You are on page 1of 16

Sejarah Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Setelah penjajahan belanda berakhir di Indonesia, Jepang mulai menanamkan kekuasaannya di Indonesia demi tujuan yang sama yaitu untuk menjajah bangsa Indonesia. Ketika awal kedatangan Jepang ke Indonesia, mereka mulai menarik simpati rakyat Indonesia. Jepang mempropagandakan bahwa kedatangannya untuk menolong bangsa-bangsa terjajah dan menyelenggarakan kemakmuran bersama dalam Asia Raya. Kedatangan Jepang disambut rakyat dengan pengibaran bedera merah putih di samping bendera Jepang dan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tetapi ternyata rakyat Indonesia tertipu, karena kemudian segera keluar larangan mengibarkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Menjelang akhir tahun 1944 bala tentara Jepang secara terus menerus menderita kekalahan dalam keikutsetaan Jepang dalam Perang Dunia II melawan sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo. Jepang menyatakan bahwa Hindia Timur akan diberikan kemerdekaan yang di umumkan oleh Perdana Mentri Kaiso tanggal 7 September 1944 dalam sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) ke 85. Janji tersebut kemudian diikuti oleh pembentukan Dokuritu Zyunbi Tjosakai atau BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) oleh kepala pemerintahan Jepang untuk Jawa (Gunseikan) yang disahkan pada tanggal 29 April 1945. BPUPKI ini beranggotakan sebanyak 60 orang yang merupakan wakil dari setiap suku atau golongan yang mencerminkan setiap suku/golongan yang tersebar di wilayah Indonesia. BPUPKI diketuai oleh DR Radjiman Wedyodiningrat sedangkan wakil ketua R.P Suroso dan Penjabat yang mewakili pemerintahan Jepang yaitu Hchibangase Yosio. Dalam melaksanakan tugasnya, dalam BPUPKI di bentuk lagi beberapa panitia kecil, antara lain panitia sembilan dan panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan pancasila sebagai dasar negara. Secara ringkas proses perumusan pancasila sebagai dasar negara republik indonesia adalah sebagai berikut: a. Pidato Muh. Yamin pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 dengan judul : Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Pidato Muh. Yamin tentang asas dan dasar negara tidak menyebutkan nama Pancasila adalah sebagai berikut. 1) Peri Kebangsaan

2) Peri Kemanusiaan 3) Peri Ketuhanan 4) Peri Kerakyatan 5) Kerakyatan Rakyat Dalam buku Muhammad Yamin yang berjudul Naskah Persiapan UUD 1945 (1971: 721 728)disebutkan bahwa ia melampirkan Rancangan UUD RI. Pada bagian Pembukaan dari rancangan itu ia menyebutkan rumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kebangsaan persatuan Indonesia 3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan 5) Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia Dalam rumusan ini, Mr. Muhammad Yamin melihat perbedaan agama yang ada di Indonesia ini sebagai potensi yang dapat meruntuhkan kesatuan bangsa. Oleh karenanya Mr. Muhammad Yamin menempatkan sila pertama sebagai sila ke-Tuhanan, dengan demikian beliau menempatkan Negara pada posisi yang mempercayai adanya Tuhan dan berasaskan pada-Nya. Hal yang disebutkan diatas didukung penuh oleh kelompok yang diwakili oleh pemikiran Hatta, Natsir dan Hamka, mereka berpendapat bahwa sila pertama adalah fondasi bagi silasila yang lain. Karenanya, jika seseorang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa, seseorang tersebut secara otomatis akan menjadi individu yang berperi kemanusiaan, kebangsaan kerakyatan dan juga berkeadilan sosial. b. Mr Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 antara lain dalam pidatonya menyampaikan usulan lima dasar negara, yaitu sebagai berikut : 1) Paham Negara Kesatuan 2) Perhubungan Negara dengan Agama

3) Sistem Badan Permusyawaratan 4) Sosialisasi Negara 5) Hubungan antar Bangsa Sementara itu Interpretasi dan simpulan dari Prof. A. G. Pringgodigdo terhadap pidato Soepomo adalah bahwa uraiannya memuat pokok-pokok pikiran sebagai berikut: 1) Dasar persatuan dan kekeluargaan 2) Takluk kepada Tuhan 3) Kerakyatan 4) Dalam lapangan ekonomi negara bersifat kekeluargaan 5) Negara Indonesia bersifat negara Asia Timur Raya Selain itu Nugroho Notosusantojuga memberikan interpretasi terhadap pidato Soepomo adalah bahwa pidatonya berisi pemikiran sebagai di bawah ini: 1) Persatuan 2) Kekeluargaan 3) Keseimbangan lahir dan batin 4) Musyawarah 5) Keadilan rakyat c. Pidato Soekarno berjudul Philosofisce grondslag daripada Indonesia Mardeka (secara tegas dan jelas menyebutkan lima dasar negara yang disebut Pancasila) : 1) Kebangsaan Indonesia 2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan 3) Mufakat atau Demokrasi 4) Kesejahteraan social 5) Ke-Tuhanan yang berkebudayaan Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI ini, yang kemudian dijadikan sebagi hari Lahirnya Pancasila yang merupakan kristalisasi hasil pemikiran yang mendalam dan panjang sejak tahun 1918 d. Piagam Jakarta Pada tanggal 22 juni 1945, sembilan tokoh nasional, yakni, Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoelkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr.

Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasjim, dan Mr.Muhammad Yamin yang tergabung dalam Dokuritsu Junbi Choosakai mengadakan pembahasan dan berhasil menelurkan sebuah rumusan baru mengenai Pancasila, yaitu: 1. Ketuhanan, dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan 5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia Untuk selanjutnya, perubahan yang terhadap rumusan ini hanya terjadi pada sila pertama, hal itu dilakukan karena khawatir akan terjadinya perpecahan bangsa berdasarkanagama. Dengan berubahnya sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila dirasakan lebih mentolerir penganut agama lain selain Islam di Negara Indonesia. e. Rumusan Akhir Pancasila yang di tetapkan tanggal 18 Agustus 1945, dalam sidang PPKI memberi rumusan Pancasila sebagai berikut : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab 3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan 5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Rumusan yang disebut dengan pancasila inilah yang kemudian menjadi dasar negara indonesia hingga sekarang. Bangsa Indonesia bertekad bahwa Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR hasil pemilu. Jika merubah dasar negara Pancasila sama dengan membubarkan negara hasil proklamasi (Tap MPRS No. XX/MPRS/1966). Menurut pendapat saya, sejarah perumusan Pancasila ini yang kemudian dijadikan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Dimana, dalam perjalananya mengalami banyak revisi dari dari waktu ke waktu ke arah yang lebih baik dengan

mengapresiasikan pada jati diri bangsa Indonesia secara memyeluruh. Sehingga, sekarang kita bisa mempunyai dasar Negara yaitu Pancasila yang telah melalui penyempurnaan secara

bertahap dan bersumber dari penggalian jati diri, kepribadian dan juga sejarah perjuangan bangsa kita yang menjadi landasan dan pedoman hidup dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu, hendaknya kita sebagai generasi penerus yang bertugas mengisi kemerdekaan ini bisa menghayati dan mengamalkan nilai-nilai pada setiap sila dari Pancasila itu sendiri dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi tercapainya tujuan bangsa kita seperti yang tertera dalam pancasila yakni pada sila kelima.

Pengertian Infrastruktur Politik dan Suprastruktur Politik


Infrastruktur Politik dan Suprastruktur Politik merupakan bagian dari fungsi politik. Fungsi politik adalah pemenuhan tugas dan tujuan struktur politik. Jadi, suatu struktur politik dapat dikatakan berfungsi apabila sebagian atau seluruh tugasnya terlaksana dan tujuannya tercapai. Oleh karena itu, struktur politik di bedakan atas infrastruktur politik, yaitu struktur politik masyarakat atau rakyat, suasana kehidupan politik masyarakat, sektor politik masyarakat, dan suprastruktur politik, yaitu struktur politik pemerintahan, sektor pemerintahan, suasana pemerintahan, Supra struktur politik sering disebut sebagai bangunan atas atau mesin politik resmi, atau lembaga-lembaga pembuat keputusan politik yang sah. Lembaga tersebut bertugas

mengkonversikan input yang berupa tuntutan dan dukungan yang menghasilkan suatu output berupa kebijakan terhadap publik. Dimana, Supra struktur politik tersebut terdiri dari tiga kelompok, yaitu : Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Sedangkan, Infra struktur politik sering disebut sebagai bangunan bawah, atau mesin politik informal atau mesin politik masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok yang dibentuk atas dasar kesamaan social, ekonomi, kesamaan tujuan, serta kesamaan lainnya. Yang terdiri dari : Partai Politik, Organisasi Kemasyarakaan ( ORMAS ), Kelompok Kepentingan ( Interest Group ), Kelompok Penekan ( Persure Group ), Tokoh Masyarakat ( Opinion Leaders ), dan Media Massa ( Pers )

Dari masing-masing pengertian mengenai infrastruktur dan suprastruktur diatas dapat dikaitkan hubungan ideal antara keduanya berdasarkan definisi dari suprastruktur maupun

infrastruktur tersebut. Dimana seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa suprastruktur merupakan lembaga pembuat keputusan politik yang sah, sedangkan infastruktur masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok yang dibentuk atas dasar kesamaan social, ekonomi, kesamaan tujuan. Kelompok infra struktur politik tersebut, secar nyata merekalah yang menggerakkan sistem, memberikan input, terlibat dalam proses politik, memberikan pendidikan politik, melekukan sosialisasi politik, menyeleksi kepemimpinan, menyelesaikan sengketa politik, yang terjadi diantara berbagai pihak baik di dalam maupun di luar. Serta mempunyai daya ikat baik secara ke dalam maupun keluar. Antara kedua hal ini memiliki keterkaitan satu sama lain , dimana lembaga-lembaga tinggi negara tersebut baik eksekutif, legislatif dan yudikatif yang merupakan bagian dari suprastruktur politik mempunyai kewjiban melahirkan keputusan-keputusan yang sesuai dengan harapan masyarakat dan bisa membawa masyarakat ke arah kesejahteraan, seperti paham demokrasi yang dianut oleh Negara kita ini, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi, setiap keputusan yang diambil adalah demi kepentingan, demi kemajuan dan demi kesejahteraan rakyat. Sementara itu, rakyat beserta organisasi-organisasi politik, media massa maupun tokohtokoh intelektual di dalamnya ynag merupakan bagian dari infra struktur politik bertugas untuk mengawasi jalanya pemerintahan (suprastruktur politik). Selain itu, organisasi-organisasi politik kemasyarakatan tokoh-tokoh politik dan media massa di dalamnya bertugas menyerukan kepentingan-kepentingan rakyat yang dirasa belum disentuh oleh pemerintah agar jalan dari pemerintahan bisa mengaplikasikan kehendak rakyat. Antara suprastruktur dan inprastruktur politik yang keduanya merupakan bagian dari struktur politik yang diharapkan dapat memiliki hubungan yang sejalan dan saling terkait, dimana suprastruktur politik sebagai pembuat keputusan atau kebijakan akan selalu mendapat masukan berupa tuntutan dan aspirasi dari infrastruktur politik yang sesuai dengan kehendak rakyat yang sesuai dengan kebutuhan rakyat sesuai fakta dan realita di kehidupan masyarakat, bangsa dan negara . Sehingga, kesejahteraan masyarakat dan juga tujuan bangsa bisa tercapai.

Keadaan Infrastruktur dan Suprastruktur Politik di Indonesia


Menurut pendapat saya, keadaan infrastruktur dan suprastruktur politik di Indonesia sudah jauh melenceng dari harapan dan tujuan nasional bangsa Indonesia sendiri. Seperti yang kita ketahui, dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial dan Lembaga lain peyelenggaraan pemerintahan seperti Menteri, Jaksa, Polisi, TNI. Lembagalembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Suprastruktur politik mempunyai tugas mengolah input dari masyarakat yang berupa aspirasi dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan Negara, kemudian masukan dari masyarakat atau organisasi politik kemasyarakatan tesebut

dikonversikan menjadi output berupa keputusan-keputusan atau kebijakan publik yang nantinya diharapkan oleh pemerintah yang berperan sebagai suprastruktur politik dapat mengatasi

masalah-masalah yang terjadi di kehidupan masyarakat. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah diharapkan dapat miningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, fakta dan realita yang terjadi di masyarakat tidak sejalan dengan harapan dari masyarakat Indonesia dan tujuan nasional. Karena pada kenyataannya, banyak kita lihat bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga suprastruktur politik tidak mengaplikasikan aspirasi dari kepentingan masyarakat banyak, melainkan kebijakan tersebut seolah-olah hanya mementingkan dan menguntungkan beberapa golongan saja. Sering kita alami sebagai bagian dari masyarakat, kebijakan kebijakan yang diputuskan oleh aparat yang menjabat pada lembaga suprastruktur politik terang-terangan merugikan masyarakat, meskipun kadang-kadang ada

kebijakan yang menguntungkan masyarakat, namun hal tersebut merupakan langkah awal dari pemerintah (suprastruktur politik) untuk menarik simpati masyarakat saja. Bahkan lebih parahnya lagi, sekarang banyak kita temui prilaku-prilaku dari pemimpin politik yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagai wakil dari rakyat Indonesia di dalam suprastruktur politik. Mereka yang duduk sebagai suprastruktur politik terlalu terbuai dengan jabatannya sehingga mereka lalai melaksanakan kewajibannya. Banyak orang yang duduk dalam suprastruktur politik yang malah merugikan bangsa dan Negara, Lihat saja di media massa, baik berita dalam

televise, radio, maupun surat kabar tentang kasus KKN seperti korupsi sudah tak asing lagi didengar, bahkan telah medarah daging dalam suprastruktur politik di Indonesia.

Sedangkan ditinjau dari segi infrastruktur politik di indonesia. Dimana, pelaku-pelaku yang berperan sebagai infrastruktur politik adalah Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya beserta masyarakat indonesia sendiri. Namun pada masa sekarang ini terkadang masyarakat tidak tahu menahu dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh suprastruktur politik, masyarakat seolah-olah hanya ikut-ikutan tanpa tahu apa yang terjadi. Dan yang sering terjadi di Negara kita adalah masyarakat yang seharusnya mengawasi jalanya pemerintahan terkadang malah menjadi alat politik bagi kepentingan individu para tokoh politik, buktinya saja banyak terjadi demonstrasi sebagai bentuk pewujudan Negara demokrasi di Indonesia. Namun demonstrasi yang dilakukan terkadang tidak mempunyai tujuan yang jelas, hal tersebut terjadi karena kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi jalannya suprastruktur politik, sehingga masyarakat mudah dimanfaatkan oleh kaum-kaum politik. Bahkan selain itu, terkadang demonstrasi yang berlasung di Indonesia diiringi oleh tindakan-tindakan kekerasan akibatnya demonstrasi yang berlasung cenderung bersifat anarkis. Pada keadaan sekarang ini yang terjadi adalah kurangnya kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap pemerintah akibat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering merugikan masyarakat. Ditambah prilaku-prilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh para elit politik. Oleh karena itu masyarakat seharusnya tidak hanya sekedar berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilu, tapi dalam keikutsertaan dalam pemilu masyarakat juga harus memiliki pengetahuan mengenai wakil wakil yang akan kita pilih yang nantinya akan duduk di suprastruktur politik. Sehingga orang orang yang duduk sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan-kebijakan dapat mengaplikasikan kehendak aspirasi rakyat dan sejalan dengan tujuan nasional

Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila


Pengamalan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah jauh menyimpang bila dikaitkat dengan masalah-masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Padahal, pancasila merupakan dasar Negara Indonesia dan menjadi jati diri bangsa Indonesia serta menjadi pedoman hidup rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ditinjau dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa

Indonesia memang meyakini adanya Tuhan dengan diakuinya banyak agama atau kepercayaan di Indonesia. Namun, di tengah masyarakat Indonesia sendiri yang terjadi saat ini adalah kurangnya rasa saling menghormati antar umat beragama. Adanya sikap-sikap yang merendahkan agama lain masih saja terjadi sehingga terkadang menimbulkan bentrok antar beda agama yang bersifat anarkis. Adanya sikap-sikap tersebut, seolah-olah masyarakat Indonesia tidak mengindahkan ajaran-ajaran agamanya. Bahwa setiap agama mengajarkan untuk hidup rukun dan saling menghargai berdampingan dengan agama lain. Negara Indonesia adalah Negara yang beragama artinya memiliki banyak agama. Walaupun antar agama memiliki cara yang berbeda, namun tujuannya adalah sama yaitu meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengamalan dari sila pertama pancasila sudah melenceng dari harapan dan tujuannya. Dari lemahnya akan pengamalan sila pertama pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa oleh masyarakat Indonesia, maka akan berdampak pada melunturnya nilai-nilai kemanusiaan. Antara manusia yang satu dengan yang lain serta makhluk lain yaitu hewan dan tumbuhan yang semuanya merupakan ciptaan Tuhan. Untuk itu sikap-sikap kemanusiaan seharusnya ditumbuh kembangkan pada setiap masyarakat dalam bentuk saling menghormati, menghargai, menyayangi antar sesama manusia. Sikap saling menyayangi tidak hanya kita tunjukan antar manusia tetapi antar ciptaan Tuhan yakni terhadap hewan dan tumbuhan. Jika nilai kemanusiaan sudah luntur seperti yang terjadi sekarang ini, maka hal tersebut juga akan diiringi oleh penurunan nilai moral sehingga banyak terjadi tindakan-tindakan criminal yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Contoh tindakan criminal yang sekarang sering terjadi adalah pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan lain sebagainya. Semua hal tersebut mengindikasikan bahwa pengamalan nilai dari sila kedua dalam pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab telah mengalami penurunan dan penyimpangan. Rendahnya nilai ketuhanan serta nilai kemanusiaan dapat menyebabkan terciptanya masalah-masalah baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Adanya sikap saling melecehkan dan saling merendahkan antar umat beragama atau sesama manusia berdampak pada perpecahan bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak etnis, suku dan kebudayaan yang berbeda-beda. Semakin kuatnya sikap-sikap fanatisme dari masyarakat Indonesia terhadap suku maupun agamanya juga merupakan pemicu terjadinya perpecahan yang melunturkan rasa persatuan dan kesatuan. Oleh sebab itu, tak jarang kita dengar banyak kasus besar seperti bentrok antar suku

maupun agama yang terjadi di Indonesia. Tidak hanya itu, bahkan yang lebih parah lagi adalah adanya gerakan-gerakan pada suatu daerah yang menginginkan daerahnya merdeka akibat mereka merasa sudah tidak adanya rasa persatuan terhadap bangsa indonesia. Contohnya adalah yaitu lepasnya Timor-timur dari Negara Indonesia serta adanya Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan daerah papua yang juga ingin merdeka dengan bendera bintang kejoranya, namun kedua gerakan tersebut akhirnya bisa teratasi oleh negara kita. Hal-hal tersebut mengindikasikan

bahwa pengamalan sila ke tiga dari pancasila yaitu Persatuan Indonesia sudah jauh mlemah dan menyimpang dari nilai-nilai dan tujuannya. Adanya perpecahan dalam bangsa Indonesia akibat dari semakin kuatnya sikap fanatisme yang melunturkan rasa persatuan dan kesatuan dari masyarakat Indonesia, otomatis hal tersebut telah mengakibatkan hilangnya rasa permusyawarahan untuk mufakat dari masyarakat Indonesia. Seperti yang tertera pada sila keempat dalam pancasila yang berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Dimana masyarakat indonesia lebih cenderung menyelesaikan setiap masalah melalui jalan kekerasan atau anarkis. Akibat melemahnya dan semakin menyimpangnya pengamalan dari setiap sila dalam pancasila dari sila pertama sampai sila keempat seperti yan sudah dijelaskan di atas, maka sudah jelas akan mempengaruhi terhadap pengamalan dari sila kelima yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang sekaligus menjadi tujuan nasional dari Negara Indonesia tidak akan tercapai karena sila-sila sebelumnya menaungi sila kelima. Sehingga apabila salah satu dari keempat sila di atasnya tidak diamalkan sesuai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya maka sila kelima sebagai tujuan dari Negara Indonesia yang dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang berdasarkan keadilan sosial tidak akan pernah tercapai. Jadi kesimpulan saya, tujuan Negara seperti yang terkandung di dalam sila kelima pancasila tidak akan terwujud jika dasar-dasarnya yaitu sila pertama sampai sila keempat yang menaungi di atasya tidak bisa diamalkan dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Jadi, untuk mencapai tujuan nasional, hendaknya pangamalan dari semua nilai pancasila harus ditingkatkan sehingga tujuan Negara yang kita cita-citakan nantinya bisa terwujud.

Sidang BPUPKI a. Mendengarkan pidato anggota tentang dasar Negara yang akan dibentuk, antara dari Muh Yamin (29 september 1945). Soepomo (31 Mei 1945) dan Soekarno ( 1 juni 1945). Berdasarkan buku Naskah Persiapan Undang-undang dasar 1945, karangan Muh. Yamin, hanya pidato tiga orang itulahyang dimasukkan dalam bukunya, walaupun yang menyampaikan pidato sebetulnya banyak, termasuk Muh. Hatta. b. Pidato Muh. Yamin dengan judul : Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Pidato Muh. Yamin tentang asas dan dasar negara tidak menyebutkan nama Pancasila adalah sebagai berikut. 6) Peri Kebangsaan 7) Peri Kemanusiaan 8) Peri Ketuhanan 9) Peri Kerakyatan 10) Kerakyatan Rakyat Dalam buku Muhammad Yamin yang berjudul Naskah Persiapan UUD 1945 (1971: 721 728)disebutkan bahwa ia melampirkan Rancangan UUD RI. Pada bagian Pembukaan dari rancangan itu ia menyebutkan: 6) Ketuhanan Yang Maha Esa 7) Kebangsaan persatuan Indonesia 8) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 9) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan 10) Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia Rumusan rancangan dasar negara ini hamper sama dengan Pembukaan UUD 1945.atas dasar alasan inilah Nogroho Notosusantomenyimpulkan bahwa M. Yamin adalah orang yang pertama mengemukakan Dasar Negara pada 29 Mei 1945, sedangkan Bung Karnohanyalah orang pertama yang memberi nama Pancasila pada 1 Juni 1945 (Notosusanto, 1985: 25). Tulisan Nugroho Notosusanto ini ditentang oleh Panitia Lima (Mohammad Hatta, Ahmad Subardjo Djojoadisurjo, A.A.Maramis, Sunario dan A.G. Pringgodigdo) (1977 : 75 dan 100). Bahkan Bung Hatta selaku pelaku sejarah sebagai anggota BPUPKI dengan nomor 12 menyatakan bahwa pidato Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945 bukan seperti yang ditulis dalam bukunya; yang menjawab pertanyaan Radjiman Wedyodiningrat (Ketua Sidang BPUPKI) tentang dasar negara hanya Bung Karno, yang lain tidak menjawab. Selanjutnya Bung Hatta menjelaskan bahwa apa yang diucapkan Bung Karno1 Juni itu adalah pikirannya sendiri. Pernyataan

Nugroho Notosusanto ini menimbulkan gelombang kritik dari masyarakat akademik maupun masyarakat umum. Akhirnya timbul usaha dari Yayasan Pembela Tanah Air Pusat untuk mencari arsif BPUPKI agar dapat menyelesaikan kontroversi pendapat di atas. Arsif itu yang semula dipinjam oleh M. Yamin untuk menyusun bukunya dan kemudian dinyatakan hilang, akhirnya diketemukan pada tahun 1989 (empat tahun setelah Nugroho Notosusanto meninggal dunia) di Pura Mangkunegara, Surakarta. Temuan ini membuktikan bahwa Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945 tidak melampirkan Rancangan UUD Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam bukunya naskah Persiapan UUD 1945 , halaman 721-728 (Anonim, 1995: 28). Dengan temuan Yayasan Pembela Tanah Air itu maka runtuhlah semua argumen Nugroho Notosusanto dan terkuaklah tabir kepalsuan sejarah dari M. Yamin. M. Yamin sendiri dalam seminar Pancasila di Universitas Gadjah Mada pada tanggal 16 Februari 1959 menyatakan bahwa Bung Karno adalah pencipta Pancasila. Sebelum itu, pada tahun 1951 dalam rangka pemberian galar doctor honoris causa kepada Bung Karno, Prof. Notonagoro menyatakan bahwa Bung Karno adalah pencipta Pancasila (Notonagoro, 1974 : 5 7). c)Pidato Soepomo tidak secara tegas menyebutkan judulnya. Tetapi ia mengawali pidatonya dengan kalimat Soal yang kita bicarakan ialahbagaimanakah akan dasar dasarnya Negara Indonesia Mardeka . Dalam pidato itu, antara lain ia membahas : (1) syarat syarat pembentukan negara; (2) dasar system pemerintahan; (3) dasar Negara Indonesia Merdeka; (4) konsekuensi dari teori negara terhadap hubungan antara negara dengan agama, bentuk pemerintahan dan hubungan negara dengan kehidupan ekonomi. Jadi ia sama sekali tidak menyebut bahwa dasar negara adalah Pancasila, yang terdiri atas lima sila. Interpretasi dan simpulan dari Prof. A. G. Pringgodigdo terhadap pidato Soepomo adalah bahwa uraiannya memuat pokok-pokok pikiran sebagai berikut. (a) Dasar persatuan dan kekeluargaan (b)Takluk kepada Tuhan (c)Kerakyatan (d)Dalam lapangan ekonomi negara bersifat kekeluargaan (e)Negara Indonesia bersifat negara Asia Timur Raya Sementera itu interpretasi versi Nugroho Notosusanto terhadap pidato Soepomo adalah bahwa pidatonya berisipemikiran sebagai di bawah ini. (a) Persatuan (b) Kekeluargaan (c) Keseimbangan lahir dan batin

(d) Musyawarah (e) Keadilan rakyat d) Pidato Soekarno berjudul Philosofisce grondslag daripadaIndonesia Mardeka (secara tegas dan jelas menyebutkan lima dasar negara yang disebut Pancasila) : Kebangsaan Indonesia (a) Internasionalisme atau Perikemanusiaan (b) Mufakat atau Demokrasi (c) Kesejahteraan social (d) Ke-Tuhanan yang berkebudayaan Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 didepan sidang BPUPKI, yang kemudian diterbitkan dengan judul Lahirnya Pancasila , merupakan kristalisasi hasil pemikiran yang mendalam dan panjang sejak tahun 1918 (Alam, 2001 : 32). Kata Pancasila itu sendiri sebenarnya sudah ada dalam buku Nagarakertagama karangan Empu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma,

Pancasila mempunyai arti sendi yang lima dan pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama ), yaitu tidak boleh melakukan kekerasan, mencuri, berbohong, dengki dan minum minuman keras.Pancasila adalah buah hasil perenungan jiwa yang dalam, buah hasil penyelidikan cipta yang teratur dan saksama di atas pengetahuan dan pengalaman yang luas (Notonagoro, 1974:9). Pada tahun 1926 Bung Karno sudah menulis Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme , yang dimuat dalam Suluh

Indonesia Muda (Soekarno, 1964:1). Kemudian tahun 1932 dalam Fikiran Rakyat, setelah keluar dari penjara Suka Miskin, Bandung, Bung Karno menulis tentang Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi (Soekarno, 1964: 187). Pandangan itu ditulis kembali dengan judul Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi Soekarno, 1964: 171), juga dalam Fikiran Rakyat tahun 1932. Sosio nasionalisme adalah nasionalisme berkerakyatan, berprikemanusiaan, yang menolak keborjuisan dan keningratan, serta antiimperalismedan individualism. Dengan demikian, sosio-nasionalisme merupakan embrio dari sila prikemanusiaan dan kebangsaan. Sosio-demokrasi adalah demokrasi yang mengabdi pada kepentingan masyarakat, demokrasi yang berkeadilan. Oleh karena itu, demokrasi yang dicita citakan adalah

demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Jadi, sosio-demokrasimerupakan embrio dari sila mufakat atau demokrasi dan kesejahteraan sosial. Pandangan inilah yang ditambah dengan Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi inti uraian Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945. Ini adalah gagasan dan buah pikiran asli Bung Karno (Rindjin, 2001:15). Sama sekali tidak benar pernyataan Nugroho Notosusantobahwa Bung Karno hanya sebagai articulator (Notosusanto, 1985:54). Begitu pula tidak benar kalau Bung Karno dianggap sekadar menyaripatikan apa yang telah dibuat oleh para sesepuh (Abdurachaman Wahid,

Kompas, 2 Juni 2000). Lembaga Soekarno-Hatta di Jakarta membuat deklarasi tanggal 17 Agustus 1981 tentang Tetap membenarkan bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah Hari Lahirnya Pancasila (Anonim, 1995:219). Deklarasi ini didasarkan atas (1) pernyataan almarhum Dr. K. R. T. Radjiman Wedyodiningrat pada tanggal 1 Juli 1947; (2) pidato Prof. Mr. Notonagoro pada tanggal 19 September 1951 di Universitas Gajah Mada dan pidato pengukuhan gelar Doktor Honoris Causa Bung Hatta di Universitas Indonesia pada tanggal 30 Agustus 1975; (3) simpulan Panitia Lima; (4) wasiat almarhum Bung Hatta tanggal 16 Juni 1978; dan (5)pernyataan Ketua BP-7-Dr. H. Roeslan Abdulgani tanggal 14 1981. e) Keputusan siding membentuk Panitia Kecil (delapan orang) dengan tugas menampung dan memeriksa usul anggota mengenai usaha persiapan kemerdekaan, dengan ketua: Sukarno, dan anggota tujuh orang

Sejarah Pembentukan Pancasila


Konsep perumusan sila-sila dalam pancasila pertama kali diajukan oleh Mr.Muhammad Yamin pada tanggal 29 Mei 1945, beliau menyampaikan rumusan tersebut pada sidang pertama Badan Penyelidik. Dalam pidatonya, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan lima asas dasar untuk Negara Indonesia, yaitu: 1. Peri Kebangsaan 2. Peri Kemanusiaan 3. Peri Ketuhanan 4. Peri Kerakyatan 5. Kesejahteraan Rakyat Namun rumusan yang disebutkan dalam pidato tersebut diubah sendiri oleh Mr. Muhammad Yamin, dalam usulan tertulis mengenai Rancangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia beliau mengusulkan rumusan sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kebangsaan Persatuan Indonesia 3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan 5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

Dalam rumusan ini, Mr. Muhammad Yamin melihat perbedaan agama yang ada di Indonesia ini sebagai potensi yang dapat meruntuhkan kesatuan bangsa. Oleh karenanya Mr. Muhammad Yamin menempatkan sila pertama sebagai sila ke-Tuhanan, dengan demikian beliau menempatkan Negara pada posisi yang mempercayai adanya Tuhan dan berasaskan pada-Nya. Hal yang disebutkan diatas didukung penuh oleh kelompok yang diwakili oleh pemikiran Hatta, Natsir dan Hamka, mereka berpendapat bahwa sila pertama adalah fondasi bagi sila-sila yang lain. Karenanya, jika seseorang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa, seseorang tersebut secara otomatis akan menjadi individu yang berperi kemanusiaan, kebangsaan kerakyatan dan juga berkeadilan sosial.

Pancasila merupakan istilah yang dipopulerkan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya di sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, yang untuk selanjutnya ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila. Berbeda dengan rumusan yang di ajukan oleh Mr. Muhammad Yamin yang banyak kesamaannya dengan Pancasila yang kita ketahui sekarang ini, rumusan yang dibuat oleh Ir. Soekarno terlihat sangat berbeda, yaitu: 1. Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan 3. Mufakat atau Demokrasi 4. Kesejahteraan Sosial 5. Ketuhanan yang Berkebudayaan Pada rumusan yang dibuat oleh Ir. Soekarno, sila mengenai ke-Tuhanan ditempatkan pada sila kelima atau terakhir. Ir. Soekarno melihat sila ke-Tuhanan sebagai sebuah penutup untuk melengkapi. Beliau menyadari bahwaagama-agama yang berbeda di Indonesia juga bisa membawa benih perpecahan. Sebagai penutup, sila ke-Tuhanan versi Ir. Soekarno berarti toleransi beragama, janganlah keempat sila sebelumnya tercerai-berai hanya karena pertikaianagama. Rumusan yang ditawarkan oleh Ir. Soekarno dapat mengerucut menjadi hanya tiga sila yang disebut trisila, yang terdiri atas Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi dan Ketuhanan. Bahkan dapat mengerucut lagi menjadi hanya satu sila yang disebut ekasila, yakni Gotong Royong.

Piagam Jakarta Pada tanggal 22 juni 1945, sembilan tokoh nasional, yakni, Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoelkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasjim, dan Mr.Muhammad Yamin yang tergabung dalam Dokuritsu Junbi Choosakai mengadakan pembahasan dan berhasil menelurkan sebuah rumusan baru mengenai Pancasila, yaitu: 1. Ketuhanan, dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan 5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia Untuk selanjutnya, perubahan yang terhadap rumusan ini hanya terjadi pada sila pertama, hal itu dilakukan karena khawatir akan terjadinya perpecahan bangsa berdasarkanagama. Dengan berubahnya sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila dirasakan lebih mentolerir penganut agama lain selain Islam di Negara Indonesia.

You might also like