You are on page 1of 8

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I EFEK LOKAL OBAT (PENGUJIAN EFEK ANESTETIKA LOKAL)

Kelompok 3D Ghalib syukrilah (10060309115) Tristhy Novilia A (10060309117) Indah Abdilah (10060309118)

Asisten : Ratu Choesrina Hari/tanggal praktikum : Selasa/ 4 Oktober 2011 Hari/tanggal pengumpulan: Selasa/ 11 Oktober 2011

LABORATORIUM TERPADU FARMASI UNIT D PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2011

Efek Lokal Obat (Pengujian Efek Anestetika Lokal)

I.

TUJUAN a. Memiliki keterampilan dalam melakukan pengujian aktivitas suatu obat yang bekerja lokal. b. Memiliki keterampilan dalam melakukan pengujian aktivitas anestetika lokal suatu obat. c. Mengetahui gejala-gejala terjadinya anestesia lokal yang ditimbulkan oleh anestetika lokal permukaan.

II.

TEORI DASAR Anestesika lokal atau zat penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan

lokal merintangi secara reversible penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikiam menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007). Ada beberapa criteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestetikum lokal, antara lain: Tidak merangsang jaringan Tidak iritatif/merusak jaringan secara permanen Toksisitas sistemis rendah Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lender Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama Dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pemanasan (sterilisasi). (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007). Struktur dasar anastetika lokal pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amio hidrofil (sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester (alcohol) atau amida dengan suatu gugus-aromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin besar daya kerja anastetiknya, tetapi toksisitasnya juga meningkat (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007).

Anastetika lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok, sebagai berikut: a. Senyawa-ester: kokain dan ester PABA (benzokain, prokain, oksibuprokain, tetrakain). b. Senyawa-amida: lidokain dan prilokain, mepivakain, bupivakain dan chincokain c. Lainnya: fenol, benzilalkohol dan etilklorida.

Anestetika lokal umumnya digunakan secara parenteral misalnya pembedahan kecil dimana pemakaian anestetika umum tidak dibutuhkan. Jenis anestetika lokal yang paling banyak digunakan sebagai suntikan adalah sebagai berikut: y Anestetika permukaan, sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham. Anestesia permukaan juga dapat digunakan secara lokal untuk melawan rasa nyeri dan gatal, misalnya larutan atau tablet hisap untuk menghilangkan rasa nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk mengukur tekanan okuler mata atau mengeluarkan benda asing di mata, salep untuk menghilangkan rasa nyeri akibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita ambeien/wasir. y Anestetika infiltrasi, yaitu suntikan yang diberikan pada atau sekitar jaringan yang akan dianestetisir, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya pada praktek THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) atau daerah kulit dan gusi (pencabutan gigi). y Anestetika blok atau penyaluran saraf (juga disebut konduksi), yaitu dengan injeksi di tulang belakang pada suatu tempat dimana banyak saraf terkumpul sehingga mencapai daerah anestesi yang luas, terutama pada operasi lengan atau kaki, juga bahu. Lagi pula digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007). LIDOKAIN Salah satu obat anastetika local dari golongan amida. Lidokain terdiri dari satu gugus lipofilik (biasanya merupakan suatu cincin aromatik) yang dihubungkan suatu rantai perantara (jenis amid) dengan suatu gugus yang mudah mengion (amin tersier). Dalam penerapan terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk garam agar lebih mudah larut dan stabil. Didalam tubuh mereka biasanya dalam bentuk basa tak bermuatan atau sebagai suatu kation. Perbandingan relative dari dua bentuk ini ditentukan oleh harga pKa nya dan pH cairan tubuh, sesuai dengan persamaan Henderson-Hasselbalch (Stoelting, 2006).

Pemerian: serbuk hablur; putih atau semu kuning; bau khas mantap diudara Kelarutan: praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol (95%) P dan dalam kloroform P; mudah larut dalam eter P dan dalam benzene P; larut dalam minyak Khasiat dan Penggunaan: Anastetikum lokal. (Farmakope Indonesia III, 1979) Biasanya Lidokain digunakan untuk anestesi permukaan dalam bentuk salep, krim dan gel. Efek samping Lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap sistem saraf pusat misalnya ngantuk, pusing, paraestesia, gangguan mental, koma, dan seizure (Fatma, dkk, tanpa tahun). .

III. ALAT DAN BAHAN Alat y y : Peniti Bulu sikat y y y y Salep lidokain Air panas Air es Kapas

Bahan :

IV. PROSEDUR PERCOBAAN Terlebih dahulu, pada lengan bagian ventral kiri dan kanan dibuat gambar seperti contoh berikut :

Luas area dapat disesuaikan dengan luas lengan. Area pada lengan kiri diolesi dengan obat, dan lengan kanan diolesi dengan air. Dengan bantuan rekan kerja, pada setiap kotak di area yang digambarkan pada lengan kiri dan kanan tersebut diberikan stimulus. Stimulus yang diberikan berupa sensasi sentuh menggunakan bulu sikat, sensasi panas menggunakan bagian tumpul peniti yang telah direndam dalam air panas, sensasi dingin menggunakan bagian tumpul peniti yang telah direndam dalam air es dan sensasi nyeri menggunakan bagian tajam dari peniti. Setelah itu, sensasi yang dirasakan dari stimulus yang diberikan pada setiap kotak dicatat dan dijumlahkan. Selanjutnya, berdasarkan jumlah sensasi dari setiap stimulus, dibandingkan kepekaan pada lengan kiri dan kanan.

V.

DATA PENGAMATAN Lengan Kanan, diolesi air SPN DS NDSP SN DSP DSP NDSP SN SP DSN SPN DSN DSP S SPN DSP Jumlah: S : 16 P : 10 D:9 N:9

Lengan Kiri, diolesi Salep Lidokain SP SPN SPN D SPD P NDSP DSN SD SD S D SP SD Jumlah: S : 11 P:7 D:8 N:4

Keterangan:

S = Sensasi Sentuh P = Sensasi Panas D = Sensasi Dingin N = Sensasi Nyeri

VI. PEMBAHASAN Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesth tos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal (Fatma, dkk, tanpa tahun). Pada praktikum ini dilakukan percobaan untuk menguji efek anestetika lokal, digunakan lengan bagian ventral kiri dan kanan karena pada bagian ini lapisan kulitnya lebih tipis dibandingkan dengan bagian lengan yang lain. Pada lengan kanan hanya diolesi oleh air yang bertujuan untuk kontrol sehingga dapat dibandingkan dengan lengan kiri diberi olesan salep lidokain. Sebelum melakukan percobaan pada lengan kiri, salep lidokain diolesi dan didiamkan terlebih dahulu selama 1 jam, hal ini bertujuan untuk memberikan waktu kepada salep lidokain agar menyerap ke dalam kulit. Anestetika lokal atau zat penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversible penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas, atau dingin (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 1978). Pada setiap lengan diberikan stimulus berupa sensasi sentuh (bulu sikat), sensasi panas (bagian tumpul peniti yang telah direndam di air panas), sensasi dingin (bagian tumpul peniti yang telah direndam di air dingin) dan sensasi nyeri (bagian tajam dari peniti). Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa lengan kiri yang diolesi dengan salep lidokain memiliki jumlah respon lebih kecil dari setiap stimulus yang diberikan dibandingkan dengan lengan kanan yang hanya diolesi dengan air. Hal ini dapat menunjukkan bahwa lidokain memiliki aktivitas anestetika lokal, sedangkan air tidak. Anastetika lokal menghilangkan rasa dengan jalan beberapa cara. Misalnya dengan jalan menghindarkan untuk sementara pembentukan dan transmisi impuls melalui saraf dan ujungnya. Pusat mekanisme kerjanya terletak di membrane sel. Anastetika lokal menghambat penerusan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas membrane sel saraf untuk ion Natrium (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007).

Target anestetika lokal adalah saluran Na+ yang ada pada semua neuron. Saluran Na+ bertanggung jawab menimbulkan potensial aksi sepanjang akson dan membawa pesan dari badan sel ke terminal saraf. Anestetika lokal berikatan secara selektif pada saluran Na+, sehingga mencegah terbukanya saluran (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 1978). Terjadi persaingan antara ion natrium dan ion kalsium yang berada berdekatan dengan saluran-saluran natrium di membrane neuron. Pada waktu bersamaan, akibatnya turun laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat-laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007). Diperkirakan bahwa pada proses stabilisasi membran tersebut, ion-kalsium memegang peranan penting, yakni molekul lipofil besar dari anastetika lokal mungkin mendesak sebagian ion-kalsium di dalam membran sel tanpa mengambil alih fungsinya. Dengan demikian membran sel menjadi lebih padat dan stabil, serta dapat lebih baik melawan segala sesuatu perubahan mengenai permeabilitasnya (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007). Oleh karena itu, pada lengan kiri terjadi anestetika permukaan yang menghilangkan atau mengurangi sensasi yang diberikan, baik itu sensasi sentuh, panas, dingin, maupun sensasi nyeri. Pemilihan lidokain sebagai anastetika lokal pada percobaan kali ini adalah karena lidokain dengan nama dagang Xylocain yang merupakan derivate asetanilida ini termasuk golongan amida dan merupakan obat pilihan utama untuk anastesia infiltrasi maupun permukaan. Zat ini digunakan pada selaput lendir dan kulit untuk nyeri, perasaan terbakar dan gatal. Berhubung tidak mengakibatkan hipersensitasi , lidokain banyak digunakan dalam banyak sediaan topikal (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana, 2007). Sifat kerja lidokain lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif. Anestesi topikal ini akan diserap ke dalam sirkulasi darah sehingga dapat menimbulkan efek samping yang toksik. Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan jumlah maksimum yang boleh digunakan pada suatu area yang akan di anestesi. Formula topikal ini tidak boleh digunakan untuk daerah mukosa dan luka terbuka, karena akan terjadi penyerapan yang cepat oleh tubuh dan dapat menyebabkan keracunan sistemik (Fatma, dkk, tanpa tahun). Efek samping Lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP misalnya kantuk, pusing, paraestesia, gangguan mental, koma, dan seizure; semua efek SSP yang terutama

timbul pada overdose. Obat ini termasuk golongan amino asilamid yang jarang menimbulkan alergi (Fatma, dkk, tanpa tahun).

VII. KESIMPULAN y Lidokain mempunyai efek anestetika lokal, karena jumlah sensasi yang dirasakan oleh lengan kiri lebih sedikit dibandingkan dengan sensasi yang dirasakan oleh lengan kanan. y Terjadinya anestetika lokal permukaan pada lengan kiri yang diolesi lidokain ditandai dengan berkurangnya jumlah sensasi yang dirasakan. y Lengan kanan yang diolesi air lebih peka terhadap stimulus (rangsangan) daripada lengan kiri yang diolesi lidokain

VIII. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta

Fatma, S. Dewi dkk. Tanpa tahun. Perbandingan Mula Kerja dan Masa Kerja Dua Anestetik Lokal Lidokain pada Kasus Pencabutan Gigi Molar Satu atau Dua Rahang Bawah. Jakarta: FKGUI.

Majalah Farmacia. Edisi Mei 2008. Anestesi Topikal untuk Cosmetic Dermatology. Hal 58

Stoelting RK, Hillier SC. Local Anesthetics, in : Stoelting RK, Hillier SC, editors. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 4thed. Philadelphia, Lippincott Williams, 2006, p 182-3.

Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 1978. Obat-Obat Penting hal 407. Jakarta: CV. Permata.

Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting hal 407-413. Jakarta: CV. Permata.

You might also like