You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang Perjalanan hidup bangsa Indonesia yang telah merdeka sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang menunjukkan dinamika yang cukup tinggi. Selama kurun waktu lebih dari 60 tahun penyelenggaraan pemerintahan negara ternyata masih diwarnai banyak kemelut politik, termasuk berbagai gangguan keamanan yang sangat mengganggu stabilitas nasional. Benturan-benturan politik pada tataran elit akibat perbedaan visi kenegaraan, dengan mudah merambah tata kehidupan masyarakat bawah, dan berpengaruh terhadap menurunnya kadar hubungan sosial masyarakat. Akibatnya, masyarakat menjadi tersegmentasi sehingga kondisi persatuan dan kesatuan bangsa menjadi semakin longgar. Disisi lain, benturan kepentingan politik dapat sangat menghambat kemajuan bangsa, terutama dalam upaya mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat 1. Belajar dari sejarah sejak tumbuhnya kesadaran kebangsaan hingga memasuki era perjuangan kemerdekaan, seharusnya segenap bangsa Indonesia sadar bahwa hanya dengan mengutamakan kehendak bersama dan demi satu tujuan bersama pula, bangsa ini berhasil mewujudkan cita-citanya, yaitu merdeka, lepas dari belenggu kekuasaan penjajahan. Tetapi, sejarah telah membuktikan pula bahwa ketika bangsa ini melupakan tujuan bersama nya, serta dengan sadar mengingkari konsensus yang juga telah didasari oleh kehendak bersama, maka yang terjadi adalah timbulnya berbagai bentuk konflik sosial, perlawanan bersenjata di dalam negeri, dan munculnya ide-ide separatis. Akibat dari kesemuanya ini sudah pasti, yaitu beban penderitaan yang mesti ditanggung oleh rakyat. Kesadaran kebangsaan yang kemudian melahirkan

Azra, Azyumardi, Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta, Penerbit Buku Kompas , 2002.

cita-cita kemerdekaan Indonesia, pada dasarnya tumbuh dan berkembang oleh dorongan kehendak bersama, seluruh komponen masyarakat budaya, yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Maksudnya tidak lain adalah demi membangun Satu masyarakat baru yang utuh sebagai Satu kesatuan, yaitu bangsa (Indonesia). Seperti dikatakan Presiden Soekarno dalam amanatnya pada peresmian Lemhannas di Istana Negara, Jakarta, tanggal 20 Mei 19652, yang mengangkat teori Ernest Renan maupun Otto Bauer, bahwa Bangsa (Nation) adalah jiwa yang mengandung kehendak untuk bersatu dan hidup bersama (the desire to live together). Bangsa adalah juga merupakan masyarakat dengan kesatuan spirit/ karakter (Karakter Gemeinschaft). Sudah barang tentu, hadirnya kedua teori Barat yang dirujuk Bung Karno diatas bukanlah gambaran dari sikap ke-Barat-Barat-an. Bung Karno, seperti juga para pencetus ide kebangsaan Indonesia lainnya, sungguh menyadari bahwa bangsa Indonesia yang

dicita-citakan adalah sebuah himpunan dari berbagai ragam masyarakat budaya, adat, bahasa lokal/daerah, bahkan juga agama dan keyakinan3. Disini nampak bahwa ide kebangsaan Indonesia sejak mula tidak diniatkan untuk menyatukan segala bentuk keragaman yang ada ke dalam suatu keseragaman. Warna-warni lokal justu ingin tetap dijaga dan dipelihara karena sangat disadari bahwa keragaman itu merupakan kekuatan lokal, yang dengan demikian juga merupakan kekuatan seluruh bangsa. Disadari pula bahwa bangsa yang akan lahir itu akan hidup dan tinggal bersama dalam satu kesatuan wilayah (Negara), yang dalam kenyataannya (realita geografik) merupakan kumpulan pulau-pulau yang amat banyak jumlahnya. Sadar akan kenyataan tersebut, maka kehendak untuk bersatu dan hidup bersama harus
2

Amanat P.J.M. Presiden Soekarno pada pelantikan pimpinan Lembaga Pertahanan Nasional di Istana Merdeka, tanggal 10 Mei 1965. Simarsono, S, et. Al., Pendidikan Kewargananegaraan, Jakarta, PT. Gramedia, 2004.

senantiasa terjaga dan terpelihara. Karena hal itu merupakan faktor perekat utama yang sekaligus akan tetap menjiwai dan menyemangati setiap perjuangan di sepanjang hidup bangsa Indonesia. Disamping itu, seluruh komponen masyarakat yang bineka ini harus tetap berada dalam satu kesatuan spirit/karakter, yang menjadi jati diri bangsa Indonesia, yang akan diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan cerdas dan bijak, serta dilandasi kepekaan nurani yang sangat dalam, para Pendiri Bangsa (the Founding Father) kita berhasil mengangkat nilai-nilai yang terkandung didalam khasanah kehidupan masyarakat Indonesia maupun ajaran para leluhur, sebagai nilai nilai kebangsaan Indonesia. Kemudian nilai-nilai kebangsaan dimaksud dirumuskan secara konkrit serta disepakati untuk dijadikan landasan dan pedoman didalam pembentukan dan penyelenggaraan negara, serta didalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara selanjutnya. Proses reformasi yang sedang berlangsung saat ini pada dasarnya adalah sebuah proses reinventing and rebuilding serta konsolidasi bangsa Indonesia, menuju masyarakat demokratis dan merupakan kesadaran korektif untuk kembali menata kehidupannya agar menjadi lebih baik demi pencapaian tujuan dan cita-cita nasionalnya. Namun pada tataran empirik dapat diindikasikan bahwa reformasi ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan semula, yaitu sebagai sebuah proses perubahan yang sistematis dan terukur. Reformasi yang semestinya berjalan diatas norma dan etika demokrasi pada kenyataannya lebih mirip arena adu pembenaran diri, dengan memanfaatkan berbagai macam mass media yang cenderung provokatif dan agitatif, sehingga situasi dan kondisi semakin tidak kondusif. Perjuangan kelompok/golongan dengan label demi kebebasan telah melahirkan aneka konflik kepentingan, baik yang bersifat horisontal maupun

vertikal4. Disisi lain, tuntutan pemekaran wilayah yang dianggap sebagai wujud kebebasan ekspresi lokal, dalam praktiknya telah berkembang semakin luas dan semakin sulit dikendalikan. Hal tersebut dapat dijadikan bukti bahwa reformasi yang mengusung ide pembaharuan ternyata telah membawa bangsa ini ke dalam cara berpikir yang semakin mengecil dan sempit. Berbeda dengan semangat para pendahulu yang mau berpikir membesar dan luas. Akan lebih memprihatinkan lagi karena dalih menuju Indonesia Baru justru telah mengubah perilaku (behavior) masyarakat menjadi sangat kurang menghormati kaidah-kaidah kehidupan yang pluralis. Konsensus Nasional sebagai manifestasi kehendak

untuk bersatu maupun sebagai satu kesatuan karakter atau jati diri bangsa Indonesia tidak lagi menjadi pertimbangan utama didalam mengambil atau menentukan sikap bersama. Bila keadaan bangsa ini dibiarkan terus larut kedalam situasi sebagaimana gambaran diatas, serta tanpa upaya nyata untuk segera mengatasinya, dapat dipastikan bahwa persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia akan menjadi semakin rapuh. Dan, bila kesadaran kebangsaan tidak pernah terpaterikan di dalam sanubari setiap warga negara, maka Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta berkehidupan kebangsaan yang bebas itu hanya akan menjadi kenangan sejarah. Artinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila, yang sejak awal tumbuhnya kesadaran, berbangsa telah diperjuangkan dengan pengorbanan yang tak ternilai itu, akan sirna dari muka bumi, tercabik-cabik oleh semangat disintegrasi yang tak terkendali. Sebagai wujud kepedulian dan tanggungjawab terhadap nasib bangsa sekarang dan di masa mendatang, sudah saatnya kita segera melakukan upaya nyata yang terorganisir

Mansoer, Hamdan, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, Proyek Peningkatan Tenaga Akademik Ditjen Dikti Depdiknas, 2004.

terencana secara sistematis dan terukur, untuk memantapkan kembali nilai-nilai kebangsaan yang sudah semakin terkikis oleh hingar-bingarnya reformasi, disertai dengan semangat optimisme dan kesadaran penuh bahwa hingar bingar tersebut semata-mata merupakan proses konsolidasi demokrasi dalam perjalanan bangsa yang harus dilalui, dari hal-hal yang bersifat prosedural menuju hal-hal yang bersifat kultural dan substantif. Kita perlu mengangkat kembali nilai nilai kebangsaan yang terkandung didalam Konsensus Dasar Nasional, yaitu falsafah bangsa Pancasila,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika, serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, demi meneguhkan kembali jati diri bangsa. Agar dengan demikian dapat tetap terjaga integritas bangsa dan identitas Negara Kesatuan Rtepublik Indonesia ini di tengah terpaan arus globalisasi yang bersifat multidimensional. Konsensus Dasar, yang merupakan aspek partikularistik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, mempunyai peran, antara lain: merupakan fungsi perekat (adhesive function) persatuan, sebagai measurement guide lines dalam mengelola ketahanan nasional, elemen prediktibilitas dalam hubungan antar bangsa (predictability elements) dan sarana menegakkan kedaulatan (sovereignty) yang disamping mengandung privilege atau hak istimewa untuk mengatur hak penegakan hukum di wilayah negara juga harus ada tanggung jawab pada dunia serta sebagai peringatan dini (early warning) kepada pemerintah bahwa : masalah keragaman beragama, masalah HAM, masalah persatuan, berdemokrasi, masalah keadilan sosial merupakan permanent constraint Indonesia, oleh karena itu perlu dikelola dengan sungguh-sungguh. Tonggak-tonggak sejarah monumental hasil dari kekuatan-kekuatan pembaharu yang telah dilalui baik sebelum, pada saat maupun pasca deklarasi kemerdekaan, memperkuat keyakinan bahwa proses konsolidasi dalam mencapai 5

cita-cita dan tujuan nasional cepat atau lambat akan tercapai. Tonggak-tonggak sejarah tersebut antara lain adalah sebagai berikut : - Hari Kebangkitan Nasional 1908; - Sumpah Pemuda 1928; - Hari lahirnya Pancasila 1 Juni 1945; - Deklarasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945; - Hari Pahlawan 10 November 1945; - Deklarasi Juanda 13 Desember 1957; - Perjuangan merebut Irian Barat tahu 1962 (Trikora); - Penumpasan G-30-S PKI tahun 1965; - Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas) 10 Agustus 1995; - Gerakan Reformasi 1998; - Pemilihan Langsung Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2004; - Dan lain-lain. II. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah Kondisi Masyarakat Indonesia Dalam Perjalanan Sejarah. Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada : 1. Perjalanan Sejarah Bangsa Indonesia sejak Kemerdekaan 1945

III. Tujuan Penulisan Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pancasila sedangkan tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah : 6

1. Untuk memberikan gambaran aktual tentang perkembangan situasi dan kondisi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkaitan dengan perkembangan lingkungan strategis, sehingga

menguatkan upaya untuk perlunya mengangkat dan memantapkan kembali nilai-nilai kebangsaan Indonesia sebagai pedoman di dalam menata kembali perikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN a. Masa Pergerakan Kebangsaan. Masa penjajahan yang sangat panjang oleh bangsa-bangsa Eropa dan Jepang, disamping telah berdampak pada penderitaan rakyat, ternyata juga telah menyemai kesadaran baru di kalangan rakyat dari berbagai daerah, di seluruh wilayah Nusantara. Politik etik (Etische Politiek) yang diterapkan oleh pemerintah Kerajaan Hindia Belanda ternyata telah memicu lahirnya rasa dan semangat kebangsaan. Faktor pengaruh lain yang menjadi pendorong lahirnya pemikiran tentang kebangsaan dan kemerdekaan adalah kesempatan memperoleh pendidikan baru, sehingga mampu mengembangkan pemikiran yang lebih maju, rasional dan profesional. Dari sinilah kemudian impian yang berkenaan dengan kebangsaan dan kemerdekaan diwujudnyatakan menjadi bentuk-bentuk gerakan dan perkumpulan, baik yang berciri kedaerahan, keagamaan, politik, maupun profesi. Berbagai gerakan dan perkumpulan yang terorganisir mulai terbentuk pada awal abad XX (Donald Wilhelm, 1981) Contoh gerakan dimaksud antara lain; Boedi Oetomo (1908), Sarekat Islam (1911), Jong Java (1915), Jong Sumatera Bond (1917) Jong Minahasa (1918), Jong Ambon, Perkoempoelan Madoera, Perkoempoelan Timoer, Perhimpunan Indonesia di Belanda. Selain itu, terdapat pula perkumpulan campuran pribumi dan non pribumi, yang sama-sama menginginkan kemerdekaan, seperti Indische Partij (1912), Indische Sociaal Democratische Vereeniging (1914), Indische Sociaal Democratische Partij (1917). Melalui gelombang pasang surut perjuangannya, berbagai pergerakan kebangsaan tersebut akhirnya membulatkan tekad untuk menyatukan segenap potensi perjuangan demi terciptanya satu kekuatan yang lebih besar untuk merealisasikan segala impian kebangsaan dan kemerdekaan. Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 merupakan 8

wujud tekad seluruh komponen masyarakat Nusantara untuk menyatukan diri sebagai satu bangsa, dalam satu wadah kesatuan tanah air, serta menjunjung tinggi bahasa persatuan, Indonesia. Perjalanan sejarah pada masa pergerakan kebangsaan sampai menjelang kemerdekaan, dapat dipetik beberapa hal penting, yaitu; pertama, pentingnya pencerahan disegenap kalangan bangsa untuk membuka wawasan baru yang semakin luas (nasional) dan demokratis; kedua, perlunya mengembangkan dan mendayagunakan setiap potensi masyarakat sebagai kekuatan perjuangan untuk tercapainya sebuah cita-cita yang dalam hal ini adalah pembebasan diri dari penjajahan; ketiga, perlunya elemen-elemen pemersatu disertai kerelaan berkorban atas kepentingan-kepentingan yang bersifat individual,

kelompok/golongan ataupun kedaerahan.

b. Masa perjuangan kemerdekaan (1945-1949) Masa ini ditandai dengan gerakan perjuangan rakyat yang makin luas, semesta, makin terarah dan masif. Perjuangan tidak terbatas pada aspek militer, melainkan juga lewat aspek politik dan budaya. Diberbagai daerah terjadi perlawanan dengan bermacam cara serta intensitas yang berbeda terhadap tentara penjajahan. Walaupun perlawanan dilakukan dengan kekuatan tidak setara dan pada medan yang terpisah-pisah, akan tetapi rasa kebangsaan serta hasrat untuk merdeka dikalangan rakyat ternyata telah mampu membakar semangat tidak kenal menyerah. Betapapun besarnya pengorbanan yang mesti ditanggung akhirnya perjuangan rakyat ini membuahkan hasilnya, yaitu Kemerdekaan Indonesia. Disamping itu, keberhasilan perjuangan dibidang politik (diplomasi) telah semakin mengukuhkan keberadaan negara Indonesia yang baru lahir, yaitu berupa dukungan pengakuan dari berbagai negara atas kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia. Para tokoh nasional dengan cepat dan tepat 9

memanfaatkan momentum proklamasi kemerdekaan ini dengan menetapkan bentuk negara, sistem kenegaraan serta menyusun dan meletakkan dasar-dasar fundamental bagi penyelenggara negara, berikut susunan dan perlengkapannya. Seiring dengan mulai berfungsinya pemerintahan negara, kalangan pejuang bersenjatapun segera mengorganisasikan dirinya ke dalam wujud organisasi ketentaraan maupun kepolisian yang resmi menjadi bagian dari perangkat penyelenggaraan negara. Walaupun telah berada dalam wadah tersendiri, dan telah dilatih dan diperlengkapi secara khusus, namun tentara (TNI) dan Polisi (POLRI) tidak pernah melepaskan identitasnya sebagai bagian dari keutuhan dan kesemestaan, perjuangan yang lahir dari rakyat, berjuang bersama dan untuk kepentingan rakyat, demi tetap tegak-kokohnya kemerdekaan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal penting yang dapat dilihat pada masa perjuangan kemerdekaan tersebut adalah, pertama, adanya kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam kehendak dan tujuan, serta memegang teguh komitmen bersama seluruh komponen masyarakat melawan musuh, yaitu kaum penjajah; kedua, kesadaran akan adanya berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa5 yang telah memberi kekuatan spiritual dan keyakinan diri akan kebenaran perjuangan; ketiga, perlunya membangun dan menjaga hubungan (diplomasi) dengan bangsa lain yang terbukti telah berhasil menciptakan situasi yang kondusif seta dukungan bagi keberhasilan perjuangan kemerdekaan.

c. Masa Pembangunan Nasional dan pergolakan dalam negeri (1950 s/d sekarang) Masa ini diwarnai oleh berbagai konsep pembangunan sebagai konsekuensi logis atas kemerdekaan yang telah diperoleh bangsa Indonesia.

Darmodiharjo, Darji, Cita Negara Integralistik Indonesia Dalam UUD 1945, BP- 7 Pusat, 1995. Jakarta.

10

Secara umum bentangan masa pembangunan ini dapat dibagi dalam tiga segmen, yaitu; 1) Masa pemerintahan Sukarno, yang juga dikenal sebagai masa Orde Lama. Pembangungan yang dinyatakan sebagai National and character Building lebih menekankan pentingnya mengukuhkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa serta menanamkan rasa percaya diri sebagai bangsa yang mampu mandiri. Masa ini juga diwarnai berbagai pergolakan bersenjata dibeberapa daerah, seperti DI/TII, PRRI, Permesta, RMS dan lain-lain, menandakan bahwa pembangunan di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya nampaknya belum memenuhi tuntutan aspirasi seluruh rakyat secara adil dan merata. Jargon politik yang dikembangkan dalam bentuk Revolusi Belum Selesai ternyata merangsang langkah-langkah penyimpangan konstitusional yang pada akhirnya menuju ke pemerintahan yang tidak demokratis dan kurang menjaga keseimbangan antara moralitas dan kepentingan individual, sosial dan institusional. 2) Masa pemerintahan Suharto, juga dikenal sebagai masa Orde Baru. Pembangunan yang dinyatakan sebagai pembangunan Semesta Berencana, merupakan koreksi atas konsep masa sebelumnya yang dinilai belum menuju sasaran dengan tepat. Secara garis besar pelaksanaan pembangunan yang diselenggarakan tahap demi tahap telah berhasil membawa bangsa Indonesia kepada situasi kemajuan. Namun disisi lain semangat mengeksploitasi segenap potensi nasional ternyata juga membawa pengaruh kurang menguntungkan. Kesenjangan sosial mulai nampak dan semakin melebar. Penetrasi kepentingan politik dan ekonomi dari luar negeri berbarengan dengan situasi nasional dan internasional yang semakin mengglobal telah mengusik rasa kebersamaan. Isu kedaerahan dan primordialisme mulai muncul sebagai titik balik terhadap semangat persatuan dan kesatuan. Ideologi Pembangunan yang mengutamakan Trilogi Pembangunan : Pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan stabilitas pada 11

akhirnya

menempatkan stabilitas secara

eksesif, sehingga menimbulkan

langkah-langkah penyalahgunaan kekuasaan (Abuse of Power) dan pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia. 3) Masa reformasi (1998 s/d sekarang) Masa ini, sekali lagi merupakan koreksi atas pembangunan pada masa sebelumnya yang dinilai sangat sentralistik, kurang berpihak kepada kepentingan daerah, dan dilaksanakan dengan pola yang sangat represif, kurang menghargai prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. Berbagai kepentingan politik yang saling tarik menarik, dibarengi kepentingan global yang makin menekan, dirasakan semakin melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa dan kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Reformasi yang mengangkat tema keterbukaan dan kebebasan belum dimaknai secara taat asas. Gerakan Reformasi pada dasarnya merupakan usaha rasional dan sistemik untuk membangun masyarakat atas dasar nilai-nilai dasar (Core Values) demokrasi, tanpa merupakan kapital sosial atau aspek-aspek partikularistik bangsa. Hal-hal yang telah dilakukan secara mendasar adalah melakukan amandemen terhadap UUD NRI Tahun 1945 sampai empat kali untuk menyempurnakan sistem Checks and Balances; usaha menciptakan Good Governance; desentralisasi kewenangan (Otonomi Daerah); menegakkan supremasi hukum dan kekuasaan kehakiman yang merdeka; kebebasan mass media, promosi dan perlindungan HAM; penghargaan masyarakat madani (Civil Society); Reformasi TNI dan Polri dan sebagainya yang pada dasarnya untuk melengkapi kemerdekaan dengan kebebasan yang bertangggungjawab. Proses ini akan terus berlanjut dalam kerangka konsolidasi demokrasi. Semangat untuk tetap mempertahankan keutuhan bangsa dan negara yang diletakan di atas landasan konsensus bersama, yaitu falsafah bangsa Pancasila, konstitusi negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan semboyan bangsa Bhinneka 12

Tunggal Ika, tidak boleh redup. Hal tersebut tentu menjadi tantangan, bahkan ancaman bagi eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Dari lintasan masa pembangunan tersebut di atas, beberapa hal penting yang dapat disimpulkan adalah; pertama, pembangunan mengisi kemerdekaan harus diletakkan pada kepentingan seluruh rakyat, bangsa dan negara sebagai konsekuensi

penyelenggaraan misi negara yang diamanatkan lewat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; kedua, bahwa timbulnya berbagai gejolak dalam negeri pada dasarnya merupakan petunjuk masih adanya rasa memiliki Indonesia ini oleh seluruh komponen bangsa; ketiga, seiring dengan kemajuan di berbagai bidang kehidupan manusia membutuhkan konsep baru untuk tetap menjaga dan megobarkan rasa dan semangat kebangsaan dan kemerdekaan. Keseluruhan rentetan sejarah di atas menunjukkan secara jelas bahwa kesepakatan untuk merdeka dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan terjadi dengan sendirinya atau secara instan. Eksistensi Indonesia ditentukan melalui suatu proses perjalanan sejarah yang panjang, penuh pengorbanan kemerdekaan. dalam menjaga momentum perjuangan menuju cita-cita

13

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut ; a. Kekuatan bangsa Indonesia terletak pada nilai-nilai yang digali dari bumi Indonesia dan dimiliki bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut bersumber dari empat konsensus dasar bangsa yaitu ; Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika, b. Perkembangan lingkungan strategis telah menimbulkan perubahan di seluruh aspek kehidupan termasuk pola sikap, pola pikir, dan pola tindak masyarakat Perubahan tersebut dirasakan sangat mempengaruhi kehidupan nasional sehingga dapat mengurangi rasa kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong sebagai ciri khas utama dan kepribadian bangsa Indonesia yang apabila tidak diantisipasi secara tepat dapat memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa. c. Sejalan dengan perkembangan kehidupan, nilai-nilai yang dimilki bangsa Indonesia juga mengalami perkembangan, oleh sebab itu sebagai bangsa yang telah menegara harus memiliki kemandirian yang didukung oleh jati diri bangsa. Nilai-nilai tersebut seyogyanya diseimbangkan, diselaraskan dan diserasikan dengan perkembangan yang terjadi tanpa menghilangkan nilai-nilai dasar yang telah dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia. 2. Saran Guna mendapatkan hasil rumusan yang lebih baik perlu disarankan sebagai berikut ;

14

a. Memperluas keanggotaan kelompok kerja perumus nilai-nilai kebangsaan dengan melibatkan pejabat/personil institusi terkait diluar Lemhannas RI. b. Merumuskan payung hukum dan metoda sosialisasi nilai-nilai kebangsaan sehingga dapat menjangkau seluruh komponen bangsa

15

DAFTAR PUSTAKA Amanat P.J.M. Presiden Soekarno pada pelantikan pimpinan Lembaga Pertahanan Nasional di Istana Merdeka, tanggal 10 Mei 1965. Azra, Azyumardi, Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta, Penerbit Buku Kompas , 2002. Darmodiharjo, Darji, Cita Negara Integralistik Indonesia Dalam UUD 1945, BP- 7 Pusat, 1995. Jakarta. Mansoer, Hamdan, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, Proyek Peningkatan Tenaga Akademik Ditjen Dikti Depdiknas, 2004. Simarsono, S, et. Al., Pendidikan Kewargananegaraan, Jakarta, PT. Gramedia, 2004.

16

You might also like