangan dengan hasil wawancara sebagai berikut : "Sebagaimana diatur dalam Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Pasuruan Nomor 381 Tahun 1998 tentang Pembentukan Tim Penyusunan dan Tim Evaluasi Pelaksanaan APBD Kabupaten Dati II Pasuruan, Tim Anggaran di dalam membahas draft RAPBD terbagi dalam tiga koordinator yaitu : 1) Koordinator Pendapatan adalah Asisten Administrasi; 2) Koordinator Belanja Rutin adalah Asisten Tata Praja;

3) Koordinator Belanja Pembangunan adalah Asisten Administrasi Pembangunan. Masing-masing koordinator bertugas mengkoordinasikan dan membahas draft RAPBD sesuai bidang tugasnya dengan unit kerja terkait yang kemudian disampaikan kepada Tim Anggaran guna dibahas secara lebih komprehensif. Hasil bahasan Tim Anggaran kemudian dipaparkan kepada Bpk. Bupati guna mendapatkan persetujuan. Setelah diadakan penyesuaian di sana-sini maka RAPBD ditandatangani oleh Bpk. Bupati untuk diserahkan kepada DPRD." (wawancara tanggal 5 Maret 2003) Uraian kedua informan kunci di atas secara tersirat bahwa dalam penyusunan draft RAPBD tidak melibatkan unsur-unsur di luar birokrasi Pemerintah Daerah, untuk memperjelas hal tersebut peneliti menemui Ir. Moh. Soebeiry, M.Si. Kepala Bappeda Kabupaten Pasuruan yang terlibat langsung dalam pembahasan draft usulan anggaran dari unit-unit kerja dengan hasil wawancara sebagai berikut: "Dalam pembahasan usulan belanja pembangunan unit-unit kerja dengan Bappeda, memang tidak melibatkan unsur-unsur dari luar karena aspirasi masyarakat pada hakekatnya sudah tertampung dalam mekanisme perencanaan pembangunan mulai dari Musbang Desa, diskusi UDKP hingga Rakorbang tingkat Kabupaten. Oleh karena itu setiap pembicaraan tentang usulan belanja pembangunan dengan suatu unit kerja, kami selalu mengacu pada prioritas pembangunan yang telah disepakati dalam Rakorbang, idealnya memang pada setiap penyusunan kebijakan termasuk penyusunan RAPBD harusnya melibatkan seluruh stakeholders yang ada, namun hingga kini belum ada acuan resmi yang mengaturnya. Menurut pendapat saya, aturan mainnya harus disepakati terlebih dahulu guna mengantisipasi hal-hal yang tidak baik." (wawancara tanggal 5 Maret 2003) Dari hasil wawancara di atas, secara umum dapat diketahui bahwa proses penyusunan draft RAPBD memang tidak secara langsung melibatkan unsur-unsur di luar birokrasi Pemda. Secara tersirat ada semacam keengganan dari aparat Pemda untuk melibatkan masyarakat dalam penyusunan RAPBD yang merupakan suatu kegiatan yang sensitif dan tabu bila diketahui pihak lain. Latar belakang

kekurangketerbukaan Pemda terhadap proses penyusunan RAPBD tahun anggaran 2003 beserta liku-likunya terkuak dalam hasil wawancara dengan beberapa pimpinan unit kerja di lingkup Pemda Kabupaten Pasuruan dan anggota DPRD yang untuk pertama kalinya menyusun sendiri belanja rutinnya, berikut ini. Agus Sutiadji, SH, M.Si, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pasuruan menyampaikan tentang proses pembahasan draft RAPBD khususnya sisi pendapatan sebagai berikut : "Pada penyusunan draft RAPBD tahun 2003 sisi pendapatan, seluruh unit kerja penghasil seperti: Dipenda, Capil, BUMD dan lain-lain diminta oleh dewan untuk meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber pendapatan secara optimal. Komisi C sangat intens dalam ngoprak- ngoprak unit kerja penghasil untuk meningkatkan target penerimaan PAD. Dalam pembahasan tersebut pada awalnya dewan mematok target yang tinggi, setelah diadakan pembicaraan yang konstruktif maka disepakati target global pemasukan PAD sebesar 13,7 milyar Dipenda sebagai koordinator pemasukan PAD memiliki tugas yang berat, untuk itu saya berusaha meningkatkan profesionalisme dan fasilitas, rekan-rekan kita para petugas pemungut khususnya yang ada di lapangan. Mengapa DPRD begitu semangat menekan unit kerja penghasil, secara pribadi saya memakluminya selain untuk mendukung pembiayaan APBD juga merupakan komponen penting dalam menentukan besarnya belanja rutin dewan, mungkin apabila saya menjadi anggota dewan akan melakukan hal serupa." (wawancara tanggal 6 Maret 2003) Sdr. Yoppy salah seorang staf dari Badan Pengawas Daerah Kabupaten Pasuruan yang kebetulan bertemu dengan peneliti pada saat makan pagi di kantin menuturkan: "Saya kebetulan ditunjuk oleh Kepala Bawasda sebagai salah seorang yang bertugas meneliti usulan-usulan proyek dari dinas dan bagian terkait. Saya sering menjumpai terjadinya tumpang tindih dan duplikasi kegiatan, bahkan ada kegiatan yang terkesan mengada-ada, misalnya: Bagian Pemerintahan dan Bagian Organisasi mengusulkan kegiatan yang sama yaitu sosialisasi tentang PP Nomor 8 Tahun 2003, belum lagi salah satu dinas mengusulkan biaya perawatan kendaraan dinas yang amat besar padahal kendaraan dinasnya masih baru. Menyikapi hal tersebut saya memberikan telaah kepada pimpinan untuk diadakan penggabungan

terhadap kegiatan yang sama atau yang saling berkaitan dan menyarankan untuk menolak usulan kegiatan yang kurang rasional. Suatu hal yang perlu diingat bahwa permasalahan serupa dan upaya mark up anggaran bisa ditemui disetiap usulan kegiatan, hal ini yang mengakibatkan proses penyusunan draft anggaran menjadi lama." (wawancara tanggal 7 Maret 2003) Pernyataan Sdr. Yoppy secara implisit dibenarkan oleh Ir. Edy , Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan pada saat berdialog dengan peneliti ketika bersama-sama mengikuti kunjungan kerja Bupati ke Kecamatan Purwodadi sebagai berikut : "Dalam penyusunan usulan anggaran tahun ini, saya mengalami sedikit kesulitan ketika harus mensinergikan dua unit kerja yang bergabung menjadi satu dinas yaitu Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan yang biasanya mereka bisa mandiri dalam menentukan dan mengelola anggarannya sekarang tidak bisa. Pada awalnya masing-masing Sub Dinas berusaha untuk memaksakan usulan kegiatannya, namun setelah diberi pengertian, mereka bisa menerima upaya untuk merumuskan kegiatan secara sinergis antar sub dinas sehingga pelaksanaannya diharapkan bisa lebih efektif dan efisien. Cakupan kerja dinas kami adalah amat luas dan ditambah dengan jumlah pegawai yang cukup banyak sedangkan biaya operasional yang dianggarkan tidaklah besar, hal ini menuntut kejelian dan kecermatan dalam menyusun anggaran kerja supaya bisa sedikit menyisihkan dana guna menutup biaya operasional yang tidak teranggarkan (dana taktis) dan sedapat mungkin bisa membantu menambah kesejahteraan rekan-rekan sekerja. Terus terang tanpa bantuan dan dukungan mereka, saya tidak akan bisa apa-apa". (wawancara tanggal 25 April 2003) Drs. Hamzah (bukan nama sebenarnya), seorang pejabat teras lainnya yang kebetulan ikut bergabung dalam pembicaraan antara peneliti dengan Sdr. Pratikto menyatakan: "Dalam setiap penyusunan anggaran, saya selalu mengalami konflik batin. Saya sebenarnya tidak setuju dan tidak senang akan praktek penyusunan anggaran yang seperti sekarang ini berlaku, dimana banyak unsur tipu-tipunya Saya lebih senang bila kegiatan-kegiatan yang sekarang ini dibiayai dengan cara pengaturan atau rekayasa anggaran dilegalkan saja, sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara mudah. Selama ini banyak kegiatan yang tidak atau kurang teranggarkan yang harus ditanggung oleh

kantor, seperti: kegiatan yang melibatkan karyawan dalam upacara di Bangil, urunan-urunan informal, biaya operasional kantor dan sebagainya. Untuk menutup itu semua, jalan satu-satunya yang mungkin dilakukan adalah mark up anggaran atau mengurangi volume atau kualitas kegiatan dari yang seharusnya." (wawancara tanggal 25 April 2003) Dari empat hasil wawancara di atas, menggambarkan bahwa dalam penyusunan draft APBD 2003 memerlukan waktu yang lebih panjang dibanding pada tahun sebelumnya, hal itu dikarenakan adanya kendala teknis maupun non teknis, seperti adanya kebijakan baru dalam hal kelembagaan dan keuangan dalam rangka implementasi dari UU Nomor 22 dan 25 tahun 1999. Hal itu mengakibatkan seluruh unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan melaksanakan penyesuaian-penyesuaian dalam menyusun rencana kerjanya Selain dari pada itu, pada setiap penyusunan usulan anggaran ada kecenderungan untuk mark up dengan alasan untuk persiapan dana taktis atau menutup kekurangan biaya operasional. Proses penyusunan anggaran intern DPRD dapat dilihat dari pemaparan Drs. Mohamad Solichin, Kepala Sub Bagian Rapat dan Risalah pada Sekretariat DPRD (di kalangan pegawai Pemda lebih dikenal dengan sebutan Setwan) pada saat ditemui peneliti di ruang kerjanya : "Beberapa hari menjelang penyerahan draft RAPBD oleh eksekutif ke dewan kami bersama-sama pimpinan dan Panitia Anggaran DPRD sibuk menyusun anggaran rutin DPRD dan Sekretariat DPRD. Sesungguhnya pada awal pembahasan usulan lancar-lancar saja, baru timbul masalah setelah salah satu Pimpinan menyampaikan informasi bahwa telah disetujui Perda nomor 25 tahun 2002 tentang perubahan atas Perda Nomor 32 tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah yang terdapat pengaturan kembali gaji dan fasilitas-fasilitas yang bisa diterima anggota dewan. Berkaitan dengan hal itu, Bapak Ketua memerintah saya untuk melakukan perubahan secepatnya. Pimpinan dewan beserta Panitia Anggaran memutuskan untuk meningkatkan usulan anggaran yang semula disepakati sama dengan tahun lalu yaitu

sebesar kurang lebih 3,1 milyar menjadi 4,1 milyar atau naik sebesar sekitar 35 persen. Pimpinan DPRD atas saran dari Panitia Musyawarah menetapkan jadwal pembahasan RAPBD di forum Panitia Anggaran dengan urutan pembahasan sisi pendapatan, belanja pembangunan kemudian baru belanja rutin, hal ini diluar kebiasaan yang biasanya urutan pembicaraan adalah anggaran pendapatan, belanja rutin kemudian belanja pembangunan. Terus terang saya tidak berani berspekulasi mengenai alasan mengapa kebijakan itu ditempuh. Kami di Setwan adalah merupakan unsur staf yang bertugas membantu kelancaran pelaksanaan para anggota dewan tanpa harus turut campur mengenai hal-hal yang bersifat kebijakan dan politik. Yang pasti pembahasan draft RAPBD tahun ini sepanjang sepengetahuan saya adalah yang paling lama dan melelahkan." (wawancara tanggal 6 Maret 2003) Drs. H. Darmidi, M.Si, Wakil Ketua Fraksi Golkar yang juga menjadi Sekretaris Komisi C dan anggota Panitia Anggaran, berkaitan dengan besarnya peningkatan anggaran intern DPRD mengatakan: "Tidaklah benar bahwa tuduhan yang disampaikan oleh kalangan LSM sebagaimana dilansir di beberapa koran bahwa "DPRD kemaruk" terhadap anggaran. Besarnya anggaran DPRD sebesar 4,1 milyar bila dilihat secara absolut memang kelihatan besar, namun bila dibandingkan dengan total APBD hanya sebesar 1,5 persennya akan tidak sebanding bila dibandingkan dengan belanja pegawai yang menghabiskan 79,7 persen dana APBD, belum lagi bila dibandingkan dengan anggaran rutin Bupati dan Wakilnya yang sebesar 1 milyar lebih. Perlu diketahui bahwa uang sebanyak itu bukanlah seluruhnya masuk kantong anggota dewan tetapi di dalamnya termasuk juga belanja pegawai, biaya operasional sekretariat dan sebagainya. Tujuan yang ingin dicapai dari peningkatan anggaran dewan adalah dalam rangka pemberdayaan DPRD, anggota DPRD agar bisa lebih berkonsentrasi terhadap pelaksanaan fungsi-fungsinya tanpa harus terhambat oleh kurangnya dukungan sarana dan prasarana yang ada. Dan yang penting langkah kami tersebut secara formal tidak menyalahi aturan serta telah sesuai dengan Perda Nomor 25 Tahun 2002". (wawancara tanggal 25 Maret 2003) Drs. H. Prawiknyo Hadi, MBA (55 tahun) Ketua Fraksi TNI-Polri dan anggota Panitia Musyawarah yang ditemui peneliti di ruang tunggu Gedung DPRD, mengungkapkan tentang mengapa penyusunan jadwal pembahasan draft RAPBD tidak seperti lazimnya,

"Kami di Panitia Musyawarah sadar bahwa penyusunan jadwal pembahasan draft yang tidak seperti biasanya akan banyak menimbulkan pertanyaan praduga. Pembahasan anggaran belanja rutin sengaja dibahas terakhir dengan pertimbangan bahwa kita perlu kehati-hatian dalam membahasnya sambil mengumpulkan informasi seakurat mungkin utamanya yang berkaitan dengan belanja pegawai. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pada saat itu Pemda baru saja selesai menyusun kelembagaan yang disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 serta pelimpahan personil dengan jumlah yang cukup banyak dari Pemerintah Pusat dan Propinsi. Kami tidak mau sampai terjadi ada pegawai yang tidak menerima gaji yang dikarenakan keteledoran dalam menyusun anggaran belanja pegawai atau suatu unit kerja tidak bisa bekerja dengan optimal karena sarana dan prasarananya tidak mencukupi. Perlu diingat bahwa anggaran rutin utamanya pos anggaran belanja pegawai adalah suatu hal yang sangat berkaitan dengan hajat hidup pegawai beserta keluarganya, jadi harus dibahas dengan cermat dan bijak". (wawancara tanggal 25 Maret 2003) Pernyataan menarik disampaikan oleh Edy Mulyono, Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan, sebagai berikut : "Bukan rahasia umum lagi bahwa kami (anggota DPRD) pada umumnya berasal dari kaum pinggiran yang termarjinalisasikan pada era Orde Baru dahulu dan secara ekonomis sebenarnya tidak dapat dikatakan kaya, padahal tugas-tugas yang harus kami emban adalah sangat berat dan kompleks, belum lagi bila harus berhadapan dengan mitra kerja dari eksekutif yang secara profesional dan ekonomis jauh lebih mapan dibanding kami. Hal itu bisa menimbulkan dampak psikologis yang kurang sehat terutama apabila harus menjalankan fungsi kontrol. Sebenarnya masih cukup wajar apabila rakyat memberikan gaji dan fasilitas kerja yang lebih memadai bagi wakil-wakilnya supaya bisa bekerja secara optimal dalam memperjuangkan amanat penderitaan rakyat. Sebaliknya apabila telah diberi gaji atau tepatnya uang representasi dan fasilitas yang memadai ternyata tidak bisa bekerja dengan baik, ya pada Pemilu mendatang jangan dipilih lagi". (wawancara tanggal 26 Maret 2003) Hal yang kurang lebih senada disampaikan oleh M. Ridlo Bafaqih, SE, M.Si, Wakil Ketua Fraksi PKB : "Saya rasa peningkatan gaji dan fasilitas lainnya bagi anggota dewan masih bisa dipertanggungjawabkan selain memiliki pijakan hukum yang kuat juga untuk memenuhi tuntutan riil yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan dan kinerja masing-masing anggota. Saya yakin

rakyat tidak akan menginginkan wakilnya kelihatan loyo dan kurang "PD" tatkala harus berhadapan dengan para birokrat yang pada umumnya sudah mapan. Selain daripada itu, anggota dewan pada umumnya beraktivitas cukup dinamis dan padat yaitu selain harus menghadiri rapat-rapat resmi, kami juga sering melaksanakan kunjungan informal di desa-desa khususnya di wilayah konstituen masing-masing serta menerima tamu dari masyarakat yang biasanya mengadukan suatu permasalahannya di rumah yang semuanya itu memerlukan dukungan biaya dan fasilitas yang memadai." (wawancara tanggal 26 Maret 2003) Dari penuturan empat anggota Dewan di atas, terungkap bahwa mereka memang menginginkan kenaikan gaji dan penambahan fasilitas yang lebih memadai dan berusaha membuat alasan pembenar atas keinginannya tersebut. Mereka berusaha menyusun agenda pembahasan RAPBD sedemikian rupa sehingga bisa memperkuat posisinya dalam pembicaraan dengan pihak eksekutif Di lain pihak Dade Angga S.IP, M.Si, Bupati Pasuruan juga mempunyai rencana besar yang telah dijanjikannya sejak dia memaparkan visi dan misinya di hadapan anggota DPRD pada saat penjaringan bakal calon Bupati Pasuruan sebagaimana terungkap pada arahan dan pidatonya pada setiap kesempatan, berikut ini cuplikan pidato Bupati Pasuruan ketika memberikan pengarahan kepada Kepala Desa, tokoh masyarakat, dan perwakilan LSM atau Ormas di Pendopo Kabupaten pada tanggal 25 April 2003, "Saya mumpung menjadi Bupati berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mensejahterakan rakyat dan senantiasa berusaha mengajak berbuat kebaikan bagi kita bersama. Program utama saya adalah meningkatkan keimanan dan ketaqwaan bagi seluruh masyarakat, diharapkan setiap anggota masyarakat bisa mengamalkan ajaran agamanya masing-masing, berkaitan dengan hal tersebut saya telah memprogramkan kegiatan kelompok belajar sholat bagi yang beragama Islam di dusun-dusun yang diasuh oleh seorang pembimbing yang telah mendapatkan pelatihan dari Kantor Departemen Agama. Untuk yang beragama selain Islam telah pula dianggarkan untuk pembinaan, adapun bentuk kegiatannya diserahkan kepada induk organisasi agama yang bersangkutan. Perlu saudara-saudara ketahui bahwa baru saat inilah masing-masing agama

memperoleh lokasi anggaran resmi untuk pembinaan yang besarnya disesuaikan dengan prosentase jumlah pemeluknya Program penanaman tanaman produktif di tepi jalan-jalan desa dan kabupaten, selain untuk menghijaukan hasilnya bisa menambah pemasukan bagi kas desa dan PADS dengan pola bagi hasil antara desa dan Pemda. Mengapa saya memilih tanaman mlinjo untuk ditanam di sepanjang tepi jalan, pertimbangan bahwa tanaman mlinjo mudah tumbuh dan buahnya tidak membahayakan pemakai jalan serta diharapkan bisa menjadi tanaman khas, dimana bila orang membutuhkan mlinjo akan langsung ingat pada Kabupaten Pasuruan seperti layaknya krupuk ikan identik dengan Kota Pasuruan dan Kota Batu identik dengan apelnya. Pada dasarnya Kabupaten Pasuruan adalah daerah agraris, untuk itu saya memprogramkan untuk memperbaiki dan membangun jaringan irigasi yang diharapkan bisa meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Program ini sangat penting, bahkan untuk itu saya terpaksa harus mengurangi alokasi anggaran untuk pembangunan jalan baru kecuali jalan poros ekonomi dengan mengalihkannya kepada pembangunan irigasi. Perlu saudara-saudara ketahui bahwa untuk menggolkan ketiga program tersebut memerlukan perjuangan yang cukup berat, kami oleh dewan diserang habis-habisan untuk itu saya mohon dengan hormat kepada bapak dan ibu sekalian untuk mendukung suksesnya program-program pembangunan tersebut." (dokumentasi Dinas Informasi dan Komunikasi Kab. Pasuruan berupa rekaman dalam pita kaset) Di dalam identifikasi kebutuhan dan penetapan sasaran sebagaimana telah terungkap dalam hasil wawancara di atas setidaknya bisa diketahui adanya dua pihak yang masing-masing memiliki kepentingan kuat untuk meraih apa yang menjadi kehendaknya. Pihak legislatif berkehendak untuk meningkatkan penghasilan dan fasilitas yang akan diterimanya dengan dalih sebagai salah satu upaya pemberdayaan DPRD dan pihak eksekutif dalam hal ini Bupati memiliki program utama yang berupa pembentukan kelompok belajar sholat, penanaman pohon mlinjo di tepi jalan serta pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi. Dinamika serta tarik ulur antara eksekutif dan legislatif dalam memperjuangkan

kepentingan masing-masing dapat disimak dari hasil serangkaian wawancara berikut ini. Drs. Suprapto, Kepala Bagian Sosial mengungkapkan tentang liku-liku pembahasan draft RAPBD 2003 khususnya tentang proyek kegiatan Kelompok Belajar Sholat, "Bapak Bupati memiliki komitmen yang kuat terhadap upaya peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh masyarakat di Kabupaten Pasuruan, perhatian tidak hanya khusus bagi yang beragama Islam saja tetapi juga berlaku bagai seluruh pemeluk agama, bahkan penghayat kepercayaan pun mendapat perhatian dari beliau. Banyak kalangan terutama dari sebagian anggota dewan, pers dan LSM kurang memahami apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Bpk. Bupati, mereka hanya terfokus pada pembentukan kelompok belajar sholat yang dipahami sebagai intervensi Pemda terhadap kewenangan yang seharusnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat bahkan ada yang menganggap hal itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Salah satu tokoh LSM bahkan sempat berujar, "jaman reformasi koq sembahyang dipekso- pekso, apa orang Pemda sudah kurang kerjaan!" " Sebenarnya Bpk. Bupati justru berupaya untuk mengajak masyarakat mereformasi dirinya sendiri dengan meningkatkan kualitas keimanannya sehingga diperoleh kualitas hidup yang lebih baik. Di tengah kritikan yang tajam dari berbagai pihak dan pembahasan di dewan terancam deadlock, Bpk. Bupati sempat mengungkapkan bahwa apabila dewan tidak menyetujui rencana anggaran pembinaan keimanan tersebut, beliau akan jalan terus bahkan bila diperlukan akan dibiayai dengan dana pribadi. Dalam pembahasan di DPRD yang dijadikan masalah bukanlah substansinya tetapi di hal-hal yang bersifat normatif seperti bagaimana mengukur keberhasilan, apakah ada jaminan bila orang yang sholat pasti memiliki perilaku yang lebih baik dan sebagainya. Segala argumentasi kami untuk menjelaskan program tersebut tidak bisa diterimanya bahkan terkesan mereka sedang mengulur-ulur waktu. Alhamdulillah pembahasan itu bisa tuntas setelah Bpk. Bupati yang didampingi oleh Bpk. Sekda bertemu dengan Pimpinan DPRD". (wawancara tanggal 23 April 2003) Di tempat terpisah Ir. Riyanto, Kepala Dinas Pengairan Kabupaten Pasuruan yang ketiban berkah karena adanya peningkatan jumlah dan nilai proyek pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi menyatakan:

"Bapak kita (Bupati) sekarang ini mempunyai kepedulian yang sangat besar terhadap masalah pertanian di Kabupaten Pasuruan. Secara riil memang telah banyak jaringan irigasi yang rusak dan perlu adanya penambahan fasilitas irigasi baru antara lain seperti perbaikan beberapa Dam dan pembangunan saluran irigasi di seluruh kecamatan. Dahulu sebelum tahun delapan puluhan dimana masih ada Jogotirto (pengatur air), masyarakat desa dengan mudah diajak gotong royong untuk memelihara dan memperbaiki jaringan irigasi di desanya, sekarang hal itu sulit untuk dilaksanakan bahkan cendenmg apatis dan bila mereka harus dilibatkan pasti mengharapkan adanya imbalan tertentu. Hal itu mungkin akibat dari kebijakan masa lalu yang sentralistik dan selalu memberi imbalan kepada masyarakat yang mengikuti kegiatan padat karya (gotong royong). Kami pada saat ini memang sedang ketiban sampur untuk mensukseskan kebijakan Bpk. Bupati tersebut Pada pembahasan draft RAPBD di DPRD tidak ada permasalahan yang mendasar, secara umum para anggota dewan bisa memahami bahkan mendukung usulan kegiatan yang kami susun, memang ada sedikit perdebatan yang berkaitan dengan pengalihan alokasi dana dan pos peningkatan (pembangunan dan perbaikan) prasarana transportasi jalan dan jembatan ke pos peningkatan sarana irigasi. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan setelah diadakan pembicaraan informal dengan memberikan pengertian secara lebih lugas dasar-dasar pemikiran yang melandasi mengapa eksekutif menempuh kebijakan tersebut pada saat rehat makan siang." (wawancara pada tanggal 23 April 2003) Ada penuturan menarik dari Sdr. Kasino (bukan nama sebenarnya sebab yang bersangkutan keberatan disebut namanya) seorang pejabat teras di Pemerintah Kabupaten Pasuruan tentang pengalamannya memperjuangkan usulan anggarannya di DPRD, "Sebenarnya dalam setiap pembahasan usulan anggaran yang melibatkan unit-unit kerja terkait dengan dewan, mirip transaksi antara seorang pedagang dengan pelanggannya. Pedagang akan berusaha menjual dagangannya dengan harga setinggi mungkin sedangkan calon pembeli akan berusaha menawar serendah mungkin dan bila perlu menekan pedagang untuk memberikan bonus ekstra. Sadar akan posisinya kurang baik maka pedagang akan berusaha semaksimal mungkin dengan cara apapun agar dagangannya laku, bila perlu memberikan bonus dan pelayanan ekstra supaya pelanggan terpuaskan Kadang kala memang terjadi penekanan atau intimidasi yang dilakukan oleh calon pembeli baik langsung maupun tidak langsung, namun hal itu menurut pendapat saya hanya sekedar trik untuk meningkatkan posisi tawar saja.

Saya bersama rekan-rekan di kantor dalam setiap menyusun usulan anggaran sudah memperhitungkan segala sesuatunya termasuk biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk memberikan bonus atau pelayanan ekstra kepada mitra kerja kami. Karena usulan proyek itu ibaratnya merupakan dagangan kami, maka kami mengemasnya dan menyajikan dengan sebaik-baiknya sehingga para pelanggan mau membelinya dengan harga pantas. Kedekatan secara personal dengan anggota DPRD sangatlah berpengaruh terhadap lancar tidaknya pembahasan draft anggaran. Menyadari hal itu saya berusaha untuk selalu menjaga kontak dengan mereka baik melalui jalur formal maupun secara informal. Selain memperjuangkan usulan anggaran unit kerja saya sendiri, saya juga sering mendapat tugas dari pimpinan untuk memperjuangkan anggaran eksekutif secara keseluruhan". (wawancara tanggal 24 April 2003) Drs. Sudarto (bukan nama sebenarnya) seorang pejabat aras kedua di kantor Sdr. Kasino memimpin, mengungkapkan tentang suka duka berhubungan dengan anggota DPRD, "Menjalin hubungan terlalu erat dengan anggota dewan adalah gampang-gampang susah, gampang atau enak bila dilihat dari sisi adanya dukungan politis terhadap setiap usulan, implementasi serta pengawasan suatu kebijakan. Sedangkan susahnya, kami tidak bisa berkelit apabila ada anggota dewan memerlukan bantuan sesuatu. Memang tidak semua anggota dewan dengan terbuka meminta sesuatu imbalan terhadap dukungan politik yang mereka berikan, ironisnya mereka itu adalah tokoh-tokoh yang yang berpengaruh dan vokalis di dewan. Ada beberapa yang terkesan sangat memanfaatkan kesempatan dengan meminta bantuan terhadap hal-hal yang sebenarnya jauh dari urusan dinas, seperti, urusan sekolah anak, perbaikan kendaraan pribadi sampai hal-hal urusan pribadi lainnya. Kadang-kadang saya sampai kewalahan menghadapinya, agar tidak terlalu sering dihubungi, pada hari Jumat dan Sabtu, HP saya sering saya matikan karena pada hari itu biasanya rnereka menghubungi untuk persiapan berakhir pekan" (wawancara tangggal 24 April 2003) Masih berkaitan dengan hal tersebut di atas, Drs. Sutejo (bukan nama sebenarnya) seorang pejabat teras di lingkungan Sekretariat Kabupaten Pasuruan mengutarakan bahwa: "Upaya mark up anggaran memang sudah menjadi rahasia umum dan saya yakin anggota dewan mengetahuinya. Biasanya pada pembahasan anggaran, mereka bisa memaklumi akan hal tersebut asal pem-

bengkakannya tidak keterlaluan. Untuk anggaran fiktif terus terang saya tidak berani melakukannya karena terlalu beresiko. Saya tidak menjalin hubungan khusus dengan anggota dewan, hubungan saya hanya sebatas kedinasan, oleh karena itu saya jarang sekali dihubungi untuk urusan di luar kedinasan. Saya tidak melaksanakan lobby khusus tetapi pada saat itu memang ada patungan dengan bagian-bagian lain untuk sekedar tali asih". (wawancara 24 Juli 200 1) Dari penuturan beberapa pejabat eksekutif di atas, menggambarkan bahwa proses penetapan pilihan anggaran tidak berjalan mulus namun perlu kiat tertentu. Pada hakekatnya pihak eksekutif dan legislatif telah saling mengetahui posisi masing-masing sehingga mereka bisa saling bermain mata dalam proses perumusan kebijakan yang seharusnya merupakan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Drs. H. Darmidi, M.Si, Sekretaris Komisi C sekaligus anggota Panitia Anggaran yang telah pernah diwawancarai sebelumnya, menuturkan tentang jalannya penyusunan draft RAPBD 2003 sebagai berikut : "Perlu diketahui bahwa di dalam Panitia Anggaran terdapat dua kelompok anggota yaitu kelompok yang berasal dari Komisi C dan kelompok unsur Pimpinan serta wakil dari masing-masing fraksi dan komisi. Kami yang berasal dari Komisi C lebih berkonsentrasi pada sisi anggaran pendapatan, sedangkan yang dari unsur pimpinan dan perwakilan dari fraksi serta komisi pada umumnya lebih berkonsentrasi pada kebijakan belanja pembangunan dan rutin. Pembahasan sisi pendapatan sebenarnya relatif lancar karena sebelumnya Komisi C telah membuat kesepakatan tentang besarnya target pemasukan dengan unit kerja penghasil. Merupakan hal yang biasa bila unit kerja penghasil berusaha membuat target di bawah prakiraan pemasukan maksimal dan tugas kami adalah membuat supaya mereka mau berupaya lebih keras supaya bisa memperoleh pemasukan sebanyak mungkin sesuai dengan potensi yang ada, tentunya dengan tidak lupa mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan segi pelayanan. Permasalahan yang mengganjal adalah belum adanya kepastian besarnya DAU yang akan diterima, permasalahan itu dapat diatasi setelah kemudian kita memperoleh kepastian besarnya DAU. Dalam pembahasan anggaran belanja pembangunan memang alot, hal itu seharusnya bisa dimaklumi sebagai salah satu upaya yang

sungguh-sungguh untuk menyusun suatu anggaran yang benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat di tengah minimnya sumber pembiayaan. Selain itu, forum tersebut merupakan kesempatan bagi para wakil fraksi untuk memperjuangkan kepentingan konstituennya, hal ini sah-sah saja karena itulah alasan utama mengapa rakyat memilih kami untuk duduk di Dewan. Untuk mengatasi kemungkinan pembicaraan yang berlarut-larut, Pimpinan Dewan mengadakan pembicaraan dengan Bupati beserta Sekda selaku ketua Tim Anggaran untuk menyamakan visi dan misi sebagai pegangan penentuan kebijakan setahun mendatang. Dari hasil kesepakatan itu pembahasan kembali lancar dan pembahasan anggaran belanja rutin pun bisa dengan segera disepakati." (wawancara tanggal 26 April 2003) Pada kesempatan terpisah Ir. H. Bahrul Alam, anggota DPRD dari Fraksi PKB mengungkapkan tentang latar belakang yang menyebabkan pembahasan draft RAPBD terkesan terlarut-larut, "Dalam pembahasan belanja pembangunan memang terjadi diskusi yang panjang dengan pihak eksekutif, hal itu lebih didasari oleh sifat kehati-hatian kami dalam mengelola sumber dana yang amat terbatas. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa dana anggaran lebih banyak tersedot oleh belanja rutin yang kebanyakan adalah biaya-biaya untuk kepentingan birokrasi. Kepentingan rakyat pembayar pajak harus dilindungi, jangan sampai belanja pembangunan yang besarnya tidak seberapa dipergunakan untuk proyek-proyek yang tidak jelas tujuannya yang biasanya disamarkan dalam proyek-proyek non fisik, belum lagi praktek-praktek mark up anggaran. Untuk mengatisi hal tersebut, kami meminta rincian kegiatan yang jelas dari unit kerja yang mengusulkan anggaran, mereka harus bisa mempertanggungjawabkan usulannya dan meyakinkan kami akan urgensi rencana kegiatan mereka. Apabila ternyata usulannya terlalu besar akan dikurangi dan bila ternyata rencana yang diusulkan kurang penting dengan terpaksa akan kami coret. Selain itu penyebab lamanya pembahasan adalah sedemikian banyaknya proyek yang harus kami teliti belum lagi terjadinya tumpang tindih proyek satu dengan yang lain." (wawancara tanggal 26 April 2003) Sdr. Agus Asyari, SE anggota Fraksi Islam Plus yang juga Ketua Komisi B mengungkapkan adanya kegiatan "lobby" yang dilakukan eksekutif terhadap anggota DPRD, "Kegiatan lobby tidaklah satu hal yang tabu dalam kancah perpolitikan bahkan juga terjadi di institusi-institusi lain. Pada dasarnya lobby

dilaksanakan untuk mencari solusi alternatif pada saat komunikasi formal mengalami kebuntuan atau hambatan. Dalam pembahasan RAPBD kemarin, banyak permasalahan yang sulit diselesaikan pada pembahasan formal namun bisa cair pada saat pembicaraan informal yang biasanya dilaksanakan pada rehat makan siang atau malam. Tidak semua pejabat mampu memaparkan dengan lugas usulan kegiatannya pada forum formal. Inisiatif pembicaraan informal tidak selalu datang dari eksekutif. acap kali kami proaktif untuk menghubungi eksekutif untuk memperoleh informasi yang lebih detail tentang usulan anggaran yang mereka ajukan". (wawancara tanggal 26 April 2003) Pandangan berbeda tentang kegiatan "lobby" dituturkan oleh Drs. H. Usman Mukarrom, M.Si, anggota Fraksi Islam Plus dari partai Bulan Bintang, "Saya kurang setuju dengan kegiatan "lobby" yang biasanya dilakukan oleh eksekutif pada acara-acara informal, karena hal itu sangat rawan terhadap prasangka negatif. Seyogyanya semua informasi dan perjuangan kepentingan disampaikan secara terbuka di forum-forum yang telah disediakan sehingga semua pihak dapat mengikuti tanpa harus ada yang disembunyikan". (wawancara tanggal 26 April 2003) Dari berbagai sumber informasi yang dikumpulkan peneliti, bisa diperoleh gambaran bahwa hasil pembicaraan antara Pimpinan DPRD dengan Bupati yang didampingi oleh Sekretaris Daerah bahwa pihak eksekutif bisa menerima usulan kenaikan belanja rutin DPRD dan Sekretariat DPRD, sebaliknya pihak legislatif juga menyetujui peningkatan belanja rutin pos Bupati dan Wakil Bupati serta segera menyetujui usulan belanja pembangunan dari eksekutif Pembahasan yang terkesan alot tersebut disebabkan oleh beberapa hal yang paling menonjol adalah: a) kekurangsiapan dan keterlambatan eksekutif dalam menyampaikan draft RAPBD kepada DPRD sebagai konsekuensi berlakunya Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999; b) silang pendapat atas rencana kebijakan Bupati tentang penanaman pohon blinjo (blinjonisasi) di sepanjang tepi jalan desa dan jalan kabupaten, serta pembentukan Kelompok

Belajar Sholat (KBS) di desa-desa yang sempat menimbulkan polemik dan kontroversi di media massa (koran) dan masyarakat; dan c) tarik ulur dalam penentuan anggaran DPRD khususnya kenaikan uang representasi (gaji) dan peningkatan fasilitas anggota dewan. Segala tarik ulur dan kontroversi antara DPRD dan eksekutif berakhir pada rapat Panitia Anggaran tanggal 22 Januari 2003 yang ditandai dengan tercapainya kesepakatan terhadap seluruh isi draft final RAPBD 2003 yang kemudian disampaikan secara resmi kepada Pimpinan DPRD untuk dibahas lebih lanjut dalam Rapat Paripurna DPRD. Khusus pembahasan draft RAPBD di intern eksekutif memerlukan waktu selama 2 (dua) bulan, terhitung mulai dari penyusunan usulan anggaran di masing-masing unit kerja yang dimulai pada bulan awal Nopember hingga pembahasan draft RAPBD di tingkat Tim Anggaran eksekutif pada akhir Desember 2002. b) Pembahasan Persetujuan dan Penetapan Raperda tentang APBD Kabupaten Pasuruan Tahun Anggaran 2003 Sebagaimana diatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 21 Tahun 2000 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pasuruan, khususnya pada Bab XII Penetapan APBD bahwa setiap tahun menjelang berlakunya tahun anggaran baru Kepala Daerah wajib menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan lampiran selengkapnya dengan Nota Keuangan kepada DPRD selambatlambatnya 30 hari sebelum pembahasan dilaksanakan atau awal bulan Desember (Pasal 103, ayat 1).

Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selayaknya Raperda lainnya pada umumnya dilakukan melalui 4 (empat) tahapan pembahasan (Pimpinan DPRD atas pertimbangan Panitia Musyawarah bila diperlukan bisa menentukan lain) sebagai berikut : Pembicaraan tahap I : Rapat Paripurna dengan acara penjelasan Pemerintah Daerah tentang Nota Keuangan dan Raperda tentang APBD; Pembicaraan tahap II : Pemandangan Umum dalam Rapat Paripurna oleh anggota yang membawakan suara Fraksinya terhadap Raperda dan Pemerintah Daerah memberikan jawaban atau tanggapan atas Pandangan Umum dimaksud. Pembicaraan tahap III : Pembahasan dalam Rapat Kerja Komisi-komisi terkait atau Rapat Kerja Panitia Anggaran bersama-sama Pemerintah Daerah.

You might also like