Professional Documents
Culture Documents
_______________________________________________________________________________ ____
3
PENGUKURAN STRATIGRAFI
3.1 Pendahuluan
Pengukuran stratigrafi merupakan salah satu pekerjaan yang biasa dilakukan dalam pemetaan geologi lapangan. Adapun pekerjaan pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang terperinci dari hubungan stratigrafi antar setiap perlapisan batuan / satuan batuan, ketebalan setiap satuan stratigrafi, sejarah sedimentasi secara vertikal dan lingkungan pengendapan dari setiap satuan batuan. Di lapangan, pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan dengan menggunakan tali meteran dan kompas pada singkapan-singkapan yang menerus dalam suatu lintasan. Pengukuran diusahakan tegak lurus dengan jurus perlapisan batuannya, sehingga koreksi sudut antara jalur pengukuran dan arah jurus perlapisan tidak begitu besar.
41
_______________________________________________________________________________ ____
stratigrafi banyak sekali ragamnya. Namun demikian metoda yang paling umum dan sering dilakukan di lapangan adalah dengan menggunakan pita ukur dan kompas. Metoda ini diterapkan terhadap singkapan yang menerus atau sejumlah singkapan-singkapan yang dapat disusun menjadi suatu penampang stratigrafi.
Gambar 3.1
Singkapan batuan pada satuan stratigrafi (kiri) dan singkapan singkapan yang menerus dari satuan stratigrafi (kanan).
2.
3. 4.
5.
6.
pita ukur ( 25 meter), kompas, tripot (optional), kaca pembesar (loupe), buku catatan lapangan, tongkat kayu sebagai alat bantu. Menentukan jalur lintasan yang akan dilalui dalam pengukuran stratigrafi, jalur lintasan ditandai dengan huruf B (Bottom) adalah mewakili bagian Bawah sedangkan huruf T (Top) mewakili bagian atas. Tentukan satuan-satuan litologi yang akan diukur. Berilah patokpatok atau tanda lainnya pada batas-batas satuan litologinya. Pengukuran stratigrafi di lapangan dapat dimulai dari bagian bawah atau atas. Unsur-unsur yang diukur dalam pengukuran stratigrafi adalah: arah lintasan (mulai dari sta.1 ke sta.2; sta.2 ke sta.3. dst.nya), sudut lereng (apabila pengukuran di lintasan yang berbukit), jarak antar station pengukuran, kedudukan lapisan batuan, dan pengukuran unsur-unsur geologi lainnya. Jika jurus dan kemiringan dari tiap satuan berubah rubah sepanjang penampang, sebaiknya pengukuran jurus dan kemiringan dilakukan pada alas dan atap dari satuan ini dan dalam perhitungan dipergunakan rata-ratanya. Membuat catatan hasil pengamatan disepanjang lintasan pengkuran stratigrafi yang meliputi semua jenis batuan yang dijumpai pada lintasan tersebut, yaitu: jenis batuan, keadaan perlapisan, ketebalan setiap lapisan batuan, struktur sedimen (bila ada), dan unsur-unsur geologi lainnya yang dianggap perlu. Jika ada sisipan, tentukan jaraknya dari atas satuan.
42
kertas setelah melalui proses perhitungan dan koreksi-koreksi yang kemudian digambarkan dengan skala tertentu dan data singkapan yang ada disepanjang lintasan di-plot-kan dengan memakai simbol-simbol geologi standar. 8. Untuk penggambaran dalam bentuk kolom stratigrafi, perlu dilakukan terlebih dahulu koreksi-koreksi antara lain koreksi sudut antara arah lintasan dengan jurus kemiringan lapisan, koreksi kemiringan lereng (apabila pengukuran di lintasan yang berbukit), perhitungan ketebalan setiap lapisan batuan dsb.
43
_______________________________________________________________________________ ____
3.2.1
Perencanaan lintasan pengukuran ditetapkan berdasarkan urut-urutan singkapan yang secara keseluruhan telah diperiksa untuk hal hal sebagai berikut: a) Kedudukan lapisan (Jurus dan Kemiringan), apakah curam, landai, vertikal atau horizontal. Arah lintasan yang akan diukur sedapat mungkin tegak lurus terhadap jurus. b) Harus diperiksa apakah jurus dan kemiringan lapisan secara kontinu tetap atau berubah rubah. Kemungkinan adanya struktur sepanjang penampang, seperti sinklin, antiklin, sesar, perlipatan dan hal ini penting untuk menentukan urut-urutan stratigrafi yang benar. c) Meneliti akan kemungkinan adanya lapisan penunjuk (key beds) yang dapat diikuti di seluruh daerah serta penentuan superposisi dari lapisan yang sering terlupakan pada saat pengukuran. 3.2.2 Menghitung Ketebalan Tebal lapisan adalah jarak terpendek antara bidang alas (bottom) dan bidang atas (top). Dengan demikian perhitungan tebal lapisan yang tepat harus dilakukan dalam bidang yang tegak lurus jurus lapisan. Bila pengukuran di lapangan tidak dilakukan dalam bidang yang tegak lurus tersebut maka jarak terukur yang diperoleh harus dikoreksi terlebih dahulu dengan rumus: d = dt x cosinus ( = sudut antara arah kemiringan dan arah pengukuran). Didalam menghitung tebal lapisan, sudut lereng yang dipergunakan adalah sudut yang terukur pada arah pengukuran yang tegak lurus jurus perlapisan. Apabila arah sudut lereng yang terukur tidak tegak lurus dengan jurus perlapisan, maka perlu dilakukan koreksi untuk mengembalikan kebesaran sudut lereng yang tegak lurus jurus lapisan. Biasanya koreksi dapat dilakuan dengan menggunakan tabel koreksi dip untuk pembuatan penampang. 1. Pengukuran pada daerah datar (lereng 0o) Pengukuran pada daerah datar, apabila jarak terukur adalah jarak tegak lurus jurus, ketebalan langsung di dapat dengan menggunakan rumus : T = d sin (dimana d adalah jarak terukur di lapangan dan adalah sudut kemiringan lapisan). Apabila pengukuran tidak tegak lurus jurus, maka jarak terukur harus dikoreksi seperti pada cara diatas.
44
_______________________________________________________________________________ ____
2. Pengukuran pada Lereng Terdapat beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng seperti diperlihatkan pada gambar 3.5 dan gambar 3.6. { Catatan: sudut lereng (s) dan kemiringan lapisan () adalah pada keadaan yang tegak lurus dengan jurus atau disebut true dip dan true slope }. a. Kemiringan lapisan searah dengan lereng. Bila kemiringan lapisan ( ) lebih besar daripada sudut lereng (s) dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah : T = d sin ( - s ). (Gambar 3.5 b)
Bila kemiringan lapisan lebih kecil daripada sudutlereng dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah: T = d sin (s - ). (Gambar 3.5 c)
(c) Gambar 3.5 Posisi pengukuran pada lereng yang searah dengan kemiringan lapisan
45
_______________________________________________________________________________ ____
b. Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng dan arah lintasan tegak lurus jurus maka: T = d sin ( + s ) (Gambar 3.6 b)
Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah 900 (lereng berpotongan tegak lurus dengan lapisan) dan arah lintasan tegak lurus jurus maka : T = d (Gambar 3.6 c)
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka : T = d sin (1800 - - s) (Gambar 3.6 d ) Bila lapisannya mendatar, maka : T = d sin (s)
Gambar 3.6 Posisi pengukuran pada lereng yang berlawanan dengan kemiringan lapisan
Penyajian hasil pengukuran stratigrafi seperti yang terlihat pada gambar 3.7 dibawah ini. Adapun penggambaran urutan perlapisan batuan/satuan batuan/satuan stratigrafi disesuaikan dengan umur batuan mulai dari yang tertua (paling bawah) hingga yang termuda (paling atas)
46
_______________________________________________________________________________ ____
Seringkali hasil pengukuran stratigrafi disajikan dengan disertai fotofoto singkapan seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.8. Adapun maksud dari penyertaan foto-foto singkapan adalah untuk lebih memperjelas bagian bagian dari perlapisan batuan ataupun kontak antar perlapisan yang mempunyai makna dalam proses sedimentasinya.
47
_______________________________________________________________________________ ____
Gambar 3.8 Penggambaran penampang stratigrafi terukur yang dilengkapi dengan foto-foto untuk menjelaskan hubungan antar lapisan batuan ataupun kontak antar lapisan batuan.
48
_______________________________________________________________________________ ____
Tabel 3.1 Kolom Stratigrafi Daerah Karawang Selatan, Jawa Barat Umur Formasi Satuan Simbol Litologi Deskripsi Batuan Lingk
PARIGI
Laut Dangka l
CIBULAKA N
Laut Dangka l
Batugamping fragmental berseling an dengan batugamping masif. Umumnya banyak mengandung Algae. Lempung sisipan batupasir dan batubara. Pasir kuarsa lempung Batupasir konglomeratan lempung batubara. selang seling
49
_______________________________________________________________________________ ____
pada gambar 3.9 bagian bawah adalah sketsa dari profil lintasan yang memperlihatkan hubungan setiap batuan / satuan batuan dari yang tertua hingga termuda.
Gambar 3.9 Lintasan pengamatan dan pengukuran singkapan batuan (atas) dan penampang lintasan yang memperlihatkan hubungan antar lapisan batuan atau satuan batuan.
Gambar 3.10 memperlihatkan lintasan pengamatan dan pengukuran singkapan batuan / satuan batuan disepanjang jalan dari desa Cipanas ke Bendungan Saguling. Terdapat 4 (empat) satuan batuan yang dapat diamati mulai dari desa Cipanas hingga ke Bendungan Saguling, yaitu : Satuan Batuan Batugamping (Formasi Rajamandala), Satuan Batuan Batupasir selangseling Serpih (Formasi Citarum) dan Satuan Batuan Breksi (Formasi Saguling) dan Satuan Batuan Lempung selangseling Batupasir (Anggota Cibanteng Formasi Saguling).
Gambar 3.10 Lintasan pengamatan dan pengukuran singkapan batuan Daerah Saguling (Desa Cipanas Bendungan Saguling)
50
_______________________________________________________________________________ ____
Gambar 3.11 adalah sketsa penampang stratigrafi lintasan daerah Saguling yang menunjukan hubungan antar satuan batuan (formasi) dan struktur geologi yang mengontrol hubungan antar satuan batuan dari yang tertua hingga termuda, yaitu antara Formasi Batuasih, Formasi Rajamandala dan Formasi Citarum serta Formasi Saguling.
Gambar 3.11 Penampang stratigrafi lintasan Daerah Saguling (Desa Cipanas Bendungan Saguling)
Gambar 3.12 adalah sketsa hasil pengamatan stratigrafi di daerah ampiteater Ciletuh, Jawa Barat. Pengamatan dilakukan mulai dari bagian atas ampiteater Ciletuh hingga ke Cikadal (Muara S. Ciletuh). Disepanjang lintasan ini tersingkap satuan batuan dari Formasi Jampang (batupasir tufan dan breksi), Formasi Bayah (pasir konglomeratan dan lempung) Formasi Ciletuh (breksi, batupasir greywacke, lempung), dan Melange Ciletuh (filit). Hubungan stratigrafi antara Melange Ciletuh dengan Formasi Ciletuh diperkirakan adalah selaras, sedangkan hubungan antara Formasi Ciletuh dengan Formasi Bayah diatasnya juga selaras, sedangkan antara Formasi Bayah dengan Formasi Jampang diatasnya tidak selaras (lihat sketsa kolom stratigrafinya).
51
_______________________________________________________________________________ ____
Gambar 3.12 Penampang stratigrafi lintasan Daerah Ampiteater Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat
Gambar 3.13 adalah penamang stratigrafi lintasan Batuasih Gunung Walat yang memperlihatkan hubungan antara Formasi Bayah, Formasi Batuasih dan Formasi Rajamandala. Hubungan stratigrafi antara Formasi Bayah dengan Formasi Batuasih diatasnya adalah tidak selaras, sedangkan hubungan Formasi Batuasih dengan Formasi Rajamandala diatasnya adalah selaras.
Profil Pengamatan Stratigrafi Lintasan Batuasih - Cibadak
Gambar 3.13 Penampang stratigrafi lintasan Desa Batuasih Gn. Walat, Cibadak, Jawa Barat
1 Korelasi Lithostratigrafi
52
_______________________________________________________________________________ ____
Korelasi litostratigrafi pada hakekatnya adalah menghubungkan lapisan-lapisan batuan yang mengacu pada kesamaan jenis litologinya. Catatan: Satu lapis batuan adalah satu satuan waktu pengendapan.
Gambar
3.14 Korelasi litostratigrafi antara batugamping pada kolom A dan batugamping pada kolom B
Lempung Lempung
Napal
Napal
Batugampin g Batugamping
Batupasir Breksi
Batupasir
Konglomerat
Konglomerat
Prosedur dan penjelasan: 1. Korelasi dimulai dari bagian bawah dengan melihat litologi yang sama. 2. Korelasikan/hubungkan titik-titik lapisan batuan yang memiliki jenis litologi yang sama (Pada gambar diwakili oleh garis warna hitam). 3. Konglomerat pada Sumur-1 dikorelasikan dengan konglomerat pada Sumur-2, demikian juga antara batupasir dan batugamping di Sumur-1 dengan batupasir dan batugamping dan lempung di Sumur-2.
53
_______________________________________________________________________________ ____
4. Sebaran breksi di Sumur-1 ke arah Sumur-2 menunjukkan adanya pembajian. 5. Kemudian dilanjutkan antara napal dan lempung di Sumur-1 dengan napal dan lempung di Sumur-2. 2 Korelasi Biostratigrafi Korelasi biostratigrafi adalah menghubungkan lapisan-lapisan batuan didasarkan atas kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di dalam batuan. Dalam korelasi biostratigrafi dapat terjadi jenis batuan yang berbeda memiliki kandungan fosil yang sama.
Gambar
3.8 Korelasi litostratigrafi antara batuserpih dengan batuserpih yang mengandung fosil yang sama berumur Ordovisium
SUMUR- 2
Konglomerat
54
_______________________________________________________________________________ ____
1. Korelasikan/hubungkan lapisan lapisan batuan yang mengandung kesamaan dan persebaran fosil yang sama (Pada gambar diatas diwakili oleh garis warna hitam). 2. Kandungan dan sebaran fosil pada batulempung di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada serpih di Sumur-2, sehingga batulempung yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan serpih yang terdapat di Sumur-2. 3. Batupasir pada Sumur-1 mengandung kumpulan fosil K sedangkan pada Sumur-2, batupasir juga mengandung kumpulan dan sebaran fosil K. Dengan demikian lapisan batupasir pada Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan batupasir pada Sumur-2. 4. Kandungan dan sebaran fosil pada lempung di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada napal di Sumur-2, sehingga lempung yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan napal yang terdapat di Sumur-2. 3. Korelasi Kronostratigrafi Korelasi kronostratigrafi adalah menghubungkan lapisan lapisan batuan yang mengacu pada kesamaan umur geologinya.
Prosedur korelasi kronostratigrafi adalah sebagai berikut: 1. Korelasikan/bubungkan titik titik kesamaan waktu dari setiap kolom yang ada (Pada gambar diwakili oleh garis merah, dan garis ini dikenal sebagai garis kesamaan umur geologi) 2. Korelasikan lapisan-lapisan batuan yang jenis litoginya sama dan berada pada umur yang sama, seperti Konglomerat pada Sumur-1 dengan konglomerat pada Sumur-2, dikarenakan umur geologinya yang sama yaitu Miosen Bawah. 3. Pada kolom umur Miosen Tengah, batupasir pada Sumur-1 dengan batupasir pada Sumur-2, dan batugamping pada Sumur-1 dan batugamping pada Sumur-2 dapat dikorelasikan. 4. Korelasi lapisan lapisan batuan tidak boleh memotong garis umur (Pada gambar diwakili oleh garis warna merah).
55
_______________________________________________________________________________ ____
SUMUR-1 SUMUR- 2
Miosen Atas
Miosen Atas
Miosen Bawah
Miosen Bawah
Gambar dibawah adalah kolom stratigrafi dari sumur sumur hasil pemboran, yaitu S-1, S-2, dan S-3 dengan litologi seperti terlihat dalam setiap kolom. Pada setiap kolom stratigrafi diberikan notasi angka 1, 2, 3, dan 4 dimana setiap angka mewakili batas umur batuannya. Adapun angka-angka tersebut adalah : 1 = batas atas umur Kapur 2 = batas atas umur Oligosen 3 = batas atas umur Miosen 4 = batas atas umur Pliosen 2. Pertanyaan: a. Buat korelasi dari ketiga sumur: S-1, S-2, dan S-3 secara lengkap (untuk korelasi garis umur gunakan tinta merah atau pensil warna merah). b. Tentukan Jenis hubungan antara batuan metamorf dengan batuan sedimen diatasnya ? c. Jelaskan mana bagian yang mengalami transgresi/regresi ? d. Tentukan juga bagian mana berupa daratan dan mana bagian lautan, jika sumur S-1 adalah arah Barat dan sumur S-3 adalah arah Timur ? 3. Prosedur penyelesaian :
56
_______________________________________________________________________________ ____
1) Mengkorelasikan batas-batas umur batuan dengan cara menghubungkan angka-angka yang sama pada setiap sumur dengan cara membuat garis dengan tinta/pensil warna merah. 2) Korelasikan lapisan-lapisan batuan yang jenis litologinya sama dan berada diantara garis umur yang sama. Pada gambar dibawah ditunjukkan oleh konglomerat pada Sumur-1 dengan konglomerat pada Sumur-2, dan konglomerat di Sumur-3 yang berada dalam waktu pengendapan yang sama, yaitu Oligosen. Demikian juga antara batugamping di Sumur-1 dengan batugamping di Sumur-2 dan pelamparan batugamping ke arah sumur-3 menipis atau membaji, sedangkan batupasir dan batulempung di Sumur-3 secara lateral membaji ke arah Sumur-2. 3) Prinsip korelasi batuan dapat dilakukan untuk batuan-batuan yang berada dalam kisaran umur Miosen dan Pliosen. 4) Hubungan antar batuan ditentukan oleh waktu pengendapan batuan, dengan demikian terdapat hubungan ketidakselarasan antara batuan berumur Kapur dengan batuan diatasnya yang berumur Oligosen , sedangkan hubungan batuan umur Oligosen, Miosen dan Pliosen adalah selaras. 5) Untuk menentukan Transgresi dan Regresi, maka harus dilihat urutan vertikal dari setiap sumur. Urutan vertikal transgresi akan diperlihatkan oleh litologi dengan ukuran butir menhalus kearah atas, sedangkan Regresi mempunyai urutan mengkasar kearah atas.
57
___________________________________________________________________________________
Prinsip Stratigrafi
58
___________________________________________________________________________________
Prinsip Stratigrafi
S-3 S-1
Batulemp ung Batupasir Konglome rat
S-2
4
Lanau Breksi Batupasir
Batupasir
Lanau Batupasir
3 2
2 2
Batugam ping Konglome rat
1
Metamorfi k
1 1
Metamorf ik Metamorf ik
59
___________________________________________________________________________________
Prinsip Stratigrafi
S-1
4
Batulemp ung Batupasir Konglome rat Lempung
S-2
4
Lanau
S-3
Breksi
Batupasir
Batupasir
Lanau Batupasir
3
Lanau
3 2
Konglome rat Batupasir
Batulempun g
Batupasir
2 2
Batugampi ng Konglomer at
Batugampin g
Konglomer at
1
Metamorfi k
1
Metamorf ik
Metamorf ik
60
____________________________________________________________________________ _______
4. Jawaban Soal Kasus Korelasi 1. Hasil korelasi dapat di lihat pada gambar diatas. 2. Hubungan antara batuan metamorf dengan batuan sedimen diatasnya adalah tidak selaras (Antara umur Kapur dan umur Oligosen terdapat rumpang waktu yang cukup lama, yaitu Paleosen hingga Eosen) dengan jenis ketidak selarasan bersudut (angular unconformity). 3. Pada sumur S-1 atau bagian Barat memperlihatkan urutan stratigrafi vertikal yang butiran sedimennya menghalus keatas, yaitu konglomerat-batugamping; batupasir-lanau-batulempung; dan konglomerat-batupasir-batulempung. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bagian Barat terjadi transgresi (genang laut) sedangkan pada sumur S-2 terlihat urutan stratigrafi vertikalnya mengasar ke atas, yaitu mulai dari batulempung-batupasir-konglomerat; serpih, batupasir-breksi. Dengan demikian di sumur S-3 (Timur) terjadi regresi (susut laut). 4. Berdasarkan dari stratigrafi pada S-1 dan S-3, sejak kala Oligosen hingga Pliosen, bagian barat sebagai lautan dan bagian timur sebagai daratan.
61
Oligosen Oligosen
Soal No.2 : Pada gambar dibawah diberikan 3 kolom stratigrafi dari sumursumur hasil pemboran, yaitu S-1, S-2, dan S-3 dengan litologi seperti terlihat dalam setiap kolom. Dalam setiap kolom stratigrafi pada setiap sumur diberikan notasi angka 1, 2, 3, dan 4 dimana setiap angka mewakili batas umur batuannya. Adapun angka-angka tersebut adalah : 1 = batas atas umur Kapur 2 = batas atas umur Miosen Awal 3 = batas atas umur Miosen Tengah 4 = batas atas umur Pliosen Akhir Pertanyaan: 1. Buat korelasi dari ketiga sumur: S-1, S-2, dan S-3 secara lengkap (untuk korelasi garis umur gunakan tinta merah atau pensil warna merah). 2. Tentukan Jenis hubungan antara batuan metamorf dengan batuan sedimen diatasnya ? 3. Jelaskan mana bagian yang mengalami transgresi/regresi ? 4. Tentukan juga bagian mana berupa daratan dan mana bagian lautan, jika sumur S-1 adalah arah Barat dan sumur S-3 adalah arah Timur ?
62
S-2
4
Lanau
S-3
4
Batupasir Tuff
Batupasir Konglomer at
Batupasir Konglomer at
Batulempun g
Batupasir
Lanau Batupasir
Konglomer at
Batulempu ng
Batugampi ng Konglomer at
1 1
Metamorfi k
Metamorfik
Metamorfi k
63