You are on page 1of 67

INDUKSI ENZIM POLIFENOL OKSIDASE (PPO) TANAMAN PISANG KULTIVAR KEPOK (Musa paradisiaca L.

) SEBAGAI RESPON FISIOLOGIS TERHADAP BAKTERI PENYAKIT DARAH

SKRIPSI SARJANA KIMIA

Oleh

JUL HASRATMAN DAELI No. BP. 04 132 065

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2009

INDUKSI ENZIM POLIFENOL OKSIDASE (PPO) TANAMAN PISANG KULTIVAR KEPOK (Musa paradisiaca L.) SEBAGAI RESPON FISIOLOGIS TERHADAP BAKTERI PENYAKIT DARAH

Oleh

JUL HASRATMAN DAELI

Skripsi diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2009

Induksi Enzim Polifenol Oksidase (PPO) Tanaman Pisang Kultivar Kepok (Musa paradisiaca L.) Sebagai Respon Fisiologis Terhadap Bakteri Penyakit Darah, skripsi oleh Jul Hasratman Daeli (No. BP. 04 132 065) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (Strata 1) pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Padang, yang telah diuji dan dipertahankan di dalam sidang Ujian Sarjana pada tanggal 20 Januari 2009.

Disetujui oleh :

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Abdi Dharma, M.Sc NIP. 131 271 076

Dr. Nasril Nasir NIP. 080 099 499

Mengetahui, Ketua Jurusan Kimia

Dr. H. Djaswir Darwis, MS., DEA NIP. 130 812 762

ABSTRAK
INDUKSI ENZIM POLIFENOL OKSIDASE (PPO) TANAMAN PISANG KULTIVAR KEPOK (Musa paradisiaca L.) SEBAGAI RESPON FISIOLOGIS TERHADAP BAKTERI PENYAKIT DARAH

Oleh JUL HASRATMAN DAELI Sarjana Sains (S.Si) dalam Bidang Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Dibimbing oleh Prof. Dr. Abdi Dharma, M.Sc. dan Dr. Nasril Nasir Tanaman pisang kultivar kepok (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman yang bernilai ekonomis tinggi tetapi bermasalah dengan penyakit darah yang disebabkan oleh bakteri. Kajian tentang karakteristik bakteri penyakit darah serta mekanisme resistensi tanaman sangat diperlukan guna menambah informasi baru dalam upaya pengendalian penyakit. Telah dilakukan penelitian tentang induksi enzim Polifenol Oksidase (PPO) pada tanaman pisang kultivar kepok yang diinokulasi dengan bakteri penyakit darah. Isolat bakteri diinokulasi pada akar tanaman pisang yang telah berumur 2 bulan dengan sedikit pelukaan. Tanaman tanpa introduksi dijadikan sebagai kontrol. Akar dan daun diambil untuk ekstraksi, penentuan kadar protein dan aktivitas enzim dilakukan pada 4, 12, 24, 36, 48, 72, dan 96 jam setelah inokulasi. Ekstraksi dilakukan pada suhu 4oC dan pH 7 dengan penambahan PVP. Penentuan aktivitas enzim dan protein dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang masing-masing 495 nm dan 750 nm. Substrat yang digunakan adalah katekol. Data yang diperoleh dibandingkan dengan kontrol dan dinyatakan dalam persentase peningkatan. Peningkatan aktivitas dan aktivitas spesifik enzim PPO pada akar berturut-turut 80,86 % 318,53 % dan 133,33 % - 441,02 %, pada daun berturut-turut : 30,87 % - 150,67 % dan 111,11 % - 475,00 %. Semua data menunjukkan enzim PPO berperan dalam mekanisme resistensi tanaman pisang kultivar kepok terhadap bakteri penyakit darah. Kata kunci : Polifenol Oksidase, Aktivitas Enzim, Resistensi Tanaman, Bakteri Penyakit Darah

ii

ABSTRACT
INDUCTION OF POLYPHENOL OXIDASE (PPO) ENZYME IN BANANA PLANT CULTIVAR KEPOK (Musa Paradisiaca L.) AS PHYSIOLOGICAL RESPONSE TOWARD BLOOD DISEASE BACTERIUM.

By JUL HASRATMAN DAELI Bachelor of Science in Chemistry Faculty of Mathematic and Natural Sciences Andalas University Advised by Prof. Dr. Abdi Dharma, M.Sc. and Dr. Nasril Nasir Banana plant cultivar kepok (Musa paradisiaca L.), a plant which has high economic value but trouble with blood disease caused by bacterium. Studies about characteristic of blood disease bacterium (BDB) and resistance mechanisms of the plant are going to give a new information in managing the disease. It had been studied about the induction of Polyphenol Oxidase (PPO) enzyme in banana plant cultivar kepok inoculated by BDB. BDB isolate was inoculated on plant roots aged 2 months with a little injury. Plant without inoculation was being as control. The roots and leaves were taken for extraction, protein and enzymatic activity determination were conducted at 4, 12, 24, 36, 48, 72, and 96 hours after inoculation. Extraction was carried out at 4oC and pH 7 in presence of PVP. Enzymatic activity and protein determination were assayed spectrophotometrically at 495 nm and 750 nm, respectively. Substrate used was catechol. Data obtained was compared with control in term of increase percentage. The increase percentage of enzymatic activity and specific enzymatic activity in roots were obtained : 80,86 % - 318,53 % and 133,33 % - 441,02 %, respectively, while in leaves were obtained : 30,87 % - 150,67 % and 111,11 % - 475,00 %, respectively. All data showed that PPO has a role in resistance mechanism of banana plant cultivar kepok toward BDB. Key word : Polyphenol Oxidase, Enzimatic Activity, Plant Resistance, Blood Disease Bacterium

iii

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Induksi Enzim Polifenol Oksidase (PPO) Tanaman Pisang Kultivar Kepok (Musa paradisiaca L.) Sebagai Respon Fisiologis Terhadap Bakteri Penyakit Darah. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (Strata 1) pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Padang. Dengan penuh hormat dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Abdi Dharma dan Bapak Dr. Nasril Nasir atas arahan dan bimbingannya dalam melaksanakan penelitian sampai selesainya

penyusunan skripsi ini 2. Bapak Dr. H. Djaswir Darwis, MS., DEA selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas 3. Ibu Dra. Rahmayeni, MS. sebagai penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama penulis melaksanakan studi 4. Bapak Drs. Hasnirwan, M.Si selaku Koordinator Pendidikan 5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah mendidik penulis selama empat tahun lebih, secara khusus saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Afrizal, MS., Bapak Drs. Zulfarman, MS., dan Ibu Dra. Marniati Salim, MS., selaku dosen penguji pada seminar hasil penelitian, atas saran dan komentar yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini 6. Ibu Fitrina Yanti, A. Md. (Ni Rina) selaku analis di Laboratorium Biokimia/Bioteknologi 7. Bapak Prof. Perry Burhan (ITS) dan Bapak Dr. Elfahmi Yaman (ITB) atas beberapa saran, nasehat, dan bantuan mereka kepada penulis sebelum melakukan penelitian 8. Teristimewa kepada kedua Orangtua penulis, Bapak Ahmad Musa Daeli dan Mama Nurhayati yang telah banyak berkorban, orang yang tercinta,

iv

beserta kedua adik penyemangat dan motivator hidup penulis, Prima Jaya Arafi dan Hamdan Rahmat 9. Kepada jiwa-jiwa yang mencintai Islam dan memperjuangkannya dalam ikatan aqidah dan ukhuwah yang kuat 10. Semua sahabat penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu selama perkuliahan dan penelitian Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada mereka semua atas setiap pengorbanan yang telah dilakukan dalam membantu dan meringankan beban penulis selama ini, amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, disebabkan oleh keadaan penulis yang masih terbatas dalam ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan berkarya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak. Walaupun demikian, penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang ilmu biokimia dan fitopatologi, Untuk Kedjajaan Bangsa.

Padang, Januari 2009

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i ABSTRAK ............................................................................................................. ii ABSTRACT .......................................................................................................... iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi

I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 3 1.2 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4 2.1 Tanaman Pisang ................................................................................................ 4 2.2 Penyakit Darah .................................................................................................. 6 2.3 Respon Fisiologis Tanaman Terhadap Patogen .............................................. 10 2.4 Protein dan Enzim ........................................................................................... 14 2.5 Enzim Polifenol Oksidase ............................................................................... 17 2.6 Spektrofotometri ............................................................................................. 20

III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 22 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 22 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 22 3.2.1 Alat .............................................................................................................. 22 3.2.2 Bahan ........................................................................................................... 22 3.2.3 Pembuatan Reagen dan Larutan Standar Menurut Metode Lowry .............. 22 3.2.3.1 Pembuatan Bovine Serum Albumin (BSA) 1000 ppm ............................. 22

vi

3.2.3.2 Pembuatan Larutan Standar ...................................................................... 22 3.3.3.3 Pembuatan Reagen Lowry A .................................................................... 23 3.4.3.4 Pembuatan Reagen Lowry B..................................................................... 23 3.5.3.5 Pembuatan Reagen Lowry C..................................................................... 23 3.2.3.6 Pembuatan Reagen Lowry D .................................................................... 23 3.2.3.7 Pembuatan Buffer Kalium fosfat 0,5 M pH 7 ........................................... 23 3.3 Prosedur Penelitian ........................................................................................ 23 3.3.1 Persiapan Bibit Pisang ................................................................................. 23 3.3.2 Sumber Isolat dan Inokulasi BDB ............................................................... 23 3.3.3 Waktu Perlakuan .......................................................................................... 24 3.3.4 Ekstraksi Enzim PPO ................................................................................... 24 3.3.5 Pengukuran Aktivitas Enzim PPO ............................................................... 24 3.3.6 Pembuatan Kurva Standar Larutan Protein BSA ......................................... 25 3.3.7 Penentuan Kadar Protein Terlarut ................................................................ 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 26

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 35 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 35 5.2 Saran................................................................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36 LAMPIRAN ......................................................................................................... 44

vii

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbedaan inang dan temuan awal penyakit Moko, Bugtok, dan Penyakit darah ....................................................................... 8 Tabel 2.2. Klasifikasi enzim .......................................................................... 16 Tabel 4.1. Aktivitas dan aktivitas spesifik enzim PPO pada sampel akar ...... 27 Tabel 4.2. Aktivitas dan aktivitas spesifik enzim PPO pada sampel daun .... 29 Tabel 4.3. Kadar protein pada sampel akar dan daun .................................... 32

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7. Gambar 2.8 Gambar 2.9. Gambar 2.10. Gambar 2.11. Gambar 4.1.

Buah pisang kepok yang telah dipanen ................................. 5 Tanaman pisang yang terserang penyakit darah .................... 7 Bercak pembuluh berwarna coklat pada pisang terinfeksi bakteri penyakit darah ............................................................ 9 Pembusukan daging buah akibat penyakit darah ................... 9 Mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangan patogen ................................................................................................ 12 Beberapa senyawa fenol ......................................................... 14 Mekanisme pembentukan ES yang ditulis dalam tanda panah rangkap ......................................................................... 15 Mekanisme reaksi enzim ........................................................ 15 Reaksi PPO dengan substrat katekol ...................................... 18 Struktur X-Ray PPO (Katekol Oksidase) ............................... 19 Mekanisme pembetukan quinon oleh Katekol Oksidase ....... 20 Grafik peningkatan aktivitas enzim PPO (%) dengan jam setelah inokulasi (jsi) yang berbeda pada akar ....................... 28 Grafik peningkatan aktivitas enzim PPO (%) dengan jam setelah inokulasi (jsi) yang berbeda pada daun ...................... 28 Grafik peningkatan aktivitas enzim PPO pada akar dan daun pada jam setelah inokulasi (jsi) yang berbeda ............... 31 Grafik penurunan kadar protein (5) pada jaringan akar dan daun pada jam setelah inokulasi (jsi) yang berbeda .............. 32 Grafik peningkatan aktivitas enzim spesifik (%) pada akar dan daun pada jam setelah inokulasi (jsi) yang berbeda ........ 33

Gambar 4.2.

Gambar 4.3.

Gambar 4.4.

Gambar 4.5.

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran 2.

Ekstraksi dan Pengukuran Aktivitas Enzim PPO .................. 44 Pengukuran Larutan Standar Protein BSA dan Pengukuran Kadar Protein Sampel ............................................................ 45 Data Pengukuran dan Perhitungan Absortiviti o-quinon ....... 46 Data Pengukuran Aktivitas Enzim PPO pada Jaringan Akar ........................................................................................ 47 Data Pengukuran Aktivitas Enzim PPO pada Jaringan Daun ....................................................................................... 48 Data Pengukuran Larutan Standar Protein ............................. 49 Data Pengukuran dan Perhitungan Kadar Protein Jaringan 50 Akar ........................................................................................ Data Pengukuran dan Perhitungan Kadar Protein Jaringan 51 Daun ....................................................................................... Data Perhitungan Aktivitas Enzim Spesifik pada Jaringan Akar dan Daun ....................................................................... 52 Beberapa Gambar Dokumentasi Penelitian ........................... 53

Lampiran 3. Lampiran 4.

Lampiran 5.

Lampiran 6. Lampiran 7.

Lampiran 8.

Lampiran 9.

Lampiran 10.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tanaman Pisang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki beberapa keunggulan, di antaranya adalah produktivitas, nilai gizi, dan ragam genetiknya tinggi, adaptif pada ekosistem yang luas, biaya produksi rendah serta telah diterima secara luas oleh masyarakat
[1]

. Pisang adalah tanaman buah yang

sangat penting di Indonesia. Pisang memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap produksi buah nasional (47,3 % dari produksi buah nasional pada tahun 1977), menempati peringkat pertama dalam konsumsi buah-buahan, dan merupakan tanaman yang telah menjadi usaha dagang ekspor dan impor di pasar Internasional
[2]

. Hasil survei pada tahun 2003 menunjukkan bahwa pisang

menempati urutan ke empat dunia dalam nilai produksi kotor (gross value of production) hasil panen setelah padi, gandum, dan jagung [3]. Salah satu penyakit sistemik yang sangat berbahaya pada tanaman pisang yang menempati urutan pertama dalam daftar penyakit pisang di Indonesia adalah penyakit darah yang disebabkan oleh bakteri patogen, di dalam istilah asing dikenal sebagai Blood Disease Bacterium, disingkat BDB [4]. Penyakit darah sulit dikendalikan karena patogen BDB tersebut dapat bertahan paling singkat satu tahun di dalam tanah tanpa kehilangan virulensinya [5,
6, 7]

dan agen penularannya cukup banyak seperti : bibit yang telah terinfeksi,

tanah, air, alat-alat pertanian, nematoda, dan serangga [8]. Sahlan dan Nurhadi pada tahun 1994 melaporkan bahwa di Provinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Lampung, penyakit darah ditemukan pada tanaman pisang varietas batu (kepok), jimbluk, kapas, nangka, kepok besar dan muli [9]. Penyakit darah berdampak langsung pada menurunnya produksi pisang
[10] [11]

. Jarak penyebaran penyakit ini mencapai 25 kilometer tiap tahun di Pulau Jawa , sekitar 200 kilometer pertahun di Pulau Sumatera [12]. Tingkat kerusakan yang
[13]

ditimbulkannya bervariasi antar daerah : yaitu 70-80% di Sulawesi Selatan 27-36% di Jawa Barat [14].

Kehilangan hasil yang pernah dihitung mencapai 20.015,98 ton setara dengan Rp. 2.401.917.100 dari 28 desa dalam enam kecamatan yang terserang penyakit di Lampung Selatan [15] dan sebesar Rp. 130.000.000 pada tahun 1998 di Kecamatan Sungai Pagu, Sumatera Barat [16]. Banyak jenis senyawa kimia di dalam tanaman yang menghambat perkembangan jamur dan bakteri sehingga tanaman menunjukkan ketahanan terhadap penyakit. Metabolit sekunder tanaman terutama senyawa fenolik, glikosida, dan alkaloid juga berperan dalam ketahanan tanaman. Metabolit sekunder tanaman yang terdapat dalam sel dan bersifat anti mikroba dibebaskan dari sel setelah terjadinya kerusakan struktur sel akibat luka atau infeksi dan diaktifkan oleh enzim glikosidase, polifenol oksidase atau peroksidase [17]. Enzim polifenol oksidase atau PPO (Polyphenol Oxidase) telah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti bahwa enzim tersebut di dalam tanaman berperan terhadap sistem ketahanan dan penyembuhan jaringan yang terluka. Literatur yang membahas tentang peranan enzim PPO dalam reaksi kekebalan tanaman terus menerus dikembangkan oleh para peneliti hingga saat ini
[20] [21] [18, 19]

Thipyapong melaporkan peranan enzim PPO di dalam ketahanan tanaman tomat dan juga penelitian Ho pada tanaman anggrek . Thipyapong juga

menguraikan secara mendalam dalam publikasinya pada tahun 2007 bahwa enzim PPO sangat erat hubungannya dalam mekanisme resistensi tanaman terhadap patogen [22]. Peningkatan aktivitas PPO dalam jaringan tanaman yang terserang penyakit sejalan dengan bertambah luasnya serangan, makin parah serangan maka jumlah sel yang terangsang menghasilkan PPO akan semakin banyak
[23]

Peningkatan aktivitas PPO merupakan salah satu mekanisme resistensi setelah terjadinya infeksi. Enzim PPO disebut juga polifenolase atau fenolase yang bertanggungjawab untuk terjadinya reaksi pencoklatan. Pigmen coklat yang dihasilkan akan membentuk pertahanan terhadap patogen [17]. Studi tentang enzim PPO pada tanaman pisang khususnya kultivar kepok (Musa paradisiaca L.) dalam kaitannya dengan ketahanan tanaman terhadap bakteri penyakit darah sampai saat ini tidak ada. Patogen BDB dan pengaruhnya terhadap aktivitas enzim dinilai sangat tepat untuk diteliti dalam upaya

mempertajam informasi tentang enzim PPO sebagai salah satu enzim yang berperan dalam mekanisme resistensi tanaman pisang. Hal tersebut juga dapat dikaitkan dengan tingkat keparahan serangan patogen BDB terhadap tanaman pisang kultivar kepok. Hal tersebut di atas melatarbelakangi penelitian yang diberi judul Induksi Enzim Polifenol Oksidase (PPO) Tanaman Pisang Kultivar Kepok (Musa paradisiaca L.) Sebagai Respon Fisiologis Terhadap Bakteri Penyakit Darah.

1.2 Perumusan Masalah Di dalam penelitian ini, masalah yang dikaji adalah peningkatan aktivitas enzim PPO setelah diinokulasi dengan patogen BDB. Peningkatan enzim tersebut merupakan peristiwa induksi yang berkaitan langsung dengan mekanisme resistensi tanaman pisang kultivar kepok terhadap serangan patogen BDB.

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh inokulasi patogen BDB dalam menginduksi enzim PPO pada akar dan daun tanaman pisang kultivar kepok 2. Untuk menjelaskan kaitan antara peningkatan enzim PPO dan

pembentukan produk o-quinon terhadap mekanisme resistensi tanaman terhadap patogen BDB

1.4 Manfaat Penelitian Setelah melakukan penelitian ini diharapkan mampu : 1. Memberikan informasi tentang pengaruh inokulasi patogen BDB pada akar dan daun tanaman pisang kultivar kepok dan kaitannya dengan aktivitas enzim PPO yang terinduksi, sehingga dapat menjadi acuan awal dalam penelitian lanjutan tentang penyakit darah pada tanaman pisang kultivar kepok 2. Memberikan informasi lanjutan tentang aktivitas enzim PPO, khususnya pada tanaman pisang kultivar kepok setelah inokulasi patogen BDB

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tanaman Pisang Pisang merupakan tanaman penting yang menempati urutan kedua dunia setelah kepala sawit. Pisang tumbuh hampir di 130 negara di dunia pisang mempunyai klasifikasi ilmiah sebagai berikut [25] : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : : : : : : : Plantae Magnoliophyta Liliopsida Zingiberales Musaceae Musa Musa paradisiaca L.
[24]

. Tanaman

Pisang kultivar kepok (Musa paradisiaca L.) termasuk ke dalam grup genom triploid yaitu BBB. Nama pisang kultivar kepok sinonim dengan pisang kepok putih. Di beberapa negara lain di Asia Tenggara, pisang kepok disebut dengan nama-nama yang berbeda yaitu saba dan sabang putih (Filipina), pisang nipah dan pisang kepor (Malaysia), dan kluai hin (Thailand) [26]. Pisang mempunyai ciri-ciri umum yaitu batang merupakan batang semu yang dibentuk dari seludang daun, berukuran kecil atau besar, serta tinggi dan rendah mengikuti kultivar pisang. Pohon pisang tegak, akar mempunyai susunan yang kuat, batang semunya tersusun oleh pelepah daun. Daunnya terpencar bertangkai, bentuk daun seperti meruncing, lebar kecilnya tidak sama, ujungnya tumpul, tepi rata, dan mudah robek [5]. Pisang tumbuh dan berproduksi optimal sampai pada ketinggian 1000 m dpl. Wilayah penyebarannya di Indonesia merata di seluruh daerah. Daerah tropis yang memiliki kelembaban merata sepanjang tahun paling disukai tanaman ini. Pisang masih dapat berbuah di daerah yang menderita kekeringan, tetapi produksinya sangat sedikit. Tanaman ini tidak menyukai tempat yang terlalu basah dan tergenang, daerah yang paling tepat ialah daerah banyak hujan dengan lahan yang berdrainase baik [27].

Jenis pisang dapat dibagi menjadi empat yaitu : 1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana, atau disebut juga M. cavendishii, M. Sinensis, misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas ; 2) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typica atau disebut juga M. paradisiaca normalis, misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok ; 3) Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang dimanfaatkan daunnya di Indonesia, misalnya pisang batu dan klutuk ; 4) Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca) [28].

Gambar 2.1. Buah pisang kepok yang telah dipanen Berdasarkan cara konsumsi, pisang dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu banana dan plantain. Banana adalah pisang yang lebih sering dikonsumsi dalam bentuk segar setelah buah matang, contohnya pisang ambon, susu, raja, seribu, dan sunripe. Plantain adalah pisang yang dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar, atau dikolak, seperti pisang kepok, siam, kapas, tanduk, dan uli
[25]

. Pisang memiliki beberapa kandungan zat gizi, dimana dalam 100 g buah

pisang yang dapat dimakan mempunyai : kalori (103 kkal), air (73,3 g), protein (1,3 g), lemak (0,4 g), karbohidrat (23,6 g), serat (0,5 g), abu (0,9 g), kalsium (11,0 mg), pospor (17,0 mg), besi (0,6 mg), sodium (29,0 mg), potasium (241 mg), karotin (30,02 mg), vitamin B1 (0,07 mg), vitamin B2 (0,08 mg), niacin (0,7 mg), dan asam askorbat [27].

2.2 Penyakit Darah Penyakit darah adalah penyakit pada tanaman pisang yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini pertama kali dilaporkan menyerupai penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas celebensis [29]. Taksonomi yang tepat untuk menyatakan nama bakteri penyebab penyakit darah pada tanaman pisang sampai saat ini belum ada, sehingga penyebutan nama bakteri ini hanya digunakan nama secara umum saja, dalam bahasa Inggris disebut blood disease bacterium yang disingkat BDB [29]. Adanya kata darah pada nama penyakit ini dikaitkan pada keluarnya cairan yang berwarna coklat kemerahan dari potongan buah atau bonggol tanaman pisang yang telah terinfeksi oleh bakteri [10]. Penyakit darah mula-mula dilaporkan di Sulawesi pada tahun 1920-an, kemudian menyebar di Jawa Barat pada tahun 1980-an. Saat ini, penyakit darah sudah menyebar hingga ke Sumatera yang menyebabkan kerusakan parah terhadap tanaman pisang
[29]

dan menjadi salah satu masalah serius dalam

pertanian tanaman pisang di Indonesia [30]. Patogen penyakit darah pada awalnya disebut oleh para peneliti sebagai Pseudomonas celebensis. Seiring dengan penelitian yang terus menerus dilakukan oleh para ilmuwan, nama bakteri ini diganti menjadi Pseudomonas solanacearum. Hasil penelitian selanjutnya ternyata mengalami perubahan lagi, bakteri ini digolongkan ke dalam genus Ralstonia dan namanya diubah lagi menjadi Ralstonia solanacearum. Penelitian yang terakhir kemudian membuktikan bahwa bakteri penyebab penyakit darah pada tanaman pisang di Indonesia berbeda dengan R. solanacearum ras 2 yang menyerang pisang di luar Indonesia [30]. Baharuddin melaporkan bahwa bakteri penyakit darah berbentuk batang, aerob, gram negatif, katalase positif, menghasilkan hidrogen sulfat dari sistein, oksidase Kovacs positif, poly-b-hydroxybutirate positif, uji HR positif, uji oksidatif positif dan fermentatif negatif, tumbuh pada 4o C dan 41o C, arginin dihidrolase, denitrifikasi, hidrolisis pati, pigmen berfluoresensi, pigmen melanin, toleransi terhadap NaCl 2 % dan produksi Levan [31].

Gambar 2.2. Tanaman pisang yang terserang penyakit darah Pada medium TZC (Tetrazolium chloride) yang diinkubasikan pada temperatur 28o C selama 72 jam, koloni bakteri berukuran 0.5 4.5 mm, tidak beraturan, cembung dan fluidal, dengan atau tanpa pusat formasi merah muda [32]. Terdapat 3 (tiga) jenis penyakit layu pada tanaman pisang yaitu penyakit moko, bugtok (dikenal dengan nama tobaglon dan tapurok), dan penyakit darah. Penyakit Moko ditemukan pertama kali pada tahun 1890-an dan berstatus endemik di Amerika Selatan dan di bagian selatan Filipina. Penyakit Bugtok ditemukan pertama kali di Filipina pada pertengahan tahun 1960, sedangkan penyakit darah hingga saat ini hanya ditemukan di Indonesia. Karakteristik patogen penyebab ketiga penyakit juga berbeda baik pada tingkat morfologi, kisaran inang, maupun pada aras molekulernya [30].

Tabel 2.1. Perbedaan inang dan temuan awal penyakit Moko, Bugtok, dan Penyakit darah [30] Moko Nama Patogen Inang utama Inang Alternatif Negara asal R. solanacearum ras 2 Heliconia sp. Pisang Amerika Selatan (1980) Bugtok R. solanacearum ras 2 Heliconia sp. Pisang Filipina (1960) Penyakit Darah BDB Pisang Indonesia (1920)

Dari tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa penyakit darah memiliki perbedaan yang signifikan dengan dua jenis penyakit lainnya (moko dan bugtok), baik dari segi patogen maupun dari segi inang utama. Penyakit darah menyebabkan berkurangnya produksi pisang kepok di Sulawesi. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penyakit darah selalu menyerang pisang plantain seperti pisang kepok, pisang raja, dan pisang nangka
[29]

. Penyebaran penyakit terjadi karena bantuan serangga pengunjung bunga

jantan pada jantung pisang [30]. Gejala awal penyakit darah yaitu terjadinya penguningan pada daun yang dimulai pada bagian tengah pelepah daun dan diikuti dengan layunya daun tersebut. Pada kasus lain, daun yang masih menggulung menjadi patah. Apabila bonggol di belah melintang maka akan tampak bercak berwarna kuning pucat sampai coklat gelap atau biru kehitaman. Bercak-bercak berwarna cenderung menuju ke bagian tengah bonggol. Gejala yang lebih spesifik pada penyakit ini terdapatnya lendir bakteri yang berwarna putih abu-abu sampai coklat kemerahan keluar dari potongan buah atau bonggol tanaman pisang [33, 34, 31].

Gambar 2.3. Bercak pembuluh berwarna coklat pada pisang terinfeksi bakteri penyakit darah Secara internal, bercak pembuluh berwarna coklat bisa diamati pada tangkai buah, tangkai tandan, pseudostem dan buah. Gejala yang paling khas adalah terjadinya pembusukan daging buah sehingga terjadinya perubahan warna kuning sampai coklat kemerahan [35].

Gambar 2.4. Pembusukan daging buah akibat penyakit darah Beberapa upaya pengendalian yang pernah dilakukan untuk

mengendalikan penyakit ini diantaranya pemotongan jantung pisang (titik infeksi) setelah bakal sisir pisang akhir nampak, menanam pisang tanpa jantung (mutan

dari kepok, banyak terdapat di Sulawesi), koordinasi antar pemerintah, perguruan tinggi, penyuluh, kelompok tani dan LSM juga diperlukan dalam mengendalikan penyakit ini
[30]

. Upaya lain adalah dengan program pengendalian terpadu (kultur

teknis dan pengendalian kimia), pemindahan sifat ketahanan dari pisang liar kepada pisang budidaya melalui persilangan antar jenis, dan rekayasa genetika [36,
37]

. Upaya pengendalian patogen secara kimiawi, penggenangan, pergiliran

tanaman kurang efektif sehingga banyak para peneliti mencari cara baru untuk mengendalikan penyakit darah bakteri dengan pengendalian hayati [38]. Pengendalian hayati adalah pengurangan jumlah inokulum dalam keadaan aktif maupun dorman atau penurunan aktivitas patogen sebagai parasit oleh salah satu atau lebih mikroorganisme yang berlangsung secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang, atau antagonis, atau dengan introduksi secara massal atau lebih organisme antagonis [39]. Beberapa pengendalian hayati telah banyak dilaporkan. Berkaitan dengan penyakit darah, Suswati melaporkan bahwa pemanfaatan jenis mikroorganisme antagonis Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) indigenus pada tanaman pisang kultivar kepok dan pisang liar dapat meningkatkan ketahanan tanaman pisang terhadap penyakit darah. Masa inkubasi tanaman menjadi lebih panjang, persentase, intensitas serangan, gejala serangan dan populasi BDB di rhizosfir tanaman pisang menjadi lebih rendah dibandingkan tanaman tanpa introduksi CMA [40].

2.3 Respon Fisiologis Tanaman Terhadap Patogen Secara umum tumbuhan akan memberikan respon terhadap serangan patogen dan respon tersebut akan bertanggung jawab terhadap resistensi tumbuhan tersebut terhadap patogen. Tanaman akan mempertahankan diri dengan dua cara, yaitu (i) adanya sifat-sifat struktural pada tanaman yang berfungsi sebagai penghalang fisik dan akan menghambat patogen untuk masuk dan menyebar di dalam tanaman, dan (ii) respon biokimia yang berupa reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam sel dan jaringan tanaman sehingga patogen dapat mati atau terhambat pertumbuhannya. Struktur penghalang yang terdapat di dalam tanaman antara lain adalah lapisan

10

lilin, kutin, suberin, lignin, polisakarida dinding sel, dan glikoprotein dinding sel
[41]

. Tanaman secara berkesinambungan harus mempertahankan diri terhadap

serangan bakteri, virus, fungi, invertebrata, dan bahkan tanaman lain. Setiap sel tanaman mempunyai sistem pertahanan sendiri. Hal ini berbeda dengan sistem imunisasi pada vertebrata dimana sel yang mempunyai fungsi khusus terhadap pertahanan akan dimobilisasi pada daerah infeksi dimana sel tersebut akan membunuh organisme penyebab infeksi atau membatasi daerah penyebarannya
[42]

. Bakteri patogen masuk ke dalam jaringan tanaman umumnya melalui luka

dan lobang alami. Bakteri tersebar secara acak pada permukaan tanaman, dengan adanya tetesan air atau aerosol dan masuk ke dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh kemotaksis, keadaan lingkungan, status, dan struktur lobang alami [17]. Dalam terminologi gen demi gen (gen for gen), tanaman dikatakan resisten jika patogen penyerangnya avirulen, interaksi yang terjadi dinamakan inkompatibel. Sedangkan tanaman dikatakan suseptibel (rentan), jika patogen penyerangnya virulen, interaksi yang terjadi dinamakan kompatibel [43]. Pada kondisi yang normal tanaman adalah resisten terhadap kebanyakan mikroorganisme patogen. Kombinasi antara sifat struktural dan reaksi biokimia yang digunakan untuk pertahanan bagi tanaman berbeda antara setiap sistem kombinasi inang-patogen. Dapat terjadi pada hubungan inang-patogen yang sama, kombinasi tersebut dapat berbeda tergantung pada umur tumbuhan, jenis organ, jaringan tumbuhan yang diserang, keadaan hara tumbuhan, dan kondisi cuaca [41]. Interaksi yang terjadi antara tanaman dan patogen yang menyerangnya sangatlah kompleks dan banyak melibatkan reaksi-reaksi biokimia
+ + [41]

. Adapun

sifat-sifat fisiologis yang muncul sebagai respon terhadap patogen meliputi pergantian K /H , terbentuknya ROS (Reactive Oxygen Species), hipersensitivitas pada sisi yang terinfeksi, cross-linking dinding sel tanaman, sintesis senyawa antimikroba seperti fitoaleksin, dan terjadinya peristiwa induksi oleh patogen berhubungan dengan protein seperti enzim kitinase dan glukanase [44]. Spesies Oksigen Reaktif atau ROS adalah senyawa-senyawa kimia yang memiliki elektron reaktif dari atom oksigen, misalnya superoksida, hidrogen

11

peroksida, hidroksil, peroksil and radikal alkoksil. Terbentuknya ROS di dalam jaringan tanaman akan mengakibatkan kerusakan sel [43]. Suatu sel tanaman yang mendeteksi partikel dari sel yang diserang atau partikel dari patogen, tanaman akan menghasilkan dua tipe pertahanan : respon jangka pendek (short term response) dan respon spesifik jangka panjang (long term specific response). Sebagai bagian dari sistem pertahanan yang terinduksi, pada respon jangka pendek tanaman menghasilkan radikal bebas seperti superoksida dan hidrogen peroksida untuk membunuh sel yang menginvasi. Dalam interaksi dengan patogen ada suatu respon yang khusus yang dinamakan dengan respon hipersensitif atau apoptosis, dimana sel yang mengalami serangan akan menghancurkan dirinya sendiri untuk membentuk suatu rintangan fisik bagi penyerang [45].

Gambar 2.5. Mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangan patogen [46] Pertahanan jangka panjang atau sistematic acquired resistance (SAR) melibatkan komunikasi antara jaringan yang mengalami kerusakan dengan bagian tanaman lainnya menggunakan hormon tanaman seperti asam jasmonat (jasmonic acid), etilen, asam absisat (absisic acid) dan asam salisilat (salisilic acid). Penerimaan sinyal dari patogen akan menyebabkan perubahan global pada tanaman yang akan menginduksi gen dan melindungi tanaman dari serangan

12

patogen selanjutnya termasuk diantaranya dengan menghasilkan enzim yang akan membentuk fitoaleksin [45]. Induksi ketahanan atau Induced Resistance (IR) suatu tanaman pertama kali dilaporkan oleh Lovrecovich dan Parkas pada tahun 1965 sebagaimana ditulis oleh Habazar. Selanjutnya pada tahun 1972, Klement mengistilahkannya dengan istilah premunitas. Berdasarkan hasil penelitiannya tentang proses terjadinya IR pada tanaman tembakau terhadap Pseudomonas syringae pv. tabaci penyebab penyakit maka IR dapat dibedakan atas 3 (tiga) tipe [17], yaitu : a) Induksi ketahanan awal atau Early Induced Resistance (EIR), ketahanan tanaman berkembang 1,5 6 jam setelah inokulasi (jsi), tetapi ada yang sampai 19 jsi dan memerlukan sintesis protein. b) Induksi ketahanan terlambat atau Late Induced Resistance (LIR), berkembang 24 48 jsi dan bertahan beberapa hari (26 hari) dan tergantung pada cahaya. c) Induksi ketahanan sistemis atau Induced Systemic Resistance (ISR), dapat diinduksi melalui P. s. pv. syringae pada mentimun terhadap Colletotrichum lagenarium dan pada padi terhadap Pyricularia oryzae (698) ataupun oleh P.s. pv. phaseolicola R-form pada buncis terhadap P. s. pv. phaseolicola. Di dalam tanaman terdapat sejumlah senyawa kimia aktif yang mampu menghambat proses perkembangan jamur dan bakteri. Metabolit sekunder tanaman terutama senyawa fenolik, glikosida, dan alkaloid juga berperan dalam ketahanan tanaman. Metabolit sekunder tanaman yang terdapat di dalam sel dan bersifat antimikroba dibebaskan dari sel setelah terjadinya kerusakan struktur sel akibat luka atau infeksi dan diaktifkan oleh enzim glikosidase, Polifenol Oksidase, dan Peroksidase [17]. Senyawa fenol mempunyai peranan penting dalam ketahanan tanaman terhadap penyakit
[47]

. Beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa ada kaitan

antara infeksi oleh patogen terhadap sintesis senyawa fenol pada tanaman. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan Prats dkk. pada tahun 2003 yaitu analisis simpton penyakit dan kandungan total fenol terlarut pada empat bunga matahari (Helianthus annuus L.) yang diinokulasikan dengan patogen S.

13

sclerotiorum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu perlakuan setelah inokulasi dengan patogen merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kandungan fenol di samping beberapa faktor lainnya [48].

Gambar 2.6. Beberapa senyawa fenol Polifenol memiliki sifat antimikroba. Senyawa polifenol yang telah teroksidasi juga memiliki sifat yang sama terhadap mikroba [49, 50, 51]. Senyawa ini juga memerlukan enzim untuk mengaktivasi karakter ketahanannya
[52]

. Peranan

peningkatan aktivitas enzim menurut Goto diduga sebagai mekanisme induksi ketahanan meskipun dalam beberapa hal terdapat bukti yang berlawanan [17].

2.4 Protein dan Enzim Protein merupakan makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel dan menyusun lebih dari setengah berat kering pada hampir semua organisme
[53]

Protein adalah polimer linier dari asam amino yang diikat oleh ikatan peptida [54]. Enzim adalah biomolekul yang mempercepat reaksi kimia. Enzim terdiri dari satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia [55]. Beberapa enzim mempercepat (katalisis) satu reaksi tertentu dan tidak dapat mengkatalisis yang lain. Misalnya di dalam proses fermentasi yang melibatkan alkohol, senyawa 6-karbon glukosa putus menjadi dua molekul etanol dan dua molekul karbon dioksida. Proses ini memerlukan 12 tahap enzimatik. Pada tahap terakhir asetaldehida direduksi menjadi etanol melalui aksi enzim dehidrogenasi [56].

14

Mekanisme paling sederhana yang menjelaskan tentang mekanisme aksi enzim adalah Michaelis-Menten. Mekanisme ini melibatkan suatu spesies pereaksi yang disebut substrat (S), yang mengikatkan dirinya pada sisi aktif enzim (E). Hasilnya ialah terbentuknya kompleks enzim-substrat (ES). Kompleks ini terurai menghasilkan spesies hasil reaksi (P) dan enzim semula (E). Jadi mekanisme dua tahap dapat dituliskan, setiap tahap berlangsung bolak-balik (digambarkan dengan tanda panah rangkap) [56].

Gambar 2.7. Mekanisme pembentukan ES yang ditulis dalam tanda panah rangkap [57] Secara garis besar, kerja enzim dapat dijelaskan dalam tiga tahap. Pertama, substrat (S) melekat pada enzim (E) dengan ikatan non kovalen membentuk kompleks enzim-substrat (ES). Kedua, enzim (E) melakukan reaksi kimia pada substrat (S) membentuk kompleks enzim-produk (EP). Produk (P) meninggalkan tapak aktif enzim (E), dan enzim (E) tersebut siap melakukan proses yang sama pada substrat (S) yang baru [58]. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi untuk kemudian mempercepat proses reaksi. Secara lebih jelas enzim bekerja dengan cara menurunkan energi keaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi, sehingga akan mempercepat jalannya reaksi [57].

Gambar 2.8. Mekanisme reaksi enzim [57]

15

Enzim bekerja secara spesifik, dengan kata lain setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu jenis senyawa atau reaksi kimia tertentu. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah suhu, pH, kofaktor, dan inhibitor. Tiap-tiap enzim memiliki suhu dan pH (tingkat keasaman) yang berbeda-beda yang disebabkan karena strukturnya juga berbeda. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor dan inhibitor [53, 55]. Beberapa enzim tidak memerlukan komponen tambahan untuk bekerja dengan baik. Akan tetapi ada beberapa enzim yang harus memerlukan molekul non-protein lain yang dinamakan sebagai kofaktor. Kofaktor dibedakan atas dua jenis yaitu kofaktor organik (koenzim) dan kofaktor anorganik [59]. Klasifikasi enzim secara internasional berdasarkan reaksi yang dikatalisis disajikan dalam tabel 2.2. Nomor Kelas EC 1 EC 2 EC 3 Tabel 2.2. Klasifikasi enzim [53, 58] Kelas Jenis reaksi yang dikatalisis Oksidoreduktase Pemindahan eletron Transferase Hidrolase Reaksi pemindahan gugus fungsionil Reaksi hidrolisis (pemindahan gugus fungsional ke air) EC 4 Liase Penambahan gugus ke ikatan ganda atau sebaliknya EC 5 Isomerase Pemindahan gugus ke dalam molekul, menghasilkan bentuk isomer EC 6 Ligase Pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O, dan C-N oleh reaksi kondensasi yang

berkaitan dengan penguraian ATP Penggolongan lain adalah berdasarkan keberadaannya, enzim di dalam sel dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu enzim konstitutif dan enzim induktif. Enzim konstitutif merupakan enzim yang tersedia dalam konsentrasi yang relatif konstan, seperti enzim-enzim dalam jalur glikolitik, sedangkan enzim induktif adalah enzim yang ada dalam sel dalam jumlah yang tidak tetap, tergantung ada

16

atau tidaknya induser, seperti enzim -galaktosidase yang mengkatalisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa [58]. Protein dan enzim dapat ditentukan konsentrasinya melalui metode analisis kimia. Penentuan konsentrasi protein salah satunya dapat dilakukan dengan metode Lowry. Metode ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah reaksi antara protein dengan CuSO 4 dan tartarat dalam keadaaan basa, hasilnya akan terbentuk kompleks Cu-Protein tertradentat. Tahap kedua adalah penambahan reagen folin yang akan mereduksi kompleks tersebut. Hasilnya akan terbentuk suatu produk yang larut dalam air. Penentuan ini dilakukan secara spektrofotometer pada panjang gelombang 750 nm. Metode ini adalah metode yang sangat sensitif dan sederhana [60, 61].

2.5 Enzim Polifenol Oksidase Polifenol oksidase (PPO) adalah enzim oksidoreduktase yang mengandung tembaga (Cu) yang berperan dalam proses melanisasi pada hewan dan pencoklatan pada tanaman. Enzim PPO tersebar luas di alam, mempunyai berat molekul 128.000 dalam keadaan murni, tidak berwarna, dan stabil pada pH netral. Pertama kali diidentifikasi pada tahun 1975 dari jamur. Konsentrasi enzim yang tinggi ditemukan pada jamur, umbi kentang, apel, pisang, alpukat, daun teh, biji kopi, dan daun tembakau
[62]

. Selain pada tanaman, enzim PPO juga ditemukan

pada bakteri dan mamalia [63]. Pada tanaman, enzim PPO terdapat dalam plastida dan kloroplas, juga ditemukan terlarut dalam sitoplasma pada tanaman yang tua dan sebagai fraksi terlarut dari homogenat beberapa sayur
[64, 65, 66, 67]

. Beberapa peneliti telah

melaporkan aktivitas enzim PPO dari berbagai tanaman sebagaimana disajikan dalam hasil publikasi yang dilakukan oleh Dziki dkk., aktivitas enzim PPO telah dipelajari pada berbagai tanaman antara lain : pada apel (Malus sp.), pir (Pyrus sp.), buncis (Vicia faba L.), kentang (Solanum tumerosum L.), daun selada (Lectuca sativa L.), pisang (Musa cavendishii L.), dan kopi (Coffea arabica L.)
[68]

. Enzim PPO bekerja pada jaringan yang luka atau rusak pada tanaman
[69]

disebabkan karena polimerasi spontan dan cross-linking o-quinon

. Apabila

17

terjadi kerusakan sel, enzim PPO akan bertumbukan dengan substrat fenol yang terdapat dalam vakuola sehingga menyebabkan terjadinya proses oksidasi yang cepat
[70]

. Enzim PPO berperan dalam berbagai perubahan yang terjadi pada

pangan baik selama pengolahan maupun selama penyimpanan bahan pangan. Hal ini sangat banyak dijadikan sebagai objek kajian yang sangat menarik oleh beberapa peneliti [71, 72, 73]. Peningkatan aktivitas PPO dalam jaringan tanaman yang terserang penyakit sejalan dengan bertambah luasnya serangan, makin parah serangan maka jumlah sel yang terangsang menghasilkan PPO akan makin banyak
[22]

Peningkatan aktivitas PPO merupakan salah satu mekanisme resistensi setelah terjadinya infeksi. Enzim PPO disebut juga polifenolase atau fenolase yang bertanggung jawab untuk terjadinya reaksi pencoklatan. Pigmen coklat yang dihasilkan akan membentuk pertahanan terhadap patogen [17]. Secara umum, enzim PPO berperan dalam mempercepat dua reaksi yang melibatkan senyawa fenol dan molekul oksigen, yaitu (a) reaksi ortohidroksilasi monofenol menjadi o-difenol, atau sering disebut sebagai aktivitas kresolase (monooksigenase monofenol, EC 1.14.18.1), dan (b) oksidasi subsekuen dari odifenol menjadi o-quinon, atau sering disebut sebagai aktivitas katekolase (oksidoreduktase oksigen difenol, EC 1.10.3.1) [74, 75, 76].

Gambar 2.9. Reaksi PPO dengan substrat katekol

[77]

Senyawa quinon adalah senyawa yang memiliki molekul elektrofilik reaktif, dapat berpolimerisasi, dan berperan dalam pembentukan pigmen coklat dan hitam. Enzim PPO dalam tanaman tingkat tinggi memiliki peran secara fisiologis yaitu dalam pembentukan pigmen, penghalangan molekul oksigen pada kloroplas, serta pemblokiran radikal bebas dalam jaringan fotosintesis. Hal yang paling menarik adalah bahwa enzim PPO di dalam tanaman berperan dalam

18

sistem ketahanan dan penyembuhan jaringan yang terluka. Literatur yang membahas tentang peranan enzim PPO dalam reaksi kekebalan tanaman terus menerus dikembangkan oleh para peneliti hingga saat ini [18, 19, 20, 21]. PPO (dalam hal ini katekol oksidase) memiliki enam ligan berupa histidin dan salah satu dari ligan tersebut berikatan secara kovalen dengan sistein [78].

Gambar 2.10. Struktur X-Ray PPO (Katekol Oksidase) [79] Menurut Siegbahn (2004), mekanisme reaksi PPO dalam pembentukan quinon dimulai dengan reduksi Cu dengan adanya hidroksida. Hidroksida memisahkan proton dari substrat katekol yang pertama. Satu atom oksigen akan terikat langsung pada logam membentuk grup oxo, sementara atom oksigen lain menerima dua proton membentuk molekul air. Pada keadaan ini, Katekol oksidase berubah dari oksigenase menjadi oksidase. Hal ini dijelaskan bahwa proton hidroksil dipisahkan dari substrat oleh anion radikal superoksida. Setelah pergantian produk quinon dengan substrat katekol yang baru, ikatan OO dari peroksida terputus. Ini menyebabkan adanya transfer proton dari satu grup hidroksil katekol. Keadaan ini dinamakan keadaan transisi yang diikuti oleh pemisahan atom H dari substrat, meninggalkan kompleks Cu dengan quinon.

19

Setelah penyerahan elektron pada atom logam, produk quinon segera terbentuk
[79]

Gambar 2.11. Mekanisme pembetukan quinon oleh Katekol Oksidase [79] 2.6 Spektrofotometri Spetrofotometeri adalah salah satu metode analisis kimia yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator yang akan dideteksi oleh adanya detektor [80]. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Metode spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada

20

berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda [81]. Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu : Io It

A=

log Io It

= abc

Dimana Io sebagai intensitas sinar datang, It intensitas sinar yang diteruskan, a absorptivitas, b panjang sel/kuvet, c konsentrasi (g/l), dan A absorban [80]. Spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah tampak UV (200-380 nm) maupun IR (> 750 nm). Sesuai dengan daerah jangkauan spektrumnya maka spektrofotometer menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah (Tampak, UV, IR) [82]. Komponen utama dari spektrofotometer yaitu : sumber cahaya, pengatur intensitas, monokromator, kuvet, detektor, dan indikator
[82]

. Pengatur intensitas

berfungsi untuk mengatur intensitas sinar yang dihasilkan oleh sumber cahaya agar sinar yang masuk tetap konstan. Monokromator berfungsi untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran. Monokromator ada beberapa macam yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR, dan kisi difraksi. Keuntungan menggunakan kisi adalah dispersi sinar merata, dispersi lebih baik dengan ukuran pendispersi yang sama, dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spektrum [81, 82]. Pada pengukuran di daerah sinar tampak digunakan kuvet kaca dan daerah UV digunakan kuvet kuarsa serta kristal garam untuk daerah IR. Detektor berfingsi untuk merubah sinar menjadi energi listrik yang sebanding dengan besaran yang dapat diukur. Penguat (amplifier) berfungsi untuk memperbesar arus yang dihasilkan oleh detektor agar dapat dibaca oleh indikator. Indikator dapat berupa alat perekam (recorder) dan komputer [81, 82].

21

III. METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia/Bioteknologi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Laboratorium Bioteknologi Jurusan Agronomi, Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian, Universitas Andalas Padang, dan Rumah Kaca di Banda Bakali (Milik Ir. Suswati, MP). Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Oktober 2008.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitis, sentrifus (4oC), water bath, es kristal, peralatan gelas, spatula, tabung reaksi dan rak, tabung eppendorf, pipet mikro, mortal dan postel, kuvet, dan spektrofotometer UV-Vis

3.2.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah buffer Kalium fosfat 0,5 M pH 7, Poly Vinyl Polypirolidone (PVP), Katekol 400 ppm, Na 2 CO 3 , NaOH 0,1 N, CuSO 4 .5H 2 O, K-Na Tartarat 1 %, Folin ciocalteau, Bovine Serum Albumin (BSA) 1000 ppm, reagen Lowry, dan aquades.

3.2.3 Pembuatan Reagen dan Larutan Standar Pembuatan reagen dan larutan standar dilakukan menurut Metode Lowry [60, 61, 83]. 3.2.3.1 Pembuatan Bovine Serum Albumin (BSA) 1000 ppm Dimasukkkan 0,1 g BSA ke dalam labu 100 mL dan dilarutkan dengan aquades sampai tanda batas. 3.2.3.2 Pembuatan Larutan Standar Dipipet sebanyak 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 mL larutan standar BSA 1000 ppm dan dimasukkan ke dalam labu 10 mL. Diencerkan dengan aquades sampai tanda batas.

22

3.2.3.3 Pembuatan Reagen Lowry A Dilarutkan 2 g Na 2 CO 3 dengan 100 mL NaOH 0,1 N ke dalam labu 100 mL. 3.2.3.4 Pembuatan Reagen Lowry B Dilarutkan sebanyak 0,5 g CuSO 4 .5H 2 O dalam 100 mL K-Na Tartarat 1 % ke dalam labu 100 mL. 3.2.3.5 Pembuatan Reagen Lowry C Sebanyak 50 mL reagen Lowry A dicampurkan dengan 1 mL reagen Lowry B, kemudian dihomogenkan. 3.2.3.6 Pembuatan Reagen Lowry D Folin Ciocalteau dicampurkan dengan aquades dengan perbandingan 1 : 1, lalu dihomogenkan. 3.2.3.7 Pembuatan Buffer Kalium fosfat 0,5 M pH 7 Sebanyak 39 mL larutan K 2 HPO4 0,5 M ditambahkan 61 mL KH 2 PO4 0,5 M, lalu diencerkan sampai volume 200 mL [84].

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Persiapan Bibit Pisang Planlet pisang yang digunakan adalah kultivar kepok (Musa paradisiaca L.) yang berasal dari Darul Falah, Bogor. Tanaman ditanam dalam polybag dengan menggunakan tanah jenis ultisol dari Kebun Percobaan Fakultas Pertanian di Limau Manih, diletakkan di dalam rumah kaca [40].

3.3.2 Sumber Isolat dan Inokulasi BDB Isolat diperoleh dari koleksi isolat BDB yang digunakan dalam penelitian Ir. Suswati, MP (Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana Universitas Andalas Padang yang sedang melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Andalas). Inokulasi BDB dilakukan pada bibit pisang umur 2 bulan. Inokulasi BDB dilakukan dengan cara penyiraman 20 mL suspensi bakteri (populasi 106 upk/mL), (diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 660 nm, dengan nilai absorban 0,06) pada akar yang telah dilukai dan diupayakan agar terjadi kontak antara inokulan dengan akar, selanjutnya ditutup dengan media

23

tanam. Tanaman dibongkar sesuai dengan waktu perlakuan setelah inokulasi dengan patogen BDB, bagian akar dan daun termuda (yang telah membuka sempurna) dipotong untuk dilakukan analisis enzim dan protein jaringan [31].

3.3.3 Waktu Perlakuan Waktu perlakuan setelah aplikasi patogen BDB dalam penelitian ini adalah jam setelah inokulasi (jsi), merupakan modifikasi rancangan waktu perlakuan yang pernah dilakukan pada penelitian tentang pengaruh induksi fitoaleksin oleh mikroorganisme [85], meliputi : jsi 0 = kontrol (tanpa perlakuan inokulasi) ; jsi 1 = 4 jam setelah inokulasi ; jsi 2 = 12 jam setelah inokulasi ; jsi 3 = 24 jam setelah inokulasi ; jsi 4 = 48 jam setelah inokulasi ; jsi 5 = 72 jam setelah inokulasi ; jsi 6 = 96 jam setelah inokulasi.

3.3.4 Ekstraksi Enzim PPO Penentuan aktivitas enzim PPO dilakukan menurut metode yang digunakan oleh Kanazawa dkk., yang telah dimodifikasi oleh Nifea
[62, 86]

. Seluruh kegiatan

preparasi hingga penentuan aktivitas enzim PPO dilakukan pada suhu dingin sekitar 4o C. Akar dan daun tanaman yang masih muda dipotong dan ditimbang sebanyak 1 g (dilakukan secara terpisah), kemudian jaringan dihancurkan dengan mortar dan postel setelah ditambahkan 2.5 mL 0.5 M buffer Kalium fosfat pH 7 yang mengandung 0.1 g PVP. Campuran tersebut diambil ekstraknya dan disaring dengan dua lapisan kain kasa, disentrifus dengan kecepatan 6000 rpm selama 15 menit pada suhu 4o C. Supernatan berupa ekstrak enzim digunakan untuk pengukuran kadar protein terlarut dan aktivitas enzim.

3.3.5 Pengukuran Aktivitas Enzim PPO Pengukuran aktivitas enzim yang digunakan merupakan cara kerja yang dilakukan Nifea, merupakan modifikasi terhadap cara kerja Saravanan dkk [86, 87]. Sebanyak 0.5 mL supernatan ditambahkan 3 mL aquades dan dihomogenkan, kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 495 nm. Selanjutnya ditambahkan 1 mL Katekol 400 ppm dan diamati serapannya pada panjang gelombang 495 nm setiap 5 detik sampai konstan dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

24

3.3.6 Pembuatan Kurva Standar Larutan Protein BSA Pembuatan kurva standar larutan protein BSA dilakukan berdasarkan metode Lowry
[60, 61, 83]

. Pada sederetan tabung reaksi dimasukkan larutan standar protein

BSA dengan variasi konsentrasi 0 ; 0.1 ; 0.2 ; 0.3 ; 0.4 ; dan 0.5 mg/mL. Selanjutnya ditambahkan 5 mL reagen Lowry C dan diaduk, kemudian ditambahkan 1 mL reagen Lowry D dan segera diaduk dengan magnetic stirer. Didiamkan selama 30 menit dan dilanjutkan dengan pengukuran serapan pada panjang gelombang maksimum 750 nm. Sebagai blanko larutan standar diganti dengan aquades.

3.3.7 Penentuan Kadar Protein Terlarut Penentuan kadar protein terlarut dilakukan berdasarkan metode Lowry
[60, 61, 83]

Kadar protein terlarut dari tiap sampel ditentukan dengan metode kalibrasi larutan standar BSA. Sebanyak 1 mL ekstrak sampel ditambahkan dengan 5 mL reagen Lowry C, kemudian diaduk dan selanjutnya ditambahkan 1 mL Lowry D. Larutan tersebut didiamkan selama 30 menit, selanjutnya dilakukan pengukuran serapan pada panjang gelombang maksimum 750 nm.

25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Ekstraksi enzim PPO pada tanaman pisang dilakukan pada suhu sekitar 4oC karena enzim PPO lebih stabil pada suhu tersebut
[88]

. Penggunaan batu es di

sekitar lingkungan ekstraksi merupakan cara untuk mempertahankan enzim agar tetap berada pada kisaran suhu tersebut. Untuk mempertahankan derajat keasaman, digunakan buffer Kalium fosfat pH 7 dengan konsentrasi 0,5 M yang mengandung 0,1 g Poly Vinyl Polypirolidone (PVP). PVP digunakan sebagai agen pengikat senyawa fenolik yang terdapat dalam sampel selama ekstraksi. Hal ini untuk mencegah terjadinya interaksi senyawa tersebut dengan protein [88]. Aktivitas enzim PPO dianggap setara dengan konsentrasi o-quinon yang terbentuk. Konsentrasi o-quinon dapat ditentukan dengan menggunakan selisih absorbansi yang diperoleh dengan menggunakan persamaan Lambert-beer, dimana nilai absorptiviti (a) o-quinon diperoleh sebesar 0.5384 (Lampiran 3). Satu unit aktivitas enzim PPO dalam penelitian ini didefenisikan sebagai konsentrasi o-quinon yang terbentuk tiap menit sebagai kinerja enzim PPO terhadap substratnya. Substrat yang digunakan adalah katekol. Pembentukan oquinon secara optimum dapat diamati dari nilai absorbansi konstan setiap 5 detik setelah reaksi dimulai. Pembentukan nilai absorbansi yang konstan diperoleh pada 30 menit setelah terjadi kontak antara ekstrak enzim dengan substrat katekol. Dengan kata lain, lamanya waktu inkubasi adalah 30 menit (Lampiran 4 dan 5). Penentuan kadar protein terlarut dilakukan menggunakan metode Lowry. Nilai absorban pengukuran yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan regresi linear yang diperoleh dari kalibrasi larutan standar protein BSA atau Bovin Serum Albumin (Lampiran 6, 7, dan 8). Sedangkan aktivitas enzim spesifik didefenisikan sebagai perbandingan aktivitas enzim PPO terhadap kadar protein jaringan. Berdasarkan hasil perhitungan tentang aktivitas enzim dan aktivitas enzim spesifik pada penelitian ini, inokulasi patogen BDB menyebabkan peningkatan aktivitas enzim PPO dan aktivitas spesifik enzim PPO pada akar tanaman pisang kultivar kepok berturut-turut : 80.86 % - 318.52 % dan 133.33 % - 441.02 %

26

(Tabel 4.1). Peningkatan aktivitas enzim tertinggi terjadi pada 48 jsi (jam setelah inokulasi) patogen BDB dan peningkatan aktivitas spesifik terjadi pada 96 jsi. Tabel 4.1. Aktivitas dan aktivitas spesifik enzim PPO pada sampel akar jsi Aktivitas Peningkatan Aktivitas Peningkatan (jam) enzim (U) 0 4 12 24 36 48 72 96 0.0162 0.0500 0.0383 0.0293 0.0323 0.0678 0.0392 0.0410 Aktivitas enzim (%) 0 208.64 136.42 80.86 99.38 318.52 141.98 153.09 spesifik (U/mg) 0.0039 0.0173 0.0194 0.0091 0.0142 0.0181 0.0207 0.0211 Aktivitas spesifik (%) 0 343.59 397.44 133.33 264.10 364.10 430.77 441.02

Hal di atas dapat dijelaskan bahwa patogen BDB akan merusak struktur jaringan akar tanaman secara optimum mulai pada jam ke-48 setelah inokulasi. Kerusakan tersebut menyebabkan enzim PPO yang terdapat pada membran tilakoid berbenturan dengan substrat senyawa fenol pada vakuola. Kejadian tersebut mengakibatkan timbulnya reaksi oksidasi yang sangat cepat
[70]

Oksidasi senyawa fenol akan menghasilkan o-quinon yang merupakan senyawa kimia aktif penyerang patogen. Kadar senyawa quinon yang dihasilkan berbanding lurus dengan aktivitas enzim PPO. Semakin tinggi aktivitas enzim maka kadar senyawa quinon yang dibebaskan juga semakin tinggi. Patogen BDB terbukti mampu menginduksi senyawa quinon pada jaringan akar Musa paradisiaca L. Penelitian yang sama juga telah dilakukan pada Solanum nigrum yang diinokulasi dengan patogen Phytophtora infestans. Kadar senyawa quinon mendadak sangat tinggi tetelah diperlakukan dengan patogen [89].

27

Peningkatan Aktivitas Enzim PPO (%)

350 300 250 200 150 100 50 0 0 20 40 60 80 100 120 Jam Setelah Inokulasi (jsi) 12 24 36 72 96 4 48

Gambar 4.1. Grafik peningkatan aktivitas enzim PPO (%) dengan jam setelah inokulasi (jsi) yang berbeda pada akar
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0 20 40 60 80 100 120 Jam Setelah Inokulasi (jsi) 12 48 96 4

Peningkatan Aktivitas Enzim PPO (%)

24 36 72

Gambar 4.2. Grafik peningkatan aktivitas enzim PPO (%) dengan jam setelah inokulasi (jsi) yang berbeda pada daun Peningkatan aktivitas enzim PPO dan aktivitas spesifik enzim PPO pada daun tanaman pisang kultivar kepok berturut-turut : 30.87 % - 150.67 % dan 111.11 % - 475.00 % (Tabel 4.2). Hal yang sama terjadi pada akar dapat dijelaskan pada daun, dimana aktivitas enzim PPO tertinggi 24 jsi dan aktivitas spesifik tertinggi pada 72 jsi. Penelitian tentang senyawa fenol yang dibebaskan pada jaringan tanaman setelah infeksi oleh patogen juga dilaporkan oleh De Ascensao dan Dubery. Tanaman pisang kultivar Goldfinger (Musa acuminata)

28

yang diintroduksi dengan jamur Fusarium Oxysporum f. sp. cubense ras IV menyebabkan peningkatan yang signifikan pada total kadar senyawa fenol terlarut dalam akar tanaman pisang. Secara umum, kenaikan yang optimum mulai diamati pada 24 jsi dan setelah itu stabil hingga 36 jsi [90]. Tabel 4.2 Aktivitas dan aktivitas spesifik enzim PPO pada sampel daun jsi Aktivitas Peningkatan Aktivitas Peningkatan (jam) enzim (U) 0 4 12 24 36 48 72 96 0.0298 0.0681 0.0526 0.0747 0.0690 0.0390 0.0685 0.0483 Aktivitas enzim (%) 0 128.52 76.51 150.67 131.54 30.87 129.86 62.08 spesifik (U/mg) 0.0036 0.0084 0.0135 0.0148 0.0137 0.0076 0.0207 0.0085 Aktivitas spesifik (%) 0 133.33 275.00 311.11 280.56 111.11 475.00 136.11

Data peningkatan aktivitas enzim yang diperoleh pada penelitian ini apabila dibandingkan dengan teori Klement yang ditulis oleh Habazar dan Rivai
[17]

, maka induksi ketahanan tanaman pisang kultivar kepok terhadap bakteri

penyakit darah hanya diamati pada 2 (dua) tipe induksi saja yaitu induksi ketahanan awal (Early Induced Resistance, EIR) dan induksi ketahanan terlambat (Late Induced Resistance, LIR). Menurut data yang diperoleh, EIR berkembang pada 0 - 4 jam setelah inokulasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktivitas enzim PPO secara signifikan pada interval tersebut yaitu pada 4 jsi yaitu sebesar 208.64 %. Hal yang sama juga diamati pada daun, pada 4 jsi terhitung sebesar 128.52 %. Dengan kata lain, induksi ketahanan awal tanaman pisang kultivar kepok berkaitan dengan induksi aktivitas enzim PPO terjadi pada kisaran 4 jsi. Sedangkan LIR berkembang pada 24 - 48 jam setelah inokulasi atau sama dengan 1 2 hari setelah inokulasi. Peningkatan tertinggi aktivitas enzim pada akar tanaman pisang kultivar kepok diperoleh pada 48 jsi sedangkan pada daun

29

diperoleh pada 24 jsi. Induksi ketahanan terlambat terjadi lebih lambat pada akar dari pada daun. Respon fisiologis tanaman pisang dikaitkan dengan adanya pelukaan pada akar yang diinokulasi patogen. Adanya kerusakan sel akibat patogen serta pelukaan yang dilakukan dapat menginduksi enzim PPO. Thypyapong melaporkan respon fisiologis tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), dimana dalam hasil penelitiannya terbukti bahwa pelukaan tanaman memberikan respon yang berbeda pada tingkat induksibilitas PPO [20]. Kedua jaringan tanaman, baik akar maupun daun selalu menunjukkan aktivitas enzim PPO yang mendadak tinggi sejak 4 jam pertama setelah inokulasi (Gambar 4.3). Ini menunjukkan bahwa patogen BDB mampu menginduksi ketahanan awal tanaman pisang kultivar kepok pada kisaran waktu tersebut. Hasil perhitungan aktivitas enzim pada akar dan daun pada 4 jsi diperoleh peningkatan berturut-turut sebesar 208,64 % dan 128,52 %. Akan tetapi peningkatan yang signifikan terjadi pada akar hampir dua kali lebih tinggi dari pada peningkatan yang terjadi pada daun. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh jaringan akar merupakan gerbang masuknya patogen BDB (site of entrance) atau juga disebut titik penyerangan (point of attack)
[90]

, sehingga fokus respon

fisiologis tanaman pisang diprioritaskan pada akar daripada daun. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan proses infeksi daun oleh patogen BDB masih memerlukan proses transportasi dari akar menuju daun sehingga responnya lebih kecil terhadap serangan. Tingkat keparahan serangan patogen dapat diamati berdasarkan grafik peningkatan aktivitas enzim
[22]

. Secara umum, serangan patogen BDB mulai

terjadi secara signifikan pada kisaran 4 jsi. Akan tetapi terjadi penurunan serangan hingga pada 12 jsi. Hal ini sangat berkaitan dengan induksi ketahanan awal tanaman yang terjadi pada kisaran 1,5 6 jam setelah inokulasi sebagaimana telah dijelaskan di pembahasan sebelumnya.

30

Peningkatan Aktivitas Enzim (%)

350 300 250 200 150 100 50 0 0 20 40 60 80 100 120 4 12 24 12 4 24 36 72 72 96 48 96 48

Akar Daun

36

Jam Setelah Inokulasi (jsi) Gambar 4.3. Grafik peningkatan aktivitas enzim PPO (%) pada akar dan daun pada jam setelah inokulasi (jsi) yang berbeda Hal yang sangat menarik untuk dikaji adalah mekanisme serangan patogen BDB pada 24, 36, 48, dan 96 jsi terhadap respon tanaman yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas PPO. Berdasarkan grafik di atas (gambar 3.3), terlihat perbandingan peningkatan secara terbalik antara peningkatan aktivitas enzim PPO pada akar dan daun. Pada saat enzim PPO mulai meningkat pada akar, pada daun mulai terjadi penurunan. Sebaliknya ketika enzim PPO pada akar mulai menurun, pada daun justru mulai meningkat. Informasi ini dapat menjadi masukan terbaru tentang informasi karakteristik patogen BDB yang saat ini sedang dikaji oleh banyak peneliti. Sampai sejauh ini belum ada literatur terkait yang diperoleh tentang karakteristik patogen BDB dalam hal penyerangan inang. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah diperoleh, inokulasi BDB menyebabkan terjadinya penurunan kadar protein baik pada akar maupun pada daun (persentase (%) peningkatan yang bertanda negatif (-) adalah penurunan). Penurunan kadar protein pada akar dan daun berturut-turut : 9.88 % - 54.34 % dan 1.03 % - 59.74 %. Penurunan tertinggi pada kedua sampel terjadi pada 72 jsi yaitu sebesar 54.34 % (1.895 mg) pada akar dan sebesar 59.74 % (3.3150 mg) sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.3 dan gambar 4.4).

31

jsi (jam)

Tabel 4.3. Kadar protein pada sampel akar dan daun Sampel Akar Sampel Daun Kadar protein (mg) Peningkatan (%) 0 - 30.36 - 52.41 - 22.77 - 45.18 - 9.88 - 54.34 - 53.25 Kadar protein (mg) 8.2350 8.1500 3.9000 5.0300 5.0300 5.1150 3.3150 5.6900 Peningkatan (%) 0 - 1.03 - 52.64 - 38.92 - 38.92 - 37.89 - 59.74 - 30.90

0 4 12 24 36 48 72 96

4.150 2.890 1.975 3.205 2.275 3.740 1.895 1.940

10

Penurunan Kadar Protein Jaringan (%)

0 -10 -20 -30 -40 -50 -60 -70 0

4 20 24 40 48 96 4 24 12 12 72 36 36 48 72 96 Aka r 60 80 100 120

Jam Setelah Inokulasi (jsi)

Gambar 4.4. Grafik penurunan kadar protein (%) pada jaringan akar dan daun pada jam setelah inokulasi (jsi) yang berbeda Penurunan kadar protein tertinggi pada 72 jsi dapat dihubungkan dengan adanya peningkatan aktivitas enzim PPO pada akar dan daun. Sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.1. dan 4.2., peningkatan aktivitas enzim PPO pada akar dan daun tidak jauh berbeda, berturut-turut 141,98 % dan 129,86 %. Bahkan data 32

aktivitas enzim spesifik pada 72 jsi, baik di dalam jaringan akar dan daun menunjukkan nilai yang sama yaitu 0,0207 U/mg . Ini berarti bahwa pada 72 jsi, tingkat penghadangan patogen BDB oleh jaringan daun dan akar adalah sebanding (Gambar 4.3.). Terjadinya penurunan kadar protein setelah inokulasi patogen BDB disebabkan oleh meningkatnya aktivitas fisiologis tanaman terhadap cekaman patogen. Sintesis o-quinon secara berlebihan mengakibatkan terbentuknya kompleks yang bersifat irreversible dengan asam amino nukleofilik dalam protein, hal ini sering mengakibatkan inaktivasi protein dan kehilangan fungsi [91]. Adanya pembentukan dinamis dari produksi senyawa ROS selain 0-quinon, juga dapat memungkinkan kehilangan fungsi protein [92]. Respon yang berlebihan terhadap serangan patogen BDB memerlukan energi yang besar dalam melakukan pertahanan. Protein dari jaringan tanaman diduga digunakan sebagai sumber energi dalam merespon cekaman patogen sehingga terjadi penurunan kadar protein jaringan, baik pada jaringan akar maupun jaringan daun.

500

Peningkatan Aktivitas enzim Spesifik (%)

450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 0 4 4

72 12 24 36 36 24 48 96 48 96 72

12

Akar Daun

20

40

60

80

100

120

Jam Setelah Inokulasi (jsi)


Gambar 4.5. Grafik peningkatan aktivitas enzim spesifik (%) pada akar dan daun pada jam setelah inokulasi (jsi) yang berbeda Hasil penelitian terhadap aktivitas enzim spesifik PPO pada daun menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada akar pada 72 jsi. Sedangkan pada 4 33

jsi dan 12 jsi, data yang diperoleh menunjukkan bahwa aktivitas enzim spesifik pada akar lebih tinggi daripada daun (Gambar 4.5). Data ini sangat dipengaruhi oleh penurunan kadar protein yang terjadi pada akar dan daun selama inokulasi. Secara umum, berdasarkan data kenaikan aktivitas enzim PPO dan aktivitas spesifiknya memberikan bukti yang kuat bahwa enzim ini memiliki peranan penting dalam merespon cekaman patogen BDB. Sebagaimana telah dilaporkan sebelumnya dalam hipotesis yang dirancang Thipyapong bahwa enzim PPO terlibat dalam interaksi tanaman-patogen pada tomat
(22)

. Kenaikan aktivitas

enzim PPO berbanding lurus dengan pembentukan senyawa quinon, dimana senyawa tersebut merupakan bentuk teroksidasi senyawa fenol, memiliki toksisitas yang tinggi, dan mampu memodifikasi ikatan dengan senyawa makromolekul dalam sel. O-quinon akan merangsang terbentuknya ROS yang juga memiliki sifat antimikroba sekaligus sebagai induser gen pelindung atau gen ketahanan tanaman.

34

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Inokulasi patogen BDB mampu menginduksi enzim PPO yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktivitas enzim PPO dan aktivitas spesifiknya. Persentase peningkatan aktivitas enzim PPO dan aktivitas spesifiknya terjadi secara tajam pada 4 jsi yang dianggap sebagai induksi ketahanan awal yang terbentuk 2. Enzim PPO merupakan enzim yang bertanggungjawab dalam

mempercepat reaksi pembentukan produk o-quinon baik pada jaringan akar maupun jaringan daun. Hal ini merupakan salah satu respon fisiologis tanaman pisang kultivar kepok dalam menghadapi serangan patogen BBD, sekaligus membuktikan bahwa enzim PPO memiliki peranan dalam mekanisme resistensi tanaman

5.2 Saran Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penelitian selanjutnya adalah : 1. Mengadakan penelitian yang serupa tentang kemungkinan adanya induksi enzim ketahanan lain pada tanaman pisang kultivar kepok sebagai pengaruh inokulasi patogen BDB 2. Melakukan variasi beberapa tanaman sejenis sehingga dapat diketahui tanaman mana yang memiliki ketahanan paling baik terhadap patogen BDB 3. Melakukan pengujian kuantitatif enzim menggunakan berbagai metode analisis kimia kuantitatif lain yang sesuai, sehingga diperoleh hasil yang semakin akurat

35

DAFTAR PUSTAKA
[1] [2] Rukmana, Rahmat. 1999. Usaha Tani Pisang. Yogyakarta : Kanisius. Hal : 91 Damarjati, Djoko S. 1999. Advancing Banana and Plantain R and D in Asia and the pacific : Research and Development of Banana in Indonesia. Proceeding of the 9th INIBAP-APSNET Regional Advisory Committee Meeting Held at South China Agricultural University, Guangzhou China, 2 - 5 November 1999 Tripathi, L., Tripathi, J. N., Tushemereirwe, W. K. 2004. Strategies for Resistance to Bacterial Wilt Disease of Bananas Through Genetic Engineering. African Journal of Biotechnology Vol. 3 (12), pp. 688-692 Hermanto, C. 2000. Pola Distribusi Penyakit Layu Bakteri Pisang : Tesis Program Pascasarjana. Padang : Universitas Andalas Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Jogyakarta : Fakultas Pertanian UGM Wardlaw, C. W. 1972. Banana Disease. Including Plaintains and Abaca. Longman, 146-179 Sulyo, Y. 1992. Major Banana Disease and Their Control. IARD Journal 14 (3 and 4) : 55-62 Buddenhagen, Z.W and Elasser. 1962. An Insect Spread Wild Epiphytotic of Bluggoe Bananas. Nature 194 : 146 165 Sahlan dan Nurhadi. 1994. Inventarisasi Penyakit Pisang di Sentra Produksi Sumatera Barat, Jawa Barat dan Lampung. Penel. Hort. Vol. 6 (5) : 36 43 Davis, R. I, Moore, N. Y. , Fegan, M. 2000. Blood Disease and Panama Disease : Two Newly Introduced and Grave Threats to Banana Production on the Island of New Guinea. Papua New Guinea Food and Nutrition 2000 Conference, pp 57 62 Eden-Green, S.J. 1994. Diversity of Pseudomonas solanacearum and Related Bacteria in South East Asia : New Directions for Moko Disease. In : Hayward, A.C. and Hartman, G.L., eds, Bacterial Wilt: the Disease and its Causative Organism Pseudomonas solanacearum. Wallingford, UK, CAB International, 2534 Setyobudi, L. and Hermanto, C. 1999. Rehabilitation of Cooking Banana Farms : Base Line Status of Banana Disease Bacterium (BDB) Distribution in Sumatra. Makalah dipresentasikan pada Pertemuan RAC, Southern China Agricultural University, Guangzhou, China, 25 Oktober 1999. (Proceeding tidak dipublikasikan)

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[8]

[9]

[10]

[11]

[12]

36

[13]

Roesmiyanto dan Hutagalung, 1989. Penyakit Darah (P. Celebensis) Pada Tanaman Pisang di Janeponto Sulawesi selatan. Hortikultura No. 27 : 39) Mulyadi, S. H. 1989. Pengamatan Penyakit Pisang (M. paradisiaca) di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. SEM P1 Prog SO-1. Bogor : Institut Pertanian Bogor Nurhadi et al., 1994. Serangan Bakteri dan Cendawan pada Tanaman Pisang di Propinsi Dati I Lampung. Info Hortikultura Vol. 2 (1) : 37 -40 Hermanto et al.,1998. Daerah Endemik Baru Penyakit Layu Bakteri Pisang di Sumatera Barat. Disampaikan pada Seminar Sehari PFI Komca Sumbar, Riau, dan Jambi. Padang, 4 November 1998 Habazar, T., Rivai, F. 2004. Dasar-dasar Bakteri Patogenik Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang. Hal : 314 Heimdal, H., Larsen, M. L., & Poll, L. 1994. Characterization of Polyphenol oxidase from Photosynthetic and Vascular Lettuce Tissues (Lectuca sativa). Journal of Agricultural and Food Chemistry, 42, 14281433 Constabel, C. P., Bergey, D. R., Ryan, C. A. 1995. Systemic Activated Synthesis of Wound-Inducible Tomato Leaf Polyphenol oxidase Via The Octadecanoid Defense Signaling Pathway. Proc Natl Acad Sci USA 22: 407 411 Thipyapong, P., Steffens, J. C. 1997. Tomato Polyphenol oxidase : Differential Response of The Polyphenol oxidase of Promoter to Injuries and Wound Signals. Plant Physiol 115:409418 Acta Physiol Plant (2007) 29 : 463471 471, 123 Ho K-K. 1999. Characterization of Polyphenol oxidase from Aerial Roots of an Orchid, Aranda Christine 130. Plant Physiol Biochem 37 : 841848 Thypapong P., Stout, M. J., Attajarusit, J. 2007. Functional Analysis of Polyphenol oxidases by Antisense/Sense Technology. Molecules 2007, 12, 1569 1595 Fleet, Van., Subramain, D. 1972. Enzyme in Pathogen. Proc. Indian Academic Scientific, 69 : 133-141 Faturoti et. al. 2008. International Institute of Tropical Agriculture Plantain and Banana Programme : An Insight into the Contributions of Farmer-toFarmer Extension Paradigm. African Journal of Biotechnology Vol. 7 (13), pp. 2137-2146, 4 July, 2008 Anonim. 2008. Pisang. Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/pisang

[14]

[15]

[16]

[17]

[18]

[19]

[20]

[21]

[22]

[23]

[24]

[25]

37

[26]

Valmayor et. al. 1999. Advancing Banana and Plantain R and D in Asia and the pacific : Banana Cultivar Names and Synonyms in Southeast Asia (A Preliminary Report). Proceeding of the 9th INIBAP-APSNET Regional Advisory Committee Meeting Held at South China Agricultural University, Guangzhou China, 2 - 5 November 1999 Anonim. 2003. Pisang. Diunduh dari http://www.pisang.com tanggal 9 November 2008 Anonim. 2000. Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS, editor : Kemal Prihatman. Diunduh dari http://www.ristek.go.id tanggal 10 September 2008 Molina, A. B. 2005. Developing a Regional Strategy to Address the Outbreak of Banana Xanthomonas Wilt in East and Central Africa : Managing bacterial wilt/fruit Rot Disease of Banana in Southeast Asia. Proceedings of the Banana Xanthomonas Wilt Regional Preparedness and Strategy Development Workshop Held in Kampala, Uganda14-18 February 2005 Anonim. 2007. Workshop Pengendalian Penyakit Darah Pada Pisang. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah, 26 Pebruari 2007. Diunduh dari www.karantina.deptan.go.id tanggal 9 November 2008 Baharuddin, B. 1994. Pathological, Biochemical, and Serological Characterization of the Blood Disease Bacterium Affecting Banana and Plantain (Musa sp.) Soguilon et al., 1995. Bugtok Disease of Banana. Disease Fact Sheet No. 6, INIBAP Tjahjono, B., Eden-Green. 1998. Blood Disease of Banana. 5th Congress of Plant Pathology, Tokyo, Japan Muharam, A., Subijanto. 1991. Status of Banana Disease in Indonesia. Halaman 44-49, dalam R. V. Valmayor, B. E. Umali, C.P. Byosano (Eds) : Banana Disease in Asia and The Pacific. INIBAP Eden-Green, S. J. 1994. Banana Blood Disease. Musa Disease Fact Sheet No. 3 Roperos and Magnaye. 1991. Status of Banana Disease in The Philipines. Brisbane, Australia : Proceeding Regional Technical Meeting on Disease Affecting Banana and Plantain in Asia and the Pasific, 15 19 April, 52 -66 Ortiz R., Vuylsteke. 1995. Expression of the Dihydroflavonoid Reductase Gene in Anthocyanin-free Barley Mutant. Hereditas, 119 : 67 75

[27]

[28]

[29]

[30]

[31]

[32]

[33]

[34]

[35]

[36]

[37]

38

[38]

Djatnika, I. Sunyoto, Eliza. 2001. Mekanisme Kerja Pseudomonas fluorescens strain MR 96 Pada Pengendalian Layu Fusarium Tanaman Pisang. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Buah Solok Cook, R. J. And K. F. Baker. 1983. The Nature and Practise of Biological Control of Plants Pathogens. St. Paul, Minnesota, San Fransisco : APS press. Hal : 539 Suswati. 2008. Bahan Seminar Hasil Disertasi : Penapisan CMA indigenus dalam menginduksi ketahanan bibit pisang terhadap BDB. Padang : Program Pascasarjana Universitas Andalas (Belum dipublikasikan) Siregar, B. M. 2003. Pertahanan Metabolik dan Enzim Litik Dalam Mekanisme Resistensi Tanaman Terhadap Serangan Patogen. Medan : Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, USU Digital Library Rajesakhar et al. 1999. Early Events in the Signal Pathway for the Oxidative Burst in Soyban Cells Exposed to Avirulent Pseudomonas syringae glycinae. Plant Physiology, 120 : 1137 1146 Kuta, D. D., Tripathi, L. 2005. Agrobacterium-Induced Hypersensitive Necrotic Reaction in Plant Cells : A Resistance Response Against Agrobacterium-Mediated DNA Transfer. African Journal of Biotechnology Vol. 4 (8), pp. 752-757, August 2005 Lamb C. J., Lawton, M. A. , Dron, M., Dixon, R. A. 1989. Signals and Transduction Mechanisms for Activation of Plant Defenses Against Microbial Attack. Cell 56: 215224 Buchanan, P., Grissam, W., Jones, R. 2000. Biochemistry and Molecular Biology of Plants. American Society of Plants Physiologists. 1102 Partridge, J. E. 2008. Introductory Plant Pathology : Induced Plant Defense Mechanisms. University of Nebraska Lincoln. Diunduh dari http://nudistance.unl.edu/Homer/class/29/index.html tanggal 28 Oktober 2008 Mtraux J. P., Raskin, I. 1993. Role of Phenolics in Plant Disease Resistance. Biotechnology in Plant Disease Control. 191-209 Guihua Lu. 2003. Engineering Sclerotinia Sclerotiorum Resistance in Oilseed Crops. African Journal of Biotechnology Vol. 2 (12), pp. 509-516, December 2003 Karou, D., Dicko, M. H., Simpore, J., Traore, A. S. 2005. Antioxidant and Antibacterial Activities of Polyphenols from Ethnomedicinal Plants of Burkina Faso. African Journal of Biotechnology Vol. 4 (8), pp. 823-828, August 2005

[39]

[40]

[41]

[42]

[43]

[44]

[45]

[46]

[47]

[48]

[49]

39

[50]

Field J. A, Lettinga, G. 1992. Toxicity of Tannic Compounds to Microorganisms. Plants Polyphenols : Synthesis, Properties, Significance. Basic Life Sci. 59: 673-692 Cowan. 1999. Plants Products as Antimicrobial Agents. Clin. Microbiol. Rev. 12: 564-582 Felton, G. W., Duffey, S. S. 1991. Protective Action of Midgut Catalase in Lepidopteran Larvae Against Oxidative Plant Defences. Journal of Chemical Ecology 17: 17151732 Lehninger, A. L. 1997. Principles of Biochemistry (Edisi Terjemahan : Dasardasar Biokimia, Maggy Thenawidjaja. Jakarta : Erlangga Turner, P.C., Maclenan, A.G., Bates, A.D., White, M.R.H.. 2000. Molecular Biology. Liverpool : Springer Anonim. 2008. Enzim. Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/enzim pada tanggal 17 November 2008 Pettrucci dan Suminar. 1987. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta : Erlangga Anonim. 2008. Enzyme. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/enzyme pada tanggal 17 November 2008 Toha, Abdul H. A. 2001. Biokimia : Metabolisme Molekul. Bandung : Alfabeta Bolster. 1997. Glossary of Terms Used in Bioinorganic Chemistry. International Union of Pure and Applied Chemistry Lowry, O. H., Rosebrough, N. J., Farr, A. L., and Randall, R. J., 1951. Protein Measurement with the Folin Phenol Reagent. Journal of Biological Chemistry 193 (1951): 265-275 Peterson, Gary L. 1979. Review of the Folin Phenol Protein Quantitation Method of Lowry, Rosebrough, Farr, and Randall. Analytical Biochemistry, 100 (1979) : 201-220 Kanazawa, K. N. Eguchi, S. Iwara and Oetomo. 1981. Electrophoretic Study on Esterase and Peroxidase In Stain Blackcrossed with Pollen of Chinese Cabbage with Reference to Nucleus Substation in : Chinese Cabbage. Proceedings of the First International Cabbage System. Takekar, N. And T. D. Griggs (Eds) AVRDS, Taiwan. Hal : 337-383 Sanchez-Ferrer A, Laveda F, Garcia-Carmona F . 1993. Substratedependent Activation of Latent Potato Leaf Polyphenol oxidase by Anionic Surfactants. J Agric Food Chem 41:12191223

[51]

[52]

[53]

[54]

[55]

[56]

[57]

[58] [59]

[60]

[61]

[62]

[63]

40

[64]

Golbeck JH, Cammarata KV. 1981. Spinach Thylakoid Polyphenol oxidase Isolation. Activation and Properties of Native Chloroplast Enzyme. Plant Physiol 67:977984 Robinson SP, Dry IB. 1992. Broad Bean Leaf Polyphenol oxidase is a 60-kDa Protein Susceptible to Proteolytic Cleavage. Plant Physiol. 99:317323 Escribano J, Ganda-Herrero F, Caballero N, Pedreno MA. 2002. Subcellular Localization and Isoenzyme Pattern of Peroxidase and Polyphenol oxidase in Beet Root (Beta vulgaris L.). J Agric Food Chem 50:61236129 Dogan S, Turan Y, Erturk H, Arslan O. 2005. Characterization and Purification of Polyphenol oxidase from Artichoke (Cynara scolymus L.). J Agric Food Chem 53:776785 Dziki, U. G., Zotek, U., Wieca, M. 2008. Characterization of Polyphenol oxidase from Butter Lettuce (Lactuca sativa var. capitata L.). Food Chemistry 107 (2008) 129135 Scoot, N. W. 1975. Cathecol (Polyphenol Oxidase) in Enzyme in Food Prosessing. R. Gerald (Ed.). New York, San Fransisco, London : Academic Press 219-254 Chazarra, S.; Garca-Carmona, F.; Cabanes, J. 2001. Evidence for a Tetrameric Form of Iceberg Lettuce (Lactuca satiVa L.) Polyphenol oxidase : Purification and Characterization. J. Agric. Food Chem. 49, 48704875 Ganda-Herrero F, Jimenez M, Cabanes J, Garca-Carmona F, Escribano J. 2003. Tyrosinase Inhibitory Activity of Cucumber Compounds : Enzymes Responsible for Browning in Cucumber. J Agric Food Chem 51 : 77647769 Akissoe N, Mestres C, Hounhouigan J, Nago M . 2005. Biochemical Origin and Browning During The Processing of Fresh Yam (Dioscorea spp.) into dried product. J Agric Food Chem 53 : 25522557 Jimenez-Atienzar M, Escribano J, Cabanes J, Ganda-Herrero F, GarcaCarmona F. 2005. Oxidation of The Flavonoid Eriodictyol by Tyrosinase. Plant Physiol Biochem 43 : 866873 Sanchez-Ferrer A, Rodrguez-Lopez JN, Garcia-Canovas F, GarcaCarmona F. 1995. Tyrosinase: a Comprehensive Review of Its Mechanism. Biochim Biophys Acta 1247 : 111 Rodrguez-Lo pez, J. N., Fenoll, L. G., Pen alver, M. J., Garca-Ruiz, P. A., Varon, R., Martnez-Ortz, F., et al. 2001. Tyrosinase Action on Monophenols; Evidence for Direct Enzymatic Release of o-diphenol. Biochimica and Biophysica Acta, 1548, 238256

[65]

[66]

[67]

[68]

[69]

[70]

[71]

[72]

[73]

[74]

[75]

41

[76]

Van Gelder, C. W. G., Flurkey, W. H., & Wichers, H. 1997. Sequence and Structural Features of Plant and Fungal Tyrosinases. Phytochemistry, 45(7), 13091323 Saiedian, S., Keyhani, E., Keyhani, J. 2007. Polyphenol oxidase Activity in Dormant Saffron (Crocus sativus L.) corm. Acta Physiol Plant (2007) 29:463 471 Solomon, E. I., Sundaram, U. M. 1996. Machonkin TE (1996) Chem Rev 96:25632605 Siegbahn. 2004. The catalytic Cycle of Catechol Oxidase. J Biol Inorg Chem (2004) 9: 577590 Basset, J. et al. Denney, et al. 1980. Vogels Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, edisi terjemahan : Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif, alih bahasa A. Hadyana Pudjaatmaka dan L, Setiono. Jakarta : Penerbit Buku Kedoteran EGC Day, R. A., Underwood, A. L. 1998. Quantitative Analysis, 6th Edition, edisi terjemahan : Analisis Kimia Kuantitatif, alih bahasa : Iis Sopyan. Jakarta : Erlangga Khopkar, S. M. 1985. Basic Concepst of Analytical Chemistry, edisi terjemahan : KOnsep Dasar Kimia Analitik, alih bahasa : A. Saptorahardjo. Universitas Indonesia Press (UIP) Edelstein, Stuart J., Bollag, Daniel M. 1991. Protein Methods. New York : Wiley-Liss, Inc. Dharma, Abdi. 2002. Diktat Biokimia Buffer. Padang : Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Durango, D. et al. 2002. Phytoalexin Accumulation in Colombian Bean Varieties and Aminosugars as Elicitors. Molecules 2002, 7, 817 832 Nifea. 2005. Induksi Aktivitas Enzim PPO PAda Tanaman Pisang (Musa paradisiaca) Cavendish oleh Trichoderma spp. Skripsi Sarjana Kimia Universitas Andalas Padang Saranavan T., Bhaskaran R., Muthusamy M. 2004. Pseudomonas Fluorescens Induced Enzymologycal Change in Banana Roots Against Fusarium with Disease. Plant Pathology Journal 3 (2) : 72-80 Ziyan, E., Pekyardimci, S. 2004. Purification and Characterization of Pear (Pyrus communis) Polyphenol Oxidase. Turk J Chem 28 (2004), 547 -557

[77]

[78]

[79]

[80]

[81]

[82]

[83]

[84]

[85]

[86]

[87]

[88]

42

[89]

Maciejewska, U., et al. 2002. Plastoquinone : Possible Involvement in Plant Disease Resistance (Communication). Acta Biochimica Polonica, vol. 49 No. 3/2002 De Ascensao, A. R. F. D. C., Dubery, I. A. 2003. Soluble and Wall-Bound Phenolics and Phenolic Polymers in Musa acuminata Roots Exposed to Elicitors from Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Phytochemistry 63 (2003) 679686 Anonim. 2005. Senyawa Antimikroba dari Tanaman. Kompas 07/12/2005, 15:11:19. Diunduh dari http://www2.kompas.com/kompascetak/0409/15/sorotan/1265264 pada tanggal 28 Oktober 2008 Wojtaszek, Przemys0aw. Oxidative Burst : An Early Plant Response to Pathogen Infection (Review Article). Biochem. J. (1997) 322, 681692

[90]

[91]

[92]

43

LAMPIRAN
Lampiran 1. Ekstraksi dan Pengukuran Aktivitas Enzim PPO

A. Ekstraksi Enzim PPO

1 g Sampel Daun atau Akar Tanaman Pisang Digerus + 2,5 mL Buffer pospat 0,5 M pH 7 (Mengandung 0,1 g PVP) Haluskan dan saring Homogenat Sentrifuse 6000 g, 15 menit, 4 oC Ekstrak enzim

B. Pengukuran Aktivitas Enzim PPO 0.5 mL Ekstrak enzim + 3 mL aquades Homogenkan Ukur A ( = 495 nm) + 1 mL katekol 400 ppm Ukur A ( = 495 nm) Amati setiap 5 detik sampai konstan

44

Lampiran 2. Pengukuran Larutan Standar Protein BSA dan Pengukuran Kadar Protein Sampel A. Pengukuran Larutan Standar Protein BSA 1 mL Larutan standar protein BSA Dengan konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400, 500 mg/L + 5 mL Reagen Lowry C + 1 mL Reagen Lowry D Homogenkan dengan magnetik stirrer Inkubasi 30 menit Ukur A ( = 750 nm)

B. Pengukuran Kadar Protein Sampel

1 mL Ekstrak sampel + 5 mL Reagen Lowry C + 1 mL Reagen Lowry D Homogenkan dengan magnetic stirrer Inkubasi 30 menit Ukur A ( = 750 nm)

45

Lampiran 3. Data Pengukuran dan Perhitungan Absortiviti o-quinon

Volume Ekstrak enzim (mL) 0.0 0.2 0.4 0.6

Absorbansi

0.0000 0.2020 0.2924 0.3288

Absortiviti o-quinon adalah nilai gradien (kemiringan) dari persamaan regresi linear yang terbentuk antara volume ekstrak enzim dengan absorbansinya setelah penambahan 1 mL katekol. Ekstrak enzim yang digunakan berasal dari sampel akar pada 48 jsi. Dari data di atas diperoleh persamaan regresi linear Y = 0.5384X + 0.0433, dimana R2 sebesar 0.892. Nilai absortiviti o-quinon yaitu sebesar 0.5384. Sebagaimana ditunjukkan dalam kurva di bawah ini.

Kurva Absortiviti o-quinon ( = 495 nm)


0,4 0,35

Absorbansi

0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 y = 0,5384x + 0,0433 R = 0,892

Volume Ekstrak Enzim (mL)

46

Lampiran 4. Data Pengukuran Aktivitas Enzim PPO pada Jaringan Akar Data pengukuran aktivitas enzim PPO pada sampel akar tanaman pisang kultivar kepok untuk berbagai jam setelah inokulasi (jsi) dengan patogen BDB.

jsi (jam)

C (A)

C . fp (2)

Waktu inkubasi (menit)

Aktivitas enzim (A min ) 0.0162 0.0500 0.0383 0.0293 0.0323 0.0678 0.0392 0.0410
-1

Peningkatan (%)

0 4 12 24 36 48 72 96

0.1310 0.4040 0.3090 0.2370 0.2610 0.5480 0.3170 0.3310

0.2433 0.7504 0.5739 0.4402 0.4848 1.0178 0.5888 0.6148

0.4866 1.5008 1.1478 0.8804 0.9696 2.0356 1.1776 1.2296

30 30 30 30 30 30 30 30

0 208.64 136.42 80.86 99.38 318.52 141.98 153.09

Konsentrasi o-quinon (C) diperoleh dengan menggunakan rumus : C = A / ab, dimana A adalah absorban (A), a sebagai absorbtiviti o-quinon (a = 0.5384), dan b sebagai tebal kuvet (cm). Tebal kuvet yang digunakan adalah 1 cm. Aktivitas enzim dapat diperoleh dengan rumus : A = C / t, dimana C adalah konsentrasi o-quinon (di dalam tabel ditulis sebagai C . fp (2)), t adalah waktu inkubasi (menit). Waktu inkubasi yaitu selama 30 menit. Peningkatan aktivitas enzim dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Perlakuan Kontrol % Peningkatan = ------------------------------- x 100 % Kontrol

47

Lampiran 5. Data Pengukuran Aktivitas Enzim PPO pada Jaringan Daun Data pengukuran aktivitas enzim PPO pada sampel daun tanaman pisang kultivar kepok untuk berbagai jam setelah inokulasi (jsi) dengan patogen BDB.

jsi (jam)

C (A)

C . fp (2)

Waktu inkubasi (menit)

Aktivitas enzim (A min ) 0.0298 0.0681 0.0526 0.0747 0.0690 0.0390 0.0685 0.0483
-1

Peningkatan (%)

0 4 12 24 36 48 72 96

0.2410 0.5500 0.4250 0.6030 0.5570 0.3150 0.5530 0.3900

0.4476 1.0215 0.7894 1.1200 1.0345 0.5851 1.0271 0.7244

0.8952 2.0430 1.5788 2.2400 2.0690 1.1702 2.0542 1.4488

30 30 30 30 30 30 30 30

0 128.52 76.51 150.67 131.54 30.87 129.86 62.08

Konsentrasi o-quinon (C) diperoleh dengan menggunakan rumus : C = A / ab, dimana A adalah absorban (A), a sebagai absorbtiviti o-quinon (a = 0.5384), dan b sebagai tebal kuvet (cm). Tebal kuvet yang digunakan adalah 1 cm. Aktivitas enzim dapat diperoleh dengan rumus : A = C / t, dimana C adalah konsentrasi o-quinon (di dalam tabel ditulis sebagai C . fp (2)), t adalah waktu inkubasi (menit). Waktu inkubasi yaitu selama 30 menit. Peningkatan aktivitas enzim dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Perlakuan Kontrol % Peningkatan = ------------------------------- x 100 % Kontrol

48

Lampiran 6. Data Pengukuran Larutan Standar Protein

Konsentrasi (mg/mL) 0 100 200 300 400 500

Absorbansi

0.0000 0.0287 0.0736 0.0804 0.1580 0.1818

Standar Protein yang digunakan adalah BSA, diukur pada panjang gelombang 720 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Dari data di atas diperoleh persamaan regresi linear Y = 0.0004X - 0.006 dengan R2 = 0.9628.
Kurva Larutan Standar Protein BSA ( = 750 nm)
0,2 0,15

Absorbansi

0,1 0,05 0 0 -0,05 100 200 300

y = 0,0004x - 0,006 R = 0,9628

400

500

600

Konsentrasi (mg/mL)

49

Lampiran 7. Data Pengukuran dan Perhitungan Kadar Protein Jaringan Akar Data pengukuran kadar protein pada sampel akar tanaman pisang kultivar kepok untuk berbagai jam setelah inokulasi dengan patogen BDB.

jsi (jam)

Absorban

Kadar protein (mg)

Peningkatan (%)

0 4 12 24 36 48 72 96

0.8240 0.5720 0.3890 0.6350 0.4490 0.7420 0.3730 0.3820

4.150 2.890 1.975 3.205 2.275 3.740 1.895 1.940

0 - 30.36 - 52.41 - 22.77 - 45.18 - 9.88 - 54.34 - 53.25

Nilai absorban pengukuran yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan regresi linear di atas (Y = 0.0004X - 0.006), kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran sebesar 2 (karena volume sampel yang diambil hanya 0,5 mL) sehingga diperoleh satuan mg/mL, selanjutnya dikalikan dengan 1/1000 mL agar kadar protein diperoleh dalam satuan miligram (mg). Peningkatan kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Perlakuan Kontrol % Peningkatan = ------------------------------- x 100 % Kontrol

50

Lampiran 8. Data Pengukuran dan Perhitungan Kadar Protein Jaringan Daun Data pengukuran kadar protein pada sampel daun tanaman pisang kultivar kepok untuk berbagai jam setelah inokulasi dengan patogen BDB.

jsi (jam) 0 4 12 24 36 48 72 96

Absorban

Kadar protein (mg)

Peningkatan (%) 0 - 1.03 - 52.64 - 38.92 - 38.92 - 37.89 - 59.74 - 30.90

1.6410 1.6240 0.7740 1.0000 1.0000 1.0170 0.6570 1.1320

8.2350 8.1500 3.9000 5.0300 5.0300 5.1150 3.3150 5.6900

Nilai absorban pengukuran yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan regresi linear di atas (Y = 0.0004X - 0.006), kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran sebesar 2 (karena volume sampel yang diambil hanya 0,5 mL) sehingga diperoleh satuan mg/mL, selanjutnya dikalikan dengan 1/1000 mL agar kadar protein diperoleh dalam satuan miligram (mg). Peningkatan kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Perlakuan Kontrol % Peningkatan = ------------------------------- x 100 % Kontrol

51

Lampiran 9. Data Perhitungan Aktivitas Enzim Spesifik pada Jaringan Akar dan Daun

jsi (jam)

Aktivitas enzim (U)

Kadar protein (mg)

Aktivitas spesifik (U/mg)

Peningkatan Aktivitas spesifik (%)

Akar 0 4 12 24 36 48 72 96 0.0162 0.0500 0.0383 0.0293 0.0323 0.0678 0.0392 0.0410

Daun 0.0298 0.0681 0.0526 0.0747 0.0690 0.0390 0.0685 0.0483

Akar 4.150 2.890 1.975 3.205 2.275 3.740 1.895 1.940

Daun 8.2350 8.1500 3.9000 5.0300 5.0300 5.1150 3.3150 5.6900

Akar 0.0039 0.0173 0.0194 0.0091 0.0142 0.0181 0.0207 0.0211

Daun 0.0036 0.0084 0.0135 0.0148 0.0137 0.0076 0.0207 0.0085

Akar 0 343.59 397.44 133.33 264.10 364.10 430.77 441.02

Daun 0 133.33 275.00 311.11 280.56 111.11 475.00 136.11

Aktivitas enzim spesifik ditentukan dengan rumus : Aktivitas enzim spesifik = Aktivitas enzim PPO Kadar Protein Jaringan Peningkatan aktivitas enzim spesifik dapat dihitung dengan rumus : Perlakuan Kontrol % Peningkatan = ------------------------------- x 100 % Kontrol

52

Lampiran 10. Beberapa Gambar Dokumentasi Penelitian

A. Sumber Isolat Patogen BDB dan Suspensi

B. Tanaman Percobaan Pisang Kultivar Kepok (Musa paradisiaca L.) dan Inokulasi dengan Isolat Patogen BDB

53

C. Kegiatan Analisis Enzim PPO

D. Peralatan Sentrifus

54

55

You might also like