You are on page 1of 8

Apakah Efek Rumah Kaca itu?

Efek Rumah Kaca ialah fenomena menghangatnya bumi karena radiasi sinar matahari dari permukaan bumi dipantulkan kembali ke angkasa yang terperangkap oleh "selimut" dari gas-gas CO2 (karbon dioksida), CH4 (metana), N2O (nitrogen dioksida), PFCS (perfluorokarbon), HFCS (hidrofluorokarbon), dan SF6 (sulfurheksafluorida), selanjutnya gas-gas tersebut disebut sebagai Gas Rumah Kaca (GRK). Rumah Kaca sendiri adalah istilah yang dipakai untuk merujuk kepada suatu bangunan yang dinding dan atapnya terbuat dari kaca tembus pandang. Bangunan tersebut biasa digunakan untuk pembibitan tanaman pada kegiatan perkebunan dan berfungsi untuk menghangatkan tanaman yang berada di dalamnya.

Apakah Pemanasan Global itu?


Pemanasan Global ialah meningkatnya temperatur rata-rata bumi sebagai akibat dari akumulasi panas di atmosfer yang disebabkan oleh Efek Rumah Kaca.

Apakah Perubahan Iklim itu?


Perubahan Iklim atau tepatnya perubahan variabel iklim ialah perubahan suhu, tekanan udara, angin, curah hujan, dan kelembaban sebagai akibat dari Pemanasan Global.

Apa hubungan Perubahan Iklim, Efek Rumah Kaca, dan Pemanasan Global?
Efek Rumah Kaca menyebabkan terjadinya Pemanasan Global yang dapat menyebabkan Perubahan Iklim. Hubungan di antara ketiganya adalah hubungan sebab-akibat.

Dampak pemanasan global


Menurut perkiraan efek rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata 10- 50 Celcius. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5 - 4,5 o Celcius sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mngakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.

Akibat Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gununggunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.

Pemanasan Global
Dunia terancam banjir besar di beberapa negara. Pun begitu halnya dengan kemarau berkepanjangan. Bumi pun makin panas. Efek global warming yang mencemaskan penduduk Bumi. Dunia masih mempunyai kesempatan realistis hingga 2010 guna menghindari sebagian dari bencana meluas akibat pemanasan global (global warming). Demikian disampaikan dua peneliti lingkungan dari Universitas Princeton dan Universitas Brown, Michael Oppenheimer dan Brian O'Neill, di AS dalam suatu kajian yang dimuat Journal Science. Berdasarkan pengamatan para ahli lingkungan dan ahli meteorologi, permukaan Bumi telah mengalami peningkatan suhu secara signifikan dalam satu abad terakhir. Kecenderungan ini didukung oleh data hasil pemantauan satelit yang mengungkap perihal peningkatan gas rumah kaca di atmosfir Bumi yang akan menjadi ancaman serius kehidupan di planet ini. Informasi pertama disampaikan sekelompok peneliti dari Inggris, pada 2001, yang telah mengamati spektrum gas-gas di atmosfir selama hampir 30 tahun terakhir. "Ini merupakan pertama kalinya kami mengamati bahwa perubahan ini benar-benar terjadi dimana efeknya akan menyerang iklim Bumi," ujar Dr Helen Brindley, ahli atmosfir dari Imperial College. (Journal Informasi Nuklir Indonesia, Volume I, 2001). Lebih lanjut, dalam studinya, para peneliti Inggris ini membandingkan data yang diperoleh satelit ADEOS milik Jepang selama sembilan bulan pada tahun 1997 dengan data dalam rentang waktu yang sama antar April 1970 hingga Januari 1971 yang dikumpulkan satelit Nimbus-4 milik badan antariksa AS (NASA). Dari hasil perbandingan data ini mereka menyatakan, penumpukan gas yang terperangkap efek rumah kaca telah menekan jumlah radiasi infra merah yang seharusnya lolos ke ruang angkasa. Sebuah laporan yang dikeluarkan di Cina pada tahun yang sama menyatakan ramalan, suhu global Bumi bisa meningkat sampai 5,8 derajat Celcius sedikitnya pada akhir abad ini. Pernyataan ini diperkuat pula oleh laporan lain dari NASA Goddard Institute for Space Studies yang mengatakan, ambang CO2 meningkat dari angka satuan 280 ppmv (parts per million by volume) pada tahun 1850 menjadi 360 ppmv pada tahun 2001.

Padahal, dalam kajian yang lain dikatakan, ambang CO2 di atmosfer harus dicegah untuk tidak melebihi ambang 450 ppmv. Yang menjadi catatan lanjutan soal keprihatinan dari berbagai penelitian ini adalah, tidak adanya (baca: kurangnya) kepedulian penduduk bumi (bangsa) terhadap fenomena pemanasan global dengan cenderung mengabaikan data-data yang telah disampaikan. Emisi gas rumah kaca terus meningkat. Jika pada tahun 1990 emisi CO2 bumi sebesar 1,34 milyar ton, maka hingga tahun 1997 saja angkanya sudah 1,47 milyar ton. Emisi buang gas pembakaran bahan bakar fosil 30 negara maju, yang berpenduduk sekitar 20 persen penduduk dunia menyumbang dua pertiga emisi gas rumah kaca ini. Sedangkan 80 persen lainnya yang merupakan penduduk negara berkembang menyumbang sepertiga emisi CO2. AS dan Australia dalam hal ini cenderung memandang sebelah mata maklumat Protokol Kyoto yang diprakarsai PBB. Protokol Kyoto yang intinya mempersyaratkan pengurangan drastis gas efek rumah kaca hanya disetujui negara-negara industri Eropa dan Jepang. Sementara AS dan Australia sepertinya berkepentingan dalam melindungi industri bisnis mereka (gas bumi di AS dan batubara di Australia) yang menyumbang gas emisi rumah kaca dalam kuantita over supply. Para petinggi AS, termasuk Kongres, mengemukakan dalih, pemanasan global tidak terkait dengan aktivitas manusia. Siklus Dansgaard-Oeschger Penelitian yang dilakukan oleh Prof Wili Dansgaard dari Universitas Kopenhagen, Denmark dan Prof Hans Oeschger dari Universitas Bern, Swiss, agaknya memberi peluang bagi mereka yang berpendapat bahwa perubahan iklim global terjadi secara alamiah. Kedua peneliti ini menyebut, penelitian siklus iklim purba yang dilakukannya menunjukkan, Bumi telah berulangkali mengalami fenomena pemanasan global tanpa pengaruh aktivitas manusia. Berakhirnya zaman es baru, sekitar 11.560 tahun silam, menunjukkan argumen yang mengarah pada teorema ini. Dansgaard dan Oeschger meneliti perubahan iklim purba dengan melakukan pengeboran hingga kedalaman tiga kilometer di Greenland dan Kutub Utara. Dua wilayah ini dipilih karena kawasan yang dilapisi es abadi yang sangat tebal ini, diyakini bisa menjawab teka-teki perubahan iklim secara utuh pada puluhan ribu tahun lampau. Hasilnya,

mereka mendapatkan pola perubahan iklim Bumi yang menarik selama 250 ribu tahun atau mencakup dua zaman es besar. Lalu, sebuah inti bor lain yang ditanamkan dengan kedalaman hampir empat ribu meter di stasiun penelitian kutub Vostok milik Rusia malah mencakup empat zaman es besar di Bumi. Mereka mendapatkan temuan, setiap seribu limaratus tahun sekali, iklim bumi turun beberapa derajat. Namun kemudian, dalam lima hingga 15 tahun kemudian suhu Bumi naik lagi hingga enam derajat Celcius. Selain itu, dalam rentang waktu 70.000 tahun silam, ditemukan telah terjadi 22 siklus semacam ini. (Radio Deutchsche Well). Lalu, apa sebenarnya pengertian dari efek rumah kaca (green house effect)? Era revolusi industri telah menggiring manusia dalam penggunaan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas CO2 berlimpah-limpah. Selain itu juga dihasilkan gas lain seperti Metana (CH4), Dinitrogen oksida (N2O), Chlorofluocarbon (CFC), Hydrofluorocarbon (HFC), karbon monoksida (CO), Nitrogen oksida (NOx), juga gas-gas oraganik non-metan yang volatil (mudah menguap). Semua gas ini kemudian menggenang di dalam atmosfir, menyerap radiasi gelombang panjang (infra merah) panas Matahari yang dipantulkan Bumi, dan memantulkannya lagi ke Bumi. Bumi pun kemudian menjadi panas, mencairkan es di kutub dan menaikkan muka air laut di Bumi. Dengan naiknya suhu di kutub, maka tekanan udara di puncak-bawah bola Bumi ini pun akan menjadi rendah dan mengakibatkan berubahnya pola angin. Di sinyalir, terjadinya penyimpangan cuaca seperti El Nino dan La Nina (penyebab kemarau panjang dan banjir) pun akibat berubahnya kondisi di antartika. Berbeda dengan apa yang dikhawatirkan para peneliti dunia akan dampak pemanasan global, sekelompok ilmuwan Belgia, sebagaimana diberitakan beberapa media massa pada Agustus 2002, malah melihat adanya keuntungan tak diduga dari fenomena yang dicemaskan ini.

Sebagaimana dilaporkan dalam Geophysical Research Letters, ilmuwan dari Royal Observatory dan Catholic University of Louvain, Belgia ini mengatakan, penambahan ambang CO2 di atmosfir akan melambatkan rotasi Bumi. Ini artinya, akan membuat waktu setiap hari sedikit lebih panjang dari biasanya. Dijelaskan Dr Olivier de Viron, dengan berubahnya angin pada atmosfir dan samudera akibat konsentrasi CO2 meningkat, termasuk perubahan variasi tekanan permukaan di sepanjang daratan dan samudera, akan berpengaruh pada daya gerak siku (angular) Bumi saat ia berputar pada porosnya. "Hari akan semakin panjang. Ini berarti 24 jam tidak akan 24 jam lagi," tambahnya. Lepas dari untung-rugi mana yang akan diambil, manusia hendaknya harus tetap waspada. Alam yang telah diciptakan dengan segala hal kesetimbangan alamiahnya, mungkin (tiba-tiba) akan "murka" menerima perlakuan semenamena dan tidak terkonsep dari penghuninya. Sikap serakah dengan tidak lebih peduli pada dampak yang ditimbulkan olehnya, baiknya bisa dibatasi. Bila bencana sudah datang, biasanya kita akan saling menuduh.

CARA KECIL MENGATASI PEMANASAN GLOBAL 1. Jangan gunakan parfum, insektisida, hairspray, atau barang lainnya yang mengandung CFC dan bahan kimia berbahaya lainnya secara berlebihan 2. Buang sampah pada tempatnya. Agar tanaman hijau tumbuh banyak dan mengurangi polusi yang menyebabkan rusaknya atmosfir 3. Gunakan barang daur ulang yg ramah lingkungan agar sumber daya alam tidak cepat habis.

You might also like