You are on page 1of 8

PENGERTIAN WANPRESTASI Wanprestasi (atau ingkar janji) adalah berhubungan erat dengan adanya perkaitan atau perjanjian antara

pihak. Baik perkaitan itu di dasarkan perjanjian sesuai pasal 1338 sampai dengan 1431 KUH PERDATA maupun perjanjian yang bersumber pada undang undang seperti di atur dalam pasal 1352 sampai dengan pasal 1380 KUH perdata.apabila salah satu pihak ingkar janji maka itu menjadi alsan bagiu pihak lainya untuk mengajukan gugatan.demikian juga tidak terpenuhinya pasal 1320 KUH perdata tentang syarat syarat sahnya suatu perjanjian menjadi alas an untu kbatal atau di batalkan suatu persetujuan perjanjian melalui suatu gugatan, Salah satu alas an untuk mengajukan gugatan ke pengadilan adalah karena adanya wanprestasi atau ingkar janji dari debitur.wanprestasi itu dapat berupa tidak memenuhi kewajiban sama sekali, atasu terlambat memenuhi kewajiban, atau memenuhi kewajibanya tetapi tidak seperti apa yang telah di perjanjikan.

Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2143564-pengertian-wanprestasi/#ixzz1YSpUcDNE

A. Definisi Perbuatan Melawan Hukum

Sumber: www.google.com

Dahulu pengadilan menafsirkan melawan hukum hanya sebagai pelanggaran dari pasal-pasal hukum yang tertulis semata-mata (pelanggaran perundang-undangan yang berlaku) tetapi sejak tahun 1919 terjadi perkembangan di negeri Belanda, dengan mengartikan perkataan melawan hukum bukan hanya untuk pelanggaran perundang-undangan tertulis semata-mata, melaikan juga melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat. Sejak tahun 1919 tersebut di negeri Belanda dan demikian juga di Indonesia, perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas yakni mencakup salah satu dari perbuatan-perbuatan salah satu dari berikut: 1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain. 2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri. 3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan. 4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.

. Berikut ini penjelasannya untuk masing-masing kategori sebagai berikut: 1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain. Hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak seseorang yang diakui oleh hukum, termasuk tetapi tidak terbatas pada hk-hak sebagai berikut: a. Hak-hak pribadi (persoonlijkheidsrechten) b. Hak-hak kekayaan (vermosgensrecht) c. Hak atas kebebasan d. Hak atas kehormatan dan nama baik 2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri. Yang dimaksudkan dengan kewajiban hukum disini adalah bahwa suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. 3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan. Tindakan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, manakala tindakan melanggar kesusilaan tersebut telah terjadi kerugian bagi pihak lain maka pihak yang menderita kerugian tersebut dapat meminta ganti kerugian berdasarkan atas perbutan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata). 4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik ini atau yang disebut dengan istilah zorgvuldigheid juga dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum. Jadi, jika seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar pasal-pasal dari hukum yang tertulis mungkin masih dapat dijerat dengan perbuatan melawan hukum, karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat. Keharusan dalam pergaulan masyarakat tersebut tentunya tidak tertulis, tetapi diakui oleh masyarakat yang bersangkutan. Menurut pasal 1365 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan seseorang yang karena salahnya menimbulkan kerugian kepada orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal ada tiga kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut: 1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan. 2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan dan kelalaian) 3. Perbuatan Hukum karena kelalaian. B. Unsur Unsur Perbuatan Melawan Hukum Sesuai dengan ketentuan 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya suatu perbuatan. 2. Perbuatan tersebut melawan hukum. 3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku. 4. Adanya kerugian bagi korban. 5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Berikut ini penjelasan dari masing-masing unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1. Adanya suatu perbuatan. Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh perbuatan si pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan disini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (secara aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu padalah ia berkewajiban untuk membantunya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku (karena ada juga kewajiban yang timbul dari kontrak). Karena itu terhadap perbuatan melawan hukum tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat dan tidak ada juga unsur causa yang diperbolehkan sebagai mana yang terdapat dalam kontrak. 2. Perbuatan tersebut melawan hukum. Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum itu diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni meliputi hal-hal sebagai beriku: a. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku b. Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, atau c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau d. Perbuatan yang betentangan dengan kesusilaan (goedezeden) atau e. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain. 3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku. Karena Pasal 1365 KUHPerdata mensyaratkan adanya unsur kesalahan (sechuld) dalam suatu perbuatan melawan hukum maka perlu diketahui bagaimana cakupan dari unsur kesalahan tersebut. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1. Ada unsur kesengajaan, atau 2. Ada unsur kelalaian 3. Tidak ada alasan pembenar atau pemaaf seperti keadaan overmahct, membela diri, tidak waras dan lain-lain. 4. Adanya kerugian bagi korban. Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materiil maka kerugian

karena melawan hukum di samping kerugian materiil, yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immateriil, yang juga akan dinilai dengan uang. 5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dan kerugian yang ditumbulkan juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum. Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu hubungan faktual dan teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat secara faktual (causation in fact)hanya merupakan masalah fakta atau apa yang secara faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya. C. Dasar Hukum Beserta Isi Pasalnya a. Pasal 1365 KUHPerdata Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. b. Pasal 1366 KUHPerdata Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan oleh kelalaian atau kurang hati-hatinya. c. Pasal 1367 KUHPerdata Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orangorang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya. Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal terhadap mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali. Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusanurusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya. Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab atas kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang ini berada dibawah pengawasan mereka. Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orang-orang tua, wali-wali, guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab itu. D. Macam macam bentuk Perbuatan Melawan Hukum

1. Nofeasance, yakni merupakan tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan oleh

hukum. 2. Misfeasance, yakni perbuatan yang dilakukan secara salah, perbuatan mana merupakan kewajibannya atau merupakan perbuatan yang mempunyai hak untuk melakukannya. 3. Malfeasance, yakni merupakan perbuatan yang dilakukan padahal pelakunya tidak berhak untuk melakukannya.

Referensi: 1. Muchsin, H. Ikhtisar Ilmu Hukum. Jakarta. BP IBLAM. 2006 2. KUHPerdata

[06/09/01] Bagi yang pernah kuliah di fakultas hukum, tentunya tidak asing dengan putusan Arrest Hooge Raad tanggal 31 Januari 1919 pada perkara Lindenbaum vs. Cohen. Tahukah Anda bahwa Arrest tersebut menjadi salah satu isi pasal dalam BW yang mulai berlaku di Belanda pada 1992 yang merumuskan perbuatan melawan hukum. Kenapa gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sering dicampuradukan?
Sekadar menyegarkan ingatan, perkara Lindenbaum vs. Cohen adalah suatu tonggak penting yang memperluas pengertian perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Perkara tersebut melibatkan dua kantor percetakan yang saling bersaing, satu milik Lindenbaum dan satu lagi milik Cohen. Suatu hari, pegawai yang bekerja di kantor Lindenbaum dibujuk oleh Cohen agar memberitahukan nama-nama pelanggannya berikut penawaran yang diberikan kepada mereka. Dengan data itu, Cohen bisa memanfaatkan data-data tersebut untuk membuat suatu penawaran baru yang akan membuat orang-orang akan memilih kantor percetakannya daripada kantor Lindenbaum. Untungnya, perbuatan Cohen cepat diketahui oleh Lindenbaum. Akibatnya, Lindenbaum langsung mengajukan gugatan terhadap Cohen di muka pengadilan Amsterdam. Selain mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Cohen, Lindenbaum juga meminta ganti rugi atas perbuatan Cohen tersebut. Di tingkat pertama Cohen kalah, tetapi sebaliknya di tingkat banding justru Lindenbaum yang kalah. Di tingkat banding, dikatakan bahwa tindakan Cohen tidak dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum karena tidak dapat ditunjukkan suatu pasal dari Undang-Undang yang telah dilanggar oleh Cohen. Perbuatan melawan hukum Akhirnya melalui putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung-nya Belanda) tanggal 31 Januari 1919, Lindenbaum lah yang dinyatakan sebagai pemenang. Hoge Raad menyatakan bahwa pengertian perbuatan melawan hukum di pasal 1401 BW, termasuk pula suatu perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau bertentangan dengan kesusilaan. Sebelum adanya Arrest tersebut, pengertian perbuatan melawan hukum, yang diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata (pasal 1401 BW Belanda) hanya ditafsirkan secara sempit. Yang dikatakan perbuatan melawan hukum adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena Undang-Undang (onwetmatig).

Orang tidak bisa mengajukan perbuatan melawan hukum dan meminta ganti kerugian apabila tidak disebutkan secara jelas pasal berapa dan undang-undang mana yang telah dilanggar. Sebagai contoh, di kota Zutphen, Belanda, seorang pemilik rumah yang tinggal di bagian bawah rumah bertingkat pernah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap pemilik rumah yang tinggal di bagian atas. Penyebabnya, barangbarang yang berada ruangan di bagian bawah menjadi rusak karena pemilik rumah di bagian atas menolak untuk menutup kerannya. Akibat musim dingin, pipa saluran air di bagian bawah pecah, sehingga ketika pemilik rumah yang di atas menyalakan keran, justru yang dibagian bawah menjadi kebanjiran. Ketika itu, gugatan perbuatan melawan hukum tersebut ditolak karena tiada pasal dari suatu Undang-Undang yang mengharuskan pemilik rumah bagian atas untuk mematikan kerannya. Yang pasti, KUHPerdata memang tidak mendefinisikan dan merumuskan perbuatan melawan hukum. Perumusannya, diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi. Pasal 1365 KUHPerdata hanya mengatur barang siapa melakukan perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian yang ditimbulkannya. Belanda yang telah memasukkan Arrest Hoge Raad 31 Januari 1919 menjadi salah satu pasal dalam BW-nya. Perumusan dan batasan perbuatan melawan hukum sudah sedemikian luas di 'negeri kincir angin' ini. Wanprestasi Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Wanprestasi dapat berupa tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya, melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Pkar hukum pidana Yahya Harahap mengartikan wanprestasi dengan pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian, atau meminta ganti kerugian pada debitur. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul akibat wanprestasi tersebut, serta bunga. Pengertian bunga di sini adalah hilangnya keuntungan yang sudah diperkirakan atau dibayangkan oleh kreditur seandainya tidak terjadi wanprestasi. Kewajiban debitur untuk membayar ganti rugi tidak serta merta timbul pada saat dirinya lalai. Karena itu, harus ada pernyataan lalai terlebih dahulu yang disampaikan oleh kreditur ke debitur (pasal 1238 jo Pasal 1243 KUHPerdata). Untuk menghindari celah yang mungkin bisa dimanfaatkan debitur, ada baiknya kreditur membuat secara tertulis pernyataan lalai tersebut atau bila perlu melalui suatu peringatan resmi yang dibuat oleh juru sita pengadilan. Perbedaan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi Orang sering mencampuradukkan antara gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan melawan hukum. Adakalanya, orang mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. Namun dari dalil-dalil yang dikemukakan, sebenarnya lebih tepat kalau diajukan gugatan wanprestasi. Ini akan menjadi celah yang akan dimanfaatkan tergugat dalam tangkisannya. Membedakan antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi sebenarnya gampang-gampang susah. Sepintas lalu, kita bisa melihat persamaan dan perbedaanya dengan gampang. Baik perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, sama-sama dapat diajukan tuntutan ganti rugi. Sementara perbedaannya, seseorang dikatakan wanprestasi apabila ia melanggar suatu perjanjian yang telah disepakati dengan pihak lain. Tiada wanprestasi apabila tidak ada perjanjian sebelumnya. Sedangkan seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau bertentangan dengan kesusilaan. Beberapa sarjana hukum bahkan berani menyamakan perbuatan melawan hukum dengan wanprestasi dengan batasan-batasan tertentu. Asser Ruten, sarjana hukum Belanda, berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang hakiki antara

perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Menurutnya, wanprestasi bukan hanya pelanggaran atas hak orang lain, melainkan juga merupakan gangguan terhadap hak kebendaan. Senada dengan Rutten, Yahya Harahap berpandapat bahwa dengan tindakan debitur dalam melaksanakan kewajibannya yang tidak tepat waktu atau tak layak, jelas itu merupakan pelanggaran hak kreditur. Setiap pelanggaran hak orang lain berarti merupakan perbuatan melawan hukum. Dikatakan pula, wanprestasi adalah species, sedangkan genusnya adalah perbuatan melawan hukum. Selain itu, bisa saja perbuatan seseorang dikatakan wanprestasi sekaligus perbuatan melawan hukum. Misalnya A yang sedang mengontrak rumah B, tidak membayar uang sewa yang telah disepakati. Selain belum membayar uang sewa, ternyata A juga merusak pintu rumah B Namun apabila kita cermati lagi, ada suatu perbedaan hakiki antara sifat perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Bahkan, Pitlo menegaskan bahwa baik dilihat dari sejarahnya maupun dari sistematik undang-undang, wanprestasi tidak dapat digolongkan pada pengertian perbuatan melawan hukum. M.A. Moegni Djojodirdjo dalam bukunya yang berjudul "Perbuatan Melawan Hukum", berpendapat bahwa amat penting untuk mempertimbangkan apakah seseorang akan mengajukan tuntutan ganti rugi karena wanprestasi atau karena perbuatan melawan hukum. Menurut Moegni, akan ada perbedaan dalam pembebanan pembuktian, perhitungan kerugian, dan bentuk ganti ruginya antara tuntutan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat harus membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum selain harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat debitur. Sedangkan dalam gugatan wanprestasi, penggugat cukup menunjukkan adanya wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar. Kemudian dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula (restitutio in integrum). Namun, tuntutan tersebut tidak diajukan apabila gugatan yang diajukan dasarnya adalah wanprestasi. Masalah simpel Setiawan, mantan hakim tinggi yang sekarang menjadi arbiter di BANI melihat perbedaan antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sederhana sekali. "Bedanya Undang-Undang dengan perjanjian apa sih? Undang-Undang tertulis, perjanjian bisa tertulis bisa tidak tertulis. Cuma Undang-Undang berlaku untuk umum, perjanjian berlaku untuk para pihak," ujarnya kepada hukumonline. Menurut Setiawan, kita berbicara perbuatan melawan hukum kalau melanggar Undang-Undang yang berlaku untuk umum. Sedangkan kita berbicara wanprestasi kalau kita berbicara tentang perjanjian yang berlaku untuk para pihak. "Simpel sekali masalahnya," ungkapnya. Setiawan berpendapat bahwa perbedaan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang terus dibesar-besarkan seakan-akan menjadi perdebatan klasik yang tidak pernah usai. Hal ini sebenarnya tidak lebih dari upaya salah satu pihak untuk menghindar memenuhi kewajibannya. Setiawan mengemukakan bahwa sekarang ini orang lebih berprinsip kalau bisa tidak bayar atau kalau bisa memperlambat, buat apa bayar sekarang. "Sebenarnya hukum itu kaedahnya cuma dua: sopo sing salah kudu dihukum, sopo sing ngutang kudu bayar (siapa yang salah harus dihukum, siapa yang berhutang harus membayar, red), tidak ada lain. Pada akhirnya semua bermuara ke sana," cetus Setiawan. Dari uraian di atas, sebelum mengajukan gugatan, ada baiknya calon penggugat mempertimbangkan terlebih dahulu apakah akan mengajukan gugatan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum terhadap lawannya. Seandainya mengajukan gugatan wanprestasi, ia cukup menunjukkan perjanjian yang dilanggar dan tergugatlah yang akan dibebani pembuktian untuk menyatakan tidak terjadi wanprestasi. Namun kalau akan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat harus siap-siap untuk membuktikan dan menunjukkan bahwa bukan hanya ada

suatu perbuatan melawan hukum, tetapi ada juga unsur kesalahan (schuld) yang dilakukan oleh Tergugat. Mengenai tuntutan ganti rugi yang diminta, untuk wanprestasi jumlahnya tentu bisa diperkirakan karena ada dalam perjanjian. Sedangkan untuk perbuatan melawan hukum, diserahkan kepada hakim untuk menilai besarnya ganti rugi. Jadi, mau mengajukan gugatan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum?

Copy file mp3-nya ke root directory microsd bro..ntar di setting sound & notif, uda akan terliat file mp3 td di list new text msg

You might also like