You are on page 1of 30

Persekutuan Perdata Dasar Hukum: PS.1618 1652 KUH PER.

. Definisi Suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya. Maksud Perseroan Harus bersifat kebendaan.P Harus memperoleh keuntungan.P Keuntungan itu harus dibagi bagikan antara para anggota-anggotanya.P Harus mempunyai sifat yang baik dan dapat diizinkan.P Dalam Pasal 1 huruf (b) UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Menurut pendapat Kansil (2001 : 2) definisi atau pengertian perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/management/2195095-pengertianperusahaan/#ixzz1ceRzLwNK Menurut pendapat Swastha dan Sukotjo (2002 : 12) definisi atau pengertian perusahaan adalah adalah suatu organisasi produksi yang menggunakan dan mengkoordinir sumber-sumber ekonomi untuk memuaskan kebutuhan dengan cara yang menguntungkan. Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/management/2195095-pengertianperusahaan/#ixzz1ceS75f20

REFORMASI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK: MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK YANG LEBIH BAIK MELALUI PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAHAN YANG AKUNTABEL

Abstract Janji akan perbaikan kulitas layanan public di era reformasi tidak kunjung terpenuhi. Paper ini membahas tentang peran reformasi akuntansi sektor publik dalam upaya mewujudkan peningkatan pelayanan publik. Pelaporan keuangan sebagai output akuntansi yang saat ini di Indonesia telah melalui berbagai tahap reformasi, terakhir keberadaan Standar Akuntansi Pemerintahan dipercaya mampu member manfaat tidak hanya untuk meningkatkan pelayanan publik namun juga akan mampu berperan dalam memberantas korupsi. Dengan demikian terjadi percepatan pencapaian spirit reformasi akuntansi sektor publik yaitu menciptakan good governance government bagi pemerintah Indonesia. Key words: akuntansi sektor publik, pelaporan sektor publik, pelayanan publik PENDAHULUAN Tujuan organisasi sektor publik berbeda dengan organisasi sektor swasta. Dari sudut pandang

ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Ulum, 2004). Organisasi sektor publik yang sering diidentikkan dengan pemerintahan atau badan usaha yang mayoritas kepemilikannya berada di tangan pemerintah bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan publik untuk memenuhi publik welfare di berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, perekonomian, keamanan, kebebasan beragama dan beberapa hal lainnya. Di Indonesia, pelayanan publik dirasakan masih belum memadai. Reformasi pelayanan publik masih ketinggalan dibandingkan reformasi dibidang lainnya (Worldbank, 1993). Bahkan Rusli, 2004, menambahkan bahwa pelayanan publik di era reformasi dinilai berjalan di tempat kalau tidak dikatakan setback . Sering muncul berbagai keluhan bahkan beberapa aksi demonstrasi mencerminkan rendahnya pelayanan publik seperti aksi buruh maupun aksi penolakan Free Port di Irian Jaya. Pemerintah Indonesia telah berupaya meningkatkan pelayan publiknya, terlebih di era reformasi. Berbagai upaya dilakukan baik dari sisi hukum ketatanegaraan, politik, peraturan perundangan, perekonomian maupun manajemen pengelolaan keuangan Negara. Spirit berbagai perubahan tersebut adalah untuk membentuk a good government governance of Indonesia. Tahun 2006 adalah momentum bagi bangsa Indonesia karena pada tahun inilah akan terbit laporan keuangan pemerintah yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan. Memang, pada bulan Juni 2005, telah ditetapkan PP 24 yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku untuk Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2005. Bagi masyarakat akuntansi, PP 24/2005 ini dianggap sebagai tonggak sejarah karena sektor pemerintahan belum mempunyai standar akuntansi sejak Indonesia merdeka. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apa manfaat laporan keuangan yang susah payah disusun berdasarkan SAP? Apakah pelaporan keuangan tersebut mampu menunjukkan kinerja pemerintahan sebenarnya?Apakah pelaporan keuangan tersebut mampu mewujudkan keinginan masyarakat untuk kesejahteraan mereka, apakah mampu mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik? Paper ini bertujuan spesifik mengupas peran reformasi dalam akuntansi sektor publik untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik. Output akuntansi adalah informasi keuangan dan non keuangan yang digunakan oleh seluruh stakeholder dalam pengambilan keputusan maupun pertanggungjawaban. Dengan demikian jelas bahwa informasi yang akurat dan akuntabel dapat digunakan pemerintah untuk memperbaiki pelayanan publiknya. Pelajaran dari Selandia Baru menyebutkan bahwa there is a link between the state sektor reforms and the performance of the New Zealand economy and the quality of life in its society ( Fallot in OECD Journal, 2001) Oleh karena itu sistematika dalam paper ini akan diawali oleh perkembangan reformasi akuntansi sektor publik baik secara internasional maupun di Indonesia sendiri. Selanjutnya, dibahas detil tentang peran pelaporan yang akuntabel dengan pelayanan publik dan hubungan akuntabilitas dengan korupsi, kendala yang dihadapi dalam reformasi akuntansi sektor publik dan diakhiri dengan saran untuk mengurangi kendala dan hambatan yang terjadi. REFORMASI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Reformasi Akuntansi Sektor Publik Internasional Reformasi akuntansi sektor publik, yang dalam hal ini dimaksudkan adalah reformasi akuntansi pemerintahan di Indonesia disebabkan oleh pengaruh eksternal dan internal. Faktor eksternal diakibatkan oleh pengaruh globalisasi yang demikian kuat. Reformasi akuntansi sektor publik dalam dunia internasional terjadi di banyak negara. Buruknya kinerja pemerintahan di banyak negara pada masa lalu seperti semakin meningkatnya hutang negara, pemborosan, ketidakefisienan, buruknya pelayanan publik mendorong reformasi sektor publik, berbagai istilah pada tahun 1990-an mencerminkan adanya perubahan di sektor publik seperti reenventing government, value for money, good governance dan new publik management. Pada umumnya reformasi akuntansi sektor publik di negara-negara dunia, bermula dari fase akuntansi tradisional menuju akuntansi modern. Pada awalnya pembukuan akuntansi pemerintahan secara tradisional menganut basis akuntansi kas dengan pencatatan single entry. Reformasi menuju akuntansi modern merubah cash basis menjadi accrual basis. Accrual accounting dianggap mampu menyajikan informasi akuntansi lebih akurat dan informative (Simanjuntan, 2002). Berikut beberapa Negara yang menggunakan accrual accounting. akuntansi sektor publik dapat dikelompokkan dalam dua model. Model Anglo-American dan Model Continental European. The anglo-american model is rooted in the English traditions and has its modern manifestation in Great Britain itself, the United States, New Zealand and among others. The Continental-European model appears have two variants: the Latin version is practiced in France, Italy and Spain, and perhaps elsewhere and the German version, for example Germany, Switzerland and perhaps the Nederlands. Model Continental percaya bahwa akuntabilitas eksekutif terhadap parlemen adalah cukup, sedangkan model Anglo-American menekankan akuntabilitas dilakukan baik eksekutif maupun parlemen kepada publik. Sebelas paper yang menggambarkan perjalanan reformasi sebelas Negara pada konferesi Beijing tersebut selalu berbicara bahwa akuntabilitas pelaporan sebagai tujuan reformasi akuntansi sektor publik. Menurut Simanjuntak, Akuntabilitas, disamping partisipasi dan transparansi adalah ciri utama dari konsep good governance. Akuntansi pada hakekatnya adalah proses pencatatan secara sistematis atas transaksi keuangan yang bermuara pada pelaporan untuk dapat dimanfaatkan oleh para pemakai untuk berbagai kebutuhan. Partisipasi, transparansi dan akuntabilitas akan semakin membaik apabila didukung oleh suatu sistem akuntansi yang menghasilkan informasi tepat waktu dan tidak menyesatkan. Sebaliknya sistem akuntansi yang usang, tidak informative, tidak akurat dan menyesatkan akan menghancurkan sendi-sendi partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas Isu reformasi akuntansi dan penganggaran sektor publik di era 2000-an saat ini mengedepankan pada masalah kualitas pelaporan, yang diistilahkan dengan sustainability reporting. The Chartered Institute of Publik Finance and Accountancy (CIPFA), 2004 mendefinisikan sustainability reporting sebagai a publik account of an organisations sustainability performance achieved through a combination of: leadership; strategic partenering; stakeholder engagement; policy outcomes; and tha management of the organisations impacts on the local environment, social well being and economic prosperity. Reformasi Akuntansi Sektor Publik di Indonesia

Krisis ekonomi Indonesia tahun 1997, diikuti oleh era reformasi tahun 1998, pelaksanaan otonomi daerah tahun 1999 sering disebut-sebut sebagai trigger dari reformasi keuangan dan akuntansi pemerintahan. Mahmudi dalam Bastian, 2006 menyebutkan bahwa perjalanan manajemen keuangan Negara/daerah di Indonesia dapat dibagi dalam tiga fase yaitu: 1) era sebelum otonomi daerah, 2) era transisi otonomi (reformasi tahap 1) dan 3) era pascatransisi (reformasi tahap 2). Perubahan dalam tiap fase ini jelas terlihat dalam perkembangan perundangundangan keuangan Negara/daerah, nampak pada table berikut: Lebih spesifik, Simanjuntak, menyebutkan beberapa factor penting yang menjadi pendorong tumbuh pesatnya akuntansi pemerintahan diIndonesia adalah: 1. Ditetapkannya tiga paket UU yang mengatur Keuangan Negara Pasal 32 (1) UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. 2. Ditetapkannya UU tentang pemerintahan daerah dan UU tentang perimbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pasal 184 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 3. Profesi akuntansi. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah lama menginginkan adanya standar akuntansi di sektor publik sebagai hal yang paralel dengan telah adanya lebih dahulu standar akuntansi di sektor komersil. 4. Birokrasi. Pemerintahan merupakan penyusun dan sekaligus pemakai yang sangat berkepentingan akan adanya suatu akuntansi pemerintahan yang handal. Dengan diundangkannya tiga paket keuangan negara maupun undang-undang yang terkait dengan pemerintahan daerah mendorong instansi pemerintah baik pusat dan daerah untuk secara serius menyiapkan sumber daya dalam pengembangan dan penyusunan laporan keuangan pemerintah.. 5. Masyarakat (LSM dan wakil rakyat). Masyarakat melalui LSM dan wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD juga menaruh perhatian terhadap praktik good governance pada pemerintahan di Indonesia. 6. Sektor Swasta. Perhatian dari sektor swasta mungkin tidak terlalu signifikan karena akuntansi pemerintahan tidak terlalu berdampak secara langsung atas kegiatan dari sektor swasta. Namun, penggunaan teknologi informasi dan pengembangan sistem informasi berbasis akuntansi akan mendorong sebagian pelaku bisnis di sektor swasta untuk ikut menekuninya. 7. Akademisi. Akademisi terutama di sektor akuntansi menaruh perhatian yang cukup besar atas perkembangan pengetahuan di bidang akuntansi pemerintahan. Perhatian ini sangat erat kaitannya dengan penyiapan SDM yang menguasai kemampuan di bidang akuntansi pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan tenaga operasional dan manajer akuntansi di pemerintahan.. 8. Dunia Internasional (lender dan investor). World Bank, ADB, dan JBIC, merupakan lembaga internasional (lender), yang ikut berkepentingan untuk berkembangnya akuntansi sektor publik yang baik di Indonesia. Perkembangan akuntansi tadi diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntanbilitas dari proyek pembangunan yang didanai oleh lembaga tersebut. 9. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). UU No. 17 tahun 2003 dan UU No. 15 tahun 2004 menyebutkan bahwa Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD diperiksa oleh BPK. Untuk dapat memberikan opininya, BPK memerlukan suatu standar akuntansi pemerintahan yang diterima secara umum. 10. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. APIP yang meliputi Bawasda, Irjen, dan BPKP

merupakan auditor intern pemerintah yang berperan untuk membantu pimpinan untuk terwujudnya sistem pengendalian intern yang baik sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja instansi pemerintah sekaligus mencegah praktik-praktik KKN. Akuntansi pemerintahan sangat erat kaitan dan dampaknya terhadap sistem pengendalian intern sehingga auditor intern mau tidak mau harus memiliki kemampuan di bidang akuntansi pemerintahan sehingga dapat berperan untuk mendorong penerapan akutansi pemerintahan yang sedang dikembangkan. Setelah paket perundangan keuangan negara yaitu UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 1 tahun 2004 diundangkan, langkah panjang reformasi masih terus bergulir untuk tahap implementasi. PP 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang mewajibkan Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2005 disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan tidak dengan mudah dapat diterapkan. TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAHAN Pelaporan keuangan pemerintahan adalah mutlak, sesuai dengan karakteristiknya sebagai organisasi sektor publik, yang banyak menggunakan dana publik maka pertanggungjawaban publik, melaporkan kembali dana yang diterima dari publik adalah sangat penting. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik. Mardiasmo, 2002 menyebutkan bahwa secara garis besar, tujuan umum penyajian laporan keuangan oleh pemerintah daerah adalah: 1. Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial, dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban (accountability) dan pengelolaan (stewardship); 2. Untuk memberikan informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional. Secara khusus, tujuan penyajian laporan keuangan oleh pemerintah daerah adalah: 1. Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi aliran kas, saldo neraca, dan kebutuhan sumber daya finansial jangka pendek unit pemerintah; 2. Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi kondisi ekonomi suatu unit pemerintahan dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya; 3. Memberikan informasi keuangan untuk memonitor kinerja, kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan, kontrak yang telah disepakati, dan ketentuan lain yang disyaratkan; 4. Memberikan informasi untuk perencanaan dan penganggaran, serta untuk memprediksi pengaruh pemilikan dan pembelanjaan sumber daya ekonomi terhadap pencapaian tujuan operasional; 5. Memberikan informasi untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional: a. untuk menentukan biaya program, fungsi, dan aktivitas sehingga memudahkan analisis dan melakukan perbandingan dengan kriteria yang telah ditetapkan, membandingkan dengan kinerja periode-periode sebelumnya, dan dengan kinerja unit pemerintah lain; b. untuk mengevaluasi tingkat ekonomi dan efisiensi operasi, program, aktivitas, dan fungsi tertentu di unit pemerintah; c. untuk mengevaluasi hasil suatu program, aktivitas, dan fungsi serta efektivitas terhadap

pencapaian tujuan dan target; d. untuk mengevaluasi tingkat pemerataan (equity).

PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAN PELAYANAN PUBLIK Pemerintah memiliki kewajiban untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa yang berhak mengelola public goods adalah pemerintah. Ketidakpuasan atas kinerja pemerintah, pelayanan yang berbelit-belit, memakan waktu, mahal seringkali muncul di tengah masyarakat. Era reformasi membawa harapan akan pelayanan publik yang lebih baik. Spirit otonomi daerahpun sebenarnya bertujuan untuk lebih mendekatkan diri pada masyarakat untuk lebih mengetahui lebih dekat kebutuhan mereka sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih optimal. Pada dasarnya pelayanan publik di era reformasi diharapkan lebih baik dan efisien karena besarnya kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kota/kabupaten untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah, dan dianggap lebih memahami persoalan dan budaya masyarakat setempat Namun demikian, sampai saat inipun harapan tersebut belum juga terwujud. Beberapa penyebab sering disebut-sebut seperti rendahnya remunerasi pegawai negeri, budaya feodal dan paternal yang masih mengakar kuat. Paper ini tidak membahas penyebab rendahnya kualitas pelayanan publik dari sisi kualitas sumberdaya manusia maupun kultur. Paper ini berfokus untuk menelaah peran pelaporan keuangan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik. Seperti pendapat Simanjuntak, menyatakan bahwa perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia sangat lamban untuk merespon tuntutan perkembangan jaman. Akuntansi pemerintahan di Indonesia juga belum berperan sebagai alat untuk meningkatkan kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Pada periode lama, pelaporan keuangan dan akuntansi pemerintahan sering tidak akurat, terlambat dan tidak informatif sehingga tidak dapat diandalkan dalam pengambilan keputusan. Bagaimana reformasi akuntansi di Indonesia, mampukah berperan mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik? Tujuan reformasi akuntansi di Indonesia saat ini adalah untuk menghasilkan laporan keuangan pemerintah yang akuntabel sehingga stakeholder dapat menilai kinerja pemerintah daerah sesungguhnya. PP 24 tahun 2005 menegaskan bahwa set laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Paket laporan keuangan pemerintahan tersebut harus disusun berdasarkan sistem akuntansi yang mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan. Dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan maka diharapkan laporan keuangan pemerintahan akan dapat diperbandingkan, sehingga sangat berguna untuk penilaian kinerja pemerintah daerah. ADB, 2005, lebih lanjut mengatakan bahwa standar sangat penting dalam penyusunan laporan keuangan karena standar merupakan a common framework to enable review, analysis and interpretation of financial information across entities, countries and regions, transparent, timely, reliable financial information instills investor confidence. Saat ini penerapan PP 24 tahun 2005, SAP dengan cash toward accrual, pemberlakuan accrual accounting baru dilakukan tahun 2008. Masa-masa sekarang adalah masa transisi, yang masih membutuhkan waktu cukup panjang untuk menghasilkan laporan keuangan yang akuntabel. Berbagai kendala timbul di lapangan misalnya kesiapan sumberdaya manusia yang masih minim memahami akuntansi pemerintahan. Kendala melakukan penilaian asset pemerintah dalam

menentukan neraca awal karena tidak tertatanya administrasi asset yang baik maupun konflik pemekaran daerah yang menimbulkan masalah dalam pengakuan asset pemerintah daerah. PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH, AKUNTABILITAS DAN KORUPSI Pelaporan keuangan pemerintah terlebih dalam era otonomi daerah memiliki peran sangat besar. Semakin besarnya kewenangan pemerintah daerah tentulah disertai dengan semakin meningkatnya alokasi sumberdana pada pemerintah daerah. Pada akhirnya hal tersebut menuntut pertanggungjawaban dan akuntabilitas keuangan yang lebih besar. Salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik adalah melalui penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang komprehensif. Dalam era otonomi daerah, menurut Kepmendagri 29 tahun 2002,, pemerintah daerah diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan yang terdiri atas Laporan Perhitungan APBD (Laporan Realisasi Anggaran), Nota Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan Neraca. Laporan Keuangan tersebut mengalami perubahan dengan berlakunya PP 24 yahun 2005, yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan tersebut merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik dan merupakan salah satu alat ukur kinerja finansial pemerintah daerah. Bagi pihak eksternal, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang berisi informasi keuangan daerah akan digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik. Sedangkan bagi pihak intern pemerintah daerah, laporan keuangan tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk penilaian kinerja. Pelaporan keuangan pemerintahan saat ini berhubungan erat dengan akuntabilitas dan korupsi. Menurut Mahmudi, 2006, Reformasi akuntansi keuangan dan majemen keuangan daerah sangat penting dilakukan dalam rangka memenuhi tuntutan dilakukannya transparansi dan akuntabilitas publik pemerintah daerah atas pengelolaan uang publik. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, tantangan yang dihadapi akuntansi sektor publik adalah menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk memonitor akuntabilitas pemerintah daerah yang meliputi akuntabilitas finansial (financial accountability), akuntabilitas manajerial (managerial accountability), akuntabilitas hukum (legal accountability), akuntabilitas politik (political accountability), dan akuntabilitas kebijakan (policy accountability). Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Dalam hubungan antara akuntabilitas dan korupsi, Klitgaard et al dalam Halim, 2004, secara sangat jelas menguraikan bahwa korupsi berbanding terbail dengan akuntabilitas. Semakin akuntabel suatu pelaporan keuangan maka tingat korupsi akan mengalami penurunan. Seperti terlihat pada persamaan berikut: K=M+D-A K = korupsi M = monopoli A = akuntabilitas Akuntabilitas sangat terkait dengan pelaporan. Content pelaporan, keakurasian angka-angka yang

tertera di laporan keuangan dan dihasilkan oleh sistem akuntansi yang memadai dengan pengendalian yang baik akan sangat menentukan akuntabilitas pelaporan itu sendiri. Angkaangka yang memang mencerminkan transaksi, setiap peristiwa ekonomi yang mengakibatkan perubahan terhadap suatu entitas. Angka-angka yang mencerminkan kinerja sesungguhnya, angka angka yang menggambarkan peristiwa sesungguhnya. Dengan demikian laporan keuangan menjadi transparan, relevan, reliabel dan tepat waktu sangat didambakan, yang sangat berguna untuk pemberantasan korupsi. KESIMPULAN Masa transisi dalam penerapan PP 24 tahun 2005 saat ini harus mendapat pendampingan secara serius, baik dari pemerintah, legislatif, KSAP, akademisi maupun masyarakat sendiri. Suksesnya reformasi akuntansi sektor publik guna menghasilkan pelaporan keuangan pemerintah yang akuntabel akan memberi banyak manfaat terutama kaitannya untuk mewujudkan pelayanan publik maupun untuk pemberantasan korupsi. Belajar dari pemerintah New Zealand, suksesnya reformasi akuntansi sektor publik mengakibatkan membaiknya perekonomian negara sehingga meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyrakatnya.

Asia sudah mengalami krisis keuangan karena kurangnya transparansi kepada public yang berhubungan dengan investasi , serta persaingan terlalu terbuka , dan berkurangnya kepercayaan terhadap akuntabilitas baik sector publik maupun sector swasta.Sejumlah daerah mengaku adanya indicator korupsi didalam sector public maupun swasta.Ketika KKN berlindung di bawah peraturan dalam bermain rule of game maka akan berbahaya pada lingkungan bisnis sekitarnya.Maka dari itu korupsi saat ini masih menjadi salah satu masalah besar baik sector public maupun sector swasta Para shareholder merasa tidak yakin akan kinerja para akuntan di public maupun swata.Pengungkapan dan informasi keuangan yang reliable merupakan alat yang efisien bagi perlindungan shareholder dan corporate governance serta bagi peningkatan keyakinan investor untuk menanamkan modalnya.Serta merta lepas dari kesempatan para akuntan-akuntan di sector public maupun di swasta untuk melakukan korupsi. Beberapa hal lain yang sama pentingnya adalah kejelasan regulasi dan standart sebagai upaya pengendali perilaku shareholder dan eksekutifitas antar perusahaan tetap terjaga.Dengan diberlakukannya standart report setiap disektor public maupun swasta maka akan meratanya kualitas dari analisis investasi sebuah governance. Reformasi structural akan berdampak pada reformasi akuntasi membawa pemikiran pada pentingnya penyusunan dan implementasi system akuntansi keuangan sector public.Sebagai contoh Negara Malaysia memutuskan untuk melakukan peningkatan

manajemen keuangan dengan memperkenalkan Program and performance Budgeting.Pada intinya dari rekomendasi tersebut terdapat tiga focus yang harus diperhatikan didalamnya 1. Klasifikasi penganggaran berdasarkan fungsi,programe,dan aktifitas 2. Pengukuran kinerja 3. Peningkatan system akuntansi Dengan demikian apabia dilakukan pendekatan terhadap pentingnya system akuntansi sector public maka dapat dilakukan dan berbagai perspektif diantaranya dari sisi pengukurna kinerja suatu organisasi pemerintah.Maka dari itu setiap organisasi dipublik atau swasta dapat saling membandingakan hasil kinerja dengan organisasi lainnya. Sebelumnya sudah dikatakan bahwa adanya reformasi structural.Agar ada kompetisi peningktan kinerja yang efisien dan produktif.Dan yang ambil andil dalam hal ini adalah akuntansi manajemen yang dapat memutuskan kebijakan-kebijakan yang harus diambil dengan memikirkan core business perspective.Reformasi structural juga menghendaki adanya competitive neutrality merupakan proses identifikasi dan pemindahan terhadap setiap keuntungan ( kerugian ) yang mungkin timbul bagi usaha pemerintah secara baik pada pemilik usaha pemerintah.Keuntungannya antara lain keuntungan implicit , subsidi silang,Namun adanya kekurangan dan kelemahan yang muncul antara lain pasar yang terbatas , persyaratan gaji/upah oleh pemerintah dll. Dengan dibuat reformasi akuntansi keuangan sector public maka diharapkan pemerintah melalukan investasi secara terbuka dan tranparansi kepada masyarakat.Karena disektor public pertanggung jawabnya adalah kepada masyarakat dan ke anggota DPD/DPR.Berbeda dengan disektor swasta akuntansi harus tranparan kepada pemilik shareholder dan pemilik perusahaan serta pemegang saham.Dengan keterbukaan dan tranparansi yang masih dikatakan wajar dan masih ada batas-batas private dari pada klien maka para akuntan akan lepas dari kesempatan untuk melakukan korupsi di dunia akuntan sector public

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut. Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan pemerintahan (Pemerintah Pusat dan Daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara dan

daerah (BUMN dan BUMD), yayasan, universitas, organisasi politik dan organisasi massa, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik, sosial, budaya, dan historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang, dan definisi. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktivitasnya menghasilkan barang dan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik. American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis, serta memberikan informasi untuk melaporkan pertanggung-jawaban pelaksanaan pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik. Dengan demikian, akuntansi sektor publik terkait dengan penyediaan informasi untuk pengendalian manajemen dan akuntabilitas. Kerangka transparansi dan akuntabilitas publik dibangun paling tidak atas lima komponen, yaitu sistem perencanaan strategik, sistem pengukuran kinerja, sistem pelaporan keuangan, saluran akuntabilitas publik (channel of public accountability), dan auditingsektor publik yang dapat diintegrasikan ke dalam tiga bagian akuntansi sektor publik, yaitu: Akuntansi Manajemen Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Sektor Publik, dan Auditing Sektor Publik. AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK Peran utama akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik adalah memberikan informasi akuntansi yang relevan dan handal kepada manajer untuk melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian manajemen. Fungsi perencanaan meliputi perencanaan strategik, pemberian informasi biaya, penilaian investasi, dan penganggaran, sedangkan fungsi pengendalian meliputi pengukuran kinerja. Informasi yang diberikan meliputi biaya investasi yang dibutuhkan serta identifikasinya, penilaian investasi dengan memperhitungkan biaya dengan manfaat yang diperoleh (cost-benefit analysis), dan penilaian efektivitas biaya (cost-effectiveness analysis), serta jumlah anggaran yang dibutuhkan. Dalam perkembangannya, kelemahan dan ketertinggalan sektor publik dari sektor swasta memicu munculnya reformasi pengelolaan sektor publik dengan meninggalkan administrasi tradisional dan beralih ke New Public Management (NPM), yangmemberi perhatian lebih besar terhadap pencapaian kinerja dan akuntabilitas, dengan mengadopsi teknik pengelolaan sektor swasta ke dalam sektor publik. Penerapan NPM dipandang sebagai suatu bentuk reformasi manajemen, depolitisasi kekuasaan, atau desentralisasi wewenang yang mendorong demokrasi (Pecar, 2002). Perubahan dimulai dari proses rethinking government dan dilanjutkan dengan reinventing government (termasuk didalamnya reinventing local government) yang mengubah peran pemerintah, terutama dalam hal hubungan pemerintah dengan masyarakat (Mardiasmo, 2002b; Ho, 2002; Osborne and Gaebler, 1993; dan Hughes, 1998). Perubahan teoritis, misalnya dari administrasi publik ke arah manajemen publik, pemangkasan birokrasi pemerintah, dan penggunaan sistem kontrak telah meluas di seluruh dunia meskipun secara rinci reformasinya bervariasi. Tren di hampir setiap negara mengarah pada penggunaan anggaran berbasis kinerja, manajemen berbasisoutcome (hasil), dan pengunaan akuntansi accrual meskipun tidak terjadi dalam waktu bersamaan (Hoque, 2002; Heinrich, 2002). Polidano (1999) dan Wallis dan Dollery (2001) menyatakan bahwa NPM merupakan

fenomena global, akan tetapi penerapannya dapat berbeda-beda tergantung faktor localized contingencies. Walaupun penerapan NPM bervariasi, namun mempunyai tujuan yang sama yaitu memperbaiki efisiensi dan efektivitas, meningkatkan responsivitas, dan memperbaiki akuntabilitas manajerial. Pemilihan kebijakannya pun hampir sama, antara lain desentralisasi (devolved management), pergeseran dari pengendalian input menjadi pengukuran output dan outcome,spesifikasi kinerja yang lebih ketat, public service ethic, pemberianreward and punishment, dan meluasnya penggunaan mekanismecontractingout (Hood, 1991; Boston et al.,1996 dalam Hughes and ONeill, 2002; Mulgan, 1997). NPM memberikan kontribusi positif dalam perbaikan kinerja melalui mekanisme pengukuran yang diorientasikan pada pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektivitas meskipun penerapannya tidak bebas dari kendala dan masalah. Masalah tersebut terutama berakar dari mental birokrat tradisional, pengetahuan dan ketrampilan yang tidak memadai, dan peraturan perundang-undangan yang tidak memberikan cukup peluang fleksibilitas pembuatan keputusan (Pecar, 2002). Penerapan NPM seharusnya didukung dengan penerapan Public Expenditure Management (PEM) dalam pengalokasian dan penggunaan sumber daya secara responsif, efektif, dan efisien (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). PEM tidak hanya dikaitkan dengan pengeluaran, tetapi juga memperhatikan pendapatan sebagai suatu kesatuan, sehingga kooperasi aparat pajak dengan aparat penganggaran untuk berbagai hal seperti budget forecasting, macroeconomic framework formulation, trade-offs between outright expenditures, dan tax concessions adalah suatu keharusan. Dalam kerangka desentralisasi, PEM dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi ekonomi, sosial, dan kemampuan daerah serta memperhatikan local factor endowments, institusi daerah, dan kebutuhan daerah dalam perspektif jangka panjang. Penerapan PEM dilaksanakan untuk mewujudkan agregate fiscal discipline, allocative efficiency, dan operational efficiency (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999; Campos, 2001). Hal tersebut dapat dilaksanakan apabila StrategicManagementAccounting (SMA) diterapkan dalam pemerintahan. SMA membantu penyediaan informasi, pengendalian, dan evaluasi kinerja meskipun lingkungan dan kebutuhan organisasi terus berubah karena SMA menekankancontinual feedback dan orientasi jangka panjang dalam membuat keputusan strategis dan menilai efektivitasnya (Hoque, 2002). Dalam perkembangannya, konsep value for money diperluas dengan penerapan best value performance framework yang menunjang reformasi layanan publik. Reformasi layanan publik meliputi empat hal mendasar yaitu adanya standar nasional, keleluasaan dalam menyediakan layanan, fleksibilitas organisasi, dan eksplorasi jenis layanan yang dapat disediakan (ODPM, 2003). Layanan masyarakat seharusnya mempunyai kriteria seperti adanya standar yang tinggi dan responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya serta dapat diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. Standar yang tinggi dan responsif merupakan sesuatu yang relatif yang dapat diantisipasi dengan penetapan standar pelayanan minimal (SPM) atau minimum standard level of public services. Indonesia saat ini sudah mempunyai PP No. 65 Tahun 2005 yang mengatur tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Tujuan pokok best value adalah memodernisasi penilaian pengelolaan pemerintahan sehingga unit kerja yang berwenang menyediakan layanan yang baik dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat sehingga layanan yang disediakan bukan berdasarkan dana yang tersedia (pelayanan merupakan fungsi pendapatan), tetapi lebih pada apa yang dibutuhkan masyarakat (pelayanan merupakan fungsi kebutuhan). Setiap unit kerja

menentukan target dan tujuan serta merefleksikannya ke dalam suatu performance plan yang memberikan informasi mengenai jenis layanan yang disediakan, cara menyediakan layanan, obyek pemakai layanan, kualitas layanan yang diharapkan, dan tindakan yang diperlukan dalam menyediakan layanan (Jones and Pendlebury, 2000). Best value juga menyelaraskan prioritas dan fokus nasional dengan prioritas dan fokus daerah sehingga pengembangan layanan publik tidak tumpang tindih. Best value menitikberatkan pada pembangunan yang berkelanjutan, keseimbangan kualitas layanan yang disediakan dengan biaya yang dikeluarkan, dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah dalam menyediakan layanan publik.Best value meningkatkan akuntabilitas dengan cara konsultasi dan musyawarah untuk memastikan adanya komunikasi yang efektif dalam komunitas daerah. Selain itu,best value juga mensyaratkan adanya evaluasi pada setiap aspek pekerjaan dari berbagai perspektif untuk menilai kinerja unit kerja tersebut. Best value dapat mengadopsi teknik-teknik manajemen sektor privat seperti value planning, value engineering, dan value analysis, serta konsep customer value. Dengan demikian, best value dapat dikatakan sebagai konsep pengelolaan yang berfokus pada pelanggan dan kinerja. Penerapan konsep-konsep di atas seperti value for money, NPM, dan best value akan lebih nyata apabila sistem manajemen strategik yang berbasis Balanced Scorecard (BSC). Sistem manajemen strategik tersebut terdiri dari sistem perumusan strategi, sistem perencanaan strategi, sistem penyusunan program, sistem penyusunan anggaran, sistem pengimplementasian, dan sistem pemantauan.

SISTEM PENGUKURAN KINERJA Setelah suatu sistem pengelolaan keuangan terbentuk, perlu disiapkan suatu alat untuk mengukur kinerja dan mengendalikan pemerintahan agar tidak terjadi KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), tidak adanya kepastian hukum dan stabilitas politik, dan ketidakjelasan arah dan kebijakan pembangunan (Mardiasmo, 2002a). Pengukuran kinerja memiliki kaitan erat dengan akuntabilitas, seperti halnya akuntabilitas memiliki kaitan erat dengan NPM. Untuk memantapkan mekanisme akuntabilitas, diperlukan manajemen kinerja yang didalamnya terdapat indikator kinerja dan target kinerja, pelaporan kinerja, dan mekanismereward and punishment (Ormond and Loffler, 2002). Indikator pengukuran kinerja yang baik mempunyai karakteristik relevant, unambiguous, cost-effective, dan simple (Accounts Commission for Scotland, 1998) serta berfungsi sebagai sinyal atau alarm yang menunjukkan bahwa terdapat masalah yang memerlukan tindakan manajemen dan investigasi lebih lanjut (Jackson, 1995). Fokus pengukuran kinerja terdiri dari tiga hal yaitu produk, proses, dan orang (pegawai dan masyarakat) yang dibandingkan dengan standar yang ditetapkan dengan wajar (benchmarking) yang dapat berupa anggaran atau target, atau adanya pembanding dari luar (Hoque, 2002). Hasil pembandingan digunakan untuk mengambil keputusan mengenai kemajuan daerah, perlunya mengambil tindakan alternatif, perlunya mengubah rencana dan target yang sudah ditetapkan apabila terjadi perubahan lingkungan. Selama ini, sektor publik sering dinilai sebagai sarang inefisiensi, pemborosan, dan sumber kebocoran dana. Tuntutan baru muncul agar organisasi sektor publik memperhatikan value for money yang mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama-sama. Dalam pengukuran kinerja value for money, efisiensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: efisiensi alokasi (efisiensi 1), dan efisiensi teknis atau manajerial (efisiensi 2). Efisiensi alokasi terkait dengan kemampuan mendayagunakan sumber daya input pada tingkat kapasitas optimal. Efisiensi teknis terkait dengan

kemampuan mendayagunakan sumber daya input pada tingkat output tertentu (dapat dilihat pada Gambar 1). Kedua efisiensi tersebut merupakan alat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat apabila dilaksanakan atas pertimbangan keadilan dan keberpihakan terhadap rakyat (Mardiasmo, 2002a).

Kampanye implementasi konsep value for money pada organisasi sektor publik perlu gencar dilakukan seiring dengan meningkatnya tuntutan akuntabilitas publik dan pelaksanaan good governance. Implementasi konsep tersebut diyakini dapat memperbaiki akuntabilitas sektor publik dan memperbaiki kinerja sektor publik dengan meningkatkan efektivitas layanan publik, meningkatkan mutu layanan publik, menurunkan biaya layanan publik karena hilangnya inefisiensi, dan meningkatkan kesadaran akan penggunaan uang publik (public costs awareness). Public Sector Scorecard Sistem manajemen strategik berbasis BSC yang mengakomodasi konsep-konsep di atas seperti value for money, NPM, dan best value meliputi sistem pengukuran kinerja. Scorecard sektor publik berbeda dengan scorecard sektor swasta, karena sektor publik lebih berfokus pada pelayanan masyarakat bukan pada profit, tidak mempunyai shareholders, lebih berfokus pada kondisi regional dan nasional, lebih dipengaruhi oleh keadaan politik, dan mempunyaistakeholders yang lebih beragam dibandingkan dengan sektor swasta. Scorecard merefleksikan ukuran kinerja komprehensif yang mencerminkan lingkungan kompetitif dan strategi yang digunakan. Scorecard berfokus pada strategi yang diterapkan bukan pada pengendalian penerapan scorecard(Hoque, 2002), meskipun pengawasan terhadap scorecard perlu dilakukan mengingat fokus strategi terus berubah seiring dengan perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat (Accounts Commission for Scotland, 1998). Pengukuran kinerja dilakukan dengan mempertimbangkan empat perspektif BSCyaitu perspektif financial, customer, internal business dan learning and growth (Kaplan and Norton, 1992 dalam Quinlivan, 2000) secara proporsional. Dengan demikian, pemerintah seharusnya tidak hanya diukur dengan kinerja keuangan, tetapi juga kinerjanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat secara ekonomis, efisien, dan tepat sasaran.

AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK Akuntansi keuangan sektor publik terkait dengan tujuan dihasilkannya laporan keuangan eksternal. Tujuan penyajian laporan keuangan adalah memberikan informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan, bukti pertanggungjawaban dan pengelolaan, dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasional (IFAC, 2000; GASB, 1999). Beberapa teknik akuntansi keuangan yang dapat diadopsi oleh sektor publik adalah akuntansi anggaran, akuntansi komitmen, akuntansi dana, akuntansi kas, dan akuntansi accrual. Pada dasarnya kelima teknik tersebut tidak bersifat mutually exclusive. Artinya, penggunaan salah satu teknik akuntansi tersebut tidak menolak penggunaan teknik yang lain. Dengan demikian, suatu organisasi dapat menggunakan teknik akuntansi yang berbeda-beda, maupun menggunakan kelima teknik tersebut secara bersama-sama (Jones and Pendlebury, 2000). Isu yang muncul dan menjadi perdebatan dalam reformasi akuntansi sektor publik di Indonesia adalah perubahan single entrymenjadi double entry bookkeeping dan perubahan teknik atau sistem akuntansi berbasis kas menjadi berbasis accrual. Single entry pada awalnya digunakan sebagai dasar pembukuan dengan alasan utama demi kemudahan dan kepraktisan. Seiring dengan semakin tingginya tuntutan pewujudan good public governance,perubahan tersebut dipandang sebagai solusi yang mendesak untuk diterapkan karena pengaplikasian double entry dapat menghasilkan laporan keuangan yang auditable. Cash basis mempunyai kelebihan antara lain mencerminkan informasi yang riil dan obyektif. Sedangkan kelemahannya antara lain kurang mencerminkan kinerja yang sesungguhnya. Teknik akuntansi berbasis accrual dinilai dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih komprehensif dan relevan untuk pengambilan keputusan. Pengaplikasian accrual basis lebih ditujukan pada penentuan biaya layanan dan harga yang dibebankan kepada publik, sehingga memungkinkan pemerintah menyediakan layanan publik yang optimal dan sustainable. Pengaplikasian accrual basis memberikan gambaran kondisi keuangan secara menyeluruh (full picture), yang meliputi manajemen sumber daya (resource management) dan manajemen utang (liability management), dan menyediakan indikasi kekuatan fiskal jangka panjang dalam reformasi manajemen keuangan dan reformasi manajemen lainnya (Mellor, 1996). Penekanan penggunaan accrual basis juga disyaratkan dalam GASB (1999) dan diterapkan bersama-sama dengan asumsi dasar lainnya seperti going concern, consistency of presentation, materiality and aggregation untuk mewujudkan comparative information (IFAC, 2000). Namun demikian, accrual accountingmempunyai beberapa kelemahan antara lain penilaian dan revaluasi aset yang didasarkan atas taksiran dan penggunaan estimasi dalam penghitungan depresiasi (Conn, 1996). Beberapa negara telah mereformasi akuntansi sektor publik mereka, terutama perubahan dari cash basis menjadi accrual basis. New Zealand merupakan contoh sukses dalam menerapkannya. Namun, beberapa kasus menunjukkan bahwa perubahan yang dilakukan tidak seluruhnya menjamin keberhasilan. Kasus di Italia menunjukkan bahwa perubahan tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap transparansi, efisiensi, dan efektivitas organisasi. Oleh karena itu, dalam mereformasi suatu sistem perlu dilakukan

analisis mendalam terhadap faktor lingkungan, salah satunya adalah faktor sosiologi masyarakat (Yamamoto, 1997). Menurut UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya tahun 2008. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Dipertegas dalam PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang menyatakan bahwa laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana.

AUDITING SEKTOR PUBLIK Pemberian otonomi daerah berarti pemberian kewenangan dan keleluasaan (diskresi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan harus diikuti dengan pengawasan dan pengendalian yang kuat, serta pemeriksaan yang efektif. Pengawasan dilakukan oleh pihak luar eksekutif (dalam hal ini DPRD dan masyarakat); pengendalian, yang berupa pengendalian internal dan pengendalian manajemen, berada di bawah kendali eksekutif (pemerintah daerah) dan dilakukan untuk memastikan strategi dijalankan dengan baik sehingga tujuan tercapai; sedangkan pemeriksaan (audit) dilakukan oleh badan yang memiliki kompetensi dan independensi untuk mengukur apakah kinerja eksekutif sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2001). Penguatan fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui optimalisasi peran DPRD sebagai kekuatan penyeimbang antara eksekutif dengan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan melalui LSM serta organisasi sosial kemasyarakatan di daerah. Perlu dipahami oleh anggota DPRD bahwa pengawasan terhadap eksekutif adalah pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan yang telah digariskan, bukan pemeriksaan (audit). Pemeriksaan tetap harus dilakukan oleh badan atau lembaga yang memiliki otoritas dan keahlian profesional, seperti BPK, BPKP, atau Kantor Akuntan Publik (KAP) yang selama ini menjalankan fungsinya lebih pada sektor swasta sehingga fungsinya pada sektor publik perlu ditingkatkan. Harus disadari bahwa saat ini masih terdapat beberapa kelemahan dalam melakukanaudit pemerintah di Indonesia. Kelemahan pertama bersifat inherent sedangkan kelemahan kedua bersifat struktural. Kelemahan pertama adalah tidak tersedianya indikator kinerja yang memadai sebagai dasar mengukur kinerja pemerintah. Kelemahan kedua adalah masalah kelembagaan audit Pemerintah Pusat dan Daerah yang overlapping satu dengan lainnya, sehingga pelaksanaan pengauditan tidak efisien dan tidak efektif. Sehubungan dengan audit pemerintah, terdapat penelitian mandiri mengenai pengaruh rewards instrumentalities dan environmental risk factors terhadap motivasi partner auditor independen untuk melaksanakan audit pemerintah. Penghargaan (rewards) yang diterima auditor independen pada saat melakukan audit pemerintah dikelompokkan ke dalam dua bagian penghargaan, yaitu penghargaan intrinsik (kenikmatan pribadi dan kesempatan membantu orang lain) dan penghargaan ekstrinsik (peningkatan karir dan status). Sedangkan faktor risiko lingkungan (environmental risk factors) terdiri dari iklim

politik dan perubahan kewenangan. Rincian lebih lanjut tentang faktor penghargaan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel Motivasi Auditor Independen dalam Melakukan Audit Pemerintah Penghargaan Ekstrinsik Karir 1. Keamanan/kemapanan kerja yang tinggi 2. Kesempatan karir jangka panjang yang luas 3. Peningkatan Kompensasi 1.

Penghargaan Intrinsik Kenikmatan Pribadi 1. Pekerjaan yang menarik 2. Stimulasi intelektual 3. Pekerjaan yang menantang (mental) 4. Kesempatan pembangunan dan pengembangan pribadi 5. Kepuasan pribadi Kesempatan membantu orang lain 1. Pelayanan masyarakat

Status 1. Pengakuan positif dari masyarakat 2. Penghormatan dari masyarakat

2. Kesempatan membantu personal klien 3. Kesempatan bertindak sebagai mentor bagi staf audit Sumber: Lowehnson and Collins (2001). 3. Prestis atau nama baik 4. Meningkatkan status sosial

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rewards instrumentalities dengan segenap komponennya (penghargaan intrinsik dan ekstrinsik) berpengaruh positif terhadap motivasi partner auditor independen untuk melaksanakan audit pemerintah. KAP melaksanakan audit pemerintah dilandasi keyakinan bahwa dirinya akan memperoleh kenikmatan pribadi. Kenikmatan pribadi yang dimaksud antara lain berupa kenikmatan meningkatkan kemampuan intelektualitas, kenikmatan meningkatkan atau paling tidak membuka kesempatan pengembangan pribadi serta mempertimbangkan bahwa audit pemerintah merupakan suatu pekerjaan yang menarik dan memberikan tantangan mentalitas profesional. Partner juga berkeyakinan bahwa dengan melaksanakan audit dapat meningkatkan karir dalam arti peningkatan kemapanan, kesempatan berkarir secara lebih luas dan terbuka di masa mendatang, serta peningkatan kompensasi atau penghasilan yang diperoleh. Lebih lanjut, partner berkeyakinan akan memperoleh pengakuan positif, penghormatan, dan nama baik atau prestis dari masyarakat, serta peningkatan status sosial dalam masyarakat (Mardiasmo, 2002c). Sedangkan, faktor risiko lingkungan tidak berpengaruh negatif terhadap motivasi partner untuk melaksanakan audit pemerintah, meskipun hubungan keduanya negatif. Hasil penelitian memiliki implikasi bahwa banyaknya perubahan peraturan atau regulasi yang memunculkan kewenangan baru pemerintah serta iklim politik yang melingkupi kondisi pemerintahan disikapi secara hati-hati (ragu-ragu) oleh partner ketika akan menerima audit pemerintah (Mardiasmo, 2002c).

Wallace (1986) menyatakan bahwa lembaga pemerintah memiliki suatu dimensi politik dalam pengambilan keputusan yang merupakan bagian integral dari setiap analisis. Persaingan politik terkait dengan persaingan pemilu maupun persaingan antar kelompok yang berkepentingan (Carpenter, 1991) meningkatkan permintaan bagi politisi dan atau kelompok yang berkepentingan atas informasi akuntansi yang sudah diaudit (Baber, 1994) seiring dengan adanya pertentangan politik atau kegiatan masyarakat (Rubin, 1987 dan Baber, 1994) untuk menunjukkan ketepatan janji-janji politik mereka sebelumnya (Baber and Sen, 1984) atau mengungkapkan tindakan kepada pesaingnya (Baber, 1990). Deis dan Giroux (1992) menyatakan bahwa politisi yang menghadapi persaingan mungkin mendesak auditor independen untuk mengeluarkan laporan audit yang diinginkan atau mungkin tindakan auditor dimonitor oleh pelaku politik yang berpengalaman daripada yang tidak berpengalaman, sehingga diperkirakan auditor akan menolak lembaga pemerintah yang dibebani politik. Bentuk-bentuk auditing yang berbeda dengan yang diminta cenderung menimbulkan konflik dengan auditee dan menciptakan masalah politis (Power, 1999). Tingginya sorotan media pers terhadap kinerja partner juga memiliki korelasi terhadap motivasi partner melaksanakan auditpemerintah. Reposisi lembaga pemeriksa diperlukan untuk menciptakan lembaga audit yang efisien dan efektif dengan memisahkan tugas dan fungsi secara jelas ke dalam kategori auditor internal dan eksternal (Mardiasmo, 2003b). Audit internal dilakukan oleh unit pemeriksa yang merupakan bagian dari organisasi yang diperiksa. Sedangkan, audit eksternal dilakukan oleh unit pemeriksa yang berada di luar organisasi yang diperiksa dan bersifat independen. Dalam hal ini yang bertindak sebagai auditor eksternal pemerintah adalah BPK yang merupakan lembaga independen dan merupakan supreme auditor sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003. Memperkuat Value For Money (VFM) Audit Good governance akan tercapai jika lembaga pemeriksa berfungsi dan tertata dengan baik. Setelah itu, pengembangan pengauditan perlu dilakukan. Salah satunya dengan memperluas cakupan audit, tidak hanya audit keuangan (financial audit) tetapi juga value for money audit atau sering disebut performance audit. Audit kinerja merupakan suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi serta efektivitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan, dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan, dan hukum yang berlaku, serta menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut (Malan et al., 1984). Secara lebih rinci, audit kinerja dibagi menjadi audit ekonomi dan efisiensi (management audit) dan audit efektivitas (program audit) (Herbert, 1979). Auditekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan: (1) apakah suatu entitas telah memperoleh, melindungi, dan menggunakan sumber dayanya (seperti karyawan, gedung, dan peralatan kantor) secara hemat (ekonomis) dan efisien, (2) penyebab ketidakhematan dan ketidakefisienan, dan (3) apakah entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan kehematan dan efisiensi. Sedangkan, audit efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat pencapaian hasil program, efektivitas pelaksanaan program, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program (Malan et al., 1984). Tujuan memperkuat pelaksanaan VFM audit adalah meningkatkan akuntabilitas sektor publik. Hal ini penting untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan

desentralisasi fiskal. Nantinya DPR atau DPRD, menteri-menteri dan lembaga-lembaga pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, harus memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat, dan akhirnya akuntabilitas publik merupakan bagian penting dari sistem politik dan demokrasi.

PENUTUP Akuntansi manajemen harus dapat memberikan informasi yang relevan dan handal melalui strategic planning, strategic cost management, dan strategic management accounting untuk dapat menerapkan NPM, melaksanakan value for money untuk penentuan biaya dan harga layanan publik, serta pengukuran kinerja pengelolaan dalam kerangka best value performance dan public sector scorecard. Laporan Keuangan yang dihasilkan organisasi publik, sebagai bentuk akuntabilitas publik, seharusnya mengambarkan kondisi yang komprehensif tentang kegiatan operasional, posisi keuangan, arus kas, dan penjelasan (disclosure) atas pos-pos yang ada di dalam laporan keuangan tersebut. Laporan Keuangan memerlukan perangkat yang berupa standar akuntansi pemerintahan dan sistem akuntansi yang menggunakan sistem pencatatan berpasangan. Audit terhadap pertanggungjawaban pengelolaan keuangan seharusnya tidak terbatas pada audit kepatuhan, tetapi juga audit keuangan (agar dapat memberikan pendapat atas kewajaran Laporan Keuangan), dan diperluas lagi dengan audit kinerja. Audit kinerja tersebut merupakan suatu bentuk evaluasi pertanggungjawaban kinerja sebagai sarana untuk memastikan bahwa value for money benar-benar telah diaplikasikan. Dengan demikian, akuntansi sektor publik, yang diartikulasikan melalui akuntansi manajemen, akuntansi keuangan, dan auditingsektor publik sudah sangat mendesak pengembangan dan pengaplikasiannya sebagai alat untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas publik dalam mencapai good governance.
Pendahuluan Sesuai amanat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan Undangundang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah diwajibkan menerapkan basis akuntansi akrual secara penuh atas pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja negara paling lambat tahun anggaran 2008. Sedangkan basis akuntansi yang sekarang ini diterapkan oleh pemerintah dalam pembuatan laporan keuangan pemerintah sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam Exposure Draft Standar Akuntansi Pemerintahan (per 04 Februari 2004) adalah dual basis. Yang dimaksud dengan dual basis adalah pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran menggunakan basis kas, sedangkan untuk pengakuan aktiva, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca menggunakan. Penggunaan dual basis tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa pemerintah diwajibkan membuat neraca yang hanya dapat dibuat dengan akuntansi berbasis akrual, sedangkan di sisi lain juga wajib membuat laporan realisasi anggaran atau yang dulu di kenal dengan nama Perhitungan Anggaran Negara (PAN) yang dibuat dengan akuntansi berbasis kas. Terlepas dari basis akuntansi mana yang dipakai, tulisan ini akan membahas jenis-jenis basis akuntansi yang ada dalam praktek, baik pada sektor privat maupun sektor publik termasuk pemerintahan. Jenis-jenis Basis Akuntansi

Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis akuntansi ini berhubungan dengan waktu kapan pengukuran dilakukan. Basis akuntansi pada umumnya ada dua yaitu basis kas dan basis akrual. Selain kedua basis akuntansi tersebut terdapat banyak variasi atau modifikasi dari keduanya, yaitu modifikasi dari akuntansi berbasis kas, dan modifikasi dari akuntansi berbasis akrual. Jadi dapat dikatakan bahwa basis akuntansi ada 4 macam, yaitu: 1. Akuntansi berbasis kas (cash basis of accounting);

2. Modifikasi dari akuntansi berbasis kas (modified cash basis of accounting); 3. Akuntansi berbasis akrual (accrual basis of accounting); 4. Modifikasi dari akuntansi berbasis akrual (modified accrual basis of accounting). Pembagian basis pencatatan (akuntansi) ini bukan sesuatu yang mutlak, dalam Government Financial Statistic (GFS) yang diterbitkan oleh International Monetary Fund (IMF) menyatakan bahwa basis pencatatan (akuntansi) dibagi menjadi 4 macam, yaitu accrual basis, due-for-payment basis, commitments basis, dan cash basis. A. Akuntansi Berbasis Kas Dalam akuntansi berbasis kas, transaksi ekonomi dan kejadian lain diakui ketika kas diterima atau dibayarkan. Basis kas ini dapat mengukur kinerja keuangan pemerintah yaitu untuk mengetahui perbedaan antara penerimaan kas dan pengeluaran kas dalam suatu periode. Basis kas menyediakan informasi mengenai sumber dana yang dihasilkan selama satu periode, penggunaan dana dan saldo kas pada tanggal pelaporan. Model pelaporan keuangan dalam basis kas biasanya berbentuk Laporan Penerimaan dan Pembayaran (Statement of Receipts and Payment) atau Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement). Selain itu perlu dibuat suatu catatan atas laporan keuangan atau notes to financial statement yang menyajikan secara detail tentang item-item yang ada dalam laporan keuangan dan informasi tambahan seperti: 1. Item-item yang diakui dalam akuntansi berbasis akrual, seperti aktiva tetap dan utang/pinjaman; 2. Item-item yang biasa diungkapkan dalam akuntansi berbasis akrual, seperti komitmen, kontinjensi, dan jaminan; 3. Item-item lain, seperti informasi yang bersifat prakiraan (forecast). Pada praktek akuntansi pemerintahan di Indonesia basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas diterima oleh Rekening Kas Umum Negara/Daerah, dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Secara rinci pengakuan item-item dalam laporan realisasi anggaran, sesuai dengan Exposure Draft PSAP Pernyataan No. 2 tentang Laporan Realisasi Anggaran adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan.

2. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui pemegang kas pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan 3. Dana Cadangan diakui pada saat pembentukan yaitu pada saat dilakukan penyisihan uang untuk tujuan pencadangan dimaksud. Dana Cadangan berkurang pada saat terjadi pencairan Dana Cadangan. 4. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 5. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Akuntansi berbasis kas ini tentu mempunyai kelebihan dan keterbatasan. Kelebihan-kelebihan akuntansi berbasis kas adalah laporan keuangan berbasis kas memperlihatkan sumber dana, alokasi dan penggunaan sumber-sumber kas, mudah untuk dimengerti dan dijelaskan, pembuat laporan keuangan tidak membutuhkan pengetahuan yang mendetail tentang akuntansi, dan tidak memerlukan pertimbangan ketika menentukan jumlah arus kas dalam suatu periode. Sementara itu keterbatasan akuntansi berbasis kas adalah hanya memfokuskan pada arus kas dalam periode pelaporan berjalan, dan mengabaikan arus sumber daya lain yang mungkin berpengaruh pada kemampuan pemerintah untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa saat sekarang dan saat mendatang; laporan posisi keuangan (neraca) tidak dapat disajikan, karena tidak terdapat pencatatan secara double entry; tidak dapat menyediakan informasi mengenai biaya pelayanan(cost of service) sebagai alat untuk penetapan harga (pricing), kebijakan kontrak publik, untuk kontrol dan evaluasi kinerja. B. Modifikasi dari Akuntansi Berbasis Kas Basis akuntansi ini pada dasarnya sama dengan akuntansi berbasis kas, namun dalam basis ini pembukuan untuk periode tahun berjalan masih ditambah dengan waktu atau periode tertentu (specific period) misalnya 1 atau 2 bulan setelah periode berjalan (?leaves the books open?). Penerimaan dan pengeluaran kas yang terjadi selama periode tertentu tetapi diakibatkan oleh periode pelaporan sebelumnya akan diakui sebagai penerimaan dan pengeluaran atas periode pelaporan yang lalu (periode sebelumnya). Arus kas pada awal periode pelaporan yang diperhitungkan dalam periode pelaporan tahun lalu dikurangkan dari periode pelaporan berjalan. Laporan keuangan dalam basis ini juga memerlukan pengungkapan tambahan atas item-item tertentu yang biasanya diakui dalam basis akuntansi akrual. Pengungkapan tersebut sangat beragam sesuai dengan kebijakan pemerintah. Sebagai tambahan atas item-item yang diungkapkan dalam basis kas, ada beberapa pengungkapan yang terpisah atas saldo near-cash yang diperlihatkan dengan piutangpiutang yang akan diterima dan utang-utang yang akan dibayar selama periode tertentu dan financial assets and liabilities. Sebagai contoh Pemerintah Malaysia menggunakan specified period dalam laporan keuangan tahunan, yang mengungkapkan beberapa catatan (memo) mengenai : aktiva, investasi, kewajiban, utang pemerintah (public debt), jaminan (guarantees), dan notes payable. Dalam basis ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

1.

Fokus pengukuran di bawah basis ini adalah pada sumber keuangan sekarang (current financial resources) dan perubahan-perubahan atas sumber-sumber keuangan tersebut. Basis akuntansi ini mempunyai fokus pengukuran yang lebih luas dari basis kas, pengakuan penerimaan dan pembayaran kas tertentu selama periode spesifik berarti bahwa terdapat informasi mengenai pituang dan hutang, meskipun tidak diakui sebagai aktiva dan kewajiban.

2. Kriteria pengakuan atas penerimaan selama periode tertentu adalah bahwa penerimaan harus berasal dari periode yang lalu, namun penerapan ini tidak seragam untuk semua negara. Beberapa pemerintah menganggap bahwa seluruh penerimaan yang diterima selama periode tertentu adalah berasal dari periode sebelumnya, sedangkan pemerintah yang lain mengakui hanya beberapa dari penerimaan tersebut. 3. Penetapan panjangnya periode tertentu bervariasi antara beberapa pemerintah, namun ada beberapa ketentuan, yaitu: y y y Periode tertentu diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun; Periode tertentu harus sama untuk penerimaan dan pembayaran kas; Kriteria yang sama atas pengakuan penerimaan dan pembayaran kas selama periode tertentu harus diterapkan untuk seluruh penerimaan dan pembayaran; y Satu bulan adalah waktu yang tepat, karena pembelian barang secara kredit umumnya diselesaikan dalam periode tersebut, periode tertentu yang terlalu lama mungkin mengakibatkan kesulitan dalam menghasilkan laporan keuangan; y Kebijakan akuntansi yang dipakai harus diungkapkan secara penuh (fully disclosed). C. Akuntansi Berbasis Akrual Akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwaperistiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam periode laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau ekuivalen kas diterima atau dibayarkan. Akuntansi berbasis akrual ini banyak dipakai oleh institusi sektor non publik dan lembaga lain yang bertujuan mencari keuntungan. International Monetary Fund (IMF) sebagai lembaga kreditur menyusun Government Finance Statistics (GFS) yang di dalamnya menyarankan kepada negara-negara debiturnya untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam pembuatan laporan keuangan. Alasan penerapan basis akrual ini karena saat pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya. Jadi basis akrual ini menyediakan estimasi yang tepat atas pengaruh kebijakan pemerintah terhadap perekonomian secara makro. Selain itu basis akrual menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat, termasuk transaksi internal, in-kind transaction, dan arus ekonomi lainnya. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh atas penerapan basis akrual, baik bagi pengguna laporan (user) maupun bagi pemerintah sebagai penyedia laporan keuangan. Manfaat tersebut antara lain: 1. Dapat menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah dan perubahannya;

2. Memperlihatkan akuntabilitas pemerintah atas penggunaan seluruh sumber daya;

3. Menunjukkan akuntabilitas pemerintah atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya yang diakui dalam laporan keuangan; 4. Memperlihatkan bagaimana pemerintah mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya; 5. Memungkinkan user untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah dalam medanai aktivitasnya dan dalam memenuhi kewajiban dan komitmennya; 6. Membantu user dalam pembuatan keputusan tentang penyediaan sumber daya ke atau melakukan bisnis dengan entitas; 7. User dapat mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal biaya pelayanan, efisiensi dan penyampaian pelayanan tersebut. Sesuai dengan Exposure Draft Standar Akuntansi Pemerintahan, basis akrual untuk neraca berarti bahwa aktiva, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Secara rinci pengakuan atas item-item yang ada dalam neraca dengan penerapan basis akrual adalah: 1. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. 2. Investasi, suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai investasi apabila memenuhi salah satu kriteria: (a) Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa pontensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah; (b)Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai (reliable). Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui sebagai pengeluaran kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai belanja dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk memperoleh investasi jangka panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan. 3. Aktiva tetap, untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan memenuhi kriteria: (a) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; (b)Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; (c) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan (d) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. 4. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP), suatu benda berwujud harus diakui sebagai KD jika: (a) Besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh; (b) Biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan (c) Aset tersebut masih dalam proses pengerjaan. KDP dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi: (1) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan(2) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan; 5. Kewajiban, suatu kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada

sampai saat ini, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. D. Modifikasi dari Akuntansi Berbasis Akrual Basis akuntansi ini meliputi pengakuan beberapa aktiva, namun tidak seluruhnya, seperti aktiva fisik, dan pengakuan beberapa kewajiban, namun tidak seluruhnya, seperti utang pensiun. Contoh bervariasinya (modifikasi) dari akuntansi akrual, dapat ditemukan dalam paktek sebagai berikut ini: 1. Pengakuan seluruh aktiva, kecuali aktiva infrastruktur, aktiva pertahanan dan aktiva bersejarah/warisan, yang diakui sebagai beban (expense) pada waktu pengakuisisian atau pembangunan. Perlakuan ini diadopsi karena praktek yang sulit dan biaya yang besar untuk mengidentifikasi atau menilai aktiva-aktiva tersebut; 2. Pengakuan hampir seluruh aktiva dan kewajiban menurut basis akrual, namun pengakuan pendapatan berdasar pada basis kas atau modifikasi dari basis kas; 3. Pengakuan hanya untuk aktiva dan kewajiban finansial jangka pendek; 4. Pengakuan seluruh kewajiban dengan pengecualian kewajiban tertentu seperti utang pensiun. Beberapa penyusun standar telah mengidentifikasi kriteria atas waktu pengakuan pendapatan dengan akuntansi berbasis akrual, sebagai contoh Pemerintah Kanada mengakui pendapatan dalam periode di mana transaksi atau peristiwa telah terjadi ketika pendapatan tersebut dapat diukur (measurable). Pemerintah Federal Amerika Serikat (State) mengakui pendapatan pajak dalam periode akuntansi di mana pendapatan tersebut menjadi susceptible to accrual (yaitu ketika pendapatan menjadi measurable dan available untuk mendanai pengeluaran). Available berarti dapat ditagih dalam periode sekarang atau segera setelah terjadi transaksi. Basis akuntansi mana yang dipakai oleh suatu pemerintah tertentu, tergantung pada kebijakan dan kondisi yang ada. Masing-masing basis akuntansi tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, basis akuntansi akrual memberikan manfaat yang lebih banyak dibandingkan dengan basis akuntansi yang lain, baik bagi pemerintah sendiri sebagai penyusun laporan keuangan maupun bagi pengguna laporan keuangan (user). Pemerintah Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, sudah harus menerapkan basis akuntansi akrual secara penuh paling lambat tahun 2008. Referensi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), Draf Standar Akuntansi Pemerintahan, Februari 2004. International Monetary Fund (IMF), Government Financial Statistic Manual, http://www.imf.org, 2001. International Federation of Accountants (IFAC), Study 11 Governmental Financial Reporting, http://www.ifac.org, May 2000. International Federation of Accountants (IFAC), Occasional Paper 3 Perspetive on Accrual Accounting, http://www.ifac.org, 1996.

Reformasi Pemerintah Daerah dalam Pembangunan di Indonesia


Pengungkit dalam Kompleksitas Pembangunan Regional Implementasi desentralisasi di banyak daerah otonom kini tidak sepenuhnya bersifat reaksioner. Beranjak dari pengalaman getir bahwa kebijakan otonomi daerah di Indonesia diwarnai arogansi pemerintah daerah dalam membuat perda, tindakan eksploitatif terhadap sumberdaya & stakeholders demi penimbunan PAD, serta ketimpangan antardaerah berdasarkan polarisasi kaya-miskin, kini sedikit-banyak mulai memiliki alternatif bentuk aplikasi yang terencana, inovatif, dan tentunya reformis. Jumlahnya tidak banyak, memang, tetapi taksiran awal sebanyak hanya 5% dari seluruh kabupaten/ kota dan propinsi di Indonesia yang berinovasi serta melaksanakan reformasi birokrasi dalam pemerintah daerahnya bisa menjadi bukti bahwa otonomi daerah memiliki dampak positif dalam skala lokal, regional, dan nasional. Pembangunan daerah tentu memiliki banyak aspek dan pekerjaan rumah yang menumpuk sehingga sulit bagi pemerintah daerah jika harus menggarap semua aspek dan jenis pembangunan. Untuk mengoptimalkan pembangunan daerahnya, pemerintah daerah mesti mencari daya pengungkit (leverage) yang berujung pada penentuan skala prioritas. Keberhasilan pembangunan daerah pada pokoknya menggunakan sejumlah pola leverage, yakni 1. Reformasi birokrasi pemerintah daerah 2. Perluasan akses pendidikan bagi masyarakat 3. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah

Reformasi birokrasi publik pada pemerintah daerah dilaksanakan tidak hanya mencakup pembenahan jika tidak disebut perombakanstruktural menuju perampingan ukuran dan komponen birokrasi, sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 8 Tahun 2003. Lebih dari itu, reformasi birokrasi publik juga mencakup perubahan secara gradual terhadap nilai (public value) dan budaya aparat pemerintah daerah yang berimplikasi pada etos kerja, kualitas pelayanan publik, hingga perubahan perilaku sebagai penguasa (ambtenaar) menjadi pelayanan & pengayoman. Pemerintah Kabupaten Sragen, misalnya, melakukan perombakan struktural dengan penambahan satuan kerja adhoc. Kelembagaan satker adhoc ini tidak masuk ke dalam struktur birokrasi pemda tetapi mengemban fungsi yang justru menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan lainnya agar lebih optimal. Marketing Unit (MU) dibentuk Pemkab Sragen sebagai unit fungsional yang bertugas dalam memasarkan potensi sumberdaya kompetitif, peluang investasi, serta produk-produk unggulan kepada pihak-pihak di dalam dan luar Kabupaten Sragen. Bentuk kelembagaan adhocracy unit fungsional ini tidak hanya menjadikan MU dapat lincah dan leluasa bergerak dengan koordinasi langsung dengan Bupati/

Wakil Bupati tetapi juga memenuhi ketentuan PP No. 8 Tahun 2003 yang lebih menekankan keterpenuhan fungsi daripada pengayaan struktur birokrasi. Lembaga adhoc lain yang dibentuk adalah Engineering Services ((ES) yang dibentuk untuk membuat seluruh perencanaan yang bersifat konstruksi. Perencanaan berikut estimasi yang dibuat oleh satker ini akan menyelaraskan kebutuhan biaya konstruksi dengan sumberdaya yang harus dikeluarkan pada setiap proyek konstruksi. Cara kerja ini mirip sekali dengan Tim Owner Estimate (OE) bentukan Pemkab Jembrana, Bali. Tim OE, melalui estimasi dan kalkulasi matematis atas kebutuhan pekerjaan konstruksi, memberikan second opinion kepada Bupati perihal kebutuhan yang sesungguhnya dari suatu pekerjaan konstruksi. Kerja kedua satker ini, baik ES maupun OE, diarahkan pada minimasi praktek korupsi yang hamper menjadi keumuman di banyak tempat terjadi dalam proyek-proyek konstruksi. Reformasi struktural birokrasi pemda juga memiliki varian lain, yakni reengineering processterhadap pelayanan publik. Reformasi ini menekankan pada rekayasa mekanisme pelayanan publik yang dilekatkan dengan aspek struktural suatu birokrasi publik. Contoh nyata varian reformasi ini adalah pelayanan satu pintu (one stop service), tidak sekadar satu atap, untuk melaksanakan pelayanan perizinan dan nonperizinan. Bentuk pelayanan ini baru bisa direkayasa dengan restrukturisasi organ satuan kerja ke dalam satu Badan berikut pelimpahan kewenangan padanya, dipadukan dengan penggunaan teknologi informasi intranet sebagai pewujudan e-government dalam pengertian yang sebenarnya. Sebagai contoh, Pemkab Kutai Timur membentuk Badan Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan Kabupaten (Badan Simpekab) yang melayani 42 jenis pelayanan. Dalam ragam yang sama, Pemkab Sragen membentuk Badan Pelayanan Terpadu (BPT) yang melayani 62 jenis pelayanan dengan batas waktu pelayanan maksimal 12 hari (khusus pelayanan IMB 15 hari). Pengambil keputusan dalam pemberian izin tidak lagi bergantung pada Bupati tetapi telah diserahkan kepada Kepala BPT. Kerja BPT ditunjang oleh teknologi informasi (TI), menggunakan intranet dalam aplikasi Kantaya (Kantor Maya) yang secara resiprokal menjamin pertukaran informasi secara efisien sekaligus mekanisme pengawasan secara transparan antarsatker. Secara lebih luas Pemkab Sragen memanfaatkan TI dalam pengoperasian kerja pemda sehingga tidak terbatas pada BPT. Keberadaan Badan pelayanan satu pintu semacam ini memangkas kesemrawutan pengurusan izin di berbagai dinas sehingga pelayanan bisa memanfaatkan waktu yang lebih singkat.

Perubahan struktural mesti diikuti oleh perubahan kultural, berupa internalisasi mindsetdan perilaku, serta revitalisasi etos kerja. Beranjak dari keinginan untuk melepaskan diri dari budaya birokratis yang kaku, beberapa kepala daerah mengarahkan perubahan kultural menuju corporate culture yang berlandaskan semangat kewirausahaan. Bupati Sragen, misalnya, selama enam bulan pertama masa jabatannya secara rutin mengadakan pertemuan dengan kepala-kepala satker untuk membicarakan persoalan masyarakat yang terakumulasi dan belum terselesaikan untuk kemudian dipecahkan bersama saat pertemuan itu juga. Bupati juga mencanangkan nilai-nilai publik di tengah-tengah jajaran birokrasi pemda berupa 5K: Komitmen, Konseptual, Kontinu, Konsisten, dan konsekuen. 5K tidak sekadar dicanangkan tapi

diintegraskan dalam mekanisme kerja harian, terutama yang bersinggungan langsung dengan tupoksi Bupati/ Wakil Bupati. Pemkab Sragen juga mengundang pelaku bisnis di perusahaan swasta untuk memberikan pelatihan perilaku organisasi bagi pegawai BPT agar mereka berperilaku dan bertindak selayaknya karyawan swasta yang berorientasi pada kepuasan pengguna jasa (consumer, customer). Di samping itu, pelatihan ESQ telah beberapa kali diselenggarakan. Untuk menangani masalah-masalah psikologis pegawai, Pemkab Sragen membangun Klinik Terapi Holistik yang menjadi pusat konsultasi dan penyelesaian problem personal pegawai, baik psikologis, spiritual, dan medis. Klinik ini kemudian dikembangkan menjadiAssessment Center yang menjalankan penilaian prestasi kerja secara terukur dan solutif dengan pendekatan holistik tadi. Semangat keiwarusahaan dipompa melalui penyediaan professional fee bagi para pegawai satker yang melakukan kegiatan-kegiatan produktif dan marketable. Production training center (PTC) Garmen dan Meubel di Badan Diklat, Perangkat Pilkades secara elektronik di Bag. Pemerintahan Umum Setda, aplikasi TI di Bag. Litbang & PDE Setda, merupakan sedikit dari sekian banyak contoh satker yang bisa meraih profit dari program-program kegiatannya. Berbeda dengan Pemkab Sragen, Gubernur Gorontalo mengurangi mekanisme honorarium sebagai cara pemberian insentif berbasis take-home pay. Sebagai gantinya, penilaian kinerja pegawai dilakukan secara terukur berdasarkan produktivitas kerja sehingga diterapkan insentif bagi pegawai yang tercatat berprestasi dalam aktivitas mereka. Di samping itu, pengerjaan kegiatan-kegiatan Pemprov Gorontalo tidak lagi menggunakan sistem proyek. Setiap elemen dalam satuan kerja telah memiliki pembagian tugasnya masing-masing dan bertindak atas job specification yang telah dibagi itu. Inilah salah satu wujud penerapan anggaran berbasis kinerja, pegawai dengan kinerja bagus akan mendapatkan insentif tersendiri. Di samping menekankan anggaran berbasis kinerja dan efisiensi keuangan, transparansi dan akuntabilitas Pemprov Gorontalo diwujudkan dengan pemuatan laporan keuangan yang spesifik di media massa. Cara berbeda diterapkan Walikota Tarakan. Pemkot Tarakan, Kalimantan Timur, melakukan outsourcing SDM dari luar jajaran Pemkot untuk duduk menjabat sebagai kepala satker tertentu. Kepala Bappeda Kota Tarakan bisa menjadi salah satu contoh. Target yang hendak dicapai melalui cara ini adalah terjadinya transfer pengetahuan, budaya, cara berpikir, dan cara kerja baru di lingkungan Pemkot. Pihak luar yang digandeng untuk ikut menjalankan roda pemerintahan daerah diasumsikan memiliki karakter yang masih segar dan belum mengalami kontak asimilasi budaya dengan pegawai lama. Posisinya yang strategis memudahkannya dalam mengambil keputusan sekaligus menjalankan peran pentng di lingkungan satker tempat ia bertugas. Langkah lain adalah dengan memangkas pengelolaan fungsi-fungsi yang bukan merupakan pekerjaan pokok (core-business) pemkot. Pengelolaan pasar, melalui sistem tender yang terbuka dan akuntabel, dikelola perusahaan swasta dengan regulasi tetap di tangan Pemkot sehingga intervensi pengelolaan pasar dan pengelolaan keuangan oleh Pemkot melalui Perusahaan Daerah (Perusda) menjadi berkurang. Hal ini di Tarakan diterapkan di Pasar Boom-Panjang yang sekarang dikenal sebagai pasar dengan kreativitas penggalian potensi laba, bersih dan apik, berbeda dengan kondisi pasar-pasar tradisional pada umumnya. Perusahaan swasta dalam mengelola

pasar hanya menggunakan setengah karyawannya, setengah kebutuhan jumlah pengelola diambil dari kalangan pedagang pasar per blok. Perluasan Akses Pendidikan bagi Masyarakat

Upaya memajukan dunia pendidikan merupakan investasi jangka panjang, jauh melebihi usia tampuk pemerintahan seorang kepala daerah, bahkan hingga dua kali masa jabatannya. Inilah yang menyebabkan tidak banyak kepala daerah menjejakkan program-programnya pada sektor ini karena dalam kurun waktu periode kekuasaannya, hasilnya tidak langsung dirasakan, pun bersifat intangible. Tidak banyak pula pemda yang menjadikan upaya peningkatan kualitas pendidikan sebagai pengungkit utama dalam mencapai kemajuan daerah. Namun, yang menjadi tren adalah mengasumsikan kegiatan penarikan investor dan pengembangan kegiatan-kegiatan jasa sebagai pengungkit kemajuan daerah. Hal ini tidak sepenuhnya salah, memang, tetapi memandang dunia pendidikan sebelah mata jelas bukan sikap yang bijak. Ditengah-tengah menjamurnya tren tersebut, terdapat beberapa pemda yang concernmemajukan dunaia pendidikan dengan memperluas akses pendidikan bagi masyarakat sekaligus memperbaiki mutu keberlangsungannnya. Di Maluku Utara, Pemkab Halmahera Selatan dalam dua tahun terakhir telah menerapkan pendidikan gratis agar program wajib belajar 12 tahun tidak sekadar jargon. Pendidikan gratis bagi para siswa sekolah dasar hingga menengah atas berkenaan dengan keadilan antaretnis yang diharapkan berujung pada kebersamaan etnis. Jika pendidikan gratis diterapkan untuk semua siswa, tidak akan ada kalangan etnis tertentu yang merasa didiskriminasikan. Hal yang sama diterapkan di Kabupaten Kutai Timur dalam setahun terakhir. Pemkab Kutai Timur menerapkan pembebasan biaya pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi, termasuk pungutan uang gedung, dan biaya ujian. Selain itu, pemkab juga memberikan insentif tambahan bagi tenaga pendidik hingga Rp 1,5 juta. Ini semua soal concernpemda agar tuntutan anggaran sebesar 20% dari APBD, selain dari APBN, terpenuhi secara riil. Di Kabupaten Jembrana, Bali, concern terhadap dunia pendidikan telah dilakukan sejak lama, lebih-kurang enam tahun berjalan. Untuk memajukan dunia pendidikan Pemkab Jembrana menggunakan kebijakankebijakan jitu berdasarkan pelaku, program, dan sarana yang bermain di sektor ini. Terhadap para siswa, Pemkab Jembrana menerapkan pendidikan gratis dari tingkat pendidikan dasar hingga menengah (SMA) bagi mereka yang menempuh pendidikan di sekolah negeri. Bagi yang bersekolah di swasta, Pemkab memberikan beasiswa bagi siswa tidak mampu. Program ini untuk membuka kesempatan yang sama bagi seluruh warga masyarakat untuk mengecap pendidikan. Bagi tenaga pendidik, insentif Rp 5.000,00/ jam mengajar dan tunjangan Rp 1 juta setiap tahun merupakan instrumen pendorong semangat mengajar sekaligus membantu memperbaiki kesejahteraan guru. Namun, ini tidak melupakan upaya perbaikan infrastruktur pendidikan. Di saat banyak sekolah di berbagai daerah mengalami kondisi fisik yang memperihatinkan, Pemkab Jembrana justru melakukan perbaikan gedung dan sarana belajar-mengajar. Untuk mengoptimalkan fungsi pendidikan yang tidak terperangkap pada rutinitas pengajaran, Pemkab Jembrana menyelenggarakan Sekolah Kajian. Sekolah ini memadukan sistem pendidikan yang diberlakukan di sejumlah sekolah, seperti SMA Taruna Nusantara, Pondok Pesantren, serta pola

pendidikan di sekolah-sekolah Jepang. Jadilah kemudian model sekolah ini berorientasi pada pengembangan pendidikan secara lebih inovatif, muatan disiplin yang tinggi, pendidikan akhlak secara intensif, keterampilan praktis, penguasaan IPTEK sejak dini, dan berwawasan global. Secara praktis sekolah ini dilaksanakan dengan sistem asrama (boarding school) dengan konsep full-day school dalam pengertian yang sebenarnya, ditandai dengan waktu belajar yang lebih lama daripada sekolah-sekolah konvensional serta interaksi antara peserta didik dan pengasuh/ gurunya lebih intensif.Pilot project program ini adalah SMPN 4 Mendoyo dan SMAN 2 Negara. Berbeda dengan contoh di tiga kabupaten tadi, Pemkab Sragen tidak menerapkan pendidikan gratis. Anggaran yang ada lebih banyak dialokasikan pada upaya peningkatan kualitas keterampilan kerja masyarakat, baik untuk keperluan bersaing di dunia kerja maupun modal nonfinansial dalam berwirausaha. Inilah yang dijalankan pemkab Sragen melalui program pelatihan kerja masyarakat secara gratis dan swadana di Badan Diklat. Pendidikan dalam jalur formal diasumsikan lebih banyak dititikberatkan pada pengasahan pengetahuan, sementara untuk tetap survive di lapangan dibutuhkan lebih dari sekadar pengetahuan, yakni keahlian praktis, pengalaman yang memadai, dan semangat berwirausaha. Pemkot Tarakan juga tidak menerapkan pendidikan gratis. Jika di Halmahera Selatan pendidikan gratis diarahkan untuk mencapai keadilan antaretnis, Pemkot Tarakan memandang pendidikan gratis justru mengarah pada ketidakadilan berdasarkan stratifikasi sosial antara masyarakat mampu dan kurang mampu. Sebagai gantinya, diselenggarakan subsidi silang antara siswa yang mampu kepada siswa yang kurang mampu. Bentuk beasiswa yang diberikan pun terbagi atas dua jenis: beasiswa tdak mampu dan beasiswa prestasi, serta dibagikan kepada para siswa di sekolah negeri dan swasta.

3. Peningkatan Kualitas Kesehatan Masyarakat

Buruknya fasilitas dan pelayanan kesehatan masyarakat biasanya tercermin atas tiga hal. Pertama, infrastruktur dan sarana penunjang yang tidak memadai, sebaliknya justru kumuh dan tak terawat. Kedua, pelayanan kesehatan oleh tenaga medis dan ketersediaan obat-obatan. Ketiga, biaya pelayanan kesehatan yang mahal.

Pemkab Jembrana, Bali, menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) untuk mengatasi problem kesehatan masyarakat. Subsidi bidang kesehatan semula diarahkan pada pengadaan obat-obatan di RSUD dan puskesmas sesuai kebutuhan masyarakat. Namun, subsidi ini kemudian dialihkan langsung kepada pengguna jasa kesehatan, yakni masyarakat itu sendiri, dengan mekanisme asuransi jaminan kesehatan. Subsidi ini diberikan dalam bentuk premi biaya rawat jalan tingkat pertama di unit-unit pelayanan kesehatan yang telah melakukan kesepakatan dalam bentuk kontrak kerja dengan Badan Penyelenggara JKJ. Karena subsidi untuk obat-obatan telah dialihkan ke premi asuransi JKJ, RSUD dan puskemas mesti mencari sendiri pembiayaan untuk pengadaannya. Peserta JKJ adalah seluruh masyarakat, terutama

masyarakat miskin dengan perolehan kartu keanggotaan JKJ yang bisa dipergunakan untuk menjalani pengobatan rawat jalan di unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta.

Di Halmahera Selatan, hal serupa dijalankan oleh pemkab melalui Badan Layanan Umum Daerah yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati. BLUD menyelenggarakan jaminan kesehaan daerah dengan sistem iuran mirip dengan premi asuransi di Jembrana. Kesehatan gratis diselenggarakan bagi seluruh masyarakat, terutama masyarakat miskin. Yang juga diprioritaskan oleh pemkab adalah pembukaan unitunit pelayanan kesehatan di seluruh pelosok wilayah Halmahera Selatan. Hal ini menemukan urgensinya tersendiri mengingat Halmahera Selatan terdiri atas daratan dan kepulauan. Namun, diproyeksikan ke depan, melalui iuran masyarakat dalam jumlah yang terjangkau, Rp 5.000,00/ bulan, bagi tiap orang masyarakat bisa mendapatkan layanan pengobatan.

Kerangka Kerja Strategis dalam Sektor Publik

Perubahan di daerah memang biasanya dimulai dengan pembenahan kelembagaan birokrasi pemerintah daerah sebelum akhirnya merambah pada pembenahan di sektor lain, misalnya peningkatan kualitas pendidikan dan perluasan akss masyarakat ke dalamnya, peningkatan mutu kesehatan, penggalian potensi daerah untuk melakukan pembangunan berbasis keunggulan lokal, penggalakan usaha-usaha di bidang jasa, dll. Beberapa penelitian hingga kini masih menemukan bahwa perubahan-perubahan pada aparatur pemda masih terkait erat dengan langgam keterikatan sistem yang diberlakukan secara birokratis. Belum ada penemuan mutakhir bahwa perubahan tersebut mencakup perubahan secara ideologis dan paradigmatik, dua hal yang justru menjadikan perubahan lebih permanen tanpa ketergantungan pada sistem dan figur kepala daerah.

Hal yang sangat penting adalah penggunaan manajemen strategis dalam mengelola aparat pemerintah daerah. Manajemen strategis, yang diarahkan dengan pemikiran yang strategis pula, akan menjamin keberlangsungan pembangunan karena telah memperhitungkan keuntungan sekaligus risiko di masa depan, jauh melampaui usia periode kepemimpinan seorang kepala daerah. Di samping itu, manajemen strategis juga menjadikan pemda turut mencurahkan perhatian mereka pada sektor-sektor yang memberikan manfaat dalam jangka menengah dan panjang, misalnya sektor pendidikan dan kesehatan. Namun, dari banyak penelitian di berbagai daerah, peran kepala daerah sebagai inisiator reformasi dan inovasi pemda dalam pembangunan regional merupakan faktor penting yang tak bsa ditawar kembali keberadaannya. Manajemen strategis yang seharusnya dijalankan pemda bisa berjalan dengan pola pikir visioner kepala daerah beserta aparaturnya agar fenomena Renstrada (rencana strategis daerah) yang kini hanya menjadi dokumen bisu seakan tiada keharusan bagi pemda untuk menerapakannya tidak berulang lagi di masa selanjutnya.

[1] Artikel dimuat dalam Majalah ALIANSI Edisi No. 41 Agustus September 2007, diterbitkan oleh YAPPIKA bekerjasama dengan USC Kanada. [2] Penulis adalah Asisten Pengajar dan Peneliti pada Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI. Sumber foto: http://p2tpd.org/wp-content/themes/ShivaPro/shiva/img/lapor.jpg

You might also like