You are on page 1of 40

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN


ATAS PENYALURAN DAN PENERIMAAN DANA PERIMBANGAN (DANA BAGI HASIL, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS) PADA 1. PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2. KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA PALANGKA RAYA 3. KANTOR PELAYANAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PALANGKA RAYA DI

PALANGKA RAYA

PERWAKILAN BPK-RI DI PALANGKA RAYA NOMOR : /LHP/S/XIX.PAL/11/2007 November 2007 TANGGAL :

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Ringkasan Eksekutif

Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) telah memeriksa Pengelolaan Dana Perimbangan yang mencakup Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pengelolaan Dana Perimbangan yang diperiksa adalah proses penetapan alokasi, dasar pencairan, dan ketepatan sasaran, jumlah dan waktu penerimaan Tahun Anggaran 2006 dan 2007 posisi 30 Juni 2007 pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Kantor Wilayah Perbendaharaan XVII di Palangka Raya, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Palangka Raya, dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Palangka Raya serta Bank Operasional (Bank Mandiri Cabang Palangka Raya). Pemeriksaan atas pengelolaan dana perimbangan bertujuan untuk menilai apakah rancangan dan implementasi pengendalian intern dalam proses penetapan data alokasi, pencairan dan penerimaan dana perimbangan telah memadai serta kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan dana perimbangan. Dana Perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antara Pemerintahan Daerah. Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) dari penerimaan pajak dan SDA, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan sumber pendanaan bagi daerah dalam pelaksanaan desentralisasi, yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan belanja pegawai, kebutuhan fiskal, dan potensi daerah. Kebutuhan daerah dicerminkan dari luas daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk, tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Sedangkan kapasitas fiskal dicerminkan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Sumber Daya Alam. Dana Alokasi Khusus dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. Hasil pemeriksaan atas penyaluran dan penerimaan dana perimbangan di Provinsi Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa penyaluran dan penerimaan DAU/DAK/DBH secara umum telah tepat sasaran/jumlah/waktu kecuali untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Mekanisme Pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Sektor Kehutanan tidak memadai, sehingga mengakibatkan lemahnya pengendalian atas seluruh proses penyaluran IHPH dan PSDH serta dapat mendorong terjadinya penyalahgunaan penerimaan, dan penerimaan Pemprov atas DBH PSDH kurang sebesar Rp1.940.926.315,00. 2. Mekanisme Pembagian Dana Bagi Hasil SDA Pertambangan Umum tidak memadai, sehingga mengakibatkan lemahnya pengendalian atas seluruh proses penyaluran landrent dan royalty serta dapat mendorong terjadinya penyalahgunaan penerimaan, dan penerimaan Pemprov atas Kontrak Karya kurang sebesar Rp1.796.896.806,50. 3. Terdapat iuran SDA Pertambangan Umum tahun 2006 dan 2007 yang tidak disetor ke rekening pemerintah pusat, sehingga jumlah yang disetor oleh pengusaha tambang tidak terpantau, dan penerimaan sebesar Rp63.317.016,00 tidak disetor ke rekening pemerintah pusat. 4. Penyaluran DAU tidak tepat waktu dan rekening tujuan sehingga mengakibatkan hilangnya kesempatan Pemprov untuk memperoleh pendapatan jasa giro/bunga deposito sebesar Rp162.253.031,06. 5. Pencatatan dan pelaporan realisasi bagi hasil pajak tidak akurat, sehingga mengakibatkan pengendalian atas pelaporan jumlah setoran bagi hasil pajak lemah. Hal tersebut pada dasarnya terjadi karena Pemerintah Pusat belum menyusun mekanisme pembayaran, penghitungan, dan penyaluran SDA sektor kehutanan dan pertambangan umum secara memadai, kurangnya koordinasi diantara pejabat daerah terkait, adanya kebijakan Karo Keuangan yang kurang tepat dan kelalaian pihak Bank. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, BPK-RI menyarankan agar: 1. Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan menyusun mekanisme dan prosedur pencairan dana bagi hasil sektor kehutanan yang efisien dan efektif yang menjamin ketepatan penghitungan hak daerah dan waktu pencairan dana bagi hasil; 2. Menteri Keuangan dan Menteri ESDM menyusun mekanisme dan prosedur pencairan dana bagi hasil sektor pertambangan yang efisien dan efektif yang menjamin ketepatan penghitungan hak daerah dan waktu pencairan dana bagi hasil; 3. Kepala Daerah mendata kembali seluruh penerimaan SDA Pertambangan yang disetor langsung ke Kas Daerah dan menyetorkan ke rekening Pemerintah Pusat; 4. Kepala Daerah mengirim surat yang berisi permintaan agar semua bupati/walikota di Kalimantan Tengah menyetor penerimaan dari sektor pertambangan langsung ke rekening Pemerintah Pusat; 5. Kepala Daerah meminta Community Manager Bank Mandiri Cabang Palangka Raya agar mengganti kerugian yang diderita Pemprov Kalteng karena keterlambatan transfer DAU ke Kas Daerah sebesar Rp55.452.054,79; 6. Kepala Daerah memerintah Kepala Biro Keuangan agar menarik seluruh dana yang ditempatkan pada giro maupun deposito Bank Mandiri ke rekening Kas Daerah di PT. BPK, kecuali jika Bank Mandiri bersedia memberikan suku bunga yang lebih tinggi daripada PT. BPK; 7. Kepala Daerah menegur Kepala Biro Keuangan yang lalai dalam melaksanakan tugasnya selaku BUD dalam pengelolaan Kas Daerah;

8. Kepala Daerah memerintah Kepala Dipenda menyusun prosedur yang lebih efektif terkait pengumpulan data, pencocokan, dan evaluasi bagi hasil pajak dari PBB dengan bekerja sama lebih aktif dengan KP-PBB dan Bank Operasional di wilayah Kalteng.

Palangka Raya, November 2007 PERWAKILAN BPK-RI DI PALANGKA RAYA, KEPALA,

Drs. Mampan Manalu, MM NIP. 240001206

BAB I GAMBARAN UMUM

1.

Dasar Pemeriksaan a. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; b. Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; c. Rencana Kerja Tahunan (RKT) BPK-RI TA 2007; d. Rencana Kegiatan Pemeriksaan (RKP) BPK-RI (Revisi) Semester II TA 2007.

2.

Standar Pemeriksaan Peraturan BPK-RI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

3.

Entitas yang Diperiksa a. b. c. d. e. Kantor Wilayah Perbendaharaan XVII di Palangka Raya; Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara di Palangka Raya; Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di Palangka Raya; Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah; Bank Operasional (Bank Mandiri Cabang Palangka Raya).

4.

Tahun Anggaran yang Diperiksa Tahun anggaran 2006 dan 2007 (Semester I).

5.

Metodologi Pemeriksaan Pemeriksaan atas pengelolaan dana perimbangan akan memberikan penilaian terhadap pengelolaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran, pelaksanaan SPI, serta akurasi informasi keuangan dengan pendekatan-pendekatan berikut : a. Pendekatan Risiko Metodologi yang diterapkan dalam melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dilakukan dengan menggunakan pendekatan risiko, yang didasarkan pada pemahaman dan pengujian atas efektivitas SPI, antara lain terhadap cara penetapan alokasi dana perimbangan, cara pencatatan dan pengeluaran uang maupun pelaporannya. Hasil pemahaman dan pengujian atas SPI tersebut akan menentukan tingkat keandalan SPI, sesuai asersi manajemen dan ketentuan yang berlaku. Penetapan risiko pemeriksaan (audit risk) simultan dengan tingkat keandalan pengendalian (risiko pengendalian) serta tingkat bawaan (inherent risk) entitas yang akan diperiksa dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan risiko

deteksi (detection risk) yang diharapkan dan jumlah pengujian yang akan dilakukan serta menentukan fokus pemeriksaan. b. Materialitas Materialitas dalam pemeriksaan ditetapkan dengan menggunakan persentase atas total anggaran yang akan diperiksa. Penerapan tingkat materialitas pemeriksaan adalah konservatif atau rendah, dengan mempertimbangkan bahwa pengguna laporan dhi. DPR-RI dan DPRD akan memperhatikan aspek legalitas dan ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku dalam proses pertanggungjawaban keuangan. Tingkat materialitas dalam pemeriksaan ini ditetapkan sebesar 0,5 % dan dijadikan pertimbangan dalam menentukan kedalaman pengujian yang akan dilakukan. Standar materialitas di atas terutama berkaitan dengan akurasi angkaangka dalam laporan keuangan, namun tidak berlaku atas penyimpangan yang berkaitan dengan ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan penggunaan anggaran. Kesalahan penyajian yang ditemukan dari hasil pengujian atas penjumlahan secara vertikal dan horizontal (footing dan cross footing) dan kesalahan pembebanan dalam mata anggaran yang mengurangi akurasi penyajian informasi keuangan, selanjutnya disimpulkan sehingga dapat disusun materialitasnya. c. Pengujian dalam pemeriksaan Pemeriksaan terhadap kegiatan pelaksanaan anggaran dilakukan dengan pemahaman atas SPI. Pengujian terhadap pelaksanaan pengendalian terbatas pada angka-angka yang disajikan untuk dapat mengumpulkan bukti-bukti yang mendukung kesimpulan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan ini dilakukan pengujian substantif atas transaksi keuangan secara terbatas. d. Uji petik pemeriksaan (audit sampling) Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan pengujian secara uji-petik atas unit-unit dalam populasi yang akan diuji. Kesimpulan pemeriksaan akan diperoleh berdasarkan hasil uji-petik yang dijadikan dasar untuk menggambarkan kondisi dari populasinya. Dalam pemeriksaan ini, pemeriksa dapat menggunakan metode non statistical sampling atau metode statistical sampling dengan memperhatikan kecukupan jumlah sampel yang dipilih baik dari segi nilai rupiah atau jenis transaksinya. e. Pelaporan Setiap permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan pelaksanaan anggaran selanjutnya dikomunikasikan dengan entitas yang diperiksa untuk memperoleh tanggapan tertulis sebelum disajikan sebagai temuan pemeriksaan. Atas temuan yang dituangkan dalam hasil pemeriksaan tersebut selanjutnya diberikan saran tindak perbaikan yang disajikan dalam laporan yang sama.

6.

Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan dilaksanakan dari tanggal 10 s.d. 29 September 2007.

7.

Obyek Pemeriksaan Obyek pemeriksaan adalah penyaluran dana bagi hasil Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2006 dan 2007 (Semester I).

8.

Batasan Pemeriksaan Pemeriksaan atas dana perimbangan ini tidak termasuk dana Otonomi Khusus (Otsus) dan penyesuaian, dana darurat dan penggunaan dana perimbangan. Dalam pemeriksaan ini Tim Pemeriksa BPK Palangka Raya tidak menemukan hambatan dari pihak-pihak yang diaudit. Semua data yang diperlukan telah diberikan secara cepat dan tepat oleh pihak yang diperiksa.

BAB II PENGELOLAAN DANA PERIMBANGAN

1.

Landasan Hukum Dana Perimbangan

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah; b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara; d. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; e. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; f. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. 2. Pengertian Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan tersebut dibentuk untuk mendukung pendanaan program otonomi. Dana perimbangan meliputi dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana bagi hasil (DBH). DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus pada daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu. Pengaturan DBH dalam Undang-Undang ini merupakan penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Dalam Undang-Undang ini dimuat pengaturan mengenai Bagi Hasil penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sektor pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dari DAK, dialihkan menjadi DBH.
8

3.

Penetapan dan Alokasi Dana Perimbangan

a. Dana Bagi Hasil (DBH) Penetapan alokasi DBH Pajak ditetapkan Menteri Keuangan sedangkan Menteri teknis menetapkan daerah penghasil dan dasar penghitungan DBH Sumber Daya Alam setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri. Ketetapan menteri teknis tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam untuk masing-masing daerah. DBH PBB dibagi dengan imbangan 10% untuk Pemerintah dan 90% untuk daerah. DBH PBB untuk daerah sebesar 90% dibagi dengan rincian 16,2% untuk provinsi yang bersangkutan dan 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan serta 9% untuk biaya pemungutan. Bagian Pemerintah sebesar 10% dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota. DBH BPHTB dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian 16% untuk provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan. Bagian Pemerintah sebesar 20% dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota. DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20% dengan rincian 8% untuk provinsi yang bersangkutan dan 12% kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan. DBH SDA yang terdiri dari Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan, Pertambangan Minyak Bumi, Pertambangan Gas Bumi, dan Pertambangan Panas Bumi dibagikan dengan rincian sebagai berikut:

No 1

DBH SDA Kehutanan a. IIUPH b. PSDH c. Dana Reboisasi

Provinsi

Kota/Kab Penghasil

Kota/Kab prov ybs

16 % 16%

64 % 32 % 40% 32 %

Pertambangan Umum a. Land-rent b. Royalty 16 % 16% 64 % 32 % 32 %

3 4 5 6

Perikanan Pertambangan Minyak Bumi Pertambangan Gas Bumi Pertambangan Panas Bumi a. Setoran Bag Pemerintah b. Iuran Tetap & Produksi

80% dibagikan ke seluruh kota/kab 3% 6% 6% 12% 6% 12%

16%

32 %

32 % 80% prorata

b. Dana Alokasi Umum Alokasi DAU per daerah ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Alokasi DAU tambahan dengan Peraturan Menteri Keuangan. DAU dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. DPOD memberikan pertimbangan atas rancangan kebijakan formula dan perhitungan DAU kepada Presiden sebelum penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN tahun anggaran berikutnya. Menteri Keuangan melakukan perumusan formula dan penghitungan alokasi DAU dengan memperhatikan pertimbangan DPOD. Menteri Keuangan menyampaikan formula dan perhitungan DAU sebagai bahan penyusunan RAPBN. DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Kebutuhan fiskal diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. Kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. c. Dana Alokasi Khusus Menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah. Menteri teknis menyampaikan ketetapan tentang kegiatan khusus kepada Menteri Keuangan untuk melakukan penghitungan alokasi DAK. Penghitungan alokasi DAK dilakukan melalui dua tahapan, yaitu penentuan daerah tertentu yang menerima DAK dan penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah. Penentuan daerah tertentu harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. 4. No a. a) b) c) b. a) b) c) Alokasi dan Realisasi Dana Perimbangan Provinsi Kalteng Tahun Anggaran/Jenis Penerimaan Tahun 2006 Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Tahun 2007 (Semester I) Dana Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Anggaran (Rp) Realisasi (Rp)

64.000.000.000,00 88.646.309.396,00 21.250.000.000,00 33.061.984.989,06 552.000.000.000,00 552.000.000.000,00 637.250.000.000,00 673.708.294.385,06 78.225.000.000,00 9.015.346.103,00 26.250.000.000,00 1.729.549.894,00 571.290.000.000,00 333.252.500.000,00 675.765.000.000,00 343.997.395.997,00
10

5.

Sistem Pengendalian Manajemen Dana Perimbangan

a. Organisasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dhi Biro Keuangan menyelenggarakan fungsi penyiapan dan pembukuan dokumen penerimaan dana perimbangan yang telah diterima serta pengelolaan rekening penerimaan dana perimbangan yang telah ditetapkan. Meski telah terdapat Dinas Pendapatan Daerah yang menjadi leading sector penerimaan daerah, fungsinya belum banyak berjalan. Sehingga yang terjadi data yang ada di dispenda tidak bisa diandalkan dan masih tergantung data dari Biro Keuangan. Juga tidak terdapat koordinasi yang baik antara dispenda dengan dinas teknis (Pertambangan dan Kehutanan) dalam masalah data berapa hak penerimaan Dana Bagi Hasil dari pemerintah pusat yang menjadi hak pemerintah provinsi. Pembukuan dan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dilakukan oleh Kepala Biro Keuangan yang membawahi Kepala Bagian Anggaran, Kepala Bagian Verifikasi dan Pembukuan, Kepala Bagian Perbendaharaan, dan Kepala Bagian Perangkaan dan Pelaporan. Dari Kepala Bagian yang ada tersebut dalam tugas sehari-harinya dibantu oleh beberapa Kepala Sub Bagian. Yang berperan penting dalam menghasilkan output Laporan Keuangan Daerah adalah Bagian Verifikasi dan Pembukuan yang posisinya juga tidak terlepas dari bagian yang lain maupun dengan seluruh unit kerja yang terkait dalam lingkup Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Pembukuan dan Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mulai Tahun Anggaran 2005 diselenggarakan berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No. 59 Tahun 2005 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah dan Akuntansi Keuangan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah yang merupakan penjabaran lebih lanjut Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. b. Kebijakan Seiring dengan lahirnya paket keuangan negara yang mencakup UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah, UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, reformasi pengelolaan keuangan negara menuju terciptanya good governance terus bergulir dan mengalami penyempurnaan dari aspek perencanaan, pengelolaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan. Reformasi pengelolaan keuangan negara tersebut berdampak pada landasan pengelolaan keuangan daerah yang telah diterbitkan pada tahun 1999 yaitu UU 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam rangka sinkronisasi pengelolaan keuangan daerah maka dikeluarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Derah.
11

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintah kepada Daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil yang tercermin pada perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah seperti yang tertuang dalam UU 32 Tahun 2004. Untuk menciptakan sistem perimbangan keuangan yang proporsional, demokratis, adil dan transparan berdasarkan atas pembagian kewenangan Pusat dan Daerah, maka diperlukan implementasi pengaturan dana perimbangan dan telah tertuang dalam PP No. 55 Tahun 2005. Dana Perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antara Pemerintahan Daerah. Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) dari penerimaan pajak dan SDA, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan sumber pendanaan bagi daerah dalam pelaksanaan desentralisasi, yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi. Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan belanja pegawai, kebutuhan fiskal, dan potensi daerah. Kebutuhan daerah dicerminkan dari luas daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk, tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Sedangkan kapasitas fiskal dicerminkan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Sumber Daya Alam. Dana Alokasi Khusus dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Kebijakan pada Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Tengah secara umum mengacu pada ketentuan pemerintah pusat mengenai penyaluran Dana Bagi Hasil. Menyadari terdapat kelemahan pada mekanisme penerimaan DBH, ditetapkan Peraturan Gubernur No 63 Tahun 2006 (tertanggal 23 November) tentang Tatacara Pengangkutan dan Penjualan Bahan Galian Tambang di Provinsi Kalimantan Tengah yang diantaranya bertujuan agar hak-hak pemerintah, baik pusat, provinsi dan kabupaten/kota dapat diperoleh secara adil. c. Pencatatan dan Pelaporan Dana perimbangan yang diterima oleh pemerintah daerah ditampung dalam rekening kas daerah yang ditetapkan dengan suatu surat keputusan. Transfer dana tersebut dicatat sebagai penerimaan/pendapatan daerah yang kemudian dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran yang dibuat setiap tahunnya sebagai pertanggungjawaban kepada DPRD.

12

Dalam realitasnya, masih terdapat perbedaan laporan realisasi dana bagi hasil pajak dan bukan pajak antara Kanwil Perbendaharaan XVII dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. d. Prosedur Prosedur DBH Pajak Penyaluran DBH PBB dan BPHTB dilaksanakan secara mingguan; Penyaluran DBH PBB dan BPHTB bagian Pemerintah Pusat dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan; Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dilaksanakan berdasarkan prognosa penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal21; Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dilaksanakan dari triwulan I, II, dan III sebesar 20% (dua puluh persen) dari alokasi sementara, pada triwulan IV penyaluran didasarkan atas selisih antara pembagian definitif dengan jumlah dana yang telah dicairkan pada triwulan sebelumnya; Apabila terjadi kelebihan penyaluran triwulan I III dibandingkan dengan pembagian definitif, maka kelebihan tersebut akan diperhitungkan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya.

Prosedur DBH SDA Penyaluran dilaksanakan secara Triwulanan Penyaluran dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan SDA tahun anggaran berjalan. Penyaluran DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi ke daerah dilakukan dengan menggunakan asumsi dasar harga minyak bumi tidak melebihi130% (seratus tiga puluh persen) dari penetapan dalam APBN tahun berjalan. Apabila asumsi dasar harga minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan melebihi130% (seratus tiga puluh persen), selisih penerimaan tersebut dialokasikan dengan menggunakan formula DAU.

Di Provinsi Kalimantan Tengah, mekanisme penghitungan DBH SDA kehutanan dan pertambangan tidak memadai sehingga tidak bisa diyakini apakah seluruh hak Pemerintah Provinsi telah tersalur. (lihat hasil temuan pemeriksaan Tim) Prosedur DAU Daerah mengajukan SPM (surat permintaan membayar) DAU 1/12 per bulan kepada KPPN wilayah yg kemudian diproses sebagai dasar menerbitkan SP2D (surat persetujuan pencairan dana) DAU 1/12 bulan yang kemudian oleh KPPN wilayah ditransfer ke ke rekening keuangan daerah sebagai sumber pendapatan daerah. Prosedur DAK

13

Daerah mengajukan SPM DAK kepada KPPN wilayah yg kemudian diproses sebagai dasar menerbitkan SP2D DAK yang kemudian oleh KPPN wilayah ditransfer ke ke rekening keuangan daerah sebagai sumber pendapatan daerah. e. Pengawasan Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang didanai dari dana perimbangan dilaksanakan oleh menteri teknis, dimana apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan, menteri teknis dapat meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan. Di lapangan didapati kurangnya peran pengawasan Bawasprov, sehingga tidak mampu mendeteksi kelemahan mekanisme penerimaan Dana Bagi Hasil yang ada serta keterlambatan penyaluran DAU oleh Bank Operasional.

14

BAB III HASIL PEMERIKSAAN DANA PERIMBANGAN

1. Mekanisme Pembagian Dana Bagi Hasil SDA Sektor Kehutanan Tidak Memadai Dalam laporan keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dilaporkan penerimaan Bagi Hasil dari sektor kehutanan untuk tahun 2006 dan 2007 (s.d Agustus) sebagai berikut.
Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan PSDH dan IHPH Realisasi 2006 No Jenis Penerimaan (Rp) Provinsi Kalimantan Tengah 1 2 Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHH) Provisi Sumber Daya Alam (PSDH) Jumlah 963.444.000,00 26.404.544.766,00 33.061.984.989,06 0,00 8.820.422.009,00 10.701.040.159,00 s.d. Agustus (Rp) Realisasi 2007

Untuk memastikan ketepatan penyaluran dan penerimaan dana bagi hasil tersebut BPK telah mengumpulkan data penerimaan yang secara riil telah diterima oleh pemerintah kabupaten/kota seluruh Kalimantan Tengah. Data tersebut dihimpun oleh Dinas Kehutanan pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Selain itu, BPK juga melakukan wawancara dengan Kepala Subdinas Produksi Hasil Hutan (Ir. Mursid Marsono) dan staf terkait mengenai mekanisme penyaluran dana bagi hasil dari sektor kehutanan dari Pemerintah Pusat. Dari serangkaian wawancara diperoleh informasi bahwa perhitungan besaran dana bagi hasil yang harus diterima pemerintah daerah (pemda) didasarkan pada realisasi pembayaran IHH dan PSDH yang dilakukan para pengusaha di wilayah Kalimantan Tengah secara langsung ke rekening milik pemerintah pusat sebagai berikut.
Tabel 1.2 Daftar Rekening Penampungan DR, PSDH, dan IHPH No Pemilik Rekening Sektor Kehutanan 1 Bendaharawan Penerima Setoran Murni DR Bendaharawan Penerima Setoran Tunggakan dan Denda DR Bendaharawan Penerima Setoran 1020004203904 Bank Mandiri Cabang Jakarta Gedung Pusat Kehutanan Bank Mandiri Cabang Jakarta Gedung Pusat Kehutanan Bank Mandiri Cabang Jakarta No Rekening Bank

1020004203862

1020004204001

15

No

Pemilik Rekening Murni PSDH

No Rekening

Bank Gedung Pusat Kehutanan

Bendaharawan Penerima Setoran Tunggakan dan Denda PSDH Bendaharawan Penerima Setoran IIUPH

1020004204092

Bank Mandiri Cabang Jakarta Gedung Pusat Kehutanan Bank Mandiri Cabang Jakarta Gedung Pusat Kehutanan

1020004203870

Diperoleh penjelasan pula bahwa untuk menghitung bagian yang harus diterima oleh pemda untuk satu tahun anggaran tertentu, realisasi penyetoran para pengusaha harus dicocokkan/direkonsiliasi dengan rekaman transaksi penerimaan yang dimiliki oleh Departemen Kehutanan (Dephut). Proses rekonsiliasi tersebut dilakukan minimal setiap triwulan di Jakarta dan dihadiri oleh dinas teknis terkait dari pemda seluruh Indonesia. Berikut adalah rekapitulasi data penerimaan PSDH dari seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Tengah yang dihimpun oleh Dinas Kehutanan pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan yang telah direkonsiliasi dengan departemen teknis terkait selama 2006 dan 2007.
Tabel 1.3 Realisasi Peneriman dan Hasil Rekonsiliasi PSDH Tahun 2006 No 1 Tahap Rekonsiliasi Tahap I, Februari 2006 Penerimaan PSDH (Rp) 17.545.544.237,88 12.526.320.708,80 16.431.010.703,00 2 3 4 5 6 Tahap II, Mei 2006 Tahap III, Juni 2006 Tahap IV, Agustus 2006 Tahap V, Oktober 2006 Tahap VI, November 2006 Total Penerimaan 8.582.460.766,60 16.072.422.094,00 33.064.490.093,00 17.331.874.472,20 10.793.294.992,02 132.347.418.067,50 Ket Sisa 2004 Sisa 2005 2006 2006 2006 2006 2006 2006

Tabel 1.4 Realisasi Peneriman dan Hasil Rekonsiliasi PSDH Tahun 2007 (s.d. Agustus) No 1 Tahap Rekonsiliasi Tahap I, Januari 2007 Penerimaan PSDH (Rp) 18.702.520.265,40 11.356.737.680,00 2 3 Tahap II, April 2007 Tahap III, Mei 2007 11.777.206.199,00 18.643.209.589,00 Ket Sisa 2006 2007 2007 2007

16

No 4

Tahap Rekonsiliasi Tahap IV, Agustus 2007 Total Penerimaan

Penerimaan PSDH (Rp) 39.459.740.011,00 99.939.413.744,40 2007

Ket

Selanjutnya dinyatakan bahwa setelah rekonsiliasi dilakukan, Dephut kemudian membuat pengajuan pencairan kepada Departemen Keuangan (Depkeu) agar ditindaklanjuti dengan penyaluran dana bagi hasil sektor kehutanan kepada pemda di seluruh Indonesia. Berikut adalah data pengajuan tersebut untuk penyaluran dana bagi hasil selama 2006 dan 2007 (s.d. Agustus).
Tabel 1.5 Pengajuan Pencairan PSDH oleh Dephut kepada Depkeu Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 Surat Pengajuan No. S201/II-RK/2006, 5 April 2006 No. S357/II-Ren/06, 29 Maret 2006 No. S358/II-Ren/06, 29 Maret 2006 No. S745/II-Ren/06, 17 Juli 2006 No. S1167/II-Ren/06, 18 Oktober 2006 No. S1368/II-RK/06, 22 Desember 2006 Total Pengajuan Nilai yang Diajukan (Rp) 13.148.488.409,62 12.214.937.620,20 16.488.076.179,00 24.033.663.660,60 32.298.326.059,00 22.463.465.368,22 120.646.957.296,64 Ket Sisa 2004 Sisa 2005 2006 2006 2006 2006

Tabel 1.6 Pengajuan Pencairan PSDH oleh Dephut kepada Depkeu Tahun 2007 No 1 2 3 4 Surat Pengajuan No. S167/II-RK/2007, 23 Maret 2007 No. S168/II-RK/2007, 23 Maret 2007 No. S40/II-RK/2007, 16 Juli 2007 No. S40/II-RK/2007, 16 Juli 2007 Total Pengajuan Nilai yang Diajukan (Rp) 16.807.190.849,40 10.773.977.040,00 327.202.000,00 29.924.649.788,00 57.833.019.677,40 Ket Sisa 2006 2007 Sisa 2006 2007

Sementara terkait dengan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH), Kepala Subdinas Produksi Hasil Hutan menyatakan bahwa rekonsiliasi IHPH terakhir dilakukan untuk tahun 2007 yang ditindaklanjuti dengan surat pengajuan nomor S4/I-RK/2/2007 tanggal 27 Februari 2007 dari Dephut kepada Depkeu. Nilai yang diajukan melalui surat tersebut adalah Rp15.921.700.000,00. Sedangkan untuk penerimaan 2006 tidak ada rekonsiliasi.

17

Dari wawancara dan data yang diberikan terkait dengan penyaluran PSDH dan IHPH tersebut dapat disimpulkan bahwa proses penetapan dan penyaluran dana bagi hasil sektor kehutanan tidak memadai. Hal ini tampak dari panjangnya proses penetapan dan penyaluran tersebut dan dari inkosistensi antara data rekonsiliasi, pengajuan, dan realisasi penerimaan PSDH dan IHPH. Inkonsistensi tersebut dapat terlihat jelas dari ringkasan berikut.

Tabel 1.7 Perbandingan Data Rekonsiliasi, Pengajuan, dan Penerimaan IHPH dan PSDH
Tahun/Jenis Penerimaan Rekonsiliasi (Rp) Pengajuan (Rp) Hak Pemda Berdasarkan Rekonsiliasi* (Rp) Hak Pemda Berdasarkan Pengajuan* (Rp) Realisasi Penerimaan (Rp)

2006 IHPH PSDH 2007 IHPH PSDH Data tidak ada 99.939.413.744,40 15.921.700.000,00 57.833.019.677,40 15.990.306.199,10 2.547.472.000,00 9.253.283.148,00 0,00 8.820.422.009,00 Tdk ada rekonsiliasi 132.347.418.067,50 Data tidak ada 120.646.957.296,64 21.175.586.890,80 19.303.513.167,46 963.444.000,00 26.404.544.766,00

Total IHPH Total PSDH

232.286.831.811,90

15.921.700.000,00 178.479.976.974,04

37.165.893.089,9

2.547.472.000,00 28.556.796.315,46

963.444.000,00 35.224.966.775,00

* 16% dari jumlah total PSDH/IHPH

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan IHPH dan PSDH oleh Pemprov Kalteng tidak sama dengan besaran hak yang dihitung berdasarkan hasil rekonsiliasi maupun pengajuan. Untuk tahun 2006, terlihat bahwa Pempov mencatat penerimaan IHPH sebesar Rp963.444.000,00, namun penerimaan ini tidak dapat diverifikasi berasal dari mana, karena proses rekonsiliasi dan pengajuan dalam tahun itu tidak dilakukan atau tidak ada data yang diterima oleh Pemprov sebagai bahan pencocokan. Untuk tahun 2007 dari tabel terlihat bahwa IHPH sampai Agustus yang telah menjadi hak Pemprov berdasarkan pengajuan adalah Rp2.547.472.000,00, namun sampai saat ini hak tersebut belum diterima Pemprov. Selanjutnya untuk PSDH tahun 2006 dicatat penerimaan sebesar Rp26.404.544.766,00. Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan perhitungan berdasarkan hasil rekonsiliasi (Rp21.175.586.890,80) maupun pengajuannya (Rp19.303.513.167,46). Untuk 2007 terlihat bahwa realisasi penerimaannya (Rp8.820.422.009,00) lebih kecil bila dibandingkan dengan hak yang dihitung berdasarkan hasil rekonsiliasi (Rp15.990.306.199,10) dan pengajuan (Rp9.253.283.148,00). Jika dihitung berdasarkan jumlah hasil rekonsiliasi, Pemprov Kalteng seharusnya memperoleh bagian sebesar Rp37.165.893.090,00, sementara jumlah yang sudah diterima adalah Rp35.224.966.775,00. Jadi secara keseluruhan PSDH yang belum diterima oleh Pemprov sampai dengan September 2007 mencapai Rp1.940.926.315,00.

18

Dari fakta tersebut BPK menyimpulkan dua hal. Pertama, proses penetapan dan penyaluran bagi hasil sektor kehutanan tidak transparan dan akuntabel. Dikatakan tidak transparan karena tidak semua penerimaan yang menjadi hak Pemda dilakukan pencocokan/pengajuan. Hal ini terjadi pada penerimaan dari IHPH yang tidak pernah direkonsiliasi. Dikatakan tidak akuntabel karena pengajuan oleh Departemen Kehutanan kepada Departemen Keuangan tidak didasarkan pada hasil rekonsiliasi yang telah dilakukan. Dari tabel tersebut tampak bahwa pengajuan yang dilakukan selalu lebih kecil dari pada hasil rekonsiliasi. Realisasi penyaluran PSDH dan IHPH oleh Departemen Keuangan selalu berbeda dengan pengajuan Departemen Kehutanan dan tidak dapat dicocokkan dengan data hasil rekonsiliasi (lihat Tabel 1.7). Kedua, terkait dengan mekanisme rekonsiliasi itu sendiri, BPK menilai bahwa hal tersebut tidak efektif karena hasil rekonsiliasi sering tidak menjadi dasar pencairan dana bagi hasil. Di samping itu, mekanisme rekonsiliasi juga tidak efisien karena cenderung menimbulkan beban keuangan daerah. Dengan rekonsiliasi pemda seluruh Indonesia harus mengeluarkan biaya untuk pejabat dan staf terkait untuk menghadiri acara rekonsiliasi di Jakarta paling tidak empat kali dalam setahun. Lalu kehadiran mereka di Jakarta tidak menjamin ketepatan penyaluran hak dana bagi hasil yang harus diterima pemda. Proses penyaluran PSDH dan IHPH seperti dijelaskan di atas tidak sesuai dengan: a. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, khususnya terkait Pasal 16 yang menyatakan bahwa bagian provinsi untuk IUHPH dan PSDH adalah sebesar 16%. b. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 4 yang antara lain menyatakan bahwa keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Kondisi seperti dijelaskan di atas mengakibatkan hal-hal berikut. a. Proses penyaluran yang tidak transparan dan akuntabel tersebut mengakibatkan lemahnya pengendalian atas seluruh proses penyaluran IHPH dan PSDH. Mekanisme tersebut menyulitkan kontrol oleh pemerintah daerah selaku pihak yang mempunyai hak atas penerimaan dari SDA sektor kehutanan tersebut. Selanjutnya, proses penyaluran yang tidak transparan akan mendorong penyalahgunaan penerimaan IHPH dan PSDH oleh Departemen Kehutanan. b. Ketidaktepatan jumlah yang disalurkan ke Pemprov mengakibatkan kekurangan perolehan dana bagi hasil dari PSDH minimal sebesar Rp1.940.926.315,00 . Hal tersebut disebabkan oleh Pemerintah Pusat belum menyusun mekanisme pembayaran, penghitungan, dan penyaluran SDA sektor kehutanan secara memadai yang memungkinan kontrol oleh semua pihak yang terkait.

Atas temuan tersebut Wakil Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng menyatakan bahwa perbedaan antara hasil rekonsiliasi dan pengajuan pencairan bagi hasil disebabkan oleh adanya proses pengecekan kembali oleh Setjen Dephut guna mengakuratkan data. Kesalahan data biasa terjadi karena proses rekonsiliasi dilakukan secara manual sehingga faktor human

19

error dalam proses rekonsiliasi dapat terjadi. Selanjutnya, terkait perbedaan pengajuan dan pencairan disebabkan oleh ketidaktepatan waktu pencairan oleh Depkeu. Ke depan, Dishut bersama-sama dengan Dipenda akan lebih proaktif dan berkoordinasi agar penyaluran Dana Perimbangan dapat berjalan efisien dan optimal.

BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Kehutanan dan Menteri Keuangan untuk menyusun mekanisme dan prosedur pencairan dana bagi hasil sektor kehutanan yang efisien dan efektif yang menjamin ketepatan penghitungan hak daerah dan waktu pencairan dana bagi hasil tersebut. Salah satu yang dapat menjadi acuan dalam hal ini adalah mekanisme dan prosedur bagi hasil PBB dimana pembagian PBB dilakukan secara otomatis oleh Bank Operasional berdasarkan norma proporsi pembagian yang telah ditetapkan oleh Undangundang.

20

2.

Mekanisme Pembagian Dana Bagi Hasil SDA Pertambangan Umum Tidak Memadai

Dalam laporan keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dilaporkan penerimaan Bagi Hasil dari sektor pertambangan untuk tahun 2006 dan 2007 (s.d 8 September) sebagai berikut.
Tabel 2.1 Realisasi Penerimaan SDA Tahun 2006 dan 2007 (s.d. 8 September) Realisasi 2006 No Jenis Penerimaan (Rp) Provinsi Kalimantan Tengah 1 2 Iuran Tetap (Land rent) Iuran Eksplorasi & Eksploitasi (Royalty) Jumlah 1.212.323.414,06 4.481.672.809,00 5.693.996.223,06 620.654.180,00 1.259.963.970,00 1.880.618.150,00 s.d. 8 Sep (Rp) Realisasi 2007

Untuk memastikan ketepatan penyaluran dan penerimaan dana bagi hasil tersebut BPK telah mengumpulkan data penerimaan yang secara riil telah diterima oleh pemerintah kabupaten/kota seluruh Kalimantan Tengah. Data tersebut dihimpun oleh Dinas Pertambangan dan Energi pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Selain itu, BPK juga melakukan wawancara dengan beberapa pejabat dan staf terkait mengenai mekanisme penyaluran dana bagi hasil sektor pertambangan dari Pemerintah Pusat. Dari serangkaian wawancara diperoleh informasi bahwa perhitungan besaran dana bagi hasil yang harus diterima pemerintah daerah (pemda) didasarkan pada realisasi pembayaran land rent dan royalty yang dilakukan para pengusaha di wilayah Kalimantan Tengah. Pembayaran tersebut dilakukan oleh para pengusaha secara langsung ke rekening milik pemerintah pusat sebagai berikut.
Tabel 2.2 Daftar Rekening Setoran SDA Pertambangan No 1 2 Pemilik Rekening Departemen ESDM (IKP dan PKP2B) Departemen Keuangan (Kontrak Karya) No Rekening 501000000 508000071 Bank Bank Indonesia Bank Indonesia

Oleh Kepala Subdinas Pertambangan Umum (Rivanus Tarigan) pada Dinas Pertambangan dan Energi dijelaskan bahwa untuk menghitung bagian yang harus diterima untuk satu tahun anggaran tertentu, pemda harus melakukan rekonsiliasi dengan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Departemen ESDM). Proses rekonsiliasi tersebut dilakukan minimal setiap triwulan di Jakarta dan dihadiri oleh dinas teknis terkait dari pemda seluruh Indonesia.

21

Berikut adalah rekapitulasi data penerimaan land rent dan royalty dari seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Tengah yang berhasil dihimpun oleh Dinas Pertambangan dan Energi pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan yang telah direkonsiliasi dengan departemen teknis terkait selama 2006 dan 2007.
Tabel 2.3 Hasil Rekonsiliasi SDA Pertambangan Tahun 2006 (data s.d. Oktober) No A 1 2 Uraian Prov. Kalimantan Tengah Kuasa Pertambangan PKP2B (Batu Bara) Jumlah 405.501.468,54 405.501.468,54 257.385.600,00 4.018.161.402,59 4.275.547.002,59 662.887.068,54 4.018.161.402,59 4.681.048.471,13 Land Rent (Rp) Royalty (Rp) Jumlah (Rp)

Tabel 2.4 Hasil Rekonsiliasi SDA Pertambangan Tahun 2007 (s.d. Mei) No A 1 2 3 4 Uraian Prov. Kalimantan Tengah KP (Sub account 2006) Iuran Kuasa Pertambangan PKP2B (Batu Bara) Kontrak Karya (KK) Jumlah 110.084.762,88 76.444.914,88 0 25.675.426,21 212.205.103,97 115.963.200,00 559.720.934,00 2.305.126.766,51 389.142.847,29 3.369.953.747,80 226.047.962,88 636.165.848,88 2.305.126.766,51 414.818.273,50 3.582.158.851,77 Land Rent (Rp) Royalty (Rp) Jumlah (Rp)

Jika angka-angka dalam tabel tersebut dibandingkan dengan laporan realisasi penerimaan yang disajikan pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan yang dicatat pada Kas Daerah Pemprov Kalteng tidak sama besarnya.
Tabel 2.5 Perbandingan Realisasi Penerimaan SDA dan Hasil Rekonsiliasi Provinsi Kalteng Realisasi Kasda No Tahun 2006 Iuran Tetap (Land rent) Iuran Eksplorasi & Eksploitasi (Royalty) 1.212.323.414,06 4.481.672.809,00 405.501.468,54 4.275.547.002,59 806.821.945,52 463.511.406,41 Tahun/Pemda (Rp) (Rp) (Rp) Rekonsiliasi Selisih

22

Realisasi Kasda No Jumlah Tahun 2007 Iuran Tetap (Land rent) Iuran Eksplorasi & Eksploitasi (Royalty) Jumlah 620.654.180,00 1.259.963.970,00 1.880.618.150,00 Tahun/Pemda (Rp) 5.693.996.223,06

Rekonsiliasi (Rp) 4.681.048.471,13

Selisih (Rp) 1.012.947.751,93

212.205.103,97 3.369.953.747,80 3.582.158.851,77

408.449.076,03 -2.109.989.777,8 -1.701.540.701,77

Tabel perbandingan di atas menunjukkan bahwa realisasi penerimaan oleh Pemprov tidak selalu sama. Untuk Pemprov diketahui bahwa realisasi penerimaan tahun 2006 lebih besar Rp1.012.947.751,93 dari pada hasil rekonsiliasinya. Namun untuk tahun 2007, total penerimaan SDA sampai dengan September 2007 masih lebih kecil Rp1.701.540.701,77 dari pada hasil rekonsiliasinya. Dengan demikian, hasil rekonsiliasi tersebut tidak dapat diperbandingkan dan diverifikasi penerimaannya sehingga pemprov tidak dapat mengetahui secara pasti apakah yang mereka terima memang sudah sesuai dengan haknya. Selanjutnya, jika Tabel 2.3 dan 2.4 diteliti lebih lanjut maka akan tampak perbedaan terkait dengan setoran yang berasal dari Kontrak Karya (KK). Dari tabel diketahui bahwa item penerimaan dari KK tercantum pada setoran 2007 saja. Atas perbedaan ini, BPK telah melakukan wawancara dengan Kepala Subdinas Pertambangan Umum pada Distamben Pemprov dan diperoleh penjelasan bahwa setoran KK sebenarnya sudah ada sebelum 2007 namun selama ini memang tidak pernah direkonsiliasi penerimaannya. Dari data penerimaan yang dihimpun diketahui bahwa penerimaan dari KK yang disetor ke rekening Departemen Keuangan nomor 508000071 sudah terjadi sejak 2001. Berikut adalah ringkasannya. Tabel 2.6 Penerimaan Setoran Kontrak Karya 2002-2007
Tahun Penerimaan (USD) No 1. Nama Perusahaan 2002-2005 PT. Kalimantan Surya Kencana a. Land rent 2. PT. Indo Muro Kencana a. Land rent b. Royalty 3. PT. Esnbury Kalteng Mining a. Land rent 4. PT Kasongan Bumi Kencana a. Land rent 31.431,88 3.204,95 34.636,83 18.507,21 2.387,35 20.894,56 335.580 397.845,79 95.880 299.659,30 47.940,00 205.528,19 479.400,00 903.033,28 50.795,84 18.482,95 28.669,8 97.948,59 2006 2007 (USD) Total

23

5.

PT Pasifik Masao Mineral a. Land rent Subtotal Landrent Subtotal Royalty Jumlah Penerimaan 436.314,93 397.845,79 834.160,72 116.750,30 299.659,30 416.409,60 79.814,75 205.528,19 285.342,94 632.879,98 903.033,28 1.535.913,26

Catatan: -) tidak ada data

Tabel 2.7 Konversi Penerimaan KK dan Perhitungan Bagian Pemprov Kalteng


Pembagian Setoran SDA Uraian Penerimaan Pusat 20% Landrent (USD) Royalty (USD) Jumlah (USD) Hak Pemda (IDR) 632.879,98 903.033,28 1.535.913,26 13.823.219.340,00 126.576,00 180.606,66 307.182,65 2.764.643.850,00 Provinsi 16% 101.260,80 144.485,32 245.746,12 2.211.715.080,00 Kab Penghasil 64% 405.043,19 577.941,30 982.984,49 8.846.860.410,00

Catatan: Konversi USD ke IDR dengan asumsi USD 1 = IDR 9.000,00

Dari tabel dapat diketahui bahwa hak Pemprov Kalteng dari setoran KK tersebut berjumlah Rp2.211.715.080,00. Jika dikurangi dengan setoran KK yang sudah direkonsiliasi tahun 2007 (lihat tabel 4) maka hak Pemprov Kalteng yang belum diperhitungkan atau disetor oleh Pemerintah Pusat adalah Rp2.211.715.080,00 - Rp414.818.273,50 = Rp1.796.896.806,50. Proses penyaluran Land rent dan Royalty seperti dijelaskan di atas tidak sesuai dengan: a. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, khususnya terkait Pasal 18: 1) Ayat (1): penerimaan dari land rent dibagi dengan proporsi 16% untuk provinsi dan 32% untuk kabupaten/kota penghasil; 2) Ayat (2): penerimaan dari royalty dibagi dengan proporsi 16% untuk provinsi, 32% untuk kabupaten/kota penghasil, dan 32% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi; 3) Ayat (3): penerimaan 32% untuk kabupaten/kota lainnya seperti dimaksud pada ayat (2) dibagi dalam proporsi yang sama besar. b. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 4 yang antara lain menyatakan bahwa keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

24

Kondisi seperti dijelaskan di atas mengakibatkan: a. Lemahnya pengendalian atas seluruh proses penyaluran land rent dan royalty. Mekanisme tersebut menyulitkan kontrol oleh pemerintah daerah selaku pihak yang mempunyai hak atas penerimaan dari SDA sektor pertambangan umum tersebut. Selanjutnya, proses penyaluran yang tidak transparan dan akuntabel akan mendorong penyalahgunaan penerimaan oleh Departemen ESDM dan Departemen Keuangan. Nilai Kontrak Karya kurang diterima oleh Pemerintah Provinsi sebesar Rp.1.796.896.806,50.

b.

Hal tersebut disebabkan karena Pemerintah Pusat belum menyusun mekanisme pembayaran, penghitungan, dan penyaluran SDA sektor pertambangan umum secara memadai yang memungkinkan check dan recheck oleh semua pihak yang terkait.

Atas permasalahan tersebut Kepala Dipenda Provinsi Kalteng menyatakan sependapat. Sedangkan Kepala Distamben menyatakan bahwa bukti setoran Iuran Tetap untuk KP Penyelidikan Umum dan KP Eksplorasi yang perizinannya diterbitkan oleh Kabupaten/Kota tidak ditembuskan ke Provinsi sehingga dana tersebut tidak terkontrol. Selanjutnya penyaluran Dana Perimbangan dari rekening 508 000 071 ke daerah belum jelas apakah dilakukan oleh Departemen Pertambangan dan ESDM atau Departemen Keuangan.

BPK RI merekomendasikan kepada Menteri Pertambangan dan ESDM dan Menteri Keuangan untuk: a. Menyusun mekanisme dan prosedur pencairan dana bagi hasil sektor pertambangan yang efisien dan efektif yang menjamin ketepatan penghitungan hak daerah dan waktu pencairan dana bagi hasil tersebut. Salah satu yang dapat menjadi acuan dalam hal ini adalah mekanisme dan prosedur bagi hasil PBB dimana pembagian PBB dilakukan secara otomatis oleh Bank Operasional berdasarkan norma proporsi pembagian yang telah ditetapkan oleh Undang-undang. Melakukan perhitungan ulang atas hak Provinsi Kalimantan Tengah yang belum disalurkan sejak tahun 2002 sampai dengan 2007 untuk selanjutnya disalurkan ke daerah yang bersangkutan.

b.

25

3. Iuran SDA Pertambangan Umum Sebesar Rp63.317.016,00 Tidak Disetor ke Rekening Pemerintah Pusat Dalam laporan keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dilaporkan penerimaan Bagi Hasil dari sektor pertambangan untuk tahun 2006 dan 2007 (s.d 8 September) sebagai berikut.
Tabel 3.1 Realisasi Penerimaan SDA Tahun 2006 dan 2007 (s.d. 8 September) Realisasi 2006 No Jenis Penerimaan (Rp) Provinsi Kalimantan Tengah 1 2 Iuran Tetap (Land rent) Iuran Eksplorasi & Eksploitasi (Royalty) 1.212.323.414,06 4.481.672.809,00 620.654.180,00 1.259.963.970,00 s.d. 8 Sep (Rp) Realisasi 2007

Untuk memastikan ketepatan pembayaran oleh pengusaha, penyaluran dan penerimaan dana bagi hasil tersebut, BPK telah mengumpulkan data penerimaan yang secara riil telah diterima oleh pemerintah kabupaten/kota seluruh Kalimantan Tengah baik berupa data yang dihimpun oleh Dinas Pertambangan dan Energi pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah maupun rekaman rekening koran Kas Daerah pada Bank Pembangunan (BP) Kalteng. Dari rekaman transaksi pada rekening koran, diketahui adanya setoran-setoran yang diterima secara langsung dari para pengusaha pertambangan dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp63.317.016,00, terjadi pada tahun 2006 dan 2007 masing-masing sebesar Rp57.603.448,00 dan Rp5.713.568,00. Berikut adalah rinciannya.
Tabel 3.2 Daftar Setoran SDA Pertambangan ke Kas Daerah
Tanggal Tahun 2006 16/02/2006 16/02/2006 16/02/2006 20/01/2006 20/01/2006 20/01/2006 28/02/2006 07/04/2006 11/04/2006 PT. Mega Nusantara PT Putri Mea PT Karisma Sedaya PT. Anugerah Mulya PT Anugerah Sentosa PT. Anugerah Mulya Distamben Kab Tamiyang Layang PT Kerta Wira PT Intan Sari 1.356.400,00 1.578.800,00 2.802.880,00 4.792.800,00 3.600.000,00 6.000.000,00 34.128,00 4.800.000,00 350.400,00 Uraian dalam Rekening Koran/Penyetor Jumlah

26

Tanggal 11/04/2006 25/04/2006 25/04/2006 05/05/2006 17/05/2006 24/05/2006 10/07/2006 21/07/2006 16/08/2006 20/09/2006 19/09/2006 28/09/2006 28/09/2006 28/09/2006 28/09/2006 28/09/2006 04/10/2006 27/11/2006 06/12/2006

Uraian dalam Rekening Koran/Penyetor PT Maslapita Koperasi Manuhing Jaya Koperasi Manuhing Jaya PT Malapita PT Ardino Global PT Bumi Makmur Persada PT Sinar Tambang Utama PT Sumber Rahayu Indah Set SDA Pertambangan Umum Set Landrent Distamben CV Tamiang Bara Perkasa CV Cahaya Batu CV Puspita Alam CV Puspita Alam Tanjung Bartim Kurnia PT Widya Tanjung PT Kharisma Tambang Prima Dinas Pertambangan Bartim PT Putri Mea Jumlah

Jumlah 342.400,00 30.313,00 0,00 150.720,00 1.452.480,00 523.072,00 2.021.200,00 1.600.000,00 13.980.655,00 569.600,00 1.438.400,00 1.356.480,00 1.356.480,00 664.640,00 1.522.880,00 1.027.520,00 2.086.400,00 724.800,00 1.440.000,00 57.603.448,00

Tahun 2007 05/012007 20/02/2007 22/02/2007 26/02/2007 12/03/2007 21/03/2007 23/03/2007 13/04/2007 13/04/2007 Landrent Dinas Pertambangan Distamben Bartim Landrent Distamben landrent PT Mitra Tala koperasi Bina Rimba PT Panca Gemilang PT Sarana Putra Perdana Landrent Landrent Jumlah 1.627.680,00 80.192,00 847.360,00 850.880,00 26.912,00 64.256,00 1.138.560,00 272.288,00 805.440,00 5.713.568,00

Untuk memperoleh gambaran mengenai hal ini, BPK telah menanyakannya kepada Kepala Subdinas Pertambangan Umum pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Tengah. Dijelaskan bahwa selama ini pihak Distamben telah mengetahui bahwa setoran SDA pertambangan dari para pengusaha pertambangan di Kabupaten Barito Timur

27

dan Kabupaten Katingan tidak menyetor iuran ke Pemerintah Pusat melainkan ke kas daerah pemerintah kabupaten terkait. Meski demikian, diakui bahwa data akurat mengenai hal itu belum dimiliki sampai saat itu. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, dikatakan bahwa Gubernur Kalimantan Tengah telah mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 63 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengangkutan dan Penjualan Bahan Galian Tambang di Provinsi Kalimantan Tengah, yang antara lain mengatur tentang tata cara pemberian ijin dan penjualan bahan galian. Atas setoran-setoran dan informasi tersebut, Tim BPK tidak dapat melakukan konfirmasi atau pemeriksaan lebih detail, terutama pada dinas pertambangan pada kedua kabupaten tersebut karena tidak menjadi objek uji petik. Oleh karena itu, Tim BPK juga belum dapat menyimpulkan apakah setoran tersebut sudah mencakup seluruh iuran SDA atau memang yang menjadi bagian hak Pemprov sebesar 16% dari total iuran SDA. Juga belum dapat diketahui asal perusahaan penyetoran iuran tersebut. Proses penyaluran PSDH dan IHPH seperti dijelaskan di atas tidak sesuai dengan: a. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, khususnya terkait Pasal 18: 4) Ayat (1): penerimaan dari land rent dibagi dengan proporsi 16% untuk provinsi dan 32% untuk kabupaten/kota penghasil; 5) Ayat (2): penerimaan dari royalty dibagi dengan proporsi 16% untuk provinsi, 32% untuk kabupaten/kota penghasil, dan 32% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi; 6) Ayat (3): penerimaan 32% untuk kabupaten/kota lainnya seperti dimaksud pada ayat (2) dibagi dalam proporsi yang sama besar. b. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 4 yang antara lain menyatakan bahwa keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Setoran langsung ke Kas Daerah Pemprov Kalteng atas iuran SDA tersebut mengakibatkan: a. Tidak terpantaunya jumlah yang tepat mengenai pembayaran iuran oleh pengusaha tambang. Selanjutnya hal ini akan menyulitkan pemda dalam melakukan perhitungan hak terkait dengan bagi hasil dari SDA pertambangan umum tersebut. Iuran SDA pertambangan tahun 2006 dan 2007 sebesar Rp63.317.016,00 tidak disetorkan ke pemerintah pusat.

b.

Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya koordinasi antara BUD dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalteng terutama terkait dengan penelusuran asal-usul setoran dari sektor pertambangan tersebut. Atas temuan tersebut Kepala Dipenda menyatakan sependapat. Untuk mengatasi hal itu sebenarnya sudah dikeluarkan Peraturan Gubernur No. 63 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengangkutan dan Penjualan Bahan Galian Tambang di Provinsi Kalimantan Tengah yang mengatur bahwa semua penerimaan SDA Pertambangan yang dilakukan oleh

28

Kabupaten/Kota se-Kalteng disetor dahulu ke Pemerintah Pusat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

BPK RI merekomendasikan kepada Gubernur Kalimantan Tengah untuk: a. mendata kembali seluruh penerimaan SDA Pertambangan yang disetor langsung ke Kas Daerah dan menyetorkan ke rekening Pemerintah Pusat; b. mengirim surat yang berisi permintaan agar semua bupati/walikota di Kalimantan Tengah menyetorkan penerimaan dari sektor pertambangan langsung ke rekening Pemerintah Pusat.

29

4. Penyaluran DAU Tidak Tepat Waktu dan Rekening Tujuan Pada Tahun Anggaran (TA) 2006 dan 2007 Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah memperoleh alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) masing-masing sebesar Rp552.000.000,00 dan Rp571.290.000.000,00. Nilai penetapan tersebut akan dialokasikan setiap bulan sebesar Rp46.000.000.000,00 (TA 2006) dan Rp47.607.500.000,00 (TA 2007). Melalui verifikasi data SPM, SP2D dan rekening Kas Daerah diketahui bahwa penyaluran DAU untuk TA 2006 telah dilakukan tepat jumlah, namun tidak tepat rekening tujuan dan tidak selalu tepat waktu. Dari data SPM diketahui bahwa proses pengajuan pencairan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah dilakukan pada bulan sebelumnya dan KPPN juga menerbitkan SP2D dalam rentang waktu normal. Namun, dari rekaman transaksi pada Bank Operasional (BO) III, dalam hal ini Bank Mandiri Palangka Raya, diketahui bahwa tanggal transfer ke Kas Daerah tidak selalu dilakukan pada hari yang sama dengan atau maksimal sehari kemudian setelah tanggal SP2D. Hal ini terjadi pada penyaluran DAU bulan April, Juni, dan Oktober. Tabel berikut dapat menunjukkan hal itu.
Tabel 4.1 Penyaluran DAU TA 2006 DAU Bulan Pemprov Kalteng April 2006 Juni 2006 Oktober 2006 46.000.000.000,00 46.000.000.000,00 46.000.000.000,00 27/03/2006 26/05/2006 25/09/2006 29/03/2006 30/05/2006 28/09/2006 03/04/2006 01/06/2006 02/10/2006 03/04/2006 01/06/2006 02/10/2006 Jumlah (Rp) Tgl SPM Tgl SP2D Tgl Transfer BO Tgl Rek Kasda

Atas selisih hari tersebut, BPK telah melakukan konfirmasi kepada Community Manager (CM) Bank Mandiri Palangka Raya (Adiyanto) dan diperoleh penjelasan bahwa hal tersebut terjadi sebelum ia menjabat. Dari wawancara tersebut BPK memperoleh keterangan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh lemahnya komunikasi internal antara CM ketika itu dengan staf bagian transfer. Namun demikian, terlepas dari alasan yang dikemukakan BPK menilai bahwa keterlambatan tersebut merupakan sebuah kelalaian Bank Mandiri yang tidak menjalankan kewajibannya dengan baik. Jika dihitung, keterlambatan transfer DAU bulan April, Juni dan Oktober tersebut berkisar antara 2-5 hari. Dengan keterlambatan ini, BPK menilai bahwa Pemprov Kalteng telah kehilangan memperoleh pendapatan jasa giro dari Bank Pembangunan (BP) Kalteng selaku bank tempat penyimpanan kas daerah. Untuk menghitung pendapatan jasa giro yang telah hilang tersebut BPK telah meminta informasi mengenai besaran suku bunga giro yang berlaku selama 2006 dari BP Kalteng. Dari informasi ini dapat dihitung hilangnya jasa giro dimaksud sebagai berikut.

30

Tabel 4.2 Perhitungan Jasa Giro yang Hilang karena Keterlambatan Transfer DAU
DAU Bulan Jumlah (Rp) Tgl SP2D Tgl Transfer Selisih BO Hari Bunga Efektif* Pendapatan Bunga

Pemprov Kalimantan Tengah April 2006 Juni 2006 Oktober 2006 46.000.000.000,00 46.000.000.000,00 46.000.000.000,00 29/03/2006 30/05/2006 28/09/2006 03/04/2006 01/06/2006 02/10/2006 5 2 4 4% 4% 4% Total
* 1 tahun = 365 hari, bunga berdasarkan SE Direksi BP Kalteng No. DTS.07/SE-0008/VIII-07

25.205.479,45 10.082.191,78 20.164.383,56 55.452.054,79

Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa potensi pendapatan yang tidak diperoleh pemda karena keterlambatan penyetoran DAU oleh Bank Mandiri mencapai Rp55.452.054,79. Sementara untuk penyaluran DAU Pemprov Kalteng TA 2007 sampai dengan bulan Juni telah diterima sebesar Rp285.645.000.000,00. Namun, melalui pencocokan SPM, SP2D, dan bukti transfer pada rekening Kas Daerah diketahui bahwa penerimaan DAU bulan Maret dan April tidak langsung ditransfer ke rekening Kas Daerah, melainkan disimpan pada sebuah rekening giro pada Bank Mandiri dengan nomor 031-000-521-101-9.
Tabel 4.3 Penyaluran DAU Pemprov Kalteng TA 2007 (s.d. Juni) DAU Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Jumlah (Rp) 47.607.500.000,00 47.607.500.000,00 47.607.500.000,00 47.607.500.000,00 47.607.500.000,00 47.607.500.000,00 Tgl SPM 18/12/2006 16/01/2007 14/02/2007 20/03/2007 11/04/2007 16/05/2007 Tgl SP2D 02/01/2007 30/01/2007 28/03/2007 25/04/2007 28/05/2007 25/06/2007 Tgl Transfer BO 31/01/2007 28/03/2007 25/04/2007 29/05/2007 26/06/2007 Tgl Rek Kasda 02/01/2007 31/01/2007 29/05/2007 26/06/2007

Untuk mengetahui perihal penyimpanan DAU bulan Maret dan April pada Bank Mandiri, BPK telah melakukan wawancara dengan Kepala Bagian Pembukuan dan Verifikasi dan staf pada Bagian Perbendaharaan yang menangani Kas Daerah pada Biro Keuangan Sekretariat Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam wawancara tersebut diketahui bahwa pembukaan rekening pada Bank Mandiri tersebut didasari dengan Keputusan Gubernur No. 188.44/92/2007 tanggal 27 Februari 2007 tentang Penunjukan PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Cabang Palangka Raya untuk Menyimpan Uang Daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam salah satu konsideran diketahui bahwa keputusan tersebut didasarkan pada pertimbangan demi kelancaran, ketertiban dan keamanan dalam

31

penyimpanan Uang Daerah serta tujuan mendekatkan pelayanan pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah kepada SKPD dan masyarakat. Selanjutnya, dari bukti setoran dan rekening koran terkait diketahui bahwa rekening tersebut dibuka tanggal 5 Maret 2007 dengan sebuah transfer uang dari pendapatan daerah sebesar Rp112.072.068,00. Adapun saldo akhir rekening tersebut pada tanggal 7 September 2007 adalah Rp46.767.806.950,86. Berikut adalah ringkasan mutasi debit dan kredit pada periode tersebut.
Tabel 4.4 Ringkasan Mutasi Rekening Giro pada Bank Mandiri Mutasi Setoran awal 5-Mar-2007 Transfer DAU Maret Transfer DAU April Penempatan Deposito Bunga Deposito Bunga Rekening - Pajak Saldo Akhir 7-Sep-2007 Jumlah 112.072.068,00 47.607.500.000,00 47.607.500.000,00 -50.000.000.000,00 767.054.794,50 673.680.088,36 46.767.806.950,86

Dari tabel tersebut tampak bahwa total DAU yang disimpan dalam giro pada Bank Mandiri berjumlah Rp95.215.000.000,00. Dari jumlah ini kemudian dikurangi untuk penempatan empat deposito berjangka 1 bulan masing-masing senilai Rp12.500.000.000,00 tertanggal 7 Mei, 14 Mei, 21 Mei, dan 4 Juni. Penempatan ini dilakukan berdasarkan surat nomor 900/696/Keu tanggal 4 Mei 2007 yang ditandatangani oleh Kepala Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah (Friendly S. Djala). Selanjutnya dalam setiap sertifikat deposito dinyatakan bahwa bunga deposito pada saat jatuh tempo akan ditransfer secara langsung ke rekening giro Mandiri dengan nomor 031-000-521-101-9 (rekening asal). Dari tabel tampak bahwa bunga deposito yang diperoleh sampai dengan 7 September 2007 mencapai Rp767.054.794,50. Sedangkan bunga giro yang diperoleh setelah dikurangi pajak mencapai Rp673.680.088,36. BPK menilai bahwa penempatan DAU pada rekening giro Mandiri tersebut tidak sesuai ketentuan karena empat alasan. Pertama, DAU merupakan pendapatan daerah yang peruntukannya sudah direncanakan sebelumnya sehingga penempatannya dalam bentuk deposito atau giro pada rekening di luar Kas Daerah akan membatasi pemakaian dana tersebut untuk keperluan pembiayaan belanja APBD. Kedua, pertimbangan pembukaan rekening tersebut tidak tepat karena jika menginginkan kelancaran dan ketertiban dalam penyimpanan Uang Daerah serta tujuan mendekatkan pelayanan pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah kepada SKPD maka peyimpanan uang daerah termasuk DAU harus dilakukan melalui Kas Daerah, yang dalam hal ini telah lakukan melalui rekening 100-1-5278-7 pada PT. Bank Pembangunan Kalteng. Ketiga, penempatan dana pada Bank Mandiri telah melemahkan pengendalian atas pengeluaran uang daerah karena perintah pengeluaran dapat dilakukan tanpa mekanisme formal dalam pengelolaan keuangan daerah, yaitu melalui penerbitan SPP, SPM, dan SP2D. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, mutasi debit dapat dilakukan hanya dengan surat perintah dari Kepala Biro Keuangan. Keempat, jika
32

diperhitungkan dengan tingkat suku bunga deposito dan jasa giro yang diberlakukan pada PT. Bank Pembangunan Kalteng, maka nilai giro dan deposito DAU ditambah dengan jasa giro dan bunga deposito pada tanggal 7 September 2007 akan menjadi Rp46.874.607.927,12. Sehingga jika dibandingkan dengan penempatan di Bank Mandiri maka Pemprov Kalteng akan kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan jasa giro atau bunga sebesar Rp46.874.607.927,13 - Rp46.767.806.950,86 = Rp106.800.976,27.
Tabel 4.5 Ringkasan Mutasi Rekening Giro pada BP Kalteng (Jasa Giro 4% dan Bunga Deposito 7,5% dan 7% (mulai 31 Juli 2007) Mutasi Setoran awal 5-Mar-2007 Transfer DAU Maret Transfer DAU April Penempatan Deposito Bunga Deposito Bunga Rekening Pajak Saldo Akhir 7-Sep-2007 Jumlah 112.072.068,00 47.607.500.000,00 47.607.500.000,00 -50.000.000.000,00 804.166.666,67 929.211.490,57 -185.842.298,11 46.874.607.927,13

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penempatan dana DAU pada giro Bank Mandiri justru merugikan pemda karena suku bunga yang lebih rendah dari pada yang diberlakukan pada PT BPK.

Keterlambatan transfer DAU oleh Bank Mandiri dan penempatan DAU pada rekening Bank Mandiri tersebut tidak sesuai dengan ketentuan berikut. a. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, khususnya Pasal 1 angka 23 yang menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara: 1) Pasal 16: a) Ayat (1): Setiap kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya; b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa penerimaan harus disetor ke Kas Negara/Daerah pada waktunya. 2) Pasal 27:
33

a) Ayat (1): dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran Daerah, Bendahara Umum Daerah dapat membuka rekening penerimaan dan rekening pengeluaran pada bank yang ditetapkan oleh gubernur/bupat/walikota. b) Ayat (4): saldo rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah. Permasalahan seperti dijelaskan di atas mengakibatkan hilangnya kesempatan Pemprov untuk memperoleh pendapatan dari jasa giro/bunga deposito kurang lebih sebesar Rp55.452.054,79 + Rp106.800.976,27 = Rp162.253.031,06. Permasalahan tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut. a. Keterlambatan transfer DAU ke BP Kalteng pada bulan Februari, April, Juni, dan Oktober 2006 disebabkan oleh kelalaian Community Manager Bank Mandiri Palangka Raya; b. Penempatan DAU bulan Maret dan April 2007 pada Bank Mandiri merupakan kebijakan yang tidak tepat Kepala Biro Keuangan dalam pengelolaan Kas Daerah. Atas permasalahan tersebut Kepala Biro Keuangan menyatakan bahwa penempatan DAU dalam giro dan deposito pada Bank Mandiri karena merupakan kewenangan Kepala Biro Keuangan selaku BUD/Kuasa BUD dalam mengalokasikan dana dalam portfolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah. Adapun mengenai perbedaan tingkat bunga deposito dianggap masih dalam batas yang wajar, karena terkait dengan mutu layanan dari bank dimaksud.

BPK RI merekomendasikan kepada Gubernur Kalimantan Tengah agar: a. meminta Community Manager Bank Mandiri Cabang Palangka Raya agar mengganti kerugian yang diderita Pemprov Kalteng karena keterlambatan transfer DAU ke Kas Daerah sebesar Rp55.452.054,79. b. memerintah Kepala Biro Keuangan agar menarik seluruh dana yang ditempatkan pada giro maupun deposito Bank Mandiri ke rekening Kas Daerah di PT. BPK, kecuali jika Bank Mandiri bersedia memberikan suku bunga yang lebih tinggi dari pada PT. BPK; c. menegur Kepala Biro Keuangan yang lalai dalam melaksanakan tugasnya selaku BUD dalam pengelolaan Kas Daerah.

34

5. Pencatatan dan Pelaporan Realisasi Bagi Hasil Pajak Tidak Akurat Pada Tahun Anggaran 2006 dan 2007 (s.d. Juni) Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melaporkan penerimaan Bagi Hasil Pajak masing-masing sebesar Rp88.646.309.396 dan Rp9.015.346.103,00 yang berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh). Rinciannya sebagai berikut. Tabel 5.1 Realisasi Penerimaan Bagi Hasil Pajak 2006-2007 (Semester I)
Uraian PBB & UP BPHTB PPh Total Penerimaan 2006 (Rp) 80.009.543.467,00 1.769.143.382,00 6.867.622.547,00 88.646.309.396,00 Penerimaan 2007 (Rp) 7.428.764.500,00 1.586.581.603,00 0,00 9.015.346.103,00

Melalui pengecekan dan pencocokan atas data SP2D, PHP PBB yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Pemprov Kalteng, dan rekaman transaksi penerimaan PBB dan upah pungut pada Kas Daerah, BPK menemukan perbedaan angka yang cukup signifikan, khususnya PBB (termasuk Upah Pungut) dan BPHTB Tahun Anggaran 2006. Berikut adalah rinciannya. Tabel 5.2 Perbedaan Data Realisasi Penerimaan
Uraian Terlapor dalam LRA 2006 SP2D (Data APBN) PHP (Dipenda) Kas Daerah (Verifikasi Tim BPK)

PBB & UP BPHTB PPh

80.009.543.467,00 1.769.143.382,00 6.867.622.547,00

85.801.958.694,00 1.889.203.487,00 6.867.622.547,00

75.075.135.068,00 1.648.465.468,00 -

77.617.674.585,00 1.672.123.976,00 6.867.622.547,00

Dari tabel tampak bahwa realisasi PBB dan Upah Pungut menurut Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2006 adalah Rp80.009.543.467,00, sementara menurut SP2D (APBN) lebih besar yakni Rp85.801.958.694,00. Selanjutnya dari PHP PBB dan Upah Pungut yang berhasil dihimpun oleh Dipenda, BPK memperoleh angka total sebesar Rp75.075.068,00. Sedangkan dari catatan transaksi pada rekening koran Kas Daerah, BPK hanya bisa mengidentifikasi penerimaan PBB sebesar Rp77.617.674.585,00. Atas perbedaan-perbedaan tersebut, BPK telah meminta penjelasan kepada staf Bagian Pembukuan dan Verifikasi pada Biro Keuangan Pemprov Kalteng dan staf Subdinas Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak pada Dipenda. Dari wawancara diketahui bahwa jika ada perbedaan, mereka tidak dapat mengetahuinya secara pasti sebab selama ini yang dilakukan

35

hanyalah mencatat penerimaan PBB beserta Upah Pungutnya berdasarkan PHP PBB yang diterima dari KP PBB kabupaten/kota di Provinsi Kalteng (untuk Dipenda) dan transaksi penerimaan yang tercatat dalam rekening koran Kasda (Biro Keuangan). Staf Dipenda mengakui bahwa ia tidak dapat memastikan kelengkapan data yang dihimpun dari KPP PBB seluruh kabupaten/kota, sehingga terkadang untuk keperluan laporan realisasi penerimaan PBB dan BPHTB, Dipenda berkoordinasi dengan Biro Keuangan. Selanjutnya, dari staf Biro Keuangan juga mengakui bahwa pencatatan PBB, Upah Pungut, dan BPHTB memang tidak akurat sebab informasi mengenai jenis penerimaan, nama dan asal pengirim tidak selalu tercantum sehingga menyulitkan pembukuan. Sebagai akibatnya, angka yang terlapor dalam LRA merupakan angka-angka yang memang diketahui secara pasti berasal dari ketiga jenis penerimaan tersebut. Menindaklanjuti hal ini, BPK telah meminta data realisasi Belanja Bagi Hasil yang telah dilaporkan dalam Laporan Bulanan untuk Kanwil Perbendaharaan XVII di Palangka Raya. Data tersebut dapat diperbandingkan dengan realisasi penerimaan yang terlapor pada LRA Pemprov Kalteng TA 2006 dan 2007, sebagai berikut. Tabel 5.3 Perbandingan Data Realisasi Penerimaan Bagi Hasil Pemda dan Kanwil Perbend
Uraian 1 TA 2006 PBB & UP BPHTB PPh Subtotal TA 2007 PBB & UP BPHTB PPh Subtotal Total 7.428.764.500,00 1.586.581.603,00 0,00 9.015.346.103,00 97.661.655.499,00 2.721.558.378,00 1.585.198.808,00 0,00 4.306.757.186,00 97.809.715.126,00 4.707.206.122,00 1.382.795,00 0,00 4.708.588.917,00 -148.057.621,00 80.009.543.467,00 1.769.143.382,00 6.867.622.547,00 88.646.309.396,00 84.776.044.299,00 1.857.953.500,00 6.868.960.141,00 93.502.957.940,00 -4.766.500.832,00 -88.810.118,00 -1.337.594,00 -4.856.646.538,00 Realisasi (Rp) 2 Data Kanwil Perbend (Rp) 3 Selisih 4 (2-3)

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada TA 2006 terdapat perbedaan mencolok pada penerimaan PBB dan UP. Data Kanwil menyebutkan bahwa realisasi belanja PBB dan UP pada tahun itu sebesar Rp84.776.044.299,00 sehingga jika dibandingkan, akan tampak bahwa Pemprov Kalteng kurang mencatat sebesar Rp4.766.500.832,00. Hal yang sama terjadi juga pada BPHTB dan PPh, dengan kekurangan masing-masing Rp88.810.118,00 dan Rp1.337.594,00. Namun, pada tahun 2007 (semester I), penerimaan yang dicatat oleh Pemprov justru lebih besar dari pada yang dilaporkan oleh Kanwil yakni Rp4.707.206.122,00 (PBB & UP) dan Rp1.382.795,00 (BPHTB).

36

Melalui prosedur audit yang telah ditempuh, berdasarkan data yang ada BPK tidak dapat merekonsiliasi perbedaan tersebut. Namun, berdasarkan penjelasan-penjelasan yang diperoleh, BPK menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan oleh ketidaktertiban administrasi. Dipenda dan Biro Keuangan terlihat belum memiliki sistem dan prosedur yang memadai untuk melakukan pencatatan dan pengecekan atas semua penerimaan terkait dengan Dana Bagi Hasil Pajak ini. BPK menilai bahwa pengecekan dapat dilakukan dengan mengerahkan semua Unit Pelaksana Dipenda di seluruh kabupaten/kota untuk berkoordinasi dalam pengumpulan data setoran PBB dan BPHTB dengan Bank Operasional setempat dan Kanwil Perbendaharaan XVII. BPK melihat bahwa hal ini dimungkinkan sebab dari wawancara dengan staf pada Bank Mandiri di Palangka Raya, BPK memperoleh informasi bahwa Bank Mandiri selalu menyertakan rekening koran yang berisi rincian transfer serta jumlah kumulatif transfer PBB dan BPHTB setiap kali transfer. Rekening tersebut dilampirkan sebagai laporan kepada KPPN selaku pemilik rekening. Jika Dipenda dapat mengakses salinan rekening tersebut melalui KPPN setempat, maka proses rekonsiliasinya akan lebih mudah dilakukan.

Ketidaktertiban administrasi yang diwujudkan dalam ketidakcocokan angka realisasi penerimaan Bagi Hasi Pajak tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. a. Pasal 4 yang antara lain menyatakan bahwa keuangan daerah harus dikelola secara tertib. b. Pasal 91: 1) Ayat (1): Bendahara Penerimaan pada SKPS harus melakukan pembukuan atas semua penerimaan dan penyetoran penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya; 2) Ayat (3): PPKD melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan pertanggungjawaban penerimaan;

Ketidaktertiban administrasi tersebut akan mengakibatkan lemahnya pengendalian atas pelaporan jumlah setoran Bagi Hasil Pajak.

Hal tersebut disebabkan belum adanya upaya Kepala Dipenda dan Kepala Biro Keuangan Pemprov Kalteng untuk menyusun sistem dan prosedur pencatatan dan pelaporan penerimaan Bagi Hasil Pajak yang memungkinkan proses verifikasi, evaluasi dan analisis secara memadai.

Atas permasalahan tersebut Kepala Dipenda menyatakan telah menyusun sistem dan prosedur pencatatan dan pelaporan Bagi Hasil Pajak yang memungkinkan proses verifikasi, evaluasi, dan analisis secara memadai. Namun diakui adanya kesulitan melakukan pencocokan data bukti setoran yang dikirim oleh Bank Operasional yang ada di kabupaten/kota di luar Palangka Raya.

37

BPK RI merekomendasikan kepada Gubernur Kalimantan Tengah agar memerintah Kepala Dipenda menyusun prosedur yang lebih efektif terkait pengumpulan data, pencocokan, dan evaluasi bagi hasil pajak dari PBB dengan bekerja sama lebih aktif dengan KP-PBB dan Bank Operasional di wilayah Kalteng. Dalam hal ini Dipenda dapat melibatkan UPPD yang tersebar di seluruh kabupaten/kota untuk menghimpun data penerimaan PBB dimaksud.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

38

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan BPK-RI di Palangkaraya


Jalan Yos Sudarso 16 Palangkaraya Telp. 0536-3231119 Fax. 0536-3231120

39

40

You might also like