You are on page 1of 5

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Nahrowi
nahrowi_mahardika@rocketmail.com Mahasiswa Jurusan Geografi FIS UM Angkatan 2011
Abstrak: Hasil belajar merupakan tujuan utama dari setiap pembelajaran. Berdasarkan pendekatan konvensional saat ini dipraktekkan di sekolah-sekolah menengah pertama, beberapa mata pelajaran yang disampaikan dalam model terpadu. Maka setiap pendidik harus dapat menguasai berbagai konsep dan metode dalam pembelajaran di sekolah. Salah satu metode yang paling popular pada saat ini adalah dengan adanya pendekatan contextual teaching and learning, yaitu seorang pendidik harus dapat mengkolaborasikan berbagai keterampilannya untuk dapat memotivasi dan memberikan inovasi belajar sehingga pembelajaran ilmu geografi yang dilakukan dapat berjalan secara aktif, kreatif, epektif, dan menyenangkan. konsep ini dapat membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hasil belajar dapat ditingkatkan sesuai dengan harapan bersama. Kata Kunci: Sekolah menengah pertama, pembelajaran geografi, pendekatan contextual teaching and learning (CTL)

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, siswa dituntut untuk memiliki sumber daya yang memadahi khususnya dalam bidang pendidikan supaya dapat bersaing di jaman yang semakin maju ini. Pendidikan merupakan hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh perkembangan kehidupan manusia dan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan bangsa dengan berbagai usaha yang harus terus menerus diupayakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan perlu mendapat perhatian yang lebih serius dan seksama. Hal tersebut dapat dikembangkan dengan adanya pendidikan dan pelatihan rutin yang dilakukan secara baik, akan tetapi masih banyak permasalahan yang mendera jalannya pendidikan di negara kita. Disinilah peran generasi muda untuk lebih sadar dan mau mengembangkan potensi yang dimiliki demi kelangsungan hidup yang lebih baik serta demi mengangkat derajat pendidikan Indonesia di mata dunia. MODEL PEMBELAJARAN TERPADU Dalam pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP) saat ini di Indonesia, beberapa mata pelajaran diberikan secara parsial dan beberapa mata pelajaran lainnya diberikan secara terpadu. Secara parsial berarti mata pelajaranmata pelajaran diberikan secara terpisah. Secara terpadu berarti penyatuan dari beberapa mata pelajaran yang mempunyai hubungan kedekatan terhadap ilmu.

Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996:3). Penguatan struktur bidang studi (ilmu) yang ingin dicapai dengan sistem pembelajaran terpadu membawa implikasi pada pembelajaran Geografi yang terlalu teoritis dan kurang terkait dengan bidang studi lain dan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat membentuk kesan bahwa mata pelajaran Geografi merupakan mata pelajaran yang kurang berguna bagi kehidupan siswa dan dapat menyebabkan siswa kurang tertarik dalam belajar Geografi. Pembelajaran terpadu dimaksudkan agar siswa dapat mengetahui hubungan antara berbagai mata pelajaran yang terkait. Pengetahuan tentang keterkaitan konsep dari beberapa mata pelajaran dapat membentuk kebermaknaan dari konsep yang bersangkutan. Kebermaknaan inilah yang dapat menyebabkan siswa memahami suatu konsep secara mantap. Beberapa hasil penelitian menunjukkan keberhasilan siswa dalam pembelajaran IPS secara terpadu. Karena mengantar siswa untuk mencari hubungan kedekatan ilmu, menyatukan beberapa mata pelajaran yang saling terkait, serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI Untuk mata pelajaran Geografi keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya dimungkinkan melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif (Nurhadi, 2005:5). Pengkaitan konsep Geografi dengan lingkungan dan atau konsep mata pelajaran lain dapat menumbuhkan kebermaknaan konsep Geografi tersebut. Dengan kebermaknaan, konsep Geografi akan dapat menumbuhkan pengertian yang mendalam tentang konsep tersebut, sehingga siswa akan lebih memahami konsep Geografi yang dipelajarinya. Selain kebermaknaan konsep, melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran Geografi siswa dapat menjadi aktif dan dapat memperkuat pengetahuan, karena siswa berinteraksi langsung dengan objek yang dipelajarinya melalui konsep tertentu. Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating), dan mentransfer (transferring). 1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep

baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. 2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif. 3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan. 4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata. 5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan. Dengan memperhatikan hakekat pembelajaran tersebut, pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor individual siswa dan peran guru (Nurhadi, 2003: 19). Pada pembelajaran kontekstual, tugas guru lebih dominan untuk membantu siswa mencapai tujuannya. Dalam hal ini guru lebih banyak berurusan dengan strategi, penyiapan dan pengaturan kelas, serta pengaturan arus informasi dalam kelas pembelajaran, dan mengurangi tugasnya untuk memberikan informasi kepada siswa. Ini artinya pengetahuan baru diperoleh sendiri oleh siswa melalui proses penemuan bukan dari penuturan guru (Kadim, 2003: 4). KARAKTERISTIK & KOMPONEN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Menurut Nurhadi (2002:20) bahwa ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual, yaitu: 1. Adanya kerja sama, sharing dengan teman dan saling menunjang 2. Siswa aktif dan kritis, belajar dengan bergairah, menyenangkan dan tidak membosankan, serta guru kreatif 3. Pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber 4. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa misalnya: peta, gambar, diagaram, dll. 5. Laporan kepada orang tua bukan sekedar rapor akan tetapi hasil karya siswa, laporan praktikum.
Menurut Nurhadi (2002:10) bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen utama pembelajaran efektif adalah konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnnya (authentic assessment).

KEUNTUNGAN & KELEMAHAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) Dari beberapa kajian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan contextual teaching and learning (CTL) memiliki keuntungan dan kelemahan sebagai berikut: 1. Siswa dapat mengetahui keterkaitan konsep dan pemahaman dalam geografi dengan ilmu lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. 2. Pengembangan berpikir siswa dalam memahami materi dalam ilmu geografi berlansung secara wajar melalui pembelajaran yang telah dikenalnya. 3. Siswa merasakan kegunaan ilmu geografi dalam kehidupan sehari-hari. 4. Tumbuhnya keterampilan siswa melakukan analisis terhadap berbagai aktifitas maupun fenomena geosfer yang terjadi di sekitarnya. 5. Siswa dapat memperoleh banyak pengetahuan. 6. Pengetahuan geografi menjadi lebih hidup Sedangkan kelemahan dari pendekatan tematik adalah: 1. Memerlukan waktu yang cukup lama dalam pembelajaran. 2. Tidak mudah menentukan pola pembelajaran yang dapat mengakomodasi konsep serta materi geografi yang begitu rumit. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa inovasi pembelajaran merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mengarahkan seorang individu untuk merubah mainset masing-masing guna mensukseskan pendididan yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari. Pendekatan tematik cenderung mengajak siswa untuk berperan aktif dalam melihat sendiri berbagai fenomena yang ada, mengaitkannya dengan mata pelajaran lain yang masih berhubungan, kemudian mengkajinya secara baik sesuai kaidah-kaidah yang terdapat dalam ilmu Geografi. Oleh karena itu peran guru sangat menentukan bagi perkembangan belajar siswa. Guru sebagai penuntun sekaligus fasilitator dalam membawa siswa meraih impiannya. Sehingga dapat menimbulkan pola pikir bahwa mempelajari ilmu Geografi adalah suatu hal yang menyenangkan, tidak dianggap suatu hal yang dapat diremehkan, dan merupakan suatu kebutuhan tersendiri untuk berinteraksi serta bersosialisasi agar siap terjun di masyarakat dalam rangka memenuhi pendidikan yang berorientasi pada pembangunan nasional.

DAFTAR RUJUKAN Anggoro, M.H. (2007). Metode penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka. Collins, G & Hazel, D. (1991). Integrated learning. Australia: Book-Shelf Publishing. Depdiknas RI, 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu, Jakarta: Depdiknas. Gunarsa, S.D. (1990). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK

Gunung Mulia. Masjkur, Kadim. (2003). Pembelajaran Sains Kontekstual. Makalah disajikan dalam matakuliah Pengembangan Model Pembelajaran Fisika, Jurusan Fisika. FMIPA UM. Malang, Maret 2003. Nurhadi, & Senduk, G.A. (2003)(2002)(2005). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang (UM PRESS)

You might also like